Powered by Translate
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Benih adalah salah satu sarana vital dalam pengembangan sistem usaha perikanan
budidaya. Sistem pengadaan, distribusi maupum mutu benih seringkali dituduh sebagai
penyebab utama kegagalan usaha budidaya. Adanya ketersediaan induk dan benih udang
yang semakin menipis di alam bebas menyebabkan semakin menurunnya produksi udang
hasil tangkapan, sehingga produksi udang hasil budidaya perlu ditingkatkan.
Telah disadari bahwa peningkatan produksi udang melalui budidaya tersebut hanya
mungkin dapat dicapai bila suplay faktor-faktor produksi, khususnya benih udang dapat
terjamin sepenuhnya. Pengembangan teknik-teknik pembenihan udang harus terus dilakukan
untuk menunjang kegiatan budidaya atau pembesaran udang ini. Diantara jenis-jenis
komoditas udang laut yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi adalah udang windu
(Penaeus monodon Fab). Udang windu ini telah memberikan kontribusi yang sangat berarti
bagi pendapatan devisa Negara, khususnya pada sektor perikanan melalui kegiatan ekspor
produk udang ke luar negeri (Anonim, 1993).
Untuk menunjang usaha budidaya, yang harus dilakukan adalah dengan mendirikan
balai-balai pembenihan (hatchery) udang windu.Keberhasilan usaha pembenihan udang
windu merupakan langkah awal dalam sistem mata rantai budidaya. Keberhasilan
pembenihan tersebut pada akhirnya akan mendukung usaha penyediaan benih udang windu
yang berkualitas.
Menurut Anonim (1993), produksi dapat menguntungkan dari suatu budidaya
perikanan, salah satunya budidaya udang windu sangat sulit dikembangkan dengan baik,
karena berbagai faktor dan kegagalan dalam pembenihan udang windu, disebabkan beberapa
faktor salah satu diantaranya adalah rendahnya kualitas telur induk udang windu atau
nauplius. Kualitas telur atau nauplius berhubungan dengan angka kematian atau pertumbuhan
larva.
B. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari Kegiatan Praktek Kerja Lapang di Hatchery CV. Windu Amal Mandiri ini
adalah untuk mengetahui :
1. Mengetahui teknik penanganan larva udang windu.
2. Mengetahui cara, jenis dan dosis pemberian pakan pada larva udang windu.
3. Mengetahui penanganan kualitas air serta pencegahan yang dilakukan terhadap penyakit pada
larva udang windu.
Adapun manfaat dari praktek kerja lapang (PKL) ini adalah :
1. Menambah pengalaman PKL di lapangan.
2. Menambah wawasan dan pengetahuan melalui penerapan teori dan praktek lapangan dalam
penanganan larva udang windu.
3. Menjadi bahan bacaan dan informasi dalam tekhnik penanganan larva udang windu bagi
kalangan akademisi dan masyarakat pada umumnya.
III. METODELOGI
B. Prosedur Kerja
Adapun prosedur Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang saya rencanakan di CV. Windu
Amal Mandiri, yaitu :
1. Mengikuti seluruh kegiatan yang ada di CV. Windu Amal Mandiri.
2. Mencatat, mengamati, serta mendokumentasikan semua kegiatan penanganan larva
udang windu, mulai dari stadia zoea, mysis dan post larva.
3. Wawancara dengan teknisi Hatchry di CV. Windu Amal Mandiri.
2. Bahan
a. Air laut
b. Air tawar
c. Induk udang windu
d. Pakan, Vitamin dan obat2an
e. Bahan-bahan pengukur kualitas air
Gambar 4. Alat dan bahan di CV. Windu Amal Mandiri
B. Persiapan Awal
Sebelum melakukan proses pembenihan atau pembelian induk udang windu, terlebih
dahulu segala sarana pembenihan yang akan digunakan harus dipersiapkan seperti :
a. Pembersihan Bak
Langkah awal yang harus dilakukan sebelum memulai suatu produksi adalah
membersihkan atau mencuci semua bak yang telah di gunakan pada produksi sebelumnya,
Adapun bak-bak yang harus di persiapkan dan dibersihkan terlebih dahulu adalah sebagai
berikut :
Bak tandon air laut
Bak pemeliharaan larva
Bak penampungan induk
Bak harus dibersihkan dari segala kotoran baik bakteri atau jamur yang masih melekat
pada bak, bak harus dibersihkan dengan menggunakan detergen dan kaporit, bahan-bahan
organic seperti amoniak yang masih tersisa akan mengganggu kehidupan dan biasa
mematikan larva, selain itu mikro organisme (jasad-jasad renik) yang masih menempel yang
belum mati akan menimbulkan suatu penyakit. Oleh karena itu pembersihan media
pembenihan harus terjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan.
b. Penyedotan Air Laut
Penyedotan atau pemompaan air laut dilakukan pada saat air laut pasang, pompa
penyedotan air luaut di CV. Windu Amal Mandiri dengan menggunakan sumber tenaga
mesin diesel, serta pipa paralon yang berdiameter 3 inch sepanjang ± 600 m, dan pada ujung
pipa paralon tersebut di beri kurungan kotak yang terbuat dari papan serta dilapisi saringan
halus, guna untuk menyaring kotoran secara langsung dari laut. Hasil dari proses penyedotan
air laut tersebut ditampung pada bak tandon air laut dan diaerasi ± 12 jam.
d. Proses Treatmen
Sebelum digunakan untuk beroprasi, media air laut hasil dari proses filterisasi perlu di
treatmen atau dinetralkan terlebih dahulu. Di CV. Windu Amal Mandiri terdapat 2 bak yang
khusus digunakan untuk proses treatmen air laut sebelum digunakan ke media bak larva.
Proses treatmen menggunakan kaporit 15-30 ppm. Tujan dari pemberian kaporit ini adalah
untuk membunuh kuman atau mikro organism yang berbahaya serta untuk menjernihkan air
laut. Jumlah pemberian kaporit ini adalah 500 gram per 33,7 ton air laut. Setelah pemberian
kaporit tersebut, air diaerasi selama 24 jam kemudian dinetralkan menggunakan tiosulfat 1/5
dari jumlah kaporit yang diberikan, Lalu air laut tersebut dites dengan chlorine tes, Untuk
mengetahui apakah air tersebut sudah benar-benar netral dari kaporit. Cara untuk
menggunakan chlorine tes ini adalah dengan cara pengambilan sampel air yang akan di tes
sebanyak 10-15 ml, lalu teteskan chlorine tes sebanyak 1-2 tetes. Apabila air sampel tersebut
bening maka air tersebut siap dipakai, namun apabila air tersebut berwarna kuning kemerah
merahan maka air harus ditambahkan thiosulfat lagi secukupnya sampai air tersebut netral.
satu jam kemudian dari proses tersebut air diendapkan dengan EDTA 10 ppm dengan tujuan
untuk mengikat logam berat. Setelah proses tersebut air laut siap ditampung pada bak larva
atau bak induk.
C. Penanganan Induk, Telur dan Nauplius
Menurut Bambang Augus Murtidjo (2003) Untuk kualitas induk udang windu yang
terbaik adalah induk udang windu yang ditangkap di laut, selain dapat dihandalkan
produktivitasnya, kualitas benur yang dihasilkan juga sangat prima. Begitu pula Induk udang
windu di CV. Windu Amal Mandiri adalah induk dari alam yang telah matang telur atau MT
2 dan MT 3 yang diperoleh dari para nelayan secara langsung. Induk yang tiba dilokasi
diseleksi satu per satu untuk mengetahui tingkat kematangan gonadnya. Induk tersebut tidak
lagi memerlukan induk jantan untuk melakukan proses perkawinan, karena telah di lakukan
di alam sebelumnya. Untuk mengetahui induk yang telah matang telur dapat dilihat pada
Tabel 2 berikut ini :
Tabel 2. Tingkat kematangan gonad Induk udang windu
TKG Bentuk
Ovari terlihat masih kecil
Tingkat I
Sebelum dimasukkan kedalam bak induk untuk proses penetasan, induk udang windu
yang telah diseleksi tersebut di tampung pada bak fiber guna untuk proses adaptasi selama ±
8 jam. Setelah itu induk udang windu dipindahkan kedalam bak penetasan induk, Setelah ±
12 jam Induk udang windu di angkat dari bak penetasan satu per satu karena induk tersebut
telah mengalami penetasan.
Telur hasil dari penetasan induk udang windu tersebut di diamkan ± 12 jam, selama
proses ini dilakukan pengadukan telur setiap 1 jam, agar telur-telur yang mengendap di dasar
bak dapat mengapung di permukaan air dan membantu perangsangan dalam penetasan telur.
Setelah telur menetas dilakukan pemanenan pada stadia naupli 4-5, pemanenan menggunakan
kelambu panen berukuran 200 mikron.
Hasil dari pemanenan nauplius tersebut dikumpulkan pada suatu wadah dengan
volume air 50 liter, kemudian dilakukan perhitungan guna untuk proses pembagian naupli
yang merata ke bak-bak penampungan larva. Pengmbilan sampel pada wadah penampungan
hasil panen naupli tersebut dengan menggunakan pipet sebanyak 10 cc ( 0,01 Liter) pada
setiap wadahnya, Perhitungan menggunakan rumus :
Untuk lebih jelasnya lagi Hasil perhitungan naupli yang telah dilakukan dapat dilihat pada
Tabel berikut :
Dibagi
1 50 0,01 2625 13125000 menjadi 6
bak
Dibagi
2 50 0,01 3564 17820000 menjadi 8
bak
Dibagi
3 50 0,01 2554 12770000 menjadi 6
bak
Dibagi
4 50 0,01 2134 10670000 menjadi 5
bak
Pada stadia awal larva udang windu yaitu stadia nauplius, tidak diberi pakan karena
pada stadia ini larva masih memiliki kuning telur yang melekat pada tubuhnya sebagai pakan.
Pada saat stadia zoea, mysis dan postlarva, larva diberi pakan tambahan yaitu pakan alami
dan pakan buatan. Berikut disajikan dalam bentuk table jenis, dosis pemberian pakan larva
udang windu di hatchery CV. Windu Amal Mandiri.
Frippak #1 Skeletonema
Zoea 1 Car ½ ppm costatum ½ kantong
Seastar
Spirulina
Rotemia Skeletonema
Zoea 2 – Zoea 3 P. 1 ppm costatum 1 kantong
Japonicus
no.0
Micromac
30
Rotemia Skeletonema
Mysis 1 – Mysis 3 P. 1-2 ppm costatum ½ kantong
Japonicus
no.0
Micromac
30
CD 2
Frippak
PL 1 – PL jual PL 1-2 ppm Artemia 1 liter
Micromac
70
Rotofier
P.
Japonicus
no.1
Pada masa stadia Zoea – Mysis pemberian pakan alami berupa (Skeletonema
Costatum) dan pada stadia postlarva pemberian pakan alami diganti dengan artemia.
Pemberian pakan alami dan buatan ini dilakukan dengan cara penebaran secara merata
kedalam bak larva agar tidak terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan. Syarat yang
mutlak untuk terpenuhinya pakan yang baik adalah penebaran secara merata, dalam arti dapat
diusahakan agar satu individu udang memperoleh bagian pakan yang sama dengan individu
lainnya, sehingga diharapkan dengan pemberian pakan merata pertumbuhannya akan
seragam.
Untuk pemberian pakan buatan terlebih dahulu ditakar sesuai dengan kebutuhan larva,
kemudian dimasukkan pada kantong pakan yang sesuai ukuran lalu diikat, setelah itu pakan
buatan dilarutkan kedalam air yang berisikan ± 5 liter air dengan cara digosok-gosokkan
kedalam air tersebut agar benar-benar larut dan mudah dicerna oleh larva.
Pada stadia larva PL5 dilakukan pemindahan larva ke bak penampungan baru dengan
cara melakukan pemanenan. Hal ini dilakukan karena berdasarkan pengamatan perhitungan
SR, larva mengalami penyusutan lebih dari 50%. Selain itu proses pemanenan juga bertujuan
untuk memperbaiki kualitas air di dalam bak pemeliharaan larva, dimana pada bak
sebelumnya terdapat banyak kotoran dan sisa-sisa makanan yang mengendap didasar bak.
Hasil dari proses pemanenan larva PL5 dipindahkan ke bak penampungan larva yang baru
sampai PLjual.
Untuk penutupan bak dilakukan dengan menggunakan terpal. Hal ini bertujuan untuk
menjaga kestabilan suhu yang ada didalam bak.
Untuk jadwal pemberian obat-obatan ini tidak ditentukan secara pasti, karena melihat kondisi
dari larva udang windu tersebut. Apabila kondisi larva udang windu baik, maka tidak perlu
diberikan obat-obatan.
Dimana:
SR = Kelangsungan Hidup hewan uji.
Nt = Jumlah yang hidup sampai akhir penelitian.
No = Jumlah yang hidup awal penelitian.
Metode pengambilan sampel dan perhitungan larva udang windu pada setiap stadia
awal dan stadia akhir sebagai berikut :
1. Stadia Zoea dihitung mulai dari stadia awal yaitu Zoea 1 dan akhir dari stadia Zoea 3
dengan cara pengambilan sampel disetiap sudut bak larva sebanyak empat kali dengan
menggunakan gelas ukur ( bekker) sebanyak 500 cc. Pengambilan sampel dilakukan pada
pukul 16.00 dan menutup kran aerasi sebelum pengambilan sampel dilakukan.
2. Stadia Mysis dihitung mulai dari stadia awal yaitu Mysis 1`dan akhir stadia Mysis 3.
dengan cara pengambilan sampel disetiap sudut bak larva sebanyak empat kali dengan
menggunakan gelas ukur ( bekker) sebanyak 500 cc. Pengambilan sampel dilakukan pada
pukul 16.00 dan menutup kran aerasi sebelum pengambilan sampel dilakukan.
3. Stadia Post Larva dihitung empat kali pada bak yang berbeda. mulai dari stadia awal (PL
1) dan PL 5. Dan dilakukan perhitungan untuk stadia PL 6 dan PL panen di bak yang baru
setelah proses pemindahan, cara perhitungan sama dengan cara sebelumnya yaitu dengan cara
pengambilan sampel disetiap sudut bak larva sebanyak empat kali dengan menggunakan
gelas ukur ( bekker) sebanyak 500 cc. Pengambilan sampel dilakukan pada pukul 16.00 dan
menutup kran aerasi sebelum pengambilan sampel dilakukan.
Dimana:
SR = Kelangsungan Hidup hewan uji.
Nt = Jumlah yang hidup sampai akhir penelitian.
No = Jumlah yang hidup awal penelitian.
Perhitungan jumlah persentase setiap stadia dilakukan sebanyak 4 fase, dimana:
Untuk perhitungan SR pada bak no.1A di CV. Windu Amal Mandiri hanya dapat
dilakukan sampai pada stadia PL5. Karena pada saat stadia PL5 tersebut akan dilakukan
pemanenan untuk dipindahkan ke bak pemeliharaan larva yang baru. Pemanenan larva udang
windu pada stadia PL5 tersebut dilakukan karena telah terjadi penyusutan larva serta terdapat
banyak pengendapan kotoran dan sisa-sisa makanan. Maka dari itu larva harus dipindahkan
ke bak pemeliharaan yang baru.
Pada bak pemeliharaan baru yang telah disiapkan, hasil dari pemanenan larva stadia
PL5 pada setiap bak Digabungkan dan dibagi secara merata ke bak penampungan yang baru
tersebut. Perkiraan dari pembagian tersebut adalah 2-3 bak dari hasil pemanenan
digabungkan ke satu bak penampungan yang baru.
Berikut adalah Tabel 8 Hasil perhitungan SR pada bak penampungan baru (Bak no. 7A) di
CV. Windu Amal Mandiri:
Tabel 11. Hasil perhitungan SR pada bak penampungan larva pertama dan kedua.
Perhitungan Perhitungan X
Stadia Larva Akhir Stadia Awal Stadia 100 SR %
Larva Larva
A. Kesimpulan
1. Penanganan larva udang windu di CV. Windu Amal Mandiri yaitu, mulai dari
stadia Nauplius, Zoea, Mysis dan Postlarva meliputi tahapan-tahapan yaitu:
persiapan awal, penyedotan air laut, proses filterisasi dan treatmen air laut,
pengaturan kualitas air.
2. Kebutuhan akan pakan harus tersedia setiap waktu, baik pakan alami maupun
pakan buatan sesuai komposisi dan dosis yang sesuai untuk larva udang
windu.
3. Dalam penanganan penyakit pada proses produksi, tindakan pencegahan
merupakan suatu tindakan yang diutamakan untuk menjaga agar larva yang
dihasilkan tidak terserang penyakit.
4. Pengamatan akan parameter kualitas air sangat mempengaruhi terhadap
perkembangan larva udang windu.
5. Dari hasil perhitungan SR yang telah dilakukan, pada bak penampungan larva
pertama mengalami penyusutan lebih dari 50%.
B. Saran
1. Hendaknya dilakukan perhitungan larva pada setiap stadia, sebagai data untuk
mengukur tingkat kelangsungan hidup larva udang windu didalam bak.
2. Perlunya penambahan dan perbaikan sarana dan prasarana pembenihan agar
tidak mengganggu atau menghambat kegiatan pembenihan.
3. Pemberian pakan dan obat-obatan harus benar-benar disesuaikan, serta
penebaran pakan dan obat-obatan tersebut secara merata.
4. Kerja sama team yang kompak antara karyawan dan tekhnisi merupakan factor
penunjang keberhasilan suatu unit pembenihan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2006 SNI 01-6143. Benih udang windu (Penaeus monodon fabriciu, 1798) kelas benih
sebar. Jakarta. 7 hal
Anonymous, 1998. Pembenihan Udang Windu Skala Rumah Tangga Suatu Alternatif Usaha Keluarga
Di Indonesia, Balai Budidaya Air Payau (BBAP), Jepara. 14 hal
Anonim, 1987. Petunjuk teknik bagi pengoprasian unit usaha pembenihan udang windu, Direktorat
Jendral Perikanan, 101 hal
Agus Murtidjo, 2003. Benih Udang Windu Skala Kecil, Dalam Seri
Penangkapan, Kanisius, Yogyakarta. 60 hal
Sutaman, 1993. Pembenihan Udang Windu Skala Rumah Tangga, Kanisius, Yogyakarta. 37 hal
Sumeru, Umiyati.S dan Anna.S 1992. Pakan Udang Windu. (Penaeus
Mondon). Kanisius. Yogyakarta. 85 hal
Soetomo, M.J.A., 2000. Teknik Budidaya Udang Windu (Penaeus monodon).Kansius. Yogyakarta. 78
hal.
1 komentar:
Anonim mengatakan...
Posting Komentar
Laman
Beranda
Teknik Penanganan Larva Udang Windu
Pengikut
Ada kesalahan di dalam gadget ini
SEMOGA BLOG INI BERMANFAAT
Ada kesalahan di dalam gadget ini
Arsip Blog
► 2016 (1)
▼ 2011 (4)
o ▼ Januari (4)
Cara menginstalasi (Instal Ulang) windows XP SP2
CARA MEMBUAT MAKALAH
cara mempercepat koneksi internet pada browser moz...
TEKNIK PEMELIHARAAN LARVA UDANG WINDU DI
HATCHRY T...
Adeede88
Kamis, 14 November 2013
laporan teknik pemeliharaan larva udang windu
DEDE HERMAWAN
NIT. 10.3.02.097
LEMBAR PENGESAHAN
NIT : 10.3.02.097
Tanggal: Tanggal:
Mengetahui,
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja
1. Bapak Dr. Endang Suhaedy, A.Pi., MM, M.Si. selaku Direktur Akademi Perikanan Sidoarjo
yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melaksanakan PKL II.
