BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tingginya kebutuhan tanaman air pada tanaman dihadapkan pada permasalahan
kekeringan. Kekeringan merupakan faktor abiotik yang berhubungan dengan rendahnya
ketersediaan air tanah, terhambatnya pertumbuhan tanaman dan restorasi ekologi pada
daerah arid maupun semi arid (Liu et al., 2012). Cekaman kekeringan terjadi di seluruh
wilayah, negara dan benua, misalnya di Asia Selatan, tahun-tahun kekeringan yang parah
selama 1987 dan 2002/2003 memengaruhi lebih dari 50% dari total luas tanaman dan
hampir 300 juta orang di India, di Asia Tenggara, kekeringan pada tahun 2004 berdampak
pada 20% dari lahan padi dan lebih dari delapan juta orang di Thailand dan di antara
bencana yang tercatat secara global selama tiga dekade terakhir, 20% dihitung oleh Afrika
dengan hampir setengahnya disebabkan oleh cuaca ekstrem, terutama kekeringan. World
Economic Forum di Davos menerbitkan laporan “Inisiatif Air”, yang memperkirakan
kerugian produksi tanaman global hingga 30% pada tahun 2025 dibandingkan dengan hasil
saat ini karena kekurangan air, jika penggunaan air yang tidak berkelanjutan untuk
pertanian terus berlanjut (Impa et al., 2012). Selain itu, peningkatan suhu yang tajam dapat
menyebabkan hilangnya air tanah dengan cepat.
Ketersediaan air di tanah merupakan faktor yang sangat penting bagi pertumbuhan
tanaman. Apabila jumlah air yang tersedia di tanah tidak mencukupi kebutuhan tanaman,
maka tanaman akan mengalami gangguan morfologi dan fisiologis sehingga pertumbuhan
dan produktivitasnya akan terhambat. Air dalam fisiologi tanaman merupakan faktor utama
yang sangat penting karena membentuk 80-90% bobot segar jaringan yang sedang tumbuh
aktif. Noggle dan Frizt dalam Nofyangtri (2011) menjelaskan fungsi air bagi tanaman yaitu
sebagai : (1) senyawa utama pembentuk protoplasma, (2) senyawa pelarut bagi masuknya
mineral-mineral dari larutan tanah ke tanaman dan sebagai pelarut mineral nutrisi yang
akan diangkut dari satu bagian sel ke bagian sel lain, (3) media terjadinya reaksi-reaksi
metabolik, (4) reaktan pada sejumlah reaksi metabolisme seperti siklus asam trikarboksilat,
(5) penghasil hidrogen pada proses fotosintesis, (6) penjaga turgiditas sel dan berperan
sebagai tenaga mekanik dalam pembesaran sel, (7) pengatur mekanisme gerakan tanaman
seperti membuka dan menutupnya stomata, membuka dan menutupnya bunga serta
melipatnya daun-daun tanaman tertentu, (8) berperan dalam perpanjangan sel, (9) bahan
metabolisme dan produk akhir respirasi, serta (10) digunakan dalam proses respirasi.
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka didapatkan beberapa tujuan
yaitu sebagai berikut.
1. Mengetahui ukuran cekaman kekeringan klimatologis.
2. Mengetahui respon ekologis tanaman terhadap cekaman kekeringan klimatologis.
3. Mengetahui respon fisilogis tanaman terhadap cekaman kekeringan klimatologis.
BAB 2. PEMBAHASAN
melebihi laju absorpsi air walaupun keadaan air tanah tersedia dengan cukup. Jumlah air
yang dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman bervariasi, tergantung pada jenis tanaman
(Ai, N. S., dan Y. Banyo. 2011). Sebagai perbandingan kepekaan beberapa tanaman
terhadap cekaman kekeringan, diberikan skala dari 0,2 (peka) hingga 1,0 (toleran) seperti
disajikan pada Tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Nilai toleran pada beberapa tanaman terhadap cekaman kekeringan
Komoditas Nilai toleran* Komoditas Nilai toleran* Komoditas Nilai toleran*
Sorgum 0,8 Ubi kayu 0,65 Kacang/Bean 0,5
Tebu 0,8 Kapas 0,65 Pea 0,5
Millet 0,8 Kacang tanah 0,65 Kentang 0,5
Cowpea 0,8 Jagung 0,65 Padi gogo 0,5
Gandum 0,65 Bunga matahari 0,5
Ubi jalar
*Nilai toleran = 0,2 (peka) sampai 1,0 (toleran).
Sumber: Makarim (2006).
Tanaman dikatakan mengalami kekeringan jika kehilangan lebih dari 50% air dari
jaringannya (Ai, N. S., dan Y. Banyo. 2011). Menurut Felania (2017) kekurangan air atau
kekeringan pada tanaman dapat dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu:
1. Cekaman ringan: jika potensial air daun menurun 0,1 MPa atau kandungan air nisbi
menurun 8 – 10 %.
2. Cekaman sedang: jika potensial air daun menurun 1,2 s/d 1,5 MPa atau kandungan air
nisbi menurun 10 – 20 %.
3. Cekaman berat: jika potensial air daun menurun >1,5 MPa atau kandungan air nisbi
menurun > 20%.
aliran karbondioksida pada daun (Zlatev dan Lidon, 2012). Penurunan konsentrasi
karbondioksida pada daun mempengaruhi mobilisasi pati dan berpotensi meningkatkan
respirasi. Tanaman akan mengurangi penggunaan cadangan karbohidrat untuk
mempertahankan proses metabolismenya, dan hal ini memicu kekurangan karbon sehingga
tanaman akan mengalami penurunan pertumbuhan dan semakin lama tanaman akan
mengalami kematian (Liu et al., 2012).
Gambar 2.1 Dampak cekaman kekeringan selama tahap perkembangan pada tanaman padi
Sumber: Impa et al. (2012).
Pengaruh dari kekeringan terhadap tanaman menurut Munns (2002) dapat
diklasifikasikan berdasarkan beberapa tingkatan waktu, disajikan pada Tabel 2.2 berikut
ini.
Tabel 2.2 Respon tanaman terhadap cekaman kekeringan menurut waktu
Waktu Pengaruh yang terlihat pada saat cekaman kekeringan
Menit Penyusutan seketika laju pemanjangan daun dan akar yang kemudian diikuti
dengan peneyembuhan sebagian
Jam Laju pemanjangan akar kembali normal tapi lebih rendah dari laju
sebelumnya
Hari Pertumbuhan daun lebih dipengaruhi daripada pertumbuhan akar. Laju
mekarnya daun berkurang
Minggu Ukuran akhir daun dan/atau jumlah pucuk lateral berkurang
Bulan Mengubah saat pembungaan, menyusutkan produksi biji.
Sumber: Munns (2002)
BAB 3. KESIMPULAN
2. Cekaman kekeringan disertai dengan cekaman salinitas tanah dan suhu ekstrem yang
menyebabkan kerawanan pangan dan kelangkaan pakan sehingga dapat berdampak
buruk pada manusia dan ternak.
3. Respon fisiologis pertama tanaman dalam menanggapi cekaman kekeringan dengan
cara menutup stomata hingga pada penurunan pertumbuhan dan semakin lama terjadi
kekeringan maka akan mengalami kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Ai, N. S., dan Y. Banyo. 2011. Konsentrasi Klorofil Daun Sebagai Indikator Kekurangan
Air pada Tanaman. Jurnal Ilmiah Sains. 11(2):166-173.
Felania, C. 2017. Pengaruh Ketersediaan Air terhadap Pertumbuhan Kacang Hijau
(Phaceolus radiatus). Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi. Jurusan
Pendidikan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta. 131-138.
Impa, S. M., S. Nadaradjan, dan S. V. K. Jagadish. 2012. Drought Stress Induced Reactive
Oxygen Species and Anti-oxidants in Plants. Abiotic Stress Responses in Plants:
Metabolism, Productiviy and Sustainability. Ahmad, P., dan M. N. V. Prasad. 131-
147. Springer. New York.
Liu X., Y. Fan, J. Long, R. Wei, R. Kjelgren, C. Gong, dan J. Zhao. 2012. Effects of soils
water and nitrogen availabiliy on photosynthesis and water use efficiency of
Robinia pseudoacacia seedlings. Journal of Environmental Sciences. 25(3), 585-
595.
Khan, P. S. S. V., P. O. Basha, G. V. Lakshmi, M. Muniraja, K. Sergeant, dan J. F.
Hausman. 2016. Proteomic Analysis of Food Crops under Abiotic Stresses in the
Context of Climate Change. Plant-Environment Interaction Responses and
Approaches to Mitigate Stress. Azooz, M. M., dan P. Ahmad. 43-69. Wiley
Blackwell. British.
Kumar, S., dan P. K. Trivedi. 2016. Transcriptome Modulation in Rice Under Abiotic
Stress. Plant-Environment Interaction Responses and Approaches to Mitigate
Stress. Azooz, M. M., dan P. Ahmad. 70-83. Wiley Blackwell. British.
Mahajan, S., dan N. Tuteja. 2005. Cold, salinity and drought stress: An overview. Archives
of biochemistry and biophysics. 444:139-158.
Makarim, A. K. 2006. Cekaman Abiotik Utama dalam Peningkatan Produktivitas
Tanaman. Seminar Nasional Pemanfaatan Bioteknologi untuk Mengatasi Cekaman
Abiotik pada Tanaman. Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. 1-11.
Munns, R. 2002. Comparative Physiology of Salt and Water Stress. Journal Plant Cell and
Environment. 25:29-250.
Noggle, G. R., dan G. J. Fritz. 1983. Introductory Plant Physiology. New Jersey. Inc.
Englewood Cliffs. Pengaruh Cekaman Kekeringan dan Aplikasi Mikoriza terhadap
Morfo-Fisiologis dan Kualitas Bahan Organik rumput dan Legum Pakan.
Nofyangtri, S. 2011. IPB Press. Bogor.
Zlatev, Z., dan Lidon, F. C. 2012. An Overview on Drought Induced Changes in Plant
Growth, Water Relations and Photosynthesis. Emirates Journal of Food and
Agriculture. 24(1):57-72.