Anda di halaman 1dari 97

5.3.

KEBIASAAN MAKAN
Beraneka jenis hewan kebiasaan makannya berbeda-beda pula. Didasarkan pada
macam makanan yang dimakannya, dapat dikenal empat kategori sebagai berikut :
a)

Hewan hebivior, yaitu yang makanan utamanya tumbuhan atau bagian-bagian

tumbuhan
b) Hewan omnivore (predator, pemangsa), yaitu yang makanan utamanya berupa jenis
hewan lain
c) Hewan saprovor (saprofag), yaitu yang makanannya berupa tumbuhan mati dan
bangkai hewan ataupun fasenya mengalami pembusukan
Berdasarkan dengan kebiasaan makannya, hewan-hewan dapat juga dikategorikan atas
dasar jumlah spesies organisme yang merupakan makannya itu. Sehubungan dengan itu,
dikenal hewan-hewan yang bersifat :
-

monofag, apabila mangsa atau makanannya terdiri dari satu spesies organisme saja
olifag, apabila organisme makanannya terdiri dari 2-3 spesies
polifag, apabila organisme makanannya itu sangat beragam, meliputi dari tiga spesies
organisme

Hewan-hewan monofag termasuk spesialis makan karena menunjukkan derajat spesifistas


yang tinggi mengenai jenis makanannya, sedangkan hewan-hewan polifag merupakan
generalis. Hewan-hewan olifag adakalanya dianggap spesialis namun adakalanya pula
dianggap sebagai generalis, tergantung dari kategori taksonomi organisme makanannya itu.
Misalnya apabila organisme makanannya terdiri dari tiga spesies yang kogenetik, hal itu
menunjukkan spesifistas yang jauh lebih tinggi dari pada tiga spesies yang mencakup jenisjenis tumbuhan dan hewan.

5.4. ASPEK TERAPAN HUBUNGAN MAKANAN

Populasi
Predator atau parasitoid
Balikan+
BalikanPopulasi mangsa atau
inang

Gambar 2 : Skema interaksi hubungan predator- mangsa atau parasitoid-inang


sebagai suatu sistem umpan balik
Umpan balik positif dan negatif tersebut di atas, yang beroperasi sebagai mekanisme
saling mengendalikan, sangat penting peranannya dalam setiap sistem biologis. Baik pada
individu organisme, populasi, komunitas ataupun ekosistem, mekanisme demikian dapat
menghasilkan homeostatis. Homeostatis (hom = sama, statis = tetap) diartikan sebagai
kecenderungan yang mempunyai sebuah sistem biologis untuk menahan perubahan agar
seperti semula dan menjaga diri dalam tingkat keseimbangan.
Pengendalian populasi hewan hama di suatu lahan pertanian dengan menggunakan
hewan predator atau parasitoidnya, umum dikenal sebagai pengendalian biologis (biological
control). Pengendalian secara itu merupakan aspek terapan yang penting dari fenomena
hubungan makan dan mekanisme sistem umpan-balik tersebut di atas.
Efektivitas pengendalian ditentukan oleh banyak faktor, seperti derajat spesifikitas hubungan
makan (monofagi, olifagi, daya mencari dan mendapatkan mangsa atau inang, daya berbiak
hewan predator atau parasitoid) relatif terhadap daya berbiak mangsa atau inang dan
bagaimana daya adaptasi serta kisaran-kisaran toleransi hewan predator dan parasitoid
terhadap berbagai faktor lingkungan

5.5. RANTAI DAN JARING MAKANAN


Berbagai jenis organisme yang merupakan komponen-komponen komunitas dari suatu
ekosistem, satu dengan lainnya ada yang terlibat dalam interaksi hubungan makanan.
Interaksi-interaksi demikian menghasilkan rantai-rantai makanan yang menggambarkan
urutan hubungan linier antara organisme makanan dengan organisme pemakannya pada
tingkat-tingkatan trofik berurutan. Rantai makanan itu pada dasarnya merupakan perwujudan
abstrak dari aliran energi melalui populasi-poulasi dalam komunitas.

Adanya polifag dan monivori yang melibatkan makanan (mangsa) dari tingkatan trofik
yang berbeda-beda, menyebabkan rantai makanan itu seperti beranastomis, membentuk jaring
makanan.

Gambar 3 : Beberapa contoh rantai dan jaring makanan dalam suatu komunitas
hiopotetis, yang mengandung 11 spesiesorganisme (A-L) yang
menempati 3-5 tingkatan trofik
A.Berprestasi besar untuk stabil
B.Spesies herbivore terlalu sedikit
C.Spesies karnivor terlalu sedikit
D.Spesialisasi makanan terlalu tinggi

a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)

Jumlah spesies makin sedikit


Tingkat kelimpahan produksi spesies makin rendah\
Ukuran tubuh makin besar
Laju reproduksi makin besar
Perilaku makin kompleks
Harapan hidup makin panjang
Energi (biaya) pemeliharaan makin tinggi
Daya pergerakan dan penyebaran makin besar

i) Daya mencari mangsa (makanan) makin besar


j) Luas areal mencari mangsa (makanan) makin luas dan macam habitat yang
dijelajahi makin beragam
k) Spesialisasi mangsa (makanan) makin berkurang
l) Nilai kalori makanan makin tinggi
m) Efisiensi pemanfaatan makanan makin tinggi

Karnivor (predator) puncak

Herbivor
(Konsumen primer)
Gambar

: Generalisasi arah kecenderungan ciri-ciri hewan konsumen dalam rantai


makanan (tingkat trofik) dalam komunitas-komunitas biotik

Hewan-hewan non-karnivor yang hidup di bagian dasar dan lapisan dalam yang afotik
di lautan, memanfaatkan "hujan detritus" organik yang turun dari lapisan eufotik di atasnya.
Detritus organik yang merupakan partikel-partikel halus hasil penguraian jasad-jasad hidup
yang sudah mati, dalam lingkungan afotik itu merupakan sumber energi awal.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka rantai makanan sebagai suatu sirkuit
energi dalam suatu komunitas dapat dibagi atas :
1.Sirkuit merumput (grazing circuit) yang konsumen primernya mendapat energi dari
tumbuhan hijau, dan
2.Sirkuit detritus organik, yang konsumen primernya mendapat energi dari detritus (detritivor)
Salah satu konsekuensi penting dari rantai dan jaring makanan adalah timbulnya
fenimena magnifikasi biologis (biomagnifikasi; konsentrasi makanan). Fenomena tersebut
menunjukkan bahwa substansi-substansi yang persisten (seperti misalnya DDT, zat radio aktif
dengan usai-paruh yang panjang) cenderung makin terkonsentrasi pada tingkatan-tingkatan
trofik yang lebih tinggi.
5.6. ANALISIS MAKANAN HEWAN
5.6.1. Pengamatan Langsung
Melakukan analisis makanan tanpa membunuh spesimen hewan dapat juga dilakukan
terhadap hewan-hewan yang biasa menyimpan makanannya dalam kantung pipi ataupun

tembolok. Organ-organ ini dapat dimanipulasi hingga isinya dapat dikeluarkan, untuk
selanjutnya dianalisis. Isi tembolok dan bahkan isi lambung dari berjenis-jenis burung dapat
juga dirangsang untuk dimuntahkan dengan bantuan penggunaan zat-zat emetik atau
menggunakan pipa penyemprot. Salah satu cara untuk menyelidiki jenis-jenis makanan yang
diberikan induk burung pada anak-anaknya yang bersifat altrisial dan nidikolus, adalah
dengan menempatkan paruh-paruh tiruan di antara anak-anak burung dalam sarangnya.
5.6.2. Pengamatan Tak langsung
5.6.2.1. Analisis Isi Lambung
Cara yang sering digunakan untuk mengetahui jenis-jenis makanan yang dimakan
hewan ialah dengan jalan menganalisis isi kandungan yang relatif belum tercerna dari bagian
anterior saluran pencernaannya (tembolok; lambung). Makanan nabati, terutama sekali yang
berupa biji-bijian itu masih dapat dikenali. Isi lambung diidentifikasi macamnya dan aspek
kuantitatifnya dapat dinyatakan secara numeri (jumlah), gravimetrik (berat) ataupun
volumetrik (isi).
5.6.2.2. Cara Penulusuran Radioisotof
Cara dan teknik menggunakan radioisotof ini sangat memakan biaya (mahal) dan
memerlukan keterampilan serta upaya khusus. Selain itu mengandung resiko tinggi apabila
dilakukan dalam lingkungan alami.
5.7. NISBAH PEMANGSAAN
Salah satu cara untuk mengetahui hubungan antara pemanfaatan makanan dengan
ketersediaannya dalam bentuk sederhana dihitung dari nisbah pemasangan (Np) sebagai
berikut :

Proporsi (%) jenis makanan yang dikonsumsi


NP =
Proporsi (%) jenis makanan yang terdapat di lingkungan
Nilai pembilang dalam rumus di atas dapat diperoleh dari hasil analisis isi lambung,
sedangkan nilai penyebut didapat dari hasil pencuplikan dari habitat yang ditempat hewan.
Np = 1, menunjukkan bahwa jenis makanan yang dimakan itu dimanfaatkan oleh hewan
secara proporsional dengan ketersediaannya di lingkungan

Np > 1, menunjukkan bahwa jenis makanan yang dimakan itu diambilnya tidak proporsional
dengan ketersediaannya, melainkan lebih sering. Hal itu mungkin disebabkan karena
jenis makanan itu lebih disukai, lebih diperlukan atau mungkin juga karena lebih
mudah didapatkannya dibandingkan dengan jenis makanan yang lain
Np < 1, menunjukkan bahwa jenis makanan yang dimakan itu kurang sering diambilnya dari
lingkungannya, mungkin karena kurang disukai, kurang diperlukan atau mungkin juga
karena jenis makanan itu lebih sukar didapatkannya atau ditanganinya dibandingkan
dengan jenis makanan lainnya.

5.8. MEKANISME PERTAHANAN DAN PELINDUNG DIRI


5.8.1. Mekanisme Pertahanan Kimiawi
Piretrin yang terkandung dalam tumbuhan Chrysanthemum seringkali digunakan
sebagai pestisida alami, demikian juga azadrihatin yang terdapat dalam tumbuhan
Azadirachta.
Berjenis-jenis hewan herbivore, mekanisme kimiawinya berkembang sangat bagi,
sehingga mempunyai kemampuan untuk menetralkan efek toksik dari tumbuhan yang
mengandung

alkaloida-alkaloida

tersebut.

Beberapa

diantaranya

bahkan

mampu

memanfaatkan toksisitas tumbuhan yang dimakannya untuk mempertahankan dirinya sendiri


terhadap pemangsaan hewan lain. Salah satu contohnya adalah ulat kupu-kupu Danaida
chryssipus

(Danaidae)

yang

memakan

daun

tumbuhan

Asclepias

curassavica

(Asclepiadaceae) yang mengandung suatu glukosida kardiak. Dalam kadar tinggi glukosida
ini bersifat letal, tetapi dalam kadar rendah bersifat emerik bagi hewan yang memakannya.
Pupa dan kupu-kupu yang berasal dari ulat yang telah memakan Asclepias itu, tubuhnya
mengandung glukosida kardiak juga sehingga terhindar dari dampak predasi burung-burung
insektivor.
Pada hewan Celurut (Suncus), misalnya dikenal sebagai jenis mamalia insektivor yang
menghasilkan sekresi defensive yang berbagai sangat tajam, yang menyebabkannya terhindar
dari berbagai hewan predator. Kelenjar yang menghasilkan sekresi defensive serupa itu pada
katak betung (bufo) terkonsentrasi pada organ-organ paratoid di daerah lateral bagian
belakang kepalanya. Ulat biludah (Naja tripudians) menggunakan sekresi yang bersifat toksis
untuk melumpuhkan mangsanya, namun hewan inipun akan menyemprotkan sekresi itu
apabila merasa terganggu atau diserang predatornya. Pada berbagai jenis hewan invertebrata

seperti Phalagida, Hemiptera, Coleoptera dan Diplopoda. Terdapat banyak indikasi bahwa
substansi-substansi kimiawi yang bersifat sebagai zat penolak (repellents) itu peranannya
penting dalam masalah hubungan predator-mangsa.

5.8.2. Mekanisme Pelindung dan Pertahanan Lainnya


Hewan-hewan dapat juga menghindari, melindungi dan mempertahankan diri dari
musuh-musuhnya secara perilaku atau melalui mekanisme struktural, ataupun kedua-duanya.
Ada juga hewan-hewan yang melindungi dirinya dan atau menyerang mangsanya secara
kombinasi, yaitu secara kimiawi, struktural dan perilaku.
Bangsa landak Hystrik sp, melindungi dirinya dengan duri-duri penutup tubuhnya.
Trenggiling (Manis lavanica) yang seluruh permukaan tubuhnyadiliputi sisik-sisik keras.
Beberapa jenis hewan vertebrata dan invertebrata tertentu, menghindari serangan musuhmusuhnya dengan berperilaku pura-pura mati, yaitu dengan diam tak bergerak sambil
mengejangkan diri, atau menjatuhkan diri (serangga).
Suatu hewan dikatakan mempunyai pewarnaan kriptik apabila pewarnaan atau pola
pewarnaan tubuhnya itu sedemikian rupa coraknya sehingga menyebabkan kehadiran hewan
itu menjadi kurang nampak dalam lingkungan normalnya. Warna, becah-becah warna atau
pola pewarnaan yang sangat mirip dengan corak latar belakang hewan disebut kemiripan
protektif. Apabila corak pewarnaan tubuh hewan itu sedemikian bentuknya sehingga
memberikan kesan terpisah-pisah atau terputus-putusnya gambaran umum (outline) tubuh
hewan, maka pola pewarnaan demikian disebut pewarnaan distruptif.
Berbagai jenis hewan memperlihatkan pewarnaan obiliteratif, yaitu warna bagian
tubuhnya yang terdedah pada cahaya berwarna lebih gelap karena kaya akan pigmen melanin
(biasanya bagian dorsal), sedang bagian yang kurang terdedah warnanya lebih muda (terang).
Suatu

hewan dikatakan memperlihatkan kemiripan agresif, apabila bentuk serta warna

tubuhnya menyerupai objek tertentu (daun, ranting, bunga, kulit pohon dan lain sebagainya)
yang terdapat dalam habitatnya. Contoh fenomena kemiripan agresif adalah misalnya belalang
Tanodera yang mirip ranting atau belalang (Phasma) yang mirip daun.
Pada berbagai jenis hymenoptera, seperti lebah, penyengat,semut dan berbagai jenis
Lepidoptera dan Coleoptera tertentu, dapat dijumpai pewarnaan aposematik. Pada pewarnaan
aposematik, warna dan pola pewarnaan tubuh tumbuhan hewan itu sangat cocok, berselangseling. Hewan-hewan dengan pewarnaan aposematik seringkali mengandung zat-zat toksik,

yang menyebabkan hewan itu tidak palatable sebagai mangsa dan zat itu dapat juga digunakan
untuk melumpuhkan mangsa.
Berbagai jenis hewan tertentu memperlihatkan pewarnaan deflektif, dengan adanya
becah yang berwarna sangat mencolok pada bagian-bagian tubuh yang relatif kurang penting,
untuk mengalihkan perhatian hewan-hewan yang menjadi musuh atau predatornya ke arah
bagian tubhu itu. Pewarnaan seperti itu dijumpai pada sayap kupu-kupu, yang dikenal sebagai
becah mata, ataupun yang berupa becah bulat mencolok pada sirip ikan.

5.8.3. Fenomena Mimikri


Fenomena mimikri adalah terjadinya peniruan suatu pola pewarnaan atau
penampilan tubuh lainnya dari suatu spesies (model) oleh spesies lain (mimik) melalui proses
evolusi. Mimik relatif banyak dijumpai pada dunia serangga dan mempunyai nilai kesintasan,
khususnya bagi spesies mimik.
Pada mimikri batesia, spesies mimik bersifat palatable dan penampilannyasangat mirip
dengan spesies model yang tidak palatable, yang memperlihatkan pewarnaan aposematik dan
kelimpahannya lebih tinggi dari spesies mimik. Kemiripan ini memberikan keuntungan pada
spesies mimik, karena meningkatnya peluang untuk sintas, akibatnya berkurangnya peluang
untuk dimangsa oleh predatornya. Karena kemiripan itu, predatornya yang kebetulan
memangsa spesies model mendapat pengalaman tak enak, hingga untuk selanjutnya akan
menghindari memangsa spesies mimik.

5.9. KOEVOLUSI HUBUNGAN MAKANAN


Hasil koevolusi spesies-spesies organisme yang terlibat dalam hubungan makanan,
yang bersifat umpan balik itu, acapkali dapat dikenali dari kesesuaian fenotipenya. Adanya
kesesuaian-kesesuaian fenotipe itu paling baik perkembangannya pada spesies-spesies
organisme yang terlibat dalam hubungan makan yang menguntungkan kedua belah pihak
(mutualisme). Seperti misalnya, hewan pollinator yang memanfaatkan nectar dan atau serbuk
sari sebagai makanannya dengan tumbuhan yang diserbuknya. Berbagai jenis burung madu
(Nectarindae) bentuk paruhnya panjang dan ramping, sehingga cocok untuk berhubungan

dengan bunga yang membentuk bumbung yang panjang, untuk mengisap nectar dari bagian
dasar dari bunga itu.
Koadaptasi-koadaptasi khusus seperti yang disebutkan di atas, acapkali tidak saja
menyangkut masalah bentuk, namun juga ciri-ciri lainnya seperti warna, bau dan perilaku
bunga tumbuhan Anthophyta serta hewan penyerbuk bunga. Tumbuhan yang diserbuk burung
bersifat diurnal, antesis bunganya siang hari dan selain itu bunganya berbentuk bumbung,
berwarna cerah (seringkali merah) dan menghasilkan banyak nectar yang kaya akan sukrosa.
Bunga kelalawar yang diserbuk oleh kelalawar (nocturnal) antesisnya juga malan hari,
bunganya berwarna muram (seringkali kehijauan), berbau tajam, tepung sarinya banyak,
demikian pula nectarnya yang kaya akan heksosa.
Herbivori, yang telah berkembang menjadi hubungan mutualistik yang unik sifatnya,
dijumpai pada semut Pseudomyrmex ferruginea yang agresif dengan pohon Acacia corgigera.
Pohon Acacia menyediakan tempat tinggal dan sarang untuk berbiak dalam rongga duridurinya dan juga makanan bagi semut. Makanannya itu berupa nectar, yang dihasilkan oleh
nektarium ekstrafloral dan badan-badan beltian pada ujung anak-anak daun Acacia, yang kaya
akan protein dan tepung. Kehadiran koloni-koloni semut Pseudomyrmex mengurangi atau
bahkan menyelamatkan Acacia dari dampak herbivore hewan-hewan vertebrata. Selain itu
juga mencegah terjadinya penaungan pohon Acacia oleh tumbuhan lain.

Timbul individu-individu
hewan herbivor mutan, yang
mampu mengalahkan
resistensi tumbuhan

Terjadinya stabilitas
populasi-populasi
tumbuhan dan hewan
herbivor pemakannya

Dampak herbivor
terhadap tumbuhan
dibatasi

Populasi tumbuhan
menjadi lebih
resisten

Gambar : Skema hubungan evolusioner yang bersifat umpan balik antara populasi
tumbuhan dengan populasi hewan herbivor pemakannya

DAFTAR PUSTAKA
-

Anonim. Ekologi Umum, ..

Otto Soemarwoto, 2001. Ekologi Lingkungan dan Pembangunan, Djambatan,


Jakarta.

Soedjiran Resosoedarmo, R. dkk, 1992. Pengantar Ekologi, PT. Remaja Rosdakarya,


Bandung.

Ibkar Kramadibrata, 1995. Ekologi Hewan, Jurusan Biologi FMIPA ITB, Bandung.

MODUL-6
POPULAR HEWAN
6.1. TAKRIF POPULAR
Populasi ditakrifkan sebagai suatu kumpulan kelompok makhluk hidup yang sama
spesies (atau kelompok lain yang individunya mempu bertukar informasi genetik), yang
mendiami suatu ruang khusus, yang memiliki berbagai karakteristik yang walaupun paling
baik digambarkan secara statistic, unik sebagai milik kelompok dan bukan karakteristik
individu dalam kelompok itu (Odum, 1971). Taxonomiran menggunakan istilah populasi

untuk suatu kumpulan setempat individu yang sedikit berbeda dari kumpulan setempat lain
pada spesies yang sama (Kendeigh,, 1980). Suatu populasi dapat pula ditakrifkan sebagai
suatu kelompok makhluk yang sama spesiesnya dan mendiami suatu ruang khusus pada
waktu yang khusus (Krebs, 1978). Populasi dapat dibagi menjadi deme, atau populasi
setempat, kelompok-kelompok yang dapat berbiak silang, satuan kolektif terkecil populasi
hewan atau tumbuhan. Yang menyusun suatu populasi berbeda dari spesies ke spesies lainnya
dan dari kajian ke kajian lainnya. Pada beberapa kasus batas suatu populasi segera tampak,
misalnya populasi ikan tawes yang mendiami suatu danau yang kecil, homogen dan terpisah.
Pada kasus yang lain, batas itu ditentukan oleh tujuan kajian, misalnya kajian atas populasi
aphid pada suatu daun, suatu pohon, suatu tegakan pohon, atau di seluruh hutan. Pada kasus
yang lain lagi, ternyata individu memiliki agihan yang berkesinambungan dalam suatu daerah
luas. Peneliti harus mampu menentukan batas populasi menurut pertimbangan yang adil.
Dalam hal yang demikian seringkali lebih layak mendasarkan kajian pada kerapatan suatu
populasi.
Kosa kata
kumpulan setempat (=local aggregation)

berbiak silang (=interbreeding)

tegakan pohon (=stand)

6.2. CIRI STATISTIK DAN CIRI BIOLOGI POPULASI


Beberapa ciri statistic penting pada populasi ialah kerapatan, netalitas, mortalitas,
agihan umur, potensi biotik, pencaran, serta bentuk pertumbuhan.
Disamping itu populasi juga memiliki karakteristik genetik yang langsung
berhubungan ekologinya, ialah keadaptifan, ketegaran reproduktif dan persistensi (yaitu
kebolehjadian untuk meninggalkan keturunan untuk waktu yang lama) (Odum, 1971).
Kosa kata
Kerapatan (=density)

natalitas (laju kelahiran)

Bentuk pertumbuhan

keadaptifan, kemampuan beradaptasi

(=growth form)

(=adaptiveness)

ketegaran reproduktif

persistensi (=persistence)

(=reproductive fitness)

mortalitas (laju kematian)

pencaran (=dispersion)

6.3. KERAPATAN POPULASI DAN CARA PENGUKURANNYA


Populasi memiliki beberapa karakteristik berupa pengukuran statistik yang tidak dapat
diterapkan pada individu anggota populasi. Kerapatan atau ukuran besar populasi adalah
karakteristik dasar suatu populasi.
Kerapatan populasi ialah ukuran besar populasi yang berhubungan dengan satuan
ruang, yang umumnya diteliti dan dinyatakan sebagai cacah individu atau biomassa per satuan
Was atau per satuan isi, misalnya 200 pohon per hektare, 5 juta diatoma per meter kubik air,
atau 2 ton udang per hektare luas permukaan tambak. Kadangkala penting untuk membedakan
kerapatan kasar dari kerapatan ekologik (=kerapatan spesifik). Kerapatan kasar ialah cacah
individu atau biomassa per satuan ruang total, sedangkan kerapatan ekologik adalah cacah
individu atau biomassa per satuan ruang habitat (luas daerah atau isi ruang yang
sesungguhnya dapat dihuni oleh populasi). Seringkali lebih penting mengetahui apakah
sesuatu populasi itu berubah (bertambah atau berkurang) daripada mengetahui besarnya pada
sesuatu saat saja. Jadi yang penting adalah indeks kemelimpahan yang dapat nisbi dalam
waktu, misalnya cacah burung yang dapat diamati per jam, atau persentase berbagai jenis,
seperti persentase plot cuplikan yang dihuni oleh spesies hewan.
Perkiraan kerapatan terhadap suatu jenis makhluk hewan adalah lain sekali dengan
yang dilakukan terhadap tumbuhan. Teknik yang dapat dipergunakan pada mamalia tidak
dapat dipergunkan untuk zooplankton. Dua sifat dasar yang mempengaruhi pilihan atas teknik
ialah ukuiran besarnya dan mobilitas makhluk hewan dibandingkan dengan manusia. Dalam
kebanyakan kejadian akan tidak praktis untuk menetapkan kerapatan mutlak suatu populasi
(ialah cacah per hektare atau per meter persegi). Dalam pada itu ternyata dianggap telah
cukup bila diketahui kerapatan nisbi suatu populasi (ialah bahwa daerah X memiliki makhluk
yang dipermasalahkan itu cacahnya lebih atau kurang daripada daerah Y).
Pengukuran kerapatan mutlak ialah dengan cara sebagai berikut :

6.3.1. Perhitungan menyeluruh. Cara yang paling langsung untuk mengerti berapakah
makhluk yang dipertanyakan di suatu daerah adalah menghitung makhluk tersebut
semuanya.
Contoh yang paling baik dakam hal ini ialah sensus manusia. Contoh lainnya yang
cukup baik adalah dari kebanyakan vertebrata, pada burung yang bersifat territorial,
dapat dihitung burung yang berkicau di suatu daerah. Anjing laut dapat dihitung
cacahnya di dalam koloninya jika sedang musim berkembangbiak. Sedikit hewan
avertebrata yang dapat dihitung secara menyeluruh, kecuali binatang sesil seperti
teritip = barnacle (Balanus) dan beberapa rotifera sesil.
6.3.2. Metode cuplikan. Biasanya para peneliti harus puas dengan hanya menghitung
proporsi kecil populasi dan hanya mempergunakan cuplikan (=sample) ini untuk
memperkirakan seluruh populasi. Dua cara pencuplikan (=sampling) secara umum
ialah :
1. Dengan menggunakan kuadrat (suatu daerah pencuplikan pada suatu luasan yang
dapat berbentuk bujut sangkar,segi enam, lingkaran dan sebagainya). Prosedur yang
umum adalah menghitung semua makhluk yang ada dalam beberapa kuadrat yang
diketahui luasnya dan kemudian meng-ekstrapolasikan rerata ke seluruh daerah.
Sebagai contoh misalnya, jika di dalam suatu kuadrat cuplikan tanah seluas 0.01
meter persegi terdapat 19 individu suatu spesies kutu, maka dapat diekstrapolasikan
bahwa ada 1900 kutu per meter persegi. Keandalan perkiraan yang diperoleh
dengan prosedur ini tergantung pada tiga hal :
1) populasi tiap kuadrat harus diketahui dengan tepat;
2) luas tipa kuadrat harus diketahui;
3) kuadrat-kuadrat harus dapat mewakili seluruh daerah yang diteliti. Syarat paling
akhir ini biasanya diperoleh dengan cara pengambilan cuplikan (penentuan letak
kuadrat) secara acak. Luas kuadrat dapat dihitung secara tepat. Populasi dalam
tiao kuadrat dapat dihitung tanpa salah dalam satu jenis spesies, tetapi pad
spesies lain hanya perkiraan saja. Banyak teknik khusus berbeda untuk hewan
yang berbeda dalam sistem akuatik dan sistem terrestrial.
2. Dengan suatu metode yang disebut metode tangkap-beri tanda-lepaskan-tangkap
lagi, atau TBTLTL. Ada yang menyebut metode ini sebagai metode tangkap dan
tangkap lagi. Metode ini sangat penting di dalam ekologi hewan, sebab tidak hanya

perkiraan kerapatan yang diperoleh tetapi perkiraan laju kelahiran dan laju
kematian populasi yang dikaji juga diketahui.
Ada beberapa model yang dapat dipergunakan dalam perkiraan dengan metode
tangkap dan tangkap lagi. Pada dasarnya semua model itu tergantung pada garis penalaran
berikut :
Jika hewan ditangkap, ditandai dan dilepaskan serta ditangkap lagi pada
kesempatan dua kali atau lebih, maka populasi akan terdiri atas hewan yang
ditandai (=M) dan yang tidak ditandai (=U). Individu yang ditandai mungkin telah
ditangkap dan ditandai pada waktu pencuplikan sebelumnya, atau waktu
sebelumnya yang manapun. Pada situasi demikian itu, haruslah diketahui dua hal
untuk memperkirakan besarnya populasi secara keseluruhan ialah :
1) cacah hewan yang ditandai (M) yang masih hidup, dan
2) proporsi populasi secara keseluruhan yang ditandai (yaitu nisbi M/(M+U).
Misalnya saja yang ditandai ada 500 ekor hewan dan merupakan sepertiga dari
populasi keseluruhan, jadi populasi keseluruhan adalah 1500 ekor hewan.
Perkiraan proporsi populasi keseluruhan yang ditandai dapat dicuplik dengan
acak. Dapat dianggap, jika memang secara acak, bahwa suatu cuplikan akan
mengandung proporsi hewan yang ditandai yang sama seperti yang ada dalam
populasi keseluruhan :
Cacah hewan yang ditandai dalam cuplikan
Total yang ditangkap dalam cuplikan

Cacah hewan yang ditandai dalam secara populasi total


Besarnya populasi secara total

Untuk ilustrasi dapat dicantumkan suatu tipe perkiraan populasi yang sederhana
dikenal sebagai metode PETERSON. Dalam hal ini hanya ada dua periode pencuplikan, ialah
periode 1 : tangkap, tandai, lepaskan, dan periode 2 : tangkap, telitilah mengenai tanda-tanda.
Waktu selang antara dua pencuplkan harus pendek sebab metode ini menganggap tidak ada
peremajaan hewan baru ke dalam populasi antar periode 1 dan periode 2.

Dahl (1919 dalam Krebs,1978) menandai ikan trout (Salmo fario) di danau kecil di
Norwegia untuk membuat estimasi populasi ikan yang menjadi ikan pancingan. Ditandainya
109 ekor ikan trout dan dalam cuplikan kedua ditangkap 177 ekor ikan trout, yang 57 ekor
diantaranya ada tandanya. Dari data ini dapat diperkirakan :
proporsi populasi ditandai = 57/177 = 0.322,
besarnya populasi yang ditandai diketahui ialah 109.
Jadi, oleh karena itu
Besarnya populasi ditandai 109
Perkiraan populasi =
Proporsi populasi bertanda 0.322= 338.5
dapat dibulatkan menjadi 399 ekor ikan. Harus diingat bahwa prosedur ini disimplifikasikan
oleh proporsi populasi yang bertanda yang segera diketahui. Pada sensus yang berulangkali
cacah hewan yang bertanda makin berkurang oleh kematian dan emigrasi dan bertambah dari
pemberian tanda dari waktu ke waktu.
Metode tangkap dan tangkap lagi menghadapkan tiga anggapan rawan, ialah :
1) hewan-hewan yang ditandai dan yang tidak ditandai ditangkapnya secara acak
2) hewan yang ditandai memiliki kemungkinan sama terhadap laju mortalitas seperti
hewan yang tidak ditandai
3) tanda jangan sampai hilang atau terlampaui tidak diperhatikan
Ketiga anggapan tersebut di atas itu dapat menimbulkan kesukaran pada saat
pelaksanaan. Misalnya mungkin pada tikus di lapangan terdapat individu yang sukar
ditangkap dan ada individu yang suka ditangkap, hal ini memperkosa anggapan pertama. Ikan
di lautan kena jaring dan diberi tanda mungkin mengalami kematian yang abnormal begitu
dilepas sesudah diberi tanda. Mungkin saja ada nelayan yang menangkap ikan bertanda tidak
mau (karena tidak mengerti atau tidak mendapat informasi) mengembalikan ikan itu kepada
peneliti.
Biasanya dilaksanakan tidak hanya satu kali metode TBTLTL, tetapi dalam beberapa
bulan dan tahun, sehingga merupakan skema sensus berganda.
Teknik TBTLTL ini memungkinkan estimasi besarnya populasi sekaligus juga dan laju
kemnatian di dalam populasi tersebut. Perlu diingat bahwa teknik melibatkan tiga asumsi
yang rawan dan biasanya digunakan pada makhluk hewan yang cukup besar bentuknya

seperti kupu-kupu, siput, bekicot, kutu yang besar dan makhluk hewan vertebrata yang besar
yang mudah ditandai.
Pengukuran kerapatan nisbi :
Karakteristik semua metode pengukuran kerapatan nisbi adalah bahwa semuanya
tergantung pada pengumpulan cuplikan yang mewakili tatapan nisbi yang tidak diketahui
hubungannya dengan besarnya populasi secara keseluruhan. Jadi yang diperoleh hanya indeks
kemelimpahan yang kurang begitu akurat. Sebenarnya banyak teknik perkiraan demikian itu,
tetapi di sini hanya beberapa saja yang akan disajikan ialah :
1. Jebakan. Termasuk jebakan untuk tikus di lapangan, jebakan cahaya untuk insekta yang
terbang malam, jebakan sumuran yang dipasang pada permukaan tanah untuk menjebak
kutu, atau hewan kecil lainnya, jebakan isap bagi insekta terbang, serta jaring plankton.
Hewan yang tertangkap tergantung tidak hanya pada kerapatan populasi, tetapi juga pada
aktivitas hewan itu, kisaran gerakan dan kemampuan si pemasang jebakan, sehingga
sebenarnya hanya akan diperoleh gambaran kasar mengenai kemelimpahan dengan teknik
ini.
2. Cacah butir tinja. Jikalau diketahui cacah butiran tinja dan rerata laju peninjaan, akan
diperoleh indeks besarnya populasi.
3. Frekuensi vokalisasi. Berapa kali ayam hutan berbunyi setiap 15 menit dapat
dipergunakan untuk indeks besarnya populasi ayam hutan.
4. Catatan kulit. Cacah hewan yang ditangkap oleh pemburu atau penjebak dapat
dipergunakan untuk memperkirakan perubahan pada populasi mammalia, catatan ada
yang sampai 150 tahun yang lalu.
5. Tangkapan per satuan usaha penagkapan ikan, misalnya cacah ikan yang ditangkap selama
100 jam dengan pukat harimau. Jika diperbandingkan akan dapat dipergunakan untuk
memperkirakan kemelimpahan ikan di suatu perairan.
6. Cacah artifak, misalnya butir tanah pada rumah kepiting, pohon untuk sarang tupai,
bekas kepompong yang telah ditinggalkan insekta, dapat berguna untuk memperkirakan
cacah hewan bersangkutan.
7. Kuesioner dapat dikirimkan kepada penggemar berburu atau penjebak untuk mendapatkan
perubahan populasi hewan yang jadi objeknya.

8. Frekuensi. Persentase kuadrat yang dipergunakan dalam pengkajian suatu spesies khusus
dapat berguna untuk memperkirakan kemelimpahan nisbi.
9. Kepadatan makan. Jumlah umpan yang diambil oleh tikus dapat dipergunakan untuk
mengukur sebelum dan sesudah peracunan untuk memperoleh perubahan kerapatan.
10. Penghitungan di jalanan. Cacah burung pemangsa yang tampak waktu mengendarai mobil
sejauh jarak yang telah dibakukan dapat dipergunakan sebagai indeks kemelimpahan.
Hasil metode pengukuran kerapatan nisbi tersebut di atas perlu dipelajari dan
dievaluasi secara hati-hati. Hasil tersebut lebih merupakan pelengkap pada teknik langsung.
Perlu dipertimbangkan dua hal : pertama, bahwa informasi sensus yang akurat dan
terperinci hanya dapat diperoleh untuk beberapa jenis hewan. Dalam kebanyakan kejadian
harus puas dengan perkiraan kasar. Kedua, bahwa terdapat karya penelitian yang hanya
berkenaan dengan hewan yang mudah, ialah burung dan mammalia.
Kosa kata
isi (=volume)

kuesioner (=questionnaires)

kemelimpahan (=abudance)

keandalan (=reliability)

nisbi dalam waktu (=time-relative)

tangkap-beri tanda-lepaskan-

perkiraan (=estimation)

tangkap lagi (=capture-mark-

ukuran besarnya (=size)

recapture method)

mobilitas (=mobility)

tangkap dan tangkap lagi

nisbah (ratio)

(=capture-recapture method)

sukar ditangkap (=trap-shy)

populasi secara keseluruhan

suka ditangkap (=trap-happy)

(=total population)

sensus berganda (=multiple census)

peremajaan (=recruitment)

indeks (=index)

hasil tangkapan per satuan usaha

jebakan sumuran (=pitall traps)

penangkapan ikan (=catch per

artifak (=artifacts)

unit fishing effort)

butir tinja (=fecal pellets)

kapasitas memberi makan

peninjaan (=defecation)

(=feeding capacity)

catatan kulit (=pelt records)

perhitungan di jalanan

burung pemangsa (=birds of prey)

(=roadside counts)

pelengkap (=supplement)

acak (=random)

6.4. PARAMETER UTAMA POPULASI


Di kawasan agihan makhluk tumbuhan dan hewan maka terdapatnya makhluk ialah
dalam berbagai kerapatan yang berbeda. Dapat disebutkan di sini bahwa parameter utama
yang mempengaruhi kerapatan ialah natalitas, mortalitas, imigrasi dan emigrasi. Selain empat
parameter tersebut di atas, maka dapat ditambahkan pula agihan umur atau struktur umur,
komposisi genetik dan pola agihan (agihan individu di ruang). Perhatikan bahwa parameter
populasi ini adalah hasil penjumlahan karakteristik individual.
Natalitas ialah kemampuan populasi yang memang sudah ada di situ (dalam hal ini di
dalam populasi untuk bertambah). Laju natalitas ekuivalen dengan laju kelahiran. Natalitas
dapat berwujud kelahiran, dapat berwujud menetasnya telur, pembuatan atau timbulnya
individu oleh pembelahan sel.
Natalitas maksimum (juga disebut natalitas mutlak atau natalitas fisiologik) adalah
produksi individu baru maksimum secara teoritis di bawah kondisi ideal (tidak ada faktor
pembatas secara ekologik, yaitu reproduksi hanya dibatasi oleh faktor-faktor fisiologik);
dalam hal ini natalitas maksimum merupakan tatapan untuk suatu populasi tertentu.
Natalitas ekologik adalah pertambahan populasi di bawah kondisi lingkungan yang
spesifik atau yang sesungguhnya. Natalitas ekologik tidak merupakan tetapan bagi suatu
populasi tetapi dapat berbeda menurut ukuran besarnya populasi dan komposisi populasi serta
kondisi fisik lingkungan.
Dua aspek reproduksi yang patut diperhatikan, yang pertama fertilitas ialah arah
kinerja yang sesungguhnya dalam populasi yang berdasarkan pada cacah yang dilahirkan.
Aspek kedua fekunditas (kepribadian) ialah arah kinerja yang potensial (kapasitas fisik)
populasi itu. Sebagai contoh, laju fertilitas suatu populasi manusia sesungguhnya mungkin
hanya satu kelahiran per delapan tahun per wanita dalam umur mampu melahirkan anak,
sedangkan laju fekunditas untuk manusia adalah satu kelahiran per sembilan sampai sebelas
bulan per wanita dalam umur mampu melahirkan anak.
Laju natalitas dapat dinyatakan sebagai cacah makhluk yang dilahirkan per betina per
satuan waktu. Pengukuran laju natalitas sangat tergantung pada jenis makhluk yang dikaji.
Beberapa spesies berkembangbiak sekali setahun, ada pula yang berkembangbiak beberapa
kali setahun dan yang lain malah berkembangbiak berkesinambungan. Beberapa makhluk

menghasilkan telur yang banyak, sedangkan lainnya hanya sedikit. Misalnya sebuah kerang
dapat menghasilkan 55 sampai 114 juta telur. Udang dapat menghasilkan 400 sampai 600 ribu
telur. Ikan dapat menghasilkan ribuan, sedangkan katak dapat menghasilkan ratusan. Burung
biasanya bertelur antara 1 sampai 20 telur, dan mammalia jarang melahirkan lebih dari
sepuluh dan sering satu sampai dua saja. Fekunditas berbanding terbalik dengan jumlah
asuhan oleh tertua terhadap hewan anakan yang masih muda.
Mortalitas menunjukkan kematian individu di dalam populasi. Seperti natalitas,
mortalitas dapat dinyatakan sebagai cacah individu yang mati di dalam waktu tertentu
(kematian per waktu), atau sebagai suatu laju spesifik dalam hal satuan populasi total atau
bagian populasi yang manapun. Yang dimaksud dengan mortalitas ekologik ialah hilangnya
individu di bawah kondisi lingkungan tertentu, seperti pada natalitas ekologik, bukan suatu
tetapan tetapi dapat berubah dengan kondisi populasi dan kondisi lingkungan. Mortalitas
minimum secara teoritis, merupakan tetapan untuk suatu populasi, menggambarkan hilangnya
individu di bawah kondisi ideal atau tidak membatasi. Tetapi walaupun di bawah kondisi
paling baik sekalipun, individu akan mati karena umur tua yang ditentukan oleh longevitas
biologik (rerata lama hidup) individu dalam populasi yang hidup pada kondisi optimum yang
seringkali jauh lebih besar daripada longetivitas ekologik ialah rerata lama hidup empirik
pada individu suatu populasi di bawah kondisi tertentu. Ternyata (1-M) atau laju
kelangsunghidupan sering lebih besar kepentingannya daripada laju kematian (M).
Kenyataan di alam hanya sedikit makhluk yang sebenarnya menjadi senescent.
Kebanyakan dari mereka dimusnahkan oleh predator, penyakit dan malapetaka lainnya jauh
sebelum mereka mencapai umur itu.

Kosa kata
parameter (dalam kamus Websters Seventh

laju natalitas (=natality rate)

New Collegiate adalah : suatu unsur atau

arah kinerja (=level of-

tetapan [=constant] karakteristik dalam

performance)

suatu faktor atau tetapan dalam persamaan

asuhan oleh tetua (=parental

matematik)

care)

umur tua (=senescence)

tidak membatasi (nonlimiting)

yang memang sudah ada di situ (=inherent,

laju kelangsunghidupan

dalam hal ini di dalam populasi)

(=survival rate)

menjadi tua (=senescent)

6.5. KEMELIMPAHAN DAN METODE PENGUKURANNYA


Bagian ilmu ekologi yang bermakna adalah berkenaan dengan usaha mencari jawaban
dan memahami pertanyaan apakah yang menentukan kemelimpahan makhluk. Mengapakah
beberapa spesies langka dan spesies lain justru sedang saja dan yang lain lagi malah
melimpah di suatu daerah? Faktor apakah yang meyebabkan fluktuasi kemelimpahan
makhluk itu? Untuk memberi jawaban mengenai pertanyaan tentang kemelimpahan suatu
spesies di satu lokasi tunggal, maka idealnya perlu tahu tentang kondisi fisika-kimia, tingkat
sumberdaya yang dapat diperoleh, daur hidup makhluk itu, pengaruh kompetitor, pemangsa,
parasit dan sebagainya, dan pemahaman semuanya itu terhadap laju kelahiran, laju kematian
dan migrasi.
Bahan kasar untuk kajian mengenai kemelimpahan ini seringkali adalah suatu sensus.
Selain ada atau tidak adanya sesuatu makhluk yang dihubungkan dengan waktu dan ruang,
dapat juga dikaitkan dengan umur, jika umur makhluk dimungkinkan untuk ditentukan,
selanjutnya jenis kelamin, ukuran besarnya, badan dan dominasi. Informasi yang tersembunyi
dalam populasi mungkin dapat ditunjukkan oleh analisis tersebut. Perbedaan-perbedaan dalam
populasi mungkin dapat dikorelasikan dengan cuaca, jenis tanah, cacah predator dan
sebagainya. Jadi merupakan jawaban atas pertanyaan mengenai kemelimpahan makhluk dan
agihan makhluk serta heterogenitas dalam populasi itu sendiri, dan sebarannya ke dalam dan
keluar dari populasi itu.

Bahwa kebanyakan sensus kekurangan perincian, ada sebab-sebabnya antara lain :


1) stadia dalam daur hidup ada yang tersembunyi. Mungkin mudah mengadakan
penghitungan burung dalam sarangnya atau katak yang sedang berbiak. Tetapi jika
musimnya lain mungkin sukar penghitungan makhluk tersebut.
2) waktu dan biaya terbatas. Daur hidup suatu jenis hewan mungkin memerlukan
kajian lebih dari ketersediaan biaya dan waktu.
3) teknik tidak selalu layak.

Beberapa peneliti ada yang menekankan pentingnya stabilitas populasi yang nampak,
sedangkan beberapa peneliti lainnya menekankan skala fluktuasi dan mencari sebabnya,
bukan sifat batas-batas mutakhirnya.
A.J. Nicholson (seorang bangsa Australia) adalah seorang ahli ekologi hewan teoritis
dan laboratoris, menyatakan bahwa interaksi biotik yang tergantung pada kerapatan
memainkan peranan penting dalam penentuan besarnya populasi. Bersama ekologiwan
lainnya seperti Haldane, Lack, Varley dan Solomon meyatakan bahwa proses yang tergantung
pada kerapatan memainkan peranan penting dalam penentuan kemelimpahan spesies dengan
mekanisme pengaturan atau penyetabilan.
Dua ahli ekologi bangsa Australia lainnya, ialah Andrewartha dan Birch, menganggap
bahwa proses yang tergantung pada kerapatan peranannya minor dan tidak berperan dalam
penentuan kemelimpahan beberapa spesies.
Penting membedakan secara jelas antara penentuan kemelimpahan suatu populasi dan
pengaturannya. Adapun pengaturan kemelimpahan adalah kecenderungan suatu populasi
berkurang besarnya bila populasi melampaui suatu tingkatan khusus, tetapi bertambah besar
bila ada di bawah tingkatan khusus itu. Pengaturan populasi hanya dapat terjadi sebagai akibat
proses yang tergantung pada kerapatan yang berlaku pada laju kelahiran atau imigrasi dan laju
kematian atau emigrasi. Sebagai contoh proses yang tergantung pada kerapatan misalnya pada
kompetisi, pemangsaan dan parasitisme. Kemelimpahan ditentukan oleh gabungan pengaruh
semua faktor serta semua proses mengenai populasi, tergantung atau tidak tergantung pada
kerapatan. J.B.S. Haldane (1953 dalam Begon dkk, 1986) menyatakan bahwa suatu populasi
hanya dapat dirubah oleh kelahiran (juga oleh menetasnya telur), oleh kematian, atau oleh
migrasi.
Dalam bukunya The Theory of Island Biogeography, Mac Arthur dan Wilson (1976
dalam Begon dkk, 1986) di dalam uraian tentang populasi yang berbeda dalam perilaku,
disebutkan bahwa beberapa spesies (atau populasi setempat) menggunakan hampir seluruh
waktunya untuk kesembuhan dari kehancuran di masa lampau atau ketika dalam fase invasi
daerah baru, sedang spesies lain sibuk menghadapi benturan dengan batas sumberdaya
lingkungan atau sibuk dalam penderitaan karena pengaruh adanya saling berdesakan atau
kekuatan uang tergantung pada kerapatan. Pada salah satu nilai ekstrim besarnya populasi
mencerminkan :
a. tingkat saat terakhir ketika berkurang

b. waktu yang dilampaui untuk tumbuh kembali


c. laju pertambahan populasi intrinsik selama waktu tersebut itu.
Pada ekstrim yang satunya besarnya populasi mencerminka ketersediaan beberapa
sumberdaya yang menjadi kendala perluasan populasi lebih lanjut yang dibatasi oleh laju
kelahiran, bertambahnya laju kematian atau stimulasi migrasi. Ekosistem-ekosistem pada
konfinun ini adalah yang disebut r-selection dan K-selection oleh Mac Arthur dan Wilson.
Makin sering suatu sensus dilakukan dan makin lengkap suatu daur hidup dapat dipelajari,
makin tampak fase penting yang menentukan besarnya populasi dapat ditelaah. Semuanya ini
tidak mudah dengan beberapa jenis makhluk, seperti misalnya burung yang suka bermigrasi,
sebab gaya hidup burung yang suka bermigrasi tersebut dapat mencegah pengamat untuk
dapat membuat sensus pada stadium yang rawan. Hampiran ini disebut analisis faktor-kunci.
Penentuan kemelimpahan dapat pula dengan eksperimen mengganggu populasi seperti
memperkenalkan spesies baru, membantu dengan sumberdaya, menghilangkan kompetitor
yang mungkin ada, menghilangkan pemangsa, memperkenalkan suatu pemangsa.
Kosa kata
bermakna langka (=rare)

kehancuran (=crashe)

serdang (=common)

saling berdasarkan (=over-

melimpah (=abundant)

orowding)

pemangsa (=predator)

kendala (=constraints)

tergantung pada kerapatan

perluasan (=expansion)

(=density-dependent)

burung yang suka bermigrasi

penentuan (=determination)

(=migratory birda)

pengaturannya (=regulation)

rawan (=critical)

analisis faktor-kunci (=key-factor analysis)


6.6. AGIHAN UMUR PADA POPULAR DAN SEBARAN
Odum (1971) menulis bahwa agihan umur adalah karakteristik penting yang
mempengaruhi natalitas dan mortalitas populasi. Nisbah antara berbagai kelompok umur
dalam populasi menentukan status reproduktif masa kini dan memberi indikasi mengenai
sesuatu yang dapat diharapkan di masa mendatang. Biasanya suatu populasi yang cepat
mengembang berisi proporsi besar individu muda, sedangkan suatu populasi yang stationer
memiliki agihan yang lebih merata dalam kelas umur dan populasi yang makin mengecil
memiliki proporsi besar dalam hal individu tua. Tetapi suatu populasi dapat mengalami

perubahan struktur umur tanpa perubahan dalam besarnya. Ada bukti bahwa populasi yang
memiliki suatu agihan umur normal atau stabil merupakan kecenderungan agihan umur
sesungguhnya. Sekali dicapai agihan umur yang stabil, maka adanya pertambahan natalitas
atau mortalitas yang luar biasa mengakibatkan perubahan sementara dan akan kembali ke
situasi stabil semula.
Umur yang menunjukkan kematangan secara seksual pada makhluk hewan dewasa
sukar ditentukan, kecuali jika dapat dilakukan pemberian pita atau tanda lain pada hewan
yang muda waktu lahir, atau kecuali ada cincin pertumbuhan, seperti yang terdapat pada sisik
ikan atau otolith ikan, atau pada cangkang kerang, atau kriteria lain untuk menentukan umur.
Nisbah umur bernilai praktis dalam pengelolaan satwa liar (Alexander 1958,
Kendeigh,, 1980). Nisbah rendah antara yang muda terhadap yang tua menunjukkan suatu
musim reproduksi jelek dan mengingatkan agar tidak mengizinkan pemburuan secara
berlebihan, karena populasi sedang menurun. Nisbah rendah antara yang muda terhadap yang
tua juga terjadi pada populasi berlebihan, tetapi populasi berlebihan dengan mudah dideteksi.
Nisbah tinggi antara yang muda terhadap yang tua terjadi pada kesembuhan dari malapetaka.
Bilamana suatu populasi memantapkan diri, maka kelompok yang berumur muda dan yang
berumur tua kurang lebih sama jumlahnya dan penurunan besarnya populasi terjadi sepanjang
hidup.
Dapat diringkaskan bahwa nisbah antara yang muda dan yang tua sering menunjukkan
apakah suatu populasi sedang mengembang, mengecil atau memantapkan diri.
Sebaran adalah gerakan individu makhluk atau bentuk kecilnya (misalnya spora, biji,
telur, kista, larva dan sebagainya) ke dalam atau ke luar populasi atau daerah populasi.
Sebaran ada tiga macam : emigrasi ialah gerakan searah ke luar, imigrasi adalah gerakan
searah ke dalam dan migrasi adalah gerakan periodik berangkat dan kembali.
Dinamika sebaran dan pada agihan merupakan salah satu bagian ekologi geografik,
disamping paleoekologi dan pembicaraan mengenai bioma.
Sebaran dapat membantu natalitas dan mortalitas dalam memberi bentuk pertumbuhan
dan kerapatan pada populasi. Dalam kebanyakan hal beberapa individu atau hasil reproduksi
secara panggah masuk ke dalam atau meninggalkan populasi. Sering sebaran yang lambat
laun itu pengaruhnya tidak tampak pada keseluruhan populasi (terutama pada satuan populasi
ukuran besar), mungkin emigrasi mengimbangi imigrasi atau dengan kata lain hilang serta

bertambahnya individu akan diimbangi oleh natalitas dan mortalitas. Dalam kejadian yang
lain sebaran massal melibatkan perubahan yang cepat dan mempengaruhi populasi.
Sebaran dipengaruhi oleh hambatan dan vagilitas ialah daya gerak yang ada pada
individu atau bentuk kecil individu itu (Odum, 1971).
Sebaran merupakan salah satu cara upaya kawasan baru atau kurang populasi
mengalami kolonisasi dan memperoleh keseimbangan keragaman. Sebaran jarang diukur
dalam kajian populasi. Dalam kebanyakan kejadian dua anasir (imigrasi dan emigrasi)
dianggap sama. Dalam teknik tangkap dan tangkap lagi dapat diukur laju hilang dan laju
pengenceran. Jikalau suatu daerah dicuplik secara baik dan benar, maka dimungkinkan
memisahkan natalitas dari imigrasi dan mortalitas dari emigrasi (Jackson, 1939 dalam Krebs,
1978).
Mengenai cara dan alat sebaran, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Dalam
lingkungan yang seragam, gerakan sebaran memancar ke segala arah dari daerah asal. Makin
besar kerapatan individu dalam daerah asal, makin cepat daerah yang jauh diserbu dan maikn
jauh individu-individu bergerak.
Cara yang umum untuk terlaksananya sebaran adalah pemancaran dalam jumlah
sangat besar misalnya telur, spora, kista atau larva sedemikian hingga mereka tersebar dalam
berbagai jenis daerah secara acak. Yang tiba di tempat yang sesuai akan mapan, sedangkan
yang tiba di tempat yang tidak layak dapat musnah atau kurang berkembang. Pemancaran
merupakan prosedur yang boros, hal ini terutama terjadi pada hewan akuatik. Kerang, udang,
ikan adalah contoh terkenal yang memancarkan telur yang telah dibuahi ke segala arah, tetapi
kematian banyak dialami oleh individu yang masih sangat muda itu. Hal ini dapat
dikontraskan dengan burung dan mammalian yang mengembangkan asuhan oleh tertua
berderajad tinggi, sehingga telur dihasilkan per tahun hanya setengah lusin ditambah lagi
bahwa anakan yang muda dengan hati-hati memperbedakan habitat yang sesuai.
Meskipun sebaran pemancaran anakan tidak di bawah kendali tertua yang muda, tetapi
jarang secara acak benar. Arus air dan angin dan agen sebaran lainnya dapat menyesuaikan
telur dan spora dalam arah yang terbatas. Sebaran demikian disebut sebagai angkutan pasif.
Di sungai, semua mengalami angkutan pasif kecuali beberapa hewan, sebarannya langsung ke
hilir. Sebaran ke hulu harus sebagai akibat gerakan aktif.

Telur insekta, telur siput, telur ikan dan telur makhluk akuatik lainnya akan tenggelam
kecuali jika telur itu diapungkan oleh arus, atau memiliki mekanisme pengapungan atau
diletakkan pada benda yang mampu mengapung.
Angin atau arus udara bertindak dengan cara agak menyerupai arus air. Tidak hanya
yang kecil muda, yang dewasa pun dapat terangkut. Beberapa jenis laba-laba darat
mengembangkan mekanisme istimewa yang memungkinkan makhluk itu mempergunakan
angin lembut untuk sebaran.
Angin deras sering membawa insekta dan malahan burung sampai jauh dari arah
terbang yang biasanya. Dengan peralatan cuplikan untuk tujuh ketinggian 6 m, 61 m, 152 m,
305 m, 610 m, 914 m dan 1524 m dikaji cacah individu per 1000 m3 udara reratanya diperoleh
bahwa yang paling banyak ialah Diptera, lalu Coleoptera, Homoptera, Hymenoptera,
Araneida, Hemiptera dan lainnya untuk siang hari.
Beberapa gerakan sebaran ditentukan oleh cara makhluk memberi tanggapan pada
faktor-faktor lingkungan. Gerakan terarah yang dapat diambil sebagai contoh adalah
rheotaksis positif yaitu gerakan hewan yang melawan arus air di sungai.
Cara coba-coba dipergunakan dalam gerakan sebaran oleh makhluk hewan. Mulanya,
hewan menuju ke suatu lingkungan, jika ternyata tidak sesuai, makhluk itu menuju ke jurusan
lain untuk mendapatkan lingkungan yang lebih sesuai. Coba-coba ini dilaksanakan oleh
semua jenis hewan. Pada tipe makhluk tingkat tinggi, makhluk belajar dari pengalaman yang
telah diperoleh dan mengurangi percobaan yang salah. Jadi, gerakan secara acak dapat
berkembang menjadi pola perilaku berarah.
Kosa kata
pita (=band or tag)

populasi berlebihan

cangkang (=shel)

(=over-population)

nisbah (=ratio)

memantapkan diri

sebaran (=dispersal)

(=stabilized)

secara panggah (=constant)

hambatan (=barrier)

secara lambat laun (=grandual)

pemancaran (=broadcasting)

laju hilang (=loss rate,

asuhan oleh tertua

Terdiri atas kematian dan emigrasi)

(=parental care)

laju pengenceran (=dilution rate,

memperbedakan

terdiri atas kelahiran dan imigrasi)

(=to discriminate)

daerah asal (=home area)

gerakan (=locomotion)

darat (=terrestrial)

ketinggian (=altitude)

coba-coba (=trial and error)

6.7. HEWAN LANGKA


Begon dkk, (1990) dalam menguraikan tipe kelangkaan yang berbeda menuliskan
bahwa kemelimpahan tidak hanya masalah kerapatan dalam suatu daerah yang didiami dan
diberi istilah intensitas. Konsep tersebut juga harus memperhatikan tentang prevalensi suatu
istilah yang artinya adalah tentang cacah dan besarnya daerah yang didiami oleh makhluk
yang dimaksudkan di dalam kawasan secara keseluruhan. Istilah prevalensi ini seringkali
digunakan dalam epidemiologi misalnya di dalam statistik mikroparasit disebut adanya
prevalensi infeksi ialah proporsi atau persentase dalam populasi hospes yang terinfeksi oleh
suatu parasit spesifik. Di dalam kasus mikroparasit biasanya cacah individu parasit tidak dapat
dihitung sehingga konsep prevalensi ini digunakan. Disisi lain, tingkat infeksi sering jelas
dihubungkan dengan cacah parasit yang terdapat dalam tubuh hospes. Cacah parasit di dalam
atau pada tubuh hospes disebut sebagai indesitas infeksi. Selanjutnya yang dimaksud dengan
rerata intensitas infeksi adalah rerata cacah parasit per hospes di dalam suatu populasi hospes,
termasuk hospes yang tidak terinfeksi.
Di dunia ini diperkirakan ada tiga sampai sepuluh juta spesies hewan serta barangkali
300.000 spesies tumbuhan, yang kebanyakan tidak ada di kebanyakan tempat dan tidak pula
ada disepanjang waktu; agihan makhluk mayoritasnya adalah sangat terkelompok.
Dengan membedakan antara prevalensi suatu spesies dan intensitas spesies
bersangkutan, dapat dimengerti bahwa istilah "biasa" dan "langka" kurang memuaskan karena
kurang kualifikasi. Satu mungkin terdapat dalam satu agihan yang:
a. prevalen ("prevalent") dan intensitas tinggi (tersebar luas dengan kerapatan tinggi),
b. prevalen dan densitas rendah,
c. hanya setempat dengan intensitas tinggi, dan
d. hanya setempat dengan intensitas rendah.

Pertanyaan tentang kelangkaan dan "kebiasaan" tiak ada artinya, kecuali jikalau disertai luas
daerah yang dimaksudkan misalnya satu meter persegi, satu hektare, satu propinsi, satu
negara, satu pulau atau satu benua.
Dapat dipermasalahkan dan dipersoalkan makhluk tumbuhan dan hewan yang paling
biasa, yang paling melimpah, serta yang paling langka. Tumbuhan dan hewan di muka bumi
yang paling langka sekarang telah dibuatkan senarai (list) secara hati-hati oleh para
konservasionis yang ingin menyelamatkan makhluk-makhluk langka secara global
(=diseluruh muka bumi termasuk yang di lautan) yang mungkin beresiko punah. Telah
diterbitkan oleh suatu badan internasional LU.C.N. (=THE INTERNASIONAL UNION FOR
THE CONSERVATION OF NATURE AND NATURAL RESOURCES) suatu seri BUKU
DATA MERAH (="The Red Data Books") yang memuat antara lain burung-burung dan
mammalia yang langka, dan yang dalam ancaman kepunahan.
Bumi ini dapat dibayangkan permukaannya merupakan suatu mosaik lembut terdiri
atas kondisi-kondisi dan sumberdaya yang menentukan relung azasi yang berbeda dan
merupakan tempat yang layak di huni untuk berbagai spesies. Jika dapat diketahui dengan
baik biologi masing-masing spesies dan perincian permukaan bumi, dalam imaginasi dapat
dibayangkan konstruksi peta dunia yang memuat daerah yang layak didiami oleh tiap-tiap
spesies. Di dalam daerah inilah spesies dapat mempertahankan suatu populasi asalkan :
a. dimiliki peluang untuk berkoloni, dan
b. tidak dikucilkan oleh kompetitor, atau pemangsa, atau parasit.
Kemelimpahan tumbuhan dan hewan dapat dihubungkan dengan frekuensi dan agihan daerah
yang dapat dihuni demikian itu :
i.

Suatu spesies dapat menjadi langka sebab daerah yang dapat dihuninya langka juga
atau terlalu kecil. Kondisi fisika-kimiawi sendiri yang tidak biasa ada di alam dapat
mengandung flora dan fauna yang mengkhususkan diri untuk kondisi langka ini.

ii.

Suatu spesies dapat langka sebab tempat yang dapat dihuni hanya sebentar saja
bersifat dapat dihuni. Atau tempat yang dapat dihuni itu di luar jangkauan

iii.

Suatu spesies dapat langka sebab spesies lain menyebabkan tempat itu tidak dapat
dihuni, dengan memusnahkan spesies yang pertama menghuninya, dengan pengucilan
kompetitif atau dengan pemangsaan atau parasitisme berat.

Kasus (i) sampai (iii) yang tersebut di atas itu berkenaan dengan aspek prevalensi
kemelimpahan. Semuanya menentukan cacah dan besarnya daerah yang dapat dihuni
oleh suatu spesies. Sebaliknya kasus (iv) dan (v) tersebut di bawah menyangkut
intensitas atau kerapatan individu dalam daerah yang dapat dihuni.
iv.

Suatu spesies dapat langka oleh sebab ketersediaan sumberdaya rendah, misalnya
makanan, tempat yang aman dan sebagainya. Sebagai contoh ialah sumberdaya
makanan vertebrata pemakan daging kurang melimpah secara bermakna daripada
makanan makhluk mangsa; baik burung pemangsa maupun mammalia pemangsa jelas
lebih langka daripada populasi yang mereka mangsa.

v.

Suatu spesies dapat langka sebab keragaman genetik di antara anggotanya membatasi
dan menjadikan sempitnya kisaran daerah yang dapat dihuninya.

vi.

Suatu spesies dapat langka sebab plastisitas fenotopik individu di dalamnya membatasi
kisaran daerah yang dapat dihuninya.

vii.

Suatu spesies dapat menjadi langka sebab kompetitor, pemangsa, parasit atau manusia
kolektor menyebabkan populasi spesies itu di bawah aras yang dapat dibuat oleh
sumberdaya dalam daerah yang dapat dihuni. Makin langka suatu spesies makin mahal
dihargai oleh manusia kolektor dan tahu-tahu spesies itu sudah punah oleh kolektor.

Tabel 5.4.1. Suatu klasifikasi tipe kebiasaan dan kelangkaan makhluk


[disederhanakan dari Rabinowitz, 1981 dalam Begon dkk, 1990]

Kisaran
geografik

besar

Kekhususan
habitat :

lebar

sempit

lebar

Melimpah
lokal meliputi
kisaran lebar
dalam
beberapa
habitat

Melimpah lokal
meliputi
kisaran
lebar
dalam habitat
spesifik

Melimpah
dalam beberapa habitat tetapi
terbatas
geografik

Melimpah
dalam suatu
habitat tetapi
terbatas
geografik

Tetap jarang
dan
terbatas
geografik
dalam
beberapa
habitat

Tetap jarang
dan terbatas
geografik
dalam habitat
spesifik

Populasi
setempat:
besar,
dominan

Contoh
hewan

Tikus (Rattus
norvegicus),
burung jalak
(Sturnus
vulgaris)

Tetap jarang
meliputi
Populasi
kisaran lebar
setempat:
dan
dalam
kecil
non- beberapa
dominan
habitat

Contoh
hewan

sempit
sempit

Ikan gelodok
("mud skipper"
dalam
mangrove,
Periephtitalmu
s sp)

Tetap jarang
dalam habitat
spesifik tetapi
meliputi
kisaran

Burung osprey
Burung falcon
(Pandion
peregrin
haliaetus)
(Falco
peregrinus)

Perubahan dalam kemelimpahan dan kelangkaan spesies dengan mudahnya menjadi hal
penting, terutama bilamana pertambahan kemelimpahan suatu spesies mengancam berubah
menjadi pengganggu (digolongkan sebagai pengganggu) atau bilamana pengurangan akan
menjadi kepunahan akan menjadi perhatian para konservasionis. Isikanlah lebih lanjut ke
dalam tabel no. 5.4.1. nama hewan yang ada di Indonesia yang dalam ancaman kepunahan
atau dalam keadaan disebut langka. Tampak di dalam tabel tersebut bahwa dari delapan tipe

kebiasaan dan kelangkaan hanya satu tipe yang tidak dapat disebut langka ialah spesies yang
kisaran geografik besar, kekhususan habitat lebar dan populasi lokal besar.
Semoga ekologi tidak hanya akan mengembangkan tingkatkan pemahaman bagaimanakah
ditentukan kemelimpahan dan kelangkaan makhluk tumbuhan dan hewan ditentukan, akan
tetapi juga tentang bagaimanakah kemelimpahan dan kelangkaan makhluk tertentu
dikendalikan.
Kosa kata
sangat terkelompok

konservasionis (="conservationists")

(="strongly clumped")

layak dihuni (="habitable")

"biasa" (="common") dan

keragaman genetik (="genetic variation")

"langka" (="rare")

manusia kolektor (="collectors")

kelangkaan (="rarity") dan

pengganggu (="pest")

"kebiasaan" (="commonness")

6.8. STRUKTUR POPULAR


Perlu lebih dahulu diperkenalkan istilah agihan pencaran dan sebaran. Individu dalam
suatu populasi mungkin diagihkan menurut tiga pola yang luas ialah :
1)secara acak
2)seragam, dan
3)berkelompok (tidak teratur dan tidak teracak).
Agihan acak secara nisbi jarang terdapat di alam, hanya terdapat di lingkungan yang sangat
seragam dan tidak ada kecenderungan berkelompok. Agihan seragam mungkin terjadi pada
keadaan yang menunjukkan adanya persaingan antara individu sangat hebat atau adanya yang
positif yang memungkinkan penjarakan yang sama. Pengelompokan yang berbeda dalam
berbagai derajad adalah yang paling biasa terdapat di alam, malah boleh disebut bahwa
individu di alam hampir selalu berkelompok. Tetapi jika individu-individu suatu populasi itu
cenderung membentuk kelompok yang besarnya tertentu, misalnya hewan berpasangan atau
klon vegetatif pada tumbuhan, agihan kelompok dapat mendekati acak sifatnya.
Sesungguhnya terdapat di alam agihan yang bertipe :

(1)acak
(2)seragam,
(3)berkelompok secara acak
(4)berkelompok secara seragam
(5)bergerombol secara berkelompok
Menurut pengalaman diketahui bahwa populasi yang bersifat berkelompok
memerlukan teknik pencuplikan yang direncanakan dengan seksama dan memerlukan
cuplikan besar. Cuplikan yang kecil yang diambil dari populasi bersifat berkelompok
menghasilkan angka yang terlalu tinggi atau terlalu rendah bila telah dikalikan untuk
memperoleh populasi secara keseluruhan.
Penentuan tipe agihan, serta penentuan derajad pengelompokan (jika ada), dan
penentuan ukuran besarnya serta permanen atau tidaknya kelompok adalah penting jika
pemahaman sesungguhnya mengenai sifatnya populasi hendak diperoleh, terutama jika
kerapatan akan diukur secara benar.
Metode pencuplikan dan analisis statistik yang tepat untuk agihan acak atau agihan
seragam, mungkin sama sekali tidak tepat diterapkan pada agihan yang berkelompok.
Pengelompokan (=clumping) pada populasi merupakan
(1)tanggapan terhadap perbedaan-perbedaan habitat setempat,
(2)tanggapan terhadap perubahan cuaca harian dan musiman,
(3)akibat peristiwa reproduktif, atau
(4)akibat ketertarikan sosial dalam hewan tingkat tinggi
Oleh karena itu derajad pengelompokan pada populasi spesies tertentu tergantung pada sifat
habitat spesifik (apakah seragam ataukah bersifat diskontinyu), pada cuaca dan pada faktor
fisik lainnya, pada tipe pola reproduktif yang karakteristik pada spesies tersebut dan derajat
sosialitas.
Pengelompokan mungkin menambah persaingan di antara individu mengenai pekan
atau ruang, tetapi hal ini akan diimbangi oleh bertambahnya kelangsung-hidupan kelompok.
Derajad pengelompokan dan juga kerapatan keseluruhan yang berkenaan dengan
pertumbuhan yang optimum dan kelangsung-hidupan populasi, berbeda menurut spesies dan
menurut kondisi; dengan demikian maka kurangnya berdesakan dan berdesakan secara
berlebihan merupakan pembatasan terhadap populasi, inilah yang dikenal dengan prinsip
Allee.

Kekuatan yang menimbulkan isolasi atau jarak antara individu, antara pasangan
makhluk, atau antara kelompok kecil dalam populasi, barangkali tidak sesuai kehidupan yang
memungkinkan pengelompokan. Namun kekuatan yang menimbulkan isolasi itu juga sangat
penting, terutama isolasi di dalam rangka pengaturan populasi, sebagai misalnya isolasi
intraspesifik atau isolasi yang interspesifik atau kedua-duanya.
Isolasi biasanya sebagai akibat :
(1) persaingan antar individu berebut sumber daya yang ketersediaannya sedikit, atau
(2) antagonisme langsung
Dalam kedua hal tersebut akan berakibat akan adanya agihan acak atau seragam sebab
tetangga yang berdekatan akan dimusnahkan atau diusir.
Individu-individu, pasangan-pasangan, atau kelompok familia vertebrata dan avertebrata
tingkat tinggi, biasanya membatasi aktivitas makhluk hewan dalam daerah tertentu yang
dikenal sebagai kisaran tempat tinggal atau disebut daerah jelajah. Jika daerah semacam ini
dipertahankan secara aktif, maka daerah tersebut dinamai suatu territorium. Territorialitas
tampak lebih menonjol pada makhluk vertebrata adan anthropoda tertentu yang memiliki pola
kekuatan reproduktif yang majemuk meliputi pembangunan sarang, meletakkan telur,
perhatian dan perlindunagn terhadap anaknya yang masih muda.
Territorialitas mungkin dapat diartikan suatu mekanisme yang manapun yang aktif
menimbulkan jarak antara suatu individu dengan individu yang lain atau antara suatu
kelompok dengan kelompok lainnya. Jadi territorialitas terdapat pada mikroorganisme,
tumbuhan dan hewan.
Pada hewan yang tinggi mekanisme pengisolasi ini rupanya bersifat karena perilaku
(atau disebut juga behavioral), sedangkan pada hewan bertingkat rendah dan tumbuhan
bersifat kimiawi yaitu pelaksanaannya dengan bahan antibiotik atau alelopatik.
Dapat diringkaskan bahwa isolasi macam ini dapat mengurangi kompetisi, menghemat
energi pada saat rawan, mencegah berdesakan secara berlebihan, mencegah habisnya
persediaan bahan makanan pada hewan, atau zat hara, air dan cahaya pada tumbuhan. Dengan
kata territorialitas cenderung mengatur populasi agar tetap di bawah arus kejenuhan.dalam
hal inin territorialitas adalah suatu fenomenon ekologi umum yang tidak terbatas hanya pada
satu kelompok taksonomik misalnya kelompok burung saja (yang kebetulan banyak dikaji
mengenai territorialitas pada burung ).
Kosa kata

agihan (=distribution)

sebaran (=dispersial)

pancaran (=dispersion, internal distribution pattern)

acak (=random)

seragam (=uniform)

tidak teratur (=irregular)

berkelompok (=clumped atau aggregated)

tidak acak (=non random)

bergerombol secara kelompok (aggregated clumped)

pengelompokan (=clumping)

ketertarikan sosial (=social attraction)

berkelompok (=clumped)

kurangnya berdesakan (undercrowding)

kekuatan (=forces)

berdesakn secara berlebihan (overcrowding)

pengaturan (=regulation)

dimusnahkan (=eliminated)

klon (=clones)

berkelompok secara acak (=random clumped)

alelopatik (=alelopathic)

berkelompok secara seragam (=uniforn clumped)

daerah jelajah (=home range)

karena perilaku (=behavioral)

6.9. PIRAMID EKOLOGI


Dalam menguraikan struktur trofik Odum (1971) dan juga Odum (1983) menjelaskan
konsep piramid ekologi, yang sesungguhnya merupakan perwujudan secara grafik struktur
trofik dan fungsi trofik. Komunitas memiliki struktur trofik, adalah interaksi antara fenomena
rantai makanan (kehilangan energi pada tiap tiap transfer) dan hubungan antara ukuran tubuh
dengan metabolisme. Struktur trofik ini seringkali merupakan karakteristik suatu ekosistam
tipe tertentu (misalnya danau, hutan, terumbu karang, padang rumput dan sebagainya).
Struktur trofik dapat diukur dan dideskripsikan melalui standing crop per satuan area per
satuan waktu pada urutan aras trofik berturutan.
Piramid ekologi terdiri atas dasar piramid yaitu makhluk produsen dan deretan
bertingkat di atasnya yang akan berakhir sebagai apeks atau puncak piramid.
Piramid ekologi (lihat gambar 5.9.1) mungkin dapat dibedakan menjadi 3 tipe umum
ialah :
(1) piramid cacah, yang menggambarkan cacah individu dalam struktur trofik,
(2) piramid biomassa, yang didasarkan pada bobot kering secara keseluruhan, nilai
kalori secara keseluruhan atau ukuran lain yang menggambarkan keseluruhan
jumlah bahan hidup,
(3) piramid energi, yang mempertunjukkan laju arus energi dan/atau produktivitas
pada arus trofik yang berturutan.
Piramid cacah serta piramid biomassa mungkin dapat terbalik (sebagian terbalik), yaitu dasar
piramid lebih kecil daripada deretan bertingkat di atasnya jika ukuran tubuh makhluk
produsen lebih kecil daripada ukuran tubuh makhluk konsumen. Sedangkan piramid energi
selalu harus memiliki bentuk piramid sejati dengan dasar lebih besar dan makin ke puncak
makin kecil dan semua sumber energi makanan dalam sistem dilibatkan.
Colinvaux (1973) menyitir Elton dalam menjelaskan tentang konsep rantai makanan
dengan melalui prinsip ukuran besarnya makanan, selanjutnya melalui konsep arus energi
yang ada pada tiap-tiap aras trofik untuk lebih lanjut menjelaskan konsep piramid ekologi.
Kebanyakan kali tidak dapat dibuat peta yang menggambarkan agihan hewan dalam
komunitas, tetapi dimungkinkan pemetaan vegetasi dalam komunitas itu. Mengapa makhluk
hewan ada di dalam komunitas? Mengapa beberapa anggota komunitas ada yang biasa
sedangkan makhluk lainnya langka? Jawaban untuk pertanyaan seperti itu diperoleh dengan
memahami makhluk hewan sebagai kelompok individu yang dihubungkan oleh kepentingan

bersama mengenai makanan dan dengan memandang bagaimanakah makhluk hewan secara
bersama-sama mempergunakan makanan yang dapat diperoleh.
Miller (1982) menggambarkan piramid cacah dengan contoh di suatu perairan
misalnya, terdapat sebanyak satu juta fitoplankton sebagai makhluk produsen (sebagai dasar
piramid cacah) yang mungkin dapat mendukung kehidupan zooplankton sebesar 10000 ekor
sebagai konsumen primer (sebagai deretan bertingkat setingkat lebih tinggi dalam urutan
piramid cacah tersebut di atas). Berbagai jenis zooplankton dengan cacah individu sebanyak
itu mungkin dapat menghitung kehidupan makhluk konsumen sekunder yang berwujud ikan
pemakan zooplankton sebanyak 100, yang pada gilirannya akan dimakan oleh manusia atau
makhluk lainnya sebagai konsumen tertier.
Piramid biomassa diuraikan dengan penjelasan bahwa dalam memahami konsep
piramid biomassa ini terlibat pengukuran biomassa atau keseluruhan bobot kering semua
makhluk hidup yang dapat didukung oleh tiap-tiap aras trofik di dalam rantai makanan.
Biomassa secara normal berkurang pada setiap aras berturutan. Misalnya, ada sebidang ladang
rumput mampu menghasilkan 1000 kg rumput kering. Andaikata ladang tersebut, dapat
menyokong menghasilkan 100 kg daging sapi, yang selanjutnya akan dapat dipergunakan
untuk menambah 10 kg berat badan seorang manusia. Tetapi dibeberapa ekosistem mumgkin
produsen yang kecil dapat tumbuh dengan sangat cepat (misalnya algae di dalam ekosistem
akuatik), piramid biomassa mungkin terbalik. Dalam hal itu biomassa makhluk konsumen
melebihi biomassa makhluk produsen.
Dua prinsip penting yang muncul dari konsep rantai makanan ialah:
Pertama : semua kehidupan dan semua bentuk makanan berawal dari sinar matahari dan
tumbuhan hijau.
Kedua :

makin pendek sebuah rantai makanan, makin sedikit kehilangan energi yang
dapat digunakan.

Kosa kata
deretan bertingkat

bahan hidup (=living material)

berurutan biasa (=common sebagai successive)

kepentingan bersama (=rare)

lawan kata langka (=common interest)

ladang rumput (=pasture)

Ringkasan
1. Dijelaskan takrif populasi dan deme
2. Disebutkan tujuh ciri statistik populasi : kerapatan, natalitas, mortalitas, agihan umur,
potensi biotik, pancaran dan bentuk pertumbuhan. Disebutkan juga ciri biologik yaitu
keadaptifan, persistensi dan ketegaran reproduktif.
3. Diuraikan lebih lanjut tentang kerapatan kasar dan kerapatan ekologik.
Selanjutnya dijelaskan tentang kerapatan mutlak dan kerapatan nisbi. Diuraikan cara
pengukuran kerapatan mutlak serta mengukur kerapatan nisbi. Cara pengukuran kerapatan
mutlak adalah dengan penghitungan menyeluruh dan metode cuplikan yang diberi contoh
dengan menggunakan metode kuadrat dan metode tangkap-beri tanda-lepaskan-tangkap
lagi. Lalu diberikan contoh sepuluh cara pengukuran kerapatan nisbi.
4. Dijelaskan parameter natalitas, mortalitas, imigrasi, dan emigrasi, agihan umur, komposisi
genetik dan pola agihan. Diuraikan tentang natalitas maksimum dan natalitas ekologik,
fertilitas dan fekunditas. Serta mortalitas minimum, mortalitas ekologik, lalu longevitas
fisiologik, longevitas ekologik serta kelajuan kelangsung-hidupan.
5. Dibicarakan kelimpahan, melimpah, biasa dan langka, dikenalkan istilah r-selection dan
K-selection dan juga nisbah umur.
6. Dijelaskan konsep sebaran, emigrasi, imigrasi, dan migrasi, vagilitas, laju hilang, laju
pengenceran, pemancaran, rheotaksis positif.
7. Dalam menjelaskan tentang konsep hewan langka juga diuraikan juga tentang intensitas,
prevalansi.
8. Diuraikan tentang struktur populasi, agihan pencaran dan sebaran. Ada agihan pencaran
secara acak, seragam dan berkelompok. Dituliskan tentang prinsip Allee. Demikian juga
konsep isolasi dan territorialitas.

SOAL YANG DAPAT DIJAWAB UNTUK LATIHAN


1. Sebutkanlah takrif populasi
2. Sebutkan ciri biologik dan ciri statistik populasi
3. Jelaskan tentang kerapatan ekologik, kerapatan kasar, kerapatan mutlak, kerapatan nisbi.
Jelaskan cara pengukuran kerapatan mutlak metode penghitungan menyeluruh dan metode
cuplikan dan cara pengukuran kerapatan secara nisbi.
4. Sebutkan pengertian sebaran, jelaskan pengertian tentang migrasi dan migrasi vertikal

5. Jelaskan tentang parameter populasi natalitas ekologik, natalitas maksimum, mortalitas


minimum, mortalitas ekologik, longevitas fisiologik, longevitas ekologik

Kegiatan Belajar 2
Pertumbuhan Populasi
Populasi adalah suatu kesatuan yang selalu berubah dan yang menarik perhatian
adalah bukan hanya perubahan dalam ukuran besarnya dan komposisinya pada saat yang
manapun, tetapi juga bagaimanakah populasi itu berubah. Ada beberapa karakteristik populasi
yang berhubungan dengan istilah laju, yang diperoleh dengan membagi perubahan dengan
periode waktu berlangsungnya perubahan. Jadi laju menunjukkan kecepatan sesuatu berubah
dalam satuan waktu. Cacah kelahiran per tahun adalah laju kelahiran. Istilah per berarti
dibagi oleh. Untuk rerata perubahan populasi dapat dinyatakan dengan notasi baku delta N,
per delta t, dengan keterangan N = ukuran besarnya populasi (atau ukuran lain untuk
kepentingan), sedangkan t = waktu. Notasi untuk laju sesaat adalah dN/dt.
Bilamana lingkungan tidak terbatas (ruang, makanan atau makhluk lain yang tidak
berpengaruh membatasi) maka laju pertumbuhan spesifik (ialah laju pertumbuhan populasi
per individu) menjadi tetap dan mengklaim untuk kondisi mikroklimat yang ada saat itu. Nilai
laju pertumbuhan di bawah kondisi populasi yang memungkinkan adalah maksimal dan
karakteristik untuk suatu struktur umum populasi khusus dan merupakan petunjuk tunggal
mengenai kekuatan populasi untuk tumbuh. Nilai ini dapat dinyatakan dengan simbol r, yang
merupakan pangkat dalam persamaan diferensial untuk pertumbuhan populasi dalam
lingkungan yang tidak terbatas di bawah kondisi fisik yang khusus :
dN/dt = r N ; maka r = dN/dt(Ndt)(1)
simbol r yang terdapat pada persamaan (1) disebut juga sebagai koefisien pertumbuhan
populasi sesaat. Dengan manipulasi kalkulus akan diperoleh:
Nt = No er ..(2)
dengan keterangan bahwa simbol N menyatakan cacah pada waktu nol, sedangkan Nt cacah
pada waktu t, dan e adalah bilangan dasar logaritme alam. Jika kedua sisi persamaan diambil
logaritme alam ln atau loge maka akan diperoleh:

In N, - In No
In N, = ln No + rt ; maka r =
t
Dengan cacah indeks r dapat dikalkulasikan dari dua pengukuran populasi, No dan N, atau No
dan Nt2 dapat untuk substitusi, demikian pula (t2-t,) dapat digunakan untuk substitusi untuk t
dalam persamaan (3)
Sesungguhnya indeks r adalah perbedaan antara laju natalitas spesifik sesaat dan laju
mortalitas spesifik sesaat, jadi dapat dinyatakan sebagai:
r = b d :(4)
Laju pertumbuhan populasi secara keseluruhan di bawah kondisi lingkungan tidak
terbatas (r) tergantung pada komposisi umur dan laju pertumbuhan spesifik yang disebabkan
oleh reproduksi komponen kelompok-kelompok umur. Jadi dimungkinkan adanya beberapa
nilai untuk suatu spesies tergantung pada struktur populasi.
Bilamana ada agihan umur yang stabil dan stationer, maka laju pertumbuhan spesifik
disebut laju pertambahan alami instrinsik, diberi simbol r max. Nilai maksimum r sering
disebut potensi biotik, atau disebut juga potensi reproduktif. Perbedaan antara potensi biotik
dan laju pertambahan di dalam kondisi laboratorium atau kondisi lapangan yang
sesungguhnya sering dianggap sebagai ukuran perlawanan lingkungan yang merupakan
jumlah keseluruhan factor-faktor pembatas lingkungan yang mencegah potensi biotik untuk
dapat direalisasikan.
Kosa kata
laju (=rates, laju dapat juga

petunjuk (=index)

diterjemahkan dengan tingkat)

pangkat (=exponent)

ukuran untuk kepentingan

laju sesaat (=instantaneous rate)

(=measure of importance)

memungkinkan (=favoubrable)

koefisien pertumbuhan populasi sesaat

potensi biotik (biotic potential)

(instantaneous coefficient of population growth)

perlawanan lingkungan

laju natalitas spesifik sesaat

(=environmental resistance)

(instantaneous specific natality rate)

6.1. PERTUMBUHAN EXPONENSIAL


Populasi-populasi memiliki pola-pola pertambahan yang disebut bentuk pertumbuhan
populasi. Ada dua pola dasar pertumbuhan populasi yang didasrakan atas bentuk kurva
pertumbuhan hasil pengeplotan secara arimatik, ialah bentuk pertumbuhan eksponensial yang
seperti huruf J dan bentuk pertumbuhan sigmoid atau yang seperti huruf S. dua tipe dapat
digabungkan atau dimodifikasi, atau kedua-duanya ialah digabungkan dan dimodifikasi dalam
berbagai cara menurut kekhususan berbagai makhluk dan lingkungan ( lihat gambar 6.1.)

Gambar 6.1. : Grafik pertumbuhan populasi bentuk J dan bentuk S


(modifikasi dari Begon, 1990)
Dalam pertumbuhan yang berbentuk seperti huruf J kerapatan bertambah dengan cepat
secara eksponensial dan kemudian berhenti mendadak ketika perlawanan lingkungan dan
faktor faktor pembatas mulai berlaku mendadak. Bentuk ini dapat diwujudkan dalam
persamaan :
dN/dt = r N dengan batas tertentu terhadap N

6.2. PERTUMBUHAN SIGMOID


Dalam pertumbuhan populasi yang berbentuk sigmoid proses pertambahannya terjadi
secara lambat pada awalnya disebut fase percepatan positif. Kemudian proses pertambahan itu
berlangsung lebih cepat barangkali mendekati fase logaritmik, tetapi akan segera berkurang
kecepatannya lambat laun karena perlawanan lingkungan secara persentase bertambah, pada
bagian ini disebut fase percepatan negatif, sehingga dicapai suatu aras keseimbangan dan fase
ini dipertahankan. Bentuk ini diwujudkan dalam model sederhana yang juga disebut
persamaan logistik sebagai berikut:

dN/d = rN [(K-N)]
Tetapan K adalah asimtot atas kurva sigmoid dan disebut sebagai daya dukung. Dalam
pertumbuhan populasi berbentuk seperti huruf J mungkin tidak ada aras keseimbangan, tetapi
batas terhadap N merupakan batas atas yang dikenakan oleh lingkungan.

Kosa kata
aras (=level)

asimtot (=asymptote)

keseimbangan(=equilibrium)

daya dukung (carrying capacity)

6.3. SPESIES YANG TERSELEKSI-r DAN YANG TERSELEKSI-K


Mac Arthur dan Wilson (1967 dalam Odum, 1971) telah meninjau tingkatantingkatan
kolonisasi pada pulau-pulau yang ternyata menunjukkan kesejajaran langsung dengan
susksesi ekologik yang terjadi di benua. Spesies dengan laju reproduksi dan laju pertumbuhan
tinggi tampaknya lebih dapat berlangsung hidup pada kolonisasi pulau tahap awal dan belum
berdesakan. Sebaliknya, tekanan seleksi memungkinkan spesies dengan potensi pertumbuhan
yang lebih rendah tetapi dengan kapabilitas yang lebih baik untuk kelangsung-hidupan
kompetitif di bawah kerapatan yang seimbang pada tahap-tahap akhir.
Jika r adalah laju pertambahan instrintik dan K adalah asimtot atau cacah individu
yang menunjukkan daya dukung lingkungan, maka dapat dikatakan bahwa spesies yang
terseleksi-r predominan di awal kolonisasi, sedangkan spesies terseleksi-K lebih menonjol
pada akhir kolonisasi.
Makhluk yang terlibat dalam jaringan persaingan hanya ada pilihan, yaitu tinggal dan
melawan ialah melawan dalam arti luas berarti mengembangkan kemampuan kompetitif.
Konsep kemampuan kompetitif, dapat dipahami melalui persamaan persaingan
LOTKA-VOLTERRA (lihatlah di bab berikutnya tentang persaingan). Persamaan ini
didasarkan pada kurva logistik untuk masing-masing spesies yang bersaingan. Dua parameter
yang memberi karakteristik persamaan tersebut ialah r (laju pertambahan instrinsik) dan K
(kerapatan jenuh). Kerapatan nisbi r dan K dalam daur hidup makhluk hidup dapat memberi
karakteristik makhluk itu.

Dalam beberapa lingkungan maka makhluk hadir dekat kerapatan asimtotik (K) untuk
banyak tahun dan makhluk ini menjadi subjek seleksi K. dalam habitat lainnya makhluk
jarang menghampiri kerapatan asimtotik, jadi tetap dibagian menanjak di kurva selama
bertahun-tahun, dan makhluk ini adalah subjek seleksi-r.
Spesies yang terseleksi r jarang menderita tekanan dari persaingan, sehingga tidak
mengembangkan mekanisme untuk kemempuan kompetitif yang kuat. Spesies terseleksi K
exis dibawah tekanan kompetitif yang ada didalam dan diantara spesies. Tekanan seleksi-K
mendorong makhluk untuk menggunakan sumberdaya lebih efisien.
Kosa kata
belum berdesakan (= uncrowed)

terseleksi-r (=selection-r)

tinggal dan malawan (=stay and fight)

mengembangkan (to evolve)

kerapatan jenuh (=saturation density)

hadir (=exist)

6.4. DINAMIKA POPULASI


Claphans (1983) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan dinamika populasi
adalah ilmu yang mempelajari pertumbuhan serta pengaturan populasi. Suatu tegangan
terdapat di antara kecenderungan suatu populasi untuk tumbuh dan batas terhadap
pertumbuhan tersebut yang ditentukan oleh lingkungan.
Jikalau diandaikan seekor kerang oyster tunggal dapat menghasilkan satu juta (106).
(Ova setiap tahun angka satu juta adalah angka yang masuk akal, malah mungkin masih
rendah), andaikata tidak ada batas untuk pertumbuhan populasi kerang oyster yang ditentukan
oleh lingkungan, serta diandaikan semua anakan hidup dan dapat reproduksi sekali, maka
populasi akan tumbuh seperti di dalam table 6.4.1 berikut:
Tabel nomor 6.4.1 :

pertumbuhan populasi kerang oyster dengan asumsi bahea tiap-tiap


betina menghasilkan 1 juta (106) anakan betina dan masing-masing
dapat hidup untuk reproduksi, jika tidak ada pembatasan oleh
lingkungan dalam bentuk apapun terhadap populasi[disadur dari
Clapham, 1983]

Generasi

Cacah anakan betina

106

10`2

10g

1024

1030

Jikalau rerata berat seekor kerang oyster adalah 500 gram, cacah kerang oyster yang
dihasilkan sesudah lima generasi akan memiliki bobot lima ratus kali berat matahari. Jelas
bahwa kendala yang ditimbulkan oleh lingkungan mencegah hal tersebut terjadi untuk
menjadi kenyataan, tetapi kecenderungan populasi untuk tumbuh pada laju eksponensial
andaikata tidak ada hambatan oleh lingkungan adalah karakteristik semua populasi, malahan
populasi yang produksinya muda tidak sehebat yang digambarkan dengan populasi kerang
tersebut.
Tendensi tersebut di atas disebut potensi biotik. Populasi menunjukkan pertumbuhan
terbatas disebabkan oleh perlawanan lingkungan terhadap pertumbuhan.
Pertumbuhan populasi bersangkutpaut dengan konsep laju natalitas dan laju mortalitas
yang disebut laju vital populasi. Dan bersangkutan juga dengan kerapatan atau cacah individu
di dalam populasi. Berikut ini adalah yang disebut laju kasar natalitas., laju kasar mortalitas
dan laju kasar pertumbuhan.
Cacah kelahiran per satuan waktu
Laju natalitas

=
Rerata populasi

Cacah kematian per satuan waktu


Laju mortalitas =
Rerata populasi

Di awal bab 6 telah dicantukan rumus N t = No*et, dengan e = 2.71828, bilangan dasar
logaritma alami. Dengan rumus tersebut dapat dihitung besarnya nilai r.
Andaikata r panggah, maka pertumbuhan populasi akan bersifat eksponensial, seperti
telah digambarkan pada populasi kerang oyster tersebut di atas. Tetapi tidak ada populasi yang
dapat tumbuh secara eksponensial dalam waktu lama serta tidak pernah panggah. Oleh sebab r
adalah adalah selisih antara laju natalitas dan laju mortalitas (dapat ditulis r = b-d), perubahan
dapat diakibatkan oleh perbedaan dalam salah satu atau kedua-dua laju.
Untuk banyak makhluk, tampaknya laju natalitas dan laju mortalitas berhubungan
dengan kerapatan individu dalam populasi. Jika kerapatan individu tinggi, maka laju natalitas
rendah, karena gizi tidak cukup atau penyimpangan yang bersamaan dengan keadaan
berdesakan. Laju natalitas cenderung lebih tinggi pada kerapatan lebih rendah, kecuali bahwa
individu mungkin memperoleh kesukaran dalam bertemu dengan individu lain dan
melaksanakan reproduksi jika kerapatan rendah secara eksterm. Seringkali kerapatan harus
optimum agar laju natalitas menjadi termaksimumkan.
Mortalitas adalah hampir selalu paling tinggi pada kerapatan yang sangat tinggi,
disebabkan oleh bahaya

berdesakan berlebihan dan kemungkinan makin besar akan

terjadinya pemangsaan serta penyebaran penyakit. Tetapi mortalitas dapat juga cukup tinggi
pada kerapatan yang sangat rendah, oleh karena beberapa individu di dalam suatu spesies
tertentu seringkali dapat langsung hidup lebih baik di dalam melewati suatu periode beban
jikalau dibandingkan dengan individu tunggal melewati periode beban tersebut. Misalnya,
panas yang dihasilkan oleh suatu kelompok lebah madu sudah cukup memungkinkan
kelangsung-hidupan kelompok tersebut di dalam suhu yang demikian rendah yang mampu
mematikan lebah madu tersebut andaikata tidak dalam keadaan berkelompok.
Tidak ada kurva umum untuk menghubungkan laju vital dengan kerapatan populasi
untuk semua spesies. Banyak faktor yang mempunyai laju vital populasi menunjukkan
hubungan dengan kerapatan, tetapi banyak juga faktor yang tidak menunjukkan hubungan
tersebut.
Populasi yang berlainan memiliki karakteristik sejarah kehidupan yang berbeda. Ada
spesies bersifat oportunistik, dalam arti kata bahwa spesies itu dapat menemukan suatu habitat
yang sesuai, selalu berkembang dengan cepat mencapai kerapatan yang tinggi. Kemudian
spesies tersebut mencari lagi habitat lain yang sesuai sesudah kondisi optimal telah dilampaui
atas spesies yang oportunistik itu mampu langsung-hidup melewati berbagai periode beban
dengan kerapatan yang sangat rendah atau dalam keadaan dorman.

Oportunisme di dalam spesies biasanya diwujudkan sebagai karakteristik suatu potensi


untuk pertumbuhan populasi dengan laju yang tinggi. Individu di dalam populasi yang
demikian itu cenderung menjadi dewasa lebih awal, menyediakan alokasi energi sebagian
besar untuk reproduksi dan menghasilkan anakan dalam cacah yang banyak. Makhluk
demikian oportunistik ini dapat mengkoloni suatu daerah dengan cepat tumbuh serta
mencapai kerapatan yang tinggi. Mereka dapat memelihara suatu populasi di dalam
lingkungan yang berfluktuasi bilamana mortalitas makhluk dewasa tinggi.
Ada spesies lain yang cenderung untuk memelihara keseimbangan yang stabil dalam
populasi dalam waktu yang lama. Spesies jenis ini terbiasa dalam persaingan secara berhasil
dengan kerapatan yang kurang lebih panggah, tanpa mengingat perbedaan minor dalam faktor
lingkungan. Spesies tersebut sebagai spesies yang mantap, yang di atur oleh mekanisme
umpan-balik yang berkembang dengan baik dengan kerapatan populasi berkeseimbangan
pada atau di dekat daya dukung.
Dari perspektif ekosistem, di antara spesies oportunistik yang bercirikan suatu
pertumbuhan populasi eksponsial yang cepat serta spesies mantap yang dicirikan oleh
pertumbuhan logistik, ada perbedaan utama adalah eksistensi suatu mekanisme umpan-balik
negatif yang mampu mengatur pertumbuhan dan didasarkan pada kerapatan populasi.
Dalam pengaturan kerapatan populasi maka mekanisme umpan-balik yang terlibat
rupanya berlangsung secara nisbi pada kerapatan itu sendiri. Faktor lingkungan menimpa
populasi yang lain pada kerapatan yang berbeda. Banyak faktor intraspesifik dan faktor
interspesifik yang berlangsungnya dengan cara demikian ini, meskipun sedikit faktor abiotik
dan beberapa faktor biotik tidak secara demikian berlangsungnya. Ada mekanisme disebut
sebagai density-dependent (tergantung pada kerapatan) yang didasarkan pada umpan-balik,
yang dibedakan dari mekanisme yang density-independent (mekanisme yang tidak
tergantung pada kerapatan) yaitu mekanisme tidak berhubungan dengan umpan-balik.
Suatu contoh spesies oportunistik yang terkendali oleh umpan-balik ditunjukkan di
dalam percobaan yang melibatkan tungau herbivor Eotetranychus sexmaculatus, dan tungau
yang predatorik, Typhlodromus occidentalis (Huffaker 1958 dalam Clapham, 1983). Di dalam
ruang percobaan dipelihara E. sexmaculatus, dengan sejumlah jeruk orange sebagai
persediaan makanannya. Setelah populasi cukup berkembang, maka T. occidentalis dilepas
sehingga dapat memangsa terhadap tungau E. sexmaculatus. Rancangan percobaan dibuat
sedemikian sehingga terjadi heterogenitas yang cukup dan E. sexmaculatus dapat
bersembunyi. Pada awalnya kerapatan E. sexmaculatus bertambah secara cepat. Berarti

persediaan makanan akan bertambah bagi T. occidentalis, yang kemudian memberi tanggapan
berupa kerapatan populasi juga bertambah. Pertambahan tekanan oleh predator akan menekan
populasi E. sexmaculatus dan berarti turunnya persediaan makanan yang berarti menurunnya
populasi T. occidentalis, yang menurunkan tekanan pemangsaan dan memungkinkan populasi
tungau yang herbivor E. sexmaculatus berkembang lagi. Para pembaca yang berminat
mengenai percobaan ini dapat membaca lebih lanjut dan lebih terperinci dalam buku acuan.
Mengenai evolusi pengaturan populasi dituliskan bahwa faktor yang mengatur
populasi sama bersifat tidak konstan seperti populasi itu sendiri. Faktor-faktor itu berbeda
menurut iklim dan anasir abiotik azasi lainnya. Faktor biologik juga berubah sebagai akibat
evolusi. Seleksi alami cenderung mengubah variabilitas genetik suatu populasi ketika suatu
individu tertentu mewariskan gen mereka yang memberi keuntungan kepada individu yang
memilikinya menyebabkan bertambahnya frekuensi dan gen yang memberi kerugian
cenderung mengurangi frekuensi.
David Pimental (1961 dalam Clapham, 1983) menyebut tentang umpan-balik genetik
yang berhubungan dengan frekuensi gen tersebut. Suatu contoh klasik dibicarakan oleh
Pimental ialah tentang kelinci Eropa (Oryctolagus cuniculus) yang dikenalkan ke Australia di
akhir tahun 1959. Terjadi peledakan populasi kelinci yang kemudian dianggap sebagai hama.
Suatu strain virus Myxoma diperoleh dari populasi Amerika Selatan dan dikenalkan ke
Australia pada tahun 1950. Epidemi myxomatosis yang diakibatkan ternyata fatal bagi 9799% kelinci. Serangan kedua myxomatosis bersifat fatal terhadap 85-95% populasi dan
serangan yang ketiga fatal untuk 40-60%. Keefektifan virus yang makin berkurang
menunjukkan bahwa terjadi evolusi dalam kedua populasi. Kelinci menjadi kurang rentan
terhadap penyakit dan strain virus menjadi kurang virulen.
Toleransi terhadap penyakit fatal menuntun ke arah kelangsung-hidupan lebih besar.
Mekanisme pergeseran genetik di dalam populasi kelinci jelas tampak, yaitu beberapa
individu kelinci lebih resisten terhadap virus daripada kelinci lainnya, disebabkan oleh karena
adanya perbedaan genetik yang normal. Kelinci yang dapat langsung-hidup itu mewariskan
gen yang mendukung sifat resisten terhadap myxomatosis kepada generasi berikut.

Kosa kata
dinamika populasi

anakan (=offspring)

(= population dynamics)

potensi biotik (=biotic

perlawanan lingkungan

potential)

(= environmental-

ova (bentuk jamak untuk

resistance)

ovum (="sel telur")

laju vital populasi

sellang waktu

(= vital rate of-

(=time-interval")

population)

virulen (=vurulent)

laju kasar (=crude-

keadaan berdesakan

rate)

(= crowding)

berdesakan berlebihan

periode beban

(= overcrowding)

(= periode of stress)

mantap (=settled)

dorman (=dormant)

Ringkasan
1. Dalam menjelaskan konsep pertumbuhan populasi perlu diuraikan tentang istilah laju,
delta, N, delta t, pengertian dN/dt, dN/dt = rN, In Nt = In No + rt, dan r = b d.
2. Diuraikan tentang laju pertambahan alami instrinsik, tentang potensi biotik atau potensi
reproduktif, dan perlawanan lingkungan.
3. Dijelaskan tentang bentuk pertumbuhan populasi yang eksponensial, serta bentuk
pertumbuhan populasi yang sigmoid dan daya dukung.
4. Diuraikan tentang spesies yang terseleksi-r dan spesies yang terseleksi- K
5. Mengenai dinamika populasi dijelaskan tentang arti istilah dinamika populasi, tentang
faktor yang bersifat density-dependent dan yang bersifat density-independent. Juga
dijelaskan tentang spesies yang bersifat oportunistik serta spesies yang bersifat
memelihara kemantapan. Dijelaskan juga tentang konsep umpan-balik genetik menurut
Pimentel.

Soal Yang Dapat Dijawab Untuk (Jawaban Dapat Dibaca Dalam Bahasa Acuan)

1. Simbol mewakili konsep apa, jelaskan delta N/delta t, dN/dt, mengapa r = b-d dianggap
kasar.
2. Terangkan dengan singkat salah satu cara untuk kalkulasi besarnya r pada suatu populasi
misalnya dengan menguraikan Ln Nt = No + r.
3. Jelaskan konsep tentang potensi biotik, perlawanan lingkungan dan laju pertambahan
alami intrinsik.
4. Jelaskan dan berilah gambar grafik rumus model matematik pertumbuhan exponensial dan
rumus model matematik pertumbuhan logistik atau sigmoid, dan berilah arti masingmasing simbol
5. Tetapan K sesungguhnya mewujudkan pengertian apa, jelaskan jawaban saudara
6. Jelaskan pengertian potensi biotik, laju pertambahan intrinsik, perlawanan lingkungan
7. Jika saudara menggunakan rumus pertumbuhan populasi tersebut pada populasi manusia
sebutkan pertimbangan yang perlu saudara perhatikan
8. Jelaskan pengertian saudara tentang spesies yang terseleksi-r. Apakah konsep spesies
terseleksi-r dapat diterapkan pada permasalahan transmigrasi
9. Jelaskan pengertian saudara tentang spesies yang terseleksi-K. Apakah konsep spesies
terseleksi-K dapat diterapkan pada permasalahan transmigrasi
10. Uraikan peranan persamaan LOTKA-VOLTERRA untuk menjelaskan spesies yang
terseleksi-r dan yang terseleksi-K

MODUL -7

INTERAKSI POPULASI
Secara teoritik dapat dikatakan bahwa populasi dua spesies dapat berinteraksi yang
pada dasarnya seperti gabungan antara 0, -, dan +, yaitu menjadi 00, -, ++, 0-, 0+, -+, seperti
berikut:
0

berarti tidak ada interaksi bermakna

menunjukkan pertumbuhan, kelangsungan-hidupan, atau sifat populasi yang


menguntungkan (tanda positif ditambahkan pada persamaan pertumbuhan)

menunjukkan pertumbuhan atau sifat lainnya terhambat (tanda negatif ditambahkan


pada persamaan pertumbuhan)

Semua interaksi populasi tersebut di atas terjadi di komunitas secara umum di alam dan dapat
segera dikenali adanya paling sedikit secara kualitatif, bahkan walaupun di komunitas yang
majemuk. Gambaran keseluruhan ekosistem menunjukkan interaksi populasi dapat dibedakan
menjadi interaksi negatif dan interaksi positif. [Dimodifikasi dari Odum, 1971]
Tipe

Spesies

Sifat umum

interaksi

interaksi

1. Neutralisme
2. Kompetisi tipe
interferensi

0
-

0
-

Kedua populasi tidak saling mempengaruhi


Hambatan langsung tiap-tiap spesies oleh lainnya.
langsung

3. Kompetisi tipe
pemanfaatan

Hambatan tidak langsung bila sumberdaya yang


digunakan bersama tersedia tidak banyak

4. Amensalisme
5. Parasitisme

0
-

Populasi 1 hambatan, populasi 2 tidak terpengaruh


Populasi 1 sebagai parasit biasanya lebih kecil dari
pada populasi 2 ialah hospesnya

6. Pemangsaan

Populasi 1 sebagai pemangsa umumnya lebih besar


dari mangsanya

7. Komensalisme

8. Protokoperasi

9. Mutualisme

sumberdaya

dengan keterangan bahwa :

Populasi 1 sebagai komensal memperoleh


keuntungan, populasi 2 ialah hospes tidak
terpengaruh oleh populasi 1
+ Interaksi menguntungkan kedua belah pihak tetapi
tidak merupakan keharusan
+ Interaksi menguntungkan kedua belah pihak dan
merupakan keharusan

Tipe 2 sampai 4 digolongkan sebagai interaksi negatif, tipe 7 sampai 9 digolongkan sebagai
interaksi positif, sedangkan tipe 5 dan 6 dapat positif dan dapat negatif.
Ada 2 prinsip perlu diperhatikan mengingat kedua kategori tersebut ialah
(1) dalam evolusi dan perkembangan ekosistem maka interaksi negatif cenderung
diminimumkan sehingga memberi jalan untuk simbiosis positif yang memungkinkan
kelangsung-hidupan spesies yang berinteraksi;
(2) Asosiasi masa kini atau yang baru, lebih mengembangkan koaksi negatif yang ganas
daripada asosiasi yang lama.
Semua jenis interaksi populasi tersebut di atas terdapat di komunitas di alam dan dapat
dengan segera dikenali dan dikaji, paling sedikit secara kualitatif, bahkan walaupun di dalam
komunitas yang majemuk. Untuk pasangan spesies tertentu tipe interaksi mungkin berubah di
bawah kondisi yang lain atau selama tingkat yang berurutan dalam sejarah kehidupannya.
Dua spesies dapat menunjukkan parasitisme pada suatu waktu menunjukkan
komensalisme pada waktu yang lain dan sama sekali netral pada saat lainnya lagi.
Penyederhanaan komunitas dan penyederhanaan eksperimen laboratorik dapat merupakan alat
untuk mempelajari secara kuantitatif dan mencari bentuk tunggal berbagai jenis interaksi
tersebut. Model matematik deduktif yang diperoleh dari kajian yang demikian itu
memungkinkan untuk analisis terhadap faktor yang biasanya tidak dapat dipisahkan dari
faktor lainnya.
Secara keseluruhan dalam ekosistem maka sembilan interaksi populasi tersebut dapat
dikelompokkan menjadi dua macam interaksi ialah yang positif dan yang negatif. Ada dua
prinsip mengenai dua kategori tersebut ialah:
1)

Dalam evolusi dan perkembangan ekosistem interaksi negatif cenderung


diminimumkan untuk memungkinkan simbiosis positif yang memberi jalan bagi
kelangsung-hidupan bagi spesies yang berinteraksi.

2)

Persekutuan baru atau yang ada pada masa kini lebih mungkin mengembangkan
koaksi negatif yang lebih ganas daripada persekutuan yang lebih lama.

Kosa kata
gambaran keseluruhan

berturutan (="secussive")

(="overall picture")

persekutuan (="associations")

keharusan (="obligatory")

masa kini (="recent")

7.1. Pemangsaan, Herbiori, Parasitoidisme Dan Parasitisme


Pemangsaan ditakrifkan secara sederhana ialah konsumsi suatu makhluk, dalam hal ini
disebut mangsa yang dimakan oleh makhluk lain yang disebut pemangsa dan mangsa masih
dalam keadaan hidup waktu pemangsa menyerang pertama kali. Hal ini lain dibandingkan
dengan detritivori ialah konsumsi bahan organik yang mati.
Klasifikasi yang seolah-olah bersifat taksonomi ialah mennggolongkan pemangsa
menjadi karnivora ialah makhluk yang mengkonsumsi hewan, herbivore adalah makhluk yang
mengkonsumsi tumbuhan, dan omnivore yaitu makhluk yang mengkonsumsi baik hewan
maupun tumbuhan.
Istilah "to graze" (juga setelah istilah itu mengalami perubahan menjadi "grazing" dan
"grazers") artinya adalah suatu tipe pemangsaan, tetapi makhluk yang dimangsa tidak
dibunuh, hanya bagian tubuhnya dimakan sisanya dibiarkan dengan potensi dapat regenerasi.
Klasifikasi yang lain bagi pemangsa secara fungsional ialah bahwa ada empat macam
pemangsa, yaitu pemangsa sejati, "grazers", parasitoid dan parasit.
Pemangsa sejati memakan mangsanya segera sesudah serangannya berhasil, serta
selama hidupnya pemangsa sejati membunuh beberapa atau banyak individu mangsa yang
berlainan. Seiring pemangsa sejati mengkonsumsi seluruh tubuh mangsa, tetapi beberapa
pemangsa sejati hanya makan bagian-bagian tubuh mangsanya. Pemangsa sejati misalnya
adalah harimau, burung garuda, tumbuhan karnivora, rodentsa pemakan biji-bijian, semut,
juga ikan paus pemakan plankton.
"Grazers" juga membunuh sejumlah besar mangsa selama hidupnya. Tetapi mereka
hanya mengambil bagian tiap-tiap individu mangsa bukannya seluruh tubuhnya. Pengaruh
terhadap individu berbeda-beda, tetapi tipikal merugikan. Dalam jangka pendek serangannya
tidak letal. Contoh "grazers" adalah vertebrata besar seperi domba dan sapi, sedemikian pula
lalat yang menghisap darah ternak dan darah manusia dan juga lintah.
Parasit seperti "grazers" adalah makhluk yang mengkonsumsi bagian-bagian mangsa
(dalam hal ini disebut inang "hospes") bukannya keseluruhan tubuh mangsa itu. Dan seperti
"grazers" dalam jangka pendek parasit tidak letal tetapi tipikal merugikan. Tidak seperti

"grazers" serangan parasit memusatkan serangannya pada satu atau hanya beberapa individu
selama hidupnya. Ada semacam keakraban antara parasit dengan hospesnya dan keakraban ini
tidak ada di antara mangsa dari pemangsa sejati dan "grazers". Cacing pita, cacing hati, virus
cacar dan mycobakterium tuberculosis adalah contoh parasit.
Parasitoid adalah sekelompok makhluk insekta yang dikelompokkan dengan dasar
perilaku bertelur betina dewasa dan pola perkembangan larva selanjutnya. Mereka terutama
termasuk ke dalam ordo hymenoptera, tetapi juga meliputi banyak diptera. Mereka hidup
bebas waktu dewasa, tetapi betinanya bertelur di dalam, pada atau dekat insekta lain (atau
lebih jarang lagi dalam laba-laba atau kutu kayu). Larva parasitoid berkembang di dalam (atau
jarang pada ) individu hospes yang masih tingkat pre-dewasa. Pada awalnya hanya sedikit
kerusakan yang tampak yang ditimbulkan kepada hospesnya, tetapi selanjutnya hampir dapat
mengkonsumsi seluruh hospes dan dengan demikian membunuh hospes itu sebelum atau
selama stadium kepompong (pupa). Jadi parasitoid dewasa dan bukan hospes dewasa yang
akan muncul dari kepompong. Seiring hanya satu parasitoid yang berkembang dari tiap
hospes, tetapi pada beberapa kasus beberapa individu hidup bersam dalam satu hospes.
Ringkasnya parasitoid hidup bersama akrab dengan individu hospes tunggal (seperti parasit),
mereka tidak menyebabkan kematian segera atas hospes (seperti parasit dan juga "grazers"),
tetapi dapat menyebabkan kematian (seperti pemangsa).
Makhluk yang herbivora dapat bertindak sebagai pemangsa sejati atau sebagai
"grazers", atau sebagai konsumen parasitik, di samping itu jenis bahan yang di konsumsikan
pun dapat berupa individu berwujud seluruh tumbuhan, atau medule tumbuhan secara
keseluruhan atau hanya bagian-bagian medule. Pengaruh herbivore pada tumbuhan tergantung
pada permasalahan bagian tumbuhan manakah yang dipengaruhi dan kapankah waktu
penyerangan terhadap perkembangan tersebut. Pengunyahan daun, pengisapan getah,
komsumsi meristem, perusakan bunga dan buah, dan pemutusan akar, semuanya akan
berpengaruh berbeda-beda terhadap tumbuhan. Biasanya tumbuhan hidup dalam jangka
pendek, sehingga rawannya pengaruh herbivor tergantung pada tanggapan tumbuhan itu
sendiri. Mineral atau zat hara mungkin dialihkan dari suatu bagian ke bagian lainnya, atau
metabolisme secara keseluruhan dapat berubah, atau laju nisbi pertumbuhan akar,
pertumbuhan tunas dan reproduksi berubah, bahan kimia atau jaringan protektif khusus dapat
pula diproduksi. Secara keseluruhan pengaruh suatu herbivore dapat lebih drastik daripada
yang tampak atau kurang drastik. Jadi tidak hanya yang tampak saja yang perlu diperhatikan.
Pengaruh negatif cenderung secara kuantitatif kecil pada populasi yang berinteraksi
memiliki sejarah perkembangan evolusi dalam suatu ekosistem yang nisbi mantap.

Seleksi alam menjurus ke berkurangnya pengaruh merusak atau menjurus lbc


penghilangan interaksi itu sama sekali, karena adanya penekanan secara ganas semua
berkesinambungan atas populasi mangsa oleh populasi pemangsa atau populasi hoqNs oleh
populasi parasit dapat menuju kepada kepunahan satu atau kedua populasi yang bersangkutan.
Interaksi ganas paling sering dapat diamati bila interaksi berasal dari masa kini (jadi
bilamana dua populasi berasosiasi baru pertamakali) atau bilamana ada perubahan dalam
skala besar atau perubahan mendadak (walaupun hanya untuk sementara) dalam suatu
ekosistem misalnya hal ini bila manusia yang menyebabkannya. Hal ini dikenal sebagai
"prinsip patogen langsung jadi" yang menjelaskan mengapa manipulasi yang tidak terencana
atau terencana secara buruk sering menuju ke epidemi.
Ada dua topik yang bersangkutpaut dengan perilaku hewan, yang pertama terutama
ialah perilaku mencari makan yang dikenal sebagai ekologi perilaku yang makin menjadi
"biologiwan" dalam bidang evolusi. Yang kedua ialah bahwa berbagai aspek perilaku
pemangsa dapat ditinjau sebagai unsur-unsur yang menggabungkan dinamika populasi
pemangsa itu sendiri dan dinamika populasi dari mangsanya.
Jika pemangsaan sudah sedemikian sehingga populasi terkena pengaruh pertambahan
mortalitas yang tergantung pada kerapatan (atau berkurangnya laju kelahiran), maka
pemangsa cenderung mengatur besarnya populasi dalam batas tertentu, jadi akan cenderung
memantapkan dinamika populasi. Pemangsaan akan memantapkan dinamika populasi yang
berinteraksi secara keseluruhan (populasi akan bersifat persisten dan menunjukkan perbedaan
yang nisbi kecil dalam kemelimpahan).
Sebaliknya jika ada "ketergantungan pada kerapatan yang terbalik" misalnya
berkurangnya mortalitas (atau bertambahnya laju kelahiran) pada saat bertambahnya
kerapatan, akan cenderung mengurangi kemantapan dinamika interaksi. Tampak bahwa
perilaku pemangsaan dengan jelas dapat bermakna di luar pengaruh pada individu-individu.
Konsumen dapat digolongkan sebagai makhluk yang monophag (makanan berupa tipe
mangsa tunggal), makhluk yang oligophag (tipe mangsa ada beberapa), atau makhluk yang
poliphag (tipe mangsa banyak).
Seringkali suatu pemilihan yang berguna adalah pemilihan, antara makhluk hewan
spesialis (monophag dan oligophag secara luas) dan makhluk hewan yang generalis
(poliphag). Makhluk hewan herbivora, parasitoid, serta pemangsa sejati merupakan contoh
contain monophag, oligophag dan poliphag. Tetapi agihan lebar diet berbeda di antara

berbagai tipe konsumen. Pemangsa sejati dengan diet khusus memang ada, sebagai misalnya
burung yang disebut "Everglade kite" (Rostrahamus sociabilis) adalah jenis burung alap-alap
kecil yang memangsa hampir-hampir semua siput-siput genus Pomace. Tetapi kebanyakan
khusus (_specialized") oskilasi ("oscillation") persisten ("persistent").

7.2 PERSAINGAN
Makhluk tidak hadir dalam ruang dan waktu secara sendirian tetapi dalam suatu
matriks dengan makhluk lain yang tergolong dalam berbagai spesies. Banyak spesies dalam
suatu daerah tidak akan terpengaruh oleh ada atau tidak adanya makhluk lainnya, tetapi dalam
beberapa kasus dua atau lebih spesies suatu spesies akan berbeda dengan adanya atau dengan
tidak adanya suatu spesies kedua.
Interaksi antara spesies dapat menimbulkan akibat positif atau negatif. Interaksi positif
misalnya disebut mutualisme merupakan kehidupan bersama antara dua spesies yang saling
menguntungkan, sebagai contoh ialah antara bakteria dalam rumen sapi. Sapi adalah salah
satu contoh makhluk hewan yang tergolong ke dalam kelompok hewan ruminansia (ialah
hewan pemamah biak) dan bakteri itulah makhluk yang memungkinkan sapi dapat mencerna
selulose, sedangkan bakteri dapat hidup dalam lingkungan hangat yang sesuai untuknya.
Contoh interaksi positif lainnya adalah komensalisme yang merupakan kehidupan bersama
antara dua spesies, tetapi hanya satu spesies yang mendapat keuntungan sedangkan spesies
yang lain tidak terpengaruh oleh kehidupan bersama itu, misalnya algae tumbuh pada carapak
kura-kura.
Yang tergolong ke dalam interaksi negatif misalnya, persaingan antara dua spesies
yang menimbulkan kerugian atau penderitaan pada keduanya yang hidup bersama itu,
sedangkan contoh lainnya adalah pemangsaan yang sudah diuraikan dalam 7.1 di atas.
Ada dua bentuk persaingan yang ditakrifkan menurut Birch (1957 dalam Krebs, 1978)
ialah :
1. persaingan sumberdaya yang terjadi bila sejumlah makhluk (yang sama atau berlainan
spesies) menggunakan sumberdaya bersama yang ketersediaannya sedikit, dan
2. persaingan saling merugikan yang terjadi bilamana makhluk dalam mencari sumberdaya
akan saling merugikan walaupun sumberdaya tersebut ketersediaannya tidak sedikit.
Perlu diingatkan bahwa persaingan dapat interspesifik (antara dua atau lebih spesies yang
berlainan) atau dapat pula intraspesifik (antara anggota spesies sama).

Persaingan dapat berupa perebutan sumberdaya-sumberdaya dan bermacam-macam


sumberdaya mungkin dapat merupakan pusat interaksi kompetitif. Makhluk tumbuhan
mungkin dapat bersaing memperebutkan cahaya, zat hara dan air yang merupakan
sumberdaya yang penting. Tetapi tumbuhan juga dapat bersaing mengenai penyerbuk
mengenai tempat melekat makhluk hewan dapat bersaing memperebutkan air, makanan dan
juga dapat memperebutkan makhluk lawan jenis teman berkembangbiak.
Persaingan untuk ruang juga terjadi pada beberapa jenis hewan dan mungkin meliputi
beberapa keperluan khusus misalnya, tempat bersarang dan tempat yang aman dari gangguan
pemangsa.
Beberapa konsekuensi persaingan perlu diperhatikan. Pertama, hewan tidak perlu
melihat atau mendengar atau berjumpa dengan kompetitornya. Suatu spesies hewan yang
makan suatu jenis tumbuhan di siang hari mungkin bersaing dengan spesies hewan yang
makan di malam hari jenis tumbuhan yang sama jika ketersediaan tumbuhan tersebut sedikit.
Kedua, kebanyakan makhluk hewan yang dapat dilihat atau didengar oleh seekor hewan tidak
akan menjadi kompetitior. Hal ini akan ebih tampak jika ada sumberdaya dipergunakan
bersama. Oksigen misalnya adalah sumberdaya yang digunakan bersama oleh kebanyakan
hewan terrestrial, tetapi persaingan untuk memperoleh oksigen tidak terjadi sebab sumberdaya
melimpah adanya. Ketiga, persaingan antara makhluk tumbuhan biasanya terjadi di antara
individu yang berakar di tempat sama jadi berbeda dengan persaingan antara hewan yang
bergerak. Penjarakkan lebih penting pada persaingan pada tumbuhan.
Model-model matematik telah dipergunakan secara ekstensif untuk membentuk
hipotesis mengenai apakah yang terjadi bila dua spesies hidup bersama baik menggunakan
makanan bersama, mendiami daerah sama, atau memangsa mangsa yang sama, atau
merupakan parasit terhadap yang lain.
Model yang paling baik mengenai fenomena ini adalah yang dikenal sebagai
persamaan LOTKA-VOLTERRA yang disusun secara terpisah oleh LOTKA (1925) di USA
dan VOLTERRA (1925) di Italia. Lotka dan Volterra menyusun dua perangkat persamaan
yang berlainan, satu perangkat diterapkan pada situasi hewan pemangsa dan hewan mangsa,
dan satu perangkat lainnya untuk situasi non predatori meliputi persaingan untuk makanan
dan ruang.
Persamaan LOTKA-VOLTERRA yang menggambarkan bentuk persaingan antara
makhluk berebut makanan atau ruang adalah berdasarkan pada kurva logistik.

Jikalau dua spesies makhluk hewan berinteraksi, artinya saling mempengaruhi


pertumbuhan populasi yang satu oleh lainnya, maka haruslah dimasukkan suku lain dalam
persamaan-persamaan tersebut di atas.
Dalam kebanyakan kejadian "ruang" yang didiami oleh suatu individu spesies dua
tidak akan tepat sama dengan yang didiami oleh individu spesies 1. Mungkin spesies 2
individunya lebih besar sehingga memerlukan makanan lebih banyak daripada makanan yang
rawan yang dikandung oleh K1. dengan alasan ini diperlukan suatu faktor konversi untuk
mengubah individu spesies menjadi cacah yang ekiuvalen dengan cacah individu spesies 1.
Dapat dituliskan bahwa
N =(alpha) *N
dengan penjelasan bahwa alpha adalah faktor konversi, juga disebut koefisien persaingan,
menjelaskan spesies 2 dalam satuan spesies 1. Hal ini adalah suatu asumsi sederhana yang
menyatakan bahwa di bawah semua kondisi, kerapatan adalah suatu tetapan berupa faktor
konversi antara kompetitor. Ada dua harga ekstrim ialah : bahwa semua "ruang" untuk
spesies 1 dipergunakan
1) bilamana ada K1 individu spesies 1, atau
2) bilamana ada K1/(alpha) individu spesies 2
Hal yang sama dapat diterapkan mengenai spesies 2. Jika suatu volume ruang K2
hendak diisi dengan N2 individu dan juga diisi dengan N1 individu, maka harus dikerjakan
lagi pengubahan N1 menjadi cacah individu yang ekuivalen dengan cacah N2 dan ditentukan
bahwa :
N2 = (beta) * N1
dengan penjelasan beta adalah factor konversi yang menyatakan spesies 1 dalam satuan
spesies 2.
Hasil akhir yang manakah yang dihasilkan oleh persaingan antara dua spesies ini? Hanya ada
3 hasil akhir yang mungkin ialah

1) dua spesies itu koexis


2) spesies 1 menjadi punah, dan
3) spesies 2 menjadi punah

Secara intuitif, diharapkan bahwa spesies 1 menang jika spesies 1 memiliki pengaruh
menekan terhadap spesies 2, dan sebaliknya spesies 2 akan menang jika spesies 2 yang
memiliki pengaruh menekan terhadap spesies 1. Dalam kasus spesies 1 dan spesies 2 tidak
memiliki pengaruh cukup untuk menekan spesies lainnya, dapat diharapkan kedua spesies itu
akan koexis.
Dalam percobaan di laboratorium mengenai populasi makhluk yang bersaing, maka
penelitian paling penting tentang sistem kompetitif telah dilaksanakan oleh Gause (1932
dalam Krebs, 1932) mikrobiologiwan Rusia mengenai mekanisme kompetitif antara dua
spesies ragi, ialah Saccharomyces cervisiae dan Schizosccharmyces kephir. Aspek yang
pertama pada kajian tersebut adalah mengenai pertumbuhan kedua spesies ragi dalam isolasi.
Dalam kajian tersebut ditemukan bahwa masing-masing populasi spesies tumbuh secara
sigmoid dan dapat dicocokkan dengan kurva logistik.
Selanjutnya dikaji jika dua spesies dipelihara bersama. Gause mengasumsikan bahwa
data pertumbuhan populasi dua spesies ragi dapat diperhitungkan dengan menggunakan
persamaan LOTKA-VOLTERRA dan diperoleh bahwa ruang K1 dapat diisi sesuai dengan
ekuivalensi
1 volume schizosaccharomyces = 3.15 volume saccharomyces
Perlu diingat bahwa nilai alpha cenderung menurun dengan umur biakan, tetapi pada
pendekatan pertama dapat diasumsikan alpha adalah suatu tetapan.
Dalam banyak eksperimen laboratorik suatu populasi spesies dapat dipelihara dengan
baik bilamana spesies tersebut ditumbuhkan sendiri, tetapi dapat mengalami kepunahan
bilamana dipelihara dalam persaingan dengan spesies lain. Misalnya Birch (1953 dalam
Krebs, 1978) telah memelihara dua jenis kumbang beras ialah Calandra oryzae dan
Rhizopertha dominica pada suhu berbeda. Ditemukan bahwa kutu Calandra selalu
memusnahkan kutu Rhizopertha pada suhu 29C, tetapi ditemukannya bahwa Rhizopertha
selalu memusnahkan Calandra pada 32C. Birch dapat memperkirakan hasil tersebut di atas
dari kapasitas pertumbuhan intrinsik, misalnya :
rm
Calandra

Rhizopertha

Suhu

Pemenang

29.1 C

Calandra

0.77

0.58

Rhizopertha

0.56
32.3 C

Calandra

Rhizopertha

0.50

Jadi hasil akhir persaingan dapat diubah dengan mengubah hanya satu komponen lingkungan
dalam hal ini suhu, walaupun hanya 3C.
Ilmuan Thomas Park bersama dengan mahasiswanya di University of Chicago telah
mengkaji dengan teliti mengenai persaingan antara kutu gandum, terutama spesies Tribolium.
Penelitian tersebut yang mereka laksanakan itu berlangsung dalam beberapa tingkatan.
Penelitian tentang persaingan tesebut yaitu dengan menggunakan dua spesies kutu gandum,
ialah Tribolium confusum dan Tribolium castaneum (Park 1948 dalam Krebs, 1978).
Ubahan yang dikaji dalam karya awal ini adalah :
1. tetap :
a) iklim
b) kerapatan awal
2. berubah :
a) volume gandum
b) ada atau tidaknya Adelina, suatu parasit sporozoa
Park menemukan bahwa jumlah ruang tidak begitu mempengaruhi pola pertumbuhan
populasi atau hasil akhir persaingan antara dua spesies. Bila dua spesies kutu tersebut
dipelihara bersama-sama, T. confusum biasanya menang atas T. castaneum (66 dari 76 kasus)
tanpa mengingat jumlah ruang yang ada dalam biakan. Semua biakan ditulari dengan Adelina
sejenis sporozoa yang dapat membunuh kedua jenis kutu. Ternyata bahwa Adelina
berpengaruh yang penting terhadap T. confusum. Rerata kerapatan larva, pupa dan yang
dewasa (cacah per gram gandum) adalah :
T. confusum

T. castaneum

Dengan Adelina

19.2

13.3

Tanpa Adelina

18.9

33.5

Apakah yang terjadi terhadap kemampuan bersaing kedua spesies jika Adelina diambil dari
biakan? Hasil akhir persaingan sama sekali terbalik bila Adelina diambil dari biakan
campuran kedua spesies itu. T. castaneum menang 12 kali dari 18 replika. Satu hal penting

adalah bahwa hasil akhir eksperimen tidak mutlak suatu spesies tidak selalu menang. Jadi
suatu hasil akhir lebih boleh jadi muncul dari pada yang lain.
Park (1954 dalam Krebs, 1978) melanjutkan kajian terhadap T. confusum dan T.
castaneum tetapi dipusatkan pada ubahan yang berbeda ialah :
1. tetap :
a) volume "universe"
b)

kerapatan awal

c) makanan
d) tidak hadirnya Adelina
2. berubah : iklim
Enam kombinasi suhu dan lengas udara dikaji, dengan hasil sebagai berikut :
suhu

lengas, (%)

(OC)

iklim

cacah spesies
tunggal

spesies

dicampur

(% yang

menang)

confusum

castaneum

34

40

panas-lembab

conf=

cast

100

34

30

panas-kering

conf >

cast

90

10

29

70

sedang-lembab

conf<

cast

14

86

29

30

sedang-kering

conf >

cast

87

13

24

70

dingin-lembab

conf <

cast

71

29

24

30

dingin-kering

conf >

cast

100

Hasil akhir persaingan tidak selalu dapat diperkirakan atas dasar cacah yang dicapai oleh tiaptiap spesies sendiri saja (misalnya iklim dingin-lembab). Hal yang penting lagi adalah
persaingan yang terjadi dalam iklim antara kadang-kadang T. confusum yang menang,
kadang-kadang T. castaneum yang menang dan dalam biakan masing-masing hasil akhir dapat
diperkirakan.
Hasil eksperimen p 'V' saingan pada makhluk Tribolium selalu spesies yang satu
dipunahkan. Bagaimanakah mekanisme persaingan itu? Baik yang dewasa maupun yang larva
Tribolium adalah bersifat kanibal yaitu makan telur dan pupa mereka sendiri. Pemangsaan
kanibalistik adalah suatu proses majemuk dan bertanggung jawab atas mortalitas kutu gandum
ini (Park dkk, 1965 dalam Krebs, 1978). Pada umumnya makhluk Tribolium castaneum lebih

kanibalistik daripada makhluk T. confusum. Persaingan antara kedua kutu gandum bukan
persaingan untuk makanan tetapi merupakan pemangsaan yang satu oleh lainnya secara
khusus.
Prinsip eksklusi kompetitif atau juga disebut prinsip Gause berbunyi bahwa jikalau
dua spesies yang bersaing melaksanakan koeksistensi di dalam lingkungan yang mantap,
maka mereka dapat melaksanakan hal yang demikian itu karena terjadi diferensiasi relung,
ialah diferensiasi relung sengatannya. Tetapi jika tidak ada diferensiasi yang demikian itu,
atau jika dihalangi oleh habitat, maka spesies yang satu yang lebih superior akan
mengeliminasi atau mengeksklusi atau menggusur spesies lainnya keluar dari habitat itu.
Jika dua spesies bersaing dan berkoeksistensi, maka menurut prinsip eksklusi
kompetitif dapat disarankan bahwa hal tersebut sebagai akibat diferensiasi relung. Suposisi ini
masuk nalar, tetapi sampai diferensiasi demikian itu dapat diamati dan ditunjukkan pengaruh
persaingan interspesifik, tidak akan lebih daripada suatu suposisi. Jadi jikalau dua makhluk
kompetitor berkoeksistensi, sering kali sukar untuk menetapkan secara positif adanya
diferensiasi relung, tetapi juga tidak mungkin membuktikan tidak adanya. Bila seorang
ekologiwan gagal menemukan diferensiasi relung, mungkin karena ekologiwan tersebut ada
di tempat yang salah atau caranya yang salah.
Prinsip eksklusi kompetitif diterima secara luas karena
a)bobot bukti memihaknya
b)menimbulkan penalaran yang intuitif baik dan
c) adanya dasar teoritik untuk mempercayainya melalui model LOTKAVOLTERRA.
Tetapi selalu ada saja kasus yang tidak dapat untuk diterapkan prinsip tersebut di dalamnya,
malahan ada kasus yang memang tidak dapat memungkinkan penerapan prinsip tersebut.
Ringkasnya persaingan interspesifik ialah proses yang sering bersamaan dengan pola khusus
(misalnya diferensiasi relung), tetapi pola tersebut dapat timbul melalui proses lain dan proses
itu tidak usah menjurus ke pola tersebut.
Persaingan untuk ruang dapat didemonstrasikan pada makhluk yang mempertahankan
territorial. Dengan makin bertambah cacah burung dalam suatu daerah, misalnya pertamatama beberapa akomodasi yang mengenai besarnya territorial berbanding terbalik dengan
besarnya populasi dan jumlah persaingan yang terlibat. Dengan mengecilnya ukuran besarnya
territorium, akan terjadi intensifikasi persaingan dalam berkicau, kejar-mengejar dan mungkin
saling berkelahi. Rupa-rupanya untuk sepasang burung diperlukan luas daerah minimum

spesifik agar berhasil dalam membangun sarang. Bila suatu daerah menjadi jenuh dan ukuran
besarnya menjadi mengecil, akan terjadi gangguan dalam pembentukan sarang dan individuindividu yang menyerbu akan diusir ke luar area tersebut (Bustard 1970, Healey 1967 dalam
Kendeigh,, 1980).
Persaingan mengenai makanan misalnya pada ikan, ada kemungkinan tejadi pertumbuhan
populasi tetapi individu-individu akan kerdil. Ada suatu kecenderungan biomassa suatu
spesies diatur oleh ketersediaan makanan dan besarnya atau berat tubuhnya berbanding
terbalik dengan cacah. Jadi mengurangi cacah individu biasanya berakibat bahwa
pertumbuhan individu bertambah (Parker 1956 dalam Kendeigh,, 1980).
Ukuran besar tubuh Daphnia yang tergolong ke dalam Crustacea (Frank dkk, 1957
dalam Kendeigh, 1980) dan ukuran besar tubuh beberapa spesies mammalia tampaknya juga
tergantung pada kerapatan sampai sejauh batas tertentu, misalnya individu berukuran tubuh
kecil adalah karakteristik populasi lebih besar (Scheffer 1955 dalam Kendeigh, 1980). Jikalau
terjadi berdesakan berlebihan pada ikan tertentu hirarkhi sosial akan timbul dan hanya
individu yang dominan yang dapat dengan mudah memperoleh makanan (Magnuson 1962
dalam Kendeigh, 1980).
Persaingan adalah suatu faktor paling penting dalam mengatur besarnya populasi dan
peranan persaingan ialah memastikan ketersediaan cukup mengenai makanan, ruang dan
sumberdaya lainnya yang diperlukan untuk eksistensi dan reproduksi individu.
Uji keberhasilan dalam persaingan yang segera dapat tampak adalah kelangsungan
kehidupan dan uji mutakhir menghasilkan cacah yang paling banyak keturunan yang telah
mapan. Kecuali allelokimia, yang baru dipahami bagian awalnya, persaingan menunjukkan
lima pengaruh penting pada komunitas hewan adalah :
1.pemantapan hierarki sosial
2.pemantapan territorial
3.pengaturan besar populasi
4.segregasi spesies dalam relung berbeda
5.terjadinya spesies
Dua yang pertama pengaruh tersebut di atas itu terutama terjadi secara intraspesifik.
Selanjutnya pengaturan besarnya populasi melibatkan persaingan intraspesifik dan persaingan
interspesifik. Dua pengaruh yang terakhir terlaksana interspsifik. Perlu disadari bahwa bila
pengaruh-pengaruh tersebut terlaksana sepenuhnya, akan terjadi pengurangan tegangan dan

intensitas persaingan karena tiap-tiap individu mengambil masing-masing tempat dalam


organisasi struktural dan fungsional dalam komunitas.
Allelokimia meliputi disekresikannya bahan kimiawi oleh suatu makhluk dan bahan
kimiawi itu mempengaruhi pertumbuhan, kesehatan dan perilaku makhluk lain. Allelopati
dihasilkan dalam makhluk tumbuhan jika toksin terbebas dan menghambat tanaman muda
untuk tumbuh di dekatnya. Antibiotika adalah bahan yang dihasilkan oleh bakteria, fungi,
actinomycetes dan linchenes. Salah satu alasan mengapa bakteria patogen tidak dapat
berkembang dengan baik di tanah adalah adanya antibiotika.
Di bawah kondisi laboratorik ternyata makhluk hewan Paramaecium juga
menghasilkan suatu jenis toksin yang letal bagi Paramaecium baik yang sama spesies
maupun yang berlainan (Austin 1948 dalam Kendeigh, 1980).
Pengaruh allelokimia berbeda-beda dalam tumbuhan dan hewan, ada yang berupa
bahan menjauhkan makhluk lain dari makhluk yang menghasilkan bahan itu, yang disebut
sebagai "repellen", "suppressants", bisa (="venom"), sedang yang mendekatkan misalnya
"attractants".
Ada pula bahan disebut "pheromone" yang merupakan bahan kimia yang mampu
berlaku sebagai pembawa pesan dalam suatu spesies terutama dalam perilaku reproduktif,
demikian pula dalam pengaturan dan pengakuan sosial, sebagai tanda bahaya dan dalam
pertahanan, penandaan jejak dan territorium, lokasi makanan dan sebagainya.
Kosa kata
hadir (="exist")

penjarakkan (="spacing")

persaingan (="competition")

bergerak (="mobile")

persaingan saling merugikan (="interference")

penyerbukan (="pollinator")

persaingan sumberdaya (="resource competition")

sederhana (="simple")

pendekatan (="approximation")

ada (="presence")

kerapatan awal (="initial densyti")

mutlak (="absolute")

iklim antara (="intermediate climate")

fenomena (="phenomena")

diferensiasi relung

perangkat (="sets")

(="niche differentiation")

kutu bijian (="grain beetles")

penalaran yang intuituf baik

kutu gandum (="flour beetles")

(="intuitive good

ubahan (="variables")

Allelopati

sense")

iklim (="climate")

tanda bahaya (="alarm")

mengurangi cacah (="thinning")

terjadinya spesies (="speciation")

tidak adanya (="absence")

berdasarkan berlebihan (="overcrowding")

pemantapan (="establishmen")

tanaman muda (="seedlings")

penandaan jejak (="trail marking")

tergantung pada kerapatan (="density-denpendent")

7.3. INTERAKSI NEGATIF LAINNYA


Telah diuraikan serba sedikit tentang pemasangan parasitoidisme dan persaingan,
sebagai bentuk interaksi negatif antara spesies makhluk. Masih perlu diuraikan mengenai
parasitisme sebagai suatu jenis interaksi negatif antara dua spesies.
Parasitisme adalah hubungan antara dua individu ialah parasit yang memperoleh
keuntungan dari kehidupan bersama itu sedangkan hospes dirugikan. Parasitisme terutama
adalah suatu koaksi mengenai makanan, walaupun disamping itu parasit sekaligus juga
mendapatkan perlindungan.
Suatu parasit tidak bisa membunuh hospesnya, paling sedikit tidak akan
membunuhnya sampai parasit itu menyelesaikan suatu daur reproduktif. Jikalau parasit
membunuh hospes segera setelah parasit itu menginfeksi hospesnya, maka parasit itupun akan
tidak dapat reproduksi dan akan lekas punah.
Keseimbangan antara parasit dan hospes segera akan terganggu jika hospes itu
menghasilkan bahan antibodi atau yang lainnya yang dapat mengganggu pertumbuhan parasit
secara normal.
Secara umum parasit memperoleh keuntungan dari hubungannya dengan hospes,
sedangkan hospes menderita kerugian yang dapat ditoleransikannya.
Parasit dibedakan menjadi ektoparasit yang hidup di luar tubuh hospes dan endoparasit
yang hidup dalam tubuh hospes, misalnya dalam saluran pencernaan, alat tubuh, jaringan
dermis, rongga tubuh dan bagian lainnya.
Ektoparasit dapat berparasit hanya dalam stadium belum dewasa, dapat hanya dalam
stadium yang dewasa atau dalam stadium larva dan bentuk dewasa. Hal yang sama dapat
ditemui pada endoparasit.
Makhluk hewan dapat merupakan parasit pada tumbuhan misalnya cacing pada akar
tumbuhan, hama wereng dan sebagainya. Makhluk tumbuhan dapat berupa parasit pada
tumbuhan atau hewan. Bakteria dan fungi adalah makhluk penyebab berbagai penyakit pada
hewan dan manusia dan juga pada tumbuhan.
Parasitisme sosial ialah eksploitasi terhadap suatu spesies oleh spesies lainnya.
Ektoparasit berkembang dari makhluk yang hidup bebas artinya makhluk bukan sebagai
parasit. Kebanyakan insekta yang merupakan ektoparasit barangkali keturunan makhluk
karnivora, seprovora atau penghisap cairan getah tumbuhan.

Endoparasit mungkin mengalami perkembangan langsung dari ektoparasit atau


komensal. Parasit yang ada dalam tubuh hospes memerlukan preadaptasi untuk hidup dalam
kadar oksigen rendah (ciri saluran pencernaan), membuat perlawanan agar dirinya tidak ikut
tercerna oleh getah pencernaan hospes dan berusaha jangan sampai tergusur ikut feses.
Oleh karena keberhasilan adaptasi, banyak larva kehilangan kemampuan hidup untuk
bebas tidak sebagai parasit. Spesialisasi dalam parasitisme internal dengan biaya kehilangan
lokomotor, penginderaan dan alat pencernaan. Semua itu sudah tidak diperlukan lagi, tetapi
digantikan oleh berkembangnya alat pelekat, bertambahnya kemampuan berkembangbiak dan
di dalam beberapa bentuk mungkin adanya poliembryoni, hospes perantara dan daur hidup
majemuk (Lapage 1951 dalam Kendeigh,, 1980).
Banyak parasit yang seluruh eksistensinya hanya dalam hospes tunggal, sedangkan
parasit lain memerlukan hospes perantara satu, dua, malah ada yang tiga. Secara ekologik
bermakna bahwa hospes primer dan hospes perantara suatu parasit ada dalam habitat atau
komunitas yang sama.
Parasit dipindahkan dari satu hospes ke hospes lainnya oleh pergerakan parasit itu
sendiri, atau tertelan oleh hospes, ikut darah yang diisap atau makhluk yang dimakannya, atau
tertelan oleh hospes yang "makan" telur parasit, spora, cyste yang ada dalam makanan atau air
minum, dapat juga karena sentuhan tubuh antara hospes, atau transportasi dari satu hospes ke
hospes lainnya oleh vektor.
Kekhususan hospes terdapat pada parasit. Copepoda, dari semua parasit hewan adalah
parasit yang agihannya paling luas di semua jenis komunitas dalam hubungan antara parasit
dengan hospes yang berwujud makhluk avertebrata sampai pada ikan. Acanthocephala ada
yang terdapat dalam perut besar jenis ikan tertentu saja. Tiap-tiap burung tersedia jenis cacing
pita tersendiri, walaupun berbagai jenis burung hidup di habitat sama.
Segregasi parasit ke dalam relung yang khusus dapat ditunjukkan oleh spesies
kumbang penggigit yang khusus yang terbatas hanya hidup di kepala atau daerah tertentu
dalam tubuh burung.
Nematoda tertentu ada yang hidup di jaringan pengikat tetapi tidak terdapat di saluran
pencernaan, sebaliknya ada nematoda yang meluluh terdapat di saluran pencernaan dan organ
lain yang termasuk dalam sistem pencernaan, tapi tidak terdapat di jaringan manapun.

Pembatasan parasit yang demikian tertentu pada alat atau hospes yang khusus adalah
suatu konsekuensi adaptasi fisiologik dan morfologik yang dapat yang memungkinkan parasit
menyelesaikan daur hidupnya dan langsung hidup dalam kondiai sangat istimewa.
Kekhususan hospes dapat menyebabkan bahwa taksonomi parasit menjadi berguna
dalam hubungan filogenetik dengan hospesnya (Kellog 1913 dalam Kendeigh, 1980). Yang
dimaksudkan dengan penyakit ialah suatu kondisi yang mempengaruhi tubuh atau bagian
tubuh sedemikian hingga mengganggu fungsinya. Parasit tidak dapat menyebabkan kematian
dengan segera, tetapi parasit mungkin menyebabkan kerusakan struktur tubuh yang jika
terjadi secara berlebihan dapat menyebabkan kematian. Untuk memperlihatkan peranan
parasit dalam menghasilkan penyakit di bawah ini dicantumkan beberapa agentia yang
menyebabkan kematian dalam makhluk lebih dari yang biasa, disamping pemangsa dan
parasitoid, ialah sebagai berikut :
1. parasit cacing, sebagai misalnya cacing pipih, cacing nematoda dan acanthocephala,
dapat berkelana dalam tubuh hospes serta menyebabkan luka-luka mekanik sekaligus
dapat merusak dan mengkonsumsi jaringan. Hospes mungkin memberikan reaksi
dengan cara menimbulkan jaringan jenis fibrosa sebagai kapsula atau kista
disekelilingi parasit yang terbalut di dalamnya.
2. parasit protozoa merupakan parasit penting dalam saluran makanan dan dalam darah.
Eimeris ialah salah suatu spesies sporozoa yang merusak dinding usus pada unggas
yang menyebabkan coccidiosis, taxoplasma dapat menjadi cyste dalam otak rodentia
3. bakteri menjadi penyebab berbagai jenis penyakit, misalnya tularemia, paratyphoid,
dan tuberculosis pada unggas dan mammalian dan juga berbagai penyakit pada
makhluk tingkat lebih rendah.
4. virus yang ukuran besarnya submikroskopik dan beberapa jenis virus dapat lolos dari
saringan yang paling halus. Ada virus yang menyebabkan penyakit mulut dan kuku
pada ungulata misalnya sapi, kijang dan sebagainya. Demikian pula demam berbercak
dan penyakit encephalitis dan distemper pada anjing.
5. spora fungus Aspergillus mungkin terdapat di serasah pinus, dapat terhisap ke dalam
paru-paru burung yang mengambil makanannya dari tanah, menyebabkan penyakit
disebut spergillosis. Fungus dapat berkembangbiak di permukaan eksternal tubuh.
6. parasit eksternal seperti caplak, pinjal, tuma (kutu), tungau dan lalat umumnya tidak
menimbulkan kematian oleh mereka sendiri, tetapi parasit sering merupakan vektor
penyebar protozoa, bakteria dan virus dari suatu makhluk ke makhluk lain. Tetapi

serbuan besar-besaran parasit eksternal dapat menurunkan vitalitas atau kekuatan


seekor hewan dan dapat menyebabkan penyakit pada bulu.
7. defisiensi zat hara dalam vitamin serta mineral, atau keseimbangan yang tidak tepat
antara zat hidrat arang, protein dan zat lemak dapat menimbulkan cacat, kekureangan
kekuatan, malahan dapat mati. Perbedaan dalam jumlah, komposisi dan intensitas
radiasi matahari dapat mempengaruhi kadar vitamin makanan yang dikonsumsi oleh
hewan. Jikalau makhluk hewan lama menderirta oleh makanan yang rendah
kandungan energi dan kelaparan sering menyebabkan kematian selama waktu ada
beban oleh iklim.
8. keracunan makanan yang disebut botulisme, terjadi bilamana makanan tertentu kena
kontaminasi dengan toksin dihasilkan oleh bakterium Clostridium botulinum.
Keracunan timah dapat terjadi pada unggas rawa yang menelan obat mesiu yang
mungkin tertumpah di perairan rawa di musim berburu
9. beban fisiologik (Selye 1995 dalam Kendeigh, 1980) adalah suatu istilah yang
digunakan untuk perubahan yang timbul di dalam tubuh secara non-spesifik oleh
banyak hal berbeda yang dapat menyertai penyakit. Pengaruh beban dapat berupa
hilangnya nafsu makan dan kekuatan, timbul rasa nyeri dan ngilu dan turunnya berat
tubuh. Secara internal sindrom "stress" dengan gejala karakteristik yaitu mengecilnya
secara akut alat-alat limfatik serta mengecilnya sel darah eosinophil, membesar dan
bertambahnya aktivitas sekretorik pada bagian kortek adrenalis dan berbagai
perubahan susunan kimiawi darah serta jaringan " stress " menimbulkan kondisi
abnormal dan sekaligus menghapus mekanisme pertahanan tubuh untuk melawan
kondisi yang abnormal itu. "Stress" itu ada tiga tingkatan ialah
-

tingkatan reaksi alam, dalam tingkat ini belum ada adaptasi,

-tinkatan resistensi, dalam tingkatan ini adaptasi tubuh telah menjadi optimum, dan
-tingkatan kehabisan tenaga. Di dalam tingkatan inilah adaptasi yang diperoleh
hilang. Ciri ketingkatan kehabisan tenaga antara lain adalah lain ialah
hipoglikemia, hipertrofi kortikal adrenal, berkurangnya glikogen hati dan
keseimbangan nitrogen negatif.
10. kecelakaan, penuaan, kelaparan, juga merupakan sebab penting untuk kematian.
Makhluk yang dapat menimbulkanpenyakit dapat masuk salah satu dari dua kategori.
Mereka ada di dalam tubuh sepanjang waktu tetapi secara normal tidak virulen, atau
mereka normalnya tidak ada dalam tubuh, tetapi begitu masuk ke dalam tubuh hospes
jadi virulen.

Makhluk yang paling sehat sekalipun secara kronik dapat memiliki parasit atau
makhluk yang merugikan pada tubuhnya. Parasit dan makhluk yang merugikan ini hanya akan
menimbulkan kerugian bila cacahnya melimpah luar biasa dan bila ada strain muta virulen,
atau jika oleh salah satu sebab hospes menurun vitalis dan resistensi tubuh sampai titik
sehingga hospes tidak mampu melawan pengaruh kehadiran parasit dan makhluk tersebut.
Normalnya ada saling toleransi antara hospes dan parasit yang sedemikian sehingga
tuntutan parasit dalam keseimbangan dengan kemampuan hospes.
Serangan tunggal walaupun yang derajad lunak, oleh beberapa penyakit sering
menimbulkan imunitas terhadap serangan lebih lanjut oleh penyakit yang sama, meskipun
penyebab penyakit masih terbawa dalam tubuh karbon yang telah sembuh.
Imunitas adalah adaptasi fisiologik yang diperoleh dan dengan adaptasi itu dapat
melawan hadirnya makhluk yang semula merugikan ini, atau hanya menderita sedikit akibta
hadirnya parasit atau makhluk yang merugikan itu.
Kosa kata
perlindungan
(="shelter" dan "protection")
turunan (="derivatives")
penginderaan (="sensory")
hospes-antara (="intermediate host")
bermakna (="significant")
dipindahkan (="transferred")
demam berbercak (="spoted fever")
mengambil makanannya dari tanah
(="groundfeeding")
caplak (="tick")
pinjal (="fleas")
tuma, kutu (="louse", "lice")
tungau (="mites")
kekuatan (="vigor")
cacat (="malformation")
kekurangan kekuatan (="lack of vigor")
kelaparan (="starvation")
beban fisiologik (="physiological stress")
glikogen hati (="lever glycogen")
virulen (="virulent")
mutan (="mutant")

sentuhan tubuh (="body contact")


vector (="vector")
kekhususan hospes
(="host specifity")
perut besar (="ventriculus=waduk")
diperoleh (="acquired")
alat (="organ")
filogenetik (="phylogenetic")
kista (="cysts")
saluran makanan
(="tractus alimentarius")
serasah (="litter")
nyeri dan ngilu (="ache and pain")
mengecil secara akut (="acuteinvolution")
kehabisan tenaga (="axhaution")
hipoglikemia (="hypoglycaemia")
hipertrofi kortikal adrenal
(="adrenal cortical hypertrophy")
penuaan (="ageing")
melimpah (="abundant")

7.4. INTERAKSI POSITIF


Kehidupan bersama antara dua populasi spesies yang berakibat pengaruh positif
adalah tersebar sangat luas dan barangkali sama pentingnya dengan persaingan, parasitisme,
dan lainnya, dalam menentukan keadaan populasi dan komunitas. Interaksi positif dapat
ditinjau dalam deretan evolusioner sebagai berikut :

Komensalisme satu populasi mendapatkan keuntungan


Protokoperasi - kedua populasi memperoleh keuntungan,
Mutualisme kedua populasi mendapatkan keuntungan dan sangat tergantung satu
kepada yang lainnya.
Komensalisme adalah suatu tipe sederhana interaksi positif dan merupakan langkah
pertama yang menuju ke arah perkembangan hubungan yang menguntungkan. Yang paling
umum sebagai contoh adalah komersialisme antara tumbuhan (yang sesil) dan hewan sesil
dengan makhluk yang bergerak dari contoh komensalisme banyak terdapat di lautan, di
terumbu karang, sebangsa kepiting dalam cangkag kerang. Banyak komensal yang tidak
berhospes khusus tetapi ada beberapa yang hidup bersama dengan satu spesies hospes.
W.C. Alle (1938 dan 1951 dalam Odum, 1971) yang mengkaji dan menulis tentang
protokoperasi secara extensif antara lain menyebutkan bahwa antara sejenis kepiting dan
Coelenterata yang tumbuh di atas carapaknya atau malahan sengaja ditanam oleh kepiting itu.
Kepiting mendapatkan kamuflase dan proteksi (sebab coelenterata memiliki semacam sel
penyengat), sedangkan coelenterata mendapatkan transportasi berkeliling dan memperoleh
partikel makanan bilamana kepiting menangkap dan makan makanannya. Dalam contoh ini
kepiting tidak tergantung pada coelenterata dan sebaliknya.
Pada simbiosis mutualisme atau simbiosis obligat, maka makhluk hidup bersamna
saling menguntungkan adalah merupakan keharusan misalnya antara makhluk autotrop dan
heterotrop. Contoh lain untuk mutualisme adalah antara flagellata yang hidup di dalam usus
rayap. Tanpa flagellata (sekelompok clister spesies dalam ordo hypermastigina) yang sudah
spesialisasi banyak rayap tidak dapat mencerna kayu yang ditelannya, hal ini telah dibuktikan
dengan eksperimen meniadakan flagellata dari ususnya.
Kosa kata
bergerak (="motile")

terumbu karang (="coral reefs")

berhospes khusus (="host-specific")

simbiosis (="symbiosis")

Ringksan bab 7 :
1.Dijelaskan interaksi populasi positif dan negatif

2.Pemangsaan adalah interaksi antar makhluk pemangsa (makhluk yang memakan) dan
mangsa (makhluk yang dimakan). Ada makhluk herbivore, makhluk karnivora dan
makhluk omnivora, grazers, pemangsa sejati.
3.Diuraikan

tentang

makhluk

yang

monophag,

oligophag

dan

polyphag.

Ada

penggolongannya makhluk generalis dan spesialis


4.Diuraikan tentang simbiosis mutualisme, komensalisme, protokoperasi
5.Dijelaskan persaingan interspesifik dan persaingan intraspesifik. Makhluk hewan dapat
bersaing berebut penyerbuk, berebut teman berkembang biak, berebut tempat sarang.
6.Diuraikan tentang persamaan Lotka-Volterra dan juga koefisien persaingan.
7.Dijelaskan tentang prinsip eksklusif kompetitif atau prinsip Gause dan tentang diferensiasi
relung.
8.Diuraikan tentang allelokimia, allelopati, serta antibiotik, dan pheromene.
9. Dijelaskan tentang makhluk parasit, ektoparasit, endoparasit, kekhususan hospes,
pengertian penyakit.
10.Diuraikan tentang imunitas terhadap penyakit.
.

Soal Yang Dapat Dijawab Untuk Latihan (Jawaban Dapat Dibaca Dalam Bahan Acuan)
1.

Interaksi antara dua spesies dapat digambarkan dengan simbol 0, +, dan -, yaitu 00, ++,

dan +- yang dikembangkan menjadi 9 macam. Uraikan dengan singkat.


2.
Apakah perbedaan antara pemangsaan dan parasitisme?
3.
Apakah arti parasitoidisne?
4.
Apakah perbedaan antara komensialisme dan mutualisme?
5.
Apakah arti istilah grazers?
6.
Jelaskan arti konsumen monophag, oligophag, dan yang poliphag?
7.
Tuliskan persamaan LOTKA-VOLTERRA!
8.
Tuliskan persamaan LOTKA-VOLTERRA untuk persaingan!
9.
Jelaskan eksperimen dengan Tribolium dan Adelina!
10.Jelaskan eksperimen dengan Calandra dan Rhizopertha!
11.Jelaskan eksperimen dengan menggunakan Saccharomyces!

12.Apakah yang dimaksud dengan persaingan?


13.Sebutkan macan-macam persaingan!
14.Jelaskan pengertian prinsip eksklusif kompetitif!
15.Jelaskan pengertian allelokimia dan allelopati!
16.Apakah yang dimaksud kekhasan hospes?
17.Jelaskan tentang Eimeria dan taksoplasmosis!
18.Apakah yang dimaksud dengan botulismus?
19.Apakah yang dimaksud dengan stress ?
20.Jelaskan tentang tingkatan : reaksi alam, resistensi dan kehabisan tenaga dalam pengertian
stress!

MODUL - 8
KOMUNITAS HEWAN
Kendeigh (1980) menuliskan bahwa ekologi tumbuhan bersangkutpaut dengan kajian
komunitas tumbuhan atau sosiologi tumbuhan. Satuan dasar di dalam sosiologi tumbuhan
adalah asosiasi, yaitu komunitas tumbuhan dengan komposisi floristik tertentu. Bagi
sosiologiwan tumbuhan, suatu asosiasi adalah seperti suatu spesies.
Suatu asosiasi terdiri atas sejumlah tegakan, yang merupakan suatu satuan konkrit
vegetasi yang diamati di lapangan. Para ekologiwan tumbuhan mempergunakan istilah
komunitas dalam satu artian sangat umum, sedangkan istilah asosiasi memiliki suatu arti yang
sangat khusus. Ekologiwan mempergunakan istilah komunitas dalam artian umum seperti
asosiasi botaniwan.
Ada tiga gagasan utama yang terlibat dalam takrif komunitas. Yang pertama, sifat
minimum komunitas adalah hadirnya bersama beberapa spesies dalam suatu daerah. Yang
kedua, bahwa komunitas menurut beberapa ilmuwan adalah kumpulan kelompok spesies yang
sama terjadi berulang dalam ruang dan dalam waktu. Ini berarti bahwa ada tipe komunitas

yang memiliki komposisi nisbi tetap. Yang ketiga, ada sementara ilmuwan yang mengatakan
bahwa komunitas memiliki kecenderungan menuju ke arah stabilitas dinamik, dan bahwa
keseimbangan ini cenderung dipulihkan jika terganggu; jadi komunitas menunjukkan
homeostasis. Malahan ada pendapat yang ekstrim yang menganggap komunitas sebagai suatu
tipe superorganisme.
Secara umum hampir botaniwan dan zoologiwan tentang kajian komunitas berlainan.
Zoologiwan lebih berkepentingan dengan konsep hubungan fungsional seperti misalnya
jaringan makanan dan aliran energi melalui komunitas; para botaniwan lebih berkepentingan
dengan hubungan taksonomik ataupun hubungan struktural dalam komunitas dan cara
hubungan ini berubah dalam waktu dan ruang. Para zoologiwan lebih bersifat komprehensif
dalam kajiannya, sebab harus diperhitungkan tumbuhan sebagai makanan hewan, sedangkan
botaniwan cenderung mengabaikan hewan.
Kosa kata
tegakan (="stands")

jaringan makanan (="food web")

nisbi tetap (="relatively constant")

aliran energi (="energy flow")

8.1 TAKRIF KOMUNITAS


Tidak ada makhluk atau populasi spesies yang hadir (exist) sendiri di dalam alam,
tetapi selalu merupakan bagian suatu kumpulan spesies hidup bersama dalam area yang sama.
Yang dimaksudkan dengan komunitas (dalam perpustakaan Eropa disebut biocoenose ada
yang menulis biocenosis) adalah kelompok populasi makhluk hidup dalam suatu daerah
tertentu. Komunitas dapat bermacam-macam ukuran besarnya. Ada komunitas hewan
avertebrata dan fungsi di suatu batang kayu yang membusuk atau komunitas tumbuhan di
hutan yang luasnya dapat berupa suatu benua, pulau atau propinsi.
Ciri-ciri komunitas, seperti pada populasi, tidak dimiliki oleh masing-masing spesies
sebagai komponen dan masing-masing spesies hanya memiliki arti dalam kaitan sebagai
anggota komunitas secara keterpaduan. Lima ciri-ciri komunitas yang telah diukur dan dikaji
adalah :
1) Keragaman spesies : dapat dipermasalahkan spesies hewan dan tumbuhan yang manakah
yang hidup dalam suatu komunitas tertentu. Senarai spesies semacam ini merupakan
ukuran sederhana bagi kenyataan spesies atau keragaman spesies atau dapat juga disebut
diversitas spesies.

2) Bentuk dan struktur pertumbuhan : tipe komunitas dapat diberikan dengan kategori utama
bentuk pertumbuhan : pohon, perdu atau lumut misalnya. Selanjutnya ciri ini dapat
diperinci ke dalam kategori bentuk pertumbuhan lebih kecil misalnya pohon yang berdaun
lebar dan pohon yang berdaun seperti jarum. Bentuk pertumbuhan ini dapat menentukan
stratifikasi atau perlapisan cacak komunitas.
3) Dominasi : dapat diamati bahwa tidak semua spesies dalam komunitas sama penting
dalam menentukan sifat komunitas. Dari beratus spesies yang mungkin ada di dalam suatu
komunitas, secara nisbi hanya beberapa saja yang berpengaruh mampu mengendalikan
komunitas tersebut baik dari besar, maupun dari cacah, atau dari akrivitasnya. Spesies
dominan adalah spesies yang secara ekologik sangat berhasil dan yang mampu
menentukan kondisi yang diperlukan untuk pertumbuhannya.
4) Kelimpahan nisbi : proporsi spesies yang berbeda dalam spesies dapat ditentukan.
5) Struktur tropik : apa yang makan siapa? Hubungan makanan spesies dalam komunitas
akan menentukan ke aliran energi dan bahan dari tumbuhan ke herbivor ke karnivor.
Kosa kata
kumpulan (=assemlage)

diperkirakan (=describe)

batang kayu yang membusuk

cacak, vertikal

(decaying log)

(=vertical)

keragaman (=diversity)

Kelimpahan (=abundance)

trofik (=trophic)

8.2 DOMINAN DAN PREDOMINASI


Dalam subbab 8.1. telah disebutkan bahwa di alam dapat diamati tidak semua spesies
dalam komunitas sama penting dalam menentukan sifat dan fungsi seluruh komunitas. Dari
beratus spesies yang mungkin ada dalam suatu komunitas, secara nisbi hanya beberapa saja
yang berpengaruh mampu mengendalikan komunitas tersebut baik dari ukuran besarnya,
maupun dari cacah, atau dari aktivitasnya. Kepentingan nisbi dalam komunitas tidak
ditunjukkan oleh hubungan taksonomik karena makhluk mengendalikan secara utama sering
termasuk pada kelompok taksonomi yang sangat berbeda yang mempunyai gayut lebih
sinergistik daripada gayut kompetitif.
Komunitas paling sedikit yang merupakan komunitas utama atau komunitas mayor
memiliki produsen dan makrokonsumen serta mikrokonsumen. Spesies dominan secara

ekologik adalah spesies yang secara ekologik sangat berhasil dan yang mampu menentukan
kondisi yang diperlukan untuk pertumbuhannya.
Dominan ialah pengendalian nisbi yang diterapkan oleh makhluk atas komposisi
spesies dalam komunitas. Tumbuhan lebih sering bersifat dominan dalam komunitas
terrestrial daripada hewan. Dalam komunitas akuatik, hewan secara nisbi lebih penting
walaupun dominan sering tidak berkembang.
Derajad dominan terpusat di dalam satu beberapa atau banyak spesies dapat
dinyatakan dengan indeks dominan, ialah jumlah kepentingan tiap-tiap spesies dalam
hubungannya dengan komunitas secara keseluruhan.
Kriteria lainnya untuk evaluasi spesies ialah dengan kerapatan atau cacah individu
yang ada persatuan luas. Suatu spesies pada waktu populasi tinggi mempengaruhi makhluk
yang lain lebih besar daripada waktu populasi rendah. Suatu spesies yang secara permanen
lebih melimpah daripada spesies lainnya akan mengkonsumsi makanan lebih banyak,
menempati lebih banyak tempat untuk reproduksi dan memerlukan lebih banyak ruang,
sehingga pengaruhnya lebih besar. Makhluk yang predominan merupakan kontituen
komunitas yang lebih banyak berlawanan dengan anggota biasa, ialah spesies yang kurang
penting. Batas yang membagi dua kategori ini adalah arbitrari.
Adapun rumus indeks dominasi (Simpson 1949 dalam Odum, 1971) ialah sebagai
berikut:
c = E (n./1V)2 (E dibaca sigma)
dengan penjelasan bahwa
c

= indeks dominansi,

= nilai kepentingan tiap-tiap spesies (cacah individu, biomassa, produksi


dan sebagainya), dan

= jumlah nilai kepentingan

Kosa kata
komunitas (=major community)

kepentingan (=importance)

8.3 STRUKTUR DAN KERAGAMAN KOMUNITAS


Komunitas yang berbeda akan dapat diamati dalam tiap-tiap habitat yang berbeda dan
satuan lingkungan yang lebih besar yang berbeda. Kenyataannya komposisi dan sifat
komunitas merupakan indikator paling baik untuk komunitas yang ada di situ.
Komunitas dapat dibedakan menjadi komunitas mayor dan komunitas minor.
Komunitas major adalah komunitas yang bersama dengan habitatnya kurang lebih merupakan
satuan yang dapat melengkapi dan melestarikan komunitas itu sendiri, kecuali untuk energi
matahari sebagai masukan yang harus ada. Komunitas minor, sering disebut sosietas ialah
kelompok sekunder dalam komunitas mayor jadi bukan satuan bebas sepenuhnya mengenai
sirkulasi energi.
Salah satu masalah terpenting namun sukar adalah penentuan nilai kepentingan
makhluk bagi struktur komunitas dan peranan mereka dalam dinamika komunitas.
Kepentingan nisbi tiap-tiap spesies dari berbagai jenis spesies dalam komunitas dievaluasi
berdasar fidelitas; kemelimpahan, waktu aktivitas, pengelompokan sekunder, kepanggahan
dan pengaruhnya. Indeks keragaman spesies adalah pernyataan kuantitatif struktur komunitas
dalam kaitan cacah spesies dan agihan taksonomik individu. Reproduksi dan pertumbuhan
menimbulkan suatu produksi bahan organik dan laju pembentukan bahan organik dan energi
disebut produktivitas.
Struktur komunitas dibedakan menjadi struktur fisik dan struktur biologik. Struktur
fisik suatu komunitas tampak jika komunitas diamati, misalnya jika dikunjungi suatu hutan
deciduosa, akan tampak suatu struktur primer ialah adanya pohan-pohon yang besar yang
gugur daunnya secara musiman dan suatu struktur sekunder berupa pepohonan kecil-kecil,
perdu dan semak di lantai hutan. Tanah hutan tersebut merupakan matriks interaksi perakaran
semua tumbuhan, dan hewan-hewan hidup dalam struktur komunitas yang dibatasi oleh
tumbuhan dan tanah. Sedangkan aspek struktur biologik komunitas meliputi komposisi
spesies, kelimpahan individu dalam spesies, perubahan temporal dalam komunitas, hubungan
antara spesies dalam suatu komunitas. Struktur biologik sebagian tergantung pada struktur
fisik komunitas. Kedua aspek struktur komunitas terpengaruh kuat pada fungsi suatu
komunitas. Yang dimaksudkan fungsi komunitas adalah kerja suatu komunitas sebagai suatu
pemroses energi dan zat hara. Komunitas berfungsi dengan jaringan yang rumit interaksi
spesies.

Di dalam kerangka komunitas harus diingat bahwa komunitas terpadu oleh koevolusi
kelompok spesies yang berinteraksi. Baik struktur maupun berfungsinya komunitas telah
dimodifikasi oleh seleksi alam yang bertindak pada individu yang menyusun komunitas.
Ada tiga anasir struktur fisik di dalam komunitas. Tumbuhan membentuk matriks
dasar bagi semua komunitas dan bentuk pertumbuhan tumbuh adalah komponen penting
untuk struktur komunitas. Sistem akuatik dan sistem daratan sangat berbeda dalam
strukturnya, tetapi banyak aspek pada ruang cacak menjadi milik bersama kedua sistem itu.
Termasuk dalam hal ini adalah migrasi cacak zooplankton di danau dan dilautan. Dengan
kemampuan berenang zookplankton maka agihan cacak tidak panggah. Musim merubah
struktur semua komunitas malahan yang ada di daerah tropika sekalipun dan peristiwa
musiman gawat untuk berfungsinya komunitas alami.
Salah satu dasar untuk klasifikasi spesies adalah fidelitas mereka untuk komunitas;
jadi suatu spesies disebut eksklusif bilamana spesies itu adanya hanya di suatu daerah tunggal,
habitat tunggal, atau komunitas tunggal; suatu spesies disebut karakteristik (selektif atau
preferensial), bilamana spesies itu melimpah dalam suatu daerah atau komunitas tetapi juga
ada dalam jumlah kecil di sebarang tempat lainnya; spesies disebut ubiquitous bilamana
spesies itu terdapat kurang lebih agihannya sama dalam berbagai jenis komunitas.
Fidelitas ialah derajad keterbatasan suatu spesies untuk situasi tertentu. Spesies yang
eksklusif sering bersifat langka ditemukan serta tidak penting dalam dinamika komunitas,
tetapi jika menyolok mata sering spesies itu dapat merupakan spesies indikator yang berguna
untuk mengidentifikasi dan mengenali suatu komunitas. Spesies dengan fidelitas tinggi ialah
spesies dengan preferensi yang kuat untuk komunitas tertentu atau terbatas pada komunitas
tertentu tersebut.
Pengenalan tentang spesies yang karakteristik merupakan kesukaran khusus, karena
harus ditentukan seberapa lebih melimpah suatu spesies seharusnya dalam suatu komunitas
sebagai suatu preferensi pasti terhadap yang lainnya. Dalam suatu kajian distributional
populasi burung yang berkembangbiak (Martin 1960 dalam Kendeigh, 1980), suatu spesies
dianggap karakteristik untuk suatu tipe vegetasi jika spesies itu paling sedikit tiga kali lebih
melimpah dibanding dalam tipe vegetasi yang lain. Hal ini dalam aras populasi dengan
kerapatan dari 1 sampai 9 pasang per 40 hektare. Untuk spesies yang mencapai kerapatan
populasi dari 10 sampai 100 pasang per 40 hektare, preferensi dianggap telah ditunjukkan jika
spesies dua kali lebih melimpah di suatu tipe vegetasi dibandingkan di tipe vegetasi yang

manapun. Untuk populasi lebih besar dari 1000 pasang per 40 hektare, maka perbedaan 50
persen mungkin lebih bermakna.
Suatu uji yang lebih ketat harus dikenakan pada populasi kecil, karena ralat dalam
pengukuran besarnya populasi dan fluktuasi populasi secara acak yang disebabkan oleh faktor
selain pemihan, menghasilkan gangguan secara nisbi lebih besar dalam data.
Suatu kajian eksperimental dalam mengukur populasi insekta dedaunan juga
menunjukkan bahwa populasi yang berbeda-beda nisbah sebesar 3:1 dapat dianggap secara
statistik bermakna (Graves 1953 dalam Kendeigh, 1980). Suatu spesies dikatakan
karakteristik, harus memiliki kepanggahan dalam komunitas, ialah terdapat dalam 50 persen
dari semua cuplikan, biasanya bukan diambil.
Indikator ekologik biasanya bukan spesies yang dominan dan bukan yang melimpah.
Umumnya ditekankan pada banyak spesies yang langka dalam komunitas daripada beberapa
spesies yang biasa.
Waktu dan lamanya keberadaan suatu spesies di dalam suatu komunitas
mempengaruhi jumlah pengaruh yang ditimbulkannya. Umumnya, makin lama periode
tahunan suatu spesies aktif makin menjadi penting peranan yang dimainkannya. Spesies dapat
diklasifikasikan atas dasar waktu menjadi spesies yang :
-perennial ialah spesies yang aktif dalam suatu komunitas sepanjang tahun, dari tahun
ke tahun beriktunya;
-musiman ialah spesies yang ada atau aktif dalam bagian-bagian tahun;
-

mendaur ialah spesies yang penting dalam beberapa tahun kemudian dapat
diabaikan dalam beberapa tahun berikutnya, dengan fluktuasi dalam cacah sangat
luas. Walaupun ada tetapi suatu spesies dianggap tidak aktif seperti misalnya bila
sedang hibernasi semacam tidur dalam musim dingin atau sedang tidur atau bila
diwakili oleh sebuah telur, spora atau stadium kista dalam daur hidupnya.

Para ekologiwan telah sejak lama menyadari bahwa komunitas di lingkungan yang berlainan
akan berbeda dalam cacah spesies yang dikandungnya, tetapi hanya baru sejak beberapa tahun
akhir-akhir ini dikembangkan indeks kuantitatif untuk menunjukkan hubungan antara struktur
komunitas tidak hanya
(1)dalam cacah spesies tetapi juga,
(2)dalam cacah individu secara nisbi dalam tiap-tiap spesies.

Di antara sejumlah indeks yang berbeda yang telah tersusun mengenai keseragaman spesies,
yang berlainan mengenai hal yang ditunjukkan (William 1964, Mc Erlean dan Mihursk,
1969), dan petunjuk yang paling biasa dipergunakan yang berdasarkan teori informasi dalam
communication engineers (Shannon dan Weaver 1949 dalam Kendeigh, 1980) Aplikasi
teori informasi untuk analisis komunitas ekologik pertama kali dilaksanakan oleh Margalef
untuk fitoplankton dalam 1957 serta oleh Mac Arthur untuk burung dalam 1961. Indeks
keragaman (Pielou 1966 dalam Kendeigh, 1980) ialah :

s
H E(P log ( (E dibaca sigma )
i
i
i i
dengan keterangan bahwa :
S

adalah jumlah cacah spesies dalam suatu cuplikan dan

Pi

adalah cacah individu dalam suatu spesies (i) dibagi dengan jumlah individu dalam
populasi (jadi dapat ditulis bahwa Pi = ni/N, artinya

ni =

nilai kepentingan (importance value) tiap-tiap spesies [cacah individu, biomassa,


produksi dan sebagainya], dan

N=

jumlah nilai kepentingan).

[Indeks keragaman tersebut dalam Odum (1971) dan Krebs (1978) disebut indeks keragaman
Shannon dan Wiener]. Makin tinggi nilai H makin besar diversitas spesies dalam komunitas;
mungkin ada cacah spesies yang besar atau agihan individu yang merata dalam komunitas
atau keduanya. Misalnya jika digunakan In (atau log) dan diandaikan ada 100 individu dalam
suatu populasi, sehingga :
1. Jika hanya ada 1 spesies, maka H i = 0
2. Jika ada 5 spesies dengan 20 individu dalam masing-masing spesies, maka H i =
1.61.
3. Jika ada 10 spesies dengan 10 individu masing-masing spesies, maka H i = 2.30.
4. Jika ada 100 spesies dengan 1 individu masing-masing spesies, maka H i = 4.61.
Sesungguhnya sangat jarang bahwa tiap-tiap spesies sama cacah individunya;
biasanya spesies dapat disusun menurut beberapa spesies dengan cacah individu
yang besar, diikuti oleh spesies yang cacah individunya makin kecil misalnya.

5. Jika ada 5 spesies dengan masing-masing bercacah individu 50, 20, 15.8, dan 2,
maka H i = 1.26, yang ternyata menunjukkan indeks keragaman lebih rendah
daripada nomor 2.
6. Jika ada 10 spesies yang masing-masing dengan individu 45, 25, 15, 8, 1, 1, 1, 1,
dan 1, maka H i = 1.50.
Dalam nomor 6 ternyata indeks keragaman tidak sebesar dalam nomor 3 karena agihan
individu kurang seragam tetapi masih lebih besar daripada nomor 5 karena cacah spesies
hanya menyangkut 5 individu.
Indeks diversitas telah dipergunakan sedemikian jauh terutama untuk
memperbandingkan komposisi, di dalam komunitas berbeda, kelompok taksonomik yang
sama bentuk kehidupannya.
Dalam memperbandingkan dua atau lebih komunitas dengan indeks diversitas
berbeda, cacah spesies yang ada dan cacah individu dalam tiap-tiap spesies biasanya tampak,
tetapi derajad kesamaan dalam agihan individu antara spesies tidak tampak. Kesamaan ini,
atau tidak adanya kesamaan ini, dapat dievaluasi dengan suatu indeks equitabilitas (J =
H/Hmax) (Sheldon 1969 dalam Kendeigh, 1980). Yang dimaksudkan dengan H'max adalah
keragaman maksimum yang mungkin untuk komunitas jika semua spesies sama melimpah
seperti pada contoh 2, 3, dan 4 di atas. Jadi indeks equitabilitas pada contoh 5 ialah 1.26/1.61
atau 0.78, sedangkan untuk nomor 6 adalah 1.50/2.30 =0.63. Indeks diversitas yang lebih
tinggi pada komunitas nomor 6 ialah karena komunitas nomor 6 memiliki dua kali cacah
spesies pada komunitas 5, hal ini dapat menutupi indeks equitabilitas yang rendah.
Struktur yang diakibatkan oleh sebab agihan makhluk di dalam lingkungannya dan
oleh sebab interaksi makhluk dengan lingkungannya disebut sebagai pola (Hutchinson 1953
dalam Odum, 1971). Banyak jenis susunan yang berbeda mengenai makhluk yang mengambil
bagian dalam keragaman pola dalam komunitas, sebagai misal adalah :
1) pola stratifikasi atau dapat disebut sebagai pelapisan cacak,
2) pola pemintakadan = pola zonasi,
3) pola aktivitas (periodisitas),
4) pola jaringan makanan,
5) pola reproduktif (hubungan tetua-anak),
6) pola sosial (kelompok burung dan kelompok hewan besar),
7) pola koaktif (akibat persainganm, antibiosis, mutualisme, dan sebagainya),
8) pola stokastik (akibat kekuatan acak).

Dari sejumlah spesies dalam suatu komponen trofik, atau di dalam suatu komunitas
secara keseluruhan, maka suatu persentase secara nisbi kecil biasanya melimpah (diwakili
oleh cacah individu yang besar, biomassa besar, produktivitas besar, atau indikator lain
mengenai kepentingan) dan suatu persentase besar yang langka (nilai kepentingan kecil).
Beberapa spesies yang biasa atau yang dominan, menentukan sebagian besar aliran energi
dalam tiap-tiap kelompok tropik, cacah yang besar spesies langka yang menentukan
keragaman spesies dalam kelompok tropik dan keseluruhan komunitas.

Kosa kata
kelompok (=aggregation)

pemroses (=processor)

matriks (=matrikx)

mendaur (=cyclics)

daratan (=terrestrial)

zat hara (=nutrients)

nilai kepentingan (=importance

jaringan yang rumit (=intricate

value)

network)

indeks keragaman spesies

bentuk-pertumbuhan (growth form)

(=spesies diversity

bermakna

indices, jika tunggal indeks)

secara statistik (=statistically

pola ruang cacak

significant)

(= vertical spatial pattersn)

kepanggahan (= constancy)

agihan cacak (=verical distribution)

dasar waktu (= temporal basis)

hibernasi = semacam tidur

Keragaman pola (=pattern diversity)

ubiquitous (=indifferent = tidak

dalam musim dingin

berbeda)

(=hibernating)

bersifat langka (= rare)

tidur (=dormat)

menyolok mata (=conspicuous)

kista (=cysts)

ralat (= erros)

indeks-indeks (=indices dari bentuk

dedaunan (=foliage)

tunggal index)

nisbah (=ratio)

kelompok hewan besar (= herds)

keragaman (=diversity)

hubungan tetua-anak

evenness)

(= parent-offspring association)

pola (=patterns)

kelompok burung (=flocks)

pelapisan cacak (=vertical layering)

jaringan bermakna (=food web)

pola pemintakadan =

organisasi jaringan (=network)

pola zonasi (=zonation pattern)

rantai makanan (=food chain)

8.4. KONSEP KERAGAMAN dan KONSEP SPESIES KEPULAUAN


Dalam perbincangan tentang konsep keragaman oleh Krebs (1987) disebutkan bahwa
ukuran paling sederhana mengenai keragaman spesies adalah menghitung cacah spesies.
Dalam perhitungan yang demikian itu yang dilibatkan hanyalah spesies penghuni tetap,
bukannya imigran yang kebetulan ataupun imigran yang sementara. Tidak selalu mudah untuk
menentukan yang mana gerangan spesies yang kebetulan. Cacah spesies adalah konsep
pertama dan tertua sebagai konsep keragaman spesies dan disebut kekayaan spesies. Konsep
yang kedua tentang keragaman spesies adalah konsep heterogenitas, yang merupakan salah
satu masalah dalam perhitungan cacah spesies sebagai suatu ukuran keragaman adalah bahwa
perhitungan ini memperlakukan spesies langka dan spesies biasa sebagai sesuatu yang sama.
Suatu komunitas dengan dua spesies dapat dibagi dalam dua cara ekstrim:
Komunitas 1

Komunitas 2

Spesies

A...........................99.........................50

Spesies

B...........................1...........................50

Komunitas yang kedua tampak bahwa lebih beragam daripada yang pertama. Feel ( 1974
dalam Krebs, 1978 ) memberi saran untuk diadakan penggabungan konsep cacah spesies
dengan konsep kelimpahan nisbi menjadi suatu konsep tungggal heterogenitas. Heterogenitas
yang lebih tinggi dalam suatu komunitas terdapat bila lebih banyak spesies dan bila spesies itu
sama melimpahnya.
Suatu masalah yang sulit timbul dalam menentukan cacah spesies dalam suatu
komunitas biologik : cacah spesies tergantung pada ukuran besarnya cuplikan. Pencuplikan
yang cukup biasanya akan dapat mengatasi kesulitan tersebut, terutama dengan spesies
vertebrata, tetapi tidak demikian dengan insekta dan anthropoda, sebab pada insekta dan
anthropoda hitungan spesies tidak dapat lengkap.

Dua strategi yang berbeda telah dipergunakan dalam hampiran terhadap masalah ini.
Hampiran yang pertama, ialah bahwa berbagai agihan statistik dapat dicocokkan pada
kelimpahan nisbi spesies yang bersangkutan. Suatu gambaran sangat karakteristik tentang
komunitas adalah bahwa mereka berisi secara komparatif sedikit spesies yang biasa dan
secara komparatif sejumlah besar cacah spesies yang langka. Secara nisbi mudah menentukan
cacah spesies untuk area tertentu yang manapun dan cacah individu dalam tiap-tiap spesies.
Dalam banyak cuplikan fauna, cacah spesies diwakili oleh dua spesiesmen lebih sediki, dan
demikian seterusnya sampai hanya beberapa spesies saja yang diwakili oleh banyak
spesiesmen.
Hampiran kedua mengenai keragaman spesies meliputi ukuran heterogenitas suatu
komunitas. Beberapa ukuran heterogenitas telah dipergunakan (Peet 1974 dalam Krebs, 1978)
dan yang paling populer ialah ukuran heterogenitas berdasarkan teori informasi. Adapun
tujuan utama teori informasi adalah mencoba mengukur jumlah keteraturan atau ketidakteraturan yang terdapat di dalam suatu sistem (Margalef 1985 dalam Krebs, 1978).
Empat tipe informasi dapat dikumpulkan berkenaan dengan keteraturan dalam
komunitas:
(1) cacah spesies,
(2) cacah individu dalam tiap-tiap spesies,
(3) tempat yang didiami oleh individu masing-masing spesies, dan
(4) tempat didiami oleh individu sebagai individu terpisah.
Dalam kebanyakan karya ilmiah hanya data tipe (1) dan tipe (2) yang diperoleh.
Jika ditinjau komunitas 1 dan komunitas 2 pada halaman 316, maka dengan
mempergunakan rumus indeks keragaman

s
H E (pi logpi )
i
i

(E dibaca sigma )

Untuk dua spesies dengan 99 dan 1 individu akan diperoleh


H

= -[(p1) (log2p1) + (p2 (log2p2)]


= -[0.991log20.99) + (0.01) (log20.01)]
= 0.081

Sedangkan untuk cuplikan dengan 2 spesies masing-masing 50 individu akan diperoleh


H

= -[0.50(log20.50) + 0.50(log20.50)]
= 1.00

Tampak bahwa cuplikan kedua lebih beragam daripada cuplikan pertama.


Kepulauan adalah suatu jenis perangkap istimewa yang menangkap spesies yang
mampu mencapainya dalam menyebar ke kepulauan itu dan berhasil berkoloni.
Cacah spesies pada suat pulau sebanding dengan luas pulau itu dan dapat digambarkan
dengan persamaan sederhana sebagai berikut:

S = c Az
yang jika dituliskan dalam bentuk logaritme menjadi
log S = (log c) + z(log A)
dengan penjelasan:
S=

cacah spesies

c=

suatu tetapan (=constante) mengukur cacah spesies pada sautu pulau seluas 1mil
persegi

A.

luas pulau (dalam mil persegi)

z=

suatu tetapan mengukur miringnya garis (=the slope of the line) yang
menghubungkan S dan A

untuk tanaman daratan di kepulauan Galapagos, maka


S = 28.6 Ao.32
Kurva cacah spesies luas wilayah termasuk suatu hal yang azasi bagi tumbuhan dan hewan.
Untuk fauna amphibia dan reptilia di Hindia Barat terdapat
S = 3.3 A0.30
Preston 1962 dalam Krebs (1978) menunjukkan bahwa miringnya garis kurva cacah
spesies-luas wilayah (z) cenderung sebesar sekitar 0.30 untuk berbagai situasi pulau, dari

makhluk kutu di Hindia Barat, makhluk semut di Malanesia dan vertebrata di pulau di Lake
Michigan, sampai tumbuhan daratan di Galapagos.
Mungkin ada yang bertanya: bagaimanakah kurva cacah spesies-luas wilayah untuk
daerah di benua? Apakah garis miring sama dengan garis miring yang untuk pulau dan adakah
z sejenis tetapan ekologik?
Cacah spesies bertambah dengan makin besarnya luas wilayah di benua seperti halnya
pada pulau-pulau. Ada kisaran antara 10 acres sampai kira-kira 1.000.000 acres s(1 hektare =
2.4 acres) yang garis kurva itu berbentuk
S = 40 A0.17
untuk burung-burung di Amerika Utara. Preston (1962 dalam Krebs 1978), mencatat bahwa
kurva yang menggambarkan hubungan antara cacah spesies dan luas wilayah untuk suatu
kawasan benua, atau untuk bagian pulau-pulau besar garis miring berkisar antara 0.15 sampai
0.24, suatu kisaran yang lebih kecil daripada nilai z dalam kajian kepulauan. Ini berarti bahwa
jika dicuplik wilayah yang makin luas, cacah spesies baru hanya bertambah sedikit jika
dicuplik suatu kawasan di benua daripada jika dicuplik sederetan pulau-pulau. Hal ini
disebabkan karena pulau-pulau itu merupakan daerah terisolasikan sehingga emigrasi
berkurang, sedangkan kawasan di benua secara kontinyu dan naik turun cacah spesies karena
emigasi dan imigrasi.
Cacah spesies yang hidup di plot yang manapun, apakah di pulau ataukah di suatu
wilayah di benua, merupakan suatu keseimbangan antara imigrasi dan kepunahan. Laju
imigrasi dinyatakan sebagai cacah spesies baru per satuan waktu. Laju imigrais ini makin
mengecil secara kontinyu, karena makin banyak spesies menjadi mantap di pulau, kebanyakan
imigrasi akan dari spesies yang telah ada di pulau, kebanyakan imigrasi akan dari spesies
yang telah ada di pulau. Batas atas kurva imigrasi fauna total wilayah itu.
Laju kepunahan cacah spesies per satuan waktu akan bertambah sebab peluang
kepunahan tergantung pada cacah spesies yang telah ada.

Kosa kata
imigran yang sementara

ketidak-teraturan (="disorder")

(="temporary immigrants")

spesimen (="specimen")

spesies penghuni tetap (="resident species")

keteraturan (="order")

imigran yang kebetulan

kurva cacah spesies-luas wilayah

(="accidentally immigrants")

(="the species-area curve")

kekayaan spesies (="species richness")

kutu (="beetles")

spesies langka (="rare species")

kepunahan (="extinction")

spesies biasa (="common species")

laju imigrasi (="immigration rate")

pencuplikan yang cukup (="adequate sampling")

laju kepunahan (="extinution rate")

SUKSESI

8.5.

Clement 1961 dalam Kendeigh, (1980)) menulis bahwa komunitas itu kurang lebih
berubah secara kontinyu. Perubahan tersebut sebagian merupakan akibat reaksi dan koaksi
makhluk sendiri serta sebagian lagi merupakan akibat kekuatan eksternal yaitu fisiografi yang
berubah, iklim yang berubah dan evolusi organik.
Biasanya habitat terpengaruh seperti komunitas. Ketika habitat berubah spesies yang
baru akan datang menyerbu untuk menjadi mantap di tempat itu dan spesies yang lama akan
menghilang. Perubahan yang demikian terutama dapat terlihat dalam spesies dominan, karena
spesies yang demikian memiliki peran pengendalian terhadap komposisi dan struktur
komunitas yang secara keseluruhan. Penggantian komunitas oleh komunitas lain atau
ekosistem oleh ekosistem lain disebut suksesi, dan suksesi secara kontinyu berlangsung
sampai dicapai suatu klimaks atau tingkat akhir.
Suksesi adalah suatu proses. Deretan langkah atau deretan komunitas yang menyusun
urutan suksesional yang menuntun ke arah klimaks disebut sere. Tingkat seral ini sering
diklasifikasikan menurut kekuatan predominan yang menyebabkannya. Kekuatan ini dapat
berupa kekuatan biotik, kekuatan iklim, kekuatan fisiografik, serta kekuatan geologik.
Resultante hasil kekuatan tersebut biasanya disebut biosere, klisere, eosere, dan geosere. Tiga
sere yang terakhir adalah bahan penelitian untuk bidang palaeo-ekologi.
Krebs (1978) dalam menjelaskan tentang konsep perubahan komunitas menyebut dua
tipe utama perubahan temporal yang terjadi di dalam komunitas ialah perubahan berarah
dalam waktu yang disebut suksesi dan yang satu lagi ialah perubahan tidak berarah dalam
waktu yang disebut perubahan cyclic jadi berfluktuasi di sekitar suatu rerata. Perlu
diperhatikan ialah tentang:
(1) perubahan di dalam komunitas tersebut seberapa jauh dapat diprakirakan, dan
(2) faktor apa saja yang menyebabkan perubahan di dalam komunitas.
Konsep suksesi dikembangkan oleh botaniwan Warning (1896 dalam Krebs 1978) dan
Cowles (1901 dalam Krebs loc. cit.) yang mempelajari tingkat-tingkat perkembangan yang
terjadi pada gundukan-pasir di pantai perairan.
Miller (1982) dalam menguraikan mengenai suksesi menuliskan bahwa ekosistem
adalah bersifat dinamik. Di dalam ekosistem terdapat makhluk hidup, yang dengan adanya di
tempat tersebut sudah mengubah kondisi lokal. Makhluk hidup yang ada di dalam ekosistem

itu mungkin lalu terpaksa berubah atau malah mati sebagai tanggapan terhadap perubahan
baru yang diciptakan oleh makhluk itu sendiri. Lingkungan sekitar makhluk itupun dapat
berubah oleh sebab kebakaran, banjir, kekeringan, erupsi, volkanik, erosi, geseran iklim,
gempa bumi, atau oleh pengaruh manusia (misalnya dengan kegiatan yang berupa peternakan,
industrialisasi, pencemaran, urbanisasi dan sebagainya).
Meskipun ekosistem selalu berubah, tetapi ekosistem menunjukkan stabilitas tertentu,
yaitu adanya kemampuan untuk toleransi atau menahan perubahan oleh kekuatan pengaruh
dari luar atau memperbaiki keadaan di dalam ekosistem itu sendiri sesudah gangguan dari
luar.
Suatu hutan hujan tropika tidak begitu mendadak timbul dari dalam tanah atau suatu
terumbu karang tidak begitu segera timbul dari dasar lautan. Terumbu karang dan hutan hujan
tropika tersebut terbentuknya memerlukan puluhan tahun atau berabad-abad, dimulai dengan
sebuah komunitas sederhana dengan spesies perintis (seperti misalnya lichenes).
Spesies perintis ini bergabung dan kemudian digantikan oleh spesies lainnya yang
berbentuk komunitas baru sebagai suatu ekosistem yang makin matang dan pergantian yang
berulang-ulang demikian itu yang dikenal sebagai suksesi ekologik.
Jika ada gangguan oleh malapetaka alami yang hebat atau oleh ulah manusia,
kebanyakan ekosistem atau komunitas dapat mencapai tingkat yang lebih stabil daripada
ekosistem atau komunitas yang mendahuluinya. Ekosistem atau komunitas inilah yang disebut
sebagai ekosistem klimaks atau komunitas klimaks, walaupun banyak ekologiwan yang lebih
menyukai menyebutnya sebagai ekosistem atau komunitas yang matang. Dengan adanya
spesies yang bermacam-macam dan berbagai relung ekologik, suatu ekosistem yang matang
dapat menggunakan energi dan mendaur bahan kimiawi lebih efisien daripada ekosistem
yang lebih sederhana dan kurang matang. Suatu ekosistem yang matang dapat lebih toleransi
atau menyerap berbagai beban yang mungkin akan merusak suatu ekosistem yang lebih muda.
Ekosistem yang matang akan cenderung mengekalkan dirinya dan mungkin dapat bertahan
berabad-abad selama iklim dan faktor lingkungan yang utama secara esensial tetap sama.
Tetapi malapetaka alami dan campur tangan manusia selalu terjadi, sehingga tidak ada
ekosistem klimaks selama-lamanya, malahan di beberapa tempat tidak pernah tercapai tingkat
klimaks. Perbedaan yang menyolok antara ekosistem atau komunitas yang matang dan yang
belum matang dicantumkan di dalam tabel no. 8.5.1.

Tabel 8.5.1.12.: Karakteristik ekosistem atau komunitas yang dalam tingkatan matang dan
yang dalam tingkatan belum matang dalam suksesi ekologik (Dimodifikasi
dari Miller 1982)
Karakteristik

Belum matang

Ekosistem tingkat

Ukuran besar tumbuhan

kecil

besar

Produktivitas primer yang

tinggi, dengan

rendah

cepat bertambah

dan stabil

tinggi, dengan

nol

Struktur ekosistem

produktivitas primer neto

cepat bertambah
Diversitas spesies
Produksi spesies

rendah

tinggi

Bahan organik hidup (=biomassa)

kecil

besar

Bahan organik tidak hidup (=detritus) kecil

besar

Pola tumbuh tumbuhan

terpencar

berdesakan

Diversitas komunitas (=relung

sedikit; (generalisasi)

Struktur tropik

kebanyakan produsen

banyak; -) spesialisasi
produsen dalam ke
Seimbangan dengan
Konsumen dan
Komposes

Organisasi komunitas

rendah

tinggi

(cacah matar antai)


Arus energi
Laju pertumbuhan tumbuhan

cepat

lambat

Produktivitas primer neto

tinggi

rendah

Efisiensi penggunaan energi

rendah

tinggi

Jaringan makanan

sederhana,

kompleks,

Kebanyakan grazing kebanyakan detritus


Pendauran kimiawi
Tipe daur

terbuka

tertutup

Laju pendauran bahan

cepat

lambat

Efisiensi pendauran bahan

rendah

tinggi

Peranan dekomposer

tidak penting

penting

Begon dkk, (1990) di dalam menerangkan tentang konsep suksesi, menuliskan bahwa
nilai kepentingan nisbi spesies berbeda dalam ruang yang satu dari ruang yang lain, demikian
pula pola kelimpahan spesies mungkin berubah dengan berubahnya waktu. Suatu spesies
hanya akan ada di suatu tempat dan di suatu waktu bilamana :
(1) spesies tersebut mampu mencapai tempat tersebut,
(2) kondisi dan sumberdaya yang tepat ada di tempat itu,
(3) makhluk kompetitor dan makhluk hadirnya dan tidak hadirnya suatu spesies
tampaknya memerlukan kondisi, sumberdaya dan pengaruh musuhnya yang berbeda
dari waktu ke waktu yang lain.
Proses suksesi ditakrifkan sebagai suatu pola kolonisasi dan pola kepunahan secara
kontinyu, berarah, dan tidak bermusim, yang terjadi di tempat dan dilaksanakan oleh populasi
dalam komunitas. Takrif yang umum ini memberi arah suatu kisaran urutan suksesional yang
terjadi di dalam skala waktu yang berbeda sekali dan seringkali merupakan akibat mekanisme
yang sangat berbeda.
Odum (1971) menyebut suksesi ekologik sebagai suatu perkembangan ekosistem,
yang menyangkut tiga parameter, ialah bahwa:
1. suksesi ekologik merupakan akibat modifikasi atas lingkungan yang dilaksanakan oleh
komunitas. Jadi suksesi ekologik terkendali oleh komunitas walau lingkungan fisik
menentukan pola, laju perubahan dan seringkali menentukan batas-batas seberapa jauh
perkembangan dapat berlangsung

2. suksesi ekologik berkulminasi dalam ekosistem yang stabil. Di dalam ekosistem yang
stabil itu biomassa maksimum (atau kandungan informasi yang tinggi) dan di dalam
ekosistem yang stabil tadi fungsi simbiotik di antara makhluk dipelihara per satuan arus
energi yang dapat tersedia.
Strategi suksesi suatu proses jangka pendek pada dasarnya sama dengan strategi
perkembangan evolusi biosfer, yaitu pengendalian bertambah, atau homeostasis bertambah,
dalam lingkungan fisik di dalam proteksi maksimum terhadap gangguan. Perkembangan
ekosistem memiliki kesejajaran dengan perkembangan biologik pada makhluk dan juga pada
perkembangan masyarakat manusia.
Odum (1983) menyebutkan adanya penggolongan atas suksesi yang autotropik ialah
suksesi yang mulai dengan P>R, sedangkan suksesi yang paling heterotropik ialah suksesi
yang mulai dengan P>12. Suksesi primer adalah suksesi yang terjadi pada substrat yang
sebelumnya tidak ada penghuni (misalnya daerah jalur lahar gunung berapi) dan suksesi
sekunder adalah suksesi yang terjadi pada daerah yang sebelumnya ada komunitas (misalnya
hutan yang dibabat habis, atau ladang yang telah dipaneni lalu ditinggalkan). Tabel no. 8.5.2.
memberi gambaran tentang suksesi ekologik pada komunitas dengan makhluk tumbuhan dan
makhluk hewan avertebrata di tepi perairan danau. Suksesi yang allogenik ialah suksesi yang
dipengaruhi oleh kekuatan dari luar seperti oleh bahan atau energi yang diimpor dari luar
misalnya kekuatan geologik angin topan, gangguan oleh manusia, yang dapat merubah atau
menghentikan atau membalik kecenderungan proses. Proses eutrofikasi dialami oleh suatu
danau, baik yang alami maupun yang kultural, bilamana zat hara dan butir tanah yang masuk
ke dalam danau dari luar, yaitu dari suatu daerah aliran sungai. Hal ini ekuivalen dengan
penambahan zat

hara pada mikro-ekosistem di laboratorium atau ekuivalen dengan

pemberian pupuk terhadap ladang. Sistem akan "set back" dalam kerangka proses suksesi,
yaitu menjadi dalam keadaan lebih muda.
Suksesi yang autogenik adalah biotik dalam ekosistem. Bilamana pengaruh proses
allogenik, secara konsisten melebihi proses autogenik, maka seperti yang terjadi di dalam
kolam kecil dan di danau kecil, ekosistem tidak hanya memantapkan diri tetapi juga menjadi
punah karena terisi oleh bahan organik dan sedimen. Lambat laun akan menuju ke kondisi
menjadi komunitas daratan. Nasib yang demikian itu banyak terjadi pada danau buatan
manusia dengan bendungan.

Tabel 8.5.2. : Suksesi ekologi primer pada makhluk tumbuhan dan makhluk hewan
vertebrata di gundukan pasir Danau Michigan

Tingkat seral
Makhluk hewan avertebrata

Rumput Hutan

Strata tanah

Pantai

Laba-laba pasir

Hutan

Hutan lembab

Hutan

Pinus Quercus Quercus + Carya Acer + lagus

++

(Trochosa cinerea)
Belalang putih

++

(Trimerotropis maritima)
Belalang bertanduk panjang

++

++

++

++

++

++

(Psinidia fenestralis)
Laba-laba pembuat liang
(Geolycosa pikei)
Lebah penggali
(Bemben dan mikrobemben)
Semut (Lasius niger)

++

Belalang suka migrasi

++

(Melanoplus)
Lebah penggali (Spher)

++

++

Undur-undur (Cryptoleon)

++

Sebangsa siput

++

++

++

++

++

++

(Mesocon thyroides)
Sebangsa serangga
(Elateridae)
Millipedes (hewan berkaki
seribu)
(Fontaria dan Spirobolus)

++

++

Centipedes (kelabang)
(Lithobius, Geophilus)

++

++

Sebangsa jangkrik

++

++

Semut (Camponotus, Lasius)

++

++

Cacing (Lumbricidae)

++

++

Sebangsa belalang (Tettigidae)

++

++

Sebangsa siput (7 spesies yang

++

(Ceuthopilus)

Kecoa (Blattidae)

terdapat ditingkat suksesi sebelumnya)

Kosa kata
deretan langkah (="a

kurang matang (="immature")

series of steps")

beban (="stress")

urutan waktu (="temporal

matang (="mature")

sequence")

urutan suksesional

gundukan-pasir (="sand-dunes")

(="successional sequence")

8.6. KONSEP KLIMAKS


Odum (1971) membuat pernyataan bahwa komunitas yang mantap atau tahap akhir di
dalam suatu seri perkembangan (sere) disebut klimaks, merupakan komunitas yang
mengekalkan diri dan yang dalam keseimbangan dengan habitat fisik. Berlawanan dengan
yang di dalam komunitas berkembang atau komunitas yang belum mantap, di dalam
komunitas klimaks tidak ada akumulasi bahan organik tahunan neto. Jadi produksi tahunan
dan import tahunan diimbangi oleh konsumsi komunitas tahunan dan eksport tahunan. Di
dalam wilayah tertentu dapat dikenali adanya :
1) klimaks tunggal yang klimatik, yaitu yang bersifat keseimbangan dengan iklim yang secara
umum, dan
2) klimaks edafik yang cacahnya berbeda-beda, yang termodifikasikan oleh kondisi substrat
lokal.
Klimaks klimatik ialah komunitas teoritik yang merupakan kecenderungan semua
perkembangan suksesional di wilayah manapun; komunitas klimaks klimatik ini akan dapat
terjadi jika kondisi fisik substrat tidak begitu ekstrim, sedemikian hingga memodifikasi
pengaruh iklim regional. Suksesi akan berakhir dalam suatu klimaks yang edafik pada
topografi, tanah, air, api, atau gangguan lain sedemikian sehingga klimaks klimatik tidak
dapat berkembang. Bila komunitas stabil tetapi bukan klimaks klimatik atau klimaks edafik,
dipelihara oleh manusia dan hewan ternaknya maka dapat dinamakan disklimaks (=klimaks
gangguan) atau sub klimaks anthropogenik.
Krebs (1978) dalam menjelaskan tentang klimaks menuliskan bahwa klimaks adalah
komunitas yang stabil atau tahap akhir di dalam suatu deretan suksesional. Klimaks mampu
menyeimbangkan dirinya sendiri (sampai batas tertentu) dan klimaks berada di dalam
ekuilibrium dengan lingkungan fisik dan lingkungan biotik.

Ada tiga kelompok pemikiran tentang keadaan klimaks yaitu : kelompok


monoklimaks, kelompok poliklimaks dan kelompok klimaks-pola.
Teori monoklimaks adalah penemuan F.E. Clements (1916. 1936, dalam Krebs 1978).
Teori monoklimaks antara lain menyebutkan bahwa tiap-tiap wilayah hanya memiliki suatu
komunitas klimaks, dan semua komunitas akan menuju ke arah komunitas klimaks tersebut.
Asumsi fundamental yang dicetuskan oleh Clements, jikalau diberi waktu dan keterbebasn
dari gangguan, maka akan dihasilkan suatu vegetasi klimaks yang tergolong ke dalam tipe
umum yang sama dan akan dimantapkan tanpa mengingat kondisi tempat sebelumnya. Iklim,
menurut Clements adalah faktor penentu untuk vegetasi, dan klimaks di area yang manapun
adalah suatu fungsi iklim di daerah itu.
Tetapi di area tertentu yang manapun akan didapati dan ada saja komunitas yang
bukan klimaks seperti yang dimaksudkan oleh Clements, komunitas yang non-klimaks dan
komunitas yang klimaks dalam keadaan akuilibrium. Kedua jenis komunitas tersebut
ditentukan oleh faktor topografik, edafik atau biotik. Oleh karena banyaknya perkecualian dan
banyaknya peristilahan di dalam teori Clements mengenai monoklimaks ditentang oleh
kebanyakan ekologiwan (Whittaker, 1953 dalam Krebs 1978).
Teori poliklimaks dengan penganjurnya Tansley (1939 dalam Krebs, 1978) adalah
salah satu wujud perlawanan tersebut. Teori poliklimaks menyebutkan bahwa banyak
komunitas klimaks yang berbeda dapat dikenali di dalam suatu area tertentu dan klimaks yang
demikian itu terkendalikan oleh lengas di dalam tanah, zat hara dalam tanah, aktivitas
makhluk hewan dan faktor lainnya. Daubenmire (1966 dalam Krebs, 1978) juga salah seorang
penganut gagasan poliklimaks ini menyebut bahwa mungkin ada beberapa komunitas stabil di
suatu area tertentu.
Perbedaan sesungguhnya di antara kedua kelompok gagasan tersebut terletak di dalam
faktor waktu dalam pengukuran stabilitas nisbi. Penganut teori monoklimaks mengatakan
bahwa jikalau diberi waktu secukupnya, suatu komunitas klimaks tunggal akan berkembang,
malahan mungkin dapat mengatasi klimaks edafik. Pertanyaannya ialah waktu yang
digunakan apakah skala geologik atau skala ekologik. Butir penting di sini adalah bahwa
iklim berfluktuasi dan tidak pernah konstan. Jadi kondisi ekuilibrium tidak pernah tercapai,
sebab vegetasi tidak di dalam iklim yang konstan tetapi iklim yang berubah. Iklim berubah
pad skala waktu ekologik dan pada skala waktu geologik. Suksesi terjadi secara kontinyu
dalam vegetasi yang berubah dan dalam iklim yang berubah.

Whittaker (1953 dalam Krebs, 1978) mengusulkan suatu gagasan perubahan tentang
poliklimaks, yang disebut sebagai hipotesis klimaks-pola. Ditekankan bahwa suatu komunitas
alami beradaptasi terhadap suatu komunitas itu ada ialah iklim, tanah, faktor biotik dan angin.
Pada teori monoklimaks hanya ada satu klimaks di dalam suatu wilayah dan teori poliklimaks
memperbolehkan banyak klimaks, maka pada hipotesis klimaks-pola memperbolehkan suatu
kontinuitas tipe klimaks, yang berbeda secara gradual sepanjang gradien lingkungan yang
tidak mungkin untuk dipisahkan menjadi tipe klimaks yang terpisah. Jadi hipotesis polaklimaks adalah suatu perluasan ide kontinyu dan hampiran analisis gradien untuk vegetasi.
Klimaks dikenali sebagai suatu komunitas yang mantap dengan populasi dinamik yang
menyusunnya di dalam keadaan keseimbangan dinamik dengan gradien lingkungan.
Odum (1983) menyebut bahwa ekosistem pertanian yang telah terselenggara dalam
waktu yang lama dapat dianggap klimaks atau disklimaks, karena jika direrata tahunan,
import plus produksi seimbang dengan respirasi plus eksport (panenan), dan keadaannya tetap
seperti demikian dari tahun ke tahun. Budidaya padi di sawah yang telah berabad-abad seperti
di Indonesia dan negeri di Asia lainnya dapat disebut sebagai ekosistem mantap yang
anthropogenik jangka panjang. Sayangnya, banyak sistem panenan di daerah tropik dan
padang pasir dengan irigasi sama sekali tidak stabil, sebab terancam oleh erosi, pelindian,
akumulasi garam dan gangguan hama. Untuk mempertahankan produktivitas tinggi dalam
sistem yang demikian manusia harus memberi subsidi, dan jika subsidi harus terlalu banyak
menimbulkan beban.
Kosa kata
Edafik (="edaphic", tanah)

terpisah (="discrete")

Ringkasan
1) Dijelaskan takrif komunitas, tegakan, asosiasi, biocoenose.
2) Diuraikan keragaman spesies, dominansi, kemelimpahan struktur tropik sebagai ciri
3)
4)
5)
6)

komunitas yang banyak dikaji dan diukur.


Dijelaskan tentang dominansi dan predominansi, indeks dominansi.
Diuraikan komunitas mayor dan komunitas minor, nilai kepentingan dalam komunitas
Dijelaskan fidelitas, indeks keragaman.
Dijelaskan konsep suksesi, jenis-jenis suksesi, misalnya suksesi primer, suksesi

sekunder, suksesi allogenik, sukses autogenik.


7) Dijelaskan konsep klimaks, ada klimaks klimatik, ada klimaks edafik, ada konsep
monoklimaks, poliklimaks dan hipotesis klimaks-pola.
Soal yaang dapat dijawab untuk latihan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Jelaskan bermacam-macam takrif komunitas


Jelaskan keragaman spesies, dominansi, kemelimpahan
Jelaskan struktur tropik, predominansi
Jelaskan nilai kepentingan spesies dalam komunitas
Jelaskan fidelitas
Jelaskan istilah perennial, musiman, mendaur
Jelaskan indeks keragaman
Jelaskan keragaman pola dalam komunitas, contohnya pola stratifikasi, pola zonasi,

pola stokastik
9. Jelaskan konsep spesies kepulauan, laju migrasi, laju kepunahan
10. Jelaskan konsep suksesi, ada berapa jenis suksesi dan jelaskanjuga konsep klimaks,
terangkan tentang adanya kelompok yang memberi teori klimaks, jelaskan beda
klimaks klimatik dan klimaks edafik.

Anda mungkin juga menyukai