2. Bapak Dr. Muh. Hery Riyadi A., S.Pi., M.Si. selaku Ketua Jurusan Teknologi Budidaya
Perikanan yang telah memberikan petunjuk dan memfasilitasi jalannya PKL II.
3. Bapak Drs. Djoko Surahmat, M.P. dan Bapak Dicky Prania, S.Pi. selaku Dosen Pembimbing
I dan Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan dan bimbingannya dalam
4. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Penyusunan Laporan
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan ini masih ada bahkan banyak
terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Maksud Dan Tujuan ....................................................................... 2
1.2.1 Maksud ................................................................................... ......... 2
1.2.2 Tujuan ................................................................................. ......... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biologi Udang Windu ..................................................................... 3
2.1.1. Taksonomi Udang Windu .................................................. 3
2.1.2. Morfologi Udang Windu ..................................................... 3
2.1.3. Reproduksi Udang Windu ...................................................... 4
2.1.4. Makan dan Kebiasaan Makan ............................................ 5
2.1.5. Siklus hidup ........................................................................................ 5
2.1.6. Perkembangan Stadia Larva Udang Windu ................................... 6
2.2. Tingkah Laku ......................................................................................... 8
2.3. Penentuan Lokasi ................................................................................. 9
2.4. Sarana Dan Prasarana Pembenihan ............................................................ 9
2.5. Kegiatan Pembenihan ............................................................................. 11
2.5.1. Persiapan Bak Dan Air Media ............................................................ 11
2.5.2. Pengaturan Aerasi ............................................................................... 12
2.5.3. Pengelolaan Kualitas Air ..................................................................... 12
2.5.4. Induk Dan Pemijahan .......................................................................... 13
2.5.5. Pemeliharaan Larva ............................................................................. 14
2.5.6. Pakan ..................................................................................................... 14
2.5.7. Penyakit Dan Penanggulangannya ..................................................... 16
2.5.8. Pemanenen ............................................................................................ 18
III. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan .................................................................... 20
3.2. Metode Praktek Kerja Lapang ....................................................................... 20
3.3. Sumber Data ..................................................................................................... 20
3.4. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. 21
3.5. Teknik Pengolahan Data ................................................................................. 21
3.6. Analisa Data ..................................................................................................... 22
3.7. Analisis Usaha ................................................................................................ 22
3.7.1. Analisa Laba Rugi ............................................................................... 23
3.7.2. Analisa Rasio Hasil dan Harga ........................................................... 23
3.7.3. Analisa Break Event Point .................................................................. 23
3.7.4. Revenue Cost (R/C) .............................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Persyaratan Kualitas air dan Parameternya . ................................. 13
2. Jenis Makanan, Ukuran Pakan Pada Stadia Larva ........................ 15
3. Fasilitas Penunjang Usaha Pembenihan Udang Windu ................ 27
4. Jenis Pakan, Dosis dan Stadia Pemberian ..................................... 35
5. Campuran Pakan Buatan. ................................................................ 36
6. Dosis dan Frekuensi Pemberian Pakan Buatan ............................. 36
7. Bahan Treatmen Air Media .............................................................. 39
8. Perlakuan Pada Air Media Pemeliharaan ....................................... 40
9. Biaya Investaris Awal dan Variabel ................................................ 43
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Persyaratan Kualitas air dan Parameternya . ...................................... 13
2. Jenis Makanan, Ukuran Pakan Pada Stadia Larva ............................ 15
3. Fasilitas Penunjang Usaha Pembenihan Udang Windu ..................... 27
4. Jenis Pakan, Dosis dan Stadia Pemberian ......................................... 35
5. Campuran Pakan Buatan. .................................................................. 36
6. Dosis dan Frekuensi Pemberian Pakan Buatan .................................. 36
7. Bahan Treatmen Air Media ................................................................ 39
8. Perlakuan Pada Air Media Pemeliharaan .......................................... 40
9. Biaya Investaris Awal dan Variabel .................................................... 43
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Denah Lokasi PT. Hasil Windu Makmur.............................................. 46
2. Rencana Kegiatan Praktek Kerja Lapang II ........................................ 47
I. PENDAHULUAN
Jenis Udang Windu merupakan salah satu jenis udang yang memiliki nilai ekonomis
yang cukup tinggi dan merupakan komoditas ekspor andalan pemerintah. Konsekuensi dari
peningkatan tersebut adalah semakin tingginya kebutuhan benur yang berkualitas baik.
Dalam usaha memenuhi pasar dunia akan ketersediaan udang windu, para
pemanenan dan pemasaran udang windu. Salah satu usaha yang menentukan keberhasilan
produksi udang windu yaitu usaha pembenihan. Usaha pembenihan adalah usaha yang
menyediakan benih yang berkualitas baik untuk dibesarkan. Usaha pembenihan memberikan
harapan yang baik sekaligus peluang kerja yang lebih luas. Hal ini tidak saja disebabkan oleh
teknologi yang dikuasai sepenuhnya, akan tetapi bagian- bagian dalam siklus pembenihan
udang skala besar sekarang sudah diusahakan secara mandiri. (Menurut Sutaman, 1993).
Oleh karena itu, usaha pembenihan yang ada harus melakukan pembenahan, supaya
dapat memenuhi standar kualitas akan kebutuhan benur bagi petani tambak. Sesuai dengan
uraian tersebut penulis perlu melaksanakan pembelajaran dan praktek di lapangan tentang
teknik pembenihan udang windu mulai tahap persiapan sampai panen. Pemeliharaan larva
sangat penting, dikarenakan kualitas suatu benih akan mempengaruhi budidaya udang saat
ditambak.
1.1.2 Maksud
Maksud Praktek Kerja Lapang (PKL) II adalah :
(1) Mengikuti kegiatan secara langsung teknik pemeliharaan larva udang windu di HSRT milik
Bapak Bashori.
(2) Mempelajari lebih detail tentang teknik pemeliharaan udang windu mulai dari persiapan
sampai panen.
(3) Memperoleh data teknis dan finansial tentang kegiatan usaha pembenihan udang windu.
1.2.2 Tujuan
(1) Memperoleh pengetahuan dan keterampilan tentang teknik pemeliharaan larva udang windu
Phyllum : Arthopoda
Class : Crustacea
Ordo : Decapoda
Famili : Penaedae
Genus : Penaeus
Menurut Murtidjo (2003), tubuh udang windu terbagi menjadi dua bagian, yakni bagian
kepala hingga dada dan abdomen yang meliputi bagian perut dan ekor. Bagian kepala hingga
dada disebut chepalothorax, dibungkus kulit kitin yang tebal atau carapace. Bagian ini terdiri
dari kepala dengan 5 segmen dan dada dengan 8 segmen. Bagian abdomen terdiri atas 6
segmen dan 1 telson. Udang windu (Penaeus monodon) memiliki 1 pasang appendage. Lima
pasang terdapat pada kepala, masing- masing antenulla pertama dan antenulla kedua yang
berfungsi untuk penciuman dan keseimbangan, mandibulla untuk mengunyah, serta maxillula
dan maxilla untuk membantu makanan dan bernafas. Tiga pasang appendage yang terakhir
merupakan kesatuan bagian mulut. Bagian dada Penaeus monodon memilki tiga pasang
maxilliped yang berfungsi untuk berenang serta membantu mengomsumsi makanan. Bagian
dada memilki lima pasang kaki renang yang berguna untuk berenang sertaa sepasang
uropoda untuk membantu melakukan gerakan melompat dan naik turun. Jenis kelamin udang
windu betina dapat diketahui dengan adanya telikum di antara kaki jalan ke-4 dan ke-5.
Telikum berupa garis yang tipis dan akan melebar setelah terjadi feritlisasi. Sementara, jenis
kelamin udang windu jantan dapat diketahui dengan adanya petasma, yakni tonjolan diantara
Sistem reproduksi udang betina terdiri dari sepasang ovarium, dan sepasang oviductus,
lubang genital, dan sebuah alat kelamin yang disebut thelikum. Komponen struktur utama dari
ovari adalah dinding ovari, epithelium, folikel dan terusan dinding ovari yang meliputi
petasma yang berada diluar, serta appendiks maskulina. Sperma matang terdiri dari kepala,
tutup, badan dan duri, tidak berekor, tidak bergerak, dan mengandung inti yang tidak pekat.
Waktu menembus vasa diferentia kumpulan sperma yang berubah dikumpulkan dalam cairan
Udang termasuk golongan omnivora atau pemakan segala. Beberapa sumber pakan
udang antara lain udang kecil (rebon), fitoplankton, cocepoda, polyhaeta, larva kerang, dan
lumut. Udang vannamei mencari dan mengidentifikasi pakan menggunakan sinyal kimiawi
berupa getaran dengan bantuan organ sensor yang terdiri dari bulu-bulu halus (setae). Organ
sensor ini terpusat pada ujung anterior antenula, bagian mulut, capit, antena, dan maxillipied.
Dengan bantuan sinyal kimiawi yang ditangkap, udang akan merespon untuk mendekati atau
menjauhi sumber pakan. Bila pakan mengandung senyawa organik, seperti protein, asam
amino, dan asam lemak maka udang akan merespon dengan cara mendekati sumber pakan
tersebut.
Untuk mendekati sumber pakan, udang akan berenang menggunakan kaki jalan yang
memiliki capit. Pakan langsung dicapit menggunakan kaki jalan, kemudian dimasukkan ke
dalam mulut. Selanjutnya, pakan yang berukuran kecil masuk ke dalam kerongkongan dan
oesophagus. Bila pakan yang dikonsumsi berukuran lebih besar, akan dicerna secara kimiawi
terlebih dhulu oleh maxillipied di dalam mulut (Haliman dan Adijaya, 2005).
