Anda di halaman 1dari 20

ANALISIS PROFIL DAERAH IRIGASI CINANGKA

Profile Analysis Of The Cinangka Irrigation Area


Mufitarizka Fiani1, Muhammad Nalendra Bimantara2, Muhammad Vito Al Rasyid3,
Putri Nadia Teja Sukmana4
Selasa – Kelompok 1
1,2,3,4)
Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, Jl. Raya Dramaga, Kampus IPB
Dramaga, Bogor 16680
Email : putrinadia@apps.ipb.ac.id

PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara agraris yang memiliki sumber daya alam melimpah
yang dijadikan sebagai sumber penghasilan dan sumber makanan. Kebutuhan air
begitu vital terutama untuk memenuhi kebutuhan kelestarian tumbuhan atau lahan
pertanian. Perlu diterapkan pengaturan untuk mengontrol sistem saluran irigasi
yang bisa mengoptimalkan pemanfaatan pasokan air. Irigasi merupakan
penggunaan air tanah untuk penyediaan air yang diperlukan untuk pertumbuhan
tanaman (Setiadi dan Muhaemin 2018).
Dalam pemanfaatan air khususnya dalam hal pertanian, dalam rangka memenuhi
kebutuhan pangan serta pengembangan wilayah, pemerintah Indonesia melakukan
usaha pembangunan di bidang pengairan yang bertujuan agar dapat langsung
dirasakan oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air. Dalam memenuhi
kebutuhan air khususnya untuk kebutuhan air di persawahan maka perlu didirikan
sistem irigasi dan bangunan bendung. Kebutuhan air di persawahan ini kemudian
disebut dengan kebutuhan air irigasi. Air irigasi di Indonesia umumnya bersumber
dari sungai, waduk, air tanah dan sistem pasang surut. Salah satu usaha peningkatan
produksi pangan khususnya padi adalah tersedianya air irigasi di sawah-sawah
sesuai dengan kebutuhan.
Salah satu usaha peningkatan produksi pangan khususnya padi adalah
tersedianya air irigasi di sawah-sawah sesuai dengan kebutuhan. Kebutuhan air
yang diperlukan pada areal irigasi besarnya bervariasi sesuai keadaan. Besarnya
kebutuhan air irigasi juga bergantung pada cara pengolahan lahan. Jika besarnya
kebutuhan air irigasi diketahui maka dapat diprediksi pada waktu tertentu, kapan
ketersediaan air dapat memenuhi dan tidak dapat memenuhi kebutuhan air irigasi
sebesar yang dibutuhkan. Jika ketersediaan tidak dapat memenuhi kebutuhan maka
dapat dicari solusinya bagaimana kebutuhan tersebut tetap harus dipenuhi (Langoy
2016).
Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan pengumpulan data profil daerah
irigasi. Daerah Irigasi Cinangka yang berada di Desa Cibitung Tengah, Kecamatan
Tenjolaya, Kabupaten Bogor dipilih sebagai bahan analisis dan evaluasi
pengelolaan air irigasi. Berdasarkan peta jaringan irigasi, Daerah Irigasi Cinangka
mengairi 132.45 hektar. Data profil yang dibutuhkan antara lain peta daerah irigasi,
skema jaringan irigasi, dan bangunan irigasi. Selain itu, data-data lain yang
menunjang kelengkapan profil daerah irigasi yaitu data curah hujan dan iklim,
kebutuhan air irigasi, debit andalan, luas layanan irigasi, pola tanam, dan
kelembagaan irigasi P3A.

TINJAUAN PUSTAKA
Irigasi
Saluran irigasi merupakan saluran yang terdiri dari bangunan pelengkap yang
berfungsi untuk mendistribusikan air, pembuangan air, dan menyediakan air irigasi.
Irigasi merupakan saluran untuk mengalirkan air dari suatu sumber menuju ke
tempat-tempat yang membutuhkan air. Irigasi dilakukan untuk mengairi sawah atau
kebun. Pada umumnya, sistem irigasi berbentuk selokan atau parit yang
mengelilingi sawah atau kebun dan airnya dialirkan dengan memanfaatkan gaya
gravitasi atau perbedaan tinggi rendah permukaan tanah. Dalam merencanakan
suatu sistem irigasi, terdapat faktor penting yang harus diperhatikan, yaitu
ketersediaan air, luas lahan yang akan diirigasi, serta kondisi pertaniannya (Inadhi
et al. 2022).
Dalam dokumen Peraturan Pemerintah No. 23/1982 Pasal 1, irigasi, bangunan
dan petak irigasi yang telah dibakukan yaitu :
a. Irigasi adalah usaha penyediaan dan penyediaan dan pengaturan air untuk
menunjang pertanian
b. Jaringan irigasi adalah saluran dan bangunan yang merupakan satu kesatuan
dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan,
pengambilan, pembagian pemberian dan penggunaannya
c. Daerah irigasi adalah kesatuan wilayah yang mendapat air dari satu jaringan
irigasi.
d. Petak irigasi adalah petak tanah yang memperoleh air irigasi.
Seperti yang telah dijelaskan diatas irigasi adalah suatu tindakan memindahkan air
dari sumbernya ke lahan-lahan pertanian, adapun pemberiannya dapat dilakukan
secara gravitasi atau dengan bantuan pompa air. Pada implementasinya ada empat
jenis irigasi dilihat dari cara penyalurannya :
a. Irigasi gravitasi
b. Irigasi bawah tanah
c. Irigasi siraman
d. Irigasi tetesan
Saluran Primer
Saluran primer (saluran induk) yaitu saluran yang langsung berhubungan dengan
saluran bendungan yang fungsinya untuk menyalurkan air dari waduk ke saluran
lebih kecil. Saluran primer adalah saluran yang membawa air dari jaringan utama
ke saluran sekunder dan ke petak-petak tersier yang akan diairi. Petak tersier adalah
kumpulan petak-petak kuarter, tiap petak kuarter memiliki luas kurang lebih 8-15
ha. Sedangkan petak tersier memiliki luas antara 50-150 ha (Agoes et al. 2012)
Saluran Sekunder
Saluran sekunder yaitu cabang dari saluran primer yang membagi saluran induk
kedalam saluran yang lebih kecil (tersier). Saluran sekunder adalah saluran yang
membawa air dari saluran primer ke petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran
sekunder tersebut (Nardiana 2020).
Saluran Tersier
Saluran tersier yaitu cabang dari saluran sekunder yang langsung berhubungan
dengan lahan atau menyalurkan air ke saluran-saluran kwarter. Dengan kata lain,
Saluran tersier adalah saluran yang membawa air dari bangunan sadap tersier dari
jaringan utama ke dalam petak tersier saluran kuarter (Nardiana 2020).
Saluran Kuarter
Saluran kwarter yaitu cabang dari saluran tersier dan berhubungan langsung
dengan lahan pertanian. Saluran kuarter membawa air dari boks bagi kuarter
melalui bangunan sadap tersier atau parit sawah ke petak- petak sawah. tiap petak
kuarter memiliki luas kurang lebih 8 s.d. 15 ha (Nardiana 2020).
Curah Hujan
Curah hujan merupakan salah satu unsur cuaca yang datanya diperoleh dengan
cara mengukurnya dengan menggunakan alat penakar hujan, sehingga dapat
diketahui jumlahnya dalam satuan millimeter (mm). Curah hujan dibatasi sebagai
tinggi air hujan yang diterima di permukaan sebelum mengalami aliran permukaan,
evaporasi dan peresapan ke dalam tanah. Sedangkan intensitas curah hujan
merupakan ukuran jumlah hujan per satuan waktu tertentu selama hujan
berlangsung (Chandra dan Suprapto 2016).
Dalam penjelasan lain curah hujan juga dapat diartikan sebagai ketinggian air
hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap dan
tidak mengalir. Indonesia merupakan negara yang memiliki angka curah hujan yang
bervariasi dikarenakan daerahnya yang berada pada ketinggian yang berbeda-beda.
Curah hujan 1 (satu) milimeter, artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat
yang datar tertampung air setinggi satu milimeter termpat yang datar tertampung
air setinggi satu millimeter (Setiadi dan Abdul Muhaemin 2018).
Debit Andalan
Debit andalan adalah debit minimum sungai untuk kemungkinan terpenuhi yang
sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk kebutuhan tertentu. Kemungkinan
terpenuhi ditetapkan 99% (kemungkinan debt sungai lebih rendah dari debit
andalan 1%). Dalam studi ini debit andalan ditentukan untuk bulanan. Debit
minimum sungai dianalisa atas dasar debit data debit harian sungai atau dengan data
curah hujan (Yuni 2019).
Luas Layanan
Luas layanan irigasi terbagi menjadi 3 yaitu luas baku, luas potensial, dan luas
fungsional. Luas baku (luas rencana) adalah luas bersih dari suatu daerah irigasi
yang berdasarkan perencanaan teknis dapat di aliri oleh jaringan irigasi. Luas
potensial adalah bagian dari luas rencana yang jaringan utamanya (saluran primer
dan sekunder) telah selesai dibangun. Luas fungsional merupakan bagian dari luas
potensial yang telah dilayani dengan jaringan tersier sehingga jaringan irigasi yang
sudah ada berfungsi untuk mengairi lahan sawah yang masuk dalam wilayah
pelayanannya (Kementerian PU 1994).
Pola Tanam
Pola tanam (cropping patern) adalah usaha penanaman pada sebidang lahan
dengan mengatur susunan tata letak dan urutan tanaman selama periode waktu
tertentu termasuk masa pengolahan tanah dan masa tidak ditanami selama periode
tertentu. Pola tanam ini diterapkan dengan tujuan memanfaatkan sumber daya
secara optimal dan untuk menghindari resiko kegagalan (Nuryanti dan Kasim
2017). Ada beberapa jenis pola tanam diantaranya tumpang sari (intercropping),
tumpang gilir (multiple cropping), tanaman bersisipan (relay cropping), tanaman
campuran (mixed cropping) dan pola tanaman rotasi (Bunganaen et al. 2020).
Kelembagaan Irigasi
Kelembagaan Pengelolaan Irigasi (KPI) terdiri dari tiga unsur kelembagaan,
yaitu kelembagaan instansi pemerintah, baik Pemerintah Pusat, pemerintah
provinsi maupun unsur pemerintah kabupaten/kota yang membidangi irigasi,
kelembagaan perkumpulan petani pemakai air, baik P3A, GP3A, maupun IP3A dan
kelembagaan Komisi Irigasi (Komir), baik Komisi Irigasi provinsi, Komisi Irigasi
antar provinsi, dan Komisi Irigasi kabupaten/kota. Ketiga unsur kelembagaan
tersebut memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan yang lainnya bila ditinjau
dari segi keanggotaanya. Kelembagaan instansi pemerintah baik Pemerintah Pusat,
pemerintah provinsi maupun unsur pemerintah kabupaten/kota yang membidangi
irigasi para anggotanya semua berasal dari unsur pemerintah, sedangkan
kelembagaan Komisi Irigasi (Komir), baik Komisi Irigasi provinsi, Komisi Irigasi
antar provinsi, dan Komisi Irigasi kabupaten/kota para anggotanya berasal dari
gabungan antara unsur pemerintah dan unsur non- pemerintah (pemangku
kepentingan lainnya), sedangkan kelembagaan perkumpulan petani pemakai air,
baik P3A, GP3A, maupun IP3A para anggotanya semua berasal dari unsur
masyarakat petani.

