I. TUJUAN
1. Mengetahui dampak salinitas terhadap pertumbuhan tanaman
2. Mengetahui tanggapan beberapa macam tanaman terhadap tingkat salinitas
yang berbeda
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kata ekologi berasal dari bahasa Yunani yaitu oskos yang berarti rumah atau
tempat untuk hidup dan logos yang berarti ilmu. Secara umum, ekologi adalah
ilmu yang mempelajari hubungan timbale balik antara organisme dan
lingkungannya. Ekologi memuat tiga unsur penting, yaitu materi, energi, dan
informasi. Lingkungan suatu organisme dapat bersifat biotic dan abiotik. Salah
satu prinsip utama ekosistem adalah adanya faktor pembatas. Pada lingkungan
abiotik, salah satu pembatasnya adalah salinitas (Daubenmire,1982).
Salah satu pembatas dalam ekosistem adalah salinitas. Apabila salinitas dalam
suatu tempat terlalu tinggi, maka tanaman yang hidup di daerah tersebut
mengalami gangguan pertumbuhan. Apabila salinitas suatu tempat terlalu rendah,
hal ini pun akan menjadi hambatan bagi tanaman untuk tumbuh. Hasil analisis
pertumbuhan tanaman padi gogo menunjukkan bahwa konsentrasi garam
mempengaruhi luas permukaan daun dan bobot kering tanaman yang dihasilkan.
Pemberian garam dengan ukuran yang sesuai cemderung akan menambah luas
permukaan daun dan bobot kering tanaman yang dihasilkan. Secara nyata
dibandingkan bila kekurangan atau kelebihan (Kurniasih et. al., 2002).
Salinitas alami adalah sebuah fenomena yang tersebar luas di bumi dan
evolusi dari kehidupan organisme dihasilkan pada sejumlah spesies yang
menunjukkan mekanisme adaptasi special untuk tumbuh pada lingkunga salin.
Yang utama dari tumbuhan adalah sensitivitas garam relatif. Pada kenyataannya
hampir semua biji tanaman tidak dapat tahan secara permanent pada kondisi salin
di tanah. Namun para ahli telah mengembangkan di beberapa famili yang dapat
hidup di beberapa habitat. Tanaman yang tumbuh pada tanah salin dihadapkan
pada masalah yang lebih kompleks. Pada rizophere konsentrasi garam pada
kandungan tanah turun naik karena perubahan pada penyediaan air, drainase,
penguapan dan transpirasi. Salinitas tidak hanya disebabkan oleh NaCl tetapi juga
oleh Na2CO3, NaHCO3 dan Na2SO4 dan hubungan dari garam-garam tersebut
dengan yang lainnya sebaik pada nutrisi lain seperti K+, Ca2+ dan Mg2+ adalah
penting dan ada perbedaan besar pada tempat yang berbeda ( Staples and Gary,
1984).
Ada perbedaan paling mencolok dalam kesensitifan spesies tumbuhan untuk
salinitas. Species yang tumbuh di lingkungan garam akan bertemu dengan tekanan
osmotik tinggi di dalam tanah dan banyak hubungan dengan permukaanya.
Fisiologi toleransi garam dalam tanaman mengalami peningkatan karena adanya
timbunan garam di lapisan teratas dari tanah irigasi (Osmand,1987).
Salinitas pada umumnya dinyatakan sebagai berat jenis (specific gravity),
yaitu rasio antara berat larutan terhadap berat air murni dalam volume yang sama.
Rasio ini dihitung berdasarkan kondisi suhu 15 C. Pengukuran salinitas dalam
kehidupan
sehari-hari
biasanya
menggunakan
hydrometer,
yang
telah
dikalibrasikan untuk digunakan pada suhu kamar (Irianto dan Machbub, 2004).
Faktor-faktor yang menyebabkan kadar garam tinggi, antara lain (Arkin,
1981) :
1. Tingkat pertumbuhan tanaman
2. Jenis dan banyak akar
3. Nutrisi
4. Pengaruh irigasi
5. Gas sekitar, seperti temperature atmosfer dan polusi udara.
Tanah salin merupakan tanah yang mengganggu pertumbuhan tanaman.
Larutan garam pada tanah tersusun dari ion Na 2+, Ca2+, Mg2+, Cl-, CO42-, dan CO3-.
Ion dari kadar garam yang tinggi meracuni mekanisme metabolit dan dapat
mengganggu serapan berbagai unsure hara essensial dan metabolisme. Ion-ion
tersebut dapat meracuni tanaman melalui berbagai cara, antara lain : (1) dapat
menjadi anti metabolit, (2) mengendapkan atau mengikat berbagai metabolit, (3)
mempercepat dekomposisi, (4) merusak sel sehingga permeabilitasnya terganggu,
(5) berada pada tempat-tempat unsur essensial tetapi tidak menggantikan
peranannya (Keany and John, 1985).
Kekeringan dan salinitas merupakan faktor utama yang dapat mengurangi
produktivitas tanaman. Salinitas menghalangi perkecambahan, mengurangi hasil
panen. Tumbuhan yang tumbuh pada daerah dengan tingkat salinitas yang tinggi
memiliki komposisi ion dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Perbedaan
konsentrassi disebabkan oleh sumber air, drainase, evaporasi, transpirasi, serta
pertumbuhan tajuk terganggu sebagai akibat dari respon akar karena kekurangan
air, sedangkan jangka panjangnya tanaman akan mengalami reduksi daun
sehingga proses fotosintesis terganggu dan pertumbuhan tanaman terhambat
(Shamin and Akae, 2009).
III. METODOLOGI
Acara praktikum Salinitas Sebagai Faktor Pembatas Abiotik dilakukan di
Laboratorium Ekologi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada hari Kamis, 20 Maret 2014 jam 13.30
WIB. Bahan-bahan yang digunakan yaitu benih padi ( Oryza sativa ), benih
ketimun ( Cucumis sativus) dan benih kacang tunggak (Vigna unguiculata),
polybag, NaCl teknis, pupuk kandang dan kertas label. Alat-alat yang digunakan
yaitu timbanagn analitik, gelas ukur, Erlenmeyer, alat pengaduk, peralatan
tanaman dan penggaris.
Adapun cara kerja yang digunakan dalam praktikum, pertama disiapkan
polibag yang diisi tanah sebanyak 9 polibag. Apabila ada kerikil, sisa-sisa akar
tanaman lain dan kotoran harus dihilangkan agar tidak mengganggu pertumbuhan
tanaman. Dipilih biji yang sehat dari jenis tanaman yang akan diperlakukan.
Selanjutnya 5 biji tersebut ditanam ke dalam masing-masing polibag. Untuk satu
minggu pertama, benih dikecambahkan terlebih dahulu dan disiram dengan air
biasa. Setelah berumur 1 minggu, bibit dijarangkan menjadi 2 tanaman setiap
polibag dengan rata-rata tinggi tanaman hampir sama. Kemudian bibit disiram
dengan larutan NaCl sesuai dengan perlakuan (0 ppm, 2500 ppm, dan 5000 ppm).
