Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM KERJA LAPANGAN

TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN
(ABKC2306)

PENGUKURAN BEBERAPA PARAMETER KUALITAS AIR

Disusun Oleh:
Kelompok I
Anida Rizka Aulia 1910119220030
Heni Wahyu Anggraini 1910119120007
Raisa Novianti 1910119220021
Yoga Pratama 1910119210002
Yosia Christina Sabara 1910119320006

Asisten Dosen :
Abdul Hafiz Anshary
Dody Alfayed
Ina Apriliana

Dosen Pengampu :
Dr. Bunda Halang, MT
Drs. H. Hardiansyah, M.Si.
Maulana Khalid Riefani, S.Si., M.Sc., M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
JANUARI 2021
PRAKTIKUM KERJA LAPANGAN

Topik : Pengukuran Beberapa Parameter Kualitas Air


Tujuan : Untuk melihat kondisi kualitas air di sekitar kampus ULM
Hari/tanggal : Sabtu/ 5 Desember 2020
Tempat : FEB

I. ALAT DAN BAHAN


A. Alat :
1. DO Meter
2. Termometer
3. pH meter
4. Secchi Disk
5. Botol Plastik

B. Bahan :
1. Air Sungai Open Space
2. Air Selokan FEB
3. Air Selokan Gedung Baru
4. Aquadest

II. CARA KERJA


1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Mengukur suhu air menggunakan Termometer.
3. Mengukur suhu udara menggunakan Termometer
4. Mengukur pH air menggunakan pH meter.
5. Mengukur tingkat kekeruhan air menggunakan sechhi disk
6. Mengambil sampel air menggunakan botol plastic
7. Mengukur kandungan oksigen menggunakan DO Meter
8. Mencatat hasil pengamatan.
III. TEORI DASAR
Toksikologi Lingkungan merupakan suatu bahasan yang mengkaji
bahan atau zat yang dapat menimbulkan efek negatif terhadap makhlk hidup
dan lingkungannya. Berbicara tentang toksikologi lngkungan salah satunya
adalah berkaitan dengan pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh
karena bencana alam dan karena aktivitas manusia. Saat ini tidak cukup jika
hanya berbicara tentang teori belaka, tetapi seharusnya memang mahasiswa
ataupun para guru harus turun ke lapangan untuk melihat secara jelas
tentang pencemaran karena adanya zat atau bahan toksik yang terbuang ke
lingkungan. Untuk kondisi saat ini pencemaran lingkungan yang di
dalamnya terkandung bahan-bahan atau zat toksik bisa kita lihat di sekeliling
kita. Namun, yang paling penting adalah bisakah kita melihat sumber
pencemarnya secara lebih dekat dan lebih jelas ? Salah satu sumber
pencemaran yang juga perlu diwaspadai adalah pencemaran yang
diakibatkan oleh berbagai aktivitas manusia, misalnya aktivitas manusia
yang ada di lingkungan sungai/saluran sekitar Kampus ULM Banjarmasin
(Halang, 2020)
IV. HASIL PENGAMATAN
A. Tabel Hasil Pengamatan
Untuk Jumlah / satuan
No Alat 1 2 Baku Mutu Ket
mengukur
1. Termometer Suhu 28°C (titik 1) 28°C-32°C Suhu masih
29°C (titik 2) berada pada
30°C (titik 3) baku mutu.
31°C (titik 4)
2. pH meter 8,7 5-9 Tingkat
keasaman air
masih dalam
baku mutu.
3. DO Meter 0,6 mg/L 0 Kadar
(titik 1) oksigen
0,5 mg/L masih dalam
(titik 2) baku mutu
0,4 mg/L
4. Secchi disk 31 cm 30-40 cm Kekeruhan
air masih
dalam baku
mutu

B. Foto Pengamatan
a. Termometer

(Titik 1)
(Sumber : Dok. Kelompok 1, 2020)

(Titik 2)
(Sumber : Dok. Kelompok 1, 2020)
(Titik 3)
(Sumber : Dok. Kelompok 1, 2020)

(Titik 4)
(Sumber : Dok. Kelompok 1, 2020)

b. pH Meter
(Sumber : Dok. Kelompok 1, 2020)
c. DO Meter

(Sumber : Dok. Kelompok 1, 2020)

(Sumber : Dok. Kelompok 1, 2020


(Sumber : Dok. Kelompok 1, 2020)

d. Secchi disk

(Sumber : Dok. Kelompok 1, 2020)

(Sumber : Dok. Kelompok 1, 2020)


V. ANALISIS DATA
1. Termometer
Berdasarakan hasil observasi yang telah dilakukan pada pengukuran
suhu air dengan menggunakan alat termometer suhu, Termometer adalah
alat yang digunakan untuk mengukur suhu (temperatur), ataupun
perubahan suhu Termomoter suhu yang kami gunakan saat di lapangan
bentuk nya Panjang berwarna putih dan ada angka angka didalam nya
untuk mengukur suhu.Adapun cara penggunaan alat ini adalah dengan cara
memasukan termometer tadi ke dalam air dan biarkan selama 3 sampai 5
menit untuk memberi waktu air raksa bergerak. Dan hasil pengamatan
yang didapatkan pada suhu air titik I di daerah sekitar open space
berdasarkan nilai pengukuran suhu didapatkan hasil yaitu 28ºC dan pada
titik II daerah sekitaran open space didapatkan hasil yaitu 29ºC, pada titik
III didapatkan hasil yaitu daerah sekitaran open space juga yaitu 30ºC, dan
pada titik IV yaitu pada sungai sekitar open space dengan suhu 32ºC.
sehingga dapat di simpulkan bahwa kisaran suhu ini berada dalam kategori
sangat layak untuk perairan.
Air yang baik mempunyai suhu normal yakni 25 ̊ C. Suhu air yang
melebihi batas normal menunjukkan indikasi terdapat bahan kimia yang
terlarut dalam jumlah yang cukup besar atau sedang terjadi proses
dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme. Suhu air yang tinggi
disebabkan oleh intensitas sinar matahari yang masuk ke badan air cukup
tinggi karena lokasi pengukuran sampel merupakan daerah terbuka yang
terkena sinar matahari secara langsung Intensitas paparan radiasi sinar
matahari yang masuk ke badan air serta kerapatan vegetasi di sekitar
bantaran sungai juga mempengaruhi suhu air sungai. Semakin banyak
intensitas radiasi sinar matahari yang mengenai badan air maka akan
membuat suhu air sungai akan semakin tinggi.Warna pada air dapat
disebabkan oleh macam-macam bahan kimia atau organik. Air dalam
keadaan normal memilik karakteristik yang bersih dan tidak bewarna.
Biasanya perubahan warna dikarenakan adanya macam-macam warna
bahan buangan dari suatu industri seperti industri tekstil. (Al Idrus, S. W.
2015).
Berdasarkan perda No.2 tahun 2008 yaitu deviasi 3 dari keadaan
alamiah, maka kondisi kualitas air sungai ditinjau dari parameter suhu
masih dalam batas baku mutu air sesuai peruntukannya. Suhu sangat
berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Peningkatan suhu
juga menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organic oleh
mikroba. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di
perairan adalah 20 ̊ C - 30 ̊ C (Efendi, 2003) dalam Ali, A. (2013). .
sehingga suhu air di dalam sungai dapat dikatakan masih mendukung
dalam hal pertumbuhan fitoplankton. Menurut (Affan, J. M. 2012) suhu
optimum untuk budidaya ikan adalah 27ºC – 32ºC, sedangkan untuk
budidaya rumput laut membutuhkan suhu pada kisaran 20ºC – 30ºC
(Mubarak et al., 1990) dan untuk tiram 20ºC – 32ºC (Atjo,1992).
2. pH Meter
pH adalah jumlah konsentrasi ion Hidrogen (H+ ) pada larutan yang
menyatakan tingkat keasaman dan kebasaan yang dimiliki. pH merupakan
besaran fisis dan diukur pada skala 0 sampai 14 [1]. Bila pH < 7 larutan
bersifat asam, pH > 7 larutan bersifat basa dan pH = 7 larutan bersifat
netral. Pengukuran pH biasanya dilakukan dengan menggunakan pH
meter. Salah satu pengukuran dengan memanfaatkan pH meter adalah
pengukuran pH pada larutan mesin pencuci film radiografi.
pH meter merupakan alat yang dapat mengukur tingkat pH larutan.
Sistem pengukuran dalam pH meter menggunakan sistem pengukuran
secara potensimetri. pH meter berisi elektroda kerja dan elektroda
referensi. Perbedaan potensial antara dua elektroda tersebut sebagai fungsi
dari pH dalam larutan yang diukur. Sinyal tegangan yang dihasilkan pada
pengukuran dengan elektrode pH berada pada kisaran mV, sehingga perlu
diperkuat dengan penguat operasional (Ngafifuddun, 2017).
Sensor pH digunakan untuk menentukan derajat keasaman atau
kebasaan dari suatu larutan. Pengukuran dan pengendalian pH adalah
sangat penting untuk berbagai studi kimia dan biologi di laboratorium dan
berbagai bidang industri. Pada umumnya jenis sensor pH yang banyak
digunakan terbuat dari bahan gelas yang memiliki ukuran yang relatif
besar, memiliki tahanan dalam yang sangat besar dalam orde Mega-Ohm
dan mudah pecah bila terjatuh atau terbentur. Berbagai usaha telah
dilakukan untuk miniaturisasi sensor pH dengan menggunakan teknologi
monolitik dan teknologi film tanpa mengubah fungsinya agar dapat lebih
menghemat ruang dan biaya. Seiring dengan perkembangan teknologi
mikroelektronika saat ini, Teknik microfabrication dapat digunakan secara
efektif untuk pembuatan sensor elektro-kimia seperti sensor pH.
Prinsip kerja utama pH meter adalah terletak pada sensor probe
berupa elektroda kaca (glass elektroda) dengan jalan mengukur jumlah ion
H3O+ di dalam larutan. Ujung elektroda kaca adalah lapisan kaca setebal
0,1 mm yang berbentuk bulat (bulb). Bulb ini dipasangkan dengan silinder
kaca non-konduktor atau plastik memanjang, yang selanjutnya diisi
dengan larutan HCL (0,1 mol/dm3 ). Di dalam larutan HCL, terendam
sebuah kawat elektroda panjang berbahan perak yang pada permukaannya
terbentuk senyawa setimbang AgCl. Konstantanya jumlah larutan HCl
pada sistem ini membuat elektroda Ag/AgCl memiliki nilai potensial stabil
(Desmira, 2018).

