Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang


terkandung didalamnya, mempunyai fungsi sosial serta digunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Oleh sebab itu pemanfaatannya harus
direncanakan sedemikian rupa, sehingga air tersebut dapat dimanfaatkan
semaksimal mungkin, efisien, adil dan merata.

Pesatnya perkembangan penduduk dan industri terutama di Jawa,


menyebabkan keseimbangan antara penyedian dan pemanfaatan air
irigasi menjadi terganggu. Disatu pihak ketersediaan air dan sumbernya
mengalami penurunan sebagai akibat dan perubahan di catchment area
(penggundulan hutan dll.), dan dilain pihak kebutuhan akan air semakin
meningkat dengan penggunaan yang beraneka ragam (pertanian, industri,
perumahan, penggelontoran kota, dll).

Masalah lain juga timbul yaitu meningkatnya erosi tanah sehingga


kandungan lumpur dalam air sungai meningkat, yang menyebabkan
pendangkalan saluran irigasi makin cepat.

1.2. PRINSIP DAN KONSEP DASAR

Operasi jaringan irigasi adalah usaha-usaha dalam memanfaatkan


prasarana secara optimal. Yaitu menyadap dari sumbernya, membawa
dan membagi dalam jaringan irigasi, sehingga air dapat diberikan
kepetak-petak sawah secara tepat waktu maupun jumlahnya. sesuai
dengan umur pertumbuhan tanaman serta membuang air yang

1
berlebihan, sehingga air dapat digunakan secara efektip dan efisien dan
dibagi secara adil dan merata.

Keberhasilan operasi jaringan irigasi, ditentukan sejak dari perencanaan


hingga pelaksanaan operasi itu sendiri. Dengan demikian perlu dibuat
rencana tanam, rencana pembagian air dan pelaksanaan pembagian
airnya.

1.3. TUJUAN

Modul ini dibuat agar para peserta kursus dapat lebih


mengetahui tentang pentingnya perencanaan pembagian air.

Salah satu methoda mengenai Rencana Pembagian Air adalah methoda


Pasten. Yaitu :
 Kebutuhan air yang membandingkan Palawija sebagai reference untuk
kebutuhan air tanaman lainnya.
 Luas daerah irigasi yang akan dioncori dihitung sebagai luas relatif
palawija.

Dengan mengetahui rencana pembagian air dengan methoda Pasten,


diharapkan para peserta dapat menerapkan methoda tersebut sesuai
dengan kondisi pada suatu daerah irigasi di wilayah kerjanya.

2
BAB II
RENCANA PEMBAGIAN AIR

Pembagian air irigasi adalah merupakan tugas pokok staf Dinas Pengairan.
Untuk pelaksanaannya perlu dibuat rencana pembagian air, yang meliputi :
 Rencana pembagian air tahunan, yang memuat rencana pembagian air
musiman termasuk global dan detail serta aturan golongan
 Rencana pembagian air per periode ( 10 hari atau 15 hari)
Rencana ini memerlukan studi mengenai neraca air (water balance study), yaitu
kebutuhan air yang mendekati debit andalan dari sungai atau waduk. Studi ini
meliputi :
 Pengumpulan dan pengolahan data hidrometri dan tanaman
 Penelitian tentang kebutuhan air untuk tanaman
 Penelitian tentang kehilangan air.

Dengan menggunakan Rencana Pembagian Air per Periode, pembagian ke


saluran sekunder dan tersier dapat dilaksanakan. Masalahnya, air yang tersedia
disumbernya tidak sesuai dengan kebutuhan per periode yang direncanakan,
sehingga dalam pelaksanaannya perlu diadakan penyesuaian, antara debit yang
diperlukan dengan debit yang tersedia di bendung / sumbernya.

Ada beberapa metode penyesuaian yang dapat dipakai dalam membuat rencana
pembagian air yaitu :
 Pasten
 Faktor Palawija Relatif (FPR)
 Faktor K

Selama masa irigasi, air yang tersedia maupun air yang dibutuhkan selalu
berubah, tergantung dari debit yang tersedia di sumbernya, dan umur / masa
pertumbuhan tanaman. Namun demikian dalam pelaksanaan pemberian air tidak

3
perlu diadakan perubahan setiap hari, akan tetapi cukup dalam satu periode,
yang lamanya adalah sepuluh atau lima belas hari.
Untuk merencanakan pengaturan pembagian air, paling tidak dibutuhkan data-
data mengenai:
 Kebutuhan air
 Air yang tersedia
 Kehilangan air

2.1. KEBUTUHAN AIR

Kebutuhan bersih air irigasi adalah banyaknya air dalam liter/det/ha yang
dibutuhkan disawah, untuk jenis tanaman tertentu, dan pada tahap
pertumbuhan tertentu. Garis kebutuhan air untuk tanaman, sebenarnya
berupa garis lengkung, dari kecil membesar, kemudian mengecil lagi. Untuk
mudahnya. kebutuhan air ini dikelompok-kelompokkan sehingga bentuknya
sederhana ( Lihat gambar 1).
 Untuk Tanaman Padi, dikelompokkan menjadi tiga tahap yaitu :
a). Pengolahan Tanah termasuk persernaian : 1,5 bulan
b). Pertumbuhan : 2,5 bulan
c). Pemasakan : 1.5 bulan

 Untuk Tanaman Tebu, dikelompokkan menjadi :


a). Pengolahan Tanah termasuk penanaman : 1 bulan
b). Tebu Muda : 4 bulan
c). Tebu Tua : 10 bulan

 Untuk tanaman Palawija, dibedakan menjadi :


a). Yang perlu banyak air :3 bulan
b). Yang perlu sedikit air :3 bulan

4
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air telah mengeluarkan pedoman
sementara angka kebutuhan air untuk tanaman padi, tebu dan palawija untuk
masing-masing tahap pertumbuhan, berikut angka perbandingan kebutuhan
air terhadap palawija (tabel: 2.1 )

Tabel tersebut diatas dapat dipakai apabila daerah irigasi tidak mempunyai
angka kebutuhan air (water requirement) untuk masing masing jenis
tanaman, yang merupakan hasil dan suatu penelitian.

Untuk menentukan kebutuhan air, dapat juga diambil dari daerah irigasi
terdekat, atau daerah irigasi lain yang mempunyai kondisi mendekati sama,
yang telah mempunyai penelitian tentang kebutuhan air.

Gambar 2 menunjukkan factor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan air


irigasi yaitu :
 Kebutuhan air untuk pengolahan tanah
 Evapotranspirasi ( evapotranspiration )
 Perkolasi ( peresapan )
 Curah hujan efektif.( effective rainfall)

2.2. PENGOLAHAN TANAH DAN PEMBIBITAN

Untuk mempermudah pengolahan tanah untuk tanaman padi diperlukan


penggenangan petak petak sawah setinggi 10 — 15 cm. Penggenangan
ini iuga dimaksudkan untuk membentuk suatu lapisan yang cukup kedap
air sehingga besarnya kehilangan air akibat peresapan dapat dikurangi.

Periode 1-1,5 bulan diperlukan untuk mengolah tanah dan membuat


pembibitan. Kebutuhan air untuk periode ini diperkirakan sebesar 1,125
l/dt/ha. Menurut teori dari Van de Goor / zilstra , besarnya kebutuhan air

5
untuk pengolahan tanah dapat dihitung dengan rumus pendekatan yang
diperhitungkannya dapat dilihat pada tabel 2. 2.

2.3. EVAPOTRANSPIRASI

Evapotranspirasi ( evaporasi + traspirasi ) adalah besarnya air yang


diperlukan oleh tanaman untuk pertumbuhan.

Besarnya evapotranspirasi dapat dihitung dengan berbagai macam teori


seperti : Metode Penman, Blaney — Criddle, Tornwhite, dan sebagainya.
Atau dapat juga diambil dari suatu penelitian dengan menggunakan pan
evaporasi atau lysimeter.

Teori tersebut diatas adalah pendekatan berdasarkan tanaman referensi.


Yaitu alfalfa. Sedangkan untuk mengetahui besarnya evapotransporasi
jenis tanaman tertentu perlu dikalikan dengan coefisiensi tanaman ( Kc ).

2.4. PERKOLASI

Perkolasi atau peresapan ialah gerak turun air kebawah lapisan akar. Air
ini tidak dapat digunakan untuk pertumbuhan tanaman dan dengan
demikian merupakan kehilangan yang harus diperhitungkan dalam
menghitung kebutuhan air untuk tanaman.

Untuk tanaman padi sawah, besarnya perkolasi umumnya sangat kecil


dan stabil, karena tanah sawah selalu dalam keadaan jenuh. Disamping
itu dengan terjadinya lapisan film ketika pengolahan tanah, akan
memperkecil besarnya perkolasi.

Besarnya perkolasi berkisar antara 0,5 mm/hari sampai dengan 4mm/hari


atau 0,06 l/det/ha sampai 0,5 l/det/ha, tergantung dan jenis tanahnya.

6
Untuk mendapatkan data yang benar mengenai besarnya perkolasi,
hanya dapat diperoleh dan hasil penelitian dilapangan dengan
menggunakan alat-alat percobaan dilapangan, misalnya ring infiltrometer.

2.5. HUJAN EFEKTIF

Hujan yang turun pada petak-petak sawah, tidak semuanya dapat


dimanfaatkan o!eh tanaman. Sebagian akan meluap, berupa run-of,
sebagian lagi akan menguap melalui evaporasi. dan yang lainnya lagi
akan meresap kedalam tanah. besarnya curah hujan yang dapat
tertampung di petak sawah sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman
untuk pertumbuhannya, disebut hujan effektif.

Besarnya hujan efektif harus diperhitungkan pada waktu menghitung


besarnya kebutuhan air untuk tanaman. dengan demikian tidak perlu lagi
melakukan perubahan pintu-pintu setiap kali turun hujan. Kecuali terjadi
hal-hal yang luar biasa, sehingga perlu diadakan penutupan pintu sadap
untuk pengamanan.

7
Tabel 2.1.
KEBUTUHAN AIR UNTUK TANAMAN
Lama Angka perbandingan Angka
Jenis Tanaman (bulan) Kebutuhan air terhadap Kebutuhan Air
palawija (l/det/ha)
Padi :
a). Pengolahan tanah & 1,5 4,5 1,125
persemaian
b). Pertumbuhan 2,6 4,00 1,00
c). Pemasakan 1,5 2,50 0,625

Tebu :
a). Pengolahan tanah & 1,0 3,00 0,750
penanaman
b). Tebu Muda 4,0 2,00 0,50
c). Tebu Tua 10,0 0,50 0,125

Palawija :
a). Yang perlu banyak air 3,0 1,00 *) 0,250
b). Yang perlu sedikit air 3,0 0,50 0,125
Bero :
Tidak ditanami 0,0 0,00 0,00
Sumber : Eksloitasi dan pemeliharaan Irigasi, Pedoman No.1
*) Harga satuan = 0,25 l/dt/ha – water requirmen untuk palawija – Pasten Normal

8
9
Tabel 2.2
KEBUTUHAN AIR UNTUK PENGOLAHAN TANAH
Kebutuhan air untuk pengolahan tanah Kebutuhan air untuk pengolahan tanah
Eo+PM S – 200 mm S – 250 mm Eo+PM S – 200 mm S – 250 mm
Mm/day Mm/day l/det/ha Mm/day l/det/ha Mm/day Mm/day l/det/ha Mm/day l/det/ha

5.00 9.40 1.10 11.08 1.28 8.20 11.59 1.34 13.10 1.52
5.20 9.60 1.11 11.20 1.30 8.40 11.73 1.35 13.23 1.53
5.40 9.73 1.13 11.32 1.31 8.60 11.87 1.37 13.36 1.55
5.60 9.85 1.14 11.44 1.32 8.80 12.01 1.39 13.49 1.56

5.80 9.98 1.16 11.57 1.34 9.00 12.16 1.41 13.63 1.58
6.00 10.11 1.17 11.69 1.35 9.20 12.29 1.42 13.76 1.59
6.20 10.24 1.19 11.81 1.37 9.40 12.44 1.44 13.90 1.61
6.40 10.37 1,20 11.94 1.38 9.60 12.58 1.46 10.04 1.62

6.60 10.50 1.22 12.06 1.40 9.80 12.73 1.47 14.17 1.64
6.80 10.63 1.23 12.19 1.41 10.00 12.87 1.49 14.31 1.66
7.00 10.77 1.25 12.32 1.43 10.20 13.02 1.51 14.45 1.67
7.20 10.90 1.26 12.45 1.44 10.40 13.17 1.52 14.59 1.69

7.40 11.04 1.28 12.57 1.46 10.60 13.32 1.54 14.73 1.70
7.60 11.17 1.29 12.70 1.47 10.80 13.46 1.56 14.87 1.72
7.80 11.31 1.31 12.83 1.49 11.00 13.61 1.58 15.01 1.74
8.00 11.45 1.33 12.96 1.50 - - - - -

Sumber : Van de Goot / Zilstra – Water Requirment for Land Preparation in Malaysia
Keterangan :
1. Eo = Evaporasi ditempat terbuka 1, 2Evapotranspiration)
2. P = Perkolasi
3. Kebutuhan air untuk penjenuhan dan penggenangan (200mm untuk tanah dalam kondisi kering)

Rumus untuk menghitung :


I = M x ek / ( ek-1)
K=MxT/S
Dimana :
L = Kebutuhan air
K = waktu untuk pengolahan tanah (dihitung 30 hari) e = 2,71828

10
BAB III
SUMBER AIR (WATER RESOURCES) DAN PERMASALAHANNYA

3.1. AIR YANG TERSEDIA

Air irigasi dapat diperoleh dari waduk, sungai, atau air tanah. Dalam
musim hujan, air yang tersedia untuk irigasi sangat melimpah. Sehingga
hampir-hampir tidak ada masalah dalam pembagian air di jaringan irigasi,
kecuali pada awal datangnya musim hujan, yang bertepatan dengan awal
musim tanam, dimana kebutuhan air untuk pengolahan tanah sangat
tinggi, sementara debit sungai maupun curah hujan belum mencukupi
untuk kebutuhan itu.

Dimusim kemarau, tersedianya debit air disungai pada umumnya menjadi


masalah. Untuk setiap masa operasi, harus dibuat taksiran debit air
sungai yang tersedia untuk membuat rencana tanam. Taksiran itu
biasanya didasarkan pada catatan debit yang telah dikumpulkan selama
bertahun-tahun, dengan kemungkinan berhasil 80%.

Pada kenyataannya sering dijumpai bahwa debit yang tersedia disungai,


dibawah debit taksiran, sehingga untuk keperluan perencanaan
pembagian air per periode, dipakai data debit rata - rata harian pada
periode didepannya. Data debit ini mutlak diperlukan.karena tanpa data ini
pembagian air tak dapat direncanakan.

3.2. KEHILANGAN AIR

Kehilangan air terutama tergantung pada tingkat kegiatan dan


pemeliharaan. Besar kecilnya kehilangan air juga tergantung lokasi
saluran itu berada, apakah saluran tersier, sekunder atau induk.

11
Dalam metoda pasten, besarnya kehilangan air, baik dipetak tersier
maupun di jaringan utama, dikonversi menjadi areal tambahan palawija.

1) Kehilangan air dipetak tersier

Kehilangan air disaluran tersier, pada umumnya disebabkan oleh :


 Melimpah keluar dari permukaan
 Perembesan dan penguapan di jaringan
 Kehilangan akibat operasi

Apabila pematang disepanjang petak-petak sawah tidak dibuat dan


dipelihara dengan baik, angka kehilangan air akibat pelimpahan akan
tinggi sekali. Perembesan terutama terjadi disepanjanq batas areal yang
diairi ke sepanjang saluran pembuang. Pada umumnya akibat kurang
baiknya operasi dan pemeliharaan di jaringan tersier akan mengakibatkan
tingginya angka kehilangan air.

Kehilangan air dipetak tersier biasanya dinyatakan sebagai persentase


penyediaan air ke petak-petak. Untuk petak-petak yang Operasi dan
Pemeliharaannya baik, besarnya kehilangan air biasanya kurang dari
10%. Sedangkan untuk petak-petak yang jelek operasi dan
pemeliharaanya kehilangan air bisa mencapai 30% atau lebih.

Untuk penerapan dalam pembuatan rencana pembagian air, biasanya


diambil rata-rata kehilangan air sebesar 20% atau effisiensi dipetak tersier
adalah sebesar 80%. Dengan kata lain, faktor tersier : 100/80 = 1,25.

Angka tersebut dipakai bila tidak ada data dan penelitian tentang
kehilangan air di tersier.

12
2) Kehilangan air dijaringan utama

Kehilangan air di jaringan utama, banyak disebabkan oleh :


 Perembesan dan Penguapan di Jaringan
 Kebocoran
 Operasi yang kurang baik. .

Kehilangan akibat dari penguapan dan rembesan pada umumnya sangat


kecil dibandingkan dengan kehilangan akibat bocoran dan buruknya
operasi. Kehilangan ini tak dapat dicegah.

Kebocoran pada tanggul, yang mempunyai andil besar dalam kehilangan


air di jaringan utama, harus dicegah dengan melihat penyebabnya.

Kehilangan karena operasi pada umunya disebabkan kurang tepatnya


penyetelan pintu-pintu sadap dan, balok sekat ( skot balk ) pembagi dalam
pelaksanaan operasi. Kemungkinan lain adalah alat ukur debit yang
kurang baik, sehingga mengakibatkan kesalahan dalam pelaksanaan
operasi jaringan irigasi.

Dengan operasi dan pemeliharaan yang baik di jaringan utama,


kehilangan. air biasanya tidak lebih dari 10%, atau effisiensi sebesar 90%
(tabel 2.3 ).

Tabel 3.1
Kehilangan Air di Jaringan Utama.

SALURAN EFISIENSI
SEKUNDER 80 % - 90 %
PRIMER 90 % - 95 %

13
BAB IV
METODA PASTEN

4.1. PRINSIP / TEORI

Metoda pasten adalah suatu cara pembagian air berdasarkan pada


kesediaan air untuk irigasi terhadap total luas areal palawija relatif.
Metode ini walaupun kurang teliti, namun cukup mudah untuk
dilaksanakan, karena tidak memakai perhitungan yang rumit, sehingga
semua petugas operasi irigasi dapat menghitungnya.

Secara matematis, metode ini dapat dihitung dengan rumus :


Pasten = Q / LPRG.P (1)
Dimana : Pasten adalah besarnya satuan pemberian air untuk
palawija.
Q = debit yang tersedia dibendung
LPRG.P = Luas areal palawija relatif gabungan di Pintu pengambilan
Bendung.

Prinsip dalam perhitungan metode pasten (gambar 3)


 Luas tanaman yang ditanam didalam petak tersier dinyatakan dalam
luas Areal Palawija Relatif (LPR). yaitu dengan rnengkalikan areal
tanaman dengan faktor konfersi, sesuai dengan tingkat
pertumbuhanya.

LPR = A x FT (2)
Dimana : LPR = Luas Areal palawija relatif
A = Luas Areal realisasi tanam
FT = Faktor tanaman, yang merupakan perbandingan
kebutuhan air terhadap palawija.

14
 Kehilangan air dalam jaringan irigasi dinyatakan dalam tambahan hektar
palawija. Dengan demikian untuk mengetahui total areal palawija relatif
gabungan di Tersier (LPRG.T), di Sekunder (LPRG.S) dan di pintu
bendung dapat dihitung dengan rumus

Tersier -> LPRG.T = LPR x FK.T (3)


Skonder -> LPRG.S = Total LPRG.T x FK.s (4)
Primer ~> LPRG.P = Total LPRG.S x FK.I (5)
atau
LPRG.P = AxFTxFK.TxFK.SxFK.I (6)

Dimana :
FK.T = faktor kehilangan air dijaringan tersier
FK.S = faktor kehilangan di jaringan sekunder
FK.I = faktor kehilangan dijaringan induk

 Perbandingan antara jumlah air yang tersedia dengan kebutuhan dan


kehilangan air, menghasilkan jumlah air yang tersedia tiap hektar
palawija di sawah. Harga inilah yang dinamakan Pasten.

Dan rumus ( 6 ), perhitungan pasten di super posisi dengan rumus ( 1 )


akhirnya dapat ditulis :
Q
Pasten = ———————————— (7)
AxFTxFK.TxFK.SxFK.I

 Pemberian air pada tiap pintu pengambilan, dapat dihitung dengan


mengkalikan luas palawija relatif gabungan di pintu pengambilan
(intake), kali pasten.

Q = LPRG x Pasten (8)

15
4.2. PROSEDUR

Perencanaan pembagian air adalah suatu kegiatan yang harus dilakukan


secara terus menerus dan berulang tiap periode. Oleh sebab itu. perlu
sekali dibuat suatu mekanisme atau prosedur untuk pelaksanaannya.
Prosedur ini meliputi :
 Langkah langkah
 Blanko-blanko
 Waktu pelaksanaan -:

1. Langkah - Langkah
 Pengurus P3A mempersiapkan rencana tanam dalam petak tersier
 Ulu-ulu P3A / Ulu-ulu vak memberikan data tanaman kepada Juru
Pengairan, yang selanjutnya akan meneruskannya kepada
pengamat. Jika wewenang juru pengairan meliputi satu sekunder,
Juru harus menghimpun/merekap data itu dan menghitung areal
palawija reiatif untuk petak sekunder.
 Pengamat pengairan melengkapi formulir dan saluran sekunder
dalam wilayahnya dan diteruskan kepada Seksi Pengairan/Cabang
Dinas Pengairan. Bila satu Daerah irigasi seluruhnya termasuk
dalam wilayah Pengamat, Pengamat harus menghitung Pasten
untuk Daerah irigasi tersebut, setelah menerima laporan data debit
yang tersedia dibendung, dari Penjaga Bendung.
 Seksi melengkapi formulir- formulir tersebut dari seluruh Daerah
Iriqasi dan menghitung Pastennya.
 Ketetapan Pasten diteruskan kepada Pengamat-Pengamat dalam
wilayah Seksi.
 Pengamat memberi tahu Juru-juru di wilayahnya, yang selanjutnya
akan menghitung jatah air untuk tiap pintu Sekunder maupun
Tersier, dan mencatat ketetapan pasten dan jatah debit pada
Papan operasi.

16
Gambar 3
FLOW CHART PERHITUNGAN PASTEN

LUAS TANAMAN FAKTOR TANAMAN


Tiap Petak Tersier (Ft)
(A)
X

LUAS PALAWIJA RELATIF FAKTOR KEHILANGAN


Tiap Petak Tersier Di Jaringan Tersier
(LPR.T) (FK.T)
X

LUAS PALAWIJA RELATIF


Di Pintu Tersier Gross
( LPRG.T )

FAKTOR KEHILANGAN AIR


Σ LPRG.T Di Jaringan Sekunder
( FK.S )
X

LUAS PALAWIJA RELATIF GROSS


Di Pintu Sekunder
(LPRG. S)

Σ LPRG. S FAKTOR KEHILANGAN AIR


Di Saluran Induk
( FR )
X

DEBIT TERSEDIA LUAS PALAWIJA RELATIF


Di Sungai Di Pintu Pengambilan (Bendung) PASTEN
(Q) (LPRG. P)

17
2. Blanko - Blanko

Untuk menunjang kelancaran dan kemudahan dalam perencanaan


pembagian air, dapat dipakai model blanko. Dengan metoda Pasten,
blanko-blanko yang diperlukan yaitu :
 Blanko 01 (Lampiran I) yaitu blanko yang harus diisi oleh ulu-ulu P3A /
Vak untuk melaporkan penggunaan lahan pada petak tersier. Blanko
ini memuat keterangan-keterangan tentang :
- Nomor, nama dan luas petak tersier
- Periode pembagian air, Jenis tanaman serta luas areal untuk
masing-masing tingkat pertumbuhanya.
 Blanko 0 2 (lampiran II), adalah merupakan rekapitulasi dari blanko 01
dalam satu sekunder. Blanko ini diisi oleh pengamat dan diserahkan
ke seksi pengairan. Apabila wilayah juru meliputi satu sekunder penuh,
blanko ini diisi oleh juru dan diserahkan ke Pengamat.
 Blanko 03 (lainpiran III) adalah blanko "Laporan Pengukuran Debit
Sungai" yang berisi tentang informasi data debit harian yang tersedia
di bendung. Data ini dibuat oleh penjaga bendung, dan diserahkan
kepada pengamat, untuk diteruskan ke Seksi sebagai bahan untuk
perhitungan pasten.

3. Waktu Pelaksanaan

Agar pembagian air dapat dilaksanakan secara tepat waktu, perlu diatur
penyampaian data dan laporan menqenai tanaman, dan debit, untuk
keperluan perencanaannya yaitu :
 Ulu-ulu harus menyampaikan ke juru, data areal untuk masing -
masing jenis tanaman dan tingkat pertumbuhan, pada Tanggal (T) - 7,
dengan menggunakan blanko 1.

18
 Pada tanggal ( T ) - 6 Pengamat / Ranting harus sudah menerima
blanko 01 dari juru, dan selanjutnya akan rnerekap per sekunder, dan
menghitung total areal palawija relatifnya.
 Data debit yang tersedia di bendung harus sudah diterima oleh
pengamat pada tanggal (T ) -2
 Pada tanggal ( T ) - 1 Seksi mengadakan pertemuan dengan para
pengamat untuk mengadakan perhitungan pasten, dan
menetapkannya. Selanjutnya para pengamat akan memberitahukan
kepada juru-juru diwilayahnya, yang akan mencatat ketetapan pasten
di Papan Operasi, dan menghitung besarnya debit yang harus
dialirkan.
 Pada tanggal ( T ) penjaga pintu air akan mengatur pintu pintu, sesuai
dengan jatah debit yang harus dialirkan.

4.3. CONTOH PERHITUNGAN DENGAN METODE PASTEN

Dalam contoh ini akan diberikan suatu contoh menetapkan perhitungan


Fasten untuk menetapkan pembagian air, pada suatu daerah irigasi.
Dalam contoh ini juga akan ditunjukkan penggunaan formulir - formulir
operasi dalam kaitannya dengan perhitungan pasten pada suatu daerah
irigasi sebagai berikut:

Daerah irigasi "Sabuk inten" seperti dalam skema, yang dapat dilihat pada
gambar 4, terdiri dari dua Sekunder, "Lumbung kerep" dan "Argo Makmur"
dengan kondisi sebagai berikut:
 Sekunder Lumbung Kerep mempunyai 2 petak tersier dengan area!
rnasing-masing 100 ha dan 150 ha.
 Sekunder Argo Makmur mempunyai 3 petak tersier, dengan areal
masing masing 110 ha, 160 ha dan 120 ha.
 Periode pemberian air tiap 15 hari

19
 Efisiensi : Tersier 70 %, Sekunder 90 %, dan Primer 95 %
 Kebutuhan untuk Air Minum 200 l/det. diambil dari bendung.
 Keadaan tanaman per petak tersier dapat dilihat pada blanko
laporan terlampir.
 Debit tersedia dibendung menurut laporan, adalah : 450 l/det.

Diminta : Rencanakan pembagian air untuk periode 15 Mei 1990


sampai dengan 31 Mei 1990.

Penyelesaian :

Kumpulkan data luas tiap jenis tanaman beserta tingkat pertumbuhannya


untuk tiap-tiap petak tersier, dengan menggunakan blangko 01.
Masukkan data tanaman dari blanko 01 kedalam kumpulan data tanaman,
dengan menggunakan blanko 02, dan hitung total areal palawija relatif di
tiap tersier.

Kebutuhan air di Tersier (dalam ha palawija relatif)


100 / 70 x 704 ha = 1.006 ha
Kebutuhan air di sekunder ( ha palawija sekunder)
100 / 90 x 1.006 ha = 1.117 ha
Kebutuhan air di bendung ( ha palawija bendung) :
100 / 95 x 1.117ha = 1.176 ha
(450 - 200)
Pasten = —————— = 0.21 I / dt / ha
1.176

20
Berapa besarnya debit diberikan pada setiap pintu

Pintu tersier ———> Q diberikan sebesar =


100
T1 diberikan = ----- x 63 ha x 0,21 l/d/ha = 18,90 l/dt
70
100
T2 diberikan = ----- x 150 ha x 0,21 l/d/ha = 45, 00 l/dt
70
100
T3 diberikan = —- x 143,5 ha x 0,21 l/d/ha = 43,05 l/dt
70
100
T4 diberikan = -— x 203 ha x 0,21 l/d/ha = 60, 90 l/dt
70

100
T5 diberikan = ----- x 144 ha x 0,21 l/d/ha = 43, 35 l/dt
70 -- ---------------------------------
Jumlah = 211,20 l/dt

Pintu Sekunder

Argo Makmur, Q diberikan sebesar =


100 100
QAM = --— x —— x (143,5 + 203 + 144,5 ) x 0,21
90 70
100 100
= ….... x ——-- x 491 x 0,21 = 164 l/dt
90 70

21
Lumbung Kerep, Q diberikan sebesar =
100 100
QLK = —----- x ——-- x (63 + 150) x 0,21
90 70
100 100
= ----—- x—— x 213 x 0,21 = 71 l/dt
90 70

Pintu bendunq

100 100 100


QPB = —---- x —— x ----- x Total LPR x 0,21
90 70 70
100 100 100
= —.. x ..... x ..... x 704 x 0,21 = 247 l/dt < ( Q = 450 - 200 ) l/'dt
90 70 70

22
Gambar : 4
Skema : DAERAH IRIGASI SABUK INTEN

Lumbung Kerep Argo Makmur

T–1 T–3

100 ha 110 ha

T–2
T–4
150 ha
160 ha

T–5

120 ha

No Sekunder Areal (ha) Tersier (ha) Keterangan


I Lumbung Kerep 250
1 T1 100
2 T2 150
II Argo Makmur 390
1 T3 110
2 T4 160
3 T5 120
Jumlah 640
Dari perhitungan di Blanko 02, terlihat total areal palawija relative di tersier
Padi :
a). Pengolahan tanah + persemaian = 45 ha
b). Pertumbuhan = 164 ha
c). Pemasakan = 0 ha

Tebu :
a). Pengolahan tanah + persemaian = 45 ha
b). Pertumbuhan = 100 ha
c). Pemasakan = 0 ha

Palawija:
a). Perlu banyak air = 350 ha
b). Perlu sedikit air = 0 ha jumlah = 704 ha Palawija relatif

23
BAB V
METODE FPR

5.1. PENGERTIAN

FPR = Faktor Palawija Ratio

Metode ini dikembangkan di Jawa Timur. Sebenarnya prinsip perhitungan


sama dengan metode Pasten. Ada 2 hal yan ditonjolkan pada metoda
FPR. Yaitu :
 Besaran ( Q ) = Debit Rencana = Q yang ada ± x %
 Dipakainya faktor lapangan yang disebut dengan c = koefisien
lapangan

Kalau metode Pasten :


Q
Pasten = --------------------------------------------------------
A x Ft x FK.T x FK.S x FK.I
Luas Palawija Relatif

Kalau metode FPR :


Q
Water Duty = -----------------------------------------------------
(kemampuan air) A x Ft x c x FK.T x FK.S x FK.I

Luas Palawija Rasio


Dimana :
 Q = Q yang tersedia ( kenyataan yang ada )
 (Q) = Q Rencana yang diperkirakan mengalir
= Q yang tersedia ± x %
= ( x = faktor karakteristik debit sungai )

24
 A = Luas tanaman
 C = koefisien lapangan ( pengaruh perkolasi )
Kebutuhan air tanaman
 Ft = Faktor tanaman = ------------------------------------------------
Kebutuhan air palawija
 FK.T = Faktor Kehilangan Air di Tersier
 FK.S = Faktor Kehilangan Air di Sekunder
 FK.I = Faktor Kehilangan Air di Induk

Dengan kata lain bisa dikatakan :


Metode Pasten = Metode FPR, dimana nilai c diambil sebesar 1,00 (satu )

5.2. DEBIT RENCANA DAN KOEFISIEN LAPANGAN

Perbedaan pokok antara FPR dan Pasten, ada 2 yaitu :


a) Pada FPR digunakan istilah (Q) = Q Rencana = Q yang ada ± x %
Nilai x bisa diartikan faktor karakteristik debit sungai,
Tiap sungai mempunyai nilai x yang berbeda.

Contoh :
Pengalaman di daerah Jombang (Jawa Timur),
Tentang faktor x ( pengurangan dan penambahan debit) adalah
sebagai berikut :
Bulan Debit Rencana Bulan Debit Rencana
Dibanding pada Dibanding pada
Bulan lalu Bulan lalu
Januari +5% Juli -5%
Pebruari +5% Agustus -5%
Maret - 5% September -5%
April - 5% Oktober -0%
Mei - 5% Nopember + 15 %
Juni - 5% Desember + 10 %

25
Misal :

Pada tanggal 16 - 31 Januari, mengalir debit 3 m3/ dt


Maka diperkirakan debit yang mengalir pada tanggal 1-5 Pebruari =
3 3
3m /dt + 5% = 3,15m /dt

Pada tanggal 16 - 31 Agustus mengalir debit 2 m3/ dt


Maka diperkirakan debit yang mengalir pada tanggal 1 - 15 September =
2 m3/dt - 5% = 1,90 m3/dt ;

b) Dipakai faktor c = koefisien lapangan

Hal ini dimunculkan karena kenyataan terjadi perkolasi ( rembesan


kebawah ) di sawah yang berbeda - beda , tergantung jenis tanah :

 Tanah poreus ----- p = 4 - 8 mm/hari----- c=± 1,50


 Tanah berpasir --- p = 2 - 4 mm/hari ---- c=± 1,20
 Tanah liat --------- p = 0 - 1 mm/hari --- c = 1,00

Sebenarnya kalau menghitung dengan metode pasten, bisa juga faktor c


ini disatukan dengan FT, sehingga nanti FT yang berbeda -beda tiap
petak tersier.

 Petak Tersier yang poreus -------- FT = 1,25 x 1,50 = 1,875


 Petak Tersier yang berpasir ------  FT = 1,25 x 1,20 = 1,500
 Petak Tersier yang kedap air-----  FT = 1,25 x 1,00 = 1,250

26
5.3. CONTOH PERHITUNGAN METODA FPR

M1
M2
TERSIER

M3
TERSIER

Petak Tersier M 2 Faktor tanaman


Tanaman palawija = 50 ha ---------------- 1 x
Tanaman tebu = 20 ha ---------------- 1,5 x
Tanaman padi gadu = 30 ha ---------------- 4 x
Koef lapangan = 1.5
Kehilangan air di saiuran tersier = 20 %

Petak Tersier M 3 Faktor tanaman


Tanaman palawija = 100 ha ---------------- 1 x
Tanaman tebu = 10 ha ---------------- 1,5 x
Tanaman padi gadu = 40 ha ---------------- 4 x
Koef lapangan = 1
Kehilangan air di saiuran tersier = 10 %

Debit tersedia di M1 = 250 l/dt dan kehllangan air di saluran sekunder = 20 %


Bagimana pembagian air ?
Petak Tersier M 2

27
Luas Palawija Relatif = 50 x 1 + 20 x 1,5 +30 x 4
= 50 + 30 + 120 = 200 ha Plw
Koef lapangan ------- c = 1,5
100
FK.T = -------------- = 1,25
80
100
FK.S = ------------ = 1,25
80
Luas Palawija Relatif di Bendung = 1,25 x 1,25 x 1,50 x 200 = 468 ha Plw

Petak Tersier M 3

Luas Palawija Relatif = 100 x 1 + 10 x 6 + 40 x 4


= 100 + 60 + 160 = 320 ha Plw
Koef lapangan ------- c = 1,00
100
FK.T = -------------- = 1,11
80
100
FK.S = ------------ = 1,25
80
Luas Palawija Relatif di Bendung = 1,25 x 1,11 x 1,00 x 320 = 444 ha Plw
Total Iuas Palawija Relatif di Bendung = 468 ha + 444 ha = 912 ha Plw

28
Water Duty ( Pasten ) = ———————————————
Total Luas Relatif Plw di Bendung
250 I /dt
= ————— = 0,27 I / dt / ha 912 ha
912 ha
Debit di M2 = 1,25 x 1,50 x 200 x 0,27 = 101 I / dt
Debit di M3 = 1,11 x 1.00 x 320 x 0,27 = 96 I / dt

29
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1 Blanko : 01

FORMULIR
LAPORAN LUAS TANAMAN

Nomor Petak Tersier : Luas Petak Tersier :………


Nama Petak Tersier
Periode Pemberian Air Tanggal ….......s/d ……. Bulan …………. 200…
Jenis Tanaman Waktu Rencana Keterangan
(bulan) Luas
Tanaman
(ha)

1. Padi :
a). Pengolahan tanah + persemaian 1,5
b). Pertumbuhan 2,5
c). Pemasakan 1,5
2. Tebu :
a). Pengolahan tanah + persemaian 1
b). Tebu Muda 4
c). Tebu Tua 10
3. Palawija
a). Perlu banyak air 3
b). Perlu sedikit air 3

JUmlah :

Mengetahui Dibuat Tanggal


Juru Pengairan Pengurus P3A

(………………………) (………………………)

30
31
Lampiran : 3 Blanko : 03
LAPORAN PENGUKURAN DEBIT SUNGAI
Seksi :……………………………..
Pengamat :……………………………
Sungai :……………………………. Bulan :……………..
Bendung :…………………………… Tahun :…………….
Debit yang melimpas di bendung Debit yang masuk saluran
Pagi Sore Rata- Pagi Sore Rata-
Tanggal rata rata Debit
H Q H Q Q H Q H Q Q Total
cm l/det cm l/det l/det cm l/det cm l/det l/det
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Debit (1) (2) (3)
rata- …… ……. (1)
rata +(2)
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Debit (1) (2) (3)
rata- ……. …… (1)
rata +(2)

Juru :

(…………………………)

32
Lampiran : A - 1 Blanko : 01

FORMULIR
LAPORAN LUAS TANAMAN

Nomor Petak Tersier : T.1 Luas Petak Tersier : 100 ha


Nama Petak Tersier
Periode Pemberian Air Tanggal 15 s/d 31 Bulan Mei. 2005
Jenis Tanaman Waktu Rencana Keterangan
(bulan) Luas
Tanaman
(ha)

1. Padi :
a). Pengolahan tanah + persemaian 1,5 2 x 4.50 = 9.00
b). Pertumbuhan 2,5 1 x 4.00 = 4.00
c). Pemasakan 1,5 0 x 2.50 = 0.00
2. Tebu :
a). Pengolahan tanah + persemaian 1 0 x 3.00 = 0.00
b). Tebu Muda 4 0 x 2.00 = 0.00
c). Tebu Tua 10 0 x 0.50 = 0.00
3. Palawija
a). Perlu banyak air 3 50 x 1.00 = 50.00
b). Perlu sedikit air 3 0 x 0.50 = 0.00

JUmlah : 53 63 ha Plw

Mengetahui Dibuat Tanggal


Juru Pengairan Pengurus P3A

(………………………) (………………………)

33
Lampiran : A - 2 Blanko : 01

FORMULIR
LAPORAN LUAS TANAMAN

Nomor Petak Tersier : T.2 Luas Petak Tersier : 150 ha


Nama Petak Tersier
Periode Pemberian Air Tanggal 15 s/d 31 Bulan Mei. 2005
Jenis Tanaman Waktu Rencana Keterangan
(bulan) Luas
Tanaman
(ha)

1. Padi :
a). Pengolahan tanah + persemaian 1,5 2 x 4.50 = 0.00
b). Pertumbuhan 2,5 1 x 4.00 = 0.00
c). Pemasakan 1,5 0 x 2.50 = 0.00
2. Tebu :
a). Pengolahan tanah + persemaian 1 0 x 3.00 = 0.00
b). Tebu Muda 4 0 x 2.00 = 0.00
c). Tebu Tua 10 0 x 0.50 = 0.00
3. Palawija
a). Perlu banyak air 3 150 x 1.00 = 150.00
b). Perlu sedikit air 3 0 x 0.50 = 0.00

JUmlah : 150 150 ha Plw

Mengetahui Dibuat Tanggal


Juru Pengairan Pengurus P3A

(………………………) (………………………)

34
Lampiran : A - 3 Blanko : 01

FORMULIR
LAPORAN LUAS TANAMAN

Nomor Petak Tersier : T.3 Luas Petak Tersier : 110 ha


Nama Petak Tersier
Periode Pemberian Air Tanggal 15 s/d 31 Bulan Mei. 2005
Jenis Tanaman Waktu Rencana Keterangan
(bulan) Luas
Tanaman
(ha)

1. Padi :
a). Pengolahan tanah + persemaian 1,5 3 x 4.50 = 13.50
b). Pertumbuhan 2,5 10 x 4.00 = 40.00
c). Pemasakan 1,5 0 x 2.50 = 0.00
2. Tebu :
a). Pengolahan tanah + persemaian 1 10 x 3.00 = 30.00
b). Tebu Muda 4 10 x 2.00 = 20.00
c). Tebu Tua 10 0 x 0.50 = 0.00
3. Palawija
a). Perlu banyak air 3 40 x 1.00 = 40.00
b). Perlu sedikit air 3 0 x 0.50 = 0.00

JUmlah : 73 143.5 ha Plw

Mengetahui Dibuat Tanggal


Juru Pengairan Pengurus P3A

(………………………) (………………………)

35
Lampiran : A - 4 Blanko : 01

FORMULIR
LAPORAN LUAS TANAMAN

Nomor Petak Tersier : T.4 Luas Petak Tersier : 160 ha


Nama Petak Tersier
Periode Pemberian Air Tanggal 15 s/d 31 Bulan Mei. 2005
Jenis Tanaman Waktu Rencana Keterangan
(bulan) Luas
Tanaman
(ha)

1. Padi :
a). Pengolahan tanah + persemaian 1,5 4 x 4.50 = 18.00
b). Pertumbuhan 2,5 20 x 4.00 = 80.00
c). Pemasakan 1,5 0 x 2.50 = 0.00
2. Tebu :
a). Pengolahan tanah + persemaian 1 5 x 3.00 = 15.00
b). Tebu Muda 4 20 x 2.00 = 40.00
c). Tebu Tua 10 0 x 0.50 = 0.00
3. Palawija
a). Perlu banyak air 3 50 x 1.00 = 50.00
b). Perlu sedikit air 3 0 x 0.50 = 0.00

JUmlah : 99 203 ha Plw

Mengetahui Dibuat Tanggal


Juru Pengairan Pengurus P3A

(………………………) (………………………)

36
Lampiran : A - 5 Blanko : 01

FORMULIR
LAPORAN LUAS TANAMAN

Nomor Petak Tersier : T.5 Luas Petak Tersier : 120 ha


Nama Petak Tersier
Periode Pemberian Air Tanggal 15 s/d 31 Bulan Mei. 2005
Jenis Tanaman Waktu Rencana Keterangan
(bulan) Luas
Tanaman
(ha)

1. Padi :
a). Pengolahan tanah + persemaian 1,5 1 x 4.50 = 4.50
b). Pertumbuhan 2,5 10 x 4.00 = 40.00
c). Pemasakan 1,5 0 x 2.50 = 0.00
2. Tebu :
a). Pengolahan tanah + persemaian 1 0 x 3.00 = 0.00
b). Tebu Muda 4 20 x 2.00 = 40.00
c). Tebu Tua 10 0 x 0.50 = 0.00
3. Palawija
a). Perlu banyak air 3 60 x 1.00 = 60.00
b). Perlu sedikit air 3 0 x 0.50 = 0.00

JUmlah : 91 144,5 ha Plw

Mengetahui Dibuat Tanggal


Juru Pengairan Pengurus P3A
3.
(………………………) (………………………)

37
38
BABA VI
METODE FAKTOR K

6.1. PRINSIP/TEORI

Metoda faktor-K adalah suatu cara pembagian air berdasarkan air yang
tersedia di bendung dikurangi kehilangan air disaluran Induk/Sekunder di
bagi jumlah kebutuhan air seluruh tanaman.
Untuk menghitung faktor-K diperlukan data sebagai berikut:
 Debit air yang tersedia
 Kebutuhan air
 Kehilanqan air

Secara matematik, metoda ini dapat dihitung dengan rumus


Qs – Qh Q tersedia di pintu tersier
K = ----------------------- = --------------------------------------------
Σ Qt Total kebutuhan air dipintu tersier

Qs adalah debit tersedia


Qh adalah kehilangan air
Qs-Qh = Q netto tersedia di pintu tersier
Σ Qt adalah total kebutuhan air di pintu tersier

6.2. KEBUTUHAN AIR

Kebutuhan bersih air irigasi adalah banyaknya air dalam liter/detik/ha


yang dibutuhkan di sawah untuk jenis tanaman tertentu dan pada tahap
pertumbuhan tertentu. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air pernah
membuat program sementara tentang satuan kebutuhan air untuk
tanaman padi, tebu dan palawija untuk masing-masing tahap

39
pertumbuhan. Kebutuhan air normal yang dipakai adalah seperti terlihat
pada tabel dibawah ini.

Kebutuhan Air Normal

Satuan Kebutuhan Air di


Jenis Tanaman Sawah (WR) l/det/ha
MK MH
1. Padi
a). Pengolahan Tanah + Persemaian 1,125 1,250
b). Pertumbuhan 0,850 0,725
c). Panen 0,300 0,300

2. Tebu
a). Pengolahan tanah + persemaian 0,650
b). Tebu MUda 0,360
c). Tebu Tua 0,125

3. Palawija
a). Yang perlu banyak air 0,30
b). Yang perlu sedikit air 0,15

MH = Musim Hujan, biasanya = Oktober - Maret


MK = Musim Kemarau, biasanya = April - September
Tebu umumnya ± 15 bulan, jadi melebihi MH+MK

Apabila Daerah Irigasi tidak mempunyai angka satuan kebutuhan air (Water
Requirement) untuk masing-masing jenis tanaman yang merupakan hasil dari
suatu penelitian maka tabel diatas dapat digunakan.

40
Dibawah ini akan dicoba menghitung kebutuhan bersih air irigasi untuk masing-
masing jenis tanaman dan tahapan pertumbuhan dalam petak tersier T2 dengan
luas baku 76 ha.

Perhitungan Kebutuhan Air Untuk Berbagai Tanaman


Satuan Rencana Kebutuhan
Jenis Tanaman Kebutuhan Air Tanaman bersih air
(l/det/ha) (ha) disawah (l/det)
(1) (2) (3) (4) = (2) x (3)
1. Padi
a). Pengolahan tanah + 1,125 5 5,63
persemaian
b). Pertumbuhan 0,850 28 23,80
c). Panen 0,300 0 0

2. Tebu
a). Pengolahan tanah + 0,650 0 0
persemaian
b). Tebu MUda 0,360 0 0
c). Tebu Tua 0,125 0 0

3. Palawija
a). Yang perlu banyak air 0,30 38 11,40
b). Yang perlu sedikit air 0,15 0 0

4. Gadu tidak ijin 0,30 5 1,50

Jumlah - 76 42,33 l/det

6.3. AIR YANG TERSEDIA

Air irigasi dapat diperoleh dari waduk, sungai, atau air tanah. Dalam
musim hujan, air yang tersedia untuk irigasi sangat melimpah, sehingga

41
hampir-hampir tidak ada masalah dalam pengoperasian jaringan irigasi,
kecuali pada awal datangnya musim hujan, yang bertepatan dengan
musim tanam, dimana kebutuhan air untuk pengolahan tanah sangat
tinggi, sementara debit sungai maupun curah hujan belum mencukupi
untuk kebutuhan itu.
Untuk daerah irigasi yang disuplay dari waduk, prediksi dan tersedianya
air untuk irigasi lebih mudah, karena rencana tanamnya telah disesuaikan
dengan kapasitas waduk itu sendiri.

Di musim kemarau, tersedianya debit air di sungai pada umumnya


menjadi masalah. Untuk keperluan operasi, harus dibuat taksiran debit air
sungai yang tersedia, dengan mengumpulkan data debit sungai selama
bertahun-tahun, kemudian dicari besarnya Q 80%. Pada kenyataannya
sering dijumpai bahwa debit yang tersedia disungai, dibawah debit
taksiran. Sehingga untuk kepertuan pembagian air dipakai data debit
rata— rata harian pada periode didepannya. Data debit ini sangat
diperlukan, karena tanpa data ini pembagian air tak dapat direncanakan.

6.4. KEHILANGAN AIR


Kehilangan air bisa terjadi di petak tersier, saluran sekunder dan saluran
induk. Kehilangan-kehilangan ini harus diperhitungkan dengan
mengkalikan kebutuhan air dengan faktor kehilanqan air.

1. Kehilangan air petak tersier


Pengalaman menunjukkan, biasanya kehilangan air dipetak tersier
besarnya antara 20 - 30 % atau effisiensi pengaliran air dipetak tersier
adalah 70 - 80 %. Dengan kata lain FT = Faktor Tersier adalah :
100
Efisiensi 80% ------ FT = --—— = 1,25
80

42
100
Efisiensi 70% ------ FT = --—— = 1,43
70
Jadi untuk menghitung kebutuhan kotor air dalam petak tersier adalah
dengan cara mengkalikan kebutuhan bersih air dipetak tersier kali faktor
tersier.
Contoh perhitungan kebutuhan kotor air pada petak tersier T2 adalah:
 Kebutuhan bersih air dalam petak tersier T2 = 42,33 1/det.
 Faktor tersier 1,25
 Kebutuhan kotor dipintu tersier = 42,33 x 1,25 = 53 1/det.

Untuk kebutuhan kotor air dipetak tersier yang lain bisa dihitung dengan
cara yang sama.

2. Kehilangan air di saluran sekunder

Perkiraan kehilangan air disaluran sekunder besamya antara 10-20 %


atau effisiensi pengaliran adalah 80-90 %. Faktor kehilangan disaluran
sekunder atau FS = Faktor Sekunder adalah :
100
Efisiensi 90% ——> FS = —— = 1,11
90
100
Efisiensi 80% —— > FT = —— = 1,25
80

3. Kehilangan air di saluran Induk/Primer


Perkiraan kehilangan air di saluran Induk/Primer besarnya antara 5-10 %,
atau effisiensi penyaluran adalah 90-95 %. Faktor kehilangan Saluran
Induk/Primer atau Faktor Induk (Fl) adalah :

43
100
Efisiensi 95% ——> Fl = ——— = 1,055
95
100
Efisiensi 90% ——> Fl = ——-- = 1,11
90
Faktor Sekunder dan Faktor Induk digunakan kalau tidak mempunyai data
berapa kehilangan air disaluran induk dan sekunder. Biasanya
berdasarkan pengalaman atau penelitian bisa diketahui angka kehilangan
air per-bentang saluran (lihat Lampiran 1) Angka kehilangan ditetapkan
sebesar 25 + 20 + 30 = 75 l/dt.

6.5. PROSEDUR

Prosedur pembagian air adalah suatu kegiatan yang harus dilakukan


secara terus menerus dan berulang tiap periode. Oleh karena itu perlu
sekali dibuat suatu mekanisme atau Prosedur untuk pelaksanaannya.
Prosedur ini meliputi:
 Langkah-langkah
 Blanko-blanko
 Waktu pelaksanaan.

1. Langkah-langkah
 Pengurus atau Ketua P3A mempersiapkan rencana tata tanam
dalam petak tersier sesuai dengan tahap pertumbuhan tanaman
maupun jenis tanamannya.
 Ketua P3A menyampaikan data—data rencana tanam kepada Juru
Pengairan. Apabila Juru Pengairan mengelola satu sekunder yang
terdiri dan beberapa petak tersier, maka juru pengairan tersebut
harus membuat rekapitulasi data—data tersebut disampaikan ke
Pengamat / Ranting Dinas Pengairan.

44
 Untuk Daerah Irigasi Kecil, Pengamat/Ranting
Pengairan/Koordinator Pelaksana (Korlak) membuat rekapitulasi
rencana tanaman maupun rencana kebutuhan air dan melengkapi
blanko-blanko yang diperlukan. Setelah penjaga bendung
melaporkan keadaan debit yang tersedia di bendung, kemudian
Pengamat / Ranting Dinas Pengairan/Korlak menghitung faktor-K.

Untuk Daerah Irigasi Besar, Pengamat/Ranting Dinas Pengairan/


Koordinator Pelaksana menyampaikan rencana tanaman dan rencana
kebutuhan air di daerah kepengamatannya kepada Seksi/Cabang
Dinas Pengairan. Seksi/Cabang Dinas Pengairan membuat
rekapitulasi luas rencana tanam maupun rencana kebutuhan air.
Setelah debit tersedia di bendung dilaporkan ke Seksi/Cabang Dinas,
kemudian Seksi/Cabang Dinas menghitung faktor-K.
- Seksi/Cabang Dinas Pengairan menginformasikan faktor-K kepada
Pengamat/ Ranting Dinas Pengairan/Koordinator Pelaksana O&P.
- Juru/Mantri Pengairan menghitung jatah air untuk tiap-tiap pintu
sekunder maupun pintu tersier yang dikelolanya dan mencatat
faktor-K yang ditetapkan dikalikan kebutuhan kotor pada papan
operasi;.

2. Blanko-blanko
Bianko-blanko yang digunakan dalam perencanaan pembagian air
adalah:
 Blanko 04-0 —> Lap. keadaan air tanaman pada wilayah
mantri/juru
 Blanko 05-0 —> Rencana kebutuhan air di pintu pengambilan
 Blanko 06 - 0 —> Pencatatan Debit Saluran
 Blanko 07-0 —> Rencana kebutuhan air di Jaringan utama
 Blanko 08-0 —> Pencatatan debit bangunan pengambilan/debit
sungai

45
 Blanko 09 - 0 —> Perhitungan faktor-K.

3. Waktu Pelaksanaan

Agar pembagian air dapat dilaksanakan secara tepat, perlu diatur


penyampaian data laporan mengenai tanaman dan debit untuk
keperluan perencanaan :
 Ketua P3A membuat laporan tanaman tiap-tiap petak tersier sesuai
tahap pertumbuhan tanaman maupun jenis tanaman, laporan ini
dibuat pada blanko 04 - 0 setiap 15 (lima belas) hari sebelum
pelaksanaan pembagian air.
 Juru/Mantri Pengairan mengecek kebenarannya tentang laporan
keadaan tanaman yang dibuat oleh P3A tersebut, apakah sudah
sesuai dengan target areal tanam yang diputuskan oleh Panitia
Irigasi. Pengecekan ini dilakukan setiap 4 (empat) hari sebelum
pelaksanaan pembagian air.
 Untuk Daerah Irigasi kecil, Juru/Mantri Pengairan membuat
hitungan kebutuhan air untuk tanaman pada blanko 05 - 0, setiap 3
(tiga) hari sebelum pelaksanaan pembagian air. Kemudian
perhitungan tersebut diatas disampaikan kepada
Pengamat/Ranting Dinas Pengairan / Korlak.
 Setiap tanggal 15 atau akhir bulan ada rapat di Kantor Pengamat /
Ranting Dinas Pengairan/Korlak untuk membahas faktor-K dengan
data penunjang yaitu blanko 04 - 0 s/d 09 - 0. Rapat ini dihadiri oleh
Juru/Mantri Pengairan dan dianjurkan menyertakan wakil
Petani/P3A untuk memastikan partisipasi para petani dalam hal ini.
Seusai rapat, juru/mantri pengairan mencatat faktor-K pada papan
operasi.
 Untuk Daerah Irigasi yang didalam koordinasi BPSDA,
pembahasan faktor-K mengikut sertakan koordinator pelaksana

46
O&P BPSDA tersebut. Sehingga kesepakatan yang diperoleh
sudah memperoleh persetujuan semua pihak yang terkait.
 Untuk Daerah Irigasi yang besar, Pengamat/Ranting Dinas
Pengairan /Korlak membuat perhitungan rencana kebutuhan air
untuk tanaman pada bianko 05 - 0 setiap 3 (tiga) hari sebelum
pelaksanaan pembagian air, setelah perhitungan selesai
disampaikan kepada Seksi/Cabang Dinas Pengairan.
 Setiap tanggal 15 atau akhir bulan ada rapat di kantor
Seksi/Cabang Dinas untuk menentukan faktor-K dengan data
penunjang blanko 04 - 0 s/d 09 - 0. Rapat ini cukup dihadiri oleh
Seksi dan Staf di Cabang Dinas Pengairan dan Pengamat/Ranting
Dinas Pengairan/Korlak. Setelah faktor-K ditetapkan, Kepala
Ranting Dinas Pengairan/Korlak menginformasikan kepada
masing-masing Juru/ Mantri Pengairan untuk mencatat pada papan
operasi.

6.6. CONTOH PERHITUNGAN FAKTOR-K

Disini diberi contoh perhitungan pembagian air dengan memakai metode


faktor-K.
Sekedar contoh adalah Daerah Irigasi Wadas, seluas 642 ha. Lihat
Lampiran 1 s/d 15 :
 Lampiran 1 : Skema Daerah Irigasi Wadas
 Lampiran 2 s/d 9: Blanko 04 (Laporan keadaan tanaman pada petak
tersier)
 Lampiran 10 : Blanko 05 (Rencana kebutuhan airdi pintu tersier)
 Lampiran 11 : Blanko 06 (Pencatatan debit saluran)
 Lampiran 12 : Blanko 07 (Rencana kebutuhan di jaringan utama)
 Lampiran 13 : Blanko 08 (Pencatatan debit sungai)
 Lampiran 14 : Blanko 09 (Perhitungan faktor-K)

47
 Lampiran 15 : Sirkulasi blanko operasi, pada kondisi air kurang
(K<1)

1) Daerah Irigasi Wadas

Daerah Irigasi Wadas mempunyai data sebagai berikut:


 8 petak tersier dengan luas :
T1 = 94 ha T5 = 112 ha
T2 = 83 ha T6 = 53 ha
T3 = 64 ha T7 = 62 ha
T4 = 78 ha T8 = 96 ha
 Rencana tata tanam di musim kemarau, yang ditetapkan oleh
Pemerintah atas dasar usulan petani, ketersediaan air dan lain-lain
terdiri:
Padi ijin = 256 ha
Palawija = 316 ha
Bero = 70 ha (tak ditanami) Total = 642 ha
 Kehilangan air disaluran tersier-------- Faktor Tersier untuk setiap
petak tersier, diambil sama, yaitu = 1,25
 Kehilangan air di saluran induk/sekunder, berdasarkan pengalaman /
evaluasi tahun sebelumnya adalah sebagai berikut:

- Saluran AB = ± 25 l/dt
- Saluran BE = ± 20 l/dt lihat Lampiran 1
- Saluran CD = + 30 l/dt

48
 Kebutuhan air untuk tanaman :

Satuan Kebutuhan Air di


Jenis Tanaman Sawah (WR) l/det/ha
MK MH
1. Padi
d). Pengolahan Tanah + Persemaian 1,125 1,250
e). Pertumbuhan 0,800 0,725
f). Panen 0,300 0,300

2. Tebu
d). Pengolahan tanah + persemaian 0,650
e). Tebu MUda 0,360
f). Tebu Tua 0,125

3. Palawija
c). Yang perlu banyak air 0,30
d). Yang perlu sedikit air 0,15

2) Blanko. 04

Pada periode tanggal 15 s/d 30 April 2005 diperkirakan terdapat tanaman


sebagai berikut:

T1 = 94 ha, dengan tanaman :


- Padi (b) = 37 ha
- Palawija (a) = 52 ha
- Gadu tak ijin = 5 ha

49
T2 = 83 ha, dengan tanaman :
- Padi (a) = 5 ha
(b) = 28 ha
- Palawija (a) = 38 ha
- Gadu tak ijin = 5 ha
T3 = 64 ha, dengan tanaman :
- Padi (a) = 5 ha
(b) = 21 ha
- Palawija (a) = 28 ha

T4 = 78 ha, dengan tanaman :


- Padi (b) = 31 ha
- Palawija (a) = 32 ha
- Gadu tak ijin (a) = 11 ha

T5 = 112 ha, dengan tanaman :


- Padi (a) = 5 ha
(b) = 40 ha
- Palawija (a) = 44 ha

T6 = 53 ha, dengan tanaman :


- Padi (a) = 10 ha
(b) = 11ha
- Palawija (a) = 27 ha

T7 = 62 ha, dengan tanaman :


- Padi (b) = 25 ha
- Palawija (a) = 21 ha
- Gadu tak ijin (a) = 10 ha

50
T8 = 96 ha, dengan tanaman :
- Padi (a)= 10 ha
(b) = 28 ha
- Palawija (a) = 43 ha

Total T1 sampai dengan T8


- Σ Padi = 256 ha
- Σ Palawija = 285 ha
316 ha
- Σ Gadu tak ijin = 31 ha
Data tanaman ini dihimpun dengan blanko 04 (lihat Lampiran 2 s/d 9)

3) Blanko 05

Untuk menghitung kebutuhan air dipintu tersier, digunakan blanko 05 (lihat


Lampiran 10) Hingga diperoleh kebutuhan air disetiap pintu tersier sebagai
berikut:
- T1 = 60,68 ------ 61 l/dt
- T2 = 52,91------ 53 l/dt
- T3 = 39,85 ----- 40 l/dt
- T4 = 49,06 ----- 49 l/dt pintu C = 155 l/det
- T5 = 66,04 ----- 66 l/dt
- T6 = 35,87 — > 36 l/dt
- T7 = 38,18 — > 38 l/dt pintu B = 134 l/det
- T8 = 59,94 — > 60 l/dt

Contoh perkalian pada Petak Tersier: T2

Kebutuhan netto (disawah) =


5 x 1,125 + 28 x 0,850 + 43 x 0,300 = 5,63 + 23,80 + 12,90 = 42,33 l/dt
Faktor tersier = 1 ,25
Kebutuhan di pintu tersier = 1,25 x 42,33 = 52,91, dibulatkan 53 l/dt

51
4) Blanko 06

Selama periode sebelumnya (tangga! 1 s/d 15 April 2005), selalu dicatat data
debit disetiap pintu tersier digunakan blanko 06 (lihat lampiran 11)

Disamping data debit, juga dicatat keadaan pintu ukur (rusak atau baik). Data
debit ini penting untuk menghitung evaluasi pembagian air dikemudian hari,
sehingga nantinya akan diketahui berapa angka kehilangan air (Operation
and Conveyance Losses) di saluran induk/sekunder.

5) Blanko 07

Untuk menghitung kebutuhan air di jaringan utama, digunakan blanko 07


(lihat Lampiran 12) Hingga diperoleh (untuk periode 16 s/d 30 April 2005) :
 Q diperlukan di pintu (B) = 154 l/dt
 Q diperlukan di pintu (C) = 185 l/dt
 Q diperlukan di pintu (A) = 478 l/dt
(lihat Lampiran 1 dan 12)

6) Blanko 08

Debit air yang tersedia di sungai, bisa ditulis pada blanko 08 (lihat
Lampiran13). Terdapat :

Q tersedia pada tanggal 10 s/d 15 April 89 = 374 l/dt

7) Blanko 09 Perhitungan Faktor-K

Perhitungan faktor-K, bisa dicari dengan blanko 09 (lihat Lampiran 14) terlihat
sbb :
 Total kebutuhan di pintu tersier = 403 l/dt

52
 Total kehilangan air di saluran induk/sekunder = 75 l/dt
 Debit tersedia di bendung = 374 l/dt

Jadi Faktor - K = 374-75 = 299 = 0,741 5 ‫ ﻜ‬0,75


403 403

Penjelasan
Faktor-K = Faktor Koreksi = Faktor Pemerataan
 Q tersedia di bendung = 374 l/dt
 Q hilang di saluran = 75 l/dt
 Q tersedia di pintu tersier = 374-75 = 299 l/dt
 Q diperlukan di pintu tersier = 403 l/dt
 Koreksi (faktor-K) = 299 = 0,75
403

8) Debit Diberikan

Debit yang akan diberikan ke tiap pintu tersier (periode tgl. 16 s/d 30 April
2005) adalah sebagai berikut :
Q diberikan = Q diperlukan x Faktor-K
(Qi = Q dip x K) :

 Qi (T1) = 61 x 0,75 = 45,75 — > 46 l/dt


 Qi (T2) = 53 x 0.75 = 39,75 — > 40 l/dt
 Qi (T3) = 40 x 0,75 = 30, —- > 30 l/dt
 Qi (T4) = 49 x 0,75 = 36,75 — > 37 l/dt
 Qi (T5) = 66 x 0,75 = 49,50 — > 49 l/dt
 Qi (T6) = 36 x 0,75 = 27 — > 27 l/dt
 Qi (T7) = 38 x 0,75 = 28,50 — > 28 l/dt
 Qi (T8) = 60 x 0,75 = 45 — > 45 l/dt

53
Total Qi (T) = 302 l/dt

Kontrol:
 Total Q1 (T1 s/d T8) = 302 l/dt
 Kehilangan di induk/sekunder = 25 + 20 + 30 = 75 l/dt
 Q diperlukan di bendung = 302 + 75 = 377 l/dt
 Q tersedia di bendung = 374 l/dt berbeda = 3 l/dt
 Ada perbedaan sedikit (3 l/dt), ini disebabkan karena adanya pembulatan
angka.
 Faktor-K sebenarnya 0,7419 lalu dibulatkan menjadi 0,75
 Kalau dipakai faktor- K = 0,74 sebagai berikut:

ΣQi (T) = 0,74 x 302 = 297,9 = 298 l/dt


0.75
 Kehilangan di induk/sekunder = 75 l/dt
 Q diperlukan dibendung = 298 l/dt x 75 l/dt = 373 l/dt
 Q tersedia di bendung = 374 l/dt
Hasilnya hampir sama

9) Sirkulasi Bianko
Pada Lampiran 15 dapat dilihat mengenai sirkulasi blanko operasi. Seluruh
blanko operasi ada 12 buah terbagi menjadi:
 Blanko 01 s/d 03 = untuk persiapan operasi (dibuat 1x setiap tahun)
 Blanko 04 s/d 09 = untuk pelaksanaan operasi (dibuat 1 x setiap 15 hari)
 Blanko 10 s/d 12 = untuk evaluasi (dibuat 1 x setiap tahun)

10) Lain-lain
Untuk lebih lengkap supaya dibaca buku : Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 32/PRT/M/2007 tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan
Jaringan Irigasi.

54
Lampiran – lampiran (Contoh Pengisian Blanko)
1. Lampiran : Blanko 04
2. Lampiran : Blanko 05
3. Lampiran : Blanko 06
4. Lampiran : Blanko 07
5. Lampiran : Blanko 08
6. Lampiran : Blanko 09

55

Anda mungkin juga menyukai