Anda di halaman 1dari 11

I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Air merupakan sumberdaya alam yang mempunyai fungsi sangat penting bagi
kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya serta sebagai modal dasar dalam
pembangunan. Dengan perannya yang sangat penting, air akan mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh kondisi/komponen lainnya. Air dibutuhkan oleh organ tubuh
manusia untuk melangsungkan metabolisme, sistem asimilasi, menjaga
keseimbangan cairan tubuh, memperlancar proses pencernaan, melarutkan dan
membuang racun dari ginjal. Air yang cukup dan layak masuk ke dalam tubuh
akan membantu berlangsungnya fungsi tersebut dengan sempurna. Kualitas air
secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan dengan suatu
kegiatan atau keperluan tertentu. Dengan demikian kualitas air akan berbeda dari
suatu kegiatan ke kegiatan lain.

Dumai terletak di ujung timur Provinsi Riau, di pantai timur Pulau Sumatera.
Kota ini berbatasan langsung dengan Malaysia. Menurut data Badan Pusat
Statistik tahun 2020, populasi Dumai sekitar 255.000 jiwa. Desa Purnama
menjadi salah satu desa di Dumai, dan sebagian besar wilayahnya berupa perairan,
baik berupa sungai maupun laut. Kondisi ini memberikan kesempatan bagi
masyarakat setempat untuk menggantungkan hidup mereka dari hasil bumi dan
sumber daya perairan. Perairan di Desa Purnama memiliki fungsi dan peran
penting bagi masyarakat, seperti untuk sumber air bersih, transportasi, tempat
mencari ikan dan udang, serta wisata alam.

Meskipun memiliki kegunaan yang sangat penting, perairan di Desa Purnama


mengalami masalah pencemaran air dan kerusakan lingkungan, seperti akibat
limbah industri, limbah domestik, dan penggunaan pestisida yang berlebihan. Hal
ini mengancam kesehatan masyarakat serta keberlangsungan hidup ikan dan
hewan laut di perairan tersebut. Polusi air dapat mencakup pencemaran kimia,
seperti logam berat, pestisida, zat organik, dan zat radioaktif. Selain itu,
pencemaran biologi juga dapat terjadi, seperti kontaminasi bakteri, virus, dan
parasit yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Peningkatan
suhu air, eutrofikasi (peningkatan nutrien), dan pendangkalan air juga dapat
mempengaruhi kualitas air.

Kualitas air yang buruk dapat berdampak negatif pada kesehatan manusia,
lingkungan perairan, serta keberagaman hayati di dalamnya. Oleh karena itu,
pemantauan dan pengelolaan kualitas air yang baik menjadi sangat penting untuk
melindungi dan menjaga keberlanjutan sumber daya air kita serta memastikan
ketersediaan air yang bersih dan aman bagi kehidupan manusia dan ekosistem.

1.2 Tujuan dan Manfaat


Praktikum pengolahan kualitas air bertujuan untuk memberikan pemahaman
dan pengalaman dalam melakukan pengolahan air secara langsung. Dalam
praktikum ini, peserta akan belajar mengenai teknik dan prosedur pengolahan air,
serta cara menilai kualitas air yang dihasilkan.
Dengan mempelajari pengelolaan kualitas air, kita menjadi lebih sadar akan
pentinnya air bersih sebagai sumber kehidupan. Serta dapat memahami bahwa air
yang baik dan aman untuk dikonsumsi sangat penting bagi kesehatan, dan dapat
mengurangi resiko terjadinya penyakit yang terkait dengan air tercemar
II METODOLOGI PRAKTIKUM

2.1 Waktu dan tempat


Waktu pelaksanaan praktikum lapangan dilaksanakan pada hari Sabtu, 18
Maret 2023 di salah satu perairan Desa Purnama, Dumai. Waktu pelaksanaan
praktikum Pengelolaan Kualitas Air dilaksanakan pada hari Kamis, 30 Maret
2023 pukul 14:00 sampai dengan selesai di Laboratorium Pengolahan Limbah
Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Riau.
2.2 Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum pengelolaan kualitas air
yaitu:
Table 1. Alat dan bahan yang digunakan saat praktikum
No. Alat Fungsi
1. Refraktometer Untuk mengukur salinitas air
2. PH Meter Untuk mengukur PH air
3. Thermometer Untuk mengukur suhu air
4. Erlenmeyer Sebagai wadah tempat pencampuran
5. Buret Untuk meneteskan sejumlah reagen cair dalam
eksperimen titrasi
6. Pipet tetes Untuk mengambil larutan
7. DO Meter Untuk menunjukkan kadar oksigen terlarut dalam
air
No. Bahan Fungsi
1. Aquades Membersihkan alat-alat laboratorium
2. Air sampel Air yang akan di analisis
3. Kalium dikromat Bahan titrasi
4. Asam sulfat Bahan titrasi
5. Ferro ammonium Bahan titrasi
sulfat

2.3 Metodelogi Praktikum


Adapun metode yang digunakan dalam praktikum ini dengan metode
pengamatan. Langsung ke lapangan, dan mengambil sampel air dan
pengamatannya atau pengidentifikasian dilakukan di laboratorium.

2.4 Prosedur kerja

2.4.1. Prosedur PH Meter


Siapkan pH meter beserta elektroda pH yang akan digunakan, cuci
elektroda pH dengan air murni dan keringkan dengan lembut menggunakan tisu
kering. Kalibrasi pH meter menggunakan larutan buffer pH 4.0 dan pH 7.0 atau
pH 10.0 (tergantung pada rentang pengukuran pH yang akan digunakan). Setelah
pH meter dikalibrasi, celupkan elektroda pH ke dalam larutan yang akan diukur.
Pastikan elektroda terendam sepenuhnya dan jangan menyentuh dinding wadah.
Biarkan elektroda merespon selama beberapa detik hingga nilai pH stabil,
kemudian baca dan catat hasil pengukuran pH.
2.4.2. Suhu air
Cara mengukur suhu perairan, thermometer dicelupkan kedalam air selama
kurang lebih dari 5 menit dan dicatat suhu yang ditunjukkan oleh skala
thermometer (posisi thermometer masih didalam air).
2.4.3. Oksigen terlarut (DO) dengan DO Meter
Pertama kta siapkan DO meter dan elektroda DO yang akan digunakan. Isi
tabung DO meter dengan larutan elektrolit yang sesuai dengan jenis elektroda
yang digunakan. Colokan elektroda ke dalam tabung elektrolit dan biarkan selama
beberapa menit untuk proses polarisasi. Setelah proses polarisasi selesai, pastikan
elektroda bersih dari kotoran atau zat-zat yang dapat mempengaruhi pengukuran
DO. Celupkan elektroda ke dalam cairan yang akan diukur, pastikan elektroda
terendam sepenuhnya dan tidak menyentuh dinding wadah. Biarkan elektroda
merespon selama beberapa detik hingga nilai DO stabil. Baca dan catat hasil
pengukuran DO pada layar DO meter. Setelah selesai pengukuran, bersihkan
elektroda DO dengan air murni dan keringkan dengan lembut menggunakan tisu
kering. Simpan elektroda pada larutan elektrolit yang sudah disediakan untuk
mempertahankan kinerjanya.
2.4.4. Salinitas
Siapkan refraktometer dengan larutan sampel yang akan dianalisis. Atur
refraktometer agar sesuai dengan skala Brix atau refraktif indeks (RI) yang akan
digunakan. Buka penutup lensa refraktometer dan letakkan satu atau dua tetes
cairan pada lensa tersebut. Tutup kembali penutup lensa dan tunggu beberapa
detik hingga cairan merespon pada lensa. Melalui jendela pandang, lihat skala
refraktometer dan baca nilai Brix atau RI yang terbaca pada skala tersebut. Catat
hasil pengukuran Brix atau RI yang didapat. Setelah selesai pengukuran,
bersihkan lensa refraktometer dengan air murni dan keringkan dengan lembut
menggunakan tisu kering. Simpan refraktometer di tempat yang aman dan kering
untuk menjaga kualitas dan kinerjanya.
2.4.5. Penentuan kadar COD
Sampel air dimasukkan kedalam Erlenmeyer sebanyak 10 ml, kemudian
ditambahkan 5 ml kalium dikromat 0,25N dan diaduk. Kemudian ditambahkan 15 ml
H2SO4 pekat, lalu tutup Erlenmeyer dengan gelas penutup dan dibiarkan selama 30 menit,
setelah itu diencerkan dengan menambahkan 7,5 ml aquades bebas ion dan diaduk.
Tambahkan 2-3 tetes indicator ferroin, kemudian dititrasi dengan FAS hingga terjadi
perubahan warna dari kuning oranye menjadi merah kecoklatan, setelah itu dibuat larutan
blanko dengan aquades sebanyak 10 ml.
III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Hasil yang di dapat pada praktikum lapangan maupun praktikum di laboratorium
yaitu:
Table 2. Hasil yang didapat
No. Parameter kualitas air Nilai
1. Suhu 33,7
2. PH 5,5
3. Salinitas 0
4. DO 4,8 mg/l
5. COD 37,024

No. Kondisi Keterangan


1. Iklim/cuaca Cerah
2. Warna Coklat kemerahan
3. Bau Tidak berbau
4. Aktivitas Pengukuran kualitas air

3.2 Pembahasan
3.2.1 Suhu
Sesuai dengan hasil penelitian dalam perairan gambut mencapai 33 derajat
Celsius, maka hal ini dapat memicu beberapa peristiwa dalam sistem gambut.
Peningkatan suhu akan meningkatkan laju penguapan air dari perairan gambut.
Hal ini dapat menyebabkan penurunan volume air yang tersedia di dalam gambut,
yang dapat mempengaruhi ketersediaan air bagi tumbuhan dan hewan di
lingkungan tersebut. Suhu yang tinggi dapat mempercepat reaksi kimia dalam air
gambut, termasuk reaksi antara asam humat dan asam fulvat yang terkandung di
dalamnya. Hal ini dapat menyebabkan perubahan pH air gambut, yang dapat
berdampak pada organisme yang hidup di dalamnya. Pertumbuhan alga dan
bakteri yang lebih cepat.
3.2.2 PH
Pada hasil penelitian derajat keasaman PH pada air sungai gambut di desa
purnama, Dumai bernilai 5,5. Dengan didapatnya hasil praktikum 5,5 maka
kondisi perairan pada saat penelitian kualitas air baik untuk kehidupan biota air
gambut.
3.2.3 Salinitas
Dari hasil praktikum limnologi yang didapat pada pengukuran salinitas yaitu 0
ppt. Dari kondisi ini dapat disimpulkan bahwa air sungai joyo sukro metro adalah
tawar. Menurut Ali mataralim (2004), salinitas sendiri yaitu: secara ideal, salinitas
merupakan jumlah dari seluruh garam dalam gram pada setiap Kilogram air laut.

3.2.4 COD
COD atau Chemical Oxygen Demand merupakan parameter yang digunakan
untuk mengukur kandungan bahan organik terlarut dalam air atau air limbah.
Jumlah COD yang tinggi dalam perairan gambut dapat mengindikasikan adanya
pencemaran atau degradasi lingkungan. Nilai COD yang dianggap baik atau buruk
tergantung pada tujuan penggunaannya. Namun, berdasarkan standar kualitas air
limbah di Indonesia, batas COD yang diperbolehkan untuk air limbah domestik
adalah maksimal 100 mg/L. Hasil COD pada praktikum 37,024 mg/L, maka
angka ini jauh melebihi batas COD yang diperbolehkan untuk air limbah domestik
dan dapat mengindikasikan adanya pencemaran atau degradasi lingkungan yang
signifikan.
Dalam konteks perairan gambut, nilai COD yang tinggi dapat disebabkan oleh
aktivitas manusia seperti penebangan hutan, pembakaran lahan, atau penggunaan
pupuk dan pestisida yang berlebihan. Peningkatan COD dapat mempengaruhi
kesehatan ekosistem perairan gambut, termasuk menyebabkan penurunan populasi
organisme hidup di dalamnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pengelolaan
lingkungan yang baik untuk mengurangi jumlah COD dalam perairan gambut dan
menjaga kesehatan ekosistemnya.
3.2.5 DO
DO atau Dissolved Oxygen adalah parameter yang mengukur jumlah oksigen
yang terlarut dalam air. Nilai DO yang rendah dalam perairan gambut dapat
menunjukkan adanya pencemaran dan menurunkan kualitas air yang dapat
mengganggu kelangsungan hidup organisme di dalamnya.
Berdasarkan Standar Baku Mutu Air untuk Biota Air Hidup (Peraturan
Pemerintah No. 82 Tahun 2001), batas minimum nilai DO yang diperbolehkan
dalam perairan gambut adalah 4 mg/L. Jadi, jika nilai DO di perairan gambut
hanya sebesar 4,8 mg/L, maka angka ini masih di bawah batas minimum dan
perlu ditingkatkan untuk menjaga keseimbangan ekosistem perairan gambut.
IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa parameter-parameter kualitas air seperti suhu,
pH, COD, DO, dan lainnya sangat penting dalam mengevaluasi kualitas air. Data
hasil pengukuran parameter kualitas air dapat digunakan sebagai dasar untuk
menilai kondisi perairan dan mengidentifikasi potensi pencemaran atau degradasi
lingkungan. Nilai parameter kualitas air yang diukur perlu dibandingkan dengan
standar baku mutu air yang berlaku, baik nasional maupun internasional, untuk
menilai apakah perairan tersebut memenuhi kriteria yang ditetapkan. Jika nilai
parameter kualitas air melebihi batas yang diperbolehkan, maka tindakan
pengelolaan yang tepat perlu diambil untuk mengurangi atau menghilangkan
sumber pencemaran. Praktikum pengelolaan kualitas air dapat memberikan
pemahaman tentang pentingnya pemantauan dan pengelolaan kualitas air dalam
upaya menjaga keberlanjutan ekosistem perairan dan memastikan air yang
digunakan aman dan berkualitas.
4.2 Saran
Bagi praktikan perlu memperhatikan ketelitian dan keakuratan pengujian
baik dari teknik pengambilan sampel yang benar maupun pemberian berbagai
larutan yang terlibat guna mendapatkan hasil akhir nilai yang akurat.
Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pengelolaan kualitas air yang
baik melalui pendekatan partisipatif dan mengedukasi masyarakat, termasuk
mengurangi penggunaan bahan kimia berbahaya, mengurangi limbah, dan
menerapkan praktik yang ramah lingkungan. Menggali informasi dari sumber-
sumber literatur atau publikasi ilmiah terkait pengelolaan kualitas air untuk
memperdalam pemahaman tentang konsep dan praktik terbaru dalam pengelolaan
kualitas air. Dengan demikian, praktikum pengelolaan kualitas air dapat menjadi
langkah awal yang penting dalam memahami pentingnya pengelolaan kualitas air
yang berkelanjutan dan berkontribusi dalam menjaga keberlanjutan sumber daya
air yang kita miliki.
DAFTAR PUSTAKA
Iskandar, I., & Hermawan, R. (2014). Dissolved oxygen distribution in the peat
swamp forest of Raja Musa Forest Reserve, Selangor, Malaysia. Sains
Malaysiana, 43(1), 1-6.
Kusmana, C., Mutaqin, M. Z., & Hidayati, N. (2017). Pengaruh tingkat
pendidikan dan aktivitas masyarakat terhadap kualitas air Sungai Kayuara,
Sumatera Barat. Journal of Applied Geospatial Information, 1(2), 99-108.
Sukmara, F., & Ratnawati, R. (2018). Perubahan Kualitas Air pada Waduk Darma
Kota Palembang. Jurnal Biologi, 6(1), 1-8.
Umayah, A., Tuhumury, S. C., & Kastanya, A. (2017). Analisis Kualitas Air
Sungai di Kota Tomohon. Agri-Socioeconomic Journal, 13(2), 101-108.
Hooijer, A., Page, S., Canadell, J. G., Silvius, M., Kwadijk, J., Wösten, H., &
Jauhiainen, J. (2010). Current and future CO2 emissions from drained peatlands in
Southeast Asia. Biogeosciences, 7(5), 1505-1514.
Murdiyarso, D., Hergoualc'h, K., Verchot, L. V., & Lebel, L. (2010). Effects of
land use change on carbon emissions in tropical peatlands. In Managing the
Wetland Resource (pp. 1-21). Springer, Dordrecht.
Takahashi, F., & Morita, Y. (2013). Impacts of land use and land cover change on
soil organic carbon stocks in the tropical peat swamp forests of Kalimantan,
Indonesia. Environmental Research Letters, 8(2), 025013.
Wösten, J. H., Clymans, E., Page, S. E., Rieley, J. O., & Limin, S. H. (2008).
Peat–water interrelationships in a tropical peatland ecosystem in Southeast Asia.
Catena, 73(2), 212-224.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Alat dan bahan

PH meter refraktormeter thermometer digital

DO meter Erlenmeyer tabung buret

Air sampel Indikator pp aquades

H2SO4
Lampiran 2. Dokumentasi selama praktikum

Anda mungkin juga menyukai