Anda di halaman 1dari 3

Tantangan Generasi Pelajar Putri (IPPNU) Menghadapi

Generasi Wacana
Oleh: Rejo Wagiman

Foto: Istighosah Kubro PAC. IPNU-IPPNU Kecamatan Pabelan

Sebagian besar dari kita mungkin baru mendengar bahkan bertanya-tanya apa itu generasi
wacana. Renald Kasali dalam artikelnya memberi gambaran, generasi wacana itu ibarat generasi
pemuda-pemudi yang hidupnya galau, dengat gadget di tangan hanya bisa mengkritik tapi
minim praktik dan bukan menyelesaikan permasalahan tetapi menambah permasalahan. Semua
Hanya sampai di ujung bibir, tak ada langkah nyata. Generasi ini pada gilirannya
bermetamorfosa menjadi generasi wacana. Generasi ini yang sering membuat ribut, paling jauh
cuma bisa buat heboh di sosial media, membuat meme, tapi tak berani bertindak. Apalagi
mengambil keputusan. Itulah gambaran generasi wacana oleh Renald khasali.

Generasi wacana tumbuh dan berkembang pesat di antara generasi milenial-Z saat ini,
Generasi millennial-Z merupakan perpaduan antara generasi millennial (generasi yang lahir pada
1981 sampai dengan 2000an) dan generasi-Z (generasi yang lahir pada 1995 sampai dengan
2010an). Kenyataannya semua remaja, santri, pelajar, atau mahasiswa putri saat ini termasuk
dalam kategori generasi millennial-Z. Mereka dilahirkan sudah dengan Ilmu pengetahuan dan
teknologi maju. Pelajar putri saat ini belanja ollshop hanya tinggal membuka bukalapak, shopee,
dll. Cari makan tinggal pesan Go-Food, Delivery order. berkirim pesan, telfon bahkan sampai
video call bisa melalui WA, Line, mesegger.
Ke sekolah atau kampus hanya tinggal menenteng laptop dan smartphone tanpa harus
membawa buku yang banyak, dan baca Al-Quran atau kitab lain lewat gadget baik HP maupun
tablet. Efek dari pesatnya generasi millennial-Z menyebabkan arah gaya hidup dan idola panutan
pelajar putri dari salah satu contoh misalnya demam K-Popers, senandung sholawatan menjadi
kebarat-baratan. Apa hubungannya generasi ini dengan dengan IPPNU?, seperti tercantum dalam
peraturan rumah tangga (PRT) bahwa usia anggota dan kader IPPNU antara 12 sampai dengan
27 tahun. Artinya, anggota dan kader pelajar putri NU mayoritas berasal dari generasi millennial-
Z yang notabanenya merupakan generasi Wacana.

Generasi Wacana dalam organisasi


Organisasi IPPNU juga tidak lepas dari peran Generasi Wacana yang masuk secara masif
dan terstruktur. Dalam Kegiatan harian, organisasi, musyawarah atau rapat, anggota maupun
kader pelajar putri cenderung lebih senang berpendapat atau usul via online contohnya lewat
grup WA atau facebook tetapi ketika forum rapat maupun kegiatan hanya diam seribu Bahasa,
tidak berani mengambil keputusan dan terlalu asyik bermain HP dan chatting di medsos. Dalam
hal kepekaan sosial ketika ada musibah kecelakaan atau kebakaran generasi ini lebih senang
upload kejadian di medsos dan senengnya bukan main ketika banyak yang melihat, like bahkan
mengomentari tanpa memikirkan solusi untuk meringankan musibah yang menimpa. Hal ini
sangat bertolak belakang dengan prinsip khusus IPPNU dan NU secara umum dalam
meningkatkan prinsip Ukhuwah Islamiyah.
Generasi wacana sangat bertolak belakang dengan prinsip emansipasi wanita yang
perjuangankan oleh R.A. Kartini. R.A. Kartini mengajarkan bahwasananya pelajar putri harus
berwawasan terbuka, bebas berkarya, aktif, merdeka, mandiri dan dapat berdiri sendiri. Hal ini
bertolak belakang dengan generasi wacana saat ini yang cenderung pasif dalam rapat atau
musyawarah tapi sangat aktif dan responsif dalam medsos dalam hal mencibir, mencemooh,
membully bahkan menyebarkan berita bohong alias Hoax. Yang lebih extremenya lagi usul sana
usul sini, sering ribut dan gemuruh lewat guyonannya ketika rapat. Tapi tidak berani untuk
mengambil keputusan, minder ketika di beri tugas dan tanggung jawab .

Tantangan kader dan pelajar putri (IPPNU) dimasa generasi Wacana


Kalau kita ingin melihat masa depan Nahdatul ulama (NU) maka kita harus melihat
generasi pelajar muda-mudinya. Kalau generasi khususnya pelajar putri mudah galau, hanya
sekedar bisa berwacana, maka bisa kita perkirakan nasib organisasi NU ini akan seperti apa
kedepannya. Generasi pelajar putri harus memberikan andil bagi NU sebagai organisasi islam
terbesar di Indonesia untuk menanamkan dan menjaga nilai ke ASWAJA-an, ulama dan kyai
dalam menghadapi tantangan era modern dan tren industry 4.0 saat ini.

Pelajar putri IPPNU sebagai salah satu harapan dari NU harus mampu mengembangkan
generasi muslimah pelajar putri NU yang memiliki karakter jiwa pemimpin, mampu
memecahkan masalah, public speaking bagus, kreatif inovatif dan berpikir kritis melalui
kegiatan-kegiatan yang dikolaborasikan dengan IPNU. Dengan demikian kader dan anggota
IPNU-IPPNU dididik bukan hanya sebagai penumpang saja tetapi sebagai pilot yang mampu
mengendalikan pesawat untuk mengelilingi dunia dan mengambil keputusan di saat kondisi
genting meskipun resiko jadi taruhannya.

Generasi wacana dapat menjadikan organisasi NU ini seperti buih yang mengambang
diatas air (besar organisasinya tetapi nilai-nilai ke ASWAJA Annadiyah dan peran dalam
perubahannya tidak terlihat nyata). Belum lagi perkembangan zaman yang semakin pesat
muncul, berbagai organisasi-organisasi pelajar putri kekinian yang membuat organisasi IPPNU
sebagai wadah pelajar NU harus memiliki Strategi Pola Pengembangan (SPP) agar tetap eksis.

Apa contoh hal-hal kecil yang bisa kita lakukan untuk menghadapi generasi wacana? Dari
individu kita harus berani menjadi mentor bagi rekanita-rekanita untuk melakukan hal-hal
perubahan sederhana sesuai potensi diri yang mereka miliki. Sehingga akan muncul “Be the best
Indonesian female students” yang menjadi role model baru dalam menjadikan generasi mudi
IPPNU yang tangguh, gigih dan berdaya saing dalam menghadapi generasi wacana yang saat ini
sedang berkembang pesat. Salam Berjuta. Wallahu a‘lam bis shawab

* PAC.IPNU-IPPNU Kec. Pabelan, Kab. Semarang

Anda mungkin juga menyukai