Anda di halaman 1dari 76

LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN KUALITAS AIR

“ANALISA KUALITAS AIR”


(PARAMETER KIMIA)

NUR ROUDLOTUL LAILA


NIM. 142011133002

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Air merupakan sumber terpenting dalam kehidupan makhluk hidup yang
tersusun dari 2 atom hidrogen (H) dan 1 atom oksigen (O). Air yang
dipergunakan untuk kebutuhan manusia sehari-hari di rumah bukan merupakan air
murni, melainkan merupakan air yang berasal dari sumber-sumber tertentu yang
kemudian diproses dengan penambahan zat-zat kimia, sehingga layak untuk
digunakan. Secara normal air yang dapat dimanfaatkan untuk suatu kehidupan
pada umumnya tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa (kecuali air laut).
Air yang mempunyai rasa biasanya mengandung garam-garam terlarut (Susana,
2013). Air memiliki banyak fungsi, sebagai pelarut umum, air digunakan oleh
organisme untuk reaksi-reaksi kimia dalam proses metabolisme serta menjadi
media transportasi nutrisi dan hasil metabolisme (Sulistyorini dkk., 2016).
Air yang terdapat di alam mengandung bahan-bahan terlarut maupun
bahan-bahan tersuspensi. Begitu juga halnya dengan air yang berasal darisumber
mata air mengandung komponen-komponen terlarut seperti CO2, O2, N2 dan
bahan-bahan terlarut lainnya yang terbawa dari atmosfer serta bahan-bahan
terlarut yang berasal dari lingkungan sekitarnya (Siahaan, 2016). Di perairan
alami, nitrit (NO2) biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit, lebih
sedikit dari pada nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen.
Nitrit merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat (nitrifikasi), dan
antara nitrat dan gas nitrogen (dentrifikasi). Nitrat (NO3) adalah bentuk utama
nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrient utama bagi pertumbuhan
tanaman dan alga. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil.
Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat
adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung pada kondisi
aerob (Siahaan, 2016).
Selain mengandung NO2, NO3 dan NH2, air memiliki kandungan salinitas,
pH, dan DO yang berbeda pula. Menurut Sumarno, (2013) salinitas merupakan
salah satu parameter kimia yang dapat mempengaruhi kualitas air. Nilai salinitas
sangat dipengaruhi oleh suplai air tawar ke air laut, curah hujan, musim, topografi,
pasang surut, dan evaporasi (Sumarno, 2013). Selain salinitas sebagai salah satu
parameter yang diperhatikan dalam pemenuhan syarat baku mutu air bersih.
Terdapat syarat-syarat lain yang harus dipenuhi seperti pH yang netral (tidak
bersifat asam maupun basa), TS (Total Solid), TSS (Total Suspended Solid), TDS
(Total Dissolved Solids), temperatur, kadar besi (Fe), nitrit, nitrat, amonia, dan
sebagainya (Sumarno, 2013). Setiap perairan atau sumber air memliki komposisi
atau karakteristik air yang berbeda-beda. Perlu diketahui bahwa air sungai
merupakan sumber air yang digunakan untuk berbagai macam kebutuhan air
bersih. Oleh karena itu sumber tersebut harus di analisa terlebih dahulu mengenai
salinitas, pH, nitrat, nitrit, dan ammonia yang terkandung di dalamnya agar
diketahui kelayakan air untuk digunakan sebagai air bersih.

1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui kandungan oksigen
terlarut pada air kolam, untuk mengetahui pH atau derajat keasaman serta
fluktuasi hariannya, untuk mengetahui salinitas (kadar garam), dan untuk
mengetahui kadar nitrit, nitrat dan ammonia pada air.

1.3. Waktu dan Tempat


Waktu pelaksanaan praktikum dilakukan pada Jum’at, 01 Oktober 2021
pukul 09.00-11.00 dan dilaksanakan di rumah masing-masing (daring) dengan
metode zoom meeting.
BAB II
METODOLOGI

2.1. Alat dan Bahan


2.1.1. Alat dan Fungsi
 DO Meter : Untuk mengukur kelarutan oksigen pada air
 pH Test Paper : Untuk mengukur kadar asam basa (pH)
 pH Pen : Untuk mengukur kadar asam basa (pH) secara digital
 Refraktometer : Untuk mengukur salinitas
 Spektrofotometer: Untuk mengukur kandungan amonia, nitrit dan nitrat

2.1.2. Bahan dan Fungsi


 Air : Bahan yang akan diamati parameter kimianya

2.2. Cara Kerja


2.2.1. Cara Kerja Pengukuran Kelarutan Oksigen
Alat yang digunakan untuk mengukur kelarutan oksigen adalah DO
meter. Prinsip kerja penggunaan DO meter yaitu hubungkan "probe" dengan
alat HQ30d kemudian tekan "POWER ON". Pastikan pada sensor membrane
DO tidak ada gelembung udara dan tidak rusak. Bilas sensor dan keringkan
dengan tisu halus. Jika alat sudah lama tidak digunakan atau baru
menambahkan elektrolit atau penggantian membrane. Biarkan sensor di udara
selama 30 menit. Setelah stabil kira-kira nilai 6–9 mg/l, tekan tombol
“CAL/ENT” selama 3 detik. Kalibrasi berhasil jika pada layar menampilkan
nilai antara 6–9mg/l dan pada layar bawah tertera tombol “[END]”. Masukkan
probe kedalam air yang akan diukur. Tunggu hingga layar menampilkan nilai
perhitungan air yang diukur. Setelah selesai digunakan, matikan dan bilas
probe menggunakan aquades.

2.2.2. Cara Kerja Pengukuran pH


Pengukuran pH atau kadar asam basa dapat dilakukan dengan dua alat
yaitu pH test paper dan pH pen. pH pen memliki tingkat ketelitian lebih tinggi
daripada pH test paper karena rancangan pembuatannya sudah dilengkapi
dengan teknologi digital. Prinsip kerja pH test paper adalah dengan
menyiapkan sampel air yang akan diuji dalam sebuah wadah. Kemudian,
Celupkan pH test paper kedalam air yang akan diuji selama beberapa saat.
Lihat perubahan warna yang terjadi pada pH test paper dan cocokkan dengan
tabel warna indikator yang terdapat pada kotak kemasan. Setelah digunakan,
buang pH test paper. Sedangkan, prinsip kerja pH pen adalah dengan cara
melepaskan penutup pH pen lalu geser panel "ON/OFF" di bagian atas alat.
Lalukan Kalibrasi pH pen dengan cara memasukkan pH pen ke dalam larutan
penyangga hingga menunjukkan angka 7,0 Jika tidak menunjukkan angka 7,0
maka gunakan obeng untuk memutar alat hingga menampilkan angka 7,0.
Masukkan pH pen ke dalam air sampel (1 menit) dan baca nilainya. Setelah
selesai, cuci pH pen.

