Anda di halaman 1dari 22

1.

1  Latar Belakang

Bangunan dan saluran irigasi sudah dikenal orang sejak zaman sebelum Masehi. Hal ini
dapat dibuktikan oleh peninggalan sejarah, baik sejarah nasional maupun sejarah dunia.
Keberadaan bangunan tersebut disebabkan oleh adanya bahwa sumber makanan nabati yang
disediakan oleh alam sudah tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Segi teknis
dari persoalan pertanian ini menimbulkan permasalahan dari yang paling sederhana sampai yang
paling sulit. Air tunduk pada hukum gravitasi, sehingga air dapat mengalir melalui saluran-
saluran secara alamiah ke tempat yang lebih rendah. Untuk keperluan air irigasi, dengan cara
yang paling sederhanapun telah dapat dicapai hasil yang memadai.
Kemajuan ilmu dan teknologi senantiasa memperluas batas-batas yang dapat dicapai
dalam bidang keirigasian. Manusia mengembangkan ilmu alam, ilmu dan juga hidrolika yang
meliputi statika dan dinamika benda cair. Semua ini membuat pengetahaun tentang irigasi
bertambah lengkap.
Irigasi merupakan alternatif sistem pemanfaatan air secara efisien yang sering digunakan
sebagai proses pengairan lahan pertanian. Sistem pembangunan infrastruktur irigasi
membutuhkan lahan yang cukup luas pada proses penataan dan pengelolaannya. Dalam hal ini,
hutan merupakan pilihan lahan yang seringkali dijadikan sebagai pengalih fungsian untuk
pembuatan sluran irigasi. Semakin besar dan luasnya saluran irigasi yang dibangun maka
semakin banyak pula lahan yang harus dikorbankan. Untuk memenuhi kebutuhan pembuatan
irigasi tersebut, banyak pohon-pohon yang harus ditebang sehingga terjadilah penggundulan
hutan yang tidak terkendalikan.
Dalam pengelolaan lingkungan hidup, kondisi pada saat ini menunjukkan terjadi
penurunan kualitas dan daya dukung lingkungan yang signifikan. Hilangnya berbagai species
keanekaragaman hayati juga menjadi cerminan degradasi daya dukung lingkungan. Penurunan
kualitas dan daya dukung lingkungan juga dipengaruhi oleh kerusakan lingkungan global. Salah
satu fenomena perubahan iklim adalah gejala pemanasan global (global warming) yang terjadi
akibat bertambahnya jumlah gas buangan di atmosfir yang dihasilkan oleh kegiatan pertanian,
industri, dan transportasi. Kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup di atas dihadapkan
pada berbagai permasalahan yang meliputi aspek pemanfaatan SDA yang bersifat eksploitatif,
boros dan tidak efisien (Anonim 2008).
Oleh karena itu, penataan dan proses pengelolaan bangunan saluran irigasi perlu
direncanakan dan disesuaikan dengan kondisi yang ramah lingkungan. Sebagai alternatif
penataan irigasi yang tetap memprioritaskan adanya penghijauan lingkungan diperlukan upaya
mitigasi dan adaptasi. Adaptasi terhadap dampak perubahan iklim adalah salah satu cara
penyesuaian yang dilakukan secara spontan atau terencana untuk memberikan reaksi terhadap
perubahan iklim yang diprediksi atau yang sudah terjadi. Mitigasi adalah kegiatan jangka
panjang yang dilakukan untuk menghadapi dampak dengan tujuan untuk mengurangi resiko atau
kemungkinan terjadi suatu bencana.
Salah satu upaya mitigasi yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko pemanasan
global adalah dengan green planting irrigation, yaitu suatu perencanaan wilayah pengairan
dengan memadukan antara saluran irigasi dan tanaman herbal. Tanaman herbal yang digunakan
adalah jenis tanaman mahkota dewa. Banyak penelitian yang melaporkan bahwa tanaman
mahkota dewa dapat digunakan sebagai tanaman obat dan tanaman peneduh. Namun demikian,
penggunaan tanaman ini masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Dengan inovasi pada
green planting irrigation yang menerapkan sistem pembangunan infrastruktur bernilai ganda ini
diharapkan ada nilai lebih terhadap saluran irigasi yang sudah ada sekarang ini.

1.2  Tujuan

a.       Untuk mengetahui pengertian tentang irigasi.


b.      Untuk mengetahui tipe – tipe irigasi yang sering digunakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Irigasi

Irigasi atau pengairan adalah suatu usaha untuk memberikan air guna keperluan pertanian
yang dilakukan dengan tertib dan teratur untuk daerah pertanian yang membutuhkannya dan
kemudian air itu dipergunakan secara tertib dan teratur dan dibuang kesaluran pembuang. Istilah
irigasi diartikan suatu bidang pembinaan atas air dari sumber-sumber air, termasuk kekayaan
alam hewani yang terkandung didalamnya, baik yang alamiah maupun yang diusahakan
manusia. Pengairan selanjutnya diartikan sebagai pemanfaatan serta pengaturan air dan sumber-
sumber air yang meliputi irifasi, pengembangan daerah rawa, pengendalian banjir, serta usaha
perbaikan sungai, waduk dan pengaturan penyediaan air minum, air perkotaan dan air industri
(Ambler, 1991).
Berdasarkan sudut pandangnya irigasi digolong-golongkan menjadi irigasi aliran dan
irigasi aliran dan irigasi angkatan lebih dikenal dengan sebutan irigasi pompa. Irigasi aliran
adalah tipe irigasi yang penyampaian airnya kedalam pertanian atau area persawahan dilakukan
dengan cara pengaliran. Sedangkan irigasi angkat adalah tipe irigasi yang penyampaian airnya ke
areal pertanaman dilakukan dengan cara pemompaan bangunan airnya berumah pompa bukan
bendungan atau waduk (Dumairy, 1992).
Kebutuhan pangan terutama beras terus meningkat dari waktu ke waktu sejalan
dengan bertambahnya jumlah penduduk. Di sisi lain ketersediaan pangan terbatas
sehubungan dengan terbatasnya lahan yang ada untuk bercocok tanam, teknologi, modal
dan tenaga kerja, sehingga defisit penyediaan bahan pangan masih sering terjadi di negeri
ini. Untuk itu berbagai pihak tidak henti-hentinya berupaya untuk mengatasi masalah tersebut
diatas melalui berbagai kebijaksanaan dan program (Sudjarwadi, 1990).
Sudjarwadi (1990) mendefinisikan irigasi merupakan salah satu faktor penting dalam
produksi bahan pangan. Sistem irigasi dapat diartikan sebagai satu kesatuan yang tersusun dari
berbagai komponen, menyangkut upaya penyediaan, pembagian, pengelolaan dan pengaturan air
dalam rangka meningkatkan produksi pertanian. Beberapa komponen dalam sistem irigasi
diantaranya adalah :
a)      siklus hidrologi (iklim, air atmosferik, air permukaan, air bawah permukaan),
b)      kondisi fisik dan kimiawi (topografi, infrastruktur, sifat fisik dan kimiawi lahan),
c)      kondisi biologis tanaman,
d)     aktivitas manusia (teknologi, sosial, budaya, ekonomi).
Ditinjau dari proses penyediaan, pemberian, pengelolaan dan pengaturan air, sistem
irigasi dapat dikelompokkan menjadi 4 (Sudjarwadi, 1990), yaitu :
a)      sistem irigasi permukaan (surface irrigation system),
b)      sistem irigasi bawah permukaan (sub surface irrigation system),
c)      sistem irigasi dengan pemancaran (sprinkle irrigation system),
d)     sistem irigasi dengan tetesan (trickle irrigation / drip irrigation system).
Pemilihan jenis sistem irigasi sangat dipengaruhi oleh kondisi hidrologi,
klimatologi, topografi, fisik dan kimiawi lahan, biologis tanaman sosial ekonomi dan budaya,
teknologi (sebagai masukan sistem irigasi) serta keluaran atau hasil yang akan diharapkan
(Bustomi, 2000).

2.2 Jaringan Irigasi

Dari segi konstruksi jaringan irigasinya, (Pasandaran,1991) mengklasifikasikan sistem


irigasi menjadi empat jenis yaitu :
1) Irigasi Sederhana
Adalah sistem irigasi yang sistem konstruksinya dilakukan dengan sederhana, tidak dilengkapi
dengan pintu pengatur dan alat pengukur sehingga air irigasinya tidak teratur dan tidak terukur,
sehingga efisiensinya rendah.
2) Irigasi Setengah Teknis
Adalah suatu sistem irigasi dengan konstruksi pintu pengatur dan alat pengukur pada bangunan
pengambilan (head work) saja, sehingga air hanya teratur dan terukur pada bangunan
pengambilan saja dengan demikian efisiensinya sedang.
3) Irigasi Teknis
Adalah suatu sistem irigasi yang dilengkapi dengan alat pengatur dan pengukur air pada
bangunan pengambilan, bangunan bagi dan bangunan sadap sehingga air terukur dan teratur
sampai bangunan bagi dan sadap, diharapkan efisiensinya tinggi.
4) Irigasi Teknis Maju
Adalah suatu sistem irigasi yang airnya dapat diatur dan terukur pada seluruh jaringan dan
diharapkan efisiensinya tinggi sekali.
Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk
pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan
penggunaannya. Secara hirarki jaringan irigasi dibagi menjadi jaringan utama dan jaringan
tersier. Jaringan utama meliputi bangunan, saluran primer dan saluran sekunder. Sedangkan
jaringan tersier terdiri dari bangunan dan saluran yang berada dalam petak tersier. Suatu kesatuan
wilayah yang mendapatkan air dari suatu jarigan irigasi disebut dengan Daerah Irigasi. Petak
tersier terdiri dari beberapa petak kuarter masing-masing seluas kurang lebih 8 sampai dengan 15
hektar. Pembagian air, eksploitasi dan pemeliharaan di petak tersier menjadi tanggung jawab
para petani yang mempunyai lahan di petak yang bersangkutan dibawah bimbingan pemerintah.
Petak tersier sebaiknya mempunyai batas-batas yang jelas, misalnya jalan, parit, batas desa dan
batas-batas lainnya. Ukuran petak tersier berpengaruh terhadap efisiensi pemberian air. Beberapa
faktor lainnya yang berpengaruh dalam penentuan luas petak tersier antara lain jumlah petani,
topografi dan jenis tanaman. Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya
dilayani oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi
yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa
tanda topografi yang jelas misalnya saluran drainase. Luas petak sukunder dapat berbeda-beda
tergantung pada kondisi topografi daerah yang bersangkutan. Saluran sekunder pada umumnya
terletak pada punggung mengairi daerah di sisi kanan dan kiri saluran tersebut sampai saluran
drainase yang membatasinya. Saluran sekunder juga dapat direncanakan sebagai saluran garis
tinggi yang mengairi lereng medan yang lebih rendah. Petak primer terdiri dari beberapa petak
sekunder yang mengambil langsung air dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu
saluran primer yang mengambil air langsung dari bangunan penyadap. Daerah di sepanjang
saluran primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan cara menyadap air dari saluran
sekunder (Direktorat Jenderal Pengairan, 1986).

2.3 Petak

a. Petak Tersier
Petak tersier terdiri dari beberapa petak kuarter masing-masing seluas kurang lebih
8 sampai dengan 15 hektar. Pembagian air, eksploitasi dan pemeliharaan di petak tersier
menjadi tanggung jawab para petani yang mempunyai lahan di petak yang bersangkutan
dibawah bimbingan pemerintah. Petak tersier sebaiknya mempunyai batas-batas yang jelas,
misalnya jalan, parit, batas desa dan batas-batas lainnya. Ukuran petak tersier berpengaruh
terhadap efisiensi pemberian air. Beberapa faktor lainnya yang berpengaruh dalam
penentuan luas petak tersier antara lain jumlah petani, topografi dan jenis tanaman (Direktorat
Jenderal Pengairan, 1986).

b. Petak Sekunder
Menurut Direktorat Jenderal Pengairan (1986) petak sekunder terdiri dari beberapa
petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak
sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder.
Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda topografi yang jelas misalnya
saluran drainase. Luas petak sukunder dapat berbeda-beda tergantung pada kondisi topografi
daerah yang bersangkutan. Saluran sekunder pada umumnya terletak pada punggung mengairi
daerah di sisi kanan dan kiri saluran tersebut sampai saluran drainase yang membatasinya.
Saluran sekunder juga dapat direncanakan sebagai saluran garis tinggi yang mengairi
lereng medan yang lebih rendah (Direktorat Jenderal Pengairan, 1986).

c. Petak Primer
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil langsung air
dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil air
langsung dari bangunan penyadap. Daerah di sepanjang saluran primer sering tidak dapat
dilayani dengan mudah dengan saluran sekunder (Direktorat Jenderal Pengairan, 1986).

2.4 Bangunan Irigasi

Keberadaan bangunan irigasi diperlukan untuk menunjang pengambilan dan


pengaturan air irigasi. Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering dijumpai dalam praktek
irigasi antara lain (1) bangunan utama, (2) bangunan pembawa, (3) bangunan bagi, (4)
bangunan sadap, (5) bangunan pengatur muka air, (6) bangunan pembuang dan penguras
serta (7) bangunan pelengkap (Direktorat Jenderal Pengairan, 1986).
Menurut Direktorat Jenderal Pengairan (1986) bangunan utama dimaksudkan sebagai
penyadap dari suatu sumber air untuk dialirkan ke seluruh daerah irigasi yang dilayani.
Berdasarkan sumber airnya, bangunan utama dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
kategori, (1) bendung, (2) pengambilan bebas, (3) pengambilan dari waduk, dan (4) stasiun
pompa. Direktorat Jenderal Pengairan, 1986) memberikan penjelasan mengenai berbagai
saluran yang ada dalam suatu sistem irigasi sebagai berikut :
a)      Saluran primer membawa air dari bangunan sadap menuju saluran sekunder dan ke petak-
petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan bagi yang terakhir.
b)      Saluran sekunder membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran primer menuju
petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas akhir dari saluran
sekunder adalah bangunan sadap terakhir.

Mengacu pada Direktorat Jenderal Pengairan (1986) cara pengaturan, pengukuran, serta
kelengkapan fasilitas, jaringan irigasi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu (1)
jaringan irigasi sederhana, (2) jaringan irigasi semi teknis dan (3) jaringan irigasi teknis.

2.5 Efisiensi Irigasi

Hampir seluruh air irigasi berasal dari pembagian dari saluran-saluran dari reservoir.
Kehilangan air terjadi ketika air berlebih. Efisiensi irigasi dapat dicari dengan menggunakan
rumus
Ec = Wr
Wf x 100 %, dimana Ec adalah efisiensi irigasi, Wf adalah jumlah air yang terdapat di areal
persawahan atau air yang digunakan oleh tanaman, Wr adalah jumlah air yang tersedia yang
berasal dari reservoir (Hansen, dkk., 2002).
Efisiensi pengairan merupakan suatu rasio atau perbandingan antar jumlah air yang nyata
bermanfaat bagi tanaman yang diusahakan terhadap jumlah air yang tersedia atau yang diberikan
dinyatakan dalam satuan persentase. Dalam hal ini dikenal 3 macam efisiensi yaitu efisiensi
penyaluran air, efisiensi pemberian air dan efisiensi penyimpanan air (Dumairy, 1992).
Jumlah air yang tersedia bagi tanaman di areal persawahan dapat berkurang karena
adanya evaporasi permukaan, limpasan air dan perkolasi. Efisiensi irigasi adalah perbandingan
antara air yang digunakan oleh tanaman atau yang bermanfaat bagi tanaman dengan jumlah air
yang tersedia yang dinyatakan dalam satuan persentase (Lenka, 1991).
Efisiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata yang terpakai
untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang keluar dari pintu pengambilan
(intake). Efisiensi irigasi merupakan faktor penentu utama dari unjuk kerja suatu sistem jaringan
irigasi. Efisiensi irigasi terdiri atas efisiensi pengaliran yang pada umumnya terjadi di jaringan
utama dan efisiensi di jaringan sekunder yaitu dari bangunan pembagi sampai petak sawah.
Efisiensi irigasi didasarkan asumsi sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang baik di
saluran maupun di petak sawah. Kehilangan air yang diperhitungkan untuk operasi irigasi
meliputi kehilangan air di tingkat tersier, sekunder dan primer. Besarnya masing-masing
kehilangan air tersebut dipengaruhi oleh panjang saluran, luas permukaan saluran, keliling basah
saluran dan kedudukan air tanah. (Direktorat Jenderal Pengairan,1986).
BAB III
PEMBAHASAN

Sebagian besar sumber air untuk irigasi adalah air permukaan yang berasal dari air hujan
dan pencairan salju. Air ini secara alami mengalir di sungai-sungai, yang membawanya ke laut.
Jika dimanfaatkan untuk irigasi, sungai dibendung dan dialirkan melalui saluran-saluran buatan
ke daerah pertanian, atau air terlebih dahulu ditampung di dalam waduk yang selanjutnya
dialirkan secara teratur melalui jaringan irigasi ke daerah pertanian. Adapun faktor-faktor yang
menentukan pemilihan metoda pemberian air irigasi adalah : distribusi musiman hujan,
kemiringan lereng dan bentuk permukaan lahan, suplay air, rotasi tanaman dan permeabilitas
tanah lapisan bawah. Irigasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan
pertanian. Dalam dunia modern, saat ini sudah banyak model irigasi yang dapat dilakukan
manusia. Pada zaman dahulu, jika persediaan air melimpah karena tempat yang dekat dengan
sungai atau sumber mata air, maka irigasi dilakukan dengan mengalirkan air tersebut ke lahan
pertanian. Namun demikian, irigasi juga biasa dilakukan dengan membawa air dengan
menggunakan wadah kemudian menuangkan pada tanaman satu per satu. Untuk irigasi dengan
model seperti ini di Indonesia biasa disebut menyiram.
Tidak semua air cocok untuk dipergunakan bagi kebutuhan air irigasi. Air yang dapat
dinyatakan kurang baik untuk air irigasi biasanya mengandung :
a. bahan kimia yang beracun bagi tumbuhan atau orang yang makan tanaman itu,
b. bahan kimia yang bereaksi dengan tanah yang kurang baik.
c. tingkat keasaman air (Ph),
d. tingkat kegaraman air,
e. bakteri yang membahayakan orang atau binatang yang makan tanaman yang diairi dengan air
tersebut.
Dalam perkembangannya, irigasi dibagi menjadi 3 tipe, yaitu :
a. Irigasi Sistem Gravitasi
Irigasi gravitasi merupakan sistem irigasi yang telah lama. dikenal dan diterapkan dalam
kegiatan usashatani. Dalam sistem irigasi ini, sumber air diambil dari air yang ada di permukaan
burni yaitu dari sungai, waduk dah danau di dataran tinggi. Pengaturan dan pembagian air irigasi
menuju ke petak-petak yang membutuhkan, dilakukan secara gravitatif.
b. Irigasi Sistem Pompa
Sistem irigasi dengan pompa bisa dipertimbangkan, apabila pengambilan secara gravitatif
ternyata tidak layak dari segi ekonomi maupUn teknik. Cara ini membutuhkan modal kecil,
namun memerlukan biaya ekspoitasi yang besar.
c.    Irigasi Pasang-surut
Yang dimaksud dengan sistem irigasi pasang-surut adalah suatu tipe irigasi yang memanfaatkan
pengempangan air sungai akibat peristiwa pasang-surut air laut. Areal yang direncanakan untuk
tipe irigasi ini adalah areal yang mendapat pengaruh langsung dari peristiwa pasang-surut air
laut. Untuk daerah Kalimantan misalnya, daerah ini bisa mencapai panjang 30 - 50 km
memanjang pantai dan 10 - 15 km masuk ke darat. Air genangan yang berupa air tawar dari
sungai akan menekan dan mencuci kandungan tanah sulfat masam dan akan dibuang pada saat
air laut surut.
Jaringan Irigasi
Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk
pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan
penggunaannya.
Untuk mengalirkan dan membagi air irigasi, dikenal 4 area utama, yaitu :
a. Pemberian air irigasi lewat permukaan tanah, yaitu pemberian air irigasi melalui permukaan
tanah.
b. Pemberian air irigasi melalui bawah permukaan tanah, yaitu pemberian air irigasi yang
menggunakan pipa dengan sambungan terbuka atau berlubanglubang, yang ditanam 30 - 100 em
di bawah permukaan tanah.
e. Pemberian air irigasi dengan panearan,. yaitu eara pemberian air irigasi dalam bentuk panearan
dari suatu pipa berlubang yang tetap atau berputar pada sumbu vertikal. Air dialirkan ke dalam
pipa dan areal diairi dengan eara panearan seperti pemanearan pada waktu hujan. Alat panear ini
kadang-kadang diletakkan di atas kereta dan dapat dipindah-pindahkan sehingga dapat
memberikan penyiraman yang merata. Pemberian air dengan eara panearan untuk keperluan
irigasi semaeam ini, belum lazim digunakan di Indonesia.
d. Pemberian air dengan eara tetesan, yaitu pemberian air melalui pipa, di mana pada tempat-tempat
tertentu diberi perlengkapan untuk jalan keluarnyaair aga menetes pada tanah. Cara pemberian
air irigasi semaeam inipun belum lazim di Indonesia.
BAB IV
KESIMPULAN

1.    Irigasi atau pengairan adalah suatu usaha untuk memberikan air guna keperluan pertanian yang
dilakukan dengan tertib dan teratur untuk daerah pertanian yang membutuhkannya dan kemudian
air itu dipergunakan secara tertib dan teratur dan dibuang kesaluran pembuang.
2.    Berdasarkan sumber airnya, bangunan utama dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
kategori,
           bendung,
           pengambilan bebas,
           pengambilan dari waduk, dan
           stasiun pompa.
3.    Penerapan sistem irigasi permukaan memiliki pengaruh positif dan negatif terhadap lingkungan
ekologinya. Dampak negatifnya adalah dengan semakin luasnya lahan yang digunakan untuk
irigasi, maka semakin luas pula lahan-lahan yang dialih fungsikan, salah satunya adalah hutan.
4.    Tipe – tipe irigasi yaitu :
a. Irigasi Sistem Gravitasi
Sumber air diambil dari air yang ada di permukaan burni yaitu dari sungai, waduk dah danau di
dataran tinggi. Pengaturan dan pembagian air irigasi menuju ke petak-petak yang membutuhkan,
dilakukan secara gravitatif.
b. Irigasi Sistem Pompa
Sistem irigasi dengan pompa bisa dipertimbangkan, apabila pengambilan secara gravitatif
ternyata tidak layak dari segi ekonomi maupUn teknik. Cara ini membutuhkan modal kecil,
namun memerlukan biaya ekspoitasi yang besar.
c.    Irigasi Pasang-surut
Yang dimaksud dengan sistem irigasi pasang-surut adalah suatu tipe irigasi yang memanfaatkan
pengempangan air sungai akibat peristiwa pasang-surut air laut.
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan kepustakaan mengenai sejarah kehidupan manusia, dapat diketahui bahwa
hubungan antara manusia dengan sumber daya air sudah terjalin sejak berabad-abad yang lalu.
Kerajaan-kerajaan besar yang sempat mencapai kejayaannya, baik di negara kita maupun di
belahan dunia yang lain, sebagian besar muncul dan berkembang dari lembah dan tepi sungai
(Kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Mesir, Mesopotamia, dU.)
Beberapa hal penting yang menyebabkan eratnya hubungan manusia dengan sumber daya air,
dapat disebutkan antara lain :
a. Kebutuhan manusia akan kebutuhan makanan nabati
Untuk kelangsungan hidupnya, manusia membutuhkan juga makanan nabati. Jenis makanan ini
didapat manusia dari usahanya dalam mengolah tanah dengan tumbuhan penghasil makanan.
Untuk keperluan tumbuh dan berkembangnya, tanaman tersebut memerlukan penanganan
khusus, terutama dalam pengaturan akan kebutuhan airnya. Manusia kemudian membuat
bangunan dan saluran yang berfungsi sebagai prasarana pengambil, pengatur dan pembagi air
sungai untuk pembasahan lahan pertaniannya. Bangunan pengambil air tersebut berupa
bangunan yang sederhana dan sementara berupa tumpukan batu, kayu dan tanah, sampai dengan
bangunan yang permanen seperti bendung, waduk dan bangunan-bangunan lainnya.

b. Kebutuhan manusia akan kenyamanan dan keamanan hidupnya


Seperti telah diketahui bersama, dalam keadaan biasa dan normal, sungai adalah mitra yang baik
bagi kehidupan manusia. Namun, dalam keadaan dan saat-saat tertentu, sungai pun adalah musuh
manusia yang akan merusak kenyamanan dan keamanan hidupnya. Pada setiap kejadian dan
kegiatan yang ditimbulkan oleh sifat dan perilaku sungai, manusia kemudian berfikir dan
berupaya untuk sebanyak-banyaknya memanfaatkan sifat dan perilaku sungai yang
menguntungkan dan memperkecil atau bahkan berusaha menghilangkan sifat yang merugikan
kehidupannya. Manusia lalu membangun bangunan-bangunan air sepanjang sungai yang
bertujuan untuk memanfaatkan sumber daya air sungai, misalnya bendungan-bendungan, pusat
listrik tenaga air ataupun membuat bangunan yang diharapkan akan dapat melindungi manusia.
terhadap bencana yang ditimbulkan oleh perilaku sungai, misalnya waduk, krib, tanggul,
penahan lereng, bronjong dan fasilitas lainnya.

Kenyataan sejarah pun kemudian membuktikan, bahwa manusia yang tidak bisa bersahabat dan
melestarikan keberadaan sumber daya air yang ada, akan surut dan runtuh kejayaannya.
Kehancuran tersebut tidak hanya semata-mata karena disebabkan oleh bencana yang ditimbulkan
oleh.perilaku sungai, namun kebanyakan merupakan proses akibat menurunnya fungsi sumber
daya air sungai sehingga mematikan beberapa sarana dan prasarana yang penting bagi kehidupan
manusia.

1.2 Beberapa Pengertian


a. Daerah pengaliran : adalah daerah pada pengaliran sungai (DPS), dimana apabila terjadi
peristiwa-peristiwa alam dan perubahan hidro-klimatologi, akan mempengaruhi kondisi
pengaliran pada sungai tersebut.
b. Daerah irigasi atau daerah pengairan : adalah kesatuan wilayah atau daerah yang mendapat air
dari satu jaringan irigasi.
c. Daerah potensial : adalah daerah yang mempunyai kemungkinan baik untuk dikembangkan.
d. Daerah fungsional : adalah bagian dari daerah potensial yang telah memiliki jaringan irigasi
yang telah dikembangkan, luas daerah fungsional ini sama atau lebih keeil dari daerah potensial.
e. Jaringan irigasi : adalah saluran dan bangunan yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan
untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan
penggunannya.
f. Petak irigasi : adalah petak lahan yang memperoleh pemberian air irigasi dari satu jaringan
irigasi.
g. Penyediaan irigasi : adalah penentuan banyaknya air yang dapat dipergunakan untuk
menunjang pertanian.
h. Pembagian air irigasi : adalah penyaluran air yang dilaksanakan oleh pihak yang berwenang
dalam ekspoitasi pada jaringan irigasi utama hingga ke petak tersier.
i. Pemberian air irigasi : adalah penyaluran jatah air irigasi dari jaringan utama ke petak tersier.
j. Penggunaan air irigasi : adalah pemanfaatan air irigasi di tingkat usaha tani.

1.3 Tujuan dan Manfaat


Tujuan pembuatan suatu bangunan air di sungai adalah sebagai upaya manusia untuk
meningkatkan faktor yang menguntungkan dan memperkecil atau menghilangkan faktor yang
merugikan dari suatu sumber daya air terhadap kehidupan manusia.
Manfaat dari suatu bangunan air di sungai adalah untuk membantu manusia dalam kelangsungan
hidupnya, dalam upaya penyediaan makanan nabati dan memperbesar rasa aman dan
kenyamanan hidup manusia terutama yang hidup di lembah dan di tepi sungai.
Tujuan irigasi pada suatu daerah adalah upaya untuk penyediaan dan pengaturan air untuk
menunjang pertanian, dari sumber air ke daerah yang memerlukan dan mendistribusikan secara
teknis dan sistematis.
Adapun manfaat suatu sistem irigasi adalah :
a. Untuk membasahi tanah, yaitu membantu pembasahan tanah pada daerah yang curah hujannya
kurang atau tidak menentu.
b. Untuk mengatur pembasahan tanah, yang dimaksudkan agar daerah pertanain dapat diairi
sepanjang waktu, baik pada musim kemarau mupun pada musim penghujan.
c. Untuk menyuburkan tanah, yaitu dengan mengalirkan air yang mengandung lumpur pada
daerah pertanian sehingga tanah dapat menerima unsur-unsur penyubur.
d. Untuk kolmatase, yaitu meninggikan tanah yang rendah (rawa) dengan endapan lumpur yang
dikandung oleh air irigasi.
e. Untuk penggelontoran air di kota, yaitu dengan menggunakan air irigasi, kotoran/sampah di
kota digelontor ke tempat yang telah disediakan dan selanjutnya dibasmi secara alamiah.
f. Pada daerah dingin, dengan mengalirkan air yang suhunya lebih tinggi daripada tanah,
dimungkinkan untuk mengadakan pertanian juga pada musim tersebut.

1.4 Metode Penulisan


Metode yang dipakai adalah metode studi literatur, yaitu berdasarkan teori – teori yang diambil
dari buku dan bimbingan, arahan dari dosen pembimbing.

1.5 Landasan Teori

1.5.1 Pengertian Irigasi


Irigasi berasal dari istilah irrigaite dalam bahasa Belanda atau irrigation dalam bahasa Inggris.
Irigasi dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan untuk mendatangkan air dari
sumbernya guna keperluan pertanian, mengalirkan dan membagikan air secara teratur dan setelah
digunakan dapat pula dibuang kembali (Erman Mawardi et al.,2002). Untuk mengairi suatu
daerah irigasi, haruslah ditinjau adanya sumber airnya. Dalam hal ini, adalah sungai yang
memiliki debit dan elevasi yang cukup untuk disadapkan ke saluran induk. Pengambilan air dari
sungai dapat dilakukan secara bebas apabila elevasi sawah lebih rendah dari elevasi sungai,
karena air akan lebih mudah mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah.
Permasalahan yang timbul adalah apabila sungai tersebut memiliki elevasi yang lebih rendah
daripada elevasi sawah yang akan diari. Permasalahan ini dapat diatasi dengan membuat
bendung. Dibangunnya suatu bendung adalah untuk menaikkan elevasi muka air sungai sehingga
dapat mengairi suatu daerah irigasi yang memiliki elevasi yang lebih tinggi.Tujuan dibangunnya
suatu bendung adalah:
 Menaikan elevasi air sehingga daerah yang bisa dialiri menjadi lebih luas.
 Memasukkan air dari sungai ke saluran melalui Intake
 Mengontrol sedimen yang masuk ke saluran sungai.
 Mengurangi fluktuasi sungai.
 Menyimpan air dalam waktu singkat.

1.5.2 Fungsi dan Pengertian Bendung


Bendung merupakan salah satu apa yang disebut dengan Diversion Hard Work, yaitu bangunan
utama dalam suatu jaringan irigasi yang berfungsi untuk menyadap air dari suatu sungai sebagai
sumbernya.

Bendung adalah suatu bangunan konstruksi yang terletak melintang memotong suatu aliran
sungai. Hal ini harus dibedakan dengan waduk yang bersifat menampung dan menyimpan air.
Pada hakekatnya bendung dapat disamakan sebagai bangunan pelimpah atau Over Flow Weir
Type.

Syarat-syarat konstruksi bendung yang harus dipenuhi antara lain :


1. Bendung harus stabil dan mampu menahan tekanan air pada waktu banjir.
2. Pembuatan bendung harus memperhitungkan kekuatan daya dukung tanah di bawahnya.
3. Bendung harus dapat menahan bocoran (seepage) yang disebabkan oleh aliran air sungai dan
aliran air yang meresap ke dalam tanah.
4. Tinggi ambang bendung harus dapat memenuhi tinggi muka air minimum yang diperlukan
untuk seluruh daerah irigasi.
5. Bentuk peluap harus diperhitungkan, sehingga air dapat membawa pasir, kerikil dan batu-batu
dari sebelah hulu dan tidak menimbulkan kerusakan pada tubuh bendung.

Pemilihan lokasi bendung yang dibicarakan yaitu untuk bendung tetap permanen bagi
kepentingan irigasi. Dalam pemilihan hendaknya dipilih lokasi yang paling menguntungkan dari
berbagai segi. Misalnya dilihat dari segi perencanaan, pengamanan bendung, pelaksanaa,
pengoperasian, dampak pembangunan, dan lain sebagainya. Lokasi bendung dipilih atas
pertimbangan beberapa aspek yaitu :

 Keadaan Topografi
1) dalam hal ini semua rencana daerah irigasi dapat terairi, sehingga harus dilihat elevasi sawah
tertinggi yang akan diari
2) bila elevasi sawah tertinggi yang akan diairi telah diketahui maka elevasi mercu bendung
dapat ditetapkan
3) dari kedua hal di atas, lokasi bendung dilihat dari segi topografi dapat diseleksi
4) disamping itu ketinggian mercu bendung dari dasar sungai dapat pula direncanakan

 Kondisi Topografi
Dilihat dari lokasi bendung, harus memperhatikan beberapa aspek yaitu :
1) ketinggian bendung tidak terlalu tinggi
2) trase saluran induk terletak di tempat yang baik
3) penempatan lokasi intake yang tepat dilihat dari segi hidraulik dan angkutan sedimen

 Kondisi Hidraulik dan Morfologi


Dilihat dari lokasi bendung ; termasuk angkutan sedimennya adalah faktor yang harus
dipertimbangkan pula dalam pemilihan lokasi bendung yang meliputi :
1) pola aliran sungai : kecepatan, dan arahnya pada waktu debit banjir, sedang dan kecil
2) kedalaman dan lebar muka air pada waktu debit banjir, sedang dan kecil
3) tinggi muka air pada debit banjir rencana
4) potensi dan distribusi angkutan sedimen
Bila persyaratan di atas tidak terpenuhi maka dipertimbangkan pembangunan bendung di lokasi
lain misalnya di sudetan sungai atau dengan jalan membangun pengendalian sungai.

 Kondisi Tanah Fundasi


Bendung harus ditempatkan di lokasi dimana tanah fundasinya cukup baik sehingga bangunan
akan stabil. Faktor lain yang harus dipertimbangkan pula yaitu potensi kegempaan, potensi
gerusan karena arus dan sebagainya ; secara teknik bendung dapat ditempatkan di lokasi sungai
dengan tanah fundasi yang kurang baik, tetapi bangunan akan membutuhkan biaya yang tinggi,
peralatan yang lengkap dan pelaksanaan yang tidak mudah.

 Biaya Pelaksanaan
Beberapa alternatif lokasi harus dipertimbangkan ; yang selanjutnya biaya pelaksanaan dapat
ditentukan dan cara pelaksanaannya, peralatan dan tenaga. Biasanya biaya pelaksanaan
ditentukan berdasarkan pertimbangan teraqkhir. Dari beberapa alternatif lokasi ditinjau pula dari
segi biaya yang paling murah dan pelaksanaan yang tidak terlalu sulit.

 Faktor-faktor lain
Yang harus dipertimbangkan dalam memilih lokasi bendung yaitu penggunaan lahan di sekitar
bendung, perubahan morfologi sungai, daerah genangan yang tidak terlalu luas dan ketinggian
tanggul banjir.

1.5.3 Pembagian Bendung

 Berdasarkan cara pembendungannya


Pembendungan air dapat tidak hanya dengan puncak pelimpah yang permanen saja, tetapi dapat
juga dilengkapi dengan pintu pengatur yang bekerja di atas puncak ambang bendung.
Berdasarkan hal tersebut, maka bendung dapat dibagi menjadi :
1) Bendung
Bila seluruh atau sebagian besar dari pembendungannya dilakukan oleh sebuah puncak pelimpah
yang permanen. Meskipun bendung juga dilengkapi dengan pintu, tetapi bagian dari pintu ini
lebih kecil dalam pelaksanaan pembendungan air .

2) Baragge
Jika seluruh pembendungan atau sebagian besar dari pembendungan dilakukan oleh pintu. Pada
Barrage yang pembendungannya dilakukan seluruhnya oleh pintu, maka pada waktu banjir pintu
tersebut dibuka sehingga peluapannya akan menjadi minimum/ berkurang.

 Berdasarkan Fungsinya
1) Bendung Pengarah ( Diversion Weir )
Diversion Weir adalah suatu bangunan pelimpah dengan atau tanpa pintu penutup dan terletak
melintang atau memotong kedalaman dasar sungai. Fungsinya adalah untuk membelokkan air
sungai ke saluran primer

2) Bendung Penahan
Fungsinya adalah untuk menyimpan air banjir atau manahan air banjir pada saat banjir datang
sebagai penahan atau pengontrol banjir.

 Berdasarkan Bentuk dan Material Konstruksi


1) Masonary Weir With Vertical Drops.
Bendung tipe ini terdiri dari sebuah lantai horisontal dan sebuah puncak ambang dari pasangan
batu tembok dengan permukaan air hampir tegak. (kadang-kadang juga dilengkapi dengan
pintu ). Bendung tipe ini cocok untuk tanah dasar lempung keras.

2) Rock Dry Stone Weir.


Bendung tipe ini adalah tipe yang sederhana, tipe ini cocok untuk tanah dasar berpasir halus
seperti tanah alluvial. Bendung tipe ini juga membutuhkan jumlah batu yang sangat banyak, jadi
bendung tipe ini tidak banyak dipakai.

1.5.4 Bangunan yang Terdapat Pada Bendung

 Tubuh Bendung ( Weir )


Adalah bagian yang selalu atau boleh dilewati air baik dalam keadaan normal maupun air banjir.
Tubuh bendung harus aman terhadap:
 Tekanan air
 Tekanan akibat perubahan debit yang mendadak.
 Tekanan gempa
 Akibat berat sendiri

 Bangunan Pembilas
Pada hulu bendung tepat di hilir pengambilan, dibuat bangunan pembilas guna mencegah
masuknya bahan sidemen kasar ke dalam saluran irigasi.
Ada empat tipe, yaitu:
 Pembilas pada tubuh bendung dekat pengambilan.
 Pembilas bawah
 Shunt undersluice
 Pengambilan bawah tipe boks
Untuk mengurangi aliran yang bergolak ( Turbulent ) yang terjadi didekat intake maka perlu
dibangun bangunan penguras ( Under Sluice ).

 Bangunan Penguras
Fungsinya adalah untuk mengurangi aliran yang bergolak ( Turbulent ) yang terjadi di dekat
intake. Puncak ambang dari under sluice dijaga agar lebih rendah dari puncak ambang bendung,
sehingga akan membantu membawa debit pada musim kering ke arah under sluice. Normalnya,
permukaan puncak ambang under sluice ini sama dengan permukaan dasar saluran terdalam pada
musim kering. Dengan membukanya pintu penguras, maka akan menggelontor endapan lumpur
yang terdapat di depan intake maupun di under sluice.

 Dinding Pemisah (Divide Wall )


Terbuat dari susunan batu kali atau beton yang dibangun disebelah kanan sumbu bendung dan
membatasi antara tubuh bendung dengan under sluice (Bangunan Penguras).
Fungsi utama dari dinding pemisah yaitu :
 Membagi antara bendung utama dan under sluice, karena kedudukan under sluice lebih rendah
daripada tubuh bendung.
 Membantu mengurangi arus yang bergolak didekat intake sehingga lumpur akan mengendap
di under sluice dan air yang bebas lumpur akan masuk ke intake.

 Canal Head Regulator (Intake)


Berfungsi sebagai :
 Mengatur pemasukan air kedalam saluran.
 Mengontrol masuknya lumpur kedalam sungai.
 Menahan banjir sungai masuk kedalam saluran.
Regulator umumnya terletak di sisi sebelah kanan bendung dan agak menyudut ( antara 90° –
110° dengan sumbu horizontal ).

 Kantong Lumpur
Berfungsi untuk mengendapkan fraksi-fraksi sedimen yang lebih besar dari fraksi pasir halus
( 0,06 s/d 0,07mm ) dan biasanya ditempatkan persis disebelah hilir bangunan pengambilan.
Bahan-bahan yang telah mengendap dalam kantung lumpur kemudian dibersihkan secara berkala
melalui saluran pembilas kantong lumpur dengan aliran yang deras untuk menghanyutkan
endapan-endapan itu ke sungai sebelah hilir.

 Bangunan Pelengkap
Terdiri dari bangunan-bangunan atau pelengkap yang akan ditambahkan ke bangunan utama
untuk keperluan :
 Pengukuran debit dan muka air di sungai maupun di saluran sungai.
 Pengoperasian pintu
 Peralatan komunikasi, tempat berteduh serta perumahan untuk tenaga eksploitasi dan
pemeliharaan.
 Jembatan diatas bendung, agar seluruh bagian bangunan utama mudah dijangkau atau agar
bagian-bagian itu terbuka untuk umum.

1.5.5 Keadaan Tubuh Bendung


 Menentukan tinggi muka air maksimum pada sungai
Dalam menentukan tinggi muka air maksimum pada sungai dipengaruhi oleh:
 Kemiringan dasar sungai ( I ),
 Lebar dasar sungai (b),
 Debit maksimum (Qd).

 Menentukan tinggi mercu bending


Tinggi mercu bendung dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
 Elevasi sawah bagian hilir tertinggi dan terjauh,
 Elevasi kedalaman air di sawah,
 Kehilangan tekanan dari saluran tersier ke sawah,
 Kehilangan tekanan dari saluran sekunder ke saluran tersier,
 Kehilangan tekanan dari saluran primer ke saluran sekunder,
 Kehilangan tekanan karena kemiringan saluran,
 Kehilangan tekanan di alat – alat ukur,
 Kehilangan tekanan dari sungai ke saluran primer,
 Persediaan tekanan untuk eksploitasi,
 Persediaan untuk bangunan lain.

Tinggi mercu bendung, p, yaitu ketinggian antara elevasi lantai udik/ dasar sungai di udik
bendung dan elevasi mercu. Dalam menentukan tinggi mercu bendung maka harus
dipertimbangkan terhadap :
 kebutuhan penyadapan untuk memperoleh debit dan tinggi tekan
 kebutuhan tinggi energi untuk pembilasan
 tinggi muka air genangan yang akan terjadi
 kesempurnaan aliran pada bendung
 kebutuhan pengendalian angkutan sedimen yang terjadi di bendung.
 tinggi mercu bendung, dianjurkan tidak lebih dari 4,00 meter dan minimum 0,5 H (H = tinggi
energi di atas mercu).

 Menentukan tinggi air di atas mercu bendung


Tinggi air di atas mercu bendung dipengaruhi oleh:
 Lebar Bendung (B)
Lebar bendung adalah jarak antara dua tembok pangkal bendung (abutment), termasuk lebar
bangunan pembilas dan pilar-pilarnya. Ini disebut lebar mercu bruto. Biasanya lebar bendung
(B) 6/5 lebar normal (Bn).
Dalam penentuan panjang mercu bendung, maka harus diperhitungkan terhadap :
1. kemampuan melewatkan debit desain dengan tinggi jagaan yang cukup
2. batasan tinggi muka air genangan maksimum yang diijinkan pada debit desain
Berkaitan dengan itu panjang mercu dapat diperkirakan :
1. sama lebar dengan lebar rata-rata sungai stabil atau pada debit penuh alur (bank full
discharge).
2. umunya diambil sebesar 1,2 kali lebar sungai rata-rata, pada ruas sungai yang telah stabil.

Pengambilan lebar mercu tidak boleh terlalu pendek dan tidak pula terlalu lebar. Bila desain
panjang mercu bendung terlalu pendek, akan memberikan tinggi muka air di atas mercu lebih
tinggi. Akibatnya tanggul banjir di udik akan bertambah tinggi pula. Demikian pula genangan
banjir akan bertambah luas. Sebaliknya bila terlalu lebar dapat mengakibatkan profil sungai
bertambah lebar pula sehingga akan terjadi pengendapan sedimen di udik bendung yang dapat
menimbulkan gangguan penyadapan aliran ke intake.

 Lebar Efektif Bendung


Lebar efektif bendung adalah lebar bendung yang bermanfaat untuk melewatkan debit. Untuk
menetapkan besarnya lebar efektif bendung, perlu diketahui mengenai eksploitasi bendung,
karena pengaliran air di atas pintu lebih sukar daripada pengairan air di atas mercu bendung,
maka kemampuan pintu pembilas untuk pengaliran air dianggap hanya 80%, maka lebar efektif
bendung dapat dihitung dengan rumus:

Di mana: Lef = Lebar efektif bendung


B = Lebar seluruh bendung
= Jumlah tebal pilar
= Jumlah lebar pintu pembilas

 Menentukan panjang dan dalam kolam Olak


Kolam olak adalah suatu konstruksi yang berfungsi sebagai peredam energi yang terkandung
dalam aliran dengan memanfaatkan loncatan hidraulis dari suatu aliran yang berkecepatan tinggi.
Kolam olak sangat ditentukan oleh tinggi loncatan hidraulis, yang terjadi di dalam aliran. Rumus
yang dipakai untuk menentukan dalam kolam olak adalah RUMUS SCHOKLISH yaitu:

Dimana: T = Scouring depth


d = Diameter terbesar yang hanyut waktu banjir
h = Beda tinggi
q = Debit persatuan lebar

Sedangkan rumus yang digunakan untuk menentukan panjang kolam olak adalah Rumus
Angerholzer yaitu:

Dimana: L = Scouring length


Hd = Tinggi air diatas bendung
Vi = Kecepatan pada kolam olak
g = gravitasi (9.8 m2/detik)

 Menentukan Panjang Lantai Muka


Akibat dari pembendungan sungai akan menimbulkan pebedaan tekanan, selanjutnya akan
terjadi pengaliran di bawah bendung. Karena sifat air mencari jalan dengan hambatan yang
paling kecil yang disebut “Creep Line”, maka untuk memperbesar hambatan, Creep Line harus
diperpanjang dengan memberi lantai muka atau suatu dinding vertical.
Untuk menentukan Creep Line, maka dapat dicari dengan rumus atau teori:

 Teori Bligh
Menyatakan bahwa besarnya perbedaan tekanan di jalur pengaliran adalah sebanding dengan
panjang jalan Creep Line.

Dimana: ΔH = Beda tekanan


L = Panjang creep line
C = creep ratio

 Teori Lane
Teori Lane ini memberikan koreksi terhadap teori Bligh, bahwa energi yang diperlukan oleh air
untuk mengalir kea rah vertical lebih besar daripada arah horizontal dengan perbandingan 3:1,
sehingga dapat dianggap :

Dimana: H = Tekanan
L = Panjang creep line

 Menentukan Stabilitas Bendung


Untuk mengetahui kekuatan bendung, sehingga konstruksi bendung sesuai dengan yang
direncanakan dan memenuhi syarat yang telah ditentukan. Stabilitas bendung ditentukan oleh
gaya – gaya yang bekerja pada bendung, seperti:
 Gaya berat,
 Gaya gempa,
 Tekanan Lumpur,
 Gaya hidrostatis,
 Gaya Uplift Pressure (Gaya Angkat).

 Perencanaan Pintu
Perencanaan pintu berfungsi mengatur banyaknya air yang masuk ke saluran dan mencegah
masuknya benda-benda padat dan kasar ke dalam saluran (pintu pengambilan atau intake gate).
Pada bendung tempat pengambilan bisa terdiri dari 2 pintu yaitu kanan dan kiri, bisa juga hanya
satu tergantung letak daerah yang akan dialiri. Tinggi ambang tergantung pada material yang
terbawa oleh sungai. Ambang makin tinggi makin baik, untuk mencegah masuknya benda padat
dan kasar ke saluran, tapi tinggi ini ditentukan atau dibatasi oleh ukuran pntu. Pada waktu banjir,
pintu pengambilan cukup ditutup untuk mencegah masuknya benda kasar ke saluran. Penutupan
pintu tidak berakibat apa apa karena saat banjir di sungai biaanya tidak lama. Maka yang
dianggap air normal pada sungai adalah setinggi mercu. Ukuran pintu ditentukan dari segi praktis
dan estetika. Lebar pintu biasanya maksimal 2 m untuk pintu dari kayu. Jika terdapat ukuran
yang lebih besar dari 2 m, harus dibuat lebih dari satu pintu dengan pilar-pilar diantaranya.

 Pintu Penguras
Lebar pintu penguras biasanya diambil dari 1/10 lebar bendung (B), sedangkan pada saat banjir
pintu penguras ditutup. Dan bila banjir lewat di atas pintu, maka tinggi pintu penguras harus
setinggi mercu bendung. Oleh karena itu, tebal pintu juga harus diperhitungkan untuk tinggi air
setinggi air banjir.

1.6 Stabilitas Bendung


Stabilitas suatu bendung harus memenuhi syarat – syarat konstruksi dari bendung, antara lain:
 Bendung harus stabil dan mampu menahan tekanan air pada waktu banjir.
 Bendung harus dapat menahan bocoran yang disebabkan oleh aliran sungai dan aliran air yang
meresap di dalam tanah.
 Bendung harus diperhitungkan terhadap daya dukung tanah di bawahnya.
 Tinggi ambang bendung atau crest level harus dapat memenuhi tinggi muka air minimum yang
diperlukan untuk seluruh daerah irigasi.
 Peluap harus berbentuk sedemikian rupa agar air dapat membawa pasir, kerikil, dan batu –
batuan dan tidak menimbulkan kerusakan pada puncak ambang.

1.7 Tipe Mercu Bendung


Tipe bendung yang terdapat di Indonesia, bentuk profilnya adalah sebagai berikut:
a. Type Mercu Bulat
Untuk bendung dengan mercu bulat memiliki harga koefisien debit yang jauh lebih tinggi (44%)
dibandingkan koefisien bendung ambang lebar. Pada sungai – sungai, type ini banyak
memberikan keuntungan karena akan mengurangi tinggi muka air hulu selama banjir. Harga
koefisien debit menjadi lebih tinggi karena lengkung stream line dan tekanan negatif pada mercu.
Untuk bendung dengan 2 jari – jari hilir akan digunakan untuk menemukan harga koefisien
debit.

Gambar 1.1. Gambar Mercu Tipe Bulat


b. Type Mercu Ogee
Bentuk mercu type Ogee ini adalah tirai luapan bawah dari bendung ambang tajam aerasi.
Sehingga mercu ini tidak akan memberikan tekanan sub atmosfer pada permukaan mercu
sewaktu bendung mengalirkan air pada debit rencananya. Untuk bagian hulu mercu bervariasi
sesuai dengan kemiringan permukaan hilir. Salah satu alasan dalam perencanaan digunakan Tipe
Ogee adalah karena tanah disepanjang kolam olak, tanah berada dalam keadaan baik, maka tipe
mercu yang cocok adalah tipe mercu ogee karena memerlukan lantai muka untuk menahan
penggerusan, digunakan tumpukan batu sepanjang kolam olak sehingga dapat lebih hemat.

Gambar 1.2. Gambar Mercu Tipe Ogee

c. Tipe Vlughter
Tipe ini digunakan pada tanah dasar aluvial dengan kondisi sungai tidak membawa batuan-
batuan besar. Tipe ini banyak dipakai di Indonesia.

d. Tipe Schoklitsch
Tipe ini merupakan modifikasi dari tipe Vlughter terlalu besar yang mengakibatkan galian atau
koperan yang sangat besar.

Anda mungkin juga menyukai