Menurut Wardiningsih (1999) dan Mudjiman (2003) secara umum pergantian bentuk
larva mulai dari menetas sampai menjadi post larva (PL), yang siap untuk ditebar ke dalam
tambak ada 4 fase atau stadia. Empat fase tersebut adalah : fase nauplius, fase protozoa atau
disebut pula swbagai fase zoea, fase mysis dan yang terakhir adalah fase post larva. Bila
diamati lebih teliti, maka pada setiap fase terdiri dari beberapa sub fase (stadium), yang
mempunyai bentuk berlainan. Siklus hidup udang windu dapat di lihat pada gambar 2.
Ganbar 2. Siklus Hidup Udang Windu
a. Fase Nauplius
Fase ini dimulai sejak telur menetas, dan berlangsung selama 46- 50 jam atau 2- 3
hari. Dalam fase ini larva belum memerlukan makanan dari luar karena masih terdapat
persediaan makanan dalam kantung kemih telur itu sendiri. Fase nauplius ini mengalami
Nauplius I : Badan berbentuk bulat telur, tetapi sudah mempunyai anggota badan 3 pasang.
Nauplius II : Badan masih bulat tetapi pada ujung antenna pertama terdapat setae (rambut) yang satu
Nauplius III : Tunas maxilla dan maxilliped mulai tampak, demikian juga furcal yang jumlahnya 2 buah mulai
Nauplius IV : Pada antenna kedua mulai tampak beruas- ruas dan pada setiap furcal terdapat 4 buah duri.
Nauplius V : Organ bagian depan sudah mulai tampak jelas disertai dengan tumbuhnya tonjolan pada
pangkal maxilla.
Nauplius VI : Perkembangan bulu- bulu makin sempurna dan pada duri furcal semakin panjang.
b. Fase Protozoea
Pada fase zoea larva harus diberi pakan dan aktif mengambil makanan sendiri dari
luar yaitu plankton. Fase zoea hanya berlangsung selama 3- 4 hari. Larva pada fase ini sangat
Fase zoea terdiri dari 3 tingkatan yang mempunyai tanda- tanda yang berbeda sesuai
Zoea I : Bentuk badan pipih, mata dan carapace mulai tampak, maxilla pertama dan kedua mulai
bercabang.
Zoea III : Sepasang uropoda yang bercabang dua mulai berkembang dan duri pada ruas- ruas perut
mulai tumbuh.
c. Fase Mysis
Fase mysis berikutnya mirip udang- udangan, sifatnya yang paling menonjol adalah
gerakan mundur dengan cara membengkokkan tubuhnya. Pada fase ini berlangsung selama
4- 5 hari.
Fase mysis pada larva ditandai dengan tiga kali perubahan dengan tanda- tanda
sebagai berikut :
Mysis I : Bentuk badan ramping dan memanjang seperti udang mudah, tetapi kaki renang masih belum
tampak.
Mysis II : Tunas kaki renang mulai tampak nyata tetapi belum beruas- ruas.
Mysis III : Tunas kaki renang bertambah panjang dan beruas- ruas.
Perubahan bentuk pada fase ini yang paling akhir dan paling sempurna dari seluruh
metamorfosa, tetapi larva ini tidak mengalami perubahan bentuk, karena seluruh bagian tubuh
Dalam usaha pembenihan udang windu, perlu adanya pengetahuan tentang tingkah
laku udang. Menurut Darmono (1991), beberapa tingkah laku udang windu yang perlu
a. Sifat Nokturnal
Yaitu sifat binatang yang aktif mencari makanan pada waktu malam hari, pada siang
hari mereka lebih suka beristirahat, baik membenamkan diri dalam lumpur maupun menempel
pada suatu benda yang terbenam dalam air dengan tujuan menghindarkan diri dari musuh-
musuhnya.
b. Sifat Kanibalisme
Yaitu sifat suka memangsa sejenisnya. Sifat ini sering timbul pada udang yang
kondisinya sehat, yang sedang tidak ganti kulit. Sasarannya adalah udang- udang yang
Yaitu proses pergantian kutikula lama digantikan dengan kutikula yang baru. Kutikula
adalah kerangka luar udang yang keras atau (tidak elastis). Oleh karena itu untuk tumbuh
menjadi lebih besar mereka perlu melepas kulit lama dan menggantikan dengan kulit yang
baru.
d. Migrasi
Yaitu proses perpindahan sekelompok udang dari habitat satu ke habitat yang lain.
Kegiatan migrasi ini dilakukan karena terbatasnya persediaan makanan atau udang betina
yang bertelur.
e. Daya Tahan
Udang windu terutama pada waktu masih berupa benih, sangat tahan pada perubahan
kadar garam atau salinitas. Sifat demkian dinamakan sifat Euryhaline. Sifat lain yang
menguntungkan adalah ketahanan terhadap perubahan suhu dan sifat ini dikenal dengan
nama Eurytherma.
windu adalah :
Air cukup bersih dan tidak mengandung zat- zat organik maupun anorganik.
Lokasi jauh dari pencemaran, baik dari pabrik, pestisida bekas pembasmian hama di sawah.
Wardiningsih (1999) dan Soetomo (2000), menjelaskan bahwa sarana dan prasarana
Berdasarkan bentuknya, bak pembenihan terbagi atas empat macam yaitu bak
berbentuk persegi empat, bak berbentuk lingkaran, bentuk bulat telur dan bentuk kerucut. Bak
persegi empat biasanya digunakan dalam sistem jepang, biasanya digunakan dalam
pembenihan yang berukuran besar dengan kapasitas lebih besar dari 15 ton. Bak berbentuk
kerucut dikenal dalam pembenihan metode Galveston, biasanya digunakan pada bak
pembenihan berukuran kecil dan berkapasitas lebih kecil dari 3 ton. Bak berbentuk lingkaran
ataupun bulat telur dapat menghasilkan sirkulasi yang baik, yang biasanya digunakan dalam
larva 30 ton, diperlukan bak kultur alga sebanyak 2 bak dengan kapasitas 2 x 2 x 0,6 m.
Pemberian plankton dilakukan dalam media pemeliharaan larva hanya 2 hari pertama stadia
20. Selanjutnya plankton akan tumbuh dengan sendiri pada bak pemeliharaan larva.
Untuk menetaskan cyste artemia, dapat digunakan wadah yang cukup sederhana
dengan harga yang relatif murah. Wadah tersebut dapat di buat dengan kombinasi antara
ember plastik dengan corong plastik sehingga membentuk kerucut. Volume wadah penetasan
d. Generator
penerangan, dan lain- lain. Kapasitasnya diseuaikan dengan kebutuhan pasca larva dibuat
e. Pompa air
Blower dipergunakan sebagai alat untuk membantu dan menigkatkan kelarutan dalam
air.
Menurut Wardiningsih (1999), dalam kegiatan pembenihan udang, persiapan bak yang
dimaksud adalah untuk mengeringkan dan membersihkan bak dari segala bentuk kotoran,
a. Persiapan Bak
Kegiatan persiapan bak berupa membersihkan bak- bak untuk kegiatan pembenihan
agar bersih dan steril sehingga bak tersebut terbebas dari penyakit. Setelah bak dibersihkan,
dilakukan pengeringan bak selam 2- 3 hari supaya organisme air yang terdapat dalam bak
mati. Bila proses pengeringan bak ini tidak dapat dilakukan maka untuk membersihkan dinding
bak dilakukan dengan cara lain, yaitu dengan cara menggunakan larutan chlorin 100 ppm
(100 ml larutan cholorin 10 % dalam 1 m3 air). Pada pencucian dengan penggunaan larutan
chlorin, sebelum diisi air maka bak perlu dinetralisasi dan cholorin, karena chlor yang masih
menempel pada dinding bak biasa bersifat racun bagi larva dan dapat meatikan plankton yang
akan diberikan sebagai makanan larva. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Wardiningsih
(1999) bahwa sebelum bak digunakan atau diisi air perlu dilakukan pengeringan dan
pembersihan bak. Cara menetralisis chlor ini dengan menggunakan larutan Natrium Tio Sulfat
sebanyak 40 ppm, atau sebelum diisi air bak dikeringkan selama 1-2 jam untuk
b. Persiapan Air
Air yang digunakan berasal dari laut, kemudian air itu disaring dalam bak penyaringan,
dalam bak penyaringan air di beri kaporit 7-10 gram/ton untuk membunuh bakteri-bakteri
patogen dari laut. kemudian air dalam bak di beri aerasi untuk menghilangkan kandungan
kaporit, proses ini dilakukan selama 2-3 hari, kemudian air disalurkan ke bak tandon untuk
pemeliharaan tidak jarang dijumpai larva yang meletik ke dinding bak, maka untuk
mengatasinya adalah aerasi harus dinaikkan kekuatannya. Walaupun demikian aerasi juga
harus dijaga pengeluarannya, tidak boleh terlalu kecil ataupun terlalu besar, dan tidak boleh
mati sama sekali karena berakibat buruk terhadap larva yang dipelihara, bahkan dapat
mengakibatkan kematian missal. Kekuatan aerasi dibuat sekitar 101/menit untuk kedalaman
air 50 cm, sedangkan jumlah aerasi diperhitungkan satu buah aerasi per meter persegi. Jadi
untuk satu bak dengan luas 4 x 4 meter persegi diperlukan paling sedikit 16 buah aerasi.
Aerasi harus dipasang dengan posisi yang dapat tersebar merata didasar bak.
2.5.3. Pengelolaan Kualitas Air
buruknya sangat menentukan hasil yang akan dicapai. Oleh karena itu kualitas air diusahakan
sebaik mungkin dan selalu dipantau. Persyaratan kualitas air dan parameternya yang baik
untuk pembenihan udang windu dapat dilihat pada table dibawah ini.
