Implementasi Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2011 oleh Pemerintah Kota Batu
dalam Pengelolaan Sumber Mata Air di Kota Batu"
Disusun Oleh :
Widy Tanzyla 155120500111011
Lila Ramhmatul Nasuha 165120500111004
Pratiwi Riwandasari 165120500111021
Mochamad Setio N 165120501111009
H. Ahmad Majdy Guntur 165120501111058
Juliati Rambe 165120501111043
Muhammad Faiz Farhan Sulianto 165120507111025
Risto Ariesta Vialle 165120507111035
PENDAHULUAN
Mata air merupakan pemusatan keluarnya air tanah yang muncul di permukaan tanah
sebagai arus dari aliran air tanah. Mata air ini pada umumnya banyak ditemukan pada daerah
pegunungan, yang disebabkan penyerapan air yang tersimpan dalam bumi hingga keluar
dipermukaan disebabkan retakan pada permukaan. Air menjadi kebutuhan utama bagi makhluk
hidup di bumi, manusia sebagai ujung mata rantai makanan tentu membutuhkan air sebagai
syarat metabolisme tubuh. Sedangkan pemanfaatan yang lain adalah untuk memenuhi
keperluan rumah tangga, pertanian, perikanan, dan industri. Pemanfaatan inilah yang
menjadikan air memiliki peran cukup penting bagi pembangunan di bidang ekonomi dan
sosial.Sumber daya air secara alami semakin mengalami penurunan, baik segi kualitas maupun
kuantitas, sedangkan kebutuhan akan air semakin besar.
Permintaan terhadap air yang semakin besar dapat dipengaruhi oleh pertambahan
jumlah penduduk yang terus berlangsung. Sedangkan penyediaan air bersih di Indonesia masih
terdapat beberapa permasalahan, yaitu tingkat pelayanan air minum, masalah kuantitas dan
kualitas air, serta suplai air dan juga distribusinya. Kebutuhan air penduduk dapat dipenuhi dari
airtanah dan air permukaan. Air permukaan adalah air yang terdapat di sungai, danau, atau
rawa air tawar. Sedangkanairtanah adalah air tawar yang terletak di ruang pori-pori antara tanah
dan bebatuan dalam. Airtanah juga berarti air yang mengalir di lapisan aquifer di bawah
watertable.1
Mata air yang terletak di bagian hulu suatu daerah tidak hanya memasok air untuk
daerah sekitarnya, tetapi juga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air daerah di hilir.
Dengan keadaan seperti ini diperlukan teknologi untuk mendistribusikan air ke konsumen di
bagian hilir secara bijaksana agar tidak terjadi konflik pemanfaatan air mata air tersebut. Mata
air merupakan pemunculan air tanah ke permukaan tanah karena muka air tanah terpotong,
sehingga di titik tersebut air tanah keluar sebagai mata air atau rembesan. Mata air mempunyai
1
Kusnaedi. 2004. Unit Air baku dam sistem Pelayanan Air Bersih. Graha Ilmu. Yokyakarta.
debit yang bervariasi dari debit yang sangat kecil <10 mL/detik hingga yang sangat besar 10
m3/detik. 2
Kota Batu yang merupakan kota pariwisata menjadi perhatian khusus secara tersendiri
mengenai mata air dikarenakan pembangunan kota yang begitu pesat. Dari data terbaru yang
diperoleh dari WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) Jawa Timur diketahui jumlah
mata air di Kota Batu yang terletak di Jawa Timur, semula sebanyak 111 titik, namun saat ini
berkurang menjadi 57 titik. Berkurangnya sumber mata air di Kota Batu disebabkan adanya
pengurangan lahan hijau di beberapa titik dimana sebagian besar lahan yang digunakan
merupakan lahan sumber mata air. Sehingga sumber mata air menjadi berkurang karena lahan
yang dijadikan bangunan.
Dalam penelitian ini difokuskan kepada kecamatan Bumi Aji Kota Batu karena adanya
sumber mata air terbesar di Desa Punten Bumi Aji, bernama banyuning yang sampai saat ini
digunakan untuk kebutuhan air bersih dan air minum se Malang dan Kabupaten Malang yang
harusnya tetap di jaga demi keberlangsungan lingkungan dan sumber mata air untuk generasi
berikutnya agar tidak ada timbulnya masalah-masalah seperti yang disebutkan diatas.
1. Mengetahui tata kelola bangunan yang berada disekitaran sungai sesuai Peraturan
Pemerintah No 38 Tahun 2011
2.
2
Sulistyorini, Iin. 2016. Analisis Kualitas Air pada Sumber Mata Air Di Kecamatan Karangan dan Kaliorang
Kabupaten Kutai Timur. Jurnal Hutan Tropis. Volume 4 No. 1
terutama masyarakat Bumiaji dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan.
MasyarakatMasyarakat Kecamatan Bumiaji Kota Batu dapat mengetahui
tingkat kelayakan mata air yang ada di sekitarnya.
2. Pemerintah; Bagi pemerintah terkait dapat menggunakan data ini sebagai acuan
atau dasar pola pembangunan terutama di sekitar titik-titik mata air. Data hasil
penelitian dapat dijadikan bahan pertimbangan kebijakan bagi pemerintah atau
instansi setempat, guna menjaga dan melestarikan mataair yang ada di
Kecamatan Bumiaji Kota Batu agar tetap layak untuk digunakan dalam
kehidupan masyarakat setempat.
3. Peneliti terkait; Data yang dihasilkan dari penelitian ini dapat digunakan untuk
data awal penelitian lanjutan yang terkait.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam berbagai definisinya secara umum, kebijakan publik adalah kebijakan yang
sengaja dibuat dan di formulasikan untuk kepentingan publik. Menurut para ahli, kebijakan
publik dapat di teoretisasikan kedalam beberapa sudut pandang. Misalnya menurut
Mustopadidjaya (2002), Kebijakan Publik adalah suatu keputusan yang dimaksudkan untuk
tujuan mengatasi permasalahan yang muncul dalam suatu kegiatan tertentu yang dilakukan
oleh instansi pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.
Pada sudut pandang lain, Hakim (2003) mengemukakan bahwa Studi Kebijakan Publik
mempelajari keputusan-keputusan pemerintah dalam mengatasi suatu masalah yang
menjadi perhatian publik. Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah sebagian
disebabkan oleh kegagalan birokrasi dalam memberikan pelayanan dan menyelesaikan
persoalan publik. Kegagalan tersebut adalah information failures, complex side effects,
motivation failures, rentseeking, second best theory, implementation failures (Hakim,
2002).
Berdasarkan stratifikasinya, kebijakan publik dapat dilihat dari tiga tingkatan, yaitu
kebijakan umum (strategi), kebijakan manajerial, dan kebijakan teknis operasional. Selain
itu, dari sudut manajemen, proses kerja dari kebijakan publik dapat dipandang sebagai
serangkaian kegiatan yang meliputi (a) pembuatan kebijakan, (b) pelaksanaan dan
pengendalian, serta (c) evaluasi kebijakan Menurut Dunn (1994), proses analisis kebijakan
adalah serangkaian aktivitas dalam proses kegiatan yang bersifat politis3. Aktivitas politis
tersebut diartikan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai
serangkaian tahap yang saling tergantung, yaitu (a) penyusunan agenda, (b) formulasi
kebijakan, (c) adopsi kebijakan, (d) implementasi kebijakan, dan (e) penilaian kebijakan.
Proses formulasi kebijakan dapat dilakukan melalui tujuh tahapan sebagai berikut
3
Dunn, William N. 2003 (1994). Public Policy Analysis: An Introduction, New Jersey: Pearson Education.
(Mustopadidjaja, 2002): 1) Pengkajian Persoalan, untuk menemukan dan memahami
hakekat persoalan dari suatu permasalahan dan kemudian merumuskannya dalam hubungan
sebab akibat; 2) Penentuan tujuan atau tahapan untuk menentukan tujuan yang hendak
dicapai melalui kebijakan publik yang segera akan diformulasikan; 3) Perumusan Alternatif,
yakni sejumlah solusi pemecahan masalah yang mungkin diaplikasikan untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan; 4) Penyusunan Model. Model adalah penyederhanaan dan
kenyataan persoalan yang dihadapi yang diwujudkan dalam hubungan kausal. Model dapat
dibangun dalam berbagai bentuk, misalnya model skematik, model matematika, model fisik,
model simbolik, dan lain-lain; 5) Penentuan kriteria, analisis kebijakan memerlukan kriteria
yang jelas dan konsisten untuk menilai alternatif kebijakan yang ditawarkan. Kriteria yang
dapat dipergunakan antara lain kriteria ekonomi, hukum, politik, teknis, administrasi,
peranserta masyarakat, dan lain-lain; 6) Penilaian Alternatif yang dilakukan dengan
menggunakan kriteria dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran lebih jauh mengenai
tingkat efektivitas dan kelayakan setiap alternatif dalam pencapaian tujuan; 7) Perumusan
Rekomendasi, yang ddisusun berdasarkan hasil penilaian alternatif kebijakan yang
diperkirakan akan dapat mencapai tujuan secara optimal dan dengan kemungkinan dampak
yang sekecil-kecilnya4.
Dunn membagi siklus pembuatan kebijakan dalam lima tahap yaitu tahap pertama tahap
penyusunan agenda, tahap kedua melalui formulasi kebijakan, tahap ketiga melalui adopsi
kebijakan, tahap keempat merupakan tahap implementasi kebijakan dan tahap terakhir
adalah tahap penilaian atau evaluasi kebijakan. Kelima tahap yang menjadi urut-urutan
semuanya perlu dikelola dan dikontrol oleh pembuat yang sekaligus pelaksana kebijakan
publik. Tanpa adanya kepemimpinan yang profesional dan bertanggung jawab maka bukan
kesuksesan yang diperoleh melainkan kebijakan yang menbawa kerugian bagi public.
2.1.2 Ekosentrisme
4
Mustopadidjaya (2002), Manajemen Proses Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan Evaluasi Kinerja,
Jakarta:LAN.
manusia, melainkan berpusat pada keseluruhan kehidupan dengan upaya mengatasi persoalan
lingkungan hidup5.
Paham ekosentrisme semakin diperluas dan diperdalam melalui teori deep ecology yang
menyebut dasar dari filosofi Arne Naess tentang lingkungan hidup sebagai ecosophy, yakni
kearifan mengatur hidup selaras dengan alam. Dengan demikian, manusia dengan kesadaran
penuh diminta untuk membangun suatu kearifan budi dan kehendak untuk hidup dalam
keterkaitan dan kesaling tergantungan satu sama lain dengan seluruh isi alam semesta sebagai
suatu gaya hidup yang semakin selaras dengan alam6.
Lahirnya konsep environmental governance ini tidak bisa lepas dari berkembangnya
konsep governance yang telah menjadi “ibu” dari beberapa konsep lainnya tentang tata kelola
pemerintahan atau organisasi yang baik. Perkembangan yang pesat tersebut telah membuat kita
mengenal adanya istilah good governance sekarang ini. Konsep good ini disematkan pada
pelaksanaan governance yang sudah sesuai dengan prinsip dan karakteristiknya. Sehingga
governance dikatakan baik jika pelaksanaannya telah memuat nilai-nilai governance seperti
5
Antonius Atosokhi Gea & Antonina Panca Yuni Wulandari, Relasi dengan Dunia (Jakarta: PT
Elex Media Komputindo, 2005), hal. 58-59
6
Antonius Atosokhi Gea & Antonina Panca Yuni Wulandari, Relasi dengan Dunia… hal. 59.
7
Purwo santoso, “Environmental Governance: Filosofi Alternatif Untuk Berdamai Dengan Lingkungan Hidup,”
hlm. 9, diakses dari http://elisa1.ugm.ac.id/files/PSantoso_Isipol/
odufQlMY/GOOD%20ENVIRONMENTAL%20GOVERNANCE2.doc pada 20/3/2019
transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi.
Pada konsep environmental governance, konsep baik (good) ataupun buruk (bad)
pada dasarnya adalah persoalan pijakan atau keberpihakan pada nilai-nilai tertentu. Jika
disepakati bahwa penilaian baik ataupun buruk perlu dilakukan dalam bingkai penghormatan
terhadap kedaulatan ekosistem, maka environmental governance dikatakan baik jika ia
berpihak pada nilai-nilai lingkungan atau ekosistem. Pemaknaan baik atau buruk pada
environmental governance harus dilihat dari kacamata ekosistem, bukan kacamata manusia
(antroposentris)8. Sehingga intinya, konsep environmental governance ini ingin mengarahkan
cara pandang kita untuk melihat segala persoalan dari sudut pandang lingkungan. Lingkungan
menjadi pertimbangan utama dalam setiap keputusan yang kita ambil dan laksanakan. Dalam
penelitian ini, peneliti ingin mengkaji bagaimana pemerintah mampu mengimplementasikan
peraturan yang berbasis environmental governance di masyarakat. Khususnya di lingkungan
Kecamatan Bumiaji, Kota Batu.
Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2011 ini terutama yang mengatur mengenai tata
letak bangunan jika ditinjau dari sumber mata air, yakni pasal 15 yang berbunyi: “Garis
sempadan mata air sebagaimana dimaksud ditentukan mengelilingi mata air paling sedikit
berjarak 200 m (dua ratus meter) dari pusat.”
Sumber daya air adalah salah satu bagian dari sumber daya alam non-hayati,
keberadaannya dalam lingkungan ekosistem sangatlah penting baik itu makhluk hidup atau
organisme disekitarnya. Sumber daya air adalah air dan semua potensi yang terdapat pada air,
sumber air, termasuk sarana dan prasarana pengairan yang dapat dimanfaatkan, namun tidak
termasuk kekayaan hewani yang ada di dalamnya (Sunaryo, 2005). Air adalah salah satu unsur
yang tidak bisa dilepaskan dalam kehidupan baik manusia atau makhluk hidup lainnya. Di
bumi kita sendiri air adalah komponen yang paling banyak jumlahnya. Menurut Middleton
dalam Sunaryo (2005) air merupakan elemen yang paling melimpah di atas bumi, yang
meliputi 70 persen permukaannya dan berjumlah kira-kira 1.4 ribu juta kilometer kubik.
Sebagai salah satu elemen yang paling banyak dan dibutuhkan oleh manusia, maka air
8
Ibid., Hal. 18
digunakan di banyak kegiatan manusia seperti minum, mandi, pengairan sawah, dan lain-
lainnya. Pengelolaan sumber daya air disini menjadi penting. Pengelolaan sumberdaya air
adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan
konservasi sumberdaya air, pendayagunaan sumberdaya air, dan pengendalian daya rusak air.
Salah satu tujuan pengelolaan sumberdaya air adalah mendukung pembangunan regional dan
nasional yang berkelanjutan dengan mewujudkan keberlanjutan sumberdaya air (Sunaryo,
2005).
Di Indonesia, pengelolaan sumber daya air diatur dalam Undang-Undang Sumber Daya
Air Nomor 7 Tahun 2004. Dalam undang-undang tersebut, Indonesia mengadopsi mengadopsi
Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air secara terpadu (Integrated Water Resources
Management – IWRM) yang menjadi perhatian dunia internasional untuk meningkatkan
pengelolaan sumber daya air dalam mencapai kesejahteraan umum dan pelestarian lingkungan.
Pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumber daya air yang didasarkan pada Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tersebut di atas dipertegas dengan adanya Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air
secara khusus menjabarkan mekanisme pengelolaan sumber daya air dengan mengacu sebuah
pola pengelolaan sumber daya air.
Dari uraian di atas, peneliti akan melakukan penelitian dengan melihat bagaimana
implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 dalam pengelolaan sumber daya air
yang ada di kota batu. Uraian tersebut juga akan dikaitkan dengan bagaimana keadaan kondisi
sumber daya air di Kota Batu sehingga peneliti akan mengetahui seberapa besar implementasi
yang dilakukan oleh pemerintah Kota Batu.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bagian ini, metode penelitian sosial yang kami gunakan Metode Penelitian
Campuran merupakan suatu pendekatan yang mengombinasikan atau mengasosiasikan bentuk
kuantitatif dan bentuk kualitat. Penelitian metode campuran adalah suatu metode penelitian
yang melibatkan pemakaian 2 metode, yaitu metode penelitian kuantitatif dan metode kualitatif
dalam studi tunggal atau satu penelitian.
Metode kuantitatif yang hanya menggunakan data-data dari Walhi dan juga Dinas
Sumber air dan energy kota Batu terkait penurunan sumber mata air di kecamatan bumi aji
kota batu. Sedangkan penelitian dengan metode kualitatif yang kita lakukan dengan wawancara
dan observasi serta dokumentasi dengan instansi terkait. Sehingga Penelitian gabungan
diharapkan dapat menghasilkan penelitian yang baik, utuh serta komprehensif terhadap objek
yang diteliti. Dengan begitu kelompok kami menggunakan metode campuran atau (mixed
metode) untuk melengkapi dan mendukung data.
b. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Studi Kasus menngenai Implementasi Peraturan Pemerintah
No.38 Tahun 2011: Pemerintah Kota Batu dalam Pengelolaan Sumber Daya Mata Air karena
Penelitian ini menggunakan metode campuran dan termasuk penelitian studi kasus maka hasil
penelitian ini bersifat anaisis deskriptif yaitu berupa kata-kata tertulis dan juga untuk
mendapatkan data yang mendalam dan juga berupa angka karna penurunan sumber mata air
kota batu yang dianalisis melalui melalui teori yang relevan.
Senin, 6 Mei 2019 Kecataman Bumi Aji Kota Jl. Raya Punten No.17,
Batu Punten, Bumiaji, Kota Batu,
Jawa Timur 63515
Senin, 6 Mei 2019 Dinas sumber daya air dan Jl. Panglima Sudirman
enerji kota batu No.507, Pesanggrahan, Kec.
Batu, Kota Batu, Jawa
Timur 65313
Data merupakan keterangan-keterangan tentang suatu hal, dapat berupa sesuatu hal
yang diketahui atau yang dianggap atau anggapan atau suatu fakta yang digambarkan lewat
angka, simbol, kode, dan lain-lain. Data penelitian dikumpulkan baik lewat instrumen
pengumpulan data, observasi, wawancara maupun lewat data dokumentasi. Sumber data secara
garis besar terbagi ke dalam dua bagian, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer
adalah data yang diperoleh dari sumber pertama melalui prosedur dan teknik pengambilan data
yang dapat berupa interview, observasi, maupun penggunaan instrumen pengukuran yang
khusus dirancang sesuai dengan tujuannya. Sedangkan data sekunder adalah data yang
diperoleh dari sumber tidak langsung yang biasanya berupa data dokumentasi dan arsip-arsip
resmi.
1. Observasi
2. Wawancara/ Interview
Metode wawancara atau interview adalah suatu metode yang dilakukan dengan jalan
mengadakan jalan komunikasi dengan sumber data melalui dialog (tanya-jawab) secara lisan
baik langsung maupun tidak langsung. Lexy J Moleong mendefinisikan wawancara sebagai
percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyan dan yang diwawancarai (interviewer)
yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Dalam hal ini peneliti akan menggunakan
metode wawancara langsung dengan subjek informan. untuk memperlancar proses penggalian
data.
3. Dokumentasi
Dokumentasi yang dimaksud tertuju pada dokumen yang beragam bentuknya, dari yang
paling sederhana sampai yang lebih lengkap, dan juga dapat berupa benda-benda lain.
Penelitian ini memaksukkan pengumpulan data melalui dokumentasi, untuk meninjau daripada
literatur atau dokumen dan foto-foto dokumentasi yang relevan dengan fokus penelitian yang
kami teliti10.
Pada penelitian ini, tim peneliti akan melakukan wawancara mendalam terhadap
9
Ibid
10
Sutopo, H. B. (2002). Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret University Press.
informan atau sumber yang mana informan ini dipilih berdasarkan kapabilitasnya masing-
masing yang dimana yang kita pilih adalah
Menurut Sugiyono dalam Iskandar (2008:221), analisis data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil pengamatan, wawancara, catatan
lapangan, dan studi dokumentasi dengan cara mengotanisasikan data ke sintesis, menyusun ke
dalam pola, memilih mana yang penting dan mana yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Adapun teknik
analisis data dalam penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan yaitu reduksi data, penyajian
data dan penarikan kesimpulan.
1. Reduksi Data
Menurut Miles dan Huberman (1992:14) data adalah sekumpulan informasi tersusun
yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam terhadap masyarakat dikumpulkan untuk
diambil kesimpulan sehingga bisa dijadikan dalam bentuk narasi deskriptif.11 Menurut
Iskandar (2008:223), dalam penyajian data, peneliti harus mampu menyusun secara sistematis
atau simultan sehingga data yang diperoleh dapat menjelaskan atau menjawab masalah yang
diteliti, untuk itu peneliti harus tidak gegabah dalam mengambil kesimpulan.
11
Sukmadinata, N. S. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: UPI dan PT. Remaja Rosdakarya.
Pengambilan kesimpulan juga merupakan analisis lanjutan dari reduksi data, dan
display sehingga data dapat disimpulkan dan peneliti masih berpeluang untuk menerima
masukan (Iskandar, 2008:223). Pada tahap ini data yang telah dihubungkan satu dengan yang
lain sesuai dengan konfigurasi-konfigurasi lalu ditarik kesimpulan. Pada tahap ini, peneliti
selalu melakukan uji kebenaran setiap makna yang muncul dari data. Setiap data yang
menunjang komponen uraian diklarifikasi kembali dengan informan. Apabila hasil klarifikasi
memperkuat simpulan atas data yang tidak valid, maka pengumpulan data siap dihentikan. 12
Data merupakan fakta atau bahan-bahan keterangan yang penting dalam penelitian.
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan (aktivitas), dan
selebihnya, seperti dokumen (yang merupakan data tambahan). Kesalahan data berarti dapat
dipastikan menghasilkan kesalahan hasil penelitian karena begitu pentingnya data dalam
penelitian kualitatif, maka keabsahan data perlu diperoleh melalui teknik pemeriksaan
keabsahan, seperti disarankan oleh Lincoln dan Guba, yang meliputi: kredibilitas (credibility),
transferabilitas (transferability), dependabilitas (dependability), konfirmabilitas
(confirmability) (Lincoln, dan Guba, 1985: 298-331). Adapun penerapannya dalam praktek
penelitian kami ini adalah bahwa untuk memenuhi nilai kebenaran penelitian yang berkaitan
dengan penurunan sumber mata air di kota Batu, maka hasil penelitian ini harus dapat dipercaya
oleh semua pembaca dan dari responden sebagai informan secara kritis.13
12
Ibid
13
Hasan, I. (2002). Metode Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Daftar Pustaka
Kusnaedi. 2004. Unit Air baku dam sistem Pelayanan Air Bersih. Graha Ilmu. Yokyakarta.
Moleong, L. J. (1999). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Purwanto, M. Yanuar J. dan Agus Susanto, Pengantar Pengelolaan Sumber Daya Air. PWLK
4221/Modul 1.
Sukmadinata, N. S. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: UPI dan PT. Remaja
Rosdakarya.
Sulistyorini, Iin. 2016. Analisis Kualitas Air pada Sumber Mata Air Di Kecamatan Karangan
dan Kaliorang Kabupaten Kutai Timur. Jurnal Hutan Tropis. Volume 4 No. 1
Sunaryo, Trie M., 2005, Pengelolaan Sumber Daya Air : Konsep dan Penerapannya. Malang:
Bayumedia.
Sutopo, H. B. (2002). Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret University Press.
https://www.ekowisata.org/uploads/PP_38_2011.pdf