Dengan kasih Tuhan Yang Maha Esa, saya panjatkan puji syukur ke hadirat-Nya karena
telah melimpahkan hikmat kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang
Kebutuhan Air Irigasi dan Koefisien Tanaman.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
sumber. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka saya
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang Kebutuhan Air Irigasi dan Koefisien
Tanaman dapat memberikan manfaat terhadap pembaca.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Air merupakan sumber kehidupan di bumi, bukan saja untuk mengoptimalkan aktivitas
manusia melainkan juga bagi proses pertumbuhan hewan dan tanaman. Namun,
keberadaan air dari satu tempat dengan tempat yang lain mempunyai perbedaan,
karena proses siklus hidrologi yang terjadi pada air terbagi ke berbagai daerah secara
tidak merata menurut faktor geografi maupun musim.
Tingkat pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi di Indonesia sudah pasti akan
berdampak pada kebutuhan air juga akan semakin meningkat pula. Pemanfaatan yang
sangat bervariasi terhadap keperluan air, juga akan memerlukan kebutuhan air yang
cukup tinggi. Untuk keperluan rumah tangga, industri dan bahkan pertanian.
Kebutuhan air untuk pertanian akan menjadi penting, melihat kondisi kebutuhan
penduduk yang semakin meningkat karena secara tidak langsung kebutuhan makanan
pokok penduduk juga mengalami peningkatan. Dalam hal ini mayoritas makanan
pokok penduduk Indonesia ialah beras, secara tidak langsung peningkatan produksi
tanaman padi harus optimal.
Dalam konteks pertanian, air akan dialiri dari sumber air yang biasanya berupa sungai
menuju ke daerah persawahan untuk digunakan. Pada proses ini, dibutuhkan suatu
sistem jaringan irigasi yang terpadu. Namun, sebelum merancang suatu sistem
jaringan irigasi, maka perlu diketahui kebutuhan air yang akan digunakan untuk
mengairi sawah tersebut. Kebutuhan air dapat diprediksi sesuai kebutuhan air untuk
proses penanaman (evapotranspirasi) yang berhubungan dengan koefisien tanaman,
air yang akan mengalami evaporasi, dan kehilangan air oleh pengambilan bebas.
Pengaliran air ke areal sawah atau lahan pertanian harus dengan seefektif dan seefisien
mungkin.
Ada parameter-parameter yang beragam untuk menghitung kebutuhan air irigasi. Parameter-
parameter ini perlu diketahui. Makalah ini akan membahas cara menghitung kebutuhan air
tanaman dan hubungannya dengan koefisien tanaman.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka didapat rumusan masalah, yaitu:
3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka didapat tujuan makalah ini, yaitu:
PEMBAHASAN
Kebutuhan total air di sawah (GFR) mencakup faktor 1 sampai 4. Kebutuhan bersih
(netto) air di sawah (NFR) juga memperhitungkan curah hujan efektif yang terdapat
dalam persamaan berikut:
(2. 1)
Keterangan:
NFR : Netto Field Water Requirement atau kebutuhan bersih air di sawah (mm/hari)
P : Perkolasi
Besarnya kebutuhan air di sawah bervariasi menurut tahap pertumbuhan tanaman dan
bergantung kepada cara pengolahan lahan. Besarnya kebutuhan air di sawah
dinyatakan dalam mm/ hari. Besarnya kebutuhan air irigasi pada lahan rawa perlu
dilakukan perhitungan secara khusus mengingat asumsi besaran komponen kebutuhan
air pada lahan rawa berbeda dengan sawah biasa. Besarnya kebutuhan air di sawah
untuk tanaman ladang dihitung seperti pada perhitungan kebutuhan air untuk padi. Ada
berbagai harga yang dapat diterapkan untuk kelima faktor di atas.
Mengantisipasi ketersediaan air yang semakin terbatas maka perlu dicari terus cara
budidaya tanaman padi yang mengarah pada penghematan konsumsi air. Cara
pemberian air terputus atau berkala (intermittent irrigation) memang terbukti efektif
di lapangan dalam usaha hemat air, namun mengandung kelemahan dalam membatasi
pertumbuhan rumput. Beberapa metode lain salah satunya metode “System of Rice
Intensification (SRI)“ yang ditawarkan dapat dipertimbangkan. Sistem pemberian air
terputus atau berkala sesuai untuk daerah dengan debit tersedia aktual lebih rendah
dari debit andalan 80 %.
Metode ini direkomendasi untuk dijadikan dasar perhitungan kebutuhan air, apabila
memenuhi kondisi berikut ini:
Lamanya waktu pengolahan tanah di Indonesia 30-45 hari serta banyaknya air
tergantung dari keadaan tanah sebelumnya dan kondisi kebiasaan masyarakat
setempat. Perhitungan kebutuhan air selama pengolahan tanah, menggunakan metode
yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra, yang didasarkan pada laju air
konstan dalam l/dt selama periode pengolahan tanah.
𝑀𝑒 𝑘
𝑃𝑊𝑅 =
𝑀𝑇/𝑆
(2. 2)
Keterangan:
PWR : Puddling Water Requirement atau kebutuhan air irigasi untuk pengolahan
tanah (mm)
P : Perkolasi (mm/hari)
(2. 3)
Keterangan:
Lahan yang baru dijadikan sawah, struktur tanahnya belum padat dan belum terbentuk
lapisan yang jenuh air, sehingga kebutuhan air masih tergantung pada jenis tanah dan
aktivitas pengolahan. Mengingat kebutuhan air yang amat besar atau banyak pada awal
pembukaan sawah baru, maka perlu diperhatikan perkolasi secara khusus pada awal
pertumbuhan. Kebutuhan air yang banyak akan mengakibatkan kapasitas saluran yang
tidak memadai dan untuk mengatasi hal ini dilakukan dengan:
Curah hujan efektif adalah 70 % dari curah hujan tengah bulanan yang terlampaui 80
% dari waktu dalam periode tersebut yang dapat dihitung melalui simulasi dengan
memanfaatkan data curah hujan harian sekurang-kurangnya 10 tahun. Besarnya curah
hujan efektif untuk tanaman padi ditentukan dengan 70% dari curah hujan rerata
bulanan dengan kemungkinan kegagalan 20% atau curah hujan R80, kemungkinan
kegagalan 50% atau curah hujan R50, dan kemungkinan kegagalan 80% atau curah
hujan R20 Curah hujan efektif diperoleh dari 70% nilai Rn per periode waktu
pengamatan dengan persamaan (KP-01, 2010) berikut:
𝑅𝑒𝑝adi = 𝑅𝑛 × 0,7
(2. 4)
Keterangan:
Peluang kejadian setiap curah hujan juga perlu dihitung menggunakan persamaan
Weillbul, yaitu:
m
𝑃= × 100
N+1
Keterangan:
P : Peluang kejadian
m : Nomor urut
N : Jumlah data
Pola tanam di daerah tropis, biasanya disusun selama satu tahun dengan
memperhatikan curah hujan, terutama pada daerah atau lahan yang sepenuhnya
tergantung dari curah hujan. Oleh karena itu pemilihan jenis / varietas yang ditanam
perlu disesuaikan dengan ketersediaan air pada sumbernya ataupun curah hujan
Pola tanam terbagi menjadi dua jenis, yaitu pola tanam monokultur dan pola tanam
polikultur.
1. Monokultur
Pola tanam monokultur adalah pertanian dengan menanam tanaman sejenis. Misalnya
sawah ditanami padi saja, jagung saja, atau kedelai saja, dan lain-lain. Tujuan
menanam secara monokultur adalah meningkatkan hasil pertanian. Kelebihan sistem
ini yaitu teknis budidayanya relatif mudah karena tanaman yang ditanam maupun yang
dipelihara hanya satu jenis. Sedangkan kelemahan sistem ini adalah tanaman relatif
mudah terserang hama maupun penyakit.
2. Polikultur
Polikultur berasal dari kata poli yang artinya banyak dan kultur artinya budaya.
Polikultur adalah pola pertanian dengan banyak jenis tanaman pada satu bidang lahan
yang terusun dan terencana dengan menerapkan aspek lingkungan yang lebih baik.
Pola tanam ini memiliki kelebihan antara lain dapat mengurangi serangan Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT), hal ini dikarenakan tanaman yang satu dapat
mengurangi serangan OPT lainnya, selain itu siklus hidup hama atau penyakit dapat
terputus. Keuntungan lain dari pola ini adalah bisa menambah kesuburan tanah dan
petani bisa memperoleh hasil panen yang beragam.
Pola tanam polikultur sendiri terbagi lagi menjadi beberapa jenis yaitu tumpang sari
(intercropping), tumpang gilir (multiple cropping), tanaman bersisipan (relay
cropping), tanaman campuran (mixed cropping) dan tanaman bergiliran (sequential
planting).
Tabel berikut merupakan pola tanam yang dapat digunakan berdasarkan ketersediaan
air pada jaringan dan sumber air.
2.1.7. Efisiensi
Efisiensi irigasi merupakan tolok ukur suksesnya operasi dalam semua jaringan irigasi.
Walaupun jadwal pemberian air dan kebutuhan air irigasi pada tingkat lahan usaha tani
diketahui, jadwal kebutuhan air dan pemberian air pada pintu pengambilan tidak dapat
disusun/direncanakan bila nilai-nilai yang tepat dari jaringan irigasi atau keseluruhan
efisiensi tidak tersedia. Pengetahuan tentang jenis kehilangan air akan membantu
dalam visualisasi penilaian. Kehilangan air secara umum dibagi dalam 2 kategori,
antara lain:
Sesuai buku Kriteria Perencanaan Irigasi Bagian Penunjang, efisiensi irigasi secara
keseluruhan sebesar 0,65 (65%), terdiri dari Efisiensi saluran primer = 90% Efisiensi
saluran sekunder = 90% Efisiensi saluran tersier = 80% Menurut KP-01 (2010),
efisiensi irigasi merupakan perbandingan antara debit air irigasi yang sampai di lahan
pertanian dengan debit yang keluar dari pintu pengambilan yang dinyatakan dalam
(%). Kehilangan ini disebabkan oleh penguapan, kebocoran, rembesan agar air yang
sampai pada tanaman tepat jumlahnya seperti yang direncanakan, maka air yang
dikeluarkan dari pintu pengambilan harus lebih besar dari kebutuhan.
Efisiensi irigasi dipengaruhi oleh besarnya jumlah air yang hilang selama
pengalirannya dari saluran primer, sekunder hingga tersier. Pada perencanaan jaringan
irigasi, tingkat efisiensi ditentukan menurut kriteria standar perencanaan (Kriteria
Perencanaan-01, 2010) yaitu sebagai berikut:
a. Kehilangan air pada saluran primer adalah 7,5–12,5 %, diambil 10%. Sehingga
efisiensi irigasi sebesar 90%.
b. Kehilangan air pada saluran sekunder adalah 7,5 – 15,5 %, diambil 10%. Sehingga
efisiensi irigasi sebesar 90%.
c. Kehilangan air pada saluran tersier diambil 20%. Sehingga efisiensi irigasi sebesar
80%. Maka, efisiensi irigasi total adalah sebesar 90% x 90% x 80% = 65%.
NFR
DR =
eff
(2. 5)
Keterangan:
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kebutuhan air untuk irigasi dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya; pengolahan
lahan, kebutuhan air untuk tanaman, perkolasi atau rembesan, pergantian lapisan air,
dan curah hujan efektif. Untuk mengoreksi hasil perhitungan kebutuhan air, diperlukan
efisiensi.
Koefisien tanaman adalah nilai yang digunakan untuk menghitung kebutuhan air
tanaman berdasarkan evapotranspirasi. Masing-masing tanaman memiliki nilai
evapotranspirasi yang berbeda berdasarkan koefisien tanaman.
3.2. Saran
Penulis seharusnya memberi contoh perhitungan agar penjelasan yang tertera dapat
menjadi lebih jelas.
DAFTAR PUSTAKA