1. Fisika
a. Suhu 26 - 300 C
permil
c. Kecerahan air 25 – 30 cm
2. Kimia
Menurut Wardiningsih (1999), pada umumnya Udang Penaid memijah di daerah lepas
pantai, kecuali beberpa spesies dari genus Metapenaeus yang memijah didaerah pantai.
Pemijahan sebenarnya terjadi sepanjang tahun, tetapi terdapat pada dua puncak musim yaitu
pada awal dan akhir musim hujan. Perubahan kadar garam yang bersamaan dengan
perubahan suhu yang mendadak dapat memberikan rangsangan pada induk udang yang
matang telur untuk memijah. Sedangkan pemijahan yang paling efektif didapatkan pada waktu
suhu air relative tinggi. Pada umumnya udang bertelur pada malam hari, akan tetapi juga
Wardiningsih (1999), menjelaskan bahwa stadium larva merupakan stadia yang lemah
pada daur hidup. Oleh karena itu peranannya sangat penting dalam menentukan berhasil
tidaknya suatu pembenihan udang. Dalam hal ini penanganannya harus benar-benar
diperhatikan yaitu mulai dari stadium Nauplius sampai stadium Post Larva. Selain itu juga
perlu dihindari hal- hal yabg akan menimbulkan stres pada larva antara lain adalah : kondisi
aerasi, pemberian pakan dan pengamatan terhadap perkembangan larva, dan juga
pengamatan kualitas air media. Selama pemeliharaan, perawatan, pemberian pakan dan
penggantian air merupakan kegiatan rutin yang setiap hari harus diperhatikan dan ditangani
secara seksama.
2.5.6. Pakan
Menurut Wardiningsih (1999), pada stadium nauplius belum diberi makan karena
dalam tubuh masih mempunyai persediaan makanan dalam kantung kuning telur. Tetapi
pemberian makanan seperti Skeletonema sp dan Tetraselmis sp dalam bak besar harus
sudah dimulai 2 hari sebelum induk matang telur dipindahkan ke dalam bak peneluran. Hal ini
dimaksudkan supaya setelah Nauplius menjadi Zoea makanan yang dikultur sudah siap untuk
diberikan kepada larva. Setelah menjadi zoea larva memerlukan makanan yang melayang-
selama pemeliharaan ada 2 jenis makanan, yaitu makanan alami yang berupa fitoplankton
dan zooplankton, dan makanan buatan. Jenis makanan, ukuran pemberian pakan sesuai
cadangan isi
kantung telur.
Diatome tubuhnya
(skeletonema,
Navicula, Amphora,
Tetraselmis, dll)
tubuhnya
tubuhnya
tubuhnya
atau protozoa yang dapat mengganggu pertumbuhan bahkan dapat mengakibatkan kematian.
www.dkp.go.id (2012)
Menurut Mutidjo (2003), berbagai jenis penyakit yang spesifik menyerang larva udang
1. Penyakit Virus
Ada empat jenis penyakit virus yang ttidak dikenal menyerang tingkat larva dan post
larva : Baculoviruspanei (BP), Baculo viral midgut gland neocrosis (BMN), dan Injectious
hemato poletic neocrosis virus (IHHN). Di Indonesia baru satu yang dikenal menyerang udang
windu, yaitu Baculovirus panei atau Monodon baculo (MBV). Umumnya menyerang post larva
(PL), khususnya diatas post larva 20 (PL 20). Induk udang sebagai sumber dan pembawa
penyakit ( carrier ) dengan mudah menularkan virus ke larva melalui telur karena vrus banyak
terdapat pada fesesnya. Oleh alasan ini, pengisolasian induk udang windu yang positif
terinfeksi dari tempat pemeliharaan larva merupakan salah satu pengendalian penyakit virus,
Meskipun penyakit bacterial sangat umum menyerang larva udang windu, Namun
infeksinya bersifat oportunis, dalam arti bakteri merupakan penyebab timbulnya penyakit.
Salah satu jenis penyakit bakterial yang akhir- akhir ini sering menimbulkan masalah pada
larva udang windu disebut penyakit “ bakteri menyala “ atau “ bakteri pasar malam “. Penyakit
ini diduga disebabkan oleh bakteri vibrio luminescent. Serangan bakteri ini sering dikaitkan
dengan adanya perubahan kondisi lingkungan sehingga larva menjadi stress. Akibatnya,
bakteri berkembang dengan cepat dan mengakibatkan kematian pada larva secara missal.
Penggunaan obat- obatan seperti terramicin, choramphericol, dan furanace telah dikenal
cukup efektif membasmi penyakit bakteri tersebut. Namun, cara yang lebih baik adalah usaha
sanitasi , baik sebelum maupun pada saat pemeliharaan larva, disamping desinfeksi bak
pemeliharaan serta menghindarkan keluar masuknya pekerja dari suatu hatchery ke hatchery
lain, penggunaan filter, dan sebagainya. Akan tetapi, penggunaan obat secara rutin dapat
Terhadap infeksi bakteri filament, larva udang windu lebih tahan dibandingkan dengan
tingkatan post larva (PL). Hal ini disebabkan oleh proses ganti kulit ( moulting ) pada larva
lebih sering dan cepat terjadi sehingga bakteri filament ( Leuconthrix mucor ) tidak
sempatterakumulasi dalam tubuhnya. Dalam keadaan infeksi berat sering terjadi kematian
akibat terjeratnya larva udang oleh benang- benang bakter tersebut. Selain itu, bakteri banyak
menurun dan akhirnya mengalami kematian. Usaha pencegahan yang perlu dilakukan adalah
perbaikan kualitas air, penanganan yang baik, mengurangi kepadatan, dan mengurangi stress
( cekaman ). Pengobatan yang dapat dilakukan antara lain pemberian furanace 1 ppm,
4. Penyakit Jamur
Penyakit karena jamur merupakan kasus yang sering terjadi pada larva udang windu.
Penyebabnya adalah Lagenidium sp. Jamur ini biasanya menyerang larva pada stadium zoea
dan mysis. Serangan jamur ini bersifat sistemik, yakni dapat menyerang sampai ke dalam
tubuh larva udang windu. Penularan jamur ini terjadi melalui zoospore, yaitu fase infeksi yang
berenang bebas di air. Zoospora juga terdapat pada Artemia sehingga makanan alami larva
tersebut juga menjadi sumber infeksi. Serangan Lagenadum sp dapat memusnahkan populasi
larva udang windu dalam waktu 2 - 3 hari. Larva yang terinfeksi sulit diobati sehingga hanya
dapat di usahakan melalui pencegahan penyebaran fase infeksi parasit dengan cara
pencucian bak pemeliharaan dengan klorin atau Malachite Green. Tindakan pencegahan
yang sebaiknya dilakukan adalah memandikan induk udang dalam larutan Malachite Green 5
ppm selama 2 menit sebanyak 2 – 3 kali berturut- turut, atau menggunakan Treflan 0,01 ppm
Penyakit protozoa pada larva udang windu pada umumnya disebabkan oleh golongan
Epystylis, dan Vorticella. Serangan penyakit protozoa ini biasanya terjadi bersama- sama
dengan serangan organisme pathogen lainnya, misalnya bakteri filamen. Pada infeksi yang
berat, terlihat seluruh permukaan tubuh larva ditempeli oleh parasit. Akibatnya, larva penderita
tampak dilakukan di hatchery. Namun, salah satuu pencegahan yang efektif adalah
penggunaan formalin dengan dosis 15ppm – 25 ppm untuk larva dan 100 ppm – 250 ppm
2.5.8. Pemanenan
Menurut Wardiningsih (1999), waktu yang dibutuhkan untuk panen adalah saat benih
berumur 35 hari. Pemanenan dilakukan secara bertahap, umumnya dilakukan dua atau empat
kali dalam satu masa pemeliharaan agar larva udang tidak stress.
Cara pemanenan dilakukan pertama- tama dengan melakukan pengeringan bak, yaitu
mengurangi stress pada benur. Seser yang digunakan harus menggunakan jaring yang halus,
supaya tidak merusak fisik benur. Penangkapan benur ini pun tidak boleh dilakukan secara
kasar, harus dilakukan dengan pelan-pelan. Jika pada dasar tambak mempunyai pipa
pembuangan, maka ke dalam kotak panen atau ember. Benur yang telah dimasukkan ke
dalam wadah penampungan yang telah dipersiapkan, yaitu ember besar yang dilengkapi
dengan aerasi.
III. METODOLOGI
2 November 2012 bertempat di HSRT Milik Bapak Bashori Desa Paciran Kecamatan Paciran
Praktek Kerja Lapang II dilaksanakan dengan metode survei. Menurut Nazir (1988),
metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala
yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang instusi sosial,
Metode magang adalah penulis mengikuti serta berpartisipasi secara langsung dalam semua
kegiatan yang berhubungan dengan proses pemeliharaan udang Windu yang dilaksanakan
Sumber data yang diperoleh dari Praktek Lapang adalah data primer dan sekunder.
Data primer adalah data yang dikumpulkan dan disatukan secara langsung dari obyek yang
diteliti dan untuk kepentingan studi yang bersangkutan dalam bentuk pengamatan dan
mengikuti segala jenis kegiatan yang meliputi kegiatan (Nazir, 1988). Adapun data yang
diambil meliputi pemeliharaan larva, pemeliharaan setiap stadia, panen sampai pemasaran.
Data skunder adalah data yang dikumpulkan dari lembaga lain yang sudah
sebagai studi literatur dan bahan pembanding terhadap data primer yang dikumpulkan.
Jenis data sekunder adalah literatur buku yang digunakan dalam pembahasan
a. Observasi Langsung
Pengumpulan data dengan observasi langsung atau dengan pengamatan langsung
dengan cara pengambilan data dengan menggunkan mata tanpa ada pertolongan alat standar
lain untuk keperluan tersebut. Daftar data yang akan dipelajari dapat dilihat pada lampiran 2.
b. Wawancara / interview
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau
dinamakan interview guide (panduan wawancara) atau juga dengan menggunakan daftar
Menurut Naburko dan Achmadi (2004), data yang telah terkumpul baik data primer
1. Editing
Sebelum data diolah, data tersebut perlu diedit terlebih dahulu, dengan kata lain, dan
atau keterangan yang telah dikumpulkan dalam record book. Agar data yang di peroleh dalam
hasil pembahasan laporan pembenihan udang windu dapat mudah disusun dan dapat di
pahami.
