PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara agraris yang memiliki sumber daya alam melimpah
yang dijadikan sebagai sumber penghasilan dan sumber makanan. Kebutuhan air
begitu vital terutama untuk memenuhi kebutuhan kelestarian tumbuhan atau lahan
pertanian. Perlu diterapkan pengaturan untuk mengontrol sistem saluran irigasi
yang bisa mengoptimalkan pemanfaatan pasokan air. Irigasi merupakan
penggunaan air tanah untuk penyediaan air yang diperlukan untuk pertumbuhan
tanaman (Setiadi dan Muhaemin 2018).
Dalam pemanfaatan air khususnya dalam hal pertanian, dalam rangka
memenuhi kebutuhan pangan serta pengembangan wilayah, pemerintah Indonesia
melakukan usaha pembangunan di bidang pengairan yang bertujuan agar dapat
langsung dirasakan oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air. Dalam
memenuhi kebutuhan air khususnya untuk kebutuhan air di persawahan maka
perlu didirikan sistem irigasi dan bangunan bendung. Kebutuhan air di
persawahan ini kemudian disebut dengan kebutuhan air irigasi. Air irigasi di
Indonesia umumnya bersumber dari sungai, waduk, air tanah dan sistem pasang
surut. Salah satu usaha peningkatan produksi pangan khususnya padi adalah
tersedianya air irigasi di sawah-sawah sesuai dengan kebutuhan.
Salah satu usaha peningkatan produksi pangan khususnya padi adalah
tersedianya air irigasi di sawah-sawah sesuai dengan kebutuhan. Kebutuhan air
yang diperlukan pada areal irigasi besarnya bervariasi sesuai keadaan. Besarnya
kebutuhan air irigasi juga bergantung pada cara pengolahan lahan. Jika besarnya
kebutuhan air irigasi diketahui maka dapat diprediksi pada waktu tertentu, kapan
ketersediaan air dapat memenuhi dan tidak dapat memenuhi kebutuhan air irigasi
sebesar yang dibutuhkan. Jika ketersediaan tidak dapat memenuhi kebutuhan
maka dapat dicari solusinya bagaimana kebutuhan tersebut tetap harus dipenuhi
(Langoy 2016).
Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan pengumpulan data profil daerah
irigasi. Daerah Irigasi Cinangka yang berada di Desa Cibitung Tengah,
Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor dipilih sebagai bahan analisis dan
evaluasi pengelolaan air irigasi. Berdasarkan peta jaringan irigasi, Daerah Irigasi
Cinangka mengairi 132.45 hektar. Data profil yang dibutuhkan antara lain peta
daerah irigasi, skema jaringan irigasi, dan bangunan irigasi. Selain itu, data-data
lain yang menunjang kelengkapan profil daerah irigasi yaitu data curah hujan dan
iklim, kebutuhan air irigasi, debit andalan, luas layanan irigasi, pola tanam, dan
kelembagaan irigasi P3A.
TINJAUAN PUSTAKA
Irigasi
Saluran irigasi merupakan saluran yang terdiri dari bangunan pelengkap yang
berfungsi untuk mendistribusikan air, pembuangan air, dan menyediakan air
irigasi. Irigasi merupakan saluran untuk mengalirkan air dari suatu sumber
menuju ke tempat-tempat yang membutuhkan air. Irigasi dilakukan untuk
mengairi sawah atau kebun. Pada umumnya, sistem irigasi berbentuk selokan atau
parit yang mengelilingi sawah atau kebun dan airnya dialirkan dengan
memanfaatkan gaya gravitasi atau perbedaan tinggi rendah permukaan tanah.
Dalam merencanakan suatu sistem irigasi, terdapat faktor penting yang harus
diperhatikan, yaitu ketersediaan air, luas lahan yang akan diirigasi, serta kondisi
pertaniannya (Inadhi et al. 2022).
Dalam dokumen Peraturan Pemerintah No. 23/1982 Pasal 1, irigasi, bangunan
dan petak irigasi yang telah dibakukan yaitu :
a. Irigasi adalah usaha penyediaan dan penyediaan dan pengaturan air untuk
menunjang pertanian
b. Jaringan irigasi adalah saluran dan bangunan yang merupakan satu
kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari
penyediaan, pengambilan, pembagian pemberian dan penggunaannya
c. Daerah irigasi adalah kesatuan wilayah yang mendapat air dari satu
jaringan irigasi.
d. Petak irigasi adalah petak tanah yang memperoleh air irigasi.
Seperti yang telah dijelaskan diatas irigasi adalah suatu tindakan memindahkan air
dari sumbernya ke lahan-lahan pertanian, adapun pemberiannya dapat dilakukan
secara gravitasi atau dengan bantuan pompa air. Pada implementasinya ada empat
jenis irigasi dilihat dari cara penyalurannya :
a. Irigasi gravitasi
b. Irigasi bawah tanah
c. Irigasi siraman
d. Irigasi tetesan
Saluran Primer
Saluran primer (saluran induk) yaitu saluran yang langsung berhubungan
dengan saluran bendungan yang fungsinya untuk menyalurkan air dari waduk ke
saluran lebih kecil. Saluran primer adalah saluran yang membawa air dari jaringan
utama ke saluran sekunder dan ke petak-petak tersier yang akan diairi. Petak
tersier adalah kumpulan petak-petak kuarter, tiap petak kuarter memiliki luas
kurang lebih 8-15 ha. Sedangkan petak tersier memiliki luas antara 50-150 ha
(Agoes et al. 2012)
Saluran Sekunder
Saluran sekunder yaitu cabang dari saluran primer yang membagi saluran
induk kedalam saluran yang lebih kecil (tersier). Saluran sekunder adalah saluran
yang membawa air dari saluran primer ke petak-petak tersier yang dilayani oleh
saluran sekunder tersebut (Nardiana 2020).
Saluran Tersier
Saluran tersier yaitu cabang dari saluran sekunder yang langsung berhubungan
dengan lahan atau menyalurkan air ke saluran-saluran kwarter. Dengan kata lain,
Saluran tersier adalah saluran yang membawa air dari bangunan sadap tersier dari
jaringan utama ke dalam petak tersier saluran kuarter (Nardiana 2020).
Saluran Kuarter
Saluran kwarter yaitu cabang dari saluran tersier dan berhubungan langsung
dengan lahan pertanian. Saluran kuarter membawa air dari boks bagi kuarter
melalui bangunan sadap tersier atau parit sawah ke petak- petak sawah. tiap petak
kuarter memiliki luas kurang lebih 8 s.d. 15 ha (Nardiana 2020).
Curah Hujan
Curah hujan merupakan salah satu unsur cuaca yang datanya diperoleh dengan
cara mengukurnya dengan menggunakan alat penakar hujan, sehingga dapat
diketahui jumlahnya dalam satuan millimeter (mm). Curah hujan dibatasi sebagai
tinggi air hujan yang diterima di permukaan sebelum mengalami aliran
permukaan, evaporasi dan peresapan ke dalam tanah. Sedangkan intensitas curah
hujan merupakan ukuran jumlah hujan per satuan waktu tertentu selama hujan
berlangsung (Chandra dan Suprapto 2016).
Dalam penjelasan lain curah hujan juga dapat diartikan sebagai ketinggian air
hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap dan
tidak mengalir. Indonesia merupakan negara yang memiliki angka curah hujan
yang bervariasi dikarenakan daerahnya yang berada pada ketinggian yang
berbeda-beda. Curah hujan 1 (satu) milimeter, artinya dalam luasan satu meter
persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter termpat
yang datar tertampung air setinggi satu millimeter (Setiadi dan Abdul Muhaemin
2018).
Debit Andalan
Debit andalan adalah debit minimum sungai untuk kemungkinan terpenuhi
yang sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk kebutuhan tertentu.
Kemungkinan terpenuhi ditetapkan 99% (kemungkinan debt sungai lebih rendah
dari debit andalan 1%). Dalam studi ini debit andalan ditentukan untuk bulanan.
Debit minimum sungai dianalisa atas dasar debit data debit harian sungai atau
dengan data curah hujan (Yuni 2019).
Luas Layanan
Luas layanan irigasi terbagi menjadi 3 yaitu luas baku, luas potensial, dan
luas fungsional. Luas baku (luas rencana) adalah luas bersih dari suatu daerah
irigasi yang berdasarkan perencanaan teknis dapat di aliri oleh jaringan irigasi.
Luas potensial adalah bagian dari luas rencana yang jaringan utamanya (saluran
primer dan sekunder) telah selesai dibangun. Luas fungsional merupakan bagian
dari luas potensial yang telah dilayani dengan jaringan tersier sehingga jaringan
irigasi yang sudah ada berfungsi untuk mengairi lahan sawah yang masuk dalam
wilayah pelayanannya (Kementerian PU 1994).
Pola Tanam
Pola tanam (cropping patern) adalah usaha penanaman pada sebidang lahan
dengan mengatur susunan tata letak dan urutan tanaman selama periode waktu
tertentu termasuk masa pengolahan tanah dan masa tidak ditanami selama periode
tertentu. Pola tanam ini diterapkan dengan tujuan memanfaatkan sumber daya
secara optimal dan untuk menghindari resiko kegagalan (Nuryanti dan Kasim
2017). Ada beberapa jenis pola tanam diantaranya tumpang sari (intercropping),
tumpang gilir (multiple cropping), tanaman bersisipan (relay cropping), tanaman
campuran (mixed cropping) dan pola tanaman rotasi (Bunganaen et al. 2020).
Kelembagaan Irigasi
Kelembagaan Pengelolaan Irigasi (KPI) terdiri dari tiga unsur kelembagaan,
yaitu kelembagaan instansi pemerintah, baik Pemerintah Pusat, pemerintah
provinsi maupun unsur pemerintah kabupaten/kota yang membidangi irigasi,
kelembagaan perkumpulan petani pemakai air, baik P3A, GP3A, maupun IP3A
dan kelembagaan Komisi Irigasi (Komir), baik Komisi Irigasi provinsi, Komisi
Irigasi antar provinsi, dan Komisi Irigasi kabupaten/kota. Ketiga unsur
kelembagaan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan yang
lainnya bila ditinjau dari segi keanggotaanya. Kelembagaan instansi pemerintah
baik Pemerintah Pusat, pemerintah provinsi maupun unsur pemerintah
kabupaten/kota yang membidangi irigasi para anggotanya semua berasal dari
unsur pemerintah, sedangkan kelembagaan Komisi Irigasi (Komir), baik Komisi
Irigasi provinsi, Komisi Irigasi antar provinsi, dan Komisi Irigasi kabupaten/kota
para anggotanya berasal dari gabungan antara unsur pemerintah dan unsur non-
pemerintah (pemangku kepentingan lainnya), sedangkan kelembagaan
perkumpulan petani pemakai air, baik P3A, GP3A, maupun IP3A para
anggotanya semua berasal dari unsur masyarakat petani.
METODOLOGI
Praktikum “Profil Daerah Irigasi” dilaksanakan pada hari Selasa, 24 Januari
2023 pukul 13.00 - 16.00 WIB. Praktikum dilaksanakan secara luring di Ruang
Kelas Satari 03.08 Fakultas Kedokteran. Kegiatan praktikum diawali dengan
pemaparan kontrak perkuliahan dan sistem praktikum, pemberian materi, tujuan
praktikum, dan dilanjutkan dengan asistensi yang dilakukan pada hari Jum’at, 27
Januari 2023 pukul 16.00 - 16.30 WIB. Materi dan bahan praktikum ini diambil
melalui studi literatur mengenai daerah irigasi yang ditentukan oleh setiap
kelompok. Kemudian dianalisis curah hujan, kebutuhan air irigasi, serta debit
andalannya. Adapun langkah-langkah praktikum untuk menganalisis dan
mengevaluasi Daerah Irigasi Cinangka terdapat pada diagram alir berikut.
Mulai
Lengkapi data Daerah Irigasi dengan data curah hujan, dan iklim,
serta kebutuhan air irigasi
Selesai
SIMPULAN
Profil daerah irigasi Cinangka yang terletak di Desa Cibitung Tengah,
Kecamatan Tenjolaya memiliki kebutuhan irigasi sebesar 16468 liter/detik selama
1 tahun.
Daftar Pustaka
Agoes HF, Muhlis A, Setiyo. 2012. Identifikasi saluran primer dan sekunder
Daerah rigasi Kunyit Kabupaten Tanah Laut. Jurnal INTEKNA. 12(2): 132-
139.
Bunganaen W, Karbeka NS, Hangge EE. 2020. Analisis ketersediaan air terhadap
pola tanam dan luas areal irigasi Daerah Irigasi Siafu. Jurnal Teknik Sipil.
9(1): 15-26.
Chandra H, Suprapto H. 2016. Sistem informasi intensitas curah hujan di Daerah
Ciliwung Hulu. Jurnal Informatika dan Komputer. 21(3): 45-52.
Inadhi KL, Prayogo TB, Fidari JS. 2022. Studi penilaian kinerja sistem irigasi
menggunakan aplikasi epaksi dan metode fuzzy set theory di Daerah Irigasi
(DI) Ketapang Barat Kabupaten Sampang. Jurnal Teknologi dan Rekayasa
Sumber Daya Air. 2(2): 92-103.
Langoy NE. 2016. Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi Daerah Irigasi Tababo
[skripsi]. Manado (ID): Politeknik Negeri Manado.
Yuni SS. 2019. Analisis Pengaruh Curah Hujan Terhadap Pola Tanam Di Das
Saddang.
Setiadi D, Abdul Muhaemin MN. 2018. Penerapan Internet Of Things (Iot) Pada
Sistem Monitoring Irigasi (Smart Irigasi). Jurnal Infrotronik. 3(2): 95-102.
Mulyadi, Sokarno I, dan Winskayati. 2014. Analisis pilar modernisasi irigasi
dengan pendekatan Analitycal Hierarchy Process (AHP) pada Daerah Irigasi
Barugbug Jawa Barat. J.Tek.Sipil Vol 21 (3): 213 – 220.
Munir A. 2012. Peningkaan produktivitas dan efisiensi air dalam ppertanian
Madura. Agrovigor 5(2): 125 -131.
Nardiana N. 2020. Analisis Variasi Nilai Koefisien Kekasaran Manning Pada
Berbagai Tipe Dasar Saluran Di Daerah Irigasi Ciawigirang (Doctoral
dissertation, Universitas Komputer Indonesia).
Nuryanti DM, Kasim NN. 2017. Analisis pendapatan usaha tani pola rotasu
tanaman padi-jagung manis di Desa Mulyasari Kecamatan Sukamaju. Jurnal
TABARO. 1(2): 95-104.
Rizal F, Alfiansyah dan Rizalihadi M. 2014. Analisis perbandingan kebutuhan air
irigasi tanaman padi metode konvensional dengan metode SRI organik.
Jurna Teknik Sipil 3(4): 67 – 76.
LAMPIRAN
Lampiran 1
Tabel 2 Data Curah hujan dari Stasiun Meteorologi Citeko selama 10 tahun
Tabel 3 Data Suhu udara dari Stasiun Meteorologi Citeko selama 10 tahun
Tabel 4 Data Kelembaban dari Stasiun Meteorologi Citeko selama 10 tahun
Tabel 6 Data kecepatan angin rata-rata dari Stasiun Meteorologi Citeko selama 10
tahun
LAMPIRAN NOTULENSI