Untuk perlakuan 0 ppm, bibit disiram dengan air biasa. Penyiraman dilakukan
sebanyak 7 kali dengan selang waktu dua hari sekali, hingga tanaman berumur 21
hari. Selang hari diantara penyiraman larutan garam, tanaman tetap disiram
menggunakan air biasa dengan volume yang sama. Dari setiap perlakuan
dilakukan pengamatan mengenai tinggi tanaman dan jumlah daun. Setelah
tanaman berumur 21 hari, tanaman dipanen dan diamati panjang akar, berat segar,
dan berat kering tanaman. Pada akhir percobaan, seluruh data yang diperoleh
dihitung reratanya (tiga ulangan pada tiap perlakuan), selanjutnya gambar grafik
tinggi tanaman pada masing-masing konsentrasi garam vs hari pengamatan untuk
masing-masing tanaman, grafik jumlah daun pada masing-masing konsentrasi
garam vs hari pengamatan untuk masing-masing tanaman,
histogram rerata
Perlakuan
0 ppm
2500 ppm
9
10.22
12.03
Padi
Tinggi Tanaman Hari Ke- (cm)
11
13
15
17
19
15.22
17.64
20.98
22.46
24.43
16.99
20.53
22.42
23.78
24.34
21
26.02
25.49
5000 ppm
10.56
15.4
18.18
19.83
22.64
23.91
24.73
Kacang Tunggak
Tinggi Tanaman Hari Ke- (cm)
13
15
17
19
19.06
21.7
23.43
24.82
19.18
22.56
24.3
25.56
19.71
22.06
23.88
25.18
21
26.05
27.12
26.51
Perlakuan
0 ppm
2500 ppm
5000 ppm
9
15.28
14.38
16.04
11
17.09
17.08
18.61
11
13
15
17
19
21
0 ppm
9.96
11.23
12.63
15.46
18.05
19.68
21.62
2500 ppm
9.63
11.14
12.69
15.9
17.88
19.68
21.58
5000 ppm
9.28
12.19
13.82
15.86
17
19.47
20.83
11
13
15
17
19
21
0 ppm
1.7
2.3
2.8
2.9
3.1
3.3
3.6
2500 ppm
1.8
2.2
2.7
2.8
3.5
3.5
5000 ppm
1.8
2.2
2.3
3.3
3.4
11
13
15
17
19
21
0 ppm
2.42
3.75
4.75
5.58
6.25
7.2
7.28
2500 ppm
2.33
3.58
4.5
5.83
6.42
7.17
7.5
5000 ppm
3.25
4.33
5.08
6.48
7.05
7.85
Perlakuan
11
13
15
17
19
21
0 ppm
2.17
2.33
3.17
3.67
4.08
4.08
5.25
2500 ppm
2.17
2.42
3.33
3.75
4.25
4.58
5.08
5000 ppm
2.33
3.17
3.42
3.92
4.25
4.5
0 ppm
0.24
0.09
7.81
2500 ppm
0.26
0.11
6.31
5000 ppm
0.15
0.04
7.03
Table 8. Berat Segar, Berat Kering, dan Panjang Akar Tanaman Kacang Tunggak
(Vigna unguiculata)
Kacang Tunggak
Perlakuan
0 ppm
6.93
1.11
18.94
2500 ppm
7.65
1.29
21.96
5000 ppm
6.85
1.08
17.49
Table 9. Berat Segar, Berat Kering, dan Panjang Akar Tanaman Timun (Cucumis
sativus)
Timun
Perlakuan
0 ppm
6.95
0.43
12
2500 ppm
3.8
0.34
12.64
5000 ppm
4.39
0.32
12.4
V. PEMBAHASAN
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh tingkat kadar garam
yang berbeda terhadap pertumbuhan tanaman budidaya. Tanaman merupakan
salah satu organisme makhluk hidup yang menyerap dan memperoleh bahan
makanan dari suatu larutan atau cairan tertentu. Oleh karena itu air sangat
mempunyai pengaruh yang besar dalam memenuhi kebutuhan bahan makanan
yang diperlukan untuk pertumbuhan dan melakukan kegiatan hidup lain seperti
respirasi, fotosintesis dan lain-lain. Perbedaan kadar atau konsentrasi pada garam
sangat berpengaruh pada pertumbuhan, kandungan kadar garam yang tinggi
menyebabkan tanaman pada lahan salin sulit untuk menyerap air dari larutan
tanah, fenomena tersebut menyebabkan terhambatnya metabolisme tanaman
sehingga tanaman menjadi kering.
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Salinitas
juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Garam-garam yang larut
dalam tanah merupakan unsur-unsur yang esensial bagi pertumbuhan tanaman,
tapi kehadiran larutan garam yang berlebih di dalam tanah akan meracuni
tanaman. Kadar garam yang tinggi akan menghambat perkecambahan benih,
kualitas hasil, produksi dan merusak jaringan tanaman. Kadar garam (salinitas)
akan mempengaruhi proses fisiologi dan marfologi dalam hubunganya dengan
keseimbangan air dalam tubuh tanaman. Dalam kaitannya dalam lingkungan salin,
tanaman tingkat tinggi ada yang toleran (kelompok halofit) dan rentan (kelompok
glikofit) terhadap kadar garam tinggi.
Berdasarkan adaptasi tanaman terhadap tingkat salinitas berbeda, maka
tanaman dapat dibagi menjadi:
1. Halofit, yaitu tanaman yang toleran terhadap kadar salinitas yang tinggi.
2. Euhalofit, yaitu tanaman yang tahan terhadap kadar salin tinggi.
3. Glikofit, yaitu tanaman yang rentan pada kadar salin tinggi.
Salinitas alami adalah sebuah fenomena yang tersebar luas di bumi dan
evolusi dari kehidupan organisme dihasilkan pada sejumlah spesies yang
menunjukkan mekanisme adaptasi special untuk tumbuh pada lingkunga salin.
Yang utama dari tumbuhan adalah sensitivitasgaram relatif. Pada kenyataanya
hamper semua biji tanaman tidak dapat tahan secara permanent pada kondisi salin
di tanah. Namun para ahli telah mengembangkan di beberapa famili yang dapat
hidup di beberapa habitat. Tanaman yang tumbuh pada tanah salin dihadapkan
pada masalah yang lebih kompleks. Pada rizophere konsentrasi garam pada
kandungan tanah turun naik karena perubahan pada penyediaan air, drainase,
penguapan dan transpirasi. Salinitas tidak hanya disebabkan oleh NaCl tetapi juga
oleh Na2CO3, NaHCO3 dan Na2SO4 dan hubungan dari garam-garam tersebut
dengan yang lainnya sebaik pada nutrisi lain seperti K+, Ca2+ dan Mg2+ adalah
penting dan ada perbedaan besar pada tempat yang berbeda.
Proses salinitas terjadi tidak hanya karena curah hujan yang kurang untuk
melarutkan dan mencuci garam, tetapi juga karena penguapan ( evaporasi ) cepat
menyebabkan terkumpulnya garam dalam tanah dan dalam air yang tergenang di
atas permukaan tanah. Drainase yang buruk dapat menyebabkan evaporasi. Lebih
yaitu stress primer dan stress sekunder. Stress primer adalah unsur-unsur yang
langsung membuat tanaman stress jika terkena langsung, contohnya sel rusak dan
sistem metabolisme terganggu. Sedangkan, stress sekunder adalah tidak terjadi
secara langsung, namun tanaman menyerap cairannya. Contohnya osmose.
Dari grafik di atas, terlihat bahwa grafik menunjukkan garis linier. Semakin
bertambah hari, tinggi tanaman semakin bertambah untuk semua kadar salinitas.
Hal ini dapat terjadi karena mulai dari hari ke-1 sampai hari ke-21 kenaikan ratarata cukup konstan.
Dari grafik diatas dapat ketahui bahwa pertumbuhan padi (Oryza sativa)
terjadi sangat baik atau relatif konstan pada semua perlakuan baik konsentrasi 0
ppm, 2500 ppm, maupun 5000 ppm. Untuk pengamatan hari ke-1 tinggi tanaman
tertinnggi pada konsentrasi 2500 ppm, hal ini terjadi sampai hari ke-17.
Sedangkan tertinggi kedua yaitu perlakuan 0 ppm dan yang terakhir 5000 ppm.
Pada tinggi tanaman tertinggi dipegang oleh tanaman pada 2500 ppm sampai hari
ke-17. Sedang untuk hari ke-19 sampai hari ke-21 (hari terakhir), pada konsentrasi
0 ppm mencapai keadaan maksimum melampaui konsentrasi yang lain. Dari
fenomena di atas,kita dapat mengatakan bahwa tanaman padi mengalami
pertumbuhan optimum dalam perlakuan konsentrasi garam 2500 ppm, hal ini
berarti padi mempunyai toleransi yang cukup tinggi terhadap salinitas. Dari grafik
di atas dapat dikatakan bahwa pada padi yang diberi perlakuan 0 ppm,
pertumbuhannya stabil. Hal ini bisa terjadi dikarenakan pada konsentrasi 0 ppm
tanaman padi dapat beradaptasi dengan baik, karena kandungan garam dalam
tanah tidak ada. Pada perlakuan 2500 ppm, pertumbuhan tanaman padi juga relatif
stabil namun masih lebih rendah kestabilannya apabila dibandingkan dengan
konsentrasi 0 ppm yang digunakan juga sebagai perlakuan kontrol. Hal ini
dikarenakan pada perlakuan 2500 ppm, terdapat kandungan garam walaupun tidak
terlalu tinggi. Sedangkan pada perlakuan 5000 ppm, pertumbuhan tanaman padi
tidak begitu bagus. Hal ini terbukti dari tinggi tanaman padi yang lebih rendah
dari yang lainnya. Karena pada perlakuan ini kandungan garam dalam tanah lebih
besar daripada yang lain.
Grafik ini membuktikan bahwa faktor salinitas mempengaruhi pertumbuhan
(pertambahan tinggi batang) tanaman padi tetapi pengaruhnya sangat kecil. Dari
grafik di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tanaman padi baik ditanam pada
lingkungan yang tidak salin. Akan tetapi, tanaman padi juga tidak begitu buruk
jika ditanam pada lingkungan salin. Hal ini diperlihatkan oleh grafik dimana
selisih perbedaan tinggi tanaman padi pada ketiga perlakuan tidak terlalu
mencolok. Jadi pada kondisi normal tanaman padi tumbuh lebih optimal, namun
toleran terhadap lingkungan salin. Sehingga dapat dikatakan bahwa padi termasuk
tanaman halofit.
tunggak merupakan jenis tanaman euhalofit, yaitu tanaman yang dapat bertahan
didaerah salinitas rendah maupun tinggi. Seharusnya, kandungan kadar garam
yang tinggi menyebabkan tanaman sulit untuk menyerap air dari larutan tanah,
sehingga menyebabkan terhambatnya metabolisme tanaman dan tingkat
pertumbuhannya akan rendah.
menyerap air dari larutan tanah, sehingga metabolisme tanaman akan terhambat
dan tanaman dapat mengalami kekeringan.
Pada grafik di atas, dapat dilihat bahwa jumlah daun tanaman kacang tunggak
mengalami peningkatan meskipun konstan dan tidak begitu berbeda pada tiap
perlakuan konsentrasi kadar garam. Jumlah daun paling banyak berdasarkan
angka rerata hasil pengamatan adalah pada konsentrasi 5000 ppm sebesar 7.85.
Pada konsentrasi 2500 ppm menunjukkan jumlah daun yang lebih banyak
daripada 0 ppm, yaitu dengan besar 7.50 dan 7.28. Berdasarkaan hasil
pengamatan yang diperoleh, jumlah daun pada tanaman kacang tunggak dengan
tingkat salinitas yang berbeda memiliki selisih yang sangat sedikit, bahkan nyaris
sama. Hal ini terjadi karena tanaman kacang tunggak sedikit toleran terhadap
garam tapi terkadang toleran terhadap kadar aluminium yang tinggi dalam tanah.
Hal inilah yang menyebabkan kacang tunggak salinitas 5000 ppm memiliki
jumlah daun terbanyak dibandingkan pada tanaman kacang tunggak salinitas 0
ppm, dan 2500 ppm. Seperti kebanyakan tanaman kacang-kacangan, kacang
tunggak tidak tahan pada kondisi jenuh air atau banjir. Kacang tunggak tidak
tenggang terhadap genangan air, walaupun demikian kacang tunggak cukup
tenggang terhadap lingkungan tanah yang basah tetapi tidak tergenang. Kacang
tunggak dapat tumbuh dalam kondisi kelembaban yang ekstrim, dan juga cukup
toleran terhadap kekeringan.
Tanaman glikofit yaitu tanaman yang rentan terhadap kadar garam. Tanaman
ini mengandung kadar air yang tinggi, jika ditanam pada lahan salin dapat
menghambat pertumbuhannya, selain itu jika ditanam pada lahan salin yang tinggi
dapat mengakibatkan tanaman ini mati. Karena kandungan garam yang tinggi
menyebabkan tanaman pada lahan yang salin sulit menyerap air dari larutan tanah,
sehingga metabolisme tanaman akan terhambat dan tanaman dapat mengalami
kekeringan. Pada grafik di atas sudah sesuai dengan teorinya bahwa tanaman
timun dengan perlakuan 5000 ppm jumlah daunnya hanya sebanyak 4.50 lebih
sedikit dibandingkan dengan jumlah daun pada perlakuan 2500 ppm dan 0 ppm.
Pada tanah salin 2500, tanaman timun memiliki jumlah daun sebanyak 5.08, dan
pada media tanam 0 ppm tanaman timun memiliki jumlah daun terbanyak yaitu
5.25 atau dengan kata lain pada 0 ppm terjadi pertumbuhan secara optimum.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tanaman timun merupakan tanaman
glikofit yang rentan terhadap salinitas karena pada tingkat salinitas 0 ppm
tanaman timun memiliki jumlah daun yang tertinggi, sedangkan pada salinitas
5000 ppm memiliki jumlah daun terendah.
Dilihat dari histogram berat segar dan berat kering padi. Tanaman padi
memilki berat segar seberat 0.24 gram pada 0 ppm, 0.26 gram pada salinitas 2500
ppm, dan 0.15 gram pada salinitas 5000 ppm. Sedangkan berat kering tanaman
padi adalah 009 gram untuk 0 ppm, 0.11 gram untuk salinitas 2500 ppm, dan 0.04
gram untuk salinitas 5000 pppm. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada
tanaman padi memiliki berat segar dan berat kering yang paling tinggi pada
perlakuan 2500 ppm. Hal ini terjadi karena pada perlakuan 2500 ppm tanaman
padi masih menyimpan garam dan air yang diserapnya dari perlakuan sehingga
berat segarnya lebih tinggi dari pada perlakuan 0 ppm. Pada perlakuan 5000 ppm
berat kering dan berat basahnya paling kecil karena padi pada dasarnya hanya
membutuhkan salinitas yang sedikit, sehingga pada saat pertumbuhannya tidak
maksimal, karena terhambat oleh salinitas yang berlebihan yang berakibat
terganggunya metaolisme tanaman padi dan pertumbuhannya menjadi terhambat.
Salinitas yang berlebih pada tanaman pada dasarnya akan mempengaruhi
perkecambahan benih dan akan merusak serat dan jaringan tumbuhan.
Dari histogram di atas dapat diketahui bahwa berat segar tanaman kacang
tunggak tertinggi adalah pada konsentrasi 2500 ppm sebesar 7.65 gram,
sedangkan berat segar tanaman kacang tunggak terendah adalah pada tanaman
salinitas 5000 ppm seberat 6.85 gram. Sedangkan berat kering tertinggi ada pada
konsentrasi 2500 ppm seberat 1.29 gram, yang berarti pada konsentrasi ini
tanaman kacang tunggak dapat menyerap unsur hara secara optimal sehingga
kandungan air dalam tubuh tanaman juga banyak. Berat kering terendah pada
tanaman kacang tunggak 5000 ppm dengan berat 1.08 gram. Hal ini sesuai dengan
teori yang ada, yaitu bahwa pada konsentrasi 2500 ppm tanaman kacang tunggak
dapat menyerap unsur hara dengan optimal karena tanaman kacang tunggak
merupakan tanaman halofit yang toleran terhadap salinitas. Sedangkan pada
konsentrasi 0 ppm tidak ada kadar garam yang dapat diserap oleh tanaman
sehingga faktor salinitas tidak terpenuhi. Dan pada konsentrasi 5000 ppm, kadar
garam terlampau tinggi sehingga menyebabkan terganggunya serapan unsur hara
essensial dalam proses metabolisme sehingga berat tanaman tanaman kacang
tunggak salinitas 5000 ppm lebih rendah dibandingkan dengan kacang tunggak
salinitas 0 ppm.
Pada tanaman kacang tunggak diperoleh hasil panjang akar yang berbedabeda dari setiap perlakuan. Dari histogram hasil terpanjang pada salinitas 2500
ppm sebesar 21.96 cm ; ke-2 pada salinitas 0 ppm sebesar 18.94 cm ; ke-3 pada
salinitas 5000 ppm 17.49 cm. Dari hasil data tersebut diperoleh panjang akar
terpanjang pada perlakuan konsentrasi 2500 ppm. Hasil ini memperlihatkan jika
akar tanaman kacang tunggak tumbuh menyesuaikan keadaan garam yang
terkandung di dalam tanah agar tetap hidup. Tanaman jenis ini tetap dapat hidup
dengan berbagai tingkat salinitas yang beragam. Sama seperti tanaman padi yang
toleran terhadap salinitas yang termasuk tanaman halofit.
Berdasarkan dari histogram berat segar mentimun dan berat kering mentimun,
dapat dilihat bahwa yang mendominasi berat segar adalah perlakuan 0 ppm
dengan berat 6.95 gram, sedangkan berat kering yang mendominasi adalah
perlakuan 5000 ppm dengan berat 0.52 gram. Hal ini terjadi karena metimun
perlakuan 0 ppm kemungkinan memiliki diameter batang yang lebih tinggi dan
masih menyimpan unsure haranya ketika dalam keadaan segar. Namun, pada berat
kering justru perlakuan 5000 ppm yang memiliki bobot yang paling berat. Hal ini
kemungkinan terjadi karena pada perlakuan 5000 ppm, meskipun pada keadaan
segar bobotnya lebih ringan dari pada 0 ppm, tetapi pada berat keringnya
bobotnya melebihi perlakuan 0 ppm. Hal ini terjadi karena mentimun pada
perlakuan 5000 ppm, mentimun tersebut pertumbuhannya lebih cepat dan
memiliki isi yang lebih dari pada perlakuan 0 ppm, karena memperoleh salinitas
yang lebih dari pada yang perlakuan 0 ppm. Pada dasarnya tanaman mentimun
merupakan tanaman yang tidak toleran terhadap salinitas (glikofit).
Pada tanaman mentimun ini yang didapatkan hasil yang sama beragamnya
dengan 2 tanaman sebelumnya. Dari data histogram diatas hasil terpanjang pada
salinitas 2500 ppm sebesar 12.64 cm, ke-2 pada salinitas 5000 ppm 12.40 cm , ke3 pada salinitas 0 ppm 12 cm. Hal ini tidak sesuai dengan teori, yang seharusnya
mempunyai panjang akar yang lebih optimal pada perlakuan 0 ppm, dan yang
paling tidak optimal pada perlakuan 5000 ppm, sebab tanaman mentimun
termasuk tanaman yang rentan terhadap kadar garam yang tinggi karena tanaman
ini termasuk tanaman glikofit. Ketidaksesuaian dengan teori ini disebabkan oleh
tidak hati-hatinya dalam pemanenan, sehingga akar-akarnya banyak yang
terputus.
1.
VI. KESIMPULAN
Dampak salinitas tanah terhadap pertumbuhan tanaman menghambat
2.
DAFTAR PUSTAKA
Arkin, G.F. 1981. Modifying the Root Environment to Reduce Crop Stress.
Department of Agronomi, USA.
Daubenmire, R.F. 1982. Plant and Environment. John Willey Sons, Canada.
Irianto, Eko W. dan B. Machbub. 2004. Pengaruh multiparameter kualitas air
terhadap parameter indicator oksigen terlarut dan daya hantar listrik.
Jurnal Lingkungan Perairan 54 : 18 -24
Jamil, M. 2006. Effect of salt stresson germination and early seedling growth of
four vegetable species. Journal Central Europe Agriculture 7 : 273-282.
Keany and L. John. 1985. Soil and Plant Interaction with Salinity. Agriculture
Experiment Station University of California, California.
Khorsidi, M.B. 2009. Salinity effect on nutriens accumulation in alfalfa shoots in
hydroponic condition. Journal of Food, Agriculture and Environment 7 :
787-790.
Kurniasih, B., D. Indradewa dan Melasari. 2002. Hasil dan sifat perakaran varietas
padi gogo pada beberapa tingkat salinitas. Jurnal Ilmu Pertanian 9: 1
10.
Osmand. 1987. Ecology 2nd Edition: Individual, Populations & Communities.
Boston Oxford, London.
Shamin, A.H., and T. Akae. 2009. Desanization of saline soils amed at
environmentally sustainable agriculture : A new thought. Journal of
American science 5 : 197-198.
Staples, R. C and G. H. Toeniesen . 1984. Salinity Tolerance in Plants Stategnes
For Crop Improvmen. A wiley Interscience Publication . John Wiley
and Sons, New York.