Anda di halaman 1dari 16

Tugas 5

Mata Kuliah Irigasi 1


(STSIP142024)
Tahun Ajaran 2022/2023
Semester Genap

Nama : Andini Gratia Dimu


NIM : 2106010004
Semester : IV (Empat)
Kelas :B

Program Studi Teknik Sipil


Fakultas Sains Dan Teknik
Universitas Nusa Cendana
Kata Pengantar

Dengan kasih Tuhan Yang Maha Esa, saya panjatkan puji syukur ke hadirat-Nya karena
telah melimpahkan hikmat kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang
Kebutuhan Air Irigasi dan Koefisien Tanaman.

Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
sumber. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka saya
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang Kebutuhan Air Irigasi dan Koefisien
Tanaman dapat memberikan manfaat terhadap pembaca.

Kupang, 9 Mei 2023

Andini Gratia Dimu


BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Air merupakan sumber kehidupan di bumi, bukan saja untuk mengoptimalkan aktivitas
manusia melainkan juga bagi proses pertumbuhan hewan dan tanaman. Namun,
keberadaan air dari satu tempat dengan tempat yang lain mempunyai perbedaan,
karena proses siklus hidrologi yang terjadi pada air terbagi ke berbagai daerah secara
tidak merata menurut faktor geografi maupun musim.

Tingkat pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi di Indonesia sudah pasti akan
berdampak pada kebutuhan air juga akan semakin meningkat pula. Pemanfaatan yang
sangat bervariasi terhadap keperluan air, juga akan memerlukan kebutuhan air yang
cukup tinggi. Untuk keperluan rumah tangga, industri dan bahkan pertanian.
Kebutuhan air untuk pertanian akan menjadi penting, melihat kondisi kebutuhan
penduduk yang semakin meningkat karena secara tidak langsung kebutuhan makanan
pokok penduduk juga mengalami peningkatan. Dalam hal ini mayoritas makanan
pokok penduduk Indonesia ialah beras, secara tidak langsung peningkatan produksi
tanaman padi harus optimal.

Dalam konteks pertanian, air akan dialiri dari sumber air yang biasanya berupa sungai
menuju ke daerah persawahan untuk digunakan. Pada proses ini, dibutuhkan suatu
sistem jaringan irigasi yang terpadu. Namun, sebelum merancang suatu sistem
jaringan irigasi, maka perlu diketahui kebutuhan air yang akan digunakan untuk
mengairi sawah tersebut. Kebutuhan air dapat diprediksi sesuai kebutuhan air untuk
proses penanaman (evapotranspirasi) yang berhubungan dengan koefisien tanaman,
air yang akan mengalami evaporasi, dan kehilangan air oleh pengambilan bebas.
Pengaliran air ke areal sawah atau lahan pertanian harus dengan seefektif dan seefisien
mungkin.
Ada parameter-parameter yang beragam untuk menghitung kebutuhan air irigasi. Parameter-
parameter ini perlu diketahui. Makalah ini akan membahas cara menghitung kebutuhan air
tanaman dan hubungannya dengan koefisien tanaman.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka didapat rumusan masalah, yaitu:

1. Bagaimana cara menghitung kebutuhan air untuk irigasi?


2. Bagaimana pengaruh koefisien tanaman pada kebutuhan air tanaman?

3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka didapat tujuan makalah ini, yaitu:

1. Mengetahui cara menghitung kebutuhan air untuk irigasi.


2. Mengetahui pengaruh koefisien tanaman pada kebutuhan air tanaman.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Kebutuhan Air Irigasi


Ditinjau dari segi pertumbuhan tanaman kebutuhan air (water requirement) tanaman
padi dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu:

1. Kebutuhan air untuk periode pengolahan tanah (land preparation)


2. Kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman (growing period), yang terbagi
atas:
a. Periode pertumbuhan vegetatif
b. Periode pertumbuhan reproduktif
c. Periode pemasakan

Kebutuhan air di sawah untuk padi ditentukan oleh faktor-faktor berikut:

1. cara penyiapan lahan


2. kebutuhan air untuk tanaman
3. perkolasi dan rembesan
4. pergantian lapisan air, dan
5. curah hujan efektif.

