PERTANIAN BERKELANJUTAN
Pengaruh Perubahan Ekosistem Hutan Menjadi Ekosistem Perkebunan
Oleh:
Nama
NIM
: A1L012181
Kelas
: Agroteknologi D
Ekosistem merupakan
level
yang
paling
kompleks
dari
suatu
sistem
di
alam. Ekosistem berasal dari sebuah komunitas dan lingkungan abiotiknya seperti iklim, tanah, air,
udara, nutrien dan energi. Ekologi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
hubungan makluk hidup dan lingkungannya. Hutan memiliki fungsi ekologi/lingkungan yang berarti
melindungi, karena potensi hutan dan keanekaragaman hayati dapat bermanfaat sebagai penyangga
kesimbangan, perlindungan kehidupan, memelihara kesuburan tanah, proteksi daerah aliran sungai,
pengendali erosi, penyimpang cadangan, penyerap CO2, dan pengendali O2. Fungsi hutan tersebut
berupa penyangga tanah dan tata air, sumber hayati dan keanekaragaman hayati, serta penyangga
iklim.
Ekosistem memiliki fungsi aliran perputaran energi dalam rantai makanan. Energi yang
berpindah melalui sebuah ekosistem terdapat dalam sebuah urutan transformasi. Pertama produsen
merubah sinar cahaya matahari menjadi energi kimia yang disimpan di dalam protoplasma (sel-sel
tumbuhan) di dalam tanaman. Selanjutnya konsumen pertama memakan tanaman, merubah energi
menjadi bentuk energi kimia yang berbeda yang disimpan di dalam sel-sel tubuh. Energi ini berubah
kembali ketika konsumen kedua makan konsumen pertama.
Hutan merupakan ekosistem makro, tempat terjadinya serangkaian kegiatan yang besar
untuk makhluk hidup baik antar makhluk hidup didalamnya maupun terhadap benda-benda mati
disekitarnya. Perubahan yang terjadi didalam hutan walaupun sedikit akan berpengaruh terhadap
keseimbangan ekosistem sehingga menyederhanakan fungsi-fungsi hutan yang sangat bermanfaat
bagi kelangsungan makhluk hidup di bumi. Perubahan hutan dapat berupa luas hutan yang semakain
kecil dalam hamparan, deversitas tumbuhannya semakin spesifik, dan perubahan hutan menjadi lahan
gundul.
Berubahnya hutan secara tiba-tiba dalam jumlah yang besar sangat berpengaruh terhadap
keseimbangan alam. Akan tetapi, perubahan hutan yang cepat berhubungan dengan kegiatan hutan
produksi dan perkebunan. Akibat dari perubahan kawasan hutan dapat merusak rantai makanan dalam
ekosistem, percepatan pelepasan CO2 yang mempercepat terjadinya climate change sehingga menjadi
salah satu penyebab terhadap menurunnya produktivitas pertanian. Menurunnya luas hutan
menyebabkan ekosistem yang tidak seimbang dan mempercepat perubahan iklim global. Dampaknya
produktivitas pertanian penting di kalbar akan semakin kecil sementara kebutuhan pangan semakin
meningkat. Oleh karena itu, fenomena perubahan ekosistem hutan terhadap pergeseran produktivitas
komoditi pertanian sangat menarik untuk dikaji.
Berubahnya kawasan hutan menjadi kawasan perkebunan sepihak meningkatkan ekonomi
masyarakat. Akan tetapi perubahan tersebut berdampak pada lingkungan pertanaian dan berpotensi
menurunkan
produksi
komoditi
andalan
Kalbar
khususnya
padi
di
kawasan
sekitar
perkebunan.Perubahan akan terjadi pada pola pikir masyrakat petani yang lebih memilih menjadi
buruh dilahan sendiri, dari pada bercocok tanam. Hal ini mengkhawatirkan ketahanan pangan nasional
karena produksi pertanian akan semakin menurun tanpa adanya petani.
Ekspansi perkebunan kelapa sawit yang merambah hutan bahkan telah memasuki lahan-lahan
basah, seperti gambut membuat emisi CO2semakin meningkat. Secara ekologis sistem monokultur
pada perkebunan kelapa sawit telah merubah ekosistem hutan, hilangnya keanekaragaman hayati dan
ekosistem hutan hujan tropis, serta plasma nutfah. Selain itu juga mengakibatkan hilangnya sejumlah
sumber air, sehingga memicu kekeringan, peningkatan suhu, dan gas rumah kaca yang mendorong
terjadinya bencana alam. Perkebunan kelapa sawit mengakibatkan berkurangnya kawasan resapan air,
sehingga pada musim hujan akan mengakibatkan banjir karena lahan tidak mempunyai kemampuan
menyerap dan menahan air.
Perubahan ekosistem hutan juga berdampak pada kehancuran habitat flora dan fauna.
Perubahan ini mengakibatkan konflik antar satwa, maupun konflik satwa dengan manusia. Akibat
habitat yang telah rusak, hewan tidak lagi memiliki tempat yang cukup untuk hidup dan berkembang
biak. Sering terjadi hewan (gajah, harimau, dll) merusak lahan pertanian dan perumahan penduduk,
bahkan mengakibatkan korban jiwa bagi masyarakat sekitar, seperti yang terjadi di Propinsi Jambi
dan Bengkulu..
Pembukaan perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar
menggunakan peralatan berat akan menyebabkan pemadatan tanah. Dengan sistem monokultur juga
mengakibatkan tanah lapisan atas (top soil) yang subur akanhilang akibat terjadinya erosi. Dalam
kultur budidaya, kelapa sawit merupakan tanaman yang rakus air dan unsur hara. Kelapa sawit setiap
harinya membutuhkan air sebanyak 20 30 liter / pohon. Dengan demikian secara perlahan
perkebunan kelapa sawit dapat menurunkan permukaan air tanah. Selain itu kelapa sawit juga
merupakan tanaman yang rakus akan unsur hara, sehingga diperlukan pemupukan yang memadai.
Penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan akan menyebabkan residu dan mematikan organisme
tanah. Selain itu dalam pemeliharaan kelapa sawit yang dilakukan secara intensif menggunakan
banyak pestisida untuk penanggulangan hama dan penyakit. Hal ini mengakibatkan adanya residu
pestisida dan membunuh spesies lainnya yang akan mengganggu keseimbangan rantai mahluk hidup.