PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekeringan merupakan salah satu jenis bencana alam yang terjadi secara
perlahan (slow-onset disaster), berlangsung lama sampai musim hujan tiba,
berdampak sangat luas, dan bersifat lintas sektor (ekonomi, sosial, kesehatan,
pendidikan, dan lain-lain). Kekeringan merupakan fenomena alam yang tidak
dapat dielakkan dan merupakan variasi normal dari cuaca yang perlu dipahami.
Kekeringan menyangkut neraca air antara inflow dan outflow atau antara
presipitasi dan evapotranspirasi. Kekeringan tidak hanya dilihat sebagai fenomena
fisik cuaca saja, tetapi hendaknya juga dilihat sebagai fenomena alam yang terkait
erat dengan tingkat kebutuhan masyarakat terhadap air. Bertambahnya jumlah
penduduk telah mengakibatkan terjadinya tekanan penggunaan lahan dan air serta
menurunnya daya dukung lingkungan. Akibatnya kekeringan semakin sering
terjadi dan semakin meluas. Kekeringan dapat menimbulkan dampak yang amat
luas, kompleks, dan juga rentang waktu yang panjang setelah berakhirnya
kekeringan. Dampak yang luas dan berlangsung lama tersebut disebabkan karena
air merupakan kebutuhan pokok dan vital bagi seluruh makhluk hidup, yang tidak
tergantikan oleh sumber daya lainnya (TKPSDA, 2003).
Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan suplai
air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun dalam
kondisi laju evapotranspirasi melalui laju absorbsi air oleh akar tanaman. serapan
air oleh tanaman dipengaruhi oleh laju transpirasi sistem perakaran dan
ketersediaan air tanah.
B. Tujuan
Tujuan praktikum ini, adalah :
1. Mengetahui respon dan perbedaan pertumbuhan tanaman dalam kondisi
cekaman kekurangan air.
2. Mengetahui genotip tanaman yang toleran terhadap cekaman kekurangan air.
lengket.
Dan
kekeringan
tersebut
merupakan
salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi pertumbuhan dan hasil produksi suatu tanaman, karena air dalam hal
ini sangat dibutuhkan oleh tanaman. Air memiliki peranan yang sangat penting
bagitanaman hal ini karena air merupakan penyusun utama dari protoplasma sel,sebagai bahan
pelarut dan memberikan suatu media untuk pengangkutan. Air juga diperlukan dalam
penyusunan senyawa baru, pemelihara tekanan turgor dan secara tidak langsung
dapat memelihara suhu tanaman. Pertumbuhan akan menjadi tidak normal atau
terganggu apabila tanaman tumbuh ditempat yang kelebihan atau kekurangan air.
Gangguan pertumbuhan tanaman sebagai akibat kelebihan dan kekurangan air berupa
kelayuan tanaman (Suardi D, 2000)
Selama siklus hidup tanaman, mulai dari perkecambahan sampai panen
selalu membutuhkan air. Tidak satupun proses kehidupan tanaman yang dapat
bebas dari air. Kebutuhan air pada tanaman dapat dipenuhi melalui tanah dengan
jalan penyerapan oleh akar. Besarnya air yang diserap, oleh akar tanaman sangat
tergantung pada kadar air dalam tanah ditentukan oleh pF atau kemampuan
partikel tanah memegang air, dan kemampuan akar untuk menyerapnya (Jumin,
1992).
Penyerapan air dalam tanah oleh akar sangat menentukan pemenuhan
kebutuhan air pada tanaman. Besarnya air yang diserap oleh akar tergantung
ketersediaan atau kadar air tanah yang ada dan laju transpirasi. Pada kondisi
kadar air tanah rendah atau berada di bawah kapasitas lapang, dan dalam kondisi laju
evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air, maka tanaman akan dihadapkan pada
kondisi cekaman air atau kekeringan (Sasli, 2004).
Burstom (1956), dalam Jumin (1992), menyebutkan bahwa defisit air
langsung mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman. Proses ini pada sel
tanaman
ditentukan
oleh
tegangan
turgor.
Hilangnya
turgiditas
dapat
III.
METODE PRAKTIKUM
cekaman
kekeringan
yang
digunakan
yaitu
tanpa
cekaman
kekeringan/control (K0) dan cekaman kekeringan (K1). Jadi pada penelitian ini
terdapat 6 kombinasi perlakuan yang diulang 3 kali. Setiap kombinasi perlakuan
menggunakan 3 polibag. Percobaan dilakukan menggunakan polibag di rumah
kaca. Total keseluruhan polibag yang digunakan adalah 6x3x3 = 54 polibag.
D. Variabel Pengamatan
Variabel yang diamati adalah :
1. Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun bendera
tertinggi dari permukaan tanah, pengamatan dilakukan pada 30 hari setelah
tanam.
2. Bobot basah tanaman (g)
Bobot basah tanaman diperoleh dengan cara menimbang seluruh bagian
tanaman. Bobot basah tanaman ditimbang setelah tanaman dipanen, yaitu
pada 30 hari setelah tanam.
3. Bobot basah tajuk (g)
Bobot basah tajuk diperoleh dengan cara menimbang bagian tajuk tanaman
yang telah dipisahkan dengan bagian akar tanaman. Bobot basah tajuk
ditimbang setelah tanaman dipanen, yaitu pada 30 hari setelah tanam.
4. Bobot basah akar (g)
Bobot basah akar diperoleh dengan cara menimbang bagian akar tanaman
yang telah dipisahkan dengan bagian tajuk tanaman. Bobot basah akar
ditimbang setelah tanaman dipanen, yaitu pada 30 hari setelah tanam.
5. Panjang akar (cm)
Panjang akar diukur dari pangkal akar sampai ujung akar terpanjang. Panjang
akar diukur setelah tanaman dipanen, yaitu pada 30 hari setelah tanam.
6. Volume akar (ml)
Volume akar diukur dengan cara memasukan bagian akar pada gelas ukur
dengan volume tertentu. Catat volume awal air (V0) dan volume akhir air
setelah akar dimasukkan ke dalam gelas ukur (V1). Volume akar diperoleh
dengan rumus VA= V1-V0. Volume akar diukur setelah tanaman dipanen,
yaitu pada 30 hari setelah tanam.
7. Penilaian kepekaan terhadap kekeringan
Penilaian kepekaan terhadap kekeringan dilakukan pada 30 hari setelah tanam
berdasarkan Standard Evaluation System (SES) for Rice dari IRRI.
E. Prosedur Kerja
1. Persiapan
Tanah sebagai media tanam disiapkan, dimasukan dalam polibag yang telah
dibuat lubang tanam. Disiram dengan air hingga kapasitas lapang. Polibag
yang telah berisi tanah tadi dibagi 2 kelompok. Kelompok pertama sebagai
kontrol (K0). Kelompok kedua adalah sebagai perlakuan cekaman kekeringan
(K1). Polibag diletakan sesuai rancangan perlakuan yang telah ditentukan.
2. Penanaman
Penanaman dilakukan dengan membuat lubang tanah di polibag. Lubang diisi
dengan 3 biji. Setelah tumbuh baik dipilih dua tanaman terbaik untuk diamati.
Setiap unit percobaan menggunakan 3 polibag.
3. Pemeliharaan dan penerapan perlakuan
Pemeliharaan meliputi pemupukan dan penyiraman dan pemberantasan hama
penyakit (jika terserang). Pemberian perlakuan cekaman kekeringan
dilakukan saat tanaman berumur 7 hari setelah tanam dan 21 hari setelah
tanam. Perlakuan cekaman kekeringan yaitu dengan cara menyiram tanaman
kapasitas lapang.
4. Pengamatan dan pengukuran
Pengamatan dan pengukuran dilakukan pada saat yang bersesuaian dengan
variabel yang diamati.
IV.
A. Hasil Pengamatan
Terlampir
B. Pembahasan
Batasan kekeringan merupakan peiode dalam pertumbuhan tanaman dimana
terjadi defisiensi air tanaman atau air tanah yang dapat mengganggu pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Tanaman melakukan beberapa strategi yang dimulai
saat fase perkecambahan dan pertumbuhan awal vegetatif dalam menghadapi
cekaman kekeringan dengan membentuk formasi akar yang dalam dan
percabangan akar yang banyak (Dubrovsky and Gomezlomeli, 2003). Selain itu
tanaman juga dapat mempertahankan turgor sel dalam kondisi cekaman
kekeringan dengan mengakumulasi senyawa organik yang dapat menurunkan
potensial osmotik sel tanpa membatasi fungsi enzim yaitu prolin (Tardieu 1997
dalam Sopandie 2006).
Tanaman tidak dapat tumbuh karena tanaman mengalami defisit air. Air
merupakan sumber kehidupan bagi seluruh makhluk hidup. Air mempunyai
peranan sangat penting karena air merupakan bahan pelarut bagi kebanyakan
reaksi dalam tubuh makhluk hidup. Air adalah salah satu komponen fisik yang
sangat vital dan dibutuhkan dalam jumlah besar untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Sebanyak 85-90 % dari bobot segar sel-sel dan jaringan
tanaman tinggi adalah air (Maynard dan Orcott, 1987).
Noggle dan Frizt (1983) menjelaskan fungsi air bagi tanaman yaitu :(1)
sebagai senyawa utama pembentuk protoplasma, (2) sebagai senyawa pelarut bagi
masuknya mineral-mineral dari larutan tanah ke tanaman dan sebagai pelarut
mineral nutrisi yang akan diangkut dari satu bagian sel ke bagian sel lain, (3)
sebagai media terjadinya reaksi-reaksi metabolik, (4) sebagai rektan pada
sejumlah reaksi metabolisme seperti siklus asam trikarboksilat, (5) sebagai
penghasil hidrogen pada proses fotosintesis, (6) menjaga turgiditas sel dan
berperan sebagai tenaga mekanik dalam pembesaran sel, (7) mengatur mekanisme
gerakan tanaman seperti membuka dan menutupnya stomata, membuka dan
menutupnya bunga serta melipatnya daun-daun tanaman tertentu, (8) berperan
dalam perpanjangan sel, (9) sebagai bahan metabolisme dan produk akhir
respirasi, serta (10) digunakan dalam proses respirasi.
Air merupakan pembatas utama untuk produksi tanaman di lahan kering .Cekaman
kekeringan sangat tidak diinginkan dalam budidaya tanaman karena dapat
menghambat pertumbuhan dan produksi tanaman. Cekaman kekeringan
berpengaruh
terhadap
aspek
pertumbuhan
tanaman
meliputi
anatomis,
10
produktivitas enzim dan hormon. Pada fase pertumbuhan vegetatif, ketersediaan air
berpengaruh terhadap menurunnya kecepatan fotosintesis dan luas daun. Tanaman
yang terkena cekaman kekeringan menyebabkan potensial air daun menurun, pembentukan
klorofil terganggu dan struktur kloroplas mengalami disintegrasi.
Mekanisme toleransi pada tanaman sebagai respon adanya cekaman
kekeringan meliputi, (1) kemampuan tanaman tetap tumbuh pada kondisi
kekurangan air yaitu dengan menurunkan luas daun dan memperpendek siklus
tumbuh, (2) kemampuan akar untuk menyerap air di lapisan tanah paling dalam,
(3) kemampuan untuk melindungi meristem akar dari kekeringan dengan
meningkatkan akumulasi senyawa tertentu seperti glisin, betain, gula alkohol, atau
prolin untuk osmotic adjustment, dan (4) mengoptimalkan peranan stomata untuk
mencegah hilangnya air melalui daun. Dengan adanya osmotic adjustment
tersebut memungkinkan pertumbuhan tetap berlangsung dan stomata tetap terbuka
(Lestari, 2006).
Menurut Blum (2002), karakter toleransi terhadap cekaman kekeringan
dapat dipilah menjadi karakter konstitutif dan adaptif. Karakter konstitutif
merupakan karakter yang terekspresi tanpa ada pengaruh cekaman kekeringan.
Karakter tersebut adalah umur berbunga, pertumbuhan akar, warna daun, bulu
daun, densitas stomata dan akar. Sedangkan karakter adaptif adalah karakter yang
dikendalikan oleh gen-gen yang terekspresi sebagai respons terhadap cekaman,
meliputi kompatibel solut yang berperan dalam menjaga turgor dan melindungi
organel sel seperti prolin dan senyawa antioksidan. Menurut Blum (2002) bahwa
kemampuan mempertahankan turgor atau status air sangat penting dalam toleransi
11
12
dilakukan dari variabel pengamatan tinggi tanaman, bobot tajuk, bobot akar dan
panjang akar menunjukan interaksi antara lingkungan dengan varietas tidak beda
nyata dimana F hitung lebih kecil dari F tabel. Dari nilai relative (NR) yang ada
tingkat toleransi tertinggi tanaman padi pada variabel tinggi tanaman secara
berturut-turut, yaitu Varietas Fe37, Inpago Unsoed1 dan terakhir Ciherang. NR
pada variabel bobot tajuk menunjukan tingkat toleransi tertinggi secara berturutturut, yaitu varietas Inpago Unsoed1, Ciherang, dan Fe37. Untuk Nilai Relatif
pada variabel bobot akar menunjukan varietas dengan toleransi tertinggi yaitu
varietas Fe37 kemudian Inpago Unsoed1 dan terkahir yang paling peka adalah
Ciherang.
13
A. Kesimpulan
1. Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan suplai air di
daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun dalam kondisi
laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman.
2. Mekanisme adaptasi tanaman terhadap cekaman kekeringan antara lain
dengan melakukan penyesuaian osmotic membentuk senyawa osmotikum
3. Varietas Fe37 termasuk varietas yang paling toleran terhadap cekaman
kekeringan dibandingkan varietas Inpago Unsoed1 dan Ciherang.
B. Saran
Penjelasan saat menentukan perlakuan sebaiknya dijelaskan secara
menyeluruh kepada semua praktikan agar mengerti tidak hanya pada satu
kelompok.
14
DAFTAR PUSTAKA
Blum, A. 2002. Drought toleranceIs it a complex trait? Field screening for
drought tolerance in crop plants with emphasis on rice. p. 1722. In N.P.
Saxena and J.C. OToole (ed.) Field screening for drought tolerance in crop
plants with emphasis on rice. Int. Workshop on Field Screening for Drought
Tolerance in Rice, Patancheru, India. 1114 Dec. 2000. ICRISAT,
Patancheru, India, and the Rockefeller Foundation, New York.
Dubrovsky J.G. and L.F. Gomez-lomeli. 2003. Water defisit accelerates
determinate developmental program of the primary root and does not affect
lateral root initiation in a sonorant desert cactus (Pachycereus pringlei,
cactaceae). American J. Botany (90): 823831.
Jumin, H. B., 1992. Ekologi Tanaman Suatu Pendekatan Fisiologi. Rajawali
Press, Jakarta.
Lakitan, Benyamin. 1996. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Lestari, E.G. 2006. Hubungan antara kerapatan stomata dengan ketahanan
kekeringan pada somaklon padi Gajah Mungkur, Towuti, dan IR 64. Jurnal
Biodiversitas 7: 44-48.
Sopandie D. 2006. Perspektif Fisiologi Dalam Pengembangan Tanaman Pangan di
Lahan Marjinal. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Fisiologi Tanaman. Fakutas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 16 September 2006.
TKPSDA. 2003. Pedoman Teknis Kekeringan. http://piba.tdmrc.org/book/export/
html/27. Diakses tanggal 2 Juni 2013.
15
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
Tujuan praktikum ini, adalah :
16
TINJAUAN PUSTAKA
Air adalah salah satu komponen fisik yang sangat vital dan dibutuhkan
dalam jumlah besar untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sebanyak
85-90 % dari bobot segar sel-sel dan jaringan tanaman tinggi adalah air (Maynard
dan Orcott, 1987). Fungsi air bagi tanaman yaitu: (1) sebagai senyawa itama
pembentuk protoplasma, (2) sebagai senyawa pelarut bagi masuknya mineralmineral dari larutan tanah ke tanaman dan sebagai pelarut mineralnutrisi yang
akan diangkut dari satu bagian sel ke bagian sel yang lainnya, (3) sebagai media
terjadinya reaksi-reaksi metabolik, (4) sebagai reaktan pada sejumlah siklus asam
trikarboksilat, (5) sebagai penghasil hidrogen pada proses fotosintesis, (6)
menjaga turdigitas sel dan berperan sebagai tenaga mekanik dalam pembesaran
sel, (7) mengatur mekanisme gerakan tanaman seperti membuka dan menutupnya
stomata, membuka dan menutupnya bunga serta melipatnya daun-daun tanaman
tertentu, (8) berperan dalam perpanjangan sel, (9) sebagai bahan metabolisme dan
produk akhir respirasi, serta (10) digunakan dalam proses respirasi (Noggle dan
Frizt, 1983).
Tanah yang terendam air merupakan cekaman abiotik yang mempengaruhi
komposisi spesies dan produktifitas pada berbagai tanaman. Pada tanaman padi
misalnya, rendaman dimanipulasi sedemikian rupa untuk mendapatkan hasil yang
17
maksimal, namun pada beberapa spesies tanaman kelebihan air merupakan faktor
penghambat produksi pada beberapa tempat dan situasi (Jackson, 2004), banjir
terutama berpengaruh terhadap hasil biji (Setter and Waters, 2003). Hambatan
utama yang disebabkan adanya rendaman pada spesies yang tidak bisa beradaptasi
terhadap kekurangan oksigen adalah karena difusi oksigen di air lebih lambat 104
dibanding dengan di udara (Armstrong and Drew, 2002).
Dalam Buckman and Brady (1982) disebutkan bahwa keberadaan air
berdasarkan klasifikasi biologi air di dalam tanah ada tiga bentuk yaitu : air
kelebihan, air tersedia dan air tidak tersedia. Pada umumnya kelebihan air yang
terikat pada kapasitas lapangan tidak menguntungkan tanaman tingkat tinggi. Bila
terlalu banyak air, keadaannya merugikan pertumbuhan dan menjadi lebih buruk
ketika mencapai titik jenuh. Pengaruh buruk yang lain dari kelebihan air adalah
terlindinya unsur hara bersama gerakan air tersebut ke bawah. Pada tanah yang
bertekstur halus, hal ini mungkin hanya perpindahan unsur hara ke lapisan yang
lebih bawah dan tidak terlalu dalam sehingga masih dapat diserap oleh akar
tanaman.
Genangan dapat menyebabkan kelayuan daun (bagian yang ada di atas
tanah) karena adanya kerusakan sistem perakaran karena aerasi kurang baik di
sekitar perakaran yang menyebabkan gangguan penyerapan air oleh akar, maka
genangan tidak menimbulkan stress primer, tetapi dapat mempengaruhi tanaman
hanya dengan terjadinya stress sekunder yang diimbas oleh genangan karena
kekurangan O2. Kerusakan (strain) akibat defisit O2 :
18
akibatnya
terjadi
penghambatan
dalam
proses
perkecambahan,
19
lahan yang berupa cekungan tambat (retention basin). Lahan basah buatan yakni
lahan yang bentuknya sengaja dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menambat
banyak air untuk membuat tanah jenuh air atau mempertahankan genangan air
pada permukaan tanah selama waktu tertentu. VanToai et al. (2001) membagi
genangan berdasarkan kondisi pertanaman menjadi dua, yaitu: kondisi jenuh air
(waterlogging) di mana hanya akar tanaman yang tergenang air dan kondisi
bagian tanaman sepenuhnya tergenang air (complete submergence).
20
III.
METODE PRAKTIKUM
21
D. Variabel Pengamatan
Variabel yang diamati adalah :
1. Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun bendera
tertinggi dari permukaan tanah, pengamatan dilakukan pada 30 hari setelah
tanam.
2. Bobot basah tanaman (g)
Bobot basah tanaman diperoleh dengan cara menimbang seluruh bagian
tanaman. Bobot basah tanaman ditimbang setelah tanaman dipanen, yaitu
pada 30 hari setelah tanam.
3. Bobot basah tajuk (g)
Bobot basah tajuk diperoleh dengan cara menimbang bagian tajuk tanaman
yang telah dipisahkan dengan bagian akar tanaman. Bobot basah tajuk
ditimbang setelah tanaman dipanen, yaitu pada 30 hari setelah tanam.
4. Bobot basah akar (g)
Bobot basah akar diperoleh dengan cara menimbang bagian akar tanaman
yang telah dipisahkan dengan bagian tajuk tanaman. Bobot basah akar
ditimbang setelah tanaman dipanen, yaitu pada 30 hari setelah tanam.
5. Panjang akar (cm)
Panjang akar diukur dari pangkal akar sampai ujung akar terpanjang. Panjang
akar diukur setelah tanaman dipanen, yaitu pada 30 hari setelah tanam.
6. Volume akar (ml)
22
Volume akar diukur dengan cara memasukan bagian akar pada gelas ukur
dengan volume tertentu. Catat volume awal air (V0) dan volume akhir air
setelah akar dimasukkan ke dalam gelas ukur (V1). Volume akar diperoleh
dengan rumus VA= V1-V0. Volume akar diukur setelah tanaman dipanen,
yaitu pada 30 hari setelah tanam.
7. Rasio akar/tajuk
Rasio akar/tajuk diperoleh dengan membandingkan antara bobot basah akar
dan bobot basah tajuk. Rasio akar/tajuk diukur setelah tanaman dipanen, yaitu
pada 30 hari setelah tanam.
E. Prosedur kerja
1. Persiapan
Tanah sebagai media tanam disiapkan, dimasukan dalam polibag yang telah
dibuat lubang tanam. Disiram dengan air hingga kapasitas lapang. Polibag
yang telah berisi tanah tadi dibagi 2 kelompok. Kelompok pertama sebagai
kontrol (G0). Kelompok kedua adalah sebagai perlakuan cekaman genangan
(G1). Polibag diletakan sesuai rancangan perlakuan yang telah ditentukan.
2. Penanaman
Penanaman dilakukan dengan membuat lubang tanah di polibag. Lubang diisi
dengan 3 biji. Setelah tumbuh baik dipilih dua tanaman terbaik untuk diamati.
Setiap unit percobaan menggunakan 3 polibag.
3. Pemeliharaan dan penerapan perlakuan
23
24
IV.
A. Hasil Pengamatan
Terlampir
B. Pembahasan
Peran air yang sangat penting tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa
langsung atau tidak langsung kekurangan air pada tanaman akan mempengaruhi
semua proses metaboliknya sehingga dapat menurunkan pertumbuhan tanaman
(Sinaga, 2008). Efek kelebihan air atau banjir yang umum adalah kekurangan
oksigen, sedangkan kekurangan air atau kekeringan akan mengakibatkan dehidrasi
pada tanaman yang berpengaruh terhadap zona sel turgor yang selanjutnya dapat
menghambat pertumbuhantanaman (Fallah, 2006). Kebutuhan air bagi tanaman
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis tanaman dalam hubungannya
dengan tipe dan perkembangannya, kadar air tanah dan kondisi cuaca.
Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas maupun di bawah
permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air
hujan, dan air laut yang dimanfaatkan di darat. Tumbuhan tidak akan dapat hidup
tanpa air, karena air merupakan sumber utama dari kehidupan, bahkan makhluk
lain akan punah tanpa air. Kramer menjelaskan tentang betapa pentingnya air bagi
tumbuh-tumbuhan; yakni air merupakan bagian dari protoplasma (85-90% dari
berat keseluruhan bahagian hijau tumbuh-tumbuhan (jaringan yang sedang
tumbuh) adalah air. Selanjutnya dikatakan bahwa air merupakan reagen yang
25
26
27
28
penurunan dan vareitas Burangrang mengalami penaikkan bobot basah akar dalam
kondisi genangan yang menunjukkan varietas paling toleran terhadap genangan.
Pada variabel panjang akar, baik interaksi antara lingkungan dengan varietas
maupun interaksi antar varietasnya tidak berbeda nyata. Berdasarkan grafik
menunjukkan varietas Slamet dan Mitani mengalami penurunan panjang akar
sedangkan varietas Burangrang mengalai penaikkan panjang akar pada kondisi
genangan sehingga varietas Burangrang yang paling toleran terhadap kondisi
genangan.
29
V.
A. Kesimpulan
1. Genangan berpengaruh terhadap proses fisiologis dan biokimiawi antara lain
respirasi, permeabilitas akar, penyerapan air dan hara, penyematan N.
2. Genotip tanaman kedelai yang toleran terhadap kelebiha air, yaitu varietas
Burangrang.
B. Saran
Penjelasan saat menentukan perlakuan sebaiknya dijelaskan secara
menyeluruh kepada semua praktikan agar mengerti tidak hanya pada satu
kelompok.
30
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat.
2002.
Cekaman
Pada
Tumbuhan.
http://www.scribd.com/document_downloads/
13096496?
extension=pdf&secret_password=. Diakses pada tanggal 2 Juni 2013.
Sinaga.
2008.
Peran
Air
Bagi
Tanaman.
http://puslit.mercubuana.ac.id/file/8Artikel %20Sinaga.pdf. Diakses pada
tanggal 2 Juni 2013.
31
Sipayung,
Rosita.
2006.
Cekaman
Garam.
http://library.usu.ac.id/download/fp/bdp-rosita2.pdf. Diakses pada tanggal 2
Juni 2013.
32
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salinitas adalah sebuah proses dimana garam yang terlarut dalam air
terakumulasi dalam tanah. Salinisasi menjadi hal yang sangat diperhatikan karena
kelebihan garam dapat menghalangi pertumbuhan tanaman dengan cara
menghalangi kemampuan tanaman untuk menyerap air. Salinitas dapat terjadi
secara natural karena kondisi yang disebabkan oleh praktek pengolahan dan
manajemen lahan pertanian salah satunya adalah praktek irigasi (Materechera,
2011). Proses yang mempengaruhi keseimbangan air tanah dapat meberikan efek
pada pergerakan dan akumilasi kadar garam pada tanah. Proses-proses tersebut
antara lain adalah proses hidrologi, iklim, irigasi, peresapan (drainage), karakter
akar tanaman, dan praktek pertanian yang diterapkan. Proses salinisasi pada
permukaan tanah terjadi jika pada suatu kondisi terjadi kejadian yang bersamaan
dalam hal pada munculnya garam terlarut seperti sulfat, natrium, kalium terdapat
pada tanah, tingginya permukaan air (high water table), tingkat evaporasi yang
tinggi, dan curah hujan tahunan yang rendah.
Praktikum ini bertujuan mengidentifikasi beberapa varietas padi, yaitu
Atomita-2, Nonabokra dan Ciherang yang memiliki toleransi terhadap salinitas
sehingga dapat direkomendasikan untuk dibudidayakan dalam pengembangan
padi.
33
B. Tujuan
Tujuan praktikum ini, adalah :
1. Mengetahui respon dan perubahan pertumbuhan tanaman dalam kondisi
cekaman garam.
2. Mengetahui genotip tanaman yang toleran terhadap cekaman garam.
34
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Stres garam terjadi dengan terdapatnya salinitas atau konsentrasi garamgaram terlarut yang berlebihan dalam tanaman. Stres garam ini umumnya terjadi
dalam tanaman pada tanah salin. Stres garam meningkat dengan meningkatnya
konsentrasi garam hingga tingkat konsentrasi tertentu yang dapat mengakibatkan
kematian tanaman. Garam-garam yang menimbulkan stres tanaman antara lain
ialah NaCl, NaSO4, CaCl2, MgSO4, MgCl2 yang terlarut dalam air (Sipayung,
2006). Stres akibat kelebihan Na+ dapat mempengaruhi beberapa proses fisiologi
dari mulai perkecambahan sampai pertumbuhan tanaman (Fallah, 2006).
Menurut Petani Wahid (2006), kemasaman tanah merupakan kendala paling
inherence dalam pengembangan pertanian di lahan sulfat masam. Tanaman
tumbuh normal (sehat) umumnya pada ph 5,5 untuk tanah gambut dan pH 6,5
untuk tanah mineral karena pada pH <> 50 cm dari permukaan tanah. Pada
kebanyakan spesies, pengaruh jenis-jenis garam umumnya tidak khas terhadap
tumbuhan tanaman tetapi lebih tergantung pada konsentrasi total garam.
Salinitas tidak ditentukan oleh garam Na Cl saja tetapi oleh berbagai jenis
garam yang berpengaruh dan menimbulkan stres pada tanaman. Dalam konteks ini
tanaman mengalami stres garam bila konsentrasi garam yang berlebih cukup
tinggi sehingga menurunkan potensial air sebesar 0,05 0,1 Mpa. Stres garam ini
berbeda dengan stres ion yang tidak begitu menekan potensial air (Lewit, dalam
Sipayung, 2006).
35
Konduktivitas
Salinitas
(mmhos)
Non Salin
02
Dapat diabaikan
Rendah
24
Sedang
48
Tinggi
8 16
Sangat Tinggi
> 16
Kelebihan NaCl atau garam lain dapat mengancam tumbuhan karena dua
alasan. Pertama, dengan cara menurunkan potensial air larutan tanah, garam dapat
menyebabkan kekurangan air pada tumbuhan meskipun tanah tersebut
mengandung banyak sekali air. Hal ini karena potensial air lingkungan yang lebih
negatif dibandingkan dengan potensial air jaringan akar, sehingga air akan
kehilangan air, bukan menyerapnya. Kedua, pada tanah bergaram, natrium dan
ion-ion tertentu lainnya dapat menjadi racun bagi tumbuhan jika konsentrasinya
relative tinggi. Membran sel akar yang selektif permeabel akan menghambat
pengambilan sebagian besar ion yang berbahaya, akan tetapi hal ini akan
36
memperburuk permasalahan pengambilan air dari tanah yang kaya akan zat
terlarut (Campbell, 2003).
Pertumbuhan sel tanaman pada tanah salin memperlihatkan struktur yang
tidak normal. Penyimpangan yang terjadi meliputi kehilangan integritas membran,
kerusakan lamella, kekacauan organel sel, dan akumulasi Kalsium Oksalat dalam
sitoplasma, vakuola, dinding sel dan ruang antar sel. Kerusakan struktur ini akan
mengganggu transportasi air dan mineral hara dalam jaringan tanaman (Maas dan
Nieman, dalam Sipayung, 2006). Banyak tumbuhan dapat berespon terhadap
salinitas tanah yang memadai dengan cara menghasilkan zat terlarut kompatibel,
yaitu senyawa organic yang menjaga potensial air larutan tanah, tanpa menerima
garam dalam jumlah yang dapat menjadi racun. Namun demikian, sebagian besar
tanaman tidak dapat bertahan hidup menghadapi cekaman garam dalam jangka
waktu yang lama kecuali pada tanaman halofit, yaitu tumbuhan yang toleran
terhadap garam dengan adaptasi khusus seperti kelenjar garam, yang memompa
garam keluar dari tubuh melewati epidermis daun (Campbell, 2003).
37
III.
METODE PRAKTIKUM
38
39
40
2. Penanaman
Penanaman dilakukan dengan membuat lubang tanah di polibag. Lubang diisi
dengan 3 biji. Setelah tumbuh baik dipilih dua tanaman terbaik untuk diamati.
Setiap unit percobaan menggunakan 3 polibag.
3. Pemeliharaan dan penerapan perlakuan
Pemeliharaan meliputi pemupukan dan penyiraman dan pemberantasan hama
penyakit (jika terserang). Perlakuan dilaksanakan dengan menyiram tanaman
dengan larutan garam NaCl yang telah dibuat. Penyiraman larutan garam
NaCl dilakukan saat tanaman berumur 7 hari setelah tanam dan 21 hari
setelah tanam.
4. Pengamatan dan pengukuran
Pengamatan dan pengukuran dilakukan pada saat yang bersesuaian dengan
variabel yang diamati.
41
IV.
A. Hasil Pengamatan
Terlampir
B. Pembahasan
Kadar garam yang tinggi pada tanah menyebabkan tergganggunya
pertumbuhan, produktivitas tanaman dan fungsi-fungsi fisiologis tanaman secara
normal, terutama pada jenis-jenis tanaman pertanian. Salinitas tanah menekan
proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang menghambat pembesaran dan
pembelahan sel, produksi protein, serta penambahan biomass tanaman. Tanaman
yang mengalami stres garam umumnya tidak menunjukkan respon dalam bentuk
kerusakan langsung tetapi dalam bentuk pertumbuhan tanaman yang tertekan dan
perubahan secara perlahan (Sipayung, 2003). Dalam FAO (2005) dijelaskan
bahwa garam-garaman mempengaruhi pertumbuhan tanaman umumnya melalui:
(a) keracunan yang disebabkan penyerapan unsur penyusun garam yang
berlebihan, (b) penurunan penyerapan air dan (c) penurunan dalam penyerapan
unsur-unsur hara yang penting bagi tanaman.
Pengaruh salinitas tanah tergantung pada tingkatan pertumbuhan tanaman,
biasanya pada tingkatan bibit sangat peka terhadap salinitas. Waskom (2003)
menjelaskan bahwa salinitas tanah dapat menghambat perkecambahan benih,
pertumbuhan yang tidak teratur pada tanaman pertanian seperti kacang-kacangan
dan bawang. Viegas et a l,. (2003) dalam Da Silva et al, (2008) melaporkan
42
43
tanaman tertentu
Mekanisme morfologi
Bentuk adaptasi morfologi dan anatomi yang dapat diturunkan dan bersifat
unik dapat ditemukan pada jenis halofita yang mengalami evolusi melalui seleksi
alam pada kawasan huta pantai dan rawa-rawa asin. Salinitas menyebabkan
perubahan struktur yang memperbaiki keseimbangan air tanaman sehingga
potensial air dalam tanaman dapat mempertahankan turgor dan seluruh proses
bikimia untuk pertumbuhan dan aktivitas yang normal. Perubahan struktur
meliputi ukuran daun yang lebih kecil, stomata yang lebih kecil per satuan luas
daun, peningkatan sukulensi, penebalan kutikula dan lapisan lilin pada permukaan
44
daun, serta lignifikasi akar yang lebih awal (Haryadi dan Yahya, 1988 dalam
Sipayung, 2003).
Ukuran daun yang lebih kecil sangat penting untuk mempertahankan turgor,
sedangkan lignifikasi akar diperlukan untuk penyesuaian osmose yang sangat
penting untuk untuk memelihara turgor yang diperlukan tanaman untuk
pertumbuhan dan fungsi metabolisme yang normal. Dengan adaptasi struktural ini
kondisi air akan berkurang dan mungkin akan menurunkan kehilangan air pada
transpirasi. Namun pertumbuhan akar pada lingkungan salin umumnya kurang
terpengaruh dibandingkan dengan pertumbuhan daun (pucuk) atau buah. Hal ini
diduga karena akibat perbaikan keseimbangan dengan mempertahankan
kemampuan menyerap air. Pertumbuhan tanman yang cepat juga merupakan
mekanisme untuk mengencerkan garam. Dalam hal ini bila garam dikeluarkan
oleh akar, maka bahan organik yang tidak mempunyai efek racun akan tertimbun
dalam jaringan, dan ini berguna untuk mempertahankan keseimbangan osmotik
dengan larutan tanah (Salisbury dan Ross, 1995).
2.
Mekanisme Fisiologi
Bentuk adaptasi dengan mekanisme fisiologi terdapat dalam beberapa
45
46
47
atas unsur-unsur hara essensial. Membran lainnya mengatur transpor ion dan
solute lainnya dari sitoplasma dan vakuola atau organel-organel sel lainnya
termasuk mitokondria dan kloroplas. Plasmolemma yang berhadapan
langsung dengan tanah merupakan membran yang pertama kali menderita
akibat pengaruh salinitas. Dengan demikian maka ketahanan relatif membran
ini menjadi unsur penting lainnya dalam toleransi terhadap garam (Harjadi
dan Yahya, 1988 dalam Sipayung, 2003).
Gejala keracunan garam pada tanaman padi dapat dilihat dari penampilan
agronomik yaitu: terhambatnya pertumbuhan, berkurangnya anakan dan ujungujung daun berwarna keputihan walaupun tanaman padi tergolong tanaman yang
toleran sedang, pada nilai EC sebesar 6-10 dS m-1 penurunan hasil gabah
mencapai 50%. Padi relatif lebih toleran terhadap salinitas saat perkecambahan,
tetapi tanaman bisa dipengaruhi saat pindah tanam, bibit masih muda dan
pembungaan
Varietas Atomita, Nonabokra dan Ciherang dengan perlakuan salinitas
tanaman tanpa salinitas menunjukkan pada variabel tinggi tanaman interaksi
antara lingkungan dengan varietas tidak berbeda nyata karena X hitung lebih kecil
dari X tabel. Dilihat dari grafik tinggi tanaman ketiga varietas tersebut mengalami
penurunan tinggi tanaman dalam cekaman salinitas. Namun dapat dilihat severapa
besar penurunan yang terjadi pada antar varietas tersebut sehingga diperoleh
tingkat toleransi antar varietas. Tingkat toleransi antar varietas dengan
peningkatan tinggi tanaman, yaitu V2 < V1 < V3 (Nonabokra < Atomita-2 <
Ciherang).
48
49
V.
A. Kesimpulan
1. Salinitas adalah sebuah proses dimana garam yang terlarut dalam air
terakumulasi dalam tanah.
2. Secara garis besar respon tanaman terhadap salinitas dapat dilihat dalam dua
bentuk adaptasi yaitu dengan mekanisme morfologi dan mekanisme fisiologi.
3. Genotip tanaman yang toleran terhadap cekaman garam berdasarkan masingmasing variabel pengamatan yaitu berbeda-beda.
B. Saran
Asisten lebih memberikan pengarahan yang lebih jelas kepada praktikan.
Penjelasan saat menentukan perlakuan sebaiknya dijelaskan secara menyeluruh
kepada semua praktikan agar mengerti tidak hanya pada satu kelompok.
50
DAFTAR PUSTAKA
Ayers, R.S. & Westcot, D.W. 1976. Water Quality for Agriculture. Rome: Food
and Agriculture of Organization of The United Nation.
Hussein, Balbaa, Gaballah. 2007. Salicylic Acid and Salinity Effect on Growth
of Maize Plants. Researce Journal of Agriculture and Biological Science
3(4): 321-328, 2007.
Katerji et. al. 2003. Effect of Salinity on emergence and on Water Stress and
Early Seedling Growth of Sunflower and Maize. [serial on line].
http://dx.doi.org/10.1016/0378-3774(94)90026-4. [3 Juni 2013].
Materechera S.A. 2011. Soil Salinity in Irrigated fields used for urban agriculture
under a semi-arid environment of South Africa. African Journal of
Agricultural Research Vol. 6(16), pp. 3747-3754, 18 August, 2011. [serial
on line]. www.academicjournals.org/AJAR. [3 Juni 2013].
McKersie B.D. dan Leshem Y.Y. 1994. Stress and Stress Cooping in Cultivated
Plants. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.
51
Sipayung,
Rosita.
2006.
Cekaman
Garam.
http://library.usu.ac.id/download/fp/bdp-rosita2.pdf. Diakses pada tanggal 3
Juni 2013
52
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah utama yang dihadapi dalam pemanfaatan lahan di bawah tegakan
adalah defisit cahaya baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Cahaya matahari
sangat diperlukan oleh tanaman dalam berbagai proses fisiologi. Defisit cahaya
mengakibatkan terganggunya berbagai proses metabolisme dalam tanaman akibat
turunnya laju fotosintesis. Fotosintesis merupakan satu-satunya mekanisme
masuknya cahaya matahari ke dalam tanaman sehingga dapat mengubah CO
menjadi berbagai senyawa organik yang digunakan dalam proses pertumbuhan
dan perkembangan tanaman.
Kedelai merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang mendapat
perhatian serius untuk dikembangkan sebagai tanaman sela di bawah tegakan
tanaman perkebunan, hutan tanaman industri atau ditumpangsarikan dengan
tanaman semusim lainnya. Adanya naungan kanopi dari tanaman yang lebih tinggi
menyebabkan cahaya menjadi kendala utama atau faktor pembatas bagi
pertumbuhan dan perkembangan kedelai.
Praktikum ini bertujuan mengidentifikasi beberapa varietas kedelai, yaitu
Slamet, Burangrang dan Mitani yang memiliki toleransi terhadap intensitas cahaya
rendah
sehingga
dapat
direkomendasikan
pengembangan kedelai.
53
untuk
dibudidayakan
dalam
B. Tujuan
Tujuan praktikum ini, adalah :
1. Mengetahui respon dan perbedaan pertumbuhan tanaman dalam kondisi
cekaman cahaya (intensitas cahaya rendah).
2. Mengetahui genotip tanaman yang toleran terhadap cekaman cahaya.
54
II.
TINJAUAN PUSTAKA
55
tercapai fase kelelahan, saat fungsi menyimpang dari normal dan mengakibatkan
kematian ( Salisbury, 1992). Faktor cekaman biasanya tidak hanya tunggal akan
tetapi merupakan proses yang kompleks karena melibatkan beberapa faktor
penentu
pertumbuhan.
Misalnya
musim
panas
yang
menyengat
dapat
56
mengalami pertumbuhan yang kurang baik, begitu juga dengan tanaman intolean
apabila di tanam pada areal yang kondisi cahaya terbatas pertumbuhan akan
mengalami ketidak normalan. Dengan demikian pemilihan jenis berdasarkan pada
sifat dasar tanaman akan menjadi kunci penentu dalam keberhasilan pembuatan
tanaman.
Tanaman
Toleran
Shade
leaf)
Vs
Intoleran
Sun
Leaf
intensitas
cahaya
tinggi
dibanding
tumbuhan
cocok
terbuka.
2. Laju fotosintesis tumbuhan cocok ternaung mencapai titik jenuh pada intensitas
cahaya
yang
lebih
rendah
dibanding
tumbuhan
cocok
terbuka.
terbuka
pada
intensitas
cahaya
yang
sangat
rendah.
57
III.
METODE PRAKTIKUM
58
D. Variabel Pengamatan
Variabel yang diamati adalah :
1. Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun bendera
tertinggi dari permukaan tanah, pengamatan dilakukan pada 30 hari setelah
tanam.
2. Bobot basah tanaman (g)
Bobot basah tanaman diperoleh dengan cara menimbang seluruh bagian
tanaman. Bobot basah tanaman ditimbang setelah tanaman dipanen, yaitu
pada 30 hari setelah tanam.
3. Bobot basah tajuk (g)
Bobot basah tajuk diperoleh dengan cara menimbang bagian tajuk tanaman
yang telah dipisahkan dengan bagian akar tanaman. Bobot basah tajuk
ditimbang setelah tanaman dipanen, yaitu pada 30 hari setelah tanam.
4. Bobot basah akar (g)
Bobot basah akar diperoleh dengan cara menimbang bagian akar tanaman
yang telah dipisahkan dengan bagian tajuk tanaman. Bobot basah akar
ditimbang setelah tanaman dipanen, yaitu pada 30 hari setelah tanam.
5. Rasio akar/tajuk
Rasio akar/tajuk diperoleh dengan membandingkan antara bobot basah akar
dan bobot basah tajuk. Rasio akar dan tajuk diukur setelah tanaman dipanen,
yaitu pada 30 hari setelah tanam.
59
60
61
IV.
A. Hasil Pengamatan
Terlampir
B. Pembahasan
Intensitas cahaya rendah merupakan suatu kondisi yang membatasi cahaya
yang diterima oleh tanaman yang ada dibawahnya baik dari segi kualitas maupun
kuantitas. Menurut Salisbury dan Ross (1992), cahaya matahari mempunyai
peranan besar dalam proses fisiologi tanaman seperti fotosintesis, respirasi,
pertumbuhan dan perkembangan, menutup dan membukanya stomata, dan
perkecambahan tanaman. Cahaya matahari berperan penting dalam metabolisme
tanaman hijau, sehingga ketersediaan cahaya matahari menentukan tingkat
produksi tanaman. Tanaman hijau memanfaatkan cahaya matahari melalui proses
fotosintesis. Intensitas cahaya rendah merupakan salah faktor yang membatasi
proses fotosintesis. Chozin et al ., (1998) melaporkan bahwa intensitas cahaya di
bawah intensitas cahaya rendah tegakan karet umur dua dan tiga tahun setara
dengan intensitas cahaya rendah paranet 25 dan 50%, sedangkan pada tegakan
karet yang berumur 4 tahun sudah melebihi intensitas cahaya rendah paranet
75%. Nilai rata-rata intensitas cahaya dibawah intensitas cahaya rendah tegakan
karet berumur 2, 3, dan 4 tahun masing-masing adalah 237.6; 109.2; dan 38.2
kal/cm 2/hari. Nilai intesitas cahaya intensitas cahaya rendah tegakan karet umur
2 tahun setara dengan intensitas cahaya rendah paranet 25% dan umur 3 tahun
62
setara dengan intensitascahaya rendah paranet 50% dan umur 4 tahun sudah
melebihi intensitas cahaya rendah paranet 75% (chozin et al ., 1998; Harris,
1999).
Penurunan intensitas cahaya akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil
tanaman. Beberapa hasil penelitian tentang pengaruh intensitas cahaya rendah
terhadap pertumbuhan dan hasil telah dilaporkan oleh Anderson and Osmond,
1987;Mohr and Schopfer, 1995; Baharsjah, 1980; Chozin et al ., 1999; dan
Daubenmire;1974.
Di alam tanaman akan memberikan respon terhadap intensitas cahaya
rendah(intensitas cahaya rendah). Respon pertumbuhan tanaman yang ternaungi
dapat dilihat seperti pada Tabel (Anderson and Osmond, 1987; Daubenmire,
1974).
Karakter morfologi dan fisiologi tanaman ternaungi dibandingkan dengan
tanaman
yang
mendapat
cahaya
penuh
(Anderson
and
Osmond,1987;
Daubenmire, 1974).
Karakter morfologi
Karakter fisologi
-Batang lebih kecil karena -Kandungan klorofil lebih tingi2
xylem kurang berkembang
-
Luas
daun
per
lebih besar
sehingga
helai
63
-Kemampuan
-Kutikula
dan
Kloroplas
dan
lebih berkembang
-
berbunga
lebih
palisade
kurang berkembang
-Kurang tahan terhadap stress
suhu,kekeringan, dan penyakit
- Jarak antar sel lebih besar
-
Akar
lebih
pendek
dan
jagung
respon
ketika
intensitas
cahaya
berlebihan
berupa
64
hilangnya air dalam bentuk uap air dari jaringan hidup tanaman yang terletak di
atas permukaan tanah melewati stomata, lubang kutikula, dan lentisel secara
fisiologis mulia berkurang.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada beberapa varietas
kedelai diantaranya Slamet, Burangrang dan Mitani. Pada variabel pengamatan
tinggi tanaman kedelai menunjukkan ketiga varietas memiliki respon yang sama
terhadap dua lingkungan yang berbeda V1=V2=V3 (Slamet=Burangrang=Mitani)
yaitu mengalami peningkatan tinggi tanaman pada kondisi lingkungan tercekam
cahaya. Varietas V1 (Slamet) memiliki tingkat toleransi yang lebih besar
dibandingkan dengan V3 (Mitani) dan V2 (Burangrang), dan ketiga varietas
merupakan tanaman yang ketahanannya agak peka terhadap cekaman cahaya.
Pada bobot basah tanaman menunjukkan bahwa lingkungan optimum dan
lingkungan tercekam cahaya bersifat homogen. Slamet memiliki respon yang
lebih besar yaitu mengalami penurunan bobot segar tanaman dibanding Mitani
dan Burangrang yang mengalami peningkatan bobot segar tanaman. Sehingga
dapat dikatakan Slamet memiliki tingkat toleransi lebih tinggi dibandingkan
dengan Burangrang dan Mitani. Varietas
65
66
V.
A. Kesimpulan
1. Penurunan intensitas cahaya akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil
tanaman.
2. Tanaman yang tahan dalam kondisi cahaya terbatas secara umum mempunyai
ciri morfologis yaitu daun lebar dan tipis, sedangkan pada tanaman yang
intoleran akan mempunyai ciri morfologis daun kecil dan tebal.
3. Secara keseluruhan berdasarkan variabel yang diamati genotip tanaman yang
toleran terhadap cekaman cahaya, yaitu varietas Slamet.
B. Saran
Penjelasan saat menentukan perlakuan sebaiknya dijelaskan secara
menyeluruh kepada semua praktikan agar mengerti tidak hanya pada satu
kelompok.
67
DAFTAR PUSTAKA
68
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonensia, kedelai merupakan komoditas strategis ketiga setelah
padi
dan
jagung,
karena
setiap
69
70
II.
TINJAUAN PUSTAKA
71
dekat terjadinya infeksi (Semangun, 1991). Pada umumnya serangan terjadi pada
permukaan bawah daun dan serangan awal biasanya terjadi pada daun-daun
bawah yang kemudian berkembang ke daun yang lebih atas. Penyakit karat
kedelai biasanya mulai menyerang pada saat tanaman berumur 3-4 minggu setelah
tanam.
Akibat serangan cendawan ini proses fotosintesis terganggu karena daun
tidak berfungsi sebagaimana fungsinya dapat menurunkan hasil produksi sebesar
20-80 %. Penurunan hasil bisa mencapai 100% bila varietas yang ditanam rentan
terhadap karat daun dan dibudidayakan sewaktu musim hujan dalam keadaan
cuaca yang lembab serta tanaman dalam kondisi tergenang. Penyebaran penyakit
karat daun ini melalui spora yang diterbangkan oleh angin, melalui tanah, air dan
tanaman inang. Patogen ini tidak dapat bertahan di dalam biji karena termasuk
cendawan obligat dan tidak dapat ditularkan melalui benih.
Beberapa pengendalian yang direkomendasikan yaitu penggunaan varietas
yang tahan terhadap penyakit ini, yaitu varietas Wilis, Merbabu, Raung, Dempo,
Krakatau, Tampomas dan Cikurai, perendaman benih dalam larutan fungisida
Benlate T 20, pengendalian secara kimia dengan menggunakan fungisida misalnya
Alto 100 SL, pengendalian dengan menggunakan pestisida nabati, misalnya
ekstrak mimba yang dapat menekan pertumbuhan jamur dan dipakai untuk
tindakan preventif pada tahap awal gejala penyakit serta pengaturan jarak tanam
dan perlakukan budidaya tanaman secara benar.
72
III.
METODE PRAKTIKUM
73
polibag di rumah kaca. Total keseluruhan polibag yang digunakan adalah 6x3x3 =
54 polibag.
D. Variabel Pengamatan
Variabel yang diamati adalah :
1. Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun bendera
tertinggi dari permukaan tanah, pengamatan dilakukan pada 30 hari setelah
tanam.
2. Bobot basah tanaman (g)
Bobot basah tanaman diperoleh dengan cara menimbang seluruh bagian
tanaman. Bobot basah tanaman ditimbang setelah tanaman dipanen, yaitu
pada 30 hari setelah tanam.
3. Masa inkubasi (HIS)
Masa inkubasi adalah waktu dari inokulasi sampai timbulnya gejala pertama
kali.
4. Reaksi tanaman terhadap penyakit karat
Pengamatan dilakukan pada tanaman umur 30 hari setelah tanam berdasarkan
system penilaian dari International Working Group on Soybean Rust
(IWGSR).
5. Penilaian ketahanan tanaman terhadap penyakit karat daun dilakukan
berdasarkan kriteria Cook (1972).
74
E. Prosedur Kerja
1. Persiapan
Tanah sebagai media tanam disiapkan, dimasukan dalam polibag yang telah
dibuat lubang tanam. Disiram dengan air hingga kapasitas lapang. Polibag
yang telah berisi tanah tadi dibagi 2 kelompok. Kelompok pertama sebagai
kontrol (P0). Kelompok kedua adalah sebagai perlakuan cekaman penyakit
karat daun (P1). Polibag diletakan sesuai rancangan perlakuan yang telah
ditentukan.
2. Penanaman
Penanaman dilakukan dengan membuat lubang tanah di polibag. Lubang diisi
dengan 3 biji. Setelah tumbuh baik dipilih dua tanaman terbaik untuk diamati.
Setiap unit percobaan menggunakan 3 polibag.
3. Pemeliharaan dan penerapan perlakuan
Pemeliharaan meliputi pemupukan dan penyiraman dan pemberantasan hama
penyakit (jika terserang). Sebagai control tanaman dalam polibag tidak diberi
inoculum Phakopsora pachyrhizi dan sebagai perlakuan tanaman diberi
inoculum Phakopsora pachyrhizi. Inokulasi dilakukan pada 14 hari setelah
tanam. Inokulasi dilakukan dengan cara menghancurkan daun sumber
inoculum Phakopsora pachyrhizi menggunakan mortar, kemudian dicampur
dengan akuades dan disemprotken menggunakan hand sprayer. Setelah
inokulasi setiap hari diamati gejala penyakit karat daun dan catat gejala
pertama kali dilihat.
4. Pengamatan dan pengukuran
75
76
IV.
A. Hasil Pengamatan
Terlampir
B. Pembahasan
Penyakit
karat
yang
disebabkan
jamur
Phakopspora pachyrhizi
antara
10-90%,
tergantung
pada
fase
perkembangan
77
pada kondisi kering, jaringan mati atau tanah. Jika tidak ada tanaman
kedelai, gulma yang termasuk ke dalam famili Leguminosae dapat menjadi
tanaman inang alternatif. Dari 27 jenis tanaman Leguminosae yang diuji, tujuh di
antaranya menunjukkan reaksi hipersensitif sehingga infeksi pada tanaman
tersebut tidak menghasilkan spora. Sudjono (1979) menyatakan bahwa dari 17
jenis tanaman kacang-kacangan selain kedelai yang diinokulasi secara
buatan,
tiga
di
kacang asu, kacang kratok, dan kacang panjang. Oleh karena itu, keberadaan
tanaman tersebut perlu diwaspadai.
Pemantauan
berumur
tiga
penyakit
karat
dimulai
pada
saat
tanaman
kedelai
serangan telah mencapai 5% untuk varietas unggul tahan karat. Untuk varietas
rentan, keberadaan satu bercak saja dalam areal pertanaman kedelai sudah harus
dilakukan upaya pengendalian. Menanam varietas kedelai yang tahan penyakit
karat merupakan cara pengendalian yang murah, mudah dilaksanakan, dan tidak
mencemari lingkungan. Menanam varietas tahan dimaksudkan untuk mengurangi
jumlah inokulum awal (Zadoks dan Schein. 1979). Ketahanan suatu varietas
terhadap suatu penyakit umumnya tidak berlangsung selamanya. Jika muncul
ras baru yang lebih virulen, ketahanan varietas tersebut akan patah. Oleh karena
itu, adanya varietas-varietas baru kedelai yang tahan terhadap penyakit karat
sangat dibutuhkan dalam upaya mengendalikan penyakit tersebut.
Menanam varietas kedelai yang tahan penyakit karat merupakan cara
pengendalian yang murah, mudah
dilaksanakan,
78
dan
tidak
mencemari
79
80
V.
A. Kesimpulan
1. Gejala kerusakan tanaman akibat serangan penyakit karat kedelai adalah
terdapatnya bintik-bintik kecil yang kemudian berubah menjadi bercak-bercak
berwarna coklat pada bagian bawah daun, yaitu
uredium
penghasil
uredospora.
2. Faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan penyakit karat adalah
suhu, kelembapan, cahaya matahari, dan tanaman inang.
3. Tanaman kedelai toleran terhadap penyakit karat daun (Phakopsora pachyrizi)
dan mampu tumbuh dengan baik walaupun diberi perlakuan inokulum.
B. Saran
Penjelasan saat menentukan perlakuan sebaiknya dijelaskan secara
menyeluruh kepada semua praktikan agar mengerti tidak hanya pada satu
kelompok.
81
DAFTAR PUSTAKA
82
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit tanaman pangan dapat mengakibatkan kerugian baik secara kuantitas
maupun kualitas hasil panen. Upaya untuk mengurangi kerugian akibat infeksi
penyakit tanaman tersebut dapat dilakukan pengendalian dengan sasaran dan cara
yang tepat. Pengamatan yang dini dan identifikasi penyakit yang tepat akan menjamin
keberhasilan pengendalian.
Tanaman yang sakit adalah tanaman yang tidak dapat melakukan aktifitas
fisiologis secara sempurna, yang akan mengakibatkan tidak sempurnanya produksi
baik secara kualitas maupun kuantitas. Secara umum penyakit tanaman diakibatkan
oleh faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik adalah penyakit tanaman yang disebabkan
oleh mikroorganisme (mahluk hidup) yang antara lain berupa jamur, bakteri, virus,
nematoda, MLO dll. Sedangkan faktor abiotik antara lain pengaruh dari suhu,
kelembaban, defisiensi unsur hara atau keracunan unsur hara.
Penyakit tanaman di lapangan dapat dikenali berdasarkan tanda dan gejala
penyakit. Tanda penyakit merupakan bagian mikroorganisme patogen yang dapat
diamati dengan mata biasa yang mencirikan jenis penyebab penyakit tersebut.
Salah satu penyakit penting pada tanaman padi yang menjadi momok petani
kita adalah penyakit kresek atau hawar daun b akteri. Penyakit hawar daun bakteri
(bacterial leaf blight = BLB) disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv.
oryzae. Penyakit ini di Indonesia tersebar hampir diseluruh daerah pertanaman padi
baik di dataran rendah maupun dataran tinggi dan selalu timbul baik pada musim
kemarau maupun musim hujan. Pada musim hujan biasanya berkembang lebih baik.
83
Kerugian hasil yang disebabkan oleh penyakit hawar daun bakteri dapat mencapai
60%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat keparahan 20% sebulan
sebelum panen, penyakit sudah mulai menurunkan hasil. Di atas keparahan itu, hasil
padi turun 4% tiap kali penyakit bertambah parah sebesar 10%. Kerusakan terberat
terjadi apabila penyakit menyerang tanaman muda yang peka sehingga menimbulkan
gejala kresek, dapat menyebabkan tanaman mati.
B. Tujuan
Tujuan praktikum ini, adalah :
1. Mengetahui respon dan perbedaan pertumbuhan tanaman dalam kondisi
cekaman biotik (penyakit kresek X. oryzae pv. oryzae)
2. Mengetahui genotip tanaman yang toleran terhadap penyakit kresek.
84
II.
TINJAUAN PUSTAKA
85
86
III.
METODE PRAKTIKUM
87
D. Variabel Pengamatan
Variabel yang diamati adalah :
1. Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun bendera
tertinggi dari permukaan tanah, pengamatan dilakukan pada 30 hari setelah
tanam.
2. Bobot basah tanaman (g)
Bobot basah tanaman diperoleh dengan cara menimbang seluruh bagian
tanaman. Bobot basah tanaman ditimbang setelah tanaman dipanen, yaitu
pada 30 hari setelah tanam.
3. Masa inkubasi (HIS)
Masa inkubasi adalah waktu dari inokulasi sampai timbulnya gejala pertama
kali.
4. Reaksi tanaman terhadap bakteri Xoo
Pengamatan dilakukan pada tanaman umur 30 hari setelah tanam. Reaksi
ketahanan terhadap bakteri Xoo dilakukan berdasarkan SES IRRI.
E. Prosedur kerja
1. Persiapan
Tanah sebagai media tanam disiapkan, dimasukan dalam polibag yang telah
dibuat lubang tanam. Disiram dengan air hingga kapasitas lapang. Polibag
yang telah berisi tanah tadi dibagi 2 kelompok. Kelompok pertama sebagai
88
89
90
IV.
A. Hasil Pengamatan
Terlampir
B. Pembahasan
ini
mempunyai
virulensi
yang
bervariasi
tergantung
91
tanaman yang lebih lanjut, gejala disebut hawar (blight). Gejala diawali dengan
bercak kelabu (water soaked) umumnya di bagian pinggir daun. Pada varietas
yang rentan bercak berkembang terus, dan akhirnya membentuk hawar. Pada
keadaan yang parah, pertanaman terlihat kering seperti terbakar.
Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) merupakan bakteri Gram negatif yang
menyebabkan penyakit hawar daun bakteri (HDB) pada padi. HDB tergolong
penyakit penting di banyak negara penghasil padi. Hal ini disebabkan karena
HDB dapat mengurangi hasil panen dengan tingkat yang bervariasi, tergantung
pada stadium pertumbuhan tanaman yang terinfeksi, tingkat kerentanan kultivar
padi, dan kondisi lingkungan. Kerugian yang ditimbulkan oleh HDB di wilayah
tropis lebih tinggi dibandingkan di wilayah subtropik. Serangan HDB di Indonesia
menyebabkan kerugian hasil panen sebesar 21-36% pada musim hujan dan
sebesar 18-28% pada musim kemarau. Luaspenularan penyakit HDB pada tahun
2006 mencapai lebih dari 74 ribu ha, 16 ha diantaranya menyebabkan tanaman
puso. Karakter iklim tropis juga menyebabkan banyaknya strain patogen yang
ditemukan di wilayah tropis ( Wahyudi, 2011 ). Pada tanaman muda, kresek atau
lodoh atau seedling blight dapat menyebabkan daun menjadi layu dan tanaman
mati. Di daerah tropis, kerusakan akibat HDB lebih besar dibandingkan dengan di
daerah subtropis ( Dewi, 2007 ).
Faktor lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan penyakit di lapang,
kelembaban tinggi, hujan angin, dan pemupukan N yang berlebihan dapat
meningkatkan keparahan penyakit.
92
: Prokaryota
Kelas
: Schizomycetes
Ordo
: Pseudomonadales
Famili
: Pseudomonadaceae
Genus
: Xanthomonas
Spesies
Penyakit hawar bakteri pada tanaman padi bersifat sistemik dan dapat
menginfeksi tanaman pada berbagai stadium pertumbuhan. Gejala penyakit ini
dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: (1). Gejala layu (kresek) pada
tanaman muda atau tanaman dewasa yang peka, (2). Gejala hawar dan (3). Gejala
daun kuning pucat (Singh, 1980; Machmud, 1991; Triny dkk., 2006).
Gejala layu yang kemudian dikenal dengan nama kresek umumnya terdapat
pada tanaman muda berumur 1-2 minggu setelah tanam atau tanaman dewasa
yang rentan. Pada awalnya gejala terdapat pada tepi daun atau bagian daun yang
luka berupa garis bercak kebasahan, bercak tersebut meluas berwarna hijau keabuabuan, selanjutnya seluruh daun menjadi keriput dan akhirnya layu seperti
tersiram air panas. Seringkali bila air irigasi tinggi, tanaman yang layu terkulai ke
permukaan air dan menjadi busuk (Anonim, 1989).
93
Menurut Machmud (1991), pada tanaman yang peka terhadap penyakit ini,
gejala terus berkembang hingga seluruh permukaan daun, bahkan kadang-kadang
pelepah padi sampai mengering. Pada pagi hari atau cuaca lembab, eksudat
bakteri sering keluar ke permukaan bercak berupa cairan berwarna kuning
menempel pada permukaan daun dan mudah jatuh oleh hembusan angin, gesekan
daun atau percikan air hujan. Eksudat ini merupakan sumber penularan yang
efektif.
Kultivar padi mempunyai tingkat ketahanan yang berbeda terhadap
Xanthomonas. Ketahanan disebabkan karena: 1. Bakteri terhambat penetrasinya,
2. Bakteri tidak dapat meluas secara sistemik, dan 3. Tanaman bereaksi langsung
terhadap bakteri (Lozano dan Sequeira, 1974 dalam Semangun, 2001). Menurut
Maraite dan Weyns (1979) dalam Semangun (2001), penyebaran penyakit yang
disebabkan oleh Xanthomonas dibantu juga oleh hujan, karena hujan akan
meningkatkan kelembaban dan membantu pemencaran bakteri. Intensitas penyakit
yang tertinggi terjadi pada akhir musim hujan, menjelang musim kemarau. Suhu
optimum untuk perkembangan Xanthomonas adalah sekitar 300C.
Berdasarkan data hasil pengamatan yang telah dilakukan pada variabel
tinggi tanaman diperoleh interaksi antara lingkungan dengan varietas tidak
berbeda nyata dimana varietas Inpago Unsoed1 tidak mengalami penurunan tinggi
tanaman jika berada pada kondisi cekaman penyakit kresek. Sedangkan varietas
Fe37 dan Ciherang mengalami penurunan tinggi tanaman dalam kondisi cekaman
penyakit kresek.
94
Pada variabel bobot segar tanaman padi untuk interaksi antara lingkungan
dan varietas menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Berdasarkan grafik bobot
segar tanaman untuk varietas Inpago Unsoed1 mengalami peningkatan bobot
segar tanaman pada kondisi cekaman penyakit kresek sedangkan varietas Fe37
dan Ciherang mengalami penurunan bobot segar tanaman jika berada pada kondisi
cekaman penyakit kresek.
Pada variabel indeks penyakit tanaman menunjukkan adanya hasil yang
berbeda nyata antara lingkungan dengan varietas. Berdasarkan grafik indeks
penyakit tanaman menunjukkan ketiga varietas yang diujikan mengalami
peningkatan indeks penyakit tanaman. Varietas Fe37 yang paling sedikit
mengalami peningkatan dibandingkan varietas Inpago Unsoed1 dan Ciherang.
Pada variabel masa inkubasi menunjukkan hasil yang berbeda nyata antara
lingkungan dengan varietas. Berdasarkan grafik masa inkubasi bahwa ketiga
varietas mengalami peningkatan masa inkubasinya.
95
V.
A. Kesimpulan
1. Penyakit hawar bakteri pada tanaman padi bersifat sistemik dan dapat
menginfeksi tanaman pada berbagai stadium pertumbuhan.
2. Faktor lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan penyakit di lapang,
kelembaban tinggi, hujan angin, dan pemupukan N yang berlebihan dapat
meningkatkan keparahan penyakit
3. Tanaman padi varietas Inpago Unsoed1 mempunyai genotipe toleran penyakit
kresek yang baik dibanding varietas Fe37 dan Ciherang.
B. Saran
Diperlukan pengamatan yang lebih teliti untuk mendapatkan data yang pasti.
Penjelasan saat menentukan perlakuan sebaiknya dijelaskan secara menyeluruh
kepada semua praktikan agar mengerti tidak hanya pada satu kelompok.
96
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Iswari S. 2007. Evaluasi Ketahanan Tanaman Padi Haploid Ganda Calon
Tetua Padi Hibrida terhadap Wereng Batang Coklat dan Hawar Daun
Bakteri. Bul. Agron. (35) (1) 15 21.
Djatmiko dan fatichin.2009.Ketahan dua puluh satu Varietas Padi Terhadap
Penyakit Hawar dau Bakteri. Jurnal Hpt tropika(9)(2):168-173.
Untung K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gaja Mada University
Press. Yogyakarta.
Wahyudi, Tri Aris ; Siti Meliah dan Abdjad Asih Nawangsih. 2011.
Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae Bakteri Penyebab Hawar Daun Pada
Padi: Isolasi, Karakterisasi, Dan Telaah Mutagenesis Dengan Transposon.
Makara, Sains 15 (1) : 89-96, Bogor.
97