Anda di halaman 1dari 68

PENUNTUN PRAKTIKUM EKOLOGI

Disusun Oleh:
TIM ASISTEN EKOLOGI

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2017
PRAKTIKUM I

Judul Praktikum : Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Air


Tujuan : Menentukan status ekologis dari suatu habitat perairan dengan
menggunakan pendekatan fisika-kimia perairan dan biologis.

Dasar Teori :
Habitat perairan tawar dibagi dalam 2 kelompok besar berdasarkan aliran airnya
yaitu lentik dan lotik. Perairan le ntik merupakan perairan dalam seperti danau, kolam,
sumur dan lain-lain, sedangkam perairan lotik merupakan perairan yang mengalir seperti
sungai, selokan dan lain-lain.
Suatu badan perairan dapat di bagi menjadi dua zona utama yaitu zona pelagic atau
limnetik dan zona bentik yang terdiri dari zona litoral dan zona profundal
 zona pelagic : merupakan zona perairan bebas yang organism yang dapat berenang
bebas dan mengalami migrasi diurnal antar zona bagian bawah dengan zona perairan
bebas yaitu nekton (=berenang aktiv dalam air, misalnya ikan), neuston (= yang
seringkali ditemukan berenang terapung diatas permukaan , misalnya berbagai jenis itik,
bebek, burung air, dan lain-lain), dan (zoo-fito-)plankton.
 Zona litoral : merupakan zona bentik dengan penetrasi cahaya masih mencapai sampai
kedasar perairan sehingga masih terdapat proses fotosintesis oleh berbagai vegetasi
akuatik yaitu vegetasi akuatik emergen (= vegetasi akuatik yang bagian akarnya terdapat
didalam air), vegetasi akuatik sub emergen (= vegetasi akuatik hampir seluruh bagian
tubuhnya terendam air) dan vegetasi bawah air (= vegetasi akuatik yang seluruh bagian
tubuhnya terendam air, terdapat pula periphyton dan (-zoo) bentos
Pengukuran factor-faktor abiotik perairan dapat dilakukan langsung maupun dengan
pengambilan cuplikan air. Untuk memperoleh hasil pengukuran yang akurat (khususnya
bagi o2 terlarut) cuplikan air diambil harus dijaga agar tidak teragitasi atau mengandung
gelembung udara.
Cara mengambil cuplikan air dari bagian permukaan perairan, yang paling
sederhana adalah dengan menggunakan botol gelas yang berpenutup menyudut. Miringkan
dengan perlahan dan upayakan agar tidak ada gelembung-gelembung udara yang masuk.
Pemantauan secara periodic kualitas air pada suat habitat perairan perlu dilakukan untuk
mengetahui sampai sejauh mana pencemaran telah terjadi, serta untuk perencanaan langkah
pencegahan selanjutnya.
Selama ini pendekatan yang dilakukan untuk melakukan pemantauan terhadap
kualitas air lebih mengandalkan pada pendekatan fisikan-kimia sedangkan pendekatan biota
hanya menggunakan Escheria coli. Hasil pengukuran fisika-kimia umumnya
mencerminkan kondisi pada waktu pengambilan contoh dilakukan, hal ini sering
memberikan hasil yang tidak sesuai dengan hasil pengukuran kurang mencerminkan
kondisi yang telah lalu, padahal masuknya polutan diperairan berlangsung terus menerus.
Selain itu dengan semakin kompleknya kegiatan industry, semakin sulit untuk melakukan
identifikasi jenis polutan tertentu diperairan. Pendekatan fisika-kimia juga membutuhkan
biaya mahal. Berdasarkan permasalahan-permasalahan diatas maka peru dikembangkan
suatu pendekatan baru dalam penentuan kualitas atau status ekologis dari suatu habitat
perairan, salah satunya dengan menggunakan data-data biologis yaitu pemberdayaan biota
perairan sebagai alternative alat pemantauan.
Bioassessment merupakan pemantauan kualitas air dengan menggunakan biota.
Kehadiran atau perilaku kelompok organism ini dialam berkorelasi dengan kondisi
lingkungannya sehinggan dapat digunakan sebagai alat untuk memantau kualitas
lingkungan. Manfaat bioassessment antara lain untuk menentukan status dan Trend dari
sumber daya perairan, untuk evaluasi factor pennyebab kerusakan pada habitat perairan dan
kontribusi relative dari sumber-sumber polusi, untuk menentukan tingkat keefektifan dari
suatu program pengendalian dan mitigasi lingkungan, dan mengukur tingkat kesuksesan
dan manajemen suatu daerah tangkapan air. Berbagi informasi yang diperoleh baik dari
pendekatan fisika-kimia perairan dan biologis dari suatu habitat perairan digunakan
sebagai acuan untuk membentuk suatu pola pengelolaan terpadu yang meliputi konservasi,
penggunaan daya air, pencegahan dan penanggulangan pencemaran.
Alat dan Bahan
Alat :
1. Thermometer Raksa
2. pH Meter
3. Keping Secchi
4. Do Meter
5. Pipet Tetes
6. Elenmeyer
7. Botol Sampel
Bahan :
1. Larutan NaOH 1/44n
2. Akuades
3. Indicator Fenoftalein 0,5%
4. Alcohol 95%
Cara Kerja
1. Pengukuran Suhu
Suhu dapat diukur dengan thermometer biasa (alcohol, air raksa) secara langsung
pada bagian permukaan perairan, atau secara tidak langsung (dari kedalaman
tertentu). Dalam hal terakhir, pengukuran harus dilakukan dengan segera
menggunakan botol cuplikan.
2. Pengukuran Derajat Keasaman (pH) Air
Dapat dilakukan dengan menggunakan kertas indicator universal dengan loncatan
skala kecil (0,2 atau 0,5 ) secara langsung dari permukaan perairan atau dari air
cuplikan (untuk kedalaman tertentu). Pengukuran pH secara lebih akurat dilakukan
dengan menggukan alat pH-meter.
3. Pengukuran Derajat Kecerahan Air
Penentuan derajat kecerahan air dari suatu perairan, umum dilakukan dengan
menggunakan keeping secchi. Dengan memegang ujung talinya,keeping secchi
diturunkan kedalam air secara perlahan-lahan sambil terus diperhatikan . tepat pada
saat warna putih tidak dapat dibedakan lagi dari warna hitam, ukuran kedalaman
panjang tali yang masuk kedalam air dibaca. Keeping secchi lagi lebih dalam sedikit
lalu secara perlahan-lahan ditarik naik.tepat pada saat warna putih timbul,
kedalamanya dibaca lagi angka rata-rata kedalaman tersebut menunjukan derajat
kecerahan, dan dinyatakan dalam cm atau m.
4. Penentuan kadar O 2 terlarut
Kadar atau kandungan oksigen terlarut dapat diukur secara langsung dengan relative
cepat dengan alat khusunya yaitu DO-meter (Dissolved Oxygen-meter )
5. Penetuan Kadar CO2 Bebas terlarut
Penentuan kandungan CO2 bebas terlarut dilakukan pada air cuplikan dengan
menggunakan metoda titrasi juga.
Reagen-reagen yang diperlukan :
Larutan NaOH 1/44 N
Sebanyak 0,909 g NaOH dilarutkan kedalam akuades hingga mencapai 1 L
Indicator Fenoftalien 0,5%
Sebanyak 0,5 g Fenoftalien dilarutkan dalam 100cc alcohol 95%
Air cuplikan sebanyak 100 cc didalam labu elenmeyer berukuran 250cc diberi 10
tetes indikator fenoftalien.
a. Larutan kemudian ditritasi dengan larutan NaOH 1/44N hingga menjadi warna
Merah Jambu-muda
b. Catat banyaknya larutan NaOH yang dipakai. Lakukan titrasi secara Duplo dan
hasilnya dipuratakan
c. Jumlah cc larutan NaOH yang terpakai x 10 menunjukan kandungan CO2 bebas
terlarut dalam satuan mg/L
6. Pengukuran salinitas air
Untuk pengukuran salinitas air digunakan alat hand refrakto meter.
PRAKTIKUM II

Judul Praktikum : Uji Toksisitas Limbah Deterjen Terhadap Mortalitas Ikan


Nila (Tilapia niloctica)

Tujuan : Pada Akhir praktikum ini para mahasiswa diharapkan dapat


menguraikan tentang derajat toksisitas deterjen terhadap ikan nila
yang dimanefestasikan sebagai LC50 – 96 jam.
Dasar Teori :

Penelitian pengujian tingkat toksik suatu bahan biasanya dinyatakan dengan Lethal
Dosage-50 (LD50) untuk bahan yang bersifat padat sedangkan uji toksisitas dengan
menggunakan bahan toksik cair yang mengukur besarnya dosisi atau konsentrasi sehingga
dapat membunuh 50% hewan uji Lethal Concentration-50 (LC50). Bila suatu zat yang
mempunyai waktu paruh biologi yang sangat tinggi diberikan pada organisme dalam jangka
waktu yang lama dengan sendirinya dapat terjadi akumulasi dalam organisme pada
konsentrasi yang rendah, ini terjadi terutama pada zat yang lipofil dan sulit
dibiotranformasi seperti DDT, aldrin, dieldrin, atau turunan difenil terklorinasi (Ariens :
1986).
Pelaksanaan uji toksisitas suatu bahan uji dapat dilakukan dengan menggunakan
salah satu dari empat cara berikut (Tandjung : 1995) :
a. Teknik statik; larutan atau media uji ditempatkan pada suatu bejana uji dan digunakan
selama waktu uji tanpa diganti.
b. Teknik resirkulasi; larutan atau media uji tidak diganti selama waktu uji namun
diresirkulasi dari suatu bejana uji ke bejana lain kembali ke bejana uji dengan maksud
memberi aerasi, filtrasi dan atau sterilisasi.
c. Teknik diperbaharui; setiap 24 jam hewan uji dipindahkan ke larutan uji yang baru dan
sama serta tetap konsentrasinya dengan larutan sebelumnya.
d. Teknik mengalir; larutan uji di alirkan masuk maupun ke luar ke dan dari bejana uji
selama masa uji.
Untuk meneliti berbagai efek yang berhubungan dengan masa pajanan, penelitian
toksikologi menurut Frank C. Lu (1995) dibagi dalam :
a. Uji toksisitas akut, dilakukan dengan memberikan zat toksik yang sedang diuji
sebanyak 1 kali atau beberapa kali dalam jangk waktu 24 jam.
b. Uji toksisitas jangka pendek (penelitian sub akut atau sub kronik), dilakukan dengan
memberikan bahan toksik berulang-ulang biasanya setiap hari atau 5 kali seminggu ,
selama jangka waktu kurang lebih 10% dari masa hidup hewan.
c. Uji toksisitas janka panjang, dilakukan dengan memberikan zat kimia berulang ulang
selama masa hidup hewan coba atau sekurang-kurangnya sebagian dari masa hidupnya.
Dalam praktikum yang dilakukan ini bahan yang dipakai adalah limbah cair
deterjen dan hewan uji berupa ikan nila (Tilapia niloctica). Uji laboratorium diharapkan
dapat memberikan gambaran sebarapa jauh pengaruh limbah deterjen terhadap
perkembangan ikan nila (Tilapia nilotica) yang merupakan jenis ikan yang hidup di air
tawar, pada tempat-tempat yang dangkal di perairan yang airnya tidak begitu deras, baik
disungai-sungai, danau maupun digenangan air lainnya. Jenis ikan ini mampu hidup baik
pada kisaran pH 6,5 – 8,8 (Suhalili, 1983). Selain itu, ikan nila merupakan jenis ikan yang
memiliki nilai ekonomis penting dan mempunyai penyebaran yang luas. Hal ini sesuai
dengan persyaratan Enviromental Protection Agency (EPA) (1975), sehingga baik untuk
pengujian biologis.

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam kegiatan praktikum adalah :
1. Perlengkapan untuk praktikum dan pemeliharaan ikan uji yaitu akuarium ukuran
40x25x20 cm, gayung plastik, jaring ikan kecil, selang plastik, beker glass, gelas ukur,
aerator, kertas label, termometer, timbangan analitik.
2. Peralatan untuk analisis kualitas fisikokimia air antara lain mikro buret, erlenmeyer,
gelas ukur, tabung reaksi, pH meter elektrik, termometer, pipet tetes, gelas ukur.
Bahan yang diperlukan dalam praktikum yaitu :
1. Hewan uji berupa benih ikan nila (Tilapia nilotica) dengan panjang 3-4 cm.
2. Deterjen yang digunakan dalam penelitian ini adalah deterjen “rinso anti noda”.
3. Air tawar yang digunakan untuk pengeceran deterjen attack adalah air PAM di
Laboratorium Ekologi Fakultas Biologi Kit pengukur kualitas fisikokimia air yaitu
pengukur suhu, pH, O2 terlarut, CO2 bebas dan alkalinitas air uji.

Cara Kerja
Dalam penentuan tosisitas deterjen rinso terhadap mortalitas ikan nila (Tilapia
nilotica) dilakukan tahapan kerja sebagai berikut :
1. Tahap pemeliharaan ikan uji
a. Ikan uji dipeliharan selama 5 hari di dalam bak penampungan. Selama pemeliharaan
dilakukan aerasi untuk mempertahankan kadar oksigen terlarut.
b. Setiap hari dilakukan pergantian air sebanyak 50 - 60 % dari kapisitas air
pemeliharaan. Ikan diberi makan setiap hari dengan memberikan daun pepaya
(Carica papaya).
2. Tahap aklimatisasi
Sebelum percobaan dilakukan, ikan uji diadaptasikan dalam bak penampungan
selama satu hari tampa diberi makan. Bak penampungan diberi aerasi untuk menjaga agar
oksigen perairan memenuhi persyaratan sebagai air uji.
3. Tahap perlakukan uji ikan
Perlakuan ini dikerjakan dengan dua tahap, yaitu :
a. Uji pendahuluan
Uji pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan kosentrasi ambang atas LC100-24
jam dan ambang bawah LC0 - 48 jam. Untuk mendapatkan nilai-nilai ini maka :
1. Disiapkan 5 macam konsentrasi deterjen rinso (termasuk kontrol) dalam air uji. Setiap
perlakuan disusun secara acak dengan 2 ulangan.
2. Variasi konsentrasi ditentukan yakni 1 ppm (0,02 gr/15 liter), 10 ppm (0,25 gr/ 15 liter),
30 ppm (0,45 gr/ 15 liter) dan 60 ppm (0,90 gr/ 15 liter).
3. Ikan ditempatkan dalam bejana uji yang telah diaerasi dan setiap bejana diisi dengan 10
ekor ikan. Pengujian ini dilakukan dengan sistem hayati statis dan selama kegiatan
pengujian tidak dilakukan aerasi. Tolak ukur utama ialah besarnya mortalitas ikan uji
per 24 jam selama 96 jam. Ikan dinyatakan mati jika tidak menunjukkan gerakan
respirasi dan tidak merespon perangsangan halus yang diberikan.
b. Uji sesunguhnya
1. Berdasarkan batas atas dan batas bawah dari uji pendahuluan, maka disusun konsentrasi
perlakukan dengan kisaran yang lebih sempit yaitu 25 ppm, 30 ppm, 35 ppm, 40 ppm,
45 ppm dan kontrol dengan 2 kali ulangan, dengan jumlah ikan 10 ekor per bejana.
2. Pengukuran parameter fisikokimia air pada masing-masing bejana uji untuk
memperoleh data tentang suhu, pH, DO, CO2 bebas dan alkalinitas, sedangkan
parameter fisiologis yakni pola berenang dan kecepatan respirasi. Pengukuran suhu
dilakukan dengan mengunakan termometer raksa dengan kepekaan 0,5 0C, pH diukur
dengan pH meter elektrik, DO diukur dengan pengukuran DO digital. Parameter lain
yaitu CO2 bebas dan alkalinitas diukur dengan cara titrasi berdasarkan metode Mikro
Winnkler. Pengukuran parameter fisikokimia air uji dilakukan setiap hari dimulai pada
awal perlakukan sampai hari 4 hari (96 jam).

Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam praktikum ini adalah analisis probit, analisis ini
dipakai dalam penentuan LC50-96 jam juga untuk memperoleh kadar aman deterjen rinso.
PRAKTIKUM III

Judul Praktikum : Pengukuran Faktor Lingkungan Abiotik Terestrial

Tujuan : Menetukan Faktor Abiotik Daratan (Terrestrial)

Dasar Teori :
Iklim Mikro
Kondisi udara yang berpengaruh atau berhubungan langsung dengan tumbuhan
disebut iklim mikro, walaupun hanya dalam daerah yang sangat kecil iklim mikro dapat
menyebabkan adanya variasi dalam tipe komposisi tumbuhan. Komponen iklim mikro
tersebut anta lain; temperatur (suhu) udara, kelembaban udara dan intensitas cahaya.
Tanah
Tanah merupakan sebuah badan yang terbentuk dari hasil pelapukan batuan induk
akibat aktivitas iklim dan organism serta materi organic hasil proses dekomposisi yang
mampu mendukung kehidupan. Komponen penyusun tanah terdiri dari partikel mineral,
bahan organik, air, dan udara. Pembentukan tanah secara umum dipengaruhi oleh beberapa
factor, seperti terlihat dari rumus umum pembentukan tanah oleh jenny (1941) dalam
Barbour et al. (1999) ;
S = f (cl, o, r, p, t)
Cl = iklim; o = aktifitas organism; r = relief/topografi; p = tipe batuan induk; t = waktu)
Alat dan Bahan
Alat :
1. Thermometer
2. Sling psychrometer
3. Light Meter
4. Auger
5. Soil Tester
6. Oven
7. Timbangan
Bahan :
1. Tanah
2. Air
3. Udara
4. Cahaya
Cara Kerja
1. Temperatur udara
Temperature udara dapat dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Pengukuran
kuantitatif dinyatakan dalam satuan kalori yaitu gram kalori atau kilo gram kalori
sedangkan pengukuran kualitatif dinyatakan dalam satuan derajat celcius, farenheit,
reamur dan Kelvin. Pengukuran secara kualitatif dilakukan dengan alat thermometer.
2. Kelembaban udara
Basahi kain yang terdapat pada salah satu bagian thermometer dan biarkan thermometer
yang lain tetap kering, kemudian putar sling selama 3 menit dengan posisi jauh dari
tubuh sehingga thermometer membaca suhu udara bukan suhu tubuh, kemudian baca
pada kedua buah thermometer sebagai suhu kering dan suhu basah,selanjutnya masukan
nilai suhu kering dan selisih antara suhu basah dan suhu kering tersebut kedalam table
sehingga didapat nilai kelembaban relative.
3. Intensitas cahaya
Tekan tombol on/off untuk menyalakan. Sebelum digunakan dilakukan kalibrasi
(tergantung tipe alat) terlebih dahulu dengan cara :
Biarkan sensor cahaya tetap tertutup kemudian dipilih range pengukuran melalui
tombol range switch misalnya 200 Cand. Setelah itu tekan tombol zero sehingga layar
menunjukan nilai 0 Kemudian penutup sensor cahaya dibuka untuk melakukan
pengukuran : Pengukuran dilakukan dengan menghadapkan sensor pada sumber cahaya
yang akan diukur kemudian nilai intensitas cahaya adalah bacaan yang tertera pada
layar.
4. Kandungan air atau kelembaban tanah
a. Gunakan gunakan bor tanah untuk mengambil lapisan tanah pada horizon A dengan
kedalaman 10cm
b. Ambil kurang lebih 10 gram tanah dan masukan kedalam wadah tertutup, bias botol
film, yang diketahui beratnya dengan menggunakan timbangan tentukan berat
segarnya.
c. Di laboratorium, masukkan cuplikan tanah ke dalam oven yang bersuhu 1050 C
selama 24 jam atau sampai beratnya constant. Setelah itu dinginkan sebentar dan
timbang berat kering tanah tersebut.
d. Lakukan perhitungan kedua air tanah dan nyatakan sebagi persentase terhadap berat
segar. Perhitungan persentase kandungan air tanah adalah sebagai berikut :
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑒𝑔𝑎𝑟 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ − 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ
𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑖𝑟 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ (%) = 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ

5. pH tanah
a. Mencampurkan 10 gram tanah dan 20 ml akuades dalam beaker glass.
b. Melakukan pengadukan dengan menggunakan gelas pengaduk sekali-sekali terhadap
campuran selama 15t menit
c. Ukur pH dengan memasukan elektroda pH-meter kedalamnya.
d. Pengukuran pH-meter dapat juga dilakukan dengan mengguanakan larutan KCL 1N.
6. Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalah proporsi relative dari partikel utama pembentuk tanah yaitu
pasir (sand), debu (silt) dan liat (clay). Jenis partikel utama tanah dibedakan berdasarkan
ukurannya :
Pasir : ukuran partikel > 0,05 mm
Debu : ukuran partikel antara 0,002 – 0,05 mm
Liat : ukuran partikel < 0,002 mm
Tekstur tanah menentukan sifat dari tanah tersebut, baik sifat fisika maupun sifat
kimia. Pergerakan air baik vertical maupun horizontal, persentasi system kapiler dan kadar
air tanah akan bertahan pada keadaan tanah yang teksturnya tidak sama. Demikian pula
derajat kesuburan tanah akan sangat tergantung pada teksturnya ini. Dalam memahami
terdapat beberapa metodologi yang telah dikembangkan dengan prinsip yang sejalan yaitu
menentukan/mencari persentase atau proporsi dari masing-masing partikel pembentuk
tanah tersebut.
Dalam kegiatan praktikum ini metode yang digunakan adalah secara kualitatif
berdasarkan pilinan jari. Cara sangat umu dilakukan dalam survey lapangan, karena mudah
dan praktis. Cara kerjanya adalah dengan memilin sejumlah cuplikan tanah diantara
telunjuk dan ibu jari. Pijit tanah itu dan gerakkan kedua jari tadi seolah-olah memilin
sesuatu, kemudian rasakan. Lalu tentukan tanah tersebut berdasarkan kriteria berikut :
 Tanah pasir; butirannya terasa kasar dan lepas satu sama lain, tidak dapat dibentuk
dalam keadaan kering, partikel-partikelnya terlepas.
 Tanah pasir berlumpur; sulit dibentuk, pada tangan memberi warna lemah, masih
dapat dirasakan adanya butiran kasar.
 Tanah lumpur berpasi; dapat dibentuk dengan baik, dapat dipilin sampai sebesar
hitamnya karbon pensil, sangat nyata member warna pada jari tangan.
 Tanah lumpur; dapat dibentuk sangat baik, lengket pada sendok, dengan kuku tidak
meninggalkan bekas mengkilat tapi terlihat sedikit kasar, member warna pada tangan.
 Tanah liat; sangat lengket licin dengan kuku bekasnya mengkilat, bila kering merekah.
PRAKTIKUM IV

Judul Praktikum : Keanekaragaman Insekta, Kepadatan dan Kemelimpahan

Tujuan :
1. Melatih mahasiswa mengenai cara-cara pengambilan sampel insekta tanah
2. Melatih mahasiswa mengidentifikasi insekta tanah
3. Mengamati dan menghitung keanekaragaman insekta tanah dari beberapa biotop
4. Menghitung Kepadatan Insecta dari beberapa Biotop
5. Menghitung kemelimpahan insecta dari beberapa Biotop
6. Mengetahui faktor-faktor lingkungan yang berhubungan dengan keanekaragaman
komunitas insekta tanah di masing-masing biotop.

Dasar Teori
Tanah merupakan hasil dari proses dekomposisi batuan dan bahan-bahan orgnik.
Bentukan padat tanah terdiri atas dua komponen utama yaitu; a) mineral tnah yang
terbentuk dri batun induk dan b) materi organik yang merupakan hasil dekomposisi. Proses
dekomposisi batuan dan organik tanah dipengaruhi oleh cuaca, iklim dan organisme yang
ada di dalam tanah.
Oganisme yang mendiami habitat tanah bergabung dalam kelompok-kelompok yang
membentuk suatu sistem integrasi yang disebut komunitas organisme tanah. Komunitas
hewan tanah juga merupakan suatu sistem yang berhubungan erat dengan dekomposisi
materi organik dan penguraian materi anorganik, sehingga dapat diserap oleh tumbuh-
tumbuhan yang berada didaerah tersebut. Jenis organisme yang berada di dalam tanah
bermacam-macam, mulai dari tumbuhan rendah sampai tumbuhan tinggi dan juga hewan
rendah dan mamalia. Organisme yang berada di dalam tanah membentuk suatu sistem yang
saling berkaitan erat dalam pelaksanaan proses dekomposisi daam tanah.
Dalam percobaan ini akan dipelajari mengenai komunitas insekta tanah. Menurut
beberapa sumber bahwa disebut makrofauna apabila ukuran tubuhnya tidak dapat lolos
pada sarangan dengan besar lubang 1mm. Makrofauna dan mesofauna tanah yang sering
ditemukan adalah aschelmithes, artropoda terutama insekta, baik instar muda maupun
dewasanya.
Wallwork (1970) mengatakan bahwa terdapat saling tumpang tindih antara populasi
yang berada diatas tanah dan populasi yang berada didalam tanah. Hal ini dapat dijelaskan
dengan mengamati keanekaragaman hewan tanah dalam variasi horizontal. Jadi terlihat
bahwa distribusi hewan tanah bukan sebagai satu kelompok, melainkan sebagai suatu seri
dari beberpa komunitas yang kontinyu.
Alat Dan Bahan
Alat-alat dan bahan yang diperlukan dalam praktikum ini antara lain:
a. Bor tanah atau soil correr
b. Cetok
c. Pitfall trap
d. Soil tester
e. Termometer tanah
f. Oven pengering
g. Furnice mapel (tungku pembakar)
h. Nampan plastik
i. Kantong plastik
j. Formalin 5 %
k. Alkohol 70 %

Cara Kerja
Percobaan ini dapat dibagi dalam 4 tahap pelaksanan penting, yaitu pengambilan
sampel, ekstraksi sampel, identifikasi dan perhitungan keanekaragaman,analisis data.
Langkah-langkah kerja secara terperinci adalah sebagai berikut :
1. Pengambilan sampel hewan tanah pada masing-masing biotop dilakukan dengan
menggunakan perangkap jebak (pitfall trap) yang di pasang pada beberapa tempat.
2. Pasanglah pitfall trap pada masing-masing stasiun yang telah ditentukan dengan
posisi sebagai berikut.
3. Lama pemasangan pitfall trap tergantung pada tujuan praktikum/penelitiannya. Jika
ingin mengetahui keanekaragaman dan distribusi fauna tanah yang aktif pada
malam hari, maka pemasangan dilakukan pada sore hari menjelang matahari
terbenam dan diambil sebelum matahari terbit esok harinya. Jika untuk mengetahui
fauna yang aktif pada siang hari maka pemasangannya dilakukan pada pagi hari
sebelum matahari terbit dan diambil sebelum matahari terbenan. Dapat juga lama
pemasangan dalam jangka yang lebih lama sesuai dengan tujuannya.
4. Pada saat pengambilan sampel mesofauna, lakukan pula pengukuran faktor-faktor
fisik seperti suhu tanah, pH, kelembaban tanah.

Teknik Observasi
1. Setelah hasil tangkapan fauna tanah dengan pitfall trap atau hasil ekstraksi
dilakukan sortir tangan dengan bantuan lup atau mikroskop stereo.
2. Mesofauna tanah yang diperoleh diidentifikasi minimal sampai tingkat famili
dengan menggunakan kunci identifikasi yang sesuai.
3. Data hasil sampling dari masing kelompok ditabulasi sebagai berikut
4. Agar data yang dianalisis lebih lengkap dan representati, maka sebaiknya dibuat
data kelas yang diperoleh dengan cara mengkomplikasi data semua kelompok.
Rancanglah data kopilasi yang sesuai!.
Tabel.....Jenis dan jumlah/kelimpahan fauna tanah dari setiap cuplikan (pitfall trap/core
sampler/bor tanah) pada biotop...................

Jenis/Taksa Stasiun pencuplikan ke- Jumlah Rerata


1 2 3 4 5 6 .........

Analisa Data
1. Lakukanlah analisis deskriptif terhadap data yang sudah saudara peroleh, apakah
dengan melihat keanekaragaman, kepadatan, dan kelimpahan msing-masing jenis,
masing dari masing-masing biotop yang saudara temukan. Kemudian buat
Histrogram dengan menggunakan aplikasi Microsof Excel
2. Rumus yang digunakan didalam pengolahan data yang saudara temukan sebagai
berikut :
a. Untuk menghitung indeks keanekaragaman digunakan indeks Shannon-Wiener
yaitu :
𝑆

H =– ∑(Pi lon Pi )
𝑖=1

Dimana :
Pi = Jumlah Individu Masing-Masing Spesies i(i=1,2,3…)
S = Jumlah Spesies
H = Penduga Keragaman Populasi.
Besarnnya indeks keanekaragaman jenis menurut Shannon Wiener didefinisikan
sebagai berikut :
 Nilai H’ > 3 menunjukan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu
transek adalah tinggi
 Nilai H’ 1 ≤ H’ ≤ 3 menunjukan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu
transek adalah sedang
 Nilai H’ < 1 menunjukan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu
transek adalah sedikit atau rendah.
b. Kepadatan populasi menunjukan rataan individu suatu spesies teripang dari
seluruh contoh yang diamati, yaitu menggunakan rumus :

Di = ni / A

Dengan Di = Kepadatan untuk spesies i


ni = Jumlah total individu untuk spesies i
A = Luas total habitat yang disampling
c. Indeks Kemelimpahan
B. J1 = H1 ⁄ H1 max

Dimana :
J1 = kemelimpahan atau kehadiran
H1 = Indeks diversitas Shannon – Wiener
H1max= Lon S, dimana S = Jumlah family yang ditemukan
Tugas
a. Jenis fauna tanah apa saja yang terdapat di masing-masing biotop?
i. Biotop mana yang memiliki keanekaragman tertinggi dan terendah,dan
faktor-faktor apa saja yang menyebabkannya?
ii. Biotop-biotop mana yang memiliki kesamaan komunitas dan faktor apa
yang menyebabkannya?
iii. Biotop-biotop mana yang berbeda dan faktor apa yang membedakannya?
iv. Faktor-faktor lingkungan apa yang belum di ukur dalam percobaan ini,
bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap fauna tanah?
v. Apakah fungsi fauna tanah secara ekologis bagi kehidupan manusia?
vi. Famili/genus apakah yang di temukan di banyak atau predominan di
masing-masing biotop dan mengapa?
vii. terangkan aspek terapan penelitian tantang fauna tanah?
viii. jika melakukan pengambilan sampel dengan dua macam cara di atas,
apakah perbedaan yang prinsip pada kedua cara di atas?
b. Buat laporan
PRAKTIKUM V

Judul Praktikum : KEPADATAN POPULASI CACING TANAH

Tujuan : Pada akhir praktikum ini para mahasiswa diharapkan dapat :


8. Mampu menjelaskan Dinamika Populasi Hewan.
9. Mampu menjelaskan Laju Pertumbuhan dan Struktur Populasi
Hewan.
10. Mampu menguraikan Penyebaran dan Kemelimpahan Populasi
Hewan.
11. Mampu menguraikan tentang kekayaan spesies (Rhicenes)
12. Mampu menguraikan Interaksi populasi Hewan.

Dasar Teori :

Cacing tanah sangat banyak jenisnya. Di Indonesia, cacing tanah sebagian besar
tergolong dalam famili Megascopecidae, terutama dari genus Pheretima. Tetapi dari
beberapa hasil penelitian terungkap pula bahwa caing tanah yang luas penyebarannya di
Indonesia adalah dari jenis Pontoscolex corethrurus. Cacing ini tersebar luas di tanah
pertanian, belukar dan lapangan yang di tumbuhi rumput-rumputan (Nurdin, 1982).
Beberapa peneliti menyatakan bahwa cacing ini berasal dari India dan dari anak Benua
inilah janis cacing tanah itu tersebar keseluruh daerah Tropika Asia
Kepadatan populasi cacing tanah sangat bergantung pada faktor fisika-kimia tanah
dan tersedianay makanan yang cukup baginya. Pada tanah yang berbeda faktor fisika
kimianya tentu kepadatan populasi cacing tanahnya juga berbeda. Demikian juga, jenis
tumbuh-tumbuhan yang tumbuh pada suatu daerah sangat menentukan jenis cacing tanah
dan kepadatan populasinya di daerah tersebut.
Pada latihan ini akan di bandingkan kepadatan populasi cacing tanah di bebrapa
lokasi yang tidak sama vegetasinya, dan di perkirakan jenis dan kepadatan populasi cacing
tanah di lokasi-lokasi tersebut tidak akan sama pula.
Latihan estimasi kepadatan populasi cacing tanah ini di lakuakn di sekitar kampus,
yaitu pada tanah yang banyak di tumbuhi rumput-rumputan dan pada semak belukar.
C. Bahan dan Metode
Pada percobaan ini pada pengambilan contoh cacing tanah di lakuakn dengan
metoda sortir tangan. Pada masing-masing lokasi di ambil contoh cacing tanah dan sepuluh
kuadrat contoh yang luasnya per kuadrat 30 x 30 cm². Tanah pada kuadrat itu di gali
dengan pacul dan skop sampai kedalaman 30 cm. Tanah itu untuk sementara di masukkan
ke dalam karung plastik (bekas karung beras). Pengambilan contoh tanah masing-masing
lokasi di lakukan pada waktu yang relatif sama. Selanjutnya tanah contoh itu di letakkan
pada lembaran plastik dan seterusnya cacing tanah yang terdapat padanya di koleksi dengan
metoda sortir tangan.
Cacing tanah yang di temukan di bedakan bentuk luarnya, di hitung dan di cuci
dengan air sampai bersih dan di timbang. Selanjutnya cacing itu di awetkan dengan
formalin 8 % dan di bawah ke laboratorium. Di laboratorium cacing itu di identifikasi.
Selain pengambilan cacing tanah, tanah lokasi pengambilan contoh itu juga di ukur
suhunya, dan sebagian tanahnya di bawah ke laboratorium untuk di ukur pH, kadar air dan
kadar material organiknya. Mengukurr pH tanah di lakukan dengan menggunakan pH meter
atau dengan kertas pH. Kadar air di ukur dengan cara penimbangan (gravimetri), demikian
juga kadar organik tanahnya.
D. Analisi Data

a. Pola distribusi
Analisis data yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Untuk mengetahui pola
penyebaran family Rhizophoraceae digunakan rumus indeks dispersi morisita (Krebs,
1989) :
∑x 2 − ∑x
𝐼𝑑 = n
(∑x)2 − ∑x

Keterangan :

Id = index penyebaran morisita

n = jumlah petak ukur

∑x = jumlah total individu suatu spesies pada suatu komunitas


∑x2 = jumlah kuadrat dari total individu suatu spesies pada suatu komunitas (Krebs,

1989)

Kriteria pola penyebaran dikelompokan sebagai berikut:

Id < 1 : pola penyebaran seragam

Id = 1 : pola penyebaran acak

Id > 1 : pola penyebaran berkelompok

Untuk mengetahui apakah penyebaran tersebut benar-benar berkelompok atau tidak,

maka diuji lanjut dengan menggunakan rumus distribusi chi-square dengan rumus :

x2= (n ΣX2 / N) – N

Ket : x2 = Uji statistik distribusi chi-squere

ΣX2 = Jumlah kuadrat individu suatu spesies setiap petak ukur

n = Jumlah petak ukur

N = Jumlah individu total yang diperoleh

Nilai x2 hitung selanjutnya dibandingkan dengan nilai x2 tabel dengan derajat bebas

(df = n-1). Jika x2 hitung < x2 tabel maka dapat dikatakan bahwa bentuk pola

penyebarannya tidak beda nyata dengan pola penyebaran berkelompok. Jika x2 hitung > x2

tabel maka dapat dikatakan bahwa bentuk pola penyebarannya berbeda nyata dengan pola

penyebaran berkelompok.
e. Kemelimpahan

J1= H1 ⁄ H1 max
Dimana :
J1 = kemelimpahan atau kehadiran
H1 = Indeks diversitas Shannon – Wiener
H1max = Lon S, dimana S = Jumlah family yang ditemukan
f. Indeks Kekeayaan Jenis

Kekayaan jenis pada suatu habitat dapat diketahui dengan menggunakan Indeks
Kekayaan Margalef (1958)
R = S–1
Ln (NO)
Keterangan:
R = indeks kekayaan jenis (indices of species richness)
S = jumlah total jenis dalam suatu habitat (species per habitat)
NO = jumlah individu pada suatu habitat (individu per habitat)
PRAKTIKUM VI

Judul Paktikum : Analisis Vegetasi Menerapkan Teknik Sampling Metode


Kuadrat Untuk Analisis Komunitas Tumbuhan (Vegetasi) dan
Pengukuran Faktor Lingkungan
Tujuan Praktikum
Menerapkan teknik sampling metode kuadrat untuk menganalisis komunitas
tumbuhan. (vegetasi) dan pengukuran faktor lingkungan pada habitat dengan topograf
yang berbeda. Tujuan penerapan ini adalah untuk mempelajari struk -tur, komposisi, dan
distribusi populasi spesies komunitas tumbuhan atau vegetasi semak, herba, dan rumput
pada habitat yang telah ditentukan oleh asisten. Struktur dan komposisi vegetasi ini
diteliti dengan membadingkan tegakan (stand) pada lokasi habitat yang berbeda.
Perbandingan lokasi habitat, misalnya membandingkan habitat vegetasi di bawah
kanopi pohon (lapisan berbeda) dan herba tanpa kanopi di se.kitar kampus. Saudara
juga belajar menerapl:an membandinakan rumus indeks diversitas Shannon - Wiener
dan indeks diversitas Simpson untuk mempelajan keanekaragaman spesies pada habitat
yang dikaji. Sebenarnva bila Saudara hanva mengoleksi data hanya sekali saja, artinya
tidak secara temporal, penerapan analisis indeks diversitas dalam laporan Saudara tidak
begitu penting.
Dasar Teori
Metode kuadrat merupakan metode yang sering sekali digunakan. Metode ini
merupakan metode yang serba guna, akan tetapi metode ini juga menghabiskan waktu
banyak sekali (time consuming). Metode ini digunakan dan dikembangkan secara luas di
Amerika. Kuadrat adalah luas pada suatu habitat dalam berbagai bentuk yang dapat
membatasi vegetasi. Sehingga penutupan vegetasi di area tersebut dapat dihitung dan
luas vegetasi pada habitat yang dikaji dapat diestimasi (diperkirakan). Walaupun istilah
kuadrat mencerminkan area empat persegi, akan tetapi kuadrat dapat mempunyai
berbagai bentuk, misalnya empat persegi panjang, bulat atau segi tiga. Bentul: - bentuk
ini sangat penting, karena memudahl:an dan menfisiensikan sampling (pencuplikan)
data. Bentuk kuadrat yang bulat dapat digunakan ketika mencuplik vegetasi akuatik di
zona litoral danau atau di ekosistem padang lamun. Bentuk yang paling sering sekali
digunakan adalah kuadrat dengan panjang keempat sisinya sama (empat persegi). Akan
tetapi berdasarkan beberapa penelitian antara bentuk empat persegi panjang dengan
kuadrat sama sisi yang mempunyai luas yang sama, ternyata bentuk empat persegi
panjang akan memberikan data yang lebih akurat. Bentuk kuadrat yang mempunyai
empat persegi yang panjang sekali disebut juga belt transect {Barbour et al. 1987) Ji
ekosistem terumbu karang belt transect sangat sering digunakan, misalnya untuk
menghitung cacah individu ikan terumbu karang dengan menyelam scuba dan
snorkeling, metode ini disebut juga sebagai manta tow.
Jumlah kuadrat yang digunakan untuk mewakili suatu kajian habitat dalam suatu
sampling sangat penting. Umumnya tergantung pada tipe komunitas yang diteliti. Bila
memungkinkan 30 atau lebih sebaiknya digunakan untuk mengkaji tegakan (stand)
suatu vegetasi. Ukuran kuadrat ditentukan oleh ukuran dan densitas tumbuhan yang
dikaji. Syaratnya, ukurannya cukup besar sehingga semua tumbuhan yang akan dihitung
masuk semua ke dalam kuadrat tersebut. Akan tetapi ukuran tersebut juga cukup kecil
sehingga semua tumbuhan tersebut dapat dipisahkan satu sama lainnya ketika
menghitungny-a. Dengan kata lain ketika menghitung tidak membingungkan.
Umumnya, di daerah temperate (empat musim), ukuran yang umum digunakan di hutan
adalah 100 m2 sapling (anak pohon) dan semak adalah 4 m 2, herba dan seedling adalah
1 m2, sedangkan untuk padang rumput, kuadrat yang digunakan lebih kecil dari 1 m 2.
Di dalam setiap kuadrat plot semua cacah individu tumbuhan dicatat dalam tabel
data yang telah dipersiapkan sebelumnya. Pada growtlhform belukar, semak, herba, dan
rumput, pengukuran densitas (kerapatan) atau penutupan (coverage) cacah individu
setiap spesies. Sedangkan pada growthforfn pohon, pengukuran dapatberupa densitas,
diameter batang atau penutupan cacah individu setiap spesies. Diameter pohon diukur
pada jarak setinggi dada dari permukaan tanah (dbh = diameter at breast hight), atau
bila pohon tersebut mempunyai banir (akar papan) pengukuran diameter, dilakukan
tepat diatas banir. Kanopi (luas) tajuk pohon juga dapat diukur dengan mernroyeksikan
luasnya permukaan tanah. Luas proyeksi ini disebut sebagai penutupan kanopi. Untuk
growtlhform belukar, semak, herba, dan rumput, pengukuran dapat juga berupa
biomassa, yaitu dengan menggunting (clipping) atau mencukur semua tumbuhan di atas
permukaan tanah. Hasil clipping ini kemudian dipisahkan cacah spesiesnya, dan
kumpulan cacah indiwidu setiap spesies tersebut ditimbang berat basah dan berat
keringnya.
Cara meletakkan kuadrat plot sampling atau distribusi plot sampling pada habitat
vegetasi yang diteliti adalah (Brewer dan Zar 1984, Cox 1974) : secara random (acak).
Seleksi secara acak dapat dilaksanakan dengan beberapa cara, misalnya lotre, dengan
tabel random, dan stratified random. Pertama, dengan cara lotre atau disebut juga
koordinat sampling. Caranya dengan membuat baseline, sumbu x dan sumbu y,
kemudian tiap sumbu beri notnor 1 - 100. Sediakan guntingan kertas mulai dari nomor 1
- 100 pada kedua sumbu x dan y. Kemudian tariklah lotre sebanyak 20 - 25 kali pada
gulungan x dan gulungan y. Banyaknya tarikan lotre sesuai dengan jumlah kuadrat plot
yang akan diteliti. Kedua dengan tabel random disebut juga sistematik sampling atau
grid sampling. Caranya dengan menentukan titik pada tabel random pada buku statistik.
Jadi, di sini yang melakukan lotre adalah tabel random. Kemudian ditentukan titik awal
pada sumbu x dan y. Kemudian ambil hanya dua digit nomer saja kea rah bawah. Letek
plot sesuai dengan koordinat x dan y. Banyaknya nomor yang diamana sesuai dengan
jumlah kuadrat plot yang diteliti, misalnya 20 - 25 plot. Ketiga, secara stratified,
sampling cara ini merupakan gabungan antara random dan sistematik sampling. Pertama
buatlah beberapa garis transek yang memotong bagian vegetasi atau stand yang dikaji.
Kemudian plot kuadrat diletakkan secara acak pada transek. Peletakannya dapat dengan
lotre atau tabel random. Semua prosedur ini memerlukan waktu yang banyak (time
consuming).
Parameter yang Diukur atau Diteliti
a. Tipe growthform

b. Densitas cacah individu

c. Frekuensi

d. Dominansi

e. Nilai penting (importanse value)


Distribusi dan struktur komunitas tumbuhan atau vegetasi pada area yang dikaji
adalah berbeda. Hipotesis ini sangat umum. Tugas Saudara adalah mengonstruksikan
hipotesis yang lebih spesifik dan jelas, sesuai dengan tugas yang diberikan oleh
Asisten.
Cara Kerja
Sebelum Saudara melakukan penelitian sesungguhnya, Saudara harus
melakukan penelitian pendahuluan terlebih dahulu pada lokasi yang akan diteliti.
Perlu Saudara pikirkan mengapa Saudara perlu melakukan penelitian pendahuluan.
Adapun tahapan praktikum yang harus Saudara laksanakan adalah sebagai berikut :
1. Siapkan tabel untuk data yang akan Saudara koleksi di lapangan. Ada dua tabel
vang harus Saudara siapkan : a. tabel untuk plot yang Saudara teliti, b. tabel
untuk semua data yang dikumpulkan secara kolektif.

2. Tentukan stand (tegakan) lapisan herba pada habitat vegetasi vang diteliti.
Saudara akan membandingkan dua lokasi dengan topografi berbeda atau
kenampakan berbeda, misal vegetasi herba di bawah kanopi atau tanpa kanopi.

3. Pelajarilah dan catatlah (deskripsi) topografi habitat. Catatlah cuaca atau


musim pada saat penelitian tersebut. Saudara harus mencatat sendiri, jangan
menggantungkan diri pada teman Saudara.

4. Pelajari growthformnya Ada berapa macam. Bila ada pohon catatlah pohon
dominannya. Catatlah spesies yang mencolok cacahnya maupun ukurannya.

5. Letakkan kuadrat plot Saudara secara random dengan ukuran yang telah
ditentukan oleh Asisten pada habitat yang akan diteliti. Pikirkan mengapa
Saudara meletakkan kuadrat plot secara random pada habitat yang akan diteliti.
Pikirkan mengapa Saudara meletakkan kuadrat plot secara random pada habitat
tersebut, dan mengapa Saudara tidak menggunakan bantuan transek ketika
meletakkan plot tersebut. Bentuk kuadrat plot tersebut, misalnya dapat keempat
sisinya sama atau dapat juga berbentuk persegi panjang. Kedua bentuk kuadrat
ini mempunyai luas yang sama. Tiap golongan dalam praktikum ini hanya
menggunakan satu bentuk kuadrat saja dengan luas yang telah ditentukan.
Ingat, Saudara perlu memikirkan mengapa Saudara menggunakan ukuran plot
dengan luas demikian.

6. Catatlah nomor kuadrat plot Saudara. Kemudian hitunglah cacah individu


setiap jenis yang ada di dalam plot tersebut. Pilihlah growtlzformnya, misalnya
herba, rumput atau semak, dan pilihlah umurnya, misalnya seedling, dewasa,
dan dewasa berbunga. Pikirkan mengapa saudara harus melakukan ini.
Kemudian catatlah data tersebut di dalam tabel plot Saudara. Catatlah balk
nama ilmiah dan nama lokalnya. Jenis yang belum dapat diidentifikasi dibuat
herbariumnya dan akan diidentifikasi di laboratorium menurut tata cara
taksonomi.

7. Setelah pekerjaan koleksi data Saudara selesai, diskusikan langsung hasil data
tersebut dengan Asisten, dan ini perlu Saudara lakukan segera di lapangan.
Pikirkanlah mengapa Saudara perlu segera melakukan ini di lapangan. Bila
semua praktikan telah menyelesaikan tugas lapanaannya, semua praktikan baru
boleh dan harus bersama-sama kembali ke Laboratorium Ekologi untuk
menyelesaikan tabel data kolekrtif raw data (data mentah)

Contoh tabel yang perlu anda siapkan:


Judul tabel

Lokasi : Kelompok :
LT kuran kuadrat : (... x... ) = M2 Goi./No.urut :
Deskripsi lokasi : Tanggal :
No. Plot : Asisten :
No Nama spesies Nama lokal Cacah keterangan
individu
1
2
3
Dst
Contoh table data kolektif

Judul Tabel

Stand/Lokasi : Kelompok :
Ukuran Kuadrat : (……..X…….) = M2 Tanggal :
Deskripsi Asisten :
No. Plot/ # individu :
No Nama spesies Nama lokal 1 2 3 … dst Keterangan
1
2
Dst

Cara Analisis Data


1. Dari data kolektif, hitunglah frekuensi. frekuensi relatif, densitas (kerapatan),
densitas relatif, dart nilai penting dart masing - masing spesies pada setiap stand
atau lokasi yang Saudara teliti. Gunakan rumus baku vang ada
2. Hitung nilai pentingnya.
Nilai penting diperoleh dari penjumlahan parameter relatif yang dihitung
rumusnya sebagai berikut: Nilai penting = Densistas relatif + Frekuensi relatif +
Dominansi relatif Jadi, jumlah nilai penting seluruh spesies dart ketiga
parameter tersebut di atas = 300 %, bila nilai tersebut gabungan dart dua
parameter maka jumlahnya = 200 %.
3. Kemudian buatlah tabelnya. Pikirkanlah mengapa hasil ini harus dibuat dalam
bentuk table
Contoh :
Judul :
Tegakan :
Tanggal :

Spesies Frekuensi Frekuensi densitas Densitas Nilai penting


relatif relatif

Dst

4. Hitunglah Indeks Similaritas (Index of similarity = IS ) di antara kedua stand

pada lokasi yang diteliti- Indeks similaritas yang umum digunakan adalah

indeks similaritas yang umum digunakan adalah indeks similaritas Sorenson

(Muller - Dumbois dan Ellenbverg 1974):

Rumusnya : ISsorenson,= 2 W/(A+B) X 100 %

Dengan keterangan :

W = Jumlah nilai kuantitatif terkecil dari dua nilai spesies yang umum

terdapat pada dua tegakan yang diperbandingkan

A = Jumlah semua nilai kuantitatif pada satu tegakan

B = Jumlah semua nilai kuantitatif pada tegakan lain Misalnya :


Spesies Stand A Stand B
A 10 20
B 4 12
C - 7
D - 15
E 32 15
F 15 -
G 2 -
H 1 1
Total 64 70

IS = 2 ( 10 + 4 + 15 +1 ) x 100% = 45%
64 + 70
Catatan : Nilai kuantitatif dari stand dapat berupa nilai penting atau nilai dari berbagai
parameter yang diukur. Nilai indeks ketidaksamaan (Index of dissimilarity = ID) dapat
diperoleh sebagai berikut ID = 100 - IS.
5. Hitunglah indeks diversitas Shannon dan indeks diversitas Simpson pada setiap
stand atau lokasi yang Saudara teliti.
6. Pelajari growthformnya, buat tabel baru lagi, pelajari spesies dominan dan
spesies yang jarang. Pikirkan mengapa Saudara harus menganalisis semua ini,
dan apa gunanyal Ini penting sekali, karena akan memudahkan dan sangat
membantu ketika membuat pembahasan pada laporan nanti.
PRAKTIKUM VII

Judul : Analisis Vegatasi, Menerapkan Metode Releve, Klasifikasi Brau


Blanquet dan Pengukuran Faktor Lingkungan
Tujuan Praktikum
Mempelajari struktur vegetasi dan distribusinya pada beberapa stand yang
dipilih pada habitat yang ditentukan, misalnya pada habitat herba di kampus UNG.
Juga dipelajari faktor lingkungan.

Dasar Teori
Metode releve dikembangkan oleh Josias Braun - Blanquet. Metode ini banyak
digunakan di Eropa: Metode sampling dan klasifikasi komunitas tumbuhannya disebut juga
reteve, atau SIGMA (= Station Internationale de Geobotanique Mediterraneene et Alpine),
atau Braun - Blanquet, atau Zurich - Montpellier (Z. - M) school. Konsepnya adalah
berdasarkan paradigma bahwa hadirnya suatu tipe komunitas pada suatu habitat, tipe
komnitas tersebut juga akan ditemukan kembali pada tipe habitat yang sama di tempat yang
lain. Penerapan sampling metode ini sangat subyektif. Tahapannya yaitu memilih habitat
yang akan diteliti, kemudian dipilih sejumlah stand (tegakan) vegetasi yang akan diteliti.
Setelah itu ditentukan luas area minimal. Area minimal adalah luas area yang terkecil yang
mempunyai komunitas spesies representatif sebagai wakil data vegetasi yang akan dicuplik
pada stand yang diteliti. Luas area minimal dapat ditentukan berdasarkan konsep area
minimal disebut releve (Barbour et al. 1987).
Pada metode releve, setiap spesies dicatat dan beberapa parameter juga diukur,
misalnya cover, sosiabilitas, vitalitas, periodisitas, karakteristik topografi, dan karakteristik
faktor lingkungan lainnya. Cover tidak diukur secara tepat, tetapi secara estimasi visual
berdasarkan kriteria klasifikasi oleh misalnya Braun - Blanquet, Domin - Krajina, dan
Daubenmire. Stand releve harus memenuhi criteria sebagai berikut:
1. Harus cukup besar sehingga mengandung seluruh spesies yang ada pada
komunitas tumbuhan yang diteliti.
2. Habitatnya harus uniform di antara area stand.

3. Tumbuhan penutup (cover) harus homogen. Misalnya tidak boleh adanya


opening (lahan gundul yang luas), atau tidak boleh didominasi oleh satu
spesies dengan luas setengah luas area yang dikaji, spesies dominan kedua
mendominasi luas sisanya.

Penentuan stand (tegakan) mengacu kepada lokasi. Plot minimal diletakkan


pada pusat distribusi. Pusat distribusi ditandai dengan kemelimpahan spesies. Ulangan
kuadrat plot area minimal diletakkan di tengah dan sisanya didistribusikan seperti
lingkaran. Metode releve tidak menghendaki terlalu banyak ulangan plot. Biasanva 4
sampai 5 ulangan kuadrat plot sudah cukup. Itiemelimpahan (densitas) tidak perlu
dihitung, vang diukur adalah kelas penutupan, misalnva berdasarkan skor klas cover -
abundance Braun - Blanquet. Berdasarkan paradigma yang dibicarakan di atas, tabel
sintesis dapat dibuat. Pada tabel sintesis ada dua parameter yang dihitung, presensi,
dan konstansi. Berdasarkan nilai konstansi (bukan skala B - B, pada habitat yang
diteliti dapat dibedakan tiga tipe spesies. Spesies-spesies tersebut adalah spesies
konstan, spesies diferensial, dan spesies tidak berarti. Klasifikasi spesies berdasarkan
nilai spesies konstan. Spesies konstan bila mempunyai klas penutup lebih besar dan 60
%, spesies differensial bila klas penutup berada di antara 10 - 60 °.o, sedangkan
spesies tidak berarti bila kelas penutup lebih kecil dari 10 %. Kelemahan metode
releve adalah bersifat subyektif, dan tidak begitu eksak (Barbour et al. 1987; Muller -
Dumbois dan Ellenberg 1974).
Cara Kerja
1. Plot releve
Terdapat perbedaan dalam penentuan ukuran plot dalam metode kuadrat dan metode
releve. Dalam metode kuadrat, ukuran plot sudah ditentukan standarnya sesuai dengan
growthform, misalnya: untuk pohon 20 x 20 m, sapling 10 x 10 m, semak 1 x 1 m, dan
seterusnya. Pada metode releve, ukuran plot merupakan. luas area minimal, yaitu suatu
luasan plot yang diperoleh berdasarkan. kurva spesies area. Cara penentuan luas area
minimal berikut tahapan dalam kaleksi data lapangan untuk metode releve akan
dijelaskan secara detail berikut ini.
2. Tahapan koleksi data lapangan
a. Pemilihan area kajian.
Setelah menentukan suatu area yang akan diteliti, selanjutnya dilakukan
segmentasi atau pemilahan area tersebut menjadi sejumlah stand/tegakan sesuai dengan
homogenitas dan kenampakan vegetasi. Pemilahan ini bersifat subyektif, karena
slidasarkan nada observasi visual. Pemilihan standi . untuk metode releve harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
 Stand harus cukup besar, sehingga seluruh spesies tumbuhan yang terdapat
dalam komunitas yang diteliti dapat tercakup.
 Habitat harus uniform, artinya kondisi lingkungan (Site factors) secara visual
serupa. Misalnya: jenis tanah, kelembaban tanah, intensitas matahari, dan lain
sebagainya.
 Cover (penutupan) harus homogen, contohnya: tidak ada lahan yang gundul,
tidak ada dominasi cover oleh sejumlah kecil spesies.
Selanjutnya deskripsi lokasi (sekaligus sketsa lokasi penelitian, jika diperlukan)
dicatat untuk data pendukung analisis.
b. Penentuan luas area minimal
1). Pembuatan plot bersarang (nested Plot)
Yang disebut plot bersarang (lihat (iambar 4.1) adalah plot yang ukurannya
meluas, dimualai dari kecil (misalnya 0,5 x 0,5 m), diperluas dua kali hingga
seterusnya, hingga ukuran tertentu sesuai dengan kebutuhan penelitian. Dalam metode
releve, perluasan dilakukan hingga penambahan spesies sudah konstan atau tidak ada
penambahan sama sekali. Peletakan plot bersarang dilakukan di lokasi yang secara
visual dinilai menjadi pusat distribusi spesies dari stand yang diteliti.
Dalam subplot 1, dicatat macarn spesies yang ditemui. Selanjutnya dalam
subplot 2 kembali dicatat macam spesies y a n g ditemui, namun belum ditemukan
dalarn subplot 1. Demikian seterusnya hingga subplot terakhir, hingga diperoleh data
checklist spesies yang tumbuh di lokasi tersebut. Data kumulatif jumlah spesies yang
dijumpai ditabulasi untuk menghitung area minimal (lihat Tabel 4.1 sebagai contoh).

Gambar 1. Cara pembuatan plot bersarang (Nested plot)

Tabel 1. data spesies kumulatif dari plot bersarang

Tanggal : Kelompok :
Stand/Lokasi : Asisten :
Luas area minimal : Acc Asisten :
Deskripsi lokasi :

Luas releve (m2) Jumlah spesies Jumlah spesies


No
Ditemukan kumulatif
1 0,25 12 12
2 0,50 6 18
3 1,00 3 21
4 2,00 2 23
5 4,00 1 24
6 8,00 1 25
2). Pembuatan kurva spesies/area
Setelah data plot bersarang dikoleksi, data tersebut selanjutnya digunakan untuk
membuat kurva spesies/area. Kurva ini nantinya akan digunakan untuk menentukan luas
area minimal. Kurva ini dibentuk dari nilai luasan subplot bersarang pada sumbu X dan
jumlah spesies kumulatif pada surnbu Y. perhatikan Gambar 4.2 untuk lebih jelasnya.
Gambar 2. kurva spesies/area untuk menentukan luas area minimal
Tahap pembentukan kurva selanjutn3 a adalah sebagai berikut:
1. Titik-titik koordinat yang terbentuk dihubungkan dengan garis untuk membentuk
suatu kurva.
2. Kemudian dibuat garis yang menghubungkan koordinat (0,0) dengan 10 % nilai
maksimum X (yaitu luas terbesar plot bersarang) dan Y (jumlah spesies kumulatif
terbesar). Dalam contoh di atas, nilai koordinat tersebut adalah (0,8 ; 2,5).
3. Selanjutnya dibuat garis paralel dengar garis pada. nomor (2) yang menyinggung
kurva pada tempat yang mulai mendatar.
4. Absis koordinat titik singgung antara garis (3) dengan kurva merupakan luas area
minimal releve. Dalam contoh ini, luas area minimalnya adalnh 1,25 m 2.
3). Pendistribusian kuadrat releve di area kajian.
Berbeda dengan metode kuadrat, peletakan releve pada metode relevd dilakukan
secara merata di seluruh area kajian tanpa perlu menerapkan teknik distribusi yang
khusus (misalnya: random atau sistematik). Hal ini disebabkan rnetode releve
ditekankan pada ceklist spesies, bukan kuantitas/kemelirnpahan individu setiap spesies.
Area minimal sudah dianggap merepresentasikan semua spesies di area kajian.
Setelah releve-releve diletakkan, dari tiap releve diambil data sebagai berikut:
1. Ceklist (nama-nama) spesies yang hadir;
2. Estimasi prosentase coverage (penutupan) tiap spesies, kemudian dikonversi ke
skala Braun-Blanquet (lihat tabe14.2 dan 4.3);
3. Kondisi khusus masing-masing releve, jika dianggap penting;
4. Faktor lingkungan.

Tabel 2. Ceklist spesies dan penutupannya (cover).

Tanggal : Kelompok :
Stand/Lokasi : Gol./No. Urut :
No. Relevd . : Asisten :
Luas area minimal : Acc Asisten :

Deskripsi releve

No Nama Spesies Penutupan (%) Skala B-B Keteranga


1
2
3
4
5
dst

Table 3 Braun-Blanquet
Skala penutupan B-B Interval penutupan (%)
4 75 – 100
5 50 – 75
3 25 – 50
2 5 – 25
1 1–5
+ <1
R << 1 atau soliter
PRAKTIKUM VIII

Judul : Analisis Vegetasi, N1enerapkan Point – Centered Quarter Methods


(Metode Jarak) dan Pengukiiran Faktor Lingklungan
Tujuan Praktikum
Mempelajari struktur vegetasi dan distribusinya pada habitat yang dipilih, misalnya
pada vegetasi tumbuhan di kampus UNG. Juga dipelajari faktor lingkungan. Tujuan
tersebut sangat umum, tugas Saudara adalah membuat tujuan yang lebih spesifik sesuai
dengan growthform yang Saudara teliti.
Dasar Teori
Metode jarak tidak menggunakan kuadrat, sehingga disebut juga metode plotle.ss atau
pint frame. Metode ini dikembangkan oleh Grant Cottam dan John Curtis pada tahun 1950
di University of Wisconsin. Bacalah Barbour et al. (1987: 203-208). Metode point centered
quarter banyak digunakan untuk survei hutan yang mempunyai kerapatan lebat.
Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan fak-tor koreksi, dan dari setiap titik
sarnpling ahan didapatkan empat data dari setiap parameter yang diuk-ur.
Karena habitatnya adalah hutan maka strul.-tur vegetasi vertikalnya tersusun dalam
lapisan (lmlers) atau disebut juga strata, pohon dengan kanopi yang paling tinggi disebut
juga first story = strata I. Sedangkan pohon dengan kanopi tertekan adalah sebagai
secondary story = strata II. Anak pohon (sapling) = strata III dan seedling = strata N =
disebut juga vegetasi lantai hutan. Metode ini dapat digunakan untuk berbagai kriteria jenis
ukuran pohon, misalnya pohon yang bernilai ekonomi, tentu saja lain kriterianya. Pada
praktikum nanti Saudara hanya menentukan tiga growthform yang diteliti, vaitu pohon,
anak pohon, dan seedling. Penentuan ini berdasarkan diameter batang DBH.
Cara Kerja
1. Catatlah deskripsi lokasi, gambarkan peta kasarnya.
2. Dengan bantuan garis iransek sepanjang 100 - 200 m, (pada praktikum nanti panjang
garis transek sekitar 74 m) letakkan sejumlah titik sampling pada garis transek
dengan interval yang sama.
3. Tank garis subtransek pada tiap titik sampling yang telah ditentukan tegak lurus garis
transek. Garis subtransek yang ditarik tersebut dapat mempunyai arah seperti sisir
atau berselang-seling, atau seperti sirip ikan terhadap satu sama lainnya.
4. Pada setiap subtransek tentukan sejumlah titik dengan interval yang sama atau secara
sistematis. Pada setiap titik ini tariklah garis tegak lurus garis transek, sehingga setiap
titik akan menghasilkan empat kuarter atau kuadran : I, II, III, dan IV.
5. Kemudian pada setiap kuarter temukan satu tumbuhan balk pohon, anak pohon,
maupun seedling yang mempunyai jarak terdekat dengan titik tersebut. Ukurlah :
jaraknya, diameter batang (pohon) setinggi dada (D13H), yaitu setinggi 135 cm atau
di atas banir dan catatlah jenisnya masing-masing growthform tersebut. Ingat dari tiap
titik sampling akan dihasilkan empat data dari setiap parameter rnasing-masing
growthform yang uiukur.
6. Tumbuhan yang telah disampling diberi tanda, sehingga tidak akan dihitung lagi. Bila
antar kuarter tidak ada pohon yang terdekat berarti metode ini tidak cocok untuk
habitat tersebut.
7. Sebelum Saudara ke lapangan siapkan tabel untuk koleksi data individu.
Contohnya sebagai berikut :
Analisis kuantitatif dengan metode Point - centered Quarter, dengan 5 titik sampling
dengan interval 10 m.
10 m Garis transek III

Garis transek II
20 – 50 m
Garis transek I
I 2 3 4 5 6
Base line
Titik Sampling

Gambar 1. Distribusi transek


Garis tevak lurus transek (untuk membagi titik sampling menjadi 4 kuadran)

Gambar 2. Metode point - centered quarter. I, II, Ill., dan IV menunjukkan kuadran I,
II, III, dan IV. Penempatan kuadran I - IV searah jarum jam. Garis putus -
putus menunjukkan jarak titik sampling dengan pohon terdekat. Jarak
tersebut merupakan salah satu data yang dikoleksi, untuk tiap kuadran
dikoleksi 1 data. 40 menunjukkan pohon terdekat, = pohon lain.

Cara Analisis Data


1. Buatlah tabel kolek-tif untuk semua data yang dikoleksi
2. Dan data kolektif, hitunglah parameter vegetasi: densitas, dominansi, frekuensi, dan
nilai penting.
Setelah tabel analisis dikontruksi, hasil parameter vegetasi tersebut dapat dipelajari
dengan mudah. Berikut ini adalah contoh tabel data mentah yang diperoleh dari penerapan
point centered quarter method, benkut cara perhitungannya:

Tabel. Data mentah metode point centered quarter method untuk strata pohon
Jarak Diameter
Sampling No kuarter Spesies
( m) Batang (cm)
1 0,7 Psidium guajava 5,5
1 2 1,6 Acacia koa 42,5
3 3,5 Maetrosideros collina 17,5
4 2,0 Metrosideros Tremuloides 25,0
1 1.1 Psidium guajava 4,0
2 0.8 Psidium guajava 5,0
2 3 1.9 Psidium guajava 5,0
4 1.8 Psidium guajava 4,0
3 1 1.3 Acacia koa 75,0
2 0.7 Psidium guajava 3,0
3 1.5 Maetrosideros collina 9,0
4 2.0 Maetrosideros collina 23,0
4 1 3.1 Acacia koa 14.0
2 1.7 Psidium guajava 6,0
3 1.1 Psidium guajava 5,0
4 1.9 Acacia koa 12,0
5 1 2.5 Acacia koa 23,0
2 2.2 Acacia koa 18,0
3 1.4 Psidium guajava 5,0
4 2.8 Maetrosideros collina 25,0
Total 35,6

Perhitungan densitas
• Mula - mula dihitung rata - rata jarak setiap pohon Rata - rata jarak : 35.6 = 1.78 m
20
• Kemudian menghitung densitas semua jenis pohon

2 2
Densitas total strata pohon tiap 100 M : M

• Perhitungan densitas untuk masing-masing jenis pohon


1. Acacia koa :

2. Metrosideros collina : 4

3. Metrosideros tremuloides :

Perhitungan Frekuensi
Rumus frekuensi :
Frekuensi = Jumlah titik sampling dengan suatu spesies X
100 % Total titik sampling
• Perhitungan frekuensi (%) untuk masing-masing jenis pohon :

1. Acacia koa :

2. Metrosideros collina :

3. Metrosideros tremuloides :
Perhitunaan Dominansi
• Mula-mula data diameter atau keliling batang diubah menjadi luas basal area.
Rumus :

Luas basal area =

Luas basal area =

. Jadi setiap individu pohon mempunyai luas basal area masing-masing.

• Kemudian basal area semua individu dalam satu spesies dihitung


rataratanya, misalnya :
l. Acacia koa ada 6 batang dengan total basal area = 6772 cm 2.

Ratarata basal area: cm 2


2. Metrosideros collina ada 4 batang dengan total basal area = 1197 cm 2
Rata-rata basal area: 299 cm 2
• Selanjutnya dihitug dominansi masin--masing pohon dengan rumus
Dominansi = rata - rata basal area- suatu spesies X densitas speies tersebut
Jadi dominansi kedua spesies di atas :
1. Acacia koa : 11929 x 9.4 = 10613 cm 2
2. Metrosideros collina : 299 x 6.3 = 1884 cm 2

1. Tentukan tipe distribusi cacah spesies yang dominan, medium, dan jarang.
2. Perhitungan masing - masing parameter vegetasi secara detail akan diterangkan
ketika asistensi.
PRAKTIKUM IX

Judul Praktikum : Luas Minimum dan Jumlah Kuadrat Minimum

Tujuan : Pada Akhir praktikum ini para mahasiswa diharapkan mampu


mengetahui dan memahami serta menerapkan analisis vegetasi dari
suatu komunitas..
Dasar Teori :

Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa


jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama
tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu
sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup
dan tumbuh serta dinamis (Marsono dalam Irwanto, 2007)
Vegetasi (komunitas tumbuhan) diberi nama atau diigolongkan berdasarkan spesies
atau bentuk kehidupan yang dominan, habitat fisik atau kekhasan yang fungsional serta
unit-unit penyusunnya. Mengamati unit penyusun vegetasi yang luas secara tepat sangatlah
sulit dilakukan karena pertimbangan kompleksitas , liuas ares, waktu dan biaya. Oleh
karena itu pelaksanaannya dilakukan dengan cara melakukan pencuplikan (sampling). Unit
cuplikan atau unit sampling dalam analisis vegetasi dapat berupa bidang (plot), garis atau
titik.
Gambaran suatu vegetasi dapat dilihat dari keadaan unit penyusun vegetasi yang
dicuplik. Hal tersebut dapat dinyatakan dengan variabel berupa nilai dari: (1) Kerapatan
(Densitas), Penutupan (Cover), dan Frekuensi.
Alat dan Bahan
1. Alat
a. Meteran
b. Tali rafiah
c. Patok
d. Alat tulis
2. Bahan
a. Lahan atau komunitas dengan vegetasi yang heterogen
Langkah Kerja
Menghitung luas minimum
a. Siapkan alat yang akan digunakan serta sebuah lahan sampel yang akan dihitung
tingkat vegetasinya
b. Tancapkan sebuah patok pada lahan sampel sebagai patokan utama.
c. Buat bujur sangkar pada lahan sampel tersebut dengan luas 25 cm x 25 cm
kemudian catat semua jenis tumbuhan yang berada dalam kuadrat tersebut.
d. Apabila seluruh jenis tumbuhan sudah dicatat, perluas kuadrat tadi menjadi dua kali
lipat dari semula yaitu menjadi 25 cm x 50 cm. Catat kembali penambahan jenis
tumbuhan yang telah diperluas lagi.
e. Setelah mencatat seluruh jenis tumbuhan pada kuadrat tadi, perluas lagi dengan cara
yang sama yaitu dua kali asalnya yaitu 50 cm x 50 cm, 50 cm x 100 cm, 100 cm x
100 cm dan seterusnya sehingga tidak terjadi lagi penambahan jenis tumbuhan baru
atau minimal sebanyak 10 kali pembesaran plot.
f. Untuk mendapatkan Luas Minimum, susunlah suatu grafik dari data yang
diperoleh.
Menghitung Jumlah kuadrat minimum
a. Siapkan alat yang akan digunakan serta sebuah lahan yang akan dihitung tingkat
vegetasinya.
b. Sebarkan secara acak satu seri plot (1 seri terdiri dari 3 plot berukuran 1 m x 1 m)
dan catat jenis serta jumlah tanaman pada seri plot.
c. Kemudian sebarkan lagi seri plot tersebut dan catat kembali jenis serta jumlah
tanamannya.
d. Lakukanlah hal yang sama sampai sepuluh kali pengamatan.
e. Kemudian susunlah seri plot tadi berdasarkan jumlah jenis tanaman dari jumlah
sedikit ke jumlah yang banyak, tanpa memperhatikan seri plot mana yang lebih dulu
diambil.
f. Kemudian buatlah grafiknya.
Hasil Pengamatan

Menghitung Luas Minimum

No Plot Luas (m2) Nama Spesies Jumlah Kumulatif Spesies

Menghitung Jumlah Kuadrat Minimum

Seri tiga Kuadrat Ukuran 1 X 1 Meter


Jenis Tumbuhan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
PRAKTIKUM X

A. Judul : TEKNIK TRAPPING SERANGGA HAMA


B. Tujuan
Pada akhir praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu :
1. Mengenal berbagai teknik trapping beserta alatnya
2. Mampu mengidentifikasi serangga hama hasil trapping
3. Mampu menganilisis indeks keragaman dan kesamaanya
4. Mampu menganilisis perbedaan indeks keanekaragaman
5. Mampu menganilis indeks kesamaan ordo serangga
C. Dasar Teori
Serangga dapat ditemukan di mana-mana. Adapun cara mengumpulkan serangga pun
dapat dilakukan beberapa macam, tergantung pada maksudnya. Jika akan dibuat daur
hidupnya, maka kita harus mengumpulkan mulai dari telur, nympha, larva, pupa hingga
serangga dewasa (Imago). Sedangkan jika hendak mengumpulkan serangga terbang, maka
kita harus membawa alat jaring yang disautkan atau dijala dan kalau hendak
mengumpulkan serangga air, maka kita harus membawa jaring yang ditenggelamkan di air
(tentu saja menjadi basah) dan kemudian dikeringkan. Jika hendak menangkap serangga
seperti kupu-kupu atau mengumpulkan ulat, pupa dan nympha, maka kita hanya perlu
membawa pinset atau penjepit serta tempat yang tertutup rapat (Simanjuntak dan
Hadikastowo, 1996).
Kadang-kadang dapat juga menjebak dengan menggunakan lem untuk menangkap lalat
cicada di pohon tinggi. Dengan getah nangka, juga bisa dengan tabung pengisap yang
diberi batas kapas. Lampu yang digunakan pada waktu menangkap serangga pada malam
hari sangat memegang peranan. Kita hanya menunggu sampai keesokan harinya, ternyata
tempat kantung di bawah alat sudah terisi banyak serangga (light trap) (Simanjuntak Dan
Hadikastowo, 1996).
1. Direct Sweeping
Teknik ini merupakan yang paling umum dan sering dilakukan oleh para kolektor
untuk mencari dan mengumpulkan serangga. Peralatan yang digunakan sederhana. Selain
peralatan dasar, peralatan tambahan yang digunakan cukup dengan menggunakan jaring
serangga. Pengumpulan serangga dilakukan dengan cara menangkap langsung serangga-
serangga dengan bantuan jaring. Metode pengamatan yang dilakukan mencakup metode
transek baik mengikuti jalur maupun transek garis. Namun lebih sering digunakan metode
transek jalur karena menyesuaikan dengan serangga yang memiliki mobilitas tinggi.
2. Teknik Jebakan (Trapping)
Jebakan merupakan sebuah metode yang mampu menghalangi dan menghentikan
pergerakan organisme. Metode jebakan sangat sering digunakan secara intensif dalam
entomologi dengan menggunakan perangkat peralatan tertentu baik dengan umpan ataupun
tidak maupun dengan atraktan. Bentuk maupun mekanisme jebakan bergantung dari
pengetahuan kita tentang perilaku, makanan, maupun habitat serangga. Beberapa
modifikasi banyak dilakukan oleh kolektor mengacu pada pertimbangan dasar ini. Hanya
sedikit metode jebakan yang akan dijelaskan disini antara lain yaitu:.
a. Pittfall Trap
Jenis perangkat yang cukup sederhana namun efektif dan sangat berguna untuk
menjerat serangga. Terdiri dari piring atau baskom kecil, kaleng atau bak kecil. Perangkat
jebakan dibenamkan di dalam tanah dimana permukaan tanah sejajar dengan ujung atas
bibir kaleng/bak yang berisi cairan alkohol atau etilen glikol sebagai agen pembunuh.
Etilon glikol lebih banyak digunakan oleh kolektor karena tidak menguap seperti alkohol.
bagian atas perangkat jebakan harusditutup dengan sebuah cover atau pelindung lainnya
untuk mencegah masuknya air hujan maupun vertebrata kecil jatuh ke sumur jebakan.
b. Light Traps
Light Trap atau perangkap cahaya pada dasarnya digunakan berdasarkan perilaku
kebanyakan serangga yang tertarik akan sumber cahaya. Dapat digunakan pada berbagai
panjang gelombang cahaya sebagai agen atraktan. Jenis-jenis variasi perangkat jebakan ini
dapat dilengkapi dengan menggunakan corong yang mengarahkan pada bak pengumpulan
koleksi. Corong atau bak penampung dapat dibuat dari metal, plastik, kayu atau Hard
paper. Perangkat jebakan dapat dipasang dengan atau tanpa pelindung. Namun, jika
digunakan untuk beberapa hari pelindung diperlukan untuk mencegah air hujan masuk.
Pelindung bisa menggunakan bahan apa saja yang kuat dan kedap air.
c. Sticky trap
Bentuk dari sticky trap ini yaitu silindir atau segiempat. Warna dari sticky trap
disesuaikan dengan warna yang akan diamati. Dengan adanya trap ini kita akan mengetahui
warna apa yang disukai oleh hama serangga dan apakah serangga membedakan warna-
warna pada trap ini.
D. Alat Dan Bahan
1. Peralatan light trap
2. Peralatan pit fall trap
3. Peralatan sticky trap
4. Alkohol 70 %, air sabun
5. Oli, lem tikus
6. Kantong plastik
7. Mikroskop
E. Cara Kerja
1. Light trap
a) Menyiapakan 4 (empat) lampu fluorescent yang satu lampu ditutup dan sebagian
ditutup dengan plastik berwarna kuning, merah atau ungu untuk menghasilkan warna
yang bervariasi.
b) Mengisi wadah penampung serangga dengan alkohol 70%
c) Letakkan lampu perangkap ditempat yang gelap kemudian nyalakan lampunya,
biarkan selama semalam.
d) Pada keesokanharinya matikan lampu tersebut kemudian ambilah perangkap dan amati
serangga yang terperangkap.
e) Kemudian identifikasi serangga hama tersebut sampai tingkat ordo.
2. Pit fall trap
a) Menyiapkan gelas plastic
b) Membuat lubang didalam tanah seukuran dengan gelas plastik, kemudian masukkan
gelas plastik kedalam lubang sedemikian rupa sehingga permukaan gelas rata dengan
tanah dan tidak ada celah antara lubang tanah dengan gelas plastik.
c) Memotong styrofoam berukuran 20 x 20 cm, kemudian pasak tusuk satai pada keempat
sudutnya.
d) Memasang styrofoam tersebut diatas lubang perangkap sehingga dapat melindungi
perangkap tersebut dari kotoran maupun air hujan.
e) Mengisi gelas plastik dengan sedikit air yang sudah dicampur sabun air.
f) Pada keesokan harinya ambil gelas perangkap tersebut dan amati serangga yang
terperangkap.
g) Mengidentifikasi serangga hama sampai pada tingkat ordo.
3. Sticky trap
a) Menyiapkan plastik tebal berwarna kuning, pink dan bening.
b) Memotong dengan ukuran 7,5 x 12,5 cm kemudian olesi dengan petrouleum jelly/lem
tikus bening.
c) Memasang sticky trap dekat dengan pertanaman menggunakan bila bambu.
d) Membiarkan perangkap selama semalam.
e) Pada keesokan harinya ambilah perangkap tersebut dan amati serangga yang
terperangkap.
f) Kemudian identifikasi serangga hama tersebut sampai tingkat ordo.

F. Hail praktikum

1. Ligth trap
Warna Jumlah
No. Filum Kelas Ordo
lampu serangga
1
2
3
4
5
2. Pit fall trap
Jumlah
No Filum Kelas Ordo
serangga
1
2
3
4
5

3. Sticky trap
Jumlah
No Filum Kelas Ordo
serangga
1
2
3
4
5
PRAKTIKUM XI
A. Judul : Analisis Potensi Serapan Karbon dengan pendekatan Allometrik
(Above ground)
B. Tujuan Praktikum

Pada akhir praktikum ini mahasiswa diharapkan dapat :


1 Mengetahui jarak rata-rata dan kerapatan pohon

2 Mengetahui kandungan karbon dalam biomassa tegakan dengan pendekatan Allometrik.

C. Dasar Teori

Kerapatan adalah jumlah individu suatu jenis tumbuhan dalam suatu luasan tertentu,

misalnya 100 individu/ha.Dalam mengukur kerapatan biasanya muncul suatu masalah

sehubungan dengan efek tepi (side effect) dan life form (bentuk tumbuhan). Untuk

mengukur kerapatan pohon atau bentuk vegetasi lainnya yang mempunyai batang yang

mudah dibedakan antara satu dengan lainnya umumnya tidak menimbulkan kesukaran yang

berarti. Tetapi, bagi tumbuhan yang menjalar dengan tunas pada buku-bukunya dan

berrhizoma (berakar rimpang) akan timbul suatu kesukaran dalam penghitungan

individunya. Untuk mengatasi hal ini, maka kita harus membuat suatu kriteria tersendiri

tentang pengertian individu dari tipe tumbuhan tersebut.

Masalah lain yang harus diatasi adalah efek tepi dari kuadrat sehubungan dengan

keberadaan sebagian suatu jenis tumbuhan yang berada di tepi kuadrat, sehingga kita harus

memutuskan apakah jenis tumbuhan tersebut dianggap berada dalam kuadrat atau di luar

kuadrat. Untuk mengatasi hal ini biasanya digunakan perjanjian bahwa bila > 50% dari

bagian tumbuhan tersebut berada dalam kuadrat, maka dianggap tumbuhan tersebut berada

dalam kuadrat dan tentunya barns dihitung pengukuran kerapatannya (Irwanto, 2010).
Perubahan iklim di dunia semakin cepat yang akan menyebabkan kenaikan suhu

muka bumi yang terjadi karena gas rumah kaca. Gas rumah kaca menurut IPCC (1996)

terbagi menjadi empat yaitu CO2, N2O, metana (CH4) dan uap air. Proses pemanasan

global terjadi ketika matahari memancarkan radiasi gelombang pendek dan bumi

meradiasikan gelombang panjang ke atmosfer namun karena keberadaan gas rumah kaca,

maka energi panasnya terperangkap sehingga suhu permukaan bumi naik. Fenomena ini

akan berdampak serius apabila efek gas rumah kaca terus berlangsung. Dampaknya akan

mengancam kehidupan semua makhluk hidup di muka bumi terutama akibat emisi CO2

yang sangat tinggi. Ekosistem laut juga sangat berperan penting dalam menurunkan emisi

gas rumah kaca. CO2 dapat berkurang karena terserap oleh lautan dan diserap oleh tanaman

yang digunakan dalam proses fotosintesis (Nellemann et al.2009). Penyerapan CO2 melalui

fotosintesis tidak hanya terjadi di daratan tetapi juga di wilayah perairan dan ekosistem

perairan pesisir. Ekosistem pesisir mampu menyerap CO2 secara efektif melalui vegetasi

pesisir yang dikenal dengan konsep blue carbon.

Blue carbon merupakan konsep baru dalam mengurangi emisi CO2 di bumi.

Menurut UNEP (2009), blue carbon adalah CO2 di atmosfer yang diserap oleh ekosistem

pesisir (mangrove, lamun, etuari dan rawa payau) melalui fotosintesis dan menyimpan

(sequestration) karbon tersebut di dalam sedimen (substrate). Secara umum, penerapan

konsep blue carbon dominan peruntukkannya pada tumbuhan daratan. Luas daratan

Indonesia lebih kecil daripada luas perairan laut. Perairan dan pesisir laut Indonesia

memiliki sumber daya yang melimpah dengan potensi yang tinggi. Penurunan jumlah hutan

mangrove akibat aktivitas manusia ataupun lainnya berdampak terhadap daya serap karbon

di bumi. Penurunan hutan mangrove di dunia sebesar 30-50% dalam kurun waktu setengah
abad terakhir akibat pembangunan pesisir, perluasan tambak, penebangan pohon, dan

bencana alam (Donato et al. 2011).

1. Pengertian Biomassa

Dalam Smith et. al (2004) disebutkan biomasa adalah massa dari bagian vegetasi

yang masih hidup yaitu batang, cabang dan tajuk pohon, tumbuhan bawah atau gulma, dan

tanaman semusim. Nekromasa merupakan masa dari bagian pohon yang telah mati baik

yang masih tegak di lahan atau telah tumbang, tunggak, ranting, dan serasah yang belum

terlapuk.

Brown (1997) mendefinisikan biomassa pohon sebagai jumlah total bahan organik

hidup di atas tanah pada pohon termasuk daun, ranting, cabang dan batang utama yang

dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area. Selain itu jumlah dari biomassa

pohon merupakan selisih antara hasil fotosintensis dengan konsumsi untuk respirasi dan

proses pemanenan.

Penentuan biomassa dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui besarnya biomassa

yang terkandung dalam petak tebangan dan dalam limbah pemanenan. Hampir 50% dari

biomassa merupakan vegetasi hutan tersusun atas unsur karbon dimana unsur tersebut dapat

di lepas ke atmosfer dalam bentuk Karbondioksida (CO2) apabila hutan tersebut terbakar.

Biomassa dapat dibedakan ke dalam dua kategori yaitu biomassa di atas tanah

(above ground biomass) dan biomassa di bawah permukaan tanah (below ground biomass).

Biomassa di atas tanah adalah berat bahan unsur organik per unit area pada waktu tertentu

yang dihubungkan ke suatu fungsi sistem produktifitas, umur tegakan hutan dan distribusi

organik. Pendugaan biomassa vegetasi dapat menyediakan informasi tentang simpanan

karbon dan nutrisi di dalam vegetasi.


2. Metode Pendugaan Biomassa

Menurut Chapman (1976) dalam Sumanti (2003), secara garis besar metode pendugaan

biomassa di atas permukaan tanah dapat dikelompokkan menjadi dua cara, yaitu :

1. Metode pemanenan suatu tegakan

Metode ini dapat digunakan pada tingkat kerapatan yang cukup rendah dan

komunitas dengan jenis yang sedikit. Nilai total biomassa yang diperoleh dengan

menjumlahkan biomassa seluruh tegakan dalam suatu unit area sampel.

2. Metode pemanenan kuadrat.

Metode ini mengharuskan memanen semua tegakan dalam suatu unit area sampel

dan menimbangnya. Nilai total biomassa diperoleh dengan mengkonversi berat bahan

organik tegakan yang dipanen di dalam suatu unit area sampel.

3. Metode pemanenan tegakan yang mempunyai luas bidang dasar rata-rata.

Metode ini cukup baik untuk tegakan dengan ukuran seragam. Dalam metode untuk

tegakan yang ditebang ditentukan rata-rata diameternya lalu ditimbang beratnya. Nilai total

biomassa diperoleh dengan menggandakan nilai berat rata-rata dari semua tegakan sampel.

C. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :

1. Meteran yang digunakan untuk mengukur jarak setiap pohon

2. Pita meter yang digunakan untuk mengukur Diameter pohon

3. Buku catatan lapangan

4. Peralatan untuk mengukur factor lingkungan berupa Ph, Temperature udara, Suhu

Udara,
D. Cara Kerja

1. Pengukuran kerapatan mangrove menggunakan metode jarak (Point–Centered

Quarter Method). Metode ini digunakan untuk survei hutan yang memepunyai

kerapatan yang lebat. Dalam hal ini digunakan untuk menghitung kerapatan vegetasi.

Gambar 1. Metode point - centered quarter menunjukkan kuadran I, II, III, dan IV. Garis
putus-putus menunjukkan jarak titik sampling dengan pohon terdekat (Sumber : Soegianto,
1994)
2. Untuk pengambilan data nilai biomassa pada atas permukaan (batang) menggunakan

metode sampling tanpa pemanenan (Non destructive sampling) dengan melakukan

pengukuran diameter pohon sedangkan untuk menghitung seberapa besar potensi nilai

biomassa maka digunakan rumus alometrik batang (Sutaryo, 2009).


Pendekatan Allometrik yang digunakan sebagai analisis Data :

a. Analisis Kerapatan (Densitas)

Untuk menghitung kerapatan mula-mula dihitung rata-rata jarak setiap pohon

dengan rumus (Indriyanto, 2010) sebagai berikut:

d1+d2+d3+...+dn
d=
n

Keterangan:

- d1, d2, d3…dn = jarak tiap pohon ke titik pengukuran

- n = banyaknya pohon

d = rata-rata unit area/individu

Setelah menghitung jarak rata-rata setiap pohon kemudian menghitung kerapatan

pohon. Kerapatan merupakan jumlah individu pohon per satuan luas. Untuk menghitung

kerapatan digunakan rumus sebagai berikut (Indriyanto, 2010):

Luas area
K =
(Jarak rata−rata pohon)2

b. Menghitung Nilai Biomassa Atas Permukaan (Batang)

Untuk menghitung nilia biomassa atas permukaan (batang) terlebih dahulu harus di ketahui

berat jenis kayu

BK = 0,251 x ρ x D 2,46

Keterangan :

- ρ = Berat Jenis Kayu (g cm-3)

- BK = Berat Kering
- D = Diameter Pohon (1,3 m dari permukaan tanah atau di atas banir)

c. Menghitung Kandungan dan Serapan Karbon

Untuk menghitung kandungan karbon tumbuhan dari biomassa menggunakan

rumus sebagai berikut (Brown, 1997 dan International Panel On Climate Change/IPCC,

2003 dalam Heriyanto et al., 2012) :

Kandungan Karbon Pohon = Biomassa X 50 %

Untuk menghitung serapan karbondioksida menggunakan rumus sebagai berikut (Brown,

1997 dan International Panel On Climate Change/IPCC, 2003 dalam Heriyanto et al.,

2012):

CO2 = Mr.CO2/AR.C (atau 3,67 X Kandungan Karbon)

Keterangan:

- CO2 = Serapan karbondioksida

- Mr = Molekul relative karbon yaitu 44

- Ar = Atom relative yaitu 12

Tabel Kerapatan Pohon

NO TITIK SAMPLING KUADRAN NO POHON KELILING JARAK (m) BA

Rata-rata Jarak
Kerapatan
TABEL PERHITUNGAN ANALISIS KARBON
B.
NO Diamter D BIOMASSA KANDUNGAN Cb
KELILING 0.251 Jenis 2,46 50%
POHON (Cm) ATAS (BK) CO2 (Batang)
(ρ)

TOTAL
PRAKTIKUM XII

Judul : KOMPETISI PADA TUMBUHAN


Tujuan : Mengetahui adanya kompetisi interspesifik dan intraspesifik dan
pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksinya.

Dasar Teori
Salah satu cara di mana organisme berinteraksi adalah kompetisi atau persaingan.
Pada acara ini akan mengamati interaksi antara tanaman berbiji. Pada percobaan ini
penggunaan tanaman berbiji untuk alas an praktis. Keuntungan utama adalah bahwa
pertumbuhan tanaman sangat plstis. Ini berarti bahwa ukuran dicapai sebagian besar
ditentukan oleh factor lingkungan dan ditentukan oleh gen ( kacang polong tidak akan
tumbuh menjadi pohon, tidak peduli seberapa meunguntungkan lingkungannya ). Factor –
faktor yang mungkin penting mencakup hal-hal seperti nutrisi, cahaya, karakteristik tanah
(selain nutrisi), kelembapan, dan kepadatan tanaman lain (baik tanaman dari sepsies yang
sama dan spesies lain ). Focus dari laboratoriun ini akan berada pada kerapatan tanaman
lain sebagai factor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Pada praktikum akan dilakukan dua percobaan, yang pertama ini akan
menumbuhkan tanaman dalam dua cara untuk medeteksi efek persaingan dengan tanaman
lain, yaitu menumbuhkan sebuah tanaman tunggal yaitu, selasih, dengan kepadatan yang
brbeda (jumlah tanaman per pot) dan mengukur ukuran tanaman yang menghasilkan, untuk
memahami dampak persaingan inhtraspesifik pada populasi selasih/kemangi.
Percobaan kedua, pada praktikum ini akan melihat kekuatan relatife antara
kompetisi intraspesifik versus persaingan dengan tumbuhan dua spesies tanaman yang
berbeda, dengan menumbuhkan dua jenis tanaman denga kepadatan berbeda dengan
proporsi masing-masing spesies dalam pot.

BAHAN DAN ALAT


1. Pot atau polibag
2. Beberapa jenis biji
3. Tanah subur
4. Pupuk
5. Kertas label
6. Cetok

PROSEDUR KERJA

A. Kompetesi interspesies
1. Siapkan 12 pot atau polibag
2. Isilah pot-pot tersebut dengan tanah sampai kira-kira 1 cm dari permukaan atas pot
dan berilah label dan ditulisi dengan pensil.
3. Pilihlah biji yang baik dan seragam yang telah disediakan, dan semaikan pada pot
dengan jumlah sebagai berikut : 2, 3, 5, 10, 18, 34 dan setelah berkecambah
dilakukan pengurangan menjadi 1, 2, 4, 8, 16, dan 32. Dan pastikan memiliki benih
tambahan untuk mengganti jika ada yang mati atau hilang pada pot cadangan.
Setiap perlakuan 2 ulangan.
4. Tambahkan tanah pada pot sehingga tanahnya rata dengan batas bibir pot
5. Sirami dengan air setiap hari dan amati pertumbuhan tanamannya setiap 3 hari
sampai menghasilkan biji
6. Timbanglah berat kering tanaman setiap pot dan produksi bijinya
B. Kompetesi antarspesies (intraspesifik)
1. Pertanyaan
Apakah kehadiran tanaman lain dari spesies lain mempengaruhi pertumbuhan
tanaman individu berbeda daripada kehadiran tanaman dari spesies tanaman yang
sama dan apakah perbedaan ini terjadi pada model yang dapat diprediksi?
2. Buatlah hipotesisnya
1. Siapkan 2 set pot (8 buah pot)
2. Isi setiap plot dengan tanah sampai tanah mencapai kira-kira 1 cm dari bagian
atas. Untuk menyelesaikan tanah jangan memadatkan tanah pada pot
3. Tanamlah pada pot tersebut dengan kerapatan dan proporsi sebagai berikut:
- Empat Spesies 1: Empat Spesies 2
- Empat Spesies 1: Tiga Puluh Dua Spesies 2
- Tiga Puluh Dua Spesies 1: Empat Spesies 2
- Tiga Puluh Dua Spesies 1: Tiga Puluh Dua Spesies 2
Masing-masing perlakuan tersebut dengan ulangan 2 x
4. Masing-masing pot setelah berkecambah ditambahi tanah kembali seperti
percobaan I
5. Siramilah dengan air setiap hari dan amati pertumbuhannya.
Data yang dikumpulkan:
Setiap pot diamati dan dicatat data: (jumlah tanaman, bobot tanaman, jumlah daun,
panjang batang) untuk kompetisi interspesies. Dalam percobaan antarspesies, setiap pot
dihitung jumlah setiap spesies tanaman dan kemudian mengambil berat total dari semua
tanaman di masing-masing pot.
Anda harus menimbang tanaman dengan cepat, karena tanaman akan kehilangan berat,
karena kehilangan air, segera setelah anda menghapus mereka dari tanah. Mereka bias
kehilangan begitu banyak air yang dapat benar-benar mengubah hasil percobaan. Jadi
bekerjalah sebagai sebuah tim. Untuk mengumpulkan data antarspesies, setiap anggota
tim harus mencabut tanaman dari pot dan segera menimbang tanaman. Dalam
percobaan antarspesies, satu orang harus menangani tanaman dari satu pot. Untuk
mengurangi pengaruh penguapan penimbangan harus cepat dengan cara memisah jenis
masing-masing kemudian ditimbang.
 Kompetesi intraspesifik:
1. Menghitung dan mencatat jumlah tanaman dalam pot dan jumlah daun pada
setiap tanaman dalam pot. Mencatat jumlah tanaman yang menghasilkan kuncup
bunga (jika ada waktu untuk melakukan latihan ini)
2. Memotong semua tunas di permukaan tanah
3. Menimbang semua tanaman dari pot bersama-sama. Hitung berat rata-rata
dengan membagi total ini dengan jumlah actual tanaman dalam pot (bukan
jumlah benih yang anda tanam)
4. Hilangkan kuncup dan daun dari setiap batang tanaman (dengan pot sekali lagi!)
5. Menggabungkan semua tanaman dan ditimbang, hal ini untuk memperoleh berat
total daun, kuncup, dan berat batang di setiap pot. Jangan khawatir jika tidak ada
tunas. Perhatikan bahwa anda tidak perlu menimbang batang, karena an da bias
mendapatkan berat batang dengan mengurangi daun dan kuncup total (atau
hanya daun total jika tidak ada tunas) dari total berat untuk tanaman per pot.
6. Mengukur panjang stiap batang
 Kompetesi antarspesies (ekstraspesifik)
1. Catatlah jumlah masing-masing yang berkecambah per pot
2. Timbanglah semua tanaman dari masing-masing spesies dan dibagi dengan
jumlah total tanaman dari spesies dalam pot untuk mendapatkan berat tanaman
untuk masing-masing spesies dalam setiap pot
C. Analisis data
Anda dapat melihat efek dari intraspesifik persaingan dalam beberapa cara.
Grafik, diagram dan w = K p-a
Dimana w = berat tanaman dan p = kerapatan. K adalah konstanta yang digunakan
untuk hubungan ini cocok untuk tanaman yang berbeda dan harus diperkirakan dari
data. Kita dapat melakukan dengan log agar dalam bentuk linier:
Log (w) = log (K) – log(p)
Persamaan ini dalam bentuk y = mx + b, standar persamaan linier (kemiringan negative di
sini), jika anda plot ini, dengan nilai-nilai y = log (w) dan nilai-nilai x = log (p), anda dapat
memperkirakan hubungan nyata dengan memperkirakan garis.
PRAKTIKUM XIII

A. Judul Praktikum : Pengaruh Faktor Abiotik Terhadap Kelangsungan Hidup


Ikan (Tilapia niloctica)
B. Tujuan : Setelah melakukan praktikum mahasiswa dapat mengetahui
pengaruh factor-faktor abiotic lingkungan terhadap kelangsungan ikan
C. Dasar Teori
Organisme uniseluler pada umumnya tidak mampu bertahan hidup pada lingkungan
yang mengalami perubahan suhu yang cepat. Namun di lain pihak, organisme multiseluler
kompleks mampu mempertahankan hidup walaupan suhu disekitarnya sangat cepat
berubah. Hal ini dikarenakan, organisme multiseluler memiliki kemampuan untuk
mempertahankan kondisi dalam (milieu interieur). Pertahanan kondisi dalam ini akan
melindungi bagian dalam tubuh organisme terutama sel dari perubahan suhu mendadak
atau drastis. Berdasarkan hasil percobaan suhu badan meningkat dibandingkan dengan
kegiatan lain. Namun tubuh tidak mengalami gangguan yang berarti seperti kejang, detak
jantung yang sangat cepat dan lain lain. Hal ini mampu menunjukkan bahwa tubuh mampu
mengimbangi perubahan suhu lingkungan yang tiba tiba (Minarma, 2004).
Seorang peneliti biologi Walter Cannon menyebut kemampuan mempertahankan
keadaan dalam yang dimiliki oleh makhluk hidup multiseluler sebagai homeostasis.
Homeostasis berasal dari bahasa yunani yaitu, homeo yang berati sama dan stasis yang
berati mempertahankan keadaan. Homeostasis kemudian sering diartikan sebagai semua
proses yang terjadi dalam organisme hidup untuk mempertahankan lingkungan internal,
dalam kondisi tertentu agar tecipata kondisi yang optimal bagi kehidupan organisme yang
bersangkutan.
D. Alat dan Bahan
1. Alat Tulis
2. Toples
3. Ikan
4. Lampu/ Cahaya matahari
E. Cara Kerja

1. Praktikan mempersiapkan alat dan bahan


2. Isi toples dengan air
3. Masukan ikan ke dalam toples yang sudah berisi air
4. Letakkan toples ke tempat yang sebagian terkena cahaya matahari dan sebagian
tidak terkena cahaya matahari
5. Amati dan catat apa yang terjadi

F. Diskusi

1. Factor-faktor abiotik apa saja yang mempengaruhi kelangsungan hidup ikan


2. Bagaimana respon ikan terhadap cahaya

G. Analisis Data

Analisis data dalam praktikum ini adalah analisis deskriptif


PRAKTIKUM XIV

Judul : Dampak Konversi Hutan

Tujuan Praktikum :
1. Mempelajari dampak konservasi hutan yang disebabkan oleh manusia dan yang
terjadi secara alami
2. Mengkaji persepsi masyarakat setempat mengenai Kawasan Konservasi dan
manfaatnya.
3. Mengkaji partisipasi masyarakat setempat dalam pengelolaan Kawasan Konservasi
tersebut
4. Mengkaji peranan pemerintah dalam meningkatkan pemberdayaan masyarakat
untuk mengelola Kawasan Konservasi tersebut.

Dasar Teori
Organisme-organisme hidup (biotic) dan lingkungan tidak hidupnya (abiotic)
berhubungan erat tak terpisahkan dan saling pengaruh-mempengaruhi satu sama lain.
Satuan yang mencakup semua organisme, yakni “komunitas” di dalam suatu daerah yang
saling mempengaruhi dengan lingkungan fisiknya sehingga arus energi mengarah ke
struktur makanan, keanekaragaman biotic, dan daur-daur bahan yang jelas (yakni
pertukaran bahan-bahan antara bagian-bagian yang hidup dan tidak hidup) di dalam system,
merupakan system ekologi atau ekosistem (Odum, 1998) Oleh karena ekosistem mencakup
organisme dan lingkungan abiotiknya yang saling berinteraksi, maka ekosistem merupakan
satuan dasar fungsional ekologi. Dalam hirarki organisasi biologi, satuan terkecil dari
kehidupan adalah sel, menyusul jaringan, organ, organisme (individu), populasi (satu jenis),
komunitas (banyak jenis), dan ekosistem (komunitas dan lingkungan). Komponen
ekosistem yang lengkap harus mengandung produsen,konsumen, pengurai, dan komponen
tak hidup (abiotik).
Di sisi lain adanya kegiatan yang dilakukan oleh manusia dalam suatu ekosistem
tanpa mempertimbangkan kaidah-kaidah maupun proses alamiah yang berjalan dalam
ekosistem tersebut mnyebabkan terganggunya ekosistem. Akibat dari gangguan ekosistem
tersebut pada tahap yang lebih lanjut akan mengarah pada keterancaman kepunahan pada
anggota komponen ekosistem tersebut yang merupakan bagian dari biodiversitas
(keanekaragaman hayati). Ketarancaman kepunahan ini pada tahap berikutnya akan
mengarah pada kepunahan atau extinction dan hal tersebut merupakan suatu masalah yang
serius. Untuk itu dalam menanggulangi masalah tersebut maka perlu dilakukan suatu
tindakan yang disebut dengan konservasi. Konservasi menurut IUCN dalam McNeely
(1992), adalah pengelolaan penggunaan manusia atas biosfer sehingga dapat menghasilkan
manfaat berkelanjutan terbesar pada generasi sekarang, sementara memelihara potensinya
untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi generasi-generasi masa depan. Konservasi dalam
defenisi ini mencakup pelestarian, pemeliharaan, pemanfaatan berkelanjutan, pemulihan
dan peningkatan mutu lingkungan alamiah. Menurut Bengen (2002) agar supaya ekosistem
dan sumberdaya dapat berperan secara optimal dan berkelanjutan maka diperlukan upaya –
upaya perlindungan dari berbagai ancaman degradasi yang dapat ditimbulkan dari berbagai
aktivitas pemanfaatan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Konservasi hutan tropis dilakukan dengan berbagai macam tujuan (Sunderlin dan
Resosudarmo, 1997), sehingga menghasilkan berbagai macam tutupan lahan dan dengan
luas yang berbeda-beda. Sebagai masyarakat petani tradisonal disumatra dan Kalimantan
melakukan pertanijan dengan system perladangan berpindah ; mereka membuka hutan
untuk ditanami tanaman pangan dan kemudian meninggalkannya pada saat sudah kurang
produktif. Ketika industry perkayuan digalakan, perusahan-perusahan pemegang HPH
(hutan pengusahaan hutan) turut membuka hutan untuk mengekstrasi kayunya. Kebutuhan
kayu, minyak sawit, karet dan tanaman industry lainya turut mengkonvesi hutan menjadi
lahan-lahan perkebunan dan tanaman keras. Program trasmigrasi turut juga mendorong
konversi hutan diluar pulau jawa.selain konversi yang diakibatkan manusia, konversi lahan
bisa terjadi secara alami dengan adanya kebakaran hutan yang sudah sering terjadi.
Metode
Metode yang digunakan adalah metode survey, metode ini dilakukan untuk
memperoleh data tentang fakta dan gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual
yang terjadi di kawasan konservasi melalui wawancara langsung dengan daftar pertanyaan
yang telah disediakan sebelumnya.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut :
a. Teknik observasi (pengamatan) : teknik ini dilakukan untuk mendapatkan deskripsi
secara umum mengenai keadaan atau kondisi kawasan konservasi.
b. Teknik interview (wawancara) : untuk mendapatkan data primer maka menggunakan
teknik wawancara semi-terstruktur (semi structured interview) yakni wawancara yang
pelaksanaannya lebih bebas dan menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka yang
dilakukan secara porpusive dengan narasumber atau responden yang dianggap paling
banyak mengetahui hal-hal yang menyangkut kawasan konservasi cagar alam Panua.
c. Kuesioner : untuk mendapatkan data primer digunakan kuesioner sebagai alat untuk
mengukur. Respondennya adalah masyarakat sekitar kawasan, pemerintah setempat dan
unsur dinas yang terkait dalam hal ini pengelola kawasan konservasi (BKSDA).

Instrumen Pengumpulan Data


Identitas Responden
1. Nama desa :
2. Nama responden :
3. Umur :
4. Pekerjaan Utama :
5. Lama Tinggal di desa :
a. <5 Tahun b. 5-10 Tahun c. > 10 Tahun
6. Jumlah Tanggungan keluarga
a. < 6 orang b. 6-9 orang c. > 9 orang
Kuesioner Untuk Masyarakat Setempat
No Pertanyaan Jawaban Skor
1 Bagaimana anda menilai keberadaan Sangat Baik 4
Kawasan konservasi ? Baik 3
Rusak 2
Sangat Rusak 1
2 Bagaimana anda menilai kondisi Sangat Baik 4
kawasan konservasi tersebut ? Baik 3
Rusak 2
Sangat Rusak 1
3 Apakah anda mengetahui Daerah Sangat tahu 4
kawasan lindung tersebut? Tahu 3
Cukup tahu 2
Tidak tahu 1
4 Menurut anda apakah kawasan lindung Sangat bermanfaat 4
tersebut dapat bermanfaat bagi Bermanfaat 3
masyarakat sekitar kawasan itu? Cukup bermanfaat 2
Tidak bermanfaat 1
5 Apakah anda mengetahui aturan Sangat tahu 4
Daerah yang mengatur kaewasan Tahu 3
lindung tersebut ? Cukup tahu 2
Tidak tahu 1
6 Apakah anda mengetahui sanksi yang Sangat tahu 4
diberikan kepada masyarakat jika ada Tahu 3
yang melanggar aturan ? Cukup tahu 2
Tidak tahu 1
7 Manurut anda apakah kawasan lindung Sangat tahu 4
tersebut perlu Tahu 3
dipertahankan atau dilestarikan ? Cukup tahu 2
Tidak tahu 1
Kuesioner Peran Pemerintah
No Pertanyaan Jawaban Skor
1 Bagaimana sosialisasi peraturan Sangat sering (12 kali) 4
perundangan tentang kawasan lindung ? Sering (8-10 kali) 3
Tidak sering (1-3 kali) 2
Tidak pernah sama sekali 1
2 Bagaimana peran pemerintah dalam Sangat Bagus 4
memberikan bantuan pemberdayaan Bagus 3
masyarakat di sekitar kawasan lindung ? Kurang bagus 2
Tidak bagus 1
3 Bagaimana pembinaan yang dilakukan Sangat Bagus 4
pemerintah dalam upaya mengelola Bagus 3
kawasan lindug ? Kurang bagus 2
Tidak bagus 1
4 Bagaimana peran pemerintah dalam Sangat Bagus 4
melakukan penghijauan di kawasan Bagus 3
hutan lindung ? Kurang bagus 2
Tidak bagus 1
5 Bagaimana peran pemerintah dalam Sangat Bagus 4
melakukan pengawasan terhadap Bagus 3
kawasan lindung. ? Kurang bagus 2
Tidak bagus 1
6 Bagaimana peran pemerintah dalam Sangat jelas 4
melaksanakan pemberian tanda tanda jelas 3
di kawasan lindung ? kurang jelas 2
Tidak jelas 1

Skala pengukuran
Data yang diperoleh dari kuesioner adalah data ordinal yang mengukur tingkatan
atau gradasi dari sangat positip sampai sangat negatif. Untuk keperluan analisis kuantitatif,
maka jawaban dapat diberi skor, misalnya :
1. Sangat setuju/sangat tahu/sangat positif diberi skor 4
2. Setuju/tahu/positif diberi skor 3
3. Tidak setuju/cukup tahu/ tidak pernah/negatif diberi skor 2
4. Sangat tidak setuju/tidak tahu/tidak pernah diberi skor 1
Data yang diperoleh di olah dengan membuat prosentase perhitungan skor dari
kuisioner, selanjutnya hasil prosentase tersebut dianalisis dan dideskripsikan dengan
mengaitkan pada teori-teori maupun referensi yang terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Barbour, M.G., J.H. Burk, and W.D. Pitts. 1987. Terresterial plant ecology. 2nd ed.
Benjamin/Cummings. Callifornia

Bengen, D.G. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut Serta Prinsip
Pengelolaannya. PKSPL. IPB. Bogor.

Fachrul., Melati Ferianita. 2007. Metode sampling bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.

Mueller-Dumbois, D. and H. Ellenberg. 1974. Aims and methods of vegetation


ecology. John Wiley and Sons. New York.

McNeely, J.A., 1992. Ekonomi dan Keanekaragaman Hayati. Mengembangkan dan


Memanfaatkan Perangsang Ekonomi Untuk Melestarikan Sumberdaya Hayati.
Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Odum, E.P., 1983. Basic Ecology. Saunders College Publishing, New York.

Rososoedarmo, S.K. Kartawinata, dan A. Soegiarto. 1986. Pengantar Ekologi. Bandung.


Remaja Rosda Karya.

Anda mungkin juga menyukai