Oleh
Dr. Nini Rahmawati, SP, MSi
NIP. 197202152001122004
Faktor air dalam fisiologi tanaman merupakan faktor utama yang sangat penting.
Tanaman tidak akan dapat hidup tanpa air, karena air adalah matrik dari kehidupan, bahkan
makhluk lain akan punah tanpa air. Kramer menjelaskan tentang betapa pentingnya air bagi
tumbuh-tumbuhan; yakni air merupakan bagian dari protoplasma (85-90% dari berat keseluruhan
bahagian hijau tumbuh-tumbuhan (jaringan yang sedang tumbuh) adalah air. Selanjutnya
dikatakan bahwa air merupakan reagen yang penting dalam proses-proses fotosintesa dan dalam
proses-proses hidrolik. Disamping itu juga merupakan pelarut dari garam-garam, gas-gas dan
material-material yang bergerak kedalam tumbuh tumbuhan, melalui dinding sel dan jaringan
esensial untuk menjamin adanya turgiditas, pertumbuhan sel, stabilitas bentuk daun, proses
membuka dan menutupnya stomata, kelangsungan gerak struktur tumbuh-tumbuhan.
Peran air yang sangat penting tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa langsung atau
tidak langsung kekurangan air pada tanaman akan mempengaruhi semua proses metaboliknya
sehingga dapat menurunkan pertumbuhan tanaman (Sinaga, 2008). Efek kelebihan air atau banjir
yang umum adalah kekurangan oksigen, sedangkan kekurangan air atau kekeringan akan
mengakibatkan dehidrasi pada tanaman yang berpengaruh terhadap zona sel turgor yang
selanjutnya dapat menghambat pertumbuhan tanaman (Fallah, 2006). Kebutuhan air bagi
tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis tanaman dalam hubungannya dengan
tipe dan perkembangannya, kadar air tanah dan kondisi cuaca.
Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah
perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun dalam kondisi laju evapotranspirasi
melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman. Serapan air oleh akar tanaman dipengaruhi oleh
laju transpirasi, sistem perakaran, dan ketersediaan air tanah (Lakitan, 1996). Secara umum
tanaman akan menunjukkan respon tertentu bila mengalami cekaman kekeringan. Staff Lab Ilmu
Tanaman (2008) mengemukakan bahwa cekaman kekeringan dapat dibagi ke dalam tiga
kelompok yaitu:
1. Cekaman ringan :jika potensial air daun menurun 0.1 Mpa atau kandungan air nisbi
menurun 8 – 10 %
2. Cekaman sedang: jika potensial air daun menurun 1.2 s/d 1.5 Mpa atau kandungan air
nisbi menurun 10 – 20 %
3. Cekaman berat: jika potensial air daun menurun >1.5 Mpa atau kandungan air nisbi
menurun > 20%
Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga
mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus menerus akan menyebabkan
perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati (Haryati,
2008). Respon tanaman terhadap stres air sangat ditentukan oleh tingkat stres yang dialami dan
fase pertumbuhan tanaman saat mengalami cekaman. Respon tanaman yang mengalami cekaman
kekeringan mencakup perubahan ditingkat seluler dan molekuler seperti perubahan pada
pertumbuhan tanaman, volume sel menjadi lebih kecil, penurunan luas daun, daun menjadi tebal,
adanya rambut pada daun, peningakatan ratio akar-tajuk, sensitivitas stomata, penurunan laju
fotosintesis, perubahan metabolisme karbon dan nitrogen, perubahan produksi aktivitas enzim
dan hormon, serta perubahan ekspresi (Sinaga, 2008).
Tumbuhan merespon kekurangan air dengan mengurangi laju transpirasi untuk
penghematan air. Terjadinya kekurangan air pada daun akan menyebabkan sel-sel penjaga
kehilangan turgornya. Suatu mekanisme control tunggal yang memperlambat transpirasi dengan
cara menutup stomata. Kekurangan air juga merangsang peningkatan sintesis dan pembebasan
asam absisat dari sel-sel mesofil daun. Hormon ini membantu mempertahankan stomata tetap
tertutup dengan cara bekerja pada membrane sel penjaga. Daun juga berespon terhadap
kekurangan air dengan cara lain. Karena pembesaran sel adalah suatu proses yang tergantung
pada turgor, maka kekurangan air akan menghambat pertumbuhan daun muda. Respon ini
meminimumkan kehilangan air melalui transpirasi dengan cara memperlambat peningkatan luas
permukaan daun. Ketika daun dari kebanyakan rumput dan kebanyakan tumbuhan lain layu
akibat kekurangan air, mereka akan menggulung menjadi suatu bentuk yang dapat mengurangi
transpirasi dengan cara memaparkan sedikit saja permukaan daun ke matahari (Campbell, 2003).
Kedalaman perakaran sangat berpengaruh terhadap jumlah air yang diserap. Pada
umumnya tanaman dengan pengairan yang baik mempunyai sistem perakaran yang lebih panjang
daripada tanaman yang tumbuh pada tempat yang kering. Rendahnya kadar air tanah akan
menurunkan perpanjangan akar, kedalaman penetrasi dan diameter akar (Haryati, 2006). Hasil
penelitian Nour dan Weibel tahun 1978 menunjukkan bahwa kultivarkultivar sorghum yang
lebih tahan terhadap kekeringan, mempunyai perkaran yang lebih banyak, volume akar lebih
besar dan nisbah akar tajuk lebih tinggi daripada lini-lini yang rentan kekeringan (Goldsworthy
dan Fisher, dalam Haryati, 2006).
Senyawa biokimia yang dihasilkan tanaman sebagai respon terhadap kekeringan dan
berperan dalam penyesuaian osmotik bervariasi, antara lain gula-gula, asam amino, dan senyawa
terlarut yang kompatibel. Senyawa osmotik yang banyak dipelajari pada toleransi tanaman
terhadap kekeringan antara lain prolin, asam absisik, protein dehidrin, total gula, pati, sorbitol,
vitamin C, asam organik, aspargin, glisin-betain, serta superoksida dismutase dan K+ yang
bertujuan untuk menurunkan potensial osmotik sel tanpa membatasi fungsi enzim (Sinaga,
2008).
Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui respon pertumbuhan tanaman terhadap
PELAKSANAAN PERCOBAAN
Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan ini dilaksanakan pada bulan September 2019 sampai dengan selesai di rumah
masing-masing
Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu benih tanaman sebagai
tanaman indikator, air untuk menyiram tanaman, polibag untuk wadah media tanam, label dan
plastic untuk menandai polybag, tanah top soil sebagai media tanam.
Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu, penggaris untuk mengukur tinggi
tanaman, spidol untuk menandai jumlah daun, timbangan untuk menimbang, alat tulis untuk
Tempat percobaan yang digunakan adalah tempat yang tidak terkena curah hujan tetapi
top soil. Tanah yang telah diolah kemudian diberi top soil untuk memudahkan pergerakan akar
tanaman.
Penanaman
Benih tanaman ditanam sebanyak 2 benih per lubang tanam pada kedalaman sekitar 3 cm
Aplikasi Penyiraman
Penyiraman dilakukan berdasarkan perlakuan, yaitu P1, P2, P3, dan P4. Perlakuan
frekuensi penyiraman dimulai 1 minggu setelah tanam sampai 4 minggu setelah tanam.
Pemeliharaan
Penyiraman
banyak menguap pada siang hari, mengembalikan kekuatan tanaman kepada keadaan tanaman
Penyiangan 18
Rumput-rumput liar yang tumbuh disekitar tanaman harus selalu disiang, dan
tumbuhnya tanaman juga dapat merebut zat-zat makanan yang diperlukan tanaman. Penyiangan
Parameter Amatan
Tinggi Tanaman
Pengukuran tinggi tanaman di lakukan mulai umur satu minggu sampai empat minggu
setelah tanam (MST). Pengukuran dilakukan 1 minggu sekali dengan menggunakan penggaris
yaitu mulai dari pangkal batang bawah (diatas permukaan media) sampai bagian titik tumbuh
Jumlah Daun
Penghitungan jumlah daun dilakukan mulai umur satu sampai empat minggu setelah
tanam sampai panen. Pengukuran dilakukan 1 minggu sekali dengan cara menghitung jumlah
Bobot basah tajuk tanaman diperoleh dengan cara menimbang bagian tajuk tanaman
setelah dicabut dari polybag dan dinyatakan dalam satuan gram (g)/tanaman. Pengamatan
dilakukan 4 MST
Bobot basah akar tanaman diperoleh dengan cara menimbang bagian tajuk tanaman
setelah dicabut dari polybag dan dinyatakan dalam satuan gram (g)/tanaman. Pengamatan
dilakukan 4 MST
Pengamatan meliputi perubahan warna daun, warna batang, kondisi perakaran, gejala nekrosis
Stres garam terjadi dengan terdapatnya salinitas atau konsentrasi garam-garam terlarut
yang berlebihan dalam tanaman. Stres garam ini umumnya terjadi dalam tanaman pada tanah
salin. Stres garam meningkat dengan meningkatnya konsentrasi garam hingga tingkat
konsentrasi tertentu yang dapat mengakibatkan kematian tanaman. Garam-garam yang
menimbulkan stres tanaman antara lain ialah NaCl, NaSO4, CaCl2, MgSO4, MgCl2 yang
terlarut dalam air (Sipayung, 2006). Stres akibat kelebihan Na+ dapat mempengaruhi beberapa
proses fisiologi dari mulai perkecambahan sampai pertumbuhan tanaman (Fallah, 2006).
Menurut Petani Wahid (2006), kemasaman tanah merupakan kendala paling inherence
dalam pengembangan pertanian di lahan sulfat masam. Tanaman tumbuh normal (sehat)
umumnya pada ph 5,5 untuk tanah gambut dan pH 6,5 untuk tanah mineral karena pada pH <>
50 cm dari permukaan tanah. Pada kebanyakan spesies, pengaruh jenis-jenis garam umumnya
tidak khas terhadap tumbuhan tanaman tetapi lebih tergantung pada konsentrasi total garam.
Salinitas tidak ditentukan oleh garam NaCl saja tetapi oleh berbagai jenis garam yang
berpengaruh dan menimbulkan stres pada tanaman. Dalam konteks ini tanaman mengalami stres
garam bila konsentrasi garam yang berlebih cukup tinggi sehingga menurunkan potensial air
sebesar 0,05 – 0,1 Mpa. Stres garam ini berbeda dengan stres ion yang tidak begitu menekan
potensial air (Lewit, dalam Sipayung, 2006).
Toleransi terhadap salinitas adalah beragam dengan spektrum yang luas diantara spesies
tanaman mulai dari yang peka hingga yang cukup toleran. Follet et al, (1981 dalam Sipayung,
2006) mengajukan lima tingkat pengaruh salinitas tanah terhadap tanaman, mulai dari tingkat
non-salin hingga tingkat salinitas yang sangat tinggi
Kelebihan NaCl atau garam lain dapat mengancam tumbuhan karena dua alasan.
Pertama, dengan cara menurunkan potensial air larutan tanah, garam dapat menyebabkan
kekurangan air pada tumbuhan meskipun tanah tersebut mengandung banyak sekali air. Hal ini
karena potensial air lingkungan yang lebih negatif dibandingkan dengan potensial air jaringan
akar, sehingga air akan kehilangan air, bukan menyerapnya. Kedua, pada tanah bergaram,
natrium dan ion-ion tertentu lainnya dapat menjadi racun bagi tumbuhan jika konsentrasinya
relative tinggi. Membran sel akar yang selektif permeabel akan menghambat pengambilan
sebagian besar ion yang berbahaya, akan tetapi hal ini akan memperburuk permasalahan
pengambilan air dari tanah yang kaya akan zat terlarut (Campbell, 2003).
Salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang menghambat
pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein serta penambahan biomass tanaman. Tanaman
yang mengalami stres garam umumnya tidak menunjukkan respon dalam bentuk kerusakan
langsung tetapi pertumbuhan yang tertekan dan perubahan secara perlahan. Gejala pertumbuhan
tanaman pada tanah dengan tingkat salinitas yang cukup tinggi adalah pertumbuhan yang tidak
normal seperti daun mengering di bagian ujung dan gejala khlorosis. Gejala ini timbul karena
konsentrasi garam terlarut yang tinggi menyebabkan menurunnya potensial larutan tanah
sehingga tanaman kekurangan air. Sifat fisik tanah juga terpengaruh antara lain bentuk struktur,
daya pegang air dan permeabilitas tanah.
Pertumbuhan sel tanaman pada tanah salin memperlihatkan struktur yang tidak normal.
Penyimpangan yang terjadi meliputi kehilangan integritas membran, kerusakan lamella,
kekacauan organel sel, dan akumulasi Kalsium Oksalat dalam sitoplasma, vakuola, dinding sel
dan ruang antar sel. Kerusakan struktur ini akan mengganggu transportasi air dan mineral hara
dalam jaringan tanaman (Maas dan Nieman, dalam Sipayung, 2006). Banyak tumbuhan dapat
berespon terhadap salinitas tanah yang memadai dengan cara menghasilkan zat terlarut
kompatibel, yaitu senyawa organic yang menjaga potensial air larutan tanah, tanpa menerima
garam dalam jumlah yang dapat menjadi racun. Namun demikian, sebagian besar tanaman tidak
dapat bertahan hidup menghadapi cekaman garam dalam jangka waktu yang lama kecuali pada
tanaman halofit, yaitu tumbuhan yang toleran terhadap garam dengan adaptasi khusus seperti
kelenjar garam, yang memompa garam keluar dari tubuh melewati epidermis daun (Campbell,
2003).
Ketika terjadi cekaman lingkungan seperti kekeringan, logam berat atau salinitas,
tanaman bereaksi dalam beragam cara untuk menghadapi perubahan yang berpotensi merusak.
Salah satu hasil dari tekanan tersebut adalah adanya akumulasi reactive oxygen species (ROS)
dalam tanaman, dimana hal tersebut dapat menghancurkan tanaman dan berakibat pada
berkurangnya produktivitas tanaman. ROS berdampak pada fungsi seluler, seperti kerusakan
pada asam nukleat atau oksidasi protein tanaman yang penting.
Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari dilaksanakannya percobaan ini adalah untuk dapat mengetahui
pengaruh pemberian beberapa konsehtrasi garam terhadap pertumbuhan awal tanaman jagung.
PELAKSANAAN PERCOBAAN
Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan ini dilaksanakan pada bulan September 2019 sampai dengan selesai di rumah
masing-masing
Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu benih tanaman sebagai
tanaman indikator, air untuk menyiram tanaman, garam, polibag untuk wadah media tanam, label
dan plastic untuk menandai polybag, tanah top soil sebagai media tanam.
Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu, penggaris untuk mengukur tinggi
tanaman, spidol untuk menandai jumlah daun, timbangan untuk menimbang, alat tulis untuk
Metode Percobaan
Tempat percobaan yang digunakan adalah tempat yang tidak terkena curah hujan tetapi
top soil. Tanah yang telah diolah kemudian diberi top soil untuk memudahkan pergerakan akar
tanaman.
Penanaman
Benih tanaman ditanam sebanyak 2 benih per lubang tanam pada kedalaman sekitar 3 cm
Aplikasi Salinitas
minggu sampai 4 minggu setelah tanam dengan interval waktu seminggu sekali.
Pemeliharaan
Penyiraman
Tanaman disiram pada waktu pagi secukupnya hanya untuk menjaga kelembaban tanah.
Penyiangan
Rumput-rumput liar yang tumbuh disekitar tanaman harus selalu disiang, dan
tumbuhnya tanaman juga dapat merebut zat-zat makanan yang diperlukan tanaman. Penyiangan
Parameter Amatan
Tinggi Tanaman
Pengukuran tinggi tanaman di lakukan mulai umur satu minggu sampai empat minggu
setelah tanam (MST). Pengukuran dilakukan 1 minggu sekali dengan menggunakan penggaris
yaitu mulai dari pangkal batang bawah (diatas permukaan media) sampai bagian titik tumbuh
Jumlah Daun
Penghitungan jumlah daun dilakukan mulai umur satu sampai empat minggu setelah
tanam sampai panen. Pengukuran dilakukan 1 minggu sekali dengan cara menghitung jumlah
Bobot basah tajuk tanaman diperoleh dengan cara menimbang bagian tajuk tanaman
setelah dicabut dari polybag dan dinyatakan dalam satuan gram (g)/tanaman. Pengamatan
dilakukan 4 MST
Bobot basah akar tanaman diperoleh dengan cara menimbang bagian tajuk tanaman
setelah dicabut dari polybag dan dinyatakan dalam satuan gram (g)/tanaman. Pengamatan
dilakukan 4 MST
Pengamatan meliputi perubahan warna daun, warna batang, kondisi perakaran, gejala nekrosis
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Percobaan
TINJAUAN PUSTAKA
PELAKSANAAN PERCOBAAN
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA