Anda di halaman 1dari 21

KELOMPOK 2

LAHAN SALIN
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Salah satu masalah yang terjadi pada lahan pertanian saat ini adalah
salinisasi. Tanah salin adalah tanah yang mempunyai kandungan natrium
berada di atas ambang batas kritis atau ambang batas toleransi tanaman.
Peningkatan kadar garam dalam tanah umumnya dapat terjadi karena
tingginya input atau masukan air yang mengandung garam, misalnya akibat
terjadinya intrusi air laut (baik yang terjadi secara berkala atau secara
sekaligus seperti akibat tsunami) atau masuknya aliran air dengan kadar
garam tinggi ke saluran irigasi misalnya akibat pencemaran limbah cair
pabrik, lebih tingginya evaporasi dan evapotranspirasi dibandingkan
presipitasi (curah hujan), dan bahan induk tanah yang mengandung deposit
garam. Oleh karena itu, tanah dengan salinitas tinggi bukan hanya ditemui di
daerah yang berdekatan dengan pantai. Dapat juga terjadi pada lahan yang
berjauhan dengan pantai misal lahan kering dengan curah hujan yang sangat
rendah atau lahan sawah yang air irigasinya tercemar limbah pabrik berkadar
garam tinggi.
Peningkatan konsentrasi garam dalam tanah merupakan faktor
cekaman lingkungan yang banyak diderita lahan sawah khususnya yang
berdekatan dengan pantai. Tanaman yang tumbuh di tanah bergaram akan
mengalami dua tekanan fisiologis yang berbeda. Pertama, pengaruh racun dari
beberapa ion tertentu seperti sodium dan klorida, yang lazim terdapat dalam
tanah bergaram, yang akan menghancurkan struktur enzim dan makromolekul
lainnya, merusak organel sel, menggangu fotosintesis dan respirasi, akan
menghambat sintesis protein dan mendorong kekurangan ion. Kedua, tanaman
yang dihadapkan pada potensial osmotik yang rendah dari larutan bergaram
akan terkena resiko “physiological drought” karena tanaman-tanaman tersebut
harus mempertahankan potensial osmotik internal rendah, namun hal ini akan
menyebabkan kelebihan ion yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya
penurunan pertumbuhan pada beberapa tanaman. Sebagai tambahan, tingginya
konsentrasi garam akan menyebabkan penurunan permeabilitas akar terhadap
air dan mengakibatkan penurunan laju masuknya air ke dalam tanaman.
I.2 Tujuan
1. Melatih mahasiswa untuk melakukan observasi pengelolaan air eksisting
di suatu lahan
2. Mampu mengidentifikasi permasalahan tanah salin di lapang
II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanah salin adalah tanah dengan kandungan garam mudah larut (NaCl,
Na2CO3, Na2SO4) yang tinggi, sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Baik dan buruknya pengaruh salinitas dapat disebabkan
oleh (1) setiap spesies tanaman mempunyai tingkat kerentanan tertentu terhadap
salinitas tanah, (2) karakteristik tanah (khususnya tekstur tanah) dapat
mempengaruhi, (3) kandungan air, tanah, dan (4) komposisi garamnya (Achmad,
2018). Salah satu penyebab terjadinya proses salinisasi adalah karena penggunaan
air irigasi dengan kandungan garam cukup tinggi secara terus menerus akan
menyebabkan garam terakumulasi di daerah perakaran tanaman dan
mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Karolinoerita, 2020).
Perubahan iklim juga telah mengakibatkan kenaikan muka air laut, sehingga
juga mengakibatkan oeningkatan salinitas air tanah. Adanya peningkatan
evaporasi menjadi penyebab utama aliran air dari bawah permukaan tanah yang
mengandung air laut menuju ke permukaan, sehingga banyak lahan pertanian di
daerah pesisir yang mengalami peningkatan kadar garam atau salinisasi
(Karolinoerita, 2020).
Lingkungan salin dapat menyebabkan dua bentuk cekaman pada tumbuhan,
yaitu cekaman osmotik dan cekaman keracunan. Berbagai kondisi lingkungan
ekstrim, yakni lingkungan salin, tanah jenuh air, radiasi sinar matahari dan suhu
yang tinggi akan menyebabkan terganggunya metabolisme tumbuhan dan pada
akhirnya akan menyebabkan rendahnya produktivitas atau laju pertumbuhan
tumbuhan (Karolinoerita, 2020). Cekaman salin mengakibatkan penurunan
produktivitas lahan, khususnya untuk padi sawah. Adanya cekaman salin maka
sawah irigasi sebagian telah berubah menjadi lahan ternak udang, pembuatan
garam, bahkan ada yang ditinggalkan oleh petani karena dianggap tidak
menghasilkan (Rustiati et al., 2020).
Salinitas mempengaruhi proses-proses fisiologis tanaman, mengurangi
pertumbuhan dan hasil tanaman. Pengamatan pada varietas tanaman dan galur
tidak berbeda kemampuan yang melekat pada mereka untuk memodifikasi
berbagai proses fisiologis dan biokimia dalam respon terhadap stres garam.
Meskipun banyak perubahan fisiologis dan biokimia terjadi di bawah lingkungan
stres tetapi hanya sedikit perubahan yang sangat signifikan dan juga banyak
memberikan kontribusi untuk mekanisme toleransi garam. Ini merubah kontrol
terhadap larutan dan keseimbangan air dan distribusi mereka pada seluruh
tanaman dan jaringan (Lubis & Barus, 2017).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
III.1 Waktu dan Tempat
Praktikum “Pengelolaan Air Pada Tanah Salin” dilakukan pada Senin,
10 Oktober 2022 pukul 08.30-9.10 WIB. Bertempat di Laboratorium Sumber
Daya Lahan Fakultas Pertanian UPN Veteran Jawa Timur.

Waktu observasi : 9 Oktober 2022


Lokasi : Dusun Alas Tipis Desa Pabean Kab. Sidoarjo
Pemilik Lahan : Sutomo
Luas Lahan : 1 ha
Jenis Tanaman : Melon dan Timun Suri
III.2 Alat dan Bahan
III.2.1 Alat
1. Multimeter 6. Wadah
2. DO meter 7. Nampan
3. pH meter
4. EC meter
5. TDZ
III.2.2 Bahan
1. Aquades
2. Air sampel
3. Tisu
III.3 Cara Kerja
1. Air sampel yang telah diambil dituangkan kedalam wadah 1 dan
wadah 2
2. Memasukkan alat DO meter kedalam sampel 1 dan 2 secara bergantian
sehingga muncul kata stable dan menghitung selama 5 detik sampai
angka tidak berubah
3. Mencatat angka yang didapat
4. Mengulangi pengerjaan untuk uji pH, EC, dan TDZ.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Air Pada Tanah Salin

No. Sampel pH DO TDS EC


(mg/l) (ppm) (μs/cm)
1. Sampel Air 7,81 6,16 8,217 6,525
Sumur 1
2. Sampel Air 8,17 6,46 6.805 7,806
Sumur 2

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Kadar C-Organik Pada Tanah Salin

B.
No Kode Sampel Kons. Hasil
. Sampel (g) Pembacaan Konversi FKA (%) BO (%)
1.83339366 3.160770
1 2 0.52 0.18 83.1 1.148 2 7

IV.2 Pembahasan
Pada hasil pengamatan menunjukkan bahwa air dari lahan di Dusun Alas
Tipis Desa Pabean Kabupaten Sidoarjo diperoleh sampel pertama yaitu
dengan pH 7,81 dan sampel kedua yaitu 8,17 yang menunjukkan air di daerah
tersebut mengandung garam. Tanah dapat dikategorikan salin apabila
mempunyai pH 7- 8,5, daya hantar listrik (DHL) atau Electrical conductivity
(EC) lebih besar 4 ds m1 (ekivalen dengan 40 mM NaCl dan persentase
natrium yang dapat ditukar (ESP = exchangeable sodium percentage) kurang
dari 15 (Hidayahtulloh & Setiawati, 2022).
Pada uji DO nilai meter pada sampel 1 yaitu 6,16 mg/l dan pada sampel 2
didapat 6,46 mg/l. Parameter yang diuji selanjutnya yaitu uji TDS yang
didapat yaitu pada sampel 1 8,217 ppm dan pada sampel 2 yaitu 6,805 ppm.
Pada pengujian EC diperoleh pada sampel 1 yaitu 6,525 dan pada sampel 2
yaitu 7,806. Gejala keracunan garam pada tanaman berupa terhambatnya
pertumbuhan, berkurangnya anakan, ujung daun bewarna keputihan dan
sering terlihat bagian-bagian yang khlorosis pada daun, dan walaupun
tanaman padi tergolong tanaman yang tolerannya sedang, pada nilai EC
sebesar 6-10 dS m-1 penurunan hasil gabah bisa mencapai 50% (Rustiati et
al., 2020).
Tanah merupakan media tanah yang sangat penting untuk
keberlangsungan hidup tanaman, karena tanah dapat memberikan unsur hara
kepada tanaman agar dapat tumbuh dan berkembang dengan subur dan
memiliki nutrisi yang cukup. Untuk mengetahui kadar unsur hara yang
diperlukan oleh tanah, dapat dilihat dari kandungan bahan organic yang
terdapat pada tanah tersebut. Salah satu bahan organic yang diperlukan oleh
tanah yaitu C-Organik. Bahan organic ini sangat penting dalam menentukan
kesuburan tanah dalam memberikan pertumbuhan tanaman yang baik (Aeni,
2017). Pada hasil pengamatan, kadar C-Organik pada tanah salin di daerah
Alas Tipis Desa Pabean Sidoarjo memiliki bahan organic 3.12% dan memiliki
nilai C-Organik 1.83 termasuk dalam kategori rendah. Hal ini didukung oleh
hasil penelitian Sulaeman (2017) bahwa kriteria hasil analisis sifat kimia
tanah C-Organik dengan rentang 1,00-2,00 termasuk kategori rendah.
Nilai C-Organik menentukan produksi yang dihasilkan oleh tanaman
sebagai akibat dari dukungan tanah sebagai media tanam. Kandungan C-
Organik yang tinggi maka dapat meningkatkan hasil produksi dari tanaman,
karena tanaman mampu menyerap unsur hara yang tinggi untuk proses
pertumbuhan yang optimal. C-Organik dapat meningkatkan tekstur tanah dan
agregasi tanah yang nantinya akan berpengaruh pada pertumbuhan tanaman
(Hugar, 2018).
V. PENUTUP
V.1Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum pengelolaan air pada tanah salin yaitu :
1. Tingkat pH tanah pada kategori tanah salin yaitu pH 7-8,5. Pada sampel
yang diamati didapatkan pH 7,81 dan 8,17 yang artinya di lahan tersebut
merupakan lahan salin.
2. Pada uji DO nilai meter pada sampel 1 yaitu 6,16 mg/l dan pada sampel 2
didapat 6,46 mg/l. Parameter yang diuji selanjutnya yaitu uji TDS yang
didapat yaitu pada sampel 1 8,217 ppm dan pada sampel 2 yaitu 6,805
ppm. Pada pengujian EC diperoleh pada sampel 1 yaitu 6,525 dan pada
sampel 2 yaitu 7,806.
3. Pada hasil pengamatan, kadar C-Organik pada tanah salin di daerah Alas
Tipis Desa Pabean Sidoarjo memiliki bahan organic 3.12% dan memiliki
nilai C-Organik 1.83 termasuk dalam kategori rendah.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, R. (2018). Pengelolaan sawah salin berkadar garam tinggi. IAARD Press.

Hidayahtulloh, N., & Setiawati, T. C. (2022). Uji Aktivitas Bakteri Pelarut Fosfat
Terhadap Kelarutan Fosfat Pada Tanah Salin. Jurnal Tanah Dan Sumberdaya
Lahan, 9(2), 201–212.

Karolinoerita, V. (2020). Salinisasi Lahan dan Permasalahannya di Indonesia. May


2021.

Lubis, E., & Barus, W. A. (2017). MEDAN. 0110076402(Anggota 1).

Rustiati, T., Susanti, Z., Hikmah, Z. M., & Ruskandar, A. (2020). UNTUK
MENINGKATKAN HASIL PADI.Vol.8 No.1

Aeni, N. 2017. Spektrofotometer UV-Visible.Palu : Universitas Tadulako Press.

Hugar, M. 2018. Pemanfaatan Bahan Organik Untuk Meningkatkan Produktivitas


Tanaman. Jurnal Tanah dan Iklim. 20:35-46

Sulaeman, I. 2017. Spektroskopi Inframerah. Cetakan Pertama. Yogyakarta : Liberty


KELOMPOK 2

LAHAN KERING
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Luas wilayah lahan kering beriklim kering yang berpotensi untuk
pengembangan pertaniah adalah sekitar 6,7 juta ha. Sekitar 2,73 juta ha
dinyatakan berpotensi untuk pengembangan tanaman semusim, 3,44 juta ha
untuk tanaman tahunan, dan 0,5 juta ha untuk peternakan.
Lahan kering di daerah beriklim kering merupakan pendukung utama
terwujudnya kemandirian pangan di kawasan ini. Namun demikian, dalam
pemanfaatannya masih ditemukan berbagai kendala, sehingga tingkat
produktivitas actual masih lebih rendah dari potensinya. Perbaikan kualitas
tanah yang berdampak pada peningkatan efisiensi penggunaan input usahatani
khususnya penggunaan air dan pupuk merupakan salah satu kunci
peningkatan produktivitas dan keuntungan usahatani lahan kering.
Optimalisasi pemanfaatan sumber bahan organic yang bersifat institu
merupakan cara yang paling efisien untuk mendukung perbaikan kualitas
tanah di areal lahan kering. Pengembalian bahan organic ke dalam tanah akan
menjaga status bahan organic tanah dari ancaman degradasi, sehingga sifat
fisik dan lingkungan biologi tanah tetap terjaga dengan baik. Konservasi dan
pemanfaatan air merupakan aspek lainnya yang menjadi kunci keberhasilan
pengelolahan lahan dan peningkatan produktivitas pertanian pada lahan kering
beriklim kering.
I.2 Tujuan
Menganalisis tanah dan air pada lahan kering dengan data yang telah
disiapkan sehingga dapat memberikan rekomendasi atau solusi perlakuan
yang optimal pada lahan tersebut.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Lahan Kering
Lahan kering didefinisikan sebagai hamparan lahan yang tidak pernah
tergenang atau digenangi air pada sebagian besar waktu dalam setahun atau
sepanjang waktu. Lahan kering di Indonesia meliputi luas lebih dari 140 juta
ha (Hidayat dan Mulyani, 2002). lahan kering merupakan sumberdaya lahan
yang mempunyai potensi besar untuk menunjang pembangunan pertanian di
Indonesia. Namun demikian, optimalisasi pemanfaatan lahan kering di
Indonsia masih dihadapkan pada berbagai tantangan, diantaranya dalam hal
penanggulangan degradasi lahan.
Kendala utama pada lahan kering beriklim kering adalah ketersedia air
yang terbatas, sehingga perlu optimalisasi penggunaan air dari sumber air
yang tersedia, baik air permukaan maupun air tanah dalam, yaitu melalui air
irigasi hemat air, irigasi hemat air dapat meningkatkan layaran irigasi, berarti
dapat meningkatkan indeks pertanaman atau meningkatkan luas tanam
sehingga produksi pertanian meningkat. Tanah kering mempunyai sub ordo
ustepts, karena mempunyai rejim kelembaban tanah ustik (Rahayu, 2014).
II.2 pH
Pengukuran pH dilakukan dengan 2 cara penilaian yaitu menggunakan
H2O dan KCl. Reaksi tanah H2O digunak an sebagai pH kemasam aktif
(aktual) dan KCl digunakan sebagai pH kemasaman cadangan (potensial)
(Felix, 2020). pH aktual merupakan pH yang umum digunakan untuk
mengetahui konsentrasi H+, sedangkan pH KCI digunakan sebagai salah satu
parameter untuk mengetahui keberadaan mineral terubahkan dalam sedimen
(Rahmah, 2014).
II.3 C-Organik
C-Organik berperan penting dalam mendukung pertanian
berkelanjutan terutama sebagai indicator basis kesuburan tanah, menjaga
ketersedian hara, perbaikan sifat fisik tanah, serta menjaga kelangsungan
hidup mikroorganisme tanah (Susila, 2017).
Kandungan organik tanah diukur berdasarkan kandungan C-Organik.
Kandungan karbon (C) bahan organik bervariasi antara 45% sampai 60%
dengan presentase C-organik dikalikan dengan faktor 1,724. Kandungan
bahan organik dipengaruhi oleh arus akumulasi bahan asli dan arus
dekomposisi dan humifikasi yang sangat tergantung kondisi lingkungan
(vegetasi, iklim, batuan, timbunan dan praktik pertanian).(Nurmahribi, 2021).
II.4 N-Total dan CN-Rasio
Rasio karbon dan Nitrogen (rasio C/N) sangat penting untuk
penyediaan hara pada tanah. Karbon diperlukan oleh mikroorganisme sebagai
sumber energi dan nitrogen diperlukan untuk membentuk protein.
Mikroorganisme akan mengikat nitrogen tergantung pada ketersediaan
karbon. Bila ketersediaan karbon terbatas (rasio C/N terlalu rendah), tidak
cukup senyawa sebagai sumber energi yang dimanfaatkan mikroorganisme
untuk mengikat seluruh nitrogen bebas. Dalam hal ini jumlah nitrogen bebas
dilepaskan dalam bentuk gas NH3. Apabila ketersediaan karbon berlebih
(rasio C/N terlalu tinggi) dan jumlah nitrogennya terbatas, maka hal ini
menjadi faktor pembatas pertumbuhan mikroorganisme (Okalia dkk. 2017).
II.5 P-Tersedia
Hara P merupakan salah satu unsur hara yang paling banyak
dibutuhkan tanaman. Hara ini berfungsi untuk pertumbuhan akar, transfer
energi dalam proses fotosintesis dan respirasi, perkembangan buah dan biji,
kekuatan batang dan ketahanan terhadap penyakit. Perilaku P- tanah dapat
mempengaruhi status ketersediaan P dalam tanah sehingga dapat ditentukan
jumlah pupuk P yang diperlukan tanaman untuk mencapai hasil yang
optimum. Untuk menentukan konsentrasi unsur hara P dalam tanah harus
menggunakan metode analisis yang sesuai untuk tanah dan tanaman yang
diusahakan. (Nasution, 2014).
II.6 Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalah distribusi besar butir-butir tanah atau perbandingan
secara relatif dari besar butir-butir tanah. Butir-butir tersebut adalah pasir,
debu dan liat. Gabungan dari ketiga fraksi tersebut dinyatakan dalam persen
dan disebut sebagai kelas tekstur. Pada umumnya tanah asli merupaka
campuran dari butiran-butiran yang mempunyai ukuran yang berbeda-beda
Proporsi tersebut dikelompokkan dalam kelas tekstur. Komponen tanah yang
ideal yaitu bahan padat (50%), bahan mineral (45%), bahan organik (5%),
ruang antar bahan padat (50%), air (25%) dan udara (25%) (Harahap dkk.,
2014).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
III.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Pengelolaan Tanah dan Air “Analisa Tanah dan Air Lahan
Kering” dilaksanakan pada tanggal 21 November 2022 pukul 07.30-09.00
WIB bertempat di ruangLaboratorium Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
III.2 Alat dan Bahan
III.2.1 Alat
1. Sekop
2. Botol air
3. Cool box
4. Kantong plastic
5. Portable pH/EC/TDS meter
III.2.2 Bahan
1. Air irigasi lahan sawah
III.3 Cara Kerja
1. Menyiapkan data hasil analisis sifat tanah pada lahan kering
2. Membaca hasil analisis dengan teliti
3. Menyesuaikan kategori (sangat rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi)
pada masing-masing parameter yang telah dianalisis
4. Mencatat hasil kemudian disusun dalam laporan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
Tabel 4.1 Hasil Analisis Air dan Tanah di Lahan Kering

Penggunaan pH C- N- CN P- K-dd KTK Pasir Debu Liat


Lahan organik total Rasio tersedia
H2O KCl (%) (ppm) (cmol kg-1) (%)
Perkebunan 5.46 4.43 3.54 0.71 5.01 354.63 2.33 38.5 28 61 11
Apel 0
Hutan 5.79 4.60 4.78 0.68 7.01 21.60 1.68 36.8 41 49 10
Konservasi 8

IV.2 Pembahasan
Berdasarkan praktikum “Analisis Air dan Tanah Lahan Kering” yang
dianalisis ada beberapa parameter yang diidentifikasi yakni pH, C-Organik,
N-Total, CN Rasio, P tersedia, K-dd, KTK, dan Tekstur Tanah seperti pada
tabel 4.1 diatas.
IV.2.1 Perkebunan Apel
Berdasarkan data yang ada pH actual pada perkebunan apel
adalah 5,46 dikategorikan masam dan potensial 4,43 dikategorikan
masam juga, dengan C-Organik tingi 3.54, N- total 0.71, CN rasio
rendah 5.01, P- tersedia sangat tinggi mencapai 354.63, K-dd sebesar
2.33 termasuk tinggi, KTK tinggi sebesar 38.5, tektur tanah dari
perkebunan apel sendiri mengandung pasir 28, debu 61, dan liat 11
yang menunujukan tekstur Silt Loam.
Rekomendasi ataupun solusi yang dapat diberikan pada
perkebunan apel adalah dengan menambahkan kapur agar pH tanah
tidak masam, selain itu dapat juga dilakukan pengurangan
penggunaan pupuk ZA, karena pupuk ZA sendiri menghasilkan ion
H+ sehingga akan menambah keasaman pada tanah.
Pemberian pupuk P juga dapat dikurangi karena pada tanah
perkebunan apel tersebut menunjukkan kandungan P yang cukup
tinggi. Bila ketersediaan karbon terbatas (rasio C/N terlalu rendah),
tidak cukup senyawa sebagai sumber energi yang dimanfaatkan
mikroorganisme untuk mengikat seluruh nitrogen.
IV.2.2 Hutan Konservasi
Berdasarkan data di atas pH actual tanah hutan konservasi
menunjukkan hasil 5.79 yang mana tanah agak masam, sedangkan
potensial 4.60 yakni netral, C-Organik tinggi mencapai 4.78, N-total
tinggi sebesar 0.68, CN rasio rendah dengan angka 7.01, P-tersedia
sangat tinggi mencapai 21.60, K-dd sangat tinggi sebesar 1.68, KTK
juga tinggi mencapai 38.88, tekstur tanah dari hutan konservasi
mengandung pasr 41, debu 49, dan liat 10 yang berarti tanah pada
hutan konservasi bertekstur Loam.
Rekomendasi ataupun solusi yang dapat dilakukan pada lahan
konservasi adalah dengan pemberian kapur pada lahan agar
mengurangi kemasaman dan salinitas pada lahan, vegetasi lahan yang
beragam dan iklim pada hutan konservasi menyebabkan kandungan
C-Organik pada lahan tersebut tinggi sehingga tidak dianjurkan
penggunaan pupuk urea terlalu banyak atau berlebih, pemberian
pupuk P juga sebaiknya tidak diberikan secara berlebihan karena
ketersedian P pada lahan tersebut sudah tinggi.
V. PENUTUP
V.1kesimpulan
berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan
bahwa:
1. Dua lahan yang di identifikasi adalah perkebunan apel dan hutan
konservasi
2. Parameter yang di identifikasi adalah pH, C-Organik, N-Total, CN
Rasio, P-tersedia, K-dd, KTK, dan Tekstur Tanah
3. Berdasarkan hasil analisis tanah pada perkebunan apel memiliki
tekstur Silt Loam, sedangkan pada hutan konservasi memiliki
tekstur loam.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. dan A. Mulyani. 2002. Lahan kering untuk pertanian. hlm. 1-34 dalam
Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah
Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Badan Litbang Pertanian.

Harahap, E., Aziza N., Affandi A. 2014. Menetukan Tekstur Tanah Dengan Metode
Perasaan Di Lahan Politani. Jurnal Nasional Ecopedon. JNEP Vol2 No.2
(2014) 13-15.

Felix I, Dkk. 2020. Karakterisasi Lahan Sawah Bukaan Baru Hasil Konversi Lahan
Hutan Di Desa Kalosi Kecamatan Towuti Kabupaten Luwu Timur. Jurnal
Ecosolum. Vol 9. Hal 69-89.

Nasution dkk. 2014. KAJIAN P-TERSEDIA PADA TANAH SAWAH SULFAT


MASAM POTENSIAL. Jurnal Online Agroekoteknologi. Vol.2,
No.3 : 1244- 1251

Nurmahribi, 2021. Analisis Penentuan C-Organik Pada Sampel Tanah Th.20.77.


Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

Okalia, D., Ezward, C. and Haitami, A. 2017. Pengaruh berbagai dosis kompos,
JURNAL AGROQUA, 15(1), pp. 8–19.

Rahma S, Yusran, Umar H. 2014. Sifat Kimia Tanah Pada Berbagai Tipe Penggunaan
Lahan Di Desa Bobo Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi. Warta Rimba. Vol
2(1). Hal 88-95.

Susila, Ketut. (2013). Studi Keharaan Tanaman dan Evaluasi Kesuburan Tanah di
Lahan Pertanaman Jeruk Desa Cenggiling, Kecamatan Kuta Selatan.
AGROTROP, 3(2): 13-20.

Anda mungkin juga menyukai