Anda di halaman 1dari 74

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji syukur kami panjatkan dengan menyebut Asma Allah yang
Maha Besar & Maha Penyayang, kami bersyukur dengan Bimbingan Karunia & Rahmat
Nya, kami berhasil dalam menyusun laporan praktikum ini dengan judul Marine Culture
Observasi Tambak udang. Tujuan kami membuat laporan praktikum ini semata-mata,
untuk memenuhi suatu kewajiban sebagai syarat dalam menyelesaikan praktikum mata
kuliah Marine Culture. Alhamdulillah laporan ini kami dapat menyelesaikannya dalam
waktu yang tidak lama. Dalam penyusunan laporan ini, kami mendapatkan bimbingan
dari Dosen Ibu Dr.Ir. Ervia Yudiati, M.Sc., serta asisten praktikum kami Syahrial Varrel
Cannavaro yang telah membimbing kami pada praktikum ini. Kami menyadari bahwa
laporan yang telah disusun ini, masih mempunyai banyak kekurangan, baik dalam gaya
bahasa ataupun teknik penulisan. Oleh karena itu, kami sangat senang agar para pembaca
mau memberikan kritik & saran, agar laporan ini dapat diperbaiki dengan sempurna.

Semarang, 15 April 2022

Penulis

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................................... 1


Kompetensi Dasar ............................................................................................................... 3
BAB I .................................................................................................................................. 4
BAB II................................................................................................................................. 20
BAB III ............................................................................................................................... 33
BAB IV ............................................................................................................................... 47
Penutup ..............................................................................................................................

2
STUDI CASE MARICULTURE MENGENAI TAMBAK UDANG

Kompetensi Dasar :

1. Mahasiswa dapat memahami dan membaca data tambak


2. Mahasiswa dapat menjelaskan ulang data yang tersaji mahasiswa
dapat menarik kesimpulan dari data yang sudah ada

Indikator :

3
BAB I
PEMBAHASAN DATA TAMBAK

A. Latar belakang

Klasifikasi udang vanamme menurut Khoirul dan Kanna et al. (2008) :


Filum :Anthrophoda
Kelas : Crustacea
Ordo : Decaphoda
Famili : Penaidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
Nama lokal : Udang vaname, udang kaki putih

Menurut Rusmayani (2018) Udang vaname (Litopenaeus vannamei) adalah salah


satu spesies udang yang bernilai ekonomis tinggi, menjadi salah satu produk perikanan
yang dapat menghasilkan devisa bagi negara.Udang ini memiliki beberapa kelebihan
yaitu lebih tahan terhadap penyakit dan fluktuasi kualitas air, pertumbuhan relatif cepat,
serta hidup pada kolom perairan sehingga dapat ditebar dengan kepadatan tinggi. Udang
vaname memiliki peluang pasar dan potensial untuk terus dikembangkan. Untuk
menanggapi permintaan pasar dunia, dilakukan intensifikasi budidaya dengan
memanfaatkan perairan laut, karena potensi kelautan yang sangat besar, oksigen terlarut
air laut relatif tinggi dan konstan, serta udang yang dibudidayakan lebih berkualitas.

Menurut Yusuf (2019) Tambak merupakan salah satu metode pembudidayaan


yang paling populer di Indonesia. Tambak merupakan kolam buatan, biasanya di daerah
pantai, yang diisi air dan dimanfaatkan sebagai sarana budidaya perairan (akuakultur).
Hewan yang dibudidayakan adalah hewan air, terutama ikan, udang, serta kerang.
Penyebutan "tambak" ini biasanya dihubungkan dengan air payau atau air laut. Kolam
yang berisi air tawar biasanya disebut kolam saja atau empang. Salah satu komoditi
budidaya perairan yang di minati oleh petambak adalah udang vannamei (Litopenaeus
vannamei).

4
Kehadiran varietas udang vannamei diharapkan tidak hanya menambah pilihan
bagi petambak tetapi juga menopang kebangkitan usaha pertambakan udang di Indonesia.
Udang vannamei juga memiliki beberapa keunggulan antara lain lebih tahan penyakit,
pertumbuhan lebih cepat, tahan terhadap gangguan lingkungan dan waktu pemeliharaan
yang lebih pendek yaitu sekitar 90 – 100 hari dan yang lebih penting tingkat survival
ratenya tergolong tinggi dan hemat pakan.

Udang Vaname

Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (Invertebrata) yang tempat
hidupnya adalah di perairan air tawar, air payau dan air asin. Komoditas udang biasanya
dibudidayakan dalam bentuk tambak baik tambak domestik maupun untuk di ekspor.
Jenis udang itu sendiri ada lebih dari 2000 spesies dan umumnya besar tubuhnya berkisar
antara 2 cm sampai 23 cm. jenis udang yang mempunyai kualitas tinggi dan sering
diekspor adalah vaname dan udang windu. Hal ini diperkuat oleh Ghufron et al. (2017),
udang merupakan salah satu komoditas ekspor dari sub sektor perikanan yang memiliki
nilai ekonomi tinggi. Salah satu jenis udang yang permintaannya cukup tinggi baik di
dalam maupun luar negeri yaitu udang vaname (Litopenaeus vannamei). Kementerian
Kelautan dan Perikanan menyatakan perkiraan kebutuhan udang vaname untuk di ekspor
pada negara-negara maju salah satunya adalah jepang, amerika serikat, uni eropa dan
negara lain. Tetapi produksi dari udang vaname pada tambak Indonesia sendiri belum
memenuhi untuk melakukan pengelolaan budidaya yang tinggi oleh karena itu diperlukan
sistem budidaya dan penerapan teknologi yang tinggi untuk memenuhi pasokan dan
permintaan ekspor udang vaname.

Menurut Purnamasari et al. (2017), udang vaname merupakan salah satu udang
yang mempunyai nilai ekonomis dan merupakan jenis udang alternatif yang dapat
dibudidayakan di Indonesia. Udang vaname tergolong mudah untuk dibudidayakan. Hal
itu pula yang membuat para petambak udang di tanah air beberapa tahun terakhir banyak
yang mengusahakannya. Dalam proses budidaya udang vaname, dibagimenjadi sektor
kegiatan, yakni pembenihan, pendederan, dan pembesaran. Kegiatan pembesaran udang
vaname sendiri meliputi persiapan tambak, pemilihan dan penebaran benur, pemeliharaan

5
kualitas air, pengelolaan pakan dan pengendalian penyakit, hingga panen.

Fitoplankton

Fitoplankton merupakan plankton nabati dan organisme autotrof yang memiliki


peran penting sebagai produsen primer yaitu organisme yang dapat membuat bahan
makanan sendiri secara organik dengan bantuan cahaya matahari. Semua organisme
autotrof disebut juga produsen utama dan menduduki peringkat paling bawah dalam
rantai makanan sebagai sumber nutrisi utama. Disebut nutrisi utama karena berbagai
organisme akuatik bergantung dari nutrisi dan energi yang dihasilkan oleh organisme
autotrof, fitoplankton merupakan penghasil oksigen dan karbon pada perairan karena
memiliki klorofil sebagai pigmen warna dan fotoreseptor, fotoreseptor membantu
absorbsi sinar matahari untuk mengubah gas karbon dan air menjadi karbohidrat dan
oksigen. dan produsen primer yang menjadi makanan utama zooplankton, larva ikan dan
udang pada perairan atau tambak. Dalam budidaya tambak udang permasalahan utama
yang dihadapi oleh para penambak atau pembudidaya adalah terkait salinitas, Ph
perairan, penurunan produktivitas perairan yaitu berupa oksigen terlarut dan suhu air
yang diakibatkan akumulasi hasil metabolisme udang. Hasil dari metabolisme udang dan
sisa pakan udang akan terbuang ke lingkungan sehingga akan berpengaruh terhadap
kualitas air pada tambak. Dari hal tersebut fitoplankton yang merupakan mikroorganisme
yang dapat dijadikan indikator produktivitas primer perairan, mampu melakukan
fotosintesis dan hasil dari fotosintesis berupa oksigen yang dapat dimanfaatkan oleh biota
di dalamperairan. Sehingga hal tersebut akan membantu akumulasi dari metabolism
perairan di tambak (Umami et al., 2018).

Pakan atau Pelet Udang

Pelet adalah bahan baku yang telah dicampur, dikompakan dan dicetak dengan
mengeluarkan dari die melalui proses mekanik. Kualitas pelet dapat dihitung atau diukur
secara kimia, fisika, dan biologis. Kualitas fisik pelet yang dapat diukur antara lain durasi,
kekerasan, penampakan, tekstur, warna, keseragaman, dan kekompakan. faktor yang
mempengaruhi kekuatan dan daya tahan adalah pati, protein, serat, lignin dan lemak.
Pemberian pakan untuk membuat suksesnya budidaya udang vaname harus
memperhatikan beberapa aspek diantaranya adalah kandungan protein, karbohidrat,
mineral dan vitamin. Kualitas pakan yang baik sangat berpengaruh pada peningkatan
6
kualitas udang hasil panen.
Hal ini diperkuat oleh Wulansari et al. (2016), kualitas pakan buatan untuk
udang, tidak hanya ditentukan oleh kandungan nutrisinya yang mencukupi untuk
kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan udang, akan tetapi juga ditentukan oleh sifat
fisiknya, Meskipun begitu dalam pemberian pakan banyak cara pengolahan yang harus
dipahami. Pengolahan pakan ini meliputi pemilihan ukuran pakan, teknik pemberian
pakan, frekuensi pemberian pakan, pemuasan pemberian pakan dan pergiliran pakan.
Dalam penentuan jumlah pakan, penyesuaian dengan ukuran dan umur benih udang
vaname juga penting dan menjadi fokus utama. Kemudian pemberian pakan berdasarkan
kebutuhan dengan memeriksa seluruh wadah pakan anco yang dipasang khusus. Hal
tersebut dilakukan untuk mengetahui kemampuan nafsu makan dan kesehatan udang,
jumlah pakan yang ideal berdasarkan sintasan, rata-rata pertambahan berat harian rata-
rata berat badan, dan feeding rate.

Menurut Wulansari et al. (2016), dalam perikanan budidaya secara komersial


sebanyak 30% dari total pakan yang diberikan tidak dikonsumsi oleh ikan dan sekitar
25%-30% dari pakan yang dikonsumsi tersebut akan diekskresikan. Jumlah nitrogen (N)
dan fosfor (P) yang ada dalam pakan akan direferensikan dalam daging udangantara 25%-
30%, selebihnya terbuang ke lingkungan perairan. Masalah yang masih banyak terjadi
terjadi pada pakan berbentuk pelet adalah bentuknya yang cepat rapuh dan patah selama
produksi, pengangkutan, dan penyimpanan. Kerusakan bentuk pelet akan mempengaruhi
selera konsumen yang masih melihat kualitas pakan secara fisik. Salah satu karakter
pakan untuk udang adalah memiliki daya stabilitas yang tinggi dalam air, oleh karena itu
agar diperoleh pakan dengan stabilitas dalam air yang baik, perlu digunakan bahan
perekat (binder) ke dalam campuran bahan pakan tersebut. Binder atau bahan perekat
adalah bahan tambahan yang sengaja ditambahkan ke dalam formula pakan untuk
menyatukan semua bahan baku yang digunakan dalam membuat pakan

Kualitas Air Terbagi Menjadi 4 (Suhu, DO, Salinitas, Pencahayaan)

Menurut Ananta et al. (2021), kualitas air yaitu sifat air dan kandungannya
terhadap makhluk hidup. Kualitas air dinyatakan menggunakan dua parameter yaitu
fisika dan biologi. Seperti jumlah padatan terlarut, padatan tersuspensi, dan sebagainya
sedangkan menurut parameter kimia seperti pH, oksigen terlarut (DO), BOD, kadar
logam dan sebagainya.

7
Menurut parameter biologi berupa kandungan bakteri Coliform, E-coli,
kandungan plankton, dan sebagainya. Kandungan tersebut berhubungan erat dengan
keberadaan makhluk hidup makrozoobentos yang menjadi indikator dalam suatu
perairan.Kualitas perairan dapat diketahui jika mengukur parameter kimia dan fisika.
Suhu dalam suatu perairan haruslah tetap stabil, jika ada kenaikan atau penurunan drastis
dapat mempengaruhi makhluk hidup didalamnya.

Jika suhu naik atau meningkat maka konsumsi oksigen juga meningkat, hal
tersebut menyebabkan menurunnya oksigen dalam perairan. Suhu juga sangat
berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan biota air, suhu pada badan air
dipengaruhi oleh musim, lintang, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan dan
aliran serta kedalaman air.Suhu perairan berperan mengendalikan kondisi ekosistem
perairan. Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan dekomposisi bahan organik oleh
mikroba. Suspense solid atau material yang menyebabkan kekeruhan juga berpengaruh
pada kualitas perairan dan makhluk hidup. Jika material tersuspensi tinggi baik
disebabkan oleh endapan atau plankton maka akan menyebabkan tersumbatnya saluran
insang dan hambatan makan pada biota (Ananta et al., 2021).

Kecerahaan merupakan tingkat transparansi perairan yang dapat diamati dan


diukur dengan secchi disk. Perairan yang memiliki kecerahan rendah atau mengalami
kekeruhan menunjukan banyaknya material yang tersuspensi di dalamnya. Serta dapat
mempengaruhi osmoregulasi dan pernapasan organisme akuatik. Hal ini diperkuat oleh
Hamuna et al. (2018), kemampuan cahaya matahari untuk menembus sampai ke dasar
perairan dipengaruhi oleh kekeruhan (turbidity) air. Oleh karena itu, tingkat kecerahan
dan kekeruhan air laut sangat berpengaruh pada pertumbuhan biota laut. Tingkat
kecerahan air laut sangat menentukan tingkat fotosintesis biota yang ada di perairan laut.
Oksigen terlarut (DO) sangat penting dalam menentukan kualitas perairan. Perairan yang
memiliki kadar DO diatas 5 mg/l memiliki kualitas yang baik, salinitas yang baik, dan
kadar oksigen terlarut yang cukup untuk pertumbuhan dan kehidupan biota.
Menurut Purnamasari et al. (2017), penurunan salinitas dikarenak sering terjadi
hujan yang menyebabkan salinitas turun sehingga konsentrasi kadar garam berubah
karena adanya kandungan air tawar, akan tetapi tidak mempengaruhi produksi udang
dalam tambak tersebut. Langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi rendahnya
salinitas adalah dengan menambah input air laut dari tandon yang dialirkan melalui pipa

8
paralon menggunakan pompa air. Kenaikan dan penurunan salinitas yang terjadi masih
berada dalam kisaran optimal dan masih mendukung pertumbuhan dan kehidupan udang
vanname.

Design Kolam Kolam Bundar Dan Kolam Tanah

Desain kolam bundar milenial yang sat ini dikembangkan untuk produksi udang
merupakan pemanfaatan teknologi akuakultur. Keunggulan dari kolam bulat yairu lebih
hemat air, mudah mengontrol kesehatan udang atau biota didalamnya, hasil lebih banyak,
dan mudah dalam melakukan penyortiran. Kerugian dari kolam bundar adalah
pemanfaatan lahan menjadi lebih tinggi dan luas, biaya pembuatan kolam bedar, Kolam
tanah merupakan kolam yang dibangun didalam tanah untuk digunakan sebagai kolam
tambak. Kelebihan kolam tanah sendiri dilihat dari biaya yang relative murah, serta
keragaman organisme pada tanah yang dapat menjadi pakan alami bagi udang.
Kelemahan yang dimiliki adalah jika tanah tersebut mengandung unsur yang berbahaya,
rawan longsor, control pemeliharaan dan perawatan kualitas perairan lebih sulit.

9
Materi Dan Metode
Materi :
1. Hari / tanggal : Sabtu, 26 Febuari 2022
2. Tempat : Ms. Teams

Menurut Ghufron et al. (2017), sebelum dilakukan penebaran, tambak beton


yang merupakan wadah pembesaran udang vaname dicuci dengan menggunakan air
tawar. Pencucian tersebut dimaksudkan untuk membersihkan kotoran yang menempel
pada dasar dan dinding tambak yang berpotensi membawa hama dan penyakit selama
proses budidaya. Tambak yang sudah bersih tersebut kemudian dikeringkan di bawah
sinar matahari dengan tujuan untuk membunuh sisa-sisa organisme dan menguapkan
bahan organik beracun yang ada di dasar tambak. Selama proses pengeringan,
pemasangan CPD (Crab Protecting Device) dapat dilakukan untuk mencegahmasuknya
hewan-hewan yang merupakan hama dan agen pembawa penyakit, terutama kepiting.
Setelah itu, tambak diisi dengan air asin sampai ketinggian 120 cm.

Sebelum pengisian air, pengaturan lokasi kincir dapat dilakukan. Setelah 24 jam,
perlakuan selanjutnya yaitu pemberian kaporit dengan dosis 30 ppm. Tujuan dari
pemberian kaporit adalah sebagai upaya sanitasi air yang dapat membunuh bakteri dan
mikroorganisme lain yang merupakan bahan pencemar. Hal ini diperkuat oleh Ghufron
et al. (2017), kaporit juga dapat mengoksidasi zat besi yang apabila konsentrasinya terlalu
tinggi dapat membahayakan kelangsungan hidup udang vaname. Selain proses sterilisasi,
penumbuhan mikroorganisme dan plankton juga perlu dilakukan dalam kegiatan
persiapan tambak sebelum dilakukan penebaran udang vaname. Sebelum pengisian air,
pengaturan lokasi kincir dapat dilakukan. Setelah 24 jam, perlakuan selanjutnya yaitu
pemberian kaporit dengan dosis 30 ppm. Tujuan dari pemberian kaporit adalah sebagai
upaya sanitasi air yang dapat membunuh bakteri dan mikroorganisme lain yang
merupakan bahan pencemar. Hal ini diperkuat oleh Ghufron et al. (2017), kaporit juga
dapat mengoksidasi zat besi yang apabila konsentrasinya terlalu tinggi dapat
membahayakan kelangsungan hidup udang vaname. Selain proses sterilisasi,
penumbuhan mikroorganisme dan plankton juga perlu dilakukan dalam kegiatan
persiapan tambak sebelum dilakukan penebaran udang vaname.
Kegiatan ini dapat dilakukan kan tiga hari setelah aplikasi pemberian kaporit.
Sebelum ditebar ke tambak, hasil fermentasi tersebut diperas agar diperoleh airnya saja,

10
sedangkan substratnya dibuang. Penebaran hasil fermentasi tersebut dapat dilakukan
pada pagi hari dan diikuti dengan pemberian probiotik pada satu jam selanjutnya.
Probiotik tersebut merupakan starter dari beberapa species bakteri, seperti Bacillus sp.,
Pseudomonas sp., Nitrosomonas sp., Aerobacter sp., dan Nitrobacter sp. Ukuran udang
vaname yang siap ditebar ke tambak yaitu PL10. Sebelum benur dipindahkan dari dalam
kantong plastik ke tambak, benur perlu diaklimatisasi terlebih dahulu. (Ghufron et al.,
2017)
Setelah itu, aklimatisasi terhadap salinitas dapat dilakukan dengan cara memasukkan
air tambak sedikit demi sedikit ke dalam kantong plastik yang telah berisi benur tersebut
hingga penuh dan benur dapat keluar dengan sendirinya.Pakan yang diberikan selama
proses pembesaran udang vaname yaitu pakan berupa crumble/remahan. Hal ini
disebabkan karena ukuran bukaan mulut udang vaname yang masih relatif kecil. Pada awal
bulan pertama, pemberian pakan dilakukan dengan menggunakan metode blind feeding.
Metode blind feeding merupakan metode menentukan dosis pakan udang dengan
memperkirakan dosis yang diperlukan tanpa melakukan sampling berat udang (Ghufron et
al., 2017)

11
Metode :

Alat dan Bahan :


Tabel 1. Alat Budidaya Udang
Nama Alat Gambar Kegunaan

1 Ancho Pengontrol pakan dan


kesehatan udang

2 Thermometer

3 Aerator Pengukuran pH air


tambak

4 Refractometer Pengukur salinitas

12
5 Secchi Disk Mengukur kecerahan

6 Botol sampel Mengambil sampel air


kolam tambak

7 Timbangan digital Alat menimbang udang


saat sampling

8 Gelas ukur plastik Menakar zat dalam bentuk


cair

9 Jala lempar Pengambil sampel udang

10 Kincir Penyuplai oksigen

Tabel 2. Bahan Budidaya Udang


13
Nama Alat Gambar Kegunaan
1 Kapur kaptan Menetralkan pH air

2 Probiotik Menguraikan bahan


organic pada tambak dan
memperbaiki kualitas air

3 Pakan buatan Sumber protein udang

4 Vit B Kompleks dan Suplay Nutrisi dan


Vit C,Omega memperbaiki kualitas
protein,Natura pakan
mikro mineral

14
Tahapan menganalisa data tambak

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri atas penarikan contoh /
random sampling yaitu responden adalah pemilik tambak yang dipilih secara acak.
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui 2 (dua) tahap yaitu dengan
melakukan pengumpulan data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data
dilakukan dalam berbagai bentuk (setting), berbagai sumber (source), dan berbagai cara
(medhod / technic). Dalam pelaksanaan penelitian ini jenis pengumpulan data antara lain
adalah : (a) sensus, (b) pengamatan / observasi, (c) wawancara, dan (d) dokumentasi.
(Hakim, 2019).

Pembahasan kolam A
Dari data cluster A menunjukkan bahwa kualitas air dari kolam A bisa dibilang
cukup baik. Karena pada cluster A memiliki range pH pada angka 7,5 – 7,9, yang
dimana bisa dikatakan cukup. Pada cluster a memiliki salinitas di angka 25, kecerahan
pagi dan sore diangka 40 cm, memiliki warna air yang cukup dengan level 120 – 125
cm, dan suhu 26,9 – 27,0oC. Kemudian di kolam A diberikan makan sekitar 400 gram
dan pada hari ke 37 total pakan yang diberikan ada sekitar 42816 gram. Dari 4 kolam
di pakan udang A hanya 2 kolam yang memiliki sisa pakan yaitu A2 dan A3. Sisa
pakan tersebut berarti terdapat kelebihan pakan yang tersisa pada anco yang perlu
dikurangi seberat berat pakan yang tersisa. hal ini dilakukan untuk mencegah adanya
kerusakan mutu perairan. selain karena pakan rusaknya mutu perairan juga disebabkan
oleh kotoran udang yang menumpuk yang membuat perairan menjadi toxic. meski
begitu dilihat dari kecerahan kolam A memiliki kecerahan yang sesuai standart yang
ditentukan. Kecerahan dari keempat kolam tersebut berwarna coklat pada kedalaman
sekitar 120 cm dari permukaan dasar kolam.

Pembahasan kolam B

Pada cluster B memiliki data yang dimana pada cluster B pHnya menunjukkan
di angka 7,77 – 7,82. Cluster b memiliki kualitas yang yang cukup baik karena dari pH
yang ada di cluster B sudah memenuhi parameter. Kecerahan pada cluster B berada
pada range 40 – 50 cm pada setiap kolamnya dengan salinitas 24, memiliki warna air
yang cokelat dengan variasi pada dalam 120 cm. selain itu untuk warna kolam dari
rata-rata kolam B adalah coklat pada kedalaman 120 cm, meskipun memiliki
kecerahan yang standar.
15
Kemudian pada cluster B pakan udang diberi makan sekitar 400 gramdengan
total f/d 2000 dan memiliki total 42476 gram. Pada kolam B4 memiliki total 44996
gram. Pada cluster B hampir semua kolam mempunyai sisa dari pakan udang tersebut.
Sisa pakan terbanyak sendiri ada pada kolam B2 dan B3 yang menumpuk pada anco
di kolam. Hal ini akan berakibat buruk untuk kualitas perairan karena sisa pakanyang
tersisa bercampur kotoran akan menyebabkan perairan menjadi toxic dan tidak baik
untuk pertumbuhan tambak udang. pergantian air dan kontrol yang dilakukan akan
sangat membatu dalam mengunci mutu perairan. Serta pengurangan pakan pada
kolamyang mengandung sisa akan sangat efektif dilakukan.
Pembahasan kolam C

Data dari cluster c memiliki pH sekitar 7,79 – 7,89. Pada kolam C2 dipagi hari
pH menyentuh angka tertinggi di 7,89. Untuk parameter pH standar berada di 7,5 – 8,5.
Cluster c memiliki kecerahan 45 cm dengan salinitas air 22 dan warna air
cokelatdengan level 130 cm. Seperti di cluster b pada cluster c juga diberikan makan
sekitar 400 gram dengan frekuensi 5x sehari. Kemudian pada hari ke 37 memiliki total
41476 gram. Pada kolam c memiliki suhu sekitar 27o – 28oC. Pada suhu tersebut
menunjukan bahwa udang memiliki nafsu makan yang tinggi dan banyak. Kolam c
memiliki kadar DO sekitar 5,49 - 6,16 ppm. Pada kolam c ini memiliki salintas yang
rendah ketimbang kolam yang lain memiliki salintas 22. Pakan pada kolam c memiliki
sisa pakan dalam satu waktu yang bersamaan pada kolam C1, C2,C3. Untuk kolam C4
memiliki sisa pakan 2 waktu. Pada kolam ini memiliki kedalaman sekitar 120 - 130
cm.

Pembahasan kolam D

Pada cluster d ini memiliki pH sekitar 7,77 – 7,84 dengan suhu 27,2oC. Cluster d
memiliki kualitas air yang cukup baik karena dari pH tersebut sudah sesuai dengan
parameter yang ada atau yang telah ditentukan. Pada cluster d memiliki kecerahan 45
dengan salinitas 25 dan warna air yang cokelat dengan level 130 cm. Sama seperti
cluster a,b, dan c di cluster d untuk memberi makan pakan udang 400 gram dengan
total f/d 2000. Memiliki feed cum 403, 08gram tetapi pada kolam D2 dan D4 memiliki
feed cum sekitar 34698 gram. Pada cluster d ini hanya satu kolam yang pakan udangnya
habis pada kolam D1. Pada kolam D memiliki kadar DO sekitar 5,85 - 6,07 ppm.
Kolam D memilikipakan sisa yang paling banyak. Apabila memiliki pakan sisa yang
16
banyak makan akan terjadi pengendapan pada kolam tersebut dan warna air pun akan
berubah. Untuk kolam yang paling banyak memiliki sisa pakan yaitu kolam D2.
Sedangkan kolam D3 dan D4 hanya memiliki dua waktu dari pakan yang tersisa
tersebut.
Jelaskan Apa Yang Dimaksud dengan sifon atau sifonisasi

Siphon tambak udang adalah teknik penyedotan lumpur pada dasar kolam
dengan menggunakan dalam selang ke saluran pembuangan yang memanfaatkan gaya
gravitasi dan tekanan air. Siphon juga berguna untuk mengecek adanya kematian dan
molting pada udang. Sisa pakan dan bahan organik lainnya diendapkan di tandon
pembuangan (IPAL) sebelum dibuang ke perairan. Siphon juga menjaga kualitas air
dan mencegah ternjadinya penyakit pada udang. (Priyono, E., 2009).
Peran kincir dibutuhkan dalam mengarahkan dan mengarahkan atau
mengumpulkan lumpur ke tempat pembuangan (tengah atau pinggir). Siphon juga
dapat dilakukan dengan pompa atau memanfaatkan gaya gravitasi. Lumpur disedot
dengan selang yang terhubung dengan saluran pembuangan. Selang diarahkan ke area
yang terkumpul lumpur. Siphon juga mengeluarkan sejumlah volume air, sehingga
perlu menginput air dengan cara mengganti air yang terbuang saat proses siphon
(Priyono, E., 2009).

Bagaimana cara memperbaiki apabila kualitas air semakinmemburuk

Menurut Wibisono et al. (2019), dibuat sebuah sistem yang mampu melakukan
monitoring kualitas air berbasis Internet of Things, data monitoring didapatkan dari
pengukuran parameter kualitas yang dilakukan secara terus - menerus dengan
menggunakan sistem sensor yang telah dipasang, adapun sensor yang dipasang yaitu
sensor suhu, sensor pH, dan sensor salinity. Data yang diterima oleh microcontroller
digunakan sebagai acuan pengendalian actuator yang akan mengendalikan nilai suhu,
kandungan pH, dan tingkat salinitas air tersebut, adapun data yang diterima oleh
microcontroller akan ditransmisikan secara wireless menuju firebase realtime
database yang akan dikirimkan menuju web server. Dari web server menggunakan
internet inilah interface dapat ditampilkan menggunakan laptop, PC ataupun
smartphone. Pengukuran kualitas air dapat dilakukan secara visual, yaitu dengan
melihat kecerahan-warna air dan tinggi air, atau dengan menggunakan alat ukur
17
kualitas air. Alat pengukur kualitas air yang harus disiapkan di areal tambak adalah pH
meter, termometer, salinometer dan DO meter. Apabila kualitas air memburuk dapat
diatasi dengan berbagai cara tergantung pada komponen pengotornya. Apabila
komponen pengotornya berupa mineral (warna air tambak coklat), maka dapat diatasi
dengan pengendapan partikel, penyaringan air, penambahan materi organik, atau
penambahan aluminium sulfat atau magnesium sulfat. Apabila pengotornya
merupakan plankton (warna air tambak kehijauan), maka dapat dilakukan
penyaringan, pengapuran, dan tidak memberikan pupuk berlebih. Pengendapan
partikel biasanya dilakukan dengan melewatkan aliran air ke kolam dengan ukuran
yang lebih besar dari ukuran saluran air sehingga mengurangi laju air dan terjadi proses
pengendapan mineral. Penyaringan air dapat dilakukan dengan memasang alat/mesin
penyaring.

18
Kesimpulan

1. Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (Invertebrata) yang tempat
hidupnya adalah di perairan air tawar, air payau dan air asin. Komoditas
udangbiasanya dibudidayakan dalam bentuk tambak baik tambak domestik
maupun untuk di ekspor. Jenis udang itu sendiri ada lebih dari 2000 spesies dan
umumnya besar tubuhnya berkisar antara 2 cm sampai 23 cm. jenis udang
yangmempunyai kualitas tinggi dan sering diekspor adalah vaname.
2. Fitoplankton merupakan plankton nabati dan organisme autotrof yang
memiliki peran penting sebagai produsen primer yaitu organisme yang dapat
membuat bahan makanan sendiri secara organik dengan bantuan cahaya
matahari. Semua organisme autotrof disebut juga produsen utama dan
menduduki peringkat paling bawah dalam rantai makanan sebagai sumber
nutrisi utama.
3. Pelet adalah bahan baku yang telah dicampur, dikompakan dan dicetak dengan
mengeluarkan dari die melalui proses mekanik. Kualitas pelet dapat
dihitungatau diukur secara kimia, fisika, dan biologis. Kualitas fisik pelet yang
dapat diukur antara lain durasi, kekerasan, penampakan, tekstur, warna,
keseragaman, dan kekompakan. faktor yang mempengaruhi kekuatan dan daya
tahan adalah pati, protein, serat, lignin dan lemak. Kualitas air yaitu sifat air
dan kandungannya terhadap makhluk hidup. Kualitas air dinyatakan
menggunakan dua parameter yaitu fisika dan biologi. Seperti jumlah padatan
terlarut, padatan tersuspensi, dan sebagainya sedangkan menurut parameter
kimia seperti pH, oksigen terlarut (DO), BOD, kadar logam dan sebagainya.
4. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri atas penarikan
contoh/random sampling yaitu responden adalah pemilik tambak yang dipilih
secara acak. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui 2 (dua)
tahap yaitu dengan melakukan pengumpulan data primer dan sekunder.Siphon
dalam tambak udang adalah teknik penyedotan lumpur pada dasar kolam
dengan menggunakan selang ke saluran pembuangan yang memanfaatkan gaya
gravitasi dan tekanan air. Pengukuran kualitas air dapat dilakukan secara visual,
yaitu dengan melihat kecerahan-warna air dan tinggi air, atau dengan
menggunakan alat ukur kualitas air. Alat pengukur kualitas air yang harus
disiapkan di arealtambak adalah pH meter, termometer, salinometer.

19
BAB II

IDENTIFIKASI PANJANG DAN BERAT UDANG

Udang vaname memiliki karakteristik spesifik mampu hidup pada kisaran


salinitas yang luas, mampu beradaptasi terhadap lingkungan bersuhu rendah, dan
memlki tingkat kelangsungan hidup yang tinggi. Udang vaname memliki nafsu
makan yang tinggi dan dapat memanfaatkan pakan dengan kadar protein rendah.
Sehingga pada sistem budidaya dengan pola semi intensif biaya pakan dapat
diminimalisir. Dengan keunggulan yang dimiliki tersebut, jenis udang ini sangat
potensial dan prospektif untuk dibudidayakan. (Riani et al., 2012).

Budidaya merupakan salah satu kegiatan alternatif dalam meningkatkan


produksi perikanan. Syarat terlaksananya kegiatan budidaya adalah adanya
organisme yang dibudidayakan, media hidup organisme, dan wadah/ tempat
budidaya. Vaname merupakan salah satu jenis udang yang sering dibudidayakan. Hal
ini disebabkan udang tersebut memiliki prospek dan profit yang menjanjikan.
Kegiatan kultivasi vaname meliputi kegiatan pembenihan dan pembesaran. Untuk
menghasilkan komoditas vaname yang unggul, maka proses pemeliharaan harus
memperhatikan aspek internal yang meliputi asal dan kualitas benih; serta faktor
eksternal mencakup kualitas air budidaya, pemberian pakan, teknologi yang
digunakan, serta pengendalian hama dan penyakit. (Arsad et al., 2017)

Permasalahan utama yang sering ditemukan dalam kegagalan produksi udang


vaname adalah buruknya kualitas air selama masa pemeliharaan, terutama pada
tambak intensif. Padat tebar yang tinggi dan pemberian pakan yang banyak dapat
menurunkan kondisi kualitas air. Hal ini diakibatkan adanya akumulasi bahan
organik, karena udang meretensi protein pakan sekitar 16.3-40.87 % dan sisanya
dibuang dalam bentuk ekskresi residu pakan, serta feses. Oleh karena itu, manajemen
kualitas air selama proses pemeliharaan mutlak diperlukan. Beberapa parameter
kulitas air yang sering diukur dan berpengaruh pada pertumbuhan udang yaitu
oksigen terlarut (DO), suhu, pH, salinitas, amonia,dan alkalinitas. Produksi yang
tinggi akan berdampak kepada beban limbah yang dihasilkan baik berasal dari sisa
pakan, maupun dari kotoran udang. (Syafaat et al., 2012)

20
Klasifikasi udang vaname :

Kingdom :Animalia
Filum :Artrhopoda
Kelas :Malascostraca
Ordo :Decapoda
Famili :Penaeidae
Genus :Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei

Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (Invertebrata) yang


tempat hidupnya adalah di perairan air tawar, air payau dan air asin. Komoditas
udang biasanya dibudidayakan dalam bentuk tambak baik tambak domestik
maupun untuk di ekspor. Jenis udang itu sendiri ada lebih dari 2000 spesies dan
umumnya besar tubuhnya berkisar antara 2 cm sampai 23 cm. jenis udang yang
mempunyai kualitas tinggi dan sering diekspor adalah vaname dan udang windu.
Hal ini diperkuat oleh Ghufron et al. (2017), udang merupakan salah satu komoditas
ekspor dari sub sektor perikanan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Salah satu
jenis udang yang permintaannya cukup tinggi baik di dalam maupun luar negeri
yaitu udang vaname (Litopenaeus vannamei).

Menurut Purnamasari et al. (2017), udang vaname merupakan salah satu


udang yang mempunyai nilai ekonomis dan merupakan jenis udang alternatif yang
dapat dibudidayakan di Indonesia. Udang vaname tergolong mudah untuk
dibudidayakan. Hal itu pula yang membuat para petambak udang di tanah air
beberapa tahun terakhir banyak yang mengusahakannya. Dalam proses budidaya
udang vaname, dibagi menjadi 3 sektor kegiatan, yakni pembenihan, pendederan,
dan pembesaran. Kegiatan pembesaran udang vaname sendiri meliputi persiapan
tambak, pemilihan dan penebaran benur, pemeliharaan kualitas air, pengelolaan
pakan dan pengendalian penyakit, hingga panen.
Perhitungan berat udang

Perhitungan berat udang dilakukan dengan cara sampling menggunakan alat


penyaring yang setelah itu dai hasil yang diperoleh dihitung dan ditimbang rata-
ratanya menggunakan rumus berat keseluruhan dibagi dengan jumlah udang yang
21
tertangkap. setelah itu perhitungan pertumbuhan berat dapat dihitung menggunakan
nilai ADG yaitu rata-rata berat udang dikurangi dengan dan berat awal kemudian
dibagi dua. maka dengan hal tersebut akan didapat nilai berat udang dan
pertumbuhan berat udang dalam tambak.

Manajemen pakan Blind feeding, fix feedingrate

Penentuan pakan per hari (P/H) atau feed/day (F/D) ditentukan berdasarkan
pada feeding rate (FR). Feeding rate adalah kebutuhan pakan per hari berdasarkan
biomasa udang serta berat udang. Dari definisi tersebut, feeding rate memiliki
rumus : FR (%) = P/H (kg) x 100 % Biomasa (kg) Kebutuhan pakan bagi udang
setiap hari dapat ditentukan dengan perhitungan : P/H = FR x biomasa Biomasa =
ABW xpopulasi. Nilai feeding rate ditentukan dari ukuran udang. Semakin besar
ukuran udang semakin kecil feeding ratenya. Feeeding rate dapat ditentukan
berdasarkan persamaan di bawah ini : Log10Y = -0,899 – 0,561Log10X dimana :
Y = feeding rate (FR) X = berat udang (g).

Perhitungan pertumbuhan udang ADG, SR, ABW

1. ADG (Average DailyGrowth)

Menurut Suriawan et al. (2019), Average Daily Growth (ADG) atau rata-
rata pertumbuhan harian yang diukur setiap 7– 10 hari sekali. ADG diukur dengan
menimbang berat calon induk udang vanname (g) dan dihitung dengan
Menggunakan persamaan berikut :

ADG (g/hari) = (Wt – Wo) /t

dengan keterangan, ADG adalah Average Daily Growth dalam berat gram/hari. Wt
dan Wo adalah berat udang pada waktu pengukuran (t) dan pada saat berat awal
udang vanname (o). T adalah lama waktu pemeliharaan(sampling).

● Kualitas air yang meliputi suhu, salinitas, oksigen terlarut (DO), Amonia,
Nitrit, pH, kadar logam berat, bahan organik dan total bakteri vibrio yang
22
diukur 3 - 7hari.
● Survival Rate (SR),dan

● Feed Convertion Ratio(FCR)


2. SR (Survival Rate)

Hitung (SR) Survival Rate adalah untuk menghitung tingkat kehidupan


udang di dalam petak yaitu udang yang hidup berbanding dengan jumlah tebar.
Prosentase pemberian pakan yang tepat akan meningkatkan pertumbuhan dan
kelangsungan hidup udang yang dipelihara. Pengamatan kelangsungan hidup
dilakukan dengan cara mengamati udang pada saat sampling. Rumus : jumlah
udang yang hidup pada akhir pemeliharaan dibagi dengan jumlah udang yang hidup
diawal pemeliharaan dikali dengan 100%. SR adalah tingkat kelangsungan hidup.
Rumus :

SR = Jumlah udang yang hidup (ekor) / Jumlah udang yang ditebar


(ekor) x 100%
3. ABW (Average BodyWeight)

ABW (Average Body Weight) memiliki arti untuk menunjukkan berat rata-
rata udang dalam satu petakan tambak pada kurun waktu satu periode tertentu. Data
ABW ini didapat dengan melakukan pengambilan data biomassa secara berkala.

Populasi Udang

Udang vaname (Litopenaeus vannamei) berasal dari Pantai Barat Pasifik


Amerika Latin, mulai dari Peru di Selatan hingga Utara Meksiko. Udang vaname
mulai masuk ke Indonesia dan dirilis secara resmi pada tahun 2001. Udang vaname
merupakan salah satu udang yang mempunyai nilai ekonomis dan merupakan jenis
udang alternatif yang dapat dibudidayakan di Indonesia, disamping udang windu
(Panaeus monodon) dan udang putih (Panaeus merguensis). Udang vaname
tergolong mudah untuk dibudidayakan. Hal itu pula yang membuat para petambak
udang di tanah air beberapa tahun terakhir banyak yang mengusahakannya. Udang
vaname memiliki keunggulan yang tepat untuk kegiatan budidaya udang dalam
tambak antara lain: Responsif terhadap pakan/nafsu makan yang tinggi, lebih tahan
terhadap serangan penyakit dan kualitas lingkungan yang buruk pertumbuhan lebih
23
cepat, tingkat kelangsungan hidup tinggi, padat tebar cukup tinggi dan waktu
pemeliharaan yang relatif singkat yakni sekitar 90 - 100 hari persiklus.

Budidaya udang vaname dengan teknologi intensif mencapai padat tebar


yang tinggi berkisar 100-300 ekor/m2. Tambak intensif adalah tambak yang
dilengkapi dengan plastik mulsa yang menutupi semua bagian, pompa air, kincir
air, aerator, tingkat penebaran tinggi dan pakan 100% pelet. Pakan merupakan
sumber nutrisi yang terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral
yang dibutuhkan udang untuk pertumbuhan dan perkembangan secara optimal
sehingga produktivitasnya bisa ditingkatkan.

4. FCR (Food Convertion Ratio)

FCR (Food Convertion Ratio) atau jumlah pakan yang dihabiskan (g/kg
pakan) untuk meningkatkan bobot tubuh (g/kg) yaitu diketahui dengan cara
menghitung jumlah pakan yang dihabiskan selama pemeliharaan (kg) dibagi
dengan biomassa udang hasil panen.

24
Materi Dan Metode
Materi :
1. Hari/Tanggal : Sabtu, 5 Maret 2022
2. Tempat : Platform MS Teams
Metode :
Alat Dan Bahan :

Tabel 3. Alat Budidaya Udang


No Nama Alat Gambar Kegunaan
1 Penggaris Untuk mengukur
panjang udang.

2 Timbangan digital Untuk menimbang


berat sampel.

3 Pencapit untuk sampel Untuk mengambil


sampel udang.

25
4 Ancho Pengontrol pakan dan
kesehatan udang.

5 Wadah sampel Untuk tempat sampel


udang.

6 Laptop Untuk mencatat hasil


dan data pada
pengukuran panjang
dan berat udang.

Kolam Cluster A

Pada klaster kolam a terdapat empat kolam dengan data berat awal yang sama yaitu
pada angka 2,51 gram. Masing-masing kolam memiliki banyak atau jumlah udang yang
berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan pada saat sampling menggunakan jala, hasil dari
banyaknya udang yang terjala sangat beragam. Pada kolam A1 banyak udang 10 ekor, A2
banyak udang 7 ekor, A3 banyak udang 10 dan A4 banyak udang ada 9 ekor. Karena jumlah
yang berbeda pada setiap kolamnya menghasilkan nilai rata-rata yang berbeda. Nilai rata
kolam A1 = 3,25 ; A2 = 2,60 ; A3 = 2,43 ; dan kolam A4 = 3,14. Nilai rata-rata dari keempat
kolam tersebut digunakan untuk mencari nilai ADG yang merupakan nilai selisih dari
pertumbuhan berat udang. Perhitungan ADG dilakukan dengan rumus nilai rata- rata
dikurangi berat awal atau berat pada DOC ke-25 yang digunakan. Nilai ADG ke empat kolam
tersebut antara lain A1 =1,99 ; A2 =1,35 ; A3 = 1,17 ; A4 = 1,88 . Dari total nilai tersebut

26
dapat diketahui jika selisih pertumbuhan pada DOC ke-25 sampai DOC ke-27 tertinggi pada
kolam A1 dan terendah pada kolam A3. Pertumbuhan udang sendiri dikatakan baik jika
melebihi angka standar yaitu 1 gr. Jika pertumbuhan kurang bahkan minus itu berarti
pertumbuhan sangat lambat atau terjadi pengkerdilan ukuran padaudang.

Pada data Panjang udang klaster A memiliki keberagaman ukuran dan jumlah udang.
Panjang dari setiap udang juga bervariasi pada setiap kolam, rata- rata panjang kolam A1
= 6,79 ; A2 = 6,87 ; A3 = 7,11 ; A4 = 7,13. Data rata-rata digunakan untuk menghitung
nilai standar deviasi atau tingkat keseragaman pada kolam. Nilai atau standar deviasi dari
suatu perairan yang baik adalah kurang dari satu. Karena jika angka tau standar deviasi
melebihi satu artinya terjadi kepadatan yang menyebabkan tingkat kanibalisme akan tinggi
pula. Nilai standar deviasi pada kolam A1=0,73, A2 = 1,07, A3 = 0,50, A4 = 0,67. Dapat
disimpulkan bahwa kepadatan tertinggi ada pada kolam A2 dan tingkat keberagaman
rendah ada pada kolam A3. Pada kolam A3 keberagaman yang tinggi akan menyebabkan
mudahnya terjadi kanibalisme, dan toksik karena sempitnya kolam. Selain menyebabkan
kanibalisme standar deviasi yang tinggi juga akan membuat mortalitas tinggi.

Kedua hasil diatas juga dipengaruhi oleh banyak hal termasuk kualitas perairan,
manajemen pakan dan perairan. Jika perairan memiliki DO tinggi maka standar deviasi yang
terjadi pada kolam juga akan tinggi. Salinitas dan suhu serta semua parameter perairan perlu
dikontrol mutunya agar tetap optimal. Pemberian pakan juga harus diperhatikan banyak dan
sedikitnya. Senyawa nitrogen (amonia, nitrit, nitrat) mempunyai efek buruk bagi ekosistem
akuatik. Senyawa nitrogen dalam ekosistem akuatik mengalami beberapa proses atau fase.
Fase pertama, akumulasi amonia dari ekskresi (sisa metabolisme), sisa pakan, organisme
yang mati, molting, dan mineralisasi bahan organik. Dari beberapa faktor parameter diatas
didapatkan bahwa parameter lingkungan, kimia dan biologi perairan. serta pakan
berpengaruh secara signifikan terhadap data ADG dan SD.

Kolam klaster B

Pada klaster kolam B terdapat empat kolam dengan data yang sama yaitu sebesar 2,51
gram. Pada masing-masing kolam memiliki jumlah udang atau banyaknya udang yang
27
berbeda-beda. Al tersebut dikarenakan proses sampling yang dipilih ialah dengan jala maka
otomatis banyaknya udang dengan berbagai ukuran terambil. Pada kolam B1 banyak udang
11 ekor, B2 banyak udang 10 ekor, B3 banyak udang 10 dan B4 banyak udang ada 12 ekor.
Karena keberagaman jumlah udang pada setiap kolam itu berbeda maka rata-rata masing
kolam juga berbeda. Nilai rata kolam B1 = 2,52, B2 = 3,25, B3 = 3,30, dan kolam B4 = 2,33.
Nilai rata-rata dari keempat kolam tersebut digunakan untuk mencari nilai ADG yang
merupakan nilai selisih dari pertumbuhan berat udang. ADG yang merupakan nilai selisih
dari pertumbuhan berat udang. Perhitungan ADG dilakukan dengan rumus nilai rata-rata
dikurangi berat awal atau berat pada DOC ke-25 yang digunakan. Nilai ADG ke empat kolam
tersebut antara lain B1 =1,26, B2 =2,50, B3 = 2,04, B4 = 1,08. Dari keempat nilai tersebut
dapat diketahui jika selisih pertumbuhan pada DOC ke-25 sampai DOCke-27 paling tinggi
terdapat pada kolam B4 dan selisih pertumbuhan terendah pada kolam B2. Pertumbuhan
udang sendiri dikatakan baik jika melebihi angka standar yaitu 1 gr. Jika pertumbuhan
kurang bahkan minus itu berarti pertumbuhan sangat lambat atau terjadi pengkerdilan ukuran
pada udang.

Pada data udang klaster B memiliki Panjang dan banyaknya jumlah yang berbeda.
Hal tersebut berpengaruh terhadap rata-rata panjang dang yang dihasilkan tiap kolam
berbeda-beda. Rata-rata B1 = 7,02, B2 = 7, 28, B3 = 7,57, B4 = 6,85. Data rata-rata
digunakan untuk menghitung nilai standar deviasi atau tingkat keseragaman pada kolam.
Nilai atau standar deviasi dari suatu perairan yang baik adalah kurang dari satu. Karena jika
angka tau standar deviasi melebihi satu artinya terjadi kepadatan yang menyebabkan tingkat
kanibalisme akan tinggi pula. Nilai standar deviasi pada kolam B1= 1,03 ;B2 = 0,77 ; B3 =
0,64; B4 = 0,88. Dapat disimpulkan bahwa kepadatan tertinggi dari keempat kolam pada
klaster B adalah kolam B1, kolam dengan kepadatan terendah pada kolam B3. Hal tersebut
karena nilai baku standar deviasi pada kolam perairan adalah 1 jika melebihi nilai tersebut
maka akan terjadi kepadatan karena keseragaman ukuran yang ada. Hal tersebut juga akan
mengakibatkan nilai kanibalisme udang meningkat dan meningkatkan nilai mortalitas pada
udang ditambak.

28
Kolam Klaster C

Pada klister kolam C terdapat empat kolam dengan data berat awal yang sama yaitu
pada angka 2,51 gram. Masing-masing kolam memiliki banyak atau jumlah udang yang
berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan pada saat sampling menggunakan jala, hasil dari
banyaknya udang yang terjala sangat beragam. Pada kolam C1 banyak udang 9 ekor, C2
banyak udang 11 ekor C3 banyak udang 11 dan C4 banyak udang ada 10 ekor. Dari kedua
data tersebut didapatkan data rata- rata yang berbeda pada setiap kolamnya. Angka rata-rata
pada setiap kolam C1= 2,08, C2 = 2,03, C3 = 1,93, C4 = 12,95. Nilai rata-rata dari keempat
kolam tersebut digunakan untuk mencari nilai ADG yang merupakan nilai selisih dari
pertumbuhan berat udang. Perhitungan ADG dilakukan dengan rumus nilai rata- rata
dikurangi berat awal atau berat pada DOC ke-25 yang digunakan. Nilai ADG keempat kolam
tersebut antara lain C1=0,83;C2=0,77;C3=0,73;C4=1,69.

Dari total nilai tersebut dapat diketahui jika selisih pertumbuhan pada DOC ke-25
sampai DOC ke-27 tertinggi pada kolam C4 dan terendah pada kolam C3. Pertumbuhan
udang sendiri dikatakan baik jika melebihi angka standar yaitu 1 gr. Jika pertumbuhan kurang
bahkan minus itu berarti pertumbuhan sangat lambat atau terjadi pengkerdilan ukuran pada
udang. Hal yang menyebabkan turunnya angka pertumbuhan udang dapat dinilai dari
beragam factor. Salah satunya adalah parameter kimia, parameter biologi dan manajemen
pakan pada tambak

Pada data Panjang udang klister A memiliki keberagaman ukuran dan jumlah udang.
Panjang dari setiap udang juga bervariasi pada setiap kolam, rata- rata panjang kolam C1 =
6,47 ; C2 = 6,49 ; C3 = 6,47 ; C4 = 7,31. Data rata-rata digunakan untuk menghitung nilai
standar deviasi atau tingkat keseragaman pada kolam. Nilai atau standar deviasi dari suatu
perairan yang baik adalah kurang dari satu. Karena jika angka standar deviasi melebihi satu
artinya terjadi kepadatan yang menyebabkan tingkat kanibalisme akan tinggi pula. Nilai
standar deviasi pada kolam C1= 1,01 ;C2 = 0,64 ; C3 = 0,86 ; C4 = 0,91. Dapat disimpulkan
bahwa kepadatan tertinggi ada pada kolam C1 dan tingkat keberagaman rendah ada pada
kolam C2. Pada kolam C1 keberagaman yang tinggi akan menyebabkan mudahnya terjadi
kanibalisme, dan toksik karena sempitnya kolam. Selain menyebabkan kanibalisme standar

29
deviasi yang tinggi juga akan membuat mortalitas tinggi.

Kolam Klaster D

Pada kolam klaster D angka berat pada sampel setiap kolam sama yaitu berada pada
angka 2,51 gram. Tiap masing-masing kolam memiliki jumlah udang atau banyaknya
udang yang berbeda-beda. Al tersebut dikarenakan proses sampling yang dipilih ialah
dengan jala maka otomatis banyaknya udang dengan berbagai ukuran terambil. Pada kolam
D1 banyak udang 10 ekor, D2 banyak udang 9 ekor, D3 banyak udang 17 dan D4 banyak
udang ada 16 ekor. Karena keberagaman jumlah udang pada setiap kolam itu berbeda maka
rata-rata masing kolam juga. Rata -rata yang dihasilkan D1=1,73 ;D2 = 0,83 ;D3 = 1,74;
D4 =0,91. Nilai rata-rata dari keempat kolam tersebut digunakan untuk mencari nilai ADG
yang merupakan nilai selisih dari pertumbuhan berat udang. ADG yang minus pada kolam
D2 Dan D4. Nilai ADG yang minus menandakan bahwa tingkat pertumbuhan udang pada
kolam tersebut sangatlah kurang. Karena kepadatan yang tinggi yang menyebabkan
pertumbuhan udang sangatterbatas.

ADG

ADG merupakan pertumbuhan rata-rata udang yang menggunakan rata- rata berat
dikurangi berat awal dan dibagi dua. Jika angka ADG lebih dari 1 gram
, maka dapat dikatakan keberagaman udang di kolam tersebut sangat tinggi. Kemudian jika
nilai ADG rendah itu berarti keberagaman udang rendah yang justru baik untuk pertumbuhan
udang. Tetapi tidak jarang juga ditemukan ADG yang bernilai minus. Yang berarti tingkat
keragaman sangatlah lambat dan pertumbuhan kecil yang mengakibatkan pengkerdilan pada
udang. Laju pertumbuhan udang windu lebih tinggi dibandingkan udang vaname, yaitu rata-
rata 0,17 gram per hari, sedangkan udang putih rata-rata 0,14 gram per hari. Selama 135 hari
pemeliharaan, udang windu mencapai berat 23,1 gram sedangkan udang putih mencapai 17,6
gram selama 124 hari pemeliharaan. Jika dibandingkan udang windu, udang vaname
mempunyai pertumbuhan yang lebih kecil.

30
Standar Deviasi

Standar deviasi merupakan baku mutu yang digunakan untuk mengukur


keseragaman pada udang yang disebabkan oleh faktor kepadatan terutama pada panjang
ukuran udang. Nilai standar ini diukur dengan nilai rata-rata panjang. Jika nilai standar
deviasi tinggi atau melebihi satu bertingkat keberagaman tinggi. Hali ini dapat
menyebabkan tingkat kanibalisme udang tinggi karena pemenuhan tempat pada tambak
yang membuat udang sulit bergerak dan memperoleh nutrisi. Hal ini disebabkan karena
udang vaname termasuk omnivora, sedangkan udang windu termasuk karnivora. Hewan
karnivora mempunyai kecenderungan pertumbuhan lebih tinggi dibanding hewan
omnivora.. Kebiasaan makanan (feed habit) tersebut dapat mempengaruhi tingkat
pertumbuhan. Penyebab yang lainnya adalah kepadatan penebaran awal udang vaname
lebih tinggi yaitu 103 ekor/m2 , sedangkan udang windu hanya 51 ekor/m2. Kepadatan
penebaran akan mempengaruhi kompetisi ruang dan makanan.

31
Kesimpulan

1. Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (Invertebrata) yang tempat
hidupnya adalah di perairan air tawar, air payau dan air asin. Komoditas udang
biasanya dibudidayakan dalam bentuk tambak baik tambak domestik maupun untuk
diekspor.

2. Perhitungan berat udang dilakukan dengan cara sampling menggunakan alat


penyaring yang setelah itu dai hasil yang diperoleh dihitung dan ditimbang rata-
ratanya menggunakan rumus berat keseluruhan dibagi dengan jumlah udang yang
tertangkap

3. Keseragaman umumnya mempunyai pertumbuhan yang bagus dan merata, tidak


terjadi kanibalisme sehingga tingkat kelulushidupan tinggi serta memiliki kondisi
nutrisional yang bagus. Ukuran yang tidak seragam merupakan indikasi pertumbuhan
yang tidak normal. Benih udang yang berukuran besar cenderung lebih kuat dalam
memperebutkan makanan, sehingga memiliki peluang hidup yang lebih besar. Selain
itu, ukuran benih udang yang tidak seragam dapat menyebabkan peluang kanibal
yang cukup besar. Benih udang yang memiliki ukuran yang seragam, tingkat kanibal
nya kecil dan pertumbuhan yang tidak seragam dapat dihindari. Prosedur perhitungan
variasi ukuran tubuh benih udang vaname dilakukan setelah panjang benih udang
diketahui, kemudian menghitung rata-rata panjang benur dan standar deviasinya.
Selanjutnya menghitung nilai koefisienvariasi.

32
BAB III
IDENTIFIKASI DAN PERHITUNGAN BAKTERI PADA
TAMBAK UDANG

Fitoplankton

Fitoplankton merupakan plankton produsen primer terbanyak di perairan. Jumlah


fitoplankton sangat banyak dan ukurannya kecil sehingga sulit dihitung secara manual, jadi
diperlukan metode sampling untuk menelitinya. Metode sampling adalah metode yang digunakan
peneliti untuk menyimpulkan informasi tentang suatu populasi berdasarkan hasil dari beberapa
populasi, tanpa harus menyelidiki setiap individu. Metode sampling fitoplankton digunakan dua
metode yaitu metode secara kualitatif dan kuantitatif. Metode sampling kualitatif adalah metode
yang digunakan untuk mengetahui jenis- jenis fitoplankton, sedangkan metode kuantitatif adalah
metode yang digunakan untuk mengetahui kelimpahan plankton yang terkait pendistribusian
mengenai waktu dan tempat (Agustini dan Madyowati, 2014).

Pengambilan sampel fitoplankton dapat dilakukan dengan metode aktif yaitu secara
horizontal dan pasif secara vertikal. Ketika pengambilan secara horizontal alat yang digunakan
dimasukkan ke dalam air dan ditarik dengan perahu, perahu bergerak melawan arus untuk
mendapatkan fitoplankton lebih banyak dan cepat. Hal itu karena fitoplankton bergerak
mengikuti arus. Secara vertikal, alat cukup dibenamkan di perairan sesuai kedalaman yang
diinginkan. Hal ini diperkuat oleh pendapat Fajrina et al. (2013) metode pengambilan plankton
secara horizontal ini dimaksudkan untuk mengetahui sebaran fitoplankton horizontal dengan
cakupan luas, sedangkan secara vertikal untuk mengetahui sebaran vertikal sesuai kedalaman.
Peralatan yang digunakan pengambilan sampel itu seperti watter bottle, plankton net, botol
nansen, dan pompa hisap. Selain itu untuk menunjang sampling juga diperlukan alat seperti
bucket, botol sampel, kertas label, pipet tetes, kamera digital, alat tulis, termometer, secchi disc,
bola arus, DO meter, refraktometer, GPS , ph paper dan spectrophotometer (Sari et al., 2014).

33
Jenis-jenis Fitoplankton

Green Algae

Sel-sel ganggang (alga) hijau ini mempunyai kloroplas yang berwarna hijau mengandung
klorofil a dan b serta karetinoid. Pada kloroplas terdapat pirenoid, hasil asimilasi berupa tepung
dan lemak.Perkembangbiakannya terjadi secara aseksual dan seksual. Perkembangbiakan
aseksual dengan membentuk zoospora, yang berbentuk buah per dengan 2-4 bulu cambuk tanpa
rambut-rambut mengkilap pada ujungnya, mempunyai 2 vakuola kontraktil, kebanyakan juga
suatu bintik mata merah dengan kloroplas di bagian bawah yang berbentuk piala atau pot.
Sedangkan pada perkembangbiakan seksual dengan anisogami, dimana gamet jantan selalu
bergerak bebas dan sangat menyerupai zoospora (Raedina, 2018).

Dinoflagellata

Menurut Mujib et al. (2015), dinoflagellata merupakan kelas fitoplankton yang sangat
dominan pada kejadian HABs dan sering dihubungkan dengan meningkatnya masukan nutrien
ke ekosistem pesisir sebagai konsekuensi aktivitas manusia. HABs ini banyak terjadi di area- area
dimana aktivitas manusia atau populasi manusia tidak diperhatikan peningkatannya dan
merupakan faktor-faktor yang berkontribusi dalam kejadian tersebut. Ada lima jenis racun yang
dapat diproduksi oleh dinoflagelata, yaitu Paralytic Shellfish Poisoning (PSP), Diarrehetic
Shellfish Poisoning (DSP), Neurotoxic Shellfish Poisoning (NSP), Amnesic Shellfish Poisoning
(ASP), dan Ciguatera Fish Poisoning (CFP).

Chrysophyta

Menurut Ndolu (2021), pengertian Chrysophyta (Alga Keemasan) Alga Chrysophyta


disebut juga ganggang keemasan (golden algae) atau ganggang pirang. Istilah “Chrysophyta”
berasal dari bahasa Yunani, chrysos yang berarti “keemasan”. Warna keemasan disebabkan
karena ganggang ini memiliki pigmen berupa karoten dan xantofil yang jumlahnya dominan
dibandingkan dengan klorofi l a dan c sehingga membuat sel plastida bewarna hijau
kekuningan/cokelat keemasan. Sumber lain ada yang menyebutkan bahwa warna keemasan

34
disebabkan oleh pigmen yang bernama fukosantin (fucoxanthin). Chrysophyta kebanyakan hidup
di air tawar, meskipun beberapa jenis ada yang hidup di air laut. Alga kelompok ini mempunyai
makanan yang disimpan sebagai laminarin, yaitu suatu polisakarida sebagai simpanan makanan
pada alga ini.

Protozoa

Protozoa merupakan organisme uniseluler yang bervariasi dalam ukuran dan termasuk
dalam kingdom protista. Protozoa lebih primitif daripada hewan dan bersifat eukariotik, dimana
informasi genetiknya disimpan dalam kromosom yang terdapat dalam selubung inti. Protozoa
merupakan salah satu kelompok fauna bersel tunggal yang ukurannya sangat beragam dari
beberapa mikron sampai 4-5 mm dan hidup di berbagai lingkungan. Kebanyakan dari spesies
protozoa terutama yang hidup dalam tanah merupakan organisme mikroskopik yang hanya dapat
diteliti dengan menggunakan mikroskop dan dengan pembesaran yang tinggi. Protozoa terdiri
atas empat kelompok besar yaitu flagellata, amuba, ciliata, dan sporozoa yang masing- masing
jumlahnya sekitar 103 g-1 tanah (Maya dan Nurhidayah, 2020).

Protozoa berbeda dengan prokariot karena ia memiliki membran inti sel (eukariotik).
Protozoa berbeda dengan Algae karena tidak memiliki klorofil. Protozoa berbeda pula dengan
karena dapat bergerak aktif dan tidak berdinding sel, serta berbeda dengan jamur lendir karena
tidak dapat membentuk badan buah. Bentuk tubuh Biasanya berkisar 10-50 μm, tetapi dapat
tumbuh sampai 1 mm, dan mudah dilihat di bawah mikroskop. Mereka bergerak di sekitar dengan
cambuk seperti ekor disebut flagela. Lebih dari 65.000 jenis protozoa telah ditemukan. Protozoa
bisa hidup soliter (sendiri) atau berkoloni (berkelompok). Protozoa mampu bertahan hidup bebas,
saprofit, atau parasit (Maya dan Nurhidayah, 2020).

Protozoa umumnya tidak dapat membuat makanan sendiri (heterotrof). Struktur tubuh
protozoa terdiri atas sitoplasma yang diselubungi membran sel atau membran plasma. Membran
sel berfungsi sebagai pelindung dan mengatur pertukaran zat di dalam sel dengan zat diluar sel.
Membran plasma pada beberapa jenis protozoa ada yang dilengkapi dengan silia atau flagel.
Keduanya berfungsi sebagai alat bergerak. Sitoplasma mengandung beberapa organel sel, yaitu

35
mitokondria, ribosom, lisosom, nukleus (inti sel), vakuola makanan, dan vakuola kontraktil
(vakuola berdenyut). Paramecium memiliki trikosis (struktur di bagian korteks tubuh berupa
rongga dan benang panjang yang bisa dikeluarkan sebagai respons stimuli) sebagai alat
mempertahankan diri dari musuh (Maya dan Nurhidayah, 2020).

Perhitungan Fitoplankton

Untuk tahap pengamatan sampel yang diperoleh dari perairan selanjutnya dapat dibawa
ke laboratorium terpadu untuk diamati. Tahapan awal pada proses perhitungan ini yaitu sampel
diambil menggunakan pipet tetes sebanyak 1 mm dan selanjutnya diteteskan di atas
haemocytometer sebanyak tiga tetes. Sampel yang telah diteteskan di atas haemocytometer
kemudian ditutup dengan cover glass. sampel yang telah ditutup kemudian dilakukan pengamatan
menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10x10. Fitoplankton dilihat dan dihitung pada 4
bidang haemocytometer secara urut pada setiap bidangnya. Pengamatan tersebut berguna untuk
mengetahui bagaimana kepadatan fitoplankton (Arifin dan Arisandi, 2020).

Metode yang digunakan adalah metode sapuan untuk menghitung jumlah fitoplankton
dan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali dengan perbesaran 10 x 10.

Perhitungan kelimpahan fitoplankton menggunakan rumus APHA (1989).

Dimana :

N= Kelimpahan individu fitoplankton (individu/liter)

Z = Jumlah individu fitoplankton

X = Volume air sampel yang tersaring (40 ml)

Y = Volume 1 tetes air (0.06 ml)

V = Volume air yang disaring (100L)

36
Toksitas Pada Tambak

Toksitas adalah tingkat merusaknya suatu zat jika dipaparkan terhadap organisme,
toksitas juga disebut sebagai kemampuan racun molekul apabila masuk kedalam tubuh dan lokasi
organ rentan.Toksisitas dapat mengacu pada dampak terhadap seluruh organisme, seperti hewan,
bakteri, atau tumbuhan, dan efek terhadap substruktur organisme, seperti sel (sitotoksisitas) atau
organ tubuh seperti hati (hepatotoksisitas). Secara metafora, kata ini bisa dipakai untuk
menjelaskan dampak beracun pada kelompok yang lebih besar atau rumit, seperti keluarga atau
masyarakat. Hal ini diperkuat oleh Salahuddin et al (2012), suatu toksin akan menyebabkan
kerusakan bila ia terserap olehsuatu organisme. Selain itu tingkat toksitas suatu zat kimia
tergantung pada konsentrasi toksik dan beberapa factor lain. Misalnya derajat absorpsi distribusi
pengikatan, dan ekskresi. Limbacair tambak terdapat bahan organic seperti BOD, DO, COD,
TSS, fosfat, dan ammonia tinggi.

Menurut Harianja et al (2018), faktor utama penyebab timbulnya wabah penyakit pada
usaha budidaya intensif yaitu, densitas populasi yang terlalu padat, kesalahan dalam pemberian
pakan dan rendahnya kualitas air. Pemberian pakan yang tidak sesuai dengan ukuran dapat
menyumbang kadar nitrat dan fosfor ke alam yang dapat memicu eutrofikasi. Sisa pakan, kotoran
dari budi daya organisme dan plankton yang mati serta material organik berupa padatan
tersuspensi maupun terlarut yang terangkut lewat pemasukan air merupakan sumber bahan
organik di lahan tambak sehingga hal ini akan berdampak pada pencemaran perairan di muara
sungai. Indikator yang digunakan untuk menentukan kualitas air adalah BOD, COD, pH, suhu,
NH3 , NH3-N, dan Phenol total karena bahan mewakili parameter fisik, parameter kimia, dan
parameter biologis.

Amonnia

Amonia adalah racun bagi ikan jika dibiarkan menumpuk dalam sistem produksi. Ketika
amonia terakumulasi dalam tubuh, ikan tidak dapat mengekstrak energi dari pakan. Jika
konsentrasi ammonia cukup tinggi ikan menjadi lesu, kemudian meninggal. Di dalam kolam atau
tambak yang dikelola baik, amonia jarang terakumulasi dan bersifat mematikan. Namun,

37
amonia dapat berada pada kadar yang disebut sub lethal, dan menyebabkan pertumbuhan ikan
berkurang, konversi pakan buruk dan resistensi terhadap penyakit. Amonia dalam air adalah yang
bentuk kimianya adalah NH3 atau ion amonium Nh4+. Proporsi relatif dari dua bentuk zat ini di
dalam air terutama dipengaruhi oleh pH. Amonia yang tidak terionisasi adalah bentuk beracun
dan kadarnya meningkat seiring dengan peningkatan pH. Sementara itu amonium relatif tidak
beracun dan mendominasi ketika pH rendah. Secara umum, kurang dari 10 persen amonia berada
dalam bentuk beracun bila kadar pH kura dari 8,0.Di dalam kolam atau tambak, pH berfluktuasi
dengan fotosintesis (yang dapat meningkatkan pH) dan respirasi (dapat mengurangi pH). Oleh
karena itu amonia yang bersifat racun dapat mendominasi selama sore hari dan menjelang malam.
Sementara amonium mendominasi sebelum matahari pagi terbit. Selain itu, keseimbangan NH3
dan NH4+ juga dipengaruhi oleh suhu. Pada beberapa tingkat pH, amonia beracun bisa hadir pada
saat kondisi air hangat daripada air dingin. Amonia di peraiaran dapat menghilang melalui proses
volatilisasi karena tekana parsial amonia dalam lautan meningkat dengan semakin meningkatnya
Ph (Sartika et al, 2018).

Nitrit

Menurut Sartika et al. (2018), daya racun nitrit berada di bawah NH3, serta lebih beracun
bagi ikan daripada bagi udang. Fenomena akibat pengaruh dari nitrit adalah proses
matemoglobin. Oleh karena itu konsentrasi maksimum nitrit di perairan tambak yang
direkomendasikan sebesar 1,0 mg/l. Kadar nitrit di perairan jarang>1 mg/L. Kadar nitrit yang
lebih dari 0,05 mg/L dapat bersifat toksik bagi organisme. Pola sebaran nitrit di perairan.
Konsentrasi senyawa nitrit akan semakin meningkat dengan semakin rendahnya oksigen terlarut
serta faktor lingkungan lain

Nitrat

Hasil akhir proses nitrifikasi adalah terbentuknya nitrat. Senyawa anorganik ini relatif
tidak bersifat racun bagi kehidupan udang dibanding dengan amonia dan nitrit. Sebagai hasil
akhir dari proses nitrifikasi sehurusnya konsentrasi nitrat menjadi bertambah. Namun hasil
analisis parameter nitrat menunjukkan penurunan konsentrasi. Rendahnya kadar nitrat dilapisan
permukaan disebabkan oleh fitoplankton yang telah memanfaatkan zat hara nitrat untuk
pertumbuhan dan perkembangan. Sisa pakan merupakan faktor kunci yang mempengaruhi

38
penurunan kualitas air tambak, sementara udang yang mati di tambak memiliki pengaruh yang
lebih kecil dibandingkan sisa pakan maupun feses terhadap penurunan kualitas air. Eutrofikasi
merupakan efek dari pencemaran nitrat dan fosfat yang dapat merugikan masyarakat. Pengkayaan
unsur hara ini dapat mengakibatkan blooming algae yang dapat membuat kadar oksigen di air
menjadi sangat tipis sehingga dapat mengakibatkan ikan mengalami kematian massal (Iklimas et
al., 2019).

Alkalinitas

Alkalinitas merupakan penyangga perubahan pH air dan indikasi kesuburan yang diukur
dengan kandungan karbonat. Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam
tanpa penurunan nilai pH larutan. Penyusun alkalinitas perairan adalah anion bikarbonat (HCO3-
), karbonat (CO32-), dan hidroksida (OH-). Borat (H2BO3-), silikat (HSiO3-), fosfat (HPO42- dan
H2PO4-), sulfida (HS-), dan amonia (NH3). Sebagai pembentuk alkalinitas yang utama adalah
bikarbonat, karbonat, dan hidroksida, dan bikarbonat adalah paling banyak terdapat pada perairan
alami (Bintoro dan Abidin, 2016).

Alkalinitas air adalah kemampuan dari air tersebut untuk menetralisir asam. Nilai
pengukuran dapat dikatakan sangat signifikan dengan titik akhir pH yang digunakan. Ketika
alkalinitas berdasarkan kandungan karbonat dan bikarbonat, maka nilai pH pada titik setimbang
titrasi ditentukan oleh jumlah Karbondioksida (CO2 ) yang terbentuk pada saat titrasi. Selama
CO2 tidak dapat membuat air tidak lebih asam dari pH 4,5 maka nilai pH tersebut digunakan
untuk penentuan titik akhir titrasi alkalinitas. selain bergantung pada pH, alkalinitas juga
dipengaruhi oleh komposisi mineral, suhu, dan kekuatan ion. Kation utama yang mendominasi
perairan tawar adalah kalsium dan magnesium, sedangkan pada perairan laut adalah sodium dan
magnesium. Anion utama pada perairan tawar adalah bikarbonat dan karbonat, sedangkan pada
perairan laut adalah klorida (Bintoro dan Abidin, 2016).

Alkalinitas atau yang dikenal dengan total alkalinitas adalah konsentrasi total unsur basa-
basa yang terkandung dalam air dan biasannya dinyatakan dalam mg/L atau setara dengan

39
CaCO3. Ketersediaan ion basa bikarbonat (HCO3) dan karbonat (CO3 2-) merupakan parameter
total alkalinitas dalam air tambak. Unsur-unsur alkalinitas juga dapat bertindak sebagai buffer
(penyangga) pH. Dalam kondisi basa ion bikarbonat akan membentuk ion karbonat dan
melepaskan ion hidrogen yang bersifat asam, sehingga keadaan pH menjadi netral.sebaliknya bila
keadaan terlalu asam, ion karbonat akan mengalami hidrolisa menjadi ion bikarbonat dan
melepaskan hidrogen oksida yang bersifat basa, sehingga keadaan kembali netralAlkalinitas juga
merupakan parameter dari kandungan karbon anorganik suatu badan air yang memegang peranan
penting dalam mendukung pertumbuhan ganggang dan biota akuatik lainnya (Bintoro dan
Abidin, 2016).

40
Alat dan Bahan

Tabel 1. Alat

NAMA GAMBAR FUNGSI

Plankton net Untuk mengambil sample


plankton di perairan

Botol film Untuk menyimpan sample


plankton yang sudah disaring

Water sampler/ember ukuran Untuk mengambil sample air


5 liter

41
Pipet tetes Pipet digunakan untuk
memindahkan volume cairan
yang telah terukur.

Cool box Untuk menyimpan sample


yang sudah diberi label

Tabel 2. Bahan

NAMA GAMBAR FUNGSI

Bahan preservasi (lugol, Untuk mengawetkan


formalin, alkohol) spesimen

42
Es batu Untuk mendinginkan sample
yang sudah disimpan di cool
box

Kertas label Untuk memberikan informasi


penting terhadap sebuah
sample

43
Parameter Kimia air

Data 1 disajikan data berupa empat kolam dengan spesifikasi tehadap parameter, amonia,
nitrit, nitrat, dan alkalinitas. Pada kolam A3 angka amonia yang terkandung sebesar 0,7 mg/l yang
berarti tingkat toxic pada kolam cukup tinggi. Hal ini diperkuat oleh Putra dan Manan (2014),
kadar amonia bebas yang tidak terionisasi (NH3) dalam air sebaiknya kurang dari 0,02 mg/l.
Kadar amonia yang tinggi berpengaruh terhadap aktivitas metabolisme sehingga nafsu makan
ikan menurun dan menghambat daya serap terhadap O2 akibatnya ikan lemas dan mati. Kemudian
angka nitrit dan nitrat yang terkandung sebesar 0,4 mg/l dan 25,0 mg/l. Dimana hal tersebut masih
tergolong aman karena tidak melebihi standar yang ada yaitu sebesar 0,5 mg/l. Kemudian pada
alkalinitas sebesar 366,1 mg/l, dimana hal tersebut sudah melebihi dari batas yang dianjurkan
untuk tambak udang. Alkalinitas berperan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity)
terhadap perubahan pH perairan. Pengapuran adalah proses penting, hal ini berhubungan dengan
total alkalinitas dan kenaikan pH. Peningkatan kadar kapur dapat meningkatkan ketersediaan
karbon untuk proses fotosistesis dan untuk meningkatkan total alkalinitas air. Karena hal tersebut
jika akalinitas tinggi maka akan berpengaruh tehadap kadar pH yang tinggi dan membuat
terjadinya pengkerdilan pada udang karena kandungan air cenderung basa dan menghambat
napsu makan.

Pada kolam B3 telihat angka amonia 0,8mg/l, angka nitrit dan nitrat sama dengan kolam
A3 yang dimana dapat disimpulkan kandungan toxic pada kolam B3 hampir sama dengan kolam
A3. Pada kolan C3 memiliki angka amonia yang sangat tinggi dengan angka 1,0 mg/l dan
parameter nitrat dan nitri yang sama dengan kolam lain. Angka alkalinitas kolam C3 menjadi
yang paling tinggi dan hal tersebut berakibat buruk terhadap biota didalam tambak. Pada kolam
D3 hampir sama dengan kolam B3 tetapi terdapat perbedaan pada nilai alkalinitas dimana kolam
D3 memiliki alkalinitas tinggi menyerupai kolam C3. hal tersebut dapat disimpulkan bahwa
ketiga kolam memiliki kandungan toxic yang beragam dan cenderung berbahaya.

44
Parameter biologi air

Menurut Putra dan Manan (2014), plankton dapat membantu sebagai stabilisator pada
media tambak, yaitu kecerahan air. Kepadatan plankton yang ideal di tambak adalah sekitar
10.00 – 12.000 sel/ml. Jenis plankton yang diharapkan di tambak seperti jenis fitoplankton
(Chlorella sp, Skeletonema sp.), jenis Diatomae (Chaetoceros dan diatomae lain), dan jenis
Cyanobacteria. Sedangkan yang paling dihindari atau tidak diharapkan adalah beberapa jenis
Dinoflagellata sp.

Pada jenis chrysophyta keragaman spesies terdapat pada beberapa kolam saja, B1 B3 C4.
Kemudian pada dinoflagellata memiliki tingkat banyaknya kurang dari 5% karena merupakan
jenis plankton paling toxic yang dapat membunuh udang. Tetapi pada data kolam tersebut
menjadi yang paling tinggi. Spesies peridium pada A1, A3, B3, B3, C1, C3, C4, D1, dan D2.
kemudian protoperidinium dimiliki oleh semua tambak dengan jumlah yang berbeda. Selanjutnya
ada golongan euglenophyta tidak mempengaruhi karena tidka terdapat pada tambak. Selanjutnya
ada bluegreen algae memiliki total keberagaman yang seharusnya adalah lebih kecil dari 10%
karena termasuk plankton toxic. Terdapat pada tambak B2, B4, A1, A2, A4 C1, C2, C3 serta D4.
kemudian protozoa memiliki jumlah kurang dari 7 % dari keseluruhan tambak.

45
Kesimpulan :

1. Fitoplankton merupakan plankton produsen primer terbanyak di perairan. Jumlah


fitoplankton sangat banyak dan ukurannya kecil sehingga sulit dihitung secara manual,
jadi diperlukan metode sampling untuk menelitinya.

2. Pengambilan sampel fitoplankton dapat dilakukan dengan metode aktif yaitu secara
horizontal dan pasif secara vertikal. Ketika pengambilan secara horizontal alat yang
digunakan dimasukkan ke dalam air dan ditarik dengan perahu, perahu bergerak melawan
arus untuk mendapatkan fitoplankton lebih banyak dan cepat. Hal itu karena fitoplankton
bergerak mengikuti arus. Secara vertikal, alat cukup dibenamkan di perairan sesuai
kedalaman yang diinginkan.

3. Jenis - jenis fitoplankton yang kita bahas ada 3 yaitu Green algae, genoflagelata,
cryrophyta.

4. Green algae merupakan sel-sel ganggang (alga) hijau yang memiliki kloroplas yang
berwarna hijau mengandung klorofil a dan b serta karetinoid.

5. Dinoflagellata merupakan kelas fitoplankton yang sangat dominan pada kejadian HABs
dan sering dihubungkan dengan meningkatnya masukan nutrien ke ekosistem pesisir
sebagai konsekuensi aktivitas manusia.

46
BAB IV
IDENTIFIKASI DAN PERHITUNGAN BAKTERI PADA
TAMBAK UDANG

Udang Vaname

Udang vaname memiliki nama ilmiah yaitu Litopenaeus vannamei. Udang ini
termasuk golongan crustacea (udang - udangan) dan dikelompokkan sebagai udang
laut atau udang penaide bersama dengan jenis udang lainnya. Penggolongan udang
vaname secara lengkap berdasarkan ilmu taksonomi hewan yang memiliki
klasifikasi sebagai berikut :

Gambar 1. Udang vaname

(Sumber : Amri, 2013)

Filum : Arthropoda

Kelas : Crustacea

Ordo : Decapoda

Famili : Penaidae

Genus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus vannamei

Nama lokal : Udang vaname

(Sumber : Amri, 2013)

47
Posisi Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa dengan musim hujan dan
kemarau yang tetap, menyebabkan Indonesia mampu memproduksi udang
vannamei sepanjang tahun. Produksi tersebut disesuaikan dengan kondisi dan
karakteristik lahan masing-masing. Udang vannamei pada awalnya dianggap tahan
terhadap serangan penyakit. Namun dalam perkembangannya, udang vannamei
juga terserang WSSV (White Spot Syndrome Virus), TSV (Taura Syndrome Virus),
IMNV (Infectious Myo Necrosis Virus), vibrio, dan penyakit terbaru yaitu EMS
(Early Mortality Syndrome). Oleh karena itu perlu dilakukan pencegahan dan
pengendalian dengan penerapan budidaya ramah lingkungan, serta pengobatan
menggunakan tumbuh-tumbuhan alami sebagai antibiotik yang tidak memberikan
efek buruk bagi lingkungan.

Udang vaname masih menjadi tumpuan yang strategis bagi upaya pencapaian
target produksi udang nasional. Teknologi budidaya udang vaname superintensif
menjadi orientasi sistem budidaya masa depan dengan konsep low volume high
density. Teknologi budidaya ini memiliki ciri luasan petak tambak 1.000 m2
sehingga mudah dikontrol; kedalaman air >1,8 m; padat penebaran tinggi;
produktivitas tinggi; beban limbah minimal; dilengkapi dengan tandon air bersih
dan petak pengolah buangan air hasil samping selama proses budidaya. Lingkungan
dan hamparan budidaya yang terkontrol dengan manajemen limbah budidaya yang
baik diharapkan menjadi suatu sistem budidaya udang vaname yang produktif,
menguntungkan, dan berkelanjutan. (Syah et al., 2017)

Morfologi Udang Vaname

Udang vaname memiliki tubuh yang dibalut dengan kulit tipis keras yang
terbuat dari bahan chitin yang berwarna putih kekuningan dan memiliki kaki
berwarna putih. Udang vaname memiliki tubuh yang dibagi menjadi dua bagian
besar yaitu cephalothorax yang terdiri dari kepala dan dada yang kedua yaitu
abdomen yang terdiri atas perut dan ekor. Cepthalothorax dilindungi oleh kulit
chitin yang tebal atau biasa disebut karapas. Sedangkan abdomen terdiri atas enam
ruas dan satu ekor (telson). Bagian depan kelapa yang menjorok merupakan kelopak
kepala yang memanjang dengan bagian pinggir bergerigi yang disebut

48
dengan cucuk (rostrum). Bagian rostrum bergerigi dengan 9 gerigi pada bagian atas
dan 2 gerigi bagian bawah. Dibawah bagian pangkal kepala terdapat sepasang mata
(Amri, 2013)

Gambar 2. Morfologi udang vaname

(Sumber : Utami, 2016)

Sifat-sifat penting yang dimiliki udang vannamei yaitu aktif pada kondisi
gelap (nocturnal), dapat hidup pada kisaran salinitas lebar (euryhaline) umumnya
tumbuh optimal pada salinitas 15-30 ppt, suka memangsa sesama jenis (kanibal),
tipe pemakan lambat tetapi terus menerus (continous feeder), menyukai hidup di
dasar (bentik) dan mencari makan lewat organ sensor (chemoreceptor). Udang
vannamei termasuk genus Penaeus dicirikan oleh adanya gigi pada rostrum bagian
atas dan bawah, mempunyai dua gigi di bagian ventral dari rostrum dan gigi 8-9 di
bagian dorsal serta mempunyai antena panjang (Nadhif, 2016).

Menurut Nadhif (2016) Kepala udang vannamei terdiri dari antena, antenula,
dan 3 pasang maxilliped. Kepala udang vannamei juga dilengkapi dengan 3 pasang
maxilliped dan 5 pasang kaki berjalan (periopoda). Maxilliped sudah mengalami
modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan. Pada ujung peripoda beruas-
ruas yang berbentuk capit (dactylus). Dactylus ada pada 8 kaki ke-1, ke-2, dan ke-
3. Abdomen terdiri dari 6 ruas, ada bagian abdomen terdapat 5 pasang (pleopoda)
kaki renang dan sepasang uropods (ekor) yang membentuk kipas bersama-sama
telson.

49
Bakteri Vibrio

Bakteri adalah organisme prokariot yang tidak mempunyai inti sel.


Organisme prokariot terdiri atas sel tunggal, meskipun sering berkembang dalam
kelompok bakteri yang saling melekat satu sama lain. Kelompok bakteri ini disebut
koloni. Genom bakteri terdiri atas suatu molekul DNA untaian ganda yang
berbentuk lingkaran, terdapat dalam sitoplasma sel. Molekul DNA yang besar atau
kromosom bakteri, mengandung sebagian besar gen bakteri. Molekul DNA
berbentuk lingkaran yang lebih kecil yang disebut plasmid (Utami, 2016)

Menurut Utami (2016) Salah satu penyakit yang sering menyerang budidaya
udang disebabkan oleh mikroorganisme patogen seperti bakteri. Bakteri Vibrio sp.
merupakan salah satu bakteri yang sangat familiar khususnya dalam lingkup
budidaya perikanan, dimana bakteri ini merupakan salah satu penyebab penyakit
yang dapat menimbulkan kematian massal pada budidaya udang. Bakteri genus
Vibrio asMah bakteri patogen yang berasal dari laut, estuaria dan kadang ditemukan
pada air tawar yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia akibat
mengkonsumsi udang/ikan yang telah terkontaminasi oleh bakteri tersebut. Bakteri
Vibrio sp pada tempat pemeliharaan udang tidak selalu menyebabkan kematian
udang. Tingkat kepadatan tertentu larva serta kondisi hidup larva yang kurang baik
mimgkin menyebabkan Vibrio berubah menjadi patogen (patogen oportunistik)
selain itu fluktuasi pH, tingkat oksigen, temperatur, salinitas, kadar amonia, dan
sulfat, serta bahanbahan organik yang lain dapat sebagai penyebab stress pada
udang dan memicu terjadinya penyakit.

Vibrio merupakan bakteri akuatik yang dapat ditemukan di sungai, muara


sungai, kolam, dan laut. Salah satu jenis bakteri dari marga Vibrio yang hidup dilaut
dan merupakan patogen yang berbahaya bagi kesehatan manusia adalah Vibrio
parahaemolyticus. Bakteri ini adalah jenis bakteri yang hidupnya di laut, memiliki
daya tahan terhadap salinitas cukup tinggi. Oleh sebab itu bakteri patogen ini dapat
mencemari pangan hasil laut (Widowati, 2012)

50
AHPND

AHPND adalah penyakit yang disebabkan adanya infeksi bakteri vibrio


parahaemolyticus (Vp AHPND) yang mampu memproduksi toksin dan
menyebabkan kematian pada udang dengan mortalitas mencapai 100%. Kematian
akibat AHPND terjadi pada umur kurang dari 40 hari setelah ditebar di tambak.
Penyakit tersebut pertama kali muncul di Tiongkok pada 2009 dan dikenal dengan
sebutan covert mortality disease. (Nainggolan et al., 2020)

Organ target yang menyebabkan AHPND adalah organ pencernaan yaitu :


Hepatopankreas, Usus dan Lambung. Gejala klinis yang nampak pada udang yang
terserang AHPND adalah sebagai berikut ; Hepatopankreas pucat dan mengkerut,
usus dan lambung kosong (tidak ada pakan) dan warna badan pucat dan
kekuningan. Cara mendiagnosis/mencurigai adanya kemungkina terserangnya
AHPND pada udang di kolam ; Udang mati dalam jumlah banyak di dasar petak
pada saat siphon, pola kematian terus menerus (persisten & progresif), gerakan
larva lemah, gerakan berputar, terjadi kematian mendadak pada stadia larva dan
pasca larva sampai >30%. (Nainggolan et al., 2020)

Menurut Nainggolan et al. (2020) Penyebab utama kasus AHPND muncul


paling banyak terjadi akibat; Padat tebar tinggi salinitas tinggi (> 20 ppt), kualitas
air buruk tidak adanya tandon dan perlakuan air masuk, musim panas atau kemarau,
persiapan petak tambak yang kurang sempurna, Post Larva stress selama
pengangkutan dan aklimatisasi, DO rendah, kualitas dan manajemen pakan yang
buruk. Kemampuan survive Vibrio parahaemolyticus merupakan momok besar
bagi ancaman serangan penyakit AHPND. Bakteri Vibrio parahaemolyticus
biasanya ditemukan di lingkungan estuarin dan pantai/laut di seluruh dunia,
asosiatif dengan organisme akuatik di lingkungan esuarin ( zooplankton, moluska,
krustasea, ikan, dll), bio-ekologi sangat erat dengan suhu dan salinitas, di wilayah
tropis ditemukan sepanjang tahun karena lingkungan yang sesuai di wilayah sub-
tropis, lebih sering ditemukan pada musim panas.

51
Perhitungan Bakteri

Menurut Seniati et al. (2019) Metode yang sering digunakan untuk


menghitung bakteri adalah metode Mack Farland yaitu suatu larutan dengan deretan
tingkat kekeruhan yang berbeda yang digunakan sebagai standar kepadatan
populasi 10^1 hinggga kepadatan 10^10. Metode ini sangat sederhana dan
setidaknya dapat membantu dalam kondisi yang mendesak, namun memiliki
kekurangan yaitu warna larutan terkadang berbeda dengan warna bakteri yang
ditumbuhkan pada media cair sehingga sering membingungkan laboran dalam
menentukan kepadatan populasi. Metode lain yang biasa digunakan adalah Total
Plate Count (TPC). Metode ini menghasilkan data yang cukup akurat, namun waktu
penyajiannya cukup lama yaitu sekitar 24 jam, sehingga terkadang dalam suatu
penelitian yang membutuhkan data kepadatan bakteri dalam waktu singkat, maka
hal ini akan menjadi suatu kendala. Oleh karena itu, dianggap perlu melakukan
penelitian di laboratorium terkait pengembangan metode perhitungan populasi
bakteri khususnya bakteri V. harveyi yang waktunya lebih cepat dan hasilnya akurat
yaitu dengan menggunakan spektrofotometer.

Perhitungan kepadatan populasi bakteri Vibrio harveyi selama ini


menggunakan metode TPC, membutuhkan waktu sekitar 24-48 jam. Sehingga
apabila dibutuhkan data kepadatan populasinya dalam waktu cepat untuk
kepentingan praktikum ataupun penelitian, maka hal ini akan menjadi suatu
masalah. Oleh karena itu, dianggap perlu melakukan pengembangan metode
pengukuran populasi bakteri V. harveyi yang lebih cepat dan akurat dengan
menggunakan spectrofotometer. (Seniati et al., 2019)

Metode TPC merupakan analisis untuk menguji jumlah mikroba dengan


menggunakan metode pengenceran dan metode cawan tuang. Metode ini dilakukan
dengan mengencerkan sumber isolate yang telah diketahui beratnya ke dalam 9 ml
larutan garam fisiologis. Larutan yang digunakan sekitar 1 ml suspense ke dalam
cawan petri steril, dilanjutkan dengan menuangkan media penyubur (nutrient agar),
NA / media penyubur merupakan nutrisi untuk makanan mikroba. Perhitungan
kepadatan populasi V. harveyi dengan menggunakan metode TPC dilakukan secara

52
duplo. Perhitungan TPC berdasarkan lempeng total, merupakan cara yang paling
umum digunakan untuk menentukan jumlah mikroba yang masih hidup,
berdasarkan jumlah koloni yang tumbuh. Metode ini diawali dengan pengenceran
sampel secara seri, dengan kelipatan 1 : 10. (Seniati et al., 2019)

TVC

Menurut Abdi dan Setyowati, (2022) Perhitungan TVC dilakukan dengan


mengambil sampel hepatopankreas udang sebanyak 0.1 g. TVC merupakan total
bakteri pathogen yang merugikan dalam budidaya yang terdiri dari Vibrio
alginolyticus,Vibrio parahaemolyticus dan Vibrio harveyi.Hepatopankreas
kemudian dihaluskan dan dilarutkan mengunakan larutan fisiologis 0.9 ml.
Selanjutnya, sampel hepatopankreas yang telah dilarutkan diencerkan dengan seri
pengenceran sampai 10-6. Perhitungan TVC menerapkan metode TPC yang
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35oC. Koloni bakteri yang muncul kemudian
dihitung dengan colony counter dan dicatat.

TVC dapat tumbuh baik saat bahan organik tinggi, sehingga tetap memiliki
korelasi positif. Namun, kelimpahan TVC dapat ditekan dengan adanya probiotik
yang berperan dalam menguraikan bahan organik. Bakteri probiotik yang
merupakan bakteri heterotrof dapat berkompetisi dengan Vibrio sp. yang juga
bersifat heterogen. Peningkatan populasi probiotik yang bersifat heterotrof tersebut
memicu meningkatnya pemanfaatan kandungan bahan organik dalam air. Hal
tersebut akan menyebabkan kandungan bahan organik dalam perairan menurun
seiring dengan peningkatan kelimpahan bakteri probiotik. Oleh karena itu, aplikasi
probiotik yang efektif dibutuhkan untuk dapat menekan keberadaan TVC dalam
kolam. Ketika kelimpahan TVC sebagai bakteri patogen dapat ditekan, kesehatan
dan pertumbuhan udang akan lebih baik. (Widigdo et al., 2020)

53
Keberadaan bakteri, termasuk TVC, dipengaruhi oleh suhu. Suhu perairan
saat dilaksanakan penelitian berkisar antara 25,2- 28,1°C. Kondisi demikian tidak
terlalu mendukung pertumbuhan TVC karena kondisi suhu ideal bagi pertumbuhan
TVC adalah 35- 36°C. Namun, bakteri ini akan menjadi lebih patogen sehingga
lebih berbahaya ketika suhu perairan turun secara drastis. Dan, secara umum,
kondisi perairan yang tidak stabil juga dapat menyebabkan TVC menjadi lebih
patogen terhadap udang. (Widigdo et al., 2020)

TBC

Menurut Abdi dan Setyowati, (2022) TBC merupakan total bakteri yang ada
pada budidaya yang terdiri dari bakteri baik dari probiotik atau bakteri dari alam.
Perhitungan TBC dan TVC dilakukan di akhir penelitian (hari ke 25). Sampel yang
digunakan adalah air media budidaya untuk perhitungan TBC. Sampel air diambil
sebanyak 0,1 mL dan dilarutkan pada 0,9 mL larutan PBS dan dilakukan seri
pengenceran sampai 10-8 cfu/ml. Perhitungan total bakteri dilakukan dengan
metode TPC (Total Plate Count). Analisis TPC menggunakan media TSA
(Thiosulfat Sodium Agar) dengan menyebar 0,1 ml sampel dari pengenceran ke
dalam cawan petri, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 350 C. Hasil
perhitungan koloni berupa (cfu) per ml/g. Perhitungan koloni dilakukan pada seri
pengenceran 10-6 cfu/ml, 10-7 cfu/ml, dan 10-8 cfu/ml. Jumlah koloni yang tumbuh
dihitung menggunakan colony counter dan dicatat untuk digunakan dalam
perhitungan TBC.

Menurut Widigdo et al. (2020) Kelimpahan TBC yang mengalami penurunan


berpeluang mengalami peningkatan kelimpahan kembali, yakni ketika kelimpahan
TBC relatif rendah, sementara bahan organik melimpah, sehigga kompetisi antar

54
bakteri dalam komunitas tersebut rendah. Hal tersebut memicu peningkatan
populasi bakteri TBC. Peningkatan signifikan pada TBC juga dapat disebabkan
oleh aplikasi probiotik yang dilakukan setiap tiga hari. Namun, ketika populasi TBC
relatif tinggi, pertumbuhan menjadi cenderung melambat, kemudian stasioner. Hal
ini terjadi karena kandungan nutrisi dan energi hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup TBC, sehingga setelah tidak memadai, terjadi proses penurunan
populasi.

Aplikasi biosida yang digunakan untuk memusnahkan seluruh bakteri yang


ada di dalam perairan berfungsi dengan baik, yang tampak pada keesokan harinya.
Bahwa kelimpahan TBC yang terdapat di dalam perairan mengalami penurunan
secara signifikan. Biosida tergolong cepat dalam membunuh seluruh jenis bakteri,
yang berbeda dari antibiotik yang cenderung lebih selektif dalam membunuh biota
targetnya. Bakteri yang menerima dampak biosida akan mati secara efektif,
tergantung pada jenisnya. Populasi TBC tidak cukup efektif dalam memanfaatkan
bahan organik. (Widigdo et al., 2020)

Tanda - tanda Terjangkit Bakteri Vibrio

Gejala klinis yang terdeteksi pada udang sampel yang terserang vibriosis
adalah tubuh (carapace) memerah, melanosis pada kulit, nekrosis pada ekor, kaki
renang dan kaki jalan memerah serta hepatopankreas yang memerah cenderung
gelap. Penyebab vibriosis pada udang vaname yang dibudidayakan secara intensif
dari Kabupaten Kendal Adalah Vibrio vulnificus (SMC 01), V. mimicus (SMC 04),
V.damsella (SSD 01), V. parahaemolyticus ( SSD 03) , V. fluvialis (SSD 07). Bakteri
Genus Vibrio telah dilaporkan pada beberapa jenis ikan/udang air payau. Vibrio
vulnificus sering ditemukan pada berbagai ekosistem perairan dan paling banyak
ditemukan pada organisme yang hidup di salinitas rendah. (Sarjito et al., 2016)

Menurut Apriliani dan Haditomo (2016) Serangan vibriosis dapat


menimbulkan kematian mencapai 100% pada stadia larva atau juvenil. Beberapa
jenis bakteri genus vibrio yang menjadi penyebab vibriosis pada udang diantaranya
adalah V. harveyi, V. parahaemolyticus, V. alginolyticus, V. anguillarum, V.

55
vulnificus, dan V. splendidus. Gejala klinis udang yang terserang vibriosis adalah
hepatopankreas kecoklatan. Terdapat bercak merah-merah pada pleopod, uropod
dan abdominal, insang merah kecoklatan, berenang lambat. Bakteri Vibrio sp.,
pernah dilaporkan menyerang pada lobster, udang windu, ikan nila dan ikan
belanak, ikan kerapu macan, ikan lele, dan kepiting bakau.

Menurut Apriliani dan Haditomo (2016) Gejala klinis udang vaname


(Litopenaeus vannamei) yang terserang vibriosis pada udang sampel dan udang uji
Postulat Koch serupa yaitu uropoda nekrosis dan berwarna kemerahan serta
berpendar dalam gelap. Perepoda yang berwarna kemerahan, pleopoda berwarna
kemerahan. Sedangkan antennal scale berwarna kemerahan dan mengalami
nekrosis, hepatopankreas berwarna kecoklatan. Serta melanosis pada abdomen,
nafsu makan menurun, tubuh lunak, udang berenang ke arah permukaan air dan
mendekati aerator dan berenang miring.

Cara Mencegah dan Mengatasi Bakteri Vibrio

Jika bakteri vibrio terindikasi menyerang bak hatchery, atau pada masa
pembibitan maka dapat dicegah dengan menekan seminimal mungkin bahan
organik yang ada pada tambak. Caranya ialah dengan melakukan pembersihan,
seperti membuang air yang mengandung lumpur dari dasar tambak. salah satu cara
mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan suplementasi pakan.
Suplementasi pakan adalah pemberian bahan pakan dalam jumlah kecil dari bahan
kering pakan yang diharapkan berguna dan memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap peningkatan produktivitas. Suplementasi pakan meningkatkan nutrisi
pakan yang dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangbiakan ternak. (Ayini
dan Dewi, 2014)

Selain itu juga ada salah satu bahan alami yang dapat digunakan untuk
mengatasi serangan bakteri vibriosis adalah tanaman Mimba (Azadirachta indica).
Tanaman mimba banyak tumbuh didataran rendah yang beriklim tropis maupun sub
tropis . Mimba merupakan tanaman multifungsi, karenanya tanaman ini juga
dikenal sebagai Wonderful tree. Daun dan biji mimba mempunyai banyak manfaat.

56
Biji mimba dapat dimanfaatkan untuk insektisida alami, fungisida, antibakteri,
spermisida, sabun minyak mimba dan pelumas minyak mimba. Pada saat ini
pemanfaatan mimba lebih berorientasi sebagai insektisida, padahal selain
insektisida, mimba juga berpotensi sebagai bakterisida. (Ayini dan Dewi, 2014)

Menurut Muliana et al. (2017) Cara lainnya dengan menggunakan bakteri


probiotik yang memiliki fungsi untuk memecah bahan organik menjadi senyawa
kimia yang lebih sederhana sehingga dapat dengan mudah diuraikan secara alami.
Hal ini tentu akan menekan keberadaan bakteri vibrio, sehingga udang terhindar
dari beragam penyakit. Penggunaan probiotik harusnya berasal dari bakteri yang
tumbuh di wilayah tersebut,karena walaupun jenisnya sama namun strain bakteri
mungkin berbeda. Kemdudian ada cara lain untuk menekan pertumbuhan bakteri
Vibrio adalah dengan pemberian biokontrol. Biokontrol yang umumnya digunakan
adalah probiotik yang memiliki peran menjaga kualitas air tetap baik sehingga tidak
sesuai untuk pertumbuhan Vibrio. Baru-baru ini, rumput laut jenis Gracillaria
verrucosa di uji sebagai biokntrol Vibrio dan terbukti mampu menekan
pertumbuhan bakteri tersebut serta mempercepat proses penyembuhan udang yang
terkenainfeksi.

57
Alat dan Bahan

Tabel 1. Alat

Nama Gambar Fungsi

Cawan petri wadah yang bentuknya


bundar dan terbuat dari
plastik atau kaca yang
digunakan untuk
membiakkan sel

Jarum ose berfungsi untuk


memindahkan biakan
mikroorganisme untuk
ditanam/ditumbuhkan ke
media baru

Tabung reaksi sebagai tempat


mengembangbiakan
mikroba dalam media
cair

58
Autoklaf digunakan untuk
mensterilisasi suatu
benda menggunakan uap
bersuhu dan bertekanan
tinggi selama kurang
lebih 15 menit.

Ruang inkubasi bertujuan untuk


memantau pertumbuhan
bakteri.

Laminar airflow Suatu tempat atau meja


kerja yang steril untuk
melakukan kegiatan
mulai dari persiapan
bahan tanam, inokulasi
atau penanaman dan
pemindahan tanaman
dari satu tempat ke
tempat lain dalam satu
kultur

Laboratarium tempat untuk


mengaplikasikan teori
keilmuan, pengujian
teoritis, pembuktian
ujicoba, penelitian dan
sebagainya dengan

59
menggunakan alat bantu
yang menjadi
kelengkapan dari
fasilitas dengan kuantitas
dan kualitas yang
memadai.

Tabel 2. Bahan

Nama Gambar Fungsi

Media agar media yang sering


digunakan untuk
menumbuhkan dan
mengembangbiakkan
bakteri.

Larutan pengencer larutan yang


digunakan untuk
memperkecil jumlah
mikroorganisme yang
tersuspensi.

60
Tisu untuk membersihkan
cairan-cairan

Aquades digunakan untuk


membersihkan alat-
alat laboratorium dari
zat pengotor

Label tagging untuk menandai sampel

Spidol untuk menulis sampel


pada label tagging

Cara membuat media dan pengkulturan materi

Media adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat hara (nutrient)
yang digunakan untuk membiakkan mikroba. Media terdapat bermacam-macam
yang dapat digunakan untuk isolasi, perbanyakan, pengujian sifat-sifat fisiologis
dan perhitungan jumlah mikroba maupun untuk transport specimen dari suatu
tempat ke tempat pemeriksaan mikrobiologi. Mikroorganisme memanfaatkan
nutrisi media berupa molekul-molekul kecil yang dirakit untuk menyusun

61
komponen sel. Dalam pemeriksaan mikrobiologi, media menjadi suatu hal yang
penting agar mikroba yang dapat hidup dan menentukan bahwa mikroba yang
diperiksa adalah benar-benar mikroba yang dicari atau yang diharapkan.

Cara menghitung bakteri

Menurut Abdi dan Setyowati, (2022) TBC merupakan total bakteri yang ada
pada budidaya yang terdiri dari bakteri baik dari probiotik atau bakteri dari alam.
Perhitungan TBC dan TVC dilakukan di akhir penelitian (hari ke 25). Sampel yang
digunakan adalah air media budidaya untuk perhitungan TBC. Sampel air diambil
sebanyak 0,1 mL dan dilarutkan pada 0,9 mL larutan PBS dan dilakukan seri
pengenceran sampai 10-8 cfu/ml. Perhitungan total bakteri dilakukan dengan
metode TPC (Total Plate Count). Analisis TPC menggunakan media TSA
(Thiosulfat Sodium Agar) dengan menyebar 0,1 ml sampel dari pengenceran ke
dalam cawan petri, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 350 C. Hasil
perhitungan koloni berupa (cfu) per ml/g. Perhitungan koloni dilakukan pada seri
pengenceran 10-6 cfu/ml, 10-7 cfu/ml, dan 10-8 cfu/ml. Jumlah koloni yang tumbuh
dihitung menggunakan colony counter dan dicatat untuk digunakan dalam
perhitunganTBC.

62
Pembahasan modul 1

Pada studi kasus tambak udang sendiri digunakan untuk mengidentifikasi


bagaimana sistem budidaya udang. Serta digunakan untuk mengetahui poin-poin
penting dalam budidaya udang yang perlu diperhatikan baik secara finansial
maupun proses perkembangan budidaya. Tingginya permintaan udang baik dalam
luar negeri maupun dalam negeri. Membuat sektor perikanan Indonesia membuka
peluang yang besar terhadap budidaya udang. Khususnya pada udang vaname yang
merupakan salah satu udang non lokal yang memiliki daya jual yang cukup tinggi.
Sistem budidaya udang yang dilakukan melalui beberapa tahap yang pertama
adalah persiapan tambak, penyediaan benih, penebaran benih, pemberian pakan,
pemeliharaan serta penanganan panen dan pasca panen. Pada persiapan tambak atau
kolam sebelum mempersiapkan budidaya. Dilakukan proses penjemuran dan
pencucian kolam serta didiamkan selama setengah bulan. Setelah proses
penjemuran dilakukan pembersihan kotoran udang pada proses produksi
sebelumnya.Pemupukan dilakukan pada dasar tambak dengan dengan cara
penaburan pupuk Urea,Dolomit dan TSP untuk meningkatkan kesuburan tanah
akibat proses produksi sebelumnya. Pengapuran dilakukan pada dasar tambak
dengan menggunakan kapur tohor untuk menjaga ph tanah didalan tambak. Setelah
melakkukan pemupukan dan pengapuran kolam didiamkan selama 3-2 hari dan
setelah itu bisa memasukkan air. Pengisian air sistem semi intensif dengan
mengandalkan atau mengharapkan air pasang laut, ketika air laut pasang maka
masuk air kedalam tambak dan setelah itu ditutup. sesudah diisi air ditebar pupuk
urea dan TSP dan kolam didiamkan selama seminggu sebelum memasukkan bibit
udang.

Penyediaan dan Penebaran Benih Udang

Ini udang vannamei dapat dari hatchery atau pembibitan pada proses seri
yang berada di luar kota kota penelitian hukumnya menjual udang vaname pada PL
atau pos lava 15-25. Penyebaran dilakukan sebelumnya bibit dituangkan terlebih

63
dahulu dari dalam kemasan yang diberikan air dengan cara menuangkan kolam air
1 kepalan tangan sebanyak 5 kali dalam kemasan tersebut. Hal tersebut dilakukan
selama kurang lebih 5 sampai 30 menit agar hutan dapat beradaptasi dengan suhu
dan PH dari air kolam tambak setelah itu baru kemudian dipindah ke dalam tambak.
Hal ini dilakukan untuk menghindari stres pada udang sehingga tidak akan terjadi
angka kematian saat pemindahan benih udang atau penebaran benih udang.

Pemberian pakan dan pemeliharaan

Pemberian pakan dengan menggunakan pakan 01,02 dan pakan 03 ditabur


3 kali dalam sehari. Pemberian pakan dilakukan setelah benih berumur 10 hari dan
dilakukan setiap hari dengan jangka waktu 4 sampai 3 jam jeda setiap pemberian.
Hal tersebut dikarenakan udah memerlukan waktu untuk memproses makan
tersebut. Pada saat pemberian pakan harus sesuai dengan jumlah udang yang ada
sehingga tidak menyebabkan kelebihan pakan yang akan berujung pada tingginya
angka alkalinitas pada perairan. Pemeliharaan semi intensif pemeliharaannya
dengan melakukan pemberian pakan dan pembukaan saat hujan untuk menetralisir
pH dari air tambak. Karena apabila terdapat penambahan air yang menyebabkan
perubahan pH dan salinitas hal tersebut akan berakibat fatal untuk udang.
Pengecekan anco secara berkala juga perlu dilakukan untuk mengetahui sisa pakan
yang mengendap di dasar perairan.

Berat dan panjang udang perkolam Kolam

Claster A

Pada klister kolam a terdapat empat kolam dengan data berat awal yang
sama yaitu pada angka 2,51 gram. Masing-masing kolam memiliki banyak atau
jumlah udang yang berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan pada saat sampling
menggunakan jala, hasil dari banyaknya udang yang terjala sangat beragam. Pada
kolam A1 banyak udang 10 ekor, A2 banyak udang 7 ekor, A3 banyak udang 10
dan A4 banyak udang ada 9 ekor. Karena jumlah yang berbeda pada setiap
kolamnya menghasilkan nilai rata-rata yang berbeda. Nilai rata kolam A1 = 3,25 ;
A2 = 2,60 ; A3 = 2,43 ; dan kolam A4 = 3,14. Nilai rata-rata dari keempat kolam

64
tersebut digunakan untuk mencari nilai ADG yang merupakan nilai selisih dari
pertumbuhan berat udang. Perghitungan ADG dilakukan dengan rumus nilai rata-
rata dikurangi berat awal atau berat pada DOC ke-25 yang digunakan. Nilai ADG
ke empat kolam tersebut antara lain A1 =1,99 ; A2 =1,35 ; A3 = 1,17 ; A4 = 1,88 .
Dari total nilai tersebut dapat diketahui jika selisih pertumbuhan pada DOC ke-25
sampai DOC ke-27 tertinggi pada kolam A1 dan terendah pada kolam A3.
Pertumbuhan udang sendiri dikatakan baik jika melebihi angka stadar yaitu 1 gr.
Jika pertumbuhan kurang bahkan minus itu berarti pertumbuhan sangat lambat atau
terjadi pengkerdilan ukuran pada udang.

Pada data Panjang udang klister A memilki keberagaman ukuran dan jumlah
udang. Panjang dari setiap udang juga bervariasi pada setiap kolam, rata-rata
panjang kolam A1 = 6,79 ; A2 = 6,87 ; A3 = 7,11 ; A4 = 7,13. Data rata-rata
digunakan untuk menghitung nilai standar deviasi atau tingkat kseragaman pada
kolam. Nilai atau standar deviasi dari suatu perairan yang baik adalah kurang dari
satu. Karena jika angka tau standar deviasi melebihi satu artinya terjadi kepadatan
yang menyebabkan tingkat karnibalisme akan tinggi pula. Nilai standar deviasi
pada kolam A1=0,73 ;A2 = 1,07; A3 = 0,50; A4 = 0,67. Dapat disimpulkan bahwa
kepadatan tertinggi ada pada kolam A2 dan tingkat keberagaman rendah ada pada
kolam A3. Pada kolam A3 keberagaman yang tinggi akan menyebabkan mudahnya
terjadi karnibaisme, dan toksik karena sempitnya kolam. Selain menyebabkan
karnibalisme standar deviasi yang tingggi juga akan membuat mortalitas tinggi.

Kedua hasil diatas juga dipengaruhi oleh banyak hal termasuk kualitas
perairan, manajemen pakan dan perairan. Jika perairan memilki DO tinggi maka
standar deviasi yang terjadi pada kolam juga akan tinggi. Salinitas dan suhu serta
semua parameter perairan perlu dikontrol mutunya agar tetap optimal. Pemberian
pakan juga harus diperhatiakan banyak dan sedikitnya.

Kolam Klaster B

Pada klaster kolam B terdapat empat kolam dengan data yang sama yaitu
sebesar 2,51 gram. Pada masing-masing kolam memiliki jumlah udang atau
banyaknya udng yang berbeda-beda. Al tersebut dikarenakan proses sampling yang

65
dipilih ialah dengan jala maka otomatis banyaknya udang dengan berbagai ukuran
terambil. Pada kolam B1 banyak udang 11 ekor, B2 banyak udang 10 ekor, B3
banyak udang 10 dan B4 banyak udang ada 12 ekor. Karena keberagaman
jumlahudang pad setiap kolam itu berbeda maka rata-rata masing kolam juga
berbeda. Nilai rata kolam B1 = 2,52 ; B2 = 3,25 ; B3 = 3,30 ; dan kolam B4 = 2,33.
Nilai rata-rata dari keempat kolam tersebut digunakan untuk mencari nilai ADG
yang merupakan nilai selisih dari pertumbuhan berat udang. ADG yang merupakan
nilai selisih dari pertumbuhan berat udang. Perghitungan ADG dilakukan dengan
rumus nilai rata-rata dikurangi berat awal atau berat pada DOC ke-25 yang
digunakan. Nilai ADG ke empat kolam tersebut antara lain B1 =1,26 ; B2 =2,50 ;
B3 = 2,04 ; B4 = 1,08. Dai keempat nilai tersebut dapat diketahui jika selisih
pertumbukan pada DOC ke-25 sampai DOC ke-27 paling tinggi terdapat pada
kolam B4 dan selisih pertumbuhan terendah pada kolam B2. . Pertumbuhan udang
sendiri dikatakan baik jika melebihi angka stadar yaitu 1 gr. Jika pertumbuhan
kurang bahkan minus itu berarti pertumbuhan sangat lambat atau terjadi
pengkerdilan ukuran pada udang.

Pada data udang klaster B memiliki Panjang dan banyaknya jumlah yang
berbeda. Hal tersebut berpengaruh terhadap rata-rata panjang dang yang dihasilkan
tiap kolam berbeda-beda. Rata-rata B1 =7,02 ; B2 = 7, 28 ; B3 =7,57 ; B4 = 6,85.
Data rata-rata digunakan untuk menghitung nilai standar deviasi atau tingkat
kseragaman pada kolam. Nilai atau standar deviasi dari suatu perairan yang baik
adalah kurang dari satu. Karena jika angka tau standar deviasi melebihi satu artinya
terjadi kepadatan yang menyebabkan tingkat karnibalisme akan tinggi pula. Nilai
standar deviasi pada kolam B1= 1,03 ;B2 = 0,77 ; B3 = 0,64; B4 = 0,88. Dapat
disimpulkan bahwa kepadatan tertinggi dari keempat kolam pada klaster B adalah
kolam B1, kolam dengan kepadatan terendah pada kolam B3. Hal tersebut karena
nilai baku standar deviasi pada klam perairan adalah 1 jika melebihi nilai tersebut
maka akan terjadi kebpadatan karena kesragaman ukuran yang ada. Hal tersebut
juga kan mengakibatkan nilai karnibalitas udang meningkat dan meningatkan nilai
mortalitas pada udang di tambak.

