Air merupakan sumberdaya alam yang mempunyai fungsi sangat penting bagi
kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya serta sebagai modal dasar dalam
pembangunan. Dengan perannya yang sangat penting, air akan mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh kondisi/komponen lainnya. Air dibutuhkan oleh organ tubuh
manusia untuk melangsungkan metabolisme, sistem asimilasi, menjaga
keseimbangan cairan tubuh, memperlancar proses pencernaan, melarutkan dan
membuang racun dari ginjal. Air yang cukup dan layak masuk ke dalam tubuh
akan membantu berlangsungnya fungsi tersebut dengan sempurna. Kualitas air
secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan dengan suatu
kegiatan atau keperluan tertentu. Dengan demikian kualitas air akan berbeda dari
suatu kegiatan ke kegiatan lain.
Dumai terletak di ujung timur Provinsi Riau, di pantai timur Pulau Sumatera.
Kota ini berbatasan langsung dengan Malaysia. Menurut data Badan Pusat
Statistik tahun 2020, populasi Dumai sekitar 255.000 jiwa. Desa Purnama
menjadi salah satu desa di Dumai, dan sebagian besar wilayahnya berupa perairan,
baik berupa sungai maupun laut. Kondisi ini memberikan kesempatan bagi
masyarakat setempat untuk menggantungkan hidup mereka dari hasil bumi dan
sumber daya perairan. Perairan di Desa Purnama memiliki fungsi dan peran
penting bagi masyarakat, seperti untuk sumber air bersih, transportasi, tempat
mencari ikan dan udang, serta wisata alam.
Kualitas air yang buruk dapat berdampak negatif pada kesehatan manusia,
lingkungan perairan, serta keberagaman hayati di dalamnya. Oleh karena itu,
pemantauan dan pengelolaan kualitas air yang baik menjadi sangat penting untuk
melindungi dan menjaga keberlanjutan sumber daya air kita serta memastikan
ketersediaan air yang bersih dan aman bagi kehidupan manusia dan ekosistem.
3.1 Hasil
Hasil yang di dapat pada praktikum lapangan maupun praktikum di laboratorium
yaitu:
Table 2. Hasil yang didapat
No. Parameter kualitas air Nilai
1. Suhu 33,7
2. PH 5,5
3. Salinitas 0
4. DO 4,8 mg/l
5. COD 37,024
3.2 Pembahasan
3.2.1 Suhu
Sesuai dengan hasil penelitian dalam perairan gambut mencapai 33 derajat
Celsius, maka hal ini dapat memicu beberapa peristiwa dalam sistem gambut.
Peningkatan suhu akan meningkatkan laju penguapan air dari perairan gambut.
Hal ini dapat menyebabkan penurunan volume air yang tersedia di dalam gambut,
yang dapat mempengaruhi ketersediaan air bagi tumbuhan dan hewan di
lingkungan tersebut. Suhu yang tinggi dapat mempercepat reaksi kimia dalam air
gambut, termasuk reaksi antara asam humat dan asam fulvat yang terkandung di
dalamnya. Hal ini dapat menyebabkan perubahan pH air gambut, yang dapat
berdampak pada organisme yang hidup di dalamnya. Pertumbuhan alga dan
bakteri yang lebih cepat.
3.2.2 PH
Pada hasil penelitian derajat keasaman PH pada air sungai gambut di desa
purnama, Dumai bernilai 5,5. Dengan didapatnya hasil praktikum 5,5 maka
kondisi perairan pada saat penelitian kualitas air baik untuk kehidupan biota air
gambut.
3.2.3 Salinitas
Dari hasil praktikum limnologi yang didapat pada pengukuran salinitas yaitu 0
ppt. Dari kondisi ini dapat disimpulkan bahwa air sungai joyo sukro metro adalah
tawar. Menurut Ali mataralim (2004), salinitas sendiri yaitu: secara ideal, salinitas
merupakan jumlah dari seluruh garam dalam gram pada setiap Kilogram air laut.
3.2.4 COD
COD atau Chemical Oxygen Demand merupakan parameter yang digunakan
untuk mengukur kandungan bahan organik terlarut dalam air atau air limbah.
Jumlah COD yang tinggi dalam perairan gambut dapat mengindikasikan adanya
pencemaran atau degradasi lingkungan. Nilai COD yang dianggap baik atau buruk
tergantung pada tujuan penggunaannya. Namun, berdasarkan standar kualitas air
limbah di Indonesia, batas COD yang diperbolehkan untuk air limbah domestik
adalah maksimal 100 mg/L. Hasil COD pada praktikum 37,024 mg/L, maka
angka ini jauh melebihi batas COD yang diperbolehkan untuk air limbah domestik
dan dapat mengindikasikan adanya pencemaran atau degradasi lingkungan yang
signifikan.
Dalam konteks perairan gambut, nilai COD yang tinggi dapat disebabkan oleh
aktivitas manusia seperti penebangan hutan, pembakaran lahan, atau penggunaan
pupuk dan pestisida yang berlebihan. Peningkatan COD dapat mempengaruhi
kesehatan ekosistem perairan gambut, termasuk menyebabkan penurunan populasi
organisme hidup di dalamnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pengelolaan
lingkungan yang baik untuk mengurangi jumlah COD dalam perairan gambut dan
menjaga kesehatan ekosistemnya.
3.2.5 DO
DO atau Dissolved Oxygen adalah parameter yang mengukur jumlah oksigen
yang terlarut dalam air. Nilai DO yang rendah dalam perairan gambut dapat
menunjukkan adanya pencemaran dan menurunkan kualitas air yang dapat
mengganggu kelangsungan hidup organisme di dalamnya.
Berdasarkan Standar Baku Mutu Air untuk Biota Air Hidup (Peraturan
Pemerintah No. 82 Tahun 2001), batas minimum nilai DO yang diperbolehkan
dalam perairan gambut adalah 4 mg/L. Jadi, jika nilai DO di perairan gambut
hanya sebesar 4,8 mg/L, maka angka ini masih di bawah batas minimum dan
perlu ditingkatkan untuk menjaga keseimbangan ekosistem perairan gambut.
IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa parameter-parameter kualitas air seperti suhu,
pH, COD, DO, dan lainnya sangat penting dalam mengevaluasi kualitas air. Data
hasil pengukuran parameter kualitas air dapat digunakan sebagai dasar untuk
menilai kondisi perairan dan mengidentifikasi potensi pencemaran atau degradasi
lingkungan. Nilai parameter kualitas air yang diukur perlu dibandingkan dengan
standar baku mutu air yang berlaku, baik nasional maupun internasional, untuk
menilai apakah perairan tersebut memenuhi kriteria yang ditetapkan. Jika nilai
parameter kualitas air melebihi batas yang diperbolehkan, maka tindakan
pengelolaan yang tepat perlu diambil untuk mengurangi atau menghilangkan
sumber pencemaran. Praktikum pengelolaan kualitas air dapat memberikan
pemahaman tentang pentingnya pemantauan dan pengelolaan kualitas air dalam
upaya menjaga keberlanjutan ekosistem perairan dan memastikan air yang
digunakan aman dan berkualitas.
4.2 Saran
Bagi praktikan perlu memperhatikan ketelitian dan keakuratan pengujian
baik dari teknik pengambilan sampel yang benar maupun pemberian berbagai
larutan yang terlibat guna mendapatkan hasil akhir nilai yang akurat.
Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pengelolaan kualitas air yang
baik melalui pendekatan partisipatif dan mengedukasi masyarakat, termasuk
mengurangi penggunaan bahan kimia berbahaya, mengurangi limbah, dan
menerapkan praktik yang ramah lingkungan. Menggali informasi dari sumber-
sumber literatur atau publikasi ilmiah terkait pengelolaan kualitas air untuk
memperdalam pemahaman tentang konsep dan praktik terbaru dalam pengelolaan
kualitas air. Dengan demikian, praktikum pengelolaan kualitas air dapat menjadi
langkah awal yang penting dalam memahami pentingnya pengelolaan kualitas air
yang berkelanjutan dan berkontribusi dalam menjaga keberlanjutan sumber daya
air yang kita miliki.
DAFTAR PUSTAKA
Iskandar, I., & Hermawan, R. (2014). Dissolved oxygen distribution in the peat
swamp forest of Raja Musa Forest Reserve, Selangor, Malaysia. Sains
Malaysiana, 43(1), 1-6.
Kusmana, C., Mutaqin, M. Z., & Hidayati, N. (2017). Pengaruh tingkat
pendidikan dan aktivitas masyarakat terhadap kualitas air Sungai Kayuara,
Sumatera Barat. Journal of Applied Geospatial Information, 1(2), 99-108.
Sukmara, F., & Ratnawati, R. (2018). Perubahan Kualitas Air pada Waduk Darma
Kota Palembang. Jurnal Biologi, 6(1), 1-8.
Umayah, A., Tuhumury, S. C., & Kastanya, A. (2017). Analisis Kualitas Air
Sungai di Kota Tomohon. Agri-Socioeconomic Journal, 13(2), 101-108.
Hooijer, A., Page, S., Canadell, J. G., Silvius, M., Kwadijk, J., Wösten, H., &
Jauhiainen, J. (2010). Current and future CO2 emissions from drained peatlands in
Southeast Asia. Biogeosciences, 7(5), 1505-1514.
Murdiyarso, D., Hergoualc'h, K., Verchot, L. V., & Lebel, L. (2010). Effects of
land use change on carbon emissions in tropical peatlands. In Managing the
Wetland Resource (pp. 1-21). Springer, Dordrecht.
Takahashi, F., & Morita, Y. (2013). Impacts of land use and land cover change on
soil organic carbon stocks in the tropical peat swamp forests of Kalimantan,
Indonesia. Environmental Research Letters, 8(2), 025013.
Wösten, J. H., Clymans, E., Page, S. E., Rieley, J. O., & Limin, S. H. (2008).
Peat–water interrelationships in a tropical peatland ecosystem in Southeast Asia.
Catena, 73(2), 212-224.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Alat dan bahan
H2SO4
Lampiran 2. Dokumentasi selama praktikum