Anda di halaman 1dari 25

1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang
dikaitkan dengan suatu kegiatan tertentu. Dalam lingkup perikanan, kualitas air
secara umum mengacu pada kandungan polutan atau cemaran yang terkandung
dalam air dalam kaitannya untuk menunjang kehidupan ikan dan kondisi
ekosistem yang memadai. Apabila sumber air tempat kehidupan akuatik tercemar,
maka siklus makanan dalam air terganggu dan ekosistem air/kehidupan akuatik
akan terganggu pula. Sebagai contoh organisme kecil seperti plankton yang mati
karena banyak keracunan bahan pencemar, ikan-ikan kecil pemakan plankton
yang mati karena kekurangan makanan, demikian pula ikan-ikan yang lebih besar.
Pembuangan limbah ke sungai atau sumber-sumber air tanpa treatment
sebelumnya, mengandung tingkat polutan organik yang tinggi serta
mempengaruhi kesesuaian air sungai untuk digunakan manusia dan merangsang
pertumbuhan alga maupun tanaman air lainnya. Pencemaran lingkungan yang
terjadi saat ini kebanyakan disebabkan oleh penggunaan bahan kimia yang
berlebihan.
Penggunaan bahan kimia yang dapat merusak lingkungan adalah
penggunaan pestisida dalam sektor pertania. Hampir semua pertanian yang ada
saat ini menggunakan bahan kimia, baik pestisida maupun pupuk kimia. Pestisida
sendiri merupakan bahan kimia yang dapat menurunkan OPT (Organisme
pengganggu Tumbuhan), namun sayangnya terkadang petani menggunakan
pestisida berlebihan yang nantinya akan berdampak pada pencemaran lingkungan
darat maupun perairan. Residu masuk melalui air sungai kemudian mengalir ke
parit-parit sawah, masuk ke saluran tersier ke saluran sekunder dan terbuang ke
sungai.
Bahan kimia berbahaya lain yang banyak ditemui dalam perairan adalah
deterjen. Beberapa studi menunjukkan pengaruh bahan kimia berbahaya yang
terdapat dalam perairan dapat mengakibatkan kerusakan pada organ penting
hewan akuatik. Kerusakan yang terjadi dapat diamati pada organ insang, ginjal
dan liver yang merupakan organ utama dalam sistem respirasi, osmoregulasi dan
metabolisme ikan.
2

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh bahan kimia terhadap perubahan parameter kualitas air
2. Mengetahui pengaruh bahan kimia terhadap perubahan hematologi ikan
3. Mengetahui pengaruh bahan kimia terhadap perubahan kelulushidupan ikan
4. Mengetahui pengaruh bahan kimia terhadap glukosa darah
5. Mengetahui pengaruh bahan kimia terhadap kerusakan organ ikan

1.3 Manfaat
Praktikum ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa agar
dapat mengetahui pengaruh pencemaran bahan kimia terhadap kualitas air serta
ikan yang hidup di dalamnya. Selain itu juga dapat melatih kemampuan
mahasiswa dalam melakukan pengambilan sampel darah dan pengamatan sel
darah ikan yang baik dan benar.
3

2. METODE

2.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Ikan
untuk percobaan toksisitas ikan dan Laboratorium Penyakit dan Parasit Ikan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang pada
tanggal 16-20 Mei 2016.

2.2 Alat dan Bahan


2.2.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum diantaranya:
- Akuarium - DO meter - Nampan
- Blower - pH meter - Lap basah
- Batu dan selang Aerasi - Termometer - Penggaris
- Timbangan digital - Pipet thoma
- Spuit - Haemositometer
- Mikroskop - Glukosa meter
- Objek dan Cover Glass - Tabung eppendof

2.2.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum diantaranya:
- Ikan Nila (Oreochromis niloticus) - Aquades
- Herbisida Round-Up (Sebagai bahan pencemar) - HCl 0.1 N
- Detergen Rinso (Sebagai bahan pencemar) - Giemsa 7%
- Alkohol 70% - Strip glukosa meter
- Larutan EDTA - Larutan Turk
- pH paper - Larutan Hayem
- Larutan methanol absolute
- Minyak immersi
4

2.3 Metode Pelaksanaan


2.3.1 Uji Toksisitas pada Ikan
Uji toksisitas pada ikan dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai
berikut :
1. Persiapan hewan uji.
Hewan uji yang digunakan adalah ikan Nila (Oreochromis niloticus)
berukuran ± 50g. Ikan diaklimatisasi terlebih dahulu dengan kondisi laboratorium,
dan selama aklimatisasi ikan diberi pakan pelet dengan dosis 3% biomass.
2. Rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Kontrol (1) Kombinasi (2) Deterjen (1) Herbisida (1)


3. Bahan kimia yang digunakan dalam uji toksisitas meliputi Herbisida:
Deterjen (2) Herbisida (3) Kombinasi (1) Kontrol (3)
-
Kombinasi (3) Deterjen (3) Herbisida (2) Kontrol (2)
Round-Up (bahan aktif: glyphosate), dosis 30 mg/L (Jiraungkoorskul et al.,
2002).
- Detergen dengan dosis 30 mg/L (Halang, 2004).

Gambar 1. Penimbangan bahan pencemar

4. Metode perendaman
Perendaman dilakukan dengan metode statis selama 96 jam, dan selama
perlakuan ikan tidak diberi pakan dan aerasi, kecuali jika nilai DO <5 ppm.
Selama uji berlangsung, dilakukan pengukuran kualitas air harian secara berkala
dan dilakukan pengamatan kelulushidupan ikan. Nilai kelulushidupan ikan
ditentukan berdasarkan rumus Zonneveld et al., (1991), berikut :
5

∑ikan yang hidup


SR = x 100 %
∑ populasi

Gambar 2. Proses perendaman dengan bahan pencemar

2.3.2 Pengukuran Parameter Kualitas Air


Parameter yang diukur pada kegiatan praktikum ini adalah parameter fisika
dan kimia air, dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Parameter fisika : Suhu, Warna, Kekeruhan dan Bau air
- Suhu
Cara kerja :
-Thermometer dimasukkan ke dalam air pemeliharaan hingga batas skalabaca,
-Ditunggu selama 2-3 menit hingga thermometer stabil menunjuk angka
tertentu,
-Hasil pengukuran dicatat dalam derajat Celsius.

Gambar 3. Pengukuran kualitas air


6

- Warna dan Bau air


Warna air dapat berubah akibat adanya bahan pencemar. Namun demikian
di perairan umum hal ini dapat disebabkan oleh dekomposisi bahan organik oleh
mikroorganisme di dalamnya. Perubahan warna air pada praktikum ini adalah
untuk membandingkan warna air sebelum dan sesudah uji toksik, sebagai akibat
adanya bahan kimia deterjen dan herbisida. Kondisi ini mewakili kondisi alami
saat terjadi intrusi air yang mengandung bahan kimia berbahaya.
Perubahan bau air juga dapat disebabkan oleh bahan pencemar. Perubahan
fisik air ini dapat mengganggu proses respirasi dan osmoregulasi ikan. Metode
pengamatan parameter warna dan bau air dengan uji organoleptic, yaitu uji
dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya
penerimaan terhadap produk. Pengamatan kekeruhan, warna air dan bau dilakukan
pada awal uji dan akhir uji.

2. Parameter Kimia : pH dan DO (Dissolved Oxygen)


- pH
Cara kerja :
-Elektroda pH meter dikalibrasi dengan akuades, kemudian dikeringkan
dengan tissue,
-Elektroda dimasukkan ke dalam air pemeliharaan, hingga skala pengukuran
menunjukkan angka yang stabil (+ 1 menit),
-Angka yang tertera pada skala pH meter dicatat sebagai hasil nilai pH.
- DO (Dissolved Oxygen)
Cara kerja :
-Elektroda DO meter dikalibrasi dengan akuades, kemudian dikeringkan
dengan tissue,
-Elektroda dimasukkan ke dalam air pemeliharaan, hingga skala pengukuran
menunjukkan angka yang stabil (+ 1 menit),
-Angka yang tertera pada sakal DO meter dicatat sebagai nilai DO.

2.3.3 Pengambilan Sampel Darah Ikan


Darah yang mencukupi sebagai sampel diasnogtik dapat diambil dari ikan
yang berukuran minimal 8 cm. Prosedur sampling darah harus dilakukan secepat
7

mungkin, karena ikan dalam kondisi di luar air dapat mengalami stress respirasi
dan gangguan keseimbangan elektrolit. Darah untuk uji hematologi sebaiknya
diambil dengan menggunakan alat yang telah diberi bahan antikoagulan seperti
heparin atau EDTA (Ethylenediaminetetraacetic acid). Sampel darah dapat
diambil melalui vena (venipuncture) di bagian ekor (caudal peduncle) atau arteri.
Venipuncture pada pembuluh darah vena ini dapat dilakukan dengan atau tanpa
proses bius terlebih dahulu, selain itu pembuluh vena di vertebrata caudal dapat
diambil secara lateral maupun ventral.
Proses pengambilan sampel darah, melalui langkah-langkah dan area
pengambilan sebagai berikut:
1.Vena caudal
Sampel diambil pada garis tengah posterior dari sirip anal. Masukkan jarum
ke dalam otot tegak lurus ke permukaan ventral dari ikan sampai tulang belakang
tercapai atau darah memasuki jarum suntik. Saat jarum menyentuh tulang, spuit
sedikit ditarik menjauhi tulang. Pembuluh vena terletak sebelah ventral tulang
yang tersentuh jarum, namun pembuluh darah ini juga dapat diakses secara lateral.

2.Dorsal aorta
Pengambilan darah pada bagian ini dapat dilakukan dengan cara jarum spuit
dimasukkan pada sudut 30-40o ke garis tengah dorsal di atap mulut ikan pada
sekitar lengkung insang 3 sampai 4. Tergantung pada ukuran dan jenis ikan,
penyisipan jarum suntik diantara lengkung insang 1 dan 2 mungkin lebih sesuai.
Metode ini beresiko terjadi pendarahan pada ikan. Metode lain pada sistem ini
yaitu kateterasi yang hanya dapat diterapkan pada ikan besar.

3. Cardiac puncture (jantung)


Cara ini dilakukan dengan mengambil darah dari ventrikel jantung. Jarum
dimasukkan tegak lurus terhadap permukaan ventral ikan di tengah garis imajiner
antara aterior sebagian dari dasar sirip dada.

4. Ablasi ekor
Sebelum darah diambil, pangkal ekor ikan dikeringkan terlebih dahulu.
Posterior ekor ikan diputus/dipotong ke arah sirip anak. Beberapa tetes darah
8

pertama dibuang, sisanya dikumpulkan dalam tube mikrohematokrit. Pengambilan


darah dengan cara ini juga berarti akan membunuh ikan. Metode ini dilakukan
pada ikan berukuran kecil dengan jumlah darah sedikit.

2.3.4. Hematologi Ikan


a. Hematokrit
Cara kerja:
1. Darah dimasukkan kedalam pipa kapiler perlahan-lahan pipa kapiler
terisi ± ¾ volumenya
2. Setelah pipa kapiler terisi, tutup salah satu bagiannya dengan cara
menusukkan salah satu ujun pipa secara tegak ke lilin malam/ wax
3. Masukkan pipa kapiler ke dalam alat sentrifugasi, kemudian
sentrifugasi selama 4 menit
4. Setelah disentrifugasi, letakkan pipa kapiler diatas Hematocrite
Reading Chart. Kemudian lihat nilai hematokrit pada batas atas dari
sel darah (dalam %) dan catat

b. Total Leukosit
Menghitung jumlah leukosit (pengenceran 10 kalo)
Cara kerja:
1. Darah ikan diambil menggunakan spuit
2. Cawan petri diberi larutan EDTA terlebih dahulu kemudian darah
dituang ke dalam cawan petri
3. Darah diisap dengan pipet thoma leukosit hingga angka 1
4. Larutan Turk dihisap hingga angka 11
5. Selang karet pada pipet thoma dilepas, kemudian pipet dipegang pada
kedua ujungnya dengan ibu jari dan tulunjuk, dan dikocok selama ± 2
menit
6. Cairan dalam pipet diteteskan dan dialirkan ke haemositometer,
kemudian diamati di bawah mikroskop
7. Jumlah leukosit pada kotak sedang dihitung dengan rumus
Jumlah leukosit per mm3 = L/64 x 160 x 10
9

c. Total Eritrosit
Cara kerja:
1. Darah diambil dari ikan uji menggunakan spuit injeksi
2. Cawan petri diberi larutan EDTA terlebih dahulu kemudian darah
dituang ke dalam cawan petri
3. Darah diisap dengan pipet thoma eritrosit hingga angka 1
4. Llarutan Hayem diisap hingga angka 101
5. Selang karet pada pipet thoma dilepas, kemudian pipet dipegang pada
kedua ujungnya dengan ibu jari dan telunjuk, dan dikocok selama ± 2
menit
6. Cairan dalam pipet diteteskan dan dialirkan ke haemositometer,
kemudian diamati di bawah mikroskop
7. Jumlah eritrosit pada kotak kecil dihitung dengan rumus:
Jumlah eritrosit per ,mm3 = E/80 x 4000 x 100
= 5000 E
d. Hemoglobin – metode Sahli
Prinsip uji: hemoglobin diubah menjadi hematin asam, kemudian warna
yang terjadi dibandingkan secara visual dengan standar dalam alat itu.
Alat dan bahan: Hemolet/lanset; Hemometer yang terdiri atas tabung
pengencer, pipet tetes, batang pengaduk, pipet Hb, selang penghisap, HCL
0,1 N, Aquades
Cara kerja:
1. HCl 0,1 N dimasukkan ke dalam tabung pengencer sampai tanda 2
2. Hisap darah kapiler dengan pipet Hb sampai tanda 20 µl
3. Darah yang berlebih diluar pipet dibersihkan dengan tissue
4. Darah dialirkan dari pipet ke dalam dasar tabung pengencer
5. Catat waktu/saat darah dicampurkan ke dalam HCl
6. Isap kembali isi tabung ke dalam pipet kemudian tiupkan kembali isi
pipet ke dalam tabung, lakukan hal ini 2 sampai 3 kali agar sisa-sisa
darah terbilas ke dalam tabung
7. Ditambahkan aquadest, tetes demi tetes, sambil mengaduk isi tabung
sampai diperoleh warna isi tabung sama dengan warna standar. Tepat 3
10

menit setelah darahtercampur dengan HCl, warna larutan dibaca pada


jarak sepanjang lengan atas dengan latar belakang cahaya matahari,
warna larutan disamakan dengan warna gelas standar. Tinggi larutan
sesuai dengan skala yang menunjukkan kadar Hb dalam g% (lihat pada
dasar meniskus). Laporkan nilainya dalam gr% (=gr/100 ml=gr/dl)

e. Diferensial leukosit dengan metode smear darah


Cara kerja:
1. Objek dan cover glass dibersihkan dengan alkohol 70%
2. Darah diteteskan pada ujung objekglass. Kemudian cover glass
disentuhkan ke ujung tetesan darah membentuk sudut 450, lalu
diddorong kearah depan
3. Preparat dianginkan hingga kering pada suhu kamar
4. Preparat difiksasi dengan cara merendam preparat dalam methanol
absolut selama ± 5 menit
5. Setelah kering diwarnai dengan Giemsa 7% selama 20 menit
6. Preparat divuci dengan air mengalir dan dikering anginkan
7. Untuk pengamatan, preparat ditetesi minyal immersi dan ditutup
coverglas kemudia diferensial leukosit (presentase neutrofil, limfosit,
monosit, eusinofil dan basofil) dihitung dibawah mikroskop

2.3.5 Fisiologi Ikan


Kondisi stress pada ikan akibat pencemaran dapat mengakibatkan
peningkatan kebutuhan energi bagi ikan. Sumber energi utama yang
mudah diakses bagi makhluk hidup adalah karbohidrat. Glukosa yang
merupakan salah satu bentuk karbohidrat umumnya mengalami
peningkatan di dalam darah pada ikan dengan kondisi stress baik akibat
perubahan kualitas air maupun penanganan oleh manusia. Pada praktikum
ini akan ditelaah perunahan kadar glukosa sebagai sumber energi pada
ikan yang terpapar bahan kimia pencemar.
11

Cara kerja:
- Sampel darah diambil sesuai materi 3
- Sampel darah diteteskan di atas strip glukosa meter
Pengukuran glukosa darah dengan menggunakan One Touch Ultra
glukosa meter (Eames et al ., 2010). Pengukuran glukosa darah
mengikutii petunjuk pada alat. Hasil pengukuran ditambahkan dengan
faktor koreksi sebesar 11.63 mg/dl, untuk delay waktu antara
pengambilan sampel darah dan pengukuran (Eames et al ., 2010).

Gambar 4. Pengukuran glukosa darah


12

3. DATA HASIL PENGAMATAN

3.1 Data pengaruh pencemaran terhadap Kelulushidupan Ikan


Tabel 1. Data kelulushidupan ikan

Panjang Berat Kematian Ikan jam ke-


Perlakuan
(cm) (g) 0 24 47 72 96
Kontrol 1 16.5 68 - - - - -

Kontrol 2 13.5 61 - - 3 - -

Kontrol 3 8 39.2 - - - - -

Herbisida 1 17 72.8 - 4 3 - -

Herbisida 2 12.5 59.41 - 3 4 - -

Herbisida 3 15 62.2 - 5 2 - -

Kombinasi 1 10 49.8 - 2 3 2 -

Kombinasi 2 13 65 - - 3 4 -

Kombinasi 3 15 66.2 - 2 3 1 -

Deterjen 1 13.5 52.03 - - 2 - -

Deterjen 2 15 66.29 - - 2 3 -

Deterjen 3 15 64.25 - - 2 2 -

3.2 Data Parameter Kualitas Air

Hasil pengamatan kualitas air pada uji yang dilakukan selama 96 jam
adalah sebagai berikut:
3.2.1 Suhu
Berikut grafik pengamatan suhu pada pagi dan sore hari selama
pengamatan berdasarkan data hasil (Lampiran 1)
13

28.000
27.667 27.667
27.500 27.333 27.333 27.333

27.000 Kontrol
Herbisida
26.500 Deterjen
Kombinasi

26.000

25.500
0 24 48 72 96

Gambar 5. Grafik pengamatan suhu pagi hari

28.500
28.000
28.000
27.667
27.500 27.333 27.333
27.000
27.000 Kontrol
Herbisida
26.500 Deterjen
Kombinasi
26.000

25.500

25.000
0 24 48 72 96

Gambar 6. Grafik pengamatan suhu sore hari

3.2.2 pH
Berikut grafik pengamatan pH pada pagi dan sore hari selama pengamatan
berdasarkan data hasil (Lampiran 1)
Grafik pH pagi
14

8
7.8
7.6
7.4 Kontrol
7.2 Herbisida
7 Deterjen
6.8 Kombinasi
6.6
6.4
0 24 48 72 96

Gambar 7. Grafik pengamatan pH pagi hari

7.8
7.6
7.4
Kontrol
7.2 Herbisida
Deterjen
7
Kombinasi
6.8
6.6
0 24 48 72 96

Gambar 8. Grafik pengamatan pH sore hari

3.2.3 Dissolved Oxygen (DO)


Berikut grafik pengamatan DO pada pagi dan sore hari selama pengamatan
berdasarkan data hasil (Lampiran 1)

9.000
8.000
7.000
6.000
Kontrol
5.000
Herbisida
4.000
Deterjen
3.000
Kombinasi
2.000
1.000
.000
0 24 48 72 96

Gambar 9. Grafik pengamatan DO pagi hari


15

9
8
7
6 Kontrol
5
Herbisida
4
Deterjen
3
2 Kombinasi
1
0
0 24 48 72 96

Gambar 10. Grafik pengamatan DO sore hari

3.3 Hematologi Ikan


Berikut grafik hasil pengukuran glukosa darah ketika pengamatan berdasarkan
data hasil (Lampiran 2)
250

200 192

150 124
112 114
92 97 Akhir
100 85 89
70 62 7664 74 Awal
58 54 58
50 38 32 38
0 0 0 0 0
0
K 1 K2 K3 H 1 H 2 H 3 D 1 D 2 D 3 Ko Ko Ko
1 2 3

Gambar 11. Grafik pengukuran glukosa darah

Grafik Hemoglobin

10 9
9
8
7 6.3
6 5.5
5 5 55 5
5 4 4
3.9
4 3 3
2.8
3
2
1 0 0 0 0 0 0 0 0 00
0
K1 K2 K3 H1 H2 H3 D1 D2 D 3 Ko 1 Ko 2 Ko 3

Awal Akhir

Gambar 12. Grafik pengamatan hemoglobin ikan


16

3.4 Data Hasil Uji Proksimat


Tabel 2. Hasil Uji Proksimat
Parameter A B C D
Protein (%) 17.72 16.34 16.01 16.75
Lemak (%) 0.48 0.25 0.11 0.18
Air (%) 78.35 79.40 79.86 78.96
Abu (%) 1.76 1.83 1.69 1.99
Karbohidrat (%) 1.69 2.18 2.33 2.12
Keterangan :
A: Kontrol C: Herbisida
B: Kombinasi D: Detergen
17

4. PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Bahan Pencemar terhadap Kelulushidupan Ikan


Berdasarkan data hasil uji pengaruh bahan pencemar terhadap
kelulushidupan ikan dapat diketahui bahwa bahan pencemar Herbisida dengan
dosis 30 mg/l berpengaruh paling tinggi terhadap tingkat kelulushidupan ikan.
Pengamatan secara visual pada jam pertama setelah diberi perlakuan menujukkan
ikan mengalami gangguan respirasi seperti ikan berenang ke permukaan. Pada jam
berikutnya ikan nampak semakin lemas dan kematian terjadi pada pengamatan
jam ke-24 yaitu sebanyak 12 ekor. Kematian Ikan terus terjadi hingga total
kematian ikan mencapai 100% sebanyak 21 ekor pada jam ke-47.
Keberadaan bahan pencemar pestisida/herbisida dalam perairan
mengakibatkan menurunnya tingkat kelangsungan hidup ikan, Hernayanti (2011),
menyatakan aliran permukaan yang membawa pestisida hingga ke sungai
membawa dampak yang mematikan bagi kehidupan di perairan, dan dapat
membunuh ikan dalam jumlah besar. Penerapan herbisida di perairan dapat
membunuh ikan ketika tanaman yang mati membusuk dan proses pembusukan
tersebut mengambil banyak oksigen di dalam air, sehingga membuat ikan
kesulitan bemafas. Beberapa herbisida mengandung tembaga sulfit yang beracun
bagi ikan dan hewan air lainnya. Penerapan herbisida pada perairan dapat
mematikan tanaman air yang menjadi makanan dan penunjang habitat ikan
sehingga menyebabkan berkurangnya populasi ikan.
Pada bahan pencemar detergen yang digunakan dalam percobaan adalah
detergen merek Rinso dengan kandungan bahan aktif surfaktan, dosis yang
digunakan adalah 30 mg/l. Pada percobaan detergen tidak terdapat kematian pada
pengamatan jam ke 0- 24. Kematian ikan uji baru terjadi pada jam ke-47 dan ke-
72 dengan total ikan yang mati sebanyak 11 ekor ikan dari total ikan yang
dipelihara sebanyak 21 ekor atau sekitar 50% tingkat kematian. Megawati et al.,
(2014), melaporkan dalam studinya mengenai toksisitas detergen terhadap ikan
nila menunjukkan konsentrasi larutan deterjen untuk LC50-96 jam adalah sebesar
15,85±4,41 ppm. Sehingga dengan pemberian larutan deterjen sebesar 15,85±4,41
ppm dapat mematikan biota uji sebesar 50 % dalam rentang waktu 96 jam.
18

Suardaya (2015), dalam studinya mengenai pengaruh deterjen terhadap


perilaku ikan mas memproleh hasil dimana detergen dapat memperlambat
pertumbuhan dan membatasi ruang gerak ikan. Selain itu juga dampak yang
ditimbulkan adalah pendarahan pada organ dalam ikan salah satunya pada bagian
insang yang disebabkan ketidakmampuan insang dalam mentolerir kandungan
detergen yang terhisap di insang sehingga terjadi penggumpalan dan akhirnya
pecah menimbulkan pendarahan.
Surfaktan adalah salah satu bahan aktif yang terkandung dalam detegen,
dimana detergen banyak digunakan sebagai bahan pembersih oleh masyarakat.
Menurut Nugraha (2001), surfaktan anionik yang umum digunakan adalah Alkyl
Sulfate (AS) yang lebih dikenal sebagai Sodium Dodecyl Sulfate (SDS). AS
banyak digunakan dalam produk seperti produk pencuci, shampoo dan pasta gigi.
Detergen yang banyak digunakan masyarakat umum merupakan salah satu bahan
yang memiliki potensi untuk mencemari perairan. Masuknya surfaktan dari
penggunaan detergen dalam jumlah tertentu kedalam perairan umum, dimana
perairan merupakan media untuk budidaya ikan, dapat menyebabkan menurunnya
kualitas air yang selanjutnya dapat mempengaruhi produksi ikan.
Bahan pencemar yang memberi pengaruh kematian tertinggi setelah
herbisida adalah pada pengamatan kombinasi dimana digunakan bahan pencemar
campuran antara herbisida dengan detergen. Pada perlakuan kombinasi kematian
ikan terus bertambah mulai jam pengamatan ke-24 sampai ke-72 dengan total
sebanyak 20 ekor ikan dari total 21 ikan dalam percobaan. Kombinasi dari kedua
bahan pencemar menunjukkan pengaruh yang lebih buruk bagi biota air. Di dalam
lingkungan sendiri keberadaan pestisida cukup berbahaya bagi biota, menurut
Hernayanti (2011), keberadaan pestisida dapat terakumulasi di perairan dalam
jangka panjang dan mampu membunuh zooplankton, sumber makanan utama ikan
kecil. Beberapa ikan memakan serangga dan kematian serangga akibat pestisida
dapat menyebabkan ikan kesulitan mendapatkan makanan.
Girsang (2009), menjelaskan di dalam perairan keberadaan bahan
pencemar herbisida berupa partikel pestisida akan diserap oleh mikroplankton.
Oleh karena pestisida itu persisten, maka konsentrasinya di dalam tubuh
mikroplankton akan meningkat sampai puluhan kali dibanding dengan pestisida
19

yang mengambang di dalam air. Mikroplankton tersebut kelak akan dimakan


zooplankton. Dengan demikian pestisida ikut termakan. Karena sifat persistensi
yang dimiliki pestisida, menyebabkan konsentrasi di dalam tubuh zooplankton
meningkat lagi hingga puluhan mungkin ratusan kali dibanding dengan yang ada
di dalam air. Bila zooplankton tersebut dimakan oleh ikan-ikan kecil, konsentarsi
pestisida di dalam tubuh ikan-ikan tersebut lebih meningkat lagi. Demikian pula
konsentrasi pestisida di dalam tubuh ikan besar yang memakan ikan kecil tersebut.
Bagian dari siklus bilogi secara global yang harus dipertimbangkan untuk
mengidentifikasi rute utama paparan pestisida pada sistem perairan dan biota
menurut Murthy et al., (2013) adalah, (1) kolom air, yang biasanya pertama
Muncul dalam kontak dengan pestisida; (2) Substrat organik (ganggang, lumut,
hydrophytes vaskular, sampah daun, dan cabang); (3) Substrat Inorganik, yang
meliputi bahan sedimen mulai dari silts mikroskopis partikel pasir kasar.

4.2 Pengaruh Bahan Pencemar terhadap Kualitas Air


4.2.1 Suhu

Suhu dapat mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme. Dari hasil


pengamatan yang dilakukan selama 96 jam diperoleh data hasil seperti pada
Lampiran 1. Berdasarkan data grafik pengamatan suhu (Gambar 1), rata-rata
pengamatan suhu pada pagi hari berkisar pada 27.33 0C dan sore hari dengan suhu
berkisar antara 27-280C. Adiwijaya et al (2008) menyatakan, suhu air merupakan
salah satu faktor pembatas yang nyata dalam kehidupan ikan. Seringkali
didapatkan bahwa ikan mengalami stres dan bahkan mati disebabkan oleh
perubahan suhu yang fluktuatif.
Suhu tertinggi berada pada perlakuan herbisida, dimana pada perlakuan
herbisida memiliki tingkat kelulushidupan terendah atau tingkat kematian
tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya suhu berpengaruh terhadap
meningkatnya daya toksisitas bahan pencemar terhadap ikan uji. Menurut Kordi
dan Andi (2007), suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan
biota air. Effendi (2003) menyatakan, secara umum laju pertumbuhan meningkat
sejalan dengan kenaikan suhu. Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan
20

kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air, dan selanjutnya


mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen.

4.2.2 pH
Kandungan pH selama pengamatan selama 96 jam diketahui berkisar
antara 7,3 – 8,0. Nilai pH tertinggi terdapat pada pelakuan dengan bahan
pencemar berupa detergen. Dari grafik (Gambar 3 dan 4) terlihat bahwa adanya
kecenderungan peningkatan pH terhadap bahan pencemar detergen, menurut
Wardhana (1995), Bahan buangan berupa detergent didalam air lingkungan akan
mengganggu, karena detergen yang menggunakan bahan non fosfat akan
menaikkan pH sampai dengan 10,5-11.

4.2.3 Dissolved Oxygen (D0)


Kelarutan oksigen dalam air media pemeliharaan merupakan parameter
kunci dalam kehidupan organisme air (Boyd, 1989). Konsentrasi oksigen terlarut
ini sangat menentukan dalam akuakultur. Kosentrasi DO yang tinggi terdapat
pada perlakuan detergen dengan nilai 7-8 mg/l sedangkan kondisi DO pada
kelompok kontrol berada pada kisaran 4,5 – 6,8 mg/l.
Kisaran nilai DO pada praktikum ini menunjukkan nilai yang tinggi
dibandingkan perlakuan lain. Namun DO sebesar 7,81 mg/L dapat dikatakan
normal. Sesuai pernyataan Boyd (1990), pH yang optimal untuk perairan berkisar
antara 6,7–8,2. Menurut Rosmaniar (2011), rentang tingkat DO yang optimal
adalah ≥ 5 mg/L.

4.3 Pengaruh Bahan Pencemar terhadap Hematologi Ikan


Respon stress dari ikan uji dapat dilihat dari pengukuran parameter
hematologi Royan et al., (2014) menyatakan, profil darah dapat digunakan untuk
mengevaluasi respon fisiologi pada ikan. Respon stres pada hewan dapat dilihat
dari perubahan kadar hormon kortisol, glukosa darah, hemoglobin, dan
hematokrit. Dalam kondisi stres terjadi perubahan jumlah eritrosit, nilai
hematokrit dan kadar hemoglobin, sedangkan jumlah leukosit cenderung
meningkat.
21

Gambar 7 menunjukkan rata-rata kadar glukosa darah pada ikan nila


mengalami peningkatan pada akhir pengamatan. Pada saat sebelum penelitian
kadar glukosa darah ikan nila rata-rata 58 mg/dl dan meningkat pada akhir
pengamatan. Pada awal pengamatan kadar glukosa darah tertinggi pada
perlakuan Herbisida diikuti perlakuan kombinasi dan detergen. Sedangkan pada
akhir pengamatan kadar glukosa darah meningkat pada semua perlakuan,
perlakuan kombinasi dengan nilai tertinggi sebesar 114 mg/dl dan selanjutnya
pada perlakuan detergen sebesar 112 mg/dl.
Tingginya kadar glukosa darah akibat ikan mengalami stres pasca
pemaparan bahan polutan. Menurut Anderson (1990), Pada saat ikan mengalami
gangguan yang menyebabkan stres, baik karena penanganan, kualitas air maupun
infeksi bakteri, maka tubuh ikan akan mengeluarkan tanda atau alarm sebagai
indikasi adanya gangguan. Alarm pada ikan antara lain : pertama adanya
peningkatan gula darah akibat sekresi hormon dari kelenjar adrenalin. Persediaan
gula, seperti glikogen dalam hati dimetabolisme sebagai persediaan energi untuk
emergensi. Kedua, osmoregulasi kacau akibat perubahan metabolisme mineral.
Ikan air tawar cenderung mengabsorbsi air dari lingkungan (over-hydrate), ikan
air laut cenderung kehilangan air dari dalam tubuh. Kondisi ini perlu energi ekstra
untuk memelihara keseimbangan osmoregulasi. Ketiga, pernafasan meningkat,
tensi darah meningkat, persediaan eritrosit direlease ke sistem resirkulasi dan
keempat, respon inflamasi ditekan oleh hormon dari kelenjar adrenalin.
Grafik hasil pengamatan hematologi ikan uji (Gambar 8) menunjukkan
rata-rata kadar hemoglobin ikan nila selama penelitian mengalami fluktuasi naik
turun. Pada pengukuran awal, kadar hemoglobin tertinggi ada pada perlakuan
kelompok kontrol sebesar 9%, sedangkan terendah pada perlakuan herbisida
sebesar 2,8%. Pada akhir pengamatan, kadar hb banyak mengalami penurunan
dengan kisaran nilai antara 3-5%. Namun kadar hb terendah pada perlakuan
detergen sebesar 4%, sementara pada perlakuan lain rata-rata sebesar 5%.
Rata-rata kadar hemoglobin ikan nila pada hari pertama pada semua
perlakuan hampir sama yaitu kisaran 3%–5 % kisaran tersebut tergolong rendah.
Menurut Salasia et al. (2001) kadar hemoglobin normal pada ikan nila berkisar
5,05-8,33%. Rendahnya kadar hemoglobin berdampak pada jumlah oksigen yang
22

rendah pula didalam darah. Banyak faktor yang mempengaruhi rendah nya kadar
hemoglobin menurut Dellman and Brown (1989) mengatakan kadar hemoglobin
dibawah kisaran normal mengindikasikan rendahnya kandungan protein pakan,
defisiensi vitamin dan kualitas air buruk atau ikan mandapat infeksi. Sehingga
dapat diduga bahwa rendahnya nilai hemoglobin akibat buruknya kualitas air
akibat adanya bahan pencemar.

4.4 Pengaruh Bahan Pencemar terhadap Analisis Proksimat Ikan

Berdasarkan data hasil uji proksimat diketahui bahwa kandungan protein


tertinggi sampai terendah berturut-turut adalah sebagai berikut, perlakuan kontrol,
pada perlakuan detergen, perlakuan kombinasi dan perlakuan herbisida. Pelakuan
pemaparan herbisida memiliki hasil protein terendah yaitu sebesar 16,01%. Hasil
analisis lemak berturut-turut dari tertinggi sampai terendah adalah sebagai berikut,
perlakuan kontrol, kombinasi, detergen dan herbisida. Nilai lemak terendah pada
perlakuan herbisida yaitu sebesar 0,11 %. Kisaran hasil uji proksimat dari ikan uji
masih dalam kondisi normal karena tidak terlalu berbeda dari hasil analisis
proksimat dari ikan nila yang normal, menurut Olagunju et al., (2012) kandungan
proksimat dari ikan nila adalah sebagai berikut: Kelembaban 75,8%; Protein
18,80%; Lemak 3,29%; Kadar abu 1,17%, Karbohidrat 0,41%.
23

5. KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat dari praktikum Manajemen Kualitas Air


mengenai bahan pencemar ini adalah sebagai berikut:
1. Bahan pencemar Herbisida dengan dosis 30 mg/l berpengaruh paling
tinggi terhadap tingkat kelulushidupan ikan. Kematian Ikan terus terjadi
hingga total kematian ikan mencapai 100% pada jam ke-47.
2. Paparan bahan kimia berbahaya memberikan pengaruh terhadap kondisi
kualitas air selama masa percobaan, nilai pH pada perlakuan detergen
cenderung meningkat. Kisaran suhu antara 27-280C, tingginya suhu
berpengaruh terhadap meningkatnya daya toksisitas bahan pencemar terhadap
ikan uji.
3. Rata-rata kadar hemoglobin ikan nila pada hari pertama pada semua
perlakuan hampir sama yaitu kisaran 3%–5 % kisaran tersebut tergolong
rendah.
4. Pengaruh bahan kimia terhadap glukosa darah menunjukkan rata-rata
kadar glukosa darah pada ikan nila mengalami peningkatan pada akhir
pengamatan. perlakuan kombinasi dengan nilai tertinggi sebesar 114 mg/dl
dan selanjutnya pada perlakuan detergen sebesar 112 mg/dl.
5. Pengaruh bahan kimia terhadap analisa proksimat ikan uji masih dalam
kondisi normal karena tidak terlalu berbeda dari hasil analisis proksimat
dari ikan nila yang normal.
24

DAFTAR PUSTAKA

Adiwijaya.D., Supito dan, I.Sumantri. 2008. Penerapan Teknologi Budidaya


Udang Vaname L.vannamei Semi-Intensif Pada Lokasi Tambak
Salinitas Tinggi. Media Budidaya Air Payau Perekayasaan. 66 hal.

Anderson, D.P. 1993. Disease of Fishies. Book 4: Fish Immunology. Edited by


S. Snieszcke and R. Axelrod, TFH Publication Ltd. Nepture City.

Dellman, H.D. and E.M. Brown. 1989. Buku Teks Histologi Veteriner 1.
Hartono (Penerjemah). UI Press. Jakarta

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan


Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 hal.

Hernayanti. 2011. Bahaya Pestisida Terhadap Lingkungan. Bio.unsoed.ac.id.


Fakultas Biologi Unsoed Purwokerto

Girsang, W. 2009. Dampak Negatif Penggunaan Pestisida. Fakultas Pertanian


Universitas Simalungun Pematang Siatar.

Kordi K. M Ghuffran H., dan Andi B.T. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam
Budidaya Perairan. Rineka Cipta. Jakarta. 36-59 hal.

Kurniati, E. _____ Penurunan Konsentrasi Detergent pada Limbah Industri


Laundry dengan Metode Pengendapan menggunakan CA(OH) 2.
Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.1 No.1

Megawati, I.A., Zulfikar.A dan Melani, W.R. 2014. Uji Toksisitas Deterjen
terhadap Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Manajemen
Sumberdaya Perairan FIKP UMRAH.

Murthy, K.S., Kiran, B.R and Venkateshwarlu,M. 2013. A Review on Toxicity of


Pesticidies in Fish. International Journal of Open Scientific
Research Vol.1, No. 1, 15-36. www.kindipublication.com. ISSN:
2336-0046

Nugraha, D.M. 2001. Pengaruh Surfaktan Deterjen Alkyl Sulfate (AS)


terhdap Larva-Juvenil Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn.).
Institut Pertanian Bogor.

Olagunju,A., Muhammad,A., Mada,S.B., Mohammed, A., Mohammed,H.A., and


T.Mahmoud, K. 2012. Nutrient Composition of Tilapia zilli,
Hemisynodontis membranacea, Clupea harengus and Scomber
scombrus Consumed in Zaria. World J Life Sci. and Medical
Research 2012. Department of Biochemistry, Ahmadu Bello
University, Zaria, Kaduna State, NIGERIA
25

Salasia, S.I.O., Sulanjari, D., Ratnawati, A., 2001. Studi Hematologi Ikan Air
Tawar. Biologi 2.

Suardaya, H. 2015. Pengaruh Deterjen terhadap Perilaku dan Mortalitas Ikan Mas.

Royan, F., Rejeki S dan Haditomo,A.H. 2014. Pengaruh Salinitas yang Berbeda
terhadap Profil Darah Ikan Nila (Oreochromis niloticus).
Journal of Aquaculture Management and Technology Volume 3,
Nomor 2, Tahun 2014, Halaman 109-117. FPIK Universitas
Diponegoro

Wardhana, W.A., 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan, Andi Offset.


Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai