Anda di halaman 1dari 46

1

KULIAH KERJA LAPANGAN II

“IDENTIFIKASI SERTA PENGUKURAN


PROSES DAN HASIL PROSES
FISIK KAWASAN
BAYAT”

Disusun Oleh:
Kelompok 1

FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
2

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KEGIATAN KKL 2

KELOMPOK

Telah disetujui dan direview pembimbing pada :

Hari : ……………………….

Tanggal : ………………………..

Pembimbing

(Drs. Yuli Priyana, M.Si.)

Mengetahui

Wakil Dekan 1 Fakultas Geografi

(Drs. Priyono, M.Si.)


3

EKSEKUTIF SUMMARY
Laporan di buat sebagai bentuk tugas akhir yang bertujuan untuk memenuhi
syarat tugas KKL (Kuliah Kerja Lapangan) selain sebagai tugas juga menambah
wawasan bagi Mahasiswa, meningkatkan hubungan kerja sama antar mahasiswa,
dapat mempraktekan teori yang di ajarkan secara langsung, dan meningkatkan
pemahaman mahasiswa mengenai praktikum lapangan sehingga dapat dijadikan
bekal untuk kerja nantinya.
Laporan ini memiliki 2 manfaat yaitu manfaat bagi mahasiswa dan fakultas.
untuk mahasiswa Bermanfaat sebagai Tolak ukur mahasiswa dalam mempraktikan
teori yang sudah di ajarkan selama perkuliahan, memperdalam
kreativitas/kerjasama, dan menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman.
Manfaat untuk fakultas yaitu sebagai bahan evaluasi kurikulum yang sudah di
terapkan.
Dalam kegiatan KKL 2 pada tanggal 27-29 Juni 2019 berjalan dengan lancar
tanpa hambatan apapun. Seperti pemberian bekal materi, praktik langsung di
lapangan, hingga diskusi malam alhamdulillah tidak ditemukan permasalahan
yang menghambat kegiatan. Dan sudah di bentuknya pantia pengurus KKL ini
sehingga tidak ada kesulitan mahasiswa dalam tempat tinggal/basecamp,
kebersihan dan kebutuhan makan minum.
Demikian laporan ini di buat sebagai bahan evaluasi dan perbaikan untuk
periode periode selanjutnya.
4

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
EKSEKUTIF SUMMARY iii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iii
KATA PENGANTAR iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Tujuan Kegiatan 3
1.3 Kegunaan Kegiatan 3
1.4 Telaah Pustaka 3

BAB II METODE PELAKSANAAN KEGIATAN


2.1 Populasi/Obyek Kegiatan 3
2.2 Metode Pengambilan Sampel 3
2.3 Metode Pengumpulan Data 3
2.4 Instrumen dan Bahan Kegiatan 3
2.5 Teknik Pengolahan Data 3
2.6 Metode Analisis Data 3

BAB III DESKRIPSI GEOGRAFIS DAERAH PENELITIAN


3.1 Letak, Luas, dan Batas 3
3.2 Geologi dan Geomorfologi 3
3.2.1 Geologi 3
3.2.2 Geomorfologi 3
3.3 Iklim 3
3.4 Penggunaan Lahan 3
3.5 Penduduk 3
5

BAB IV HASIL KEGIATAN


4.1 <Sub-bab 1> 3
4.2 <Sub-bab 2> 3

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN


5.1 <Sub-bab 1> 3
5.2 <Sub-bab 2> 3

BABVI PENUTUP
6.1 Kesimpulan 3
6.2 Saran 3

DAFTAR PUSTAKA 3

Lampiran A <Judul Lampiran A> 3


Lampiran B <Judul Lampiran B> 3
Lampiran C<Judul Lampiran C> 3
6

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Ringkasan Penelitian Sebelumnya 3


7

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Contoh Peta Sebaran Sampel 3
Gambar 2. Peta Lokasi Kegiatan 3
8

KATA PENGANTAR

Kata pengantar dibuat singkat yang berisi maksud dan tujuan kegiatan
secara umum, penyampaian ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terwujudnya naskah tersebut, dan harapan yang diinginkan.
9

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lahan adalah suatu luasan di permukaan bumi dengan sifat-sifat tertentu yang
meliputi biosfer, atmosfer, tanah, lapisan geologi, hidrologi, serta hasil kegiatan
manusia masa lalu, sekarang sampai pada tingkat tertentu mempunyai pengaruh
yang berarti terhadap penggunaan lahan oleh manusia kini dan manusia masa
datang (FAO, 1976 dalam Budiyantoro, 1992). Selanjutnya pada perencanaan
penggunaan lahan pertanian harus dilakukan proses penaksiran potensi lahan
untuk tujuan penelitian, yang meliputi interpretasi dan survei bentuk lahan, tanah,
vegetasi, iklim dan aspek-aspek lainya, sampai tingkatan mengidentifikasi dan
membuat perbandingan jenis tanaman yang diperbolehkannya. Survey tanah
adalah suatu cara atau metode untuk mengevaluasi lahan guna mendapatkan data
langsung dari lapangan. Kegiatan servey terdiri dari kegiatan lapangan, membuat
analisis data, interpretasi terhadap tujuan dan membuat laporan survey. Survey
tanah menurut merupakan pekerjaan pengumpulan data kimia, fisik dan biologi di
lapangan maupun di laboratorium dengan tujuan pendugaan penggunaan lahan
maupun khusus (Abdullah, 1993).Wujud dari penggunaan lahan diantaranya untuk
pertanian, pemukiman, industri maupun untuk sarana lain baik dalam ruang
lingkup fisik maupun sosial ekonomi. Penggunaan lahan merupakan segala
kegiatan manusia terhadap lahan untuk memenuhi sebagian dari kebutuhan
hidupnya. Indonesia sebagai negara agraris dimana sebagian besar penduduk
bermata pencaharian sebagai orang yang berkecimpung dalam bidang pertanian,
maka usaha usaha penggunaan lahan untuk keperluan produksi untuk pertanian
harus di perhatikan secara seksama dalam mencapai produksi pertanian secara
maksimal. Untuk mencapai tujuan tersebut yaitu peningkatan produksi pertanian,
tanaman yang akan di usahakan pada suatu lahan harus disesuaikan dengan kelas
kesesuaian lahanya. Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan
untuk suatu penggunaan tertentu (Sitorus, 1985). Suatu usaha pertanian syarat
keberhasilanya sangat ditentukan oleh kesesuaian lahan yang menjadi media
tanam.
1.2 Tujuan Kegiatan
10

1. Untuk mengukur debit kecepatam aliran air sungai di Kecamatan


Bayat, Kabupaten Klaten.
2. Untuk mengetahui penampang melintang profil sungai di
Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten.
3. Untuk mengetahui kontur air tanah di Kecamatan Bayat,
Kabupaten Klaten.
4. Memperkirakan atau memprediksi arah aliran air tanah di
Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten.
5. Untuk mengetahui luasan wilayah yang akan di petakan
menggunakan foto udara (Drone) di Kecamatan Bayat, Kabupaten
Klaten.
6. Mengetahui kemiringan lereng di Kecamatan Bayat, Kabupaten
Klaten.
7. Mengetahui jenis vegetasi dan penggunaan lahan di Kecamatan
Bayat, Kabupaten Klaten.
8. Mengetahui kondisi tanah di Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten.

1.3 Kegunaan Kegiatan


1. Pengukuran debit : untuk mengetahui seberapa banyak air sungai yang
mengalir pada suatu sungai dan seberapa cepat air tersebut mengalir
dalam waktu satu detik.
2. Kontur air tanah : untuk mengetahui arah aliran air tanah dan
memperlihatkan naik turunnya permukaan tanah di kecamatan bayat
3. Foto udara (drone) : untuk memetakan suatu wilayah dan mengetahui
seberapa luas wilayah di kecamatan bayat.
4. Kemiringan lereng : untuk mengetahui kondisi kemiringan lereng dan
penggunaannya.
5. Tanah : untuk mengetahui jenis tanah dan tanaman apa saja yang dapat
tumbuh di kecamatan bayat.
6. Vegetasi : untuk menpelajari susunan atau komposisi vegetasi secara
struktur dari tumbuh - tumbuhan dan seberapa besar berbagai spesies di
suatu wilayah
1.4 Telaah Pustaka
1. Pengukuran Debit
11

Debit air sungai adalah, tinggi permukaan air sungai yang terukur oleh alat
ukur pemukaan air sungai (Suwandi, 2000).
Debit aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang
melewati suatu penampang melintang sungai persatuan waktu Asdak
(2002).
Penentuan debit air sungai diperlukan untuk mengetahui besarnya air
yang mengalir dari sungai ke laut. Dalam penentuan debit air sungai
perlu di ketahui luas penampang stasiun, yaitu dengan mengukur
kedalaman, masing-masing titik pengukuran (Ongkosongo, 1980).
2. Kontur Air Tanah
Air tanah adalah air yang berada di dalam tanah.Air tanah dibagi
menjadi dua, air tanah dangkal dan air tanah dalam.Air tanah
dangkal merupakan air yang berasal dari air hujan yang diikat oleh akar
pohon.Air tanah ini terletak tidak jauh dari permukaan tanah serta
berada diatas lapisan kedap air. Sedangkan air tanah dalam adalah
air hujan yang meresap kedalam tanah lebih dalam lagi mealui
proses absorpsi serta filtrasioleh batuan dan mineral di dalam tanah.
Sehingga berdasarkan prosesnya air tanah dalam lebih jernih
dari air tanah dangkal (Kumalasari & Satoto, 2011).
Jaringan aliran air adalah garis-garis aliran air tanah yang arahnya
ditentukan oleh bentuk kontur muka air tanah suatu daerah. Garis
aliran air tanah adalah garis- garis yang mempunyai arah tegak lurus
90º dengan garis kontur air tanahnya dan mengalir dari kontur tinggi
ke kontur yang rendah Cadergren (Todd,1995).

3. Foto Udara
Foto udara atau peta foto adalah Peta foto didapat dari survei udara
yaitu melakukan pemotretan lewat udara pada daerah tertentu dengan
aturan fotogrametris tertentu. Sebagai gambaran pada foto dikenal ada 3
(tiga) jenis yaitu foto tegak, foto miring dan foto miring sekali. Yang
dimaksud dengan foto tegak adalah foto yang pada saat pengambilan
12

objeknya sumbu kamera udara sejajar dengan arah gravitasi, sedangkan


yang disebut dengan foto miring sekali apabila pada foto tersebut horison
terlihat. Untuk foto miring, batasannya adalah antara kedua jenis foto
tersebut. Secara umum foto yang digunakan untuk peta adalah foto tegak
(Wolf, 1974).
Foto udara merupakan gambaran proyeksi dari sebagian permukaan
bumi yang dapat mengungkapkan data dan informasi suatu obyek /
feature selama obyek itu tidak terhalang oleh benda lain (Otong
Nurdjaman, 1993).
Fotogrametri adalah suatu seni, ilmu, dan teknik untuk memperoleh
data-data tentang objek fisik dan keadaan di permukaan bumi melalui
proses perekaman, pengukuran, dan penafsiran citra fotografik
(Thompson, 1980 dalam Sutanto, 1983).
4. Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng dapat diketahui melalui peta topografi
yang dibuat menjadi peta kontur, dengan menggunakan
rumus sebagai berikut (Dibyosaputro, 1997:12) :
Rumus : Re = Ktt –Ktr (m)
Keterangan:Re = Relief (m)
Ktt = Kontur Tertinggi (m)
Ktr = Kontur Terendah (m)
Kemiringan lereng merupakan ukuran kemiringan lahan relative
terhadap bidang datar yang secara umum dinyatakan dalam persen atau
derajat (Van Zuidam 1985).
Kemiringan lereng menunjukan besarnya sudut lereng dalam
persen atau drajat. Dua titik yang berjarak horizontal 100 m yang
mempunyai selisih tinggi 10 m membentuk lereng 10% Arsyad,
2000 (Sahara, 2014).
5. Tanah
Tanah ialah sebagai laboratorium kimia tempat proses dekomposisi
dan reaksi kimia yang berlangsung secara tersembunyi (J.J. Berzelius
“Swedia, 1803”)
Tanah merupakan lapisan paling luar kulit bumi yang biasanya
bersifat tak padu dan mempunyai sifat tebal mulai dari selaput tipis
sampai lebih dari 3 meter yang berbeda dari bahan dibawahnya dalam
13

hal; warna, sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologinya C.F Marbut
(Russia 1914).
6. Vegetasi
Vegetasi adalah kumpulan tumbuhan-tumbuhan yang biasanya
terdiri dari berbagai jenis yang hidup bersama-sama disuatu tempat dan
diantaranya individu-individu tersebut terdapat interaksi yang erat baik
antara tumbuh-tumbuhan itu sendiri maupun faktor lingkungannya
Marsono (1977).
Vegetasi adalah kumpulan tumbuhan-tumbuhan yang biasanya
terdiri dari berbagai jenis yang hidup bersama-sama disuatu tempat dan
diantaranya individu-individu tersebut terdapat interaksi yang erat baik
antara tumbuh-tumbuhan itu sendiri maupun faktor lingkungannya
Soetikno (1990).
Vegetasi adalah susunan semua jenis tumbuhan disuatu wilayah dan
hubungannya dengan pola sebaran jenis baik secara parsial maupun
temporal Barbour dan Pitts (1980).

BAB II METODE PELAKSANAAN KEGIATAN

2.1 Latar Belakang


Lokasi Kuliah Kerja Lapangan ( KKL) yang dilaksanakan oleh Jurusan
Geografi Murni Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tanggal 25 Juni 2019.
Rombongan KKL berkumpul di Gedung Induk Siti Walidah pada hari Selasa, 25
Juni 2019 pukul 07.00 WIB. Setelah pengkondisian dan seluruh peserta dirasa
lengkap pada pukul 08.00 WIB rombongan berangkat menuju lokasi tepatnya di
Bayat Klaten dengan jadwal pelaksanaan kegiatan sebagai berikut :

HARI/
JAM KEGIATAN
TANGGAL
(1) (2) (3)
Selasa 07.00 – 08.00 - Persiapan keberangkatan ke lapangan
25 Juni
08.00 – 09.00 - Pemberangkatan ke lokasi
14

2019 09.00 – 12.00 - Kerja lapangan (diskripsi fisik daerah)


12.00 – 13.00 - Istirahat-makan-sholat
13.00 – 16.00 - Pengukuran debit sungai (saluran
16.00 – 16.30 irigasi)
16.30 – 19.30 - Perjalanan pulang (ke basecamp)
19.30 – 24.00 - Santai
- Diskusi hari I
Rabu 07.00 – 08.00 - Persiapan
26 Juni
08.00 – 09.00 - Pemberangkatan ke lokasi
2019
09.00 – 12.00 - Kerja lapangan (Pemetaan sungai dan
Kontur Airtanah)
12.00 – 13.00 - Istirahat-makan-sholat
13.00 – 16.00 - Melanjutkan kerja lapangan (Pemetaan
16.00 – 16.30 sungai dan Kontur Airtanah)
16.30 – 19.30 - Perjalanan pulang (ke basecamp)
19.30 – 24.00 - Santai
- Diskusi hari II
Kamis 07.00 – 08.00 - Persiapan
27 Juni 08.00 – 09.00 - Pemberangkatan ke lokasi
2019
09.00 – 12.00
- Kerja lapangan (Pengukuran profil
lereng dan diskripsi fisik tanah)
12.00 – 13.00 - Istirahat-makan-sholat
13.00 – 16.00
- Perjalanan pulang (ke basecamp)
16.00 – 16.30 persiapan untuk pulang
- Perjalanan pulang ke kampus

Tabel 1. Rundown Acara Kuliah Kerja Lapangan II

2.2 Metode Pengambilan Sampel


1. Sampel Sumur
- Menentukan titik koordinat sumur menggunakan GPS Esential
- Mengukur tinggi bibir sumur
- Mengukur kedalaman sumur
2. Sampel profil melintang sungai
- Meletakkan yalon ditepi sungai dan didalam sungai dengan sejajar
15