3. DO Meter
Kehidupan organisme di perairan sangat tergantung pada kualitas air
tempat dimana organisme tersebut hidup. Kualitas air yang baik sangat
menunjang pertumbuhan organisme perairan, baik hewan maupun
tumbuhan. Kualitas air salah satunya dilihat dari segi kimia, dimana unsur
kimia dalam air berfungsi sebagai pembawa unsur-unsur hara, mineral,
vitamin dan gas-gas terlarut dalam air seperti oksigen terlarut (DO).
Oksigen terlarut (DO-Dissolved Oxygen) merupakan jumlah mg/l gas
oksigen yang terlarut di dalam air. Oksigen terlarut di dalam air dapat
berasal dari hasil fotosintesa oleh fitoplankton atau tanaman air lainnya,
difusi dari udara, proses asimilasi, gerakan air diperairan seperti umumnya
air hujan dan ombak. Oksigen terlarut mempunyai peranan sangat penting
di dalam aktivitas kehidupan suatu organisme, seperti respirasi dan proses
dikomposisi bahan organic oleh dekomposer [ CITATION Sit04 \l 1033 ].
Penentuan kadar oksigen didalam suatu perairan dapat dilakukan
dengan du acara yaitu dengan titrasi (titrimetrik) dan dengan penggunaan
alat ukur elektronik yang dinamakan dengan DO meter [ CITATION Sit04 \l
1033 ]. Pada saat praktikum dalam menguji kadar oksigen perairan sungai
yang ada di sekitar kampus Universitas Lambung Mangkurat tepatnya di
Kawasan Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) yaitu dengan menggunakan DO
meter.
Banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme sangat
tergantung pada jumlah dan jenis bahan organik yang terdapat dalam
perairan, oleh karena itu masuknya limbah organik, yang berasal dari
limbah kegiatan domestik, industri, pertambangan maupun pertanian akan
menurunkan kadar O2 dalam air laut. Rendahnya kadar DO, dapat juga
disebabkan oleh adanya lapisan minyak dipermukaan laut, naiknya suhu
air, zat padat tersuspensi atau proses respirasi plankton pada malam hari
[CITATION Tah16 \l 1033 ].
Kalibrasi DO meter yaitu:
 Lepaskan (disconnect) sambungan (plug) oxyen probe dari soket input
instrument pertama.
 Nyalakan power instrument dengan menekan tombol power OFF/ON
 Dorong/tampilkan (slide) O2/DO selector ke posisi O2. Tekan tombol
Zero maka tampilan (display) memperlihatkan nilai (0).
 Hubungkan soket probe oxygen ke soket input alat DO tersebut tunggu
sekurang-kurangnya 5 menit sampai menjadi stabil dan tidak ada
fluktulasi.
 Tekan tombol O2 cale maka akan muncul nilai/angka 20,9 atau 20,8
(khususnya, sebagai oksigen di udara 20,9 %, jadi gunakan data ini
untuk kalibrasii yang cepat dan teliti).
Setelah alat kalibrasi dikalibrasi maka alat tersebut siap digunakan
untuk mengukur O2 terlarut.
Adapun cara kerja alat DO meter yaitu:
1. Slide (geser) selector O2/DO ke posisi DO.
2. Celupkan probe ke dalam air sampel sekurang-kurangnya dengan
kedalaman 10 cm, agar probe dipengaruhi oleh temperature dan terjadi
pergantian temperature secara otomatis.
3. Agar keseimbangan panas terjadi di antara probe dengan sampel yang
diukur jadi harus di tunggu sampai lima menit. Pastikan hasilnya
stabil atau goyangkan/kocokan probe tersebut.
4. Selama pengukuran di laboratorium, disarankan untuk menggunakan
suatu pengaduk magnetic stirrer untuk memastikan kecepatan tertentu
dalam cairan.
5. Dengan cara ini error (kesalahan) akibat penyebaran dari oksigen yang
ada dalam udara air sampel berkurang sampai batas minimal.
6. Setelah selesai pengukuran cucui probe secara teliti dengan air ledeng
biasa atau aquadest, setiap habis pengukuran.
Menurut (Rochyatun dalam Tahir, 2016), mengatakan bahwa
beberapa faktor yang mempengaruhi penyebaran kandungan DO di laut
antara lain yaitu suhu, salinitas, aktivitas biologi dan arus serta proses
pencampuran yang dapat mengubah pengaruh-pengaruh dari kegiatan
biologi lewat gerakan masa air dan proses difusi. Kenaikan suhu air laut
akan diikuti dengan penurunan kadar DO. Hal ini didukung oleh Odum
(1971), menyatakan bahwa kadar O2 dalam air akan bertambah dengan
semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya
salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar O2 akan lebih tinggi, karena
adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses
fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan
kadar DO, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar O2
yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan
organik dan anorganik [CITATION Tah16 \l 1033 ].
Keperluan organisme terhadap O2 bervariasi tergantung pada jenis,
stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan O2 untuk ikan dalam keadaan diam
lebih sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak atau
memijah. Jenis-jenis ikan tertentu yang dapat menggunakan O2 dari udara
bebas, memiliki daya tahan yang lebih terhadap perairan yang kekurangan
oksigen terlarut. Kadar oksigen terlarut di dalam massa air nilainya adalah
berkisar antara 614 ppm [CITATION Tah16 \l 1033 ].
Adapun menurut dari (Rivai dalam Tahir, 2016) mengatakan bahwa
pada umumnya kandungan oksigen sebesar 5 ppm dengan suhu air
berkisar antara 20-30 ᵒC masih baik untuk kehidupan ikan-ikan, bahkan
apabila dalam perairan tidak terdapat senyawa-senyawa yang bersifat
toksik (tidak tercemar) kandungan oksigen sebesar 2 ppm sudah cukup
untuk mendukung kehidupan organisme perairan (Swingle dalam Salmin,
2005). KLH 2004, menetapkan nilai ambang batas oksigen terlarut untuk
kehidupan biota laut adalah > 5 mg/L.

Tabel Klasifikasi Derajat Pencemaran


Derajat Pencemaran DO (mg /l)
Belum tercemar > 6,5
Tercemar ringan 4,5-6,5
Tercemar sedang 2,0-4,4
Tercemar berat < 2,0
Sumber: (Effendi dalam Tahir 2016)

Dan berdasarkan dari data yang didapat pada pengujian sampel air
dikawasan FEB, di lakukan tiga pengujian sempel air yaitu, sampel air
yang diambil di kolam FEB, sampel air dari selokan FEB dan sampel air
dari selokan pada bangunan baru FEB. ketiga sampel air tersebut di uji
dengan menggunakan DO meter dan di dapatkan hasil dari pengujian
tersebut yaitu pada sampel air yang diambil dari kolam FEB, ketika di uji
dengan menggunakan DO meter, Do meter menunjukkan nilai 0,6 yang
artinya pada sampel air kolam, mengandung DO sekitar 0,6 mg/l, lalu pada
sampel air yang kedua yaitu sampel air selokan, setelah di uji kandungan
oksigen terlarutnya dengan menggunakan DO meter, menunjukkan nilai
0,5 yang artinya untuk sampel air selokan mengandung DO atau oksigen
terlarut sekitar 0,5 mg/l dan pada sampel yang terakhir atau yang ketiga
yaitu sampel air selokan pada bangunan baru FEB, ketika diuji dengan DO
meter menunjukkan nilai 0,4 yang artinya untuk sampel air selokan di
bangunan baru FE mengandung oksigen terlarut sekitar 0,4 mg/L.
Dari data yang didapatkan, daapat disimpulkan bahawa pada sampel
air di kolam, selokan, dan selokan pada bangunan baru FEB, berdasarkan
dari tabel klasifikasi derajat pencemaran DO termasuk ke dalam kategori
tercemar berat, dikarenakan data yang didapatkan kurang dari 2,0.
DO mengancam hewan laut ketika konsentrasi lebih rendah dari 2
mg / L yang didefinisikan sebagai hipoksia (Ni et al dalam Tahir, 2016).
Kelarutan maksimum O2 di dalam air terdapat pada suhu sebesar 14,16
mg/L. konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya suhu
air. Dengan peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi O 2 akan
menurun dan sebaliknya suhu semakin rendah akan meningkatkan
konsentrasi DO semakin tinggi.

4. Secchi Disk
Secchi disk telah lama digunakan sebagai alat ukur kecerahan
perairan karena kesederhanaannya. Meskipun para ilmuwan telah
merancang berbagai cara yang rumit untuk mengukur kejernihan air,
namun mereka tidak menemukan perbedaan yang signifikan dalam presisi
antara Secchi pengukuran kedalaman dan teknik yanglebih canggih (Green
et al. 1996; Carlson 1995). Secchi disk dikembangkan oleh Angelo Secchi,
astrofisikawan dan penasihat ilmiah untuk Paus pada tanggal 20 April
1865, Secchi menurunkan Secchi disk pertama berwarna putih dari kapal
pesiar uap kepausan dan diuji utilitas dalam serangkaian percobaan. Tetapi
Secchi disk yang paling sering digunakan saat ini adalah secchi disk yang
dimodifikasi oleh George C. Whipple tahun 1899 yang terbuat dari logam,
memiliki ukuran diameter 8 inchi dan diberi warna hitam dan putih
berbentuk kuadran (4 arsiran) pada permukaan disk tersebut. Davies-
Colley pada tahun 1988 mengembangkan Secchi disk berwarna seluruhnya
hitam. (Indaryanto, 2016).
Perbedaan warna secchi mempengaruhi nilai kedalaman secchi.
Secchi disk merupakan kontras instrument mata manusia dalam melihat
objek (Secchi disk) dan juga background lingkungan perairan, sehingga
pembacaan hasilnya bergantung pada ketajaman visual dari pengamat.
(Indaryanto, 2016).
Kecerahan merupakan ukuran transparansi suatu perairan, yang
ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Kecerahan
menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya
cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat
dalam badan air. Menurut Tarigan (2009), apabila perairan keruh atau
kecerahan air rendah, maka penetrasi cahaya matahari akan berkurang
akibat sebagian besar dari cahaya tersebut diserap oleh partikel-partikel
melayang yang terdapat dalam kolom air. Cahaya ini adalah cahaya dari
beberapa panjang gelombang di daerah spektrum cahaya yang terlihat dan
jatuh tegak lurus pada lapisan permukaan air pada kedalaman tertentu.
Menurut Effendi (2003), kecerahan air tergantung pada warna dan
kekeruhan. Apabila kecerahan tidak baik, berarti perairan itu keruh. Nilai
intensitas cahaya dengan panjang gelombang yang tinggi mengalami
proses reduksi lebih cepat dibandingkan panjang gelombang yang pendek.
Hal tersebut mengakibatkan penetrasi cahaya merah lebih kecil
dibandingkan penetrasi cahaya hijau dan biru (Triyati 1985 dalam
Kaenady, 2018).
Kecerahan dinyatakan dalam % dari beberapa panjang gelombang di
daerah spektrum yang terlihat cahaya melalui lapisan 1 meter jauh agak
lurus pada permukaan air (Kordi dan Tancung 2007). Kecerahan sangat
erat kaitannya terhadap kekeruhan. Kekeruhan disebabkan oleh adanya
bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut, maupun bahan
organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (APHA 1976).
Padatan tersuspensi berkorelasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi
nilai padatan tersuspensi suatu perairan akan menaikkan kekeruhan
perairan tersebut, akan tetapi tidak selalu berkorelasi dengan padatan
terlarut total. Pada laut yang keruh, radiasi sinar matahari yang dibutuhkan
untuk proses fotosintesis tumbuhan akan kurang dibandingkan dengan air
laut jernih. Kecerahan air laut ditentukan oleh kekeruhan air laut itu sendiri
dari kandungan sedimen yang dibawa oleh aliran sungai. Interaksi antara
kekeruhan dan kedalaman perairan akan mempengaruhi penetrasi cahaya
matahari, sehingga dapat mempengaruhi kecerahan suatu perairan
(Purwanti 2011).
Kekeruhan yang tinggi dapat mengkibatkan terganggunya sistem
osmoregulasi misalnya pernafasan dan daya lihat organisme akuatik
termasuk zooplankton, sehingga dapat mempengaruhi perkembangbiakan
plankton larva dan dapat mengakibatkan kematian (Effendi, 1997).
Kecerahan yang rendah berpengaruh terhadap masuknya cahaya matahari
kedalam air sehingga dapat mengganggu proses fotosintesis. Cahaya
matahari tidak dapat menembus dasar perairan jika konsentrasi bahan
bersuspensi atau zat terlarut tinggi. Berkurangnya cahaya matahari
disebabkan karena banyaknya faktor antara lain adanya bahan yang tidak
larut seperti debu, tanah liat maupun organisme air yang mengakibatkan
air menjadi keruh dan sulit ditembus oleh cahaya (Perdana, 2016). 
Berdasarkan pengukuran menggunakan secchi disk yang dilakukan
di sungai sekitar area Open space ULM Banjarmasin. Didapatkan tingkat
kecerahan air mencapai 31 cm. Hal ini menandakan kecerahan sungai
masih baik karena masih di atas 25 cm. Menurut Rustam (2010 dalam
Kaenady 2018) nilai kecerahan diatas 45 cm berarti baik karena bila
kurang dari 25 cm berarti fitoplankton terlalu pekat. Ketiga grafik diatas
menunjukkan bahwa penetrasi cahaya matahari pada periode siang hari
mencapai kedalaman paling tinggi. Peluruhan nilai intensitas cahaya pada
grafik berbeda dengan penelitian Triyati (1985) bahwa nilai intensitas
cahaya merah yang memiliki nilai panjang gelombang sebesar 620-750 nm
lebih dahulu hilang di perairan dibandingkan nilai intensitas cahaya hijau
dengan panjang gelombang 495-570 nm dan kemudian nilai intensitas
cahaya biru dengan nilai panjang gelombang sebesar 450-495 nm.
VI. KESIMPULAN
1. Suhu dapat diukur dengan alat ukur suhu yaitu termometer. Adanya
perbedaan hasil pengukuran naik dan turun pada input yang sama karena
kepekaan alat ukur suhu yang berbeda-beda serta dipengaruhi prinsip kerja
dan sifat alat ukur tersebut.
2. Pada pengujian air pada Kawasan FEB dengan mengambil tiga sempel air
yang berbeda yaitu air kola, air selokan dan air selokan pada bangunan
baru di FEB, didapatkan hasilnya secara berurutan yaitu 0,6, 0,5 dan 0,4
yang mana berdasarkan dari tabel klasifikasi pencemaran DO untuk
kualitas air, dapat diketahui bahwa ketiga sempel air tersebut tergolong
dalam air yang tercemar parah.
3. Pada pengukuran pH, alat yang biasa digunakan di laboratorium adalah pH
meter. pH meter terdiri dari 3 bagian utama yaitu potensiometer, sensor
suhu dan elektroda sebagai sensor untuk potensial atau pH.
4. pengukuran menggunakan secchi disk yang dilakukan di sungai sekitar
area Open space ULM Banjarmasin. Didapatkan tingkat kecerahan air
mencapai 31 cm. Hal ini menandakan kecerahan sungai masih baik karena
masih di atas 45 cm.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Affan, J. M. (2012). Identifikasi lokasi untuk pengembangan budidaya
keramba jaring apung (KJA) berdasarkan faktor lingkungan dan
kualitas air di perairan pantai timur Bangka Tengah. DEPIK Jurnal
Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan, 1(1). Diakses pada
tanggal 23-Desember-2020

pada
Al Idrus, S. W. (2015). Analisis pencemaran air menggunakan metode sederhana
Sungai Jangkuk, Kekalik dan Sekarbela Kota Mataram. Jurnal Pijar
Mipa, 10(2). Diakses pada tanggal 23-desember-2020

Ali, A. (2013). Kajian kualitas air dan status mutu air sungai Metro di
Kecamatan Sukun kota Malang. Bumi Lestari Journal of
Environment, 13(2). Diakses pada tanggal 23-Desember-2020

Desmira, dkk. (2018). Penerapan Sensor pH Pada Area Elektrolizer di PT.


SULFINDO ADIUSAHA. Diakses melalui
file:///C:/Users/user/Downloads/524-Article%20Text-1683-1-10-
20180403.pdf pada tanggal 24 Desember 2020.

Indaryanto, F. I. R. (2016). Secchi Depth with black and white difference


combination at Ciwaka Reservoir. Jurnal Perikanan dan
Kelautan, 5(2). Diakses melalui
https://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jpk/article/download/1059/843
pada 23 Desember 2020.

Kaenady, Dendy Daniel. (2018). Uji Kinerja Alat Pengukur Kecerahan


Perairan (Secchi Disk Digital Instrument). Diakses dari
file:///C:/Users/HP/Downloads/UJI%20KINERJA%20ALAT
%20PENGUKUR%20KECERAHAN%20PERAIRAN%20(SECCHI
%20DISK%20DIGITAL%20INSTRUMENT)%20DENDY
%20DANIEL%20KAENADY.pdf pada 23 Desember 2020

Marlina, N., Hudori, H., & Hafidh, R. (2017). Pengaruh Kekasaran Saluran
dan Suhu Air Sungai pada Parameter Kualitas Air COD, TSS di
Sungai Winongo Menggunakan Software QUAL2Kw. Jurnal Sains &
Teknologi Lingkungan, 9(2), 122-133. Diakses pada tanggal 23-
Desember-2020

Ngafifuddin, M. dkk. (2017). Penerapan Rancang Bangun pH Meter


Berbasis Arduino Pada Mesin Pencuci Film Radiografi Sinar-X. J.
Sains Dasar 2017 6 (1) 66 – 70. Diakses melalui
file:///C:/Users/user/Downloads/14081-34835-2-PB%20(3).pdf pada
tanggal 24 Desember 2020.
Perdana, S. (2016). keanekaragaman jenis plankton di Danau Lais
Kecamatan Kahayan Tengah Kabupaten Pulang Pisau Provinsi
Kalimantan Tengah (Doctoral dissertation, IAIN Palangka Raya).
Diakses melalui https://core.ac.uk/download/pdf/148402928.pdf pada
20 Desember 2020.

Siti mariyam, S. R. (2004). Teknik Pengukuran Oksigen Terlarut. Bulatin


Teknik Litkayasa Sumber Daya dan Penangkapan Volume (2) Tahun
2004, 45-47.

Tahir, R. B. (2016). Distribution Analysis Of Oxygen (O2) And Dissolved


Oxygen Content By Using In Situ Data And Landsat 8 Imagery (Study
Case: Gili Iyang, Sumenep. Thesis, Surabaya. Diakses melalui
doi:https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.its.ac.id/71318/1/3514
201003-master%2520theses.pdf&ved=2ahUKEwiPm6-
dueTtAhVPAHIKHXARDpIQFjAEegQIDRAB&usg=AOvVaw2lnC
Ca8f9OxAtAQmpjWheU. Pada tanggal 24 Desember 2020.

Anda mungkin juga menyukai