Kebutuhan total air di sawah (GFR) mencakup faktor 1 sampai 4. Kebutuhan bersih
(netto) air di sawah (NFR) juga memperhitungkan curah hujan efektif yang terdapat
dalam persamaan berikut:

NFR = ETc + P + WLR - Re

(2. 1)

Keterangan:

NFR : Netto Field Water Requirement atau kebutuhan bersih air di sawah (mm/hari)

ETc : Evapotranspirasi tanaman

P : Perkolasi

WLR : Water Layer Requirement atau penggantian lapisan air


Re : Curah hujan efektif

Besarnya kebutuhan air di sawah bervariasi menurut tahap pertumbuhan tanaman dan
bergantung kepada cara pengolahan lahan. Besarnya kebutuhan air di sawah
dinyatakan dalam mm/ hari. Besarnya kebutuhan air irigasi pada lahan rawa perlu
dilakukan perhitungan secara khusus mengingat asumsi besaran komponen kebutuhan
air pada lahan rawa berbeda dengan sawah biasa. Besarnya kebutuhan air di sawah
untuk tanaman ladang dihitung seperti pada perhitungan kebutuhan air untuk padi. Ada
berbagai harga yang dapat diterapkan untuk kelima faktor di atas.

Mengantisipasi ketersediaan air yang semakin terbatas maka perlu dicari terus cara
budidaya tanaman padi yang mengarah pada penghematan konsumsi air. Cara
pemberian air terputus atau berkala (intermittent irrigation) memang terbukti efektif
di lapangan dalam usaha hemat air, namun mengandung kelemahan dalam membatasi
pertumbuhan rumput. Beberapa metode lain salah satunya metode “System of Rice
Intensification (SRI)“ yang ditawarkan dapat dipertimbangkan. Sistem pemberian air
terputus atau berkala sesuai untuk daerah dengan debit tersedia aktual lebih rendah
dari debit andalan 80 %.

Metode ini direkomendasi untuk dijadikan dasar perhitungan kebutuhan air, apabila
memenuhi kondisi berikut ini:

1. dapat diterima oleh petani


2. sumber daya manusia dan modal tersedia
3. ketersediaan pupuk mencukupi
4. ketersediaan air terbatas.

2.1.1. Cara Penyiapan Lahan


Kebutuhan air untuk pengolahan lahan (sawah) biasanya lebih besar dari kebutuhan
air untuk pertumbuhan tanaman yaitu antara 200 mm–300 mm. Yang termasuk
kebutuhan air untuk pengolahan tanah yaitu:

1. kebutuhan air untuk melunakkan tanah atau mengolah tanah di permukaan


sawah
2. untuk meninggikan muka air tanah
3. pemberian air untuk pembenihan

Lamanya waktu pengolahan tanah di Indonesia 30-45 hari serta banyaknya air
tergantung dari keadaan tanah sebelumnya dan kondisi kebiasaan masyarakat
setempat. Perhitungan kebutuhan air selama pengolahan tanah, menggunakan metode
yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra, yang didasarkan pada laju air
konstan dalam l/dt selama periode pengolahan tanah.

𝑀𝑒 𝑘
𝑃𝑊𝑅 =
𝑀𝑇/𝑆

(2. 2)

Keterangan:

PWR : Puddling Water Requirement atau kebutuhan air irigasi untuk pengolahan
tanah (mm)

M : Kebutuhan air untuk mengganti atau mengompensasi kehilangan air akibat


evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan. Eo + P (mm/hari)

Eo : Evaporasi air, diambil 1,1 ETo selama pengolahan tanah (mm/hari)

P : Perkolasi (mm/hari)

T : Jangka waktu pengolahan tanah (hari)

S : Kebutuhan air untuk penjenuhan (ditambah dengan lapisan air 50 mm)

2.1.2. Kebutuhan Air untuk Tanaman


Dalam perencanaan irigasi, penilaian pada jumlah air yang dibutuhkan untuk suatu
areal tidak memisahkan antara evaporasi dan transpirasi (ETc), yang mana ETc
merupakan nilai kebutuhan air konsumtif untuk tanaman. Nilai kebutuhan air
konsumtif ini dipengaruhi oleh usia tanaman (tingkat pertumbuhan tanaman) dan nilai
evapotranspirasi potensial (ETo).

Kebutuhan air untuk tanaman (consumptive use), dihitung dengan persamaan:


ETc = k ETo

(2. 3)

Keterangan:

ETc : Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)

ETo : Evapotranspirasi tanaman acuan acuan potensial (mm/hari)

k : Koefisien tanaman (Tabel 2.1)

2.1.3. Perkolasi dan Rembesan


Banyaknya kehilangan air karena perkolasi tergantung pada sifat tanah dan kedalaman
permukaan air tanah, untuk itu perlu dilakukan pengujian lapangan untuk mengetahui
kehilangan air.

Tabel 2.2 Nilai-nilai Perkolasi dari Berbagai Tekstur Tanah

Lahan yang baru dijadikan sawah, struktur tanahnya belum padat dan belum terbentuk
lapisan yang jenuh air, sehingga kebutuhan air masih tergantung pada jenis tanah dan
aktivitas pengolahan. Mengingat kebutuhan air yang amat besar atau banyak pada awal
pembukaan sawah baru, maka perlu diperhatikan perkolasi secara khusus pada awal
pertumbuhan. Kebutuhan air yang banyak akan mengakibatkan kapasitas saluran yang
tidak memadai dan untuk mengatasi hal ini dilakukan dengan:

1. rotasi pembukaan lahan


2. rotasi penanaman (walaupun air yang dibendung cukup)
3. diversifikasi jenis tanaman

2.1.4. Penggantian Lapisan Air


Penggantian lapisan air dilakukan satu atau dua bulan setelah transplantasi, dengan
tinggi lapisan 50 mm dengan jangka waktu 1,5 bulan. Jadi kebutuhan air tambahan
untuk penggantian lapisan air (WLR) adalah 3,3 mm/hari. Sebagaimana pengolahan
tanah dan transplantasi, penggantian lapisan air dilakukan secara bertahap pada bagian
petak tersier dan tidak dilakukan sekaligus pada seluruh daerah irigasi, sehingga
kebutuhan tambahan untuk penggantian lapisan air menjadi 1,1 dan 2,2 mm/hari.

2.1.5. Hujan Efektif


Curah hujan efektif adalah bagian curah hujan yang efektif untuk kebutuhan air irigasi.
Jumlah curah hujan yang sama dalam satu satuan waktu dapat menghasilkan nilai
curah hujan efektif yang berbeda pada distribusi curah hujan, hal ini dipengaruhi oleh
karakteristik tanah, iklim, tingkat pertumbuhan tanaman dan cara bercocok tanam.
Jumlah curah hujan efektif dapat tinggi bila distribusi curah hujan tidak merata dan
kebutuhan air irigasi tinggi dibandingkan dengan jumlah curah hujan. Pada lahan
irigasi dengan cakupan areal tanaman padi yang luas, menghitung curah hujan efektif
dilakukan dengan menganalisis nilai curah hujan dari berbagai stasiun hujan yang
tersebar di daerah irigasi untuk tahun yang berbeda.

Curah hujan efektif adalah 70 % dari curah hujan tengah bulanan yang terlampaui 80
% dari waktu dalam periode tersebut yang dapat dihitung melalui simulasi dengan
memanfaatkan data curah hujan harian sekurang-kurangnya 10 tahun. Besarnya curah
hujan efektif untuk tanaman padi ditentukan dengan 70% dari curah hujan rerata
bulanan dengan kemungkinan kegagalan 20% atau curah hujan R80, kemungkinan
kegagalan 50% atau curah hujan R50, dan kemungkinan kegagalan 80% atau curah
hujan R20 Curah hujan efektif diperoleh dari 70% nilai Rn per periode waktu
pengamatan dengan persamaan (KP-01, 2010) berikut:

𝑅𝑒𝑝adi = 𝑅𝑛 × 0,7

(2. 4)

Keterangan:

Repadi : Curah hujan untuk tanaman padi di sawah (mm/hari)

Rn : Tingkat hujan yang terjadi dengan tingkat kepercayaan n% (mm)

Peluang kejadian setiap curah hujan juga perlu dihitung menggunakan persamaan
Weillbul, yaitu:

m
𝑃= × 100
N+1

Keterangan:

P : Peluang kejadian

m : Nomor urut

N : Jumlah data

2.1.6. Pola Tanam


Pola tanam adalah usaha penanaman pada sebidang lahan dengan mengatur susunan
tata letak dan urutan tanaman selama periode waktu tertentu termasuk masa
pengolahan tanah dan masa tidak ditanami selama periode tertentu. Pola tanam ini
diterapkan dengan tujuan memanfaatkan sumber daya air secara optimal dan untuk
menghindari risiko kegagalan.

Pola tanam di daerah tropis, biasanya disusun selama satu tahun dengan
memperhatikan curah hujan, terutama pada daerah atau lahan yang sepenuhnya
tergantung dari curah hujan. Oleh karena itu pemilihan jenis / varietas yang ditanam
perlu disesuaikan dengan ketersediaan air pada sumbernya ataupun curah hujan
Pola tanam terbagi menjadi dua jenis, yaitu pola tanam monokultur dan pola tanam
polikultur.

1. Monokultur
Pola tanam monokultur adalah pertanian dengan menanam tanaman sejenis. Misalnya
sawah ditanami padi saja, jagung saja, atau kedelai saja, dan lain-lain. Tujuan
menanam secara monokultur adalah meningkatkan hasil pertanian. Kelebihan sistem
ini yaitu teknis budidayanya relatif mudah karena tanaman yang ditanam maupun yang
dipelihara hanya satu jenis. Sedangkan kelemahan sistem ini adalah tanaman relatif
mudah terserang hama maupun penyakit.
2. Polikultur
Polikultur berasal dari kata poli yang artinya banyak dan kultur artinya budaya.
Polikultur adalah pola pertanian dengan banyak jenis tanaman pada satu bidang lahan
yang terusun dan terencana dengan menerapkan aspek lingkungan yang lebih baik.
Pola tanam ini memiliki kelebihan antara lain dapat mengurangi serangan Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT), hal ini dikarenakan tanaman yang satu dapat
mengurangi serangan OPT lainnya, selain itu siklus hidup hama atau penyakit dapat
terputus. Keuntungan lain dari pola ini adalah bisa menambah kesuburan tanah dan
petani bisa memperoleh hasil panen yang beragam.

Pola tanam polikultur sendiri terbagi lagi menjadi beberapa jenis yaitu tumpang sari
(intercropping), tumpang gilir (multiple cropping), tanaman bersisipan (relay
cropping), tanaman campuran (mixed cropping) dan tanaman bergiliran (sequential
planting).

a. Tumpang Sari (Intercropping)


Tumpang sari adalah penanaman lebih dari satu tanaman pada waktu yang bersamaan
atau selama periode tanam pada satu tempat yang sama. Beberapa keuntungan dari
sistem tumpang sari antara lain pemanfaatan lahan kosong disela-sela tanaman pokok,
peningkatan produksi total persatuan luas karena lebih efektif dalam penggunaan
cahaya, air serta unsur hara, di samping dapat mengurangi risiko kegagalan panen dan
menekan pertumbuhan gulma. Salah satu jenis tanaman yang dapat dijadikan sebagai
tanaman sela pada tanaman jagung adalah tanaman kedelai.

b. Tumpang gilir (multiple cropping)


Tumpang gilir (Multiple Cropping) dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan
mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan maksimum.

c. Tanaman bersisipan (relay cropping)


Merupakan pola tanam dengan menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman selain
tanaman pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang berbeda). Pada
umumnya tipe ini dikembangkan untuk mengintensifikasikan lahan.

d. Tanaman campuran (mixed cropping)


Merupakan penanaman terdiri beberapa tanaman dan tumbuh tanpa diatur jarak tanam
maupun larikannya, semua tercampur jadi satu. Lahan efisien, tetapi riskan terhadap
ancaman hama dan penyakit.

e. Tanaman bergiliran (sequential planting)


Merupakan penanaman dua jenis tanaman atau lebih yang dilakukan secara bergiliran.
Setelah tanaman yang satu panen kemudian baru ditanam tanaman berikutnya pada
sebidang lahan tersebut.

Tabel berikut merupakan pola tanam yang dapat digunakan berdasarkan ketersediaan
air pada jaringan dan sumber air.

Tabel 2.3 Pola Tanam yang dapat Dipakai

2.1.7. Efisiensi
Efisiensi irigasi merupakan tolok ukur suksesnya operasi dalam semua jaringan irigasi.
Walaupun jadwal pemberian air dan kebutuhan air irigasi pada tingkat lahan usaha tani
diketahui, jadwal kebutuhan air dan pemberian air pada pintu pengambilan tidak dapat
disusun/direncanakan bila nilai-nilai yang tepat dari jaringan irigasi atau keseluruhan
efisiensi tidak tersedia. Pengetahuan tentang jenis kehilangan air akan membantu
dalam visualisasi penilaian. Kehilangan air secara umum dibagi dalam 2 kategori,
antara lain:

1. Kehilangan akibat fisik disebabkan rembesan air di saluran dan kehilangan


perkolasi ditingkat usaha tani.
2. Kehilangan akibat operasional disebabkan pembuangan dan pelimpasan kelebihan
air pada waktu pengoperasian saluran dan pemborosan penggunaan air oleh para
petani.

Sesuai buku Kriteria Perencanaan Irigasi Bagian Penunjang, efisiensi irigasi secara
keseluruhan sebesar 0,65 (65%), terdiri dari Efisiensi saluran primer = 90% Efisiensi
saluran sekunder = 90% Efisiensi saluran tersier = 80% Menurut KP-01 (2010),
efisiensi irigasi merupakan perbandingan antara debit air irigasi yang sampai di lahan
pertanian dengan debit yang keluar dari pintu pengambilan yang dinyatakan dalam
(%). Kehilangan ini disebabkan oleh penguapan, kebocoran, rembesan agar air yang
sampai pada tanaman tepat jumlahnya seperti yang direncanakan, maka air yang
dikeluarkan dari pintu pengambilan harus lebih besar dari kebutuhan.

Efisiensi irigasi dipengaruhi oleh besarnya jumlah air yang hilang selama
pengalirannya dari saluran primer, sekunder hingga tersier. Pada perencanaan jaringan
irigasi, tingkat efisiensi ditentukan menurut kriteria standar perencanaan (Kriteria
Perencanaan-01, 2010) yaitu sebagai berikut:

a. Kehilangan air pada saluran primer adalah 7,5–12,5 %, diambil 10%. Sehingga
efisiensi irigasi sebesar 90%.
b. Kehilangan air pada saluran sekunder adalah 7,5 – 15,5 %, diambil 10%. Sehingga
efisiensi irigasi sebesar 90%.
c. Kehilangan air pada saluran tersier diambil 20%. Sehingga efisiensi irigasi sebesar
80%. Maka, efisiensi irigasi total adalah sebesar 90% x 90% x 80% = 65%.

NFR
DR =
eff

(2. 5)

Keterangan:

DR : Kebutuhan air di intake (l/dt/ha)

NFR : Kebutuhan bersih air di sawah (mm/hari)


Eff : Efisiensi irigasi
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kebutuhan air untuk irigasi dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya; pengolahan
lahan, kebutuhan air untuk tanaman, perkolasi atau rembesan, pergantian lapisan air,
dan curah hujan efektif. Untuk mengoreksi hasil perhitungan kebutuhan air, diperlukan
efisiensi.

Koefisien tanaman adalah nilai yang digunakan untuk menghitung kebutuhan air
tanaman berdasarkan evapotranspirasi. Masing-masing tanaman memiliki nilai
evapotranspirasi yang berbeda berdasarkan koefisien tanaman.

3.2. Saran
Penulis seharusnya memberi contoh perhitungan agar penjelasan yang tertera dapat
menjadi lebih jelas.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai