Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN HASIL WAWANCARA

MANAJEMEN PEMBERIAN PAKAN

PADA BENIH IKAN LELE SANGKURIANG ( Clarias Sp)

DISUSUN OLEH :

RIVALDO ALVADIO NJURUHAPA NIM : 1913010072

PRODI BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini
guna memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Pemberian Pakan yang berjudul
“Manajemen Pemberian Pakan pada Benih Ikan Lele Sangkuriang ( Clarias Sp )”.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini tidak lepas dari yang bersifat
membangun sehingga dapat berguna baik bagi penulis sendiri maupun pembaca
pada umumnya. Dalam menyelesaikan laporan ini, penulis telah banyak
mendapatkan bantuan serta dukungan yang baik, secara moral maupun materi.

penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, hal ini karena
kemampuan dan pengalaman penulis yang masih ada dalam keterbatasan. Untuk
itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun. Demi
perbaikan dalam laporan yang akan datang. Semoga laporan ini bermanfaat sebagai
ilmu pengetahuan penulis dan terutama bagi pembaca umumnya buat kedepannya.
Akhir kata penulis sampaikan terima kasih, Tuhan menyertai segala usaha kita,
Amin.

Kupang, 02 Desember 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.2 LATAR BELAKANG


Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang mempunyai
nilai ekonomi tinggi. Ikan jenis ini sudah dibudidayakan secara komersial oleh
masyarakat Indonesia, dan merupakan salah satu sumber penghasilan yang
potensial di kalangan pembudidaya ikan. Perkembangan pesat kegiatan
budidaya lele di tanah air tidak terlepas dari penerimaan masyarakat secara
luas terhadap jenis ikan ini (khairuman & Amri, 2008 : hal 3).
Ikan lele merupakan jenis ikan yang mudah dibudidayakan.
Kemampuan adaptasinya pun cukup tinggi, sehingga dalam proses
penyebarannya tidak mengalami kesulitan, terutama dalam
perkembangbiakannya. Pada awalnya lele belum memiliki varietas yang
dapat di unggulkan sehingga usaha budidaya ini belum dilirik oleh
masyarakat. Saat itu lele yang dibudidayakan hanya sebatas lele local dan
lele dumbo yang kurang menghasilkan (Fauzi, 2013 : hal 6).
Usaha budidaya lele sangkuriang, bermula dari kegiatan menghasilkan
benih, untuk selanjutnya didederkan dan dibesarkan sampai mencapai ukuran
konsumsi. Saat ini berkat perkembangan dan spesifikasi pola usaha dalam
budidaya lele, kegiatan pembenihan, selain dilakukan terintegrasi dengan
pendederan dan pembesaran, juga bisa dijadikan cabang usaha tersendiri.
Artinya sangat mungkin bagi pembudidaya atau calon pembudidaya lele
sangkuriang, untuk hanya berspesialisasi menjadi pembenih. (Khairuman dan
Amri, 2008 : hal 19).
Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat menunjang
kegiatan usaha budidaya perikanan, sehingga pakan yang tersedia harus
memadai dan memenuhi kebutuhan ikan. Pada budidaya ikan 60%-70%
biaya produksi digunakan untuk biaya pakan (Afrianto dan Liviawaty, 2005).
Peningkatan efisiensi pakan melalui pemenuhan kebutuhan nutrisi sangat
dibutuhkan dalam rangka menekan biaya produksi. Di era globalisasi ini
bahan pakan ikan yang semakin mahal mempengaruhi harga pakan pada
umumnya. Banyak bahan pakan yang harus didapat dari impor. Oleh karena
itu segi biaya pakan merupakan faktor yang paling tinggi pengeluarannya.
Selain biaya pakan, kebutuhan nutrisi dari ikan harus diperhatikan.
Ketersediaan pakan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
kelangsungan hidup ikan yang dibudidayakan. Pakan yang diberikan pada
ikan dinilai baik tidak hanya dari komponen penyusun pakan tersebut
melainkan juga dari seberapa besar komponen yang terkandung dalam pakan
mampu diserap dan dimanfaatkan oleh ikan dalam kehidupannya (NRC,
1993). Dalam proses budidaya ikan khususnya pada kegiatan pembesaran,
faktor yang terpenting adalah ketersediaan pakan dalam jumlah yang cukup,
dan harus mengandung seluruh nutrient yang diperlukan, yakni karbohidrat,
lemak, protein, mineral dan vitamin dalam jumlah yang cukup dan seimbang.
Kondisi tersebut sangat dibutuhkan bagi usaha bidang budidaya perikanan
(Kordi, 2009).
Pakan yang sering digunakan dalam budidaya ikan terdiri dari dua
macam yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami biasanya
digunakan dalam bentuk hidup seperti (cacing, larva, ulat, dll) sehingga agak
sulit mengembangkannya. Sifat pakan alami yang mudah dicerna digunakan
sebagai pakan benih ikan karena benih ikan memiliki alat pencernaan yang
belum sempurna. Oleh karena itu, pakan alami tepat untuk benih sehingga
kematian yang tinggi dapat dicegah (Lingga, 1989). Sedangkan pakan buatan
adalah pakan yang dibuat dengan formulasi tertentu berdasarkan
pertimbangan kebutuhannya. Pembuatan pakan biasanya didasarkan pada
pertimbangan kebutuhan nutrisi ikan, kualitas bahan baku dan nilai ekonomis.
Dengan pertimbangan yang baik, dapat dihasilkan pakan buatan yang disukai
oleh ikan serta aman bagi ikan (Dharmawan, 2010). Salah satu pakan ikan
buatan yang sering dijumpai dipasaran adalah pelet.
1.2 TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan laporan ini untuk menambah
pengatahuan dan wawasan mahasiswa mengenai bagamiana manajemen
pemberian pakan pada benih ikan lele sangkuriang (Clarias Sp) yang meliputi
jenis pakan yang digunakan, ukuram pakan, kandungan pakan, frekuensi
pemberian pakan, dosis / jumlah pakan yang diberikan dan waktu pemberian
pakan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 IKAN LELE SANGKURIANG (CLARIAS SP)
Sebagaimana halnya ikan lele, Lele Sangkuriang (Clarias sp) memiliki
ciri-ciri identik dengan lele dumbo sehingga sulit untuk dibedakan. Secara
umum, ikan lele sangkuriang dikenal sebagai ikan berkumis atau catfish.
Tubuh ikan lele sangkuriang ini berlendir dan tidak bersisik serta memiliki
mulut yang relatif lebar yakni ¼ dari panjang total tubuhnya. Ciri khas dari lele
sangkuriang adalah adanya empat pasang sungut yang terletak di sekitar
mulutnya. Keempat pasang sungut tersebut terdiri dari dua pasang sungut
maxiral/ rahang atas dan dua pasang sungut mandibula/rahang bawah
(Lukito, 2002).

Gambar Ikan Lele Sangkuriang ( Clarias Sp )

Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp) menurut Kordi (2010)


adalah sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Siluroidae
Famili : Claridae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias sp
Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp) dilengkapi sirip tunggal dan sirip
berpasangan, sirip tunggal adalah sirip punggung dan sirip ekor. Sedangkan
sirip berpasangan adalah sirip perut dan sirip dada. Sirip dada yang keras
disebut patil (Khairuman dan Amri, 2009). Menurut Djoko (2006) ikan lele
sangkuriang mempunyai bentuk badan yang berbeda dengan jenis ikan
lainya. Seperti ikan mas, gurami dan tawes. Alat pernafasan lele sangkuriang
berupa insang yang berukuran kecil sehingga lele sangkuriang sering
mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan oksigen. Ikan lele
sangkuriang mengalami kesulitan dan memenuhi kebutuhan oksigen,
akibatnya lele sangkuriang sering mengambil oksigen dengan muncul ke
permukaan. Alat pernafasan tambahan terletak di rongga insang bagian atas,
alat berwarna kemerahan penuh kapiler darah dan mempunyai tujuk pohon
rimbun yang biasa disebut “arborescent organ”.
2.2 HABITAT IKAN LELE SANGKURIANG (CLARIAS SP)
Habitat atau lingkungan hidup lele sangkuriang adalah air tawar,
meskipun air yang terbaik untuk memelihara lele sangkuriang adalah air
sungai, air saluran irigasi, air tanah dari mata air, maupun air sumur, tetapi
lele sangkuriang relatif tahan terhadap kondisi air yang menurut ukuran
kehidupan ikan dinilai kurang baik. Ikan lele sangkuriang juga dapat hidup
dengan padat penebaran tinggi maupun dalam kolam yang kadar oksigennya
rendah, karena ikan lele sangkuriang mempunyai alat pernapasan tambahan
yang disebut arborescent yang memungkinkan lele sangkuriang mengambil
oksigen langsung dari udara untuk pernapasan (Himawan, 2008).
Menurut Djoko (2006), faktor-faktor yang berhubungan dengan
lingkungan hidup ikan senantiasa harus dijaga dan diperhatikan. Faktor-faktor
tersebut antara lain adalah suhu berkisar antara 24°C – 30ºC, pH 6,5 – 7,5,
oksigen terlarut 5–6 mg/l. Dengan kondisi perairan tersebut di atas ikan lele
dapat hidup dengan baik mengenai kepesatan tubuhnya maupun kemampuan
dalam menghasilkan benih ikan.
Menurut (Effendi, 1997) pertumbuhan adalah penambahan ukuran
panjang atau bobot ikan dalam kurun waktu tertentu yang dipengaruhi oleh
pakan yang tersedia, jumlah ikan, suhu, umur dan ukuran ikan. Faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan yaitu tingkat kelangsungan hidup ikan
dipengaruhi oleh manejemen budidaya yang baik antara lain padat tebar,
kualitas pakan, kualitas air, parasit atau penyakit (Irawati, 2012).

2.3 PAKAN DAN KEBIASAAN MAKAN IKAN LELE SANGKURIANG


(CLARIAS SP)
Menurut Suyanto (2006), ikan lele digolongkan sebagai ikan carnivora.
Pakan alami yang baik untuk benih ikan lele adalah jenis zooplankton seperti
Moinasp., Dapnia sp., cacing-cacing, larva (jentik-jentik serangga), siput-siput
kecil dan sebagainya. Pakan alami biasanya digunakan untuk pemberian
pakan lele pada fase larva sampai benih. Selain pakan alami, lele juga
memerlukan pakan tambahan untuk pertumbuhan dan mempercepat
kematangan gonad. Jenis pakan tambahannya harus banyak mengandung
protein hewani yang mudah dicerna. Pakan tambahan tersebut harus dapat
mempercepat pertumbuhan sehingga produksi yang diharapkan dapat
tercapai. Pakan tambahan yang digunakan dapat berupa pelet komersial
yang mengandung protein di atas 20% (Prihartono et al., 2000).
Ikan lele biasanya mencari makanan di dasar kolam (Suyanto, 2006).
Peningkatan nafsu makan ikan lele sangkuriang seiring dengan peningkatan
suhu air dan kebiasaan hidupnya. Ikan lele sangkuriang lebih banyak
beraktivitas pada malam hari atau sering disebut nokturnal terutama dalam
hal mencari makan. Namun, karena sudah menjadi kebiasaan, maka tidak
jarang lele sangkuriang yang beraktivitas pada siang hari. Oleh karena itu,
pemberian pakan sebaiknya dilakukan antara 2-3 kali sehari, yaitu pada pagi
sekitar puku 09.00 WIB, sore menjelang malam sekitar pukul 17.0018.00 WIB
dan malam sekitar pukul 20.00-22.00 WIB (Prihartono et al., 2000).
Ikan lele sangkuriang memiliki tubuh yang lebih panjang dibandingkan
Lele Dumbo biasa, berwarna hitam, hitam keunguan, atau hitam kehijauan
pada bagian punggung dan putih kekuningan pada bagian perut serta bagian
samping totoltotol. Lele sangkuriang memiliki empat pasang sungut yang
berfungsi penting sebagai alat penciuman dan alat peraba. Hal ini merupakan
ciri khas golongan catfish. dan memiliki sirip dengan jumlah yang sama
dengan sirip lele Dumbo pada umumnya, terdiri dari tiga sirip tunggal dan dua
sirip berpasangan (Warisno dan Dahana 2009).
Menurut Mahyudin (2008), Ikan lele sangkuriang termasuk dalam
golongan pemakan segala, tetapi cenderung pemakan daging (karnivora).
Ikan lele sangkuriang merupakan jenis ikan yang memiliki kebiasaan makan
di dasar perairan atau kolam (bottom feeder). Ikan lele sangkuriang seperti
ikan lele lainnya bersifat nokturnal, yaitu mempunyai kecenderungan
beraktivitas dan mencari makan pada malam hari tetapi dalam usaha
budidaya akan beradaptasi (diurnal). Pada siang hari lele lebih suka berdiam
atau berlindung di bagian perairan yang gelap. Pada kolam pemeliharaan,
terutama pada budidaya intensif, lele dapat dibiasakan diberi pakan pelet
pada pagi hari atau siang hari, walaupun nafsu makannya tetap lebih tinggi
jika diberikan pada malam hari (Puslitbang Perikanan, 1992). Ikan lele
sangkuriang tahan hidup di perairan yang mengandung sedikit oksigen dan
relatif tahan terhadap pencemaran bahan-bahan organik (Mahyudin, 2008).
Sementara itu, lele sangkuriang juga memakan larva jentik nyamuk, serangga
atau siput-siput kecil. Meskipun demikian, jika telah dibudidayakan misalnya
dipelihara di kolam lele dapat memakan pakan buatan seperti pellet, limbah
peternakan ayam, dan limbah-limbah peternakan lainnya (Himawan, 2008).
Menurut Lukito (2002) bahwa pakan buatan pabrik dalam bentuk pellet
sangat digemari induk lele, tetapi harga pelet relatif mahal sehingga
penggunaannya harus diperhitungkan agar tidak rugi. Ikan lele sangkuriang
dapat memakan segala macam makanan, tetapi pada dasarnya bersifat
karnivora (pemakan daging), maka pertumbuhannya akan lebih pesat bila
diberi pakan yang mengandung protein hewani dari pada diberi pakan dari
bahan nabati .
Menurut Khairuman dan Amri (2002), kualitas air yang layak untuk ikan
Lele Sangkuriang yaitu dengan suhu 20-27ºC, oksigen terlarut (DO) kurang
dari 2 ppm, kandungan karbondioksida (CO2) lebih dari 15 ppm, kandungan
NO2 (Nitrit) sebesar 0,25 ppm, kandungan NO3 (Nitrat) sebesar 250 ppm dan
pH sebesar 6,5-8.
2.4 PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (CLARIAS SP)
Menurut Effendi (1997) pertumbuhan adalah penambahan ukuran
panjang atau bobot ikan dalam kurun waktu tertentu yang dipengaruhi oleh
pakan yang tersedia, jumlah ikan, suhu, umur dan ukuran ikan. Faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan yaitu tingkat kelangsungan hidup ikan
dipengaruhi oleh manejemen budidaya yang baik antara lain padat tebar,
kualitas pakan, kualitas air, parasit atau penyakit.
Ikan yang berukuran kecil memerlukan energi yang lebih besar dari
pada ikan yang lebih besar dan mengkonsumsi pakan relatif lebih tinggi
berdasarkan persen bobot tubuh. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal. Faktor internal meliputi: keturunan, umur, ketahanan
terhadap penyakit, dan kemampuan memanfaatkan makanan, sedangkan
faktor eksternal meliputi suhu, kualitas dan kuantitas makanan, serta ruang
gerak (Gusrina, 2008).

2.5 KEBUTUHAN NUTRISI IKAN LELE SANGKURIANG (CLARIAS SP)


Ikan membutuhkan energi untuk pertumbuhan yang diperoleh dari
pakan. Kebutuhan pakan untuk setiap ikan tentunya berbeda – beda.
Kandungan nutrisi yang dibutuhkan oleh ikan dalam pakan untuk mencapai
pertumbuhan maksimal adalah protein, karbohidrat, vitamin dan mineral
(Khairuman dan Amri, 2009). Pemberian pakan yang efektif dan efesien akan
mengahsilkan pertumbuhan ikan yang optimal. Pada dasarnya kebutuhan gizi
ikan sangat tergantung pada jenis serta tingkat stadiannya. Ikan pada stadia
benih umumnya memerlukan komposisi pakan dengan kandungan protein
lebih tinggi dibandingkan dengan stadia lanjut berusia dewasa karena pada
tingkat stadia benih zat makanan tersebut difungsikan untuk
mempertahankan hidup dan juga untuk pertumbuhannya. Pada stadia benih
memerlukan pakan berbentuk tepung (powder) atau remah (crumble),
sedangkan pada tingkat stadia lanjut berbentuk pelet. Syarat mutu pakan
untuk benih lele mengandung <12% kadar air, <13% abu, >30% protein, >5%
lemak dan <6% kasar (Cahyono, 2001).
Protein merupakan sumber energi utama yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan ikan lele. Kebutuhan terhadap protein dipengaruhi oleh suhu air,
ukuran tubuh, kepadatan, serta tingkat oksigen. Ikan omnivore dan herbivora
membutuhkan protein yang cukup tinggi untuk meningkatkan pertumbuhan.
Ikan mengunakan protein sebagai sumber energi yang utama (Fujaya, 2004).
Pada catfish rasio energy protein berkisar antara 7,4-12 kkal/g, apabila terjadi
peningkatan rasio pakan catfish diatas kisaran ini akan meningkatkan deposit
lemak dan jika energi terlalu rendah, pertumbuhan ikan akan melambat
(Cahyono, 2001).
Lemak merupakan bahan cadangan energi yang pertama bagi ikan.
Lemak digunakan ikan saat kekurangan makanan. Lemak mengandung asam
lemak yang dapat diklarifikasikan sebagai asam lemak jenuh. Asam lemak
jenuh dan tidak jenuh. Asam lemak tak jenuh ditandai dengan ikatan rangkap,
sedangkan asam lemak jenuh ditandai dengan tidak adanya ikatan rangkap.
Asam lemak tak jenuh biasanya lebih mudah diserap daripada asam lemak
jenuh. Kebutuhan lemak bagi ikan berbeda-bedadan sangat tergantung dari
stadia ikan, jenis ikan dan lingkungan. Lemak merupakan sumber energi yang
sangat efektif untuk ikan. Lemak dalam pakan berfungsi sebagai sumber
energi seperti halnya karbohidrat (Gusrina, 2008).

Menurut Umar (2008), Karbohidrat adalah komponen pembentuk


energi yang sederhana karena tersusun dari tiga unsur yaitu karbon (C),
hydrogen (H), dan oksigen (O). Karbohidrat tidak terlalu penting bagi
pertumbuhan ikan, karena pada system pencernaan ikan tidak memiliki enzim
yang mampu mencerna karbohidrat dengan sempurna. Namun karbohidrat
berperan dalam proses pembentukan asam amino non-esensial dan asam
nukleat. Daya cerna ikan terhadap karbohidrat sangat rendah dan ini
tergantung jenis ikannya. Pertumbuhan dan bertahan hidup vitamin
dibutuhkan dan efektif pada jumlah yang sedikit. Vitamin tidak menghasilkan
energi dan tidak menjadi satuan unit pembangun, namun vitamin berperan
dalam transformasi energi dan pengaturan metabolisme tubuh. Vitamin dibagi
menjadi dua golongan yang larut pada air dan golongan yang larut pada
lemak, vitamin yang termasuk pada golongan larut air adalah vitamin B dan C,
sedangkan vitamin yang larut pada lemak adalah vitamin A, D, E,dan K
(Sahwan, 2002).
Berdasarkan uraian diatas, maka kebutuhan nutrisi pada ikan lele
sangkuriang dapat di lihat pada uraian dibawah ini : Kebutuhan Nutrisi Ikan
Lele Sangkuriang Nutrisi Kebutuhan (%)
Protein 20 – 60
Karbohidrat 50
Lemak 4 – 18
Serat kasar 10-15
Kadar air < 14
Sumber : (SNI : 01 – 6484.4 – 2002)
2.6 KUALITAS AIR
Kualitas air merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam budidaya
ikan. Menurut Harper (2008), pertumbuhan ikan salah satunya dipengaruhi
oleh faktor eksternal yang berhubungan dengan pakan dan lingkungan.
Faktor- faktor eksternal tersebut diantaranya adalah suhu, oksigen, komposisi
kimia, bahan buangan metabolit dan ketersediaan pakan. Suplai oksigen di
perairan sebaiknya berbanding lurus dengan kepadatan ikan dan jumlah
pakan yang dikonsumsi oleh ikam. Suhu merupakan faktor yang
mempengaruhi laju metabolisme dan kelarutan gas dalam air (Zonneveld et
al. 1991). Suhu yang semakin tinggi akan meningkatkan laju metabolisme
ikan sehingga respirasi yang terjadi semakin cepat. Kualitas air media hidup
lele tentang suhu, pH, laju pergantian, ketinggian air, dan kecerahan disajikan
dalam uraian dibawah ini :
Parameter Kebutuhan Suhu 25ºC - 30ºC
Ph 6,5 – 8,6
Laju pergantian air (10-15) % perhari
Ketinggian air 50 cm - 70 cm
Kecerahan 25 cm – 35 cm
Sumber : (SNI : 01 – 6484.4 – 2002)
Pengelolaan kualitas air merupakan suatu uasaha untuk
mengusahakan dan mempertahankan air tersebut tetap berkualitas dan dapat
dimanfaatkan untuk budidaya ikan lele sangkuriang. Penurunan kualitas air
dapat mengakibatkan pertumbuhan terhambat dan dapat mengakibatkan
kematian (Boyd 1991).
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.6 WAKTU DAN TEMPAT


Wawancara ini dilakukan pada hari kamis, 2 Desember 2021.
Wawancara ini dilakukan di Hatchery Laboratorium Produksi dan Manajemen
Budidaya Perikanan, Politani Negeri Kupang.
3.2 SUMBER DATA LAPORAN
Sumber data dalam penelitian kualitatif deskriptif yaitu melalui
wawancara, observasi, foto, dan lainnya. Sumber data yang digunakan dalam
laporan ini yaitu:
1. Sumber Data Primer
Sumber data primer diperoleh melalui wawancara dan pengamatan
langsung di lapangan. Sumber data primer merupakan data yang
diambil langsung oleh penulis kepada sumbernya tanpa ada perantara
dengan cara menggali sumber asli secara langsung melalui
responden. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah kepala
laboratorium Bapak Teodorus Dedi Un
2. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder diperoleh melalui dokumentasi dan studi
kepustakaan dengan bantuan media cetak dan media internet serta
catatan lapangan. Sumber data sekunder merupakan sumber data
tidak langsung yang mampu memberikan data tambahan serta
penguatan terhadap data laporan.
3.3 TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara memperoleh data-
data yang diperlukan dalam penelitian. Dalam penelitian ini teknik yang
digunakan antara lain sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi merupakan aktivitas penelitian dalam rangka
mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah penelitian melalui
proses pengamatan langsung di lapangan. Peneliti berada ditempat itu,
untuk mendapatkan bukti-bukti yang valid dalam laporan yang akan
diajukan. Observasi adalah metode pengumpulan data dimana penulis
mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama
pengamatan (W. Gulo, 2002: 116).
Dalam observasi ini peneliti menggunakan jenis observasi non
partisipan, yaitu peneliti hanya mengamati secara langsung keadaan
objek, tetapi peneliti tidak aktif dan ikut serta secara langsung (Husain
Usman, 1995: 56).
Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara mengamati
suatu fenomena yang ada dan terjadi. Observasi yang dilakukan
diharapkan dapat memperoleh data yang sesuai atau relevan dengan
topik penelitian. Hal yang akan diamati yaitu prosesi Kirab Budaya
Suran Mbah Demang di Dusun Modinan, Desa Banyuraden. Observasi
yang dilakukan, penelitian berada di lokasi tersebut dan membawa
lembar observasi yang sudah dibuat.
2. Wawancara (interview)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Lexy J.
Meleong, 2010: 186). Ciri utama wawancara adalah kontak langsung
dengan tatap muka antara pencari informasi dan sumber informasi.
Dalam wawancara sudah disiapkan berbagai macam pertanyaan
pertanyaan tetapi muncul berbagai pertanyaan lain saat meneliti.
Melalui wawancara inilah penulis menggali data, informasi, dan
kerangka keterangan dari subyek penelitian. Teknik wawancara yang
dilakukan adalah wawancara bebas terpimpin, artinya pertanyaan yang
dilontarkan tidak terpaku pada pedoman wawancara dan dapat
diperdalam maupun dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi
lapangan. Wawancara dilakukan kepada Bapak Teodorus selaku
kepala laboratorium
3. Dokumentasi
Penggunaan dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian
sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai
sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk
meramalkan (Lexy J. Moleong, 2010: 217). Adanya dokumentasi untuk
mendukung data. Hal-hal yang akan didokumentasikan dalam
pengamatan ini adalah jenis pakan, jenis ikan,kontruksi kolam, alat
ukur kualitas air dan jadwal tersusun pemberian pakan pada benih ikan
lele sangkuriang ( Calrias sp )
3.4 INSTRUMEN PENGAMATAN
Instrumen merupakan alat pada waktu pengamatan menggunakan
suatu metode (Suharsini, 1993: 168). Dalam pengamatan ini menggunakan
metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Maka dari itu, instrumen
yang dibutuhkan adalah pedomen observasi, pedomen wawancara, alat
perekam, kamera, serta alat tulis.
Instrumen dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri (human
instrument) yang disertai alat bantuan berupa kamera. Dalam penelitian
kualitatif, peneliti memiliki kedudukan sebagai perencana, pelaksana,
pengumpulan data, analisis, penafsir data dan pada akhirnya menjadi pelapor
hasil pengamatanya (Lexy J. Moleong, 2012: 168).
3.5 VALIDITAS DATA
Dalam teknik pemeriksaan keabsahan data, penulis menggunakan tiga
cara, yakni:
1. Triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Lexy J.
Moleong, 2010: 330). Hal ini dilakukan dengan cara membandingkan
data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, membandingkan
keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan
pendangan orang lain dan membandingkan hasil wawancara dengan
isi dokumen yang berkaitan.
2. Ketekunan Pengamatan, bermaksud menemukan ciri dan unsur dalam
situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang
dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal itu secara rinci.
Pengamatan yang dilakukan adalah dengan teliti dan rinci serta
berkesinambungan terhadap partisipasi masyarakat pada tradisi Suran
Mbah Demang sebagai kearifan lokal untuk kemudian ditelaah secara
rinci sehingga bisa dipahami.
3. Diskusi dengan teman. Teknik ini dilakukan dengan cara
mendiskusikan dengan teman-teman dalam bentuk diskusi analitik
sehingga kekurangan dari penelitian dapat segera disingkap dan
diketahui agar pengertian mendalam dapat segera ditelaah.
3.1 TEKNIK ANALISIS DATA
Menurut Patton, analisa data merupakan proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan suatu uraian dasar
sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti
yang disarankan oleh data. Beberapa tahapan model analisis interaktif Miles
dan Herberman melalui empat tahap, yakni pengumpulan data, reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan:
1. Pengumpulan data (data colection) Data yang diperoleh dari hasil
observasi, wawancara dan dokumentasi dicatat dalam catatan
lapangan yang terdiri dari dua aspek, yaitu deskripsi dan refleksi.
Catatan deskripsi merupakan data alami yang berisi tentang apa yang
dilihat, didengar, dirasakan dan dialami sendiri oleh penelitian tanpa
adanya pendapat dan penafsiran dari peneliti tentang fenomena yang
dijumpai. Sedangkan catatan refleksi yaitu catatan yang memuat
kesan, komentar tafsiran peneliti tentang temuan yang dijumpai dan
merupakan bahan rencana pengumpulan data untuk tahap berikutnya.
Untuk mendapatkan catatan ini peneliti melakukan wawancara dengan
beberapa informan.
2. Reduksi data (data reduction) Reduksi data merupakan proses seleksi,
penyederhanaan, dan abstraksi. Cara mereduksi data adalah dengan
melakukan seleksi, membuat ringkasan atau uraian singkat,
menggolong-golongkan ke polapola dengan membuat transkip,
penelitian untuk mempertegas, memperpendek, membuat fokus,
membuat bagian yang tidak penting dan mengatur agar dapat ditarik
kesimpulan. Data yang berasal dari hasil wawancara dengan subyek
penelitian dan dokumentasi yang didapat akan diseleksi oleh peneliti.
Kumpulan data akan dipilih dan dikategorikan sebagai data yang
relevan dan data yang mentah. Data yang mentah dipilih kembali dan
data yang relevan sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan
penelitian akan disiapkan untuk proses penyajian data.

3. Penyajian Data (data display)Penyajian data yaitu sekumpulan


informasi tersusun sehingga memberikan kemungkinan penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Agar sajian data tidak
menyimpang dari pokok permasalahan maka sajian data dapat
diwujudkan dalam bentuk matrik, grafis, jaringan atau bagan sebagai
wadah panduan informasi tentang apa yang terjadi. Data disajikan
sesuai dengan apa yang diteliti.
4. Penarikan kesimpulan (conclusion) Penarikan kesimpulan adalah
usaha untuk mencari atau memahami makna, keteraturan pola-pola
penjelasan, alur sebab akibat atau proporsi. Kesimpulan yang ditarik
segera diverifikasi dengan cara melihat dan mempertanyakan kembali
sambil melihat catatan lapangan agar memperoleh pemahaman yang
lebih tepat. Selain itu juga dapat dilakukan dengan mendiskusikan. Hal
tersebut dilakukan agar data yang diperoleh dan penafsiran terhadap
data tersebut memiliki validitas sehingga kesimpulan yang ditarik
menjadi kokoh (Burhan Bungin, 2010: 70). Untuk mendapatkan hasil
kesimpulan data yang valid, maka perlu diperhatikan langkah-langkah
berikut ini:
 Mencatat poin-poin terpenting yang didapat dari
lapangan, kemudian diuraikan secara luas dan
dikembangkan sesuai dengan keadaan, pengamatan,
dan hasil data dilapangan.
 Peneliti mengumpulkan data dari berbagai sumber
informasi. Peneliti mengambil data secara detail mulai
dari foto-foto, pengamatan, hasil wawancara dan
dokumentasi.
 Pemilihan informan yang tepat sesuai dengan pemilihan
data.
 Peneliti harus jeli dalam memperhatikan proses di
lapangan agar hasilnya maksimal dan dapat
dipertanggungjawabkan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 MANAJEMEN PEMBERIAN PAKAN


Manajemen pemberian pakan merupakan tindakan yang dilakukan
untuk mengontrol cara maupun waktu pemberian pakan agar sesuai dengan
kebutuhan organisme yang dibudidayakan. Dalam hal ini Hatchery
Laboratorium Produksi dan Manajemen Budidaya Perikanan, Politani Negeri
Kupang Memelihara benih untuk ikan konsumsi dengan manajemen
pemberian pakan penih dengan cara Etstatation atau diberi makan sedikit
demi sedikit hingga kenyang. Berikut hal-hal yang diamati di lokasi budidaya
1. Jenis pakan
Untuk stadia benih, jenis pakan yang digunakan di Hatchery
Laboratorium Produksi dan Manajemen Budidaya Perikanan, Politani
Negeri Kupang tergantung ukuran benih. Pada saat benih berukuran 1
– 2 cm maka diberikan pakan Mem, hingga mencapai ukuran 3 – 7cm
akan diberikan pakan pellet Pf 500, Hi-pro-vite 782 -1, -2 dan f 999
2. Ukuran pakan
Seiring pertumbuhan benih pakan yang digunakan disesuaikan
dengan ukuran mulut benih. Mem berukuran 200-300 mikron, Pf 500
berukuran 1.5 – 1.7 mm, Hi – Pro – Vite -1 berukuran 3mm sedangkan
-2nya berukuran 4 mm dan pakan ff 999 berukuran 0,5 – 0,9 mm
3. Kandungan Pakan
 Pakan mem mengandung 60% Protein, Moisture 80%, Lipids
15%, Ash 14.5%, Fiber 1,5 % dan juga beberapa vitamin seperti
vitamin A, C, D3 dan E.

 Pakan Pf 500 mengandung protein Min 39-41 %, Lemak min


5%, Serat max 6%, Abu Max 18 %, dan kadar air Max 10%
 Pakan pellet Hi Pro Vite 782 – 1 dan – 2 kandungan nutrisinya
hampir sama hanya berbeda pada ukuran dan kandungan
proteinnya saja, kandungan protein pada -1 lebih tinggi dari -2.
Kandungan nutrisi pada pakan pelet Hi pro vite -1 dan -2 antara
lain : protein 31 -33 % ( -1 ) protein 30% ( -2 ), Lemak 4 – 6%,
Fiber 3 – 5%, Kadar air 9 -10 %

 Pakan pellet Ff 999 mengandung protein 35 %, lemak 2%, serat


3%, abu 13 %, kadar air 12 %.
4. Dosis / Jumlah Pakan
Dosis pakan yang diberikan disesuaikan dengan bobot dari
benih yaitu 3 %. Perlakuan ini dilakukan pada saat ikan sudah
mencapai ukuran 5 – 7 cm.
5. Frekuensi dan waktu pemberian pakan
Frekuensi pemberian pakan pada benih ikan lele di lakukan 3 x
dalam sehari dengan waktu pemberian pakan pagi hari jam 07 : 00,
siang hari jam 12 : 00 dan sore hari jam 16 : 00 dengan cara
Etstatation yaitu sedikit demi sedikit hingga kenyang
BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Manajemen pemberian pakan merupakan tindakan yang dilakukan
untuk mengontrol cara maupun waktu pemberian pakan agar sesuai dengan
kebutuhan organisme yang dibudidayakan. Manajemen pemberian pakan
yang diberlakukan di Hatchery Laboratorium Produksi dan Manajemen
Budidaya Perikanan, Politani Negeri Kupang yaitu dengan cara Etstatation
atau diberi makan sedikit demi sedikit hingga kenyang. Cara ini dilakukan
agar benih yang dibudidayakan dapat bertumbuh dan berkkembang lebih
cepat.
Jenis pakan yang digunakan ada beragam yang disesuaikan dengan
ukuran mulut pada ikan yaitu mulai dari pakan Mem, pf 500, Hi pro vite 782 -1
dan -2 serta pakan pellet Ff 999. Pakan ini mengandung nutrisi yang baik
untuk tumbuh kembang dari benih tersebut
Frekuensi dan waktu pemberian pakan pada benih iken lele
sangkuriang di berikan pakan 3 x dalam sehari yaitu jam 07 : 00 pagi, jam 12 :
00 dan jam 16 : 00
DAFTAR PUSTAKA

Boyd, C.E. 1990. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier
Science Publishing Company Inc., New York Calhoun, A. 1966. Inland Fisheries
Management. Departement of Fish and Game, Calofornia.
BSNI : 01-6484.3-2000. Produksi Induk Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus x Claria
fuscus) Kelas Induk Pokok (Parent Stock). BSN. Jakarta.
Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.
Effendi, R., D. S. Sjafie, M. F. Raharjo, dan Sulistiono. 2005. Fisiologi Ikan:
Pencernaan dan Penyerapan Makanan. Institut Pertanian Bogor.
Fujaya, Y. 2008. Fisiologi Ikan: Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Rineka
Cipta. Jakarta.
Ghufran. H. Kordi. K. 2010. Panduan Lengkap Memelihara Ikan Air Tawar di Kolam
Terpal. Lily Publisher. Yogyakarta.
Ghufran. H. Kordi. K dan A. B. Tancung. 2010. Pengelolaan Lualitas Air Dalam Budi
Daya Perairan. Rineka Cipta. Jakarta.
Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2011. Budidaya Lele Sangkuriang (Clarias sp.).
http://www.pusluh.kkp.go.id. Diunduh 11 oktober 2012.
Lee, S. M., U. G. Hwang and S. H. Cho. 2000. Effeck of Feeding Frequency and
Dietari Moisture content on growth, body composition and grastic evacuation of
juvenile Korean Rockfish (Sbastes schlegeli). Aquaculture Vol : 187.309-409.
Lossordo. T.M., M.P. Masser, dan J. Rakocy. 1998. Recirculating Aquaculture Tank
Production Systems : An Overview of Critical Considerations. SRAC. University of
The Virgin Island. USA.
Maishela. B., Suparmono., Diantari. R dan M. Muhaemin. 2013. Pengaruh
Fotoperiode Terhadap Pertumbuhan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Rekayasa
dan Teknologi Budidaya Perairan. Vol I No 2 Februari 2013.
Masser, M.P., J. Rakocy and T.M. Lossordo. 1999. Recirculating Aquaculture Tank
Production Systems : Management of Recirculating Systems. SRAC. University of
The Virgin Island. USA.
Mudjiman, A. 2009. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta

Mulyadi., M.T. Usman dan Suryani. 2010. Pengaruh Frekuensi Pemberian Pakan
Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Selais
(Ompok hypophthalamus). Berkala Perikanan Terubuk. Volume. 38 No 2
Murhananto. 2002. Pembesaran Lele Dumbo di Pekarangan. PT Agromedia
Pustaka. Tangerang.
Nugroho, E dan Kristanto. A. H. 2008. Panduan Lengkap Ikan Konsumsi Air Tawar
Populer. Penebar Swadaya. Jakarta
Puspaningsih, D., A. H. Kristanto dan Sutrisno. 2008. Pemanfaatan Kolam Deras
Tergenang Untuk Produksi Benih Nilem (Osteochillus hassetlti) dalam Jurnal
Teknologi Perikanan. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Jakarta. Vol : 978-979-786-
025-7.
Rahardjo, M, F., Sjafei. D. S., Affandi. R dan Sulistiono. 2011. Ikhtiology. Lubuk
Agung. Bandung.
Rustidja. 1999. Perbaikan Mutu Genetik Ikan Lele Dumbo dan Cryopreservation.
Prosiding Pertemuan Perekayasaan Teknologi Perbenihan Agribisnis Ikan Air
Tawar, Payau, dan Laut. Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian,
Jakarta.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan, jilid I dan II. Binacipta,
Bandung.
Samsudin, R., N, Suhenda dan Kusdiarti. 2008. Penentuan Frekuensi Pemberian
Pakan Untuk Pertumbuhan dan Sintasan Benih Ikan Baung (Mystus nemurus) dalam
Jurnal Teknologi Perikanan. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Jakarta. Vol : 978-
979-786-025-7.
Subamia, I, w., Musa, A dan Nina, M. 2008. Pengaruh Waktu Pemberian Pakan
Pada Pemeliharaan Benih Ikan Balashark (Balantiocheilus melanopterus) Terhadap
Pertumbuhan Dan Sintasan Ikan Uji dalam Jurnal Teknologi Perikanan. Pusat Riset
Perikanan Budidaya. Jakarta. Vol : 978-979-786025-7.
Sumpeno, D. 2005. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Dumbo
(clarias sp.) Pada Padat Penebaran 15, 20,25 dan 30 Ekor/Liter Dalam Penebaran
Secara Indoor Dengan Sistem Resirkulasi. Skripsi. Fakultas Perikanan. IPB.
Supian, E. 2012. Penaggulangan Hama dan Penyakit Pada Ikan. Pustaka Baru.
Yogyakarta.
Suyanto, R. R. 2006. Budidaya Ikan Lele. Penebar Swadaya, Jakarta.
Syamsir, M. 2011. Pengaruh Wadah Pemeliharaan Terhadap Pertumbuhan Ikan
Lele Dumbo (Clarias gariepinus Burchell). Karya Ilmiah Fakultas Perikanan.
Universitas Dharmawangsa.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai