Anda di halaman 1dari 13

Mekanisme Resistensi Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekosfiologi Tanaman

Disusun Oleh:

Rejo Wagiman (532018002)

MAGISTER ILMU PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN DAN BISNIS
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Air merupakan sumber kehidupan, tanpa air tidak ada makhluk yang dapat hidup.
Begitu juga tanaman,salah satu unsur terbesar tanaman adalah air yaitu berkisar anatara 90% -
95% untuk tanaman muda. Menurut Schaums (2005), air merupakan pelarut universal yang
melarutkan lebih banyak zat terlarut yang berbeda-beda dibandingkan cairan lain yang pernah
diketahui, air merupakan medium ideal untuk menyokong kompleksitas itu. Air juga
merupakan salah satu zat yang paling stabil dan karena itulah zat-zat berbasis air dapat
bertahan lama.

Air merupakan reagen yang penting dalam proses fotosintesis dan proses hidrolik.
Disamping itu juga merupakan pelarut dari garam-garam, gas-gas dan material-material yang
bergerak kedalam jaringan tumbuhan,melalui dinding sel dan jaringan esensial untuk
menjamin adanya turgiditas, pertumbuhan sel, stabilitas bentuk daun, proses membuk dan
menutupnya stomata, kelangsungan gerak struktur tumbuh-tumbuhan. Jaringan yang berperan
dalam proses penyerapan air adalah Xylem. Kekurangan air akan mengganggu aktifitas
fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi
air yang terus menerus akan menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada
gilirannya tanaman akan mati.

Ariyanto (2010) mengemukakan beberapa peranan yang menguntungkan dari air


dalam tanah antara lain: (1). Sebagai pelarut dan pembawa ion-ion hara dari rhizosfer ke
dalam akar tanaman, (2). Sebagai agen pemicu pelapukan bahan induk, perkembangan tanah,
dan differensi horizon, (3). Sebagai pelarut dan pemicu reaksi kimia dalam penyediaan hara,
yaitu dari hara tidak tersedia menjadi hara yang tersedia bagi akar tanaman, (4). Sebagai
pembawa oksigen terlarut ke dalam tanah, (5). Menjaga suhu tanaman supaya konstan.

Mekanisme toleransi terhadap kekeringan pada umumnya dikendalikan oleh banyak gen
dan ekspresi dari masing-masing gen tersebut sangat komplek (Blum, 2004; Rutger dan
Mackill, 2001; Datta, 2002) sehingga program pemuliaan untuk mendapatkan tanaman yang
tahan terhadap kekeringan diarahkan untuk mendapatkan tanaman yang memiliki beberapa
karakter yang berhubungan dengan sifat tahan kekeringan. Dalam hal ini diperlukan
kerjasama antara beberapa ahli di bidang pemuliaan, fisiologi, biologi serta biokimia (Datta,
2002).
1.2. Tujuan Penulisan
1. Mempelajari peran air bagi tanaman
2. Mengetahui mekanisme resistensi tanaman terhadap kekeringan
3. Mempelajari Respon tanaman terhadap factor abiotic yaitu cekaman kekeringan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Peran Air BAgi Tanaman
Suatu tanaman budidaya herba membutuhkan air untuk pertumbuhannya. Kandungan
air pada tanaman bervariasi antara 70-90% tergantung umur, jaringan tertentu dan
lingkungannya. Menurut Fitter (1981) air dibutuhkan tanaman untuk bermacam-macam
fungsi antara lain:
1. Sebagai pelarut dan medium reaksi kimia
2. Medium untuk transfor zat terlarut organik dan anorganik
3. Medium yang memberikan turgor pada sel tanaman. Turgor menggalakkan pembesaran sel,
struktur tanaman dan penempatan daun.
4. Hidrasi dan netralisasi muatan pada molekul koloid untuk enzim, air hidrasi membantu
memelihara struktur dan memudahkan fungsi katalis.
5. Bahan baku untuk fotosintesis, proses hidrolisis dan rekasi kimia lainnya dalam tumbuhan
6. Evaporasi (transpirasi) untuk mendinginkan permukaan tanaman
Air bagi pertanian tidak hanya berkaitan dengan aspek produksi tetapi juga kualitas
hasil. Dalam kondisi kekurangan air, air sangat dibutuhkan untuk mencapai kualitas dan
kuantitas hasil yang maksimal. Penelitian Sweeny dkk, (2003) di Negara bagian Kansas
Amerika Serikat menunjukkan pemberian air pada berbagai fase pertumbuhan reproduksi
kedelai meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil sebesar 20%. Kurnia dan Hidayat (2001)
menyatakan bahwa pemberian air dengan irigasi tetes sebesar 50 – 70% dari jumlah yang
biasa di berikan petani lahan kering meningkatkan hasil tembakau sebesar 4,10 – 6,30 ton/ha
dan cabai 0,40 - 70 ton / ha.
Imbibisi air merupakan awal perkecambahan. Biji yang hidup dan mati, keduanya
melakukan imbibisi air dan membengkak; banyak air imbibisi tergantung pada komposisi
kimia biji. Protein, getah, dan pectin lebih bersifat koloid dan hidrofilik dan lebih banyak
mengalami imbibisi air dari pada zat tepung. Biji serealia, seperti jagung, mengalami imbibisi
air kira-kira sepertiga kali berat biji, biji kedelai sampai separuh berat biji. Kelembaban tanah
pada kapasitas lapang pada umumnya optimal bagi perkecambahan. Laju perkecambahan
berlangsung lebih lambat pada kelembaban tanah yang mendekati titik layu. Kandungan air
yang kurang dari batas optimum biasanya menghasilkan imbibisi sebagian dan memperlambat
atau menahan perkecambahan. Biji dapat dibasahi dan dikeringkan berulang-ulang selama
proses perkecambahan, tetapi biasanya tidak tanpa kehilangan viabilitas, yang besarnya
tergantung pada spesies dan banyaknya daur basah dan kering. Komposisi ketersediaan air.
Ryan (1973) menemukan apabila tekanan osmotik bertambah, ketersediaan air menurun,
tetapi ion-ion tertentu, khususnya natrium dan magnesium, lebih mempengaruhi
perkecambahan, daripada ketersediaan air.

2.2. Cekaman Kekeringan


Kekeringan merupakan persoalan yang berdampak luas di bidang pertanian, seperti
penurunan produksi pangan yang akan mengganggu ketahanan pangan dan stabilitas
perekonomian nasional. Kekeringan adalah keadaan kekurangan pasokan air pada suatu
daerah dalam masa yang panjang. Kondisi ini disebabkan oleh rendahnya curah hujan secara
terus-menerus, atau tanpa hujan dalam periode yang panjang. Musim kemarau panjang,
misalnya, dapat menyebabkan kekeringan, karena cadangan air tanah habis akibat penguapan
(evaporasi), transpirasi, atau penggunaan lain oleh manusia secara terus menerus.
Perubahan iklim menjadi salah satu penyebab terjadinya kekeringan yang dapat
mengurangi hasil dan kualitas hasil padi yang rentan kekurangan air (Tao et al. 2006).
Kekeringan diawali dengan berkurangnya jumlah curah hujan di bawah normal pada satu
musim. Kejadian ini adalah indikasi pertama terjadinya kekeringan yang disebut kekeringan
meteorologis. Selanjutnya adalah berkurangnya pasokan air permukaan dan air tanah, yang
disebut kekeringan hidrologis. Kekeringan hidrologis menyebabkan kandungan air tanah
berkurang sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan air bagi tanaman. Kondisi ini disebut
kekeringan pertanian.
Kekeringan dalam bidang pertanian adalah kekeringan yang terjadi di lahan pertanian
yang sedang dibudidayakan dengan tanaman padi, jagung, kedelai, dan lain-lain. Kekurangan
air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air tidak memenuhi kebutuhan tanaman dan
evapotranspirasi yang berlebihan atau kombinasi keduanya. Tingkat kerentanan lahan
pertanian terhadap kekeringan cukup bervariasi antarwilayah, terutama di beberapa wilayah di
Sumatera dan Jawa. Dari 5,14 juta ha lahan sawah, 74 ribu ha di antaranya sangat rentan dan
sekitar satu juta ha rentan terhadap kekeringan. Kekeringan yang lebih luas terjadi pada
tahun-tahun El Nino, dimana luas pertanaman padi yang mengalami kekeringan pada periode
1989-2006 lebih dari 2.000 ha per kabupaten, antara lain di Pantai Utara Jawa Barat, terutama
di Indramayu, sebagian Pantai Utara Nangroe Aceh Darussalam, Lampung, Kalimantan
Timur, Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan, dan Lombok (Balitbangtan 2011).
kekeringan pada tanaman dibagi menjadi empat, yaitu: (1) ringan, apabila tingkat
kerusakan < 25%; (2) sedang, apabila tingkat kerusakan ≥ 25-50%, (3) berat, apabila tingkat
kerusakan ≥ 50-85%, dan (4) puso, apabila tingkat kerusakan ≥ 85%. Tulisan ini membahas
mekanisme terjadinya kekeringan, respon tanaman terhadap cekaman kekeringan, dan
varietas toleran (Tao et al. 2006).

2.3. Mekanisme respon tanaman terhadap cekaman kekeringan


Adaptasi tanaman terhadap cekaman baik cekaman maupun cekaman kekeringan
dapat ditunjukkan dengan berbagai proses fisiologi maupun kenampakan anatomi
tumbuhan. Pada tanaman yang tahan kekeringan, mampu memanfaatkan air yang sedikit
untuk menghasilkan berat kering tanaman maksimal. Changhai, dkk. (2010), juga
melakukan pengamatan terhadap berat kering tanaman dilihat dari efisiensi transpirasinya.
Hasil menunjukkan pada varietas dengan efisiensi transpirasi tinggi, berat kering
tanaman yang mengalami cekaman hanya turun 10,2 % dan 5,8% sedangkan tanaman
yang efisiensi rendah, berat kering turun hingga 15,1% dan 26,6%. Disini peran dari proline
sebagai osmoprotektan terlihat sebagai penjaga sel stomata dalam mencegah transpirasi
terlalu tinggi.
Pada penelitian yang dilakukan Hamim, Sopandie dan Jusuf (1996) mengenai
pengamatan terhadap karakteristik morfologi dan fisiologi kedelai toleran dan peka
terhadap cekaman kekeringan diperoleh hasil bahwa saat mengalami cekaman
kekeringan, pada tanaman yang toleran pengujian proline menunjukkan peningkatan
hingga 7 kali dari kondisi normal.

Herawati, 2000) menyatakan bahwa Kondisi cekaman air, tanaman akan


memperlihatkan berbagai respon sebagai mekanisme tanaman dalam usaha mengurangi
cekaman yaitu (1). Respon Morfoogi, (2). Respon Fisiologi (3). Respon Biokemis, dan
Respon Genetik. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

a. Respon morfologi

Mengurangi luas permukaan daun sehingga transpirasi menurun. Mempercepat


perkembangan perakaran terutama kearah bawah menyebabkan nisbah akar/pucuk meningkat
sehingga tanaman lebih mampu mengabsorbsi air dari lapisan tanah yang lebih dalam
sementara transpirasi dari bagian atas tanaman menurun Mengubah sudut daun pada posisi
hampir sejajar dengan datangnya cahaya, agar suhu daun tidak segera meningkat sehingga
transpirasi dapat ditekan.
Pembentukan lapisan kutikula pada permukaan daun dapat mengurangi penguapan.
Selain itu lapisan lilin dapat meningkatkan pantulan cahaya, sehingga mengurangi suhu
permukaan daun. Beberapa tanaman yang diketahui toleran terhadap kekeringan mampu
membuat lapisan kutikula pada permukaan daunnya bila mendapat cekaman kekeringan.

Membuka dan menutup stomata. Perilaku stomata, berhubungan dengan potensial air
daun yang tergantung pada faktor umur, kondisi tumbuh. Menurut Ackerson dan Krieg (1977)
bahwa tanaman jagung pada fase pertumbuhan vegetatif dan potensial air rendah akan
menyebabkan penutupan stomata di bawah cahaya matahari. Jumlah dan ukuran stomata
dipengaruhi oleh genotype dan lingkungan. Oleh kerena itu sel penjaga kekurangan air dapat
mengurangi pembukaan stomata.

Mengurangi luas daun, yang berkaitan dengan laju transpirasi. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Bayer (Cristiansen and Lewis, 1982) menyatakan bahwa perpanjangan daun
jagung maksimal pada potensial air -0,15 MPa sampai -0,25 MPa dan menurun 25% jika
potensial air turun sampai -0,4 Mpa. Pengulungan atau pelipatan daun. Tanaman kedelai
berdaun lebar kecendurungan untuk mengulung daun keatas sehingga bulu-bulu (rambut)
diatas permukaan bawah daun yang terbuka dapat merefleksikan lebih banyak cahaya.

b. Respon fisiologi
Respon fisiologi di dalam tanaman untuk beradaptasi pada kondisi kekeringan telah
lama diketahui. Suatu hal yang cukup penting diantaranya adalah kemampuan tanaman
mempertahankan tekanan turgor dengan menurunkan potensial osmotiknya (Jones et.al.,
1981). Menurut Hale dan Orchutt (1987), beberapa faktor yang dapat membantu
mempertahankan turgor adalah :
1. Penurunan potensial osmotik
2. Kemampuan mengakumulasi zat-zat terlarut
3. Elastisitas sel atau jaringan yang tinggi dan
4. Ukuran sel yang kecil.

c. Respon Genetik
Berdasarkan kemampuan genetik tanaman, terdapat empat mekanisme adapatasi pada
kondisi cekaman kekeringan yaitu drought escape, dehydration avoidance, dehydration
Tolerance dan drought Recovery (Fukai dan Cooper , 1995 dalam Sopandie, 2006). Namun
demikian tanaman seringkali menggunakan lebih dari satu mekanisme untuk beradaptasi pada
kondisi cekaman kekeringan (Mitra, 2001 dalam Sopandie, 2006), mekanisme tersebut
adalah:
Melepaskan diri dari cekaman kekeringan (draught escape), yaitu kemampuan tanaman
menyelesaikan siklus hidupnya sebelum mengalami defisit air yang parah. Mekanisme ini
ditunjukkan dengan perkembangan sistem pembungaan yang cepat dan perkembangan
plastisitas jaringannya. Akan tetapi mekanisme adaptasi tersebut memiliki kelemahan.
Genotipe genjah dengan umur pendek umumnya berdaya hasil rendah dibandingkan dengan
yang berumur panjang.

Toleransi dengan potensial air jaringan yang tinggi (dehydration avoidance), yaitu
kemampuan tanaman yang tetap menjaga potensial jaringan dengan meningkatkan
penyerapan air atau menekan kehilangan air. Pada mekanisme ini biasanya tanaman
mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem perakaran dan konduktivitas hidrolitik
atau kemampuan untuk menurunkan hantaran epidermis dengan regulasi stomata,
pengurangan absorbsi radiasi dengan pembentukan lapisan lilin, bulu yang tebal dan
penurunan permukaan evapotranspirasi melalui penyempitan daun serta pengguguran daun
tua.

Toleransi dengan potensial air jaringan yang rendah (Dehydration Tolerance), yaitu
kemampuan tanaman untuk menjaga tekanan turgor sel dengan menurunkan potensial airnya
melalui akumulasi solut seperti gula, asam amino dan sebagainya atau dengan meningkatkan
elastisitas sel. Akumulasi prolin. Prolin bebas yang terkumpul pada tanaman berasal dari
karbohidrat melalui pembentukan alfa-ketoglutarate dan glutamate. Oksidasi proline, setelah
keadaan normal terjadi dengan cepat untuk menjaga kandungan proline yang rendah dalam
tanaman. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang toleran terhadap cekaman
air memperlihatkan kemampuan mengakumulasi prolin.

Mekanisme penyembuhan (drought Recovery), dimana proses metabolisme berjalan


normal kembali setelah mengalami stres kekeringan. Mekanisme ini penting manakala stres
kekeringan terjadi pada awal perkembangan tanaman.

d. Respon Biokemis
Tumbuhan yang mengalami cekaman kekeringan pada umumnya memproduksi
senyawa ABA (asam absisat) selain itu juga menghasilkan dehidrin protein yang berfungsi
sebagai osmoprotektan (Yamaguchi-Shinozaki et ai, 2002).
Dengan adanya kekeringan, ABA yang disintesa di dalam akar akan ditransport ke daun
untuk mengatur proses fisiologi dan meningkatkan ketersediaan air tanah dengan
menghambat kehilangan air melalui penutupan stomata; ABA merupakan derivate
sesquiterpenoid dari asam mevalonic yang berperan sebagai penanda biokimia terhadap stres
kekeringan (Kirkham, 1990; Setiawan, 1998).

BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Respon Morfologis Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan


Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah
perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun dalam kondisi laju evapotranspirasi
melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman. Serapan air oleh akar tanaman dipengaruhi oleh
laju transpirasi, sistem perakaran, dan ketersediaan air tanah.

Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga


mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus menerus akan
menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan
mati. Respon tanaman terhadap stres air sangat ditentukan oleh tingkat stres yang dialami dan
fase pertumbuhan tanaman saat mengalami cekaman. Respon tanaman yang mengalami
cekaman kekeringan mencakup perubahan ditingkat seluler dan molekuler seperti perubahan
pada pertumbuhan tanaman, volume sel menjadi lebih kecil, penurunan luas daun, daun
menjadi tebal, adanya rambut pada daun, peningakatan ratio akar-tajuk, sensitivitas stomata,
penurunan laju fotosintesis, perubahan metabolisme karbon dan nitrogen, perubahan produksi
aktivitas enzim dan hormon, serta perubahan ekspresi.

Tumbuhan merespon kekurangan air dengan mengurangi laju transpirasi untuk


penghematan air. Terjadinya kekurangan air pada daun akan menyebabkan sel-sel penjaga
kehilangan turgornya. Suatu mekanisme control tunggal yang memperlambat transpirasi
dengan cara menutup stomata. Kekurangan air juga merangsang peningkatan sintesis dan
pembebasan asam absisat dari sel-sel mesofil daun. Hormon ini membantu mempertahankan
stomata tetap tertutup dengan cara bekerja pada membrane sel penjaga. Daun juga berespon
terhadap kekurangan air dengan cara lain. Karena pembesaran sel adalah suatu proses yang
tergantung pada turgor, maka kekurangan air akan menghambat pertumbuhan daun muda.
Respon ini meminimumkan kehilangan air melalui transpirasi dengan cara memperlambat
peningkatan luas permukaan daun. Ketika daun dari kebanyakan rumput dan kebanyakan
tumbuhan lain layu akibat kekurangan air, mereka akan menggulung menjadi suatu bentuk
yang dapat mengurangi transpirasi dengan cara memaparkan sedikit saja permukaan daun ke
matahari. Semua respon daun ini selain membantu tumbuhan untuk menghemat air, juga
mengurangi fotosintesis.

Respon tanaman terhadap kekeringan berawal dari respon secara fisiologis yang
merupakan serangkaian proses dalam tanaman, yang diikuti oleh perubahan secara morfologis
baik, sebagai mekanisme ketahanan tanaman maupun dampak dari proses akibat cekaman
kekeringan. Perubahan morfologis juga berdampak terhadap perubahan proses fisiologis
lanjutan, sehingga terjadi saling pengaruh antarkeduanya. Perubahan-perubahan tersebut
diekspresikan tanaman dalam bentuk pola pertumbuhan yang pada berpengaruh terhadap
bobot biomasa, hasil dan komponen hasil tanaman (Gambar 1.).

Gambar 2. Respon umum tanaman padi terhadap cekaman kekeringan.


3.1.1. Beberapa strategi yang dilakukan oleh jenis tumbuhan yang toleran kekeringan
(drought resistant species)
Mekanisme resistensi/ketahanan tumbuhan terhadap kekeringan (drought resistant
species) dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu "escape", "avoidance" dan
"tolerance". Spesies/varietas tumbuhan yang tahan terhadap kekeringan akan menggunakan
lebih dari satu mekanisme (strategi) di atas untuk mempertahankan diri terhadap cekaman
kekeringan (Mitra, 2001).
"Escape" didefinisikan sebagai kemampuan tumbuhan untuk menyelesaikan siklus
hidupnya sebelum mengalami stres kekeringan yang sangat ekstrim; mekanisme yang biasa
dilakukan adalah dengan berbunga dan berbuah lebih awal. "Avoidance" adalah kemampuan
tumbuhan untuk menjaga agar potensial air tubuh tetap tinggi (mendekati nilai nol - kurang
negatif); yaitu dengan mengoptimalkan sistem perakaran, sehingga dapat meningkatkan
kemampuannya dalam menyerap air dalam jumlah relatif banyak serta mempertahankan
kandunganair di dalam jaringan (Pugnaire etal.,\999).
"Tolerance" meliputi kemampuan suatu spesies/ varietas tumbuhan untuk tetap hidup
dan tetap melakukan fungsi meskipun mengalami cekaman kekeringan (Mitra, 2001).
3.1.2. Prosedur seleksi dan identifikasi tanaman yang toleran cekaman kekeringan
Keberhasilan pemulia tanaman dalam usahanya untuk mendapatkan tanaman yang tahan
kekeringan harus diikuti dengan menguasai metoda seleksi yang efektif sehingga dalam waktu
yang singkat dapat diperloleh galur-galur yang tahan (Sammons et al., 1979).
Mengingat mekanisme toleransi terhadap kekeringan dikendalikan oleh banyak (lebih
dari satu) gen dan aktivitasnya sangat komplek maka dalam pemilihan varietas yang tahan
kekeringan dapat digunakan beberapa teknik antara lain sebagai berikut:
Penapisan dini menggunakan polyethylene glycol (PEG)
Karakter fisiologi yang dapat digunakan sebagai penanda bahwa benih yang akan
ditanam, toleran terhadap kekeringan adalah kemampuan benih berkecambah pada larutan
yang mempunyai potensial osmotik rendah (Richard et al., 1987; Sammons et al.,
Uji daya tembus akar
Uji tembus akar merupakan salah satu teknik dalam pemuliaan tanaman untuk seleksi
pada tingkat bibit. Kemampuan penetrasi akar pada lapisan tanah yang keras (kompak) diakui
merupakan cara yang tergolong efektif dalam mengkarakterisasi tanaman yang toleran
kekeringan (Hanson et al., 1990). Pengujian ketahanan kekeringan padatanaman padi dengan
melihat kemampuan akar menembus lapisan campuran parafin dan vaslin telah dilakukan oleh
Yu etal. (1995) di IRRI; Suardi dan Moeljopawiro (1999), Suardi etal. (2003) Lestari etal.
(2005).
Penelitian Suardi dan Moeljopawiro (1999) menunjukkan bahwa varietas padi yang
toleran kekeringan seperti Salunpikit dan Kelimutu, akarnya mampu menembus lapisan lilin
yaitu campuran paraffin 60% dan vaslin 40% setebal 3 mm dengan tingkat Respon tanaman
pada saat mengalami cekaman kekeringan adalah sebagai berikut: perubahan di tingkat seluler
dan molekuler, pengecilan volume sel, seperti penurunan luas daun, peningkatan rasio
akartajuk dan sensitifitas stomata. Selain itu terjadi pula penurunan laju fotosintesis,
peningkatan akumulasi senyawa osmotik terlarut seperti prolin, gula betain dan gula alkohol,
perubahan aktivitas enzim serta perubahan ekspresi gen; contohnya tumbuhan mampu
menghasilkan akar yang panjang dan tebal dan pembentukan lapisan kutikula pada daun
(Kramer, 1980; Pugnaire et al., 1999). Selain itu terjadi pula peningkatan produksi
superoksida dan peroksida yang menyebabkan kerusakan pada membran dan aktifitas enzym
(Holmberg dan Bulow, 1998). Mekanisme toleransi terhadap kekeringan pada umumnya
dikendalikan oleh banyak gen dan ekspresi dari masing-masing gen tersebut sangat komplek
(Blum, 2004; Rutger dan Mackill, 2001; Datta, 2002) sehingga program pemuliaan untuk
mendapatkan tanaman yang tahan terhadap kekeringan diarahkan untukmendapatkan tanaman
yang memiliki beberapa karakter yang berhubungan dengan sifat tahan kekeringan. Dalam hal
ini diperlukan kerjasama antara beberapa ahli di bidang pemuliaan, fisiologi, biologi serta
biokimia (Datta, 2002).
Dalam keterkaitan dengan perakaran, genotype tanaman yang tahan terhadap
kekeringan memiliki sifat sebagai berikut: (1) mampu mengembangkan system perakarannya
pada saat air masih tersedia sebelum tanaman mengalami cekaman kekeringan sehingga
tanaman dapat mengekstrak air dari lapisan tanah bagian dalam, (2) memodifikasi sistem
perakaran sehingga mampu mengekstrak air dari lapisan air paling dalam, kondisi ini terjadi
apabila ada cekaman air. Galur/varietas padi gogo pada umumnya mempunyai perakaran yang
Iebih panjang, padat dan diameter akar Iebih besar dibandingkan dengan galur/ varietas padi
sawah (Suardi, 1988) serta memiliki daya tembus akar yang Iebih tinggi (Yu et ai, 1995);
dengan demikian penyerapan air dan menjadi Iebih efektif.
Tumbuhan yang mengalami cekamankekeringan pada umumnya memproduksi senyawa
ABA (asam absisat) selain itu juga menghasilkan dehidrin protein yang berfungsi sebagai
osmoprotektan (Yamaguchi-Shinozaki et ai, 2002). Dengan adanya kekeringan, ABA yang
disintesa di dalam akar akan ditransport ke daun untuk mengatur proses fisiologi dan
meningkatkan ketersediaan air tanah dengan menghambat kehilangan air melalui penutupan
stomata; ABA merupakan derivate sesquiterpenoid dari asam mevalonic yang berperan
sebagai penanda biokimia terhadap stres kekeringan (Kirkham, 1990; Setiawan, 1998).
penyesuaian osmotik memungkinkan suatu tumbuhan yang mengalami cekaman
kekeringan dapat mempertahankan supaya stomata tetap terbuka pada level yang dapat
ditoleransi, sehingga tetap dapat menyerap CO2, penting dalam mempertahankan
pertumbuhan walaupun mengalami cekaman kekeringan (Cabuslayetal., 1999).
Lintasan biosintesis prolin dapat ditelusuri dari asam glutamat yang dikonversikan
menjadi semialdehid dalam dua reaksi yang identik pada lintasan asam aspartat. Siklus
aldehid non enzimatis membentuk D'pirolin-5-karboksilat yang mempengaruhi sintesa prolin.
Reaksi enzimatis pada tanaman utuh tidak mudah untuk dideteksi namun diduga lintasan
reaksi enzimatis D' pirolin-5-karboksilat reduktase terdapat pada kloroplas. Telah dibuktikan
bahwa ornitin merupakan prekusor pembentukan prolin melalui D' pirolin-5-karboksilat atau
D' pirolin -2-karboksilat (Lea e/a/., 1993).
Hasil penelitian Sharp dan Davies (1979); Westgate dan Boyer (1985) menyatakan
bahwa senyawa prolin berkontribusi lebih dari 50% terhadap osmotic adjustment pada akar
jagung. Pembentukan senyawa osmoregulasi ini sebagai penanda biokimia untuk indikasi
toleransi cekaman kekeringan. Banyak peneliti menyatakan bahwa prolin bebas banyak
diakumulasi sebagai respon terhadap stress air yang dapat diamati pada daun-daun yang
masih melekat maupun yang telah gugur pada banyak tanaman budidaya pada kondisi
laboratorium (Barnett dan Nailor, 1966, Routley, 1966 dan Singh, Aspinal dan Paleg, 1972).

BAB IV
KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan
1. Seleksi untuk ketahanan kekeringan dapat menggunakan salah satu dari metoda seleksi
namun lebih optimal bila dilakukan secara komplementer mengingat mekanisme toleransi
terhadap kekeringan dikendalikan oleh beberapa gen, sedangkan masingmasing metoda
berlaku untuk ekspresi dari gen tertentu saja.
2. Respon morfologi dan fisiologi dapat digunaka sebagai salah satu indikator yang dapat
digunakan dalam seleksi varietas yang toleran kekurangan air.

DAFTAR PUSTAKA

Creellman, R.A., H.S. Mason, R.J. Bensen, J.S. Boyer and J.E. Mullet.1990. Water deficit and
absisic acid causes differential inhibition of shoot versus root growth in soybean
seedling; analysisi of growth, sugar accumulation and gene expression. Plant Cell
92:205-214.

Dallaire, S., M. Houde, Y. Gagne, H.S. Saini. S. Boileau, N. Chevrier and f. Sarhan. 1994.
ABA and Low Temperature Induce Freezing Tolerance via Distinct Regulatory Patways
in Wheat. Plant Cell Physiol. 35 (1) : 1-9.

Hale, M.G. and D.M. Orchutt., 1987. The Physiolory of Plant Under Stress. John and Sons,
Inc. New York. 206p.
Herawati T dan Setiamihardja R., 2000. Pemuliaan Tanaman. Departemen Pertanian RI
dengan Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran, Jatinangor, Bandung.

Jones, MM., N.C. Tumer and C.B. Osmond. 1981. Mechanism of Drought Resistance PP 15-
53 in Paleg LG, and Aspinall (eds). The Physiology and Biochemistry of Drought
Resistance in Plants. Academic Press. New York.

Kramer, J.P. 1980. Draught Stess and The Origin of Adaptation. In Turner, Kramer (eds)
Adaptation of Plants to Water and High Temperature Stress. John Willey and Sons.
Canada.

Salisbury, F.B. dan Ross, C.W. 1992. Fisiologi Tumbuhan II. Ed. 4. Terjemahan: D.R.
Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB. Bandung. 173 hal.

Sammons DJ, Peters DB and Hymowitz T. 1980. Screening Soybeans for Tolerance to
Moisture Stress : a Field Crops Res 3:321-335.

Sitompul, S.M., B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gajah Mada University
Press. Yogyakarta. 412 hal.
Soepandi, D. 2006. Perspektif Fisiologi Dalam Pengembangan Tanaman Pangan di Lahan
Marjinal. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Fisiologi Tanaman. Fakutas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. 16 September 2006.

Zeevart, J.A.D and R.A. Crellman. 1988. Metabolism and Physiology of Absisic Acid. Annu
Rev Plant Physiology 39: 43-50.

Anda mungkin juga menyukai