Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS DAMPAK DAN PENGARUHNYA BANJIR

TERHADAP LINGKUNGAN DI JABODETABEK

Candika Filil Pamungkas


Fakultas Geografi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Candikaf3@gmail.com

Abstract
Dampak perubahan iklim dan pemanasan global yang melanda seluruh belahan dunia,
khususnya wilayah Jabodetabek, Proses penurunan tanah telah membuat permukaan
pantai, lebih rendah dari permukaan laut. Kondisi ini membuatnya rentan terhadap
kenaikan permukaan laut dengan masalah kualitas lingkungan sudah terjadi bertahun-
tahun dan sampai saat ini, banjir tidak hanya dialami dengan negara berkembang di
negarai Indonesia saja, namu di negara majupun terjadi banjir. Banjir dapat
disebabkan oleh banyak faktor, yang dapat dikelompokkan menjadi faktor alami dan
manusia, namun dalam masalah ini dapat disebabkan oleh adanya aktivitas manusia
yang tidak mempertimbangkan daya dukung lingkungan dan variabilitas kondisi
iklim. Kontribusi masing-masing daerah dalam mencegah faktor terjadinya banjir di
berbagai daerah akan berbeda, salah satu faktor penting terkait adalah melakukan
perencanaan kota dan daerah adalah perubahan penggunaan lahan. Dampak banjir
terhadap lingkungan, ekonomi, dan sosial juga beagam antara satu daerah dengan
daerah lain. Makalah ini membahas tentang fenomena banjir dan dampak terhadap
lingkunganr di daerah Jabodetabek

Kunci : perubahan iklim, bencana, daerah banjir, Dampak Lingkungan


The impact of climate change and global warming that hit all parts of the world,
especially the Greater Jakarta area, the process of land subsidence has made the
surface of the coast, lower than sea level. This condition makes it vulnerable to sea
level rise with environmental quality problems that have occurred for years and until
now, flooding is not only experienced by developing countries in the country of
Indonesia alone, but in developed countries also floods. Floods can be caused by
many factors, which can be grouped into natural and human factors, but in this
problem can be caused by human activities that do not consider the carrying capacity
of the environment and the variability of climate conditions. The contribution of each
region in preventing the occurrence of flooding factors in various regions will be
different, one of the important factors related to doing urban and regional planning is
land use change. The impact of floods on the environment, economy, and social also
varies from one region to another. This paper discusses the phenomenon of flooding
and its impact on the environment in the Greater Jakarta area

Keywords: climate change, disaster, flooded areas, Environmental Impact

A. Pendahuluan

Banjir Pasang Air Laut (rob) adalah pola fluktuasi muka air laut yang
dipengaruhi oleh gaya tarik benda-benda angkasa, terutama oleh Bulan dan
Matahari terhadap massa (berat jenis) air laut di Bumi (Sunarto, 2003). Banjir
pasang air laut termasuk bencana banjir yang disebabkan oleh masuknya air
laut ke daratan sebagai akibat dari pasang air laut yang tinggi (Marfai, 2004).
Wilayah utara pulau Jawa rawan terhadap bencana banjir karena kondisi utara
Pulau Jawa bertopografi landai sehingga banjir dapat dengan mudah masuk
jauh sampai ke daratan.Fenomena alam ini dapat dikategorikan sebagai
bencana alam karena berhubungan dengan manusia dan aktivitasnya.

