Anda di halaman 1dari 35

ACC FIX CATATAN

Sabtu, 13 November 2021 -Daftar pustaka blm lengkap


Pukul 18.00 WIB -Penulisan daftar pustaka blm sesuai format

LEMBAR KERJA PRAKTIKUM


EKOLOGI PERAIRAN TERAPAN
KODE MATA KULIAH (PMP61202)

Asisten Praktikum : Hefni Citra Afrilia

Disusun Oleh :
Muhammad Ghathfan Kinandityo
215080107111005
Kelompok 8

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
RENCANA PRAKTIKUM

1. Nama mata kuliah : Ekologi Perairan Terapan

2. Kode/SKS : PMP61202/ 3 SKS

3. Dosen PJMK : Dr. Ir Mulyanto, MSi

4. Semester : Ganjil

5. Status Mata Kuliah : Wajib

6. Tempat Pelaksanaan : Dilaksanakan secara daring di rumah masing -

masing

7. Waktu Pelaksanaan : 19 Oktober - 14 November 2021

A. Latar Belakang

Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi antara makhluk

hidup dengan makhluk hidup lainnya, maupun dengan lingkungannya. Menurut

Odum (1996) adalah kajian tentang rumah tangga bumi termasuk flora, fauna,

mikroorganisme dan manusia yang hidup bersama saling tergantung satu sama

lain. Menurut Chiras (1985) adalah studi tentang organisme hidup dan hubungan

antara satu dengan lainnya dan dengan lingkungannya.

Ekologi perairan membahas hubungan timbal balik antara organisme

perairan dengan organisme lain serta dengan lingkungannya. Pokok bahasan

pertama adalah dinamika ekosistem, yang membahas masalah ekologi secara

umum, dimaksudkan sebagai dasar pengetahuan tentang ekologi. Bahasan

selanjutnya didasarkan pada habitat yang ada di perairan, dengan karakteristik

yang masing – masing berbeda. Salah satu bahasan yang juga dijadikan obyek

praktikum adalah ekosistem sungai. Ekosistem tersebut merupakan perairan unik

karena interaksi antara faktor abiotik dan abiotik, serta abiotik dan biotik tidak

hanya dipengaruhi oleh dinamika ekosisstem itu sendiri, tetapi juga dipengaruhi
fenomena yang terjadi di Daerah Aliran Sungai. Perubahan yang terjadi mulai

zona rithron (kawasan hulu) yang berarus deras sampai zona potamon (kawasan

hilir) yang berarus lambat, sangat nyata perbedaannya. Perubahan tersebut

dikenal dengan istilah River Continuum Concept, dimana kuantitas dan kualitas

komponen abiotik serta komposisi komponen biotik berubah secara gradien dan

kontinyu. Ekosistem tersebut juga mempunyai kekuatan yang disebut self

purification, dimana dinamika kecepatan arus dan perbedaan profil dasar

perairan akan menciptakan turbulensi, yang mempengaruhi kemampuan

recovery dari ekosistem.

Praktikum ekologi perairan terapan, tepatnya di ekosistem sungai, untuk

mahasiswa diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang dinamika suatu

perairan, ketrampilan lapang berkaitan dengan pengambilan sampel kualitas air

dan organisme perairan, ketrampilan laboratorium berkaitan dengan pengukuran

kualitas air dan identifikasi organisme, kemampuan analisis dengan cara

membandingkan teori yang didapat dengan kenyataan yang terjadi di lapang.

B. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk melatih dan meningkatkan

kemampuan mahasiswa dalam:

1. Ketrampilan Kognitif

a. Penerapan teori di lapangan.

b. Pengintegrasian pemahaman berbagai teori yang telah diperoleh.

c. Korelasi antara teori dengan kenyataan di lapangan.

2. Ketrampilan Afektif

a. Perencanaan kegiatan mandiri dan kelompok.

b. Kemampuan bekerjasama.
c. Kemampuan mengkomunikasikan hasil belajar.

3. Ketrampilan Psikomotorik

a. Penguasaan pengunaan peralatan lapang dan laboratorium.

b. Penguasaan pembuatan bahan (kimia) untuk analisis di laboratorium.

C. Tempat dan Waktu Praktikum

Praktikum ekologi perairan terapan dilaksanakan secara daring

D. Rencana Kegiatan Praktikum

Praktikum ekologi perairan terapan dilakukan secara bertahap. Masing –

masing kelompok praktikan dengan dibimbing oleh asisten akan melakukan

praktikum di secara daring. Adapun kegiatan praktikum sebagai berikut:

1) Praktikum

2) Analisis data

3) Pembuatan laporan

4) Konsultasi laporan

5) Ujian praktikum
E. Data Hasil Praktikum

a. Data Parameter Abiotik

Post
No Parameter
1 2 3 4 5

1. Suhu (˚C) 24 23 25 23 24

Kec. Arus
2. 0.27 0.38 0.5 0.27 0.25
(m/s)

3. pH 7 6 6 6 6

4. DO (ppm) 8.2 8.6 7.8 13.9 10.5

5. BOD (ppm) 3.7 4.0 5.9 8.9 5.8

6. CO2 (ppm) 11.9 27.7 19.9 31.9 35.9

7. TOM (ppm) 64.4 46.7 54.3 10.1 32.3

Amonia
8. 0.16 0.32 0.46 0.66 0.09
(ppm)

9. NO2 (ppm) 0.5 0.4 0.6 0.3 0.4

Orthofosfat
10. 0.08 0.06 0.16 0.08 0.09
(ppm)

11. Sifat dasar berbatu berbatu berbatu berbatu berbatu

Tipe Arus Arus Arus Arus Arus


12.
habitat deras deras deras deras deras

Tabel 1. Data hasil pengukuran kualitas air abiotik di Sungai Bedengan


b. Data Parameter Biotik

Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok

1-4 5-8 9-12 13-17 18-22

Bentho Planaria Planaria Planaria Planaria Planaria

s sp. sp. sp. sp. sp.

perifito Oschilatori Oschilatori Oschilatori Oschilatori Oschilatori

n a a a a a

splandida splandida splandida splandida splandida

Tabel 2. Data hasil pengukuran kualitas air biotik di Sungai Bedengan


F. Lembar Kerja Praktikum I
1. Analisis hubungan Suhu air dan CO₂

a. Data Teori

Suhu air (ᵒC) 10 15 20 25 30

Kelarutan CO₂ (ppm) 0.76 0.65 0.56 0.48 0.42

Tabel 3. Kelarutan karbondioksida dalam air murni pada suhu yang berbeda

(Hutchinson, 1957 dalam Boyd, 1982).

b. Data Aktual

Suhu air (ᵒC) 24 23 25 23 24

Kelarutan CO₂ (ppm) 11.9 27.7 19.9 31.9 35.9

Tabel 4. Suhu dan kelarutan CO₂ di Sungai Bedengan

Grafik:

Hubungan Suhu dan CO2


40
35
30
25
CO2 (ppm)

20 Data Teori
Data Aktual
15
10
5
0
5 10 15 20 25 30 35
Suhu (ᵒC)

Grafik 1. Hubungan Suhu dan CO2


Analisis:

Menurut Raharjo, et al. (2016) suhu adalah salah satu faktor untuk

melakukan suatu budidaya. Suhu adalah salah satu aspek penting bagi

kehidupan ikan dan organisme di perairan oleh karena itu suhu sangat

berpengaruh terhadap kehidupan mikroorganisme sehingga dapat

mempengaruhi kehidupan seluruh organisme biotik dan abiotik ekosistem

perairan. Suhu yang ideal untuk melakukan suatu budidaya berkisar antara 25-

31°C. Karbon dioksida dihasilkan dalam bentuk CO2 bebas dalam air melalui

proses respirasi organisme hidup dan dekomposisi zat - zat organik. kadar CO2

di perairan umumnya dapat melebihi 15 ppm dan hal itu dapat merugikan suatu

perairan.

Grafik di atas menunjukkan hasil data teori dan data aktual, dan terdapat

perbedaan yang besar. Secara teoritis, hubungan antara suhu dan CO2

menunjukkan grafik yang tidak stabil. Di sisi lain, hubungan antara suhu dan CO2

justru menunjukkan grafik yang meningkat. Saat suhu naik, begitu juga CO2,

tetapi ada data yang menunjukkan bahwa suhu naik dan CO2 turun. Hal ini

menunjukkan bahwa ada hubungan yang saling berpengaruh antara suhu dan

CO2. Hasil data aktual menunjukkan bahwa suhu maksimum titik ke - 3 adalah

25°C dan suhu minimum titik ke 2 dan 4 adalah 23°C. Kelarutan CO2 tertinggi

adalah titik ke-5 dengan kelarutan 35.9ppm dan kelarutan CO2 terendah adalah

titik ke-1 dengan nilai 11.9ppm. Secara umum, toleransi CO2 di perairan dapat

melebihi 15 ppm dan dapat merugikan. Suhu adalah derajat panas dan dingin

dalam badan air. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi suhu air adalah

musim, insolasi, letak geografis, kedalaman, arus, dan medan. Selama aktivitas

hewan air yang terpengaruh suhu: migrasi, predasi, laju berenang,

embriogenesis, laju metabolisme, dan reproduksi. Stratifikasi suhu dalam air

dibagi menjadi tiga yaitu suhu epilimnion atau bagian atas air pada suhu 28°-
32°C, dan suhu lapisan air di bawah epilimnion atau epilimnion adalah 28°C.

Kisaran suhu 31°C, dan hypolimnion atau logam yang mendasarinya adalah 21°-

20°C.

Suhu adalah derajat panas dan dinginnya suatu perairan. Faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi suhu air adalah musim, intensitas cahaya, letak

geografis, kedalaman, arus, dan topografi. aktivitas hewan air yang terpengaruh

suhu: migrasi, predasi, laju berenang, embriogenesis, laju metabolisme, dan

reproduksi. Semakin tinggi suhu dapat diartikan intensitas cahaya matahari yang

semakin tinggi juga. Dalam hal ini, hubungan antara CO2 dan suhu dibagi

menjadi 2 sebab yaitu: proses respirasi dan proses fotosintesis. Pada proses

fotosintesis, jika suhu naik, maka CO2 turun dikarenakan terjadi proses

fotosintesis yang membutuhkan CO2, kemudian O2 naik karena hasil dari

fotosintesis dan pH juga naik dikarenakan kandungan CO2 yang bersifat asam

menurun. Pada proses respirasi, jika suhu naik, CO2 naik dikarenakan hasil

respirasi adalah CO2, O2 turun dikarenakan proses respirasi membutuhkan O2

dan pH turun dikarenakan kandungan CO2 yang bersifat asam naik.


