Disusun Oleh:
TIM ASISTEN EKOLOGI
Dasar Teori :
Habitat perairan tawar dibagi dalam 2 kelompok besar berdasarkan aliran airnya
yaitu lentik dan lotik. Perairan le ntik merupakan perairan dalam seperti danau, kolam,
sumur dan lain-lain, sedangkam perairan lotik merupakan perairan yang mengalir seperti
sungai, selokan dan lain-lain.
Suatu badan perairan dapat di bagi menjadi dua zona utama yaitu zona pelagic atau
limnetik dan zona bentik yang terdiri dari zona litoral dan zona profundal
zona pelagic : merupakan zona perairan bebas yang organism yang dapat berenang
bebas dan mengalami migrasi diurnal antar zona bagian bawah dengan zona perairan
bebas yaitu nekton (=berenang aktiv dalam air, misalnya ikan), neuston (= yang
seringkali ditemukan berenang terapung diatas permukaan , misalnya berbagai jenis itik,
bebek, burung air, dan lain-lain), dan (zoo-fito-)plankton.
Zona litoral : merupakan zona bentik dengan penetrasi cahaya masih mencapai sampai
kedasar perairan sehingga masih terdapat proses fotosintesis oleh berbagai vegetasi
akuatik yaitu vegetasi akuatik emergen (= vegetasi akuatik yang bagian akarnya terdapat
didalam air), vegetasi akuatik sub emergen (= vegetasi akuatik hampir seluruh bagian
tubuhnya terendam air) dan vegetasi bawah air (= vegetasi akuatik yang seluruh bagian
tubuhnya terendam air, terdapat pula periphyton dan (-zoo) bentos
Pengukuran factor-faktor abiotik perairan dapat dilakukan langsung maupun dengan
pengambilan cuplikan air. Untuk memperoleh hasil pengukuran yang akurat (khususnya
bagi o2 terlarut) cuplikan air diambil harus dijaga agar tidak teragitasi atau mengandung
gelembung udara.
Cara mengambil cuplikan air dari bagian permukaan perairan, yang paling
sederhana adalah dengan menggunakan botol gelas yang berpenutup menyudut. Miringkan
dengan perlahan dan upayakan agar tidak ada gelembung-gelembung udara yang masuk.
Pemantauan secara periodic kualitas air pada suat habitat perairan perlu dilakukan untuk
mengetahui sampai sejauh mana pencemaran telah terjadi, serta untuk perencanaan langkah
pencegahan selanjutnya.
Selama ini pendekatan yang dilakukan untuk melakukan pemantauan terhadap
kualitas air lebih mengandalkan pada pendekatan fisikan-kimia sedangkan pendekatan biota
hanya menggunakan Escheria coli. Hasil pengukuran fisika-kimia umumnya
mencerminkan kondisi pada waktu pengambilan contoh dilakukan, hal ini sering
memberikan hasil yang tidak sesuai dengan hasil pengukuran kurang mencerminkan
kondisi yang telah lalu, padahal masuknya polutan diperairan berlangsung terus menerus.
Selain itu dengan semakin kompleknya kegiatan industry, semakin sulit untuk melakukan
identifikasi jenis polutan tertentu diperairan. Pendekatan fisika-kimia juga membutuhkan
biaya mahal. Berdasarkan permasalahan-permasalahan diatas maka peru dikembangkan
suatu pendekatan baru dalam penentuan kualitas atau status ekologis dari suatu habitat
perairan, salah satunya dengan menggunakan data-data biologis yaitu pemberdayaan biota
perairan sebagai alternative alat pemantauan.
Bioassessment merupakan pemantauan kualitas air dengan menggunakan biota.
Kehadiran atau perilaku kelompok organism ini dialam berkorelasi dengan kondisi
lingkungannya sehinggan dapat digunakan sebagai alat untuk memantau kualitas
lingkungan. Manfaat bioassessment antara lain untuk menentukan status dan Trend dari
sumber daya perairan, untuk evaluasi factor pennyebab kerusakan pada habitat perairan dan
kontribusi relative dari sumber-sumber polusi, untuk menentukan tingkat keefektifan dari
suatu program pengendalian dan mitigasi lingkungan, dan mengukur tingkat kesuksesan
dan manajemen suatu daerah tangkapan air. Berbagi informasi yang diperoleh baik dari
pendekatan fisika-kimia perairan dan biologis dari suatu habitat perairan digunakan
sebagai acuan untuk membentuk suatu pola pengelolaan terpadu yang meliputi konservasi,
penggunaan daya air, pencegahan dan penanggulangan pencemaran.
Alat dan Bahan
Alat :
1. Thermometer Raksa
2. pH Meter
3. Keping Secchi
4. Do Meter
5. Pipet Tetes
6. Elenmeyer
7. Botol Sampel
Bahan :
1. Larutan NaOH 1/44n
2. Akuades
3. Indicator Fenoftalein 0,5%
4. Alcohol 95%
Cara Kerja
1. Pengukuran Suhu
Suhu dapat diukur dengan thermometer biasa (alcohol, air raksa) secara langsung
pada bagian permukaan perairan, atau secara tidak langsung (dari kedalaman
tertentu). Dalam hal terakhir, pengukuran harus dilakukan dengan segera
menggunakan botol cuplikan.
2. Pengukuran Derajat Keasaman (pH) Air
Dapat dilakukan dengan menggunakan kertas indicator universal dengan loncatan
skala kecil (0,2 atau 0,5 ) secara langsung dari permukaan perairan atau dari air
cuplikan (untuk kedalaman tertentu). Pengukuran pH secara lebih akurat dilakukan
dengan menggukan alat pH-meter.
3. Pengukuran Derajat Kecerahan Air
Penentuan derajat kecerahan air dari suatu perairan, umum dilakukan dengan
menggunakan keeping secchi. Dengan memegang ujung talinya,keeping secchi
diturunkan kedalam air secara perlahan-lahan sambil terus diperhatikan . tepat pada
saat warna putih tidak dapat dibedakan lagi dari warna hitam, ukuran kedalaman
panjang tali yang masuk kedalam air dibaca. Keeping secchi lagi lebih dalam sedikit
lalu secara perlahan-lahan ditarik naik.tepat pada saat warna putih timbul,
kedalamanya dibaca lagi angka rata-rata kedalaman tersebut menunjukan derajat
kecerahan, dan dinyatakan dalam cm atau m.
4. Penentuan kadar O 2 terlarut
Kadar atau kandungan oksigen terlarut dapat diukur secara langsung dengan relative
cepat dengan alat khusunya yaitu DO-meter (Dissolved Oxygen-meter )
5. Penetuan Kadar CO2 Bebas terlarut
Penentuan kandungan CO2 bebas terlarut dilakukan pada air cuplikan dengan
menggunakan metoda titrasi juga.
Reagen-reagen yang diperlukan :
Larutan NaOH 1/44 N
Sebanyak 0,909 g NaOH dilarutkan kedalam akuades hingga mencapai 1 L
Indicator Fenoftalien 0,5%
Sebanyak 0,5 g Fenoftalien dilarutkan dalam 100cc alcohol 95%
Air cuplikan sebanyak 100 cc didalam labu elenmeyer berukuran 250cc diberi 10
tetes indikator fenoftalien.
a. Larutan kemudian ditritasi dengan larutan NaOH 1/44N hingga menjadi warna
Merah Jambu-muda
b. Catat banyaknya larutan NaOH yang dipakai. Lakukan titrasi secara Duplo dan
hasilnya dipuratakan
c. Jumlah cc larutan NaOH yang terpakai x 10 menunjukan kandungan CO2 bebas
terlarut dalam satuan mg/L
6. Pengukuran salinitas air
Untuk pengukuran salinitas air digunakan alat hand refrakto meter.
PRAKTIKUM II
Penelitian pengujian tingkat toksik suatu bahan biasanya dinyatakan dengan Lethal
Dosage-50 (LD50) untuk bahan yang bersifat padat sedangkan uji toksisitas dengan
menggunakan bahan toksik cair yang mengukur besarnya dosisi atau konsentrasi sehingga
dapat membunuh 50% hewan uji Lethal Concentration-50 (LC50). Bila suatu zat yang
mempunyai waktu paruh biologi yang sangat tinggi diberikan pada organisme dalam jangka
waktu yang lama dengan sendirinya dapat terjadi akumulasi dalam organisme pada
konsentrasi yang rendah, ini terjadi terutama pada zat yang lipofil dan sulit
dibiotranformasi seperti DDT, aldrin, dieldrin, atau turunan difenil terklorinasi (Ariens :
1986).
Pelaksanaan uji toksisitas suatu bahan uji dapat dilakukan dengan menggunakan
salah satu dari empat cara berikut (Tandjung : 1995) :
a. Teknik statik; larutan atau media uji ditempatkan pada suatu bejana uji dan digunakan
selama waktu uji tanpa diganti.
b. Teknik resirkulasi; larutan atau media uji tidak diganti selama waktu uji namun
diresirkulasi dari suatu bejana uji ke bejana lain kembali ke bejana uji dengan maksud
memberi aerasi, filtrasi dan atau sterilisasi.
c. Teknik diperbaharui; setiap 24 jam hewan uji dipindahkan ke larutan uji yang baru dan
sama serta tetap konsentrasinya dengan larutan sebelumnya.
d. Teknik mengalir; larutan uji di alirkan masuk maupun ke luar ke dan dari bejana uji
selama masa uji.
Untuk meneliti berbagai efek yang berhubungan dengan masa pajanan, penelitian
toksikologi menurut Frank C. Lu (1995) dibagi dalam :
a. Uji toksisitas akut, dilakukan dengan memberikan zat toksik yang sedang diuji
sebanyak 1 kali atau beberapa kali dalam jangk waktu 24 jam.
b. Uji toksisitas jangka pendek (penelitian sub akut atau sub kronik), dilakukan dengan
memberikan bahan toksik berulang-ulang biasanya setiap hari atau 5 kali seminggu ,
selama jangka waktu kurang lebih 10% dari masa hidup hewan.
c. Uji toksisitas janka panjang, dilakukan dengan memberikan zat kimia berulang ulang
selama masa hidup hewan coba atau sekurang-kurangnya sebagian dari masa hidupnya.
Dalam praktikum yang dilakukan ini bahan yang dipakai adalah limbah cair
deterjen dan hewan uji berupa ikan nila (Tilapia niloctica). Uji laboratorium diharapkan
dapat memberikan gambaran sebarapa jauh pengaruh limbah deterjen terhadap
perkembangan ikan nila (Tilapia nilotica) yang merupakan jenis ikan yang hidup di air
tawar, pada tempat-tempat yang dangkal di perairan yang airnya tidak begitu deras, baik
disungai-sungai, danau maupun digenangan air lainnya. Jenis ikan ini mampu hidup baik
pada kisaran pH 6,5 – 8,8 (Suhalili, 1983). Selain itu, ikan nila merupakan jenis ikan yang
memiliki nilai ekonomis penting dan mempunyai penyebaran yang luas. Hal ini sesuai
dengan persyaratan Enviromental Protection Agency (EPA) (1975), sehingga baik untuk
pengujian biologis.
Cara Kerja
Dalam penentuan tosisitas deterjen rinso terhadap mortalitas ikan nila (Tilapia
nilotica) dilakukan tahapan kerja sebagai berikut :
1. Tahap pemeliharaan ikan uji
a. Ikan uji dipeliharan selama 5 hari di dalam bak penampungan. Selama pemeliharaan
dilakukan aerasi untuk mempertahankan kadar oksigen terlarut.
b. Setiap hari dilakukan pergantian air sebanyak 50 - 60 % dari kapisitas air
pemeliharaan. Ikan diberi makan setiap hari dengan memberikan daun pepaya
(Carica papaya).
2. Tahap aklimatisasi
Sebelum percobaan dilakukan, ikan uji diadaptasikan dalam bak penampungan
selama satu hari tampa diberi makan. Bak penampungan diberi aerasi untuk menjaga agar
oksigen perairan memenuhi persyaratan sebagai air uji.
3. Tahap perlakukan uji ikan
Perlakuan ini dikerjakan dengan dua tahap, yaitu :
a. Uji pendahuluan
Uji pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan kosentrasi ambang atas LC100-24
jam dan ambang bawah LC0 - 48 jam. Untuk mendapatkan nilai-nilai ini maka :
1. Disiapkan 5 macam konsentrasi deterjen rinso (termasuk kontrol) dalam air uji. Setiap
perlakuan disusun secara acak dengan 2 ulangan.
2. Variasi konsentrasi ditentukan yakni 1 ppm (0,02 gr/15 liter), 10 ppm (0,25 gr/ 15 liter),
30 ppm (0,45 gr/ 15 liter) dan 60 ppm (0,90 gr/ 15 liter).
3. Ikan ditempatkan dalam bejana uji yang telah diaerasi dan setiap bejana diisi dengan 10
ekor ikan. Pengujian ini dilakukan dengan sistem hayati statis dan selama kegiatan
pengujian tidak dilakukan aerasi. Tolak ukur utama ialah besarnya mortalitas ikan uji
per 24 jam selama 96 jam. Ikan dinyatakan mati jika tidak menunjukkan gerakan
respirasi dan tidak merespon perangsangan halus yang diberikan.
b. Uji sesunguhnya
1. Berdasarkan batas atas dan batas bawah dari uji pendahuluan, maka disusun konsentrasi
perlakukan dengan kisaran yang lebih sempit yaitu 25 ppm, 30 ppm, 35 ppm, 40 ppm,
45 ppm dan kontrol dengan 2 kali ulangan, dengan jumlah ikan 10 ekor per bejana.
2. Pengukuran parameter fisikokimia air pada masing-masing bejana uji untuk
memperoleh data tentang suhu, pH, DO, CO2 bebas dan alkalinitas, sedangkan
parameter fisiologis yakni pola berenang dan kecepatan respirasi. Pengukuran suhu
dilakukan dengan mengunakan termometer raksa dengan kepekaan 0,5 0C, pH diukur
dengan pH meter elektrik, DO diukur dengan pengukuran DO digital. Parameter lain
yaitu CO2 bebas dan alkalinitas diukur dengan cara titrasi berdasarkan metode Mikro
Winnkler. Pengukuran parameter fisikokimia air uji dilakukan setiap hari dimulai pada
awal perlakukan sampai hari 4 hari (96 jam).
Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam praktikum ini adalah analisis probit, analisis ini
dipakai dalam penentuan LC50-96 jam juga untuk memperoleh kadar aman deterjen rinso.
PRAKTIKUM III
Dasar Teori :
Iklim Mikro
Kondisi udara yang berpengaruh atau berhubungan langsung dengan tumbuhan
disebut iklim mikro, walaupun hanya dalam daerah yang sangat kecil iklim mikro dapat
menyebabkan adanya variasi dalam tipe komposisi tumbuhan. Komponen iklim mikro
tersebut anta lain; temperatur (suhu) udara, kelembaban udara dan intensitas cahaya.
Tanah
Tanah merupakan sebuah badan yang terbentuk dari hasil pelapukan batuan induk
akibat aktivitas iklim dan organism serta materi organic hasil proses dekomposisi yang
mampu mendukung kehidupan. Komponen penyusun tanah terdiri dari partikel mineral,
bahan organik, air, dan udara. Pembentukan tanah secara umum dipengaruhi oleh beberapa
factor, seperti terlihat dari rumus umum pembentukan tanah oleh jenny (1941) dalam
Barbour et al. (1999) ;
S = f (cl, o, r, p, t)
Cl = iklim; o = aktifitas organism; r = relief/topografi; p = tipe batuan induk; t = waktu)
Alat dan Bahan
Alat :
1. Thermometer
2. Sling psychrometer
3. Light Meter
4. Auger
5. Soil Tester
6. Oven
7. Timbangan
Bahan :
1. Tanah
2. Air
3. Udara
4. Cahaya
Cara Kerja
1. Temperatur udara
Temperature udara dapat dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Pengukuran
kuantitatif dinyatakan dalam satuan kalori yaitu gram kalori atau kilo gram kalori
sedangkan pengukuran kualitatif dinyatakan dalam satuan derajat celcius, farenheit,
reamur dan Kelvin. Pengukuran secara kualitatif dilakukan dengan alat thermometer.
2. Kelembaban udara
Basahi kain yang terdapat pada salah satu bagian thermometer dan biarkan thermometer
yang lain tetap kering, kemudian putar sling selama 3 menit dengan posisi jauh dari
tubuh sehingga thermometer membaca suhu udara bukan suhu tubuh, kemudian baca
pada kedua buah thermometer sebagai suhu kering dan suhu basah,selanjutnya masukan
nilai suhu kering dan selisih antara suhu basah dan suhu kering tersebut kedalam table
sehingga didapat nilai kelembaban relative.
3. Intensitas cahaya
Tekan tombol on/off untuk menyalakan. Sebelum digunakan dilakukan kalibrasi
(tergantung tipe alat) terlebih dahulu dengan cara :
Biarkan sensor cahaya tetap tertutup kemudian dipilih range pengukuran melalui
tombol range switch misalnya 200 Cand. Setelah itu tekan tombol zero sehingga layar
menunjukan nilai 0 Kemudian penutup sensor cahaya dibuka untuk melakukan
pengukuran : Pengukuran dilakukan dengan menghadapkan sensor pada sumber cahaya
yang akan diukur kemudian nilai intensitas cahaya adalah bacaan yang tertera pada
layar.
4. Kandungan air atau kelembaban tanah
a. Gunakan gunakan bor tanah untuk mengambil lapisan tanah pada horizon A dengan
kedalaman 10cm
b. Ambil kurang lebih 10 gram tanah dan masukan kedalam wadah tertutup, bias botol
film, yang diketahui beratnya dengan menggunakan timbangan tentukan berat
segarnya.
c. Di laboratorium, masukkan cuplikan tanah ke dalam oven yang bersuhu 1050 C
selama 24 jam atau sampai beratnya constant. Setelah itu dinginkan sebentar dan
timbang berat kering tanah tersebut.
d. Lakukan perhitungan kedua air tanah dan nyatakan sebagi persentase terhadap berat
segar. Perhitungan persentase kandungan air tanah adalah sebagai berikut :
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑒𝑔𝑎𝑟 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ − 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ
𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑖𝑟 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ (%) = 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ
5. pH tanah
a. Mencampurkan 10 gram tanah dan 20 ml akuades dalam beaker glass.
b. Melakukan pengadukan dengan menggunakan gelas pengaduk sekali-sekali terhadap
campuran selama 15t menit
c. Ukur pH dengan memasukan elektroda pH-meter kedalamnya.
d. Pengukuran pH-meter dapat juga dilakukan dengan mengguanakan larutan KCL 1N.
6. Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalah proporsi relative dari partikel utama pembentuk tanah yaitu
pasir (sand), debu (silt) dan liat (clay). Jenis partikel utama tanah dibedakan berdasarkan
ukurannya :
Pasir : ukuran partikel > 0,05 mm
Debu : ukuran partikel antara 0,002 – 0,05 mm
Liat : ukuran partikel < 0,002 mm
Tekstur tanah menentukan sifat dari tanah tersebut, baik sifat fisika maupun sifat
kimia. Pergerakan air baik vertical maupun horizontal, persentasi system kapiler dan kadar
air tanah akan bertahan pada keadaan tanah yang teksturnya tidak sama. Demikian pula
derajat kesuburan tanah akan sangat tergantung pada teksturnya ini. Dalam memahami
terdapat beberapa metodologi yang telah dikembangkan dengan prinsip yang sejalan yaitu
menentukan/mencari persentase atau proporsi dari masing-masing partikel pembentuk
tanah tersebut.
Dalam kegiatan praktikum ini metode yang digunakan adalah secara kualitatif
berdasarkan pilinan jari. Cara sangat umu dilakukan dalam survey lapangan, karena mudah
dan praktis. Cara kerjanya adalah dengan memilin sejumlah cuplikan tanah diantara
telunjuk dan ibu jari. Pijit tanah itu dan gerakkan kedua jari tadi seolah-olah memilin
sesuatu, kemudian rasakan. Lalu tentukan tanah tersebut berdasarkan kriteria berikut :
Tanah pasir; butirannya terasa kasar dan lepas satu sama lain, tidak dapat dibentuk
dalam keadaan kering, partikel-partikelnya terlepas.
Tanah pasir berlumpur; sulit dibentuk, pada tangan memberi warna lemah, masih
dapat dirasakan adanya butiran kasar.
Tanah lumpur berpasi; dapat dibentuk dengan baik, dapat dipilin sampai sebesar
hitamnya karbon pensil, sangat nyata member warna pada jari tangan.
Tanah lumpur; dapat dibentuk sangat baik, lengket pada sendok, dengan kuku tidak
meninggalkan bekas mengkilat tapi terlihat sedikit kasar, member warna pada tangan.
Tanah liat; sangat lengket licin dengan kuku bekasnya mengkilat, bila kering merekah.
PRAKTIKUM IV
Tujuan :
1. Melatih mahasiswa mengenai cara-cara pengambilan sampel insekta tanah
2. Melatih mahasiswa mengidentifikasi insekta tanah
3. Mengamati dan menghitung keanekaragaman insekta tanah dari beberapa biotop
4. Menghitung Kepadatan Insecta dari beberapa Biotop
5. Menghitung kemelimpahan insecta dari beberapa Biotop
6. Mengetahui faktor-faktor lingkungan yang berhubungan dengan keanekaragaman
komunitas insekta tanah di masing-masing biotop.
Dasar Teori
Tanah merupakan hasil dari proses dekomposisi batuan dan bahan-bahan orgnik.
Bentukan padat tanah terdiri atas dua komponen utama yaitu; a) mineral tnah yang
terbentuk dri batun induk dan b) materi organik yang merupakan hasil dekomposisi. Proses
dekomposisi batuan dan organik tanah dipengaruhi oleh cuaca, iklim dan organisme yang
ada di dalam tanah.
Oganisme yang mendiami habitat tanah bergabung dalam kelompok-kelompok yang
membentuk suatu sistem integrasi yang disebut komunitas organisme tanah. Komunitas
hewan tanah juga merupakan suatu sistem yang berhubungan erat dengan dekomposisi
materi organik dan penguraian materi anorganik, sehingga dapat diserap oleh tumbuh-
tumbuhan yang berada didaerah tersebut. Jenis organisme yang berada di dalam tanah
bermacam-macam, mulai dari tumbuhan rendah sampai tumbuhan tinggi dan juga hewan
rendah dan mamalia. Organisme yang berada di dalam tanah membentuk suatu sistem yang
saling berkaitan erat dalam pelaksanaan proses dekomposisi daam tanah.
Dalam percobaan ini akan dipelajari mengenai komunitas insekta tanah. Menurut
beberapa sumber bahwa disebut makrofauna apabila ukuran tubuhnya tidak dapat lolos
pada sarangan dengan besar lubang 1mm. Makrofauna dan mesofauna tanah yang sering
ditemukan adalah aschelmithes, artropoda terutama insekta, baik instar muda maupun
dewasanya.
Wallwork (1970) mengatakan bahwa terdapat saling tumpang tindih antara populasi
yang berada diatas tanah dan populasi yang berada didalam tanah. Hal ini dapat dijelaskan
dengan mengamati keanekaragaman hewan tanah dalam variasi horizontal. Jadi terlihat
bahwa distribusi hewan tanah bukan sebagai satu kelompok, melainkan sebagai suatu seri
dari beberpa komunitas yang kontinyu.
Alat Dan Bahan
Alat-alat dan bahan yang diperlukan dalam praktikum ini antara lain:
a. Bor tanah atau soil correr
b. Cetok
c. Pitfall trap
d. Soil tester
e. Termometer tanah
f. Oven pengering
g. Furnice mapel (tungku pembakar)
h. Nampan plastik
i. Kantong plastik
j. Formalin 5 %
k. Alkohol 70 %
Cara Kerja
Percobaan ini dapat dibagi dalam 4 tahap pelaksanan penting, yaitu pengambilan
sampel, ekstraksi sampel, identifikasi dan perhitungan keanekaragaman,analisis data.
Langkah-langkah kerja secara terperinci adalah sebagai berikut :
1. Pengambilan sampel hewan tanah pada masing-masing biotop dilakukan dengan
menggunakan perangkap jebak (pitfall trap) yang di pasang pada beberapa tempat.
2. Pasanglah pitfall trap pada masing-masing stasiun yang telah ditentukan dengan
posisi sebagai berikut.
3. Lama pemasangan pitfall trap tergantung pada tujuan praktikum/penelitiannya. Jika
ingin mengetahui keanekaragaman dan distribusi fauna tanah yang aktif pada
malam hari, maka pemasangan dilakukan pada sore hari menjelang matahari
terbenam dan diambil sebelum matahari terbit esok harinya. Jika untuk mengetahui
fauna yang aktif pada siang hari maka pemasangannya dilakukan pada pagi hari
sebelum matahari terbit dan diambil sebelum matahari terbenan. Dapat juga lama
pemasangan dalam jangka yang lebih lama sesuai dengan tujuannya.
4. Pada saat pengambilan sampel mesofauna, lakukan pula pengukuran faktor-faktor
fisik seperti suhu tanah, pH, kelembaban tanah.
Teknik Observasi
1. Setelah hasil tangkapan fauna tanah dengan pitfall trap atau hasil ekstraksi
dilakukan sortir tangan dengan bantuan lup atau mikroskop stereo.
2. Mesofauna tanah yang diperoleh diidentifikasi minimal sampai tingkat famili
dengan menggunakan kunci identifikasi yang sesuai.
3. Data hasil sampling dari masing kelompok ditabulasi sebagai berikut
4. Agar data yang dianalisis lebih lengkap dan representati, maka sebaiknya dibuat
data kelas yang diperoleh dengan cara mengkomplikasi data semua kelompok.
Rancanglah data kopilasi yang sesuai!.
Tabel.....Jenis dan jumlah/kelimpahan fauna tanah dari setiap cuplikan (pitfall trap/core
sampler/bor tanah) pada biotop...................
Analisa Data
1. Lakukanlah analisis deskriptif terhadap data yang sudah saudara peroleh, apakah
dengan melihat keanekaragaman, kepadatan, dan kelimpahan msing-masing jenis,
masing dari masing-masing biotop yang saudara temukan. Kemudian buat
Histrogram dengan menggunakan aplikasi Microsof Excel
2. Rumus yang digunakan didalam pengolahan data yang saudara temukan sebagai
berikut :
a. Untuk menghitung indeks keanekaragaman digunakan indeks Shannon-Wiener
yaitu :
𝑆
H =– ∑(Pi lon Pi )
𝑖=1
Dimana :
Pi = Jumlah Individu Masing-Masing Spesies i(i=1,2,3…)
S = Jumlah Spesies
H = Penduga Keragaman Populasi.
Besarnnya indeks keanekaragaman jenis menurut Shannon Wiener didefinisikan
sebagai berikut :
Nilai H’ > 3 menunjukan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu
transek adalah tinggi
Nilai H’ 1 ≤ H’ ≤ 3 menunjukan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu
transek adalah sedang
Nilai H’ < 1 menunjukan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu
transek adalah sedikit atau rendah.
b. Kepadatan populasi menunjukan rataan individu suatu spesies teripang dari
seluruh contoh yang diamati, yaitu menggunakan rumus :
Di = ni / A
Dimana :
J1 = kemelimpahan atau kehadiran
H1 = Indeks diversitas Shannon – Wiener
H1max= Lon S, dimana S = Jumlah family yang ditemukan
Tugas
a. Jenis fauna tanah apa saja yang terdapat di masing-masing biotop?
i. Biotop mana yang memiliki keanekaragman tertinggi dan terendah,dan
faktor-faktor apa saja yang menyebabkannya?
ii. Biotop-biotop mana yang memiliki kesamaan komunitas dan faktor apa
yang menyebabkannya?
iii. Biotop-biotop mana yang berbeda dan faktor apa yang membedakannya?
iv. Faktor-faktor lingkungan apa yang belum di ukur dalam percobaan ini,
bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap fauna tanah?
v. Apakah fungsi fauna tanah secara ekologis bagi kehidupan manusia?
vi. Famili/genus apakah yang di temukan di banyak atau predominan di
masing-masing biotop dan mengapa?
vii. terangkan aspek terapan penelitian tantang fauna tanah?
viii. jika melakukan pengambilan sampel dengan dua macam cara di atas,
apakah perbedaan yang prinsip pada kedua cara di atas?
b. Buat laporan
PRAKTIKUM V
Dasar Teori :
Cacing tanah sangat banyak jenisnya. Di Indonesia, cacing tanah sebagian besar
tergolong dalam famili Megascopecidae, terutama dari genus Pheretima. Tetapi dari
beberapa hasil penelitian terungkap pula bahwa caing tanah yang luas penyebarannya di
Indonesia adalah dari jenis Pontoscolex corethrurus. Cacing ini tersebar luas di tanah
pertanian, belukar dan lapangan yang di tumbuhi rumput-rumputan (Nurdin, 1982).
Beberapa peneliti menyatakan bahwa cacing ini berasal dari India dan dari anak Benua
inilah janis cacing tanah itu tersebar keseluruh daerah Tropika Asia
Kepadatan populasi cacing tanah sangat bergantung pada faktor fisika-kimia tanah
dan tersedianay makanan yang cukup baginya. Pada tanah yang berbeda faktor fisika
kimianya tentu kepadatan populasi cacing tanahnya juga berbeda. Demikian juga, jenis
tumbuh-tumbuhan yang tumbuh pada suatu daerah sangat menentukan jenis cacing tanah
dan kepadatan populasinya di daerah tersebut.
Pada latihan ini akan di bandingkan kepadatan populasi cacing tanah di bebrapa
lokasi yang tidak sama vegetasinya, dan di perkirakan jenis dan kepadatan populasi cacing
tanah di lokasi-lokasi tersebut tidak akan sama pula.
Latihan estimasi kepadatan populasi cacing tanah ini di lakuakn di sekitar kampus,
yaitu pada tanah yang banyak di tumbuhi rumput-rumputan dan pada semak belukar.
C. Bahan dan Metode
Pada percobaan ini pada pengambilan contoh cacing tanah di lakuakn dengan
metoda sortir tangan. Pada masing-masing lokasi di ambil contoh cacing tanah dan sepuluh
kuadrat contoh yang luasnya per kuadrat 30 x 30 cm². Tanah pada kuadrat itu di gali
dengan pacul dan skop sampai kedalaman 30 cm. Tanah itu untuk sementara di masukkan
ke dalam karung plastik (bekas karung beras). Pengambilan contoh tanah masing-masing
lokasi di lakukan pada waktu yang relatif sama. Selanjutnya tanah contoh itu di letakkan
pada lembaran plastik dan seterusnya cacing tanah yang terdapat padanya di koleksi dengan
metoda sortir tangan.
Cacing tanah yang di temukan di bedakan bentuk luarnya, di hitung dan di cuci
dengan air sampai bersih dan di timbang. Selanjutnya cacing itu di awetkan dengan
formalin 8 % dan di bawah ke laboratorium. Di laboratorium cacing itu di identifikasi.
Selain pengambilan cacing tanah, tanah lokasi pengambilan contoh itu juga di ukur
suhunya, dan sebagian tanahnya di bawah ke laboratorium untuk di ukur pH, kadar air dan
kadar material organiknya. Mengukurr pH tanah di lakukan dengan menggunakan pH meter
atau dengan kertas pH. Kadar air di ukur dengan cara penimbangan (gravimetri), demikian
juga kadar organik tanahnya.
D. Analisi Data
a. Pola distribusi
Analisis data yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Untuk mengetahui pola
penyebaran family Rhizophoraceae digunakan rumus indeks dispersi morisita (Krebs,
1989) :
∑x 2 − ∑x
𝐼𝑑 = n
(∑x)2 − ∑x
Keterangan :
1989)
maka diuji lanjut dengan menggunakan rumus distribusi chi-square dengan rumus :
x2= (n ΣX2 / N) – N
Nilai x2 hitung selanjutnya dibandingkan dengan nilai x2 tabel dengan derajat bebas
(df = n-1). Jika x2 hitung < x2 tabel maka dapat dikatakan bahwa bentuk pola
penyebarannya tidak beda nyata dengan pola penyebaran berkelompok. Jika x2 hitung > x2
tabel maka dapat dikatakan bahwa bentuk pola penyebarannya berbeda nyata dengan pola
penyebaran berkelompok.
e. Kemelimpahan
J1= H1 ⁄ H1 max
Dimana :
J1 = kemelimpahan atau kehadiran
H1 = Indeks diversitas Shannon – Wiener
H1max = Lon S, dimana S = Jumlah family yang ditemukan
f. Indeks Kekeayaan Jenis
Kekayaan jenis pada suatu habitat dapat diketahui dengan menggunakan Indeks
Kekayaan Margalef (1958)
R = S–1
Ln (NO)
Keterangan:
R = indeks kekayaan jenis (indices of species richness)
S = jumlah total jenis dalam suatu habitat (species per habitat)
NO = jumlah individu pada suatu habitat (individu per habitat)
PRAKTIKUM VI
c. Frekuensi
d. Dominansi
2. Tentukan stand (tegakan) lapisan herba pada habitat vegetasi vang diteliti.
Saudara akan membandingkan dua lokasi dengan topografi berbeda atau
kenampakan berbeda, misal vegetasi herba di bawah kanopi atau tanpa kanopi.
4. Pelajari growthformnya Ada berapa macam. Bila ada pohon catatlah pohon
dominannya. Catatlah spesies yang mencolok cacahnya maupun ukurannya.
5. Letakkan kuadrat plot Saudara secara random dengan ukuran yang telah
ditentukan oleh Asisten pada habitat yang akan diteliti. Pikirkan mengapa
Saudara meletakkan kuadrat plot secara random pada habitat yang akan diteliti.
Pikirkan mengapa Saudara meletakkan kuadrat plot secara random pada habitat
tersebut, dan mengapa Saudara tidak menggunakan bantuan transek ketika
meletakkan plot tersebut. Bentuk kuadrat plot tersebut, misalnya dapat keempat
sisinya sama atau dapat juga berbentuk persegi panjang. Kedua bentuk kuadrat
ini mempunyai luas yang sama. Tiap golongan dalam praktikum ini hanya
menggunakan satu bentuk kuadrat saja dengan luas yang telah ditentukan.
Ingat, Saudara perlu memikirkan mengapa Saudara menggunakan ukuran plot
dengan luas demikian.
7. Setelah pekerjaan koleksi data Saudara selesai, diskusikan langsung hasil data
tersebut dengan Asisten, dan ini perlu Saudara lakukan segera di lapangan.
Pikirkanlah mengapa Saudara perlu segera melakukan ini di lapangan. Bila
semua praktikan telah menyelesaikan tugas lapanaannya, semua praktikan baru
boleh dan harus bersama-sama kembali ke Laboratorium Ekologi untuk
menyelesaikan tabel data kolekrtif raw data (data mentah)
Lokasi : Kelompok :
LT kuran kuadrat : (... x... ) = M2 Goi./No.urut :
Deskripsi lokasi : Tanggal :
No. Plot : Asisten :
No Nama spesies Nama lokal Cacah keterangan
individu
1
2
3
Dst
Contoh table data kolektif
Judul Tabel
Stand/Lokasi : Kelompok :
Ukuran Kuadrat : (……..X…….) = M2 Tanggal :
Deskripsi Asisten :
No. Plot/ # individu :
No Nama spesies Nama lokal 1 2 3 … dst Keterangan
1
2
Dst
Dst
pada lokasi yang diteliti- Indeks similaritas yang umum digunakan adalah
Dengan keterangan :
W = Jumlah nilai kuantitatif terkecil dari dua nilai spesies yang umum
IS = 2 ( 10 + 4 + 15 +1 ) x 100% = 45%
64 + 70
Catatan : Nilai kuantitatif dari stand dapat berupa nilai penting atau nilai dari berbagai
parameter yang diukur. Nilai indeks ketidaksamaan (Index of dissimilarity = ID) dapat
diperoleh sebagai berikut ID = 100 - IS.
5. Hitunglah indeks diversitas Shannon dan indeks diversitas Simpson pada setiap
stand atau lokasi yang Saudara teliti.
6. Pelajari growthformnya, buat tabel baru lagi, pelajari spesies dominan dan
spesies yang jarang. Pikirkan mengapa Saudara harus menganalisis semua ini,
dan apa gunanyal Ini penting sekali, karena akan memudahkan dan sangat
membantu ketika membuat pembahasan pada laporan nanti.
PRAKTIKUM VII
Dasar Teori
Metode releve dikembangkan oleh Josias Braun - Blanquet. Metode ini banyak
digunakan di Eropa: Metode sampling dan klasifikasi komunitas tumbuhannya disebut juga
reteve, atau SIGMA (= Station Internationale de Geobotanique Mediterraneene et Alpine),
atau Braun - Blanquet, atau Zurich - Montpellier (Z. - M) school. Konsepnya adalah
berdasarkan paradigma bahwa hadirnya suatu tipe komunitas pada suatu habitat, tipe
komnitas tersebut juga akan ditemukan kembali pada tipe habitat yang sama di tempat yang
lain. Penerapan sampling metode ini sangat subyektif. Tahapannya yaitu memilih habitat
yang akan diteliti, kemudian dipilih sejumlah stand (tegakan) vegetasi yang akan diteliti.
Setelah itu ditentukan luas area minimal. Area minimal adalah luas area yang terkecil yang
mempunyai komunitas spesies representatif sebagai wakil data vegetasi yang akan dicuplik
pada stand yang diteliti. Luas area minimal dapat ditentukan berdasarkan konsep area
minimal disebut releve (Barbour et al. 1987).
Pada metode releve, setiap spesies dicatat dan beberapa parameter juga diukur,
misalnya cover, sosiabilitas, vitalitas, periodisitas, karakteristik topografi, dan karakteristik
faktor lingkungan lainnya. Cover tidak diukur secara tepat, tetapi secara estimasi visual
berdasarkan kriteria klasifikasi oleh misalnya Braun - Blanquet, Domin - Krajina, dan
Daubenmire. Stand releve harus memenuhi criteria sebagai berikut:
1. Harus cukup besar sehingga mengandung seluruh spesies yang ada pada
komunitas tumbuhan yang diteliti.
2. Habitatnya harus uniform di antara area stand.
Tanggal : Kelompok :
Stand/Lokasi : Asisten :
Luas area minimal : Acc Asisten :
Deskripsi lokasi :
Tanggal : Kelompok :
Stand/Lokasi : Gol./No. Urut :
No. Relevd . : Asisten :
Luas area minimal : Acc Asisten :
Deskripsi releve
Table 3 Braun-Blanquet
Skala penutupan B-B Interval penutupan (%)
4 75 – 100
5 50 – 75
3 25 – 50
2 5 – 25
1 1–5
+ <1
R << 1 atau soliter
PRAKTIKUM VIII
Garis transek II
20 – 50 m
Garis transek I
I 2 3 4 5 6
Base line
Titik Sampling
Gambar 2. Metode point - centered quarter. I, II, Ill., dan IV menunjukkan kuadran I,
II, III, dan IV. Penempatan kuadran I - IV searah jarum jam. Garis putus -
putus menunjukkan jarak titik sampling dengan pohon terdekat. Jarak
tersebut merupakan salah satu data yang dikoleksi, untuk tiap kuadran
dikoleksi 1 data. 40 menunjukkan pohon terdekat, = pohon lain.
Tabel. Data mentah metode point centered quarter method untuk strata pohon
Jarak Diameter
Sampling No kuarter Spesies
( m) Batang (cm)
1 0,7 Psidium guajava 5,5
1 2 1,6 Acacia koa 42,5
3 3,5 Maetrosideros collina 17,5
4 2,0 Metrosideros Tremuloides 25,0
1 1.1 Psidium guajava 4,0
2 0.8 Psidium guajava 5,0
2 3 1.9 Psidium guajava 5,0
4 1.8 Psidium guajava 4,0
3 1 1.3 Acacia koa 75,0
2 0.7 Psidium guajava 3,0
3 1.5 Maetrosideros collina 9,0
4 2.0 Maetrosideros collina 23,0
4 1 3.1 Acacia koa 14.0
2 1.7 Psidium guajava 6,0
3 1.1 Psidium guajava 5,0
4 1.9 Acacia koa 12,0
5 1 2.5 Acacia koa 23,0
2 2.2 Acacia koa 18,0
3 1.4 Psidium guajava 5,0
4 2.8 Maetrosideros collina 25,0
Total 35,6
Perhitungan densitas
• Mula - mula dihitung rata - rata jarak setiap pohon Rata - rata jarak : 35.6 = 1.78 m
20
• Kemudian menghitung densitas semua jenis pohon
2 2
Densitas total strata pohon tiap 100 M : M
2. Metrosideros collina : 4
3. Metrosideros tremuloides :
Perhitungan Frekuensi
Rumus frekuensi :
Frekuensi = Jumlah titik sampling dengan suatu spesies X
100 % Total titik sampling
• Perhitungan frekuensi (%) untuk masing-masing jenis pohon :
1. Acacia koa :
2. Metrosideros collina :
3. Metrosideros tremuloides :
Perhitunaan Dominansi
• Mula-mula data diameter atau keliling batang diubah menjadi luas basal area.
Rumus :
1. Tentukan tipe distribusi cacah spesies yang dominan, medium, dan jarang.
2. Perhitungan masing - masing parameter vegetasi secara detail akan diterangkan
ketika asistensi.
PRAKTIKUM IX
F. Hail praktikum
1. Ligth trap
Warna Jumlah
No. Filum Kelas Ordo
lampu serangga
1
2
3
4
5
2. Pit fall trap
Jumlah
No Filum Kelas Ordo
serangga
1
2
3
4
5
3. Sticky trap
Jumlah
No Filum Kelas Ordo
serangga
1
2
3
4
5
PRAKTIKUM XI
A. Judul : Analisis Potensi Serapan Karbon dengan pendekatan Allometrik
(Above ground)
B. Tujuan Praktikum
C. Dasar Teori
Kerapatan adalah jumlah individu suatu jenis tumbuhan dalam suatu luasan tertentu,
sehubungan dengan efek tepi (side effect) dan life form (bentuk tumbuhan). Untuk
mengukur kerapatan pohon atau bentuk vegetasi lainnya yang mempunyai batang yang
mudah dibedakan antara satu dengan lainnya umumnya tidak menimbulkan kesukaran yang
berarti. Tetapi, bagi tumbuhan yang menjalar dengan tunas pada buku-bukunya dan
individunya. Untuk mengatasi hal ini, maka kita harus membuat suatu kriteria tersendiri
Masalah lain yang harus diatasi adalah efek tepi dari kuadrat sehubungan dengan
keberadaan sebagian suatu jenis tumbuhan yang berada di tepi kuadrat, sehingga kita harus
memutuskan apakah jenis tumbuhan tersebut dianggap berada dalam kuadrat atau di luar
kuadrat. Untuk mengatasi hal ini biasanya digunakan perjanjian bahwa bila > 50% dari
bagian tumbuhan tersebut berada dalam kuadrat, maka dianggap tumbuhan tersebut berada
dalam kuadrat dan tentunya barns dihitung pengukuran kerapatannya (Irwanto, 2010).
Perubahan iklim di dunia semakin cepat yang akan menyebabkan kenaikan suhu
muka bumi yang terjadi karena gas rumah kaca. Gas rumah kaca menurut IPCC (1996)
terbagi menjadi empat yaitu CO2, N2O, metana (CH4) dan uap air. Proses pemanasan
global terjadi ketika matahari memancarkan radiasi gelombang pendek dan bumi
meradiasikan gelombang panjang ke atmosfer namun karena keberadaan gas rumah kaca,
maka energi panasnya terperangkap sehingga suhu permukaan bumi naik. Fenomena ini
akan berdampak serius apabila efek gas rumah kaca terus berlangsung. Dampaknya akan
mengancam kehidupan semua makhluk hidup di muka bumi terutama akibat emisi CO2
yang sangat tinggi. Ekosistem laut juga sangat berperan penting dalam menurunkan emisi
gas rumah kaca. CO2 dapat berkurang karena terserap oleh lautan dan diserap oleh tanaman
yang digunakan dalam proses fotosintesis (Nellemann et al.2009). Penyerapan CO2 melalui
fotosintesis tidak hanya terjadi di daratan tetapi juga di wilayah perairan dan ekosistem
perairan pesisir. Ekosistem pesisir mampu menyerap CO2 secara efektif melalui vegetasi
Blue carbon merupakan konsep baru dalam mengurangi emisi CO2 di bumi.
Menurut UNEP (2009), blue carbon adalah CO2 di atmosfer yang diserap oleh ekosistem
pesisir (mangrove, lamun, etuari dan rawa payau) melalui fotosintesis dan menyimpan
konsep blue carbon dominan peruntukkannya pada tumbuhan daratan. Luas daratan
Indonesia lebih kecil daripada luas perairan laut. Perairan dan pesisir laut Indonesia
memiliki sumber daya yang melimpah dengan potensi yang tinggi. Penurunan jumlah hutan
mangrove akibat aktivitas manusia ataupun lainnya berdampak terhadap daya serap karbon
di bumi. Penurunan hutan mangrove di dunia sebesar 30-50% dalam kurun waktu setengah
abad terakhir akibat pembangunan pesisir, perluasan tambak, penebangan pohon, dan
1. Pengertian Biomassa
Dalam Smith et. al (2004) disebutkan biomasa adalah massa dari bagian vegetasi
yang masih hidup yaitu batang, cabang dan tajuk pohon, tumbuhan bawah atau gulma, dan
tanaman semusim. Nekromasa merupakan masa dari bagian pohon yang telah mati baik
yang masih tegak di lahan atau telah tumbang, tunggak, ranting, dan serasah yang belum
terlapuk.
Brown (1997) mendefinisikan biomassa pohon sebagai jumlah total bahan organik
hidup di atas tanah pada pohon termasuk daun, ranting, cabang dan batang utama yang
dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area. Selain itu jumlah dari biomassa
pohon merupakan selisih antara hasil fotosintensis dengan konsumsi untuk respirasi dan
proses pemanenan.
yang terkandung dalam petak tebangan dan dalam limbah pemanenan. Hampir 50% dari
biomassa merupakan vegetasi hutan tersusun atas unsur karbon dimana unsur tersebut dapat
di lepas ke atmosfer dalam bentuk Karbondioksida (CO2) apabila hutan tersebut terbakar.
Biomassa dapat dibedakan ke dalam dua kategori yaitu biomassa di atas tanah
(above ground biomass) dan biomassa di bawah permukaan tanah (below ground biomass).
Biomassa di atas tanah adalah berat bahan unsur organik per unit area pada waktu tertentu
yang dihubungkan ke suatu fungsi sistem produktifitas, umur tegakan hutan dan distribusi
Menurut Chapman (1976) dalam Sumanti (2003), secara garis besar metode pendugaan
biomassa di atas permukaan tanah dapat dikelompokkan menjadi dua cara, yaitu :
Metode ini dapat digunakan pada tingkat kerapatan yang cukup rendah dan
komunitas dengan jenis yang sedikit. Nilai total biomassa yang diperoleh dengan
Metode ini mengharuskan memanen semua tegakan dalam suatu unit area sampel
dan menimbangnya. Nilai total biomassa diperoleh dengan mengkonversi berat bahan
Metode ini cukup baik untuk tegakan dengan ukuran seragam. Dalam metode untuk
tegakan yang ditebang ditentukan rata-rata diameternya lalu ditimbang beratnya. Nilai total
biomassa diperoleh dengan menggandakan nilai berat rata-rata dari semua tegakan sampel.
4. Peralatan untuk mengukur factor lingkungan berupa Ph, Temperature udara, Suhu
Udara,
D. Cara Kerja
Quarter Method). Metode ini digunakan untuk survei hutan yang memepunyai
kerapatan yang lebat. Dalam hal ini digunakan untuk menghitung kerapatan vegetasi.
Gambar 1. Metode point - centered quarter menunjukkan kuadran I, II, III, dan IV. Garis
putus-putus menunjukkan jarak titik sampling dengan pohon terdekat (Sumber : Soegianto,
1994)
2. Untuk pengambilan data nilai biomassa pada atas permukaan (batang) menggunakan
pengukuran diameter pohon sedangkan untuk menghitung seberapa besar potensi nilai
d1+d2+d3+...+dn
d=
n
Keterangan:
- n = banyaknya pohon
pohon. Kerapatan merupakan jumlah individu pohon per satuan luas. Untuk menghitung
Luas area
K =
(Jarak rata−rata pohon)2
Untuk menghitung nilia biomassa atas permukaan (batang) terlebih dahulu harus di ketahui
BK = 0,251 x ρ x D 2,46
Keterangan :
- BK = Berat Kering
- D = Diameter Pohon (1,3 m dari permukaan tanah atau di atas banir)
rumus sebagai berikut (Brown, 1997 dan International Panel On Climate Change/IPCC,
1997 dan International Panel On Climate Change/IPCC, 2003 dalam Heriyanto et al.,
2012):
Keterangan:
Rata-rata Jarak
Kerapatan
TABEL PERHITUNGAN ANALISIS KARBON
B.
NO Diamter D BIOMASSA KANDUNGAN Cb
KELILING 0.251 Jenis 2,46 50%
POHON (Cm) ATAS (BK) CO2 (Batang)
(ρ)
TOTAL
PRAKTIKUM XII
Dasar Teori
Salah satu cara di mana organisme berinteraksi adalah kompetisi atau persaingan.
Pada acara ini akan mengamati interaksi antara tanaman berbiji. Pada percobaan ini
penggunaan tanaman berbiji untuk alas an praktis. Keuntungan utama adalah bahwa
pertumbuhan tanaman sangat plstis. Ini berarti bahwa ukuran dicapai sebagian besar
ditentukan oleh factor lingkungan dan ditentukan oleh gen ( kacang polong tidak akan
tumbuh menjadi pohon, tidak peduli seberapa meunguntungkan lingkungannya ). Factor –
faktor yang mungkin penting mencakup hal-hal seperti nutrisi, cahaya, karakteristik tanah
(selain nutrisi), kelembapan, dan kepadatan tanaman lain (baik tanaman dari sepsies yang
sama dan spesies lain ). Focus dari laboratoriun ini akan berada pada kerapatan tanaman
lain sebagai factor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Pada praktikum akan dilakukan dua percobaan, yang pertama ini akan
menumbuhkan tanaman dalam dua cara untuk medeteksi efek persaingan dengan tanaman
lain, yaitu menumbuhkan sebuah tanaman tunggal yaitu, selasih, dengan kepadatan yang
brbeda (jumlah tanaman per pot) dan mengukur ukuran tanaman yang menghasilkan, untuk
memahami dampak persaingan inhtraspesifik pada populasi selasih/kemangi.
Percobaan kedua, pada praktikum ini akan melihat kekuatan relatife antara
kompetisi intraspesifik versus persaingan dengan tumbuhan dua spesies tanaman yang
berbeda, dengan menumbuhkan dua jenis tanaman denga kepadatan berbeda dengan
proporsi masing-masing spesies dalam pot.
PROSEDUR KERJA
A. Kompetesi interspesies
1. Siapkan 12 pot atau polibag
2. Isilah pot-pot tersebut dengan tanah sampai kira-kira 1 cm dari permukaan atas pot
dan berilah label dan ditulisi dengan pensil.
3. Pilihlah biji yang baik dan seragam yang telah disediakan, dan semaikan pada pot
dengan jumlah sebagai berikut : 2, 3, 5, 10, 18, 34 dan setelah berkecambah
dilakukan pengurangan menjadi 1, 2, 4, 8, 16, dan 32. Dan pastikan memiliki benih
tambahan untuk mengganti jika ada yang mati atau hilang pada pot cadangan.
Setiap perlakuan 2 ulangan.
4. Tambahkan tanah pada pot sehingga tanahnya rata dengan batas bibir pot
5. Sirami dengan air setiap hari dan amati pertumbuhan tanamannya setiap 3 hari
sampai menghasilkan biji
6. Timbanglah berat kering tanaman setiap pot dan produksi bijinya
B. Kompetesi antarspesies (intraspesifik)
1. Pertanyaan
Apakah kehadiran tanaman lain dari spesies lain mempengaruhi pertumbuhan
tanaman individu berbeda daripada kehadiran tanaman dari spesies tanaman yang
sama dan apakah perbedaan ini terjadi pada model yang dapat diprediksi?
2. Buatlah hipotesisnya
1. Siapkan 2 set pot (8 buah pot)
2. Isi setiap plot dengan tanah sampai tanah mencapai kira-kira 1 cm dari bagian
atas. Untuk menyelesaikan tanah jangan memadatkan tanah pada pot
3. Tanamlah pada pot tersebut dengan kerapatan dan proporsi sebagai berikut:
- Empat Spesies 1: Empat Spesies 2
- Empat Spesies 1: Tiga Puluh Dua Spesies 2
- Tiga Puluh Dua Spesies 1: Empat Spesies 2
- Tiga Puluh Dua Spesies 1: Tiga Puluh Dua Spesies 2
Masing-masing perlakuan tersebut dengan ulangan 2 x
4. Masing-masing pot setelah berkecambah ditambahi tanah kembali seperti
percobaan I
5. Siramilah dengan air setiap hari dan amati pertumbuhannya.
Data yang dikumpulkan:
Setiap pot diamati dan dicatat data: (jumlah tanaman, bobot tanaman, jumlah daun,
panjang batang) untuk kompetisi interspesies. Dalam percobaan antarspesies, setiap pot
dihitung jumlah setiap spesies tanaman dan kemudian mengambil berat total dari semua
tanaman di masing-masing pot.
Anda harus menimbang tanaman dengan cepat, karena tanaman akan kehilangan berat,
karena kehilangan air, segera setelah anda menghapus mereka dari tanah. Mereka bias
kehilangan begitu banyak air yang dapat benar-benar mengubah hasil percobaan. Jadi
bekerjalah sebagai sebuah tim. Untuk mengumpulkan data antarspesies, setiap anggota
tim harus mencabut tanaman dari pot dan segera menimbang tanaman. Dalam
percobaan antarspesies, satu orang harus menangani tanaman dari satu pot. Untuk
mengurangi pengaruh penguapan penimbangan harus cepat dengan cara memisah jenis
masing-masing kemudian ditimbang.
Kompetesi intraspesifik:
1. Menghitung dan mencatat jumlah tanaman dalam pot dan jumlah daun pada
setiap tanaman dalam pot. Mencatat jumlah tanaman yang menghasilkan kuncup
bunga (jika ada waktu untuk melakukan latihan ini)
2. Memotong semua tunas di permukaan tanah
3. Menimbang semua tanaman dari pot bersama-sama. Hitung berat rata-rata
dengan membagi total ini dengan jumlah actual tanaman dalam pot (bukan
jumlah benih yang anda tanam)
4. Hilangkan kuncup dan daun dari setiap batang tanaman (dengan pot sekali lagi!)
5. Menggabungkan semua tanaman dan ditimbang, hal ini untuk memperoleh berat
total daun, kuncup, dan berat batang di setiap pot. Jangan khawatir jika tidak ada
tunas. Perhatikan bahwa anda tidak perlu menimbang batang, karena an da bias
mendapatkan berat batang dengan mengurangi daun dan kuncup total (atau
hanya daun total jika tidak ada tunas) dari total berat untuk tanaman per pot.
6. Mengukur panjang stiap batang
Kompetesi antarspesies (ekstraspesifik)
1. Catatlah jumlah masing-masing yang berkecambah per pot
2. Timbanglah semua tanaman dari masing-masing spesies dan dibagi dengan
jumlah total tanaman dari spesies dalam pot untuk mendapatkan berat tanaman
untuk masing-masing spesies dalam setiap pot
C. Analisis data
Anda dapat melihat efek dari intraspesifik persaingan dalam beberapa cara.
Grafik, diagram dan w = K p-a
Dimana w = berat tanaman dan p = kerapatan. K adalah konstanta yang digunakan
untuk hubungan ini cocok untuk tanaman yang berbeda dan harus diperkirakan dari
data. Kita dapat melakukan dengan log agar dalam bentuk linier:
Log (w) = log (K) – log(p)
Persamaan ini dalam bentuk y = mx + b, standar persamaan linier (kemiringan negative di
sini), jika anda plot ini, dengan nilai-nilai y = log (w) dan nilai-nilai x = log (p), anda dapat
memperkirakan hubungan nyata dengan memperkirakan garis.
PRAKTIKUM XIII
F. Diskusi
G. Analisis Data
Tujuan Praktikum :
1. Mempelajari dampak konservasi hutan yang disebabkan oleh manusia dan yang
terjadi secara alami
2. Mengkaji persepsi masyarakat setempat mengenai Kawasan Konservasi dan
manfaatnya.
3. Mengkaji partisipasi masyarakat setempat dalam pengelolaan Kawasan Konservasi
tersebut
4. Mengkaji peranan pemerintah dalam meningkatkan pemberdayaan masyarakat
untuk mengelola Kawasan Konservasi tersebut.
Dasar Teori
Organisme-organisme hidup (biotic) dan lingkungan tidak hidupnya (abiotic)
berhubungan erat tak terpisahkan dan saling pengaruh-mempengaruhi satu sama lain.
Satuan yang mencakup semua organisme, yakni “komunitas” di dalam suatu daerah yang
saling mempengaruhi dengan lingkungan fisiknya sehingga arus energi mengarah ke
struktur makanan, keanekaragaman biotic, dan daur-daur bahan yang jelas (yakni
pertukaran bahan-bahan antara bagian-bagian yang hidup dan tidak hidup) di dalam system,
merupakan system ekologi atau ekosistem (Odum, 1998) Oleh karena ekosistem mencakup
organisme dan lingkungan abiotiknya yang saling berinteraksi, maka ekosistem merupakan
satuan dasar fungsional ekologi. Dalam hirarki organisasi biologi, satuan terkecil dari
kehidupan adalah sel, menyusul jaringan, organ, organisme (individu), populasi (satu jenis),
komunitas (banyak jenis), dan ekosistem (komunitas dan lingkungan). Komponen
ekosistem yang lengkap harus mengandung produsen,konsumen, pengurai, dan komponen
tak hidup (abiotik).
Di sisi lain adanya kegiatan yang dilakukan oleh manusia dalam suatu ekosistem
tanpa mempertimbangkan kaidah-kaidah maupun proses alamiah yang berjalan dalam
ekosistem tersebut mnyebabkan terganggunya ekosistem. Akibat dari gangguan ekosistem
tersebut pada tahap yang lebih lanjut akan mengarah pada keterancaman kepunahan pada
anggota komponen ekosistem tersebut yang merupakan bagian dari biodiversitas
(keanekaragaman hayati). Ketarancaman kepunahan ini pada tahap berikutnya akan
mengarah pada kepunahan atau extinction dan hal tersebut merupakan suatu masalah yang
serius. Untuk itu dalam menanggulangi masalah tersebut maka perlu dilakukan suatu
tindakan yang disebut dengan konservasi. Konservasi menurut IUCN dalam McNeely
(1992), adalah pengelolaan penggunaan manusia atas biosfer sehingga dapat menghasilkan
manfaat berkelanjutan terbesar pada generasi sekarang, sementara memelihara potensinya
untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi generasi-generasi masa depan. Konservasi dalam
defenisi ini mencakup pelestarian, pemeliharaan, pemanfaatan berkelanjutan, pemulihan
dan peningkatan mutu lingkungan alamiah. Menurut Bengen (2002) agar supaya ekosistem
dan sumberdaya dapat berperan secara optimal dan berkelanjutan maka diperlukan upaya –
upaya perlindungan dari berbagai ancaman degradasi yang dapat ditimbulkan dari berbagai
aktivitas pemanfaatan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Konservasi hutan tropis dilakukan dengan berbagai macam tujuan (Sunderlin dan
Resosudarmo, 1997), sehingga menghasilkan berbagai macam tutupan lahan dan dengan
luas yang berbeda-beda. Sebagai masyarakat petani tradisonal disumatra dan Kalimantan
melakukan pertanijan dengan system perladangan berpindah ; mereka membuka hutan
untuk ditanami tanaman pangan dan kemudian meninggalkannya pada saat sudah kurang
produktif. Ketika industry perkayuan digalakan, perusahan-perusahan pemegang HPH
(hutan pengusahaan hutan) turut membuka hutan untuk mengekstrasi kayunya. Kebutuhan
kayu, minyak sawit, karet dan tanaman industry lainya turut mengkonvesi hutan menjadi
lahan-lahan perkebunan dan tanaman keras. Program trasmigrasi turut juga mendorong
konversi hutan diluar pulau jawa.selain konversi yang diakibatkan manusia, konversi lahan
bisa terjadi secara alami dengan adanya kebakaran hutan yang sudah sering terjadi.
Metode
Metode yang digunakan adalah metode survey, metode ini dilakukan untuk
memperoleh data tentang fakta dan gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual
yang terjadi di kawasan konservasi melalui wawancara langsung dengan daftar pertanyaan
yang telah disediakan sebelumnya.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut :
a. Teknik observasi (pengamatan) : teknik ini dilakukan untuk mendapatkan deskripsi
secara umum mengenai keadaan atau kondisi kawasan konservasi.
b. Teknik interview (wawancara) : untuk mendapatkan data primer maka menggunakan
teknik wawancara semi-terstruktur (semi structured interview) yakni wawancara yang
pelaksanaannya lebih bebas dan menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka yang
dilakukan secara porpusive dengan narasumber atau responden yang dianggap paling
banyak mengetahui hal-hal yang menyangkut kawasan konservasi cagar alam Panua.
c. Kuesioner : untuk mendapatkan data primer digunakan kuesioner sebagai alat untuk
mengukur. Respondennya adalah masyarakat sekitar kawasan, pemerintah setempat dan
unsur dinas yang terkait dalam hal ini pengelola kawasan konservasi (BKSDA).
Skala pengukuran
Data yang diperoleh dari kuesioner adalah data ordinal yang mengukur tingkatan
atau gradasi dari sangat positip sampai sangat negatif. Untuk keperluan analisis kuantitatif,
maka jawaban dapat diberi skor, misalnya :
1. Sangat setuju/sangat tahu/sangat positif diberi skor 4
2. Setuju/tahu/positif diberi skor 3
3. Tidak setuju/cukup tahu/ tidak pernah/negatif diberi skor 2
4. Sangat tidak setuju/tidak tahu/tidak pernah diberi skor 1
Data yang diperoleh di olah dengan membuat prosentase perhitungan skor dari
kuisioner, selanjutnya hasil prosentase tersebut dianalisis dan dideskripsikan dengan
mengaitkan pada teori-teori maupun referensi yang terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Barbour, M.G., J.H. Burk, and W.D. Pitts. 1987. Terresterial plant ecology. 2nd ed.
Benjamin/Cummings. Callifornia
Bengen, D.G. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut Serta Prinsip
Pengelolaannya. PKSPL. IPB. Bogor.
Fachrul., Melati Ferianita. 2007. Metode sampling bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.
Odum, E.P., 1983. Basic Ecology. Saunders College Publishing, New York.