PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan memang tidak pernah selesai. Amerika dan Jepang yang sudah
merasa menjadi Negara paling hebat dalam segala bidang pun sampai saat ini
masih sibuk dengan rencana-rencana pembangunan proyek baru maupun proyek-
proyek pembangunan lain yang harus dibuat karena munculnya macam-macam
masalah akibat pembangunan masa lampau. Misalnya pelbagai pembangunan
untuk menanggulangi pencemaran setempat maupun pencemaran dunia secara
gloal. Bagaimana membangun usaha pertanian tanpa bahan kimia penyebab
pencemaran dan lain-lain. Maka Indonesia pun terasa sanat ketinggalan dalam
bidang pembangunan
Pembangunan pertanian nasional mencatat bahwa dalam upaya pemberdayaan
masyarakat terutama petani kecil, pemerintah telah menerapkan berbagai sistem
kelembagaan dan kemitraan dikarenakan tingkat kesejahteraan petani terus
menurun sejalan dengan persoalan-persoalan klasik yang dialaminya, sekaligus
menjadi bagian dan dilema dari sebuah kegiatan usahatani di tingkat produsen
pertanian. Tingkat keuntungan kegiatan usahatani selama ini lebih banyak dinikmati
oleh para pedagang dan pelaku usahatani lainnya di hilir (Sumodiningrat, 2000).
Oleh karena itu, diperlukan kelembagaan pertanian yang mampu memberikan
kekuatan bagi petani (posisi tawar yang tinggi). Kelembagaan pertanian dalam hal
ini mampu memberikan jawaban atas permasalahan di atas. Penguatan posisi tawar
petani melalui kelembagaan merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak
dan mutlak diperlukan oleh petani, agar mereka dapat bersaing dalam
melaksanakan kegiatan usahatani dan dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya
(Suhud, 2005).
Lembaga yang dibuat dan telah diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, mulai
dari yang dibiayai dan dibina secara penuh oleh pemerintah, lembaga kerjasama
pemerintah dan pihak swasta, sampai pada lembaga yang didanai oleh pihak
swasta. Lembaga-lembaga tersebut telah berjalan dan mengalami masa pasang
dan masa surut, sesuai dengan keberadaannya, tujuan pembentukannya,
kemampuan personal pengelolanya, maupun manfaatnya pada masyarakat.
Untuk pembangunan, pembinaan dan operasional lembaga-lembaga tersebut,
pemerintah telah mengeluarkan dana pembangunan yang cukup banyak. Tetapi
dalam perjalanannya dan bukti yang nyata sampai saat ini, tidak banyak lembaga
tersebut yang bertahan. Ada yang maju, tetapi tidak bertahan, ada yang maju-
mundur, ada yang mati sama sekali dan ada juga yang hanya tinggal plang merek
dan susunan pengurus, tanpa aktivitas.
Fenomena yang berkembang sekarang dan dianggap sebagai suatu hal yang
lumrah, adalah munculnya lembaga-lembaga baru yang lengkap dengan plang
merek dan susunan pengurus pada saat akan datangnya bantuan proyek dari
pemerintah. Dan yang paling lumrah lagi, semua lembaga tersebut hilang lenyap
setelah dana bantuan atau dana proyek habis. Alhasil, tidak banyak manfaat
lembaga yang didirikan bagi masyarakat. Padahal tujuan pembentukannya
adalah untuk mempercepat proses peningkatan ekonomi masyarakat. Sementara
setiap tahun pemerintah selalu memberikan penghargaan kepada pengurus-
pegurus lembaga tersebut yang berhasil
Batasan masalah
1. pengertian kelembagaan
2. prinsip dasar kelembagaan pertanian
3. sejarah kelembagaan pertanian di Indonesia
4. Jenis-jenis kelembagaan pertanian
5. Pembanguan pertanian dan kelembagaan di Indonesia
6. Strategi kelembagaan dalam pembangunan pertanian di NTT
7. Peranan kelembagaan dalam pembangunan pertanian di NTT
1. Pengertian Kelembagaan
Salah satu arti lembaga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: "pola
perilaku manusia yang mapan. terdiri atas interaksi sosial berstruktur di suatu
kerangka nilai yang relevant Sedangkan kelembagaan adalah segala sesuatu yang
berkaitan dengan lembaga. Terdapat tiga kata kunci yakni sosial, nilai {norms), dan
perilaku {behaviours). Suatu institusi atau kelembagaan dapat berbentuk organisasi
atau sebaliknya. Bidang kelembagaan kurang memiliki popularitas seperti bidang
keilmuan yang mampu menggugah perhatian seluruh lapisan masyarakat .
Ada berbagai definisi kelembagaan yang disampaikan oleh ahli dari berbagai
bidang:
a. Lembaga adalah aturan di dalam suatu kelompok masyarakat atau organisasi
yang menfasilitasi koordinasi antar anggotanya untuk membantu mereka dengan
harapan di mana setiap orang dapat bekerjasama atau berhubungan satu dengan
yang lain untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan (Ruttan dan Hayami,
1984)
b. Lembaga aturan dan rambu-rambu sebagai panduan yang dipakai oleh para
anggota suatu kelompok masyarakat untuk mengatur hubungan yang saling
mengikat atau saling tergantung satu sama lain. Penataan institusi (institutional
arrangements) dapat ditentukan oleh beberapa unsur: aturan operasional untuk
pengaturan pemanfaatan sumber daya, aturan kolektif untuk menentukan,
menegakan hokum atau aturan itu sendiri dan untuk merubah aturan operasional
serta mengatur hubungan kewenangan organisasi (Ostrom, 1985; 1986).
c. Lembaga adalah suatu himpunan atau tatanan normanorma dan tingkah laku
yang bisa berlaku dalam suatu periode tertentu untuk melayani tujuan kolektif yang
akan menjadi nilai bersama. Institusi ditekankan pada norma-norma prilaku, nilai
budaya dan adat istiadat (Uphoff, 1986).
d. Lembaga adalah sekumpulan batasan atau faktor pengendali yang mengatur
hubungan perilaku antar anggota atau antar kelompok. Dengan definisi ini
kebanyakan organisasi umumnya adalah institusi karena organisasi umumnya
mempunyai aturan yang mengatur hubungan antar anggota maupuna dengan
orang lain di luar organisasi itu (Nabli dan Nugent, 1989).
e. Lembaga adalah aturan main di dalam suatu kelompok sosial dan sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, sosial dan politik. Institusi dapat berupa
aturan formal atau dalam bentuk kode etik informal yang disepakati bersama. North
membedakan antara institusi dari organisasi dan mengatakan bahwa institusi
adalah aturan main sedangkan organisasi adalah pemainnya (North, 1990).
f. Lembaga mencakup penataan institusi (institutional arrangement) untuk
memadukan organisasi dan institusi. Penataan institusi adalah suatu penataan
hubungan antara unit-unit ekonomi yang mengatur cara unit-unit ini apakah dapat
bekerjasama dan atau berkompetisi. Dalam pendekatan ini organisasi adalah suatu
pertanyaan mengenai aktor atau pelaku ekonomi di mana ada kontrak atau
transaski yang dilakukan dan tujuan utama kontrak adalah mengurangi biaya
transaksi (Williamson, 1985).
Umumnya definisi lembaga mencakup konsep pola perilaku sosial yang sudah
mengakar dan berlangsung terus menerus atau berulang. Dalam hal ini sangat
penting diperhatikan bahwa perilaku sosial tidak membatasi lembaga pada
peraturan yang mengatur perilaku tersebut atau mewajibkan orang atau organisasi
untuk harus berpikir positif ke arah norma-norma yang menjelaskan perilaku
mereka tetapi juga pemahaman akan lembaga ini memusatkan perhatian pada
pengertian mengapa orang berprilaku atau bertindak sesuai dengan atau
bertentangan dengan peraturan yang ada. Merangkum dari berbagai pengertian
yang dikemukakan sebelumnya, maka yang dimaksud kelembagaan adalah:suatu
tatanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat atau organisasi yang saling
mengikat yang dapat menentukan bentuk hubungan antar manusia atau antara
organisasi yang diwadahi dalam suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh
faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik aturan formal
maupun informal untuk pengendalian prilaku sosial serta insentif untuk
bekerjasama dan mencapai tujuan bersama.
SAMPAI saat ini jumlah Usaha Mikro Kecil dan Menegah (UMKM) di Propinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT) sebanyak 735.023 unit. Kebanyakan UMKM menggeluti
bidang pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan. Hal itu disampaikan
Kepala Dinas Koperasi dan UMKM NTT, Paulus R Tadung, S.H, melalui Kepala Bidang
Bina Usaha Koperasi, Alexander Sanu, S.E, M.Si, ketika membawakan materi pada
Rapat Koordinasi (Rakor) Pengembangan Usaha Koperasi dengan Lembaga
Keagamaan di Hotel Maya, Jalan Sumatera No 1, Kupang, Selasa (29/9/2009).
Menurut Sanu, semua UMKM itu tersebar di daerah perkotaan. "Dari jumlah itu,
paling banyak UMKM menggeluti usaha di bidang pertanian, peternakan, perikanan
dan kehutanan. Hanya beberapa UMKM yang geluti usaha kelistrikan, gas dan air
bersih," ujar Sanu. Dia menjelaskan, saat ini, pemerintah NTT sudah bertekad
menjadikan NTT sebagai propinsi koperasi. Artinya, koperasi akan menjadi pilar
pembangunan ekonomi mulai dari daerah hingga propinsi. Untuk itu, pemerintah
kabupaten/kota pun diharapkan menyeragamkan tekad untuk menyukseskan hal
ini. Dikatakannya, program koperasi UMKM meliputi penciptaan iklim usaha kecil
dan menengah yang kondusif, mengembangkan kewirausahaan dan keunggulan
kompetitif UMKM, selain itu program pengembangan sistem untuk mendukung
UMKM dan pemberdayaan usaha-usaha yang berskala mikro. "Kami juga terus
berupaya mengembangkan koperasi terutama pembenahan kelembagaan sehingga
terciptanya manajemen yang baik dan handal," tandasnya. Lebih lanjut, ia
mengatakan, keberadaan UMKM di daerah ini menyerap tenaga kerja cukup banyak.
Dari data yang dimiliki, tenaga kerja yang terserap itu sebanyak 1.319.848 orang.
Jumlah itu tersebar pada tujuh bidang pada UMKM. Tujuh bidang itu, yakni pertama,
bidang pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan. Kedua, bidang
pertambangan dan penggalian. Ketiga bidang industri pengolahan. Keempat listrik,
gas dan air bersih. Kelima, bidang perdagangan, berikutnya hotel dan restoran serta
terakhir bidang keuangan dan persewaan.
Pengembangan UMKM itu, lanjutnya, tidak terlepas dari dunia perkoperasian.
Karena itu dengan spirit baru yang diusung Pemerintah Propinsi NTT, pihaknya
mengimplemntasi skala prioritas usaha koperasi yang meliputi pengembangan
ternak sapi, jagung, dan rumput laut. "Khusus pola pengembangan ternak sapi,
kami terapkan pola bagi hasil antara peternak, penggemukan/paronisasi. Hal yang
sama pula diikuti oleh jagung dan rumput laut yang juga dikelola oleh koperasi,"
ujarnya.
UMKM di NTT
-------------------------------------------------------------------------------------------
Jenis UMKM Jumlah (unit)
-------------------------------------------------------------------------------------------
Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan 576.710
Industri Pengolahan 79.874
Perdagangan, Hotel dan Restoran 70.397
Bangunan 3.874
Pertambangan dan Penggalian 2.398
Keuangan dan Jasa Persewaan 1.380
Listik, Air dan Gas 390
-----------------------------------------------------------------------------------------
Jumlah 735.023
-----------------------------------------------------------------------------------------
Sumber: Dinas Koperasi dan UMKM
Dapatkan artikel ini di URL:
http://202.146.4.119/36293/Koperasi Gandeng Lembaga Agama
a. KUD
Koperasi Unit Desa (KUD) merupakan salah satu pilar perekonomian yang berperan
penting dalam pembangunan perekonomian nasional. Namun, sejak dikeluarkan
Inpres No. 18 Tahun 1998, KUD tidak lagi menjadi koperasi tunggal di tingkat
kecamatan. Program-program pemerintah untuk membangun masyarakat
pedesaan, seperti distribusi pupuk, benih, dan pengadaan gabah, yang awalnya
dilakukan melalui KUD selanjutnya diserahkan pada mekanisme pasar.
Hal inilah yang kemudian mengakibatkan lebih dari 5.400 KUD di Indonesia secara
umum mengalami penurunan kinerja dan tidak sedikit yang hanya tinggal papan
nama. Meskipun demikian, tidak sedikit pula KUD yang bertahan, bahkan
berkembang.
Mengembalikan peran kunci KUD, merupakan konsekuensi tuntutan pembangunan
ekonomi kerakyatan. Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai koperasi
untuk menyejahterakan anggota serta masyarakat pedesaan, termasuk membantu
berbagai program pemerintah dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Revitalisasi KUD
Koperasi dan koperasi unit desa (KUD) mempunyai sejarah yang panjang dan saling
berkaitan. Koperasi sudah ada sejak kolonial Belanda. Pada tahun 50-an muncul
jenis-jenis koperasi pertanian, seperti koperasi pertanian (koperta), koperasi desa,
koperasi kopra, dan koperasi karet. Selanjutnya, pada tahun 70-an kopera-si-
koperasi itu disatukan dalam KUD.
Berdasarkan Inpres No 4/1973, KUD adalah koperasi pertanian. Kemudian pada
1978, dengan Inpres No 2/1978, diubah menjadi koperasi pedesaan. KUD adalah
satu-satunya koperasi di pedesaan. Inpres No 4/1984 mengukuhkan kembali KUD
sebagai organisasi koperasi tunggal (kecuali ada izin dari menteri). KUD
dikembangkan akibat kegagalan Bimas Gotong Royong untuk melibatkan petani
secara efektif dalam program peningkatan produksi beras. Di wilayah unit desa,
satu kesatuan sawah dengan irigasi teknis yang meliputi areal 600-1.000 ha,
dibentuk KUD yang berfungsi sebagai sarana penopang wilayah unit desa bersama
BRI unit desa dengan menyalurkan sarana produksi, yang nantinya akan
dikembangkan sebagai penyalur, kredit, pemasaran hasil pertanian, dan lain-lain.
Pada 1998, melalui Inpres No. 18/1998, pemerintah mencabut Inpres No. 4/1984
yang menghapus legitimasi KUD sebagai organisasi koperasi tunggal di tingkat
pedesaan dan dengan demikian berfungsi sebagai palu godam yang meruntuhkan
banyak KUD. Banyak KUD yang tidak sukses melaksanakan pengadaan pangan
kemudian ditambah dengan penghapusan subsidi pupuk. Banyak KUD yang juga
gags! melaksanakanpenyaluran pupuk. Pengadaan pangan dan penyaluran pupuk
tersebut kemudian diambil alih oleh Bulog, LSM, dan swasta. Setelah itu, keluar
kebijakan pemerintah yang meliberalisasikan koperasi. Dengan bebas masyarakat
mendirikan koperasi dengan hanya izin dari dinas koperasi tingkat kabupaten dan
mendapatkan insentif kredit lunak. Alhasil, banyak koperasi yang tumbuh hanya
karena akan mendapat fasilitas pemerintah, tanpa kegiatan alias koperasi papan
nama.
Akhir-akhir ini pemerintah mengembangkan berbagai program yang tidak lagi
menggunakan KUD, tetapi membentuk kelompok masyarakat penerima
bantuan/prog-ram seperti kelompok tani, gapoktan (gabungan kelompok tani), dan
LKMA (lembaga keuangan mikro agribisnis). Harapannya, gapoktan tersebut akan
berkembang menjadi koperasi.
Kenyataannya belum seperti yang diharapkan. Kelompok tani yang dibentuk
sebagai akibat adanya program pemerintah biasanya tidak permanen. Begitu
program selesai kelompok tani tersebut berakhir. Dan bila ada program pemerintah
dari departemen yang berbeda, biasanya dibentuk kelompok tani baru. Keadaan ini
berlangsung terus, sehingga tidak berkembang kelompok tani menjadi koperasi.
Departemen Dalam Negeri mengembangkan lembaga ekonomi di pedesaan berupa
BUMD (badan usaha milik desa), namun perkembangannya belum bisa melembaga
secara nasional
Potensi
Oleh karena itu, timbul pemikiran bagaimana mengembangkan KUD menjadi
koperasi yang benar, dengan memadukan keberadaan kelompok tani/gapoktan dan
KUD. Hal ini didasarkan pada kenyataan, KUD mempunyai potensi atau kekuatan
yang dapat dijadikan modal untuk lebih dikembangkan. Potensi dan kekuatan KUD
adalah punya infrastruktur (gedung dan perlengkapan usaha) yang memadai.
Namun, perlu disadari. KUD juga mempunyai kelemahan, yakni dikembangkan
sebagai koperasi pedesaan dengan keanggcgaan yang mencakup seluruhpenduduk
pedesaan dengan latar belakang ekonomi yang sangat keterogen, sehingga nasib
petani, yang akan diangkat melalui koperasi, dianggap kurang mendapat perhatian
atau kurang fokus. Bahkan, karena keanggotaan berlansgung secara otomatis,
partisipasi anggota menjadi kurang dan kadang dapat diabaikan sama sekali.
Dengana adanya kekosongan kelembagaan sosial ekonomi petani sebagai akibat
terabaikannya KUD di satu sisi dan tidak berkembangnya kelompok tani sebagai
embrio koperasi di sisi lain, perlu dibangun kelembagaan sosial ekonomi petani
yang kuat, yakni merevitalisasi KUD. Salah satu upaya merevitalisasi KUD adalah
mereformasi KUD dan merumuskan kebijakan pemerintah untuk membangkitkan
kembali KUD.
Reformasi tersebut, pertama, KUD mempunyai satu atau beberapa core business
komoditas tertentu yang dapat dikelola secara penuh. Misalnya, padi, perikanan,
peternakan, dan perkebunan. Kedua, core business tersebut diupayakan terintegrasi
secara vertikal, sehingga mempunyai kegiatan pada subsistem agrobisnis hulu, hilir,
pemasaran dan penunjang. Ketiga, anggota koperasi adalah petani yang sesuai
dengan core business KUD yang dapat diwakili oleh kelompok tani dan atau
gapoktan. Keempat, memanfaatkan kelompok tani/gapoktan sebagai organisasi
koperasi yang dibentuk secara bottom-up.
Untuk lebih kuatnya kelembagaan koperasi atau KUD, yang diharapkan dapat
berperan sebagai lembaga ekonomi yang mampu memfasilitasi dan melindungi
petani anggota, diperlukan dukungan pemerintah daerah, melalui dinas-dinas
terkait dan bekerja sama, dengan perguruan (inggi. Pembinaan kelembagaan
ekonomi pedesaan dapat dilakukan dengan pemberdayaan KUD menjadi lembaga
dengan paradigma baru, yang mampu melindungi dan memfasilitasi usaha petani
dalam sistem agrobisnis dari hulu hingga hilir.
b. Kelompok Usaha Agribisnis Terpadu(Kuat)
KUAT merupakan suatu rekayasa kelembagaan agribisnis yang bersifat partisipatif
di pedesaan. Pelayanan KUAT meliputi:
(i) Pembinaan kelompok tani dalam penerapan inovasi pertanian progesif;
(ii) Pelayanan kebutuhan modal dan pemupukan modal;
(iii) Pelayanan sarana produksi dan pemasaran hasil;
(iv) Pengembangan usaha dan sistem agribisnis.
Model ini telah diadopsi oleh program nasional P3T di 22 provinsi dan ternyata
berhasil dalam meningkatkan produktivitas padi melalui inovasi teknologi varietas
dan manajemen usahatani. Lembaga KUAT ini merupakan evolusi dari model KUM
yang mampu berkembang dan berkelanjutan. Diharapkan model kelembagaan ini
dapat digunakan secara luas sebagai wadah dalam pengembangan sistem dan
usaha agribisnis.
c. Insus
Peranan intensifikasi pertanian di tingkat usahatani mutlak diperlukan untuk
peningkatan produksi dan pelestarian swasembada pangan. Untuk meningkatkan
keberhasilan, pola intensifikasi terus dikembangkan mutunya dari intensifikasi
umum menjadi intensifikasi khusus.
Pengertian INSUS sebenarnya adalah intensifikasi pertanian yang dilaksanakan oleh
kelompok petani dalam satu hamparan minimum 25 Ha, guna memanfaatkan
potensi lahan usahataninya secara optimal dengan menerapkan teknologi anjuran.
Perbedaan inmum ialah petani pelaksana intensifikasi belu terkodinir secara
berkelompok. Sedangkan istilah supra insus tidaklah lain adalah pola insus yang
lebih memantapkan lagi kerjasama petani dalam kelompoknya. Supra insus
sebenarnya merupakan rekayasa teknis, sosial dan ekonomi yang diterapakan atas
dasar pendekatan wilayah dalam satu unit Himpunan supra insus yang luas
arealnya mencapai 25.000 Ha.
d. Bimbingan Masal (BIMAS)
Diawali dengan kegiatan Demonstrasi Masal oleh IPB di Karawang pada 1964/65-
1965/1966, sejak 1966 pemerintah menetapkan kebi-jakan Bimbingan Masal
(BIMAS). Dalam organisasi BIMAS tersebut Perguruan Tinggi terlibat secara aktif,
meskipun keberadaan mahasiswa sebagai tenaga penyuluh bersifat sementara
(selama satu musim).
e. Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)
Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan diluncurkan Departemen
Pertanian sejak tahun 2008 melibatkan instansi terkait lingkup pertanian untuk
mengawal, mendampingi, memonitoring dan mengevaluasi untuk terus menerus
melakukan perbaikan dalam hal aplikasi dan pelaksanaannya di lapangan. Salah
satu tujuan program ini adalah meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani
menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan.
Penyuluh Pertanian
Kepustakaan tentang penyuluhan pertanian, selalu dinyatakan bahwa penyuluhan
pertanian didefinisikan seba-gai sistem pendidikan non-formal (luar-sekolah) untuk
petani dan keluarganya (Soejitno, 1968; Wiriaatmadja, 1973; Hamundu, 1997).
Definisi tersebut mengandung pengertian bahwa:
1. Petani dan keluarganya merupakan sasaran-didik atau obyek penyuluhan
pertanian.
2. Obyek penyuluhan pertanian hanya terbatas pada petani dan keluarganya.
Terhadap pemahaman seperti itu, seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan
pergeseran paradigma pembangunan pertanian, nampaknya sudah saatnya
dilakukan telaahan ulang, Pertama, proses pendidikan (belajar mengajar) yang
berlang-sung dalam kegiatan penyuluhan pertanian seharusnya meru-pakan proses
pendidikan orang dewasa (adult education/ andragogie) yang berlangsung secara
horizontal/lateral, ber-beda dengan paedagogie yang prosesnya berlangsung
vertikal. Dalam pendidikan orang dewasa, keberhasilan pendidikan tidak diukur
dari seberapa banyak terjadi transfer ilmu (pengetahuan, sikap dan ketrampilan)
melainkan diukur dari sebarapa jauh terjadi dialog antara peserta-didik dengan
fasilitatornya.
Karena itu, pemahaman penyuluhan pertanian yang menem-patkan petani dan
keluarganya sebagai obyek penyuluhan, sudah tidak tepat lagi. Di samping itu,
sejalan dengan kema-juan teknologi informasi yang memungkinkan petani memper-
oleh informasi/inovasi dari banyak pihak selain penyuluh, kenyataan menunjukkan
bahwa dalam banyak kasus, posisi penyuluh tidak selalu di atas sebagai pihak
yang lebih tahu, lebih-pintar atau lebih-berkuasa. Sejak dua-puluh tahun terakhir,
terutama di wilayah yang telah maju dan terbuka, hubungan penyuluh dan
petani dalam proses penyuluhan telah bergeser dari hubungan guru dengan
murid menjadi hubungan dua pihak yang sejajar, saling berbagi pengalaman,
dalam kegiatan belajar-bersama.
Kedua,, kelambanan penyuluhan pertanian seringkali tidak disebabkan oleh perilaku
kelompok akar rumput (grass-roots), tetapi justru lebih banyak ditentukan oleh
perilaku, kebijakan dan komitmen lapis atas untuk benar-benar
membantu/melayani (masyarakat) petani agar mereka lebih sejahtera.
Di samping itu, keberhasilan penyuluhan-pertanian tidak hanya tergantung pada
efektivitas komunikasi antara penyuluh dan petani beserta keluarganya, tetapi
sering lebih ditentukan oleh perilaku/kegiatan stakeholders pertanian yang lain,
seperti: produsen sarana produksi, penyalur kredit usaha-tani, peneliti, akademisi,
aktivis LSM, dll. yang selain sebagai agent of development sekaligus juga turut
menikmati manfaat kegiatan penyuluhan pertanian. Berkaitan dengan kenyataan
ini, Departemen Pertanian (2002) telah melakukan revisi ter-hadap definisi
penyuluhan pertanian dengan menyebutkan bahwa penyuluhan pertanian tidak
hanya terbatas diperuntuk-kan bagi petani dan keluarganya, tetapi juga bagi
masyarakat pertanian yang lain
Berbicara tentang sasaran atau obyek penyuluhan pertanian, Mardikanto (1996)
telah menggantinya dengan istilah penerima manfaat (beneficiaries) yang terdir
dari:
a. Sasaran-utama, yang terdiri dari petani dan keluarga-nya.
b. Sasaran-penentu, yang terdiri: aparat birokrasi peme-rintah yang memegang
otoritas penentu kebijakan pembangunan dan penyuluhan pertanian.
c. Sasaran-pendukung yang terdiri dari: pelaku bisnis pertanian (produsen sarana
dan peralatan produksi, penyedia kredit usahatani, pedagang/penyalur sarana dan
peralatan pertanian, pengolah dan pemasar produk perta-nian), peneliti, aktivis
organisasi profesi, LSM, media masa, pers, budayawan, dll.
Terkait dengan telaahan ulang terhadap sasaran penyu luhan pertanian di atas,
akan membawa implikasi yang luas terhadap:
Penghayatan setiap insan penyuluh terhadap pendekatan, strategi, dan metoda
penyuluhan yang partisipatip, yang membawa konsekuensi terhadap perubahan
perilaku penyuluh (baik yang berstatus pegawai negeri, aktivis LSM,
pedagang/karyawan produsen sarana-produksi dan peralatan pertanian, serta
petugas penyalur kredit usahatani) untuk lebih menghargai petani sebagai mitra-
kerja dan bukannya terus menerus menempatkannya sebagai obyek kegiatan/bisnis
mereka.
Perubahan kegiatan penyuluhan pertanian yang tidak lagi diarahkan terpusat
kepada petani dan keluarganya, tetapi juga terhadap masyarakat pertanian yang
lain sebagai stakeholders pembangunan pertanian.
Dalam banyak kasus, kegiatan penyuluhan bagi para pe-nentu kebijakan
pembangunan dan penyuluhan pertanian yang selama ini tidak pernah disentuh
karena dinilai sebagai pemegang otoritas yang selalu benar, terasa lebih penting
untuk dikembangkan.
Pentingnya beragam bentuk kegiatan penyuluhan pertani-an yang tidak hanya
ditujukan bagi petani dan keluarga-nya, seperti: pertemuan ilmiah dengan kalangan
akademisi di perguruan tinggi, sekolah lapang bersama para peneliti, temu-usaha
dengan para pelaku bisnis pertanian, pameran dan demonstrasi (cara dan hasil).
Tujuan Penyuluhan
Pembangunan apapun pengertian yang diberikan terhadapnya, selalu merujuk pada
upaya perbaikan, terutama perbaikan pada mutu-hidup manusia, baik secara fisik,
mental, ekonomi maupun sosial-budayanya.
Terkait dengan pemahaman tersebut, tujuan penyuluhan pertanian diarahkan pada
terwujudnya perbaikan teknis bertani (better farming), perbaikan usahatani (better
business), dan perbaikan kehidupan petani dan masyarakatnya (better living)
Dari pembangunan pertanian yang telah dilaksanakan di Indonesia selama tiga-
dasawarsa terakhir, menunjukkan bahwa, untuk mencapai ketiga bentuk perbaikan
yang disebutkan di atas masih memerlukan perbaikan-perbaikan lain yang
menyangkut (Deptan, 2002):
Perbaikan kelembagaan pertanian (better organization) demi terjalinnya
kerjasama dan kemitraan antar stakeholders. Sebagai contoh, dapat disampaikan
pengalaman pelak-sanaan Intensifikasi Khusus (INSUS), di mana inovasi-sosial yang
dilakukan melalui usahatani berkelompok mampu menembus kemandekan kenaikan
produktiivitas (leveling off) yang dicapai melalui inovasi-teknis.
Perbaikan kehidupan masyarakat (better community), yang tercermin dalam
perbaikan pendapatan, stabilitas keamanan dan politik, yang sangat diperlukan bagi
terlaksananya pembangunan pertanian yang merupakan sub-sistem pembangunan
masyarakat (community devel-opment)
Tentang hal ini, pengalaman menunjukkan bahwa pembangunan pertanian tidak
dapat berlangsung seperti diharapkan, manakala petani tidak memiliki cukup dana
yang didukung oleh stabilitas politik dan keamanan serta pembangunan bidang dan
sektor kehidupan yang lain. Sebaliknya, pembangunan pertanian menjadi tidak
berarti manakala tidak memberikan perbaikan kepada kehidupan masyarakatnya.
Perbaikan usaha dan lingkungan hidup (better enviroment) demi kelangsungan
usahataninya.
Tentang hal ini, pengalaman menunjukkan bahwa penggunaan pupuk dan pestisida
secara berlebihan dan tidak seimbang telah berpengaruh negatip terhadap produk-
tivitas dan pendapatan petani, secara kerusakan lingkungan-hidup yang lain, yang
dikhawatirkan akan mengancam keberlanjutan (sustainability) pembangunan
pertanian itu sendiri.
Di samping itu, satu hal lagi yang menyangkut pentingnya perbaikan aksesibilitas
petani dan stakeholders yang lain (better accesibility), baik terhadap sumber
inovasi, input usahatani (kredit, sarana produksi, alat dan mesin pertanian), pasar
dan jaminan harga, serta pengambilan keputusan politik.
Hal ini terutama dilandasi oleh petani-petani kecil yang merupakan pelaku-utama
pembangunan pertanian di Indonesia pada umumnya termasuk golongan ekonomi-
lemah, yang lemah dalam hal permodalan, penguasaan dan penerapan teknologi,
dan seringkali juga lemah semangatnya untuk maju, karena seringkali dijadikan
obyek pemaksaan oleh birokrasi maupun penyuluhnya sendiri.
Lebih lanjut, World Bank (2002) mensyaratkan hal-hal yang perlu diperhatikan untuk
terjaminnya pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang
menyangkut:
a. Perbaikan modal finansial, berupa perencanaan ekonomi-makro dan pengelolaan
fiska
b. Perbaikan modal fisik, berupa prasarana, bangunan, mesin, dan juga pelabuhan.
c. Perbiakan modal SDM, berupa perbaikan kesehatan dan pendidikan yang relevan
dengan pasar-kerja
d. Pengemabngan modal-sosial, yang menyangkut: ketram-pilan dan kemampuan
masya-rakat, kelembagaan, kemi-traan, dan norma hubungan sosial yang lain.
e. Pengelolaan sumberdaya alam, baik yang bersifat komer-sial maupun non-
komersial bagi perbaikan kehidupan manusia termasuk: air-bersih, energi, serat,
pengelolaan limbah, stabilitas iklim, dan beragam layanan penun-jangnya.
Tantangan, Peluang, Masalah dan Kendala
Menurut Direktorat mutu dan standardisasi ditjen pengolahan dan pemasaran hasil
pertanian-Deptan (2008), untuk mencapai tujuan akan dihadapkan pada tantangan,
peluang, masalah dan kendala dalam pelaksanaan Penyuluhan Pertanian.
Tantangan
Tantangan dalam pelaksanaan Penyuluhan Pertanian harus dijadikan motivasi dalam
peningkatan kemampuan penyuluh. Merupakan kemampuan yang perlu dimiliki dan
situasi kondisi kondusif yang perlu diciptakan bagi kelancaran proses pelaksanaan
dan keberhasilan pencapaian tujuan. Kemampuan dan situasi kondisi ters
t berupa sumber daya riil yang tadinya masih berupa sumber daya potensial, serta
situasi kondisi eksternal dan internal organisasi berupa sumber daya manusia,
sumber daya alam, dan sumberdaya buatan yang terdiri dari sumberdaya alat,
bahan, dana, teknologi, manajemen dan informasi, termasuk potensi pasar lokal,
inter-insuler, regional dan internasional. Tantangan ini harus dihadapi dan
diwujudkan secara konsepsional, berencana dan terarah dengan penuh kecermatan,
perhitungan dan kehatihatian karena variabel yang berpengaruh terhadapnya peka
terhadap perubahan situasi kondisi, kebijaksanaan pemerintah dan Ipoleksosbud
yang terus bergerak secara dinamis.
Peluang
Peluang merupakan faktor eksternal pendukung kemampuan intenal berupa sumber
daya riil dan potensial yang dimiliki unit kerja yang harus dimobilisasi dan
dimanfaatkan secara optimal untuk memecahkan masalah, menyesuaikan diri
dengan kendala dan mengatasi tantangan. Faktor eksternal pendukung berupa
sumber daya alam, potensi dan jaringan pemasaran dalam luar negeri,
kebijaksanaan pemerintah, situasi dan perkembangan ipoleksosbud, serta sumber
daya yang berada dalam kewenangan pihak terkait yaitu pelaku usaha, koperasi,
asosiasi, perbankan, instansi pemerintah, lembaga ekonomi dan sosial, swasta dan
BUMN.
Masalah
Masalah adalah penyebab keadaan yang tidak memuaskan atau keadaan yang
memerlukan atau keadaaan yang memerlukan perbaikan, yang menimbulkan
rangsangan untuk kita berpikir dan berbuat untuk mengatasi atau
menghilangkannya. Masalah ini harus dihadapi dan dipecahkan untuk menjamin
dan memeperlancar tercapainya tujuan. Masalah ini akan terus berputar tanpa
henti, bahkan terus meningkat secara dinamis, baik jenis, volume dan
kompleksitasnya, sejalan dan berkolrelasi positif dengan tingkat kemajuan
pencapaian tujuan. Setiap phase penyelesaian suatu kegiatan atau pencapaian
tujuan pada tingkatan tertentu akan menimbulkan keadaan baru dalam upaya
memutar roda pembangunan yang akan terus bergulir tanpa titik akhir. Masalah
berada dalam batas kewenangan dan kemampuan organisasi atau unit kerja untun
mengatasinya dengan jalan mengerahkan dan memanfaatkan secara optimal dan
terintegrasi segala sumber daya yang dimiliki dan dapat dikuasai.
Kendala
Kendala adalah hambatan konstrait yang terdiri dari situasi kondisi nyata yang
bersifat alami atau artifical yang tidak dapat dielakan tetapi perlu untuk
dimanfaatkan dengan jalan menyesuaikan diri bagi kendala yang bersifat alami, dan
dengan KIS (Koordinasi Informasi dan Sinkronisasi) bagi kendala yang bersifat
buatan dan pengaturan manusia. Kendala yang berada diluar batas kewenangan
dan kemampuan unit kerja kita untuk mengatasinya sehingga mutlak perlu
bekerjasama dengan pihak yang memiliki kewenangan dan kemampuan yang
berkaitan dengan kendala yang kita hadapi, dalam suasana koordinasi yang baik
dan kerjasama yang saling menguntungkan.
Keempat aspek teknis, sosial, ekonomi dan manajemen serta keempat hal dalam
situasi kondisi berupa tantangan, peluang, masalah, dan kendala secara terus
menerus berinteraksi, saling mempengaruhi dan saling mempunyai ketergantungan
antara aspek teknis, sosial, ekonomi dan manajemen.
Penyuluh di NTT
Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi Nusa Tenggara Timur Ir
Nico Bala Nuhan mengatakan, sebanyak 42 dari 186 balai penyuluh pertanian di
Provinsi NTT dalam kondisi rusak berat.
"Sisanya, sebanyak 144 lainnya masih bisa dimanfaatkan para penyuluh untuk
melakukan bimbingan kepada kelompok tani di provinsi tersebut," katanya di
Kupang, Kamis (8/7).
Jika mengacu pada kebijakan satu kecamatan satu balai penyuluhan pertanian
(BPP), katanya, maka masih banyak balai penyuluh pertanian (BPP) yang perlu
dibangun. Hanya, menurut dia, langkah paling mendesak adalah merevitalisasi
fungsi BPP yang masih baik di 144 lokasi, agar para penyuluh bisa memainkan
peran berkaitan dengan program penyuluhan.
Apalagi, lanjut dia, saat ini pemerintah provinsi menjadikan NTT sebagai daerah
penghasil jagung untuk memenuhi kebutuhan nasional. Dia mengatakan, saat ini
jumlah tenaga penyuluh pertanian pun masih terbatas, jika dibandingkan dengan
jumlah desa yang mencapai hampir 3.000.
Penyuluh berstatus pegawai negeri sipil (PNS) sebanyak 1.237 orang ditambah 49
calon PNS 1.044 penyuluh berstatus honorer dan 120 penyuluh swadaya.
Sedangkan jumlah kelompok tani terdiri atas pemula sebanyak 10.254 kelompok,
kelas lanjutan 1.777 kelompok, 126 kelompok madya dan hanya satu kelompok
utama. Bahkan, sebanyak 1.928 kelompok tani, belum dikukuhkan.
Guna menggalang upaya meningkatkan produksi pangan, lanjut dia, maka
penyelenggaraan penyuluhan terus ditata, sembari meningkatkan partisipasi petani
sebagai pelaku utama dalam sistem penyuluhan, mengembangkan usaha
berorientasi agribisnis, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Bala Nuhan mengatakan, penyuluh pertanian telah memainkan peranan untuk
pengembangan keanekaragaman komoditas pangan. Untuk padi misalnya, produksi
tahun ini sekitar 700.000 ton, jagung sekitar 700.000 ton, singkong hampir
1.000.000 ton, ubi jalar sekitar 100.000 ton, kacang kedelai sekitar tiga ton, kacang
tanah 25.000 ton dan kacang hijau sekitar 20.000 ton.
Pengembangan padi, kata dia, dilakukan di sejumlah kabupaten yakni Manggarai,
Manggarai Barat, Manggarai Timur, Sumba Barat Daya dan Nagekeo dengan
produksi rata-rata 3,6 ton per hektare untuk padi sawah dan 2,1 ton per hektare
untuk padi ladang, sementara pengembangan jagung dilakukan di Kabupaten Timor
Tengah Selatan, Kupang, Timor Tengah Utara, Sumba Barat Daya dan Sumba Timur.
Sedangkan pengembangan komoditas pangan lain, dilakukan merata 20 kabupaten
yang ada di provinsi kepulauan tersebut. Dia juga mengungkapkan, angka konsumsi
pangan pokok per kapita per bulan penduduk NTT untuk beras mencapai 8,54 kg,
jagung 2,96 kg, singkong 2,31 kg dan ubi jalar 0,16 kg per kapita per bulan.
Pengembangan pangan lokal terus dilakukan, guna mengurangi ketergantungan
terhadap beras.
4. Pembangunan Pertanian dan Kelembagaan di Indonesia
Tujuan akhir pembangunan, entah pembangunan apa saja pastilah demi tingkat
kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup manusia. Lebih jauh lagi hakikat
pembangunan adalah memanusiawikan manusia yaitu supaya matang dalam
kedewasaannya, dinamis dan sanggup mengatasi segala tantangan lingkungan.
Dalam hal ini maka hakikat pembangunan pertanian bermuara pada manusia
sebagai pelaksana dan penggunannya.
Hakikat pembangunan adalah memanusiawikan manusia yaitu supaya matang
dalam kedewasaannya, dinamis dan sanggup mengatasi segala tantangan
lingkungan, ini berarti masyarakat pedesaan harus didudukan sebagai subyek dan
dikembangkan kesubyekannya sebagai manusia utuh. Kedudukan sebagai subyek
inilah yang melahirkan pendekatan pembangunan pertanian sebagai suatu totalitas
bukan sekedar membangun aspek pertanian padi, koperasi, perkebunan dan
sekitarnya.
Cita-cita membangun manusia seutuhnya sudah diformulasikan dalam Garis Besar
Haluan Negara (GBHN) dan segenap kelengkapan administrasi dan aparat
pelaksananya. Namun kenyataan di lapangan sering lain. Misalnya banyak KUD
sampai tahun 1985 sekedar berstastus pelaksana program pengadaan atau
pembelian beras dan penyalur saprotan, bukan wadah untuk membina
kewiraswataan petani anggota KUD. Bahkan pada saat-saat tertentu KUD yang
seharusnya mengangkat harga dasar gabah pada kenyataanya hanya menagakat
harga tengkulak yang menjual beras atau gabah kepada KUD, sementara petani
tetap menjual gabahnya kepada tengkulak dengan harga rendah. Hal ini dapat
terjadi akibat sasaran pembangunan itu lepas dari konteksnya ketika mengejar
target sektoral/subsektoral, dan pada saat itu KUD mendapat julukan Koperasi
berkacamata kuda atau pembangunan dari atas artinya yang dilihat dan dikerjakan
hanya yang berada di depannya dan yang diperintaholeh kusirnya. Tetapi tidak bisa
dipungkiri bahwa pembangunan dari atas memang sudah menghailkan proyek
maupun hasil pembangunan raksasanya misanya menyangkut bidang KUD, Bimas,
Inmas, Insus, KIK (Kredit Investasi Kecil), KMPK (Kredit Modal Kerja Permanen),
macam-macam proyek Inpres, Banpres dan lain-lain. Sekali lagi tak disa diingakari
bahwa hasilnya memang nyata dan bermanfaat. Indonesia menjadi
berswasemabada beras , devisa dari sektor pembangunan dan industri meningkat
terus. Akan tetapi harus diakui pula munculnya tembok-tembok birokrasi, korupsi,
tertinggalnya atu sisi meskipun pada sisi lain meskipun pada sisi lain menagalami
kesuksesan, misalnya produksi meninkat namun pemasaran dan pengolahannya
menemui jalan buntu. Dari kondidi ini, khususnya menyangkut masalah-masalah
yang timbul oleh cara pembangunan diatas, amsih dituntut diteruskan cara
pembangunan tersebut agar bisa mengatasi masalah yang muncul. Sebabnya
hanya pemerintahlah yang bisa menembus tembok-tembok birokrasi, korupsi dan
masalah lainnya yang muncul oleh adanya pendekatan dari atas.
Pendekatan pembangunan dari bawah, untuk bisa mencapai hakiakt pembangnan
subyek petani pun harus menggunakan peratara pendekatan dari atas. Tanpa
komando dari atas maka usaha-usaha lemabaga swadaya masyarakat (LSM) tak
akan dibukakan pintu. Kehadirannya malah bisa dicurigai mau menyaingi KUD, PPL,
PKK, Kelompok Tani dan lain-lain, lebih celaka lagi kalau kegiatan penyuluhan,
pembinaan, dan latihannya malah dituduh mau merongrong para pamong dan
program masyrakat setempat. Susahnya tuduhan dan kecurigaan ini sering
ditopengi dengan isu-isu SARA misalnya kristenisasi, antek cina, jawanisasi dan
lainnya.
Saat ini orang sudah ketinggalan kalau mau melaksanakan penmbangnan hanya
dengan pendekatan dari bawah saja. Sebab sistem dan struktur pembanguan
pedesaaan/masyarakat desa dari atas itu sudah berdiri kukuh, meskipun itu
berarti berliku-liku, banyak rintanagan, dan banyak yang harus diperbaiki. Namun
jelas, setiap orang harus melewati struktur ini dan sedapat mungkin
memanfaatkannya.
Peta Bumi Dan Mekanisme Pembangunan
Kkompleksan maslah pemabangunan pedesaan itu bisa digambarkan secara
sederhana seperti gambar terlampir. Petani dan desanya digambarkan menyatu dan
berada ditangah sebagai pusat sasaran maupun pelaksana pembangunan
Mekanisme Pembangunan
2. Saran
Daftar Pustaka
http//www.kelembagaan pertanian.com
http//www.lembaga tani.com
2.Tanaman pertanian
Tanaman sebagai penghasil bahan pangan, sandang, bahan bangunan, bahan bakar
dan lain-lain
Tanaman pertanian dalam arti luas adalah segala tanaman yang digunakan oleh
manusia untuk tujuan apapun, sehingga mempunyai makna yang berguna secara
ekonomi maupun kehidupan manusia
3.Pengertian pertanian
Salah satu sektor perekonomia adalah pertanian yang merupakan penerapan akal
dan karya manusia melalui pengendalian proses produksi biologis tumbuh-
tumbuhan dan hewan, sehingga lebih bermanfaat bagi manusia
tanaman dapat diibaratkan sebagai pabrik primer karena dengan memakai bahan
dasar langsung dari alam dapat mengasilkan bahan organik yang bermanfaat bagi
manusia baik langsung maupun tidak langsung
4.Perkembangan pertanian
Perkembangan pertanian berhubungan erat dengan perkembangan dari setiap
kondisi masyarakatnya,
- Primitif, masih dengan sistem berburu untuk mengumpulkan hasil hutan
- Masyarakat yang sudah lebih maju misalnya, didapatkannya api berpengaruh
terhadap
perkembangan pertanian
- Setelah mengenal manajemen sederhana, juga berpengaruh dalam usaha
peningkatan
kualitas tanaman dan hewan, dimulai dari penjinakan, seleksi sampai ke adaptasi
Di Indonesia
Sudah dikenal sejak zaman prasejarah, dibuktikan dengan penemuan-penemuan
peninggalan Pada awal sejarah Tarumanegara di Jawa Barat, kegiatan pertanian dan
peternakan sudah di purbakala bersamaan dengan ditemukannya manusia tertua
budidayakan secara baik, bahkan pada zaman kejayaan Sriwijaya, hasil-hasil
pertanian telah di perdagangkan sampai ke Madagaskar hingga menarik kehadiran
orang Eropa untuk berdagang rempah-rempah (Belanda dengan VOC nya 1602)
inggris mendirikan Kebun Raya Bogor (1817) Kebijakan Tanam Paksa
Zaman Jepang adalah kehancuran pertanian Indonesia
1947 Plan Kasimo
1958 gagasan intensifikasi produksi pada sentra-sentra seluas 1000 ha disebut
Padi Sentra
1966 Bimas, Inmas
1978 Insus, menghasilkan swa sembada beras pada 1984
1990 penurunan pertanian
1998 krisis beras dalam negeri
11 Juni 2005 Revitallisasi Pertanian
KHUSUS INDONESIA
1.MEMILIKI LUAS LAHAN DAN AGRO KLIMAT YANG SANGAT POTENSIAL UNTUK
DIKEMBANGKAN SEBAGAI USAHA PERTANIAN
2.DIKENAL SEBAGAI PENGHASIL BERAGAM PRODUK PERTANIAN YANG SANGAT
DIBUTUHKAN DAN LAKU DI PASAR DUNIA
3.SUMBANGAN PERTANIAN TERHADAP SERAPAN TENAGA KERJA, PENDAPATAN
NASIONAL DAN DEVISA JUGA MASIH CUKUP TINGGI
4.SALAH SATU TOLOK UKUR KEBERHASILAN PEMBANGUNAN PERTANIAN ADALAH
TERCAPAINYA PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT YANG HIDUP DI PEDESAAN.
TAPI KENYATAAN MENUNJUKKAN BAHWA KEBERHASILAN PEMBANGUNGAN
PERTANIAN TIDAK SELALU DAPAT MENCIPTAKAN PERLUASAN LAPANGAN KERJA DAN
KESEMPATAN KERJA TERUTAMA BAGI ANGKATAN KERJA BARU DI PEDESAAN.
KELEMBAGAAN PERTANIAN
PENGERTIAN KELEMBAGAAN
DALAM ARTI SEMPIT
SEBATAS ENTITAS (KELOMPOK ORGANISASI) YAITU HIMPUNAN INDIVIDU YANG
SEPAKAT UNTUK MENETAPKAN DAN MENCAPAI TUJUAN BERSAMA
DALAM ARTI LUAS
MENCAKUP NILAI-NILAI, ATURAN, BUDAYA DLL
MACAM-MACAM KELEMBAGAAN SESUAI PENGERTIAN DIATAS :
KELEMBAGAAN PETANI : BERUPA KELOMPOK TANI, GABUNGAN KELOMPOK TANI DAN
KOPERASI
KELEMBAGAAN PEMERINTAH : BERBENTUK KELEMBAGAAN PENYULUHAN BAIK DI
TINGKAT NASIONAL, KABUPATEN/KOTA, KECAMATAN DAN DESA/KELURAHAN
KELEMBAGAAN SWASTA : BERGERAK DI BIDANG PENGADAAN SARANA PRODUKSI,
KEUANGAN DAN PENGANGKUTAN
KELEMBAGAAN LSM (LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT) : BERGERAK DI BIDANG
PENGUJIAN DAN PENYULUHAN
2.KELEMBAGAAN PENYULUHAN
SAMPAI DENGAN DASAWARSA 1970-AN,HANYA DILAKUKAN INSTANSI PEMERINTAH
SEJAK DILAKSANAKAN PROYEK PENYULUHAN TANAMAN PANGAN PADA 1976,
DIKEMBANGKAN BALAI PENYULUHAN PERTANIAN DI TINGKAT WILAYAH PEMBANTU
BUPATI
PERIODE 1995 2000, DITINGKAT KABUPATEN PERNAH DICOBA PENGEMBANGAN
KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN YANG TERPISAH DARI DINAS PERTANIAN,
YAITU BALAI INFORMASI DAN PENYULUHAN PERTANIAN (BIPP)
DENGAN KEBIJAKAN REVITALISASI PERTANIAN, DIUNDANGKAN UU NO 16 TAHUN
2007 TENTANG SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN,PERIKANAN DAN KEHUTANAN
5.KELEMBAGAAN KEUANGAN
BRI DAN SWASTA (PEDAGANG,TENGKULAK,PELEPAS UANG)
PENGERTIAN
AGRIBISNIS ADALAH SEGALA KEGIATAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PENGUSAHAAN TUMBUHAN DAN HEWAN (KOMODITAS PERTANIAN, PETERNAKAN,
PERIKANAN DAN KEHUTANAN) YANG BERORIENTASI PASAR DAN PEROLEHAN NILAI
TAMBAH
DALAM AGRIBISNIS TERDAPAT DUA KONSEP POKOK :
PERTAMA, AGRIBISNIS MERUPAKAN KONSEP DARI SUATU SISTEM YANG
INTEGRATIF DAN TERDIRI DARI BEBERAPA SUBSISTEM, YAITU :
1.SUB SISTEM PENGADAN SARANA PRODUKSI PERTANIAN
2.SUB SISTEM BUDIDAYA USAHA TANI
3.SUB SISTEM PENGOLAHAN DAN INDUSTRI HASIL PERTANIAN (AGROINDUSTRI)
4.SUB SISTEM PEMASARAN HASIL PERTANIAN
5.SUB SISTEM KELEMBAGAAN PENUNJANG PERTANIAN
UNSUR-UNSUR PERTANIAN
A. PROSES PRODUKSI
TUMBUH-TUMBUHAN ADALAH PABRIK PERTANIAN YANG PRIMER (POKOK).
TUMBUHAN MENGAMBIL CO2 DARI UDARA MELALUI DAUN DAN MENGAMBIL AIR DAN
UNSUR HARA DARI TANAH MELALUI AKAR. DARI SISNI DENGAN MENGGUNAKAN
ENERGI SINAR MATAHARI, DIHASILKAN BIJI, BUAH, SERAT, MINYAK, KAYU DAN
SEBAGAINYA.
PERTUMBUHAN TANAMAN DITENTUKAN OLEH FAKTOR GENETIK DAN FAKTOR
LINGKUNGAN (TERUTAMA ADALAH TEMPERATUR, ENERGI RADIASI, AIR, REAKSI
TANAH, KANDUNGAN UDARA DALAM TANAH, KANDUNGAN UNSUR HARA)
TERNAK DAN IKAN ADALAH PABRIK PERTANIAN SEKUNDER ATAU KEDUA.
TERGANTUNG JENISNYA, MEREKA MAKAN BERBAGAI JENIS TUMBUHAN DAN BAGIAN
TUMBUHAN. PABRIK KEDUA INI MERUBAH TUMBUHAN MENJADI PRODUKLAIN YANG
BERGUNA BAGI KEHIDUPAN MANUSIA : DAGING, SUSU, TELUR, KULIT, WOOL.
IMPLIKASINYA :
PERTANIAN MEMERLUKAN TEMPAT YANG TERSEBAR LUAS
JENIS USAHATANI DAN POTENSI PRODUKSI PERTANIAN BERBEDA DARI SATU TEMPAT
KETEMPAT YANG LAIN
KEGIATAN DAN PRODUKSI PERTANIAN BERSIFAT MUSIMAN
SATU PERUBAHAN DALAM SETIAP TINDAKAN MEMERLUKAN PERUBAHAN JUGA
DALAM HAL LAIN
PERTANIAN MODERN SELALU BERUBAH
VARIASINYA :
1.PENANAMAN CAMPURAN SECARA ACAK-ACAKAN (MIXED CROPPING)
PENATAAN BERBAGAI JENIS TANAMAN SECARA BERSAMAAN DAN TIDAK TERATUR
SEHINGGA KURANG NAMPAK SEBAGAI PERGILIRAN TANAMAN (CONTOH :
PEKARANGAN)
2.PENATAAN PERTANAMAN SECARA TUMPANGSARI (INTERCROPPING)
PENANAMAN CAMPURAN DUA ATAU LEBIH VARIETAS DARI SATU JENIS TANAMAN.
MISALNYA PADI DENGAN KETAN
3.PENATAAN PERTANAMAN SELA
PENANAMAN DUA ATAU LEBIH TANAMAN YANG BELAINAN SIFAT, UMUR DAN
SEBAGAINYA. CONTOH : TANAMAN KACANG TANAH DISELA-SELA TANAMAN KETELA
POHON ATAU PADI GOGO DISELA-SELA KARET
4.TANAMAN SISIPAN
PENANAMAN DUA JENIS TANAMAN BERSAMA-SAMA DIATAS TANAH YANG SAMA TAPI
WAKTU TANAM DAN PEMUNGUTAN HASIL TIDAK SAMA. SERING JUGA DISEBUT
PERTANAMAN TUMPANG TINDIH ATAU PENETAAN SECARA PEMASANGAN GENTENG
http//www.jenis-jenis koperasi.com
Subri, Mulyadi. 2002. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Fajar Interpratama Offset.
Jakarta
Kelembagaan petani merupakan lembaga yang ditumbuh kembangkan dari, oleh dan
untuk petani, yang dibentuk atas dasar sesamaan kepentingan, kesamaan kondisi
lingkungan social, ekonomi, dan sumberdaya, kesamaan komoditas dan keakraban
untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota yang dinamakan dengan
kelompok tani (poktan), gabungan kelompok tani (gapoktan), dan kelembagaan
petani lainnya. Penumbuhan dan pengembangan kelembagaan petani dilakukan
melalui pemberdayaan petani untuk mengubah pola fikir petani agar mau
meningkatkan usahataninya dan meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan
fungsinya sebagai :
1. Kelas belajar
2. Wahana kerjasama
3. Unit produksi
Sehingga mampu mengembangkan agribisnis dan menjadi kelembagaan petani yang
kuat dan mandiri.
Keragaan kelembagaan petani baik POKTAN maupun GAPOKTAN dan kelembagaan
ekonomi petani secara keseluruhan yaitu :
NO Bentuk kelembagaan Jumlah
1 Kelompok tani 369.958 kelompok
Jumlah petani sebagai anggota :
11.838.656 orang (44.84% dari
jumlah 26.400.000 KK tani, BPS
2013) rata-rata jumlah anggota
poktan 32 orang
2 GaBUNGAN Kelompok 53.234 Unit
Tani
3 Kelembagaan Ekonomi 17.140 Unit
Petani (Koptan,
BUMP)
Sumber : Ekstensia edisi 11 tahun 2015 diambil dari Bidang Pemberdayaan
Kelembagaan Petani dan Usahatani, Pusluh-BPPSDMP, Desember 2014
Untuk meningkatkan produksi menuju swasembada pengan
berkelanjutan , maka penyuluh menjadi unsur penting dalam
menggerakkan para petani, kelompok tani, gabungan kelompok tani
dan lembaga petani lainnya. Akan tetapi pada saat sekarang jumlah
penyuluh pertanian semakin berkurang. Berdasarkan data BPPSDMP
kementerian Pertanian tahun 2015 hanya sebanyak 39.336 orang
penyuluh pertanian, yang terdiri dari 27.561 Penuluh PNS dan
11.775 Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-
THPP). UNtuk menanggulangi kekurangan tenaga penyuluh ini, telah
dilakukan pemberdayaan penyuluh pertanian swadaya.
Kelembagaan petani yang telah terbentuk memiliki beberapa
permasalahan antara lain yaitu :
1. Masih rendahnya kualitas dalam mengelola usahatani secara
efisien,
2. Rendahnya kemampuan dalam menjalin kerjasama dengan pelaku
agribisnis dan kelembagaan ekonomi pedesaan lainnya,
3. Masih lemahnya kapasitas kelembagaan petani dan kelembagaan
ekonomi petani (belum berbadah hukum),
4. Masih terbatasnya kases petani terhadap seumber pembiayaan/
ppermodalan dan pemasaran,
5. Masih terbatasnya akses petani terhadap IPTEK dan informasi.
Untuk mengtasi permasalahan kelembagaan petani tersebut dapat
dilakukan pemberdayaan petani melalui kegiatan pelatihan dan
penyuluhan. Upaya lainnya melalui pengembangan kelembagaan petani
yang diarahkan pada petani bertujuan meningkatan kemampuan
menjadi organisasi mandiri dalam bentuk Kelembagaan Ekonomi
Petani, sehingga mampu membangun sinergi antar petani dan antar
POKTAN untuk mencapai efisiensi usaha.