Anda di halaman 1dari 21

EVALUASI LUAS PETAK TERSIER

LAPORAN PRAKTIKUM
Diajukan guna memenuhi tugas Matakuliah Irigasi

Oleh:
Farchan Mushaf Al Ramadhani NIM 151710201078
Kelas TEP B 2015

JURUSAN TEKNIK PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan kegiatan masyarakat yang membutuhkan lahan sebagai
wadahnya meningkat dengan sangat cepat sejalan dengan perkembangan jumlah
penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Akibatnya terjadi persaingan pemanfaatan
lahan, terutama pada kawasan-kawasan yang telah berkembang dimana sediaan
lahan relatif sangat terbatas. Pada penggunaan lahan pertanian meskipun lebih
lestari kemampuannya dalam menjamin kehidupan petani, tetapi hanya dapat
memberikan sedikit keuntungan materi atau finansial dibandingkan sektor
industri, permukiman dan jasa lainnya, sehingga adanya konversi lahan pertanian
ke penggunaan lainnya tidak dapat dicegah (Arsyad dan Sitamala, 2008).
Adanya alih fungsi lahan pertanian ke sektor non pertanian menyebabkan
secara otomatis luas lahan pertanian berkurang. Dalam hal ini termasuk kebutuhan
air tanaman juga berkurang. Karena pencapaian sasaran produksi harus didukung
oleh pemanfaatan air irigasi yang optimal. Pemanfaatan air irigasi yang optimal
dapat dicapai, jika dapat dilakukan upaya optimalisasi antara luas lahan yang akan
dialiri air irigasi, ketersediaan air irigasi, dan kebutuhan air tanaman.
Untuk itu dilakukan praktikum evaluasi luas petak tersier (luas lahan
pertanian) berdasarkan alih fungsi lahan agar dapat diperkirakan berapa alokasi
yang tepat untuk penyaluran air irigasi dan kebutuhan air tanaman. Praktikum
evaluasi luas petak tersier dilakukan dilaksanakan di petak Saluran Primer
Kertosari tepatnya BKS. 6, 7, 8, 9, 10, dan 11 serta petak Saluran Sekunder
Karman Daerah Irigasi Kertosari

1.2 Perumusan Masalah


Perencanaan kebutuhan air tanaman untuk petak tersier di saluran Primer
Kertosari tepatnya BKS. 6, 7, 8, 9, 10, dan 11 serta petak tersier di saluran
Sekunder Karman Daerah Irigasi Kertosari belum dapat dilakukan. Hal ini
disebabkan karena luas petak tersier belum diidentifikasi secara baik. Sehingga
menyebabkan perencanaan pemanfaatan air irigasi untuk kebutuhan air tanaman
2

di petak tersier saluran Primer Kertosari tepatnya BKS. 6, 7, 8, 9, 10, dan 11 serta
petak tersier saluran Sekunder Karman Daerah Irigasi Kertosari tidak dapat
dilakukan secara optimal.

1.3 Tujuan
Tujuan evaluasi luas petak tersier saluran Primer Kertosari tepatnya BKS.
6, 7, 8, 9, 10, dan 11 serta petak tersier saluran Sekunder Karman Daerah Irigasi
Kertosari yaitu untuk mengidentifikasi luas lahan sesuai Image Satelit.

1.4 Manfaat
Manfaat evaluasi luas petak tersier saluran Primer Kertosari tepatnya BKS.
6, 7, 8, 9, 10, dan 11 serta petak tersier saluran Sekunder Karman Daerah Irigasi
Kertosari yaitu sebagai berikut.
a. Bagi Ilmu Pengetahuan
1) Menambah keilmuan tentang evaluasi luas petak tersier
2) Sebagai bahan referensi dalam ilmu pendidikan sehingga dapat memperkaya
dan menambah wawasan.
b. Bagi Masyarakat
1) Memudahkan masyakarat khususnya petani yang membutuhkan apabila
distribusi air irigasi sesuai dengan luas petak tersier yang ada.
c. Bagi Lembaga
1) Sebagai masukan yang membangun guna meningkatkan kualitas lembaga
pemerintahan khususnya dalam penentuan distribusi air irigasi.
2) Dapat menjadi pertimbangan untuk diterapkan dalam lembaga pemerintahan
sebagai solusi terhadap permasalahan yang ada.
3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk


Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu
wilayah tertentu dibandingkan waktu sebelumnya. Misalnya pertumbuhan
penduduk Indonesia dari tahun 2000 ke tahun 2012 adalah perubahan jumlah
penduduk Indonesia dari tahun 2000 sampai 2012.
Secara umum ada 3 variabel demografi yang sering dikaji dalam studi
ilmu kependudukan yaitu kelahiran, kematian, dan migrasi atau gerak penduduk.
Mengenai kelahiran, dikenal sebagai istilah fertilitas yaitu rata-rata wanita dapat
menghasilkan anak. Kelahiran dan kematian dinamakan faktor alami, sedangkan
perpindahan penduduk dinamakan faktor non alami.
Menurut Tulenan (2013) berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, jumlah penduduk terhadap luas lahan pertanian dapat disimpulkan
bahwa jumlah penduduk berpengaruh negatif terhadap variabel luas lahan
pertanian atau peningkatan jumlah penduduk akan berpengaruh terhadap
penurunan luas lahan pertanian.

2.2 Definisi Lahan


Tanah atau lahan merupakan salah satu sumber daya yang penting dalam
kehidupan manusia karena setiap aktivitas manusia selalu terkait dengan tanah.
Tanah merupakan (sekumpulan tubuh alamiah, mempunyai kedalaman lebar yang
ciri-cirinya mungkin secara langsung berkaitan dengan vegetasi dan pertanian
sekarang) ditambah ciri-ciri fisik lain seperti penyediaan air dan tumbuhan
penutup yang dijumpai (Akbar, 2008).

2.3 Manfaat Lahan Pertanian


Lahan pertanian mempunyai manfaat yang sangat besar bagi kelangsungan
hidup manusia. Manfaat itu tidak hanya dari sektor ekonomi saja, tapi juga sektor
lainnya seperti lingkungan, biologis. Oleh sebab itu dengan semakin banyaknya
4

jumlah alih fungsi lahan yang terjadi selama ini akan menimbulkan berbagai
permasalahan (Mustopa, 2011).

2.4 Alih Fungsi Lahan


Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut
sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan
lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang
menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu
sendiri. Alih fungsi lahan juga dapat diartikan sebagai perubahan untuk
penggunaan lain disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi
keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah
jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

2.5 Faktor-Faktor Terjadinya Alih Fungsi Lahan


Menurut Lestari (2009) proses alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non
pertanian yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor. Ada tiga faktor penting
yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah yaitu:
1. Faktor Eksternal. Merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika
pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi.
2. Faktor Internal. Faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi
sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan.
3. Faktor Kebijakan. Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat
maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian.
Kelemahan pada aspek regulasi atau peraturan itu sendiri terutama terkait
dengan masalah kekuatan hukum, sanksi pelanggaran, dan akurasi objek lahan
yang dilarang dikonversi.

2.6 Dampak Alih Fungsi Lahan Terhadap Masyarakat


Menurut Rauf (2010) alih fungsi lahan berdampak pada kondisi ekonomi,
peran sosial, orientasi nilai budaya, stratifikasi sosial, dan kesempatan kerja serta
kesempatan berusaha masyarakat. Beberapa perubahan yang tercermin adalah
5

terjadinya peningkatan tenaga kerja yang bergerak di luar sektor pertanian.


Meskipun seharusnya dapat meningkatkan tingkat ekonomi maupun pendapatan
petani, namun realitasnya tidak demikian. Terbukti terjadi peningkatan pekerja
buruh musiman.

2.7 Peta
Peta merupakan penyajian grafis dari bentuk ruang dan hubungan
keruanga antara berbagai bentuk yang mewakili. Di dalam ilmu Geodesi peta
merupakan gambaran dari permukaan bumi dalam skala tertentu dan digambarkan
diatas bidang datar melalui sistem proyeksi tertentu. Ilmu pengetahuan yang
mempelajari peta disebut kartografi. Sedangkan Orang yg ahli dlm bidang
perpetaan disebut kartograf.
Menurut Sendow dan Longdong (2012), peta memiliki arti komunikasi,
antara pembuat peta dan pemakai peta. Komunikasi yang dimaksudkan ada 4
macam antara lain adalah komunikasi matematis, komunikasi dengan bicara,
komunikasi dengan huruf dan komunikasi dengan gambar (Arifin, 2014).
2.7.1 Jenis-jenis peta secara umum
a. Menurut bentuknya, peta terdiri atas 2 macam, yaitu antara lain.
1) Peta 2 Dimensi. Peta 2 D bentuknya flat/datar, berbeda peta 3D sebagai
bentuk kecil dari suatu wilayah permukaan bumi, yang dapat menunjukkan
tingginya bukit dan curamnya lembah.
2) Peta 3 Dimensi. Peta 3D dapat disebut juga miniatur suatu wilayah.
b. Menurut penggambarannya, peta terdiri atas 2 macam, yaitu antara lain:
1) Peta sketsa adalah peta yang dibuat secara bebas tanpa berdasarkan alat ukur
dan tidak menggunakan skala, tetapi dibuat berdasarkan kondisi sebenarnya
dari suatu wilayah.
2) Peta berskala adalah peta yang dibuat berdasarkan skala, sehingga harus
menggunakan alat ukur spt kompas dan GPS. Peta tsb merupakan gambaran
asli dari permukaan bumi dengan perbandingan tertentu,sehingga jarak dua
titik didalam peta adalah sama dgn jarak sebenarnya dalam perbandingan
tertentu
6

2.7.2 Jenis Peta


a. Peta Dasar adalah peta skala yang digunakan sbg acuan dlm pemetaan untuk
menggambarkan lokasi dgn berbagai topik/tema.
b. Peta Topografi adalah peta yg menunjukkan posisi dan tempat dimanapun
berada dgn aturan yg Baku. Peta ini mengandung informasi lengkap mengenai
ketinggian dan kemiringan suatu temapt (garis kontur), tanda – tanda alam
(sungai, jalan, hutan, danau dsb). Termasuk batas-batas wilayah administratif.
Peta ini dibuat oleh lembaga resmi spt BAKOSURTANAL.
c. Peta Tematik adalah peta yang menggambarkan tujuan yang diinginkan dari
awal pembuatan peta. Peta tematik biasanya menunjukkan tema-tema, seperti
peta tata guna lahan, peta batas wilayah, peta sejarah (ttg makam-makam
keramat, tempat suci, dll), peta pemanfaatan hasil hutan, dsb.

2.7.3 Jenis Peta Menurut Tujuan


a. Peta untuk Tujuan Advokasi
Peta memiliki kekuatan dalam menyampaikan informasi suatu wilayah
tertentu. Oleh karena itu, peta yang dihasislkan melalui pemetaan partsispatif
dapat digunakan sebagai alat advokasi oleh masyarakat yangmenuntut haknya atas
wilayah yang merreka petakan.
Salah satu contohnya adalah peta yang dihasilkan oleh masyarakat Nusa
Ceningan di Bali, yang akan dijadikan kawasan wisata oleh perusahaan yang
bernama Bali Tourism Development Centre. Karena Masyarakat setempat telah
memiliki tata ruang wilayah berdasarkan adat Istiadat mereka dan dijadikan Alat
advokasi untuk menolok kehadiran resort-resort yang akan dibangun, maka
rencana untuk menjadikan wilayah Nusa Ceningan sebagai lokasi wisata dapat
dibatalkan
b. Peta Untuk Tujuan Perencanaan Pertanian
Peta yang khusus menggambarkan situasi dan kondisi kawasan pertanian
di suatu wilayah yang dikuasai oleh masyarakat / komunitas. Gambaran yang
lebih detail ini merupakan gambaran dari kondisi sosial ekonomi masyarakat yang
7

ingin dipecahkon dan dicarikan jalan keluarnya. Peta dengon tujuan ini akan
identik dengan peta tata guna lahan suatu kawasan.
Sebagai contoh masyarakat di kawasan Tegal Rejo, Kab. Temanggung
yang membuat perencanaan pengelolaan hutan yangg mana 99% sudah rusak.
Dengan peta yang mereka buat, maka direncanakan untuk menghijaukan kembali
lahan hutan yang telah rusak total tadi. Selain itu ditentukan juga rencana
peningkatan kesejahteraan masyarkat di sekitar hutan yang umumnya miskin.
c. Peta untuk tujuan konservasi
Peta untuk tujuan konservasi sangat berkaitan erat dengan peta tata guna
lahan, terutama didalam pengaturan ruang dimana suatu komunitas berada.
Dengan adanya peta ini dpt diajukan sebuah usulan perbaikan dalam pengaturan,
khususnya untuk menjaga keseimbangan alam dan keberlanjutan daya dukung
alam bagi kelangsungan kehidupan makhluk hidup sekitarnya.
Contoh dengan peta yang dimilikinya, masyarkat (instansi pemerintah)
dapat merencanakan sebuah konservasi bagi kawasan yg menyangga kebutuhan
akan air bagi kebutuhan pertanian dan sehari-hari (masyarakat)
d. Peta untuk Tujuan Revitalisasi dan Alat Pengorganisasian Masyarakat
Dalam konteks ini peta digunakan sebagai:
1) Media Informasi, untuk menarik simpati pihak luar agar mendukung
perjuangan masyarakat yg membuat peta tersebut.
2) Alat Identifikasi Wilayah dan Potensi, sehingga dapat diinformasikan
potensi sumber daya alam sehingga masyarakat dapat meyusun suatu
perencanaan pemanfaatan kawasan secara bersama-sama.
3) Alat Penyelesaian Konflik, dibuat menurut kesepakatan-kesepakatan yang
melibatkan semua pihak yang berkepentingan, sehingga dapat
menyelesaikan konflik-konflik yang berhubungan dengan pengelolaan
wilayah/kawasan.
4) Peta utuk tujuan pendidikan, hasil akhir bukanlah suatu peta, melainkan
proses yang dilalui komunitas yang melakukan pemetaan. Misal. untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menggali pengetahuan lokal
seperti sejarah, kelembagaan, adat, aturan-aturan adat, identifikasi sumber
8

daya alam, dsb. Hasil akhir sebuah peta tidak lagi penting, tetapi
mengikatkan pengetahuan masyarakat jauh lebih penting.

2.8 Pengolahan Data Spasial


Data spasial mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda
dari data lain, yaitu informasi lokasi dan informasi atribut. Dalam SIG, data
spasial dapat direpresentasikan dalam dua format, yaitu:
a. Vektor Dalam data format vektor, bumi kita direpresentasikan sebagai suatu
mosaik dari garis (arc/line), polygon (daerah yang dibatasi oleh garis yang
berawal dan berakhir pada titik yang sama), titik/point (node yang mempunyai
label), dan nodes (merupakan titik perpotongan antara dua buah garis).
Keuntungan utama dari format data vektor adalah ketepatan dalam
merepresentasikan fitur titik, batasan dan garis lurus.

Gambar 2.1 Peta Vektor


b. Raster, Data raster (atau disebut juga dengan sel grid) adalah data yang
dihasilkan dari sistem Penginderaan Jauh. Pada data raster, obyek geografis
direpresentasikan sebagai struktur sel grid yang disebut dengan pixel (picture
element). Pada data raster, resolusi (definisi visual) tergantung pada ukuran pixel-
nya. Dengan kata lain, resolusi pixel menggambarkan ukuran sebenarnya di
permukaan bumi yang diwakili oleh setiap pixel pada citra. Semakin kecil ukuran
permukaan bumi yang direpresentasikan oleh satu sel, semakin tinggi resolusinya.
Data raster sangat baik untuk merepresentasikan batas-batas yang berubah secara
gradual, seperti jenis tanah, kelembaban tanah, vegetasi, suhu tanah, dsb.
Keterbatasan utama dari data raster adalah besarnya ukuran file; semakin tinggi
resolusi grid-nya semakin besar pula ukuran filenya.
9

Gambar 2.2 Peta Raster


Sebagaimana telah kita ketahui, SIG membutuhkan masukan data yang
bersifat spasial maupun deskriptif. Beberapa sumber data tersebut antara lain
adalah:
1) Peta analog (antara lain peta topografi, peta tanah, dsb.) Peta analog adalah
peta dalam bentuk cetakan. Pada umumnya peta analog dibuat dengan teknik
kartografi, sehingga sudah mempunyai referensi spasial seperti koordinat,
skala, arah mata angin dsb. Peta analog dikonversi menjadi peta digital dengan
berbagai cara yang akan dibahas pada bab selanjutnya. Referensi spasial dari
peta analog memberikan koordinat sebenarnya di permukaan bumi pada peta
digital yang dihasilkan. Biasanya peta analog direpresentasikan dalam format
vektor.
2) Data dari sistem Penginderaan Jauh (antara lain citra satelit, foto-udara, dsb.)
Data Pengindraan Jauh dapat dikatakan sebagai sumber data yang terpenting
bagi SIG karena ketersediaanya secara berkala. Dengan adanya bermacam-
macam satelit di ruang angkasa dengan spesifikasinya masing-masing, kita bisa
menerima berbagai jenis citra satelit untuk beragam tujuan pemakaian. Data ini
biasanya direpresentasikan dalam format raster.
3) Data hasil pengukuran lapangan. Contoh data hasil pengukuran lapang adalah
data batasadministrasi, batas kepemilikan lahan, batas persil, batas hak
pengusahaan hutan, dsb., yang dihasilkan berdasarkan teknik perhitungan
tersendiri. Pada umumnya data ini merupakan sumber data atribut.
4. Data GPS. Teknologi GPS memberikan terobosan penting dalam menyediakan
data bagi SIG. Keakuratan pengukuran GPS semakin tinggi dengan
10

berkembangnya teknologi. Data ini biasanya direpresentasikan dalam format


vektor (Handayani et al., 2005).

2.9 Petak Tersier


Menurut Ginting et al., (2013), petak tersier adalah petak dasar di suatu
jaringan irigasi. Petak merupakan bagian dari daerah irigasi yang mendapat air
irigasi dan satu bangunan sadap tersier dan dilayani oleh satu jaringan tersier.
Petak Tersier dibagi-bagi menjadi petak-petak kuarter. Petak subtersier diterapkan
hanya apabila petak tersier berada di dalam daerah administratif yang meliputi dua
desa atau lebih.
Jaringan tersier adalah jaringan saluran yang melayani areal di dalam petak
tersier. Jaringan tersier terdiri dari:
1. Saluran dan bangunan tersier. Saluran dan bangunan yang membawa dan
membagi air dari bangunan sadap tersier ke petak-petak kuarter.
2. Saluran dan bangunan kuarter/ Saluran dan bangunan yang membawa air
dari jaringan bagi ke petak-petak sawah.
3. Saluran pembuang. Saluran dan bangunan yang membuang kelebihan air
dari petak-petak sawah ke jaringan pembuang utama.
Sistem pembagian air yang akan diterapkan merupakan masalah pokok
sebelum jaringan tersier dapat direncana. Ada tiga sistem pembagian air, yakni :
1. Pengaliran secara terus-menerus. Sistem pengaliran secara terus-menerus
memerlukan pembagian air yang proporsional, jadi besarnya bukaan pada
boks harus proporsional dengan daerah irigasi di sebelah hilir. Pemberian air
irigasi ke petak-petak kuarter di petak tersier berlangsung secara terus-
menerus.
2. Rotasi permanen. Sistem rotasi permanen (permanent rotation) adalah
pemberian air dialirkan ke tiap blok sawah di petak kuarter. Khususnya pada
waktu debit kecil, efisiensi penggunaan air sangat rendah akibat kehilangan
air yang relatif tinggi. Agar pemanfaatan air menjadi lebih efisien, aliran air
irigasi dapat dikonsentrasi dan dibagi secara berselang-seling ke petak-petak
kuarter tertentu. Konsekuensi teknis dan sistem ini adalah kapasitas saluran
11

yang lebih tinggi, pemberian pintu pada semua boks serta pembagian air
yang tidak proporsional. Jadi sistem ini lebih mahal dan eksploitasinya lebih
rumit. Sistem pemberian air secara rotasi dipakai di jaringan irigasi selama
debit rendah untuk mengatasi kehilangan air yang relatif tinggL Sistem
rotasi diterapkan jika debit yang tersedia di bawah 60 - 80% dan debit
rencana. Bila tersedia debit lebih dan itu maka dipakai sistem pengaliran
terus-menerus.
3. Kombinasi antara pengaliran secara terus-menerus dan rotasi. Penerapan
sistem kombinasi memerlukan boks-boks bagi yang memungkinkan
pembagian air yang proporsional dan memungkinkan pembagian air secara
rotasi. Pengaturan dan pembagian air yang sama memerlukan pintu yang
dapat disetel sesuai dengan daerah hilir yang akan diberi air. Karena
pembagian air ini bisa berbeda-beda selama rotasi, maka setelan harus
fleksibel. Fluktuasi debit akan mempengaruhi pembagian air secara
proporsional dipakai pintu sorong untuk mengatur aliran selama pemberian
air secara rotasi.
Di beberapa petak tersier ada bagian-bagian yang tidak dialiri karena
alasan-alasan tertentu, antara lain.
1. Tanah tidak cocok untuk pertanian
2. Muka tanah terlalu tinggi tak ada petani penggarap
3. Tergenang air.
Petak tersier bisa dikatakan ideal jika masing-masing pemilikan sawah
memiliki pengambilan sendiri dan dapat membuang kelebihan air langsung ke
jaringan pembuang. Juga para petani dapat mengangkut hasil pertanian dan
peralatan mesin atau ternak mereka ke dan dan sawah melalui jalan petani yang
ada.Untuk mecapai pola pemilikan sawah yang ideal di dalam petak tersier, para
petani harus diyakinkan agar membentuk kembali petak-petak sawah mereka
dengan cara saling menukar bagian-bagian tertentu dan sawah mereka atau
dengan cara-cara lain menurut ketentuan hukum yang berlaku (misalnya
konsolidasi tanah pertanian).
12

Gambar 2.3 Jalur-jalur Irigasi

Gambar 2.4 Petak Tersier yang ideal

2.10 Ketahanan Pangan Berkelanjutan


Ketahanan pangan harus mencakup faktor ketersediaan, distribusi, dan
konsumsi. Faktor ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk
memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik dari segi kuantitas, kualitas,
keragaman dan keamanannya. Distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi
yang efektif dan efisien untuk menjamin agar masyarakat dapat memperoleh
pangan dalam jumlah, kualitas dan keberlanjutan yang cukup dengan harga yang
terjangkau. Sedangkan Faktor konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola
pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman,
kandungan gizi, kemananan dan kehalalannya. Situasi ketahanan pangan di negara
kita masih lemah. Hal ini ditunjukkan antara lain oleh: (a) jumlah penduduk
rawan pangan (tingkat konsumsi < 90% dari rekomendasi 2.000 kkal/kap/hari)
dan sangat rawan pangan (tingkat konsumsi <70 % dari rekomendasi) masih
cukup besar, yaitu masing masing 36,85 juta dan 15,48 juta jiwa untuk tahun
13

2002; (b) anak-anak balita kurang gizi masih cukup besar, yaitu 5,02 juta dan 5,12
juta jiwa untuk tahun 2002 dan 2003 (Prabowo, 2010).
14

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Tempat dan Waktu Praktikum


Praktikum evaluasi luas petak tersier dilaksanakan di petak Saluran Primer
Kertosari tepatnya BKS. 6, 7, 8, 9, 10, dan 11 serta petak Saluran Sekunder
Karman Daerah Irigasi Kertosari yang melalui 4 desa yaitu Desa Kranjingan,
Desa Wirowongso, Desa Klompangan, dan Desa Pancakarya Kecamatan Ajung
Kabupaten Jember. Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 10 Desember 2017.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu sebagai berikut.
a. Global Positioning System (GPS)
b. Kamera digital
c. Peralatan tulis
d. Laptop
e. Software (Perangkat lunak) yang terdiri dari MapInfo Professional 11.0,
MapSource Versi 9.0, Microsoft Excel, Easy Google Map Downloader, dan
Inventarisasi Aset Irigasi.
Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu sebagai berikut.
a. Skema Jaringan D.I Kertosari
b. Peta Daerah Irigasi
c. Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)
d. Peta Konsultan

3.3 Tahapan Praktikum


Metode praktikum evaluasi luas petak tersier Saluran Primer Kertosari
tepatnya BKS. 6, 7, 8, 9, 10, dan 11 serta saluran sekunder Karman Daerah Irigasi
Kertosari dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut ini.
15

Mulai

Persiapan alat dan bahan

Penelusuran

Data
1. Koordinat

Pengolahan data

Peta satelit beserta lokasi jaringan irigasi

Evaluasi luas petak tersier

Luas petak tersier berdasarkan Image Satelit

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Praktikum Jaringan Irigasi


Berdasarkan Gambar 3.1 diagram alir praktikum jaringan irigasi dapat
dijelaskan sebagai berikut.
a. Persiapan alat dan bahan adalah kegiatan menyiapkan alat dan bahan
praktikum seperti GPS, kamera digital, dan skema irigasi.
b. Penelusuran adalah kegiatan survei daerah kajian yang dilakukan dengan
didampingi oleh asisten praktikum. Penelusuran petak dilakukan di petak
Saluran Primer Kertosari tepatnya BKS. 6, 7, 8, 9, 10, dan 11 serta petak
Saluran Sekunder Karman tepatnya Daerah Irigasi Kertosari.
c. Pengumpulan Data yaitu melakukan pengumpulan data yang dibutuhkan untuk
melakukan kajian jaringan irigasi meliputi data koordinat, kondisi dan
keberfungsian bangunan dan saluran.
1) Data koordinat diperoleh dari mendigit titik pada perbatasan petak yang
mempunyai komoditi berbeda.
d. Pengolahan data yaitu data yang telah dikumpulkan dari berbagai sumber data
tersebut kemudian diolah di Microsoft Excel 2007. Setelah itu, data yang telah
tersimpan di Microsoft Excel dibuka dengan MapInfo kemudian dilakukan
interpretasi berbagai sumber data seperti Peta RBI dan Peta Konsultan.
16

e. Peta satelit beserta lokasi petak tersier merupakan hasil dari pengolahan
Software MapInfo.
f. Evaluasi luas petak tersier dilakukan dengan Software MapInfo secara manual
untuk mengetahui luasan petak tersier yang sesuai dengan keadaan lapang.
g. Luas petak tersier sesuai image satelit merupakan hasil akhir dari pengolahan
Software MapInfo yang.
17

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perbandingan Hasil Evaluasi Petak Tersier Menggunakan Image Satelit


Kebutuhan air tanaman dihitung berdasarkan luasan petak yang ditanami.
Sehingga sangat penting untuk mengetahui berapa luasan petak tersier yang akan
dialiri air irigasi. Evaluasi petak tersier dilakukan dengan menggunakan Software
MapInfo dan EGMD berupa identifikasi berdasarkan Image Satelit yang nantinya
dapat diketahui luasan petak tersier setiap bangun bagi/bagi sadap/sadap. Berikut
perbandingan hasil evaluasi petak tersier menggunakan Image Satelit dengan
PSETK02 Kertosari GHIPPA dan Peta Konsultan.
Tabel 4.1 Perbandingan Evaluasi Petak Tersier
Luasan (Ha)
No Bangunan PSETK02 Kertosari Peta Konsultan Interpretasi Image
GHIPPA Satelit
I. Saluran Primer
1 B.KS.6 - - -
2 B.KS.7 127 8 11,48
3 B.KS.8 17 127 37,75
4 B.KS.9 129 17 37,38
5 B.KS.10 148 339 291,01
6 B.KS.11 - 148 137,51
II. Saluran Sekunder
1 B.KM.1 46 46 71,63
2 B.KM.2 11 57 72,64
3 B.KM.3 8 8 19,35
4 B.KM.4 162 162 163,75
Sumber: Data Primer (2017).
Berdasarkan Tabel 4.1 didapatkan luasan petak tersier yang berbeda antara
PSETK02 Kertosari GHIPPA, Peta Konsultan, dan Interpretasi Image Satelit. Peta
Konsultan dengan Interpretasi Image Satelit mempunyai perbedaan yang tidak
terlalu jauh. Perbedaan kecil ini disebebakan karena adanya alih fungsi lahan dari
sektor pertanian ke sektor non pertanian seperti migrasi penduduk, pembangunan
rumah, pembangunan industri dan lain-lain. Sedangkan berdasarkan PSETK02
Kertosari GHIPPA dengan Interpretasi Image Satelit mempunyai perbedaan yang
sangat jauh dikarenakan data PSETK02 Kertosari GHIPPA merupakan sebuah
data lama.
18

4.2 Luas Petak Tersier yang Cocok Digunakan untuk Menentukan


Kebutuhan Air Irigasi
Evaluasi luas petak tersier berdasarkan Interpretasi Image Satelit tergolong
cara baru dan cara untuk mendapatkan luasan lahan yang cepat dan mendekati
benar. Sehingga evaluasi luas petak tersier menggunakan Image Satelit dapat
digunakan untuk mengetahui berapa total kebutuhan air tanaman. Peta wilayah
kerja evaluasi luas petak tersier di Saluran Primer Kertosari B.KS.6, 7, 8, 9, 10,
dan 11 serta Saluran Sekunder Karman dapat dilihat pada Gambar 4.1 dibawah
ini.

Gambar 4.1 Peta Wilayah Kerja


Sumber: Data Primer (2017).
Evaluasi luas petak tersier berdasarkan Image Satelit dapat digunakan
untuk menentukan kebutuhan air irigasi dikarenakan Image Satelit berupa
gambar/citra bumi yang ditangkap oleh satelit merupakan data baru (selalu
diperbarui). Sehingga sangat cocok untuk menentukan berapa kebutuhan air
irigasi dengan luasan yang telah diketahui menggunakan evaluasi luas petak
tersier berdasarkan Image Satelit.
19

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari kajian ini adalah evaluasi luasan petak tersier di Saluran
Primer Kertosari B.KS.6, 7, 8, 9, 10, dan 11 serta Saluran Sekunder Karman
meliputi 4 desa yaitu Desa Kranjingan, Desa Wirowongso, Desa Klompangan,
dan Desa Pancakarya Kecamatan Ajung Kabupaten Jember. Luasan petak tersier
di Saluran Primer Kertosari sesuai Image Satelit didapatkan nilai setiap bangun
bagi/bagi sadap/sadap dari B.KS.7, B.KS.8, B.KS.9, B.KS.10, dan B.KS.11
berturut-turut sebesar 11,48 ha; 37,75 ha; 37,38 ha; 291,01 ha; dan 137,51 ha.
Sedangkan Luasan petak tersier di Saluran Sekunder Karman sesuai Image Satelit
didapatkan nilai setiap bangun bagi/bagi sadap/sadap dari B.KM.1, B.KM.2,
B.KM.3, dan B.KM.1 berturut-turut sebesar 71,63 ha; 72,64 ha; 19,35 ha; dan
163,75 ha.

5.2 Saran
Agar kajian ini dapat dilakukan dengan lebih baik maka seharusnya kajian
ini dilakukan setelah praktikan memahami konsep kajian wilayah secara
mendalam yang meliputi konsep penelusuran komoditi dan interpretasi petak
tersier berdasarkan Image Satelit.
20

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, R. 2008. Proses Pembebasan Tanah Pertanian Untuk Pembangunan


Kawasan Perumahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Arsyad dan Sitamala. 2008. Penyelamatan Tanah, Air dan Lingkungan. Jakarta:
Crespent Press dan Yayasan Obor Indonesia.
Ginting, S. A. S., Sumono, dan Rohanah, A. 2013. Kajian Saluran Irigasi Tersier
di Desa Sei Beras Sekata Daerah Irigasi Sei Krio Kecamatan Sunggal
Kabupaten Deli Serdang. Jurnal Keteknikan Pertanian. 3(3):89-97.
Handayani, D., Soelistijadi, R., dan Sunardi. 2005. Pemanfaatan Analisis Spasial
untuk Pengolahan Data Spasial Sistem Informasi Geografi. Jurnal
Teknologi Informasi Dinamik. 10 (2):108-116.
Lestari, T. 2009. Dampak Konversi Lahan Pertanian Bagi Taraf Hidup Petani.
Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Mustopa, Z. 2011. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan
Pertanian di Kabupaten Demak. Skripsi. Universitas Diponegoro.
Prabowo, R. 2010. Kebijakan Pemerintah Dalam Mewujudkan Ketahanan
Pangan di Indonesia. Jurnal Ilmu Pertanian. 6(2):62-73.
Rauf, A. H. 2010. Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Lahan Perkebunan Tebu
dan Dampaknya terhadap Masyarakat Pedesaan (Studi Kasus Perubahan
Sosial Petani di Kecamatan Tolangohula Kabupaten Gorontalo).
Disertasi. Gorontalo.
Sendow, T. K., dan Longdong, J. 2012. Studi Pemetaan Peta Kota. Jurnal Ilmiah
Media Engineering. 2(1):35-46.
Tulenan, A. 2013. Perkembangan Jumlah Penduduk terhadap Alih Fungsi Lahan
di Kabupaten Minahasa Selatan. Skripsi. Universitas Sam Ratulangi
Manado.

Anda mungkin juga menyukai