TINJAUAN PUSTAKA
4
terbatas dalam tanah-tanah hutan sehingga pengetahuan tentang mikoriza tipe ini
sangat terbatas (Brundrett, 2004).
2.2.1 Ektomikoriza
Ektomikoriza adalah asosiasi simbiosa antara jamur dan akar
tumbuhan, dimana jamur membentuk suatu sarung yang menyelubungi semua
atau beberapa cabang-cabang akar dan adakalanya masuk ke dalam sel tetapi tidak
pernah menembus melewati korteks dan hifa intraseluler tidak menyebabkan
kerusakan sel inang. Contoh ektomikoriza disajikan pada Gambar 4.
5
dan antibiotika yang dikeluarkan oleh mikoriza (Whipps 2004; Martin-Pinto et al.
2006; Zadworny et al. 2007); dan (4) menghasilkan beberapa zat pengatur
tumbuh. Fungi mikoriza dapat menghasilkan hormon auksin, sitokinin, gibberelin,
dan vitamin yang bermanfaat untuk inangnya (Allen et al. 2003; Dell 2002).
Auksin dapat berfungsi untuk mencegah atau menghambat proses penuaan dan
suberinasi akar sehingga umur dan fungsi akar dapat diperpanjang. Manfaat
lainnya ialah (5) beberapa fungi ektomikoriza menghasilkan tubuh buah yang
dapat dimakan/dikonsumsi oleh manusia, sehingga memberikan hasil hutan non
kayu yang bernilai ekonomi dan gizi yang tinggi (Hall et al. 2003; Yamada et al.
2001; 2007).
6
2.2.2 Endomikoriza
Endomikoriza ditemukan di dalam tanah dan berada disekitar zona
perakaran tanaman dan berkembang melalui infeksi akar sehingga jamur mikoriza
disebut sebagai jamur tanah dan juga jamur akar. Endomikoriza berasosiasi dengan
akar tanaman dengan menginfeksi akar dan membentuk jalinan hifa sehingga mampu
menembus tanah yang tidak dijangkau akar (Parniske, 2008).
Endomikoriza memiliki beberapa organ khusus yang masing-masing
mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Organ-organ tersebut antara lain arbuskul,
vesikular, hifa dan spora. Vesikula merupakan organ fungi yang berasal dari
pembengkakan hifa internal yang kemudian berfungsi sebagai tempat penyimpanan
cadangan makanan bagi pertumbuhan endomikoriza selama bersimbiosis dengan
tanaman inang. Vesikula berbentuk bulat telur yang berukuran 30-50 μm. Jika suplai
metabolik dari tanaman inang berkurang, maka cadangan makanan itu akan
digunakan oleh fungi sehingga vesikular mengalami degenerasi (Brundrett, 2008).
Arbuskular merupakan hifa yang bercabang halus yang dibentuk oleh
percabangan dikotomi yang berulang-ulang sehingga menyerupai pohon di dalam sel
korteks inang. Struktur ini mulai terbentuk 2-3 hari setelah infeksi (Brundrett, 2008).
Arbuskula dianggap sebagai organ yang berfungsi sebagai tempat pertukaran sumber
daya yang dibutuhkan oleh inang dan fungi endomikoriza. Spora merupakan struktur
endomikoriza yang berasal dari ujung hifa eksternal dan dapat dibentuk secara
tunggal dan juga berkelompok atau yang dsebut dengan sporokarp. Spora dapat hidup
di dalam tanah sampai beberapa tahun. Namun untuk perkembangan memerlukan
tanaman inang (Parniske, 2008).
Simbiosis endomikoriza dengan tanaman berlangsung melalui beberapa
tahap. Tahapan pertama adalah tanaman menghasilkan hormon strigolactone yang
berfungsi sebagai sinyal bagi endomikoriza untuk mempenetrasikan hifa ke epidermis
akar tanaman inang (Gutjahr, 2014). Hormon strigolactone merupakan hormon yang
dikeluarkan akar tanaman yang berfungsi memberikan rangsangan bagi jamur yang
berada di sekitar zona perakaran sehingga dengan segera mengolonisasi akar tanaman
inang (Zwanenburg et al., 2012). Akibat adanya rangsangan kimia dan mekanik dari
senyawa tersebut, endomikoriza kemudian membentuk hifa yang berfungsi sebagai
alat penetrasi di akar inang. Hifa tersebut akan terus memanjang hingga masuk ke
dalam sel korteks setelah apresorium mempenetrasi epidermis akar (PPA).
Selanjutnya hifa endomikoriza akan masuk ke dalam sel korteks kemudian bercabang
7
membentuk arbuskula. Setelah arbuskula mendapatkan nutrisi berupa karbohidrat dari
tanaman, fungi endomikoriza akan mengembangkan miselium ekstra radikal yang
kemudianujung-ujungnya membentuk spora baru. Vesikula berfungsi sebagai organ
penyimpanan cadangan makanan bagi jamur, namun tidak semua endomikoriza
menghasilkan vesikula (Parniske, 2008). Tahapan simbiosis endomikoriza dengan
tanaman dapat di lihat pada Gambar 6.
8
Manfaat lain endomikoriza disampaikan Beltrano et al. (2013) yang
menyatakan bahwa jamur mikoriza arbuskular mengurangi efek merugikan salinitas
karena dengan adanya mikoriza tanaman lebih toleran terhadap salinitas tinggi
sehingga pertumbuhan tanaman tidak terganggu. Navarro et al. (2013) menemukan
bahwa, batang jeruk yang diinokulasi endomikoriza menunjukkan pertumbuhan yang
meningkat secara signifikan dibandingkan jeruk yang tidak diinokulasi meskipun
tanaman yang diinokulasi diirigasi dengan air garam dan yang tidak diinokulasi
mendapat irigasi dengan air tanpa kandungan garam.
Gambar 7. Efek positif kolonisasi endomikoriza pada akar tanaman inang (Jacott
et al., 2017).
9
Table 1. Taksonomi Mikoriz
Filum Ordo Sub-ordo Family Genus
Zygomycot Glomeromy- Glomineae Glomaceae Glomus
a cota
Acaulosporaceae Acaulospor
a
Entrophopora
Archaeosporaceae Archaeospora
Paraglomaceae Paraglomus
Gigasporaceae Gigaspora
Scutelospora
Sumber: INVAM (2017).
10
(Carennho et al., 2007). Endomikoriza akan memproduksi banyak miselium
sehingga produksi spora pun ikut meningkat (Jacott et al., 2017).
Bahan organik merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang
penting disamping bahan anorganik, air, dan udara. Jumlah spora endomikoriza
berhubungan erat dengan kandungan bahan organik di dalam tanah. Bahan
organik cenderung menyediakan unsur hara bagi tanaman sehingga mengurangi
efektivitas endomikoriza. Selain itu, bahan organik berupa residu akar yang
mengandung endomikoriza merupakan sarana penting untuk mempertahankan
generasinya dari satu tanaman ke tanaman berikutnya. Serasah tersebut
mengandung hifa, vesikular dan spora yang dapat menginfeksi akar. Kandungan
bahan organik yang tinggi terjadi peningkatan hifa Glomus intraradices (Gryndler
et al., 2009)
Intensitas cahaya yang tinggi akan meningkatkan jumlah karbohidrat
di dalam akar karena proses fotosintesis berlangsung optimal. Kondisi tersebut
membuat endomikoriza memperoleh sumber daya yang cukup untuk
perkembangannya. Jika pertumbuhan dan perkembangan akar menurun, maka
infeksi FMA meningkat (Parniske, 2008).
Mikoriza dapat bersimbiosis dan mempunyai toleransi yang luas
terhadap tanaman inang. Muis et al. (2013) menemukan jumlah Glomus clarum
lebih tinggi dibandingkan spesies lainnya pada perakaran tanaman jagung dan
sorgum. Kolonisasi mikoriza pada tanaman umbi bervariasi tergantung
lingkungan tempat tumbuhnya tanaman inang (Prayudyaningsih, 2015). Hasil
penelitian Pangaribuan (2014) menjelaskan bahwa terjadi perbedaan jumlah
kepadatan spora endomikoriza akibat perbedaan inang dan lingkungan asal
propagul dan Tamin et al. (2012) mengemukakan bahwa lingkungan yang
berbeda menyebabkan perbedaan genus spora endomikoriza.
11
2.2.2.3.1 Genus Glomus
Bentuk spora Glomus berbeda-beda ada yang berbentuk globose,
ovoid, dan ellipsoid, sedangkan pada ornament permukaannya ada yang berupa
smooth dan rough. Karakteristik khas pada spora Glomus adalah sering terlihat
jelas dinding spora dan terdapat ujung hifa yang menempel pada permukaan spora
(substending hyphae). Perkembangan spora Glomus ujung hifa akan membesar
sampai mencapai ukuran maksimal sehingga terbentuk spora (khlamidospora).
Terkadang hifa ini akan bercabang-cabang dan tiap cabangnya membentuk
khlamidospora. Spora Glomus cenderung berwarna coklat gelap, kuning
kecokelatan, memiliki bentuk bulat dan bulat telur (Goswani et al., 2018).
Terdapat dinding spora yang tebal, tipis dan ada juga yang terlihat tidak jelas.
Permukaan spora ada yang tidak memiliki ornament dan ada yang memiliki
ornament. Ukuran spora berragam, mulai dari 108,80 μm hingga berukuran
341,09 μm. Spora Glomus sp tidak bereaksi dengan larutan Melzer (Widiati et al.,
2014).
12
spora genus Acaulospora bervariasi, mulai dari 11,56 μm hingga 400 μm.
Goswani et al. (2018) menyatakan bahwa karakteristik spora Acaulospora adalah
spora berwarna kuning gelap dan kuning kecokelatan, memiliki bentuk bulat dan
juga lonjong, dinding spora terlihat jelas, memiliki tangkai hifa dan ukuran spora
413,63 μm. Lapisan luar cenderung tidak bereaksi dengan larutan Melzer lapisan
bagian dalam bereaksi dengan larutan Meler (Widiati et al., 2014).
2.2.3 Ektendomikoriza
Ektendomikoriza merupakan bentuk antara (intermediet) kedua
mikoriza yang lain. Ciri-cirinya antara lain adanya selubung akar yang tipis
berupa jaringan hartiq, hifa dapat menginfeksi dinding sel korteks dan juga sel-sel
korteknya. Penyebarannya terbatas dalam tanah-tanah hutan sehingga
pengetahuan tentang mikoriza tipe ini sangat terbatas
13
1. Arbuskular
Arbuskular adalah struktur hifa yang berasal dari percabangan hifa
di dalam sel korteks akar tanaman inang. Bentuk arbuskular menyerupai
pohon kecil yang berfungsi sebagai tempat pertukaran zat-zat metabolit
primer antara fungi dan akar tanaman (Brundrett, 2008). Semakin
bertambahnya umur, arbuskular berubah menjadi suatu struktur yang
menggumpal dan tidak dapat dibedakan lagi (Pattimahu, 2004).
2. Vesikel
Vesikel merupakan hifa fungi endomikoriza yang mengalami
penggembungan (melebar). Penggembungan hifa bisa terjadi secara internal
di dalam sel atau di luar sel akar tanaman inang yang terbentuk pada hifa
terminus dan interkalar. Vesikel berbentuk bulat atau oval/lonjong yang
berisi senyawa lemak. Vesikel merupakan organ penyimpanan cadangan
makanan bagi fungi endomikoriza (Brundrett, 2008).
3. Hifa Eksternal
Hifa eksternal merupakan struktur lain dari cendawan mikoriza
yang berkembang di luar akar. Hifa ini berfungsi menyerap hara dan air di
dalam tanah. Terbentuknya hifa eksternal yang berasosiasi dengan tanaman
berperan penting dalam perluasan bidang adsorpsi akar sehingga
memungkinkan akar menyerap hara dan air dalam jangkauan yang lebih
luas (Mosse, 1981).
4. Hifa Internal
Hifa internal adalah hifa yang menembus ke dalam sel korteks dari
satu sel ke sel yang lain. Hifa internal sangat penting untuk mengetahui
adanya kolonisasi mikoriza dalam akar tanaman (Pujianto, 2001).
1. Glomus
14
Genus ini dicirikan dengan bentuk bulat dan oval. Warna spora
genus Glomus bervariasi mulai dari, kuning, kuning kemerahan, kuning
kecoklatan, coklat kekuningan, coklat muda, coklat tua kehitaman, ungu
hingga hitam. Selain itu, spora dapat diproduksi secara tunggal maupun
bergerombol membentuk agregat. Contoh spora Glomus disajikan pada
Gambar 9.
2. Paraglomus
Spora berbentuk bulat dengan warna kuning, semi transparan dan
bening. Jumlah dinding spora terdiri atas lapisan transparan. Dudukan hifa
berbentuk silinder. Ukuran spora rata-rata 85 𝜇m. Contoh spora Paraglomus
disajikan pada Gambar 10.
3. Gigaspora
Spora pada genus ini memiliki dua lapis dinding serta auxiliary
cells. Karakteristik khas pada Gigaspora ialah memiliki bulbous suspensor.
Spora Gigaspora dihasilkan secara tunggal di dalam tanah, dengan ukuran
yang relatif besar dan memiliki bentuk bulat, oval dan iregular. Warna spora
pada genus ini bervariasi mulai dari kuning, kuning kehijauan, hijau
15
kekuningan, kuning kecoklatan, coklat kekuningan hingga hitam. Contoh
spora Gigaspora disajikan pada Gambar 11.
4. Scutellospora
Spora Scutellospora umumnya ditemukan dengan atau tanpa
ornament. Genus Scutellospora memiliki bentuk spora bulat, elips dan
terkadang iregular dengan warna dinding spora kuning, biru, coklat hingga
kehitaman. Scutellospora memiliki germination shield yang terletak pada
lapisan dinding fleksibel bagian dalam. Contoh spora Scutellospora
disajikan pada Gambar 12.
5. Acaulospora
Genus Acaulospora memiliki bentuk bulat, iregular dan elips
dengan dua lapis dinding spora. Warna spora bervariasi mulai kuning,
oranye kecoklatan, merah tua, hingga merah kecoklatan. Genus
Acaulospora memiliki saccule yang berbentuk bulat hingga iregular dengan
warna bervariasi dari transparan, kuning, merah muda transparan, hingga
putih. Contoh spora Acaulospora disajikan pada Gambar 13.
16
Gambar 13. Spora Acaulospora (INVAM, 2017).
6. Entrophospora
7. Archaeospora
Perkembangan spora pada genus Archaespora merupakan
perpaduan antara perkembangan spora genus Glomus dan Entrophospora
atau Acaulospora. Proses awal pembentukan spora berupa pembentukan
Sporiferous saccule di ujung hifa. Leher saccule akan berkembang menjadi
pedicel atau percabangan hifa dari leher saccule. Contoh spora
Archaeospora disajikan pada Gambar 15.
17
8. Funneliformis
Spora terbentuk secara tunggal dalam tanah atau berkelompok.
Spora biasanya dikelilingi oleh seluruh atau bahkan sebagian dari selimut
miselium. Dasar spora biasanya berbentuk corong dan dinding spora terdiri
atas dua atau tiga lapisan. Lapisan luar hialin dan akan meluruh seiring
dengan pematangan spora. Contoh spora Funneliformis disajikan pada
Gambar 16.
9. Ambispora
Genus Ambispora berbentuk bulat dan struktur subselulernya
terdiri dari tiga lapis. Dinding spora berwarna dan memiliki dua
germination wall. Dinding spora terluar membentuk permukaan spora
yang berumur pendek dan jarang terbentuk pada spora dewasa.
Germination wall terluar membentuk dua lapisan yang biasanya saling
melekat, sementara germination wall terdalam membentuk tiga lapisan.
Contoh spora Ambispora disajikan pada Gambar 17.
10. Septoglomus
Spora terbentuk secara tunggal maupun berkelompok dalam
tanah. Susunan hifanya tidak beraturan dengan lapisan laminasi pada
dinding spora. Spora memiliki satu atau lebih lapisan dinding bagian luar.
18
Dudukan berbentuk silindris atau sedikit berbentuk corong pada dasar spora.
Contoh spora Septoglomus disajikan pada Gambar 18.
11. Dentiscutata
Genus Dentiscutata biasanya memiliki ornamen spora. Memiliki
dinding spora yang berlapis-lapis dan dua dinding bagian dalam yang
fleksibel. Auxiliary cell berdinding tipis dengan permukaan yang halus dan
menonjol, dan dihasilkan pada hifa dalam tanah dekat permukaan akar.
Contoh spora Dentiscutata disajikan pada Gambar 19.
12. Rhizophagus
Perkembangan spora Rhizophagus mirip dengan perkembangan
spora pada genus Glomus. Spora glomoid terbentuk secara tunggal pada
tanah dan juga akar. Genus cenderung tidak membentuk struktur vesikular-
arbuskular yang khas. Contoh spora Rhizophagus disajikan pada Gambar
20.
19
13. Racocetra
Genus Racocetra bisa memiliki ornamen spora. Spora memiliki
dua lapis dinding spora dan dua lapis dinding germinal dalam yang
fleksibel. Auxiliary cell berdinding tipis dengan permukaan halus dan
menonjol, dan diproduksi melalui hifa di tanah yang dekat dengan
permukaan akar. Contoh spora Racocetra disajikan pada Gambar 21.
20
dan jumlah propagul cendawan, karena perubahan spesies tanaman, jumlah bahan
organik yang dihasilkan, unsur hara dan struktur tanah. Hutan multi spesies
berubah menjadi hutan monokultur dengan umur seragam sangat berpengaruh
terhadap jumlah dan keragaman mikoriza. Selang waktu antara pembukaan lahan
dengan tanaman komersial berikutnya biasanya cukup lama dan tanah dibiarkan
dalam keadaan kosong sehingga terjadi perubahandrastis pada iklim mikro yang
cendrung kering. Akumulasi perubahan lingkungan mulai dari pembabatan hutan,
pembakaran, kerusakan struktur dan pemadatan tanah akan mengurangi propagul
cendawan mikoriza.
21
dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi pertumbuhannya, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, cendawan mikoriza
berperan dalam perbaikan struktur tanah, meningkatkan kelarutan hara dan proses
pelapukan bahan induk. Sedangkan secara langsung, cendawan mikoriza dapat
meningkatkan serapan air, hara dan melindungi tanaman dari patogen akar dan
unsur toksik. Nuhamara (1994) mengatakan bahwa sedikitnya ada 5 hal yang
dapat membantu perkembangan tanaman dari adanya mikoriza ini yaitu :
1. Mikoriza dapat meningkatkan absorpsi hara dari dalam tanah
2. Mikoriza dapat berperan sebagai penghalang biologi terhadap infeksi patogen
akar.
3. Meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban yang
ekstrim
4. Meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh
lainnya seperti auxin.
5. Menjamin terselenggaranya proses biogeokemis.
22
Perbaikan Struktur Tanah. Cendawan mikoriza melalui jaringan hifa
eksternal dapat memperbaiki dan memantapkan struktur tanah. Sekresi senyawa-
senyawa polisakarida, asam organik dan lendir oleh jaringan hifa eksternal yang
mampu mengikat butir-butir primer menjadi agregat mikro. "Organic binding
agent" ini sangat penting artinya dalam stabilisasi agregat mikro. Kemudian
agregat mikro melalui proses "mechanical binding action" oleh hifa eksternal akan
membentuk agregat makro yang mantap. Wright dan Uphadhyaya (1998)
mengatakan bahwa FMA mengasilkan senyawa glycoprotein glomalin yang
sangat berkorelasi dengan peningkatan kemantapan agregat. Konsentrasi glomalin
lebih tinggi ditemukan pada tanah-tanah yang tidak diolah dibandingkan dengan
yang diolah. Glomalin dihasilkan dari sekresi hifa eksternal bersama enzim-enzim
dan senyawa polisakarida lainnya. Pengolahan tanah menyebabkan rusaknya
jaringan hifa sehingga sekresi yang dihasilkan sangat sedikit.
Pembentukan struktur yang mantap sangat penting artinya terutama
pada tanah dengan tekstur berliat atau berpasir. Thomas et al (1993) menyatakan
bahwa FMA pada tanaman bawang di tanah bertekstur lempung liat berpasir
secara nyata menyebabkan agregat tanah menjadi lebih baik, lebih berpori dan
memiliki permeabilitas yang tinggi, namun tetap memiliki kemampuan
memegang air yang cukup untuk menjaga kelembaban tanah.. Struktur tanahyang
baik akan meningkatkan aerasi dan laju infiltrasi serta mengurangi erosi tanah,
yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Dengan demikian
mereka beranggapan bahwa cendawan mikoriza bukan hanya simbion bagi
tanaman, tapi juga bagi tanah.
Serapan Air dan Hara. Jaringan hifa ekternal dari mikoriza akan
memperluas bidang serapan air dan hara. Disamping itu ukuran hifa yang lebih
halus dari bulu-bulu akar memungkinkan hifa bisa menyusup ke pori-pori tanah
yang paling kecil (mikro) sehingga hifa bisa menyerap air pada kondisi kadar air
tanah yang sangat rendah (Killham, 1994). Serapan air yang lebih besar oleh
tanaman bermikoriza, juga membawa unsur hara yang mudah larut dan terbawa
oleh aliran masa seperti N, K dan S. sehingga serapan unsur tersebut juga makin
meningkat. Disamping serapan hara melalui aliran masa, serapan P yang tinggi
juga disebabkan karena hifa cendawan juga mengeluarkan enzim phosphatase
23
yang mampu melepaskan P dari ikatan-ikatan spesifik, sehingga tersedia bagi
tanaman.
Mikoriza juga diketahui berinteraksi sinergis dengan bakteri pelarut
fosfat atau bakteri pengikat N. Inokulasi bakteri pelarut fosfat (PSB) dan mikoriza
dapat meningkatkan serapan P oleh tanaman tomat (Kim et al,1998) dan pada
tanaman gandum (Singh dan Kapoor, 1999). Adanya interaksi sinergis antara
FMA dan bakteri penambat N2 dilaporkan oleh Azcon dan Al-Atrash (1997)
bahwa pembentukan bintil akar meningkat bila tanaman alfalfa diinokulasi dengan
Glomus moseae. Sebaliknya kolonisasi oleh jamur mikoriza meningkat bila
tanaman kedelai juga diinokulasi dengan bakteri penambat N, B. japonicum.
Proteksi Dari Patogen dan Unsur Toksik. Mikoriza dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui perlindungan tanaman dari patogen
akar dan unsur toksik. Imas et al (1993) menyatakan bahwa struktur mikoriza
dapatberfungsi sebagai pelindung biologi bagi terjadinya patogen akar.
Mekanisme perlindungan dapat diterangkan sebagai berikut :
1. Adanya selaput hifa (mantel) dapat berfungsi sebagai barier masuknya
patogen.
2. Mikoriza menggunakan hampir semua kelebihan karbohidrat dan eksudat
lainnya, sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok untuk patogen.
3. Cendawan mikoriza dapat mengeluarkan antibiotik yang dapat mematikan
patogen.
4. Akar tanaman yang sudah diinfeksi cendawan mikoriza, tidak dapat
diinfeksi oleh cendawan patogen yang menunjukkan adanya kompetisi.
Namun demikian tidak selamanya mikoriza memberikan pengaruh
yang menguntungkan dari segi patogen. Pada tanaman tertentu, adanya mikoriza
menarik perhatian zoospora Phytopthora, sehingga tanaman menjadi lebih peka
terhadap penyakit busuk akar.
Mikoriza juga dapat melindungi tanaman dari ekses unsur tertentu
yang bersifat racun seperti logam berat (Killham, 1994). Mekanisme perlindungan
terhadap logam berat dan unsur beracun yang diberikan mikoriza dapat melalui
efek filtrasi, menonaktifkan secara kimiawi atau penimbunan unsur tersebut dalam
hifa cendawan. Khan (1993) menyatakan bahwa FMA dapat terjadi secara alami
24
pada tanaman pioneer di lahan buangan limbah industri, tailing tambang batubara,
atau lahan terpolusi lainnya. Inokulasi dengan inokulan yang cocok dapat
mempercepat usaha penghijauan kembali tanah tercemar unsur toksik.
25
Penelitian Ba et al (1999) yang dilakukan pada tanah kahat hara
menunjukkan bahwa inokulasi ektomikoriza pada bibit tanaman Afzelia africana
dapat meningkatkan pertumbuhan bibit dan serapan hara oleh tanaman hutan
tersebut. Pentingnya mikoriza didukung oleh penemuan bahwa tanaman asli yang
berhasil hidup dan berkembang 81% adalah bermikoriza.
Pada lahan alang-alang yang sistem hidrologinya telah rusak,
persediaan air bawah tanah menjadi masalah utama karena tanahnya padat,
infiltrasi air hujan rendah, sehingga walaupun curah hujan tinggi tapi cadangan air
bawah permukaan tetap sangat terbatas. Pengalaman menunjukkan bahwa kondisi
ini merupakan salah satu sebab kegagalan program transmigrasi lahan kering.
Petani transmigran kesulitan untuk mendapatkan air bersih dan tanaman
(khususnya tanaman pangan) sering gagal panen karena stres air.
Tanaman yang bermikoriza terbukti mampu bertahan pada kondisi
stres air yang hebat. Hal ini disebabkan karena jaringan hifa eksternal akan
memperluas permukaan serapan air dan mampu menyusup ke pori kapiler
sehingga serapan air untuk kebutuhan tanaman inang meningkat. Morte et al
(2000) menunjukkan bahwa tanaman Helianthenum almeriens yang diinokulasi
dengan Terfesia claveryi mampu berkembang menyamai tanaman pada kadar air
normal yang ditandai berat kering tanaman, net fotosintesis, serta serapan hara
NPK.
Tabel 2. Perubahan konsentrasi N, P, K daun , tinggi tanaman dan berat kering
total tanaman A. africana sebagai respon atas kolonisasi ECM ( Ba et al,
1999).
26
Keterangan : TDW = total dry weight
Penelitian lain menunjukkan bahwa tanaman narra (Pterocarpus
indicus) (Castillo dan Cruz, 1996) dan pepaya (Cruz et al, 2000) bermikoriza
memiliki ketahanan yang lebih besar terhadap kekeringan dibandingkan tanaman
tanpa mikoriza yang ditandai dengan kandungan air dalam jaringan dan transpirasi
yang lebih besar, meningkatnya tekanan osmotik, terhidar dari plasmolisis,
meningkatnya kandungan pati dan kandungan proline (total dan daun) yang lebih
rendah selama stress air.
Tabel 3. Potensial air, net fotosintesis dan kadar hara pada tanaman H. almeriense
yang dinokulasi dengan T. claveryi dibawah kondisi normal dan stres air. (
Morte et al, 2000).
27