66
Kolam Klaster C

Pada klister kolam C terdapat empat kolam dengan data berat awal yang
sama yaitu pada angka 2,51 gram. Masing-masing kolam memiliki banyak atau
jumlah udang yang berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan pada saat sampling
menggunakan jala, hasil dari banyaknya udang yang terjala sangat beragam. Pada
kolam C1 banyak udang 9 ekor, C2 banyak udang 11 ekor C3 banyak udang 11 dan
C4 banyak udang ada 10 ekor. Dari kedua data tersebut di dapatkan data rata-rata
yang berbeda pada setiap kolamnya. Angka rata-rata pada setiap kolam C1= 2,08
;C2 = 2,03; C3 = 1,93; C4 = 12,95. Nilai rata-rata dari keempat kolam tersebut
digunakan untuk mencari nilai ADG yang merupakan nilai selisih dari pertumbuhan
berat udang. Perghitungan ADG dilakukan dengan rumus nilai rata-rata dikurangi
berat awal atau berat pada DOC ke-25 yang digunakan. Nilai ADG ke empat kolam
tersebut antara lain C1 =0,83; C2 =0,77 ; C3 = 0,73 ; C4 = 1,69 . Dari total nilai
tersebut dapat diketahui jika selisih pertumbuhan pada DOC ke-25 sampai DOC
ke-27 tertinggi pada kolam C4 dan terendah pada kolam C3. Pertumbuhan udang
sendiri dikatakan baik jika melebihi angka stadar yaitu 1 gr. Jika pertumbuhan
kurang bahkan minus itu berarti pertumbuhan sangat lambat atau terjadi
pengkerdilan ukuran pada udang. Hal yang menyebabkan turunnya angka
pertumbuhan udang dapat dinilai dari beragam factor. Salah tiganya adalah
parameter kkimia, parameter biologi dan manajemen pakan pada tambak.

Pada data Panjang udang klister A memilki keberagaman ukuran dan jumlah
udang. Panjang dari setiap udang juga bervariasi pada setiap kolam, rata-rata
panjang kolam C1 = 6,47 ; C2 = 6,49 ; C3 = 6,47 ; C4 = 7,31. Data rata-rata
digunakan untuk menghitung nilai standar deviasi atau tingkat kseragaman pada
kolam. Nilai atau standar deviasi dari suatu perairan yang baik adalah kurang dari
satu. Karena jika angka standar deviasi melebihi satu artinya terjadi kepadatan yang
menyebabkan tingkat karnibalisme akan tinggi pula. Nilai standar deviasi pada
kolam C1= 1,01 ;C2 = 0,64 ; C3 = 0,86 ; C4 = 0,91. Dapat disimpulkan bahwa
kepadatan tertinggi ada pada kolam C1 dan tingkat keberagaman rendah ada pada
kolam C2. Pada kolam C1 keberagaman yang tinggi akan menyebabkan mudahnya

67
terjadi karnibaisme, dan toksik karena sempitnya kolam. Selain menyebabkan
karnibalisme standar deviasi yang tingggi juga akan membuat mortalitas tinggi.

Kolam Klaster D

Pada kolam klaster D angka berat pada sampel setiap kolam sama yaitu
berada pada angka 2,51 gram. Tiap masing-masing kolam memiliki jumlah udang
atau banyaknya udang yang berbeda-beda. Al tersebut dikarenakan proses sampling
yang dipilih ialah dengan jala maka otomatis banyaknya udang dengan berbagai
ukuran terambil. Pada kolam D1 banyak udang 10 ekor, D2 banyak udang 9 ekor,
D3 banyak udang 17 dan D4 banyak udang ada 16 ekor. Karena keberagaman
jumlah udang pada setiap kolam itu berbeda maka rata-rata masing kolam juga.
Rata -rata yang dihasilkan D1=1,73 ;D2 = 0,83 ;D3 = 1,74; D4 =0,91. Nilai rata-
rata dari keempat kolam tersebut digunakan untuk mencari nilai ADG yang
merupakan nilai selisih dari pertumbuhan berat udang. ADG yang merupakan nilai
selisih dari pertumbuhan berat udang. Perhitungan ADG dilakukan dengan rumus
nilai rata-rata dikurangi berat awal atau berat pada DOC ke-25 yang digunakan.
Nilai ADG yang dihasilkan D1= 0,47 ;D2 = -0,39;D3 = 0,48; D4 = -0,34. Dari data
nilai ADG tersebut terdapat perbedaan dari data klaster kolam lain. Dilihat bahwa
terdapat nilai ADG yang minus pada kolam D2 Dan D4. Nilai ADG yang minus
menandakan bahwa tingkat pertumbuhan udang pada kolam tersebut sangatlah
kurang. Karena kepadatan yang tinggi yang menyebabkan pertumbuhan udang
sangat terbatas.

Plankton

Sistem pendidikan nasional berbasis fitoplankton relatif sederhana dengan


biaya operasional yang lebih rendah. Namun sistem ini bergantung pada pergantian
air dan pengolahan alga bloom dan mencegah penurunan kualitas air yang
disebabkan oleh input pakan yang tinggi protein. Selain itu sistem ini sering kali
gagal dalam mempertahankan kualitas air yang stabil yang disebabkan oleh
blooming dan kematian massal phytoplankton dalam bentuk periodik. Populasi alga
yang terdapat dapat menyebabkan fluktuasi pH karena pada siang hari aktivitas
fotosintesis menghasilkan CO2 maka pH naik. Sedangkan pada sore hingga malam

68
hari menghasilkan CO2 melalui proses respirasi pH turun. Selain itu teknologi ini
memerlukan biaya input air yang relatif tinggi dan tingginya pembuangan nutrien
ke lingkungan sekitar yang dapat berdampak negatif terhadap biosecurity
lingkungan.

Pada tahap perhitungan pantun kolam cluster A memiliki tingkat plankton


yang sangat tinggi berada di angka 50% di mana terdapat keragaman plankton yang
tinggi pula yang menyebabkan terjadinya blooming alga. Blooming alga akan
menyebabkan udang menjadi tidak stabil dan sulit mencari pakan karena
tertutupnya sumber nutrien oleh alga tersebut sehingga menyebabkan PH juga naik
karena sistem respirasi yang terjadi menyebabkan PH naik. Sementara pada kolam
kluster B. Kolam B1 B2 memiliki tingkat keragaman alga yang cukup rendah
berada di angka 47,6% yang di mana tingkat keseragaman berada rendah dengan
pertumbuhan alga yang cukup signifikan tapi tidak mengganggu pada kolam
perairan. Pada kolom klaster C angka C1 menempati kolam yang yang memiliki
intensitas alga atau plankton rendah dari angka 30, 56% dan kolam C2 29, 73%.
Pada kolam klaster di kolam di D4 dan D1 memiliki keragaman plankton yang
rendah yang dapat menjaga perairan dari blooming alga. Yaitu berkisar angka 30%.

Identifikasi dan perhitungan bakteri

Identifikasi dan perhitungan bakteri pada tambak udang. Salah satu penyakit
yang sering menyerang budidaya udang yang disebabkan oleh mikroorganisme
patogen seperti bakteri. Bakteri tersebut dapat menimbulkan kematian masalah atau
mortalitas yang tinggi pada suatu tambah udang apabila identifikasi terdapat
patogen di dalamnya. Penyebab timbulnya bakteri yang terdapat pada kolom
perairan hal tersebut dikarenakan sistem budidaya yang memiliki potensi terhadap
peningkatan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh kurang optimalnya
pemanfaatan pakan sehingga mengakibatkan bahan organik dasar tambak
menumpuk. Pakan yang menumpuk akan menyebabkan angka alkalinitas itu
menjadi tinggi yang akan menyebabkan nitrat kandungan nitrat dan kandungan
nitrit pada perairan juga tinggi yang berakibat pada rendahnya ketersediaan oksigen
pada perairan. Ketersediaan oksigen yang rendah hal ini menimbulkan serangan
penyakit baik berupa dari jamur bakteri virus maupun parasit. Kolam dengan

69
intensif pada tabel yang tinggi merupakan pakan yang berlebih yang
mengakibatkan menumpuknya sisa-sisa pakan di dalam perairan. Penembakan
tersebut akan mengakibatkan sulitnya penguraian dan dekomposisi oleh bakteri
sehingga menyebabkan tingginya amonia pada perairan. Identifikasi bakteri sendiri
dapat dilakukan dengan cara isolasi sampel yang ada dan melakukan perhitungan
bakteri atau TPC.

Kolam Cluster A

Kesimpulan dari data tambak dari data kolam cluster a. Pada kolam 1 angka
TBC yaitu 7, 0 E +03 yang di mana angka tersebut menunjukkan bakteri
berkembang batas aman karena tidak melebihi pangkat 5. Peserta pada A1
perhitungan bakteri vibrio atau TVC 2,3 E + 03 yang berarti masih dalam jam kok
aman karena batas standar bakteri vibrio ada di 10 ^ 3. Dengan keseluruhan data
adalah 32,9% dimana hal tersebut sudah melebihi batas dari standar presentase
bakteri di suatu perairan yaitu 30%. Pada kolom A2 TBC pas dan tidak berlebihan
karena tidak melebihi angka 10^5. Kemudian pada TVC melebihi batas aman dari
bakteri vibrio yang ada di perairan yaitu 10 ^ 3. Prosentase keseluruhan 47,8% di
mana ini merupakan angka yang melebihi standar dari total bakteri pada perairan
yaitu 30%. Pada kolom a 3 TBC berada di angka aman sedangkan TVC tidak tidak
diangka karena standarnya adalah 10 ^ 3 di mana berarti terdapat kelebihan bakteri
vibrio di dalam perairan tersebut. Total perhitungannya dari 83,3% di mana ini
merupakan kolam dengan kandungan bakteri tertinggi dan tidak memenuhi standar
baku yang baik yaitu 30%. Kemudian pada A4 yaitu angka TBC baik dan angka
TVC buruk karena 10 ^4 di mana itu melebihi pada standar yaitu 10 ^ 3.

Kolam Cluster B, C dan D.

Pada cluster kolam B terdapat 1 kolam yang memiliki standar bakteri yang
tinggi yaitu kolam 3 dengan total standar yaitu 86%. Pada kolam cluster C pada
kolom C1 memiliki standar bakteri yang sangat bagus di angka 2,6% gimana itu
sangat memenuhi dari standar jumlah bakteri yang ada di kolam tetapi pada kolam
C2, C3 dan C4 angka standar bakterinya masih tinggi berada di kisaran angka 40 –
50%. Pada kolam D 1-4, standar baku yang bagus terdapat pada kolam D4 yaitu

70
20% gimana itu berada di bawah standar maksimal dari bakteri yaitu 30%. Tetapi
pada kolam D1, D2 dan D3 memiliki standar yang tinggi yang melebihi dari standar
30% yaitu berada di angka 50 % - 60%. Penyebab tingginya angka bakteri pada
suatu perairan disebabkan oleh fluktuasi pH. tingkat oksigen dan temperatur serta
salinitas yang tinggi pada suatu kolam menyebabkan kolam menjadi di kurang baik
dan ditumbuhi beragam bakteri serta patogen. Jika angka pertumbuhan bakteri
tinggi hal tersebut akan menyebabkan mortalitas yang tinggi pada udang karena
amonia yang berlimpah menyebabkan bakteri vibrio dapat tumbuh secara bebas.
Keberagaman amonia bisa dipicu dari kepada tebaran udang yang tinggi disertai
dengan pemberian pakan yang kurang merata sehingga banyak pakan yang
tergumpal atau mengumpul di bawah perairan tambak.

Cara Perhitungan Bakteri

Perhitungan bakteri yang pertama alat dan bahan dipersiapkan. Sampel


ditimbang kemudian dihaluskan. Selanjutnya masukkan ke dalam larutan BEFB
atau air fisiologis sebanyak 225 mili. Kemudian dihomogenkan, lalu ambil suspensi
dengan pipet. Masukkan ke dalam 9 ml BEFB steril. Selanjutnya homogenkan
kembali dengan cara mengocok kamu sampai pengenceran 10 pangkat min 4 persen
pada setiap sampel. Ambil masing-masing 1 ml. Masukkan ke dalam cawan petri
dan beri label tingkat pengenceran. Tuang na atau nutrient agar 13-18 mili pada
masing-masing cawan. Kemudian putar dan diamkan sampai keras. Masukkan ke
dalam inkubator pada suhu 30 derajat celcius selama 24 jam dengan posisi terbalik.
Hitung jumlah koloni setelah masa inkubasi berakhir.

Rumus :

Perbandingan = jumlah bakteri koloni x pengencernya

Jumlah bakteri pada cawan × 1/ faktor pengenceran

71
Kesimpulan

1. Gejala klinis yang terdeteksi pada udang sampel yang terserang vibriosis
adalah tubuh (carapace) memerah, melanosis pada kulit, nekrosis pada ekor,
kaki renang dan kaki jalan memerah serta hepatopankreas yang memerah
cenderung gelap. Cara pencegahannya ialah dengan melakukan
pembersihan, seperti membuang air yang mengandung lumpur dari dasar
tambak. salah satu cara mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan
menggunakan suplementasi pakan.

2. Kesimpulannya adalah secara tidak langsung parameter kimia dan fisika


berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kemungkinan tumbuhnya bakteri
pada kolam dan tambak udang parameter kimia yang digunakan adalah
kadar kadar yang tinggi maka akan membuat SD menjadi tinggi hal tersebut
akan berpengaruh terhadap keberagaman udang di perairan menjadi tinggi
ia akan membuat nilai kanibalisme udang menjadi tinggi dan memudahkan.
Jika udang stres maka pertumbuhan bakteri akan terjadi secara cepat. hal
tersebut juga dipengaruhi oleh kerapatan udang yang tinggi yang
menyebabkan pemberian pakan tidak merata dan menyebabkan sisa pada
perairan yang membuat timbulnya amonia. Kadar amoniak yang tinggi ini
juga menyebabkan pertumbuhan bakteri semakin tinggi. Jika bakteri
semakin tinggi maka plankton juga akan semakin tinggi semakin tingginya
plankton akan menyebabkan blooming alga yang akan berpengaruh buruk
tetapi jika plankton berada pada perairan dengan standar yang pas. Hal
tersebut akan menjadi salah satu sumber pakan alami bagi udang.
Kesadahan pada perairan yang tinggi juga akan membuat pertumbuhan
udang menjadi berujung pada perkenalan. Dimana hal tersebut juga akan
meningkatkan amoniak yang meningkatkan ketoksikan pada udang
sehingga mortalitas terjadi sangat tinggi. Keterkaitan antara modul tersebut
adalah bahwa penentuan budidaya udang di tambak dari manajemen pakan
sampai pengawasan sangatlah diperlukan untuk mengontrol parameter

72
fisika dan kimia serta mengontrol pertumbuhan fitoplankton dan pertumbuhan
bakteri pada kolam yang akan berpengaruh terhadap perkembangan udang

3. Perhitungan bakteri yaitu dengan metode TVC dan TBC. Perhitungan TVC
menerapkan metode TPC yang diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35oC. Koloni
bakteri yang muncul kemudian dihitung dengan colony counter dan dicatat. TBC
merupakan total bakteri yang ada pada budidaya yang terdiri dari bakteri baik dari
probiotik atau bakteri dari alam.

73
PENUTUP

Buku ini merupakan sebuah studi hasil praktikum marinecultur yang berpedoman
terhadap standar ketetapan fakultas perikanan dan ilmu kelautan Universitas Diponegoro.
Sumber utama yang digunakan dalam mengisi buku adalah laporan hasil praktikum terkait
tambak udang serta penjelasan mengenai studi marine cultur observasi tambak udang.
Diperoleh dari sumber data jurnal-jurnal yang didapat. Buku ini dirancang sedemikian rupa
agar mudah dipelajari dan dipahami. Namun apabila kelompok kami memiliki keterbatasan
terkait materi teknologi terbaru dan kesalahan dalam menganalisis suatu kasus. Serta hanya
memuat informasi dan dengan modul-modus dan bahan baku manual yang kurang
fleksibel. Kami ucapkan maaf sebesar-nbesarnya dan banyak terima kasih kepada berbagai
pihak yang.telah ikut berpartisipasi dalam pembuatan buku baik Anggota, Asisten
Praktikum, Dosen dan Teman-teman praktikan.

74

Anda mungkin juga menyukai