DISUSUN OLEH :
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya, makalah tentang "SISTEM REPRODKSI PADA UDANG VANNAME" ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Penyakit Ikan. Dalam makalah
ini, penulis membahas tentang pemanfaatan bunga kembang sepatu sebagai bahan alami untuk
pencegahan dan pengendalian penyakit pada sumberdaya ikan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................4
Latar Belakang..................................................................................................4
Identifikasi Masalah..........................................................................................4
Pembatasan Masalah.........................................................................................4
Perumusan Masalah..........................................................................................4
Tujuan...............................................................................................................5
BAB II......................................................................................................................6
PEMBAHASAN..................................................................................................6
BAB III..................................................................................................................10
PENUTUP..........................................................................................................10
Kesimpulan.....................................................................................................10
Saran...............................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN
1.5 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui SISTEM REPRODUKSI
PADA UDANG VANAME karena dalam proses budidaya aspek ini yang menentukan
keberhasilan budiddaya udang khususya pembudidaya udang vaname ketika terjadi masalah
budidaya.
-
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 LITOPENAEUS VANNAMEI
Di Indonesia, udang vannamei baru diintroduksi dan dibudidayakan mulai awal tahun
2000-an dengan menunjukkan hasil yang menggembirakan. Masuknya udang vannamei ini telah
menggairahkan kembali usaha pertambakan Indonesia yang mengalami kegagalan budidaya
akibat serangan penyakit, terutama bintik putih (white spot). White spot telah menyerang
tambak-tambak udang windu baik yang dikelola secara tradisional maupun intensif meskipun
telah menerapkan teknologi tinggi dengan fasilitas yang lengkap.
Teknologi budidaya udang terus memerlukan penelitian dan pengembangan dari waktu
ke waktu. Walaupun dalam dua dasawarsa terakhir telah mengalami perkembangan yang sangat
pesat, namun jika dibandingkan dengan teknologi pertanian (misalnya hortikultura) atau
peternakan (misalnya unggas), teknologi budidaya udang masih sangat jauh ketinggalan.
Teknologi pertanian dan peternakan telah mencapai tahap genetic engineering (rekayasa
genetika) dimana secara genetik telah ditemukan bibit unggul yang lebih produktif dan tahan
terhadap penyakit. Sedangkan teknologi budidaya udang baru memasuki tahap genetic
mapping (pemetaan genetika). Perkembangan terakhir teknologi budidaya udang difokuskan
pada genetic improvement (perbaikan genetika) melalui proses seleksi induk secara ketat. Namun
proses genetic improvement ini masih berada pada tahap seleksi secara alami.
Tingkat keberhasilan dari penerapan teknologi budidaya udang sangat bergantung pada
tingkat penguasaan teknologi lingkungan perairan (sebagai tempat hidup udang) dan biologi
udang itu sendiri. Lingkungan perairan merupakan ekosistem yang sangat kompleks, yang terdiri
dari komponen biotik dan komponen abiotik. Oleh karena itu diperlukan pemahaman yang benar
tentang ekosistem perairan (tambak) sehingga dapat senantiasa menjaga keseimbangannya.
Disamping itu, pemahaman tentang biologi udang merupakan hal yang tidak kalah penting,
mulai dari anatomi, morfologi, fisiologi, habitat dan kebiasaan makan sampai pada pemahaman
structure genetiknya serta sistem reproduksi.
Litopenaeus vannamei, biasa juga disebut sebagai udang putih dan masuk ke dalam famili
Penaidae. Anggota famili ini menetaskan telurnya di luar tubuh setelah telur dikeluarkan oleh
udang betina. Udang Penaeid dapat dibedakan dengan jenis lainnya dari bentuk dan jumlah gigi
pada rostrumnya. Penaeid vannamei memiliki 2 gigi pada tepi rostrum bagian ventral dan 8-9
gigi pada tepi rostrum bagian dorsal (Anonim 1, 2012). Secara lengkap klasifikasi Udang
Vannamei secara Taksonomi menurut Wyban dan Sweeney (2015) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Panaeidae
Genus : Litopenaeus
Umumnya, Tubuh udang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala dan
bagian badan. Bagian kepala menyatu dengan bagian dada disebut cephalothorax yang terdiri
dari 13 ruas, yaitu 5 ruas di bagian kepala dan 8 ruas di bagian dada. Bagian badan dan abdomen
terdiri dari 6 ruas, tiap-tiap ruas (segmen) mempunyai sepasang anggota badan (kaki renang)
yang beruas-ruas pula. Pada ujung ruas keenam terdapat ekor kipas 4 lembar dan satu telson
yang berbentuk runcing.
Bagian kepala dilindungi oleh cangkang kepala atau Carapace. Bagian depan meruncing
dan melengkung membentuk huruf S yang disebut cucuk kepala atau rostrum. Pada bagian atas
rostrum terdapat 7 gerigi dan bagian bawahnya 3 gerigi untuk P. monodon. Bagian kepala
lainnya adalah :
Mulut terletak pada bagian bawah kepala dengan rahang (mandibula) yang kuat.
Ada lima pasang kaki renang (pleopoda) yang melekat pada ruas pertama sampai dengan
ruas kelima, sedangkan pada ruas keenam, kaki renang mengalami perubahan bentuk menjadi
ekor kipas (uropoda). Di antara ekor kipas terdapat ekor yang meruncing pada bagian ujungnya
yang disebut telson. Organ dalam yang bisa diamati adalah usus (intestine) yang bermuara pada
anus yang terletak pada ujung ruas keenam.
Bentuk peripoda beruas – ruas yang berujung dibagian dactylus. Dactylus ada yang
berbentuk capit (kaki ke-1, ke-2 dan ke-3) dan tanpa capit (kaki ke-4 dan ke-5). Diantara coxa
dan dactylus terdapat ruang yang berturut – turut disebut basis, ischium, merus, carpus dan
cropus. Pada bagian ischium terdapat duri yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi beberapa
spesies Pennaeid dalam taksonomi. Perut (abdomen) udang terdiri dari 6 ruas. Bagian abdomen
terdapat 5 pasang kaki renang dan sepasang uropods (mirip ekor) yang membentuk kipas
bersama – sama telson.
Udang Vannamei adalah jenis udang laut yang habitat aslinya di daerah dasar dengan
kedalaman 72 meter. Udang vannamei dapat ditemukan di perairan/lautan Pasifik mulai dari
Mexico, Amerika Tengah dan Selatan. Udang vannamei relatif mudah dibudidayakan.
Sedangkan untuk pejantan pada udang vannamei setelah menjadi dewasa memiliki ciri – ciri
sebagai berikut; petasma menjadi simetris, agak terbuka, tak mempunyai penutup, kurangnya
proyeksi distomedian, mempunyai sirip costae yang pendek sehingga tidak dapat menjangkau
sampai tepi distal dan terbuka dengan jelas.
Habitat udang Penaeid usia muda adalah air payau, seperti muara sungai dan pantai.
Semakin dewasa udang jenis ini semakin suka hidup di laut. Ukuran udang menunjukkan
tingkatan usia. Dalam habitatnya, udang dewasa mencapai umur 1,5 tahun. Pada waktu musim
kawin tiba, udang dewasa yang sudah matang telur atau calon spawner berbondong-bondong ke
tengah laut yang dalamnya sekitar 50 meter untuk melakukan perkawinan. Udang dewasa
biasanya berkelompok dan melakukan perkawinan, setelah udang betina berganti cangkan
(Akbar dan fahmi, 2015). Di dalam kondisi budidaya, udang vannamei hidup mendiami seluruh
kolom air, dari dasar hingga lapisan permukaan. Sifat tersebut memungkinkan udang tersebut
dipelihara di tambak dalam keadaan padat .
Secara alami L. vannamei merupakan hewan nocturnal yang aktif pada malam hari untuk
mencari makan, sedangkan pada siang hari sebagian dari mereka bersembunyi di dalam substrat
atau lumpur. Namun di tambak budidaya dapat dilakukan feeding dengan frekuensi yang lebih
banyak untuk memacu pertumbuhannya.
L. vannamei membutuhkan makanan dengan kandungan protein sekitar 35%, lebih kecil
jika dibandingkan udang-udang Asia seperti Penaeus monodon dan Penaeus japonicus yang
membutuhkan pakan dengan kandungan protein hingga 45%. Dan ini akan berpengaruh terhadap
harga pakan dan biaya produksi.
Hidup udang penaeid sejak telur mengalami fertilisasi dan lepas dari tubuh induk betina
menurut Anil ariska,(2022) akan mengalami berbagai macam tahap, yaitu :
1. Nauplius
Stadia Nauplius terbagi atas enam tahapan yang lamanya berkisar 46-50 jam untuk Litopenaeus
vannamei, belum memerlukan pakan karena masih mempunyai kandungan telur
2. Zoea
Stadia zoea terbagi atas tiga tahapan, berlangsung selama kira-kira 4 hari. Stadia zoea sangat
peka terhadap perubahan lingkungan terutama kadar garam dan suhu air. Zoea mulai
membutuhkan pakan berupa fitoplankton (Skeletonema sp.)
3. Stadia mysis
Terbagi atas tiga tahapan, yang lamanya 4-5 hari. Bentuk udang stadia mysis mirip udang
dewasa, bersifat planktonis dan bergerak mundur dengan cara membengkokkan badannya.
Udang stadia mysis mulai menggemari pakan berupa zooplankton, misalnya Artemia salina.
4. Post larva
Stadia larva ditandai dengan tumbuhnya pleopoda yang berambut (setae) untuk renang. Stadia
larva bersifat bentik atau organisme penghuni dasar perairan, dengan pakan yang disenangi
berupa zooplankton.
Organ reproduksi udang vannamei betina terdiri dari sepasang ovarium, oviduk, lubang genital,
dan thelycum. Oogonia diproduksi secara mitosis dari epitelium germinal selama kehidupan
reproduktif dari udang betina. Oogonia mengalami meiosis, berdiferensiasi menjadi oosit, dan
dikelilingi oleh sel-sel folikel. Oosit yang dihasilkan akan menyerap material kuning telur (yolk)
dari darah induk melalui sel-sel folikel (Ratna Rahayu, 2019).
A. Petasma Jantan
D. Open thelycum*
Organ reproduksi utama dari udang jantan adalah testes, vasa derefensia, petasma, dan
apendiks maskulina. Sperma udang memiliki nukleus yang tidak terkondensasi dan bersifat
nonmotil karena tidak memiliki flagela. Selama perjalanan melalui vas deferens, sperma yang
berdiferensiasi dikumpulkan dalam cairan fluid dan melingkupinya dalam sebuah chitinous
spermatophore (MAKMUR, 2020). Trujillo (2009) menemukan bahwa jumlah spermatozoa
berhubungan langsung dengan ukuran tubuh jantan.
Perilaku kawin pada udang vannamei pada wadah pemijahan dipengaruhi oleh beberapa faktor
lingkungan seperti temperatur air, kedalaman, intensitas cahaya, fotoperiodisme, dan beberapa
faktor biologis seperti densitas aerial dan rasio kelamin (Yano et al., 2003). Menurut Dunham
(1978) dalam Yano, et al (2010), bahwa adanya perilaku kawin pada krustasea disebabkan
adanya feromon. Udang jantan hanya akan kawin dengan udang betina yang memiliki ovarium
yang sudah matang. Kontak antena yang dilakukan oleh udang jantan pada udang betina
dimaksudkan untuk pengenalan reseptor seksual pada udang (Burkenroad, 1974, Atema et
al., 2007, Berg and Sandfer, 1984 dalam Yano, et al., 2010).
Proses kawin alami pada kebanyakan udang biasanya terjadi pada waktu malam hari (Berry,
1970, McKoy, 2006 dalam Yano, 2010-). Tetapi, udang vannamei paling aktif kawin pada saat
matahari tenggelam.
Spesies udang vannamei memiliki tipe thelycum tertutup sehingga udang tersebut kawin saat
udang betina pada tahap intermolt atau setelah maturasi ovarium selesai, dan udang akan bertelur
dalam satu atau dua jam setelah kawin (Wyban et al., 2011).
Tahap kedua ini memakan alga dan setelah beberapa hari bermetamorfosis lagi menjadi
mysis. Mysis mulai terlihat seperti udang kecil dan memakan alga dan zooplankton. Setelah 3
sampai 4 hari, mysis mengalami metamorfosis menjadi postlarva. Tahap postlarva adalah tahap
saat udang sudah mulai memiliki karakteristik udang dewasa. Keseluruhan proses dari tahap
nauplii sampai postlarva membutuhkan waktu sekitar 12 hari. Di habitat alaminya, postlarva
akan migrasi menuju estuarin yang kaya nutrisi dan bersalinitas rendah. Mereka tumbuh di sana
dan akan kembali ke laut terbuka saat dewasa. (Anonim, 2008).
Udang yang dijadikan sebagai induk (broodstock) sebaiknya bersifat SPF (Specific
Pathogen Free). Udang tersebut dapat dibeli dari jasa penyedia udang induk yang memiliki
sertifikat SPF. Keunggulan udang tersebut adalah resistensinya terhadap beberapa penyakit yang
biasa menyerang udang, seperti white spot, dan lain-lain. Udang tersebut didapat dari sejumlah
besar famili dengan seleksi dari tiap generasi menggunakan kombinasi seleksi famili, seleksi
massa (WFS) dan seleksi yang dibantu marker. Induk udang tersebut adalah keturunan dari
kelompok famili yang diseleksi dan memiliki sifat pertumbuhan yang cepat, resisten terhadap
TSV dan kesintasan hidup di kolam tinggi.
Karakteristik induk udang baik yang lain adalah udang jantan dan betina memiliki
karakteristik reproduksi yang sangat bagus. Spermatophore jantan berkembang baik dan
berwarna putih mutiara. Udang betina matang secara seksual dan menunjukkan perkembangan
ovarium yang alami. Berat udang jantan dan betina sekitar 40 gram dan berumur 12 bulan.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Udang vaname merupakan salah satu komoditas perikanan budidaya yang penting di
Indonesia. Udang ini memiliki nilai ekonomis tinggi dan permintaan pasar yang terus meningkat.
Untuk menjaga keberlanjutan produksi udang vaname, diperlukan pemahaman yang baik tentang
sistem reproduksi udang ini.
Sistem reproduksi udang vaname terdiri dari sistem reproduksi jantan dan sistem
reproduksi betina. Sistem reproduksi jantan terdiri dari sepasang testis, vas deferens, dan saluran
ejakulasi. Sistem reproduksi betina terdiri dari sepasang ovarium, oviduk, lubang genital, dan
thellycum. Udang vaname melakukan perkawinan secara internal.
Proses perkawinan dimulai dengan udang jantan mendekati udang betina yang telah
matang gonad. Udang jantan kemudian menggunakan petasmanya untuk membuahi telur yang
berada di dalam ovarium udang betina. Reproduksi udang vaname dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu:
- Umur: Udang vaname mulai dapat bereproduksi pada umur sekitar 6 bulan. Kualitas air:
- Kualitas air yang baik, seperti suhu, salinitas, dan pH yang sesuai, akan mendukung
reproduksi udang vaname.
- Pakan: Pakan yang berkualitas baik akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan
gonad udang vaname
- 6*Pemeliharaan: Pemeliharaan yang baik, seperti pemberian pakan yang tepat, sanitasi
yang baik, dan pencegahan penyakit, akan mendukung reproduksi udang vaname.
3.2 SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas, ada beberapa saran yang dapat diberikan untuk meningkatkan
produktivitas udang vaname di Indonesia, yaitu:
- Peningkatan kualitas bibit: Bibit udang vaname yang berkualitas baik akan memiliki
peluang yang lebih besar untuk mencapai kematangan gonad yang lebih cepat dan
menghasilkan telur yang lebih banyak. Peningkatan kualitas air:
- Kualitas air yang baik akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan gonad udang
vaname.
- Pemberian pakan yang berkualitas baik: Pakan yang berkualitas baik akan mendukung
pertumbuhan dan perkembangan gonad udang vaname.
- Pemeliharaan yang baik: Pemeliharaan yang baik akan mendukung reproduksi udang
vaname. Saran-saran di atas perlu diterapkan dalam usaha budidaya udang vaname agar
dapat meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan produksi udang vaname di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Pratiwi, Rianta. 2018. Aspek Biologi dan Ablasi Mata Pada Udang Windu penaeus monodon
Suku Penaeidae (Deapoda: Malcostraca). Oseana. 43(2): 34-47
Murtidjo, B. A. 20013. Benih Udang Windu Skala Kecil. Kansius. Jakarta, 25 hal
Lestari, A. 2009. Manajemen resiko dalam usaha pembenihan udang Vannamei (Litopenaeus
vannamei), Studi kasus di PT. Suri Tani Pemuka, Kabupaten Serang, Provinsi Banten.
Departemen Agribisnis, Fakulatas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
[Skripsi], 89 hal.
Paula, D. 2019//. National institute of oceanography images. Bioinformatic centre India. Goa.
Akbar, Fahmi. Induksi Maturasi Pada Udang Vaname Litopenaeus Vannamei Jantan
Menggunakan Oodev. Diss. 2015.
Lutfiani, Cindi. SKRIPSI: DAYA TETAS TELUR UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei)
DENGAN ETILEN DIAMIN TETRA ASETAT (EDTA) BERBEDA PADA MEDIA
PENETASAN. Diss. Politeknik Negeri Lampung, 2023.
Mustafa, Akhmad, Irmawati Sapo, and Mudian Paena. "Studi penggunaan produk kimia dan
biologi pada budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) di tambak Kabupaten
Pesawaran Provinsi Lampung." Jurnal Riset Akuakultur 5.1 (2016): 115-133.