Anda di halaman 1dari 56

PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR

Oleh Ir.H.R. Bunyamin


Wiradikusumah.,M.I.L
KEBUTUHAN AIR ( WATER DEMAND )

Pemanfaatan air untuk :


a. Irigasi
b. Air Baku
c. PLTA
d. Keseimbangan ekosistem,perikanan,penggelontoran
dan rekreasi.
Kebutuhan Air Untuk Irigasi
Yang dimaksud dengan irigasi adalah kegiatan-
kegiatan yang bertalian dengan usaha mendapakan air
untuk sawah, ladang, perkebunan dan lain-lain usaha
pertanian. Usaha tersebut terutama menyangkut
pembuatan sarana dan prasarana untuk membagi-
bagikan air ke sawah-sawah secara teratur dan
membuang air kelebihan yang tidak diperlukan lagi
untuk memenuhi tujuan pertanian (Sudjarwadi,1979).
Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan evaporasi,
kehilangan air, kebutuhan air untuk tanaman dengan
memperhatikan jumlah air yang diberikan oleh alam
melalui hujan dan kontribusi air tanah (Anonim,1996).
Kebutuhan air sawah untuk padi ditentukan oleh
faktor-faktor sebagai berikut: penyiapan lahan,
penggunaan konsumtif, perkolasi dan rembesan,
pergantian lapisan air dan curah hujan efektif.
Kebutuhan air bagi tanaman didefinisikan sebagai tebal air yang
dibutuhkan untuk memenui jumlah air yang hilang melalui
evapotranspirasi suatu tanaman sehat, tumbuh pada areal yang
luas, pada tanah yang menjamin cukup lengas tanah, kesuburan
tanah, dan lingkungan hidup tanaman cukup baik sehingga
secara potensial tanaman akan berproduksi secara baik
(Sudjarwadi,1979). Kebutuhan air tanaman dipengaruhi oleh
beberapa faktor evaporasi, transpirasi yang kemudian dihitung
sebagai evapotranspirasi (Anonim,1996). Pemberian air secara
golongan adalah untuk efisiensi, memperkecil kapasitas saluran
pembawa, dan seringkali untuk menyesuaikan pelayanan irigasi
menurut variasi debit yang tersedia pada tempat penangkap air,
misalnya bendung pada sungai (Sudjarwadi, 1979).
Jika rata-rata kebutuhan air irigasi sebesar 1 liter/detik/ha
dengan umur padi 100 hari dengan hasil panen beras rata-rata
3.000 kg/ha, kebutuhan air irigasi per 1 kg beras sebesar 2,880
liter di lahan sawah (Nurrochmad, 2011). Konsumsi air untuk
padi dengan sistem konvensional itu, perlu diketahui sehingga
praktisi pertanian perlu tahu dan sedapat mungkin lebih
menghemat penggunaan air untuk budidaya padi.
Dalam praktik budidaya padi sawah selama ini, kondisi
ketersediaan air bervariasi mulai dari selalu tersedia,
tersedia cukup pada musim tertentu, dan terbatas
sepanjang musim. Hal ini tergantung kepada sumber air
irigasi. Pada setiap kondisi ketersediaan air tersebut,
terdapat masing-masing cara pemberian dan pembagian
air yang menyesuaikan dengan ketersediaan air. Dari
beberapa cara pemberian air yang selama ini dilakukan,
maka pilihan untuk memberi air secara terputus-putus
(intermittent) merupakan pilihan yang paling bijak dalam
menghemat air dan sekaligus meningkatkan produksi.
Kebutuhan Air untuk Tanaman Padi Sawah
 Kebutuhan air untuk tanaman adalah jumlah air yang
dibutuhkan oleh tanaman untuk proses pertumbuhannya,
sehingga diperoleh tambahan berat kering tanaman.
Kebutuhan air tanaman dapat diukur dari perbandingan
berat air yang dibutuhkan untuk setiap pertambahan
berat kering tanaman. Dari sudut pandang irigasi,
kebutuhan air untuk tanaman ditentukan oleh dua proses
kehilangan air selama pertumbuhan tanaman, yaitu
evaporasi dan transpirasi. Evaporasi adalah kehilangan
air karena penguapan dari permukaan tanah dan badan
air atau permu- kaan tanaman tanpa memasuki sistem
tanaman.
 Air yang berasal dari embun, hujan atau irigasi siraman
yang kemudian menguap tanpa memasuki tubuh
tanam- an termasuk dalam air yang hilang karena
evaporasi ini. Transpirasi adalah kehi- langan air
karena penguapan melalui bagian dalam tubuh
tanaman, yaitu air yang diserap oleh akar-akar
tanaman, dipergunakan untuk membentuk jaringan
tanam- an dan kemudian dilepaskan melalui daun ke
atmosfir. Kedua proses kehilangan air tersebut
kemudian sering disebut sebagai evapotranspirasi
(Kartasapoetra dan Santoso, 1994).
 Kebutuhan air tanaman perlu diketahui agar air irigasi
dapat diberikan sesuai dengan kebutuhannya. Jumlah
air yang diberikan secara tepat, di samping akan
merangsang pertumbuhan tanaman, juga akan
meningkatkan efisiensi penggunaan air sehingga dapat
meningkatkan luas areal tanaman yang bisa diairi.
Kebutuhan air untuk tanaman merupakan salah satu
komponen kebutuhan air yang diperhi- tungkan dalam
perancangan sistem irigasi. Berbagai metode telah
dikembangkan guna mengukur kebutuhan air untuk
tanaman. Dalam perancangan sistem irigasi, kebutuhan
air untuk tanaman dihitung dengan menggunakan
metode prakira empiris berdasar rumus tertentu (Ditjen
Pengairan PU, 1986; Harjadi, 1979).
Tanaman padi sawah adalah satu-satunya komoditi
pertanian yang relatif banyak dan lama membutuhkan air
bagi kehidupannya dibanding dengan tanaman/komo- diti
lain. Mulai dari mengolah tanah, persemaian masa
pertumbuhan dan masa berbunganya, rata-rata
membutuhkan air 1,2 liter/detik/ha (Badan Litbang
Pertanian, 2007).
Komponen Kebutuhan Air Irigasi
 Komponen kebutuhan air irigasi yang utama adalah
kebutuhan air tanaman di- tambah dengan komponen
lain yaitu: perkolasi atau rembesan ke bawah dan ke
samping; penguapan muka air bebas; dan bocoran-
bocoran di sepanjang saluran. Karena cara pemberian
air antara tanaman satu dengan lainnya berbeda-beda,
maka kebutuhan air irigasi juga tidak sama. Oleh
karena itu, kebutuhan air irigasi harus dihitung secara
teliti. Secara diagramatis komponen kebutuhan air
irigasi digambarkan pada Gambar 1 sebagai berikut.
Kebutuhan air untuk padi sawah secara umum
 Tanaman padi yang ditanam pada daerah iklim yang
panas dan kering serta banyak angin akan mengeluarkan
lebih banyak air daripada tanaman di tempat sejuk,
lembab dan angin yang kurang. Karena itu akan
membutuhkan lebih banyak air. Banyaknya air yang
diperlukan pertanaman padi dan lingkungannya
ditunjukkan oleh jumlah transpirasi dan evaporasi, atau
disebut evapotranspirasi.
a. Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi
 Air irigasi yang dibutukan dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut.
IN = ET crop + SAT + PERC + WL - Pe
Keterangan:
IN = Irigation Water need (air irigasi yang dibutuhkan)
ET crop = Crop Evapotranpirations (evapotranpirasi
tanaman)
SAT = Saturation (penjenuhan)
WL = Water Layer
Pe = Effective Rainfall (curah hujan efektif)
PERC = Percolation (perkolasi)
Contoh perhitungan:
Hitunglah air irigasi yang dibutuhkan (IN) di sawah untuk
bulan April jika:
ET0 = 5 mm/hari (evapotranspirasi referensi untuk
tanaman);
Kc = 1,1 (koefisien tanaman); daerah akar sudah jenuh
dalam bulan tersebut;
Perc = 2 mm/hari; lapisan air (50 mm) dibutuhkan selama
bulan April;
Pe = 135 mm/bulan.
Jawaban: Rumus :
IN = ETcrop + SAT + Perc + WL – Pe
ETcrop = ETo x Kc = 5 x 1,1 = 5,5 mm/hari = 5,5 x 30 hari
= 165 mm/bulan
SAT = 0 mm
Perc = 2 mm/hari = 2 x 30 = 60 mm/bulan
WL = 50 mm
Pe = 135 mm/bulan
IN = 165 + 0 + 60 + 50 - 135 = 410 mm/bulan = 4,67
mm/hari (Brouwer, et al., 1985)
Bila sepetak sawah, panjang 30 m, lebar 20 m dan
dibutuhkan tinggi air 2 cm, dan debit air 1,2 liter/detik,
maka lamanya pemberian air adalah:
20 m x 30 m x 0,02 m = 200 dm x300 dm x 0,2 dm =
1,2 lt/det 1,2 dm3/det
12000 dm3 = 10.000 det = 2,78 jam
1,2 dm3/det
Catatan :
1 dm3 = 1 litter
 Kebutuhan air irigasi ke dalam petak sawah untuk
mengolah tanah. Contoh: Lama waktu pengolahan
tanah 1 ha adalah 3 hari. Pelumpuran sawah memer-
lukan air 100 mm, penggenangan 50 mm. Pergantian
Evapotranspirasi = 180 mm/30 hr. Maka jumlah
kebutuhan air = 100 mm + 50 mm + 180 mm = 330 mm
dalam 30 hari atau 11,00 mm setiap hari (Ditjen
Pengairan PU, 1986).
c
ANALISIS SEKTOR DOMESTIK
Analisis sektor domestik merupakan aspek penting dalam
menganalisis kebutuhan penyediaan di masa mendatang.
Analisis sektor domestik untuk masa mendatang
dilaksanakan dengan dasar analisis pertumbuhan
penduduk pada wilayah yang direncanakan. Kebutuhan air
domestik untuk kota dibagi dalam beberapa kategori,
yaitu :
 Kota kategori I ( Metropolitan )
 Kota kategori II ( Kota Besar )
 Kota kategori III ( Kota Sedang )
 ™Kota kategori IV ( Kota Kecil )
 Kota kategori V ( Desa )
PENGELOLAAN DAS SECARA TERPADU SEBAGAI
UPAYA MELESTARIKAN LINGKUNGAN

 Pendekatan pengelolaan daerah aliran sungai yang


pernah diragukan efektivitasnya kini mulai relevan
kembali seiring dengan semakin lajunya degradasi
sumber daya alam di daerah aliran sungai. Perubahan
situasi, kondisi, dan pergeseran paradigma dalam
pengelolaan daerah aliran sungai perlu diikuti dengan
teknologi pengelolaan daerah aliran sungai yang sesuai. 
 Pengelolaan DAS pada dasarnya ditujukan untuk
terwujudnya kondisi yang optimal dari sumberdaya
vegetasi, tanah dan air sehingga mampu memberi
manfaat secara maksimal dan berkesinambungan bagi
kesejahteraan manusia.
Selain itu pengelolaan DAS dipahami sebagai suatu
proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program
yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia
yang terdapat di DAS untuk memperoleh manfaat produksi
dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan
sumberdaya air dan tanah, yang dalam hal ini termasuk
identifikasi keterkaitan antara tataguna lahan, tanah dan
air, dan keterkaitan antara daerah hulu dan hilir suatu DAS
(Chay Asdak, 1998).
Secara garis besar ruang lingkup kegiatan pengelolaan
DAS meliputi :
1. Penatagunaan lahan (land use planning) untuk
memenuhi berbagai kebutuhan barang dan jasa serta
kelestarian lingkungan.
2. Penerapan konservasi sumberdaya air untuk menekan
daya rusak air dan untuk memproduksi air (water yield)
melalui optimalisasi penggunaan lahan.
3. Pengelolaan lahan dan vegetasi di dalam dan luar
kawasan hutan (pemanfaatan, rehabilitasi, restorasi,
reklamasi dan konservasi).
4. Pembangunan dan pengelolaan sumberdaya buatan
terutama yang terkait dengan konservasi tanah dan air.
5. Pemberdayaan masyarakat dan pengembangan
kelembagaan pengelolaan DAS.
Pendekatan yang digunakan dalam pengelolaan daerah
Aliran Sungai ada berbagai macam, antara lain
1. Pendekatan Fisik, contoh : pembangunan waduk atau
cekdam, terrasering untuk pertanian, reboisasi,
penataan ruang untuk tata guna lahan, dll
2. Pendekatan Sosial Budaya, contoh : pelibatan
masyarakat pada pemeliharaan hutan dengan sistem
hutan sosial, penyuluhan mengenai program pelestarian
lingkungan, pembentukan kelompok-kelompok kerja, dll
3. Pendekatan Regulasi dan kelembagaan pembentukan
Peraturan Daerah , Kepres dll yang berkaitan dengan
pelestarian DAS beserta sanksi-sanksinya.
Pengembangan teknologi pengelolaan DAS untuk
sumber daya air ditujukan pada teknologi yang dapat
meningkatkan efisiensi penggunaan air (terutama
irigasi) dan konsumsi air. Selain itu perlu didukung
dengan pengembangan kelembagaan tradisional
seperti Subak di Bali, Karuhan di Tasikmalaya Jawa
Barat, atau Pasang di Sulawesi Selatan. Dalam kaitan
inilah, maka penggunaan DAS sebagai unit hidrologi
dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien dalam
pengembangan model dan teknologi pengelolaan
sumber daya air dalam DAS. 
Kegiatan pengelolaan DAS tersebut di atas mencakup
aspek-aspek perencanaan, pengorganisasian, implementasi
kegiatan di lapangan, pengendalian dan aspek pendukung
yang melibatkan berbagai pihak pemangku kepentingan
(stakeholders), baik unsur pemerintah, swasta maupun
masyarakat. Pengelolaan DAS terpadu mengandung
pengertian bahwa unsur-unsur atau aspek-aspek yang
menyangkut kinerja DAS dapat dikelola dengan optimal
sehingga terjadi sinergi positif yang akan meningkatkan
kinerja DAS dalam menghasilkan output, sementara itu
karakteristik yang saling bertentangan yang dapat
melemahkan kinerja DAS dapat ditekan sehingga tidak
merugikan kinerja DAS secara keseluruhan.
Persepsi yang banyak dianut dalam pengelolaan DAS
dewasa ini adalah bahwa hutan merupakan sistem
penggunaan lahan yang paling tepat dalam memelihara
fungsi DAS. Selain itu, merubah kawasan hutan menjadi
bentuk-bentuk penggunaan lahan lainnya dianggap akan
mengurangi kemampuan DAS mempertahankan fungsi
tersebut. Persepsi ini masih dapat diperdebatkan.
Seberapa baik atau buruk sebenarnya bentuk penggunaan
lahan non-hutan dalam memelihara fungsi DAS? Dapatkah
sistem berbasis kayu menyamai hutan dalam memelihara
fungsi DAS? 
Jawaban atas pertanyaan pertanyaan tersebut sangat
penting dan menarik bagi para pembuat kebijakan dalam
mengembangkan kebijakan pengelolaan DAS. Selain itu,
jawaban tersebut diperlukan dalam upaya pengembangan
mekanisme pemberian imbalan bagi masyarakat daerah
hulu atas jasa lingkungan yang mereka
sediakan. Mekanisme yang dapat menghubungkan para
pemanfaat di daerah hilir dengan pengguna lahan di
daerah hulu, misalnya melalui mekanisme imbalan yang
tepat, mungkin merupakan 'strategi' kunci yang diperlukan
untuk menangani kemiskinan pedesaan di daerah hulu
sekaligus sebagai cara yang hemat biaya dalam
meningkatkan pembangunan daerah hulu dan
melestarikan 'nilai' ekosistem hulu DAS. Konsep inilah
yang menjadi pokok gagasan Proyek RUPES (Rewarding
the Upland Poor for the Environmental Services they
provide).
mungkin merupakan 'strategi' kunci yang diperlukan untuk
menangani kemiskinan pedesaan di daerah hulu sekaligus
sebagai cara yang hemat biaya dalam meningkatkan
pembangunan daerah hulu dan melestarikan 'nilai'
ekosistem hulu DAS. Konsep inilah yang menjadi pokok
gagasan Proyek RUPES (Rewarding the Upland Poor for
the Environmental Services they provide).
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan
ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas
sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya
manusia sebagai pelaku pemanfaat sumberdaya alam
tersebut. DAS di beberapa tempat di Indonesia memikul
beban amat berat sehubungan dengan tingkat kepadatan
penduduknya yang sangat tinggi dan pemanfaatan
sumberdaya alamnya yang intensif sehingga terdapat
indikasi belakangan ini bahwa kondisi DAS semakin
menurun dengan indikasi meningkatnya kejadian tanah
longsor, erosi dan sedimentasi, banjir, dan kekeringan. Disisi
lain tuntutan terhadap kemampuannya dalam menunjang
system kehidupan, baik masyarakat di bagian hulu maupun
hilir demikian besarnya.
Sebagai suatu kesatuan tata air, DAS dipengaruhi kondisi
bagian hulu khususnya kondisi biofisik daerah tangkapan
dan daerah resapan air yang di banyak tempat rawan
terhadap ancaman gangguan manusia. Hal ini
mencerminkan bahwa kelestarian DAS ditentukan oleh
pola perilaku, keadaan sosial-ekonomi dan tingkat
pengelolaan yang sangat erat kaitannya dengan
pengaturan kelembagaan (institutional arrangement).
Pengelolaan DAS Secara Terpadu adalah suatu proses
formulasi dan implementasi kebijakan dan kegiatan yang
menyangkut pengelolaan sumberdaya alam, sumberdaya
buatan dan manusia dalam suatu DAS secara utuh
dengan mempertimbangkan aspek-aspek fisik, sosial,
ekonomi dan kelembagaan di dalam dan sekitar DAS
untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Pentingnya asas keterpaduan dalam pengelolaan DAS
erat kaitannya dengan pendekatan yang digunakan dalam
pengelolaan DAS, yaitu pendekatan ekosistem. Ekosistem
DAS merupakan sistem yang kompleks karena melibatkan
berbagai komponen biogeofisik dan sosial ekonomi dan
budaya yang saling berinteraksi satu dengan lainnya.
Kompleksitas ekosistem DAS mempersyaratkan suatu
pendekatan pengelolaan yang bersifat multisektor, lintas
daerah, termasuk kelembagaan dengan kepentingan
masing-masing serta mempertimbangkan prinsip prinsip
saling ketergantungan. Hal-hal yang penting untuk
diperhatikan dalam pengelolaan DAS :
1. Terdapat keterkaitan antara berbagai kegiatan dalam
pengelolaan sumberdaya alam dan pembinaan aktivitas
manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam.
Melibatkan berbagai disiplin ilmu dan mencakup
berbagai kegiatan yang tidak selalu saling mendukung.
2. Meliputi daerah hulu, tengah, dan hilir yang mempunyai
keterkaitan biofisik dalam bentuk daur hidrologi. Dalam
melaksanakan pengelolaan DAS, tujuan dan sasaran
yang diinginkan harus dinyatakan dengan jelas. Tujuan
umum pengelolaan DAS terpadu adalah :
1. Terselenggaranya koordinasi, keterpaduan, keserasian
dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian,
monitoring dan evaluasi DAS.
2. Terkendalinya hubungan timbal balik sumberdaya alam
dan lingkungan DAS dengan kegiatan manusia guna
kelestarian fungsi lingkungan dan kesejahteraan
masyarakat. Sasaran pengelolaan DAS yang ingin
dicapai pada dasarnya adalah:
3.Terciptanya kondisi hidrologis DAS yang optimal.
4.Meningkatnya produktivitas lahan yang diikuti oleh
perbaikan kesejahteraan masyarakat.
5. Tertata dan berkembangnya kelembagaan formal dan
informal masyarakat dalam penyelenggaraan
pengelolaan DAS dan konservasi tanah.
6. Meningkatnya kesadaran dan partisipasi mayarakat
dalam penyelenggaraan pengelolaan DAS
secara berkelanjutan.
7. Terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan,
berwawasan lingkungan dan berkeadilan.
Ruang lingkup pengelolaan DAS secara umum
meliputi perencanaan,pengorganisasian, implementasi
/ pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap
upaya - upaya pokok berikut:
a. Pengelolaan ruang melalui usaha pengaturan
penggunaan lahan (landuse) dan konservasi tanah dalam
arti yang luas.
b.Pengelolaan sumberdaya air melalui konservasi,
pengembangan, penggunaan dan pengendalian daya
rusak air.
c.Pengelolaan vegetasi yang meliputi pengelolaan hutan
dan jenis vegetasi terestrial lainnya yang memiliki fungsi
produksi dan perlindungan terhadap tanah dan air.
d.Pembinaan kesadaran dan kemampuan manusia
termasuk pengembangan kapasitas kelembagaan dalam
pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana,
sehingga ikut berperan dalam upaya pengelolaan DAS.
Pelestarian Tanah Dan Air
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai