Disusun Oleh:
Kelompok 1
FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
2
HALAMAN PENGESAHAN
KELOMPOK
Hari : ……………………….
Tanggal : ………………………..
Pembimbing
Mengetahui
EKSEKUTIF SUMMARY
Laporan di buat sebagai bentuk tugas akhir yang bertujuan untuk memenuhi
syarat tugas KKL (Kuliah Kerja Lapangan) selain sebagai tugas juga menambah
wawasan bagi Mahasiswa, meningkatkan hubungan kerja sama antar mahasiswa,
dapat mempraktekan teori yang di ajarkan secara langsung, dan meningkatkan
pemahaman mahasiswa mengenai praktikum lapangan sehingga dapat dijadikan
bekal untuk kerja nantinya.
Laporan ini memiliki 2 manfaat yaitu manfaat bagi mahasiswa dan fakultas.
untuk mahasiswa Bermanfaat sebagai Tolak ukur mahasiswa dalam mempraktikan
teori yang sudah di ajarkan selama perkuliahan, memperdalam
kreativitas/kerjasama, dan menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman.
Manfaat untuk fakultas yaitu sebagai bahan evaluasi kurikulum yang sudah di
terapkan.
Dalam kegiatan KKL 2 pada tanggal 27-29 Juni 2019 berjalan dengan lancar
tanpa hambatan apapun. Seperti pemberian bekal materi, praktik langsung di
lapangan, hingga diskusi malam alhamdulillah tidak ditemukan permasalahan
yang menghambat kegiatan. Dan sudah di bentuknya pantia pengurus KKL ini
sehingga tidak ada kesulitan mahasiswa dalam tempat tinggal/basecamp,
kebersihan dan kebutuhan makan minum.
Demikian laporan ini di buat sebagai bahan evaluasi dan perbaikan untuk
periode periode selanjutnya.
4
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
EKSEKUTIF SUMMARY iii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iii
KATA PENGANTAR iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Tujuan Kegiatan 3
1.3 Kegunaan Kegiatan 3
1.4 Telaah Pustaka 3
BABVI PENUTUP
6.1 Kesimpulan 3
6.2 Saran 3
DAFTAR PUSTAKA 3
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Contoh Peta Sebaran Sampel 3
Gambar 2. Peta Lokasi Kegiatan 3
8
KATA PENGANTAR
Kata pengantar dibuat singkat yang berisi maksud dan tujuan kegiatan
secara umum, penyampaian ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terwujudnya naskah tersebut, dan harapan yang diinginkan.
9
BAB I PENDAHULUAN
Debit air sungai adalah, tinggi permukaan air sungai yang terukur oleh alat
ukur pemukaan air sungai (Suwandi, 2000).
Debit aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang
melewati suatu penampang melintang sungai persatuan waktu Asdak
(2002).
Penentuan debit air sungai diperlukan untuk mengetahui besarnya air
yang mengalir dari sungai ke laut. Dalam penentuan debit air sungai
perlu di ketahui luas penampang stasiun, yaitu dengan mengukur
kedalaman, masing-masing titik pengukuran (Ongkosongo, 1980).
2. Kontur Air Tanah
Air tanah adalah air yang berada di dalam tanah.Air tanah dibagi
menjadi dua, air tanah dangkal dan air tanah dalam.Air tanah
dangkal merupakan air yang berasal dari air hujan yang diikat oleh akar
pohon.Air tanah ini terletak tidak jauh dari permukaan tanah serta
berada diatas lapisan kedap air. Sedangkan air tanah dalam adalah
air hujan yang meresap kedalam tanah lebih dalam lagi mealui
proses absorpsi serta filtrasioleh batuan dan mineral di dalam tanah.
Sehingga berdasarkan prosesnya air tanah dalam lebih jernih
dari air tanah dangkal (Kumalasari & Satoto, 2011).
Jaringan aliran air adalah garis-garis aliran air tanah yang arahnya
ditentukan oleh bentuk kontur muka air tanah suatu daerah. Garis
aliran air tanah adalah garis- garis yang mempunyai arah tegak lurus
90º dengan garis kontur air tanahnya dan mengalir dari kontur tinggi
ke kontur yang rendah Cadergren (Todd,1995).
3. Foto Udara
Foto udara atau peta foto adalah Peta foto didapat dari survei udara
yaitu melakukan pemotretan lewat udara pada daerah tertentu dengan
aturan fotogrametris tertentu. Sebagai gambaran pada foto dikenal ada 3
(tiga) jenis yaitu foto tegak, foto miring dan foto miring sekali. Yang
dimaksud dengan foto tegak adalah foto yang pada saat pengambilan
12
hal; warna, sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologinya C.F Marbut
(Russia 1914).
6. Vegetasi
Vegetasi adalah kumpulan tumbuhan-tumbuhan yang biasanya
terdiri dari berbagai jenis yang hidup bersama-sama disuatu tempat dan
diantaranya individu-individu tersebut terdapat interaksi yang erat baik
antara tumbuh-tumbuhan itu sendiri maupun faktor lingkungannya
Marsono (1977).
Vegetasi adalah kumpulan tumbuhan-tumbuhan yang biasanya
terdiri dari berbagai jenis yang hidup bersama-sama disuatu tempat dan
diantaranya individu-individu tersebut terdapat interaksi yang erat baik
antara tumbuh-tumbuhan itu sendiri maupun faktor lingkungannya
Soetikno (1990).
Vegetasi adalah susunan semua jenis tumbuhan disuatu wilayah dan
hubungannya dengan pola sebaran jenis baik secara parsial maupun
temporal Barbour dan Pitts (1980).
HARI/
JAM KEGIATAN
TANGGAL
(1) (2) (3)
Selasa 07.00 – 08.00 - Persiapan keberangkatan ke lapangan
25 Juni
08.00 – 09.00 - Pemberangkatan ke lokasi
14
Cara Kedua :
- Membagi sungai menjadi beberapa segmen
- Mengukur debit air menggunakan curent meter di setiap segmen
- Mencatat hasil pengukuran dari curent meter
Cara Ketiga :
- Meletakkan yallon pertama di tengah - tengah sungai dan yallon kedu
di tepi sungai
- Mengisi selang dengan air jernih hingga penuh dan tidak boleh
terdapat gelembung air pada botol
- Mengukur tinggi permukaan air dengan selang antara permukaan air
di tepi sungai dengan menempelkan selang ke yallon pertama hingga
air dalam selang tidak goyang atau stabil
- Menandai tinggi air dalam selang menggunakan spidol pada yallon
- Mengukur tinggi permukaan air sampai batas yang telah di tandai
spidol
- Mencatat hasil yang telah di ukur
- Melakukan hal yang sama hingga selesai
4. Sampel tanah
- Membersihkan permukaan tanah dari rerumputan jika bisa tidak ada
akar
- Meletakkan paralon pada permukaan tanah dan ambil sampel dengan
cara menekan paralon sampai terisi penuh
16
5. Kemiringan lereng
- Mengukur tinggi pembidik
- Menentukan titik bidik pertama dengan menggunakan kompas sebesar
2 derajat ke arah utara
- Melakukan pembidikan ke titik kedua dengan yallon berada di
perbedaan ketinggian lereng
- Mengukur panjang antara titik pertama ke titik kedua
- Mencatat hasil dari pengukuran
- Melakukan hal yang sama sampai di tempat yang paling datar
- Jika menemui gangguan saat pembidikan arah derajat di geser
sebanyak 2 derajat kearah yang tidak mengganggu
- Jika sudah tidak ada hambatan lagi arah pembidikan di arahkan seperti
semua
Pelampung
5 Sebagai alat dalam mengukur debit sungai.
(Botol mineral)
Untuk mengukur lamanya waktu yang diperlukan
6 Stopwatch
(mengukur debit).
Untuk mengetahiu beda tinggi air antara titik 1
7 Selang
dengan titik yang lainnya.
Untuk mengukur debit dan kecepatan arus pada
8 Current Meter
sungai.
Untuk perekaman dalam proses pemetaan profil
9 Drone
sungai.
10 ArcMap 10.2 Aplikasi yang digunakan untuk pembuatan peta
11 Alat Tulis Untuk mencatat hasil pengukuran dan pengamatan
Tabel 2. Alat Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan II
b. Bahan Kegiatan
No. Nama Alat Fungsi
Untuk mendapatkan informasi mengenai jenis
1 Peta Geologi
batuan pada lokasi yang diamati.
Untuk mendapatkan informasi mengenai jenis
2 Peta Jenis Tanah
tanah pada lokasi yang diamati.
Untuk mengetahui bentuk lahan di lokasi yang
3 Peta Topografi
diamati.
Untuk menguji kandungan bahan organik di
4 Larutan H2O2
dalam tanah.
Untuk menguiji kandungan kapur di dalam
5 Larutan HCL
tanah.
Tabel 3. Bahan Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan II
2.5 Teknik Pengolahan Data
a. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data yang kompleks karena
melibatkan berbagai faktor dalam pelaksanaannya. Metode pengumpulan
data melalu observasi tidak hanya mengukur sikap dar responden, namun
juga dapat digunakan untuk merekam berbagai fenomena yang terjadi
(contohnya dalam penelitian ini adalah pengukuran sumur, pengukuran
18
profil sungai dan debit sungai, pemetaan drone dan pengukuran lereng)
semua data dikumpulkan melalui observasi di lapangan yaitu di
Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten. Teknik pengumpulan data observasi
cocok digunakan untuk penelitian yang bertujuan untuk mempelajari
perilaku manusia, proses kerja dan gejala – gejala alam.
Berdasarkan Instrumen yang digunakan penelitian ini termasuk
kedalam observasi terstruktur, karena penelitian ini telah dirancang secara
sistematis, tentang apa yang diamati, kapan dan dimana tempatnya.
Observasi ini dilakukan apabila peneliti telah tahu dengan pasti tentang
variabel apa yang diamati. Variabel dalam penelitian ini yaitu lereng,
sungai dan sumur warga. Variabel – variabel tersebut nantinya akan diukur
dengan menggunakan alat – alat seperti roll meter, Gps Essential, yallon,
kompas, pelampung, stopwatch, selang, current meter dan drone.
b. Wawancara
Wawancara yang dilakukan pada penelitian kali ini adalah wawacara
terstruktur, karena kami telah mengetahui dengan pasti informasi apa yang
hendak digali pada narasumber (yaitu informasi tentang fluktuasi yang
terjadi disumur–sumur warga), fluktuasi sendiri merupakan ketidak tetepan
ketinggian permukaan air sumur warga.
sebagai batu asahan. Di atas batuan pasir kemungkinan dapat dijumpai batu gamping dan
karang, tetapi batas antara batuan tersebut tidak dapat dibedakan dengan jelas. Formasi batuan
di daerah Bayat disajikan pada Tabel 1 di bawah ini :
Formasi Eosin tersusup batuan dioritik. Penyusupan batuan dioritik diperkirakan
melalui disconformitas antara Formasi Eosin dan Pratersier. Batuan pada kedua formasi
tersebut (Eosin dan Pratersier) telah mengalami metamorfosa pada tingkat lemah.
Di sebelah timur Rowo Jombor dijumpai singkapan diorit. Singkapan diorit ini terletak
di Gunung Tugu, yang tersingkap pada suatu patahan yang memisahkan batuan Pratersier di
sebelah selatan dengan batugamping Miosen yang berlapis di sebelah utara. Diorit tersebut
telah lapuk menjadi kaolin putih, kadar SiO2-nya terlalu banyak, sehingga tidak dapat
digunakan untuk kepentingan industri. Di antara Gunung Sari dan Gunung Pegat banyak
dijumpai dike yang terdiri dari intrusi basis yang telah lapuk.
A. STRATIGRAFI
23
Di atas Formasi Eosin maupun Pratersier dijumpai batuan berumur Miosen yang
umumnya bersifat klastis dan mempunyai struktur diskordan. Urut-urutan perlapisan batuan
pada Formasi Miosen dapat dibedakan menjadi :
a. Formasi Kebo
Formasi Kebo tersusun dari satuan konglomerat, shale, dan tuff. Batuan konglomerat
terdiri dari pecahan-pecahan basal yang menyusup pada Formasi Pratersier. Pada dasar
Formasi Kebo dijumpai dua buah intrusi asal andesitik. Batas aktuil antara Formasi
Kebo dengan batuan Pramiosen tertutup oleh tuff vulkanik muda yang berasal dari
Merapi. Menurut Van Bemmelen Formasi Kebo dan Formasi yang terletak di atasnya
telah terbentuk di bawah air laut pada satu vulkan yang letaknya di Bukit Jiwo sekarang
ini Intrusi basis dan intermedier yang terdapat pada lapisan batuan yang lebih tua ada
hubungannya dengan kegiatan vulkan tersebut.
b. Formasi Butak
Formasi Butak terdiri dari aglomerat dan effusiva berselang- seling dengan batuan pasir
dan shale, dan ditutupi oleh tuff breksi yang asam.
c. Formasi Semilir
Formasi ini paling menonjol dan membentuk bagian lereng terjal pada rangkaian
Pegunungan Batur Agung. Formasi ini menutupi lapisan yang lebih tua. Hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya konglomerat dengan pecahan-pecahan skis dan mikrodiorit
pada dasar lapisan tersebut. Hal tersebut membuktikan pula bahwa Pegunungan Jiwo
pada saat itu merupakan suatu bukit yang muncul di atas permukaan air laut. Pada saat
terbentuknya tersebut kegiatan erupsi baru telah terjadi lebih jauh ke timur, yang dapat
dibuktikan dengan adanya andesitik dan liparitik di sebelah utara Pacitan.
d. Formasi Nglanggrang
Formasi Nglanggran terdiri dari lapisan yang tidak nyata serta tersusun oleh anglomerat
kasar dan konglomerat.
e. Formasi Sambipitu
Formasi Sambipitu tersusun dari batu pasir dan "shale" dengan fosil-fosil utama yang
terdiri dari :
- lepidocylina (naphrolepidina) berbeek
- lepidocylina (naphrolepidina) ferreroi
24
- Cclolypous comunia
- miogypsin polymorpha rutten
- M. thecidaefermis rutten
Fosil-fosil tersebut merupakan petunjuk umur Miosin tengah. Tebal Formasi Sambipitu
sekitar 4.000 m. Formasi Semilir, Nglanggran, dan Sambipitu, serta vulkan andesitik di
sebelah utara Pacitan mungkin terbentuk di atas permukaan air laut. Ketiga formasi ini
disusupi oleh urat-urat andesitik dan kwarsit dengan endapan-endapan hidrotermal yang
antara lain : pyrit, chalcopyrit, galenit. Endapan ini telah diusahakan di Tirtomoyo,
tegalombo, dan Slaung. Formasi Sambipitu kemudian mengalami pengangkatan yang
mengakibatkan terjadi beberapa lipatan dan patahan. Proses perataan lapisan-lapisan
yang lebih tua mengakibatkan terbentuknya Formasi Oyo pada lingkungan marin.
f. Formasi Oyo
Formasi Oyo terdiri atas tuff andesitik, batu pasir tuff, glass vulkanis, mergel tuff, breksi,
dan batu gamping konglomerat. Di dalam formasi ini ditemukan fosil-fosil makro, yang
terdiri dari : - Cyclolypeous annulatus martin (nephrolepidina rutteni v.d merl) (N)
ferreroi proval inflata proval- Miogypsina polimorpha rutten- M. thecidaeformis rutten.
Fosil-fosil tersebut berbeda sedikit dengan fosil pada formasi di bawahnya. Tebal
Formasi Oyo sekitar 350 m. Umumnya masih termasuk Miosin Tengah. Formasi Oyo
dapat dikaitkan dengan lapisan basal Formasi Sentolo yang terletak lebih ke sebelah
barat ( Sentolo), yang juga ditandai oleh adanya tuff "glassy" yang sejenis. Tuff Oyo
termasuk tiupe khusus dari suatu aktivitas gunung api. Formasi Oyo tertutup oleh lapisan
gamping.
g. Formasi Wonosari
Formasi Wonosari terdiri dari lapisan kapur secara lateral. Lapisan ini terpisah menjadi
batu karang Gunung Sewu dan batu kapur Gunung Sewu. Fosil batu kapur Gunung
Sewu terdiri dari :
- Letidocyclina sp
- Miogypsina polymorpha
- M. Thecideafermis
25
1. Pegunungan selatan
3. Zone Kendeng
4. Zone Randublatung
26
5. Zone Rembang
Bukit Jiwo termasuk Zone Solo yang dikelilingi oleh endapan vulkanis kuarter.
Keistimewaan Bukit Jiwo yitu tersingkapnya formasi-formasi Pratersier dan tertier
bawah. Singkapan tersebut dapat diamati dengan jelas Menurut Pannekoek, Zone
Selatan bagian utara membentuk "escarpment", dan diutaranya merupakan dataran
rendah. Batuan lebih tua yang terlipat terletak di bagian dalam. Sedangkan "fluvio
volcanic fan" menutup batuan tua yang terlipat. Formasi Miosin tua pada "escarpment"
mempunyai dip ke arah selatan dengan kemiringan besar, sehingga mirip suatu sayap
selatan antiklinal dengan sayap utara tidak ada.
3.2.1 Geologi
Pembentukan Pegunungan Bayat tidak dapat dipisahkan dengan
pembentukan Batur Agung dan Wonosari. Urutan-urutan pembentukannya adalah
sebagai berikut :
a. Pratersier
Pada jaman Pratersier daerah Bayat merupakan bagian tepi laut dangkal. Disini
diendapkan lempung berbutir halus yang berasal dari daratan. Dengan adanya
penenggelaman yang perlahan-lahan, maka di atas endapan lempung dan bagian
yang lebih dalam, hidup binatang karang yang membuat rumah dari kapur (CaCo3)
yang nantinya akan membentuk batu gamping yang terbesar secara luas. Kemudian
daerah Bayat mengalami pelipatan yang pertama dengan tenaga yang cukup kuat.
Akibatnya terjadi patahan-patahan yang menimbulkan adanya intrusi basis yang
berupa gabro, diabses, serpentin yang dapat menembus sedimen marine Pratersier.
Pembentukan batu gamping kristalin atau marmer muda diperkirakan karena
pengaruh metamorfose kontak intrusi tersebut.
b. Mesosoikum Akhir
Pada akhir jaman kapur yaitu akhir mesosoikum, terjadi pelipatan yang hebat
yang berupa pengangkatan yang diikuti oleh timbulnya intrusi asam kwarsa diorit
27
(intrusi ini nampak di Pegunungan Bayat Barat, dan di Gunung Macan yang terletak
di tenggara Bayat). Proses selanjutnya adalah terjadi erosi dan denudasi.
c. Awal Tersier
Pada Awal Tersier terjadi transgresi, yang ditandai dengan adanya batuan
konglomerat, fragmen-fragmen hasil erosi dan denudasi dari Pegunungan Pratersier
Bayat. Lapisan bawah (Pratersier) yang mengalami erosi dan denudasi dengan
lapisan atasnya dan Konglomerat sebagai dasarnya, membentuk suatu rumpang
yang kuat (diskordansi sudut), sehingga lebih merupakan "uncorformity". Proses
penenggelaman berjalan terus, yang mengakibatkan laut menjadi semakin luas.
Kemudian di atas endapan yang pertama tadi terjadi endapan lempung, yang disusul
oleh pengendapan napal, dengan fosil Assilina yang merupakan petunjuk umur
Eosin Bawah.
Pada Eosin Atas penenggelaman masih berjalan terus, sehingga laut semakin
jauh meluas. Di atas endapan Eosin Bawah terjaddi pengendapan napal yang
diselingi dan ditumpangi oleh fosil Numulit, yang merupakan petunjuk umur Eosin
Atas.
d. Permulaan Oligosin
Pada permulaan Oligosin terjadi susut laut dan pelipatan ataupun pengangkatan
lagi, serta terjadi intrusi diorit bertekstur halus, membentuk mikrodiorit, dengan pusat
intrusi di Gunung Pendul, berupa lakolit. Erosi dan denudasi berlangsung lagi
setelah terjadi pengangkatan. Endapan lempung di bagian atas banyak terkikis
kemudian diganti oleh pengendapan lempung dengan fosil Assilina, Orbicularia.
Antara Oligosin dan Miosin, Pegunungan Bayat kemungkinan masih mengalami
erosi dan denudasi, sedangkan Pegunungan Batur Agung terjadi erupsi intermedier
dan asam yang berselang seling dan menghasilkan Formasi Kebo Butak, Semilir,
Nglanggran dan Sambipitu pada Miosin Bawah. Setelah terjadi pengangkatan
kemudian diikuti denudasi dan peristiwa "unconformity" yang kedua.
Unconformity yang pertama terjadi antara lapisan Pratersier dan Eosin Bawah.
Pada pertengahan Miosin Atas terjadi penggenangan lagi sehingga di atas lapisan-
lapisan tadi terjadi pengendapan gamping yang berlapis-lapis dan belum mengkristal,
dengan fosil Orbitulina (petunjuk Miosin Atas) yang merupakan lapisan kapur
28
Wonosari menutup sampai daerah Bayat bagian utara (Gunung Kampak) Kemudian
terjadi erosi dan denudasi, sampai lapisan kapur tersebut (yang menutupi
Pegunungan Bayat dan Batur Agung) habis, tinggal sisanya di Bukit Kampak. Erosi
dan denudasi ini berlangsung setelah ada pelipatan pada Pleistosin yang diikuti
terpecahnya geantiklin Jawa serta patahan-patahan lainnya. Akhirnya memberikan
kenampakan bentang alam seperti yang ada di Pegunungan Jiwo sekarang.
1. Geologi Struktur
Secara keseluruhan struktur geologi Pegunungan Bayat merupakan komplek
lipatan dan patahan. Sebagai bukti adanya lapisan Pratersier yang terlipat kuat, dan
bahkan mungkin diiringi oleh gaya pilin, sehingga membentuk batuan skis di Bayat
Barat yang sukar ditentukan kedudukannya, karena rapuh dan rusak. Lipatan ini juga
nampak pada kuarsa-filit dan skis. Intrusi terjadi dua kali pada Pratersier dan terjadi
sekali pada Oligosin. Hal ini ditambah pula adanya pelipatan dan patahan akibat
adanya pengangkatan berulang-ulang. Contoh adanya patahan dapat dilihat di :
Sekitar Rowo Tawang Jombor, Gunung Kampak.
Daerah "slenk" yang memanjang antara Jaten - Krikil -Kebon sampai
Slaung.
Sekitar Gunung,terdapat sumbu antiklinal dengan arah mendekati Barat
- Timur, yang menunjukkan patahan pula. Kemungkinan sifat-sifat episoedik
sungai-sungai di daerah Rowo jombor ada hubungannya dengan patahan di
bawah permukaan tanah.
Patahan bertingkat terdapat di Pegunungan Batur Agung
Daerah "slenk" Kali Dengkeng, merupakan pemisah antara Pegunungan
Bayat Barat dan Pegunungan Bayat Timur.
Peristiwa pemisahan kelangsungan pengendapan antara Eosin dan Oligosin
ditandai dengan adanya Oroghenesa, susut laut, dan pengangkatan, selama Oligosin,
yang tersebar luas di Pegunungan Bayat Timur (Gunung Pendul) dan di sekitar
Pegunungan Bayat (Sutoyudan). Dengan melihat luasnya daerah penyebaran intrusi,
timbulnya bentuk sill, dan nampak banyaknya "roof pendants" berumur Eosin pada
penyebaran mikrodiorit di Jawa Timur, maka sangat dimungkinkan bahwa intrusi di
Pegunungan Bayat merupakan "Lakolit antar Formasi".
29
2. Singkapan Batuan
Di daerah Bayat Timur (sekitar G. Konang) terdapat singkapan batuan antara
lain skis di lereng barat, gamping di lereng timur, dan diorit di sebelah tenggara.
Adanya singkapan ini disebabkan oleh erosi yang kuat. Di bagian utara tersingkap
batu gamping yang berlapis-lapis, karena telah berupa bukit yang gundul.
Kenampakan ini dapat diamati di sekitar Gunung Tutupan dan Gunung Temas, di
ujung timur Pegunungan Bayat.
Jenis batuan yang penyebarannya terbesar adalah batuan Metamorfik yang
berupa filit, lempung, dan skis yang berumur Pratersier. Adanya pelapukan berupa
tanah kuning atau kemerahan menandakan banyak mengandung oksida besi.
Batuan beku diorit yang berawarna abu-abu kehitaman dan adanya bagian
yang telah lapuk menjadi putih kecoklatan diketemukan di sekitar Sutoyodan, yakni
di Bayat Barat dan Gunung Pendul (Bayat Timur).
Batu gamping kristalin berawarna merah muda dikelilingi batuan metamorf,
skis, dan filit diketemukan di Gunung Jokotuwo (Bayat Timur) dan di Gunung Sari
(Bayat Barat). Batu tufa, batu pasir serta batu gamping diketemukan terutama di
daerah Bayat Barat.
30
sungai ini sering membentuk rawa, misalnya Rowo Tawang Jombor, yang
merupakan penampungan air daerah Bayat Barat.
Untuk pengeringan Rowo Tawang Jombor dibuatkan terusan ke selatan Kali
Sosrodiningrat, yang kemudian membelok ke timur menembus bukit-bukit,
melintasi Kali Dengkeng, menuju ke daerah pertanian Cawas.
Tanah aluvial Kecamatan Bayat pada musim kemarau pecah-pecah, dan
lumpur yang menutup permukaan hancur menjadi debu. Pada musim penghujan,
karena permeabilitas tanahnya rendah serta banyaknya air, maka mengakibatkan
daerah tersebut menjadi becek dan lekat.
