TUGAS TERSTRUKTUR
TEKNOLOGI PEMBENIHAN HEWAN AIR
Dosen Pengampu:
Dr. Ir. MAHENO SRI WIDODO, MP
Disusun oleh:
PROGRAM MAGISTER
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
1
I. PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, dapat diketahui tujuan
penyusunan laporan ini, yaitu sebagai berikut :
1. Mengetahui Teknik Manajemen Induk dan Proses Pemijahan
2. Mengetahui Teknik Manajemen Larva dan Benih
3. Mengetahui Teknik Manajemen Biosecurity
4. Mengetahui Teknik Pemanenan dan Transportasi
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Morfologi
Tubuh udang windu terdiri dari dua bagian yaitu kepala dan dada
(cephalothorax) dan perut (abdomen). Pada bagian cephalothorax terdiri dari 13
ruas, yaitu 5 ruas kepala dan 8 ruas dada. Bagian kepala terdiri dari antenna,
antenulle, mandibula dan 6 dua pasang maxillae. Kepala dilengkapi dengan 3
pasang maxilliped dan 5 pasang kaki jalan (periopoda). Bagian perut atau
abdomen terdiri dari 6 ruas yang tersusun seperti genting. Pada bagian abdomen
terdapat 5 pasang kaki renang (Pleopod) dan sepasang uropods (mirip ekor)
yang membentuk kipas bersama-sama telson yang berfungsi sebagai alat
kemudi (Tricahyo, 1995).
Tubuh udang windu dibentuk oleh 2 cabang (biramous), yaitu exopodite
dan endopodite. Udang windu mempunyai tubuh berbuku-buku dan aktifitas
berganti kulit luar atau eksoskleton secara perodik yang biasa disebut dengan
istilah moulting (Mujiman dan Suyanto, 1999).
4
Udang penaeid dapat dibedakan dengan yang lainnya oleh bentuk dan
jumlah gigi pada rostrumnya. Udang windu mempunyai 2-4 gigi pada bagian tepi
ventral rostrum dan 6-8 gigi pada tepi dorsal (Mujiman dan Suyanto, 1999).
Udang windu betina mempunyai thelicum sebagai alat reproduksinya. Letak
thelicum berada diantara pangkal kaki jalan ke-4 dan ke-5 dengan lubang
saluran kelaminnyua terletak diantara pangkal kaki ke-3. Sedangkan alat kelamin
udang jantan disebut petasma yang terletak pada kaki renang pertama. Udang
windu bersifat kanibalisme yaitu suka memangsa jenisnya sendiri. Hal ini terjadi
jika udang windu kekurangan pakan.
Dilihat dari luar, tubuh udang windu (P. monodon) terdiri dari dua bagian,
yaitu bagian depan dan bagian belakang (Gambar 1). Bagian depan disebut
bagian kepala, yang sebenarnya terdiri dari bagian kepala dan dada yang
menyatu, sehingga dinamakan kepala-dada (cephalotthorax). Pada bagian
belakang perut (abdomen) terdapat ekor (Martosoedarmo dan Ranoemihardjo.
1980)
Semua bagian badan beserta anggota-anggotanya terdiri dari ruasruas
(segmen). Kepala-dada terdiri dari 13 ruas, yaitu kepala terdiri dari lima ruas dan
dada terdiri dari delapan ruas. Bagian perut terdiri dari enam ruas, tiap ruas
badan mempunyai sepasang anggota badan yang beruas-ruas pula
(Martosoedarmo dan Ranoemihardjo. 1980).
Seluruh tubuh tertutup oleh kerangka luar yang disebut
eksoskeleton,yang terbuat dari bahan khitin. Kerangka tersebut mengeras,
kecuali pada sambungan-sambungan antara dua ruas tubuh yang berdekatan.
Hal ini memudahkan mereka untuk bergerak (Martosoedarmo dan
Ranoemihardjo. 1980).
5
Secara umum ukuran udang yang dapat dipakai sebagai induk adalah
ukuran yang dicapai pada saat matang pertama yang terjadi di alam. Di alam
maupun di tambak, ukuran induk yang matang biasanya dicapai setelah
berumur 8 sampai 10 bulan. Pada umur ini, P. vannamei bisa mencapai bobot
sekitar 40 g, sedikit lebih besar dari P. stylirostris. Pada induk P. vannamei, yang
sesuai untuk betina adalah lebih besar dari 45 g dan jantan berukuran lebih
besar 40 g. Pada P. monodon yang merupakanspesies terbesar dari genus ini,
ukuran untuk udang jantan adalah setelah mencapai 60 g dan betina sekitar 90
g. Pada spesies berukuran kecil, seperti P. indicus, reproduksinya sudah mulai
aktif pada ukuran 10 g atau kurang. (Wyban et al., 1987 dalam Bray dan
Lawrence, 1992).
Udang penaeid termasuk hewan yang heteroseksual, yaitu mempunyai
jenis kelamin jantan dan betina yang terpisah dan masingmasing dapat
dibedakan dengan jelas. Udang jantan mempunyai alat kelamin jantan yang
disebut petasma dan terletak pada kaki renang pertama, sedangkan udang
betina mempunyai alat kelamin betina yang disebut thelycum serta terletak di
antara kaki jalan keempat dan kelima. Thelycumpada udang penaeid betina bisa
bersifat terbuka (open) atau tertutup (closed) tergantung pada spesies. Pada
thelycum tertutup, spermatofora ditempatkan oleh udang jantan di bawah
lekukan lapisan pada kelamin betina pada saat kulit luar udang betina dalam
keadaan lembek setelah terjadinya molting. Spermatofora disimpan selama
beberapa hari sebelum udang betina bertelur. Pada udang yang mempunyai
kelamin terbuka (open thelycum) spermatofora diletakkan oleh udang jantan
ketika kulit luar udang betina masih dalam keadaan keras, biasanya beberapa
jam sebelum bertelur. Udang yang memiliki kelamin terbuka ditemukan pada
beberapa spesiesudang endemik di belahan Bumi Barat seperti P. stylirostris dan
P. vannamei, sedang yang memiliki kelamin tertutup ditemukan pada
7
tingkat I (undeveloped atau spent stage), tingkat II (developing stage), tingkat III
(nearly ripe stage), dan tingkat IV (ripe stage).
Pada tingkat IV (ripe stage) terlihat ovari pada ruas abdomen tersebut
menggelembung di tiga tempat, dan perkembangan ovarinya juga terlihat jelas
pada bagian kepala yang menyerupai bulan sabit di sebelah kiri dan kanan.
Tingkat ini merupakan puncak kematangan telur, dimana telur kemudian
dilepaskan dan dibuahi oleh sperma yang dikeluarkan dari spermatofora yang
tersimpan dalam thelycum. Setelah itu ovarium akan terlihat berwarna pucat dan
telur sudah siap dipijahkan (Motoh, 1981).
Pada dasarnya proses pematangan gonad merupakan faktor penentu
utama awal keberhasilan usaha pembenihan udang. Proses pematangan itu
sendiri ditentukan oleh keberadaan dan efektivitas hormon yang secara alami
diatur oleh endokrin. Orang pertama yang menemukan organ endokrin yang
disebut kelenjar sinus dan organ – X adalah Hanstrom (Carlisle dan Knowlwa,
1959). Organ- X yang terdapat pada kelenjar sinus merupakan sumber penghasil
hormon (Carlisle dan Passano, 1953).
Penelitian terhadap proses pematangan gonad telah dilakukan orang
sampai sekarang. Adiyodi dan Adiyodi (1970) telah membahas beberapa
hormon, antara lain Gonad-Inhibiting Hormone (GIH) dan Gonad-
StimulatoryHormone (GSH) yang berperan dalam reproduksi dan sistem
mekanisme hormon pada Decapoda. Gonad-Inhibiting Hormone ini sebelum
dilepas ke organ sasaran terlebih dahulu disimpan dalam kelenjar sinus yang
terletak di tangkai mata (Kukarni dan Nagabhushanam, 1980). Gonad-
InhibitingHormone menghambat perkembangan gonad, baik pada udang jantan
maupun betina, dengan menghambat aktivitas organ-Y yang terletak padabagian
kepala. Kerja organ-Y menghasilkan Gonad- Stimulatory Hormone yang
merangsang pembentukan sperma dan telur. Diagram sistembekerjanya hormon
dalam reproduksi Decapoda lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 7.
11
dengan yang dihasilkan oleh udang yang lebih tua(ukuran 30- 40 g, panjang 112
– 116 mm).
Pada proses pematangan jantan sedikitnya ada tiga tahap (Alfaro, 1993):
Tahap pertama adalah pematangan dari testes, dengan produksi sperma yang
masih muda. Tahap kedua adalah pematangan vas deferens, dimana terjadi
pematangan spermatozoa dengan pembentukan spike. Tahap ketiga adalah
pembentukan spermatofora pada terminal ampula yangmerupakan produk
terakhir.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas akhir dari spermatoforadi
bak pemeliharaan adalah penanganan dalam pemeliharaan, penanganan
lingkungan, dan nutrisi yang diberikan. Disamping itu juga perbedaan secara
alami pada populasi udang penaeid, tergantung pada letak geografis,
sebagaimana yang telah dilaporkan oleh Benzie (1995) dan Daud et al. (1996).
1. Periode nauplius atau periode pertama larva udang. Periode ini dijalani selama
46-50 jam dan larva mengalami enam kali pergantian kulit.
2. Periode zoea atau periode kedua. Periode ini memerlukan waktu sekitar 96-
120 jam dan pada saat itu larva mengalami tiga kali pergantian kulit.
3. Periode mysis atau periode ketiga. Periode ini memerlukan waktu 96-120 jam
dan larva mengalami pergantian kulit sebanyak tiga kali.
4. Periode post larva (PL) atau periode keempat. Udang windu mencapai sub
stadium post larva sampai 20 tingkatan. Ketika mencapai periode ini, udang lebih
menyukai perairan payau dengan salinitas 25-35 ppt.
5. Periode juvenil atau periode kelima. Juvenil merupakan udang muda yang
menyukai perairan dengan salinitas 20-25 ppt.
6. Periode udang dewasa. Periode ini berlangsung setelah periode juvenil hingga
udang siap berkembang biak. Setelah matang kelamin dan matang gonad,
udang dewasa akan kembali ke laut dalam untuk melakukan pemijahan. Udang
dewasa menyukai perairan payau dengan salinitas 15-20 ppt (Soetomo, 2000).
14
3. PEMBAHASAN
Air Laut
Air laut untuk pembenihan udang harus bersih atau jernih sepanjang tahun
dan sedikit mengandung bahan organik. Bahan-bahan organik terlarut dan jasad
renik yang tidak dapat tersaring akan menyebabkan “blooming” diatomae. Ini
adalah salah satu sebab kematian total pada larva udang. Bahan organik dapat
berasal dari air sungai atau vegetasi dari pantai yang menyebabkan air laut jadi
keruh sewaktu musim hujan dan musim angin barat atau timur. Oleh karena itu
daerah muara sungai dan sekitarnya tidak sesuai untuk pembangunan
pembenihan udang.
Hal lain yang harus diperhatikan adalah keadann pasang surut. Bila pada
saat pasang surut batas air di laut jauh dari pantai (lebih dari 100 meter) akan
merupakan hambatan dalam penyediaan air laut sebab untuk mendapatkan air
laut perlu untuk memasang pipa jauh ke tengah laut.
Perlu mendapat perhatian dalam penyediaan air laut apakah lokasi daerah
sekitarnya terdapat pabrik, industri, tempat berlabuh perahu/kapal bermotor.
16
Sebab dari air laut yang berada di daerah tersebut akan tercemar. Hal ini akan
menyebabkan gagalnya usaha pembenihan.
Air Tawar
Air tawar diperlukan berkaitan dengan kebutuhan untuk:Mencuci bak-bak
pembenihan dan peralatan pembenihan, dengan menggunakan air tawar
diharapkan dapat mematikan organisme-organisme laut yang ada di bak-bak
pembenihan.Menurunkan kadar garam air laut sebelum benih ditransformasikan
juga untuk keperluan sehari-hari bagi pekerja.Mengingat air tawar diperlukan
untuk pembenihan udang maka daerah calon lokasi hendaknya tersedia sumber
air tawar.
Tata Letak
Penempatan dari setiap unit bangunan pembenihan hendaknya diatur yang
tepat sehingga efisien dan ekonomis dari segi biaya konstruksi serta memenuhi
persyaratan biologis guna keberhasilan pembenihan udang tersebut. Dalam
menentukan pembenihan beberapa hal penting yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Bangunan mesin generator harus cukup jauh dari bangunan bak-bak
induk,pemijahan, penetasan.
2. Ruang pemeliharaan larva harus berdekatan dengan ruang pemeliharaan
pasca larva untuk memudahkan pemindahan larva
3. Ruang kultur plankton harus berdekatan dengan pemeliharaan larva, agar
memudahkan dalam pemberian pakan.
4. Diharapkan ruang kultur murni planktion terletak berdampingan dengan
laboratorium dan ruang kultur artemia.
5. Bangunan aklimatisasi induk, ruang penampungan dan pengepakan larva/
pasca larva, bak pengendapan, bak saringan pasir, resevoir harus terletak
agak berjauhan dengan kegiatan pokok pembenihan.
17
3.2 Biosekuriti
d. Treatment Biota
Selama peroses pemeliharaaan biota tidak terlepas adanya peluang
terjadinya infeksi serangan penyakit, sehingga diperlukan tindakan yang
bertujuan untuk tetap mencegah, mempertahankan kualitas dan kesehatan
udang yang dipelihara. Kegiatan treatment (perlakuan) yang dilakukan seperti
perendaman iodine sebanyak 100 ppm selama 10-15 menit.
Tindakan ini khusunya dilakukan untuk treatmen nauplii yang baru menetas
dengan tujuan menghindari terjadinya serangan penyakit bakteri karena potensi
20
adanya sumber bakteri dari telur yang menetas. Kemudian penggunaan iodin
diberikan pada induk yang baru didatangkan dari luar jika diindikasi adanya
gejala membawa penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Bagitu pula pakan
segar untuk induk atau calon induk serta naupli artemia di-treatment dengan
menggunakan iodine.
e. Sanitasi Area Perbenihan
Sanitasi atau sterilisasi area tempat perbenihan terutama pada lantai dan
saluran bak pemilaharaan. Sanitiasi dilakukan menggunakan kaporit yang sudah
dilarutkan kedalam air tawar sebanyak 1000 ppm. Tindakan ini bertujuan untuk
mematikan dan memutus rantai mikro organisme yang bisa menyebabkan
penyakit.
Efektivitas program biosekuriti tergantung pada beberapa hal, baik faktor
teknis, managerial maupun ekonomi. Oleh karenanya, dalam pelaksanaannya
sangat memerlukan kedisiplinan dan kepedulian yang tinggi baik pada level
pelaksana maupun manager.Aplikasi di tingkat pengusaha harus dilakukan
secara komprehensif sehingga dapat mencegah masuk, berkembang dan
menyebarnya patogen tertentu yang sangat berbahaya. Dalam suatu kegiatan
perbenihan, pelaksanaan konsep ini diharapkan mampu menjadi solusi alternatif
bagi terciptanya budidaya perikanan yang berkelanjutan.
Ketersediaan induk udang dengan kualitas baik serta jumlah yang cukup
sangat penting bagi usaha pembenihan udang. Dalam hal ini, pemilihan induk
udang windu sangat menentukan keberhasilan pembenihan. Sebagai pedoman,
syarat clon induk udang windu yang baik serta produktif adlah sebagai berikut:
1. Berat induk udang minimal 100 g, sedangkan induk udang jantan minimal 80
g.
2. Tubuh induk udang tidak cacat dan luka, terutama organ reproduksi dan
bagian punggung.
3. Bentuk punggung induk udang relatif datar dan berkulit keras.
Alat kelamin jantan bernama petasma dan terletak pada pangkal kaki
renangke-1 (satu) yang berfungsi untuk mentransfer sperma. Alat kelamin
udangjantan dapat dilihat pada gambar.
b. Menyinari bagian tubuh udang dengan lampu yang kedap air.Kegiatan ini
dilakukan di dalam bak induk.
Ablasi
Merangsang kematangan telur pada induk udang betina agar cepat
memijah dapat dilakukan dengan beberapa cara, baik untuk induk udang hasil
tangkapan laut maupun induk udang yang dibesarkan dalam tambak. Beberapa
cara yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pemijatan tangkai bola mata dan bola mata.
2. Pembakaran tangkai mata dengan menggunakan solder atau dengan benda
perak nitrat.
3. Pengikatan tangkai mata.
4. Pemotongan atau pengguntingan tangkai mata
Dari keempat cara tersebut, cara yang paling praktis dan efektif serta
menunjukkan hasil yang baik adalah dengan melakukan pemotongan tangkai
mata (ablasi). Ablasi pada udang windu berpedoman pada perkembangan alat
kelamin kepiting yang dihambat oleh hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar
pada tangkai mata. Jika tangkai mata kepiting dihilangkan, hormon yang
menghambat perkembangan alat kelamin tidak diproduksi sehingga kepiting
sanggup mematangkan telur dan memijah.
Induk udang yang diablasi, baik induk hasil tangkapan maupun hasil
pembesaran di tambak, hanya induk udang betina. Syarat yang harus dipenuhi
oleh induk udang betina yang akan diablasi antara lain berat badannya sudah
lebih dari 100 g (sudah dewasa kelamin). Selain itu, induk udang tidak dalam
25
keadaaan moulting atau berganti kulit, sebab dalam kondisi moulting kondisi
tubuhnya sangat lemah.
Sebelum dilakukan ablasi, udang ditempatkan dalam bak berisi air laut
yang bersih dicampur larutan formalin 70% dengan dosis 4 ppm- 5ppm. Larutan
formalin sangat bermanfaat untuk menghindarkan induk dari kemungkinan
terserang penyakut, selain untuk mempertinggi daya tahan tubuh induk
udang.Proses ablasi dapat dilakukan dengan memotong pangkal mata,
menggunting salah satu mata di bagian pertemuan antara pangkal tangkai mata
dan bola mata. Untuk menghindari terjadinya infeksi, bekas potongan di sundut
dengan solder sehingga kering dan steril. Ablasi pada induk udang betina dapat
dilakukan pada siang atau malam hari. Selanjutnya, induk udang windu
ditempatkan dalam bak perkawinan.
Secara umum, keberhasilan proses pematangan goand dan pemijahan
induk udang sangat tergantung pada teknik ablasi untuk induk udang hasil
tangkapan laut dan pada teknik ablasi dan penyuntikan HCG sebanyak 300 iu/kg
berat tubuh untuk induk yang dibesarkan dalam tambak. Selain itu, juga
ditentukan oleh jumlah dan kualitas makanan, induk, dan lingkungan.Kegagalan
teknik ablasi dapat terjadi akibat goncangan temperatur air, kualitas air yang
kurang baik, komposisi makanan yang tidak memadai, serta penanganan induk
udang yang kurang baik. Cekaman (stress) terhadap induk udang pada waktu
ablasi dilakukan dapat mengakibatkan aborsi telur pada tingkat kematangan
gonad kedua. Kadang telur dikeluarkan namun tidak dibuahi.
Makanan yang berkualitas rendah juga dapat menggagalkan proses
pematangan gonad, selain menurunkan vitalitas larva hasil penetasan. Makanan
yang cocok bagi induk udang untuk mendukung proses reproduksi adalah
makanan segar dan bervariasi, seperti daging kerang, udang jambret, ikan segar
atau kombinasi cacing polikit, daging kerang, udang, ikan, dan cumo-cumi.
Pemberian kombinasi makanan segar dan buatan diketahui lebih efektif jika
dibandingkan dengan makanan satu jenis.
Ablasi merupakan teknik ransangan buatan pada induk betina udang
windu. Prinsip dari ablasi ini adalah untuk mempercepat perkembangan
kematangan gonad pada udang.
Cara ablasi yang umum digunakan pada panti pembenihan yaitu dengan
mengikat salah satu tangkai mata dengan karet gelang yang sudah disiapkan.
Adapun cara kerja ablasi mata yang dilakukan Penyusun di lokasi, yaitu:
26
3.4 Pemijahan
Perkawinanan udang dimulai dengan kegiatan percumbuan dan ini terjadi
bila ada udang betina yang berganti kulit dan pada waktu malam hari. Pada saat
berganti kulit thelycum udang betina dengan mudah dapat dibuka dan disisipi
spermatozoa. Pergantian kulit udang betina merupakan syarat mutlak untuk
dapat melakukan perkawinan, karena udang windu termasuk udang penaeid
yang mempunyai thelycum tertutup. Dengan demikian kantong sperma harus
dimasukkan ke dalam tempat penerimaan dalam thelycum. Pemasukan hanya
dapat terjadi bila thelycum lemah, ini terjadi saat baru berganti kulit dan kantong
sperma yang dilepaskan disalurkan melalui petasma ke thelycum udang betina.
Pelepasan dan pemasukan kantong sperma terjadi terjadi pada waktu udang
jantan membalik menghadap udang betina secara tegak lurus.
Persiapan
Bak pemeliharaan larva harus dipersiapkan dalam 24 jam sebelum larva
ditebarkan yang meliputi kegiatan:
a) Pencucian Bak
b) Pengisian Air
Adapun parameter kualitas air yang akan digunakan yaitu sebagai
berikut:
Salinitas 29-31 ppt, dengan alat monitoring yaitu refraktometer.
pH 7,5 dengan alat monitoring yaitu pH meter.
Suhu 30-32 °C, dengan alat monitoring yaitu thermometer air raksa
Kemudian untuk mencegah timbulnya penyakit dan hama di dalam
air, maka setelah pengisian air dilakukanlah treatmen air dengan cara
sebagai berikut:
Memberikan kaporit dengan dosis 10 ppm dan diberi aerasi kuat-kuat selama ±
7-8 jam.
Bak yang telah diberi kaporit selanjutnya diberi natrium thiosulfat sebanyak 5
ppm. Natrium thiosulfat dilarutkan dan ditebar pada bak yang telah dikaporit
tersebut dan diberi aerasi kuat-kuat selama ± 3 - 4 jam.
29
Fasilitas Pokok
1. Bak filter, yaitu bak penyaring air dengan komponen penyaring berupa koral,
pasir, arang, dan ijuk.
2. Bak tandon air tawar dan air laut, yaitu bak bak penampung air laut dan air
tawar yang terbuat dari beton dengan volume minimal 30% dari kapasitas total
bak pemeliharaan.
3. Bak pemeliharaan larva, yaitu bak tempat pemeliharaan larva yang terbuat dari
semen maupun fiber plastik dengan volume minimal 10 m3.
4. Bak kultur fitoplankton, yaitu tempat kultur fitoplankton sebagai penyedia
pakan untuk larva yang berbentuk persegi empat dengan volume 20% - 40%
dari bak larva.
5. Penetasan kista artemia, yaitu untuk menetaskan telur artemia sebagai
makanan larva udang yang berbahan fiber glass maupun plastik dengan
volume 0,02 m3.
6. Tenaga listrik, dapat disuplai dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) di daerah
lokasi budidaya.
7. Pompa air atau sarana penyedia air: pompa air laut dengan kapasitas pompa
yang dapat memompa air laut dengan volume minimal 30 % per hari dari total
volume air yang dibutuhkan dalam bak pemeliharaan benih udang, dan
pompa air tawar dengan kapasitas minimal 5 % dari total volume air bak.
8. Aerasi blower atau hi blow, selang aerasi dan batu aerasi (Heryadi dan Sutadi,
1993)
Fasilitas Pendukung
1. Peralatan lapangan antara lain seser, saringan pembuangan air, kantong
saringan air, gelas piala, sepatu lapangan, senter, gayung, ember, timbangan,
selang, saringan pakan, alat sipon dan peralatan panen.
2. Peralatan laboratorium antara lain pengukur kualitas air (termometer,
refraktometer, pH meter atau kertas pH) dan mikroskop.
3. Generator. Peralatan ini sangat dibutuhkan, meskipun unit pembenihan
mempergunakan sumber listrik PLN, khususnya jika terjadi gangguan listrik
PLN.
tersebut bertujuan untuk membuang seluruh kotoran yang ada dalam bak
pemeliharaan. Kemudian diberi desinfektan berupa hypochlorite sebanyak 20 –
30 ppm, dan dibilas menggunakan air bersih untuk menghilangkan sisa dari
klorin, kemudian bak yang sudah dibersihkan dijemur. Bak yang berada di luar
ruangan dan bak yang berukuran kecil dapat disterilisasi dengan cara
penjemuran terhadap bak tersebut bak yang akan digunakan untuk tempat
pemeliharaan larva dibersihkan menggunakan bleaching powder, kemudian
dibilas menggunakan air tawar dan dijemur selama 24 jam. Sebagian dari bak
pemeliharaan diisi air laut, selanjutnya dilakukan pemasangan aerasi pada
beberapa titik bak pemeliharaan. sebelum bak pemeliharaan larva digunakan
untuk siklus selanjutnya, bak harus dicuci menggunakan larutan Hydrocloric Acid
(HCl) kemudian dibilas menggunakan air tawar atau air laut (Subaidah, 2006).
Air yang masuk ke unit pembenihan harus dibersihkan dan diberi
desinfektan berupa klorin dan dilakukan proses filtrasi sebelum didistribusikan ke
area pembenihan seperti panti benih , kultur plankton, artemia, dan lain-lain. Air
yang digunakan untuk kegiatan pembenihan di panti benih harus difilter dan
ditreatmen untuk mencegah masuknya organisme yang membawa penyakit dan
patogen yang terbawa oleh air. Air yang akan digunakan, biasanya diberi
desinfektan berupa klorin. Kemudian air disaring menggunakan filter bag dan
terakhir didesinfektan kembali menggunakan sinar ultraviolet (UV) atau ozon. Air
laut dalam bak pemeliharaaan larva ditreatmen menggunakan EDTA sebanyak
10 ppm dan trefflan sebanyak 0,1 ppm (Subaidah, 2006).
Kepadatan larva yang ditebar dalam bak pemeliharaan larva paling sedikit
adalah 75 ekor naupli per liter. Naupli yang ditebar dalam bak pemeliharan larva
mempunyai kepadatan 100 sampai dengan 150 ekor naupli per liter atau atau
100.000 sampai dengan 150.000 ekor naupli per ton. Penebaran naupli
dilakukan pada pagi hari dengan tujuan untuk menghindari perubahan suhu yang
terlalu tinggi dengan cara aklimatisasi. Sebelum naupli ditebar pada bak
pemeliharaan larva, harus dilakukan aklimatisasi. Aklimatisasi yang dilakukan
berupa penyesuaian suhu dan salinitas air terhadap naupli. Proses aklimatisasi
ini dilakukan hingga menunjukan naupli sudah dapat beradaptasi dengan media
air dalam bak pemeliharaan larva (Elovaara, 2001).
B. Pakan Buatan
Kriteria pakan buatan yang berkualitas baik adalah sebagai berikut:
1. Kandungan gizi pakan terutama protein harus sesuai dengan kebutuhan larva
udang
2. Diameter pakan harus lebih kecil dari ukuran bukaan mulut larva udang
3. Pakan mudah dicerna
4. Kandungan nutrisi pakan mudah diserap tubuh
5. Memilki rasa yang disukai larva udang
6. Kandungan abunya rendah
7. Tingkat efektivitasnya tinggi
Pakan buatan yang biasa diberikan untuk larva udang adalah pakan yang
berbentuk bubuk, cair dan flake (lempeng tipis) dengan ukuran partikel sesuai
dengan stadianya. Kadungan nutrisi pada pakan buatan larva udang terdiri dari
protein minimum 40 %. Pakan buatan yang akan diberikan sebelumnya disaring
menggunakan saringan berukuran 10 – 80 mikron. Pada stadia mysis pakan
35
3.9 Pemanenan
Panen terbagi atas dua, yaitu panen selektif dan panen total. Panen selektif
akan dilakukan apabila permintan benur dalam jumlah sedikit, atau dengan
kata lain permintan benur kurang dari jumlah total benur dalam bak.
Panen total akan dilaksanakan apabila permintaan benur dalam jumlah
yang banyak, yaitu sesuai atau melebihi jumlah benur di dalam bak.
Untuk mendapatkan kemudahan dalam pemasaran dan pengangkutan,
maka terlebih dahulu dilakukan pengemasan (packing).Sebelum dilakukan
pengangkutan, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan jumlah benur yang
telah dikemas dengan cara mengambil satu kantong benur sebagai sampel
dari semua benur yang telah dikemas, hal ini dilakukan untuk memastikan
bahwa tidak terjadi kekurangan atau kelebihan takaran benur dan sekaligus
untuk menentukan harga setiap kantongnya yang dihitung dari harga setiap
benur yang ada di dalam kantong.
3.9.2. Pengangkutan
Untuk keperluan pengangkutan yang menggunakan jalur darat, harus
sudah dipersiapkan kendaraanpengangkut untuk membawa sejumlah induk
maupun benur secara tepat dan cepat. Ini dimaksudkan agar udang/benur yang
akan diangkut dengan kendaraan tidak berlebihandan tidak terlalu kurang,
sehingga biaya angkut bisa lebih hemat.
Selama dalam pengangkutan, benur/udang harus sering dilihat jangan
sampai adaposisi kardus yang berubah. Apabila benur sudah sampai
ketujuan,kardus – kardus segera diturunkan dengan hati – hati. Khusus untuk
menghindaribanyaknya benur yang mati, maka harus dilakukan adaptasi suhu
terhadap airtambak yang akan ditebari benur.
Efesiensi yang dimaksud adalah berupa hal – hal yang rill seperti
mencegah terjadinya pemborosan bahan dan tenaga kerja, penggunaan alat
produksi yang efisien dan efektif juga meliputi adanya menciptakan hubungan
yang baik antara karyawan di dalam menjalankan tugas masing – masing.
Efektifitas adalah suatu usaha agar semua faktor produksi yang ada bekerja dan
berfungsi dengan sebaik – baiknya dalam suatu kegiatan yang terorganisasi
sehingga tujuan perusahaan yang direncanakan dapat tercapai.
Organisasi dalam suatu unit pembenihan adalah dalam bentuk lini dan
staf dimana wewenang dan tanggung jawab masing – masing dapat dilihat
dengan jelas. Para manajer bertanggung jawab langsung terhadap bagian yang
di bawahannya dan memberikan pertanggungjawabannya kepada pimpinan
perusahaan. Susunan atau struktur organisasi dari usaha pembenihan udang
windu terdiri dari:
A. Direksi
B. Staf ahli Direksi
C. General Manajer
D. Bagian – bagian :
1. Bagian laboratorium
2. Bagian Marketing
3. Bagian Produksi Nener
4. Bagian Mechannical Engineeriing dan Construction
5. Bagian Administrasi dan Keuangan
6. Bagian General Affair
7. Bagian Tambak
E. Seksi – Seksi
1. Seksi Produksi Induk 10. Seksi Gudang
GM & WGM
Laboratorium Marketing
Kepala
Perusahaan
Penjualan dan
Packing
Manajer Mec. Eng & Manajer Adm & Manajer Gen Manajer
Produksi Constuct Keuangan Affair Tambak
Benur
Administrasi Transportasi
Sarana
Umum
Teknik
Produksi
Pengadaan
39
Adapun uraian tugas dari struktur organisasi diatas, dalam hal ini yang
berhubungan dengan produksi benur, yaitu :
1. Staf Ahli
a. Staf ahli perusahaan adalah badan yang bertugas secara sendiri - sendiri atau
bersama –sama untuk melakukan audit, evaluasi, pengawasan, bimbingan
dan petunjuk kepada unsur –unsur pimpinan karyawan sesuai keahlian
mereka masing –masing dengan maksud untuk melakukan koreksi,
menciptakan efisiensi , efektifitas, peningkatan produktifitas didalam
pengelolaan hatchery.
b. Staf ahli didalam melaksanakan tugasnya terlebih dahulu berkonsultasi
dengan general manajer / wakil general manajer tentang kegiatan yang akan
dilaksanakan dan wajib melaporkan hasilnya sebagai bahan didalam
pengelolaan hatchery.
c. Staf ahli dibidangnya masing – masing berkewajiban secara berkala
memberikan saran dan pertimbangan kepada direksi tentang langkah–
langkah yang perlu diambil agar pengelolaan hatchery lebih efisien, efektif
dan produktif.
d. Staf ahli terdiri dari :
- Staf ahli bidang budidaya perikanan
- Staf ahli bidang manajemen dan keuangan
- Staf ahli teknik dan konstruksi
2. General Manajer
a. Memimpin dan mengelola hatchery sehingga tercipta suasana kerja yang
sehat, aman, disiplin, efektif dan produktif pada semua karyawan di semua
tingkatan.
b. Bertanggung jawab sepenuhnya atas terselenggaranya semua peraturan,
ketentuan dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh direksi.
c. Memimpin, membina, mengkoordinir, mengarahkan dan mengawasi para
manajer didalam melaksanakan kegiatannya.
d. Bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
kegiatan operasional hatchery terhadap pihak ketiga : Instansi pemerintah,
swasta dan lain – lain.
40
e. Setiap akhir tahun pada tahun yang berjalan, mengajukan kepada direksi
rencana kerja untuk tahun berikutnya yang meliputi : budget, cash flow dan
hasil usaha yang ingin dicapai.
f. Mengelola dan mengendalikan budget yang disetujui oleh direksi secara efektif,
efisien dan produktif untuk masing – masing pops biaya yang realistis serta
proporsional dengan tingkat produksi yang ingin dicapai.
g. Setiap akhir bulan membuat laporan evaluasi atas pelaksanaan rencana kerja
menurut sistem dan petunjuk yang telah ditetapkan.
h. Menetapkan kebijaksanaan dibidang personalia.
i. Menetapkan policy terhadap harga penjualan dan pembelian serta memberikan
persetujuan atas pembelian barang yang dibutuhkan oleh para manajer baik
mengenai jumlah , jenis, kualitas, maupun mengenai harga.
Membersihkan kotoran
Pencucian yang memenempel
Membunuh patogen
Desinfeksi penyakit dengan bahan
kimia
Pengeringan Penjemuran
Membersihkan sisa
Pencucian ulang bahan kimia
Prosedur Kerja
1. Bangunan hatchery dibersihkan dengan sapu, lantainya didesinfeksi dengan
kalsium hipoklorit 10%
2. Mencuci kotoran yang menempel pada permukaan bak dengan memakai
detergen selanjutnya diseka dengan kalsium hipoklorit 10%
3. Pipa saluran air didesinfeksi dengan cara memasukkan larutan kalium
permanganat dengan dosis 100 g/ton ke dalamnya dan ditahan selama
minimal 24 jam
4. Perlengkapan aerasi dan perlengkapan lapang lainnya dicuci dengan
detergen selanjutnya direndam pada larutan iodin dengan dosis 100 ml/ton
selama minimal 24 jam, lalu dibilas dan dikeringkan (dijemur) di tempat yang
bersih
5. Bangunan dan bak pemeliharaan dibiarkan terjemur selama minimal 1 minggu
selanjutnya dicuci ulang dengan menggunakan natrium thiosulfat 5% sampai
residu kaporit hilang.
6. Pemasangan perlengkapan aerasi dan pipa outlet/dop di setiap wadah
pemeliharaan.
43
AIR SUMBER:
TAWAR DAN LAUT
Pemijahan
INDUK BERTELUR
LARVA
Pemanenan
Persiapan bak
pemeliharaan
Pengisian air
BENUR
SISTE ARTEMIA
Salinitas 12 ppt; 24
Penetasan
jam
Pemanenan
Melakukan panen
Pengepakan
Transportasi
Pengelolaan limbah
Pengaturan personil
47
2. PENUTUP
2.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2006 SNI 01-6143. Benih udang windu (Penaeus monodon fabriciu,
1798)kelas benih sebar. Jakarta.
Anonim, 1987. Petunjuk teknik bagi pengoprasian unit usaha pembenihan udang
windu, Direktorat Jendral Perikanan.
Agus Murtidjo, 2003. Benih Udang Windu Skala Kecil, Dalam Seri Penangkapan.
Kanisius, Yogyakarta.
Sumeru, Umiyati.S dan Anna.S 1992. Pakan Udang Windu. (Penaeus Mondon).
Kanisius. Yogyakarta.