1
Tak ada gading yang tak retak. Penulis sadar
penulisan laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Maka
dari itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan
penulis. Dan semoga kedepannya laporan ini dapat berguna
bagi semua pihak.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................... 1
I. PENDAHULUAN ......................................................... 7
3
2.9 Tahapan Pembenihan Bandeng di dalam Hatchery
23
2.10.1 Protein........................................................... 29
BIODATA .......................................................................... 36
4
DAFTAR TABEL
5
DAFTAR GAMBAR
6
I. PENDAHULUAN
7
Ikan bandeng merupakan salah satu komoditas yang
bernilai ekonomis tinggi karena sangat bearti dalam
pemenuhan gizi pangan masyarakat serta dapat
meningkatkan taraf hidup (Mudjiman, 1991). Di samping itu
prospek pengembangan budidaya ikan bandeng yang cukup
cerah kini telah memacu kegiatan budidaya bandeng pada
perairan laut dan payau. Ikan bandeng merupakan
komoditas yang dapat diandalkan dalam mencukupi
kebutuhan permintaan yang terus meningkat (Anonymous,
2001). Budidaya bandeng telah lama dilakukan masyarakat
meskipun umumnya masih secara tradisional. Produksi ikan
nasional didominasi ikan bandeng dengan produksi sebesar
40,1% dari total produksi sebesar 404.313 ton
Berdasarkan uraian diatas, maka perlunya
mempelajari lebih lanjut mengenai ikan bandeng dan cara
budidayanya.
8
1.3 Tujuan
1. Mengetahui secara mendetail tentang ikan bandeng
mulai dari klasifikasi hingga reproduksi.
2. Mengetahui habitat dan penyebaran ikan bandeng.
3. Mengetahui cara budidaya ikan bandeng yang baik dan
efektif
9
II. ISI
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
10
Kelas : Osteichthyes
Subkelas : Teleostei
Ordo : Malacopterygii
Famili : Chanidae
Genus : Chanos
11
berfungsi sebagai kemudi laju tubuhnya ketika bergerak
(Purnowati et al., 2007).
2.2 Morfologi
Ikan bandeng mempunyai badan memanjang seperti
torpedo dengan sirip ekor bercabang sebagai tanda bahwa
ikan bandeng berenag dengan cepat. Kepala bandeng tidak
bersisik, mulut kecil terletak di ujung rahang tanpa gigi, dan
lubang hidung terletak di depan mata. Mata diselaputi oleh
selaput bening (subcutanaus). Warna badan putih keperak-
perakan dengan punggung biru kehitaman.
12
Gambar 1 Morfologi Ikan Bandeng (Chanos chanos)
e. Sirip analis
13
dari lubang pelepasan. Lubang kencing (urinari pore)
melebar ke arah saluran besar dari sisi atas. Selain itu 2
tonjolan urogenital yang membuka ke arah ventral anus.
14
terlalu jauh dari pantai dengan karakteristik habitat perairan
jernih, dasar perairan berpasir dan berkarang dengan
kedalaman antara 10-30 m Kematangan kelamin.
15
merupakan kehidupan kompleks yang didomain oleh
ganggang biru (Cyanophyceae) dan ganggang kersik
(Baccillariophyceae). Di samping itu organissme lain yang
biasanya dimakan bandeng adala bakteri, protozoa, cacing,
udang renik. (Ghufron dan Kordi, 2005).
16
Bandeng memijah pada tengah malam sampai menjelang
pagi. Sedangkan pemijahan buatan dapat dilakukan melalui
rangsangan hormonal. Hormon yang diberikan dapat
berbentuk cair atau padat. Hormon bentuk padat diberikan
setiap bulan, sedangkan hormone bentuk cair diberikan pada
saat induk jantan dan betina sudah matang gonad. Induk
bandeng akan memijah setelah 2– 15 kali implantasi
tergantung pada tingkat kematangan gonad. Pemijahan
induk betina yang mengandung telur berdiameter lebih dari
750 mikron atau induk jantan yang mengandung sperma
tingkat 3 dapat dipercepat dengan menyuntikkan hormon
LHR H -a pada dosis 30– 50 mikro gram/kg berat tubuh
atau dengan hormon HC G pada dosis 5000-10.000 IU/kg
berat tubuh (Murtidjo, 1989).
Indikator bandeng memijah adalah bandeng jantan dan
bandeng betina berenang beriringan dengan posisi jantan
dibelakang betina. Pemijahan lebih sering terjadi pada
pasang rendah dan fase bulan seperempat. Menurut Ahmad
(1998), dalam siklus hidupnya, bandeng berpindah dari satu
ekosistem ke ekosistem lainnya mulai dari laut sampai ke
sungai dan bahkan danau. Hal ini disebabkan karena
bandeng memiliki kisaran adaptasi yang tinggi terhadap
salinitas.
17
2.6 Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan
Bandeng (Chanos chanos)
Pertumbuhan merupakan suatu perubahan bentuk akibat
pertambahan panjang, berat dan volume dalam periode
tertentu secara individual. Pertumbuhan juga dapat diartikan
sebagai pertambahan jumlah sel-sel secara mitosis yang
pada akhirnya menyebabkan perubahan ukuran jaringan.
Pertumbuhan bagi suatu populasi adalah pertambahan
jumlah individu, dimana faktor yang mempengaruhinya
dapat berupa faktor internal dan eksternal. Faktor internal
meliputi umur, keturunan dan jenis kelamin, sedangkan
faktor eksternal meliputi suhu, makanan, penyakit, media
budidaya, dan sebagainya (Haryono et al, 2001).
18
Kelangsungan hidup sebagai salah satu parameter uji
kualitas benih. Peluang hidup suatu individu dalam waktu
tertentu, sedangkan mortalitas adalah kematian yang terjadi
pada suatu populasi organisme yang dapat menyebabkan
turunnya populasi (Wulandari 2006). Ikan yang berukuran
kecil (benih) akan lebih rentan terhadap parasit, penyakit
dan penanganan yang kurang hati - hati. Kelangsungan
hidup larva ditentukan oleh kualitas induk, telur, kualitas
air, serta rasio antara jumlah makanan dan kepadatan larva
(Effendi, 1997). Survival rate ikan air tawar di dalam
lingkungan berkadar garam bergantung pada jaringan
insang, laju 9 konsumsi oksigen, daya tahan (toleransi)
jaringan terhadap garam - garam dan kontrol permeabilitas
(Wulandari, 2006).
19
pertumbuhan akan menurun. Dampak dari stress ini
mengakibatkan daya tahan tubuh ikan menurun dan
selanjutnya terjadi kematian. Gejala ikan sebelum mati yaitu
warna tubuh menghitam, pergerakan tidak berorientasi, dan
mengeluarkan lendir pada permukaan kulitnya
(Darmawangsa, 2008).
20
tambak salah satunya adalah bandeng KJA tidak berbau
lumpur sehingga tidak memenuhi kriteria bandeng kualitas
ekspor. Bau lumpur atau off flavor disebabkan oleh adanya
senyawa geosmin (C12H22O) yang dihasilkan oleh
beberapa plankton Cyanobacteria, terutama dari genus
Oscillatoria, Symloca, dan Lyngbia. Apabila ikan tinggal di
tempat yang kaya geosmin atau memakan plankton ini,
dagingnya akan memiliki cita rasa tanah, selain itu
kandungan Omega-3 bandeng laut dan lebih tinggi
dibandingkan bandeng tambak yaitu masing-masing 1.44
EPA dan 0.44 DHA (Rachmansyah dkk, 2002)
21
2.8 Pengelolaan Induk
Induk Bandeng merupakan salah satu sarana produksi
yang utama dalam usaha budidaya
benih bandeng(nener) di suatu perusahaan. Perkembangan
Teknologi budidaya bandeng di suatu perusahaan dirasakan
sangat lambat dibandingkan dengan usaha budidaya udang.
Faktor ketersediaan benih merupakan salah satu kendala
dalam menigkatkan teknologi budidaya bandeng. Selama ini
produksi Induk Bandeng dari alam belum mampu untuk
mencukupi kebutuhan budidaya bandeng yang terus
berkembang, oleh karena itu peranan usaha pembenihan
bandeng dalam upaya untuk mengatasi masalah kekurangan
nener tersebut menjadi sangat penting. Tanpa mengabaikan
arti penting dalam pelestarian alam, pengembangan wilayah,
penyediian dukungan terhadap pembangunan perikanan
khususnya dan pembangunan nasional umumnya, kegiatan
pembeSnihan bandeng di hatchery harus diarahkan untuk
tidak menjadi penyaing bagi kegiatan penangkapan nener di
alam. Diharapkan produksi benih nener di hatchery
diarahkan untuk mengimbangi selisih antara permintaan
yang terus meningkat dan pasok penangkapan di alam yang
diduga akan menurun.
22
Memilih induk secara ekonomis untuk dipijahkan
memang hanya bisa dilakukan dari persediaan kolam
pemeliharaan sendiri. Adapun ciri- ciri induk yang
berkualitas di antaranya sebagai berikut.
Betina Jantan
23
alga, dan saluran pengeluaran, serta terpal sebagai penutup
agar suhu stabil selama proses pemeliharaan larva. Adapun
sistem aerasi pada bak pemeliharaan larva menggunakan
aerasi gantung dengan jarak antar titik 50 cm dan jarak dari
dasar bak adalah 5 cm agar sisa pakan dan kotoran tidak
teraduk. Instalasi air laut untuk pengisian bak. Instalasi alga
unutk menyalurkan phytoplankton (Chlorella) dari bak
kultur plankton. Saluran pengeluaran untuk pemanenan. Dan
terpal penutup bak menggunakan terpal warna putih agar
cahaya matahari tetap bisa masuk ke dalam bak.
Pencucian bak dilakukan dengan menggunakan
kaporit 60 % sebanyak 100 ppm yang dicampur dengan
deterjen 5 ppm dan dilarutkan dengan air tawar pada wadah
berupa ember kemudian dinding dan dasar bak digosok-
gosok dengan menggunakan scoring pad dan dibilas dengan
air tawar hingga bersih dan kemudian dilakukan
pengeringan selama dua hari. Pencucian dan pengeringan
bak ini bertujuan untuk menghilangkan dan mematikan
mikro organisme pembawa penyakit. Selang, pemberat dan
batu aerasi dicuci bersih dengan deterjen dan dikeringkan
dengan dijemur.
Pengisian air laut ke dalam bak pemeliharaan larva
dilakukan dengan menggunakan filter bag sampai
ketinggian air 75 cm. Air laut langsung ditransfer dari
24
tandon yang sebelumnya telah dilakukan penyaringan
dengan menggunakan sand filter, di dalam bak tandon ini air
di sterilkan menggunakan kaporit 60 % sebanyak 15 ppm
selama 24 jam dengan diberi aerasi yang kuat selanjutnya
dinetralkan menggunakan Natrium thiosulfat 5 ppm dan
juga diberi aerasi selama 24 jam setelah itu air baru
dialirkan ke bak-bak pemeliharaan larva.
25
Rotifera dilakukan dengan cara menyaring dari bak kultur
zooplankton, penyaringan ini dilakukan untuk mengurangi
volume media kultur yang terbawa ke dalam bak larva.
Sedangkan pemberian phytoplankton
jenis Chlorella diberikan setelah telur menetas,
phytoplankton di dalam bak larva selain sebagai pakan juga
sebagai buffer. Pemanenan Chlorella dilakukan pada pagi
hari pada hari ke tiga. Dengan asumsi pada saat tersebut
kandungan pupuk pada media kultur telah banyak yang
diserap oleh alga sehingga tidak terbawa masuk ke bak
pemeliharaan yang dapat menyebabkan meningkatnya
kandungan bahan organik selama proses pemeliharaan larva,
karena pemanenan Chlorella dilakukan dengan cara volume
yaitu pemanenan alga bersama dengan air media kultur, hari
ketiga juga merupakan puncak populasi dan merupakan fase
terbaik untuk di transfer ke bak pemeliharaan larva
(Kurniastuti dan Ditjenkan, 1995). Pemanenan
Chlorella sp dilakukan dengan menggunakan pompa celup
dan dialirkan melalui instalasi pipa transfer alga ke bak
pemeliharaan larva yang sebelumnya telah dibilas terlebih
dahulu untuk mencegah masuknya atau terkontaminan dari
protozoa.
Selain pakan alami selama proses pemeliharaan larva
bandeng diberikan juga pakan tambahan berupa tepung
26
jagung (maizena) yang tujuannya untuk menjaga agar tidak
sampai terjadi Under Feeding selama pemeliharaan larva.
Pemberian pakan tambahan ini setelah larva umur 10 hari.
Manajemen pemberian pakan dapat dilihat pada tabel 2.1
berikut.
Tabel 3 Manajemen Pemberian Pakan ada Pemeliharaan
Larva Bandeng.
Umur larva Chlorella Rotifer Pakan tambahan
D0 s.d. D2 200 lt
D2 s.d. D5 200 lt 5 ind /ml
D6 s.d. D9 200 lt 10 ind /ml
D10 s.d. D saat panen 200 lt 20 ind /ml 10 gram
27
air adalah parameter pH berkisar pada 7 – 8,5, salinitas
berkisar 29 – 32 ‰.
Penyiponan pertama dilakukan setelah telur menetas
untuk membersihkan sisa cangkang dan telur yang tidak
menetas. Penyiponan selanjutnya dilakukan apabila dasar
bak telah kotor baik akibat sisa sekresi dari larva ataupun
sisa pakan yang mengendap.
Selain itu juga dilakukan penggantian air bak larva
pemeliharaan setelah larva umur 10 hari sebanyak 10 %,
penggantian ini dilakukan setiap hari dengan volume yang
semakin meningkat sampai dengan panen.
28
Nener yang telah dipanen dipindahkan ke tempat
pengemasan dengan diberi aerasi.
2.10.1 Protein
Protein sangat diperlukan oleh tubuh ikan, baik
untuk pertumbuhan maupun untuk menghasilkan tenaga.
Protein nabati (asal tumbuh- tumbuhan), lebih sulit
dicernakan daripada protein hewani (asalhewan), hal ini
disebabkan karena protein nabati terbungkus dalam dinding
selulosa yang memang sukar dicerna.
Pada umumnya, ikan membutuhkan protein lebih
banyak daripada hewan-hewan ternak di darat (unggas dan
mamalia). Selain itu, jenis dan umur ikan juga berpengaruh
pada kebutuhan protein. Ikan karnivora membutuhkan
protein yang lebih banyak daripada ikan herbivora,
sedangkan ikan omnivora berada diantara keduanya. Pada
umumnya ikan membutuhkan protein sekitar 20 – 60%, dan
29
optimum 30 – 36%. Protein nabati biasanya miskin
metionin, dan itu dapat disuplai oleh tepung ikan yang kaya
metionin.
2.10.2 Lemak
Nilai gizi lemak dipengaruhi oleh kandungan asam
lemak esensialnya yaitu asam-asam lemak tak jenuh atau
PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) antara lain asam oleat,
asam linoleat dan asam linolenat. Asam lemak esensial ini
banyak terdapat di tepung kepala udang, cumi-cumi dll.
Kandungan lemak sangat dipengaruhi oleh faktor
ukuran ikan, kondisi lingkungan dan adanya sumber tenaga
lain. Kebutuhan ikan akan lemak bervariasi antara 4 – 18%.
2.10.3 Karbohidrat
Karbohidrat atau hidrat arang atau zat pati, berasal
dari bahan baku nabati. Kadar karbohidrat dalam pakan
ikan, dapat berkisar antara 10 –50%. Kemampuan ikan
untuk memanfaatkan karbohidrat ini tergantung pada
kemampuannya untuk menghasilkan enzim pemecah
karbohidrat (amilase). Ikan karnivora biasanya
membutuhkan karbohidrat sekitar 12%, sedangkan untuk
omnivora kadar karbohidratnya dapat mencapai50%.
30
2.10.4 Vitamin
Apabila ikan kekurangan vitamin, maka gejalanya
adalah nafsu makan hilang, kecepatan tumbuh berkurang,
warna abnormal, keseimbangan hilang, gelisah, hati
berlemah, mudah terserang bakteri, pertumbuhan sirip
kurang sempurna, pembentukan lendir terganggu dll. Agar
ikan tetap sehat, suplai vitamin harus kontinyu, tapi
kebutuhan akan vitamin dipengaruhi oleh ukuran ikan,
umur, kondisi lingkungan dan suhu air.
2.10.5 Mineral
Mineral adalah bahan an-organik yang dibutuhkan
oleh ikan untuk pembentukan jaringan tubuh, proses
metabolisma dan mempertahankan keseimbangan osmotis.
Mineral yang penting untuk pembentukan tulang, gigi dan
sisik adalah kalsium, fosfor, fluorine, magnesium, besi,
tembaga, kobalt, natrium, kalium, klor, boron, alumunium,
seng, arsen, dll.
Makanan alami biasanya telah cukup mengandung
mineral, bahkan beberapa dapat diserap langsung dari dalam
air. Namun pada umumnya, mineral-mineral itu didapatkan
dari makanan. Oleh karena itu, beberapa macam mineral
31
yang penting perlu kita tambahkan pada proses pembuatan
pakan.
Selain kandungan gizi, ada beberapa bahan
tambahan dalam meramu pakan buatan. Bahan-bahan ini
cukup sedikit saja, diantaranya : antioksidan, perekat dan
pelezat. Sebagai antioksidan atau zat antitengik dapat
ditambahkan fenol, vitamin E, vitamin C, etoksikuin, BHT,
BHA dan lain-lain dengan penggunaan 150 – 200 ppm.
Beberapa bahan dapat berfungsi sebagai perekat seperti
agar-agar gelatin, tepung kanji, tepung terigu dan sagu,
dengan pemakaian maksimal 10%. Bahan perekat ini
menjadi penting pada pembuatan pakan udang, sebab pakan
udang harus mempunyai ketahanan yang tinggi, agar tidak
cepat hancur dalam air. Sebagai pelezat, pada umumnya
dipakai garam dapur sebanyak 2%.
32
Beberapa jenis dapat dibeli, sedangkan jenis yang
lain harus dikumpulkan sendiri.
Keuntungan: Banyak pakan hidup merupakan pakan
alami ikan yang bersangkutan atau setidaknya setara dengan
pakan alaminya. Pakan tersebut mengandung banyak serat
sehingga pencernaannya akan tetap terjaga dengan baik.
Pakan hidup dapat membantu ikan untuk memasuki kondisi
kawin dan merangsang masa kawin, terutama, pada spesies-
spesies yang masa kawinnya di alam didahului dengan
meningkatnya pesediaan pakan hidup.
Kerugian: Seringkali pakan hidup bersifat musiman,
sehingga pada saat tertentu sulit didapat. Dapat membawa
hama dan penyakit, seperti cacing sutera (Tubifex sp), yang
hidup pada lumpur tercemar, sehingga bisa mengimpor
bakteri terhadap lingkungan akuarium. Hama seperti larva
capung atau hydra bisa secara tidak sengaja (melalui
Daphnia atau Cyclops) masuk ke bak dan memangsa
burayak.
33
mereka memproduksi jenis khusus yang berbeda untuk
karnivora dan herbvora. Untuk itu perlu diperhatikan dengan
baik pada saat membeli pakan kering yang bersangkutan.
Sangat penting dipertimbangkan agar hanya membeli pakan-
pakan yang telah diformulasikan secara saintifik dan
diproduksi oleh perusahan berepusasi baik, serta khusus
dipertuntukkan bagi ikan, meskipun pakan kering lain
dengan harga lebih murah tersedia.
Keuntungan: Mudah dalam penyimpanan dan
penggunaan; tersedia secara konstan; semua elemen-elemen
esensial yang diperlukan ikan telah disediakan dengan baik;
tidak ada bahaya pencemaran hama dan penyakit.
Kerugian: Terdapat kecenderungan pakan kering
saat ini dibuat lebih pekat dan lebih mudah dicerna,
sedangkan para akuaris cenderung boros dalam pemberian.
Hal ini dapat memicu terjadinya pencemaran amonia dan
nitrit. Beberapa jenis ikan menunjukkan gejala kurus, dan
mengalami kelainan pencernaan apabila hanya diberikan
pkan kering saja, dan beberapa jenis lainnya enggan
memakan pakan kering. Beberapa jenis vitamin, seperti
vitamin C terdegradasi dalam penyimpanan yang lama.
Pakan kering dalam bentuk flake cenderung rawan terhadap
pencucian vitamin pada saat kontak dengan air
dibandingkan dengan pellet.
34
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ikan bandeng merupakan ikan yang bisa hidup di air
laut dan air sungai dan juga salah satu ikan yang mempunyai
daya jalajah yang besar kerana kemampuannya beradaptasi
dan berenang dengan sangat baik. Hampir seluruh pulau di
indonesia terdapat ikan bandeng. Ikan bandeng tidak hanya
dicari untuk dikonsumsi langsung oleh masyarakat tetapi
juga digunakan umpan untuk perusahaan penangkapan ikan
tuna dan sebagainya.
Cara budidaya ikan bandeng harus memperhatikan
berbagai macam faktor diantaranya : pembenihan,
pemeliharan larva, pemanenan mener, jenis pakan, dan lain
sebagainya. Hal ini supaya didapatkan hasil panen ikan
bandeng yang baik dan sesuai dengan keinginan.
35
DAFTAR PUSTAKA
Aslamyah, S. 2008. Pembelajaran Berbasis SCL pada Mata
Kuliah Biokimia Nutrisi. UNHAS. Makassar.
36
Kordi. G. 2009. Budidaya Perairan. PT. Citra Aditya Bakti.
Bandung
Kordi. G dan Tancung, A. B. 2005. Pengelolaan Kualitas
Air. Rineka Cipta. Jakarta.
Kumar, S dan M. Tembhre. 1997. Anathomy and
Physiology of Fishes. Vikas Publishing House PVT
Ltd. New Delhi.
Mudjiman, A. 2004. Makanan Ikan. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Murtidjo, B. A,. 2002. Bandeng. Kanisius. Yogyakarta
Priyadi, A., Azwar, Z. I., Subamia, I.W., dan Hem, S. 2008.
Pemanfaatan Maggot Sebagai Pengganti Tepung
Ikan Dalam Pakan Buatan Untuk Benih Ikan
Balashark (Balanthiocheilus Melanopterus
Bleeker).
Purnomowati, I., Hidayati, D., dan Saparinto, C. 2007.
Ragam Olahan Bandeng. Kanisius. Yogyakarta.
Rachmansyah. 2004. Analisis Daya Dukung Lingkungan
Perairan Teluk Awarange Kabupaten Barru,
Sulawesi Selatan Bagi Pengembangan Budidaya
Bandeng dalam Keramba Jaring Apung. IPB.
Bogor
37
Retnosari, D. 2007. Pengaruh Pengaruh Substitusi Tepung
Ikan Oleh Tepung Belatung Terhadap Pertmbuhan
Benih Nila (Oreochromis niloticus). Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Panjadjaran, Jatinangor, Bandung.
Sudradjat, A. 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut
Menguntungkan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Syamsuddin, R. 2010. Sektor Perikanan Kawasan
Indonesia Timur: Potensi, Permasalahan, dan
Prospek. PT Perca, Jakarta
Yuwono, E dan Purnama, S. 2001. Fisiologi Hewan I.
Fakultas Biologi Universitas Jendral Soedirman.
Purwokerto.
38
BIODATA
NIM : 26020216120043
Kontak :
Nomor HP : 082283260747
Email : theresaprimasti@student.undip.ac.id
39