Anda di halaman 1dari 11

ARTIKEL ILMIAH

OPTIMALISASI RUANG TERBUKA HIJAU

MELALUI PENAMBAHAN JUMLAH TAMAN VERTIKAL

DI KOTA SEMARANG
Disusun untuk memenuhi Ujian Akhir Semester Ganjil Mata Kuliah Bahasa Indonesia

(UNW00004)

Dosen Pengampu :

Riris Tiani, S.S., M.Hum.

Oleh :
1. Bagas Satya Pambudi (21040118120011)
2. Fadhilah Maretha Adrie (21040118120014)
3. Zeldania Amara Heratri (21040118120015)

JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK

2018
Optimalisasi Ruang Terbuka Hijau Melalui Penambahan Jumlah
Taman Vertikal di Kota Semarang
Bagas Satya Pambudi 1 , Fadhilah Maretha Adrie 1 , Zeldania Amara Heratri 1

ABSTRACT
Total number of green open space in Semarang City is currently 61.94%. This percentage
has met the criteria for the availability of green space in accordance with Law Number 26
of 2007. However, public green open space only reaches 3.97 while in Regional
Regulation Number 14 of 2011 concerning Semarang City Spatial Planning 2011-2031
percentage of green open space must meet a minimum of 30% consisting of 20% public
green open space and 10% private. This study aims to determine the optimization of Green
Open Space through increasing the number of vertical parks in the city of Semarang. In
this case, the researcher utilizes the concept of optimization, green open space, and vertical
garden as the main discussion. By using qualitative methods, researchers gather data in
several ways: 1. Observation, 2. Interview, 3. Documentation. The results will reveal that
the existence of green open spaces, especially vertical parks in the city of Semarang is still
limited. To realize a vertical park is one of the steps to optimize green open space, need a
periodic strategy and sustainable socialization that starts from the family environment. The
support such as the participation of community and government in maintaining existing
vertical parks.

Keywords: Optimization, Green Open Space, Vertical Greenery

ABSTRAK
Total ruang terbuka hijau di Kota Semarang saat ini sebesar 61,94%. Persentase tersebut
sudah memenuhi kriteria ketersediaan ruang terbuka hijau sesuai dengan UU Nomor 26
tahun 2007. Namun ruang terbuka hijau publik hanya mencapai persentase 3,97%
sedangkan dalam Perda Nomor 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Semarang 2011-2031 persentase ruang terbuka hijau harus memenuhi minimal 30% yang
terdiri atas ruang terbuka hijau publik 20% dan privat 10%. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui optimalisasi Ruang Terbuka Hijau melalui peningkatan jumlah taman vertikal
di Kota Semarang. Dalam hal ini, peneliti memanfaatkan konsep optimalisasi, ruang
terbuka hijau, dan taman vertikal sebagai bahasan utama. Dengan menggunakan metode
kualitatif, peneliti menghimpun data dengan beberapa cara : 1. Observasi, 2. Wawancara,
3. Dokumentasi. Hasilnya akan mengungkap bahwa keberadaan ruang terbuka hijau
khususnya taman vertikal di Kota Semarang masih terbatas. Untuk merealisasikan taman
vertikal menjadi salah satu langkah optimalisasi ruang terbuka hijau, diperlukan strategi
dan sosialisasi secara periodik dan berkelanjutan yang dimulai dari lingkungan keluarga.
Selain itu, diperlukan dukungan dari masyarakat sendiri dan juga pemerintah kota
Semarang. Dukungan tersebut dapat berupa partisipasi masyarakat dan pemerintah dalam
menjaga taman vertikal yang ada.
Kata kunci : Optimalisasi, Ruang Terbuka Hijau, Taman Vertikal

1
Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
Jl.Prof.H.Soedarto, S.H.Tembalang, Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah 50275
PENDAHULUAN pencapaian kenyamanan termal
1. Latar Belakang khususnya di daerah tropis lembab.
Hunian bertingkat dinilai memiliki luas
Ruang terbuka hijau menjadi fasad yang lebih luas, sehingga
komponen penting dalam perkotaan. dimungkinkan untuk digunakan sebagai
Keberadaan ruang terbuka hijau di perluasan daerah hijau yang tidak lagi
beberapa wilayah perkotaan di dapat dilakukan pada lahan horizontal.
Indonesia bisa dikatakan kurang atau
belum memenuhi kriteria ketersediaan Berlatar belakang dengan konsep
ruang terbuka hijau. Gelombang back to nature, taman vertikal dipilih
urbanisasi yang terjadi menjadikan sebagai langkah awal yang dapat
lahan hijau diperkotaan maupun dilakukan dalam mengurangi dampak
pedesaan berubah menjadi bangunan- pemanasan global yang saat ini mulai
bangunan aspal dan beton. Hal ini ramai dibicarakan. Selain itu, ruang
membuat dunia perencanaan tergelitik terbuka hijau bisa menjadi solusi dalam
untuk melakukan sebuah peran penting pemenuhan ruang terbuka hijau yang
dalam menangani masalah keterbukaan masih terbatas. Taman vertikal adalah
lahan hijau ini. konsep taman tegak, yaitu tanaman
dan elemen taman lainnya yang
Dalam pasal 29 UUPR telah diatur sedemikian rupa dalam sebuah
disebutkan bahwa luasan ruang terbuka bidang tegak. Dengan konsep ini, ruang
hijau minimal suatu kabupaten atau tanam/space bisa jauh lebih besar
kota yakni sebesar 30% yang terbagi dibanding dengan taman konvensional,
menjadi ruang terbuka publik minimal bahkan jumlah tanaman yang dapat
20% dan privat minimal 10% dari total ditanam bisa beberapa kali lipat,
luas wilayah 2 . Sejalan dengan sehingga dapat menambah ruang hijau
berlakunya UUPR tersebut justru luasan secara signifikan.
ruang terbuka hijau di Indonesia
semenjak 30 tahun terakhir mengalami Keuntungan yang dapat kita ambil
penurunan yang signifikan karena dari taman vertikal adalah menciptakan
berubahnya fungsi lahan hijau menjadi efisiensi lahan, membuat kota terasa
areal komersial3. lebih nyaman, dan penataan tanaman
yang lebih apik. Taman vertikal dapat
Ditinjau dari sudut pandang diaplikasikan pada bangunan bertingkat
ekologi, diperlukan pertimbangan dan dapat disesuaikan dengan
prinsip sustainability (berkelanjutan) kebutuhan dari bangunan bertingkat
melalui konservasi energi dalam tersebut. Disamping menciptakan
kenyamanan, lahan hijau di perkotaan
2
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 pun menjadi bertambah dan mampu
tahun 2007 tentang Penataan Ruang Lembaran memberi kontribusi dalam
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68
3
Sarwo Handayani, 2008, Implikasi Undang-Undang meningkatkan ruang terbuka hijau
Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang secara optimal.
Terhadap Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Dan
Ruang Terbuka Non Hijau, Bulletin Tata Ruang,
ISSN: 1978-1571, Dinas Pertamanan Provinsi DKI
Jakarta, Jakarta, halaman 1.
2. Rumusan Masalah dalam batas-batas tertentu secara efektif
a. Mengapa ruang terbuka hijau dan efisien.
publik di Kota Semarang masih Terdapat tiga elemen permasalahan
belum memenuhi kriteria sesuai optimalisasi yang perlu identifikasi
dengan Peraturan Daerah Kota yaitu tujuan, alternatif keputusan, dan
Semarang Nomor 14 tahun 2011 sumberdaya yang dibatasi.
tentang Rencana Tata Ruang 1. Tujuan
Wilayah 2011-2030? Tujuan dalam optimalisasi bisa
b. Bagaimana upaya optimalisasi berbentuk maksimisasi ataupun
ruang terbuka hijau melalui minimisasi. Bentuk maksimalisasi
peningkatan jumlah taman digunakan dalam tujuan
vertikal di Kota Semarang? pengoptimalan yang berkaitan
dengan keuntungan dan sejenisnya.
3. Teori Sedangkan bentuk minimisasi
3.1. Optimalisasi dipilih apabila tujuan berhubungan
Menurut Kamus Besar Bahasa dengan biaya, waktu, jarak dan
Indonesia kata optimalisasi memiliki arti sejenisnya.
tertinggi, paling baik, sempurna, paling 2. Alternatif Keputusan
menguntungkan 4 . Optimalisasi adalah Alternatif keputusan merupakan
usaha memaksimalkan kegiatan aktivitas yang dilakukan untuk
sehingga dapat mewujudkan keuntungan mencapai tujuan. Alternatif
yang diinginkan. Dengan kata lain keputusan tersedia dengan
optimalisasi bermakna pengoptimalan. menggunakan sumberdaya yang
Optimalisasi menurut Winardi terbatas yang dimiliki dalam
(1996:363) adalah ukuran yang pengambilan keputusan.
menyebabkan tercapainya suatu tujuan. Pengambilan keputusan dihadapkan
Pencapaian hasil atau tujuan sesuai pada beberapa pilihan untuk
harapan secara efektif dan efisien. mencapai sebuah tujuan yang
Secara umum optimalisasi adalah ditetapkan.
pencarian nilai terbaik dari beberapa 3. Sumberdaya yang dibatasi
fungsi yang diberikan pada suatu Untuk mencapai suatu tujuan yang
konteks. Dari uraian tersebut diketahui telah ditetapkan dibutuhkan
bahwa optimalisasi dapat terwujud keterlibatan sumberdaya yang
apabila dalam pelaksanaannya secara menyebabkan proses optimalisasi.
efektif dan efisien. Ketersediaan sumberdaya yang
Kesimpulan dari optimalisasi adalah terbatas memaksa proses
proses, cara, dan perbuatan untuk optimalisasi harus benar benar
menggunakan sumber-sumber yang menggunakan sumberdaya tersebut
dimiliki dalam rangka mencapai kondisi secara efektif dan efisien.
yang terbaik dan paling menguntungkan

4
Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Gita Media Press, 2015). h. 562
3.2. Ruang Terbuka Hijau 2. Berfungsi secara fisik yaitu sebagai
paru-paru kota, melindungi sistem
Berdasarkan Peraturan Menteri yang air, peredam bunyi, pemenuhan
terdapat dalam UU No.26 tahun 2007 kebutuhan visual, menahan lahan
tentang Penataan Ruang, Ruang terbuka terbangun/sebagai penyangga,
hijau adalah area memanjang/jalur melindungi warga kota dari polusi
dan/atau mengelompok, yang udara
penggunaannya lebih bersifat terbuka, 3. Berfungsi sebagai estetika yaitu
tempat tumbuh tanaman, baik yang pengikat antar elemen gedung
tumbuh secara alamiah maupun yang dalam kota, pemberi ciri dalam
sengaja ditanam.5 membentuk wajah kota dan unsur
Ruang Terbuka Hijauterdiri atas: dalam penataan arsitektur perkotaan.

1. Ruang Terbuka Hijau 3.3. Taman Vertikal


Lindung(RTHL) adalah ruang atau Taman vertikal atau taman tegak
kawasan yang lebih luas, baik adalah tanaman atau elemen taman
dalam bentuk areal memanjang/jalur lainnya yang disusun sedemikian rupa
atau mengelompok, dimana dalam bidang tegak lurus atau mendekati
penggunaannya lebih bersifat tegak lurus sebagai taman dalam jangka
terbuka/ umum, di dominasi oleh waktu yang relatif lama. Tanaman
tanaman yang tumbuh secara alami disusun dalam media tanam tertentu
atau tanaman budi daya. secara permanen sehingga tanaman bisa
2. Ruang Terbuka Hijau tumbuh dan tahan dalam jangka waktu
Binaan(RTH Binaan) adalah ruang yang lama secara optimal.
atau kawasan yang lebih luas, baik (Blanc & Lalot, 2012) menyatakan
dalam bentuk areal memanjang/jalur bahwa vertical greenery merupakan
atau mengelompok, dimana tanaman yang disusun secara vertikal
penggunaannya lebih bersifat dan dapat menciptakan iklim mikro yang
terbuka/ umum, dengan permukaan spesifik di sekitarnya, karena tanaman
tanah. berperan penting dalam keseimbangan
lingkungan. Konsep taman vertikal
Pada dasarnya RTH kota
muncul ketika kebutuhan ruang terbuka
mempunyai 3 fungsi dasar yaitu:
hijau diperlukan untuk keseimbangan
1. Berfungsi secara sosial yaitu ekosistem tetapi terkendala oleh
fasilitas untuk umum dengan fungsi kebutuhan lahan yang sempit untuk
rekreasi, pendidikan dan olahraga. menanam tanaman. Oleh karena itu,
Dan menjalin komunikasi antar muncul konsep taman vertikal yang
warga kota. lebih efisien dan memiliki manfaat bagi
lingkungan sekitar terutama bagi
perubahan lingkungan daerah perkotaan
5
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor yang padat.
05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan
Perkotaan
Konsep taman vertikal taman Terdapat beberapa jenis
vertikal memiliki beberapa manfaat perancangan taan vertikal menurut
(Sujayanto, 2011), yaitu: Hortpark (2009) yakni :
1. menciptakan karakter fashionable
di tengan lingkungan kota yang 1. Sistem Morphology
modern, Sistem morphology merupakan
2. menjadikan solusi penataan taman sistem dalam teknik pemasangan
dalam kondisi keterbatasan lahan, pada bidang vertikal. Teknik
3. merefleksikan atau memindahkan tersebut dibagi menjadi dua
suatu pemandangan alam, sistem, yaitu carrier system dan
4. tirai alami menghasilkan suasana support system.
sejuk, a. carrier system,
5. menjadikan suatu partisi dan memodifikasi pertumbuhan
screen untuk view yang tidak tanaman secara vertikal.
diinginkan. b. support system, tanaman
tumbuh vertikal secara alami
Komponen taman vertikal (Blanc pada suatu bidang.
& Lalot, 2012) terdiri atas:
2. Support Type
1. Stuktur pendukung Teknik dari vertical greenery
Elemen taman vertikal meliputi yang khusus untuk tanaman
bingkai logam, lapisan PVC dan merambat (climber plant).
lembaran holding. Teknik tersebut didukung
2. Media tanam dengan konstruksi beragam
Media tanam yang cocok sistem kawat tunggal. Support
menggunakan media felt. Felt type dibagi menjadi dua jenis,
adalah bahan semacam kain yang yaitu singular (kawat tunggal)
dibuat dari bulu binatang. Bahan dan mesh (kawat ganda)
ini cocok digunakan untuk bidang 3. Structure Class
bangunan yang tinggi. Structure class merupakan kelas
3. Jenis Tanaman vertical greenery yang membagi
Menurut Blanc (2012), jenis struktur pendukung yang
tanaman yang dapat digunakan menghubungkan tanaman dan
adalah tanaman yang biasanya media dengan dinding. Kelas
tumbuh alami pada beberapa tersebut dibagi menjadi dua,
lokasi seperti tebing air terjun yaitu individual class
(waterfall), pinggiran sungai (menghubungkan unit individu
(river banks), tebing (cliffs), gua langsung ke dinding) dan
(caves), lantai hutan, cekungan. framed class (membutuhkan
Semua jenis tanaman tersebut sebuah frame untuk membingkai
memiliki karakter akar yang keseluruhan unit individu yang
adaptif dan menempel secara berupa tanaman dan media).
alami.
METODOLOGI Standar luas ruang terbuka hijau
untuk suatu kota menurut UU No 26
Penelitian ini dilakukan pada Tahun 2007 tentang penataan ruang,
tanggal Jumat, 16 November 2018. menyatakan bahwa luas ruang terbuka
Penelitian ini merupakan penelitian hijau pada suatu kota sebesar 30%
yang menggunakan metode kulitatif. dengan pembagian ruang terbuka hijau
Melalui metode ini, peneliti umum sebesar 20% sedangkan luas
menghimpun data melalui tiga cara ruang terbuka hijau privat sebesar
yakni observasi, wawancara dan 10% dari luas kota tersebut.
dokumentasi. Adapun data yang
dihimpun berupa data primer dan data Berdasarkan kategori RTH sesuai
sekunder. Data primer berupa dengan tinjauan pustaka , RTH Kota
wawancara dari responden yang Semarang dikelompokkan menjadi
bernama Bapak Budi yang berprofesi RTH Publik yang mencakup : taman
sebagai ketua kelompok tani kota, taman pinggir jalan (jalur hijau),
Kampung Pelangi dan survei lapangan olahraga, pemakaman,
lapangan. Data sekunder berasal dari tempat rekreasi. Sedangkan RTH
kajian literatur berupa artikel jurnal, Privat mencakup : sawah,
makalah,dan buku. tegal/kebun/ladang, dan RTH
pemukiman/fasilitas sosial ekonomi
PEMBAHASAN dan budaya (sosekbud).
Ketentuan mengenai ruang terbuka
hijau, sebagaimana telah diatur dalam Tabel Luas RTH Publik dan RTH
instruksi Menteri Dalam Negeri No.14 Privat di Kota Semarang.
tahun 1988 tentang penataan Ruang
Terbuka Hijau di wilayah perkotaan
Jenis RTH Luas Luas
menerangkan bahwa ruang terbuka No. (Ha) Terhadap
hijau adalah ruang ruang dalam kota Kota
A RTH Publik 1.483,32 3,97%
atau wilayah yang lebih luas baik
1. Taman Kota 13,49
dalam bentuk areal atau kawasan
2. Taman Pinggir 616,99
maupun bentuk areal memanjang/jalur Jalan
dimana dalam penggunaannya lebih 3. Lapangan 274,64
4. RTH 419,14
bersifat terbuka yang pada dasarnya Pemakaman
tanpa bangunan. 5. RTH Tempat 159,07
Mengacu pada pengertian tersebut, Rekreasi

maka dalam pemanfaatan ruang B RTH Privat 21.663,38 57,97%

terbuka hijau lebih bersifat pengisian 1. RTH Pertanian 16.805,48


tanaman seperti lahan pertanian, hutan dan Hutan
2. RTH 4.857,90
kota, dsb. Ruang terbuka hijau ini Pemukiman
diharapkan mampu mendukung dan
Fasosekbud
kehidupan perkotaan dan menjaga Jumlah 23.146,70 61,94%
keseimbangan ekologis antara daerah Luas Kota 37.370,39 100,00%
terbangun dan daerah tidak terbangun
(Nugradi, 2009).
Sesuai dengan data pada tabel, luas 3. Mengembangkan koridor ruang
RTH yang merupakan RTH publik hijau kota.
kota Semarang masih jauh dari
Koridor ruang hijau kota
persyaratan minimal. Luas RTH
merupakan urban park connector
publik hanya sekitar 1.483,32 ha
yang menghubungkan RTH satu
maka apabila dibandingkan dengan
dengan lainnya di setiap kota.
luas kota, RTH publik tersebut hanya
Koridor diciptakan dengan
mencapai sekitar 3,97% dari luas
menanami pohon besar disepanjang
kota. Oleh karena itu, masih perlu
potensi ruang hijau seperti
disediakan lahan seluas minimal
pedestrian, sempadan sungai,
5.990,76 ha agar kota Semarang dapat
tepian badan air situ dan waduk,
mencapai RTH publik sesuai dengan
sempadan rel kereta api dan dapat
UU No. 26 Tahun 2007. Langkah-
dijadikan sebagai transportasi
langkah strategi yang dapat dilakukan
kendaraan bermotor dan jalur
untuk menuju RTH 30%, diantaranya:
wisata kota ramah lingkungan.
1. Menetapkan kawasan yang tidak
4. Mengakuisisi RTH privat,
boleh dibangun.
menjadikan bagian RTH kota.
Dalam Rencana Tata Ruang
Akuisisi dilakukan dengan
Wilayah (RTRW), kawasan yang
menerapkan Koefisien Dasar Hijau
dipreservasi diantaranya habitat
(KDH) pada lahan privat yang
satwa liar, daerah dengan
dimiliki masyarakat dan swasta
keanekaragaman hayati tinggi,
pada pengurusan Izin Mendirikan
daerah genangan dan penampungan
Bangunan (IMB). Pemerintah
air (water retention), daerah rawan
daerah.
longsor, tepian sungai dan tepian
pantai sebagai pengaman ekologis, 5. Peningkatan kualitas RTH kota
dan daerah yang memiliki nilai melalui refungsi RTH eksisting.
pemandangan tinggi.
Optimalisasi fungsi ekologis RTH
2. Membangun lahan hijau baru, eksisting diantara melalui
perluasan RTH melalui revitalisasi kawasan hutan bakau,
pembelian lahan. situ, danau maupun waduk sebagai
daerah resapan air serta penanaman
Pemerintah sebagai pemegang
rumput pada taman lingkungan
wewenang dalam suatu kota dapat
perumukiman yang diperkeras.
melakukan strategi pembebasan
lahan yang bertujuan untuk 6. Menambah jumlah bangunan
meningkatkan pembangunan taman hijau (green roof / green wall).
lingkungan, taman kota, taman
Keterbatasan lahan untuk dapat
makam, lapangan olahraga, hutan
mengembangkan kawasan hijau
kota, kebun raya, hutan mangrove
dapat disiasati dengan
dan situ/danau buatan.
memanfaatkan ruang-ruang
terbangun melalui penanaman
tanaman pada atap ataupun tembok Berdasarkan data yang dihimpun
bangunan. Pengoptimalan RTH dari Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
dapat dilakukan melalui No. 5 Tahun 2008 menerangkan persentase
penambahan jumlah taman vertikal minimal ruang terbuka hijau yang mampu
pada bangunan ataupun lahan dijadikan acuan pengoptimalisasian ruang
terbatas. terbuka hijau di Kota Semarang.

7. Menyusun kebijakan hijau. Jenis RTH % Minimal


Ruang Hijau
Pemerintah Daerah serta DPRD
Taman 80-90%
sebagai fungsi legislatif mendorong Hutan Kota 90%
penyusunan dan penetapan perda Sempadan Pantai 90-100%
terkait dengan RTH dan Rencana Makam 70-80%
Induk RTH agar perencanaan Sumber: Permen PU No 5 Tahun 2008

pembangunan RTH memiliki Keterbatasan daya dukung


kekuatan hukum. lingkungan perkotaan, komitmen yang
8. Memberdayakan komunitas kurang daloam penanganan lingkungan,
hijau. tidak konsistennya pengembangan suatu
wilayah menjadi faktor kurangnya ruang
Partisipasi aktif masyarakat dalam terbuka hijau publik khususnya taman di
komunitas hijau diberdayakan Kota Semarang. Oleh karena itu,
melalui pembuatan pemertaan dibutuhkan alternatif lain untuk tetap
komunitas hijau, penyusunan membangun taman di lahan yang terbatas
rencana tindak, dan kelembagaan sebagai bagian peningkatan RTH di Kota
peran komunitas hijau. Semarang.
Salah satunya langkah strategis
Menurut Atiqul Haq (2011) secara
yang telah dijabarkan diatas untuk
umum terdapat tiga manfaat RTH yaitu
memenuhi kriteria RTH sebesar 30%
manfaat secara lingkungan, sosial dan
adalah dengan membangun lahan hijau
ekonomis. Manfaat secara lingkungan
baru yang mencakup taman kota. Taman
dijabarkan dalam tiga hal yaitu ekologis
merupakan bagian dari ruang terbuka
(memelihara stabilitas iklim), mengontrol
publik yang berfungsi sebagai pengontrol
polusi dan konservasi. Taman vertikal
polusi dan fungsi keindahan. Dari tabel
layak menjadi solusi untuk
tersebut, ruang terbuka hijau yang
mengoptimalkan keberadaan ruang terbuka
meliputi taman kota adalah seluas 13,49
hijau di Kota Semarang. Taman vertikal
Ha mencakup taman pasif (tidak dapat
merupakan salah satu filter yang dapat
dipakai untuk aktivitas) dan taman aktif
digunakan untuk mereduksi polusi. Taman
(dapat dipakai untuk beraktivitas). Luas
vertikal tergolong jenis filter olahan yang
taman kota masih sedikit dikarenakan
dapat mereduksi polusi masuk ke dalam
keterbatasan lahan publik untuk dijadikan
bangunan hingga 42%. Selain itu, taman
taman masih kurang. Dengan luasan
vertikal termasuk taman yang ramah
taman yang masih terbatas membuat
lingkungan dalam hal pembangunannya.
fungsi ruang terbuka hijau itu sendiri
Oleh karena itu Kota Semarang perlu
masih belum bisa dioptimalkan.
meningkatkan jumlah taman vertikal untuk
mengoptimalisasi keberadaan ruang
terbuka hijau di Kota Semarang.

Keberadaan taman vertikal sendiri


di Kota Semarang masih terbilang sedikit.
Keberadaannya yang jelas terlihat hanya
dibeberapa tempat saja. Contohnya di
gedung Fakultas Ekonomi Untag yang
berlokasi di Jalan Imam Bonjol, Semarang. ( Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2018 )
Penerapan contoh taman vertikal di
Kampung Pelangi dimulai sejak awal
tahun 2018 yang dicanangkan oleh Dinas
Pertanian Kota. Penerapan tersebut hanya
sebatas demplot ( percontohan ) dari Dinas
Pertanian sebagai bentuk upaya
menyadarkan masyarakat agar ikut
mendirikan tanaman vertikal.
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2018) Berdasarkan penuturan dari
narasumber yang merupakan ketua
Penerapan taman vertikal seperti kelompok tani di Kampung Pelangi
gambar di atas dapat diterapkan bagi manfaat dari taman vertikal adalah mampu
gedung-gedung perkantoran di pusat kota menyiasati lahan yang terbengkalai,
yang kekurangan lahan untuk mendukung peneduh di lingkungan rumah serta
pengadaan RTH kota Semarang. mampu menjadi daya tarik destinasi wisata
Berdasarkan observasi melalui data kampung pelangi sebagai kampung yang
sekunder, pengadaan taman vertikal di hijau.
sekitar kota Semarang masih kurang. Menerapkan konsep taman vertikal
Dengan pengadaan taman vertikal di setiap tidak hanya dapat dilakukan di lahan yang
gedung-gedung atau bangunan yang ada di luas, namun juga dapat dilakukan di lahan
pusat kota maupun di pinggiran kota, dapat yang sempit. Narasumber juga menuturkan
menyumbangkan presentase RTH di kota bahwa manfaat taman vertikal sangat
Semarang agar lebih meningkat. banyak, salah satunya yaitu menjadi paru-
Optimalisasi taman vertikal dapat paru kampung.
dilakukan dari lingkup terkecil yakni Keberhasilan peningkatan taman
lingkungan keluarga. Bisa dimulai dari vertikal tidak terlepas dari partisipasi dan
perkampungan yang ada di kota Semarang. kesadaran masyarakat. Oleh karena itu,
Salah satu contohnya adalah kampung diperlukan sosialisasi secara periodik
Pelangi yang sebagian besar rumah dalam bentuk pemaparan materi secara
warganya telah terdapat taman vertikal. bertahap kepada masyarakat agar
mengetahui pentingnya keberadaan taman
vertikal. Sehingga nantinya berdampak
pada peningkatan jumlah taman vertikal.
Untuk selanjutnya, jika telah Budiarto, Slamet. 2013. Inspirasi Desain
diterapkan maka taman vertikal tersebut dan Cara Membuat Vertical
harus dijaga agar tanamannya dapat Garden. Jakarta PT.AgroMedia
Pustaka
bertahan lama dan bermanfaat. Selain itu,
pengadaan taman vertikal juga dapat Nugradi, D. N. A. (2009). Identifikasi
menjadi nilai tambah estetika di bangunan ruang terbuka hijau Kota Semarang.
atau gedung tersebut. Sehingga, secara Jurnal Teknik Sipil Dan
tidak langsung juga dapat menambah Perencanaan, 11(1), 61–70.
Retrieved from
keindahan kota.
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.p
SIMPULAN hp/jtsp/article/view/6967
Sugiyanto, E., & Sitohang, C. A. V.
Keberadaan Ruang Terbuka Hijau
(2017). Optimalisasi Fungsi Ruang
di kota Semarang masih belum memenuhi Terbuka Hijau Sebagai Ruang Publik
standar minimal yang ditetapkan. Di Taman Ayodia Kota Jakarta
Penerapan Vertikal Garden bisa mejadi Selatan. Jurnal Populis, 2(3), 205–
solusi untuk menambah presentase RTH 218.
dikota Semarang. Untuk merealisasikan
taman vertikal menjadi salah satu langkah
optimalisasi ruang terbuka hijau,
diperlukan strategi dan sosialisasi secara
periodik dan berkelanjutan yaitu dengan
dukungan dari masyarakat sendiri dan juga
pemerintah kota Semarang.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Undang-undang. No 26 tahun


2007 tentang Penataan Ruang,
Pemerintah Republik Indonesia.
Anonim, Permen PU Nomor
5/PRT/M/2008 tentang Pedoman
Penyediaan dan Pemanfaatan
Ruang Terbuka Hijau di Kawasan
Perkotaan, KementerianPekerjaan
Umum RI.
Anonim, Peraturan Daerah Kota Semarang
Nomor 14 Tahun 2011 tentang
tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah 2011-2030

Blanc, P., & Lalot, V. (2012). Mur


Végétal: De la Nature À la Ville.
W.W. Norton. Retrieved from
https://books.google.co.id/books?id=
WbACywAACAAJ

Anda mungkin juga menyukai