TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN
(ABKC2306)
Disusun Oleh:
Kelompok I
Anida Rizka Aulia 1910119220030
Heni Wahyu Anggraini 1910119120007
Raisa Novianti 1910119220021
Yoga Pratama 1910119210002
Yosia Christina Sabara 1910119320006
Asisten Dosen :
Abdul Hafiz Anshary
Dody Alfayed
Ina Apriliana
Dosen Pengampu :
Dr. Bunda Halang, MT
Drs. H. Hardiansyah, M.Si.
Maulana Khalid Riefani, S.Si., M.Sc., M.Pd.
B. Bahan :
1. Air Sungai Open Space
2. Air Selokan FEB
3. Air Selokan Gedung Baru
4. Aquadest
B. Foto Pengamatan
a. Termometer
(Titik 1)
(Sumber : Dok. Kelompok 1, 2020)
(Titik 2)
(Sumber : Dok. Kelompok 1, 2020)
(Titik 3)
(Sumber : Dok. Kelompok 1, 2020)
(Titik 4)
(Sumber : Dok. Kelompok 1, 2020)
b. pH Meter
(Sumber : Dok. Kelompok 1, 2020)
c. DO Meter
d. Secchi disk
3. DO Meter
Kehidupan organisme di perairan sangat tergantung pada kualitas air
tempat dimana organisme tersebut hidup. Kualitas air yang baik sangat
menunjang pertumbuhan organisme perairan, baik hewan maupun
tumbuhan. Kualitas air salah satunya dilihat dari segi kimia, dimana unsur
kimia dalam air berfungsi sebagai pembawa unsur-unsur hara, mineral,
vitamin dan gas-gas terlarut dalam air seperti oksigen terlarut (DO).
Oksigen terlarut (DO-Dissolved Oxygen) merupakan jumlah mg/l gas
oksigen yang terlarut di dalam air. Oksigen terlarut di dalam air dapat
berasal dari hasil fotosintesa oleh fitoplankton atau tanaman air lainnya,
difusi dari udara, proses asimilasi, gerakan air diperairan seperti umumnya
air hujan dan ombak. Oksigen terlarut mempunyai peranan sangat penting
di dalam aktivitas kehidupan suatu organisme, seperti respirasi dan proses
dikomposisi bahan organic oleh dekomposer [ CITATION Sit04 \l 1033 ].
Penentuan kadar oksigen didalam suatu perairan dapat dilakukan
dengan du acara yaitu dengan titrasi (titrimetrik) dan dengan penggunaan
alat ukur elektronik yang dinamakan dengan DO meter [ CITATION Sit04 \l
1033 ]. Pada saat praktikum dalam menguji kadar oksigen perairan sungai
yang ada di sekitar kampus Universitas Lambung Mangkurat tepatnya di
Kawasan Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) yaitu dengan menggunakan DO
meter.
Banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme sangat
tergantung pada jumlah dan jenis bahan organik yang terdapat dalam
perairan, oleh karena itu masuknya limbah organik, yang berasal dari
limbah kegiatan domestik, industri, pertambangan maupun pertanian akan
menurunkan kadar O2 dalam air laut. Rendahnya kadar DO, dapat juga
disebabkan oleh adanya lapisan minyak dipermukaan laut, naiknya suhu
air, zat padat tersuspensi atau proses respirasi plankton pada malam hari
[CITATION Tah16 \l 1033 ].
Kalibrasi DO meter yaitu:
Lepaskan (disconnect) sambungan (plug) oxyen probe dari soket input
instrument pertama.
Nyalakan power instrument dengan menekan tombol power OFF/ON
Dorong/tampilkan (slide) O2/DO selector ke posisi O2. Tekan tombol
Zero maka tampilan (display) memperlihatkan nilai (0).
Hubungkan soket probe oxygen ke soket input alat DO tersebut tunggu
sekurang-kurangnya 5 menit sampai menjadi stabil dan tidak ada
fluktulasi.
Tekan tombol O2 cale maka akan muncul nilai/angka 20,9 atau 20,8
(khususnya, sebagai oksigen di udara 20,9 %, jadi gunakan data ini
untuk kalibrasii yang cepat dan teliti).
Setelah alat kalibrasi dikalibrasi maka alat tersebut siap digunakan
untuk mengukur O2 terlarut.
Adapun cara kerja alat DO meter yaitu:
1. Slide (geser) selector O2/DO ke posisi DO.
2. Celupkan probe ke dalam air sampel sekurang-kurangnya dengan
kedalaman 10 cm, agar probe dipengaruhi oleh temperature dan terjadi
pergantian temperature secara otomatis.
3. Agar keseimbangan panas terjadi di antara probe dengan sampel yang
diukur jadi harus di tunggu sampai lima menit. Pastikan hasilnya
stabil atau goyangkan/kocokan probe tersebut.
4. Selama pengukuran di laboratorium, disarankan untuk menggunakan
suatu pengaduk magnetic stirrer untuk memastikan kecepatan tertentu
dalam cairan.
5. Dengan cara ini error (kesalahan) akibat penyebaran dari oksigen yang
ada dalam udara air sampel berkurang sampai batas minimal.
6. Setelah selesai pengukuran cucui probe secara teliti dengan air ledeng
biasa atau aquadest, setiap habis pengukuran.
Menurut (Rochyatun dalam Tahir, 2016), mengatakan bahwa
beberapa faktor yang mempengaruhi penyebaran kandungan DO di laut
antara lain yaitu suhu, salinitas, aktivitas biologi dan arus serta proses
pencampuran yang dapat mengubah pengaruh-pengaruh dari kegiatan
biologi lewat gerakan masa air dan proses difusi. Kenaikan suhu air laut
akan diikuti dengan penurunan kadar DO. Hal ini didukung oleh Odum
(1971), menyatakan bahwa kadar O2 dalam air akan bertambah dengan
semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya
salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar O2 akan lebih tinggi, karena
adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses
fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan
kadar DO, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar O2
yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan
organik dan anorganik [CITATION Tah16 \l 1033 ].
Keperluan organisme terhadap O2 bervariasi tergantung pada jenis,
stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan O2 untuk ikan dalam keadaan diam
lebih sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak atau
memijah. Jenis-jenis ikan tertentu yang dapat menggunakan O2 dari udara
bebas, memiliki daya tahan yang lebih terhadap perairan yang kekurangan
oksigen terlarut. Kadar oksigen terlarut di dalam massa air nilainya adalah
berkisar antara 614 ppm [CITATION Tah16 \l 1033 ].
Adapun menurut dari (Rivai dalam Tahir, 2016) mengatakan bahwa
pada umumnya kandungan oksigen sebesar 5 ppm dengan suhu air
berkisar antara 20-30 ᵒC masih baik untuk kehidupan ikan-ikan, bahkan
apabila dalam perairan tidak terdapat senyawa-senyawa yang bersifat
toksik (tidak tercemar) kandungan oksigen sebesar 2 ppm sudah cukup
untuk mendukung kehidupan organisme perairan (Swingle dalam Salmin,
2005). KLH 2004, menetapkan nilai ambang batas oksigen terlarut untuk
kehidupan biota laut adalah > 5 mg/L.
Dan berdasarkan dari data yang didapat pada pengujian sampel air
dikawasan FEB, di lakukan tiga pengujian sempel air yaitu, sampel air
yang diambil di kolam FEB, sampel air dari selokan FEB dan sampel air
dari selokan pada bangunan baru FEB. ketiga sampel air tersebut di uji
dengan menggunakan DO meter dan di dapatkan hasil dari pengujian
tersebut yaitu pada sampel air yang diambil dari kolam FEB, ketika di uji
dengan menggunakan DO meter, Do meter menunjukkan nilai 0,6 yang
artinya pada sampel air kolam, mengandung DO sekitar 0,6 mg/l, lalu pada
sampel air yang kedua yaitu sampel air selokan, setelah di uji kandungan
oksigen terlarutnya dengan menggunakan DO meter, menunjukkan nilai
0,5 yang artinya untuk sampel air selokan mengandung DO atau oksigen
terlarut sekitar 0,5 mg/l dan pada sampel yang terakhir atau yang ketiga
yaitu sampel air selokan pada bangunan baru FEB, ketika diuji dengan DO
meter menunjukkan nilai 0,4 yang artinya untuk sampel air selokan di
bangunan baru FE mengandung oksigen terlarut sekitar 0,4 mg/L.
Dari data yang didapatkan, daapat disimpulkan bahawa pada sampel
air di kolam, selokan, dan selokan pada bangunan baru FEB, berdasarkan
dari tabel klasifikasi derajat pencemaran DO termasuk ke dalam kategori
tercemar berat, dikarenakan data yang didapatkan kurang dari 2,0.
DO mengancam hewan laut ketika konsentrasi lebih rendah dari 2
mg / L yang didefinisikan sebagai hipoksia (Ni et al dalam Tahir, 2016).
Kelarutan maksimum O2 di dalam air terdapat pada suhu sebesar 14,16
mg/L. konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya suhu
air. Dengan peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi O 2 akan
menurun dan sebaliknya suhu semakin rendah akan meningkatkan
konsentrasi DO semakin tinggi.
4. Secchi Disk
Secchi disk telah lama digunakan sebagai alat ukur kecerahan
perairan karena kesederhanaannya. Meskipun para ilmuwan telah
merancang berbagai cara yang rumit untuk mengukur kejernihan air,
namun mereka tidak menemukan perbedaan yang signifikan dalam presisi
antara Secchi pengukuran kedalaman dan teknik yanglebih canggih (Green
et al. 1996; Carlson 1995). Secchi disk dikembangkan oleh Angelo Secchi,
astrofisikawan dan penasihat ilmiah untuk Paus pada tanggal 20 April
1865, Secchi menurunkan Secchi disk pertama berwarna putih dari kapal
pesiar uap kepausan dan diuji utilitas dalam serangkaian percobaan. Tetapi
Secchi disk yang paling sering digunakan saat ini adalah secchi disk yang
dimodifikasi oleh George C. Whipple tahun 1899 yang terbuat dari logam,
memiliki ukuran diameter 8 inchi dan diberi warna hitam dan putih
berbentuk kuadran (4 arsiran) pada permukaan disk tersebut. Davies-
Colley pada tahun 1988 mengembangkan Secchi disk berwarna seluruhnya
hitam. (Indaryanto, 2016).
Perbedaan warna secchi mempengaruhi nilai kedalaman secchi.
Secchi disk merupakan kontras instrument mata manusia dalam melihat
objek (Secchi disk) dan juga background lingkungan perairan, sehingga
pembacaan hasilnya bergantung pada ketajaman visual dari pengamat.
(Indaryanto, 2016).
Kecerahan merupakan ukuran transparansi suatu perairan, yang
ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Kecerahan
menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya
cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat
dalam badan air. Menurut Tarigan (2009), apabila perairan keruh atau
kecerahan air rendah, maka penetrasi cahaya matahari akan berkurang
akibat sebagian besar dari cahaya tersebut diserap oleh partikel-partikel
melayang yang terdapat dalam kolom air. Cahaya ini adalah cahaya dari
beberapa panjang gelombang di daerah spektrum cahaya yang terlihat dan
jatuh tegak lurus pada lapisan permukaan air pada kedalaman tertentu.
Menurut Effendi (2003), kecerahan air tergantung pada warna dan
kekeruhan. Apabila kecerahan tidak baik, berarti perairan itu keruh. Nilai
intensitas cahaya dengan panjang gelombang yang tinggi mengalami
proses reduksi lebih cepat dibandingkan panjang gelombang yang pendek.
Hal tersebut mengakibatkan penetrasi cahaya merah lebih kecil
dibandingkan penetrasi cahaya hijau dan biru (Triyati 1985 dalam
Kaenady, 2018).
Kecerahan dinyatakan dalam % dari beberapa panjang gelombang di
daerah spektrum yang terlihat cahaya melalui lapisan 1 meter jauh agak
lurus pada permukaan air (Kordi dan Tancung 2007). Kecerahan sangat
erat kaitannya terhadap kekeruhan. Kekeruhan disebabkan oleh adanya
bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut, maupun bahan
organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (APHA 1976).
Padatan tersuspensi berkorelasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi
nilai padatan tersuspensi suatu perairan akan menaikkan kekeruhan
perairan tersebut, akan tetapi tidak selalu berkorelasi dengan padatan
terlarut total. Pada laut yang keruh, radiasi sinar matahari yang dibutuhkan
untuk proses fotosintesis tumbuhan akan kurang dibandingkan dengan air
laut jernih. Kecerahan air laut ditentukan oleh kekeruhan air laut itu sendiri
dari kandungan sedimen yang dibawa oleh aliran sungai. Interaksi antara
kekeruhan dan kedalaman perairan akan mempengaruhi penetrasi cahaya
matahari, sehingga dapat mempengaruhi kecerahan suatu perairan
(Purwanti 2011).
Kekeruhan yang tinggi dapat mengkibatkan terganggunya sistem
osmoregulasi misalnya pernafasan dan daya lihat organisme akuatik
termasuk zooplankton, sehingga dapat mempengaruhi perkembangbiakan
plankton larva dan dapat mengakibatkan kematian (Effendi, 1997).
Kecerahan yang rendah berpengaruh terhadap masuknya cahaya matahari
kedalam air sehingga dapat mengganggu proses fotosintesis. Cahaya
matahari tidak dapat menembus dasar perairan jika konsentrasi bahan
bersuspensi atau zat terlarut tinggi. Berkurangnya cahaya matahari
disebabkan karena banyaknya faktor antara lain adanya bahan yang tidak
larut seperti debu, tanah liat maupun organisme air yang mengakibatkan
air menjadi keruh dan sulit ditembus oleh cahaya (Perdana, 2016).
Berdasarkan pengukuran menggunakan secchi disk yang dilakukan
di sungai sekitar area Open space ULM Banjarmasin. Didapatkan tingkat
kecerahan air mencapai 31 cm. Hal ini menandakan kecerahan sungai
masih baik karena masih di atas 25 cm. Menurut Rustam (2010 dalam
Kaenady 2018) nilai kecerahan diatas 45 cm berarti baik karena bila
kurang dari 25 cm berarti fitoplankton terlalu pekat. Ketiga grafik diatas
menunjukkan bahwa penetrasi cahaya matahari pada periode siang hari
mencapai kedalaman paling tinggi. Peluruhan nilai intensitas cahaya pada
grafik berbeda dengan penelitian Triyati (1985) bahwa nilai intensitas
cahaya merah yang memiliki nilai panjang gelombang sebesar 620-750 nm
lebih dahulu hilang di perairan dibandingkan nilai intensitas cahaya hijau
dengan panjang gelombang 495-570 nm dan kemudian nilai intensitas
cahaya biru dengan nilai panjang gelombang sebesar 450-495 nm.
VI. KESIMPULAN
1. Suhu dapat diukur dengan alat ukur suhu yaitu termometer. Adanya
perbedaan hasil pengukuran naik dan turun pada input yang sama karena
kepekaan alat ukur suhu yang berbeda-beda serta dipengaruhi prinsip kerja
dan sifat alat ukur tersebut.
2. Pada pengujian air pada Kawasan FEB dengan mengambil tiga sempel air
yang berbeda yaitu air kola, air selokan dan air selokan pada bangunan
baru di FEB, didapatkan hasilnya secara berurutan yaitu 0,6, 0,5 dan 0,4
yang mana berdasarkan dari tabel klasifikasi pencemaran DO untuk
kualitas air, dapat diketahui bahwa ketiga sempel air tersebut tergolong
dalam air yang tercemar parah.
3. Pada pengukuran pH, alat yang biasa digunakan di laboratorium adalah pH
meter. pH meter terdiri dari 3 bagian utama yaitu potensiometer, sensor
suhu dan elektroda sebagai sensor untuk potensial atau pH.
4. pengukuran menggunakan secchi disk yang dilakukan di sungai sekitar
area Open space ULM Banjarmasin. Didapatkan tingkat kecerahan air
mencapai 31 cm. Hal ini menandakan kecerahan sungai masih baik karena
masih di atas 45 cm.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Affan, J. M. (2012). Identifikasi lokasi untuk pengembangan budidaya
keramba jaring apung (KJA) berdasarkan faktor lingkungan dan
kualitas air di perairan pantai timur Bangka Tengah. DEPIK Jurnal
Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan, 1(1). Diakses pada
tanggal 23-Desember-2020
pada
Al Idrus, S. W. (2015). Analisis pencemaran air menggunakan metode sederhana
Sungai Jangkuk, Kekalik dan Sekarbela Kota Mataram. Jurnal Pijar
Mipa, 10(2). Diakses pada tanggal 23-desember-2020
Ali, A. (2013). Kajian kualitas air dan status mutu air sungai Metro di
Kecamatan Sukun kota Malang. Bumi Lestari Journal of
Environment, 13(2). Diakses pada tanggal 23-Desember-2020
Marlina, N., Hudori, H., & Hafidh, R. (2017). Pengaruh Kekasaran Saluran
dan Suhu Air Sungai pada Parameter Kualitas Air COD, TSS di
Sungai Winongo Menggunakan Software QUAL2Kw. Jurnal Sains &
Teknologi Lingkungan, 9(2), 122-133. Diakses pada tanggal 23-
Desember-2020