2. Tabulating
Membuat tabulasi termasuk dalam kerja memproses data. Membuat tabulasi tidak lain
memasukkan data kedalam tabel-tabel, dan mengatur angka-angka sehingga dapat dihitung
jumlah kasus dalam berbagai-bagai kategori. Seperti dalam penyajian data nilai standar
dengan informasi yang diperoleh dilapanagan. Menurut Naburko dan Achmadi (2004), analisa
deskriptif adalah menyajikan data sesuai dengan keadaan sebenarnya guna mempermudah
pengambilan keputusan.
Analisis usaha dalam bidang perikanan merupakan upaya untuk mengetahui sampai
dimana keberhasilan yang telah dicapai selama usaha perikanan itu berlangsung. Ada
beberapa macam bentuk penyajian analisis usaha yang bisa dipakai untuk menguji
keuntungan analisis usaha antara lain analisis pendapatan usaha dan analisis imbangan
Laporan Laba dan Rugi dapat dilihat besarnya keuntungan dan kerugian yang
dialami oleh perusahaan pada kurun waktu pertahun, perkuatal atau waktu lainnya
Analisa ini diambil untuk mengetahui perbandingan hasil yang diperoleh terhadap
suatu jumlah biaya yang dikeluarkan. Suatu usaha dikatakan menguntungkan jika Benefit
Cost Ratio lebih dari satu. Semakin besar nilai Benefit Cost Ratio, berarti usaha tersebut
Total Penjualan
B/C Ratio =
Total Biaya
menghasilkan pendapatan yang sama besarnya (biaya produksi) yang dikeluarkan. Rumus
Biaya Tetap
a. BEP unit =
Biaya Harga Jual – Biaya Variabel
Biaya Tetap
b. BEP Rp =
1 - [Biaya Variabel / Total Penerimaan]
mengetahui untung atau tidak suatu usaha tersebut dapat diketahui dengan perhitungan R/C
sebagai berikut :
Revenue
R/C Ratio =
Cost
Keterangan :
pembenihan udang windu. Sebelum bak digunakan harus dilakukan pengeringan dan
pembersihan terlebih dahulu. Pencucian bak di Hatchery skala rumah tangga milik Bapak
Bashori tidak menggunakan diterjen ataupun bahan kimia lainnya meliankan hanya di gosok
dengan menggunakan waring sambil di siram langsung dengan air tawar. Untuk
menghilangkan lumut membandel pada dinding dan dasar bak dilakukan penggosokan
dengan sikat. Setelah itu baru dibilas dengan air tawar yang steril dan terakhir bak dikeringkan
selama ± 3 - 4 hari. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Wardiningsih (1999) yang
menjelaskan bahwa proses sterilisasi menggunakan chlorin yang dilarutkan ke dalam air.
Dalam hal ini persiapan bak yang di lakukan di Hatchry skala rumah tangga milik
Bapak Bashori kurang steril karena tidak menggunakan chlorin namun untuk menekan biaya
produksi Bapak Bashori hanya melakukan penggosokan saja dan di siram dengan air tawar.
Tetapi walaupun tidak menguunakn chlorin persiapan bak dianggap cukup dan bak siap untuk
di gunakan.
Penularan penyakit biasa terjadi melalui media peralatan yang terkontaminasi dengan
bakteri atau parasit, oleh sebab itu sebelum digunakan semua peralatan harus di sterilkan
dengan cara di rendam dalam air tawar selama 24 jam setelah itu di bersihkan dengan cara
pemasangan kran, selang aerasi, pemberat serta batu aerasi pada bak larva. Pemasangan
aerasi pada bak larva diberikan jarak 40 cm dari titik yang satu ke titik yang lain dengan batu
aerasi menempel di dasar bak. Pemasangan aerasi dapat di lihat pada Gambar 5.
Pemasangan instalasi aerasi ini dilakukan sebagai penyuplai oksigen dalam air saat
pemeliharaan berlanjut. Kandungan oksigen terlarut yang optimum sangatlah penting dalam
pemasangan aerasi selasai bak siap untuk diisi air media pemeliharaan.
Setelah air media sudah disterilkan maka tahap selanjutnya adalah pengisian air
kedalam bak pemeliharaan dengan ketinggian awal 80 cm air yang dimasukkan kedalam
sudah disaring dengan menggunakan filterbag. Kualitas air yang digunakan untuk usaha
pembenihan udang windu harus baik, bebas dari polusi, endapan logam berat serta
mempunyai kandungan bahan organik yang cukup rendah. Penyaringan air menggunakan
filterbag dan kapas. Penyaluran air media dari bak penampungan ke bak pemeliharaan larva
ini menggunakan instalasi pipa ukuran 1,5 inchi dan menggunakan pompa clup. setelah air
media selesai dimasuk ke dalam bak pemeliharaan aerasi di nyalakan dengan tekanan kecil.
Pengisian air media dapat dilihat pada gambar 6.
Karena air media merupakan hal yang paling dalam pemeliharaan larva maka proses
sterilisasi trlebih dahulu terhadap air media dan penyaringan menggunakan filterbag dalam
pengisian air ini diharapkan untuk mencapai tujuan yang diharapkan yaitu air media yang
digunakan bebas dari polusi, endapan logam berat, dan bibit penyakit.
karenakan kondisi air pada tempat asal nauplius dengan lingkungan yang baru berbeda, baik
suhu, pH dan kadar garam maupun faktor kualitas air lainnya. Aklimatisasi dilkukan dengan
cara memindahkan nauplius dari kantong plastik ke bak plastik. Kemudian masukan air media
dari bak pemeliharaan larva sebanyak 3- 4 liter ke dalam bak plastik yang berisi naupli, setelah
15 menit tambahkan kembali air media sebanyak 3- 4 liter. Hal ini dilakukan selama 1 jam.
Setelah 1 jam dan naupli beradaptasi masukan naupli ke dalam bak pemeliharaan dengan
Penebaran nauplius yang ideal adalah ± 100 ekor/liter, di Hatchery skala rumah tangga
milik Bapak Bashori sendiri bak bervolume air 10 ton biasanya ditebar 1.500.000- 2.000.000
nauplius dan penebaran dilakukan pada sore atau malam hari. Sedangkan Bapak Bashori
mendapatkan nauplius dari UD. Sari Benur Ds. Jatisari kec. Sluke kab. Rembang - Jawa
tengah.
Cara penebaran yang benar dan baik akan mempengaruhi terhadap naupli maka dari
itu diHatchery skala rumah tangga milik Bapak Bashori dilakukan aklimatisai terlebih dahulu,
pemberian elbasin 2 ppm terhadap air media dan pencucian naupli menggunakan treflan 1
ml / liter, Hal ini dilakukan agar mencapai suatu tujuan dalam proses penebaran naupli yaitu
Pemberian pakan buatan dengan dosis tertentu diberikan sebanyak 6 kali/hari mulai
stadia zoea 1. Pakan disaring dengan menggunakan saringan sesuai dengan ukuran yang
sudah ditentukan berdasarkan stadia larva, dan dilarutkan ± 5 liter air tawar agar saat
diberikan dapat merata. Untuk stadia Zoea jenis pakan alami yang diberikan untuk larva udang
windu adalah fitoplankton jenis Skeletonema costatum dan untuk stadia Post larva diberikan
Artemia salina.
Artemia salina. diberikan dua kali sehari yaitu pagi dan malam, setelah diberikan
pakan buatan. Artemia salina ini diberikan mulai dari stadia mysis 3 sampai PL 10, pemberian
4 kali yaitu 9.00, 15.00, 21.00, dan 03.00 ( tiga jam setelah diberikan paka buatan ). Ada dua
A. Pakan Alami
Pakan alami yang diberikan adalah berupa Skeletonema costatum dan Artemia salina.
Skeletonema costatum di berikan pada stadia zoea sampai mysis. Adapun cara kultur
Skeletonema yaitu:
Skeletonema costatum
a. Media Air
Media air dalam mengkultur plankton baik Skeletonema costatum maupun Artemia
salina di hatchery skala rumah tangga milik Bapak Bashori diambil dari bak tandon.
b. Bibit
Bibit yang digunakan sebaiknya mempunyai kepadatan yang tinggi, tidak mengandung
c. Pupuk
Jenis pupuk yang digunakan untuk kultur Skeletonema costatum, di Hatchery skala
rumah tangga milik Bapak Bashori pupuk yang digunakan adalah pupuk jenis NPK
d. Vitamin
Jenis vitamin yang digunakan untuk kultur skeletonema costatum adalah vitamin B12
sebagai berikut :
a. Bak kultur berukuran 2 x 3 m dicuci menggunakan air tawar dengan cara disikat dinding dan
dasar bak, selang aerasi juga dibersihkan menggunakan waring kemudian dibilas dengan air
b. Bak diisi air tandon 3,75 ton (ketinggian air 1 m) dan ditambah air tawar 0,75 ton (ketinggian
air 20 cm).
c. Masukan pupuk pada bak kultur dengan cara pupuk saring dan dilarutkan dalam air kemudian
ditebar secara merata, hal ini bertujuan agar pupuk dapat tercampur secara merata di dalam
d. Masukan vitamin B12 dengan menggunakan injeksi dan di sebar merata ke dalam air media.
e. Langkah selanjutnya masukkan bibit Skeletonema sebanyak 10 liter ke dalam bak kultur, bibit
yang digunakan sebaiknya bibit yang sudah bersel panjang dan masih muda agar
Pemanenan Skeletonema costatum dilakukan dengan cara membuka kran pipa air
keluar (outlet) bak kultur dan dipasang saringan khusus digunakan untuk menyaring plankton.
Saringan yang digunakan berukuran 100 mikron terbuat dari kain satin. Skeletonema
costatum ditampung dalam ember plastik berkapasitas 20 liter dan siap diberikan pada larva
Artemia salina
a. cysta artemia sebanyak 25- 50 gr langsung direndam dalam air laut pada fiber yang bervolume
c. Sebelum di panen aerasinya dimatikan dan di endapkan selama 3 jam kemudian di tutup rapat.
d. 30 menit pertama keluarkan artemia dari kran menggunakan saringan dan di cuci dengan air
tawar.
e. Artemia yang telah dipanen kemudian di letakkan pada dalam ember yang di isi air laut dan di
aerasi.
f. Setiap 15 menit sekali artemia di panen sampai artemia yang mengendap habis.
Untuk dosis dan frekuensi pemberian pakan alami dapat dilihat pada Tabel 4.
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa semakin bertambah umur atau stadia
semakin bertambah juga dosis pemberian pakan alami pada udang windu. Hal ini dikarenakan
semaikn banyak pula nutrisi yang dibutuhan dan untuk sumber energi yang cukup, Distadia
Zoea I sampai Mysis II diberikan pakan alami jenis Skeletonema costatum dan distadia Mysis
III sampai panen itu diberikan pakan alami jenis Artemia salina, Hal ini karena jenis dan ukuran
pakan alami disesuaikan dengan bukaan mulut udang dan kandungan nutrisi yang dibutuhkan
B. Pakan buatan
Pakan buatan diberikan pada stadia zoea sampai dengan post larva. Pemberian
pakan ini harus sesuai dengan bukaan mulut dan perkembangan larva sehingga pakan
buatan perlu disaring sebelum diberikan. Mengenai jenis pakan yang diberikan, dosis,
frekuensi pemberian pakan buatan masing-masing stadia disajikan pada Tabel 5. dan Tabel
Jenis- jenis pakan buatan yang dicampurkan telah disesuaikan dengan umur udang
Untuk lebih jelas mengenai pakan buatan yang dipakai dalam pembenihan udang
Air media sangat berperan dalam keberasilan dalam usaha pembenihan udang windu.
Kualitas air yang diamati meliputi suhu, salinitas, dan pH. Suhu rata-rata pada siang hari 33-
34 o C dan pada malam hari berkisar 28- 30 o C dan salinitas awal yaitu 30 ppt. Adapun teknis
pengolahan air laut yang dilakukan pada Hatchery skala rumah tangga milik Bapak Bashori
Air laut disedot langsung dari laut dengan menggunakan Halkon. Kemudian air masuk ke bak
penampungan, Setelah air masuk kedalam pak penampungan kemudian air media ditreatmen
1 Kaporit 15 – 25 ppm
2 EDTA 10 – 15 ppm
mensterilkan air laut dari hama dan penyakit, setelah 3 jam air diberi EDTA dengan dosis 10-
15 ppm untuk menetralkan kaporit. air laut diendapkan kurang lebih 24 jam. Setelah dilakukan
treatment air kemudian air laut dipompa ke bak filter, dari bak filter air dialirkan ke bak larva.
Setelah air masuk ke bak larva air media tersebut sudah siap untuk digunakan sebagai
media pemeliharaan.
Monitoring perkembangan larva diHatchery skala rumah tangga milik Bapak Bashori
dilakukan sejak penebaran nauplius. Setiap hari larva udang dikontrol dengan rutin.
Monitoring ini dilakukan dengan mengambil sampel dari beberapa titik, namun yang sering
diambil yaitu titik pojok bak karena larva udang akan cenderung mengumpul pada pojok.
Pengambilan sampel ini menggunakan beaker glass yang diterawang disinar matahari,
selanjutnya diamati. Dalam pengamatan itu dapat dilihat bagaimana perkembangan larva.
Larva udang windu ini jika diamati dengan beaker glass pada zoea-mysis akan
melayang-layang di air bila pada stadia Post larva akan terlihat aktif bergerak, PL yang
pertumbuhanya lebih rendah dari pada yang lainnya atau mempunyai bentuk badan yang
lebih yang kurus dari yang lain akan berada di permukaan beaker gelas jika diamati, selain
Dari hasil pengamatan akan di ketahui peningkatan stadia pada larva dan kondisi
Untuk mencegah timbulnya jamur maka diberikan anti jamur treflan (0,5 ppm),
Sedangkan untuk mencegah infeksi dan bakteri diberikan anti biotik Clorampenicol (0,5 ppm)
dan diberikan pada saat pergantian stadia larva (nauplius – zoea, zoea – mysis – post larva).
Clorampenicol ini disaring dengan planktonet dan dilarutkan ke dalam kurang lebih 5 liter air
laut terlebih dahulu. Setelah itu di tebar merata ke dalam bak pemeliharaan. Selain pemberian
antibiotik dilakukan juga perlakuan pada air media penambahan dan pergatian air seperti yang
M- 2 - 10 %
PL- 1 - 10 %
PL- 3 20 % 20 %
Penambahan air sebayak 10 % pada stadia mysis-2, PL-1 dan Pergantian air
dilakukan pada stadia PL- 3. Sedangkn sistem pindah dilakukan pada stadia PL-5 dengan
perbandingan air lama 70 % dan air baru 20 %. Hal ini dilakukan agar kondisi larva tetap baik
5.6. Panen
Panen merupakan salah satu tahap akhir dari pemeliharaan, dimana pemaneman
dilakukan pada saat udang memasuki PL 9. waktu panen dilakukan pada pagi atau malam
hari. Cara pemanenan ini cukup mudah yaitu pipa outlet bak dicabut dan disisipkan jaringan
yang luasnya sama dengan kotak penangkapan, setelah itu PL diseser dengan menggunakan
saringan halus dan masukan ke bak penampungan kemudian di kasih artemia, Benur yang
telah terkumpul dihitung jumlahnya. Hasil panen yang diperoleh selama satu siklus berkisar ±
1.800.000 ekor benur per bak atau tingkat kelangsungan hidup ( SR ) 41%.
Pada periode bulan Febuari- maret Bapak Bashori telah melakukan pemanenan pada
menyatu dan siap ditakar dengan menggunakan sendok takar. Untuk plastik ukuran 40 x 20
cm dengan volume air 2 – 3 liter air dibutuhkan 1 sendok takaran dan rata- rata jumlah
perkantong adalah ± 5000-7000 ekor. Air sebelum dimasukkan ke dalam kantong terlebih
dahulu diturunkan suhunya sampai 220 C dengan es batu yang bertujuan menurunkan tingkat
metabolisme udang.
: 2. Setelah benur udang windu dipacking selanjutnya kantong-kantong plastik yang berisikan
benur udang windu dimasukkan dan ditata ke dalam sterefoam yang berisikan es, untuk
mempertahankan suhu 220 C selama diperjalanan dan terakhir sterefoam di tutup rapat
kemudian di bungkus dengan plastik. Pemanenan dan pengepakan benih udang windu
Gambar 8. Packing
5.8. Pemasaran
Benur udang windu Hatchery skala rumah tangga milik Bapak Bashori dipasarkan ke
sedayu, sembayah disekitar daerah Gresik jawa timur. Karena derah tersebut sudah
pelanggan tetap. Tapi tidak menuntut kemungkinan ada juga yang dijual ke luar jawa, seperti
Untuk pengiriman keluar jawa dilakukan pada waktu pagi pukul 4, melalui bandara
juanda. 1 hari sebelum pengiriman diambil sampel pada bak yang akan dilakukan pemanenan
pada esok hari, sampel tersebut akan diguanakn untuk uji kelayakan, apabila benur telah
dinyatakan layak maka benur akan dipanen dan dikirim pada esok harinya.
Umumnya pembeli dari luar jawa tersebut membeli benur dengan jumlah yang banyak,
lebih dari 1000.000. dengan harga Rp 10 /ekor. Sedangkan para pembeli di sekitar daerah
Gresik yang sudah jadi pelanggan membeli benur dengan jumlah di kisaran ±500.000.
lobster air tawar, maka dapat dibuat suatu analisis usaha. Dimana dalam analisis usaha ini
mencakup biaya investasi, total biaya operasional, nilai jual, maupun keuntungannya. Data
Jumlah = Rp1.880.000
Jumlah = Rp 8.950.000
c. Analisa laba/rugi
1. Penjualan = 4.151.000 ekor benur x Rp 8 = Rp 33.208.000
= Rp 33.208.000 – Rp 10.830.000
= Rp 22.378.000
= 2,07
Artinya, setiap penanaman biaya sebesar Rp 1,00 akan diperoleh keuntungan sebesar
Biaya Tetap
Total Penerimaan
= Rp 1.880.000
Rp 8.950.000
1-
Rp 33.208.000
= Rp 2.575.342,5
modal akan tercapai bila nilai rupiah yang diperolehkan sebesar Rp 2.575.342.
Biaya Tetap
2. BEP dalam unit =
Biaya Harga Jual – Biaya Variabel
= Rp 1.880.000
Rp 8 – Rp 2
= 313.333 benur
Artinya, titik balik modal akan tercapai bila volume produksi sebanyak 313.333 benur.
f. Revenue Cost
Total Penerimaan
R/C Ratio =
Total Biaya
Rp 33.208.000
R/C Ratio =
Rp 10.830.000
Artinya, dengan nilai R/C 2,32 berarti setiap penambahan biaya sebesar Rp 1,00 akan
6.1 Kesimpulan
Dari hasil Praktek Kerja Lapang II di Hatchery skala rumah tangga milik Bapak Bashori,
1. Persiapan bak larva yang dilakukan oleh Bapak Bashori menggunakan beberapa tahapan
yaitu pembersihan bak dengan air tawar, penggosokan dan pengeringan bak. Bak
makanan larva udang windu. Pakan alami yang digunakan berupa Skeletonema dan Artemia,
sudah sesuai dengan dosis, waktu dan frekuensi yang tepat sehingga tidak mempengaruhi
3. Pengelolaan kualitas air yang dilakukan berupa pengukuran hanya berdasarkan 1 parameter
kualitas air saja yakni suhu. Selama kegiatan pemeliharaan larva berlangsung, dilakukan tiap
hari sekali pengecekan kualitas air dan diperoleh hasil yang optimal yakni suhu berkisar antara
30 – 32 0C. Sehingga media ini layak dan cocok untuk perkembangan larva udang.