Daerah Bayat bagian timur, yakni di sekitar Gunung Konang pola alirannya
berbentuk radial. Alur-alur sungainya merupakan anak Kali Dengkeng.
3.3 Iklim
1. Temperatur
Keadaan iklim Kabupaten Klaten termasuk iklim tropis dengan musim
hujan dan kemarau silih berganti sepanjang tahun. Temperatur udara rata-
rata di Kabupaten Klaten 28°-30° Celsius dengan kecepatan angin rata-
rata sekitar 153 mm setiap bulannya. Sebagian besar wilayah kabupaten
Klaten adalah dataran rendah dan tanah bergelombang
2. Curah hujan
Curah hujan di Kabupaten Klaten selama tahun 2016 sebesar 1.416,96
mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Mei dan Juli 2016 sebesar
155,66 mm dan yang terendah terjadi pada bulan April, 2016 sebesar
0.91 mm. Curah hujan tertinggi bulan Januari (350mm) dan curah hujan
terrendah bulan Juli (8mm).
3.5 Penduduk
32
Ditanya:
m3/detik
2. Metode Apung
Diketahui:
Luas penampang basah (A) = p x l
= 13 m x 7 m = 91 m2
= = 0,1 : 0.5
= 0,2
Koefisien pelampung (k) =
=
= 0,9
Kecepatan pelampung (u) = 13 m : 1,52 menit
= 0,14 m/detik
Ditanya:
Debit (Q) =Axkxu
= 91 m2 x 0,9 x 0,14 m/detik
= 11,466 m3/detik
b a
Diketahui:
Koefisien Manning (n) = (n1 + n2+ n3 + n4) x n5
= (0,005 + 0,000 + 0,010 + 0,015) x 1,000
= 0,030 x 1,000
= 0,030
Luas penampang basah (A) =pxl
= 13 m x 7 m = 91 m2
Perimeter basah (P) = 10,5 m
R = A/P
= 91 m2 x 10,5 m
= 8,66
L = 13 m
b = 10 cm
a = 8 cm
S = (b-a)/L
= (10-8)/13
= 0,15
Ditanya:
Rumus Manning
Q =A X V
2. Profil Sungai 2
42
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan penelitian ini maka dapat disimpulkan beberapa hal
dari hasil penelitian pada jarak 100 - 200 m dari titik A ke B, karena jika terlalu
berdekatan air masih sama. Sumur di daerah bayat memiliki kedalaman yang
sangat rendah. Ketinggian, topografi, dan lereng sangat berpengaruh terhadap
proses pembentukan fenomena aliran air. Elevasi yang tinggi ada di timur terletak
pada kaki gunung, pada bagian barat dekat denga rawa. Perbedaan ketinggian air
tanah dapat menyebabkan tekanan pada air tanah berbeda Manfaat mengetahui
aliran air tanah untuk memprediksi arah pencemaran air, menentukan debut dan
volume air, mengetahui perubahan pola aliran / anomaly. kemiringan lereng
merupakan ukuran kemiringan lahan relative terhadap bidang datar yang secara
umum dinyatakan dalam persen atau derajat. Dari pengukuran sudut kemiringan
lereng dapat diketahui bahwa setiap benda (objek) memiliki beban yang dapat
mempengaruhi permukaan bumi baik secara eksogen maupun endogen sehingga
mempengaruhi energi penyebab erosi. Penampang profil sungai dibuat untuk
mengetahui bentuk asli suatu permukaan sungai. Dalam melakukan pengukuran
profil sungai hindari area meander atau cekungan karena daerah tersebut memiliki
kedalaman yang terlalu tinggi yang diakibatkan karena air mengikis dan hal
tersebut tidak memungkinkan untuk melakukan pengukuran profil sungai,
berpengaruh pada debit air karena apabila debit pada sungai itu tinggi maka arus
air pun memiliki kekuatan yang cukup kuat.
6.2 Saran
Harapan nya dengan adanya penelitian ini masyarakat dapat sama-sama turut
berpartisipasi menjaga alam sekitar, menjaga ekosistem sungai dengan tidak
membuang sampah di sekitar sungai sehingga fenomena-frenomena geografi
di daerah tersebut akan selalu ada. Terkait dengan kondisi kemiringan lereng
di harapkan juga partisipasi warga setempat untuk tetap menjaga dengan cara
46