Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang
banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu sumber daya air
tersebut harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia
dan makhluk hidup lainnya. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus
dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi
sekarang dan generasi mendatang (Nugroho, 2008). Salah satu sumber air yang
banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan makhluk
hidup lainnya yaitu sungai. Sungai merupakan ekosistem yang sangat penting bagi
manusia. Sungai juga menyediakan air bagi manusia baik untuk berbagai kegiatan
seperti pertanian, industri maupun domestik (Siahaan, dkk, 2011).
Berbagai sumber air yang dipergunakan untuk keperluan hidup dan kehidupan
dapat tercemar oleh berbagai sumber pencemaran. Limbah dari
makhluk hidup, seperti manusia, hewan, dan tumbuh-
tumbuhan dapat menjadi penyumbang pencemaran terhadap air
yang akan dipergunakan, baik untuk keperluan makhluk hidup maupun
untuk keperluan kehidupan yang lain. "keberadaan zat-zat beracun atau
muatan bahan organik yang berlebih akan meimbulkan gangguan
terhadap kualitas air. Keadaan ini a k a n m e n y e b a b k a n o k s i g e n
t e r l a r u t d a l a m a i r b e r a d a p a d a k o n d i s i y a n g k r i t i s , a t a u merusak
kadar kimia air.
Rusaknya kadar kimia air tersebut akan berpengaruh terhadap fungsi dari
air itusendiri. Sebagaimana diketahui bahwa oksigen memegang peranan penting
sebagaiindikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses
oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga
menentukan kegiatan biologis yang dilakukan oleh organisme aerobik atau

1
anaerobik. Sebagai pengoksidasi dan pereduksi bahan kimia beracun menjadi
senyawa lain yang lebih sederhana dan tidak beracun Dengan oksigen yang
terlarut di dalam air organik yang ada di dalam air, makin sedikit sisa
kandungan oksigen yang terlarut di dalamnya (Agnes Anita, 2005).
D0 (Dissolved oxygen) atau oksigen terlarut juga dapat dijadiakn
salah satuindikator apakah di perairan tersebut tercemar atau tidak.
Oksigen terlarut adalah jumlah oksigen dalam miligram yang terdapat
dalam satu liter air (ppt). 0ksigen terlarutumumnya berasal dari difusi
udara melalui permukaan air, aliran air masuk, air hujan,dan hasil dari
proses fotosintesis plankton atau tumbuhan air. Standar DO dalam air
limbah menurut peraturan pemerintah No. 82 tahun 2001 yang di
perbolehkan adalah minumal 0 mg/l serta maksimal yang di
perbolehkan yaitu 6 mg/l. Distribusi D0 secaravertikal dipengaruhi
oleh gerakan air, proses kehidupan di laut, dan secara kimia oksigen
dipakai untuk respirasi, yaitu proses p enguraianzat-zat organik yang
membutuhkan oksigen (Supangat, 2000:57).
Salah satu parameter kimia yang ada di dalam parairan yaitu gas
karbondioksida (CO2) yang dipengaruhi kualitas air. Ketersediaan gas ini
dalam perairan jumlahnya lebih sehingga akan mempengaruhi organisme-
organisme yang melakukan proses respirasi sedangkan kekurangan gas ini akan
mempengaruhi organisme dalam proses fotosintesis. Karbondioksida (CO 2) tidak
bertambah banyak pada kedalaman yang lebih besar kecuali di lapisan dekat
dengan dasar, demikian pula dengan pH. Karena Kalsium karbonat yang
diendapkan didaerah trophogenic jatuh perlahan-lahan ke dasar dan bertemu
dengan karbondioksida (CO2) agresif didaerah tropholytic, serta menambah
kosentrasinya di lapisan bawah (Barus, 2002). Untuk mengetahui kadar
karbondioksida (CO2) diperlukan metode pengukuran konsenterasi larutan
menggunakan metode titrasi (titrasi asam-basa) yaitu dengan penambahan
indikator.
Rusaknya sifat kimia air tersebut akan berpengaruh terhadap
fungsi dari air itu sendiri. Sebagaimana bahwa oksigen memegang