4. Monitoring pertumbuhan yang dilakukan yakni dengan mengetahui tingkat kelulus hidupan
larva (survival rate) dengan cara sampling dan diperoleh SR yang cukup tinggi yakni 41%.
5. Pemindahan larva dilakukan apabila larva sudah memasuki stadia PL- 5 dan dipindah ke bak
pemeliharaan larva yang baru. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan air media yang bersih
6. Pengendalian penyakit pada larva udang windu diberikan anti jamur treflan 0,5 ppm
sedangkan untuk mencegah infeksi dan bakteri diberikan antibiotik Clorampenicol 0,5 ppm.
Hal ini dikarenakan selama kegiatan pemeliharaan larva berlangsung, sering penyakit
7. Panen dilakukan setelah seluruh larva memasuki stadia PL- 10, yakni setelah berumur 16 -
20 hari pemeliharaan dan menghasilkan 4.151.000 ekor benur udang windu dengan SR yang
dihasilkan yakni 41%. Sedangkan hasil dari pemeliharaan larva udang dipasarkan kedaerah
1. Dalam proses pencucian bak seharusnya menggunakan chlorin atau diterjen agar bak lebih
2. Alat pengecekan parameter kualitas air harus dilengkapi agar dapat mengontrol parameter air
3. Voltase listrik dari sumber PLN harus ditambah lagi agar tidak menghambat suatu kegiatan
produksi hal ini diindikasikan dengan seringnya listrik mati karena kekurangan voltase.
DAFTAR PUSTAKA
Arsip Blog
► 2015 (1)
► 2014 (2)
▼ 2013 (8)
o ▼ November (8)
cerita kisah cintaku
kau selalu di hatiku.
proposal monitoring kesehatan larva udang vannamei...
proposal monitoring kesehatan larva udang vannamei...
laporan teknik pembenihan ikan gurami
proposal teknik pembenihan ikan gurami
laporan teknik pemeliharaan larva udang windu
proposal PKL udang windu
Mengenai Saya
dede hermawan
Lihat profil lengkapku
Morfologi udang windu terdiri dari ruas-ruas atau segmen. Bagian kepala udang windu terdiri dari 13
ruas, yaitu kepala sendiri terbagi atas 5 ruas dan 8 ruas bagaian dada. Sedangkan untuk bagian
perutnya terdiri dari 6 ruas. Bagian kepala dan dada tertutup oleh kerangka kepala yang disebut
cangkang kepala (carapace). Dibagian depan, kelopak kepala mamanjang dan meruncing yang
pinggirnya bergerigi yang disebut dengan cucuk kepala (rostrum). Udang windu memiliki mata
majemuk yang bertangkai dan dapat digerak-gerakan yang berada di bawah pangkal cucuk kepala.
Mulut terletak dibawah kepala diantara rahang-rahang (bagmandibula)
Pada bagian kepala dan dada terdapat bagian-bagian tubuh lainya yang berpasang-pasangan yaitu
dari muka ke belakang adalah sungut kecil (antennula), sirip kepala (scopherocerit), sungut besar
(antenna), rahang (mandibula), alat-alat pembantu rahang (maxilla) yang terdiri atas 2 pasang,
maxilliped yang terdiri atas 3 pasang, dan kaki jalan (periopoda) yang terdiri atas 5 pasang,pada
bagian perut udan windu terdapat 5 pasang kaki renang yang lama kelamaan akan mengalami
perubahan menjadi kipas atau ekor.
Udang windu bersifat noktural yaitu binatang yang aktif mencari makan pada malam hari. Dan pada
siang hari udang windu ini biasanya lebih suka menempel pada suatu benda atau membenamkan
tubuhnya pada lumpur disekitar tambak. Sedangkan sifat lain dari udang windu adalah sifat kanibal,
yaitu suka memangsa jenisnya sendiri. Sifat kanibal ini biasanya mucul pada udang-udang yang sehat
dan tidak sedang dalam keadaan molting atau ganti kulit dan sifat kanibal ini akan sangat nampak
apabila udang kekurangan pakan. Sedangkan mangsanya bisanya udang yang pada saat itu sedang
ganti kulit. Sifat kanibal pada udang biasanya muncul pada saat masih pada tingkatan mysis.
Secara umum pakan untuk udang windu ini sangat bervariasi, ini tergantung pada tingkatan atau
umur udang. Pada waktu masih burayak, makanan utama udang windu adalah plankton, setelah
meningkat menjadi zoea makanannya berupa plankton jenis plankton nabati seperti skeletonema,
amphora, dan navicula. Pada tingkatan mysis makanan yang cocok untuk jenis udang ini yaitu
plankton jenis plankton hewani seperti rotifera dan lain-lain. Sedangkan untuk udang dewasa
makanan yang disukai yaitu daging binatang lunak atau molusca. Namun pada budidaya udang
ditambak secara intensif sering digunakan pakan buatan seperti pellet dan jenis pakan crumble atau
fine crumble.
B. Penebaran Nauplius
Sebelum nauplius ditebar ke dalam bak pemeliharaan terlebih dahulu dilakukan pemilihan nauplius
yang berkualitas dengan ciri-ciri sebagai berikut :
Warna gelap kecoklatan
Ukuran besar
Gerakan aktif atau naik turun
Tertarik ke arah cahaya
Banyak dipermukaan dan tidak banyak yang mengendap
Bebas dari virus
Untuk penebaran nauplius ideal adalah ± 100 ekor/liter, di BBPBAP Jepara sendiri penebaran
nauplius untuk bak dengan volume 10 ton ditebar nauplius sebanyak 1000.000 ekor nauplius dan
ditebar pada malam atau sore hari.
Sebelum nauplius ditebarkan terlebih dahulu dilakukan aklimatisasi, adapun proses aklimatisasi yaitu
sebagai berikut : nauplius yang masih dibungkus plastik atau diember dimasukan kedalam bak yang
akan digunakan untuk pemeliharaan. Bungkusan plastik dibiarkan mengapung dipermukaan selama
± 15 menit agar suhu dalam bungkusan plastik dan suhu dalam bak menjadi seimbang (sampai
timbul embun pada permukaan plastik bagian dalam). Setelah itu bungkusan plastik dibuka dan
diberi aerasi, serta dimasukan air dari bak ke dalam plastik sedikit demi sedikit dan dibiarkan selama
± 10 menit. Terakhir nauplius dilepaskan sedikit demi sedikit ke dalam bak pemeliharaan.
Pemeliharaan pada bak nauplius dilakukan hanya sampai stadia PL 7 saja, setelah mencapai stadia
tersebut kemudian dipindahkan ke dalam bak yang berukuran lebih besar. Hal ini karena pada stadia
ini larva udang sudah agak besar, dan juga untuk menghindari terjadinya saling mangsa (kanibal)
pada larva udang tersebut. Kepadatan ideal untuk pemeliharaan PL 7 ini adalah 5000 ekor/m2.
C. Pemberian Pakan
Pemberian pakan buatan (pellet) dengan dosis tertentu diberikan sebanyak 6 kali per hari (pukul
08.00, 12.00, 16.00, 23.00 dan 05.00). Pakan buatan diberikan mulai dari stadia zoea 1, pada stadia
nauplius tidak diberikan pakan buatan ataupun pakan alami karena pada stadia ini larva udang masih
memiliki kuning telur (yolk egg) yang menempel pada tubuhnya yang dijadikan sebagai cadangan
makanan bagi larva tersebut. Pakan buatan yang diberikan dilarutkan dalam air laut sebanyak ± 5
liter agar dapat merata pada saat ditebarkan dalam bak.
Jenis pakan buatan yang diberikan harus sesuai dengan perkembangan stadia larva udang, karena
ukuran pakan yang diberikan harus di sesuaikan dengan bukaan mulut si larva. Pada kegiatan
pembenihan udang windu yang di lakukan di BBPBAP Jepara jenis pakan buatan yang sering
digunakan adalah pakan buatan jenis FRIPPAK # 1 CAR, FRIPPAK # 2 CD, SP +, FRIPPAK PL + 300,
pellet D1 halus dan pellet D2 kasar.
Untuk pemberian pellet D2 kasar harus di blender terlebih dahulu sebelum diberikan agar ukurannya
menjadi lebih kecil dan merata. Pakan yang sudah ditimbang kemudian dimasukan ke dalam wadah-
wadah kecil dan ditempatkan pada papan pemberian pakan. Papan pemberian pakan ini dilengkapi
dengan ruang-rung kecil untuk menaruh wadah yang berisi pakan tersebut dan dilengkapi juga
dengan waktu atau jam pemberian pakan sehingga pemberian pakan dapat lebih terkontrol.
Jenis pakan alami yang diberikan untuk larva udang windu adalah fitoplankton jenis skeletonema sp
dan zooplankton jenis Arthemia sp. Skeletonema sp diberikan 2 kali sehari yaitu pagi dan
sore/malam, satu jam setelah pemberian pakan buatan. Skeletonema ini diberikan pada saat larva
mencapai stadia zoea 1 sampai PL 3. Sedangkan Arthemia sp ini diberikan mulai dari stadia mysis 3
sampai PL 15, yang diberikan dua kali sehari yaitu pagi jam 09.00 dan malam hari pada jam 23.00
dan diberikan 1 jam setelah pemberian pakan buatan.