2.2.3. Cara Kerja Pengukuran Salinitas


Pengukuran salinitas dapat menggunakan alat-alat seperti: salinometer
atau refraktometer, terutama bagi pengukuran salinitas secara kasar dan bagi
air-air yang tinggi kadar salinitasnya. Prinsip kerja pengukuran salinitas
menggunakan refraktometer adalah buka penutup kaca prisma dan
mengkalibrasi dengan aqudes, kemudian bersihkan dengan tissue secara searah.
Lalu, teteskan 1-2 tetes air yang akan diukur salinitasnya. Tutup kembali
dengan hati-hati agar tidak terjadi gelembung udara dipermukaan kaca prisma
dan arahkan ke sumber cahaya. Lihat nilai salinitasnya dari air yang diukur
melalui kaca pengintai.

2.2.4. Cara Kerja Pengukuran Amonia, Nitrit, dan Nitrat


Pengukuran ammonia, nitrit dan nitrat dapat dilakukan dengan
menggunakan alat yang bernama sprektofotometer. Prinsip kerja pengukuran
ammonia, nitrit dan nitrat menggunakan alat spektrofotometer adalah siapkan
sampel air tambak sebanyak 10 ml. Kemudian, siapkan spektrofotometer Hach
pada 355 N, kemudian pilih start; pilih kandungan yang akan diuji. Lalu,
siapkan 1 botol sampel; dan 1 botol ditandai sebagai blanko. Tambahkan
reagen uji ke dalam botol 1 dan 2, atur waktu pada spektro. Sampel dikocok
selama satu menit dan tunggu 5 menit. Setelah 5 menit, masukkan blanko lalu
masukkan spektrofotometer, dan tekan ikon Zero, layar akan menunjukkan 0,0
mg/L NO3- -N. Masukkan botol sampel kedalam spektro dan lakukan
pembacaan dan nantinya hasil akan muncul dalam mg/L.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
Tabel hasil pengukuran
DO Salinitas
Kelompok pH Amonia Nitrat Nitrit
(ppm) (ppt)
2 5 6 2 0,9 1 1

3.2. Pembahasan
3.2.1. Analisis Hasil Pengukuran
Berdasarkan tabel hasil pengukuran tersebut, pada kelompok dua
didapatkan nilai DO sebesar 5 ppm. Hal ini menandakan bahwa nilai DO tersebut
normal dan layak pada budidaya ikan. Hal ini sejalan dengan pendapat Salmin,
(2015) bahwa kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam
keadaan nornal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan
oksigen terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme.
Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama
waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 %. KLH
menetapkan bahwa kandungan oksigen terlarut adalah 5 ppm untuk kepentingan
wisata bahari dan biota laut (Salmin, 2015).
Sedangkan menurut BBPBAT (2016) oksigen terlarut embung tergolong
optimum berkisar >5 ppm. Menurut Sucipto dan Prihartono (2017), untuk
meningkatkan produktivitas ikan, kandungan oksigen terlarut dalam air sebaiknya
dijaga pada level diatas 5 mg/liter, sementara jika kandungan oksigen terlarut
berada dibawah 3 mg/liter dapat menyebabkan penurunan laju pertumbuhan ikan.
Kebutuhan oksigen ikan sangat bergantung pada faktor – faktor suhu, pH, CO 2
dan kecerahan, pada musim dingin ikan banyak yang mati akibat lemas dan pada
musim panas suhu air meningkat dan kecepatan arus air menurun sedangkan pada
pagi hari sering terjadi kekurangan oksigen akibat proses dekomposisi oleh
bakteri di malam hari dan proses respirasi tumbuhan air (Andria dkk., 2018).
Selanjutnya, nilai pH yang tertera dalam tabel tersebut menunjukkan nilai
sebesar 6. Nilai pH tersebut masuk kedalam pH yang bersifat asam. Air kolam
budidaya ikan dengan pH rendah sangat asam ataupun pH tinggi sangat basa dapat
membekukan atau membakar kulit ikan secara kimia. Ikan muda lebih sensitif
terhadap air asam yang lebih tinggi daripada ikan dewasa. Air ikan yang memiliki
pH 5 terlalu asam dan akan membunuh telur ikan, sehingga tidak akan menetas.
Pada umumnya, nilai pH dalam suatu perairan berkisar antara 4-9. Mulyanto
(2018) menyatakan bahwa nilai pH yang baik untuk kehidupan ikan berkisar
antara 5-9 dan antara 6,5-8,5. Sejalan dengan pendapat Soesono (2019) bahwa
pengaruh pH bagi organisme sangat besar dan penting, kisaran pH yang kurang
dari 6,5 akan menekan laju pertumbuhan bahkan tingkat keasamannya dapat
mematikan dan tidak ada laju reproduksi. Kandungan pH kurang dari batas
optimum pada suatu perairan akan menyebabkan ikan stress dan mengalami
gangguan fisiologis bahkan dapat menyebabkan kematian (Syarifudin, 2016).
Berdasarkan tabel hasil pengukuran tersebut, pada kolom ke empat yaitu
salinitas. Pengukuran yang dilakukan oleh kelompok dua menunjukkan nilai
salinitas sebesar 2 ppt, artinya pada kelompok dua kadar gram yang terkandung
sangat rendah sehingga tergolong kedalam salinitas air tawar atau fresh water. Hal
ini sejalan dengan pendapat Fardiansyah, (2011) bahwa nilai salinitas air untuk
perairan tawar berkisar antara 0–5 ppt, perairan payau biasanya berkisar antara 6–
29 ppt, dan perairan laut berkisar antara 30–40 ppt (Fardiansyah, 2011).
Selanjutnya, pengukuran ammonia oleh kelompok dua didapatkan sebesar 0,9
mg/l, artinya air yang digunakan sebagai bahan uji praktikum memiliki tingkat
pencemaran yang rendah. Kadar ammonia pada setiap lingkungan perairan
berbeda-beda karena di pengaruhi suhu, pH dan factor kimia lainnya. Meskipun
demikian, angka ini suah melewati batas maksimum yang diperkenankan untuk
kehidupan biota laut (0,3 mg/L) (KepMen LH 2004).
Peningkatan konsentrasi amonia ini disebabkan dengan kegiatan pertanian,
perkebunan, industri dan pemukiman yang terdapat di sekitar kawasan tersebut.
Konsentrasi amonia yang tinggi di suatu perairan dapat menyebabkan penurunan
oksigen terlarut yang dapat menimbulkan gangguan fungsi fisiologi serta
metabolisme seperti respirasi. Keberadaan amonia juga mempengaruhi perubahan
ukuran kloroplas yang semakin kecil, disorganisasi tilakoid yang menghambat
proses fotosintesis (Putri dkk., 2019).
Berdasarkan tabel tersebut, kandungan nitrat yang diteliti oleh kelompok
dua yaitu sebesar 1 mg/l. hal ini menununjukkan tingginya jumlah nitrat yang
akan memicu pencemaran pada air tersebut. Kepmen LH (2004) menyebutkan
bahwa ambang batas nilai nitrat yang diperkenankan untuk kepentingan biota laut
adalah 0,008 mg/L. Adapun nilai ambang batas nitrat suatu perairan yang
ditetapkan US-EPA (1973) adalah sebesar 0,07 mg/L. Menurut Putri dkk., (2019),
bahwa peningkatan kadar nitrat di laut disebabkan oleh masuknya limbah
domestik atau perairan melalui pemupukan yang mengandung nitrat. Sumber
utama pengkayaan nitrogen adalah run-off yang berasal dari lahan pertanian
(WHO and European Commision, 2002).
Selanjutnya, parameter kimia yang diteliti adalah nitrit. Berdasarkan tabel
tersebut, nilai kandungan nitrit yang telah dianalisa oleh kelompok dua yaitu
sebesar 1 mg/l. Canadian Council of Ministers of the Environment (2008),
menyebutkan bahwa perairan alami umumnya mengandung nitrit sebesar 0,001
mg/L dan sebaiknya tidak melebihi 0,06 mg/L. Kandungan nitrat dan nitrit yang
dianalisa oleh kelompok dua memiliki nilai yang sama. Hal ini berbanding
terbalik dengan pendapat Putri dkk., (2019), yang menyatakan bahwa di perairan
alami, nitrit umumnya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit karena
sifatnya yang tidak stabil akibat keberadaan oksigen. Sebagaimana kita ketahui
bahwa nitrit umumnya merupakan bentuk transisi antara amoniak dan nitrat dan
segera berubah menjadi bentuk yang lebih stabil yakni nitrat. Meskipun demikian
nitrit merupakan salah satu parameter kunci dalam penentuan kualitas air karena
bersifat racun ketika bereaksi dengan hemoglobin dalam darah yang menyebabkan
darah tidak dapat mengangkut oksigen (Putri dkk., 2019).

3.2.2. DO, pH, Salinitas, Nitrit, Nitrat, Amonia Optimum untuk Budidaya Ikan
 DO optimum
DO optimum untuk budidaya ikan menurut baku mutu kualitas air
pada pp nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran bahwa minimum nilai DO adalah 3-5 mg/L. Dalam kondisi yang
cukup oksigen, bahan organik akan diurai secara sempurna oleh bakteri sehingga
tidak menghasilkan bahan yang bersifat racun (Juliyanti dkk., 2016). DO
mengalami perubahan karena dipengaruhi oleh suhu yang berubah setiap waktu
dikarenakan cuaca pada saat itu sangat tidak menentu. Sesuai dengan Standar
Nasional Indonesia 7550: 2009 (21 Maret 2013). Perairan yang diperuntukkan
bagi kepentingan perikanan sebaiknya memiliki kandungan oksigen terlarut
tidak kurang dari 5 mg/L. Jika oksigen terlarut tidak seimbang akan
menyebabkan stress pada ikan karena otak tidak mendapat suplai oksigen yang
cukup, serta kematian akibat kekurangan oksigen (anoxia) yang disebabkan
jaringan tubuh tidak dapat mengikat oksigen yang terlarut dalam darah (Siegers
dkk., 2019).

 pH optimum
Berdasarkan pp nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air
dan pengendalian pencemaran menambahkan bahwa syarat nilai ph yaitu
berkisar antara 6-9 (Juliyanti dkk., 2016). Berdasarkan KepMen KP No.45
Tahun 2006, nilai pH yang mampu ditoleransi oleh ikan, yaitu sebesar 5-8.5
(Andriani dkk., 2018). Keasaman (pH) yang tidak optimal dapat menyebabkan
ikan stress, mudah terserang penyakit, serta produktivitas dan pertumbuhan
rendah. Selain itu, keasaman (pH) memegang peranan penting dalam bidang
perikanan budidaya karena berhubungan dengan kemampuan untuk tumbuh dan
bereproduksi. Derajat keasaman atau pH air menunjukkan aktivitas ion hidrogen
dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen (dalam
mol per liter) pada suhu tertentu. Air murni (H 2O) berasosiasi sempurna
sehingga memiliki ion H + dan ion H – dalam konsentrasi yang sama, dan dalam
keadaan demikian pH air murni = 7. Semakin tinggi konsentrasi ion H + akan
semakin rendah konsentrasi ion OH– dan pH< 7, perairan semacam ini bersifat
asam. Hal sebaliknya terjadi jika konsentrasi ion OH – yang tinggi dan pH > 7
maka perairan bersifat alkalis (basa) (Siegers dkk., 2019).
pH air memengaruhi tingkat kesuburan perairan karena memengaruhi
kehidupan jasad renik (Putri, dkk., 2019). Perairan asam akan kurang produktif
malah dapat membunuh ikan budidaya. Pada pH rendah (keasaman yang tinggi)
kandungan oksigen terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen
menurun, aktivitas pernapasan naik dan selera makan ikan akan berkurang. Hal
yang sebaliknya terjadi pada suasana basa. Atas dasar ini, maka usaha budidaya
ikan akan berhasil baik dalam air dengan pH 6,5- 9,0 dan pertumbuhan optimal
terjadi pada pH 7-8,5 (Obianyo, 2019). Sebagai contoh, spesies ikan yang
berbeda memerlukan tingkat pH yang berbeda pada air kolam. Beberapa hewan
air dapat mentolerir kadar keasaman atau pH yang lebih tinggi daripada yang
lain seperti ikan koi berkembang dalam air yang memiliki pH 7,5 dan dapat
mentolerir pH air sebesar 8,2 sedangkan ikan Oscar lebih suka air yang lebih
asam dengan pH 6,5 – 7 (Tiyasha, 2021).

 Salinitas optimum
Nilai salinitas optimum dalam suatu perairan terutama pada perairan
tawar adalah 0-5 ppt. sedangkan, dalam budidaya udang vannamei, tingkat
salinitas yang baik dalam kisaran 15-25 ppt. Pembudidaya udang atau ikan
sebaiknya mengukur kadar garam dalam air dua kali sehari agar memiliki data
yang akurat. Menurut Siegers dkk., (2019), salinitas ditentukan berdasarkan
banyaknya garam-garam yang larut dalam air. Parameter kimia tersebut
dipengaruhi oleh curah hujan dan penguapan (evaporasi) yang terjadi suatu
daerah. Aliyas dkk., (2016) menyatakan bahwa ikan mampu beradaptasi pada
media bersalinitas tinggi, karena kemampuan osmoregulasinya cukup baik. Nilai
laju pertumbuhan harian rata-rata ikan semakin meningkat dengan meningginya
kadar salinitas mulai dari 10 ppt. Selanjutnya dinyatakan bahwa diduga pada
media 10 ppt-20 ppt, kondisi tekanan osmotik media mendekati tekanan osmotic
tubuh ikan atau disebut isoosmotik. Salinitas didalam tambak tidak terlalu tinggi
dikarenakan cuaca yang tidak menentu dan tidak dilakukan pergantian atau
pemasukan air kedalam tambak selama penelitian (Siegers dkk., 2019).

 Nitrit dan nitrat optimum


Pada normalnya, kandungan nitrit terlarut di dalam air adalah 0,2 mg/L
sedangkan kandungan nitrat yang baik yaitu 40 mg/L. Standar baku mutu air pp
no 82 tahun 2001 untuk kegiatan budidaya ikan air tawar, kandungan nitrat yang
ditentukan yaitu 10 mg/l (Juliyanti dkk., 2016). Alaerst dan Sartika (2017),
bahwa nitrat merupakan bentuk nitrogen yang utama pada perairan alami
sebagai salah satu nutrien yang penting untuk pertumbuhan alga dan tumbuhan
air lainya, sehingga konsentrasi nitrat yang melimpah dapat menstimulasi
pertumbuhan dan perkembangan bagi organisme perairan khususnya alga
(fitoplankton) bila didukung oleh ketersediaan nutrien lainya. Nitrit jumlahnya
sangat sedikit, dalam siklus nitrogen nitrit merupakan peralihan antara amoniak
ke nitrat pada proses nitrifikasi dan proses denitrifikasi amoniak ke gas nitrogen
(N2) (Agmilda, 2017).

 Ammonia optimum
Berdasarkan persyaratan SNI 7550 : 2009, batas maksimum kadar NH 3
untuk kegiatan budidaya ikan yaitu sebesar <0,02 mg/L, sehingga kadar NH3
pada semua lokasi tidak memenuhi syarat. Kadar NH3 yang tinggi dalam kolam
pembesaran dan kolam pemeliharaan benih disebabkan persentase pemberian
pakan yang tinggi, sehingga sisa-sisa buangan hasil metabolisme yang
dihasilkan ikan dalam bentuk fases menjadi lebih banyak (Pramleonita dkk.,
2018). Hal ini dipertegas oleh Juliyanti, (2016) bahwa tingginya kadar amonia
disebabkan karena penumpukan feses dan sisa pakan pada media pemeliharaan
karena tidak adanya pergantian air selama proses penelitian. Olehkarena itu pada
perlakuan kontrol menunjukkan nilai amonia yang semakin tinggi dari minggu
ke minggu, hal ini dikarenakan tidak adanya bakteri probiotik yang mampu
mengurai sisa feses dan sisa pakan. Sedangkan pada perlakuan dengan dosis
probiotik menunjukkan kadar amonia yang sesuai dan masih dalan kisaran yang
diperbolehkan untuk kehidupan maskoki karena adanya bakteri probiotik yang
mampu memanfaatkan kadar amonia didalam media pemeliharaan menjadi
sumber energi dan makanannya (Juliyanti dkk., 2016).

3.2.3. Cara Mengukur DO, pH, Salinitas, Nitrit, Nitrat, Amonia


 Cara mengukur DO
Menurut Mariyam dkk., (2014), penntuan kadar oksigen di dalam suatu
perairan dapat dilakukan dengan cara, yaitu dengan titrasi (titrimetrik) dan
dengan penggunaan alat ukur elektronik yang dinamakan DO meter. Pengukuran
oksigen dengan DO meter memiliki kelebihan yaitu lebih praktis dan mudah dari
pada dengan cara titrasi (titrimetrik), selain alat mudah dibawa ke beberapa
lokasi kegiatan juga nilai oksigen terlarut bisa langsung terbaca pada alat,
dengan teknik pengukuran oksigen menggunakan DO meter sebaiknya sebelum
digunakan harus melalui proses kalibrasi, sesuai dengan petunjuk yang ada agar
diperoleh data yang akurat (Mariyam dkk., 2014).
Cara kalibrasi DO meter tergantung tipe alat tersebut. Beberapa cara untuk
kalibrasi DO meter yairu melepaskan (disconnect) sambungan (plug) oxygen
probe dari soket input instrument. Nyalakan power instrument dengan menekan
tombol power OFF/ON. Dorong tampilkan (slide) O2/DO selector ke posisi O2.
Tekan tombol Zero maka tampilan (display) memperlihatkan nilai (0).
Hubungkan soket probe oxygen ke soket input alat DO tersebut tunggu
sekurang-kurangnya 5 menit sampai menjadi stabil dan tidak ada fluktuasi.
Tekan tombol O2 cale maka akan muncul nilai/angka 20,9 atau 20,8 (khususnya,
sebagai oksigen di udara 20,9%, jadi gunakan data ini untuk kalibrasi yang cepat
dan teliti). Setelah alat dikalibrasi maka alat tersebut siap digunakan untuk
mengukur O2 terlarut (Mariyam dkk., 2014).
Cara kerja alat DO meter yaitu slide (geser) selector O ke posisi DO
kemudian celupkan probe ke dalam air sampel sekurang-kurangnya dengan
kedalaman 10 cm, agar probe dipengaruhi oleh temperature dan terjadi
pergantian temperature secara otomatis. Agar keseimbangan panas terjadi di
antara probe dengan sampel yang di ukur jadi harus di tunggu sampai lima
menit. Pastikan hasilnya stabil atau goyangkan/kocokan probe tersebut. Selama
pengukuran di laboratorium, disarankan untuk menggunakan suatu pengaduk
magnetic stirrer untuk memastikan kecepatan tertentu dalam cairan. Dengan cara
ini error (kesalahan) akibat penyebaran dari oksigen yang ada dalam udara air
sampel berkurang sampai batas minimal. Setelah selesai pengukuran cuci probe
secara teliti dengan air ledeng biasa atau air akuades setiap habis pengukuran
(Mariyam dkk., 2014).
Sedangkan, pengukuran oksigen terlarut dengan titrimetrik menggunakan
metode Winkler. Teknik pengukuran oksigen terlarut secara titrimetrik
dilakukan dengan menggunakan botol BOD yang dirancang khusus untuk
menghindari terjadinya gelembung udara pada saat botol ditutup. Untuk perairan
keruh tambahkan 10 ml K2SO,AL2(SO4)3 (Pottasium alluminium Sulfat) 10%
dan 1 ml NaOH 35% pada air sampel aduk dan diamkan sebentar hingga
terbentuk endapan. Kemudian ambil air yang jernihnya untuk analisa DO.
Seperti halnya pengukuran oksigen terlarut dengan menggunakan DO meter,
pengukuran dengan menggunakan tirimetrik juga harus dilakukan proses
kalibrasi. Pengukuran oksigen terlarut dengan titrimetric hasilnya lebih akurat
dari pada dengan alat DO meter. Untuk menjaga ketepatan alat, setiap waktu alat
perlu dikalibrasi dengan membandingkan hasil pengukuran alat terhadap hasil
pengukuran dengan cara titrasi standar Winkler terhadap air contoh yang sama
(Mariyam dkk., 2014).
Cara penentuan oksigen terlarut dengan titrimetric yaitu dengan
mengambil air sampel kemudian masukan ke dalam botol BOD yang berukuran
100 ml sampai meluap, (jangan sampai terjadi gelembung udara), tutup kembali.
Tambah I ml mangan sulfat (Mn SO4), dan 2 ml NaOH + KI .Penambahan
reagen-reagen ini juga dengan memasukan pipet di bawah permukaan air botol.
Tutup dengan hati-hati dan aduk dengan membolak-balik botol kurang lebih 20
kali. Biarkan beberapa saat hingga endapan coklat terbentuk dengan sempurna
Tambahkan 2 ml H2SO, pekat dengan hati-hati (gunakan ruang asam), aduk
dengan cara yang sama hingga semua endapan larut. Kalau endapan belum larut
semua, tambahkan lagi 0,5 ml H2SO4 pekat. Ambil 50 ml air dari botol BOD
tersebut dengan menggunakan pipet Mohr atau gelas ukur, masukan ke dalam
erlenmeyer, usahakan jangan sampai terjadi aerasi (Mariyam dkk. 2014).

 Cara mengukur pH
Alat yang digunakan untuk mengukur pH air yaitu pH pen dan pH test
paper. pH meter adalah jenis alat ukur untuk mengukur derajat keasaman atau
kebasaan suatu cairan, pada Ph meter digital terdapat elektroda khusus yang
berfungsi untuk mengukur pH bahan-bahan semi padat, elektroda (probe
pengukur) terhubung sebuah alat elektronik yang mengukur dan menampilkan
nilai pH. Probe atau Elektroda merupakan bagian penting dari pH meter,
Elektroda adalah batang seperti struktur biasanya terbuat dari kaca. Pada bagian
bawah elektroda ada bohlam, bohlam merupakan bagian sensitif dari probe yang
berisi sensor. Jangan pernah menyentuh bola dengan tangan dan bersihkan
dengan bantuan kertas tisu dengan tangan sangat lembut. Untuk mengukur pH
larutan, probe dicelupkan ke dalam larutan. Probe dipasang di lengan dikenal
sebagai probe lengan (Karangan dkk., 2019).
Sebelum dilakukan pengukuran, terlebih dahulu alat ukur pH meter harus
dikalibrasi setiap sebelum dan sesudah melakukan pengukuran. Untuk
penggunaan normal kalibrasi harus dilakukan setiap hari. Alasan melakukan hal
ini adalah probe kaca elektroda tidak diproduksi e.m.f. dalam jangka waktu
lama. Kalibrasi harus dilakukan setidaknya dengan dua macam cairan standart
buffer yang sesuai dengan rentang nilai pH yang akan diukur. Pengukuran
dengan instrumen yang digunakan dalam pH meter dapat bersifat analog
maupun digital. Sebagaimana alat yang lain, untuk mendapatkan hasil
pengukuran yang baik, maka diperlukan perawatan dan kalibrasi pH meter
(Karangan dkk., 2019).
Prinsip kerja utama pH meter adalah terletak pada sensor probe berupa
elektrode kaca (glass electrode) dengan jalan mengukur jumlah ion H3O+ di
dalam larutan. Ujung elektrode kaca adalah lapisan kaca setebal 0,1 mm yang
berbentuk bulat (bulb). Bulb ini dipasangkan dengan silinder kaca non-
konduktor atau plastik memanjang, yang selanjutnya diisi dengan larutan HCl
(0,1 mol/dm3). Di dalam larutan HCl, terendam sebuah kawat elektrode panjang
berbahan perak yang pada permukaannya terbentuk senyawa setimbang AgCl.
Konstannya jumlah larutan HCl pada sistem ini membuat elektrode Ag/AgCl
memiliki nilai potensial stabil (Karangan dkk., 2019).
Selain menggunakan pH pen, pengukuran pH juga dapat dilakukan dengan
menggunakan pH test paper. Ambil satu strip kertas lakmus lalu celupkan ke
dalam air atau zat cair lain selama 5 detik, lalu angkat dan langsung cocokan
perubahan warna pada kertas strip tersebut pada tabel warna yang ada di kotak
kemasan. Apabila menggunakan kertas lakmus dan indikator universal pH,
tingkat akurasi pengukuran tidak terlalu tepat dikarenakan keterbatasan manusia
dalam membandingkan warna kertas lakmus. Selain itu, tingkat ketelitian hasil
pengukuran tidak bisa sampai nilai satu digit dibelakang koma yang
meningkatkan kemungkinan terjadinya kesalahan baca nilai pH sehingga
menyebabkan kesalahan penindaklanjutan bahan uji coba yang menyebabkan
reaksi berantai menuju hal-hal yang tidak diinginkan pengguna. Tetapi metode
pengukuran ini relatif lebih murah, sehingga masih banyak orang yang
menggunakan metode ini, contohnya para pelajar. Bila menggunakan alat pH
meter, maka hasil pengukuran bisa akurat dan cepat, namun metode pengukuran
ini relatif lebih mahal (Wibowo dkk., 2019).
 Cara mengukur salinitas
Alat yang digunakan untuk mengukur salinitas adalah refraktometer dan
salinometer. Refraktometer adalah alat ukur salinitas yang umum digunakan
oleh semua orang. Alat ini terkadang disebut juga sebagai alat pengukur indeks
pembiasan cairan. Refraktormeter digunakan untuk mengukur kadar garam.
Prinsip atau cara kerja alat ini adalah dengan menggunakan indeks pembiasan
cahaya sebagai tolak ukur tingkat salinitas air. Karena memanfaatkan cahaya
secara langsung, maka alat ini harus dipakai pada tempat yang terbuka atau
terdapat sinar matahari. Hal ini dikarenakan setelah kita mengambil sampel air
laut, maka kita dapat mengetahui secara langsung kadar salinitas pada air yang
diukur. Cara pengukuran dengan menggunakan refraktometer yaitu pertama
bilas atau bersihkan permukaan lensa refraktometer dengan aquades, kemudian
keringkan dengan menggunakan kertas tisu. Lakukan kalibrasi dengan
menggunakan aquades, lihat skala menunjukan nilai nol (0). Setelah itu, ambil
sampel air yang akan diukur dan teteskan pada permukaan lensa refraktometer,
dan tutuplah penutup lensa. Hadapkan alat ke cahaya matahari dan baca skala
yang tertera (PPKP, 2015).
Salinometer adalah alat yang digunakan sebagai pengukur kepadatan air
yang ingin diukur salinitasnya. Prinsip atau cara kerja alat salinometer adalah
pengukuran berat jenis air. Pengukuran ini bisa akurat jika dalam pengukuran
selalu mengaitkan nilai suhu air. Pada suhu tinggi, nilai pengukuran salinitas
menyebabkan pembacaan akan lebih rendah dari kenyataan demikian juga
sebaliknya. Salinometer akan berfungsi baik jika suhu air sesuai dengan nilai
patokan/standar yang tertera di alat tersebut. Cara menggunakan salinometer
adalah pertama siapkan semua alat yang akan digunakan, kemudian ambil
sampel air yang akan diukur masukan ke dalam wadah pengukuran sampai
penuh. Sebelumnya, cek suhu air. Setelah itu, bilas/bershkan salinometer dengan
aquades. Masukan salinometer pada wadah pengukuran (gelas ukur).
Kemudian, baca skala pada salinometer yang berhimpit dengan permukaan air
sampel pada wadah pengukuran (PPKP, 2015).
 Cara mengukur nitrit
Penentuan kadar nitrit dilakukan dengan metode spektrofotometer (SNI
06- 6989.9-2004). Dalam suasana asam (pH 2- 2,5), nitrit akan bereaksi dengan
Sulfanilamid (SA) dan N-(1-naphthyl) ethylene diamine dihydrochloride (NED
dihydrochloride) membentuk senyawa azo yang berwarna merah keunguan yang
dapat diukur pada panjang gelombang 543 nm (Putri dkk., 2019). Untuk
mengukur parameter nitrit yaitu dengan cara memasukan sampel ke dalam
tabung cell sebanyak 5 ml, kemudian homogenkan sampel larut dan reaksikan
selama 10 menit. Lalu masukan cell test ke dalam spectrophoto meter sampai
tepat masuk ke dalamnya. Sejajarkan tanda garis ke derajatnya pada photometer,
masukan kode parameter NO2 031, dan mulailah pengukuran. Hasil yang
diperoleh dapat dilihat pada layar spectrophoto meter. Setelah dilakukan
pembacaan warna larutan sampel akan tetap stabil selama 60 menit (Kamsuri et
al., 2013).

 Cara mengukur nitrat


Nitrat Penentuan kadar nitrat dilakukan dengan metode
spektrofotometer (SNI 06- 2480-1991) menggunakan metode brusin dengan alat
spektrofotometer pada panjang gelombang 410 nm (Putri dkk., 2019). Untuk
mengukur parameter nitrat dilakukan dengan cara menambahkan 1 takar
microspoon biru NO3-1AK ke dalam tabung uji, tutup dengan penutup ulir,
kemudian homogenkan dan reaksikan selama 2 menit, tambahkan 1.5 ml sampel
dengan pipet dengan perlahan, tutup dengan penutup ulir dan campur. Perhatian,
tabung akan menjadi sangat panas. Reaksikan selama 5 menit, lalu masukan cell
test ke dalam spectrophoto meter sampai tepat masuk ke dalamnya. Sejajarkan
tanda garis ke derajatnya pada photometer. Masukan kode parameter NO 3 030
dan mulai pengukuran. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada layar
spectrophoto meter, setelah dilakukan pembacaan warna larutan sampel akan
tetap stabil selama 60 menit (Kamsuri et al., 2013).

 Cara mengukur ammonia


Penentuan kadar amonia dilakukan dengan metode spektrofotometer
secara fenat (SNI 06-6989.30-2005) dengan panjang gelombang 640 nm (Putri
dkk., 2019). Untuk mengukur parameter Amoniak dilakukan dengan
menyalakan alat spektrofotometer kemudian tekan Hach Programs pada panel,
pilih 380 N, Amonia, Ness lalun tekan start, lalu masukkan 25 ml air sampel ke
dalam tabung reaksi. Tambahkan 25 ml air bersih sebagai larutan blanko dan
masukan 3 tetes mineral stabilizer pada tiap botol lalu campurkan masing-
masing botol, kemudian masukan lagi polovinil alcohol pada tiap botol lalu
campurkan, dan pipet 1,0 ml reagen Nassler pada tiap botol lalu campurkan.
Tekan timer lalu tekan OK. Setelah itu, unggu selama 1 menit dan tuangkan
kedua botol sampel ke dalam botol pereaksi. Ketika tanda dari alat berbunyi,
maka masukan larutan blanko ke dalam alat spektrofotometer kemudian tekan
zero lalu keluarkan lagi. Masukan larutan air sampel kemudian tekan reed, hasil
akan muncul pada layar dengan angka digital (Kamsuri et al., 2013).

3.2.4. Pengaruh Parameter terhadap Lingkungan atau Biota


Oksigen terlarut atau DO (Dissolved Oxygen) adalah salah satu tolak
ukur untuk mengetahui kualitas air. Semakin besar nilai DO, menunjukkan
kualitas air semakin baik. Hal ini sangat penting, khususnya bagi pembudidaya
ikan. Ikan atau udang yang dibudidayakan di tambak bisa mengalami kematian
massal Jika kadar oksigen di kolam/tambak tidak diperhatikan (Tiyasha Tiyasha,
2021). Sama seperti manusia, semua makhluk hidup yang hidup di air mulai dari
ikan, udang, kepiting sampai cacing yang mengubur diri dalam lumpur butuh
oksigen untuk bertahan hidup. Bedanya, manusia menggunakan paru-paru untuk
menghirup oksigen dari udara, namun cacing, ikan, kepiting dan hewan air
lainnya menggunakan insang untuk mendapatkan oksigen dari air (Baigo
Hamuna, 2018). Cara kerjanya adalah saat air bergerak melintasi insang hewan,
oksigen akan dipisahkan dari air dan masuk ke dalam darah. Insang akan bekerja
lebih baik ketika ada banyak oksigen dalam air. Jika kadar oksigen terlarut
menurun, akan menjadi sulit bagi hewan untuk mendapatkan oksigen yang
mereka butuhkan dalam bertahan hidup (Obianyo, 2019).
Derajat keasaman atau pH air menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam
larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen (dalam mol per
liter) pada suhu tertentu. Pada pH rendah (keasaman yang tinggi) kandungan
oksigen terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun,
aktivitas pernapasan naik dan selera makan ikan akan berkurang. Hal yang
sebaliknya terjadi pada suasana basa. Atas dasar ini, maka usaha budidaya ikan
akan berhasil baik dalam air dengan pH 6,5- 9,0 dan pertumbuhan optimal
terjadi pada pH 7-8,5 (Obianyo, 2019). Sebagai contoh, spesies ikan yang
berbeda memerlukan tingkat pH yang berbeda pada air kolam. Beberapa hewan
air dapat mentolerir kadar keasaman atau pH yang lebih tinggi daripada yang
lain seperti ikan koi berkembang dalam air yang memiliki pH 7,5 dan dapat
mentolerir pH air sebesar 8,2 sedangkan ikan Oscar lebih suka air yang lebih
asam dengan pH 6,5 – 7 (Tiyasha Tiyasha, 2021).
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam yang terlarut dalam
air. Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Kondisi
perairan erat kaitannya dengan salinitas. Salinitas adalah salah satu parameter
kualitas air yang secara langsung mempengaruhi metabolisme ikan, terutama
proses osmoregulasi (Obianyo, 2019). Sehingga dengan memberikan perlakuan
salinitas yang berbeda pada kegiatan budidaya, hal tersebut diperkirakan dapat
mempengaruhi tingkat pertumbuhan, tingkat kelangsungan hidup dan rasio
konversi pakan (FCR) pada ikan (Baigo Hamuna, 2018). Faktor-faktor yang
mempengaruhi salinitas adalah penguapan, semakin besar tingkat penguapan air
laut di suatu wilayah, maka salinitasnya tinggi dan sebaliknya. Apabila pada
daerah yang rendah tingkat penguapan air lautnya, maka daerah itu memiliki
kadar garam yang rendah (Triyulianti, dkk., 2017).
Curah hujan, semakin besar atau banyak curah hujan yang terjadi di
suatu wilayah laut maka salinitas air laut itu akan rendah dan sebaliknya ketika
semakin sedikit atau kecil curah hujan yang turun maka salinitas airnya akan
tinggi. Banyak sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut, semakin
banyak sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas laut tersebut akan
rendah, dan justru sebaliknya ketika semakin sedikit sungai yang bermuara ke
laut maka salinitasnya akan tinggi (Patty, et al., 2015). Ikan dapat tumbuh
optimal dikarenakan tekanan osmotik antara cairan tubuh ikan dan air laut
(salinitas 4 ppt) sebagai media lingkungan hidup ikan dalam keadaan seimbang
atau sama (isoosmotik) dan dapat ditolerir oleh kondisi fisiologis tubuh ikan
sehingga tidak mempengaruhi nafsu makan ikan dan proses metobolisme ikan
berjalan dengan baik, energi yang diperoleh dapat dimanfaatkan secara optimal
untuk pertumbuhan (Baigo Hamuna, 2018).
Nitrat adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami. Nitrat merupakan
salah satu nutrient senyawa yang penting dalam sintesa protein hewan dan
tumbuhan. Konsentrasi nitrat yang tinggi di perairan dapat menstimulasi
pertumbuhan dan perkembangan organisme perairan apabila didukung oleh
ketersedian nutrien (Lestari, 2016). Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air
dan bersifat stabil. Secara alami konsentrasi nitrat dalam air laut hanya beberapa
mg/L dan merupakan salah satu senyawa yang berfungsi dalam merangsang
pertumbuhan biomassa laut sehingga secara langsung mengontrol perkembangan
produksi primer sehingga berhubungan erat dengan kesuburan suatu perairan,
namun jika kadar nitrat pada perairan tinggi maka dapat dipastikan bahwa
perairan tersebut tercemar sehingga dapat mengakibatkan pertumbuhan
organisme yang kurang optimal, proses fotosintesis fitoplankton terganggu,
bahkan terjadinya kematian organisme air (Kapri, dkk., 2018).
Sumber ammonia di perairan merupakan hasil pemecahan nitrogen
organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam air.
Meningkatnya kadar ammonia di laut berkaitan erat dengan masuknya bahan
organik yang mudah terurai baik yang mengandung unsur nitrogen maupun tidak
mengandung unsur nitrogen. Apabila ammonia melebihi batas maksium maka
akan meningkatkan pertumbuhan dan kepadatan fitoplankton (Sumantriyadi,
2017). Sebagaimana diketahui bahwa ammonia merupakan salah satu parameter
pencemaran organik di perairan dan dapat bersifat toksik bagi biota jika
konsentrasinya melebihi ambang batas maksimum. Kepadatan fitoplankton yang
tinggi menimbulkan peristiwa ledakan populasi (blooming), yang diikuti oleh
kematian masal (die off) fitoplankton (Ahmad, 2018).
Peristiwa ledakan populasi dan kematian masal fitoplankton akan
memperburuk kualitas air, sehingga produksi budidaya menurun. Penurunan
kualitas air tambak dapat memacu timbulnya berbagai macam penyakit pada
biota yang dibudiayakan. Upaya mencegah terjadinya peningkatan Amonia pada
air salah satunya dengan melakukan pembatasan jumlah pakan yang diberikan
atau dengan pengendalian pH pada kondisi alkalis karena ammonia mudah
menguap pada kondisi ini (Wahyudi, et al., 2014).
BAB IV
PENUTUP

4,1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan
bahwa analisa kualitas air berdasarkan parameter kimia yaitu DO, pH, salinitas,
nitrit, nitrat, dan ammonia. DO optimum pada budidaya ikan adalah 3-5 mg/L,
pH optimum untuk kegiatan budidaya ikan adalah 7-8,5. Salinitas optimum 0-5
ppt untuk budidaya air tawar, nitrit optimum terlarut di dalam air adalah 0,2
mg/L, kandungan nitrat yang optimum yaitu 10 mg/L. Sedangkan, NH3 atau
ammonia optimum untuk kegiatan budidaya ikan yaitu sebesar <0,02 mg/L.
Selain itu, untuk mengukur parameter kimia, perlu adanya alat ukur berupa DO
meter, pH meter, refraktometer atau salinometer, dan spektrofotometer.

4.2. Saran
Saran yang perlu dilakukan mengenai analisa kualitas air berdasarkan
parameter kimia adalah perlu dilakukan pula pemantauan kualitas perairan
secara terus-menerus dalam pengembangan perikanan serta upaya pengelolaan
mutu air yang berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA

Agmilda A. Kabalmay1 , Novie P.L Pangemanan2 , Suzanne L. Undap. 2017.


Pengaruh kualitas fisika kimia perairan terhadap usaha budidaya ikan di
Danau Bulilin Kabupaten Minahasa Tenggara. Budidaya Peraira,n Vol. 5
(2): 15 – 26.
Ahmad, Fungky Andria, S. R., 2018. Kajian Teknis Faktor Abiotik pada Embung
Bekas Galian Tanah Liat PT. Semen Indonesia Tbk. untuk Pemanfaatan
Budidaya Ikan dengan Teknologi KJA. Jurnal Ilmiah Perikanan dan
Kelautan, Vol. 10(2): 95-105.
Alaerst G, Sartika S. 2017. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya.
Aliyas, Samliok.N dan Zakirah. R.Y., 2016. Pertumbuhan dan Kelangsungan
Hidup Ikan Nila (Oreochromis sp.) yang Dipelihara pada Media
Bersalinitas. Jurnal Sains dan Teknologi Tandulako, Vol. 5(1) 1: 2089-
8630.
Baigo Hamuna, R. 2018. Konsentrasi Amoniak, Nitrat dan Fosfat di Perairan
Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura. EnviroScienteae. Vol. 14(1): 8-15.
Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi. 2016. Baku Mutu
Kualitas Air Tawar. Agromedia Jakarta
Canadian Council of Ministers of the Environment (CCME). 2008. Canadian
water quality guidelines. CCME. Ottawa. 1484 p.
Fardiansyah, D. 2011. Budidaya Udang Vannamei di Air Tawar. Artikel Ilmiah
Dirjen Perikanan budidaya KKP RI. Jakarta.
Juliyanti, Vivi., Salamah., dan Muliani. 2016. Pengaruh penggunaan probiotik
pada media pemeliharaan terhadap benih maskoki (Carassius auratus)
pada umur yang berbeda. Acta Aquatica, Vol. 3 (2): 66-74
Kamsuri, Agus I., Pangemanan N. P. L., dan Reiny A. T. 2013. Kelayakan Lokasi
Budidaya Ikan di Danau Tondano ditinjau dari Parameter Fisika Kimia
Air. Budidaya Perairan September 2013 Vol. 1(3): 31 – 42.
Kapri, A. A., Chandra J. K., dan Yales V. J. 2018. Pengaruh Suhu terhadap
Variabilitas Fisika-Kimia di Perairan Teluk Riau Kota Tanjungpinang
Provinsi Kepulauan Riau. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Universitas Maritim Raja Ali Haji. Riau.
Karangan, Jufriadi., Bambang S., dan Sulardi. 2019. Uji Keasaman Air dengan
Alat Sensor PH di STT Migas Balikpapan. Jurnal Kacapuri Jurnal
Keilmuan Teknik Sipil Vol. 2 (1) : 65-72.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004. Tentang
baku mutu air laut. Jakarta. 10 hlm.
Lestari, P. 2016. Kertas Indikator Bunga Belimbing Wuluh (Avverhoa bilimbi)
Untuk Uji Larutan Asam Basa. Jurnal Pendidikan Madrasah Vol. 1(1):
62-79.
Mariyam, Siri., Soleh R., dan Engkos K. 2014. Teknik Pengukuran Oksigen
Terlarut. Buletin Teknik Likayasa Symber Daya dan Penangkapan Vol.
2: 45-47.
Mulyanto. 2018. Lingkungan Hidup Untuk Ikan. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Jakarta.
Obianyo, J. I., 2019. Effect of Salinity on Evaporation and the Water Cycle.
Emerging Science Journal. Vol. 3(4): 255-262.
Obianyo, J. I., 2019. Effect of Salinity on Evaporation and the Water Cycle.
Emerging Science Journal. Vol. 3(4): 255-262.
Patty, S.I., Hairati, A., Malik, S.A. 2015. Nutriens Phosphate, Nitrate Dissolved
Oxygen, and Dissolved pH And They Relation to Productivity of
Jikumerasa Waters, Buru Island. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. Vol 1(1):
12-22.
Pramleonita, M., Yuliani, N., Arizal, R., & Wardoyo, S. E. 2018. Parameter fisika
dan kimia air kolam ikan nila hitam (Oreochromis niloticus). Jurnal Sains
Natural, 8(1), 24-34.
Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan. 2015. Mengidentifikasi Parameter
Kualitas Air. Badan Pengembangan SDM dan Pemberdayaan Masyarakat
Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Putri, Wike Ayu Eka., Anna Ida Sunaryo Purwiyanto1 , Fauziyah1 , Fitri
Agustriani1, dan Yulianto Suteja2. 2019. Kondisi Nitrat, Nitrit, Amonia,
Fosfat dan BOD di Muara Sungai Banyuasin, Sumatera Selatan. Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. Vol. 11 (1): 65-74
Salmin. 2015. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) sebagai
Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana, Volume
XXX (3): 21 – 26.
Siahaan, Renay H. 2016. Analisis Kadar Nitrit dan Nitrat dalam Air Isi Ulang
dengan Metode Spektrofotometri Visibel. Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara Medan
Siegers, W. H., Prayitno, Y., & Sari, A. 2019. Pengaruh Kualitas Air terhadap
Pertumbuhan Ikan Nila Nirwana (Oreochromis sp.) pada Tambak
Payau. The Journal of Fisheries Development, 3(2), 95-104.
Soesono. 2019. Limnology. Direktorat Jenderal Perikanan. Departemen Pertanian.
Bogor
Sucipto, dan Prihartono. 2017. Pembesaran Nila Hitam Bangkok di Karamba
Jaring Apung, Kolam Air Deras, Kolam Air Tenang dan Karamba.
Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.
Sulistyorini, Iin Sumbada., Muli Edwin., dan Adriana Sampe Arung. 2016.
Analisis Kualitas Air pada Sumber Mata Air di Kecamatan Karangan dan
Kaliorang Kabupaten Kutai Timur. Jurnal Hutan Tropis Vol. 4 (1): 64-76
Sumantriyadi, W. A. 2017. Pertumbuhan dan Kelansungan Hidup Ikan Patin Siam
(Pangasius hypophthalmus) terhadap Salinitas yang Berbeda. Jurnal
Ilmu-Ilmu Perikanan Keluatan dan Budidaya Perairan. Vol 12(1): 48-55.
Sumarno, Dedi. 2013. Kadar Salinitas di Beberapa Sungai yang Bermuara di
Teluk Cempi, Kabupaten Dompu-Provinsi Nusa Tenggara Barat. Balai
Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan: Jatiluhur.
Susana, Tjutju. 2013. Air sebagai Sumber Kehidupan. Oseana, Volume XXVIII,
(3): 17-25
Syarifusin. 2016. Pengaruh PH terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup
Benih Ikan Biawan (Helostoma temmincki). Skripsi. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan Universitas Muhammadiyah Pontianak. Pontianak
Tiyasha Tiyasha, T. M., 2021. Functionalization of remote sensing and on-site
data for simulating surface water dissolved oxygen: Development of
hybrid tree-based artificial
Wibowo, Rizky Satrio., dan Muhammad A. 2019. Alat Pengukur Warna dari
Tabel Indikator Universal PH yang diperbesar Berbasis Mikrokontroler
Arduino. Jurnal Edukasi Elektro, Vol. 3 (2): 99-109.
Wiryono, 2013. Pengantar Ilmu Lingkungan. Pertelon Media. Bengkulu.
World Health Organization and European Commission. 2002. Eutrophication and
Health. Edited by K. Pond. Luxembourg: Office for official Publication
of the European communities. 165 p.
LAMPIRAN

Sumber: (Karangan, 2019)

Sumber: (Karangan, dkk., 2019) pH pen dan pH test paper


Sumber: (PPKP, 2015)

Gambar DO Meter
Sumber: (PPKP, 2015)

Anda mungkin juga menyukai