2
peran penting terhadap kualitas perairan, karena oksigen terlarut
berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik serta
anorganik dalam merubah bahan kimia beracun menjadi senyawa
yangtidak beracun. Apabila semakin sedikit kandungan oksigen di
dalam air, maka nilai COD semakin besar. Besarnya nilai COD di
perairan maka indikator seberapa besar pencemaran air yang
disebabkan oleh limbah domestik. Karena itu air yang biasa dipakai
haruslah rendah kadar COD nya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara menentukan nilai DO, CO2 bebas dengan cara volumetri?
2. Bagaimana cara menentukan nilai COD dengan cara Refluks tertutup
secara volumetri?
3. Bagaimana cara pengukuran parameter fisik (suhu, pH, TDS) pada sampel
air?

1.3 Tujuan Praktikum


1. Untuk mengetahui nilai kandungan DO, dan CO2 bebas secara volumetri.
2. Untuk mengetahui nilai kandungan COD Refluks tertutup secara
volumetri.
3. Untuk mengetahui hasil pengukuran parameter fisik (suhu, pH, TDS) pada
sampel air.

1.4 Manfaat Praktikum


Manfaat ini bagi mahasiswa adalah mampu melakukan prosedur kerja
praktikum dalam penentuan kadar DO, CO2 bebas serta parameter fisik
(suhu, pH, TDS) dari sampel air sungai, dan air kran dan juga penentuan
kadar COD dari air limbah cucian steam.

3
BAB II

METODE PRAKTIKUM

2.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan dengan dua tahap, yaitu pengambilan data
secara langsung dan pengujian di laboratorium. Pengambilan sampel pertama
dilakukan pada tanggal 2 Febuari 2019 di lokasi kamar mandi wanita Gedung B
lantai 3 STT Pelita Bangsa yaitu berupa air kran dari washtafel dan pada tanggal 9
Februari 2019 di lokasi Perum Bumi Cikarang Asri Desa Ciantra Kec. Cikarang
Selatan berupa air limbah bekas cucian steam.

Gambar 2.1 Pengambilan sample air kran.

Gambar 2.2 Pengambilan air limbah cucian steam

2.2 Metode Sampling dan Pengujian

4
Metode yang dilakukan saat pengambilan sampel dengan cara Grab
sampling yaitu air kran yang setelah beberapa saat dialirkan dimasukkan ke dalam
botol kaca untuk dibilas minimal 3 kali bilasan dan dimasukkan secara penuh dan
langsung ditutup, air sumur dan air limbah cucian steam. Dalam pengujian sampel
untuk penetapan COD, O2 terlarut (DO) dan CO2 dilakukan secara volumetri.

2.3 Alat dan Bahan


2.3.1 Alat Sampling
1. Botol 500 liter
2. Sarung tangan
3. Kamera HP

2.3.2 Alat Pengujian Sampel


1. Tabung kultur 16 x 100 mm
2. Gelas ukur 100 mL
3. Mikroburet
4. Pipet volumetrik
5. Pipet ukur
6. Magnetik Stirrer
7. Thermoreaktor
8. Labu Erlenmeyer 100 mL dan 250 mL
9. Gelas kimia 100 mL dan 250 mL
10. Gelas ukur 50 mL dan 100 mL
11. pH meter
12. TDS meter
13. Buret 25 mL
14. Botol Wingkler
15. Thermometer

2.3.3 Bahan
1. Air kran

5
2. Air sumur
3. Air limbah bekas cucian steam
4. Larutan H2SO4 (asam sulfat) pekat
5. Larutan K2Cr2O7 (kalium dikromat)
6. Larutan Fe(NH4)2(SO4)6H2O (ferro ammonium sulfat)
7. Aquades
8. Larutan MnSO4 (mangan sulfat)
9. Larutan Na2CO3 (natrium bikarbonat)
10. Larutan Na2S2O3 (natrium tiosulfat)
11. Larutan pereaksi alkali iodida azida
12. Indikator phenolphthalein
13. Indikator amilum/kanji
14. Indikator ferroin

2.4 Intruksi Kerja Praktikum


2.4.1 Intruksi Kerja Penentuan Oksigen Terlarut, CO2, COD dan
Parameter Fisik
Sebelum melakukan pengujian, pastikan alat yang akan di gunakan telah
terkalibrasi.
1. Pengukuran pH, suhu dan TDS
 Siapkan sampel yang akan dilakukan pengukuran.
 Siapkan aquades sebelum melakukan pengamatan.
 Siapkan Thermometer, TDS meter pH meter.
 Masukan semple air kran, sumur dan limbah cucian steam ke dalam
masing-masing gelas kimia sebanyak 100 ml
 TDS meter, pH meter, Thermometer dicelupkan dahulu ke dalam
aquades sebelum melakukan pengukuran, kemudian dikeringkan
dengan tissue atau kertas isap.
 Masukkan TDS meter, pH meter, Thermometer ke dalam semple air
yang telah disiapkan. Lakukan pengecekan secara bergantian dan
kemudian amati.

6
 Setelah selesai pengamatan dan mendapatkan nilai konstan maka ambil
alat pengukur tersebut dan kemudian dibilas kembali dengan
mengunakan aquades.

2. Penentuan Oksigen Terlarut


 Masukkan sampel ke dalam botol Wingkler sesuai dengan ukuran 250
mL.
 Larutkan 1 mL MnSO4 dan 1 mL Alkali Iodida Azida di atas
permukaan sampel dengan menggunakan ujung pipet ukur.
 Homogenkan campuran larutan sampai membentuk gumpalan.
 Diamkan larutan sampai mengendap selama 10 menit.
 Tambahkan cairan 1 mL H2SO4 pekat, kemudian tutup dan
homogenkan sampai larutan endapan terlarut sempurna.
 Ambil 50 mL larutan dengan menggunakan pipet ukur atau gelas ukur,
kemudian masukan ke dalam Labu Erlenmeyer 250 mL.
 Langkah selanjutnya titrasi menggunakan larutan baku Na2S2O3
dengan indikator amilum/kanji hingga warna biru sampai hilang dan
berubah menjadi jernih.
Rumus perhitungan :
ml Na2 S 2O 3 X N Na 2 S 2 O3 X 8000 X F
Kadar O2 terlarut (mg/L) =
50
3. Penentuan CO2 Bebas
 Masukan sampel air ke dalam labu Erlenmeyer sebanyak 50 mL
 Tambahakan larutan indikator Phenolpthalein sebanyak 3-5 mL hingga
berubah warna merah. Apabila tidak terjadi perubahan warna, maka di
lanjutkan ke proses titrasi.
 Proses titrasi dengan larutan baku Na2CO3 hingga berwarna merah
sangat muda.
 Kemudian catat sebelum dan sesudah pemakain Natrium Bikarbonat
sesuai dengan pemakaian (mL).
Rumus perhitungan :

7
1000 x ml Na2 CO 3 X N Na2 CO 3 X BE CO 2
Kadar CO2 (mg/L) =
50

4. Penentuan COD
 Sebelum memakai peralatan sebaiknya bilas dahulu dengan H2SO4
20% guna mencegah kontaminasi.
 Tambahkan 1,5 mL larutan K2Cr2O7 0.01667 M
 Kemudian larutkan 3,5 mL pereaksi Asam Sulfat.
 Selanjutnya sampel yang telah dihomogenkan dengan pereaksi,
kemudian di panaskan ke dalam alat Thermoreaktor selama 2 jam
pemanasan dengan suhu konstan 150°C.
 Kemudian dinginkan dalam suhu ruang.
 Saat pemindahan diusahakan hati-hati ke dalam labu Erlenmeyer 100
mL.
 Setelah dituang, tabung kultur dibilas dengan aquades sebanyak 50 mL
dan bilasan dituang ke labu Erlenmeyer yang berisi sampel.
 Langkah selanjutnya tambahkan 1-2 tetes dengan indikator Ferroin.
 Kemudian Titrasi dengan larutan FAS 0.1 M, jika sudah homogen dan
terjadi perubahan warna yang sebelumnya hijau kebiruan menjadi
merah kecoklatan maka tritrasi dihentikan.
 Amati volume pemakaian FAS yang di gunakan dan catat.
Rumus perhitungan :
( A−B ) X M FAS X 8000
mg COD/L = x fp
ml sample
Dimana :
A : ml FAS untuk blanko
B : ml FAS untuk sampel
Fp : Faktor pengenceran.

8
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Pengukuran Suhu, pH, dan TDS


Prinsip percobaan:
a. pH dari suatu sampel air dapat ditentukan dari konsentrasi ion H+ sampel
tersebut yang diukur oleh elektroda pembanding yang terdapat pada alat
pH meter.
b. Suhu dari suatu sampel air dapat ditentukan oleh elektroda (air raksa) yang
terdapat pada alat termometer.
c. Partikel terlarut dari suatu sampel air dapat ditentukan oleh beda potensial
listrik pada TDS meter, maka pada konduktor tersebut akan mengalirkan
arus listrik. Konduktansi suatu sampel akan sebanding dengan konsentrasi
partikel-partikel dalam sampel tersebut.

Berdasarkan dari hasil pengamatan kualitas air dari sample yang di amati sebagai
berikut :

Hasil pegukuran
NO Nama Sample TDS
Suhu (°C) pΗ
(ppm)
1 Air Kran 26 7.6 227
2 Air sumur 20 7.5 133
3 Air cucian steam  -  -  -

Hasil Pengamatan Berdasarkan Suhu, pH, dan TDS:

9
Tabel 3.1 Hasil pengamatan Suhu, pH, dan TDS
Pembahasan:
a. Pada pengamatan parameter fisik pada sampel, instrumentasi alat seperti
pH meter, thermometer, dan TDS meter harus terkalibrasi terlebih dahulu
agar pengamatan pada sampel mendapatkan hasil yang akurat.
b. Pada pengamatan parameter fisik pada sampel, instrumentasi alat seperti
pH meter, thermometer, dan TDS meter harus dibilas terlebih dahulu
dengan aquades agar tidak ada kontaminasi saat dicelupkan pada sampel.

3.2 Pengamatan Oksigen Terlarut


Sampel air setelah ditambahkan dengan larutan MnSO4 dan pereaksi
Alkali Iodida Azida, nampak ada perubahan warna yang sebelumnya jernih
berubah menjadi kuning kecoklatan disertai dengan endapan. Setelah itu
penambahan H2SO4 dan homogenkan, endapan menghilang. Dilanjutkan proses
titrasi iodometri dengan di larutkan indikator kanji sampai berubah warna dari
biru menjadi biru tepat menghilang.

Prinsip percobaan:
Sejumlah tertentu oksigen dalam air direaksikan dengan Mn2+ dalam
suasana basa, MnO2 yang terbentuk direduksi oleh KI berlebih, I 2 yang terbentuk
yang ekivalen dengan MnO2 serta O2 dititrasi dengan Na2S2O3 standar dengan
bantuan indikator amylum sampai warna biru tepat hilang. Pada Titik Ekuivalen,
mEk I2 = mEk MnO2 = mEk O2 = mEk S2O32-, sehingga kadar oksigen dapat
dihitung.

Persamaan reaksi:
MnSO4(aq) + 2KOH(aq) → Mn(OH)2(s) + K2SO4(aq)
2Mn(OH)2(s) + O2(aq) → 2MnO2(s) + 2H2O(l)
MnO2(s) + 2I-(aq) + 4H+(aq) → Mn2+(aq) + I2(aq) + 2H2O(l)
I2(aq) + amylum(aq) → I2amyl(aq)
I2amyl(aq) + 2Na2S2O3(aq) → Na2S4O6(aq) + 2NaI(aq) +amylum(aq)

10
Perhitungan hasil pengamatan penentuan Oksigen terlarut pada air kran:
ml Na2 S 2O 3 X N Na 2 S 2 O3 X 8000 X F
Kadar DO (mg/L) =
50
ml 1.4 x 0.025 N x 8000 x 1,008
=
50
= 5.6336 mg/L O2 terlarut
Perhitungan hasil pengamatan penentuan Oksigen terlarut pada air sumur:
ml Na2 S 2O 3 X N Na 2 S 2 O3 X 8000 X F
Kadar DO (mg/L) =
50
ml 0.3 x 0.025 N x 8000 x 1,008
=
50
= 1.2096 mg/L O2 terlarut

Perhitungan penggunaan larutan dalam proses penentuan Oksigen terlarut


v gelas Wingkler 300
F = = = 1.008
v gelas Wingkler−(v alkaliiodida+ v MnSO 4 ) 300−2

Pembahasan:
a. Saat akan menutup botol Winkler yang berisi sampel air tersebut tidak
boleh ada gelembung udara sedikit pun karena gelembung tersebut
mengandung oksigen, sehingga kadar yang dihasilkan tidak akan benar-
benar akurat.
b. Fungsi penambahan larutan H2SO4 untuk memberikan suasana asam.
c. Penambahan indikator amylum dilakukan saat mendekati titik akhir
bertujuan agar amylum tidak membungkus Iodium karena akan
menyebabkan warna TA sulit terlihat.
d. Penambahan pereaksi larutan MnSO4 dan Alkali Iodida Azida berfungsi
untuk membentuk endapan MnO2.
e. Penambahan pereaksi Alkali Iodida Azida berfungsi untuk membentuk
senyawa iodium dalam sampel.

11
f. Komposisi Alkali Iodida Azida adalah KOH yang berfungsi sebagai
pemberi suasana basa agar Mn2+ dapat mengendap, KI berfungsi untuk
pereduksi MnO2 dan juga membebaskan I2 yang akan dijadikan dasar
perhitungan konsentrasi O2.
g. F adalah faktor volume botol dibagi volume botol dikurangi dengan
jumlah volume penambahan larutan pereaksi yaitu MnSO4 dan Alkali
Iodida Azida.

3.3 Pengamatan CO2 Bebas


Sampel air setelah ditambahkan dengan indikator phenolphtalein dan bila
tidak terjadi perubahan warna selanjutnya dilakukan proses titrasi asam basa
dengan larutan baku Na2CO3 sampai berubah warna dari tidak berwarna menjadi
merah sangat muda.

Prinsip percobaan:
Sejumlah tertentu karbondioksida yang bersifat asam dan larut dalam air
dititrasi dengan natrium karbonat standar dengan bantuan indikator phenolphtalein
hingga warna merah sangat muda sehingga terjadi reaksi netralisasi maka mek
NaHCO3 = mek CO2

Persamaan reaksi:
CO2 (g) + H2O (l) + Na2CO3 (aq) → 2NaHCO3 (aq)

Perhitungan hasil pengamatan CO2 bebas pada air kran:


1000 x ml Na2 CO 3 x N Na2 CO 3 X BECO 2
Kadar CO2 (mg/L) =
50
1000 X 1,2 X 0.01 X 44
=
50

12
= 10.56 mg/L CO2

Perhitungan hasil pengamatan CO2 bebas pada air sumur:


1000 x ml Na2 CO 3 x N Na2 CO 3 X BECO 2
Kadar CO2 (mg/L) =
50
1000 X 0.9 X 0.01 X 44
=
50
= 7.92 mg/L CO2
Pembahasan:
a. Bila saat ditambahkan indikator phenolpthalein sampel air berubah warna
menjadi merah muda itu artinya sampel tersebut bersifat basa dan tidak
mengandung CO2 bebas.
b. Semakin kecil derajat keasaman suatu sampel air, maka makin besar angka
pH, dan makin kecil kandungan CO2 bebas.
3.4 Pengamatan COD
Berdasarkan pengamatan sampel air cucian steam yang ditambahkan
larutan K2Cr207 dan pereaksi asam sulfat dan dilakukan pemanasan, sampel yang
nampak berwarna hijau kebiruan. Setelah itu cairan di tambahkan 2 tetes indikator
Ferroin dan di tritrasi dengan larutan FAS 0.1 M, Larutan mengalamai perubahan
warna yang semula hijau kebiruan menjadi merah kecoklatan.

Prinsip percobaan:
Zat organik dalam sampel air dioksidasi oleh larutan K2Cr2O7 standar
berlebih dalam suasana asam dan panas. Kemudian K 2Cr2O7 sisa dititrasi dengan
larutan (NH4)2Fe(SO4)2 oleh bantuan indikator ferroin sampai terjadi perubahan
warna dari biru hijau menjadi merah kecoklatan.

Persamaan reaksi:
CaHbOc (aq) + Cr2O72- berlebih (aq) + H+ (aq) → CO2 (g) + H2O (l) + Cr3+ (aq)
Cr2O72- (aq) + 6Fe2+ (aq) + 14H+ (aq) → Cr3+ (aq) + 7H2O (l) + 6Fe2+ (aq)
Fe2+(aq) + 3Ph(aq) → [ FePh3 ]2+(aq)

13
Perhitungan hasil pengamatan penentuan COD pada air limbah cucian :
( A−B ) X M FAS X 8000
mg COD/L = x fp
ml sampel
( 1.30−0.80 ) x 0.1 M X 8000
= X 10
2.50
= 1600 mg/L

Pembahasan:
a. Penambahan pereaksi K2Cr2O7 digunakan sebagai oksidator selama proses
oksidasi berlangsung.
b. Fungsi penambahan H2SO4 bertujuan untuk memberikan suasana asam
pada reaksi pengoksidasian oleh K2Cr2O7 dan mempercepat reaksi pada
senyawa organik yang lambat reaksinya.
c. Pada proses pemanasan digunakan dalam sistem refluks untuk
menghindari berkurangnya volume sampel akibat penguapan air.
d. Fungsi pendinginan setelah proses refluks adalah untuk memperoleh
kesetimbangan pada larutan.
e. Blanko dilakukan untuk mengkoreksi kesalahan analisis oleh larutan
K2Cr2O7.

14
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengambilan sampel air kran, air sumur dan air limbah cucian
steam telah dilakukan percobaan praktikum ini dengan sampel yang telah di
tentukan dan telah diketahui nilai suhu 24°C, pH 7.6, TDS 227 ppm, kadar DO =
5.6336 mg/L, CO2 bebas = 10.56 mg/L, COD = 1600 mg/L. Dari hasil pengujian
tersebut dibandingkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Dan
Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi semua parameter uji
pada air kran sesuai dengan standar baku yang telah ditetapkan. Dan hasil
pengujian air limbah dibandingkan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.68/Menlhk-Setjen/2016 Tentang
Baku Mutu Air Limbah Domestik hasil uji COD tidak sesuai yakni jauh lebih
besar dari standar baku mutu yang telah ditetapkan. Hal itu bisa diakibatkan
karena sampel limbah yang dimbil adalah air limbah langsung bekas pencucian

15
steam, kemungkinan tidak dilakukan pengenceran terlebih dahulu sehingga
kadarnya akan lebih kecil.

4.2 Saran
Bagi masyarakat lebih sadar pentingnya merawat air sungai, air sumur
agar tidak tercemar limbah yang dapat merusak kualitas air. Pihak pengelola
perumahan seharusnya juga mempertimbakan masalah limbah domestik
khususnya pembuangan ke saluran drainase. Dan pihak industri pun juga sebelum
melakukan pembuangan limbah ke lingkungan atau badan air sebaiknya dilakukan
pengolahan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

Anita, Agnes. 2005. Perbedaan Kadar COD, BOD, TSS, dan MPN Pada
Coliform pada Air Limbah Sebelum dan Sesudah Pengolahan di RSUD
Nganjuk. Jurnal Kesehatan Lingkungan.

Barus T. A. 2002.  Pengantar Limnologi.  USU-Press.  Medan.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017. Standar


Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk
Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, Dan
Pemandian Umum. Jakarta.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor


P.68/Menlhk-Setjen/2016. Baku Mutu Air Limbah Domestik. Jakarta.

Supangat, Agus. 2000. Pengantar Oseanografi. Institute Teknologi Bandung:


Bandung.

16
17

Anda mungkin juga menyukai