- Mengukur tinggi pembidik dan menyamakan tinggi pembidik dengan


yallon
- Mengukur jarak yallon pertama dan kedua dengan menggunakan roll
meter
- Mencatat angka yang telah diukur menggunakan roll meter
- Membidik yallon sesuai tanda yang telah di tentukan
- Mencatat nilai kemiringan dari alat amnylevel
- Melakukan hal yang sama sampai dengan selesai
- Dalam pembagian segmen ketika terdapat perbedaan permukaan
sungai.
3. Sampel debit sungai
Cara Pertama :
- Membagi sungai menjadi beberapa segmen
- Meletakkan botol di masing – masing segmen
- Mengukur kecepatan waktu dari botol tersebut menggunakkan
stopwathc

Cara Kedua :
- Membagi sungai menjadi beberapa segmen
- Mengukur debit air menggunakan curent meter di setiap segmen
- Mencatat hasil pengukuran dari curent meter

Cara Ketiga :
- Meletakkan yallon pertama di tengah - tengah sungai dan yallon kedu
di tepi sungai
- Mengisi selang dengan air jernih hingga penuh dan tidak boleh
terdapat gelembung air pada botol
- Mengukur tinggi permukaan air dengan selang antara permukaan air
di tepi sungai dengan menempelkan selang ke yallon pertama hingga
air dalam selang tidak goyang atau stabil
- Menandai tinggi air dalam selang menggunakan spidol pada yallon
- Mengukur tinggi permukaan air sampai batas yang telah di tandai
spidol
- Mencatat hasil yang telah di ukur
- Melakukan hal yang sama hingga selesai
4. Sampel tanah
- Membersihkan permukaan tanah dari rerumputan jika bisa tidak ada
akar
- Meletakkan paralon pada permukaan tanah dan ambil sampel dengan
cara menekan paralon sampai terisi penuh
16

- Menggali tanah dengan kedalaman kurang lebih 30 cm


- Mengambil sampel tanah
- Mengukur pH tanah pada galian tanah tersebut
- Mencatat hasil dari pengukuran menggunakan pH tanah

5. Kemiringan lereng
- Mengukur tinggi pembidik
- Menentukan titik bidik pertama dengan menggunakan kompas sebesar
2 derajat ke arah utara
- Melakukan pembidikan ke titik kedua dengan yallon berada di
perbedaan ketinggian lereng
- Mengukur panjang antara titik pertama ke titik kedua
- Mencatat hasil dari pengukuran
- Melakukan hal yang sama sampai di tempat yang paling datar
- Jika menemui gangguan saat pembidikan arah derajat di geser
sebanyak 2 derajat kearah yang tidak mengganggu
- Jika sudah tidak ada hambatan lagi arah pembidikan di arahkan seperti
semua

2.3 Metode Pengambilan Sampel


a. Observasi atau Survey Lapangan yang artinya mahasiswa secara
langsung dapat mengamati obyek-obyek disekitar lokasi penelitian dan
dilakukannya pengukuran suatu obyek penelitian, yang telah diberikan
pengarahan oleh dosen.
b. Dokumentasi yang dimana mahasiswa mengambil foto hasil dari
survey lapaangan yang akan dilampirkan dalam laporan.

2.4 Instrumen dan Bahan Kegiatan


a. Instrumen
No. Nama Alat Fungsi
1 Roll Meter Untuk mengukur jarak atau panjang di lapangan
Untuk mengampil sampel batuan atau untuk
2 Palu Geologi
memecah batuan yang diuji
Untuk pelurusan dalam pengukuran atau sebagai
3 Yallon
tonggak batas dalam pengukuran.
Untuk menentukan letak di permukaan bumi
4 GPS
sesuai dengan bujur dan lintang lokasi tersebut.
17

Pelampung
5 Sebagai alat dalam mengukur debit sungai.
(Botol mineral)
Untuk mengukur lamanya waktu yang diperlukan
6 Stopwatch
(mengukur debit).
Untuk mengetahiu beda tinggi air antara titik 1
7 Selang
dengan titik yang lainnya.
Untuk mengukur debit dan kecepatan arus pada
8 Current Meter
sungai.
Untuk perekaman dalam proses pemetaan profil
9 Drone
sungai.
10 ArcMap 10.2 Aplikasi yang digunakan untuk pembuatan peta
11 Alat Tulis Untuk mencatat hasil pengukuran dan pengamatan
Tabel 2. Alat Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan II

b. Bahan Kegiatan
No. Nama Alat Fungsi
Untuk mendapatkan informasi mengenai jenis
1 Peta Geologi
batuan pada lokasi yang diamati.
Untuk mendapatkan informasi mengenai jenis
2 Peta Jenis Tanah
tanah pada lokasi yang diamati.
Untuk mengetahui bentuk lahan di lokasi yang
3 Peta Topografi
diamati.
Untuk menguji kandungan bahan organik di
4 Larutan H2O2
dalam tanah.
Untuk menguiji kandungan kapur di dalam
5 Larutan HCL
tanah.
Tabel 3. Bahan Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan II
2.5 Teknik Pengolahan Data
a. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data yang kompleks karena
melibatkan berbagai faktor dalam pelaksanaannya. Metode pengumpulan
data melalu observasi tidak hanya mengukur sikap dar responden, namun
juga dapat digunakan untuk merekam berbagai fenomena yang terjadi
(contohnya dalam penelitian ini adalah pengukuran sumur, pengukuran
18

profil sungai dan debit sungai, pemetaan drone dan pengukuran lereng)
semua data dikumpulkan melalui observasi di lapangan yaitu di
Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten. Teknik pengumpulan data observasi
cocok digunakan untuk penelitian yang bertujuan untuk mempelajari
perilaku manusia, proses kerja dan gejala – gejala alam.
Berdasarkan Instrumen yang digunakan penelitian ini termasuk
kedalam observasi terstruktur, karena penelitian ini telah dirancang secara
sistematis, tentang apa yang diamati, kapan dan dimana tempatnya.
Observasi ini dilakukan apabila peneliti telah tahu dengan pasti tentang
variabel apa yang diamati. Variabel dalam penelitian ini yaitu lereng,
sungai dan sumur warga. Variabel – variabel tersebut nantinya akan diukur
dengan menggunakan alat – alat seperti roll meter, Gps Essential, yallon,
kompas, pelampung, stopwatch, selang, current meter dan drone.
b. Wawancara
Wawancara yang dilakukan pada penelitian kali ini adalah wawacara
terstruktur, karena kami telah mengetahui dengan pasti informasi apa yang
hendak digali pada narasumber (yaitu informasi tentang fluktuasi yang
terjadi disumur–sumur warga), fluktuasi sendiri merupakan ketidak tetepan
ketinggian permukaan air sumur warga.

2.6 Metode Analisis Data


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis data
kuantitatif, analisis data kuantitatif umumnya berbentuk angka-angka atau
bilangan-bilangan analisis data dalam dalam penelitian kuantitatif bersifat
deduktif artinya data tersebut diolah untuk mengetahui kebenaran teori yang ada
sebelumnya yaitu dengan dilakukannya pengukuran dilapangan seperti
pengukuran lereng, debit dan sumur. Metode anlisa data kuantitatif dilakukan
dengan cara :
1. Metode visual, mahasiswa dapat melihat secara langsung objek-objek yang
akan diamati.
19

2. Mahasiswa langsung terjun ke lapangan untuk mengamati dan mencoba


pengamatan terhadap kegiatan
3. Mahasiswa mendengar penjelasan dan pengarahan dari Dosen .
4. Metode Pencatatan yaitu mahasiswa mencatat hasil pengamatan dari hasil
pengarahan dan penjelasan
5. Dokumentasi. selesai pengamatan para mahasiswa mengambil foto yang akan
di lampirkan dalam laporan.

BAB III DESKRIPSI GEOGRAFIS DAERAH PENELITIAN

3.1 Letak, Luas dan Batas


Luas wilayah kabupaten Klaten mencapai 655,56 km2. Di sebelah timur
berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo. Di sebelah selatan berbatasan dengan
Kabupaten Gunungkidul (Daerah Istimewa Yogyakarta). Di sebelah barat
berbatasan dengan Kabupaten Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta)
serta Kabupaten Magelang dan di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten
Boyolali.
Wilayah Kabupaten Klaten terbagi menjadi tiga dataran yakni Sebelah Utara
Dataran Lereng Gunung Merapi, Sebelah Timur Membujur Dataran Rendah,
Sebelah Selatan Dataran Gunung Kapur.
Menurut topografi kabupaten Klaten terletak di antara gunung Merapi dan
pegunungan Seribu dengan ketinggian antara 75-160 meter di atas permukaan laut
yang terbagi menjadi wilayah lereng Gunung Merapi di bagian utara areal miring,
wilayah datar dan wilayah berbukit di bagian selatan.
20

a. Wilayah Kabupaten Klaten terletak antara :


o BujurTimur : 1100 26’ 14” – 1100 47’ 51”
o Lintang Selatan : 70 32’ 19” – 70 48’ 33”
b. Wilayah Kabupaten Klaten berbatasan dengan Kabupaten :
o Sebelah Utara : Kabupaten Boyolali
o SebelahTimur : Kabupaten Sukoharjo
o Sebelah Selatan : Kabupaten Gunungkidul (DIY)
o Sebelah Barat : Kabupaten Sleman (DIY)
c. Wilayah Kabupaten Klaten terbagi menjadi tiga dataran :
o Sebelah Utara : Dataran Lereng Gunung Merapi
o Sebelah Timur : Membujur Dataran Rendah
o Sebelah Selatan : Dataran Gunung Kapur
d. Jarak Kota Klaten Dengan Kota Lain Se Karisidenan Surakarta :
o Kabupaten Klaten ke Kabupaten Boyolali : 38 Km
o Kabupaten Klaten ke Kabupaten Wonogiri : 67 Km
o Kabupaten Klaten ke Kota Solo : 36 Km
o Kabupaten Klaten ke Kabupaten Karanganyar : 49 Km
o Kabupaten Klaten ke Kabupaten Sukoharjo : 47 Km
o Kabupaten Klaten ke Kabupaten Sragen : 63 Km
21

Gambar 1. Peta Administras Kabupaten Klaten

3.2 Geologi dan Geomorfologi


Bukit Jiwo terletak sekitar 12 km di sebelah tenggara Klaten, tepatnya berada di
Kecamatan Bayat. Bukit Jiwo merupakan singkapan batuan pratersier Jawa. Umur dari
batuannya secara pasti tidak diketahui, tetapi jelas bahwa umur batuan dari Perbukitan Jiwo
ini lebih tua dari pada Eosin. Sebagai buktinya adalah adanya batuan Eosin yang menutup
formasi tersebut secara diskordan.
Batuan yang mirip dengan formasi Bukit Jiwo ini terdapat di daerah Luk Ulo. Pada
batuan di daerah Luk Ulo terdapat fosil Orbitolina yang berasal dari Jaman Kapur bagian atas
sampai hampir tengah. Singkapan batuan metamorfik dapat ditemukan di beberapa tempat.
Contoh dari singkapan batuan metamorfik yang terlipat dengan kuat ini misalnya : filit
(phylit), skis (schist), dan batu gamping (limestone) kristalin.
Batuan-batuan tersebut (filit, skis, dan batu gamping kristalin) membentuk sekelompok
bukit-bukit yang muncul pada dataran aluvial antara Klaten dan Pegunungan Batur Agung.
Kelompok bukit tersebut terbagi menjadi dua bagian oleh aliran Sungai Dengkeng. Bukit-
bukit ini terletak sekitar 2 km di sebelah utara lereng terjal yang merupakan rangkaian dari
Pegunungan Batur Agung - Gunung Kidul. Bukit-bukit ini dibagi oleh patahan-patahan
normal yang sistem jalinannya tidak teratur.
Batuan Pratersier Jiwo dimungkinkan sebagai inti anti klinal yang besar. Pegunungan
Batur Agung merupakan sayap sebelah selatan, sedangkan sayap utara dari antiklinal besar
ini telah habis terkikis. Batuan skis membentuk suatu antiklinal dengan sumbunya miring ke
arah barat (bothe). Pada bagian sinklinnya (telah terkikis) sering dijumpai tonjolan-tonjolan
batuan berumur Eosin. Pada beberapa sembul (upthrust) dijumpai singkapan batuan. Atas
dasar adanya batuan Eosin yang tersingkap dapat digunakan untuk merekonstruksi antiklinal
tersebut.
Di atas lapisan batuan Tertier secara berturut-turut dijumpai lapisan batu pasir, batu
gamping, dan mergel yang berumur Eosin. Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpainya
fosil-fosil Kamerian (Numulit), Assylin dan Actocyclin pada lapisan batuan tersebut.
Pada lapisan batu pasir, fosil yang aktual telah hilang dan meninggalkan bekas-bekas
yang berujud cekungan-cekungan pada batuan. Pada singkapan di Gunung Wungkal yang
berupa batu pasir dapat dijumpai dengan jelas. Batuan ini dimanfaatkan oleh penduduk
22

sebagai batu asahan. Di atas batuan pasir kemungkinan dapat dijumpai batu gamping dan
karang, tetapi batas antara batuan tersebut tidak dapat dibedakan dengan jelas. Formasi batuan
di daerah Bayat disajikan pada Tabel 1 di bawah ini :
Formasi Eosin tersusup batuan dioritik. Penyusupan batuan dioritik diperkirakan
melalui disconformitas antara Formasi Eosin dan Pratersier. Batuan pada kedua formasi
tersebut (Eosin dan Pratersier) telah mengalami metamorfosa pada tingkat lemah.
Di sebelah timur Rowo Jombor dijumpai singkapan diorit. Singkapan diorit ini terletak
di Gunung Tugu, yang tersingkap pada suatu patahan yang memisahkan batuan Pratersier di
sebelah selatan dengan batugamping Miosen yang berlapis di sebelah utara. Diorit tersebut
telah lapuk menjadi kaolin putih, kadar SiO2-nya terlalu banyak, sehingga tidak dapat
digunakan untuk kepentingan industri. Di antara Gunung Sari dan Gunung Pegat banyak
dijumpai dike yang terdiri dari intrusi basis yang telah lapuk.

Umur Formasi Batuan Fosil


Miosen Batu Batu
Eosin Gamping Gamping Napal Tidak Selaras /
disconformity
Gamping Batu gamping Foraminifera, Discocyclin
bermergel javana (verbeek),
Batu gamping Discocyclin omphalus
(Van Fri Fritsch),
Camerina begelansia
(verbeek), Camerina
pengaronensis (verbeek)
Eosin bawah Gunung Konglomerat basal, Foraminifera, assilina spira
Wungkal batu gamping (roissy), A.Granulosa (D.
Archac), C. Javana
(verbeek) Discocyclinna
sowerby

Pratersier Batuan ubah, phylit, Tidak Selaras /


kuarsit disconformity
Tabel 4. Formasi Batuan di Daerah Kegiatan

A. STRATIGRAFI
23

Di atas Formasi Eosin maupun Pratersier dijumpai batuan berumur Miosen yang
umumnya bersifat klastis dan mempunyai struktur diskordan. Urut-urutan perlapisan batuan
pada Formasi Miosen dapat dibedakan menjadi :
a. Formasi Kebo
Formasi Kebo tersusun dari satuan konglomerat, shale, dan tuff. Batuan konglomerat
terdiri dari pecahan-pecahan basal yang menyusup pada Formasi Pratersier. Pada dasar
Formasi Kebo dijumpai dua buah intrusi asal andesitik. Batas aktuil antara Formasi
Kebo dengan batuan Pramiosen tertutup oleh tuff vulkanik muda yang berasal dari
Merapi. Menurut Van Bemmelen Formasi Kebo dan Formasi yang terletak di atasnya
telah terbentuk di bawah air laut pada satu vulkan yang letaknya di Bukit Jiwo sekarang
ini Intrusi basis dan intermedier yang terdapat pada lapisan batuan yang lebih tua ada
hubungannya dengan kegiatan vulkan tersebut.
b. Formasi Butak
Formasi Butak terdiri dari aglomerat dan effusiva berselang- seling dengan batuan pasir
dan shale, dan ditutupi oleh tuff breksi yang asam.
c. Formasi Semilir
Formasi ini paling menonjol dan membentuk bagian lereng terjal pada rangkaian
Pegunungan Batur Agung. Formasi ini menutupi lapisan yang lebih tua. Hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya konglomerat dengan pecahan-pecahan skis dan mikrodiorit
pada dasar lapisan tersebut. Hal tersebut membuktikan pula bahwa Pegunungan Jiwo
pada saat itu merupakan suatu bukit yang muncul di atas permukaan air laut. Pada saat
terbentuknya tersebut kegiatan erupsi baru telah terjadi lebih jauh ke timur, yang dapat
dibuktikan dengan adanya andesitik dan liparitik di sebelah utara Pacitan.
d. Formasi Nglanggrang
Formasi Nglanggran terdiri dari lapisan yang tidak nyata serta tersusun oleh anglomerat
kasar dan konglomerat.
e. Formasi Sambipitu
Formasi Sambipitu tersusun dari batu pasir dan "shale" dengan fosil-fosil utama yang
terdiri dari :
- lepidocylina (naphrolepidina) berbeek
- lepidocylina (naphrolepidina) ferreroi
24

- Cclolypous comunia
- miogypsin polymorpha rutten
- M. thecidaefermis rutten
Fosil-fosil tersebut merupakan petunjuk umur Miosin tengah. Tebal Formasi Sambipitu
sekitar 4.000 m. Formasi Semilir, Nglanggran, dan Sambipitu, serta vulkan andesitik di
sebelah utara Pacitan mungkin terbentuk di atas permukaan air laut. Ketiga formasi ini
disusupi oleh urat-urat andesitik dan kwarsit dengan endapan-endapan hidrotermal yang
antara lain : pyrit, chalcopyrit, galenit. Endapan ini telah diusahakan di Tirtomoyo,
tegalombo, dan Slaung. Formasi Sambipitu kemudian mengalami pengangkatan yang
mengakibatkan terjadi beberapa lipatan dan patahan. Proses perataan lapisan-lapisan
yang lebih tua mengakibatkan terbentuknya Formasi Oyo pada lingkungan marin.

f. Formasi Oyo
Formasi Oyo terdiri atas tuff andesitik, batu pasir tuff, glass vulkanis, mergel tuff, breksi,
dan batu gamping konglomerat. Di dalam formasi ini ditemukan fosil-fosil makro, yang
terdiri dari : - Cyclolypeous annulatus martin (nephrolepidina rutteni v.d merl) (N)
ferreroi proval inflata proval- Miogypsina polimorpha rutten- M. thecidaeformis rutten.
Fosil-fosil tersebut berbeda sedikit dengan fosil pada formasi di bawahnya. Tebal
Formasi Oyo sekitar 350 m. Umumnya masih termasuk Miosin Tengah. Formasi Oyo
dapat dikaitkan dengan lapisan basal Formasi Sentolo yang terletak lebih ke sebelah
barat ( Sentolo), yang juga ditandai oleh adanya tuff "glassy" yang sejenis. Tuff Oyo
termasuk tiupe khusus dari suatu aktivitas gunung api. Formasi Oyo tertutup oleh lapisan
gamping.
g. Formasi Wonosari
Formasi Wonosari terdiri dari lapisan kapur secara lateral. Lapisan ini terpisah menjadi
batu karang Gunung Sewu dan batu kapur Gunung Sewu. Fosil batu kapur Gunung
Sewu terdiri dari :
- Letidocyclina sp
- Miogypsina polymorpha
- M. Thecideafermis
25

Adapun fosil batu kapur Gunung sewu mengandung : Flosculinella bontangensis-


globulosa. Semuanya ini menunjukkan umur Miosen tengah-akhir. Di atas formasi
Wonosari terdapat batuan mergel dengan globigerina yang mengandung vycary yang
merupakan fosil penunjuk Preanguerian
h. Formasi Kepek
Formasi Wonosari terletak di dekat Wonosari. Tebalnya sekitar 200 m. Tetapi ke arah
selatan dan tenggara akan berpindah secara lateral ke fasies batu kapur karang Wonosari.
Tebal batu kapur karang dan batu kapur di atasnya, yang terletak di sebelah timur
Wonosari mencapai sekitar 800 m. Batu kapur dan mergel di ledok Wonosari sama
dengan batu kapur Sentolo. Setelah terbentuknya formasi Kepek, pengangkatan
geosinklinalnya berhenti, walaupun pengangkatannya mungkin sangat kecil. Permukaan
basin tersebut masih berdekatan dengan permukaan air laut. Bekas-bekas erosi jaman
Pliosin pada Formasi Karst tidak diketemukan. Tetapi pada jaman Pliosen terjadi
permukaan yang telah diratakan mengalami pengangkatan dan terbentuk blok patahan
berupa Pegunungan Batur Agung. Pada geosinklinal antara Bayat dan Wonosari
diendapkan sedimen Miosen yang tebalnya sekitar 6.000 m. Batu gamping Formasi
Wonosari menutup Formasi Eosin dan Pratersier serta Bukit Jiwo, sehingga ada
beberapa ribu meter bahan sedimen yang hilang di daerah tersebut. Selain itu tidak
diketemukan secara pasti tentang kontak trangresi antara Formasi Miosen dan Formasi
yang lebih tua, dan hal ini mungkin telah terjadi penurunan disertasi patahan turun
sedalam 4.000 pada sebagian besar Formasi Miosen.
Fisiografi bagian timur Pulau Jawa dari selatan ke utara dapat dibedakan menjadi :

1. Pegunungan selatan

2. Zone Solo, yang dapat dibagi atas :

a. Sub Zone Blitar

b. Zone Solo Sensu Stricto

c. Sub Zone Ngawi

3. Zone Kendeng

4. Zone Randublatung
26

5. Zone Rembang

6. Depresi Semarang - Rembang

7. Kompleks Gunung Muria

Bukit Jiwo termasuk Zone Solo yang dikelilingi oleh endapan vulkanis kuarter.
Keistimewaan Bukit Jiwo yitu tersingkapnya formasi-formasi Pratersier dan tertier
bawah. Singkapan tersebut dapat diamati dengan jelas Menurut Pannekoek, Zone
Selatan bagian utara membentuk "escarpment", dan diutaranya merupakan dataran
rendah. Batuan lebih tua yang terlipat terletak di bagian dalam. Sedangkan "fluvio
volcanic fan" menutup batuan tua yang terlipat. Formasi Miosin tua pada "escarpment"
mempunyai dip ke arah selatan dengan kemiringan besar, sehingga mirip suatu sayap
selatan antiklinal dengan sayap utara tidak ada.

3.2.1 Geologi
Pembentukan Pegunungan Bayat tidak dapat dipisahkan dengan
pembentukan Batur Agung dan Wonosari. Urutan-urutan pembentukannya adalah
sebagai berikut :
a. Pratersier
Pada jaman Pratersier daerah Bayat merupakan bagian tepi laut dangkal. Disini
diendapkan lempung berbutir halus yang berasal dari daratan. Dengan adanya
penenggelaman yang perlahan-lahan, maka di atas endapan lempung dan bagian
yang lebih dalam, hidup binatang karang yang membuat rumah dari kapur (CaCo3)
yang nantinya akan membentuk batu gamping yang terbesar secara luas. Kemudian
daerah Bayat mengalami pelipatan yang pertama dengan tenaga yang cukup kuat.
Akibatnya terjadi patahan-patahan yang menimbulkan adanya intrusi basis yang
berupa gabro, diabses, serpentin yang dapat menembus sedimen marine Pratersier.
Pembentukan batu gamping kristalin atau marmer muda diperkirakan karena
pengaruh metamorfose kontak intrusi tersebut.
b. Mesosoikum Akhir
Pada akhir jaman kapur yaitu akhir mesosoikum, terjadi pelipatan yang hebat
yang berupa pengangkatan yang diikuti oleh timbulnya intrusi asam kwarsa diorit
27

(intrusi ini nampak di Pegunungan Bayat Barat, dan di Gunung Macan yang terletak
di tenggara Bayat). Proses selanjutnya adalah terjadi erosi dan denudasi.
c. Awal Tersier
Pada Awal Tersier terjadi transgresi, yang ditandai dengan adanya batuan
konglomerat, fragmen-fragmen hasil erosi dan denudasi dari Pegunungan Pratersier
Bayat. Lapisan bawah (Pratersier) yang mengalami erosi dan denudasi dengan
lapisan atasnya dan Konglomerat sebagai dasarnya, membentuk suatu rumpang
yang kuat (diskordansi sudut), sehingga lebih merupakan "uncorformity". Proses
penenggelaman berjalan terus, yang mengakibatkan laut menjadi semakin luas.
Kemudian di atas endapan yang pertama tadi terjadi endapan lempung, yang disusul
oleh pengendapan napal, dengan fosil Assilina yang merupakan petunjuk umur
Eosin Bawah.
Pada Eosin Atas penenggelaman masih berjalan terus, sehingga laut semakin
jauh meluas. Di atas endapan Eosin Bawah terjaddi pengendapan napal yang
diselingi dan ditumpangi oleh fosil Numulit, yang merupakan petunjuk umur Eosin
Atas.
d. Permulaan Oligosin
Pada permulaan Oligosin terjadi susut laut dan pelipatan ataupun pengangkatan
lagi, serta terjadi intrusi diorit bertekstur halus, membentuk mikrodiorit, dengan pusat
intrusi di Gunung Pendul, berupa lakolit. Erosi dan denudasi berlangsung lagi
setelah terjadi pengangkatan. Endapan lempung di bagian atas banyak terkikis
kemudian diganti oleh pengendapan lempung dengan fosil Assilina, Orbicularia.
Antara Oligosin dan Miosin, Pegunungan Bayat kemungkinan masih mengalami
erosi dan denudasi, sedangkan Pegunungan Batur Agung terjadi erupsi intermedier
dan asam yang berselang seling dan menghasilkan Formasi Kebo Butak, Semilir,
Nglanggran dan Sambipitu pada Miosin Bawah. Setelah terjadi pengangkatan
kemudian diikuti denudasi dan peristiwa "unconformity" yang kedua.
Unconformity yang pertama terjadi antara lapisan Pratersier dan Eosin Bawah.
Pada pertengahan Miosin Atas terjadi penggenangan lagi sehingga di atas lapisan-
lapisan tadi terjadi pengendapan gamping yang berlapis-lapis dan belum mengkristal,
dengan fosil Orbitulina (petunjuk Miosin Atas) yang merupakan lapisan kapur
28

Wonosari menutup sampai daerah Bayat bagian utara (Gunung Kampak) Kemudian
terjadi erosi dan denudasi, sampai lapisan kapur tersebut (yang menutupi
Pegunungan Bayat dan Batur Agung) habis, tinggal sisanya di Bukit Kampak. Erosi
dan denudasi ini berlangsung setelah ada pelipatan pada Pleistosin yang diikuti
terpecahnya geantiklin Jawa serta patahan-patahan lainnya. Akhirnya memberikan
kenampakan bentang alam seperti yang ada di Pegunungan Jiwo sekarang.
1. Geologi Struktur
Secara keseluruhan struktur geologi Pegunungan Bayat merupakan komplek
lipatan dan patahan. Sebagai bukti adanya lapisan Pratersier yang terlipat kuat, dan
bahkan mungkin diiringi oleh gaya pilin, sehingga membentuk batuan skis di Bayat
Barat yang sukar ditentukan kedudukannya, karena rapuh dan rusak. Lipatan ini juga
nampak pada kuarsa-filit dan skis. Intrusi terjadi dua kali pada Pratersier dan terjadi
sekali pada Oligosin. Hal ini ditambah pula adanya pelipatan dan patahan akibat
adanya pengangkatan berulang-ulang. Contoh adanya patahan dapat dilihat di :
 Sekitar Rowo Tawang Jombor, Gunung Kampak.
 Daerah "slenk" yang memanjang antara Jaten - Krikil -Kebon sampai
Slaung.
 Sekitar Gunung,terdapat sumbu antiklinal dengan arah mendekati Barat
- Timur, yang menunjukkan patahan pula. Kemungkinan sifat-sifat episoedik
sungai-sungai di daerah Rowo jombor ada hubungannya dengan patahan di
bawah permukaan tanah.
 Patahan bertingkat terdapat di Pegunungan Batur Agung
 Daerah "slenk" Kali Dengkeng, merupakan pemisah antara Pegunungan
Bayat Barat dan Pegunungan Bayat Timur.
Peristiwa pemisahan kelangsungan pengendapan antara Eosin dan Oligosin
ditandai dengan adanya Oroghenesa, susut laut, dan pengangkatan, selama Oligosin,
yang tersebar luas di Pegunungan Bayat Timur (Gunung Pendul) dan di sekitar
Pegunungan Bayat (Sutoyudan). Dengan melihat luasnya daerah penyebaran intrusi,
timbulnya bentuk sill, dan nampak banyaknya "roof pendants" berumur Eosin pada
penyebaran mikrodiorit di Jawa Timur, maka sangat dimungkinkan bahwa intrusi di
Pegunungan Bayat merupakan "Lakolit antar Formasi".
29

2. Singkapan Batuan
Di daerah Bayat Timur (sekitar G. Konang) terdapat singkapan batuan antara
lain skis di lereng barat, gamping di lereng timur, dan diorit di sebelah tenggara.
Adanya singkapan ini disebabkan oleh erosi yang kuat. Di bagian utara tersingkap
batu gamping yang berlapis-lapis, karena telah berupa bukit yang gundul.
Kenampakan ini dapat diamati di sekitar Gunung Tutupan dan Gunung Temas, di
ujung timur Pegunungan Bayat.
Jenis batuan yang penyebarannya terbesar adalah batuan Metamorfik yang
berupa filit, lempung, dan skis yang berumur Pratersier. Adanya pelapukan berupa
tanah kuning atau kemerahan menandakan banyak mengandung oksida besi.
Batuan beku diorit yang berawarna abu-abu kehitaman dan adanya bagian
yang telah lapuk menjadi putih kecoklatan diketemukan di sekitar Sutoyodan, yakni
di Bayat Barat dan Gunung Pendul (Bayat Timur).
Batu gamping kristalin berawarna merah muda dikelilingi batuan metamorf,
skis, dan filit diketemukan di Gunung Jokotuwo (Bayat Timur) dan di Gunung Sari
(Bayat Barat). Batu tufa, batu pasir serta batu gamping diketemukan terutama di
daerah Bayat Barat.
30

Gambar 2. Peta Geologi Perbukitan Jiwo, Bayat


3.2.1 Geomorfologi
a. Relief
Daerah Perbukitan Jiwo mempunyai ketinggian rata-rata 220 m di atas
permukaan air laut. Bukit-bukit yang tinggi adalah Gunung Jabalkat (263 m) terdapat
di Pegunungan Bayat bagian barat. Gunung Konang (286 m) terdapat di
Pegunungan Bayat bagian timur. Dataran alluvialnya mempunyai ketinggian rata-
rata 110 m di atas permukaan air laut.
b. Topografi
Secara umum bentuk bukit-bukitnya membulat. Antara bukit satu dengan
lainnya yang berdekatan dihubungkan oleh suatu igir yang membulat pula.
Pegunungan Bayat bagian barat berbentuk seperti huruf "T" dengan kaki membujur
ke selatan. Bagian timur Pegunungan Bayat Barat (membujur arah Barat daya Timur
laut) sejajar dengan Sungai Dengkeng. Sungai ini memisahkan Pegunungan Bayat
Barat dan Pegunungan Bayat Timur.
Lembah Sungai Dengkeng tampak sebagai "slenk", sehingga lereng
pegunungan sebelahnya terjal. Ke arah utara, barat, dan timur, dataran tersebut
dibatasi oleh "escarpment" Batur Agung yang membujur hampir Barat - Timur.
Pegunungan Konang tinggi 286 m, bentuknya membulat dan erosi berjalan
secara intensif, sehingga tampak adanya lembah-lembah kecil dan bekas-bekas
longsoran.
c. Drainase
Sungai-sungai pada lereng-lereng bukit berupa aliran yang hanya mengalir
apabila musim hujan. Sungai-sungai yang mengalir di Pegunungan Bayat adalah
Kali Gondang dan Kali Dengkeng. Di Pegunungan Bayat Barat, Kali Dengkeng
mengalir mengikuti "Escarpment" Batur Agung, sehingga merupakan sungai
"subsequent".
Kali Gondang merupakan sungai episodik, alirannya di bawah permukaan
tanah. Kecuali pada musim penghujan alirannya berada di permukaan tanah. Kali
dengkeng merupakan kelanjutan dari Kali Woro yang episodik. dataran di antara dua
31

sungai ini sering membentuk rawa, misalnya Rowo Tawang Jombor, yang
merupakan penampungan air daerah Bayat Barat.
Untuk pengeringan Rowo Tawang Jombor dibuatkan terusan ke selatan Kali
Sosrodiningrat, yang kemudian membelok ke timur menembus bukit-bukit,
melintasi Kali Dengkeng, menuju ke daerah pertanian Cawas.
Tanah aluvial Kecamatan Bayat pada musim kemarau pecah-pecah, dan
lumpur yang menutup permukaan hancur menjadi debu. Pada musim penghujan,
karena permeabilitas tanahnya rendah serta banyaknya air, maka mengakibatkan
daerah tersebut menjadi becek dan lekat.
Daerah Bayat bagian timur, yakni di sekitar Gunung Konang pola alirannya
berbentuk radial. Alur-alur sungainya merupakan anak Kali Dengkeng.

3.3 Iklim
1. Temperatur
Keadaan iklim Kabupaten Klaten termasuk iklim tropis dengan musim
hujan dan kemarau silih berganti sepanjang tahun. Temperatur udara rata-
rata di Kabupaten Klaten 28°-30° Celsius dengan kecepatan angin rata-
rata sekitar 153 mm setiap bulannya. Sebagian besar wilayah kabupaten
Klaten adalah dataran rendah dan tanah bergelombang
2. Curah hujan
Curah hujan di Kabupaten Klaten selama tahun 2016 sebesar 1.416,96
mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Mei dan Juli 2016 sebesar
155,66 mm dan yang terendah terjadi pada bulan April, 2016 sebesar
0.91 mm. Curah hujan tertinggi bulan Januari (350mm) dan curah hujan
terrendah bulan Juli (8mm).

3.4 Penggunaan Lahan


Bentuk penggunaan lahan yang ada di daerah Bayat secara umum terdiri dari : sawah,
tegalan, rawa, permukiman/pekarangan, hutan, dan kuburan.

3.5 Penduduk
32

Pada tahun 2016, Kabupaten Klaten memiliki jumlah penduduk sebanyak


1.163.218 jiwa. Penduduk laki-laki sebanyak 570.898 jiwa dan penduduk
perempuan sebanyak 592.320 jiwa. Kepadatan penduduk tertinggi di Kabupaten
Klaten Klaten terletak di Kecamatan Klaten Utara dengan kepadatan 4.525
jiwa/km2 sedangkan kepadatan penduduk terendah terletak di Kecamatan
Kemalang dengan kepadatan 699 jiwa/km2. Kelompok umur yang mendominasi
di Kabupaten Klaten adalah kelompok umur 65+ yakni sebanyak 125.948 jiwa.
Laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Klaten adalah 0,38%. Laju
pertumbuhan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Klaten Selatan dengan nilai
1,19% sedangkan laju pertumbuhan penduduk terendah adalah Kecamatan
Karangdowo dan Karanganom dengan nilai 0,14%.

BAB IV HASIL KEGIATAN

4.1 Pemetaan Air Tanah


1. Tabel Plot Survei Air Tanah

Lokasi Jarak bibir


Elevasi bibir Tinggi Muka
sumur dari
No sumur Air Tanah
X Y Muka Air Tanah
(mdpal) (mdpal)
(meter)
1. 460922 9138587 99,9 4,8 4,06

2. 461019 9138602 10,6 5,2 4,3

3. 461016 9138883 81,9 5,16 4,52

4. 481004 9138978 88,7 5,76 4,94

5. 459841 9142856 158 6,96 6,25

6. 460641 9138591 150 3,79 3

7. 460669 9138467 159 4,2 3,54

8. 460751 9138526 148 4,42 3,66

9. 460493 9138546 148 4,82 4,03


33

10. 460373 9138339 148 5,2 4,31

11. 460314 9138257 148 6,59 5,93

12. 461855 9139654 124 2,47 1,98

13. 461902 9139818 128 6,14 5,61

14. 462146 9139914 131 6,27 5,4

15. 462484 9140002 131 6,32 5,41

16. 462632 9140076 135 7,23 6,63

17. 462874 9140097 139 10,30 9,49

18. 462705 9139731 133 8,44 7,72

19. 462214 9139605 134 5,61 4,98

20. 462212 9139409 136 7,38 6,72

21. 461991 9139562 137 9,24 8,72

22. 460944 9140338 140 3,9 3,09

23. 460981 9140416 137 3 2,17

24. 460853 9140421 134 5,20 4,5

25. 460922 9140519 133 2,14 1,37

26. 460985 9140610 139 5,9 5,3

27. 460885 9140655 133 5,5 4,77

28. 460888 9140755 145 5,75 4,93

29. 460833 9140833 153 5,32 4,59

30. 460941 9140908 139 3,65 2,95

31. 461027 9140016 147 6,2 5,45

32. 461077 9141113 142 5,5 4,62

33. 461197 9141070 143 3,67 2,97

34. 461104 9140981 153 5,96 5,38

35. 461048 9140810 161 14,37 13,67


34

36. 460351 9140029 128 4,96 4,19

37. 460474 9140016 125 5,30 4,63

38. 460669 9140127 122 5,60 5

39. 460777 9140227 127 5,77 5,02

40. 460594 9140497 121 3,90 3,1

41. 460569 9140683 121 3,10 2,32

42. 460590 9140868 121 4,13 3,37

43. 460450 9140956 127 5,65 4,88

44. 460461 9141079 130 8,70 8,06

45. 460680 9140921 129 4,76 4,68

46. 460625 9140747 128 9,20 8,37

47. 460469 9140540 133 6,5 5,87

48. 460293 9138703 149 7,73 7,03

49. 460213 9138695 156 8,25 7,35

50. 460099 9138689 141 4,68 3,93

51. 460059 9138612 144 5,45 4,6

52. 460004 9138511 146 5,8 5,1

53. 459997 9138414 143 5,5 4,8

54. 460240 9138066 171 15,55 14,74

55. 460025 9137971 155 5,72 4,32

56. 459552 9137936 113 15,73 14,93

57. 459459 9138108 166 11 10,45

58. 459299 9138258 171 8,56 8,06

59. 460996 9139878 162 4 3,3

60. 461078 9139842 135 3,65 2,89

61. 461171 9139878 130 5,02 4,15


35

62. 461295 9139868 124 4,5 2,8

63. 461381 9139802 139 4,15 3,48

64. 461332 9139568 159 2,56 2

65. 461310 9139454 125 6,73 5,94

66. 461510 9139386 132 6,7 6

67. 460934 9139492 114 4,8 4,17

68. 460933 9139408 124 4,88 4,27

69. 460489 9139644 132 4,04 3,4

70. 460573 9139700 128 4,34 3,44

71. 460444 9139816 117 5,28 4,54

72. 460323 9139678 114 4,9 4,14

73. 460339 9139542 120 4,64 3,84

74. 461855 9139654 124 2,47 1,98

75. 461902 9139818 128 6,14 5,61

76. 462146 9139914 131 6,27 5,4

77. 462484 9140002 131 6,32 5,41

78. 462632 9140076 135 7,23 6,63

79. 462874 9140097 139 10,30 9,49

80. 462705 9139731 133 8,44 7,72

81. 462214 9139605 134 5,61 4,98

82. 462212 9139409 136 7,38 6,72

83. 461991 9139562 137 9,24 8,72


Tabel 5. Data Plotting Survei Air Tanah
36

2. Peta Arah Aliran Air Tanah Kecamatan Bayat

3. Peta Arah Aliran Air Tanah Kabupaten Klaten


37

4.2 Pengukuran Debit Air Sungai


1. Velocity-Area Method

Mean Section Method


Diketahui:
Kedalaman pengukuran (d) = dn = 40 cm = 0,4 m
dn+1 = 50 cm = 0,5 m
dn+2 = 45 cm = 0,45 m

Dasar sungai (b) = bn+1 =2m


bn+2 =2m

Kecepatan aliran (V) = Vn = 0,12 m/detik


Vn+1 = 0,17 m/detik
Vn+2 = 0,15 m/detik
38

Ditanya:

m3/detik

2. Metode Apung

Diketahui:
Luas penampang basah (A) = p x l
= 13 m x 7 m = 91 m2

Kedalaman air (d) = 50 cm = 0,5 m


Kedalaman tangkai (h) = 10 cm = 0,1 m
39

= = 0,1 : 0.5
= 0,2
Koefisien pelampung (k) =

=
= 0,9
Kecepatan pelampung (u) = 13 m : 1,52 menit
= 0,14 m/detik
Ditanya:
Debit (Q) =Axkxu
= 91 m2 x 0,9 x 0,14 m/detik
= 11,466 m3/detik

b a

3. Slope Area Method


40

Diketahui:
Koefisien Manning (n) = (n1 + n2+ n3 + n4) x n5
= (0,005 + 0,000 + 0,010 + 0,015) x 1,000
= 0,030 x 1,000
= 0,030
Luas penampang basah (A) =pxl
= 13 m x 7 m = 91 m2
Perimeter basah (P) = 10,5 m
R = A/P
= 91 m2 x 10,5 m
= 8,66
L = 13 m
b = 10 cm
a = 8 cm
S = (b-a)/L
= (10-8)/13
= 0,15
Ditanya:
Rumus Manning
Q =A X V

= 10,5 x 33,33 x 4,217 x 0,387


= 571,135 m3/detik
41

4.3 Pembuatan Profil Penampang Sungai


1. Profil Sungai 1

2. Profil Sungai 2
42

4.4 Pembuatan Profil Kemiringan Lereng


1. Data Kemiringan Lereng
Jenis Panjang Bentuk Kemiringan Tekstur Kelembapan
Titik Ph Warna
Batuan Lereng(m) Lahan Lereng ® Tanah Tanah
1 Metamorf 2,29 Struktura 10° Lempung 6,5 Coklat 2
(Sekis,Kuarsit) l berpasir Kekuningan
2 Metamorf 3,3 Struktura 30° Lempung 6,4 Coklat 2
(Sekis,Kuarsit) l berpasir Kekuningan
3 Metamorf 7,2 Struktura 20° Lempung 6,6 Coklat 1
(Sekis,Kuarsit) l berpasir Kekuningan
4 Metamorf 2,5 Struktura 28° Lempung 6,4 Coklat 2
(Sekis,Kuarsit) l berpasir Kekuningan
5 Metamorf 2,2 Struktura 40° Lempung 6,1 Coklat 1
(Sekis,Kuarsit) l berpasir Kekuningan
6 Metamorf 1,3 Struktura 7° Lempung 5,8 Coklat 3
(Sekis,Kuarsit) l berpasir Kekuningan
7 Metamorf 1,7 Struktura 40° Lempung 6,2 Coklat 2
(Sekis,Kuarsit) l berpasir Kekuningan
8 Metamorf 1,4 Struktura 15° Lempung 6,2 Coklat 2
(Sekis,Kuarsit) l berpasir Kekuningan
9 Metamorf 3 Struktura 35° Lempung 6 Coklat 3
(Sekis,Kuarsit) l berpasir Kekuningan
10 Metamorf 2,2 Struktura 20° Lempung 5,6 Coklat 4
(Sekis,Kuarsit) l berpasir Kekuningan
11 Metamorf 2,7 Struktura 45° Lempung 6,3 Coklat 2
(Sekis,Kuarsit) l berpasir Kekuningan
12 Metamorf 3 Struktura 15° Lempung 5,9 Coklat 3
(Sekis,Kuarsit) l berpasir Kekuningan
13 Metamorf 2,1 Struktura 45° Lempung 5,8 Coklat 5
(Sekis,Kuarsit) l berpasir Kekuningan
14 Metamorf 6 Struktura 25° Lempung 5,8 Coklat 3
(Sekis,Kuarsit) l berpasir Kekuningan
15 Metamorf 2,1 Struktura 40° Lempung 6,4 Coklat 2
(Sekis,Kuarsit) l berpasir Kekuningan
16 Metamorf 4,8 Struktura 25° Lempung 6,1 Coklat 3
(Sekis,Kuarsit) l berpasir Kekuningan
17 Metamorf 2,6 Struktura 35° Lempung 6,3 Coklat 2
(Sekis,Kuarsit) l berpasir Kekuningan
18 Metamorf 10 Struktura 25° Lempung 6,4 Coklat 2
(Sekis,Kuarsit) l berpasir Kekuningan
19 Metamorf 6 Struktura 25° 6,1 Coklat 3
(Sekis,Kuarsit) l Kekuningan
20 Metamorf 6,8 Struktura 20° Lempung 6,8 Coklat 1
(Sekis,Kuarsit) l berpasir Kekuningan
21 Metamorf 1,6 Struktura 20° 6,8 Coklat 1
(Sekis,Kuarsit) l Kekuningan
22 Metamorf 13,4 Struktura 15° Lempung 6 Coklat 3
(Sekis,Kuarsit) l berpasir Kekuningan
23 Metamorf 2 Struktura 23° 6,3 Coklat 2
(Sekis,Kuarsit) l Kekuningan
24 Metamorf 23,4 Struktura 10° Lempung 6,4 Coklat 2
(Sekis,Kuarsit) l berpasir Kekuningan
25 Metamorf 8,7 Struktura 5° 6,3 Coklat 2
(Sekis,Kuarsit) l Kekuningan
26 Metamorf 9,6 Struktura 5° Lempung 6,7 Coklat 1
(Sekis,Kuarsit) l berpasir Kekuningan
27 Metamorf 11,2 Struktura 8° 5,4 Coklat 4
(Sekis,Kuarsit) l Kekuningan
28 Metamorf 7 Struktura 9° Lempung 5,2 Coklat 4
43

(Sekis,Kuarsit) l berpasir Kekuningan


29 Metamorf 2,7 Struktura 10° 6 Coklat 3
(Sekis,Kuarsit) l Kekuningan
30 Metamorf 7 Struktura 35° Lempung 6,6 Coklat 1
(Sekis,Kuarsit) l berpasir Kekuningan
31 Metamorf 20.7 Struktura 5° Lempung 6,7 Coklat 1
l
2. Profil Penampang Kemiringan Lereng
44

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN


45

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan penelitian ini maka dapat disimpulkan beberapa hal
dari hasil penelitian pada jarak 100 - 200 m dari titik A ke B, karena jika terlalu
berdekatan air masih sama. Sumur di daerah bayat memiliki kedalaman yang
sangat rendah. Ketinggian, topografi, dan lereng sangat berpengaruh terhadap
proses pembentukan fenomena aliran air. Elevasi yang tinggi ada di timur terletak
pada kaki gunung, pada bagian barat dekat denga rawa. Perbedaan ketinggian air
tanah dapat menyebabkan tekanan pada air tanah berbeda Manfaat mengetahui
aliran air tanah untuk memprediksi arah pencemaran air, menentukan debut dan
volume air, mengetahui perubahan pola aliran / anomaly. kemiringan lereng
merupakan ukuran kemiringan lahan relative terhadap bidang datar yang secara
umum dinyatakan dalam persen atau derajat. Dari pengukuran sudut kemiringan
lereng dapat diketahui bahwa setiap benda (objek) memiliki beban yang dapat
mempengaruhi permukaan bumi baik secara eksogen maupun endogen sehingga
mempengaruhi energi penyebab erosi. Penampang profil sungai dibuat untuk
mengetahui bentuk asli suatu permukaan sungai. Dalam melakukan pengukuran
profil sungai hindari area meander atau cekungan karena daerah tersebut memiliki
kedalaman yang terlalu tinggi yang diakibatkan karena air mengikis dan hal
tersebut tidak memungkinkan untuk melakukan pengukuran profil sungai,
berpengaruh pada debit air karena apabila debit pada sungai itu tinggi maka arus
air pun memiliki kekuatan yang cukup kuat.

6.2 Saran
Harapan nya dengan adanya penelitian ini masyarakat dapat sama-sama turut
berpartisipasi menjaga alam sekitar, menjaga ekosistem sungai dengan tidak
membuang sampah di sekitar sungai sehingga fenomena-frenomena geografi
di daerah tersebut akan selalu ada. Terkait dengan kondisi kemiringan lereng
di harapkan juga partisipasi warga setempat untuk tetap menjaga dengan cara
46

mengantisipasi adanya kegiatan penebangan liar sehingga penggunaan lahan


pada wilayah tersebut masih dapat di manfaatkan secara optimal.

Anda mungkin juga menyukai