Adanya isu tentang perubahan iklim dan pemanasan global


menyebabkan meningkatnya kewaspadaan masyarakat di Indonesia akan
dampak dari masalah tersebut, terutama masyarakat yang tinggal di wilayah
pesisir. Pemanasan global terjadi karena meningkatnya temperatur udara oleh
konsentrasi gas-gas tertentu yang dikenal dengan gas rumah kaca, yang terus
bertambah di udara. Hal tersebut dikarenakan meningkatnya jumlah
karbondioksida, asam nitrat dan emisi metan. Karbondioksida pada umumnya
dihasilkan oleh penggunaan batubara, minyak bumi, gas, penggundulan hutan
dan pembakaran hutan. Pemanasan global atau meningkatnya temperatur
udara tersebut menyebabkan pemuaian air laut dan mencairnya es di kutub
sehingga permukaan air laut naik. Fenomena naiknya muka air laut ini
dikenal dengan sebutan sea level rise.
Meningkatnya urbanisasi di wilayah pesisir mengakibatkan dampak
yang sangat besar. Salah satunya adalah perubahan penggunaan lahan yang
tidak memperhatikan daya dukung lahan. Semakin banyaknya kegiatan
manusia mengakibatkan meningkatnya kebutuhan air. Kebutuhan air yang
semakin tinggi akan menimbulkan pemanfaatan air tanah secara besar-besaran
atau eksploitasi air tanah. Eksploitasi air tanah menimbulkan penurunan
volume/debit pengisian kembali air tanah. Pemompaan air tanah yang melebihi
daya dukung air yang tersedia tanpa memperhatikan kemampuan pengisian
kembali dapat mengakibatkan penurunan muka air tanah (Kodoatie, 1995).
Penurunan muka air tanah ini dapat menyebabkan amblesnya permukaan tanah
dan intrusi air laut (Asdak, 1995).
Lingkungan dapat merupakan sumberdaya maupun bahaya. Kondisi
lingkungan mengalami perubahan baik secara cepat maupun perlahan-lahan,
oleh berbagai faktor penyebab, dan beragam dampaknya. Perubahan pada
salah satu atau lebih dari komponen lingkungan akan mempengaruhi
komponen lainnya dari lingkungan tersebut dengan intensitas yang berbeda.
Pertumbuhan penduduk di suatu daerah, misalnya, akan berpengaruh positip
maupun negatip terhadap komponen lingkungan dari daerah tersebut seperti
lahan, air, flora dan fauna, dll. Pertumbuhan penduduk memerlukan pangan,
tempat tinggal, air bersih, dll yang dapat dipenuhi oleh lingkungan. Perubahan
guna lahan akan berpengaruh pada komponen lain termasuk sumberdaya air,
tanah, dll
Bahaya bencana sendiri sudah ada sejak lama dan dalam sejarah suatu
kawasan rawan atau sumber bencana haru memiliki data guna untuk dipelajari
dan diperbaharui terus menerus ketika ada kejadian baru. Untuk kajian
perbandingan dengan peristiwa-peristiwa banjir yang terjadi dahulu dan
sebagai dasar informasi peringatan yang akan disampaikan kepada masyarakat
yang memiliki resiko dilanda banjir, adapun unsur-unsur yang perlu di
ketahui sebagai berikut : 1). Analisis kekerapan banjir, 2). Pemetaan tinggi
rendahnya permukaan tanah (topografi), 3). Pemetaan bentangan daerah
seputar sungai (kontur sekitar sungai) lengkap dengan perkiraan kemampuan
sungai itu untuk menampung lebihan air, 4). Kemampuan tanah untuk
menyerap air, 5). Catatan pasang surut gelombang laut (untuk kawasan
pantai/pesisir), 6). Kekerapan badai, 7). Geografi pesisir/pantai, dan 8). Ciri-
ciri banjir (Kodoati dan Sugiyanto, 2002).
Bencana merupakan manifestasi perpaduan antara marabahaya (yang
sebelumnya bersifat pontesial) dengan manusia (atau objek lain yang
menyangkut kepentingan manusia) sehingga menjadi keadaan darurat yang
mendesak. Untuk pedoman dalam menangani sering dipakai acuan jumlah
manusia yang terkena marabahaya sehingga menjadi keadaan darurat yang
mendesak. Untuk pedoman dalam menangani sering dipakai acuan jumlah
manusia yang terkena marabahaya sehingga menyebabkan kematian,
kesakitan, dan cedera. Penanganan bencana dapat juga berpatokan pada
besar kecilnya kerusakan materi yaitu kerusakan harta-harta serta kehidupan
sehari-hari.
Banjir dapat berupa genangan pada lahan yang biasanya kering seperti
pada lahan pertanian, permukiman, pusat kota. Banjir sendiri dapat terjadi
karena debit/volume air yang mengalir pada suatu sungai atau saluran
drainase melebihi atau diatas kapasitas pengalirannya karena Kondisi
lingkungan Indonesia sangat beragam dan dinamis, baik menurut waktu
maupun tinggi, dalam waktu lama, dan sering maka hal tersebut akan
mengganggu kegiatan manusia. Dalam waktu sepuluh tahun terakhir ini, luas
area dan frekuensi banjir semakin bertambah dengan kerugian yang makin
besar (BNPB, 2013),banjir sudah lama terjadi di Jakarta, misalnya, banjir
sudah terjadi sejak 1959, ketika jumlah penduduk masih relative sedikit.
Banjir Jakarta terjadi sejak 1621, kemudian disusul banjir 1878, 1918, 1909,
1918, 1923, 1932 yang menggenangi permukiman warga karena meluapnya
air dari sungai Ciliwung, Cisadane, Angke. Setelah Indonesia merdeka, banjir
masih terus terjadi di Jakarta a.l pada 1979, 1996, 1999, 2002, 2007
(kompasiana, 2012; Fitriindrawardhono, 2012).
Seperti pada tahun sebelumnya, selama berlangsungnya musim hujan
seperti pada bulan Januari-Februari, pemerintah maupun masyarakat)
biasanya khawatir datangnya bencana banjir. Curah hujan pada periode
tersebut biasanya lebih tinggi dari bulan lainnya (BMKG, 2013). Oleh itu
masyarakat yang bertempat tinggal di kawasan rawan banjir (bantaran sungai,
dataran banjir, pantai, dll) atau yang rutin mengalami banjir, biasanya sudah
siap dengan kemungkinan terburuk mengalami banjir, apalagi bila tempat
tinggalnya berada dekat tubuh perairan khususnya sungai
Kodoatie dan Syarief (2006) menjelaskan faktor penyebab banjir
adalah perubahan guna lahan, pembuangan sampah, erosi dan sedimentasi,
kawasan kumuh di sepanjang sungai, system pengendalian banjir yang tidak
tepat, curah hujan tinggi, fisiografi sungai, kapasitas sungai yang tidak
memadai, pengaruh air pasang, penurunan tanah, bangunan air, kerusakan
bangunan pengendali banjir.
Berdasarkan kodisi geografisnya, kawasan yang terletak di dataran
banjir mempunyai resiko yang cukup besar tergenang banjir. Selain di Jakarta,
beberapa kota besar di sekitar Jakarta juga mengalami banjir yang terletak di
dataran banjir sehingga mempunyai resiko yang besar tergenang banjir. Banjir
juga mengalami dampak terhadap lingkingan dimana sarana dan prasarana
rusak dikarenakan banjir dapat merusak pemukiman penduduk, gedung,
kendaran maupun fasilias sosial, tanah longsor jika semakin deras air hujan
yang turun maka akan terjadi pengikisan tanah yang menyebabkan longsor ,
pencemaran lingkungan dikarenakan melupanya iar banjir karena sampah –
sampah yang berserkana akan memenuh jalan yang mengakibatkan
pencemaran dan menimbulkan penyakit( Pusat krisis kesehatan)

B. Metode Penelitian Dan Hasil Penelitian


Penelitian ini mengunakan analisis dari Google Earth Engine dengan alur
seperti dibawah ini :

Setelah hasil didapatkan dari alur analisis tersebut. gambar peta di


bawah ini dapat analisis pada daerah Jawa Barat daerah yang terdampak lebih
banyak dari pada DKI Jakarta dan PROBANTEN, namun dengan jarak yang
tidak dekat beda dengan daerah PROBANTEN yang mengalami daerah
terdampak banjir juga namun dengan jarak yang lebih dekat dengan daerah
penduudk terdampak pada dartah terdampak di gambarkan dengan warna
merah, warna kuning merupakan penduduk terdampak , di DKI Jakarta sendiri
wilayah urban mengalami dampak banjir juga sedangkan pada lahan pertanian
tidak terlalu parah mengalami banjir , tetapi memiliki efek yang besar bagi
petani.

Beberapa dampak banjir terhadap masyarakat dan lingkungan seperti


Keterbatasan air bersih pasti ditemukan dalam kondisi banjir begini, baik
untuk minum atau untuk kebutuhan sehari-hari lainnya. Air isi ulang sangat
dibutuhkan untuk air minum dan mandi. Menimbulkan kerugian ekonomi
Banjir mengakibatkan kerusakan rumah dan isi barang dalam rumah, bahkan
kehilangan barang-barang berharga lainnya. Selain itu, para korban juga akan
sulit untuk bekerja selama banjir terjadi. Musibah ini menimbulkan kerugian
kepada masyarakat korban dari sisi ekonomi. Untuk beberapa daerah yang
terdampak besar terhadap banjir ini akan berdampak juga kepada
penghambatan laju perputaran roda ekonomi suatu daerah karena masyarakat
setempat sangat bergantung dengan hasil alam di daerah tersebut.
Menimbulkan masalah kesehatan : Air kotor, kekurangan air bersih, dan
banyaknya genangan air sudah dipastikan menimbulkan masalah kesehatan.
Dan berikutnya akan menimbulkan penyebaran wabah penyakit. Penyakit
yang timbul pada kawasan yang terkena banjir ini rentan menyerang anak-
anak dan kaum lanjut usia. Hal ini terjadi karena Perilaku Hidup Sehat dan
Bersih (PHBS) tidak dilaksanakan dengan baik dan benar seperti melakukan
cuci tangan setelah kontak dengan air banjir (khususnya sebelum makan),
tidak membiarkan anak-anak bermain dengan air banjir dan mainan yang
sudah terkontaminasi air banjir. Di Indonesia, penyakit demam berdarah
adalah penyakit yang paling diwaspadai ketika musim hujan tiba atau pasca
banjir. Sementara untuk penyakit yang disebabkan oleh binatang pengerat,
leptospirosis merupakan penyakit yang paling banyak ditemui. Bakteri
leptospira banyak ditemukan pada tikus. Penyebaran pada manusia terjadi bila
urine tikus yang mengandung leptospira mengkontaminasi air dan makanan
serta mengenai kulit manusia. Melumpuhkan aktifitas masyarakat : Banjir
yang cukup besar dapat menenggelamkan rumah penduduk dan
mengharuskan masyarakat korban untuk mengungsi ke tempat yang lebih
aman. Pakaian seadanya dan tidak adanya tempat tinggal membuat
masyarakat menjadi sulit untuk melakukan aktifitas seperti biasa. Bencana
banjir juga membuat kesulitan dalam akses dan transportasi. Selain itu dapat
merusak fasilitas sosial dan fasilitas umum yang dapat membantu kegiatan
pemenuhan kebutuhan masyarakat sehari-hari.

C. Penutup
Dalam pembangunan dan perilaku masyarakat terhadap lingkungan
masih sama maka bencana banjir lebih intensitas yang semakin tinggi dan
dampak yang semakin besar dan luas. Program pengendalian banjir juga
sudah banyak dilakukan. Perubahan tata ruang atau guna lahan lebih banyak
pengaruh atau kontribusinya terhadap terjadinya banjir dibandingkan dengan
pembangunan fisik pengendali banjir. Perencanaan tata ruang Wilayah dan
Kota sendiri serta upaya kerjasama berbagai pihak dan daerah diharapkan
dapat berkontribusi dalam pengelolaan bencana banjir khususnya
memperkecil kemungkinan dampak negatif yang terjadi serta memanfaatkan
potensi dan peluang yang tersedia di kawasan bencana banjir dengan tetap
memperhatikan kondisi masyarakat setempat,
Masyarakat semestinya pempunyai sikap preventif terhadap
ancaman banjir yang mungkin saja bisa terjadi lagi. Masyarakat hendaknya
mempunyai pemikiran positif terhadap informasi terkait bencana, serta
program pemerintah yang dicanangkan, serta tidak mudah terpancing dengan
adanya isu-isu negatif.
Daftar Pustaka

Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (2013): Analisis Hujan Bulan Januari


2013.
Buletin BMKG Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kab. Bandung (2013):
Murid SD Perlu Diberi Pelajaran Kebencanaan
Irianto, 2006. Pengelolaan Sumber Daya Lahan dan Air, Agro Inovasi, Jakarta
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Pusat Krisis Kesehatan:Artikel Apa Saja
Dampak Banjir Terhadap Lingkungan, Bulan Juni 2016
Faiq, Mohammad Hilmi (2012): Belajar dari banjir bandang Bukit Lawang. Kompas,
24 Agustus 2012

Anda mungkin juga menyukai