Penyusun :
1. Yuni Puji Hastuti, M.Si
2. Jajang Ruhyana, ST
A. Bekerja di Laboratorium
C. Prosedur Sampling
Prosedur sampling yang benar merupakan bagian penting dari penelitian/survey untuk
menentukan kualitas air atau limbah dan/atau untuk mengecek kesesuaian dengan standar
kualitas air atau limbah. Ada tiga tipe prosedur pengambilan sampling dasar, yaitu grap
sampling, composite sampling dan composit sampling prosional dengan debit.
1.Grap sampling : pengambilan sampel air dilakukan pada saat waktu tertentu kemudian
dianalisis. Perlu diperhatikan bahwa pengujian berdasarkan grap sampling hanya menyatakan
kondisi air atau air limbah pada waktu dan lokasi pengambilan sampel tersebut.
2. Composite sampling : pengambilan sampel pada interval waktu tertentu selama periode waktu
sampling.
3. Composit sampling prosional dengan debit : pengambilan sampel air berdasarkan debit atau
laju aliran air. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil yang akurat. Contoh jika pada debit
alir 10L/s diambil sampel sebanyak 100 ml maka pada debit alir 20L/s diambil sampel sebanyak
200 ml.
D. Teknik Sampling
Alat yang paling sederhana untuk mengambil sampel adalah dengan menggunakan botol
yang diikat dengan tali dan diberi beban sehingga mudah tenggelam. Syarat peralatan sampling
yang akan digunakan untuk sampling harus bersih dan kering. Kontaminasi dari bahan alat
pengambil atau wadah sampel harus dicegah. Dalam transportasi sampel harus disimpan dalam
cool box untuk mempertahankan sifat fisik, kimia dan biologis sampel.
Dalam sampling perlu diperhatikan titik lokasi sampling dan volume sampel. Penentuan
titik lokasi pengambilan sampel harus dapat memberikan hasil yang representative tentang lokasi
karakteristik sampel yang diuji. Volume sampel yang diambil harus dapat mencukupi untuk
kebutuhan analisis di laboratorium.
FISIKA PERAIRAN
Suhu
Suhu adalah besaran yang menyatakan derajat panas atau dingin suatu zat yang dapat
diukur menggunakan thermometer. Satuan suhu yang banyak digunakan di Indonesia adalah 0C.
Suhu pada suatu perairan berpengaruh terhadap kondisi perairan dan biota yang hidup
didalamnya. Suhu optimum bagi perairan khususnya untuk kegiatan budidaya adalah 26-31 0C
(New, 2002). Suhu periaran yang berada dibawah kisaran optimum akan menghambat
metabolisme biota perairan dan dapat menurunkan nafsu makan ikan. Sedangkan untuk suhu
yang tinggi dapat membuat ikan stress dan mempercepat kelarutan/ reaksi zat pencemar perairan.
Penyiapan alat
2. Tekan tombol “FUNC” untuk memfungsikan alat dan merubah satuan dari mg/l menjadi
% atau ºC atau mg/l
3. Jika ingin membulatkan angka dibelakan desimal, maka tekan tombol LSD, jika tombol
ini ditekan lagi, maka nilai asli akan muncul lagi
Kalibrasi
1. Putuskan sambungan elektrrode dari alat dan kemudian tekan atus FUNCTION menjadi
mg/L atau %. Layar akan menunjukkan E-l”
2. Kemudian tekan tombol “CAL” sampai keluar angka 0,00, jika belum keluar angka 0,00
maka tekan tombol “CAL” lagi sampai muncul angka 0,00.
1. Masukkan elektrode ke air sampel yang sudah dipastikan bahwa tidak ada gelembung
udaranya
2. Bersihkan air yang menempel pada elektrode dan kemudian simpan elektrode. A) jika
digunakan lagi dalam waktu 1-2 hari maka biarkan elektrode masih tersambung dengan
alat. B) jika tidak digunakan selama 1 minggu maka lepaskan elektrode dari alat.
Marine
Sumber : Mc Lusky, 1971 dalam Kordi, 1996 dalam Ghufran dkk 2007
Berdasarkan kemampuan ikan menyesuaikan diri pada salinitas tertentu, dapat digolongkan
menjadi dua yaitu ikan yang mempunyai toleransi salinitas yang kecil (Ctenohaline) dan ikan
yang mempunyai toleransi salinitas yang lebar (Euryhaline). Salinitas suatu perairan sangat erat
kaitannya dengan osmoregulasi biota yang hidup didalamnya. Osmoregulasi adalah pengontrolan
kadar air dan garam mineral di dalam darah. Setiap organisme mempunyai kemampuan yang
berbeda-beda untuk menghadapi masalah osmoregulasi sebagai respon atau tanggapan tehadap
perubahan osmotik lingkungan eksternalnya.
Pengukuran salinitas
3. Tekan tombol “ENTER” dan alat siap untuk digunakan untuk pengukuran.
Gambar 1. Refraktometer
KEKERUHAN
Kekeruhan menunjukkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya
yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Hal ini dapat
disebabkan oleh adanya bahan organic dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut, maupun
bahan organic yang berupa mikroorganisme (APHA; Davis dan Cornwell dalam Effendi, 2003).
Padatan tersuspensi erat hubungannya dengan kekeruhan semakin tinggi nilai padatan
tersuspensi, nilai kekeruhan juga semakin tinggi. Namun nilai padatan terlarut yang tinggi tidak
selalu diikuti dengan nilai kekeruhan yang tinggi pula. Nilai kekeruhan dapat diukur dengan alat
turbidimeter (Gambar 2) yang memiliki satuan JTU (Jackson Turbidity Unit) yang setara dengan
1 mg/l SiO2.
1. Air sampel tidak direkomendasikan air yang disimpan, sesegera mungkin air sampel
diperikasa kekeruhannya.
4. Pada alat, diawal dimasukkan air yang sudah didestilasi kemudian tekan tombol zero
untuk meng nol kan. Setelah itu dimasukkan standar yang sudah tersedia dan diketahui
nilainya ke dalam alat dan kemudian nilai yang muncul pada layar dicocokan dengan
nilai yang sudah diketahui (Kalibrasi).
5. Kemudian air sampel dimasukkan ke alat dan dilihat nilai yang muncul pada layar.
Gambar 2. Turbidimeter
Zat padat pada badan air dikelompokkan menjadi dua, yaitu zat padat terlarut (TDS : Total
dissolved Solid) dan zat padat tersuspensi (TSS : Total Suspended Solid). Keduanya dibedakan
berdasarkan ukuran diameter partikel-partikel penyusunya. Gabungan nilai TDS dan TSS
dinamakan Zat padat total. Jumlah zat padat tersuspensi terdiri dari zat padat tersuspensi organic
(Volatil) dan zat padat tersuspensi inorganic (tetap)
Cara Penetapan Zat Padat Total
1. Sebanyak 25-50 ml contoh yang telah diaduk di masukkan ke dalam cawan. Sebelum
digunakan cawan dibersihkan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105oC selama
1 jam. Setelah itu cawan didinginkan di dalam desikator dan ditimbang (W1).
2. Contoh diuapkan dalam cawan dan diteruskan dengan pengeringan di dalam oven pada
suhu 100-105oC sampai air yang ada hilang.
3. Setelah didinginkan di dalam desikator, cawan ditimbang sebagai W2.
(W2-W1}
Zat Padat Total {mg/L} = ml contoh
(B2-B1)
Zat Padat terlarut (mg/L) = ml contoh
Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari
fotosintesa dan absorbsi atmosfer/udara. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan
oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang
kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga
dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik (Anonim,
2012).
Jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk pernapasan biota budidaya tergantung ukuran, suhu
dan tingkat aktivitasnya dan batas minimumnya adalah 3 ppm atau 3 mg/l. Kandungan oksigen
di dalam air yang dianngap optimum bagi budidaya biota air adalah 4 – 10 ppm, tergantung
jenisnya. Laju respirasi terlihat tetap pada batas kelarutan oksigen 3 – 4 ppm pada suhu 20 – 30
°C. Sumber oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer, arus
atau aliran air melalui air hujan serta aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton
(Novonty and Olem, 1994).
Oksigen (O2) adalah satu jenis gas terlarut dalam air dengan jumlah yang sangat banyak,
yaitu menempati urutan kedua setelah nitrogen. Namun jika dilihat dari segi kepentingan untuk
budidaya perairan, oksigen menempati urutan teratas. Oksigen merupakan salah satu faktor
pembatas sehingga bila ketersediaannya di dalam air tidak mencukupi kebutuhan biota budidaya,
maka segala aktivitas biota akan terhambat.
Prinsip analisa
Nilai DO pada perairan dapat kita ukur dengan metode titrasi yang dikenal dengan
metode winkler. Prinsip metode ini………………………….. adapun reaksi yang terjadi dapat
dilihat pada reaksi dibawah ini…
Reaksi
a. Sulfamic Acid
Larutan 182 gr MnSO4 dengan akuades hingga volume 500 ml labu takar.
d. Larutan NaOH + KI
Larutan 250 gr NaOH dan 75 gram KI dalan akuades hingga volume 500 ml simpan
dalam botol bertutup karet.
Pada reaksi 4 (Standar Winkler), dua molekul Na-thiosulfat bereaksi dengan dua kivalen
Iodium. Oleh karena itu nilai normalitas N per liter larutan Na-thio mengandung sejumlah berat
molekul (BM) dari komponen itu dalam gram perliter larutan. Garam yang digunakan adalah
Na2S2O3. 5H2O dengan berat molekul 248,19 ; maka larutan 0,025 N berisi: 248,19 x 0,025 =
6,2048 g/1 Larutan
Timbang dengan tepat 6,205 gram kristal Na2S2O3.5H2O, larutkan sampai menjadi 1000
ml dengan akudes bebas CO2. Akuades bebas CO2 diperoleh dengan cara mendidihkan akuades
selama 30 menit kemudian didinginkan. Tambahkan beberapa tetes Chloroforn sebagai bahan
pengawet. Simpan dalam botol coklat di tempat gelap.
Garam ini membentuk larutan yang stabil, sehingga harus dibuat secara tepat. Larutan ini
bereaksi dengan KI dalam larutan asam dan membebaskan sejumlah.
6 KI + K2Cr27 + 14 HCl 6 KCl + 2 CrCl3 + H2O + I2
294,2
0,025 x 1,2258 (gram/l)
6
Timbang dengan tepat 0,6129 gram kristal murni K2Cr2O7 (sudah dikeringkan pada 105
0
C) dan didinginkan dalam desikator), larutkan dalam akuades bebas CO2 sampai volume 500 ml.
Sebanyak 2 gr Soluble Starch dilarutkan dalam 100 ml akuades, panaskan sambil diaduk,
kemudian tambahkan 0,5 ml formalin sebagai bahan pengawet. Larutan ini hanya bertahan 1
bulan.
a. Siapkan 100 ml akuades bebas CO2 dalam labu erlenmeyer 500 ml.
ml standar bichromate 10
f
ml standar thiosulfat x
Analisa DO secara titrimetrik ini dilakukan dengan menggunakan botol yang dirancang
khusus untuk menghindari terjadinya gelembung udara pada saat botol ditutup, yang disebut
botol BOD. Pemindahan air sampel ke dalam botol BOD dilakukan dengan hati-hati untuk
menghindari terjadinya gelembung udara (“ bubling “) yang dapat mengakibatkan terbebasnya
jumlah gas dari air atau terjadi aerasi, sehingga kadar oksigen terlarut kurang atau melebihi kadar
sesungguhnya. Adapun tahapan pengukuranya sebagai berikut:
a. Pindahkan air sampel ke dalam botol BOD (Gambar 3a) sampai meluap, (jangan
sampai terjadi gelembung udara), tutup kembali.
b. Tambahkan 1 ml Sulfamic Acid dengan pipet dibawah permukaan tutup dan aduk
dengan membolak-balik botol.
e. Ambil 100 ml air dalam botol BOD tersebut dengan menggunakan pipet mohr
atau gelas ukur, masukkan ke dalam erlenmeyer usahakan jangan sampai terjadi nerasi.
f. Titrasi dengan Na-thiosulfat hingga terjadi perubahan warna dari kunimg tua ke
kuning muda. Tambahkan 5 - 8 tetes indikator amylum hingga terbentuk warna biru.
Lanjutkan titrasi dengan Na-thiosulfat hingga tepat tidak berwarna (bening).
Perhitungan:
Pengukuran cara lain yang lebih mudah adalah dengan menggunakan alat ukur elektronik
DO-meter (Gambar 3b). Cara ini biasanya digunakan untuk monitoring atau pengukuran kadar
oksigen dibeberapa lokasi sekaligus. Pengukuran dengan alat ini dapat dilakukan setiap saat dan
dapat langsung terbaca kadar oksigen perairan yang diukur. Untuk menjaga kecepatan alat, setiap
jangka waktu tertentu alat perlu dikalibrasi dengan membandingkan hasil pengukuran alat
terhadap hasil pengukuran dengan cara titrasi standar winkler terhadap air contoh yang sama.
Misalnya suatu sampel air yang dianalisa dengan metode standar Winkler kadar oksigen
terlarutnya a, kemudian air sampel yang sama ditera dengan DO meter menunjukan kadar
oksigen terlarut sebesar b, maka faktor koreksi adalah a/b. Jadi setiap hasil pengukuran dengan
DO meter harus dikalikan dengan faktor koreksi tersebut. Disamping itu, setiap kali sebelum
dipergunakan alat perlu dikalibrasi terhadap temperatur dan tekanan udara (atau lokasi
ketinggian) setempat, kemudian alat juga perlu diriset pada temperatur dan salinitas air yang
bersangkutan pada saat pengukuran.
(a) (b)
(BO) (mikroba)
(BO) (mikroba)
(BO) (mikroba)
Kelemahan BOD dengan metoda ini adalah bila pada air sampel terdapat bakteri
autotroph maka dalam pengukuran BOD akan terukur pula proses nitrifikasi. Tetapi proses ini
baru terjadi pada hari ke 6-10 inkubasi. Untuk mengurangi pengaruh ini digunakan pereaksi
Methylene blue atau Thio urea atau 2 Chloro 6-Pyridine.
Penentuan BOD ini dilakukan dengan cara menghitung kadar oksigen yang dibutuhkan
oleh mikroorganisme untuk mendekomposisi bahan organik yang terlarut di perairan dalam
waktu 5 hari. Jadi merupakan selisih kadar oksigen pada hari pertama dan hari kelima.
Metoda ini menggunakn botol gelap dan botol terang. Botol terang langsung ditentukan
kadar oksigen terlarutnya, sedangkan botol gelap disimpan dalam BOD inkubator pada suhu 20 0c
selama 5 hari. Temperatur 200c dan waktu 5 hari merupakan temperatur dan waktu yang standar
dalam penentuan BOD karena dianggap dalam temperatur tersebut proses dekomposisi berjalan
optimum dam sekitar 75% bahan organik telah terdekomposisi.
a. Ambil air sampel sebanyak 1-2 liter. Apabila air terlalu keruh (terutama karena
plankton), lanjutkan keprosedur b. Bila air tampak jernih, lanjutkan keprosedur c.
b. Encerkan 400-500 ml air sampel 5 sampai 100 kali, tergantung pada tingkat
kepekatan sampel, dengan menggunakan akuades bebas biota.
c. Tingkatkan kadar oksigen air sampel tersebut dengan aerasi menggunakan aerator
baterai selama + 5 menit. Peningkatan kadar oksigen juga dapat dilakukan dengan cara
menuangkan air sampel dari botol satu kebotol yang lain. Dan sebaliknya, sebanyak 15
kali atau lebih (pada prinsipnya, maksud dari perlakuan pada prosedur 2 dan/atau 3 ini
adalah agar tersedia oksigen yang berlebih untuk proses dekomposisi sampai hari terakhir
inkubasi).
d. Pindahkan air sampel tersebut ke dalam botol BOD gelap dan terang sampai
penuh. Air dalam botol BOD terang segera dianalisa kadar oksigen terlarutnya (DO1).
Botol BOD gelap dan air sampel di dalamnya di inkubasi dalam BOD inkubator pada suhu
200c. Setelah 5 hari, tentukan kadar oksigen terlarut dalam botol gelap ini (DO 5).
Penentuan kadar oksigen terlarut ini bisa dilakukan secara titrimetrik atau dengan
menggunakan DO-meter.
Perhitungan :
KARBONDIOKSIDA BEBAS
Karbon dioksida bebas yang dianalisa adalah karbondioksida yang berada dalam bentuk
gas yang terkandung dalam air. Kandungan CO2 bebas diudara adalah sekitar 0.03%. Kandungan
CO2 dalam air murni pada tekanan 1 atm dan temperatur 25 0C adalah sekitar 0,4 ppm.
Karbondioksida yang terdapat di dalam air merupakan hasil proses difusi CO2 juga dihasilkan
oleh proses dekomposisi. Kandungan CO2 sebesar 10 mg/L atau lebih masih dapat ditolelir oleh
ikan bila kandungan oksigen perairan juga cukup tinggi. Kebanyakan spesies dari biota akuatik
masih dapat hidup pada perairan yang memiliki kandungan CO2 bebas 60 mg/L.
Metode penentuan CO2 bebas yang umum digunakan adalah metoda titrimetrik dengan
sodium karbonat (Na2CO3).
Prinsip Analisa
Didalam perairan, CO2 jarang mengakibatkan pH perairan lebih rendah dari 5,5. Perairan
yang lebih asam dari pH 5,5 diduga bukan karena kandungan CO 2 yang tinggi tetapi karena
kandungan mineral-mineral asam kuat. Oleh karena itu, sebelum dianalisa. pH air sampel perlu
diketahui terlebih dahulu. Untuk mendapatkan hasil yang baik, penentuan CO 2 bebas sebaiknya
dilakukan terhadap 2 air sampel yaitu yang dipanaskan dan yang tidak dipanaskan. Air sampel
dipanaskan sambil diaduk sampai hampir mendidih untuk membebaskan CO 2 ke udara. Air
sampel lain yang berasal dari stasiun yang sama dianalisa kadar CO2 tanpa perlakuan pemanasan.
Perbedaan hasil titrasi kedua air sampel tersebut menunjukan kadar CO 2 bebas yang sebenarnya.
Sedangkan nilai CO2 yang didapat pada air sampel tanpa pemanasan menunjukan keasaman total
(total acidity).
Terdapatnya sejumlah Allumunium (Al). Chromium (Cr), Copper (Cu) dan Besi (Fe)
dapat mengakibatkan hasil pengukuran CO2 menjadi lebih tinggi dari kadar sesungguhnya.
Kandungan ion ferro (fe) sebaiknya tidak melebihi 1 ppm. Hasil yang lebih tinggi juga dapat
disebabkan oleh amine, Ammonia, Borate, Nitrime, Phosphate, Silicate dan Sulfide. Asam-asam
mineral dan garam-garam dari asam kuat atau basa lemah juga dapat mempengaruhi penetuan
kadar CO2. Oleh karena itu, sebaiknya bahan-bahan tersebut terdapat dalam jumlah yang sangat
kecil, tidak lebih dari 5% dari kadar CO2 dalam air yang hendak dianalisa.
Pembuatan Pereaksi
Dua ekivalen Na2CO3 (1 mol) diperlukan untuk mengubah 1 mol CO2 membentuk
bikarbonat. Agar 1 ml Na2CO3 setara dengan 1 mg CO2, maka diperlukan 1/22 N atau 0,0454 L
larutan Na2CO3.
Timbang 2,407 gram Na2CO3 bebas air (yang telah dikeringkan dalam oven pada 140 0
dan didinginkan dalam desikator). Larutkan dengan akuades dalam labu ukur menjadi 1.000 ml,
Akuades yang digunakan harus sudah dididihkan selama sekitar 15 menit untuk membebaskan
CO2 dan dibiarkan dingin. Larutkan Na2CO3 yang telah dibuat harus dismpan dalam botol yang
tertutup rapat, sehingga tidak terkontaminasi dengan CO2 dari udara.
Pipet 22,7 ml NaOH 1 N ke dalam labu ukur 1.000 ml. Tambahkan akuades bebas CO2
hingga volumenya mencapai 1.000 ml. Simpan larutan ini dalam botol yang tertutup rapat.
Perlakuan pendahuluan
Ambil air sampel dan masukkan ke dalam 2 erlenmeyer masing-masing 25 ml.
Tambahkan beberapa tetes indikator Methyl Orange (m.o) pada sampel pertama dan beberapa
tetes pp pada sampel kedua. Pada sampel yang diberi m.o., apabila beberapa saat kemudian
menjadi berwarna merah (pH sekitar 4,5 atau kurang), berarti keasaman disebabkan oleh asam
yang lebih kuat dari CO2. Bila air sampel menjadi berwarna kuning setelah penambahan m.o atau
tidak berwarna setelah penambahan pp. Maka diperkirakan keasaman disebabkan oleh CO2.
a. Pengambilan air contoh harus diusahakan sedemikian rupa sehingga terhindari kontak
antara air contoh dengan udara. Analisa harus dilakukan segera, yaitu dalam waktu 2-3 jam
setelah pengambilan.
c. Tambahkan 3-4 tetes indikator pp, jika berwarna pink berarti tidak ada CO 2, jika tidak
berwarna berarti ada CO2 dan lanjutkan ke prosedur ke-4.
d. Titrasi segera dengan Natrium karbonat (Na 2CO3) 0,0454 N atau Natrium hidroksida
(NaOH) 1,027 N sampai warna pink yang stabil selama 30 detik. Catat titrant yang
digunakan.
Perhitungan :
ALKALINITAS
Alkalinitas menggambarkan jumlah basa (alkaline) yang terkandung dalam air yang dapat
ditentukan dalam titrasi asam kuat (H2SO4 atau HCI) sampai pH tertentu. Alkalinitas juga dapat
disebut sebagai “ Daya Mengandung Asam “ (DMA) atau di Jerman disebut dengan “Saperstoff
Bindung Vermogen” (SBV), yang artinya kemampuan air dalam menyerap asam. Garam-garan
basa berasal dari kation Ca, Hg, Na, NH4, dan Fe3, atau Fe2 yang dapat bereaksi dengan
karbonat (CO3=), bikarbonat (HCO3- ataupun hidroksil (OH-).
Prinsip Analisa
Untuk perairan yang jernih dalam proses titrasi dapat digunakan indikator warna, tetapi
untuk perairan yang keruh dan berwarna, dalam proses titrasi perlu digunakan pH meter untuk
menentukan titik akhir titrasi.
Pada penentuan alkalinitas digunakan 2 jenis indikator yaitu : Phenolpthalein (pp) dan
Methyl Orange (m.o.). Perubahan warna pada akhir titik titrasi dengan menggunakan indikator
m.o. biasanya agak sulit diamati (tidak jelas). Untuk itu, m.o. bisa diganti dengan campuran
Bromeresol Green dan Methyl Red (BOG + MR) atau campuran Xylene Cyanole dan Methyl
Orange (XC + MO) yang memberikan perubahan warna yang lebih jelas pada akhir titrasi.
Indikator pp berubah warna pada pH 8,3 untuk menetukan alkalinitas karbonat. Sedangkan
indikator m.o. atau penggantinya berubah warna pada pH 4,5 untuk menentukan alkalinitas
bikarbonat (alkalinitas total). Satuan alkalinitas dinyatakan dalam ppm CaCO3 atau mg CaCO3/L.
Reaksi-reaksi yang terjadi dalam titrasi alkalinitas (Rainwater dan Thatcher dalam Lind,
1995) adalah:
HCO3- (dari CO3=) + H + H2O + CO2 ..... titrasi dengan indikator m.o.
Sampai pH 4,5
HCO3- (dari air) + H + H2O + CO2 ..... titrasi dengan indikator m.o.
Sampai pH 4,5
Pembuatan pereaksi
a. Akuades
Akuades yang digunakan harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi dan telah
mengalami deionisasi. Didihkan selama 15 menit untuk membebaskan CO2 dan biarkan dingin.
Keringkan 3 – 5 gr Na2CO3 bebas air dalam oven 250 oc selama 4 jam, lalu dinginkan
dalam desicator. Timbang sebanyak 2,5 g. Masukkan ke dalam gelas piala 1 liter dan tambahkan
300 ml akuades. Aduk dengan menggunakan pengaduk gelas. Pindahkan ke dalam labu takar
1000 ml, tambahkan lagi akuades hingga mencapai tanda tera, tutup dan aduk dengan
menggunakan “magnetic stirer”.
c. Larutan HCl0,1 N
Pipet 8,3 ml HCI pekat (=11-12 N) dan masukan ke dalam takar 1000 ml yang berisi
akuades; tambahkan akuades sampai tanda tera.
Pipet 2,8 ml H2SO4 pekat (=36 N), masukkan ke dalam takar 1000 ml berisi akuades,
tambahkan akuades sampai tanda tera.
(a) Pipet 40,00 ml larutan Na2CO3 0,050 N, masukkan ke dalam erlenmeyer, tambahkan
60,00 akuades, aduk.
(b) Titrasi dengan 0,1 N HCI atau H 2SO4 sampai pH 5 atau lebih dengan menggunakan
pH-meter, catat volume titran yang digunakan,
(c) Tutup erlenmeyer dengan gelas yng didihkan hati-hati selama 3-5 menit, dinginkan.
Untuk mendapatkan akurasi yang lebih baik, titik akhir titrasi ditentukan dengan pH-
meter sebagai berikut:
Ax B
N
53 x C
A = Banyaknya Sodium karbonat yang digunakan (gram) untuk membuat larutan 0,050 N.
Pipet 20 ml HCI 0,1 N, encerkan dengan akuades (hati-hati) sampai 100 ml.
Distandarisasi dengan cara yang sama dengan prosedur 3 diatas.
Pipet 20 ml dari larutan 0,1 N H2SO4 dan encerkan menjadi 100 ml dengan akuades (hati-
hati).
(a) Buat larutan Na2CO3 0,020 N dengan menimbang 1,0600g Sodium karbonat
bebas air (sudah dioven pada 140OC dan didinginkan dalam desikator), untuk
dilarutkan dalam 1000 ml akuades dalam labu takar.
(d) Titrasi dengan H2SO4 0.02 N sampai terbentuk warna merah kebiruan (pH=4,5).
Dengan indikator Methyl Orange, pada titik akhir titrasi, satu tetes asam sulfat sudah
mengakibatkan perubahan warna dari kuning ke Oranye (jingga).
N1 x V2 = N2 X V2
N = Normalitas ; V = Volume.
Timbang 20 mg Methyl Red Sodium Salt dan 100 ml Bromeresol Sodium Salt.
Masukkan ke dalam gelas piala. Tambahkan 100 ml akudes, aduk dengan pengaduk gelas. Dapat
juga digunakan 100 ml Ethyl Alkohol 95% atau Isopropyl Alkohol 95% sebagai pengganti
akudes.
Air sampel untuk analisa alkalinitas diambil dengan botol gelas atau botol polyethylene
300 ml. Diisi sampai penuh dan ditutup dengan rapat. Segera dianalisa dilapangan (in situ).
c. Titrasi dengan HCI atau H2SO4 0,02 N, hingga terjadi perubahan warna dari pink menjadi
tidak berwarna. Catat titrant yang digunakan (sebut saja = A ml).
d. Tambahkan indikator BOG + MR sebanyak 3–4 tetes dengan titran yang sama hingga
terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah kebiruan. Catat volume titran yang
digunakan (misalnya = B ml).
Perhitungan :
A x N titran x 100
x 1000
a. Alkalinitas pp (ppm CaCO3) 2
Volume sampel
KESADAHAN TOTAL
Kesadahan pada dasarnya menggambarkan kandungan Ca++, mg dan ion-ion logam
polivalen lainnya seperti Al , Fe , Mn , Sr , Zn , dan H yang terlarut dalam air. Kation-kation
tersebut terutama akan berikatan dengan anion bikarbonat, karbonat dan bila ada dengan sulfat.
Tetapi karena hanya Ca++ dan Mg++ yang biasa terdapat dalam perairan alami dalam jumlah yang
relatif besar, sedangkan ion-ion logam lainnnya ada dalam jumlah sedikit (dapat diabaikan),
maka biasanya kesadahan dapat dianggap hanya menggambarkan kandungan Calsium dan
Magnesium yang terlarut dalam air. Dalam keadaan seperti ini nilai kesadahan total akan lebih
kecil atau sama dengan alkalinitas total. Akan tetapi apabila kesadahan total lebih besar dari pada
alkalinitas total, maka konsentrasi logam-logan lainnya, disamping Ca ++ dan Mg++, juga ada
dalam jumlah cukup besar. Kelebihan kesadahan tersebut menunjukkan “ kesadahan non
karbonat”.
Tabel 1. Klasifikasi nilai kesadahan menurut Sawyer dan McCarty (1967) dalam Boyd, 1979
Kesadahan Klasifikasi
0 - 75 ppm Rendah (Soft)
Kesadahan yang disebabkan oleh ion-ion Ca dan Mg yang berikatan dengan bikarbonat
disebut kesadahan sementara (temporer). Kesadahan sementara ini akan hilang bila air
dididihkan. Karena bikarbonat akan berubah menjadi karbonat dan Calsium serta Magnesium
akan mengendap.
Pendidihan
Pendidihan
Prinsip Analisa
Secara ringkas titrasi ini dapat digambarkan dalam persamaan reaksi sebagai berikut :
(merah anggur)
Warna biru terjadi pada pH 8,5 -10,0. Oleh karena itu digunakan larutan buffer untuk
mempertahankan pH antara 9,0 – 10,0. Hal ini penting, karena indikator EBT tersebut
mempunyai dua perubahan warna yaitu:
Lama proses titrasi dibatasi hingga tak lebih dari 5 menit untuk meminimalkan
kecenderungan pengendapan CaCO3.
Beberapa ion logam seperti : Al, Ba, Cd, Co, Fe, dan sebagainya dapat menyebabkan titik
akhir titrasi tidak jelas atau sulit dideteksi. Untuk mengurangi pengaruh senyawa pengganggu
tersebut perlu ditambahkan inhibitor tertentu sebelum titrasi dengan EDTA (APHA, 1989).
Adanya bahan organik tersuspensi atau koloid juga dapat mengganggu proses titrasi.
Pembuatan pereaksi
1. Larutan Buffer
Timbang 67,5 gram NH4CI dan pipet 570 ml NH4OH peka b, kemudian larutkan dalam
akuades hingga 1000ml.
Timbang 1000 gram CaCO3 murni dan masukkan ke dalam gelas piala 500 ml.
Tambahkan [1:1] HCI (= 50% HCI pekat + 50% akuades) perlahan-lahan sampai semua CaCO 3
larut, dan encerkan dengan akuades sampai 200 ml kemudian didihkan 5-10 menit untuk
membebaskan CO2, biarkan dingin. Tambahkan NH4OH 3N secukupnya hingga ph larutan
mencapai 7 (gunakan pH meter). Pindahkan ke dalam labu ukur 1.000 ml tambahkan akuades
hingga tanda tera (1.000 ml).
Larutan 4,00 gram Disodium EDTA dan 100 mg MgCl 2. 6H2O dalam akuades, aduk
hingga merata, kemudian tambahkan lagi akuades hingga volume 1000 ml. Larutan ini harus
distandarisasi.
Pipet 10,00 ml CaCl2 0,010 M standar, masukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml,
tambahkan 90 ml akuades. Tambahkan 8 tetes indikator EBT. Titrasi dengan EDTA sampai
terjadi perubahan warna. Hitung molaritas EDTA dengan persamaan :
M2 * V2 = M1 * V1 M = molaritas; V = volume
Catatan :
2. Titrasi harus dilakukan segera setelah penambahan larutan buffer dan indikator.
Air sampel untuk analisa kesadahan hanya bisa disimpan selama 1-2 hari
Perhitungan :
Prinsip penentuan Ca++ hampir sama dengan penentuan kesadahan total, hanya diperlukan
larutan buffer yang berbeda untuk mempertahankan pH yang lebih tinggi (yaitu pH 12-13) dan
digunakan Murexide (AmmoniumPurpurate) sebagai indikator. Akhir titrasi ditandai
denganperubahan warna dari pink ke ungu (purple).
Pembuatan Pereaksi
Larutan NaOH 1 N
Timbang 40 g NaOH dan larutkan dalam akuades. Larutan ini berfungsi sebagai
buffer.
1. Indikator Murexide.
Indikator ini biasanya sudah tersedia dalam bentuk kristal Campuran 200 g
Murexide dan 100 g NaCI, kemudian digerus simpan dalam botol gelap.
Perhitungan :
Nitrogen di perairan terdapat dalam bentuk gas N2, NO2-, NO3-, NH3 dan NH4 +
serta
sejumlah N yang berikatan dalam organik kompleks (Haryadi, 2003). Sumber nitrogen terbesar
berasal dari udara, sekitar 80% dalam bentuk nitrogen bebas yang masuk melalui sistem fiksasi
biologis dalam kondisi aerobik. Menurut Chester (1990), keberadaan nitrogen di perairan dapat
berupa nitrogen anorganik dan organik.Nitrogen anorganik terdiri atas ion nitrit (NO2-), ion nitrat
(NO3-), ammonia (NH3), ion ammonium (NH4+) dan molekul N2 yang larut dalam air, sedangkan
nitrogen organik berupa protein, asam amino dan urea akan mengendap dalam air.
1.Ammonia-Nitrogen
Amonia adalah senyawa kimia berupa gas dengan bau tajam yang khas. Sumber ammonia
pada wadah budidaya berasal dari limbah metabolisme ikan dan sisa pakan yang tidak dimakan.
Dalam air ammonia berada dalam dua bentuk yaitu ammonia tidak terionisasi (NH3) dan
ammonia terionisasi (NH4+). Jumlah total kedua bentuk ammonia ini disebut dengan total
ammonia nitrogen atau TAN (Ebeling at al. 2006). Keberdaan NH3 diperairan sangat dihindari
karena bersifak toksik. Stickey (2005) menyatakan bahwa NH3 dalam media budidaya harus
lebih rendah dari 0,8 mg/L.
Prinsip analisa
(Hypochlorite) (biru)
Kadar ammonia yang terukur pada metoda ini adalah ammonia total yaitu terdiri dari NH 3
dan NH4-, karena pada larutan bersuasana basa kusat semua ammonia berada dalam bentuk NH3.
ini berarti, ammonia yang terukur adalah NH 3 yang secara alami ada dalam air ditambah NH3
yang berasal dari mereduksi ammonium (NH4). Untuk mengetahui jumlah NH3 yang ada, dapat
ditentukan dari persamaan keseimbangan bila pH dan temperatur pada saat pengambilan sampel
diketahui. Prosentase NH3 terhadap ammonia total sangat dipengaruhi oleh pH dan temperatur.
Boyd (1979) menyajikan tabel persentase NH3 dalam Total Ammonia Nitrogen (TAN) yang
diamati pada pH dan temperatur tertentu. Di air payau atau air laut. Persentase ammonia tersebut
juga dipengaruhi oleh salinitas.
Pembuatan Pereaksi
Lewatkan akuades pada resin kation pengganti asam kuat (strong acid cation exchange
resin). Akuades bebas ammonia ini harus dibuat baru tiap hari.
2. Phenate
Timbang 10,0 g phenol dan 2,5 g NaOH, kemudian larutkan dalam 100 ml akuades.
3. Mangan sulfat
1. Saring 25-50 ml air sampel dengan berkas saring Whatman no. 42 (jangan
menggunakn “Vacuum pump”, agar tak ada amonia yang hilang).
2. Pipet 10,00 ml air sampel yang telah disaring, masukkan ke dalam gelas piala.
3. Sambil diaduk (sebaiknya dengan `magnetic stirer`), tambahkan 1 tetes MnSO4, 0,5
ml chlorox (oxidizing solution) dan 0,6 ml phenate. Phenate ditambahkan dengan segera
dengan menggunakan pipet tetes yang telah dikalibrasi. Diamkan selama + 15 menit,
sampai pembentukan warna stabil (warna akan tetap stabil sampai beberapa jam).
5. Buat larutan standar dari 10,00 ml larutan standar ammonia (0,30 ppm). Lakukan
prosedur 3.
6. Dengan larutan blanko pada panjang gelombang 630 nm, set Spektro fotometer
(Gambar 4) pada Absorbance 0,000 (atau Transmittance 100%), kemudian lakukan
pengukuran sampel dan larutan standar.
Catatan :
- Bila konsentrasi ammonia (TAN) melebihi 2 ppm, intensitas warna biru yang terbentuk
jadi terlalu tinggi (warna terlalu biru), sehingga tak dapat diukur secara akurat dengan
spektrofotometer. Bila terjadi, encerkan sampel seperlunya dengan akuades bebas
ammonia, kemudian baru diambil 10 ml untuk analisa. Dalam perhitungan, faktor
pengencer harus disertakan.
- Bila kekeruhan sampel tidak dapat dihilangkan dengan filtrasi, ammonia mesti disuling
dan `di tangkap` dengan larutan asam borat (bario acid) untuk analisa. Cara ini
diterangkan dalam “Standard Methods” (APHA, 1989).
Perhitungan
Konsertasi ammonia yang terukur tersebut dinyatakan dalam kadar nitrogen (N) yang
terdapat dalam ammonia (NH3). Untuk mengetahui konsentrasi ammonia yang dinyatakan dalam
mg NH3/L (-ppm NH3), nilai [TAN] diatas dikalikan dengan faktor seperti pada persamaan
berikut :
BM NH3
mg NH3/L = ppm NH3 –N X = ppm NH3-N x 1,216
BA N
Keterangan :
BM = berat molekul
BA = berat atom
Gambar 4. Spektrofotometer
2.Nitrit-Nitrogen
Nitrit merupakan hasil metabolisme dari siklus nitrogen. Bentuk pertengahan dari
nitrifikasi dan denitrifikasi. nitrit adalah komponen yang mengandung nitrogen berikatan dengan
dua atom oksigen. Diperairan alami kandungan nitrit berda dalam jumlah yang sedikit, karena
tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Kandungan nitrit yang tinggi dapat mengakibatkan
terganggunya proses pengikatan oksigen oleh hemoglobin darah, yang selanjutnya membentuk
met-hemoglobin yang tidak mampu mengikat oksigen (Effendi 2003).
Prinsip analisa
Metode yang digunakan dalam pengukuran nitrit adalah metode Sulfanilamide (APHA,
1989). Pereaksi yang dipakai adalah sulfanilamide sebagai `diazotizing reagent` dan NED (N-1-
napthyl-ethylene-diamine-dihydrochloride) sebagai coupling reagent. Nitrit yang terdapat
diperairan bereaksi dengan pereaksi-pereaksi ini membentuk garam-garam diazonium
(diazonium salts). `Diazonum salts` bersama dengan amino atau kelompok hidroksil dari
aromatik kompleks, membentuk senyawa “azo” yang berwarna merah terang (pink).
Pembuatan Pereaksi
Sebanyak 500 mg NED dilarutkan ke dalam 500 ml akuades, Simpan dalam botol gelap
dan ditempat gelap. Larutan ini secara bertahap akan menjadi cokelat gelap. Harus dibuat yang
baru setiap 2-1 minggu.
Timbang 0,4925 g NaNO2 dan larutkan dengan akuades menjadi 1000 ml (100 ppm). Dari
larutan ini, pipet dengan tepat 10,0 ml dan encerkan sampai 1000 ml, sehingga didapat laruitan
standar NO2-N 1 pppm.
1. Saring sebanyak 25-50 ml air sampel dengan kertas saring Whatman no. 42 atau yang setara.
2. Pipet 10,00 ml air sampel yang telah disaring, masukkan ke dalam gelas piala.
3. Tambahkan 0,2 ml ( + 4 tetes) ‘diazotizing reagent’, aduk. Biarkan 2-4 menit (jangan lebih).
4. Tambahkan 0,2 ml NED, aduk. Biarkan 10 menit agar terbentuk warna merah (pink) dengan
sempurna.
6. Buat satu seri larutan standar nitrit-N dengan konsentrasi (ppm) sebagai berikut: 0,025; 0,05;
0,01; 0,02; 0,04; 0,08 dari larutan standar 1 ppm, dengan pengenceran yang tepat. (gunakan
pipet dan labu takar yang sesuai). Lakukan prosedur 2, 3, 4.
7. Dengan larutan blanko dan pada panjang gelombang 543 nm, set spektrofotometer pada
‘Absorbance’ = 0,000 kemudian ukur sampel dan larutan standar.
Konsentrasi (ppm) NO2-N yang terukur pada metoda ini adalah kadar nitrogen yang
terdapat pada nitrit (dalam satuan mg N per liter atau ppm NO2-N).
Perhitungan
Untuk mengetahui kadar nitrit sebagai mg NO2/L (ppm NO2) digunakan persamaan
berikut :
BM NO2-
mg NO2-/L = ppm NO2-N x = ppm NO2-N x 3,28
BA N
NITRAT-NITROGEN
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrient utama
bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil.
Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi
yang merupakan proses oksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang penting
dalam siklus nitrogen dan berlangsung pada kondisi aerob. Oksidasi ammonia menjadi nitrit
dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas,sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh
bakteri Nitrobacter. Kedua jenis bakteri tersebut merupakan bakteri kemotrofik, yaitu bakteri
yang yang mendapatkan energi dari proses kimiawi.
Masuknya nitrat kedalam badan sungai disebabkan manusia yang membuang kotoran
dalam air sungai dan kotoran banyak mengandung amonia. Kemungkinan lain penyebab
konsentrasi nitrat tinggi ialah pembusukan sisa tanaman dan hewan, pembuangan industri, dan
kotoran hewan. Nitrat menyebabkan kualitas air menurun, menurunkan oksigen terlarut dan
penurunan populasi ikan.
METODE KOLOM
Prinsip analisa
Metode yang digunakan dalam pengukuran nitrat adalah metode Column (APHA 1989). Prinsip
dari metode ini adalah nitrat akan direduksi menjadi nitrit setelah melewati Column yang berisi
cadmium. Setelah larutan sampel tereduksi menjadi nitrit kemudian direaksikan dengan
sulfanilamide yang berperan sebagai `diazotizing reagent` dan NED (N-1-napthyl-ethylene-
diamine-dihydrochloride) sebagai coupling reagent. Nitrit yang terdapat diperairan bereaksi
dengan pereaksi-pereaksi ini membentuk garam-garam diazonium (diazonium salts). `Diazonum
salts` bersama dengan amino atau kelompok hidroksil dari aromatik kompleks, membentuk
senyawa “azo” yang berwarna merah terang (pink). Pengukuran nitrat dengan mentode column
direkomndasikan untuk perairan yang memiliki kandungan nitrat dibawah 0,1 mg/L.
Pembutan pereaksi
1.Larutan NH4Cl
Larutkan 100 g NH4Cl pada air yang telah didestilasi. Kemudian simpan pada botol kaca
atau plastic
2.Campuran isi Cadmium
Lubangi Cadmium murni dengan bahan yang keras, kemudian dibuat saringan dengan
ukuran 2 mm namun mampu menahan benda-benda yang berkuran 0,5 mm. masukkan 300 g
fiings dengan 300 ml HgCl2 (1 g HgCl2/ 100 ml)
3.Sulfanilamide (Diazotizing reagent)
Sebanyak 500 mg NED dilarutkan ke dalam 500 ml akuades, Simpan dalam botol gelap
dan ditempat gelap. Larutan ini secara bertahap akan menjadi cokelat gelap. Harus dibuat yang
baru setiap 2-1 minggu.
Prosedur pengukuran
1. Saring sebanyak 100 ml air sampel dengan kertas saring Whatman no. 42 atau yang setara.
3. Masukkan 80 – 90 ml sampel pada erlemeyer dan tambahkan 2 ml larutan NH 4Cl yang telah
diencerkan kemudian aduk
4. Masukkan sampel air diatas pada Column yang telah berisi cadmium.
5. Ambil 25 – 30 ml air yang telah melewati column dan dipindahkan pada Erlenmeyer baru.
6. Tambahkan 0,2 ml ( + 4 tetes) ‘diazotizing reagent’, aduk. Biarkan 2-4 menit (jangan lebih).
7. Tambahkan 0,2 ml NED, aduk. Biarkan 10 menit agar terbentuk warna merah (pink) dengan
sempurna.
9. Buat larutan standar nitrat yaitu dengan memasukkan 110 ml larutan standar nitrat pada
Column. Setelah itu lakukan tahapan 5-8
10. Dengan larutan blanko dan pada panjang gelombang 543 nm, set spektrofotometer pada
‘Absorbance’ = 0,000 kemudian ukur sampel dan larutan standar.
Perhitungan
Meode Brucin
Prinsip analisa
Pembuatan Pereaksi
1. Larutan Brucine
- Timbang 250 mg Bruchine sulfat dan 25 mg sulfanilic acid, kemudian larutkan dalam
17,5 ml akuades panas.
Timbang 0,6070 gram NaNO3 dan larutkan dengan akuades hingga tepat 1000 ml dalam
labu takar. Pipet 25,00 ml dari larutan ini, pindahkan ke cawan evaporasi dan uapkan hingga
kering pada ‘steam bath’ atau dibawah lampu pemanas. Dinginkan cawan dan tambahkan 2,0 ml
Phenoldisulfonic Acid (produk pabrik). Campurkan phenoldisulfonic dengan residu pada cawan
dengan mengaduk gelas, lalu pindahkan isi cawan ke dalam labu takar 500 ml. Tambahkan
akuades sampai tanda tera. Larutan ini permanen dan berisi 5 ppm NO3-N (sebagai N).
Prosedur Penentuan
Saring sebanyak 25-50 ml air sampel dengan kertas saring Whatman no. 42 atau yang
setara .
1. Pipet 5 ml air sampel yang telah disaring, masukkan ke dalam gelas piala.
0,05 1,00
0,10 2,00
0,25 5,00
0,50 10,00
0,75 15,00
1,00 20,00
Sebelum pengenceran sampai 100 ml, tambahkan terlebih dahulu 20-30 ml akuades dan 8
ml NH4OH pekat, kemudian baru ditambahkan lagi akuades sampai tanda tera. Selanjutnya,
lakukan prosedur 3 & 4.
6. Dengan larutan blanko dan pada panjang gelombang 410 nm, set spektrofotometer
pada 0,000 Absorbance, kemudian ukur sample dan larutan standar.
7. Buat persamaan regresi (y = A + BX) dari larutan standar untuk menentukan kadar
nitrat-nitrogen air sampel.
Catatan :
Keberadaan pereaksi pengoksidasi kuat atau pereduksi kuat mempengaruhi hasil. Ada atau
tidaknya ‘oxidizing agent’ ditest dengan ‘erthotolidine reagent’.
Perhitungan
Untuk menentukan kadar nitrat dalam mg nitrat per liter (= ppmNO 3-), digunakan
persamaan berikut :
BM NO3-
mg NO3-/L = ppm NO3-N x = ppm NO3-N x 4,43
BAN
Buat larutan induk kalium permanganat 0.1N dengan tahapan sebagai berikut :
1) larutan 3.1600 g kalium permanganat, KmnO4 dengan 500 ml air suling di dalam labu
ukur 1000 ml;
Buat larutan baku kalium permanganat yang mempunyai kenormalan kira-kira 0.01N
dengan tahapan sebagai berikut:
Tetapkan kenormalan larutan baku kalium permanganat dengan tahapan sebagai berikut :
1) ukur 100 ml air suling secara duplo dan masukkan ke dalam labu erlenmeyer 300 ml,
panaskan hingga 70oC;
4) titrasi dengan larutan baku kalium permanganat sampai warna merah muda dan catat ml
pemakaiannya;
5) apabila perbedaan pemakaian larutan baku kalium permanganat secara duplo lebih dari
0.1 ml ulangi penetapan, apabila kurang atau sama dengan 0.1 ml rata-ratakan hasilnya
untuk perhitungan kenormalan larutan baku kalium permanganat;
V1 x N1 = N2
Keterangan :
A : ml larutan KMnO4
N : Normalitas larutan KMnO
Perhitungan
Keterangan :
bst = BM / Valensi
SULFIDE
Sulfide merupakan gas alam belerang. Sulfide dapat berasal dari limbah industri atau
dihasilkan dari proses dekomposisi bahan organik yaitu proses reduksi sulfat oleh bakteri pada
kondisi anaerob.
SO4= + 8 H+ S= + 4 H2O
Penentuan kadar sulfide dibedakan menjadi Total sulfide, Sulfide terlarut (Dissolved
Sulfide) dan H2S (Hidrogen Sulfide atau Unionized Hidrogen Sulfide). Sulfide dalam bentuk H 2S
tak terionisasi (unionized H2S) bersifat sangat toxic dan korosiv terutama terhadap bahan-bahan
yang tersusun dari logam (metal). Kadar H 2S tak terionisasi sebesar 0.025 – 0.25 g/l dalam air
bersih sudah menimbulkan bau telur busuk.
H2S = = = HS- + H-
HS- = = = S= + H-
“Total sulfide” mencakup H2S, HS-, dan sulfide yang berkaitan dengan ion-ion logam
(metal) yang terdapat dalam bahan-bahan tersuspensi yang dapat dilarutkan dengan asam.
Copper (Cu) dan Silver (Ag) Sulfide berada dalam bentuk yang tidak terlarut dengan asam,
sehingga tidak termasuk dalam total sulfide. “Dissolved sulfide” adalah sulfide yang terlarut
setelah bahan-bahan tersuspensi diendapkan. “Un-ionized hydrogen sulfide” dapat dihitung dari
konsentrasi Dissolved Sulfide, bila pH dan temperatur air pada saat pengamatan diketahui (Boyd,
1989). Penentuan analitik sulfide (dalam hal ini Dissolved Sulfide) sebenarnya mencakup H2S
tak terionisasi, HS- dan S2.
Metoda yang digunakan dalam penentuan Sulfide ini adalah metoda Iodometri. Dalam
hal ini, Sulfide akan bereaksi dengan iodine dari KI dan teroksidasi menjadi sulfur dalam
suasana asam. Bila jumlah KI yang ditambahkan ke dalam sample diketahui dengan tepat dan
berlebih, maka sisanya dapat diketahui dengan titrasi Na-thiosulfat. Dengan demikian jumlah
iodine yang bereaksi dengan sulfide dapat dihitung sehingga kadar sulfide yang ada bisa
ditentukan.
Pembuatan Pereaksi
1) Zn-Acetate 2 N
4) Iodine 0.025 N
Larutkan 10 g KI dalam sedikit akuades. Kemudian tambahkan 1.8 g I2, aduk hingga
larut. Tambahkan akuades hingga volume 500 ml. Larutan ini harus distandarisasi.
Standarisasi Iodine :
c. Titrasi dengan Na-thiosullfate hingga terjadi perubahan warna dari biru ke tidak
berwarna (bening).
RUMUS
Timbang 6,205 g Na2S2O3 dan larutkan dalam 1000 ml akuades. Larutan ini harus
distandarisasi.
g. Titrasi dengan Natrium Thiosulfate 0,025 N sampai terjadi perubahan warna dari biru
menjadi tidak berwarna (bening).
RUMUS
Prosedur pengukuran
3. Setelah itu titrasi dengan sodium thiosulfat sampai berubah warna menjadi biru
Perhitungan
Keterangan
APHA (American Public Health Association). 1989. Standard Methods for the examination of
water and waste water, ….ed. Washington, DC : American Public Health Association.
Boyd CE. 1978. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsivier Scientific Publising
Company. New York.
Ebeling JM, Thomas MB, Bisogni JJ. 2006. Engineering analysis of the stoichiometry of
photoautotrophic, autotrophic and heterotrophic removal of ammonia-nitrogen in aquaculture
systems. Aquaculture 257 : 346 – 358
Hefni Efendi. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius, Yogyakarta.
Gufhran dkk. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta : Jakarta
New MB. 2002. Freshwater Prawn Farming, a Manual for the Culture of Macrobrachium
rosenbergii. FAO Tech. Paper. P.125
Sajiah, L. 2003. Pengaruh Surfaktan detergen Linear Alkylbenzena Sulfonate (LAS) Terhadap
Perkembangan Stadia Larva sampai dengan Juvenil Ikan Mas. Skripsi. Bogor: Departemen
Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Kalibrasi
1. Bersihkan timbangan, nolkan timbangan dengan menekan “Zero” kemudian tekan tombol
“CAL”. Pada layar akan muncul “C”. Jika yang muncul pada layar “CE”, maka nolkan
lagi timbangan dan tekan “CAL” lagi sampai “C”
2. Setelah beberapa detik, maka pada layar akan muncul “CC” dan diikuti dengan zero
Pengukuran
2. Indikasi bahwa timbangan menyala dengan sempurna adalah munculnya nilai 0,00000g
di layarnya
3. Jika nilai 0,00000g tidak muncul, maka timbangan harus dinolkan dengan menekan
tombol zero/terra
Keterangan
P = Polietilen ; G = Gelas ; d = sampel harus disaring segera dilokasi sebelum
penambahan pengawetan untuk loga; e = hanya digunakan pada sampel yang
mengandung klor ; f = maksimum waktu penyimpanan adalah 24 jam kalau mengandung
sulfide