1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui kandungan oksigen
terlarut pada air kolam, untuk mengetahui pH atau derajat keasaman serta
fluktuasi hariannya, untuk mengetahui salinitas (kadar garam), dan untuk
mengetahui kadar nitrit, nitrat dan ammonia pada air.
3.2. Pembahasan
3.2.1. Analisis Hasil Pengukuran
Berdasarkan tabel hasil pengukuran tersebut, pada kelompok dua
didapatkan nilai DO sebesar 5 ppm. Hal ini menandakan bahwa nilai DO tersebut
normal dan layak pada budidaya ikan. Hal ini sejalan dengan pendapat Salmin,
(2015) bahwa kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam
keadaan nornal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan
oksigen terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme.
Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama
waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 %. KLH
menetapkan bahwa kandungan oksigen terlarut adalah 5 ppm untuk kepentingan
wisata bahari dan biota laut (Salmin, 2015).
Sedangkan menurut BBPBAT (2016) oksigen terlarut embung tergolong
optimum berkisar >5 ppm. Menurut Sucipto dan Prihartono (2017), untuk
meningkatkan produktivitas ikan, kandungan oksigen terlarut dalam air sebaiknya
dijaga pada level diatas 5 mg/liter, sementara jika kandungan oksigen terlarut
berada dibawah 3 mg/liter dapat menyebabkan penurunan laju pertumbuhan ikan.
Kebutuhan oksigen ikan sangat bergantung pada faktor – faktor suhu, pH, CO 2
dan kecerahan, pada musim dingin ikan banyak yang mati akibat lemas dan pada
musim panas suhu air meningkat dan kecepatan arus air menurun sedangkan pada
pagi hari sering terjadi kekurangan oksigen akibat proses dekomposisi oleh
bakteri di malam hari dan proses respirasi tumbuhan air (Andria dkk., 2018).
Selanjutnya, nilai pH yang tertera dalam tabel tersebut menunjukkan nilai
sebesar 6. Nilai pH tersebut masuk kedalam pH yang bersifat asam. Air kolam
budidaya ikan dengan pH rendah sangat asam ataupun pH tinggi sangat basa dapat
membekukan atau membakar kulit ikan secara kimia. Ikan muda lebih sensitif
terhadap air asam yang lebih tinggi daripada ikan dewasa. Air ikan yang memiliki
pH 5 terlalu asam dan akan membunuh telur ikan, sehingga tidak akan menetas.
Pada umumnya, nilai pH dalam suatu perairan berkisar antara 4-9. Mulyanto
(2018) menyatakan bahwa nilai pH yang baik untuk kehidupan ikan berkisar
antara 5-9 dan antara 6,5-8,5. Sejalan dengan pendapat Soesono (2019) bahwa
pengaruh pH bagi organisme sangat besar dan penting, kisaran pH yang kurang
dari 6,5 akan menekan laju pertumbuhan bahkan tingkat keasamannya dapat
mematikan dan tidak ada laju reproduksi. Kandungan pH kurang dari batas
optimum pada suatu perairan akan menyebabkan ikan stress dan mengalami
gangguan fisiologis bahkan dapat menyebabkan kematian (Syarifudin, 2016).
Berdasarkan tabel hasil pengukuran tersebut, pada kolom ke empat yaitu
salinitas. Pengukuran yang dilakukan oleh kelompok dua menunjukkan nilai
salinitas sebesar 2 ppt, artinya pada kelompok dua kadar gram yang terkandung
sangat rendah sehingga tergolong kedalam salinitas air tawar atau fresh water. Hal
ini sejalan dengan pendapat Fardiansyah, (2011) bahwa nilai salinitas air untuk
perairan tawar berkisar antara 0–5 ppt, perairan payau biasanya berkisar antara 6–
29 ppt, dan perairan laut berkisar antara 30–40 ppt (Fardiansyah, 2011).
Selanjutnya, pengukuran ammonia oleh kelompok dua didapatkan sebesar 0,9
mg/l, artinya air yang digunakan sebagai bahan uji praktikum memiliki tingkat
pencemaran yang rendah. Kadar ammonia pada setiap lingkungan perairan
berbeda-beda karena di pengaruhi suhu, pH dan factor kimia lainnya. Meskipun
demikian, angka ini suah melewati batas maksimum yang diperkenankan untuk
kehidupan biota laut (0,3 mg/L) (KepMen LH 2004).
Peningkatan konsentrasi amonia ini disebabkan dengan kegiatan pertanian,
perkebunan, industri dan pemukiman yang terdapat di sekitar kawasan tersebut.
Konsentrasi amonia yang tinggi di suatu perairan dapat menyebabkan penurunan
oksigen terlarut yang dapat menimbulkan gangguan fungsi fisiologi serta
metabolisme seperti respirasi. Keberadaan amonia juga mempengaruhi perubahan
ukuran kloroplas yang semakin kecil, disorganisasi tilakoid yang menghambat
proses fotosintesis (Putri dkk., 2019).
Berdasarkan tabel tersebut, kandungan nitrat yang diteliti oleh kelompok
dua yaitu sebesar 1 mg/l. hal ini menununjukkan tingginya jumlah nitrat yang
akan memicu pencemaran pada air tersebut. Kepmen LH (2004) menyebutkan
bahwa ambang batas nilai nitrat yang diperkenankan untuk kepentingan biota laut
adalah 0,008 mg/L. Adapun nilai ambang batas nitrat suatu perairan yang
ditetapkan US-EPA (1973) adalah sebesar 0,07 mg/L. Menurut Putri dkk., (2019),
bahwa peningkatan kadar nitrat di laut disebabkan oleh masuknya limbah
domestik atau perairan melalui pemupukan yang mengandung nitrat. Sumber
utama pengkayaan nitrogen adalah run-off yang berasal dari lahan pertanian
(WHO and European Commision, 2002).
Selanjutnya, parameter kimia yang diteliti adalah nitrit. Berdasarkan tabel
tersebut, nilai kandungan nitrit yang telah dianalisa oleh kelompok dua yaitu
sebesar 1 mg/l. Canadian Council of Ministers of the Environment (2008),
menyebutkan bahwa perairan alami umumnya mengandung nitrit sebesar 0,001
mg/L dan sebaiknya tidak melebihi 0,06 mg/L. Kandungan nitrat dan nitrit yang
dianalisa oleh kelompok dua memiliki nilai yang sama. Hal ini berbanding
terbalik dengan pendapat Putri dkk., (2019), yang menyatakan bahwa di perairan
alami, nitrit umumnya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit karena
sifatnya yang tidak stabil akibat keberadaan oksigen. Sebagaimana kita ketahui
bahwa nitrit umumnya merupakan bentuk transisi antara amoniak dan nitrat dan
segera berubah menjadi bentuk yang lebih stabil yakni nitrat. Meskipun demikian
nitrit merupakan salah satu parameter kunci dalam penentuan kualitas air karena
bersifat racun ketika bereaksi dengan hemoglobin dalam darah yang menyebabkan
darah tidak dapat mengangkut oksigen (Putri dkk., 2019).
3.2.2. DO, pH, Salinitas, Nitrit, Nitrat, Amonia Optimum untuk Budidaya Ikan
DO optimum
DO optimum untuk budidaya ikan menurut baku mutu kualitas air
pada pp nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran bahwa minimum nilai DO adalah 3-5 mg/L. Dalam kondisi yang
cukup oksigen, bahan organik akan diurai secara sempurna oleh bakteri sehingga
tidak menghasilkan bahan yang bersifat racun (Juliyanti dkk., 2016). DO
mengalami perubahan karena dipengaruhi oleh suhu yang berubah setiap waktu
dikarenakan cuaca pada saat itu sangat tidak menentu. Sesuai dengan Standar
Nasional Indonesia 7550: 2009 (21 Maret 2013). Perairan yang diperuntukkan
bagi kepentingan perikanan sebaiknya memiliki kandungan oksigen terlarut
tidak kurang dari 5 mg/L. Jika oksigen terlarut tidak seimbang akan
menyebabkan stress pada ikan karena otak tidak mendapat suplai oksigen yang
cukup, serta kematian akibat kekurangan oksigen (anoxia) yang disebabkan
jaringan tubuh tidak dapat mengikat oksigen yang terlarut dalam darah (Siegers
dkk., 2019).
pH optimum
Berdasarkan pp nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air
dan pengendalian pencemaran menambahkan bahwa syarat nilai ph yaitu
berkisar antara 6-9 (Juliyanti dkk., 2016). Berdasarkan KepMen KP No.45
Tahun 2006, nilai pH yang mampu ditoleransi oleh ikan, yaitu sebesar 5-8.5
(Andriani dkk., 2018). Keasaman (pH) yang tidak optimal dapat menyebabkan
ikan stress, mudah terserang penyakit, serta produktivitas dan pertumbuhan
rendah. Selain itu, keasaman (pH) memegang peranan penting dalam bidang
perikanan budidaya karena berhubungan dengan kemampuan untuk tumbuh dan
bereproduksi. Derajat keasaman atau pH air menunjukkan aktivitas ion hidrogen
dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen (dalam
mol per liter) pada suhu tertentu. Air murni (H 2O) berasosiasi sempurna
sehingga memiliki ion H + dan ion H – dalam konsentrasi yang sama, dan dalam
keadaan demikian pH air murni = 7. Semakin tinggi konsentrasi ion H + akan
semakin rendah konsentrasi ion OH– dan pH< 7, perairan semacam ini bersifat
asam. Hal sebaliknya terjadi jika konsentrasi ion OH – yang tinggi dan pH > 7
maka perairan bersifat alkalis (basa) (Siegers dkk., 2019).
pH air memengaruhi tingkat kesuburan perairan karena memengaruhi
kehidupan jasad renik (Putri, dkk., 2019). Perairan asam akan kurang produktif
malah dapat membunuh ikan budidaya. Pada pH rendah (keasaman yang tinggi)
kandungan oksigen terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen
menurun, aktivitas pernapasan naik dan selera makan ikan akan berkurang. Hal
yang sebaliknya terjadi pada suasana basa. Atas dasar ini, maka usaha budidaya
ikan akan berhasil baik dalam air dengan pH 6,5- 9,0 dan pertumbuhan optimal
terjadi pada pH 7-8,5 (Obianyo, 2019). Sebagai contoh, spesies ikan yang
berbeda memerlukan tingkat pH yang berbeda pada air kolam. Beberapa hewan
air dapat mentolerir kadar keasaman atau pH yang lebih tinggi daripada yang
lain seperti ikan koi berkembang dalam air yang memiliki pH 7,5 dan dapat
mentolerir pH air sebesar 8,2 sedangkan ikan Oscar lebih suka air yang lebih
asam dengan pH 6,5 – 7 (Tiyasha, 2021).
Salinitas optimum
Nilai salinitas optimum dalam suatu perairan terutama pada perairan
tawar adalah 0-5 ppt. sedangkan, dalam budidaya udang vannamei, tingkat
salinitas yang baik dalam kisaran 15-25 ppt. Pembudidaya udang atau ikan
sebaiknya mengukur kadar garam dalam air dua kali sehari agar memiliki data
yang akurat. Menurut Siegers dkk., (2019), salinitas ditentukan berdasarkan
banyaknya garam-garam yang larut dalam air. Parameter kimia tersebut
dipengaruhi oleh curah hujan dan penguapan (evaporasi) yang terjadi suatu
daerah. Aliyas dkk., (2016) menyatakan bahwa ikan mampu beradaptasi pada
media bersalinitas tinggi, karena kemampuan osmoregulasinya cukup baik. Nilai
laju pertumbuhan harian rata-rata ikan semakin meningkat dengan meningginya
kadar salinitas mulai dari 10 ppt. Selanjutnya dinyatakan bahwa diduga pada
media 10 ppt-20 ppt, kondisi tekanan osmotik media mendekati tekanan osmotic
tubuh ikan atau disebut isoosmotik. Salinitas didalam tambak tidak terlalu tinggi
dikarenakan cuaca yang tidak menentu dan tidak dilakukan pergantian atau
pemasukan air kedalam tambak selama penelitian (Siegers dkk., 2019).
Ammonia optimum
Berdasarkan persyaratan SNI 7550 : 2009, batas maksimum kadar NH 3
untuk kegiatan budidaya ikan yaitu sebesar <0,02 mg/L, sehingga kadar NH3
pada semua lokasi tidak memenuhi syarat. Kadar NH3 yang tinggi dalam kolam
pembesaran dan kolam pemeliharaan benih disebabkan persentase pemberian
pakan yang tinggi, sehingga sisa-sisa buangan hasil metabolisme yang
dihasilkan ikan dalam bentuk fases menjadi lebih banyak (Pramleonita dkk.,
2018). Hal ini dipertegas oleh Juliyanti, (2016) bahwa tingginya kadar amonia
disebabkan karena penumpukan feses dan sisa pakan pada media pemeliharaan
karena tidak adanya pergantian air selama proses penelitian. Olehkarena itu pada
perlakuan kontrol menunjukkan nilai amonia yang semakin tinggi dari minggu
ke minggu, hal ini dikarenakan tidak adanya bakteri probiotik yang mampu
mengurai sisa feses dan sisa pakan. Sedangkan pada perlakuan dengan dosis
probiotik menunjukkan kadar amonia yang sesuai dan masih dalan kisaran yang
diperbolehkan untuk kehidupan maskoki karena adanya bakteri probiotik yang
mampu memanfaatkan kadar amonia didalam media pemeliharaan menjadi
sumber energi dan makanannya (Juliyanti dkk., 2016).
Cara mengukur pH
Alat yang digunakan untuk mengukur pH air yaitu pH pen dan pH test
paper. pH meter adalah jenis alat ukur untuk mengukur derajat keasaman atau
kebasaan suatu cairan, pada Ph meter digital terdapat elektroda khusus yang
berfungsi untuk mengukur pH bahan-bahan semi padat, elektroda (probe
pengukur) terhubung sebuah alat elektronik yang mengukur dan menampilkan
nilai pH. Probe atau Elektroda merupakan bagian penting dari pH meter,
Elektroda adalah batang seperti struktur biasanya terbuat dari kaca. Pada bagian
bawah elektroda ada bohlam, bohlam merupakan bagian sensitif dari probe yang
berisi sensor. Jangan pernah menyentuh bola dengan tangan dan bersihkan
dengan bantuan kertas tisu dengan tangan sangat lembut. Untuk mengukur pH
larutan, probe dicelupkan ke dalam larutan. Probe dipasang di lengan dikenal
sebagai probe lengan (Karangan dkk., 2019).
Sebelum dilakukan pengukuran, terlebih dahulu alat ukur pH meter harus
dikalibrasi setiap sebelum dan sesudah melakukan pengukuran. Untuk
penggunaan normal kalibrasi harus dilakukan setiap hari. Alasan melakukan hal
ini adalah probe kaca elektroda tidak diproduksi e.m.f. dalam jangka waktu
lama. Kalibrasi harus dilakukan setidaknya dengan dua macam cairan standart
buffer yang sesuai dengan rentang nilai pH yang akan diukur. Pengukuran
dengan instrumen yang digunakan dalam pH meter dapat bersifat analog
maupun digital. Sebagaimana alat yang lain, untuk mendapatkan hasil
pengukuran yang baik, maka diperlukan perawatan dan kalibrasi pH meter
(Karangan dkk., 2019).
Prinsip kerja utama pH meter adalah terletak pada sensor probe berupa
elektrode kaca (glass electrode) dengan jalan mengukur jumlah ion H3O+ di
dalam larutan. Ujung elektrode kaca adalah lapisan kaca setebal 0,1 mm yang
berbentuk bulat (bulb). Bulb ini dipasangkan dengan silinder kaca non-
konduktor atau plastik memanjang, yang selanjutnya diisi dengan larutan HCl
(0,1 mol/dm3). Di dalam larutan HCl, terendam sebuah kawat elektrode panjang
berbahan perak yang pada permukaannya terbentuk senyawa setimbang AgCl.
Konstannya jumlah larutan HCl pada sistem ini membuat elektrode Ag/AgCl
memiliki nilai potensial stabil (Karangan dkk., 2019).
Selain menggunakan pH pen, pengukuran pH juga dapat dilakukan dengan
menggunakan pH test paper. Ambil satu strip kertas lakmus lalu celupkan ke
dalam air atau zat cair lain selama 5 detik, lalu angkat dan langsung cocokan
perubahan warna pada kertas strip tersebut pada tabel warna yang ada di kotak
kemasan. Apabila menggunakan kertas lakmus dan indikator universal pH,
tingkat akurasi pengukuran tidak terlalu tepat dikarenakan keterbatasan manusia
dalam membandingkan warna kertas lakmus. Selain itu, tingkat ketelitian hasil
pengukuran tidak bisa sampai nilai satu digit dibelakang koma yang
meningkatkan kemungkinan terjadinya kesalahan baca nilai pH sehingga
menyebabkan kesalahan penindaklanjutan bahan uji coba yang menyebabkan
reaksi berantai menuju hal-hal yang tidak diinginkan pengguna. Tetapi metode
pengukuran ini relatif lebih murah, sehingga masih banyak orang yang
menggunakan metode ini, contohnya para pelajar. Bila menggunakan alat pH
meter, maka hasil pengukuran bisa akurat dan cepat, namun metode pengukuran
ini relatif lebih mahal (Wibowo dkk., 2019).
Cara mengukur salinitas
Alat yang digunakan untuk mengukur salinitas adalah refraktometer dan
salinometer. Refraktometer adalah alat ukur salinitas yang umum digunakan
oleh semua orang. Alat ini terkadang disebut juga sebagai alat pengukur indeks
pembiasan cairan. Refraktormeter digunakan untuk mengukur kadar garam.
Prinsip atau cara kerja alat ini adalah dengan menggunakan indeks pembiasan
cahaya sebagai tolak ukur tingkat salinitas air. Karena memanfaatkan cahaya
secara langsung, maka alat ini harus dipakai pada tempat yang terbuka atau
terdapat sinar matahari. Hal ini dikarenakan setelah kita mengambil sampel air
laut, maka kita dapat mengetahui secara langsung kadar salinitas pada air yang
diukur. Cara pengukuran dengan menggunakan refraktometer yaitu pertama
bilas atau bersihkan permukaan lensa refraktometer dengan aquades, kemudian
keringkan dengan menggunakan kertas tisu. Lakukan kalibrasi dengan
menggunakan aquades, lihat skala menunjukan nilai nol (0). Setelah itu, ambil
sampel air yang akan diukur dan teteskan pada permukaan lensa refraktometer,
dan tutuplah penutup lensa. Hadapkan alat ke cahaya matahari dan baca skala
yang tertera (PPKP, 2015).
Salinometer adalah alat yang digunakan sebagai pengukur kepadatan air
yang ingin diukur salinitasnya. Prinsip atau cara kerja alat salinometer adalah
pengukuran berat jenis air. Pengukuran ini bisa akurat jika dalam pengukuran
selalu mengaitkan nilai suhu air. Pada suhu tinggi, nilai pengukuran salinitas
menyebabkan pembacaan akan lebih rendah dari kenyataan demikian juga
sebaliknya. Salinometer akan berfungsi baik jika suhu air sesuai dengan nilai
patokan/standar yang tertera di alat tersebut. Cara menggunakan salinometer
adalah pertama siapkan semua alat yang akan digunakan, kemudian ambil
sampel air yang akan diukur masukan ke dalam wadah pengukuran sampai
penuh. Sebelumnya, cek suhu air. Setelah itu, bilas/bershkan salinometer dengan
aquades. Masukan salinometer pada wadah pengukuran (gelas ukur).
Kemudian, baca skala pada salinometer yang berhimpit dengan permukaan air
sampel pada wadah pengukuran (PPKP, 2015).
Cara mengukur nitrit
Penentuan kadar nitrit dilakukan dengan metode spektrofotometer (SNI
06- 6989.9-2004). Dalam suasana asam (pH 2- 2,5), nitrit akan bereaksi dengan
Sulfanilamid (SA) dan N-(1-naphthyl) ethylene diamine dihydrochloride (NED
dihydrochloride) membentuk senyawa azo yang berwarna merah keunguan yang
dapat diukur pada panjang gelombang 543 nm (Putri dkk., 2019). Untuk
mengukur parameter nitrit yaitu dengan cara memasukan sampel ke dalam
tabung cell sebanyak 5 ml, kemudian homogenkan sampel larut dan reaksikan
selama 10 menit. Lalu masukan cell test ke dalam spectrophoto meter sampai
tepat masuk ke dalamnya. Sejajarkan tanda garis ke derajatnya pada photometer,
masukan kode parameter NO2 031, dan mulailah pengukuran. Hasil yang
diperoleh dapat dilihat pada layar spectrophoto meter. Setelah dilakukan
pembacaan warna larutan sampel akan tetap stabil selama 60 menit (Kamsuri et
al., 2013).
4,1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan
bahwa analisa kualitas air berdasarkan parameter kimia yaitu DO, pH, salinitas,
nitrit, nitrat, dan ammonia. DO optimum pada budidaya ikan adalah 3-5 mg/L,
pH optimum untuk kegiatan budidaya ikan adalah 7-8,5. Salinitas optimum 0-5
ppt untuk budidaya air tawar, nitrit optimum terlarut di dalam air adalah 0,2
mg/L, kandungan nitrat yang optimum yaitu 10 mg/L. Sedangkan, NH3 atau
ammonia optimum untuk kegiatan budidaya ikan yaitu sebesar <0,02 mg/L.
Selain itu, untuk mengukur parameter kimia, perlu adanya alat ukur berupa DO
meter, pH meter, refraktometer atau salinometer, dan spektrofotometer.
4.2. Saran
Saran yang perlu dilakukan mengenai analisa kualitas air berdasarkan
parameter kimia adalah perlu dilakukan pula pemantauan kualitas perairan
secara terus-menerus dalam pengembangan perikanan serta upaya pengelolaan
mutu air yang berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Gambar DO Meter
Sumber: (PPKP, 2015)