METODOLOGI
Praktikum “Profil Daerah Irigasi” dilaksanakan pada hari Selasa, 24 Januari
2023 pukul 13.00 - 16.00 WIB. Praktikum dilaksanakan secara luring di Ruang
Kelas Satari 03.08 Fakultas Kedokteran. Kegiatan praktikum diawali dengan
pemaparan kontrak perkuliahan dan sistem praktikum, pemberian materi, tujuan
praktikum, dan dilanjutkan dengan asistensi yang dilakukan pada hari Jum’at, 27
Januari 2023 pukul 16.00 - 16.30 WIB. Materi dan bahan praktikum ini diambil
melalui studi literatur mengenai daerah irigasi yang ditentukan oleh setiap
kelompok. Kemudian dianalisis curah hujan, kebutuhan air irigasi, serta debit
andalannya. Adapun langkah-langkah praktikum untuk menganalisis dan
mengevaluasi Daerah Irigasi Cinangka terdapat pada diagram alir berikut.
Mulai

Mencari peta dan skema irigasi dari Daerah Irigasi Cinangka,


dilengkapi dengan foto-foto mulai dari pintu air, Saluran Primer
dan Saluran Sekunder

Lengkapi data Daerah Irigasi dengan data curah hujan, dan iklim,
serta kebutuhan air irigasi

Mencari luas layanan Daerah Irigasi (Luas Baku, Luas Potensial,


dan Luas Fungsional)

Lengkapi dengan data pola tanam di daerah tersebut dan


kelembagaan terkait

Selesai

Gambar 1. Langkah menganalisis dan mengevaluasi daerah irigasi Cinangka

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada praktikum kali ini kelompok kami menganalisis profil daerah irigasi
Cinangka. Daerah irigasi Cinangka terletak di Desa Cibitung Tengah, Kecamatan
Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Pada daerah irigasi Cinangka terdapat bendung, pintu
intake, jaringan utama berupa saluran primer dan saluran sekunder, jaringan kuarter
berupa saluran tersier dan saluran kuarter, serta box bagi. Peta dari daerah irigasi
Cinangka dapat dilihat pada Lampiran 1.
Jaringan irigasi berupa saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang
merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian,
pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi. Perbedaan jaringan irigasi
primer dengan sekunder terletak pada bangunan utama. Bangunan utama adalah
bangunan yang direncanakan disepanjang sungai untuk membelokkan air ke dalam
jaringan saluran. Bangunan utama berfungsi mengendalikan aliran dan angkutan
muatan agar muka air naik. Saluran irigasi Cinangka memiliki satu bangunan utama
yang berfungsi mengalirkan air dari sungai Ciampea menuju lahan pertanian
masyarakat. Bangunan masih berfungsi dengan baik tetapi terjadi kebocoran yang
cukup besar pada saluran primer, sehingga masyarakat membuat penyumbat
sederhana agar air tidak terbuang kembali ke sungai.
Saluran irigasi masih dilengkapi dengan bangunan sadap yang berfungsi sebagai
penyalur air menuju petak tersier. Saluran sekunder pada jaringan irigasi Cinangka
beberapa ada yang berbentuk saluran alami dan ada yang bagian dindingnya sudah
ditembok dengan rapih. Peralatan pelengkap seperti papan pengukur tinggi air, rata-
rata disetiap bangunan sekunder masih dapat terbaca dengan jelas. Saluran tersier
memiliki bangunan sadap berupa pintu air yang berfungsi sebagai pengatur jumlah
pintu air tidak berfungsi dan tidak digunakan untuk mengatur air.
Tanaman membutuhkan air untuk pertumbuhan dan perkembangan. Setiap fase
perkembangan tanaman memerlukan air dengan jumlah yang berbeda. Defisit air
yang terjadi pada periode pertumbuhan tertentu menyebabkan respon tanaman yang
berbeda. Hal tersebut dipengaruhi oleh tingkat kepekaan tanaman pada tahapan
pertumbuhan tersebut. Fase pertumbuhan yang sangat peka terhadap kekurangan
air adalah periode perkecambahan, pembungaan, dan awal pembentukan hasil
(yield formation) daripada awal vegetatif dan pematangan (Munir 2012).
Kebutuhan air irigasi padi sawah meliputi evapotranspirasi, kehilangan air akibat
rembesan dan perkolasi, ditambah dibutuhkan sejumlah air untuk penjenuhan tanah
pada pengairan awal (Rizal et.al. 2014). Untuk menghitung kebutuhan irigasi
diperlukan data Curah hujan, suhu udara, kelembaban, lama penyinaran serta
kecepatan angin. Data perhitungan yang dilakukan untuk memperoleh kebutuhan
air irigasi dapat terlihat pada Lampiran 2. Berikut merupakan kebutuhan irigasi
untuk Daerah Irigasi Cinangka.
Evapotranspirasi merupakan gabungan dua istilah yang menggambarkan proses
fisika air ke dalam atmosfer, yakni evaporasi dari permukaan tanah dan tranpirasi
melalui tumbuhan (Usman 2004). Informasi tentang evapotranspirasi adalah untuk
perencanaan sumber daya air, misalnya untuk penjadwalan irigasi dalam pertanian
dan untuk kehutanan (Nuryanto 2013). Evapotranspirasi secara luas telah
dipergunakan dalam menentukan jadwal irigasi pertanian melalui estimasi jumlah
air yang diperlukan untuk bercocok tanam dan untuk peningkatan hasil pertanian
(Dingman 2002). Hasil yang didapatkan dari perhitungan evapotranspirasi
potensial dengan menggunakan rumus Penman modifikasi (Persamaan 1) disajikan
dalam Tabel 1.
Tabel 1 Nilai Evapotranspirasi Potensial
Bulan T RH n/N u Eto

(°C) (%) (%) (m/dtk) mm/hari

Januari 25.4 86.0 26.0 1. 4.1


4

Februari 25.5 86.6 32.4 1. 4.4


5

Maret 25.9 84.6 37.3 1. 4.2


6

April 26.3 84.7 45.1 1. 3.8


6

Mei 26.5 83.7 52.0 1. 3.7


5

Juni 26.2 82.4 53.1 1. 3.6


4

Juli 25.9 80.3 54.8 1. 3.8


5

Agustus 25.9 77.6 59.2 1. 4.8


7

September 26.1 76.9 59.4 1. 5.8


8

Oktober 26.3 79.6 51.8 1. 5.6


7

November 26.4 83.0 41.7 1. 5.0


6

Desember 26.0 84.3 33.8 1. 4.6


6

Bedasarkan tabel diatas nilai evapotranspirasi potensial (Eto) terbesar terdapat


pada bulan September yaitu sebesar 5.8 mm/hari. Sedangkan nilai Eto terkecil
terdapat pada bulan Juni yaitu sebesar 3.611 mm/hari. Nilai Eto dipengaruhi oleh
besarnya nilai temperatur rata-rata (T), kelembapan relatif (RH), lama penyinaran
matahari (n/N), dan kecepatan angin rata-rata (u). Nilai temperatur rata-rata, lama
penyinaran matahari dan kecepatan angin rata-rata berbanding lurus dengan nilai
evapotranspirasi. Sedangkan nilai kelembapan relatif berbanding terbalik dengan
nilai evapotranspirasinya.
Wang et al. (2012) mendefinisikan evapotranspirasi sebagai perubahan wujud
dari H2O cair menjadi uap atau gas serta bergerak dari bidang penguap (permukaan
tanah dan vegetasi) ke atmosfir. Dalam proses ini membutuhkan energi berupa
panas laten yang didapatkan dari sinar matahari. Suhu udara dan suhu tanah yang
tinggi membuat proses evapotraspirasi menjadi lebih efektif. Kemudian air yang
menguap ke atmosfer menyebabkan lapisan batas antara tanah dengan udara
menjadi jenuh. Lapisan jenuh tersebut harus diganti dengan udara kering sehingga
proses evapotranspirasi dapat berjalan. Peranan kecepatan angin dalam proses
evapotranspirasi adalah mengganti lapisan jenuh tersebut. Namun penggantian
lapisan udara yang sama kelembapannya tidak akan memperbesar laju
evapotranspirasi. Karena kelembapan relatif yang besar menyebabkan kemampuan
untuk menguapkan air berkurang.
Perhitungan kebutuhan air selama penyiapan lahan dihitung dengan
persamaan 3. Nilai perkolasi yang digunakan adalah 2 mm/hari dan lama
pengolahan lahan adalah 30 hari dikarenakan di lokasi penelitian telah
menggunakan alat bantu pengolahan tanah traktor. Selain itu nilai kebutuhan air
untuk penjenuhan yang digunakan adalah 250 mm ditambah 50 mm untuk
pergantian lapisan air. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan termasuk kebutuhan
air untuk persemaian (KemenPU 2013). Hasil perhitungan kebutuhan air persiapan
lahan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Kebutuhan Air Persiapan Lahan
Bulan Eto Eo M K IR

(mm/hari) (mm/hari) (mm/hari) (mm/hari)

Januari 4.1 4.5 6.6 0.656 13.6

Februari 4.4 4.8 6.8 0.685 13.8

Maret 4.2 4.6 6.7 0.666 13.7

April 3.8 4.2 6.2 0.624 13.4

Mei 3.7 4.1 6.1 0.610 13.4

Juni 3.6 4.0 6.0 0.597 13.3

Juli 3.8 4.1 6.1 0.619 13.4

Agustus 4.8 5.3 7.3 0.733 14.1

September 5.8 6.4 8.4 0.841 14.8

Oktober 5.6 6.2 8.2 0.817 14.6

November 5.0 5.5 7.5 0.754 14.2

Desember 4.6 5.1 7.1 0.707 14.0

Diketahui kebutuhan air persiapan lahan yang terbesar terjadi pada bulan
September yaitu 14.8 mm/hari. Besarnya nilai kebutuhan air persiapan lahan
dipengaruhi oleh nilai evapotranspirasi potensial dibulan tersebut. semakin besar
nilai Etonya maka akan semakin besar kebutuhan air persiapan lahan.
Curah hujan efektif merupakan besaran curah hujan yang langsung dapat
dimanfaatkan tanaman pada masa pertumbuhannya (Hidayat dan Empung 2016).
Curah hujan efektif untuk padi dihitung dengan menggunakan persamaan 4 yang
menghasilkan curah hujan efektif tiap periode pemberian air irigasi seperti pada
Tabel 3
Tabel 3 Curah Hujan Efektif
R80 Ch efektif

Bulan Banyak (mm/1/2 (mm/ 1/2


bulan) bulan)
hari (mm/hari)

Januari 15 95 66 4

16 66 46 3

Februari 14 161 113 8

14 66 46 3

Maret 15 80 56 4

16 63 44 3

April 15 117 82 5

15 99 69 5

Mei 15 111 77 5

16 90 63 4

Juni 15 71 50 3

15 34 23 2

Juli 15 53 37 2

16 1 1 0

Agustus 15 21 15 1

16 4 3 0

September 15 6 4 0

15 42 30 2

Oktober 15 42 29 2

16 146 102 6

November 15 110 77 5

15 180 126 8

Desember 15 92 64 4

16 57 40 3

Bedasarkan hasil tersebut, diketahui nilai curah hujan efektif terbesar terjadi
pada bulan November di setengah bulan terakhir sebesar 126 mm/bulan atau 8
mm/hari. Curah hujan efektif yang terkecil terjadi pada bulan Juli di setengah bulan
pertama sebesar 1 mm/bulan. Menurut Hidayat dan Empung (2016) curah hujan
efektif padi dan palawija dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan pola tanam
terutama dalam penentuan waktu tanam untuk hasil maksimal.
Berdasarkan peta jaringan irigasi, DI Cinangka mengairi lahan seluas
132.45 ha. Dengan area seluas itu, lokasi ini memiliki pola tanam padi-padi-
palawija. Pola pertama dimulai bulan November dan pola tanam kedua dimulai
bulan Maret. Pada pola pertama dan kedua ini diperbolehkan menanam padi
dikarenakan curah hujan pada kedua pola tersebut dapat dikatakan cukup besar.
Bedasarkan perhitungan kebutuhan air irigasi saluran sekunder Daerah Irigasi
Cinangka didapatkan debit kebutuhan air irigasi perperiode pemberian irigasi
selama satu tahun yang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Kebutuhan Air Irigasi Saluran Sekunder Dareah Irigasi Cinangka
IR

Musim persiapan
Tanam lahan
Bulan Periode Eto Re Etc DR

(mm/ha (mm/hari) (mm/hari (mm/hari) (m3/dt)


ri) )

November 1 5.0 14.2 5 14.2 0.5

2 5.0 14.2 8 14.2 0.3

Desember 1 4.6 13.9 4 5.1 0.2

2 Padi I 4.6 13.9 3 5.0 0.3

Januari 1 4.1 13.6 4 4.3 0.2

2 4.1 13.6 3 4.1 0.3

Februari 1 4.4 13.8 8 2.1 0.0

2 4.4 13.8 3 0.0 0.0

Maret 1 4.2 13.7 4 13.7 0.5

2 4.2 13.7 3 13.7 0.6

April 1 3.9 13.4 5 4.2 0.0

2 Padi II 3.9 13.4 5 4.1 0.2

Mei 1 3.7 13.4 5 3.9 0.1

2 3.7 13.4 4 3.7 0.2

Juni 1 3.6 13.3 3 1.7 0.1


2 3.6 13.3 2 0.0 0.0

Juli 1 3.8 13.4 2 1.9 0.1

2 3.8 13.4 0 2.1 0.2

Agustus 1 4.8 14.1 1 3.8 0.3

2 Palawija 4.8 14.1 0 4.7 0.4

September

1 5.8 14.8 0 5.9 0.4

2 5.8 14.8 2 6.0 0.3

Oktober 1 5.6 14.6 2 5.5 0.3

2 5.6 14.6 6 2.7 0.0

Bedasarkan tabel tersebut diketahui pada bulan Februari tidak diperlukan air
irigasi dikarenakan curah hujannya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan
airnya. debit kebutuhan air irigasi terbesar terjadi pada bulan Maret setengah bulan
terakhir yakni sebesar 0.6 m3/detik. Informasi debit terbesar tersebut dapat
dijadikan acuan untuk memilih dimensi pintu air yang pas.
Peraturan Menteri No.30 Tahun 2015, Pasal 4 ayat (2) menyatakan bahwa
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang dilaksanakan di daerah irigasi
diselenggarakan secara partisipatif, terpadu, berwawasan lingkungan hidup,
transparan, akuntabel, dan berkeadilan dengan mengutamakan kepentingan dan
peran serta masyarakat petani/P3A/GP3A/IP3A. Pada ayat (4) selanjutnya
dijelaskan bahwa partisipasi masyarakat dilaksanakan untuk meningkatkan rasa
memiliki, rasa tanggung jawab, serta meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
rangka mewujudkan efisiensi, efektivitas, dan keberlanjutan sistem irigasi.
Perkumpulan petani pemakai air (P3A) adalah kelembagaan pengelolaan irigasi
yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah layanan atau petak
tersier atau desa yang dibentuk secara demokratis oleh petani pemakai air termasuk
lembaga lokal pengelola irigasi.
Daerah Irigasi Cinangka memiliki satu kelompok P3A dengan nama Dian
Bertala, namun petani lebih aktif pada Kelompok Tani (Poktan). Salah satu Poktan
yang sudah tercatat secara hukum adalah Kelompok Tani Makmur Alam Sentosa.
Peran kelompok-kelompok petani tersebut dalam operasi dan pemeliharaan (O&P)
irigasi Cinangka masih sebatas pada gotong royong pembetulan saluran yang
mengalami kerusakan atau kebocoran. Interaksi antara P3A dengan UPT Pengairan
terkait O&P irigasi sangat kurang disebabkan petugas pengairan atau biasa disebut
dengan ulu-ulu tidak ada yang ditugaskan di DI. Cinangka setelah wafatnya petugas
pengairan. Hal tersebut berpengaruh juga pada pengaturan distribusi air masih
sangat kurang. Terdapat penyuluhan dan interaksi hanya dengan Dinas Pertanian
yang fokus hanya sampai pada tingkat produksi dan produktivitas saja. Kurangnya
interaksi antara dinas terkait menyebabkan tidak adanya keberlanjutan petugas
irigasi di lapangan.

SIMPULAN
Profil daerah irigasi Cinangka yang terletak di Desa Cibitung Tengah,
Kecamatan Tenjolaya memiliki kebutuhan irigasi sebesar 16468 liter/detik selama
1 tahun. Berdasarkan peta jaringan irigasi, DI Cinangka mengairi lahan seluas
132.45 ha. Dengan area seluas itu, lokasi ini memiliki pola tanam padi-padi-
palawija. Pola pertama dimulai bulan November dan pola tanam kedua dimulai
bulan Maret. Pada pola pertama dan kedua ini diperbolehkan menanam padi
dikarenakan curah hujan pada kedua pola tersebut dapat dikatakan cukup besar.

Daftar Pustaka
Agoes HF, Muhlis A, Setiyo. 2012. Identifikasi saluran primer dan sekunder Daerah
rigasi Kunyit Kabupaten Tanah Laut. Jurnal INTEKNA. 12(2): 132-139.
Bunganaen W, Karbeka NS, Hangge EE. 2020. Analisis ketersediaan air terhadap
pola tanam dan luas areal irigasi Daerah Irigasi Siafu. Jurnal Teknik Sipil.
9(1): 15-26.
Chandra H, Suprapto H. 2016. Sistem informasi intensitas curah hujan di Daerah
Ciliwung Hulu. Jurnal Informatika dan Komputer. 21(3): 45-52.
Inadhi KL, Prayogo TB, Fidari JS. 2022. Studi penilaian kinerja sistem irigasi
menggunakan aplikasi epaksi dan metode fuzzy set theory di Daerah Irigasi
(DI) Ketapang Barat Kabupaten Sampang. Jurnal Teknologi dan Rekayasa
Sumber Daya Air. 2(2): 92-103.
Langoy NE. 2016. Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi Daerah Irigasi Tababo
[skripsi]. Manado (ID): Politeknik Negeri Manado.
Yuni SS. 2019. Analisis Pengaruh Curah Hujan Terhadap Pola Tanam Di Das
Saddang.
Setiadi D, Abdul Muhaemin MN. 2018. Penerapan Internet Of Things (Iot) Pada
Sistem Monitoring Irigasi (Smart Irigasi). Jurnal Infrotronik. 3(2): 95-102.
Nardiana N. 2020. Analisis Variasi Nilai Koefisien Kekasaran Manning Pada
Berbagai Tipe Dasar Saluran Di Daerah Irigasi Ciawigirang (Doctoral
dissertation, Universitas Komputer Indonesia).
Nuryanti DM, Kasim NN. 2017. Analisis pendapatan usaha tani pola rotasu
tanaman padi-jagung manis di Desa Mulyasari Kecamatan Sukamaju. Jurnal
TABARO. 1(2): 95-104.
Usman. 2004. Analisis kepekaan beberapa metode pendugaan evapotranspirasi
potensial terhadap perubahan iklim. Jurnal Natur Indonesia. 6(2): 91-98
Dingman S.L. 2002. Physical Hydrology’ Prentice Hall, Upper Saddle River. New
Jersey (US) : Waveland Press
Nuryanto DE. 2013. Perbandingan evapotranspirasi potensial antara hasil keluaran
model ReGCM 4.0 dengan perhitungan data pengamatan. Jurnal Meteorologi
dan Geofisika. 14(2):75-85.
Wang Y L, Wang X, Zheng Q Y, Li C H dan Guo X J. 2012. A comparative study
on hourly real evapotranspiration and potential evapotranspiration during
different vegetation growth stages in the zoige wetland. Jurnal Procedia
Environ Sci. 13:1585- 1594.
[KemenPU] Kementerian Pekerjaan Umum. 2013. Standar Perencanaan Irigasi
Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP - 01. Jakarta (ID) :
Departemen Pekerjaan Umum.
[KemenPU] Kementerian Pekerjaan Umum. 2013. Standar Perencanaan Irigasi
Kriteria Perencanaan Bagian Standar Pintu Pengatur Irigasi KP - 08. Jakarta
(ID) : Departemen Pekerjaan Umum.
Hidayat AK, Empung. 2016. Analisis curah hujan efektif dan curah hujan dengan
berbagai periode ulang untuk wilayah Kota Tasikmalaya dan Kabupaten
Garut. Jurnal Siliwangi. 2(2) : 121-6.
Ramadan R. Setiawan B I. 2020. Desain Pintu Air Sekunder Berbantu Komputer
Untuk Daerah Irigasi Cinangka Kabupaten Bogor. Jurnal Teknik Sipil dan
Lingkungan. 5(3): 163-178.
LAMPIRAN

Lampiran 1 Peta lokasi dan skema daerah irigasi

Gambar 2 Peta daerah irigasi Cinangka


Gambar 3 Skema daerah irigasi Cinangka
Gambar 4 Bendung daerah irigasi Cinangka

Gambar 5 Pintu intake DI Cinangka

Gambar 6 Saluran primer DI Cinangka


Gambar 7 Saluran sekunder DI Cinangka

Gambar 8 Saluran tersier DI Cinangka

Gambar 9 Saluran Kuarter DI Cinangka


Lampiran 2 Perhitungan Curah hujan, suhu udara, kelembaban, penyinaran
matahari serta kecepatan angin rata-rata selama 10 tahun terakhir.

Tabel 5 Data Curah hujan dari Stasiun Meteorologi Citeko selama 10 tahun

Tabel 6 Data Suhu udara dari Stasiun Meteorologi Citeko selama 10 tahun

Tabel 7 Data Kelembaban dari Stasiun Meteorologi Citeko selama 10 tahun

Tabel 8 Data penyinaran matahari dari Stasiun Meteorologi Citeko selama 10


tahun

Tabel 9 Data kecepatan angin rata-rata dari Stasiun Meteorologi Citeko selama 10
tahun
LAMPIRAN NOTULENSI

Notulensi Diskusi Kelompok 1


Selasa, 31 Januari 2023

1. Penanya : Rahmat Hidayatullah F44012010 Kelompok


Pertanyaan : Kenapa aspek kelembagaan di Daerah Irigasi Cinangka
terbilang sangat kurang?

Penjawab : Putri Nadia Teja Sukmana F4401201032


Jawaban : Dikarenakan petugas irigasi atau yang biasa di sebut ulu-
ulu tidak ada yang ditugaskan pada daerah irigasi cinangka, jadi interakasi
antar Lembaga irigasi disana masih terbilang kurang dan hanya sebatas
interaksi antara petani dengan dinas pertanian mengenai produksi dan
produktivitas pertaniannya saja.

2. Penanya : Deni Pranata Ginting F4401201006 Kelompok 3


Pertanyaan : Apa itu sistem irigasi pasang surut?

Penjawab : Muhammad Ghozali Vito Al Rasyid F44012018


Jawaban : Sistem irigasi pasang surut adalah salah satu sistem irigasi
yang memanfaatkan peristiwa pasang surut sebagai pengairannya.

3. Penanya : Firmansya Roi Situmorang F44012010 Kelompok


Pertanyaan : Mengapa pada periode tiga menggunakan pola tanam
palawija?

Penjawab : Muhammad Nalendra Bimantara F44012030


Jawaban : Pada periode ketiga menggunakan pola tanam palawija
karena terjadi musim kemarau sehingga pasokan air sedikit. Oleh karena itu
digunakan pola tanam palawija karena tanaman palawija kebutuhan air
irigasinya sedikit.

4. Penanya : Ladynda Maghfira F4401201026


Pertanyaan : kenapa pada periode 3 ditanami palawija sedangkan pada
periode 3 curah hujannya tinggi ?
Penjawab : Muhammad Ghozali Vito Al Rasyid F44012018
Jawaban :Jadi, itu sesuai dengan kebutuhan palawija yang
membutuhkan sedikit air maka kebutuhan air irigasinya juga kecil sehingga air
untuk irigasi dapat ditampung untuk periode 1
5. Penanya : Ridho Wahyu Adi Nugroho F44 Kelompok 6
Pertanyaan : Mengapa dilakukan penambahan 50 mm pada pergantian
lapisan air?

Penjawab : Muhammad Ghozali Vito Al Rasyid F44


Jawaban : Penambahan 50 mm pada pergantian lapisan air adalah
untuk mengantisipasi terjadinya perkolasi pada lahan yang bisa menyebabkan
kekurangan air.

Evaluasi dari dosen : Kurangnya peta daerah irigasi.

Anda mungkin juga menyukai