Embung
KATA PENGANTAR
Untuk mengatasi kekeringan, maka salah satu strategi yang paling murah, cepat dan efektif
serta hasilnya langsung terlihat adalah dengan memanen aliran permukaan dan air hujan di
musim penghujan melalui water harvesting. Teknologi ini sudah berkembang sangat pesat
dan luas tidak saja di negara maju seperti Eropa, Amerika dan Australia, melainkan juga di
negara seperti China yang padat penduduk dan luas pemilikan lahannya sangat terbatas.
Upaya water harvesting yang dibarengi dengan memperbesar daya simpan air tanah di
sungai, waduk dan danau yang akan dapat menjaga pasokan sumber-sumber air untuk
keperluan pertanian, domestik, municipal dan industri. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk memanfaatkan limpahan air hujan adalah dengan membangun embung (
onfarm reservoir).
Buku Pedoman Teknis Konservasi Air Melalui Pengembangan Embung ini disusun untuk
memberikan informasi praktis bagi para petugas terkait dalam melakukan upaya
melestarikan keberadaaan air. Pedoman ini supaya ditindaklanjuti dengan penyusunan
juklak di propinsi dan juknis di kabupaten agar petugas dapat memahami dan
melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya sehingga tujuan dan sasaran
kegiatan ini dapat terwujud sesuai harapan yang ingin dicapai.
Semoga buku ini dapat bermanfaat dan membuka wawasan lebih luas bagi petugas dalam
menerapkan kaidah-kaidah konservasi air.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air merupakan sumber daya dan faktor determinan yang menentukan kinerja sektor
pertanian, karena tidak ada satu pun tanaman pertanian dan ternak yang tidak
memerlukan air. Meskipun perannya sangat strategis, namun pengelolaan air masih jauh
dari yang diharapkan, sehingga air yang semestinya merupakan sehabat petani berubah
menjadi penyebab bencana bagi petani. Indikatornya, di musim kemarau, ladang dan
sawah sering kali kekeringan dan sebaliknya di musim penghujan, ladang dan sawah
banyak yang terendam air.
Secara kuantitas, permasalahan air bagi pertanian terutama di lahan kering adalah
persoalan ketidaksesuaian distribusi air antara kebutuhan dan pasokan menurut waktu (
temporal) dan tempat ( spatial). Persoalan menjadi semakin kompleks, rumit dan sulit
diprediksi karena pasokan air tergantung dari sebaran curah hujan di sepanjang tahun,
yang sebarannya tidak merata walau di musim hujan sekalipun. Oleh karena itu,
diperlukan teknologi tepat guna, murah dan aplicable untuk mengatur ketersediaan air
agar dapat memenuhi kebutuhan air ( water demand) yang semakin sulit dilakukan dengan
cara-cara alamiah ( natural manner). Teknologi embung atau tandon air merupakan salah
satu pilihan yang menjanjikan karena teknologinya sederhana, biayanya relatif murah dan
dapat dijangkau kemampuan petani.
Embung atau tandon air merupakan waduk berukuran mikro di lahan pertanian ( small
farm reservoir) yang dibangun untuk menampung kelebihan air hujan di musim hujan. Air
yang ditampung tersebut selanjutnya digunakan sebagai sumber irigasi suplementer untuk
budidaya komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi ( high added value crops) di musim
kemarau atau di saat curah hujan makin jarang. Embung merupakan salah satu teknik
pemanenan air ( water harvesting) yang sangat sesuai di segala jenis agroekosistem. Di
lahan rawa namanya pond yang berfungsi sebagai tempat penampungan air drainase saat
kelebihan air di musim hujan dan sebagai sumber air irigasi pada musim kemarau.
Sementara pada ekosistem tadah hujan atau lahan kering dengan intensitas dan distribusi
hujan yang tidak merata, embung dapat digunakan untuk menahan kelebihan air dan
menjadi sumber air irigasi pada musim kemarau. Secara operasional sebenarnya embung
berfungsi untuk mendistribusikan dan menjamin kontinuitas ketersediaan pasokan air
untuk keperluan tanaman ataupun ternak di musim kemarau dan penghujan.
B. Tujuan
1. Menampung air hujan dan aliran permukaan ( run off) pada wilayah sekitarnya serta
sumber air lainnya yang memungkinkan seperti mata air, parit, sungai-sungai kecil dan
sebagainya.
2. Menyediakan sumber air sebagai suplesi irigasi di musim kemarau untuk tanaman
palawija, hortikultura semusim, tanaman perkebunan semusim dan peternakan.
C. Sasaran
1. Tertampungnya air hujan dan aliran permukaan ( run off) pada wilayah sekitarnya serta
sumber air lainnya yang memungkinkan.
2. Tersedianya air untuk suplesi irigasi di musim kemarau untuk tanaman palawija,
hortikultura semusim, tanaman perkebunan semusim dan peternakan.
D. Istilah
Dalam Pedoman Teknis ini akan dijumpai istilah-istilah yang memiliki pengertian sebagai
berikut :
1. Embung.
Embung adalah bangunan konservasi air berbentuk kolam untuk menampung air hujan
dan air limpasan ( run off) serta sumber air lainnya untuk mendukung usaha pertanian,
perkebunan dan peternakan.
2. Dinas Pertanian
Dinas Pertanian adalah dinas yang di dalam tugas pokok dan fungsinya mendapat
mandat di bidang pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan dan
peternakan.
II. PELAKSANAAN
Pengembangan lokasi embung harus memenuhi persyaratan lokasi dan persyaratan petani
dan kelompok tani.
A. Persyaratan Lokasi
1. Bersedia menyediakan lahan untuk embung tanpa ganti rugi dan dinyatakan dalam
surat pernyataan.
2. Kelompok tani yang terpilih adalah kelompok tani yang telah ada sebelumnya, bukan
kelompok tani yang baru dibentuk karena ada kegiatan ini.
3. Bersedia mengoperasikan, memelihara bangunan secara berkelompok dan bersedia
menanggung biaya operasional dan pemeliharaan dan dinyatakan dalam surat
pernyataan.
C. Survey CP/CL
D. Pencatatan Koordinat
Lokasi embung yang akan dibuat supaya dicatat koordinat geografisnya yang meliputi :
– Lintang dan bujur
– Ketinggian lokasi (dpl)
dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) atau dengan ekstrapolasi peta
topografi yang tersedia. Data koordinat sumur resapan ini selanjutnya diperlukan untuk
menyusun sistem basis data pengelolaan lahan dan air sekaligus memantau kinerja
pelaksanaan kegiatan yang telah berjalan.
E. Desain Sederhana
Pengadaan bahan dan peralatan dilaksanakan oleh petani/kelompok tani agar mengikuti
pedoman pengelolaan anggaran yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan
Lahan dan Air.
G. Konstruksi
b. Volume galian merupakan volume air yang akan ditampung. Besaran volume yang
dibuat minimal 170 m3. Besaran volume embung ini akan tergantung kepada konstruksi
embung yang akan digunakan atau ada partisipasi dari masyarakat. Embung dengan
kontruksi sederhana (tanpa memperkuat dinding) dimungkinkan akan lebih luas dari
volume minimal tersebut.
Gambar 2. Sketsa Bentuk Embung Tampak Atas Dan Samping
2. Menggali Tanah
Penggalian dapat pula dilakukan di dekat alur alami/saluran drainase/mata air untuk dapat
dijadikan sebagai sumber pengisian air ke dalam embung.
Dinding pagar embung dibuat miring atau tegak dengan kedalaman 2 s/d 2,5 m
(tergantung kondisi lapangan). Tanggul dibuat agak tinggi untuk menghindari kotoran
yang terbawa air limpasan.
a. Prinsip tahapan ini adalah agar embung tidak mudah retakdan air yang telah berada
embung tidak bocor. Jika struktur tanah yang ada kuat dan memungkinkan air di embung
tidak bocor, maka kegiatan ini tidak diperlukan. Penguatan dinding embung ini juga dapat
dilakukan pada bagian-bagian tertentu yang rawan bocor, seperti pada Gambar 3.
b. Untuk memperkokoh dinding embung, ada beberapa bahan yang bisa digunakan
tergantung dari bahan/material yang mudah diperoleh di lokasi dan biaya yang tersedia.
Adapun bahan/material yang dapat dipakai untuk dinding embung antara lain pasangan
batu bata, pasangan batu kali, pasangan beton. Proses pembuatan dinding embung seperti
membangun kolam, kemudian permukaan dinding embung dapat dilapisi dengan adukan
pasir dan semen.
c. Jika diperlukan dasar embung dapat dipasangi batu bata/batu kali yang dilapisi semen
agar tidak bocor.
d. Untuk mengurangi longsor pada dinding embung, dapat dibuat tangga atau undakan di
sekeliling dinding selain dapat juga berfungsi untuk mempermudah pengambilan air.
Gambar 4. Tangga Atau Undakan Di Sekeliling Dinding Embung
Pembuatan saluran pemasukan berupa sudetan dari saluran air ke embung sangatlah
penting. Saluran pemasukan dibuat untuk mengarahkan aliran air yang masuk ke dalam
embung, sehingga tidak merusak dinding/tanggul. Saluran pemasukan ini dapat dilengkapi
dengan pintu pembuka/penutup berupa sekat balok yang mudah dibuka dan ditutup.
Pelimpas air sangat diperlukan bagi embung yang dibuat pada alur alami atau saluran
drainase. Hal ini untuk melindungi bendung sekaligus mengalirkan air berlebih. Demikian
pula pembuatan saluran pembuangan bagi embung. Secara skematis embung dapat
direpresentasikan pada gambar berikut:
Gambar 5. Desain Sederhana Embung
H. Pengawasan
Aparat Dinas Pertanian sebagai penanggung jawab kegiatan harus melakukan pengawasan
selama proses pembangunan sejak perencanaan hingga konstruksi selesai.
I. Pembiayaan
Biaya disediakan melalui dana Tugas Pembantuan, yang terdiri dari Belanja Uang Honor
Tidak Tetap yang digunakan untuk upah tenaga (Padat Karya) sebesar 50% (Rp. 25
juta/unit), dan Belanja Lembaga Sosial lainnya, digunakan untuk pembelian bahan
bangunan sebesar 50% (Rp. 25 juta/unit). Biaya Belanja Lembaga Sosial Lainnya semua akan
ditransfer ke rekening kelompok tani setelah mereka membuat proposal rencana kebutuhan
biaya pembangunan embung. Proposal harus disetujui oleh Kepala Desa dan Kepala Dinas
Pertanian Kabupaten/Kota.
Rangkaian kegiatan pelaksanaan pembangunan dam parit agar dibuat jadwal palang untuk
alat kontrol pengawasan dan pembinaan. Contoh jadwal palang yang dimaksud adalah
seperti Lampiran 1.
III. INDIKATOR KINERJA
A. Keluaran ( Output)
B. Hasil ( Outcome)
Tersedianya air untuk usaha pertanian pada saat diperlukan (sebagai suplesi).
C. Manfaat ( Benefit)
D. Dampak ( Impact)
Meningkatnya produktifitas usaha pertanian dan atau indeks pertanaman bagi usahatani
tanaman.
Operasional dan pemeliharaan embung yang telah selesai dibangun dilakukan oleh
petani/kelompok tani pengelola embung. Pemanfaatan air embung dilakukan dengan
membuat Jaringan/ Saluran Air ke lahan usahatani. Ada beberapa cara untuk mengairi
lahan usahatani, antara lain :
1. Apabila lahan bertopografi miring (Iereng), maka air dapat dialirkan dari petak ke petak
lahan usahatani secara gravitasi.
2. Apabila lahan agak datar, maka dapat digunakan teknik irigasi pompa (bertekanan
seperti tetes, sprinkler, atau disalurkan langsung ke lahan), atau dengan alat manual
lainnya.
Kebutuhan air tanaman harus menjadi acuan utama dalam pemberian air irigasi
suplementer.
Untuk menjaga keberlanjutan embung, maka beberapa komponen pemeliharaan embung
yang perlu mendapatkan perhatian antara lain :
1. Mengurangi kehilangan air karena penguapan. Untuk mengurangi kehilangan air oleh
penguapan dapat dilakukan dengan, antara lain :
a. Buat tiang peneduh di pinggir bibir embung kemudian di atas embung dibuat
anyaman untuk media rambatan tanaman dan ditanami dengan tanaman merambat.
b. Tiang penahan angin disamping embung ( wind breaker) pada sisi datangnya angin
dan bisa ditanam tanaman merambat atau pohon sebagai pengganti tiang.
2. Memelihara/Melindungi Embung
a. Pemagaran sementara untuk mencegah gangguan ternak terhadap tanggul embung.
b. Pengangkatan endapan Lumpur.
c. Perbaikan tanggul yang bocor.
d. Tidak membuang sampah padat / cair ke dalam embung.
b. Pelaporan
1) Laporan Perkembangan.
Laporan ini berisi antara lain data dan informasi tentang perkembangan pelaksanaan fisik
dan keuangan.
Perkembangan realisasi pelaksanaan fisik kegiatan agar dilakukan pembobotan. Penilaian
pembobotan pekerjaan hanya dilakukan terhadap kegiatan yang didanai dari dana Tugas
Pembantuan.
Laporan pelaksanaan ini agar dibuat sebagai laporan bulanan (format laporan lihat
Lampiran 2). Laporan
tersebut ditujukan ke Dinas Pertanian/Perkebunan/Peternakan Propinsi dengan tembusan
Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air Cq. Dit. Pengelolaan Air dengan alamat Jl. Taman
Margasatwa No. 3 Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
2) Laporan akhir
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1998. Petunjuk Teknis Pembuatan Embung Pertanian Direktorat Bina Rehabilitasi
dan Pengembangan Lahan, Jakarta.
Syafruddin Karama, Kekeringan dan Banjir, Bom Besar Bagi Pertanian Indonesia, Harian
Suara Pembaharuan, 16 September 2004, Jakarta
Sumber: pla.deptan.go.id/pedum2007/
Embung Air
a. Persiapan
Sesuai norma yang berlaku rancangan teknis prosedural pembuatan embung air sama
dengan pembuatan dam pengendali/dam penahan.
c. Hasil Kegiatan
Sebagai hasil kegiatan dari penyusunan rancangan berupa buku rancangan yang dilengkapi
dengan lampiran data, gambar dan peta serta telah disahkan oleh instansi terkait yang
berwenang. Gambar skematis tentang bangunan embung air dapat dilihat pada Gambar di
bawah ini.
a. Persiapan
1. Penyiapan acuan dan kelembagaan
a) Mempelajari rancangan embung yang telah disahkan,
b) Pertemuan dengan masyarakat/kelompok dalam rangka sosialisasi
c) Pembentukan organisasi dan penyusunan program kerja.
2. Pembuatan sarana dan prasarana
Pengadaan peralatan/sapras diutamakan untuk jenis peralatan dan bahan yang habis
pakai. Sedang pembuatan sarana dan prasarana dibuat dengan tujuan untuk
memperlancar pelaksanaan pekerjaan di
lapangan yang antara lain :
a) Pembuatan jalan masuk
b) Pembuatan gubuk kerja/gubuk material
3. Penataan areal kerja
a) Pembersihan lapangan
b) Pengukuran kembali
c) Pemasangan patok /profil
d) Pembuatan embung, apabila dilaksanakan di tanah milik masyarakat, maka tidak ada
ganti rugi.
b. Pembuatan
c. Pemeliharaan
d. Organisasi Pelaksana
e. Jadwal Kegiatan
Tahapan dalam pelaksanaan sesuai dengan jadwal pelaksanaan yang tertuang dalam
rancangan.
f. Hasil Kegiatan
Bangunan embung yang telah dibuat sesuai rancangan, dan untuk pemeliharaan
diserahkan kepada aparat desa/kelompok tani.
Embung
Pengertian
Bangunan konservasi air berbentuk kolam untuk menampung air hujan dan air limpahan
atau air rembesan di lahan sawah tadah hujan yang berdrainase baik.
Sketsa Embung
Tujuan
Sebagai tempat persediaan air di musim kemarau, mengendalikan limpasan, serta dapat
digunakan untuk berbagai keperluan (pertanian, peternakan, dan rumah tangga).
Persyaratan Teknis
Gambar Teknis
Gambar 1. Tata Letak Embung yang ideal dalam Siklus Air. Sumber: Tim Peneliti
BP2TPDAS IBB 2002.
Sumber: Tim Peneliti BP2TPDAS IBB 2002. Pedoman Praktik Konservasi Tanah dan Air.
Surakarta: BP2TPDAS IBB.
Aprizal
Dosen Fakultas Teknik UBL, Aktif di Institute for Sustainable Development (ISD)
Ketika banjir melanda Bandar Lampung, ramai didengungkan oleh beberapa pihak
termasuk Pemkot Bandar Lampung tentang urgensi pembangunan embung. Menurut
catatan penulis, telah lebih dari setahun ini tema tersebut serius diusung. Tahun lalu,
Pemkot Bandar Lampung dalam urusan embung mulai memasuki tahap DED (detail
engineering design), kemudian mulai tahun 2007 ini akan segera dibangun di beberapa
tempat dan akan terus berlanjut di tahun-tahun mendatang.
Sesungguhnya, tidak salah jika Pemkot Bandar Lampung berkukuh untuk membangun
embung. Karena, embung memang merupakan bangunan yang dapat mengurangi debit
puncak banjir pada suatu daerah aliran sungai (DAS) dan menahan kelebihan air tersebut
untuk beberapa waktu lamanya. Sehingga, potensi banjir di suatu kawasan/daerah dapat
diminimalisasi bahkan dieliminisasi.
Hanya, perlu diperhatikan konsep atau ketentuan dasar dalam upaya merealisasikan
embung tersebut. Karena, implikasi logisnya adalah pada timbulnya pertanyaan, benarkah
yang sedang dan akan dibangun Pemkot Bandar Lampung itu adalah embung?
Karena, membangun embung atau penyebutan embung tersebut jika tanpa merujuk
ketentuan atau konsep yang ada akan berpotensi menimbulkan misunderstanding pada
beberapa kalangan. Yang hal itu jelas akan dapat mengarah ke misinterpretation dalam
penerapan di lapangan.
Konservasi Air
Dari beberapa literatur seputar embung, seperti Pedoman Membuat Desain Embung Kecil
untuk Daerah Semi Kering di Indonesia (1997) oleh Departemen Pekerjaan Umum,
diperoleh definisi bahwa embung adalah bangunan penyimpan air yang dibangun di
daerah depresi, biasanya di luar sungai.
Embung akan menyimpan air di musim hujan, kemudian airnya dapat dimanfaatkan oleh
suatu desa hanya selama musim kemarau atau saat kekurangan air. Itu pun dalam
memenuhi kebutuhan harus dengan urutan prioritas, yaitu penduduk, ternak, dan sedikit
kebun.
Air bersih yang ditampung tersebut selanjutnya digunakan sebagai sumber irigasi
suplementer untuk budi daya komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi (high added
value crops) di musim kemarau atau di saat curah hujan makin jarang.
Berdasar peristilahan di atas maka embung dapat digolongkan sebagai salah satu upaya
atau teknik pemanenan air (water harvesting) yang sangat sesuai di segala jenis
agroekosistem. Di lahan rawa namanya pond, yang berfungsi sebagai tempat
penampungan air drainase saat kelebihan air di musim hujan dan sebagai sumber air irigasi
pada musim kemarau.
Sementara, pada ekosistem tadah hujan atau lahan kering dengan intensitas dan distribusi
hujan yang tidak merata, embung dapat digunakan untuk menahan kelebihan air dan
menjadi sumber air irigasi pada musim kemarau.
Secara historis dan teoritis, konsep dasar konservasi air adalah jangan membuang-buang
sumber daya air. Pada awalnya konservasi air diartikan sebagai penyimpan air dan
menggunakannya untuk keperluan yang produktif di kemudian hari. Konsep ini disebut
konservasi segi suplai. Perkembangan selanjutnya mengarah pada pengurangan atau
pengefisienan penggunaan air, dikenal sebagai konservasi sisi kebutuhan.
Konservasi air yang baik merupakan gabungan dari kedua konsep tersebut, yaitu
menyimpan air di kala berlebihan dan menggunakannya sesedikit mungkin untuk
keperluan tertentu yang produktif. Sehingga, konservasi air domestik berarti menggunakan
air sesedikit mungkin untuk mandi, mencuci, menggelontor toilet, dan penggunaan rumah
tangga lain.
Konservasi air industri berarti penggunaan air sesedikit mungkin untuk menghasilkan
suatu produk. Konservasi air pertanian berarti penggunaan air sesedikit mungkin untuk
menghasilkan hasil pertanian yang sebanyak-banyaknya.
Konservasi air penting bagi kelangsungan kehidupan suatu bangsa, khususnya daerah
defisit air tanah, yaitu daerah kering (arid) dan semi kering (subhumid). Konservasi air
ditujukan tidak hanya meningkatkan volume air tanah, tapi juga meningkatkan efisiensi
penggunaannya, memperbaiki kualitasnya sesuai peruntukannya.
Konservasi air mempunyai efek berganda; mengurangi kerugian akibat air, mengurangi
biaya pengolahan air, mengurangi ukuran jaringan pipa, dll. Dalam kurun dua dekade,
konservasi air menjadi kunci untuk meningkatkan suplai air bersamaan dengan
peningkatan manajemen kebutuhan.
Beberapa teknik konservasi air antara lain dengan pembuatan embung, sumur resapan,
rorak, dam aprit dan cara lain untuk mengurangi penguapan (evaporasi) dengan
memanfaatkan mulsa.
Berdasarkan penjelasan di atas maka kembali kita dapat melihat dan menilai apakah benar
Pemkot Bandar Lampung sedang berupaya membangun bangunan yang berfungsi untuk
konservasi air. Kalau itu yang dilakukan tentunya apresiasi dan dukungan patut diberikan
kepada pemerintah. Salah besar jika ada yang berani menentang atau menolaknya.
Akan tetapi, perlulah ditelisik lebih dalam upaya pembangunan embung ini. Dari wacana
yang ada tampaknya Pemkot Bandar Lampung akan membangun embung di beberapa
tempat yang jauh dari sumber air yang bersih, bahkan nyaris tidak ada alias minim.
Air yang bakal mengisi embung berasal dari saluran drainase yang ada di sekitar embung
yang akan dibangun tersebut. Karena, tujuannya adalah untuk mengurangi kelebihan debit
air saja dari saluran drainase yang berpotensi menimbulkan banjir.
Namun, seperti diketahui bersama, saluran drainase di kota ini, baik itu yang alami seperti
sungai ataupun buatan seperti selokan sangat diragukan kualitasnya. Penelitian dari Haris
Kadarusman, dkk (2006) dari Politeknik Kesehatan Tanjungkarang mempertegas realita di
atas.
Dalam penelitian tersebut diungkapkan bahwa dari 13 sungai di Bandarlampung yang
diteliti, hampir semuanya dalam kondisi tercemar berat terutama di daerah hilir sungai
(Seminar Dewan Air Kota Bandarlampung di Poltekes Tanjungkarang, 18 April 2007).
Hal ini mempertegas pernyataan Clarke (1991) yang menyatakan bahwa meningkatnya
jumlah penduduk perkotaan, berkembangnya kegiatan industri, serta semakin tingginya
standar hidup seperti penggunaan mesin cuci, pencucian mobil dan sebagainya, telah
meningkatkan jumlah kebutuhan air.
Akibatnya, produksi limbah cair juga meningkat, yang selanjutnya diikuti dengan
meningkatnya pencemaran/polusi air.
Parahnya, sistem drainase Bandar Lampung saat ini adalah sistem drainase campuran,
yakni sistem drainase yang selain berfungsi mengalirkan air hujan yang bersih juga
bercampur dengan air kotor atau limbah yang berasal dari domestik penduduk maupun
industri.
Jika demikian, kondisi air yang ada di dalam embung nantinya, maka manalah mungkin
secara optimal dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan seperti sumber air bersih
untuk warga, petani, peternak maupun petambak seperti definisi yang diungkap di atas.
Lebih-lebih jika akan digunakan untuk wisata atau taman rekreasi masyarakat, sungguh
tidak tepat. Di samping itu pula sangat diragukan kontinuitas ketersediaan air yang akan
mengisinya. Ada dua kemungkinan jika embung tetap dibangun. Pertama, air yang terus
ditahan tidak diganti-ganti karena minimnya pasokan air tersebut akan menebar aroma
yang tidak sedap dan jelas akan merusak pemandangan karena proses pembusukan di
dalamnya.
Kalau itu yang diambil maka Pemkot Bandar Lampung sangat perlu melakukan upaya
terpadu, yakni juga membangun IPAL (instalasi pengolahan air limbah) buatan atau yang
alami, misalnya, dengan “taman tanaman air” untuk menjernihkan air buangan tersebut
(self purification, eco-sanitary atau eco-san).
Pilihan kedua adalah nantinya akan dikuras habis manakala hujan berhenti, sehingga
tinggalah embung tersebut yang kosong. Jelas itu bukan embung, lebih tepat disebut
dengan bangunan kolam retensi (detention pond atau retarding basin).
Karena, bangunan jenis ini hanya berfungsi manakala kapasitas saluran drainase sudah
diduga akan limpas dan menimbulkan banjir. Daripada air menggenangi permukiman
penduduk atau fasilitas vital lainnya, lebih baik ditahan dulu di suatu tempat untuk
nantinya dilepas kembali jika hujan telah reda.
Pasti akan ada sanggahan yang menyatakan bahwa itukan hanya perbedaan istilah saja
antara embung dengan kolam retensi. Namun, penulis justru memandang bahwa dari
perbedaan itulah akan berimbas dan merembet ke banyak hal.
Mulai dari perbedaan jenis survei yang akan dilakukan, lalu metode kajian atau studi yang
harus dipikirkan, selanjutnya analisis dampak lingkungan yang harus diperhitungkan
masak-masak, kemudian perencanaan apa yang harus dibuat akibat perbedaan bangunan
pelengkap yang sedikit berbeda sampai nantinya berujung pada upaya operasional dan
perawatannya.
Sehingga, sedikit perbedaan peristilahan itu saja, sesungguhnya akan menjadi perbedaan
yang sangat bisa dirasakan manakala telah terwujud nyata di hadapan kita.
Kolam retensi pun biasanya memiliki banyak fungsi, setidaknya minimal dwifungsi. Yakni,
fungsi pertama seperti yang disebut di atas yaitu menahan air ketika hujan deras maka
kolam akan terisi air. Kemudian, bila telah menunaikan fungsinya menahan air, ia akan
beralih fungsi, misalnya, sebagai area parkir maupun sarana olahraga. Model seperti ini
banyak dilakukan di beberapa negara, contohnya, Jepang.
Di Jepang, kolam retensi merangkap sebagai lahan parkir dalam basement. Jika hujan deras
difungsikan untuk menampung air, tapi jika telah dibuang airnya maka akan menjadi lahan
untuk parkir. Hal ini dilakukan untuk menyiasati daerah-daerah yang tidak bisa tidak pasti
akan mengalami banjir alias langganan banjir.
Karena, bangunan atau gedung tersebut berada di daerah rendah yang dalam hal ini amat
sangat sulit untuk direlokasi mengingat pentingnya bangunan atau gedung tersebut. Atau,
biaya yang diperlukan untuk merelokasi dengan pembuatan kolam retensi ternyata lebih
realistis pilihan kedua dibanding pilihan pertama.
Sedangkan untuk lokasi yang masih luas dan lapang maka penggunaan kolam retensi
dapat dioptimlakan dengan menambah fungsi lain yang memiliki nilai manfaat yang cukup
tinggi pula dilihat dari sisi ekonomisnya. Seperti, kolam retensi terbuka yang berfungsi juga
untuk lahan olahraga bagi masyarakat sekitar.
Contoh itu dapat dilihat secara nyata di banyak tempat, seperti di Kirigauka Regulating
Pond yang berada dekat Sungai Tsurumi. Pada kolam ini tersedia lapangan tenis yang
banyak. Manakala hujan deras melanda dan diprediksi akan banjir, maka tempat tersebut
dikosongkan dan segera akan berubah menjadi danau.
Namun, dalam kondisi normal alias tidak hujan maka kolam tersebut akan menjadi tempat
berolahraga tenis, yang akan dimanfaatkan dengan maksimal oleh masyarakat.
Sekali lagi, memang keduanya, baik embung atau kolam retensi dapat mengurangi potensi
banjir. Namun, kriteria dan konsep dasar pembangunan dari kedua bangunan air ini
berbeda. Sehingga, jangan dibolak-balik, misalnya, penyebutan embung itu serupa dengan
kolam retensi, dan kolam retensi itu adalah embung.
Atau yang berkembang saat ini asumsi beberapa pihak menyebut embung itu adalah kolam
ikan. (Lampung Post, edisi 8 Mei). Jelas ini tidak tepat, walaupun seperti penjelasan semula
bahwa embung dapat juga digunakan sebagai budi daya ikan, tapi fungsi embung yang
utama bukanlah sebagai kolam ikan.
Kolam retensi, kolam ikan bisa dibangun di mana saja alias tak perlu harus melulu disuplai
air bersih, air kurang bersihpun bisa, sedangkan embung tidak, yakni harus air bersih yang
dapat dimanfaatkan secara maksimal. Nah, sekarang terserah Pemkot Bandar Lampung
hendak membangun apa. Mau membangun embung silakan, mau membangun kolam
retensi juga monggo, atau mau membangun kolam ikan pun boleh, asal sesuai dengan
kriteria, kajian, dan peruntukannya. Bukan begitu? n
Salah satu cara untuk menanggulangi kekurangan air di lahan sawah tadah hujan adalah
dengan membangun kolam penampung air atau embung. Embung adalah kolam
penampung kelebihan air hujan pada musim hujan dan digunakan pada saat musim
kemarau.
PERSYARATAN LOKASI
Beberapa syarat yang harus diperhatikan sebelum melaksanakan pembuatan embung yaitu:
Tekstur tanah:
Agar fungsinya sebagai penampung air dapat terpenuhi, embung sebaiknya dibuat pada
lahan dengan tanah liat berlempung.
Pada tanah berpasir yang porous (mudah meresapkan air) tidak dianjurkan pembuatan
embung karena air cepat hilang. Kalau terpaksa, dianjurkan memakai alas plastik atau
ditembok sekeliling embung.
KEMIRINGAN LAHAN
Embung sebaiknya dibuat pada areal pertanaman yang bergelombang dengan kemiringan
antara 8 – 30%. Agar limpahan air permukaan dapat dengan mudah mengalir kedalam
embung dan air embung mudah disalurkan ke petak-petak tanaman, maka harus ada
perbedaan ketinggian antara embung dan petak tanaman.
Pada lahan yang datar akan sulit untuk mengisi air limpasan ke dalam embung.
Pada lahan yang terlalu miring (> 30%), embung akan cepat penuh dengan endapan tanah
karena erosi.
LOKASI
Penempatan embung sebaiknya dekat dengan saluran air yang ada disekitarnya, supaya
pada saat hujan, air di permukaan tanah mudah dialirkan kedalam embung.
Lebih baik lagi kalau dibuat di dekat areal tanaman yang akan diairi.
Lokasinya memiliki daerah tangkapan hujan.
UKURAN EMBUNG
Embung bisa dibangun secara individu atau berkelompok, tergantung keperluan dan luas
areal tanaman yang akan diairi. Untuk keperluan individu dengan luas tanaman (palawija)
0,5 hektar, misalnya, embung yang diperlukan adalah panjang 10 m, lebar 5 m dan
kedalaman 2,5 m – 3 m.
Umumnya embung digunakan untuk mengairi padi musim kemarau, palawija seperti
jagung, kacang tanah, kedelai, kacang hijau, kuaci dan sayuran. Mengingat air dari embung
sangat terbatas, maka pemakaiannya harus seefisien mungkin. Sebaiknya teknik pengairan
dilakukan dengan cara irigasi tetesan terutama untuk palawija dan irigasi pada sela-seta
larikan.
Apabila air embung akan digunakan untuk mengairi padi dianjurkan untuk mengairi
hanya pada saat-saat tertentu, seperti pada stadia primordia, pembungaan dan pengisian
bulir padi. Sedangkan setiap kali mengairi tanah, cukup sampai pada kondisi jenuh air.
PEMBUATAN EMBUNG
Bentuk
Bentuk embung sebaiknya dibuat bujur sangkar atau mendekati bujur sangkar, hal tersebut
dimaksudkan agar diperoleh Wiling yang paling pendek, sehingga resapan air melalui
tanggul lebih sedikit.
Penggalian tanah
Setelah diketahui letak, ukuran dan bentuk embung yang diinginkan tahapan selanjutnya
adalah penggalian tanah yang dapat dikerjakan secara gotong royong. Cara penggaliannya
adalah sebagai berikut :
Untuk memudahkan pemindahan tanah, maka tanah digali mulai dari batas pinggir dari
permukaan tanah.
Untuk menghindari masuknya kotoran kedalam embung terbawa air limpasan, maka
keliling tanggul dibuat lebih tinggi dari permukaan tanah.
Saluran pemasukan air limpasan dan pembuangan dibuat sedemikian rupa, sehingga air
embung tidak penuh/meluap. Jarak saluran pembuangan dari permukaan tanggul berkisar
25 – 50 cm.
Pelapisan tanah liat
Supaya tanggul tidak mudah bobol, sebaiknya dilakukan pemadatan secara bertahap
dengan cara : tanah liat (lempung) dibasahi dan diolah sampai berbentuk pasta, lalu
ditempel pada dinding embung setebal 25 cm, mulai dari dasar kemudian secara berangsur
naik ke dinding embung.
Sambungan tanah yang berbentuk pasta tersebut dibuat menyatu sehingga air embung
tidak mudah meresap ke tanah.
Pada tanah berpasir resapan air kebawah (perkolasi) maupun melalui tanggul agak cepat.
Oleh karena itu dinding embung perlu dilapisi, bisa dari plastik, tembok atau campuran
kapur dengan tanah liat.
Campuran kapur tembok dan tanah liat untuk memperkeras dinding embung dibuat
dengan perbandingan 1 : 1 dengan cara kapur dibasahi dan dicampur dengan tanah liat
sampai berbentuk pasta. Pasta tersebut ditempelkan pada dinding dan dasar embung
hingga mencapai ketebalan 25 cm.
1. LATAR BELAKANG
Salah satu upaya untuk mengurangi dampak kekurangan air khususnya di musim kemarau
adalah dengan membangun embung – embung di daerah yang kekurangan air.
Embung selain dapat menampung air dimusim penghujan untuk digunakan di musim
kemarau juga dapat menaikkan permukaan air tanah dan dapat mempertahankan
simpanan air tanah di daerah hulu.
Sebagai sarana tandon penampungan air keberadaan embung diharapkan dapat memacu
pertumbuhan ekonomi dan berkembangnya daerah tersebut sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan bagi masyarakat disekitarnya.
2. LOKASI PEKERJAAN
Embung Kulak Secang berada di Anak Sungai Kulak Secang Desa Jatigreges Kecamatan
Pace Kabupaten Nganjuk, Propinsi Jawa Timur.
4. KONSULTAN PERENCANA
Pelaksana pekerjaan Studi Investigasi dan Desain dilaksanakan oleh NIWY Consultant
pada tahun 2002.
5. SUMBER DANA
Biaya Pembangunan diperoleh melalui Dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara tahun
2005 sebesar Rp. 1.945.786.000,-.
6. DATA TEKNIK
Sumber: h p://sumberdayaair.wordpress.com/2008/04/15/embung-kulak-secang/