2. Analisis hubungan Suhu air dan DO

a. Data Teori

Suhu air (ᵒC) 16 17 18 19 20

DO (ppm) 9,56 9,37 9,18 9,01 8,84

Tabel 5. Kelarutan oksigen dalam air murni pada suhu yang berbeda (pada

tekanan atmosfer 760 mmHg) (Boyd, 1982)

b. Data Aktual

Suhu air (ᵒC) 24 23 25 23 24

DO (ppm) 8.2 8.6 7.8 13.9 10.5

Tabel 6. Suhu dan kelarutan oksigen di Sungai Bedengan

Grafik:

Hubungan Suhu dan DO


16
14
12
10
DO (ppm)

8 Data Teori
Data Aktual
6
4
2
0
14 16 18 20 22 24 26
Suhu (ᵒC)

Grafik 2. Hubungan Suhu dan DO


Analisis:

Menurut Patty (2013), pengamatan suhu dan oksigen terlarut (DO)

merupakan parameter yang tidak dapat dipisahkan dalam sebagian besar

penelitian-penelitian yang ada di perairan. Hal ini disebabkan berbagai aspek

distribusi parameter, seperti reaksi kimia dan proses biologis. Reaksi kimia dan

proses biologis tersebut merupakan fungsi dari suhu yang merupakan variabel

penentu. DO di sisi lain, merupakan faktor pembatas dalam menentukan

keberadaan organisme dalam air. Dalam hubungan antara makhluk hidup dan

habitatnya, pengukuran suhu dan oksigen terlarut sering dinyatakan sebagai

serangkaian nilai harian, mingguan, atau musiman, dengan hasil yang bervariasi

di semua perairan.

Grafik di atas menunjukkan hasil data teori dan data aktual, dan terdapat

perbedaan yang besar. Secara teoritis, hubungan antara suhu dan DO

menunjukkan grafik yang tidak stabil. Di sisi lain, hubungan antara suhu dan DO

justru menunjukkan grafik yang berlawanan. Saat suhu naik, DO turun, tetapi ada

data yang menunjukkan bahwa suhu naik dan DO naik dan turun. Hal ini

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang saling berpengaruh antara suhu

dan DO. Hasil data aktual menunjukkan bahwa suhu maksimum titik ke - 3

adalah 25°C dan suhu minimum titik ke 2 dan 4 adalah 23°C. DO tertinggi adalah

titik ke-4 dengan kelarutan 13.9 ppm dan DO terendah adalah titik ke-3 dengan

nilai 7.8ppm. Fungsi dari suhu adalah sebagai aspek distribusi parameter seperti

reaksi kimia dan proses biologi. suhu ini menjadi suatu variabel yang

menentukan berbagai aspek dalam ekosistem air

DO adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang digunakan organisme

akuatik untuk bernafas dan memecah zat anorganik oleh mikroorganisme. DO

biasanya diukur dalam satuan ppm (part per million) atau ppb (part per billion).
Difusi udara dan proses fotosintesis fitoplankton merupakan sumber utama

oksigen di perairan. Penggunaannya digunakan untuk respirasi, dekomposisi,

dan oksidasi unsur kimia. DO adalah salah satu fondasi terpenting kehidupan di

lingkungan perairan dan merupakan indikator kesuburan air.


3. Analisis Kecepatan arus, sifat dasar, dengan tipe habitat

Kecepatan arus (m/s) Sifat dasar Tipe habitat

˃1,21 Batu besar Sangat deras

˃ 0,91 Batu besar Sangat deras

˃ 0,60 Batu kecil Tidak ada endapan lumpur

Kerikil Sebagian ada endapan


˃ 0,30
lumpur

Pasir Sebagian ada endapan


˃ 0,20
lumpur

˃ 0,12 Lumpur (silt) Endapan lumpur

< 0,12 Lumpur (mud) Seperti kolam

Tabel 7. Hubungan kecepatan arus, sifat dasar dan tipe habitat perairan (sungai)

(Butcher, 1933 dalam Hynes, 1963).

post Kecepatan arus Sifat dasar Tipe habitat

(m/s)

1 0.27 Berbatu Arus Deras

2 0.38 Berbatu Arus Deras

3 0.5 Berbatu Arus Deras

4 0.27 Berbatu Arus Deras

5 0.25 Berbatu Arus Deras

Tabel 8. Kecepatan arus, sifat dasar, dan tipe habitat Sungai Bedengan
Analisis:

Menurut Nursiani, et al (2019), Pengangkutan sedimen dasar pada sungai

dipengaruhi oleh arus secara signifikan. Pada kecepatan arus tinggi, akan lebih

cepat mengendapkan material yang lebih kasar material yang berukuran halus.

Semakin besar ukuran sedimen yang terangkut, maka kecepatan arus yang

dibutuhkan juga akan semakin besar untuk mengangkut sedimen tersebut. Hal ini

berlaku untuk sebaliknya, semakin kecil ukuran sedimen yang akan terangkut,

maka kecepatan arus yang dibutuhkan juga akan semakin kecil untuk

mengangkut sedimen tersebut. Hal ini disebabkan oleh sifat arus yang dapat

memfilter ukuran butir yang akan di angkut dalam proses sedimentasi.

Berdasarkan pengukuran hubungan kecepatan arus pada Sungai

Bedengan, diperoleh data analisis . Kriteria kecepatan arus ter-cepat adalah 0,5

m/s yang terdapat pada post 3. Pada kecepatan arus ter-cepat ini memiliki sifat

dasar berbatu dan memiliki tipe habitat arus deras. Sedangkan kriteria kecepatan

arus ter-lambat adalah 0,25 m/s yang terdapat pada post 5. pada kecepatan arus

ter-lambat ini memiliki sifat dasar berbatu dan memiliki tipe habitat arus deras.

Jadi, kesimpulannya adalah pada setiap post yang ada dalam data aktual

memiliki kecepatan arus yang berbeda-beda tetapi sifat dasar dan tipe habitat

memiliki kesamaan. Hal ini menunjukan kecepatan arus tidak mempengaruhi

sifat dasar dan tipe habitat suatu sungai.

Arus air adalah pergerakan massa air secara vertikal dan horizontal. Pada

ekosistem perairan lentik, faktor yang mempengaruhi kecepatan arus adalah

kekuatan angin, semakin kuat kekuatan angin maka semakin kuat kecepatan

arus dan semakin dalam mempengaruhi lapisan air. Pada perairan lotik

(mengalir) umumnya kecepatan arus berkisar antara 3 m/s. Meskipun demikian,

sulit untuk membuat batasan mengenai kecepatan arus dikarenakan arus di


suatu ekosistem air dapat berubah dari waktu ke waktu tergantung dari

perubahan debit dan aliran air dan kondisi substrat yang ada. Arus air pada

perairan mengalir bergerak ke segala arah sehingga air akan beredar ke seluruh

bagian dari perairan. Peran arus air dalam perairan adalah untuk membantu

difusi oksigen serta membantu distribusi bahan organik dan nutrien.


4. Benthos

Gambar 1. Planaria sp. (Palupi, et al. 2016)

Klasifikasi:

Kingdom : Animalia

Filum : Platyhelminthes

Kelas : Turbellaria

Ordo : Tricladida

Famili : Paludicola

Genus : Euplanaria

Spesies : Euplanaria sp.

Interpertasi hasil:

n = 4 ind

A = 0,6×5 m

Rumus:

N =

N = =1 ind/ m2

Dari praktikum kelompok 8 di Sungai Bedengan diperoleh organisme

benthos spesies Planaria sp Sebanyak 1,33 ind/ m2 . Dalam penelitian tersebut


menggunakan Planaria sp dalam luasan 0,6 m x 5 m. Diketahui di dalam luasan

tersebut terdapat 4 individu, dihitung menggunakan rumus kelimpahan benthos

yaitu N= . Setelah dihitung, ditemukan kelimpahan benthos sebanyak 1,33 ind/

m2 .

Menurut Sagala (2012), secara keseluruhan, perairan yang disurvei

setidaknya mengandung 11 spesies organisme benthos dengan kelimpahan

berkisar 4 - 12 individu per liter substrat dasar air atau setara dengan 80 - 240

ind/ m2 luas dasar sungai. Kondisi komunitas benthos dipengaruhi oleh kondisi

alam dengan perubahan fisik kondisi sungai yang membatasi perkembangan

organisme benthos. Di masa mendatang, faktor pembatas bagi komunitas

benthos tidak hanya ditentukan oleh perubahan fisik perairan dan kualitas air

sungai lainnya. Jika badan air sungai terintroduksi dengan bahan pencemar

(polutan), maka gangguan terhadap komunitas benthos akan menjadi lebih

besar. Hal ini mengakibatkan berubahnya komposisi spesies, menurunnya

jumlah taksa, berkurang kekayaan spesies dan menurunnya indeks

keanekaragaman komunitas benthosnya.

Berdasarkan data yang telah dihitung, ditemukan kelimpahan benthos

pada Sungai Bedengan sebanyak 1,33 ind/ m2 . Kekayaan spesies ini tergolong

rendah hingga sedang untuk perairan yang mengalir. Kondisi ini cukup baik

sebagai indikator pencemaran lingkungan perairan untuk waktu yang akan

datang. Kekayaan spesies rendah disebabkan oleh derasnya aliran air sungai,

sehingga mengganggu keberadaan komunitas benthos dalam kondisi fisik

perairan. Dengan ketidakstabilan ini menunjukkan bahwa kondisi habitat benthos

akan menjadi cukup rentan. Artinya, mudah rusak oleh kerusakan fisik dan kimia

air pada mikrohabitat di dasar sungai.


Organisme benthos dibagi menjadi epifauna, organisme benthos yang

hidup di substrat dasar air, dan infauna, organisme benthos yang hidup tertanam

di substrat dasar air. Di sisi lain, organisme benthos dapat diklasifikasikan

sebagai holobenthos berdasarkan siklus hidupnya, benthos dapat dibagi menjadi

holobenthos, yaitu kelompok benthos yang seluruh hidupnya bersifat benthos

dan merobenthos, yaitu kelompok benthos yang hanya bersifat benthos pada

fase-fase tertentu dari siklus hidupnya. Sedangkan organisme benthos menurut

kebiasaan makannya. Yaitu, filter-feeder (menyaring partikel detritus yang

mengambang di air) dan deposit-feeder (memakan partikel detritus yang

mengendap ke dasar perairan). Hewan Makrobenthos berperan sangat penting

dalam siklus nutrisi dasar perairan. Ekosistem perairan Makrobenthos berfungsi

sebagai salah satu dari mata rantai dalam aliran dan sirkulasi energi dari alga

planktonik ke konsumen tingkat tinggi.


5. Perifithon

Gambar 2. Oschilatoria splandida (Joh & Lee. 2012)

Klasifikasi:

Filum : Cyanobacteria

Kelas : Cyanophyceae

Ordo : Oscillatoriales

Famili : Oscillatoriaceae

Genus : Oscillatoria

Species : Oscillatoria sp

Interpertasi hasil:

n = 2 ind

A = 3cm x 3cm

N = n x At x Vt / Ac x Vs x As

N = 2 x 0,04 x 26,5 / 1/9 x 1/22 x 9

= 46,64 ind/cm2

Dari praktikum kelompok 8 di Sungai Bedengan diperoleh organisme

benthos spesies Oschilatoria splandida Sebanyak 46,64 ind/cm2 . Dalam

penelitian tersebut menggunakan Oschilatoria splandida dalam luasan 3 cm x 3


cm. Diketahui di dalam luasan tersebut terdapat 2 individu, dihitung

menggunakan rumus kelimpahan benthos yaitu n x At x Vt / Ac x Vs x As.

Setelah dihitung, ditemukan kelimpahan benthos sebanyak 46,64 ind/cm2 .

Menurut Nengsi (2018), Perifiton dapat menjadi sumber makanan penting

bagi invertebrata dan beberapa ikan. Perifiton juga dapat menjadi sumber

makanan bagi ikan herbivora dan organisme benthos. Perifton merupakan

autotrof yang mampu mengubah zat anorganik menjadi senyawa organik dan

menghasilkan oksigen (melalui proses fotosintesis) secara bersamaan. Hal

tersebut sangat berpengaruh terhadap komunitas pada tingkat trofik di atasnya.

Perifiton juga dapat menjadi organisme yang merefleksikan perubahan kualitas

air. Kualitas air inilah yang memberikan pengaruh besar bagi kelangsungan

hidup suatu organisme

Berdasarkan data yang telah dihitung, ditemukan kelimpahan perifiton

pada Sungai Bedengan sebanyak 46,64 ind/ cm2 . Kekayaan spesies ini

tergolong tinggi untuk perairan yang mengalir. Faktor yang mempengaruhi

keadaan perifiton di Sungai Bedengan adalah kondisi fisik, kondisi kimia, dan

kondisi biologis di Sungai Bedengan. Hal ini menunjukkan bahwa perairan pada

Sungai Bedengan termasuk perairan yang baik. Kelimpahan yang dimiliki Sungai

Bedengan yang cukup banyak, sehingga dapat menjadi sumber makanan bagi

beberapa jenis invertebrata dan ikan yang ada dalam perairan.

Perifiton hidup menempel pada substrat dalam air seperti bongkahan batu,

batang kayu, tumbuhan dan sebagainya. Perifiton biasanya diperlakukan sebagai

benthos, akan tetapi, perifiton tidak memiliki ciri khas komunitas benthos dalam

hal tertentu. Perifiton adalah organisme yang hidup di bawah permukaan air,

bergerak sedikit sedikit kemudian melekat pada batu, ranting, tanah atau substrat

lainnya di dalam suatu perairan. Perifiton berdasarkan substrat menempelnya

dibedakan menjadi epifitik (menempel pada permukaan tumbuhan), epipelik


(menempel pada permukaan sedimen), epilitik (menempel pada permukaan

batuan), epizooik (menempel pada permukaan hewan), dan epipsammik (hidup

dan bergerak di antara butir-butir pasir). Dalam ekosistem Sungai Bedengan

(lotik), perifiton yang merupakan alga lebih berperan sebagai produsen daripada

fitoplankton. Hal ini dikarenakan fitoplankton akan selalu terbawa arus Sungai

Bedengan, sedangkan perifiton yang merupakan alga tetap pada tempat

hidupnya di dalam air. Perifiton yang merupakan alga berperan penting sebagai

sumber makanan utama beberapa jenis invertebrata dan ikan. Pergerakan

perifiton di perairan relatif menetap pada substrat dan tidak bergerak, maka dari

itu kelimpahan dan komposisi perifiton di sungai dipengaruhi oleh kualitas air

sungai tempat hidupnya.


G. Lembar Kerja Tugas II

1. Analisis Hubungan DO dan BOD

Grafik DO Dan BOD


16
14 13.9
Data DO dan BOD (ppm)

12
10 10.5
8.6 8.9 DO
8 8.2 7.8 BOD
6 5.9 5.8
4 3.7 4
2
0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5

Post

Grafik 3. Hubungan Suhu dan BOD

Dari hasil praktikum kelompok 8 di sungai bedengan, diperoleh hasil

pengukuran DO dan BOD sebagaimana yang ada pada grafik di atas. Nilai DO

terendah ditemukan pada post 3 dengan nilai 7.8 ppm dan untuk nilai DO yang

tertinggi ditemukan pada post 4 dengan nilai 13.9 ppm. Untuk nilai BOD terendah

ditemukan pada post 1 dengan nilai 3.7 ppm dan untuk nilai BOD yang tertinggi

ditemukan pada post 4 dengan nilai 8.9 ppm. Dapat disimpulkan nilai DO di

Sungai Bedengan lebih tinggi dibandingkan nilai BOD. Perbedaan nilai BOD

diakibatkan oleh zat pencemar yang terdapat di perairan. Nilai DO yang tinggi

menunjukan bahwa nilai konsumsi DO di perairan tersebut terpenuhi untuk ikan.

Menurut Daroini, et al (2020), Biological Oxygen Demand (BOD)

merupakan kuantitas dari Dissolved Oxygen (DO) yang dibutuhkan untuk

menguraikan bahan-bahan organik yang terdapat di dalam perairan secara

sempurna melalui proses biologi dan kimia yang terjadi di perairan. BOD

(Biological Oxygen Demand) merupakan parameter kimia yang berfungsi untuk


mengetahui kualitas perairan. Nilai BOD sangat penting sebagai indikator

kualitas perairan. Kandungan BOD yang tinggi menandakan minimnya Dissolved

Oxygen (DO) yang terdapat di dalam perairan. Kondisi tersebut akan

mengakibatkan kematian organisme perairan seperti ikan akibat kekurangan

oksigen terlarut. Analisis BOD pada perairan dapat meminimalkan jumlah toksik

jika nilainya telah diketahui dan dilakukan pengolahan secara biologis.

Kesimpulan dari intepretasi hasil dan literatur adalah ditemukan nilai DO

yang terendah pada post 3 dan tertinggi pada post 4. Tingginya nilai DO tersebut

disebabkan oleh pengaruh suhu, organisme, dan juga arus. Nilai BOD yang

terendah ditemukan pada post 1 dan tertinggi pada post 4. Disebutkan bahwa

semakin tinggi kandungan BOD pada suatu perairan, maka semakin sedikit

kandungan DO pada suatu perairan dan juga sebaliknya. Hal ini membuat

Parameter DO dan BOD bisa digunakan sebagai indikator kualitas air.

Berdasarkan grafik, maka dapat disimpulkan bahwa Sungai Bedengan dalam

kondisi yang baik karena nilai BOD yang terdapat pada perairan tersebut masih

rendah dan nilai DO masih lebih tinggi.

DO (Dissolved Oxygen) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang

digunakan organisme perairan untuk bernafas dan menguraikan zat anorganik

oleh mikroorganisme. Sumber utama oksigen dalam perairan adalah difusi udara

dan proses fotosintesis fitoplankton. Sedangkan pemanfaatannya digunakan

untuk respirasi, dekomposisi dan oksidasi unsur kimia. Oksigen terlarut adalah

salah satu fondasi terpenting kehidupan di air dan merupakan indikator

kesuburan air. Biological Oxygen Demand (BOD) adalah jumlah oksigen yang

dibutuhkan mikroorganisme di perairan untuk memecah bahan bahan organik di

perairan. Reaksi oksidasi selama pemeriksaan BOD adalah hasil dari aktivitas

biologis, dan reaksi yang terjadi dipengaruhi oleh ukuran populasi dan suhu. Zat

organik dari karbohidrat (selulosa, pati, gula), protein, minyak hidrokarbon, dan
zat organik lainnya masuk ke dalam air dari alam atau dari pencemar. Sumber

bahan organik alami di air permukaan berasal dari pembusukan tanaman dan

kotoran hewan, dan sumber BOD berasal dari aktivitas manusia seperti feses,

urin, dan berbagai macam limbah rumah tangga. Parameter BOD umumnya

digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran air.


2. Analisis Hubungan antara TOM, amonia, nitrat dan orthofosfat.

a. Analisis hubungan TOM dan orthofosfat

Grafik TOM dan Orthofosfat


70
Data TOM dan Orthofosfat (ppm)

64.4
60
54.3
50
46.7
40 TOM
30 32.3 Orthofosfat

20
10 10.1
0.08 0.06 0.16 0.08 0.09
0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
Titik Sampling

Grafik 4. Hubungan TOM dan Orthofosfat

Dari hasil praktikum kelompok 8 di sungai bedengan, diperoleh hasil

pengukuran TOM dan Orthofosfat sebagaimana yang ada pada grafik di atas.

Berdasarkan grafik hasil penelitian di atas, dilakukan analisis hubungan antara

parameter TOM dengan Orthofosfat. Nilai kosentrasi TOM terendah di Sungai

Bedengan ditemukan pada post 4 dengan nilai 10.1 ppm dan nilai konsentrasi

TOM tertinggi ditemukan pada post 1 dengan nilai 64,4 ppm. Nilai kosentrasi

Orthofosfat terendah ditemukan di post 2 dengan nilai 0.06 ppm dan tertinggi

pada post 3 dengan nilai 0.16 ppm. Berdasarkan data yang telah dimuat pada

grafik di atas, kosentrasi orthofosfat di Sungai Bedengan masih tergolong rendah

dikarenakan konsentrasi orthofosfat di Sungai Bedengan masih berada di bawah

nilai optimal.

Menurut Putri, et al. (2016), konsentrasi ortofosfat merupakan variabel

yang menjadi kajian utama dari beberapa variabel perairan yang diukur dalam

penelitian. penyebaran fosfat menunjukkan pola terkonsentrasi di sekitar daratan


dan kedalaman dangkal. Terdapat hubungan positif antara penyebaran ortofosfat

dan klorofil, karena fitoplankton merupakan salah satu nutrisi yang dibutuhkan

untuk mendukung proses fotosintesis. penyebaran massa juga mempengaruhi

berbagai zat di perairan, termasuk ortofosfat. Tingginya kandungan ortofosfat

disebabkan oleh disosiasi senyawa-senyawa ortofosfat menjadi ion ortofosfat

yang dihasilkan dalam air tanah. Hal ini juga disebabkan oleh bagian sungai,

kondisi geografis, serasah pohon mangrove dan pengaruh musim.

Berdasarkan literatur dan grafik di atas dapat disimpulkan bahwa

kandungan TOM dan ortofosfat yang ada di Sungai Bedengan memiliki

hubungan yang berbanding lurus. Nilai kosentrasi TOM terendah dan tertinggi di

Sungai Bedengan ditemukan pada post 4 dengan nilai 10.1 ppm dan post 1

dengan nilai 64,4 ppm. Nilai kosentrasi Orthofosfat terendah dan tertinggi

ditemukan di post 2 dengan nilai 0.06 ppm dan post 3 dengan nilai 0.16 ppm.

Jika kosentrasi TOM menunjukan nilai yang naik, maka kosentrasi orthofosfat

juga akan ikut naik, begitu juga sebaliknya. Dari data tersebut juga ditemukan

bahwa kandungan orthofosfat di Sungai Bedengan masih tergolong rendah

dikarenakan berada di bawah nilai optimal. Hal tersebut membuat proses

fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton di Sungai Bedengan menjadi

terhambat dan membuat kandungan nutrien pada Sungai Bedengan masih

belum mencukupi untuk menunjang kehidupan organisme lain.

TOM (Total Organic Matter) adalah kumpulan zat organik kompleks yang

sedang dalam proses dekomposisi, terdiri dari zat organik terlarut, tersuspensi

(partikel) dan koloid dalam suatu perairan. Kandungan bahan organik pada

sedimen perairan diperoleh dari serpihan batuan dan serpihan kulit (shell), sisa

fosil fosil organisme perairan, atau detritus organik di tanah yang terbawa oleh

beberapa media alam dan terendapkan di dasar suatu perairan. berdasarkan

sumbernya, TOM dibedakan menjadi menjadi autochnus (dari air itu sendiri) dan
allotochnus (dari perairan terbuka). Saat ini, ortofosfat merupakan salah satu

jenis fosfat yang dapat dimanfaatkan langsung oleh tanaman air. Polifosfat, di

sisi lain, harus dihidrolisis untuk membentuk ortofosfat sebelum dapat digunakan

sebagai sumber fosfor. Ortofosfat merupakan unsur hara yang paling penting

dalam menentukan produktivitas air. Ortofosfat tidak hanya merupakan nutrisi

bagi fitoplankton, tetapi juga merupakan indikator kesuburan air.


b. Hubungan antara amonia dan nitrat.

Grafik Amonia dan Nitrat


0.7
0.66
0.6 0.6
Data Amonia dan Nitrat (ppm)

0.5 0.5

0.4 0.4 0.46 0.4 Amonia


0.32 Nitrat
0.3
0.3
0.2
0.16
0.1 0.09
0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
Titik Sampling

Grafik 5. Hubungan Amonia dan Nitrat

Dari hasil praktikum kelompok 8 di sungai bedengan, diperoleh hasil

pengukuran Amonia dan Nitrat sebagaimana yang ada pada grafik di atas. Nilai

kadar nitrat terendah ditemukan pada post 4 dengan nilai 0.3 ppm dan kadar

nitrat tertinggi pada post 3 dengan 0.6 ppm. Nilai kadar amonia terendah

ditemukan pada pada post 5 dengan nilai 0.09 ppm dan nilai kadar amonia

tertinggi ditemukan pada post 4 dengan nilai 0.66 ppm. Pada setiap post,

ditemukan perbandingan yang menunjukan hubungan berkebalikan. Setiap kadar

nitrat mengalami penurunan, maka kadar amonia mengalami peningkatan.

Menurut Rachmi, et al. (2016), dalam kondisi aerob, nitrogen diubah

menjadi nitrat oleh mikroorganisme dan amonia diubah menjadi nitrit. Dalam

kondisi anaerob, bakteri mengubah nitrat menjadi amonia dan kemudian

bergabung dengan air untuk membentuk amonium. Nitrat (NO3) adalah bentuk

utama nitrogen dalam perairan dan merupakan nutrisi penting untuk

pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan sifatnya

stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi lengkap senyawa nitrogen
dalam air. Nitrifikasi adalah proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat,

nitrifikasi juga merupakan proses penting dari siklus nitrogen dan berlangsung

dalam kondisi aerob. Oksidasi amonia menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri

Nitrosomonas, dan oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri

Nitrobacter. Kedua jenis bakteri tersebut merupakan bakteri kemotrofik, yaitu

bakteri yang mendapatkan energi dari proses kimia. Masuknya Nitrat kedalam

suatu perairan disebabkan manusia yang membuang kotoran dalam air sungai

karena kotoran banyak mengandung Amonia. Masuknya nitrat kedalam suatu

perairan juga disebabkan oleh pembusukan sisa tanaman dan hewan, limbah

industri, dan kotoran hewan. Nitrat menyebabkan kualitas air menurun,

menurunkan oksigen terlarut, menurunkan populasi ikan, dan menimbulkan bau

busuk serta rasa tidak sedap.

Berdasarkan literatur dan grafik di atas yang diperoleh dari penelitian

hubungan antara amonia dan nitrat di Sungai Bedengan. Kadar amonia di

perairan Sungai Bedengan masih lebih tinggi dibandingkan kadar nitrat. Hal ini

menyebabkan Sungai Bedengan memiliki kualitas air yang masih tergolong baik.

Kadar nitrat yang lebih rendah menunjukkan Sungai Bedengan masih sedikit

dipengaruhi zat pencemar. Jika suatu perairan memiliki kadar nitrat yang tinggi,

maka perairan tersebut akan memiliki kualitas air yang buruk, memiliki oksigen

kandungan oksigen terlarut yang kecil, memiliki populasi ikan yang sedikit, dan

memiliki bau tidak sedap. Oleh karena itu Sungai Bedengan dapat dikatakan

memiliki kualitas air yang yang cukup bagus karena kandungan nitrat yang lebih

rendah dari kandungan amonia.

Amonia merupakan hasil pemecahan protein yang dikeluarkan oleh

organisme dan merupakan salah satu hasil dari dekomposisi zat organik oleh

bakteri. Amonia dalam air terdapat dalam bentuk ion yang tidak terionisasi (NH3)

atau bebas, dan terionisasi (NH4) atau amonium. Sumber amonia dalam air
berasal dari sisa metabolisme dan dekomposisi nitrogen organik. Nitrat (NO3)

adalah bentuk utama nitrogen di suatu perairan dan merupakan nutrisi utama

bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat mudah larut dalam air dan stabil.

Nitrat merupakan unsur hara penting yang digunakan untuk membentuk

senyawa penting seperti DNA dan RNA. Kandungan nitrat yang tinggi

dipengaruhi oleh tingkat pencemaran (polusi), pemupukan, kotoran hewan dan

manusia. Nitrat merupakan nutrisi penting bagi alga dan mengklasifikasi

kesuburan suatu perairan


DAFTAR PUSTAKA

Agustini, M. S., Maria, I., Madyowati, M. K., & Oetami, I. S. (2017). Biodiversitas
Plankton pada Budidaya Polikultur di Desa Sawohan Kecamatan Sedati
Kabupaten Sidoarjo. Halaman 53.
Alabaster, J.S. 1977. Biological Monitoring of Inland Fisheries. Applied Science
Pub.London.
Boyd, C.E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier
Scientific Pub.Co. New York.
Chiras, D.D. 1985. Environmentasl Science. A Framework for Decision Making.
The Benjamin Cummings Publishing Company, Inc. Ontario.
Daroini, T. A., & Arisandi, A. (2020). Analisis BOD (Biological Oxygen Demand)
di Perairan Desa Prancak Kecamatan Sepulu, Bangkalan. Juvenil: Jurnal
Ilmiah Kelautan dan Perikanan, 1(4), 558-566. Halaman 558-559
Hellawell, J.M. 1986. Biological Indicators of Freshwater Pollution and
Environmental Management. Elsevier Applied cience Pub. London.
Hutomo, M. and S. Martosewojo. 1977. The Fishes of Seagrass Community on
The West of Burung Island (Pari Islands, Seribu Islands and Their Variation
in Abundance). Marine Research in Indonesia. 17 : 147-172.
Hynes, G.B.N. 1963. The Biology of Polluted Waters. Liverpool University Press.
Liverpool.
Hynes, G.B.N. 1970. The Ecology of Running Waters. Liverpool University Press.
Liverpool.
Angel, A., Vila, I., & Herrera, V. (2016). Extremophiles: photosynthetic systems in
a high-altitude saline basin (Altiplano, Chile). International Aquatic
Research, 8(2), 91-108. Halaman 103.
Maya, S., & Nurhidayah, N. (2020). ZOOLOGI INVERTEBRATA. Kabupaten
Bandung: WIDINA BHAKTI PERSADA BANDUNG. Halaman 67.
Moss, B. 1986. Ecological of Freshwaters. Blackwell Scientific Pub. Oxford.
Nengsi, A.S., Dahril, Tengku., Siagian, Madju. (2018). Jenis Dan Kelimpahan
Perifiton Pada Substrat Alami (Batu) Di Sungai Tapung Sekitar Desa Bencah
Kelubi Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Halaman 4.
Nursiani, T., Putra, Y. S., & Muhardi, M. Studi Ukuran Diameter Butir Sedimen
Dasar terhadap Kecepatan Arus di Sungai Pawan Kabupaten
Ketapang. PRISMA FISIKA, 8(1), 17-20. Halaman 17.
Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Terjermahan :
H.M. Eidman, dkk. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Odum, E.P. 1996. Dasar – Dasar Ekologi. ed.3. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. 697 hal.
Palupi, E. S., Sari, I. A. A. R. P., & Wibowo, E. S. (2016). Tahapan
Perkembangan Organ Reproduksi Seksual Planaria dari Perairan Lereng
Gunung Slamet, Baturraden, Banyumas. Sains & Matematika, 3(2). Halaman
41.
Patty, S. I. (2013). Distribusi suhu, salinitas dan oksigen terlarut di Perairan
Kema, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax, 1(3). Halaman 149.
Putri, G. A., Zainuri, M., & Priyono, B. (2016). Sebaran ortofosfat dan klorofil-a di
perairan Selat Karimata. Buletin Oseanografi Marina, 5(1), 44-51. Halaman
44 - 46
Rachmi, E., Nugrahalia, M., & Karim, A. (2016). PEMERIKSAAN KUALITAS AIR
SUNGAI SEI KERA MEDAN DENGAN METODE
SPEKTROPHOTOMETRI. BIOLINK (Jurnal Biologi Lingkungan Industri
Kesehatan), 3(1), 44-55. Halaman 51 dan 54
Raharjo, E. I. (2016). Analisis Kesesuaian Perairan di Sungai Sambas
Kecamatan Sebawi Kabupaten Sambas untuk Usaha Budidaya
Perikanan. Jurnal Ruaya: Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmu Perikanan dan
Kelautan, 4(2). Halaman 24 dan 26.
Sagala, E. P. (2012). Komposisi dan Keanekaragaman Benthos dalam menilai
Kualitas Air Sungai Lematang, di Desa Tanjung Muning, Kecamatan Gunung
Megang Kabupaten Muara Enim. Jurnal Penelitian Sains, 15(2). Halaman
85.
Welcomme, R.L. 1985. River Fisheries. FAO Fisheries Technical Paper 262.
Rome.

FORMAT PENULISAN LAPORAN KETIK

EKOLOGI PERAIRAN TERAPAN 2021


DAFTAR PUSTAKA

Seluruh referensi yang dipakai digabung dengan referensi Lembar Kerja

Praktikan serta diurutkan sesuai abjad.

KETENTUAN :

- Laporan ketik bersifat individu

- Penulisan daftar pustaka dan sitasi laporan disesuaikan pedoman

penulisan FPIK UB terbaru.

- Jumlah halaman diperbolehkan untuk ditambah apabila di dalam kotak

tidak mencukupi tetapi meletakaan sub bab selanjutnya di halaman baru.

- 1 paragraf tediri dari minimal 5 kalimat 1 kalimat terdiri dari minimal 8

kata.

- Beri judul grafik dan tabel melalui caption.

- Tahun jurnal minimal 10 tahun terakhir untuk jurnal nasional dan jurnal

internasional (2012), dan tahun buku tidak ada batasan.

- 1 sumber (jurnal dan buku) bisa digunakan maksimal 2 parameter

berbeda.

- Diharuskan memuat minimal 2 jurnal internasional pada setiap laporan.

- Literatur (jurnal dan buku) dalam satu kelompok boleh sama maksimal 3

orang.

- Untuk menghindari kesamaan penggunaan jurnal dan buku harap mengisi

list jurnal dan buku yang dipakai pada spreadsheet yang telah disediakan

masing-masing asisten.

- Dilarang menggunakan Prosiding, Thesis, Skripsi, Disertasi dan dsb.

- Bukti jurnal kelompok dijadikan satu dan dikumpulkan ke asisten masing

masing (sudah di highlight untuk jurnal / di screenshot untuk buku).

- Font Arial 11.

- Spasi 2.
- Margin 4,3,3,3.

- Asistensi hanya dilakukan kepada asisten masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai