ABSTRACT
NOVI ARIANI HERBAWANTI. The Influence of Social Capital towards the
Participation Level of Cooperative Member (Case: Koperasi Paguyuban Tenun
Troso, Troso Village, Pecangaan Sub-district, Jepara District, Central Java).
Supervised by MURDIANTO.
Cooperative is a social organization that has its own characteristic that is
operated based on the cooperation among its members. The success of
Cooperative one of them is determined by the participation level of cooperative
member. But, participation can develop if supported by the existence of social
capital owned by cooperative member. Social capital becomes an important
factor in encouraging the participation of cooperative member. Therefore, this
research aims to analyse the social capital of cooperative members; analyse the
participation level of cooperative members; and analyze the influence of social
capital towards the participation level of cooperative members. This research
uses quantitative approach supported by qualitative data. The result of this study
indicate that social capital and participation level rates are in the high category,
and the social capital and level participation has an effect on the level of
participation. The high social capital of cooperative members makes the level of
participation members also high so that cooperative can run sustainably.
Oleh
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Disetujui oleh,
Dosen Pembimbing
Ir Murdianto, M.Si
NIP. 196307291992031001
Diketahui oleh,
Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
Tanggal Pengesahan:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pengaruh Modal Sosial terhadap Tingkat Partisipasi
Anggota Koperasi Paguyuban Tenun Troso”. Penulis menyadari bahwa penyusunan
skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat
digunakan dalam penyusunan laporan atau makalah-makalah selanjutnya. Penulis
juga memohon maaf apabila dalam penulisan masih terdapat kesalahan pengetikan
maupun kekeliruan pengutipan sehingga membingungkan pembaca. Pada kesempatan
ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Ir Murdianto, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
saran dan masukan selama proses penulisan skripsi ini;
2. Bapak Hery Purwanto dan Ibu Ambar Sri Hastuti selaku orang tua dan
kakak tercinta Kemal Eko Prasetyo Hardiansyah yang selalu mendoakan,
memberikan dukungan, kepercayaan, dan kasih sayang kepada penulis;
3. M. Ni’amil Faiz yang selalu memberikan bantuan, semangat, dan dukungan
kepada penulis;
4. Bapak Sunarto selaku Ketua Koperasi Paguyuban Tenun Troso, Bapak
Abdul Basir selaku Kepala Desa Troso, serta anggota-anggota Koperasi
Paguyuban Tenun Troso yang telah bersedia membantu penulis dalam
pengumpulan data;
5. Mas Asrofi yang bersedia mendampingi penulis untuk bertemu dengan
seluruh anggota Koperasi Paguyuban Tenun Troso;
6. Tika alias mbak bro (teman SMA) yang selalu setia menemani penulis saat
pengambilan data lapang;
7. Teman seperbimbingan (Husnul, Hendiri, Riana) yang selalu membantu
dan memberikan semangat kepada penulis
8. Keluarga Kos Nurjannah (Mak Epoy, Mak Atun, Emeng, Mbak Siris, Mak
Kos Inta, Huning, dan yang lainnya) yang selalu membantu,
menyemangati, memberikan asupan makanan dan minuman, serta keluarga
Omda Imagora yang memberikan dukungan kepada penulis;
9. Sahabat Solihah Lemes (Tri Rakhmawati, Nisrina Khoirunnisa, Nova
Nurmala, Salsabila, dan Rona Aulia) yang selalu membantu, menghibur,
memberikan semangat, dukungan, serta cinta kepada penulis;
10. Mbak Meli yang selalu membantu penulis jika penulis bertanya terkait
dengan penelitian dan penulisan skripsi;
11. Teman-teman seperjuangan SKPM 52 yang telah mengisi dunia
perkuliahan penulis dan selalu memberikan dukungan kepada penulis.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kondisi ekonomi di Indonesia belum dapat dikatakan telah mencapai suatu
keberhasilan, hal tersebut dikarenakan masih adanya kesenjangan ekonomi yang
tinggi. Berdasarkan survei lembaga keuangan Swiss, ketimpangan ekonomi
Indonesia berada di peringkat 4 (Widyanita, 2017). Hal tersebut diperkuat dengan
data dari BPS (2017), bahwa Gini Rasio Indonesia pada tahun 2017 masih cukup
tinggi, sebesar 0,391. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi
permasalahan ekonomi yang terjadi adalah dengan memperkuat sistem
perekonomian yang ada di Indonesia. Menurut Sugiastini dan Yuliarmi (2015),
kekuatan sistem perekonomian di Indonesia terletak pada tiga pelaku utama, yaitu
perusahaan negara (BUMN), perusahaan swasta (BUMS), dan koperasi. Koperasi
merupakan salah satu kekuatan sistem perekonomian Indonesia yang
berlandaskan prinsip kekeluargaan. Perkoperasian Indonesia telah diamanatkan di
dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 1 yang menempatkan koperasi
sebagai sokoguru perekonomian nasional.
Peran koperasi dalam perekonomian Indonesia dapat dilihat dari
kedudukannya sebagai salah satu pemain utama dalam kegiatan ekonomi yang
memberikan pengaruh terhadap berbagai sektor seperti, penyedia lapangan kerja,
pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan
masyarakat, pencipta pasar baru, dan berperan dalam menjaga neraca pembayaran
melalui kegiatan ekspor (Munigar, 2009). Walaupun keberadaan koperasi diakui
sebagai sokoguru perekonomian Indonesia, namun dalam praktiknya keadaan
koperasi tidak lebih maju dibandingkan dengan badan usaha lainnya.
Permasalahan utama koperasi di Indonesia yaitu rendahnya tingkat partisipasi
anggota dalam proses pengembangan kegiatan, minimnya kualitas dan kuantitas
SDM, akses pasar, akses kelembagaan, akses pembiayaan dan informasi, serta
penggunaan teknologi tepat guna (Setiawaty, 2011). Secara umum, kegagalan
pembangunan yang terjadi di Indonesia tidak hanya dilihat dari adanya
kesenjangan ekonomi yang terjadi, melainkan karena pembangunan tersebut
hanya berorientasi pada ekonomi. Menurut Faedlulloh (2015), pembangunan
yang hanya berorientasi pada ekonomi akan lumpuh dengan sendirinya. Apabila
pemerintah menyertakan modal ekonomi sebagai senjata utama, tanpa
memperhatikan hal lain di luar itu, maka dapat mendistorsi kepercayaan
masyarakat tentang kekuatan kolektivitas sosial.
Keberhasilan pembangunan di Indonesia juga dapat dilihat dari
berkembangnya potensi yang dimiliki oleh berbagai daerah di Indonesia. Salah
satu daerah di Indonesia yang memiliki banyak potensi yang dapat dikembangkan
adalah Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Kabupaten Jepara memiliki potensi yang
dapat dikembangkan, salah satunya yaitu potensi industri. Industri yang
2
berkembang di Kabupaten Jepara, selain meubel adalah industri tenun ikat troso.
Berdasarkan data BPS Kabupaten Jepara (2017), jumlah unit usaha tenun ikat
troso meningkat dari tahun 2010 sampai 2016 dengan peningkatan jumlah unit
usaha sebesar 411 unit usaha. Sentra industri tenun ikat troso berada di Desa
Troso dengan mayoritas penduduknya yang menjadi pengrajin kain tenun ikat
troso. Perkembangan industri tenun ikat troso meningkat setiap tahun dilihat dari
peningkatan tenaga kerja, jumlah unit usaha, volume produksi, dan nilai
produksinya (Faiz, 2017). Perkembangan industri tenun ikat troso juga disertai
dengan peningkatan permintaan kain tenun ikat troso. Semakin berkembangnya
unit usaha tenun ikat troso sehingga diperlukan lembaga, seperti koperasi yang
dapat meningkatkan nilai tenun ikat troso dan taraf ekonomi pengrajin.
Berdasarkan hal tersebut kemudian pada tahun 2008 didirikan Koperasi
Paguyuban Tenun Troso. Koperasi Paguyuban Tenun Troso merupakan satu-
satunya koperasi yang menaungi para pengrajin tenun troso di Jepara. Selain itu
koperasi ini juga sering mengikuti kegiatan-kegiatan pameran, kegiatan fashion
show, dan dipercayakan oleh pemerintah Desa Troso untuk terlibat dalam
program desa wisata troso. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan koperasi tidak lepas
dari peran dan kerjasama anggota sehingga dalam hal ini peneliti ingin
menganalisis modal sosial dan partisipasi dari anggota koperasi, serta pengaruh
modal sosial terhadap partisipasi anggota. Oleh karena itu, berdasarkan hal
tersebut, penting untuk dilakukan penelitian mengenai bagaimana pengaruh
modal sosial terhadap tingkat partisipasi anggota Koperasi Paguyuban
Tenun Troso, Desa Troso, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara, Jawa
Tengah?
Rumusan Masalah
Koperasi Paguyuban Tenun Troso adalah koperasi yang menaungi pengrajin
tenun troso. Koperasi Paguyuban Tenun Troso sudah berjalan sekitar 10 tahun
yang memiliki tujuan memajukan kesejahteraan anggota dengan menyatukan dan
mewadahi anggota (pengrajin tenun troso) agar mudah dalam mengakses
informasi-informasi dan permodalan usaha kain tenun troso. Berdasarkan hal
tersebut untuk menjaga eksistensi dan mencapai tujuan koperasi, maka harus ada
kerjasama dari setiap anggota dalam menjalankan kegiatan koperasi. Kerjasama
yang ada dalam Koperasi Paguyuban Tenun Troso merupakan suatu bentuk modal
sosial anggota Koperasi Paguyuban Tenun Troso. Hasbullah (2006)
mendefinisikan modal sosial sebagai segala hal yang berkaitan dengan kerjasama
dalam suatu kelompok masyarakat untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik,
ditopang oleh unsur-unsur utamanya yakni kepercayaan, ketimbal-balikan, dan
aturan-aturan kolektif. Oleh karena itu penting untuk menganalisi bagaimana
modal sosial dari anggota Koperasi Paguyuban Tenun Troso, Desa Troso,
Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah?
3
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak
seperti:
1. Pihak koperasi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dalam
meningkatkan kinerja anggota koperasi sehingga Koperasi Paguyuban Tenun
Troso dapat berjalan secara berkelanjutan.
2. Akademisi, sebagai salah satu sumber informasi mengenai analisis modal
sosial, tingkat partisipasi, serta pengaruh modal sosial terhadap tingkat
partisipasi anggota koperasi pada Koperasi Paguyuban Tenun Troso, Desa
Troso, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Selain itu,
penelitian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.
3. Non akademisi, sebagai bahan rujukan bagi pemerintah dan swasta untuk
memperhatikan potensi modal sosial dalam masyarakat agar dapat
mengimplementasikan program pengembangan masyarakat secara lebih
optimal, salah satunya melalui koperasi.
4. Masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan masyarakat mengenai pentingnya modal sosial terhadap partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan program pengembangan masyarakat.
5
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Koperasi
Koperasi merupakan salah satu kekuatan sistem perekonomian Indonesia
yang berlandaskan prinsip kekeluargaan. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012
tentang Perkoperasian pada pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa, koperasi adalah
badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi,
dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan
usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial,
dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi. Perkoperasian Indonesia
telah diamanatkan di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 1 yang
menempatkan koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional. Terdapat tiga
faktor yang saling terkait dalam mempengaruhi koperasi sebagai sokoguru
perekonomian (daerah). Tiga faktor tersebut di antaranya: (1) Co-operative
growth, (2) Co-operative share dan (3) Co-operative effect (Wahyu Sukoco, 1985
dalam Kadir dan Yusuf, 2012). Menurut Sugiastini dan Yuliarmi (2015), kekuatan
sistem perekonomian di Indonesia terletak pada tiga pelaku utama, yaitu
perusahaan negara (BUMN), perusahaan swasta (BUMS), dan koperasi. Berbeda
dengan badan usaha lainnya, koperasi bukan kumpulan modal namun kumpulan
orang. Menurut Kadir dan Yusuf (2012), Sebagai wahana usaha untuk mengatasi
berbagai permasalahan ekonomi secara bersama-sama, koperasi merupakan suatu
badan yang mempunyai ciri sendiri. Koperasi adalah sebuah organisasi yang
merupakan gerakan bersama untuk menolong diri sendiri dan bertumpuh pada
kekuatan bersama. Meskipun demikian, koperasi tidak hanya terbatas pada
kepentingan ekonomi semata.
Menurut Soedjono (2000), koperasi sebagai generasi ekonomi hanya dapat
dikenal dari jati dirinya. Jati diri koperasi tidak muncul dengan tiba-tiba, tetapi
melalui proses panjang secara berkesinambungan selama satu setengah abad.
Bapak Koperasi Indonesia, Bung Hatta menyatakan bahwa, koperasi kuat karena
cita-citanya dan cita-cita koperasi menjadi semakin kuat karena praktik-
praktiknya. Semakin kaya dan utuhnya jati diri koperasi juga karena praktik-
praktik yang selama ini dilakukan dan semakin kokohnya suatu koperasi karena
jati diri dari koperasi itu sendiri. Jati diri koperasi tersebut yang menjadikan
koperasi berbeda dengan badan usaha yang lain. Soedjono (2000) menyatakan
bahwa, jati diri koperasi adalah ciri-ciri, watak, dan tingkah laku koperasi yang
terbentuk sejak kelahiran koperasi. Selain itu, definisi koperasi, nilai-nilai, dan
prinsip-prinsip sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan juga menurut
Soedjono (2000) disebut sebagai jati diri koperasi.
Dalam jati diri koperasi, nilai-nilai koperasi menjadi unsur yang penting.
Pada koperasi, nilai-nilai tidak hanya melekat pada orang-orang (anggota-
6
anggota) koperasi, tetapi juga pada sistem koperasi itu sendiri. Hal tersebut yang
membedakan koperasi dengan perkumpulan modal, di mana pada perkumpulan
modal, nilai-nilai melekat pada orang-orang (pemegang saham), tetapi tidak
melekat pada sistemnya (Soedjono, 2000).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012, terdapat beberapa
nilai dan prinsip yang menjadi dasar dalam pendirian koperasi. Pada pasal 5 ayat
1, nilai yang mendasari kegiatan koperasi, yaitu kekeluargaan, menolong diri
sendiri, bertanggung jawab, demokrasi, persamaan, berkeadilan, dan kemandirian.
Pada pasal 2 ayat 2 terdapat nilai yang diyakini anggota koperasi, di antaranya:
kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab, kepedulian terhadap orang
lain.
Prinsi-prinsip yang menjadi dasar pendirian koperasi tercantum di dalam
pasal 6 ayat 1, di antaranya:
a. keanggotaan Koperasi bersifat sukarela dan terbuka;
b. pengawasan oleh Anggota diselenggarakan secara demokratis;
c. Anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi;
d. Koperasi merupakan badan usaha swadaya yang otonom, dan independen;
e. Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Anggota,
Pengawas, Pengurus, dan Karyawannya, serta memberikan informasi kepada
masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan Koperasi;
f. Koperasi melayani anggotanya secara prima dan memperkuat Gerakan
Koperasi, dengan bekerja sama melalui jaringan kegiatan pada tingkat lokal,
nasional, regional, dan internasional; dan
g. Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan
masyarakatnya melalui kebijakan yang disepakati oleh Anggota.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012, terdapat beberapa
jenis koperasi yang dijelaskan pada pasal 84, antara lain:
1. Koperasi konsumen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang
penyediaan barang kebutuhan Anggota dan non-Anggota.
2. Koperasi produsen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang
pengadaan sarana produksi dan pemasaran produksi yang dihasilkan Anggota
kepada Anggota dan non-Anggota.
3. Koperasi jasa menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan jasa non-simpan
pinjam yang diperlukan oleh Anggota dan non-Anggota.
4. Koperasi Simpan Pinjam menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-
satunya yang melayani Anggota.
Menurut Partomo dan Soejoedono (2002) dalam Safitri (2015), jenis
koperasi berdasarkan keanggotaannya terbagi menjadi koperasi primer, sekunder,
dan tersier. Koperasi primer adalah koperasi yang beranggotakan orang
perorangan paling sedikit 20 orang. Koperasi sekunder adalah koperasi yang
beranggotakan badan hukum koperasi atau paling sedikit beranggotakan tiga
7
komunitas, pemerintahan, serta pihak luar yang berkaitan dengan program yang
dilaksanakan.
Cohen dan Uphoff (1980) selanjutnya membagi partisipasi menjadi empat
tahapan yakni:
1. Tahap perencanaan, partisipasi semacam ini berpusat pada pembentukan
gagasan, perumusan dan penilaian opsi, dan membuat penilaian terkait dengan
hal tersebut, termasuk penyusunan rencana untuk menempatkan opsi yang
dipilih.
2. Tahap pelaksanaan, masyarakat pedesaan dapat berpartisipasi dalam
implementasi proyek dengan tiga cara utama, yaitu kontribusi sumber daya,
administrasi dan upaya koordinasi, serta program kegiatan pendaftaran.
3. Tahap menikmati hasil, dalam implementasi sebuah proyek, dapat
menghasilkan setidaknya tiga macam manfaat, yaitu material, sosial, dan
pribadi.
4. Tahap evaluasi, partisipasi langsung atau tidak langsung dapat terjadi dalam
kaitannya dengan evaluasi yang berpusat pada proyek aktual. Jika ada proses
peninjauan formal, orang akan ingin tahu siapa yang berpartisipasi di
dalamnya, seberapa berkesinambungan, dan dengan kekuatan apa untuk
mencapai tindakan atas saran dan sebagainya
Modal Sosial
Anggota koperasi menjadi elemen terpenting sebagai roda penggerak
koperasi. Dapat bekerja atau tidaknya koperasi memang sangat tergantung dari
partisipasi anggota, namun partisipasi saja tidak cukup untuk menjalankan
koperasi agar dapat berjalan secara berkelanjutan. Diperlukan suatu upaya agar
partisipasi anggota tetap terjaga. Partisipasi baru dapat berkembang apabila
ditunjang dengan adanya modal sosial yang dimiliki oleh anggota koperasi.
Coleman (1988) menyatakan bahwa, konsep modal sosial sebagai varian
entitas, terdiri dari beberapa struktur sosial yang memfasilitasi tindakan tertentu
dari orang-orang dalam struktur tersebut. Sementara menurut Rogahang et al
(2013), modal sosial merupakan suatu rangkaian proses hubungan antar manusia
yang ditopang oleh jaringan, norma-norma, dan kepercayaaan sosial yang
memungkinkan efisiensi dan efektifitas koordinasi dan kerjasama untuk
keuntungan bersama. Lebih menekankan pada dimensi yang lebih luas, yaitu
segala sesuatu yang membuat masyarakat bersekutu untuk mencapai tujuan
bersama atas dasar kebersamaan, dan di dalamnya diikat nilai-nilai dan norma-
norma yang tumbuh dan dipatuhi.
Modal sosial dapat dikatakan sebagai suatu energi kolektif masyarakat
dalam upaya untuk mengatasi permasalahan bersama dan sebagai sumber
motivasi guna mencapai kemajuan ekonomi, mengingat modal sosial adalah
hubungan-hubungan yang tercipta dan norma-norma yang membentuk kualitas
dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat. Modal sosial berkenaan pada
9
Heryanto (2012) dalam Hadi (2006) juga menyatakan bahwa interaksi yang
terjadi antara orang-orang dalam suatu komunitas yang berlangsung relatif lama
akan melahirkan modal sosial, yaitu ikatan-ikatan emosional yang menyatukan
orang untuk mencapai tujuan bersama. Masyarakat yang memiliki modal sosial
tinggi cenderung bekerjasama secara gotong royong, merasa aman untuk
berbicara, serta mampu mengatasi perbedaan-perbedaan.
Sejalan dengan pernyataan Ontorael et al (2015), bahwa meningkat dan
menurunnya keberhasilan pembangunan desa, turut ditentukan oleh modal sosial
yang dimiliki oleh masyarakat desa, khususnya Kecamatan Pineleng, Kabupaten
Minahasa. Semakin sering penerapan nilai-nilai modal sosial masyarakat, akan
semakin baik dan meningkat pula keberhasilan pembangunan desa, khususnya
desa-desa di wilayah Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa.
Putra (2009) dalam Hadi (2006) juga menyatakan bahwa peran modal sosial
dalam pembangunan masyarakat adalah membangun dan memperkuat partisipasi
masyarakat serta membentuk solidaritas sosial dengan pilar kesukarelaan.
Menurut Haridison (2013), dalam konteks pembangunan manusia, modal
sosial mempunyai pengaruh yang besar karena beberapa dimensi pembangunan
manusia sangat dipengaruhi oleh modal sosial, antara lain, kemampuan untuk
menyelesaikan kompleksitas berbagai permasalahan bersama, mendorong
perubahan yang cepat di dalam masyarakat, menumbuhkan kesadaran kolektif
untuk memperbaiki kualitas hidup dan mencari peluang yang dapat dimanfaatkan
untuk kesejahteraan. Selain itu, berkembangnya modal sosial di tengah
masyarakat akan menciptakan suatu situasi masyarakat yang toleran, serta
merangsang tumbuhnya empati dan simpati terhadap kelompok masyarakat di luar
kelompoknya.
Kerangka Penelitian
Dalam membangun keberhasilan koperasi, partisipasi anggota koperasi
menjadi suatu hal yang penting. Cohen dan Uphoff (1980) mendefinisikan
partisipasi sebagai keterlibatan aktif masyarakat dalam suatu program atau
kegiatan pembangunan komunitas tentang apa yang harus dilakukan serta
bagaimana cara kerjanya yang dimulai dari keterlibatan dalam tahap perencanaan,
pelaksanaan, menikmati hasil, dan evaluasi. Namun, partisipasi baru dapat
berkembang apabila ditunjang dengan adanya modal sosial yang dimiliki oleh
anggota koperasi. Keterlibatan atau partisipasi anggota tersebut muncul jika ada
rasa saling percaya di antara para anggota, sehingga apabila rasa saling percaya
dari para anggota tersebut kuat, maka diduga tingkat partisipasi anggota juga kuat,
hal tersebut juga berlaku bagi norma dan jaringan sosial. Berdasarkan penelitian
sebelumnya, yakni Nagoro (2015), bahwa modal sosial memiliki pengaruh
terhadap tingkat partisipasi. Apabila modal sosial responden tinggi, maka tingkat
partisipasi responden juga tinggi.
14
Modal Sosial
Tingkat Kepercayaan
1. Keyakinan bahwa
orang lain tidak akan
berlaku ataupun
berniat buruk pada diri
kita
2. Tolong menolong Tingkat Partisipasi
3. Saling bekerjasama 1.Tingkat Partisipasi
Tingkat Norma: Tahap Perencanaan
1. Sekumpulan aturan 2.Tingkat Partisipasi
2. Aturan yang dipatuhi Tahap Pelaksanaan
oleh anggota
3. Mengandung sanksi 3.Tingkat Partisipasi
Tahap Menikmati Hasil
4.Tingkat Partisipasi
Tingkat Jaringan Sosial: Tahap Evaluasi
1. Saling
menginformasikan
2. Terjadinya komunikasi
dan interaksi
3. Jumlah teman yang
berkeluh kesah
padanya
4. Jaringan-jaringan
kerjasama antar
manusia
Keterangan: : Pengaruh
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat ditarik hipotesis
penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Diduga terdapat pengaruh modal sosial terhadap tingkat partisipasi.
2. Diduga terdapat pengaruh tingkat kepercayaan terhadap tingkat partisipasi.
3. Diduga terdapat pengaruh tingkat norma terhadap tingkat partisipasi.
4. Diduga terdapat pengaruh tingkat jaringan sosial terhadap tingkat
partisipasi.
17
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan
data kualitatif dalam pengumpulan datanya. Data kualitatif diperoleh melalui
wawancara mendalam kepada informan menggunakan panduan pertanyaan. Data
kualitatif digunakan untuk menjelaskan atau menggambarkan mengenai
bagaimana hubungan antar anggota dalam Koperasi Paguyuban Tenun Troso,
awal mula pelaksanaan koperasi, serta keterlibatan fasilitator dan pihak-pihak lain
dalam pelaksanaan kegiatan koperasi. Data kualitatif ini bersifat deskriptif yang
digunakan untuk memperkuat data yang didapatkan secara kuantitatif dengan
kuesioner. Selain itu, data kualitatif berguna untuk membuat penjelasan secara
sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta yang diperoleh selama
penelitian.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Desa Troso, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten
Jepara, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara purposive dengan
pertimbangan bahwa Koperasi Paguyuban Tenun Troso merupakan satu-satunya
koperasi yang menaungi para pengrajin tenun troso di Jepara. Selain itu koperasi
ini juga sering mengikuti kegiatan-kegiatan pameran, kegiatan fashion show, dan
dipercayakan oleh pemerintah Desa Troso untuk terlibat dalam program desa
wisata troso. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan koperasi tidak lepas dari peran
dan kerjasama anggota sehingga dalam hal ini peneliti ingin menganalisis modal
sosial dan partisipasi dari anggota koperasi, serta pengaruh modal sosial terhadap
partisipasi anggota. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan dalam kurun waktu
8 bulan, yaitu pada bulan Mei 2018, Juni 2018, September 2018 hingga Februari
2019. Penelitian ini dimulai dari penyusuan proposal penelitian, kolokium
penyampaian proposal penelitian, perbaikan proposal penelitian, pengambilan
data di lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik,
sidang skripsi, dan perbaikan laporan skripsi.
Y= a + bX
Keterangan:
Pada penelitian ini, variabel X adalah variabel modal sosial dan variabel Y
adalah variabel tingkat partisipasi. Persamaan di atas menunjukkan bahwa tanda +
berarti variabel modal sosial berpengaruh positif terhadap variabel tingkat
partisipasi anggota koperasi, untuk kenaikan satu satuan dari variabel modal sosial
akan menaikkan nilai tingkat partisipasi anggota koperasi sebesar b atau dapat
dikatakan semakin tinggi modal sosial, maka akan semakin tinggi juga tingkat
partisipasi anggota koperasi. Apabila menggunakan tanda negatif berarti variabel
modal sosial berpengaruh secara berlawanan/ negatif terhadap variabel tingkat
partisipasi, untuk kenaikan satu satuan pada variabel modal sosial, maka nilai
variabel tingkat partisipasi anggota koperasi akan turun sebesar b. Dapat dikatakan
juga, semakin tinggi modal sosial, tingkat partisipasi anggota koperasi akan
semakin rendah.
Data kualitatif digunakan sebagai data pendukung dan pengolahan data
kualitatif dianalisis melalui tiga tahap, yaitu reduksi data, penyajian data, dan
verifikasi data. Proses reduksi data dimulai dari proses pemilihan,
penyederhanaan, abstraksi, hingga transformasi data hasil wawancara mendalam
dan observasi. Tujuan dari reduksi data adalah untuk mempertajam,
menggolongkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak perlu. Tahap
kedua adalah penyajian data, yaitu menyusun segala informasi dan data yang
diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca ke dalam sebuah
laporan. Penyajian data berupa narasi, diagram, dan matriks. Tahap terakhir, yaitu
20
verifikasi, yaitu penarikan kesimpulan dari hasil yang telah diolah pada tahap
reduksi.
Definisi Operasional
Modal Sosial
Modal Sosial merupakan salah satu pendorong responden agar memiliki
kepedulian terhadap kegiatan Koperasi Paguyuban Tenun Troso sehingga timbul
partisipasi aktif dari para responden. Dalam penelitian modal sosial ini, peneliti
mengacu pada pendapat Putnam (1995), di mana menurut Putnam (1995), dimensi
utama dari modal sosial, yaitu kepercayaan, norma, dan jaringan sosial. Dalam
Koperasi Paguyuban Tenun Troso, peneliti akan meneliti tingkat modal sosial dari
masing-masing dimensi pada anggota koperasi dan pengaruh modal sosial serta
tiga dimensi dari modal sosial terhadap tingkat partisipasi responden koperasi
yang kemudian diukur menggunakan skala ordinal. Setiap pertanyaan memiliki 4
variasi jawaban, “sangat tidak setuju” diberi skor 1, “tidak setuju” diberi skor 2,
“setuju” diberi skor 3, dan “sangat setuju” diberi skor 4. Pengukuran skoring
tingkat modal sosial menggunakan total dari seluruh pertanyaan pada setiap
variabel, nilai skor tertinggi pada tingkat modal sosial adalah 140 dan nilai skor
terendah adalah 35. Batas minimum untuk pengkategorian rendah, sedang, tinggi
diperoleh dari rataan skor dikurangi setengah standar deviasi. Selanjutnya
penilaian dikategorikan menjadi rendah jika skor <126, sedang jika skor 126-130,
dan tinggi jika skor >130. Definisi operasional modal sosial yang dianalisis
dengan dimensi kepercayaan, norma, dan jaringan sosial dijabarkan pada Tabel 1.
Tingkat Partisipasi
Cohen dan Uphoff (1980) mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan
aktif masyarakat dalam suatu program atau kegiatan pembangunan komunitas
tentang apa yang harus dilakukan serta bagaimana cara kerjanya yang dimulai dari
keterlibatan dalam tahap pembuatan keputusan, penerapan keputusan, penikmatan
hasil, dan evaluasi. Kegiatan pembangunan memberikan tempat bagi keterlibatan
semua tingkatan, yaitu tingkat mikro (individu), meso (organisasi), dan makro
(masyarakat). Dalam penelitian ini akan dilihat tingkat partisipasi responden
dalam setiap pelaksanaan kegiatan Koperasi Paguyuban Tenun Troso yang
dikukur menggunakan skala ordinal. Peneliti menggunakan teori partisipasi dari
Cohen dan Uphoff (1980) karena peneliti meneliti tingkat partisipasi responden
melalui empat tahapan partisipasi, selain itu menurut Cohen Uphoff (1980)
partisipasi dalam kegiatan pembangunan tidak hanya pada tingkat makro
(masyarakat), melainkan juga di tingkat mikro (individu), dan meso (organisasi),
di mana hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan yaitu di tingkat
meso (organisasi) berupa koperasi. Setiap pertanyaan memiliki 4 variasi jawaban,
“sangat tidak setuju” diberi skor 1, “tidak setuju” diberi skor 2, “setuju” diberi
skor 3, dan “sangat setuju” diberi skor 4. Pengukuran skoring tingkat partisipasi
menggunakan total dari seluruh pertanyaan pada setiap variabel, nilai skor
tertinggi pada tingkat partisipasi adalah 88 dan nilai skor terendah adalah 22.
Batas minimum untuk pengkategorian rendah, sedang, dan tinggi diperoleh dari
rataan skor dikurangi setengah standar deviasi. Selanjutnya penilaian
22
dikategorikan menjadi rendah jika skor <71, sedang jika skor 71-74, dan tinggi
jika skor >74. Definisi operasional tingkat partisipasi dijabarkan pada Tabel 3.
GAMBARAN UMUM
tamat SD, yaitu 493 orang. Sisanya yaitu penduduk yang belum atau tidak pernah
sekolah yaitu 2.436 orang, tamat SD 5.339 orang, tamat SMP 4.616 orang, dan
tamat perguruan tinggi 2.275 orang. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar
penduduk Desa Troso sadar pentingnya pendidikan selain itu, sebagian besar
kondisi ekonomi penduduk Desa Troso juga terbilang cukup tinggi sehingga
penduduk Desa Troso mampu menamatkan pendidikan hingga ke jenjang
perguruan tinggi.
Kondisi Sosial Ekonomi
Kondisi sosial penduduk Desa Troso dapat dilihat dari ragam suku budaya,
bahasa yang digunakan sehari-hari, dan agama yang dianut oleh penduduk
setempat. Desa Troso, sebagian besar dihuni oleh penduduk asli, hanya ada
beberapa penduduk yang merupakan pendatang seperti dari Madura, Lamongan,
dan Pati. Tidak ada pendatang yang berasal dari luar Jawa. Bahasa sehari-hari
yang digunakan oleh penduduk Desa Troso yaitu Bahasa Jawa. Sebagian besar
penduduk Desa Troso menganut agam islam dengan jumlah 21.640 orang dan
sisanya 16 orang beragama protestan. Data jumlah penduduk Desa Troso menurut
agama dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Jumlah penduduk Desa Troso menurut agama tahun 2016
No. Agama Jumlah (n) Presentase (%)
1. Islam 21.640 99.93
2. Protestan 16 0.07
Jumlah 21.656 100.00
Sumber: Kecamatan Pecangaan dalam Angka 2017
Pada Tabel 5, dapat dilihat hanya ada dua jenis agama yang dianut oleh
penduduk Desa Troso, yaitu agama islam dan protestan. Mayoritas penduduk
Desa Troso menganut agama islam dengan jumlah 21.640 orang atau 99.93
persen. Penduduk yang menganut agama protestan sebanyak 16 orang atau 0.07
persen. Hal tersebut dapat dilihat dari bangunan tempat ibadah yang ada di Desa
Troso hanya ada untuk umat muslim, selain itu juga dilihat dari sekolah-sekolah
yang dikhususkan untuk umat muslim. Selain kondisi sosial, peneliti juga
mengamati kondisi ekonomi Penduduk Desa Troso.
Kondisi ekonomi dari penduduk Desa Troso dapat dilihat dari sektor mata
pencaharian penduduk. Sebagian besar penduduk Desa Troso bekerja di sektor
industri. Hal tersebut dikarenakan potensi yang banyak ada di Jepara dan terkenal
hingga ke luar Jepara, yaitu potensi di bidang industri. Selain indutri meubel,
Jepara juga memiliki industri kerajinan yang terkenal di luar Jepara bahkan
hingga ke luar negeri, yaitu indutri kain tenun troso. Industri kain tenun troso
hanya ada satu di Jepara, yaitu di Desa Troso. Data jumlah penduduk Desa Troso
menurut sektor mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 6.
25
Tabel 6 Jumlah penduduk Desa Troso menurut sektor mata pencaharian tahun
2016
No Sektor mata pencaharian Jumlah (n) Presentase (%)
1. Pertanian 2.979 16.32
2. Pekerbunan 379 2.08
3. Peternakan 727 3.98
4. Perikanan 527 2.89
5. Kehutanan 419 2.30
6. Pertambangan dan bahan galian 0 0.00
Industri (skala rumah tangga,
7. 11.307 61.94
kecil, menengah, dan besar)
8. Perdagangan 1.542 8.45
9. Jasa 375 2.05
Jumlah 18.255 100.00
Sumber: Kecamatan Pecangaan dalam Angka 2017
islam karena sebagian besar penduduk Desa Troso beragama islam. Selain
sekolah umum, di Desa Troso juga terdapat 2 pondok pesantren dengan jumlah
murid 612 orang. Data jumlah sarana dan prasana pendidikan di Desa Troso dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Jumlah sarana dan prasarana pendidikan di Desa Troso tahun 2016
No. Jenis Pendidikan Jumlah (n) Presentase (%)
1. TK 1 7.69
2. SD 6 46.15
3. MI 2 15.38
4. MTS 1 7.69
5. MA 1 7.69
6. Pondok Pesantren 2 15.38
Jumlah 13 100.00
Sumber: Kecamatan Pecangaan dalam Angka 2017
Desa Troso juga memiliki sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan
keagamaan, namun hanya ada sarana dan prasana untuk kegiatan umat islam.
Terdapat 2 masjid dan 71 surau/ musholla di Desa Troso. Hal tersebut
dikarenakan hampir semua penduduk Desa Troso beragama islam, hanya 16
penduduk yang beragama bukan islam (protestan). Penduduk Desa Troso yang
beragama protestan harus beribadah di luar Desa Troso karena di Desa Troso
tidak terdapat gereja. Data jumlah sarana dan prasarana keagamaan dapat dilihat
pada Tabel 8.
Tabel 8 Jumlah sarana dan prasana keagamaan di Desa Troso tahun 2016
No. Jenis saran dan prasarana Jumlah (n) Presentase (%)
1. Masjid 2 2.74
2. Surau/Musholla 71 97.26
Jumlah 73 100.00
Sumber: Kecamatan Pecangaan dalam Angka 2017
Desa Troso juga memiliki sarana dan prasarana yang dapat menunjang
aktivitas ekonomi, salah satunya yaitu koperasi, hanya ada satu unit koperasi di
Desa Troso, yaitu Koperasi Paguyuban Tenun Troso. Koperasi tersebut didirikan
untuk mewadahi para pengrajin tenun troso. Melalui koperasi para anggota bisa
mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan dan mendapatkan pinjaman
modal untuk usaha kain tenun troso. Seperti koperasi pada umumnya, di dalam
koperasi tenun troso juga terdapat aktivitas simpan pinjam, selain itu ketua,
pengurus, serta anggota mengadakan rapat yang dilakukan setiap satu bulan sekali
dan juga Rapat Akhir Tahun (RAT) yang tentu dilaksanakan setiap satu kali
dalam setahun, di akhir tahun. Saat ini Koperasi Paguyuban Tenun Troso diketuai
oleh Sunarto dengan jumlah anggota 32 orang.
27
Ikhtisar
Desa Troso termasuk salah satu dari 12 desa yang ada di Kecamatan
Pecangaan, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah yang memiliki jumlah
penduduk sebanyak 21.656 orang dengan jumlah penduduk laki-laki 10.745 orang
dan penduduk perempuan 10.911 orang. Desa Troso terbagi menjadi 10 RW dan
83 RT. Penduduk Desa Troso memiliki tingkat pendidikan yang terbilang tinggi
karena sebagian besar penduduk mampu menamatkan pendidikan hingga ke
jenjang perguruan tinggi.
Jumlah penduduk Desa Troso paling tinggi menurut sektor mata
pencaharian, yaitu penduduk yang bekerja di sektor industri. Hal tersebut
dikarenakan di Desa Troso terdapat beberapa industri, seperti industri meubel,
industri anyaman, industri alat rebana, dan industri kain tenun troso, namun yang
paling dominan yaitu industri kain tenun troso. Industri kain tenun troso masih
dibagi lagi menjadi beberapa bagian. Sebagian besar penduduk Desa Troso
merupakan penduduk asli dan bahasa sehari-hari yang digunakan yaitu Bahasa
Jawa. Mayoritas penduduk Desa Troso beragama islam karena hanya 16 orang
yang beragama bukan islam (protestan). Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa
bangunan sekolah untuk pendidikan islam, seperti madrasah dan pondok
pesantren, serta bangunan untuk tempat beribadah, yaitu 2 masjid dan 71
surau/musholla di Desa Troso.
Desa Troso memiliki kondisi jalan yang cukup baik, meskipun terdapat
beberapa jalan yang sedikit berlubang. Akses menuju Desa Troso lebih mudah
ditempuh dengan kendaraan pribadi karena sangat jarang ditemui angkutan umum
yang melintas ke Desa Troso. Terkait dengan koperasi, hanya ada satu koperasi di
Desa Troso, yaitu Koperasi Paguyuban Tenun Troso yang mewadahi pengrajin
tenun troso. Jumlah anggota koperasi saat ini, yaitu 32 orang yang diketuai oleh
Sunarto.
Kegiatan lain seperti pelatihan untuk seluruh anggota koperasi belum ada,
hanya ada pelatihan yang dilakukan dari pihak luar yaitu dari Universitas
Stikubank (UNISBANK) terkait dengan pendampingan pengelolaan simpan
pinjam. Pelatihan tersebut lebih dikhususkan kepada pengurus koperasi. Terkait
dengan bantuan, pemerintah pernah memberikan bantuan kepada koperasi berupa
bantuan mesin tenun, uang sekitar seratus juta, dan bahan baku senilai 180 juta.
Kegiatan utama dari Koperasi Paguyuban Tenun Troso yaitu simpan
pinjam sehingga pelatihan yang diberikan dari pihak UNISBANK lebih terkait
dengan pengelolaan simpan pinjam.
Keaktifan Anggota
Keaktifan anggota Koperasi Paguyuban Tenun Troso dapat dilihat dari
keikutsertaan anggota dalam setiap kegiatan koperasi. Terkait dengan kegiatan
simpan pinjam, anggota termasuk aktif dalam kegiatan simpan pinjam, namun
terdapat kendala, yaitu anggota sering terlambat dalam membayar pinjaman. Hal
tersebut yang menjadi masalah bagi keberlangsungan koperasi. Ketua koperasi
mengaku tidak tega jika berurusan dengan menagih uang pinjaman ke anggota,
jika kondisi keuangan atau usaha yang menyebabkan anggota terlambat
membayar, ketua memaklumi dan memberi kelonggaran waktu kepada anggota
tersebut.
Keaktifan anggota juga dapat dilihat pada saat rapat, pihak koperasi
melaksanakan rapat rutinan setiap satu bulan sekali yang dilaksanakan di akhir
bulan dan ada juga Rapat Akhir Tahun (RAT). Jumlah anggota yang mengikuti
rapat rutinan tidak tentu, kadang seluruh anggota hadir, kadang juga yang hadir
hanya beberapa orang. Hal tersebut dikarenakan ada agenda lain yang lebih
diprioritaskan oleh anggota, sehingga anggota tersebut tidak bisa menghadiri rapat
rutinan. Pada saat RAT, anggota diwajibkan untuk hadir rapat, anggota koperasi
juga aktif ketika rapat berlangsung. Pada saat rapat berlangsung, pengurus
31
Status Keanggotaan
Status keanggotaan merupakan status responden yang berkaitan dengan
peran dalam melaksanakan kegiatan koperasi. Status keanggotaan dalam
penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu anggota dan pengurus. Jumlah anggota
Koperasi Paguyuban Tenun Troso yaitu 21 orang dan jumlah pengurus yaitu 11
orang, total seluruhnya yaitu 32 orang. Pengurus di Koperasi Paguyuban Tenun
Troso juga mengikuti kegiatan simpan pinjam sehingga, hal ini menunjukkan
bahwa pengurus juga mendapatkan manfaat dari kegiatan simpan pinjam sama
seperti anggota koperasi.
Ikhtisar
Koperasi Paguyuban Tenun Troso didirikan pada tanggal 1 April 2008
dengan diterbitkannya surat keputusan terkait Badan Hukum Koperasi Paguyuban
Tenun Troso 518/192/BH/XIV.10/IV/2008 sesuai Keputusan Kepala Dinas
Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Jepara terkait Akta Pendirian.
Tujuan dibentuknya Koperasi Paguyuban Tenun Troso adalah memajukan
kesejahteraan anggota dengan menyatukan dan mewadahi anggota (pengrajin
tenun troso) agar mudah dalam mengakses informasi-informasi dan permodalan
usaha kain tenun troso. Saat ini jumlah total anggota koperasi tenun troso yaitu 32
orang yang terdiri dari 11 orang pengurus dan 21 orang anggota.
Unit usaha Koperasi Paguyuban Tenun Troso yang utama yaitu simpan
pinjam, selain itu ada juga kegiatan lain seperti, kegiatan pameran di dalam dan di
luar negeri, serta kegiatan fashion show tenun troso yang diadakan setiap bulan
Juli di Desa Troso. Koperasi Paguyuban Tenun Troso juga diberikan kepercayaan
oleh pemerintah Desa Troso untuk berpartisipasi dalam program Desa Wisata
Troso. Koperasi Paguyuban Tenun Troso memiliki peraturan yang mengatur
terkait dengan pengelolaan simpan pinjam. Pengrajin tenun troso yang akan
mendaftar menjadi anggota koperasi harus membayar simpanan pokok sebesar
Rp750.000. Koperasi Paguyuban Tenun Troso mendapatkan modal dari simpanan
pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela, hibah, pinjaman, dan Sisa Hasil
Usaha (SHU) pada periode sebelumnya.
Koperasi Paguyuban Tenun Troso mengadakan dua jenis rapat, yaitu rapat
rutinan dan Rapat Akhir Tahun (RAT). Keaktifan anggota salah satunya dapat
dilihat dari keikutsertaan anggota dalam rapat. Jumlah anggota yang ikut rapat
tidak tentu, kadang seluruh anggota hadir, kadang juga hanya beberapa anggota
yang hadir. Hal tersebut dikarenakan ada agenda lain yang lebih diprioritaskan
oleh anggota, sehingga anggota tersebut tidak bisa menghadiri rapat rutinan.
Terkait dengan kegiatan simpan pinjam, beberapa anggota koperasi sering
terlambat dalam membayar pinjaman. Apabila permasalahan keterlambatan
32
tersebut karena menurunnya kondisi keuangan atau usaha anggota, maka pihak
koperasi akan membantu dengan memberikan kelonggaran waktu.
33
KARAKTERISTIK RESPONDEN
Usia
Usia adalah lama hidup responden yang dihitung sejak hari kelahiran
hingga saat penelitian berlangsung. Peneliti mengkategorikan usia dalam 3
kategori, yaitu dewasa awal (18-30 tahun), dewasa menengah (31-50 tahun), dan
tua (>50 tahun) Havighurst dalam Mugniesyah (2009). Data jumlah dan
presentase responden menurut usia tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Jumlah dan presentase responden menurut usia tahun 2018
Usia Jumlah (n) Presentase (%)
18-30 0 0
31-50 15 46.875
>50 17 53.125
Total 32 100
Jenis Kelamin
Responden dalam penelitian ini adalah seluruh anggota Koperasi
Paguyuban Tenun Troso. Jenis kelamin responden pada penelitian ini dibagi
menjadi 2, yaitu laki-laki dan perempuan. Data jumlah dan presentase responden
menurut jenis kelamin tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Jumlah dan presentase responden menurut jenis kelamin tahun 2018
Jenis Kelamin Jumlah (n) Presentase (%)
Laki-laki 30 93.75
Perempuan 2 6.25
Total 32 100
34
Pendidikan Terakhir
Pendidikan dalam penelitian ini dikelompokkan ke dalam lima tingkatan
yaitu, tidak sekolah, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, dan tamat
diploma/sarjana. Berdasarkan data di lapang, tingkat pendidikan sebagian besar
responden yaitu tamat SMA dengan jumlah sebanyak 17 orang. Jumlah responden
yang tamat SD sebanyak 4 orang, tamat SMP sebanyak 7 orang, dan tamat
diploma/sarjana sebanyak 4 orang, sedangkan tidak ada responden yang tidak
sekolah. Data jumlah dan presentase responden menurut pendidikan terakhir tahun
2018 dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Jumlah dan presentase responden menurut pendidikan terakhir tahun
2018
Pendidikan Terakhir Jumlah (n) Presentase (%)
Tidak sekolah 0 0
Tamat SD 4 12.5
Tamat SMP 7 21.875
Tamat SMA 17 53.125
Tamat diploma/sarjana 4 12.5
Total 32 100
lapang, yaitu wawancara kepada responden melalui kuesioner. Data pada tabel 13
menunjukkan bahwa, jumlah responden yang menjadi pengrajin tenun troso
kurang dari sama dengan 17 tahun sebanyak 7 orang, 18-23 tahun sebanyak 12
orang, dan lebih dari sama dengan 24 tahun sebanyak 13 orang. Data jumlah dan
presentase responden menurut lama menjadi pengrajin tenun troso tahun 2018
dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Jumlah dan presentase responden menurut lama menjadi pengrajin tenun
troso tahun 2018
Lama menjadi pengrajin
Jumlah (n) Presentase (%)
(tahun)
≤17 7 21.875
18-23 12 37.5
≥24 13 40.625
Total 32 100
Omzet adalah keseluruhan jumlah penjualan barang atau jasa dalam kurun
waktu tertentu yang dihitung berdasarkan jumlah uang yang diperoleh (Nurfitria,
2011). Data omzet responden diperoleh dari hasil penelitian di lapang, yaitu
wawancara dengan responden melalui kuesioner. Data jumlah dan presentase
responden menurut omzet sebagai pengrajin tenun troso tahun 2018 dapat dilihat
pada Tabel 14.
Tabel 14 Jumlah dan presentase responden menurut omzet sebagai pengrajin
tenun troso tahun 2018
Omzet per bulan (juta) Jumlah (n) Presentase (%)
≤15 14 50
16-49 13 12.5
≥50 5 37.5
Total 32 100
36
Ikhtisar
Sebagian besar responden dalam penelitian ini berusia tua yaitu lebih dari
50 tahun dengan jumlah 17 orang karena sebagian besar responden bergabung
dalam koperasi sudah sejak awal berdirinya koperasi bahkan sebelum koperasi
diresmikan. Mayoritas responden yang menjadi anggota koperasi yaitu dari
kalangan laki-laki sebanyak 30 orang dan hanya 2 orang yang merupakan
responden perempuan.
Pendidikan terakhir sebagian besar responden yaitu tamat SMA dengan
jumlah 16 orang. Hal tersebut karena sebagian besar penduduk Desa Troso
memiliki kesadaran yang tinggi terkait pentingnya pendidikan, selain itu juga
ditunjang dengan tingkat perekonomian penduduk Desa Troso yang juga terbilang
tinggi. Responden dalam penelitian ini yaitu anggota koperasi yang bekerja
sebagai pengrajin tenun troso sekaligus juga yang memiliki usaha tenun troso.
Jumlah responden paling banyak berdasarkan lama menjadi pengrajin tenun troso
yaitu lebih dari sama dengan 24 tahun sebanyak 13 orang karena keterampilan
dalam membuat kain tenun troso diperoleh penduduk secara turun temurun.
Sebagian besar responden memperoleh omzet per bulan dari penjualan kain tenun
troso kurang dari sama dengan 15 juta.
37
Berdasarkan data pada Tabel 15, tingkat modal sosial responden tergolong
tinggi dengan jumlah responden 14 orang atau 43.75 persen. Sisanya berada pada
tingkat sedang dengan jumlah 12 orang atau 37.5 persen, dan tingkat rendah
dengan jumlah 6 orang atau 18.75 persen. Tingkat modal sosial ini diperoleh dari
tiga dimensi yaitu tingkat kepercayaan, tingkat norma, dan tingkat jaringan sosial.
Modal sosial yang tinggi terlihat dari antar responden yang sudah saling percaya
satu sama lain, saling tolong menolong, saling memahami bahwa setiap responden
38
memiliki kondisi yang berbeda-beda, dan hubungan yang terjalin baik dengan
semua responden.
“…Nek ono anggota sing arep njaluk tulung nyileh duwet, nek aku
ono yo mesti tak tulungi mbak, wong yo wis tak anggep koyo dulur
dewe. Nek peraturan koperasi yo tetep mlaku mbak, nanging yo juga
disesuaikke karo kondisi anggota, dadi luweh kekeluargaan, ora
saklek banget ngono…” (SA, 53 tahun)
Artinya
“…Kalau ada anggota yang mau minta tolong pinjam uang, kalau
aku ada ya pasti aku tolong mbak, orang ya udah tak anggap seperti
saudara sendiri. Kalau peraturan koperasi ya tetap berjalan mbak,
tapi ya juga disesuaikan sama kondisi anggota, jadi lebih
kekeluargaan, nggak saklek banget gitu…” (SA, 53 tahun)
Modal sosial yang tinggi ini juga terlihat dari akses responden dalam
mendapatkan informasi. Sebagian besar responden menyatakan alasan menjadi
anggota koperasi karena bisa mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan.
Modal sosial yang berada pada tingkatan rendah disebabkan karena responden
tersebut kurang akrab dengan responden lain, hanya sekedar mengenal. Selain itu,
responden tersebut juga jarang mengikuti kegiatan seperti pameran sehingga
mungkin jaringan yang diperoleh tidak sebanyak responden yang sering ikut
kegiatan pameran. Untuk jumlah dan presentase responden menurut masing-
masing dimensi modal sosial tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel 16.
waktu, apabila ada yang melanggar maka akan diberikan sanksi. Kegiatan utama
koperasi adalah simpan pinjam sehingga apabila responden terlambat dalam
membayar simpan pinjam akan mengganggu perputaran uang yang ada di
koperasi. Ketua koperasi mengaku kurang bisa tegas dalam mengurusi masalah
responden-responden yang terlambat dalam membayar simpan pinjam sehingga
hal tersebut yang menyebabkan responden terkadang menyepelekan pelanggaran
yang dilakukan.
Tingkat kepercayaan responden yang tinggi dikarenakan antar responden
sudah saling mengenal satu sama lain sehingga menumbuhkan rasa saling percaya
di antara responden. Tingkat jaringan sosial yang tinggi dikarenakan kemudahan
akses informasi yang diperoleh responden, selain itu terjalin hubungan yang baik
antara responden dengan ketua, pengurus, maupun dengan responden lain.
Tingkat Kepercayaan
Vipriyanti (2011) menyatakan bahwa rasa percaya adalah dasar dari
perilaku moral yang menyediakan arahan bagi kerjasama dan koordinasi sosial
dari semua aktivitas sehingga manusia dapat hidup bersama dan berinteraksi satu
dengan lainnya. Kepercayaan dalam penelitian ini dapat dilihat dari rasa percaya
responden dengan pihak-pihak yang terlibat langsung dalam kegiatan koperasi,
seperti dengan ketua koperasi, pengurus, dan responden lain. Jumlah dan
presentase responden menurut tingkat kepercayaan tahun 2018 dapat dilihat pada
Tabel 17.
Antar responden yang sudah saling mengenal satu sama lain sehingga
menumbuhkan rasa saling percaya di antara responden. Rasa saling percaya yang
tumbuh kemudian membuat adanya hubungan timbal balik antar responden,
seperti tolong menolong. Apabila tidak ada rasa saling percaya, maka antar
responden tidak akan saling tolong menolong di antara responden. Misalkan saja
ada responden yang tidak dapat ikut rapat rutinan dan akan membayar uang
simpan pinjam, kemudian responden tersebut menitipkan uang simpan pinjam
tersebut kepada responden lain untuk dibayarkan ke koperasi, responden tersebut
percaya bahwa responden lain yang dimintai bantuan untuk membayarkan uang
simpan pinjam tersebut akan membayarkan ke koperasi sesuai dengan uang yang
diberikan. Responden percaya karena responden yang dimintai bantuan juga
memberi kabar kepada responden tersebut bahwa telah membayarkan uang
simpan pinjam yang dititipkan sesuai dengan jumlahnya dan selain itu juga
responden tersebut memberikan bukti pembayaran bahwa telah membayar simpan
pinjam sesuai dengan tunggakan responden.
“…Percaya contone pas aku rak iso teko rapat rutinan terus aku kan
arep bayar tunggakanku mbak, nanging aku rak iso bayarke amergo
rak teko rapat. Dadi nek ngono iku aku jaluk tulung sing liyo, nitip
duwit bayar ning koperasi pas rapat. Yo ngono iku dibayarke sesuai
duwit sing tak wei mbak, yo soale wonge ngandani ning aku karo
ngei bukti pembayarane juga. Nek koyo ngono kan dadikke percoyo
mbak…” (JL, 55 tahun).
Artinya
“…Percaya contohnya waktu aku nggak bisa datang rapat rutinan
terus aku kan mau bayar tunggakanku mbak, tapi nggak bisa
membayarkan karena aku nggak datang rapat. Jadi kalau kayak gitu
aku minta tolong yang lain, nitip uang bayar ke koperasi waktu
rapat. Ya kayak gitu dibayarkan sesuai uang yang tak berikan mbak,
ya soalnya orangnya ngasih tahu aku dan juga ngasih bukti
41
bagi koperasi hanya dari masalah responden yang terlambat membayar simpan
pinjam, tidak ada masalah serius yang disebabkan dari perilaku buruk responden.
Selain itu, terkait dengan penyebaran informasi, apabila ketua, pengurus, maupun
responden lain memiliki informasi-informasi yang sekiranya dibutuhkan, pasti
selalu disampaikan. Begitu juga dengan responden, jika memiliki informasi juga
akan disampaikan dengan pihak koperasi. Hal ini dikarenakan adanya rasa
persamaan nasib dan tujuan untuk mengembangkan usaha kain tenun troso
sehingga menumbuhkan kepercayaan bahwa responden lain juga akan
menyampaikan informasi yang dimiliki.
Tingkat Norma
Pengertian norma menurut Vipriyanti (2011) adalah nilai bersama yang
mengatur perilaku individu dalam suatu masyarakat atau kelompok yang
bertujuan untuk membangun kegiatan bersama dan menguntungkan bagi semua
pihak, di mana norma tidak dapat dipisahkan dari jaringan dan kepercayaan.
Tingkat norma dalam penelitian ini diukur dari tingkat kepatuhan responden
dalam menjalankan setiap peraturan yang diterapkan koperasi dan kesediaan
responden dalam menerima sanksi bagi yang melanggar peraturan. Jumlah dan
presentase responden menurut tingkat norma tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel
18.
Tabel 18 Jumlah dan presentase responden menurut tingkat norma tahun 2018
Tingkat Norma Jumlah (n) Presentase (%)
Rendah 10 31.2
Sedang 11 34.4
Tinggi 11 34.4
Total 32 100
Berdasarkan data pada Tabel 18, dapat dilihat bahwa tingkat norma
responden tergolong pada kategori sedang menuju tinggi dengan jumlah
responden tingkat norma sedang dan tinggi sebanyak 11 orang atau 34.3 persen
sedangkan, jumlah responden dengan tingkat norma rendah yaitu 10 orang atau
31.2 persen. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar responden mengetahui,
menerima, dan mematuhi peraturan yang diterapkan di Koperasi Paguyuban
Tenun Troso. Beberapa peraturan AD/ART Koperasi Paguyuban Tenun Troso
dapat dilihat pada Tabel 19.
“…Aku wong rak patek isonan, jadi kulo niku nek waktu kegiatan yo
kadang teges, tapi ketika menyangkut bayar pinjaman agak lumayan
luntur, gak tegel, jadi nek orang itu wis rak iso bayar iku yowis
rapopo diwei kelonggaran padahal itu aturan main juga ada, tapi
atiku iku kurang galak kurang mentolo, sehingga kurang tertib,
pembayarannya njuk mundar mundur…” (NT, 65 tahun).
Artinya
“…Aku orangnya itu nggak terlalu bisaan, jadi aku itu kalau waktu
kegiatan kadang tegas, tapi ketika menyangkut bayar pinjaman agak
lumayan luntur, gak tega, jadi kalau orang itu udah nggak bisa
bayar itu yaudah nggakpapa dikasih kelonggaran waktu, padahal itu
aturan main juga ada, tapi hatiku kurang bisa tegas, sehigga kurang
tertib, pembayaran jadi mundur…” (NT, 65 tahun).
“…Ya sama semua anggota ya kenal mbak, dari mulai ketua saya
kenal baik, anggota yang jadi pengurus juga saya kenal, anggota
yang nggak jadi pengurus juga saya kenal. Rumahnya aja saya tahu
mbak, kan masih satu desa. Koperasi juga kerjasama sama yang
lain, kayak kemarin tahun 2017 itu koperasi pergi ke Malaysia,
Thailand, sama Brunei Darussalam buat keperluan pameran, itu
dari kerjasama sama Universitas Muria Kudus (UMK) mbak. Di
Koperasi juga mbak liat toh ada wifi, nah itu kerjasama sama
telkomsel mbak, dia mau kerjasama sama orang-orang umkm gitu,
jadi diarahinnya ke koperasi mbak. Dari dinas juga kadang ngasih
info pameran juga mbak dan biasanya setiap orang itu namanya
46
memang ada yang biasanya sering dan lebih enaknya cerita sama si
responden itu gitu. Kalau di koperasi sendiri kalau ada apa-apa
pasti anggota dikasih tahu mbak, ya gimana orang koperasi kan kita
bareng-bareng mbak, ya kalau ada masalah apa-apa ya
diselesaiinnya bareng-bareng dengan cara terbuka, ngabari ke
anggota…” (BB, 46 tahun)
Ikhtisar
Modal sosial dalam penelitian ini diukur dari 3 dimensi yaitu dimensi
kepercayaan, norma, dan jaringan sosial. Modal sosial responden tergolong pada
kategori tinggi dengan presentase sebesar 43.75 persen. Modal sosial yang tinggi
tersebut dilihat dari tingkat kepercayaan dan tingkat jaringan sosial yang tinggi,
sementara tingkat norma berada pada kategori sedang menuju tinggi. Tingginya
modal sosial responden dikarenakan interaksi dengan sesama responden yang
sudah terjalin sejak lama, yaitu sebelum diresmikannya koperasi sehingga
menumbuhkan adanya rasa saling percaya di antara responden. Rasa saling
percaya yang tumbuh kemudian membuat adanya hubungan timbal balik antar
responden, seperti tolong menolong. Selain itu adanya rasa saling memahami
antar responden juga yang membuat modal sosial tinggi. Responden yang
terlambat membayar simpan pinjam tidak membuat kepercayaan responden lain
menurun karena responden lain memahami bahwa alasan responden yang
terlambat membayar bukan sengaja ingin melanggar peraturan, namun karena
kondisi responden yang memang belum mampu untuk membayar simpan pinjam.
Selain itu tingginya modal sosial responden juga terlihat dari mudahnya akses
informasi yang diperoleh responden melalui koperasi, hubungan yang terjalin baik
antara responden dengan responden lain, dengan pengurus, maupun dengan ketua
koperasi.
Presentase tingkat kepercayaan responden pada kategori tinggi yaitu
sebesar 53.1 persen. Presentase tingkat norma responden pada kategori sedang
menuju tinggi yaitu sebesar 34.4 persen, dan presentase tingkat jaringan sosial
responden pada kategori tinggi yaitu sebesar 59.4 persen. Tingkat norma
responden yang berada pada kategori sedang menuju tinggi dikarenakan ketua
koperasi kurang bisa tegas dalam menghadapi responden-responden yang
terlambat membayar simpan pinjam sehingga hal tersebut yang membuat
responden terkadang menyepelekan pelanggaran yang dilakukan.
49
Tahap Perencanaan
Menurut Cohen dan Uphoff (1980), tahap perencanaan merupakan tahap
dalam pembentukan gagasan, perumusan dan penilaian opsi, dan membuat
penilaian terkait dengan hal tersebut, termasuk penyusunan rencana untuk
menempatkan opsi yang dipilih. Tahap perencanaan ini dilihat dari keterlibatan
responden dalam mengikuti rapat rutinan yang dilaksanakan setiap satu bulan satu
51
kali dan keaktifan responden selama mengikuti rapat. Jumlah dan presentase
responden tahap pembuatan keputusan tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24 Jumlah dan presentase responden tahap perencanaan tahun 2018
Tahap Perencanaan Jumlah (n) Presentase (%)
Rendah 9 28.1
Sedang 14 43.8
Tinggi 9 28.1
Total 32 100
Berdasarkan data pada Tabel 24, tingkat partisipasi responden pada tahap
perencanaan tergolong pada kategori sedang dengan jumlah responden 14 orang
atau 43.8 persen, sedangkan sisanya pada tingkat rendah dan tinggi berjumlah 9
orang atau 28.1 persen. Hal tersebut dikarenakan responden termasuk aktif dalam
menghadiri rapat rutinan, namun tidak selalu rapat rutinan tersebut dihadiri oleh
seluruh responden dikarenakan ada agenda lain yang lebih diprioritaskan oleh
responden, sehingga responden tersebut tidak bisa menghadiri rapat rutinan. Rapat
rutinan tersebut dilaksanakan setiap satu bulan sekali, biasanya di akhir bulan dan
dilaksanakan setelah sholat isyak.
“…Yo nek aku lagi lowong yo aku pesti teko kumpul mbak, yo sing
teko kumpul emang jumlahe gak tentu kadang mung 5 wong tok yo
tahu, kabeh teko kumpul yo tahu, setengah tok sing teko yo tahu. Sak
kobere anggota ngono iku mbak...” (ZQ, 55 tahun)
Artinya
“…Ya kalau saya lagi kosong ya saya pasti datang kumpul (rapat)
mbak, ya yang datang kumpul (rapat) emang jumlahnya nggak tentu
kadang 5 orang ya pernah, kadang datang semua ya pernah,
setengah yang datang ya pernah. Sebisanya anggota mbak kalau
kayak gitu…” (ZQ, 55 tahun)
“…wah ora usah ditakokke mbak, rak sah dikon ngomong ngono iku
wis langsung do ngomong dewe mbak, aktif anggota-anggota ki,
meskipun umure wis do tuo tapi yo jeh do aktif…” (NT, 63 tahun)
Artinya
“…wah nggak usah ditanya mbak, nggak disuruh ngomong aja udah
langsung pada ngomong sendiri mbak, aktif anggota-anggota ini,
52
Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan menurut Cohen dan Uphoff (1980) yaitu tahap di mana
masyarakat pedesaan dapat berpartisipasi dalam implementasi proyek. Tahap
pelaksanaan dapat dilihat dari keterlibatan responden dalam setiap kegiatan
koperasi, seperti kegiatan simpan pinjam, kegiatan pameran, kegiatan fashion
show di Desa Troso, dan keaktifan responden dalam penyebaran informasi yang
diperoleh. Selain itu, responden juga ikut serta membantu dalam program Desa
Wisata Troso. Jumlah dan presentase responden tahap pelaksanaan tahun 2018
dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25 Jumlah dan presentase responden tahap pelaksanaan tahun 2018
Tahap Pelaksanaan Jumlah (n) Presentase (%)
Rendah 8 25
Sedang 9 28.1
Tinggi 15 46.9
Total 32 100
Berdasarkan data pada Tabel 25, tingkat partisipasi responden pada tahap
pelaksanaan tergolong tinggi dengan presentase sebesar 46.9 persen atau 15
orang. Sisanya 28.1 persen atau 9 orang berada pada tingkat sedang, dan 25
persen atau 8 orang berada pada tingkat rendah. Tingginya tingkat partisipasi pada
tahap pelaksanaan dikarenakan responden aktif dalam melaksanakan setiap
kegiatan koperasi. Pada kegiatan simpan pinjam, responden aktif dalam
membayar simpanan wajib dan untuk simpanan sukarela responden juga
tergolong aktif meskipun tidak rutin dalam membayar simpanan sukarela.
Keterlambatan dalam membayar simpanan wajib hanya sekitar 3 bulan.
Responden juga cukup aktif dalam melakukan pinjaman, meskipun selama ini
yang menjadi permasalahan koperasi adalah keterlambatan responden dalam
membayar pinjaman. Keterlambatan tersebut juga bukan karena disengaja
melainkan karena kondisi dari responden yang belum mampu membayar
pinjaman. Responden juga aktif dalam membagikan informasi terkait pameran
kepada koperasi. Tingkat partisipasi responden pada tahap pelaksanaan juga
dilihat pada kegiatan pameran, responden termasuk aktif dalam mengikuti
kegiatan pameran karena kegiatan pameran tersebut juga akan memberikan
keuntungan bagi responden. Melalui kegiatan pameran, responden dapat
memperkenalkan sekaligus menjual kain tenun troso khas Jepara. Seperti pada
saat tahun 2017, koperasi mengikuti kegiatan pameran ke Malaysia, Thailand, dan
Brunei Darussalam, kegiatan tersebut merupakan bentuk kerjasama dengan pihak
Universitas Muria Kudus (UMK), pihak koperasi juga didampingi oleh pihak
UMK selama kegiatan pameran tersebut. Sebanyak 20 responden mengikuti
53
kegiatan pameran tersebut. Selain itu, di Desa Troso juga setiap bulan Juli
mengadakan kegiatan fashion show troso dan anggota koperasi ikut serta dalam
kegiatan tersebut.
koperasi memperoleh informasi dari pihak luar pasti akan dibagikan kepada
responden. Terkait dengan kegiatan simpan pinjam, responden yang aktif dalam
mengikuti simpan pinjam, maka akan memperoleh SHU yang lebih banyak
dibandingkan dengan responden yang kurang aktif. Responden yang jarang sekali
melakukan simpanan sukarela dan masih ada hutang pinjaman tentu SHU yang
didapatkan akan lebih kecil.
Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi yaitu tahap di mana dilakukannya proses peninjauan, orang
ingin tahu siapa yang berpartisipasi di dalamnya, seberapa berkesinambungan,
dan dengan kekuatan apa untuk mencapai tindakan atas saran dan sebagainya
(Cohen dan Uphoff, 1980). Tahap evaluasi pada responden dilihat dari
keterlibatan dan keaktifan responden dalam Rapat Akhir Tahun (RAT). Pada tabel
25 dapat dilihat bahwa tingkat partisipasi responden pada tahap evaluasi tergolong
pada kategori tinggi. Jumlah dan presentase responden tahap evaluasi tahun 2018
dapat dilihat pada Tabel 27.
55
Berdasarkan data pada Tabel 27, tingkat partisipasi responden yang berada
di tingkat rendah pada tahap evaluasi sebanyak 6 orang atau 18.8 persen, tingkat
sedang sebanyak 11 orang atau 34.4 persen, dan tingkat tinggi sebanyak 15 orang
atau 46.9 persen. Dapat dilihat bahwa tingkat partisipasi responden pada tahap
evaluasi tergolong tinggi. Hal tersebut dikarenakan pada saat RAT seluruh
responden diwajibkan hadir rapat. Rapat Akhir Tahun (RAT) tersebut membahas
seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan selama satu tahun ke belakang,
pendapatan yang diperoleh koperasi, pembagian SHU, dan evaluasi untuk
kegiatan di tahun yang akan datang. Responden yang memiliki tingkat partisipasi
tinggi pada tahap evaluasi yaitu responden yang aktif dalam memberikan
pendapat, kritik, dan saran untuk koperasi. Menurut penuturan ketua koperasi,
responden termasuk aktif selama rapat berlangsung, hanya saja mungkin masih
ada beberapa responden yang malu dalam menyampaikan pendapat.
“…Nek rapat akhir tahun yo melu mbak kan wajib, yo kan penting
juga yo selain entuk SHU yo bahas kiro-kiro koperasi selama iki
piye ngono. Nek pas rapat yo melu ngomong aku mbak, sekirane
kurange opo tak omongke, anggota-anggota liyo ki do aktif mbak
nek pas rapat…” (SP, 49 tahun)
Artinya
“…Kalau rapat akhir tahun ya ikut mbak kan wajib, ya kan penting
juga ya selain dapat SHU ya bahas kira-kira koperasi selama ini
gimana gitu. Kalau waktu rapat ya ikut ngomong aku mbak,
sekiranya kurangnya apa aku ngomong, anggota-anggota lain juga
pada aktif kalau waktu rapat…” (SP, 49 tahun)
Ikhtisar
Tingkat partisipasi responden dilihat dari keikutsertaan responden di setiap
empat tahapan partisipasi, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil,
dan evaluasi. Tingkat partisipasi responden berada pada kategori tinggi dengan
presentase sebesar 43.8 persen. Tingginya partisipasi dikarenakan pengurus
koperasi melibatkan seluruh responden dalam setiap kegiatan koperasi, selain itu
pengurus juga memberikan kebebasan bagi responden untuk memberikan
pendapat, kritik, serta saran. Koperasi Paguyuban Tenun Troso mengadakan dua
jenis rapat, yaitu rapat rutinan dan Rapat Akhir Tahun (RAT). Rapat rutinan
56
dilaksanakan setiap satu bulan sekali biasanya di akhir bulan dan setelah sholat
isyak. Rapat Akhir Tahun (RAT) dilaksanakan setiap satu tahun sekali di akhir
tahun dan seluruh anggota wajib menghadiri RAT.
Responden yang tidak hadir dalam rapat bukan karena kesengajaan, tetapi
jadwal rapat yang bentrok dengan urusan responden sehingga responden tidak
dapat hadir rapat. Bagi responden rapat merupakan sarana untuk berkumpul dan
bersilaturahmi dengan responden yang lain. Selain itu, responden juga merasakan
manfaat dengan bergabung menjadi anggota koperasi, manfaat yang didapatkan
seperti, memperoleh pinjaman modal, memperoleh informasi-informasi, bisa ikut
kegiatan pameran, memperoleh relasi juga. Namun, responden merasa koperasi
perlu mengadakan pelatihan untuk semua responden dan perlu ada kegiatan lain
yang juga bermanfaat bagi responden yang latar belakangnya sebagai pengrajin
sekaligus pengusaha kain tenun troso.
57
Tabel 28 Model regresi pengaruh modal sosial terhadap tingkat partisipasi tahun
2018
Tingkat Partisipasi
Modal Sosial B R R2 t P
38.138 .420 .177 2.538 .017
.273
Pada Tabel 28, konstanta pada nilai B sebesar 38,138 dan koefisien b
sebesar 0.273. Angka pada koefisien b adalah angka koefisien regresi yang
menunjukkan arah regresi dan menyatakan perubahan rata-rata variabel tingkat
partisipasi untuk setiap perubahan variabel modal sosial sebesar satu-satuan.
Perubahan ini merupakan penambahan jika koefisien b bertanda positif dan
penurunan jika koefisien b bertanda negatif. Persamaan regresi linear sederhana
sebagai berikut:
Y = 38.138 + 0.273X
oleh variabel lain yang tidak diteliti. Nilai t hitung pada tabel sebesar 2.538,
apabila nilai t hitung lebih besar daripada nilai t tabel, maka modal sosial
berpengaruh terhadap tingkat partisipasi. Nilai t tabel sebesar 2.042 sehingga nilai
t hitung lebih besar dari nilai t tabel. Hal tersebut mengandung arti bahwa modal
sosial berpengaruh terhadap tingkat partisipasi. Hasil tersebut juga didukung
dengan nilai signifikansi kurang dari 0.05 yaitu 0.017 dengan taraf kepercayaan
sebesar 95 persen yang menunjukkan bahwa secara statistik kekuatan modal sosial
berpengaruh terhadap tingkat partisipasi secara signifikan. Jumlah dan presentase
responden berdasarkan pengaruh tingkat modal sosial terhadap tingkat partisipasi
tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel 29.
Tabel 29 Jumlah dan presentase responden menurut pengaruh tingkat modal sosial
terhadap tingkat partisipasi tahun 2018
Tingkat Partisipasi
Tingkat Total
Rendah Sedang Tinggi
Modal
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Sosial
(n) (n) (n) (n)
Rendah 3 50 3 50 0 0 6 100.0
Sedang 6 50 4 33.3 2 16.7 12 100.0
Tinggi 0 0 2 14.3 12 85.7 14 100.0
“…Kita ngejalaninnya enak kan karena kita udah saling kenal udah
saling percaya jadi ya lebih gampang aja mbak, maksudnya ndak
perlu ada rasa ketar-ketir (was-was)…” (YN, 47 tahun).
apabila memperoleh informasi-informasi dari pihak luar. Selain itu baik dengan
ketua, pengurus, maupun responden lain terjalin hubungan baik, di mana hal
tersebut terlihat dari antar responden yang saling menyapa apabila bertemu,
terkadang juga antar responden berkumpul santai di luar rapat rutinan, dan juga
terlihat dari responden yang memiliki teman dekat untuk tempat berkeluh kesah.
Hal tersebut membuat responden merasa lebih santai dalam mengikuti setiap
kegiatan koperasi karena sifatnya yang kekeluargaan sehingga berpengaruh pada
aktifnya partisipasi responden.
…”Wah kalau sama anggota lain wis plek mbak, nek ketemu nyopo,
mesti iku, kadang yo kumpul2 jagong. Apik mbak hubungane karo
sing liyo yo nyatane selama iki rak ono sing selek, nek hubungane
apik kan enak mbak, dadi nglakoni kegiatan koperasi luweh santai
karena kekeluargaan ngono…” (RN, 51 tahun).
Artinya
…”Wah kalau sama anggota lain udah akrab mbak, kalau ketemu
menyapa, pasti itu, kadang ya kumpul-kumpul santai. Baik mbak
hubungannya sama yang lain ya nyatanya selama ini nggak ada
yang musuhan, kalau hubungannya baik kan enak mbak, jadi
ngejalani kegiatan koperasi lebih santai karena kekeluargaan
gitu…” (RN, 51 tahun).
Tabel 30 Model regresi pengaruh tiga dimensi modal sosial terhadap tingkat
partisipasi tahun 2018
Tingkat Partisipasi
Dimensi Modal Sosial
B R R2 t P
44.960
Kepercayaan .361 .130 2.117 .043
.627
58.126 .318 .101 1.835 .076
Norma
.464
43.868
Jaringan Sosial .358 .128 2.100 .044
.575
partisipasi yaitu sebesar 0.358 yang ditunjukkan pada nilai R. Tingkat jaringan
sosial memiliki pengaruh terhadap tingkat partisipasi sebesar 12.8 persen yang
ditunjukkan pada nilai R2, sedangkan sisanya 87.2 persen dipengaruhi oleh faktor
lain yang tidak diteliti. Nilai t hitung pada tingkat jaringan sosial yaitu sebesar
2.100 yang mana nilai tersebut lebih besar daripada nilai t tabel yaitu 2.042
sehingga mengandung arti bahwa tingkat jaringan sosial berpengaruh terhadap
tingkat partisipasi. Hasil tersebut juga dijelaskan pada nilai signifikansi yang
kurang dari 0.05 yaitu sebesar 0.44 dengan taraf kepercayaan 95 persen yang
berarti secara statistik tingkat jaringan sosial berpengaruh terhadap tingkat
partisipasi secara signifikan.
Berdasarkan tiga dimensi modal sosial tersebut, dapat dilihat bahwa
tingkat norma memiliki nilai koefisien regresi, nilai R, nilai R2, dan nilai t yang
lebih kecil daripada dimensi tingkat kepercayaan dan tingkat jaringan sosial.
Selain itu juga nilai signifikansi pada tingkat norma lebih besar dari 0.05,
sedangkan nilai signifikansi pada tingkat kepercayaan dan tingkat jaringan sosial
lebih kecil dari 0.05. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat norma tidak
berpengaruh terhadap tingkat partisipasi.
Berdasarkan Tabel 31, tingkat partisipasi yang tinggi tidak dimiliki oleh
responden dengan tingkat kepercayaan yang rendah. Sebaliknya responden yang
memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi memiliki tingkat partisipasi yang tinggi
juga. Tingkat partisipasi responden pada kategori tinggi dengan tingkat
62
Berdasarkan dari hasil uji regresi yang telah dilakukan, diperoleh hasil
bahwa nilai sig pengaruh tingkat kepercayaan terhadap tingkat partisipasi kurang
dari 0.05, yaitu 0.043 dengan taraf kepercayaan 95 persen. Hal tersebut
menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan berpengaruh terhadap tingkat partisipasi
secara signifikan. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan dari Faedlulloh (2015)
bahwa, trust merupakan unsur terpenting dalam suatu modal sosial. Apabila
pembangunan dalam segala aspek ingin berhasil, maka pembangunan tersebut
harus didasari oleh adanya trust.
“…Ya kalau udah percaya satu sama lain enak mbak, mau
ngejalanin kegiatan koperasi jadi lebih gampang…” (NN, 49 tahun)
Ikhtisar
Modal sosial responden memiliki pengaruh terhadap tingkat partisipasi
responden. Hal tersebut dibuktikan dari nilai signifikansi uji regresi linear modal
sosial terhadap tingkat partisipasi yang kurang dari 0.05, yaitu sebesar 0.017. Rasa
saling percaya di antara responden, saling tolong menolong, saling menghargai,
kemudahan responden memperoleh informasi, rasa kekeluargaan di antara
responden menjadikan responden nyaman dalam menjalankan kegiatan koperasi.
Modal sosial memiliki peran penting bagi keberlangsungan Koperasi
Paguyuban Tenun Troso karena tanpa adanya modal sosial maka partisipasi tidak
akan bisa berkembang. Tingginya modal sosial responden menjadikan tingkat
partisipasi responden juga tinggi. Partisipasi responden yang tinggi dapat
memunculkan semangat bersama responden untuk menjalankan kegiatan koperasi
sehingga Koperasi Paguyuban Tenun Troso dapat berjalan secara berkelanjutan.
67
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Koperasi Paguyuban Tenun
Troso, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Modal sosial tergolong pada kategori tinggi. Modal Sosial yang tinggi
tersebut dilihat dari tingginya tingkat kepercayaan dan tingkat jaringan
sosial, sementara tingkat norma anggota koperasi berada pada kategori
sedang menuju tinggi. Tingginya modal sosial anggota dikarenakan antar
anggota saling percaya, saling tolong menolong, saling memahami bahwa
setiap anggota memiliki kondisi yang berbeda-beda, hubungan yang
terjalin baik dengan semua anggota, serta kemudahan anggota dalam
memperoleh informasi.
2. Tingkat partisipasi tergolong tinggi. Tingkat partisipasi diperoleh dari 4
tahapan partisipasi, di antaranya tahap perencanaan, tahap pelaksanaan,
tahap menikmati hasil, dan tahap evaluasi. Tingkat partisipasi yang tinggi
dikarenakan tingginya tingkat partisipasi anggota koperasi pada tahap
perencanaan dan tahap evaluasi, sementara pada tahap pelaksanaan dan
tahap menikmati hasil berada pada kategori sedang.
3. Modal sosial anggota koperasi berpengaruh terhadap tingkat partisipasi.
Tingginya modal sosial anggota menjadikan tingkat partisipasi anggota
juga tinggi. Partisipasi anggota yang tinggi dapat memunculkan semangat
bersama anggota dalam menjalankan kegiatan koperasi sehingga Koperasi
Paguyuban Tenun Troso dapat berjalan secara berkelanjutan.
Saran
Adapun saran yang dapat diberikan merujuk pada hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://reposit
ory.ipb.ac.id/jspui/
Nagoro HSP. 2015. Pengaruh modal sosial terhadap tingkat keberhasilan program
CSR PT PERTAMINA INDRAMAYU [Skripsi] [Internet]. [diunduh 2018
Juli 4]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Dapat diunduh melalui:
https://repository.ipb.ac.id
Nasdian FT. 2014. Pengembangan Masyarakat. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka
Obor Indonesia.
Nurfitria N. 2011. Analisis perbedaan omzet penjualan berdasarkan jenis hajatan
dan waktu (studi pada Catering Sonokembang Semarang [Skripsi]
[Internet]. [diunduh 2018 Juli 3]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Dapat diunduh melalui: eprints.undip.ac.id
Ontorael, Sondakh, Lalolama. 2015. Pengaruh modal sosial masyarakat pedesaan
terhadap keberhasilan pembangunan desa di Kecamatan Pineleng
Kabupaten Minahasa [Internet]. [diunduh 2018 Juli 4]. Jurnal
Administrasi Publik. 2(029). Dapat diunduh melalui:
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/JAP/article/view/7755
Pranadji T. 2006. Penguatan modal sosial untuk pemberdayaan responden
pedesaan dalam pengelolaan agroekosistem lahan kering. Jurnal Agro
Ekonomi
Putnam RD. 1995. Bowling Alone: America’s declining social capital [Internet].
[diunduh 2018 April 4]. Journal of Demografi 6.1:65-78. Dapat diunduh
melalui:
https://www.google.co.id/url?url=http://cddrl.fsi.stanford.edu/sites/default/
files/robert_putnam_-_bowling_
Rogahang JJ, Thobias E, Tungka AK. 2013. Pengaruh modal sosial terhadap
perilaku kewirausahaan (suatu studi pada pelaku usaha mikro kecil
menengah di Kecamatan Kabaruan Kabupaten Kepulauan Talaud)
[Internet]. [diunduh 2018 Februari 15]. Jurnal ACTA DIURNA. Dapat
diunduh melalui:
https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://media.
neliti.com/media/
Safitri K. 2015. Struktur biaya dan pendapatan usaha tempe anggota dan non
anggota primer Koperasi Primer Tahu Tempe Indonesia Kota Bogor (studi
kasus Kelurahan Kedung Badak, Kecamatan Tanah Sereal, Kota Bogor)
[Skripsi] [Internet]. [diunduh 2018 Juli 3]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor. Dapat diunduh melalui: https://repository.ipb.ac.id
Sedana G. 2011. Modal sosial dalam agribisnis subak, kasus pada Koperasi Usaha
Agribisnis Terpadu Subak Guama, Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan
[Internet]. [diunduh 2018 Februari 15]. Jurnal dwijenAGRO. 2(1):1-10.
Dapat diunduh melalui:
https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://103.19.
229.34/index.php/dwijenagro/
Setiawaty S. 2011. Mengapa koperasi tidak berkembang dan maju secara
signifikan [Skripsi] [Internet]. [diunduh 2019 Januari 29]. Depok (ID):
72
77
78
6. Apakah dalam Koperasi Paguyuban Tenun Troso sering terjadi masalah? Jika
ya, bagaimana cara menyelesaikannya?
Correlations
K6 Pearson
1 1.000** .802** 1.000** .583 -.816** .816** 1.000** 1.000** 1.000** 1.000** 1.000** .991**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .005 .000 .077 .004 .004 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
K7 Pearson
1.000** 1 .802** 1.000** .583 -.816** .816** 1.000** 1.000** 1.000** 1.000** 1.000** .991**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .005 .000 .077 .004 .004 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
K8 Pearson
.802** .802** 1 .802** .356 -.655* .655* .802** .802** .802** .802** .802** .818**
Correlation
Sig. (2-tailed) .005 .005 .005 .312 .040 .040 .005 .005 .005 .005 .005 .004
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
K9 Pearson
1.000** 1.000** .802** 1 .583 -.816** .816** 1.000** 1.000** 1.000** 1.000** 1.000** .991**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000 .005 .077 .004 .004 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
K10 Pearson
.583 .583 .356 .583 1 -.408 .408 .583 .583 .583 .583 .583 .637*
Correlation
Sig. (2-tailed) .077 .077 .312 .077 .242 .242 .077 .077 .077 .077 .077 .048
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
K11 Pearson
-.816** -.816** -.655* -.816** -.408 1 -.600 -.816** -.816** -.816** -.816** -.816** -.759*
Correlation
Sig. (2-tailed) .004 .004 .040 .004 .242 .067 .004 .004 .004 .004 .004 .011
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
K12 Pearson
.816** .816** .655* .816** .408 -.600 1 .816** .816** .816** .816** .816** .845**
Correlation
Sig. (2-tailed) .004 .004 .040 .004 .242 .067 .004 .004 .004 .004 .004 .002
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
K13 Pearson
1.000** 1.000** .802** 1.000** .583 -.816** .816** 1 1.000** 1.000** 1.000** 1.000** .991**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000 .005 .000 .077 .004 .004 .000 .000 .000 .000 .000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
K14 Pearson
1.000** 1.000** .802** 1.000** .583 -.816** .816** 1.000** 1 1.000** 1.000** 1.000** .991**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000 .005 .000 .077 .004 .004 .000 .000 .000 .000 .000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
81
82
K15 Pearson
1.000** 1.000** .802** 1.000** .583 -.816** .816** 1.000** 1.000** 1 1.000** 1.000** .991**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000 .005 .000 .077 .004 .004 .000 .000 .000 .000 .000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
K16 Pearson
1.000** 1.000** .802** 1.000** .583 -.816** .816** 1.000** 1.000** 1.000** 1 1.000** .991**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000 .005 .000 .077 .004 .004 .000 .000 .000 .000 .000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
K17 Pearson
1.000** 1.000** .802** 1.000** .583 -.816** .816** 1.000** 1.000** 1.000** 1.000** 1 .991**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000 .005 .000 .077 .004 .004 .000 .000 .000 .000 .000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Tk. Pearson
.991** .991** .818** .991** .637* -.759* .845** .991** .991** .991** .991** .991** 1
Kep Correlation
erca Sig. (2-tailed)
.000 .000 .004 .000 .048 .011 .002 .000 .000 .000 .000 .000
yaa
N
n 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Cronbach's
Alpha N of Items
.944 12
Correlations
N18 N19 N20 N21 N22 N23 N24 N25 N26 N27 Tk.Norma
N18 Pearson
1 1.000** 1.000** .535 .764* .429 .535 .429 1.000** .535 .861**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000 .111 .010 .217 .111 .217 .000 .111 .001
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
N19 Pearson
1.000** 1 1.000** .535 .764* .429 .535 .429 1.000** .535 .861**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000 .111 .010 .217 .111 .217 .000 .111 .001
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
N20 Pearson
1.000** 1.000** 1 .535 .764* .429 .535 .429 1.000** .535 .861**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000 .111 .010 .217 .111 .217 .000 .111 .001
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
83
84
N21 Pearson
.535 .535 .535 1 .408 .802** 1.000** .802** .535 1.000** .869**
Correlation
Sig. (2-tailed) .111 .111 .111 .242 .005 .000 .005 .111 .000 .001
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
N22 Pearson
.764* .764* .764* .408 1 .327 .408 .327 .764* .408 .701*
Correlation
Sig. (2-tailed) .010 .010 .010 .242 .356 .242 .356 .010 .242 .024
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
N23 Pearson
.429 .429 .429 .802** .327 1 .802** 1.000** .429 .802** .782**
Correlation
Sig. (2-tailed) .217 .217 .217 .005 .356 .005 .000 .217 .005 .008
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
N24 Pearson
.535 .535 .535 1.000** .408 .802** 1 .802** .535 1.000** .869**
Correlation
Sig. (2-tailed) .111 .111 .111 .000 .242 .005 .005 .111 .000 .001
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
N25 Pearson
.429 .429 .429 .802** .327 1.000** .802** 1 .429 .802** .782**
Correlation
Sig. (2-tailed) .217 .217 .217 .005 .356 .000 .005 .217 .005 .008
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
N26 Pearson
1.000** 1.000** 1.000** .535 .764* .429 .535 .429 1 .535 .861**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .111 .010 .217 .111 .217 .111 .001
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
N27 Pearson
.535 .535 .535 1.000** .408 .802** 1.000** .802** .535 1 .869**
Correlation
Sig. (2-tailed) .111 .111 .111 .000 .242 .005 .000 .005 .111 .001
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Tk.Norma Pearson
.861** .861** .861** .869** .701* .782** .869** .782** .861** .869** 1
Correlation
Sig. (2-tailed) .001 .001 .001 .001 .024 .008 .001 .008 .001 .001
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.951 10
85
86
Correlations
J28 J29 J30 J31 J32 J33 J34 J35 J36 J37 J38 J39 J40 Tk.Jaringan_Sosial
J28 Pearson
1 1.000** .667* 1.000** 1.000** .667* .667* 1.000** .667* .509 1.000** 1.000** .667* .922**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .035 .000 .000 .035 .035 .000 .035 .133 .000 .000 .035 .000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
J29 Pearson
1.000** 1 .667* 1.000** 1.000** .667* .667* 1.000** .667* .509 1.000** 1.000** .667* .922**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .035 .000 .000 .035 .035 .000 .035 .133 .000 .000 .035 .000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
J30 Pearson
.667* .667* 1 .667* .667* .375 .375 .667* .375 .764* .667* .667* .375 .692*
Correlation
Sig. (2-tailed) .035 .035 .035 .035 .286 .286 .035 .286 .010 .035 .035 .286 .027
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
J31 Pearson
1.000** 1.000** .667* 1 1.000** .667* .667* 1.000** .667* .509 1.000** 1.000** .667* .922**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000 .035 .000 .035 .035 .000 .035 .133 .000 .000 .035 .000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
J32 Pearson
1.000** 1.000** .667* 1.000** 1 .667* .667* 1.000** .667* .509 1.000** 1.000** .667* .922**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000 .035 .000 .035 .035 .000 .035 .133 .000 .000 .035 .000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
J33 Pearson
.667* .667* .375 .667* .667* 1 1.000** .667* 1.000** .764* .667* .667* 1.000** .881**
Correlation
Sig. (2-tailed) .035 .035 .286 .035 .035 .000 .035 .000 .010 .035 .035 .000 .001
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
J34 Pearson
.667* .667* .375 .667* .667* 1.000** 1 .667* 1.000** .764* .667* .667* 1.000** .881**
Correlation
Sig. (2-tailed) .035 .035 .286 .035 .035 .000 .035 .000 .010 .035 .035 .000 .001
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
J35 Pearson
1.000** 1.000** .667* 1.000** 1.000** .667* .667* 1 .667* .509 1.000** 1.000** .667* .922**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000 .035 .000 .000 .035 .035 .035 .133 .000 .000 .035 .000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
J36 Pearson
.667* .667* .375 .667* .667* 1.000** 1.000** .667* 1 .764* .667* .667* 1.000** .881**
Correlation
Sig. (2-tailed) .035 .035 .286 .035 .035 .000 .000 .035 .010 .035 .035 .000 .001
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
87
88
J37 Pearson
.509 .509 .764* .509 .509 .764* .764* .509 .764* 1 .509 .509 .764* .769**
Correlation
Sig. (2-tailed) .133 .133 .010 .133 .133 .010 .010 .133 .010 .133 .133 .010 .009
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
J38 Pearson
1.000** 1.000** .667* 1.000** 1.000** .667* .667* 1.000** .667* .509 1 1.000** .667* .922**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000 .035 .000 .000 .035 .035 .000 .035 .133 .000 .035 .000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
J39 Pearson
1.000** 1.000** .667* 1.000** 1.000** .667* .667* 1.000** .667* .509 1.000** 1 .667* .922**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000 .035 .000 .000 .035 .035 .000 .035 .133 .000 .035 .000
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
J40 Pearson
.667* .667* .375 .667* .667* 1.000** 1.000** .667* 1.000** .764* .667* .667* 1 .881**
Correlation
Sig. (2-tailed) .035 .035 .286 .035 .035 .000 .000 .035 .000 .010 .035 .035 .001
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Tk.Jaring Pearson
.922** .922** .692* .922** .922** .881** .881** .922** .881** .769** .922** .922** .881** 1
an_Sosial Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000 .027 .000 .000 .001 .001 .000 .001 .009 .000 .000 .001
N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
**. Correlation is significant at the 0.01 level
(2-tailed).
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.971 13
Tahap Perencanaan
Correlations
N 10 10 10 10 10 10 10
N 10 10 10 10 10 10 10
89
90
Sig. (2-tailed) .000 .447 .030 .242 .545 .018
N 10 10 10 10 10 10 10
N 10 10 10 10 10 10 10
N 10 10 10 10 10 10 10
N 10 10 10 10 10 10 10
N 10 10 10 10 10 10 10
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.830 6
Tahap Pelaksanaan
Correlations
N 10 10 10 10 10 10
N 10 10 10 10 10 10
N 10 10 10 10 10 10
N 10 10 10 10 10 10
91
PN51 Pearson Correlation .408 .600 .302 .149 1 .590
92
Sig. (2-tailed) .242 .067 .397 .681 .072
N 10 10 10 10 10 10
N 10 10 10 10 10 10
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.830 5
Tahap Menikmati Hasil
Correlations
N 10 10 10 10 10 10
N 10 10 10 10 10 10
N 10 10 10 10 10 10
N 10 10 10 10 10 10
N 10 10 10 10 10 10
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.824 5
93
94
Tahap Evaluasi
Correlations
N 10 10 10 10 10 10 10
N 10 10 10 10 10 10 10
N 10 10 10 10 10 10 10
N 10 10 10 10 10 10 10
N 10 10 10 10 10 10 10
N 10 10 10 10 10 10 10
N 10 10 10 10 10 10 10
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.746 7
95
96
Model Summary
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model Summary
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model Summary
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Uji Regresi Linear Modal Sosial terhadap Tingkat Partisipasi Responden Anggota
Koperasi Paguyuban Tenun Troso
Model Summary
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
“…Dadi sejarahe ngene mbak, Desa Troso iki awale durung ono
koperasi, onone mung perkumpulan, yo kui Paguyuban Tenun Troso.
Jenenge wae paguyuban yo guyub, kumpul bareng karo pengrajin-
pengrajin troso mbak. Yo paguyuban kui gawe wadah silaturahmi,
jagong-jagong biasane yo ngomongke troso, kiro-kiro ono sing duwe
info harga, pasar, utowo pameran opo ora. Yo saling berbagi
informasi ngono mbak. Nah amergo paguyuban iki yo ora lembaga
resmi, pemerintah ndung ora iso ngewenehi bantuan, lha pemerintah
dewe ki yo mengharapkan supoyo paguyuban iki digawe lembaga
resmi, semisal koperasi. Dadi nek ono bantuan iso disalurke ning
koperasi ngono mbak. Nah terus tahun 2008 didirikanlah koperasi.
Pada saat itu anggotanya baru 20 mbak. Terus pada tahun 2010
naik menjadi 45 orang. Nah, pas tahun 2010 iku, koperasi sempet
mandek amergo ketuane meninggal. Tapi di tahun 2010 itu juga
akhire dilanjutke maneh koperasine yo pergantian ketua kan berarti.
Nah suwe2 anggotane berkurang mbak, yo ono sing meninggal, ono
sing wis rak iso nglanjutke maneh ngurusi koperasi, akhire
berkurang dadi 32 nganti saiki. Yo anggotane emang sebagian besar
wis do tuo2 mbak...” (NT, 65 tahun)
Artinya
“…Jadi sejarahnya gini mbak, Desa Troso itu awalnya belum punya
koperasi, adanya Cuma perkumpulan, ya itu Paguyuban Tenun
Troso. Namanya aja paguyuban ya guyub, kumpul bersama dengan
pengrajin-pengrajin troso mbak. Ya paguyuban itu buat wadah
silaturahmu, ngobrol-ngobrol biasanya ngomongin troso, kira-kira
ada yang punya info harga, pasar, atau pameran apa nggak. Ya
saling berbagi informasi gitu mbak. Nah karena paguyuban ini
bukan lembaga resmi, pemerintah jadi nggak bisa ngasih bantuan,
99
Antar anggota koperasi sudah saling mengenal satu sama lain, lokasi
rumah anggota yang berada satu desa dan jarak antar rumah yang berdekatan
membuat anggota cukup sering bertemu dan bertatap muka. Interaksi yang sudah
terjalin sejak lama menumbuhkan rasa saling percaya di antara anggota. Tanpa
adanya rasa saling percaya, antar anggota tidak akan saling tolong menolong.
Selain itu, anggota lain yang tidak pernah merugikan sesama anggota atau pun
koperasi juga membuat anggota merasa percaya. Rasa saling percaya juga
membuat responden mau bekerja sama dalam menjalankan kegiatan koperasi. Hal
tersebut yang menjadikan tingkat kepercayaan responden anggota Koperasi
Paguyuban Tenun Troso tinggi.
“…Yo wis kenal wis suwi yo dadi percoyo mbak. Yo nyatane sampe
saiki gak ono sing aneh2, kasarane ora ono sing nganti gowo lungo
duwit koperasi. Tonggonan e mbak piye rak do kenal. Nek misal
ngono iku ono sing lagi kesusahan yo dibantu, ngono iku nek ono
sing nyileh duwit sekirane aku iso nulungi yo tak tulungi mbak.
Jenenge wong usaha kan yo kadang ning duwur kadang ning ngisor
si mbak, ora tentu. Nek urusan koperasi yo aku si selama iki percoyo
wae mbak lek anggota do jujur misale entuk info pameran tah opo
yo ora ndung munine rak duwe padahal duwe. Karo pengurus podo
wae yo percoyo nek misal bagi SHU ki adil. Kan ngene si mbak, iki
kan paguyuban biyen yo bareng2, saiki dadi koperasi ya nek sing
ngelakoni wong siji tok yo rak mlaku mbak. Yo nek ono peraturane
yo ayo do bareng2 dilakoni ngono…” (MH, 57 tahun)
Artinya
“…Ya udah kenal udah lama ya jadi percaya mbak. Ya nyatanya
sampai sekarang nggak ada yang aneh2, kasarannya nggak ada
yang sampe bawa pergi uang koperasi. Tetanggaan gimana nggak
saling kenal. Kalau misal ada yang lagi kesusahan ya dibantu, kalau
100
ada yang minjem uang sekiranya aku bisa bantu ya tak bantu mbak.
Namanya orang usaha kan ya kadang di atas kadang di bawah si
mbak, nggak tentu. Kalau urusan koperasi ya aku si selama ini
percaya aja mbak kalau anggota itu pada jujur, misalnya dapet infor
pameran atau apa ya nggak jadi bilangnya nggak punya padahal
punya. Sama pengurusnya juga percaya kalau misal bagi SHU itu
adil. Kan gini si mbak, ini kan paguyuban dulu ya bareng2,
sekarang jadi koperasi ya kalau yang ngejalanin satu orang saja ya
nggak jalan mbak. Ya kalau ada peraturannya ayo bareng2
dilakukan gitu…” (MH, 57 tahun)
“…Yo koperasi iki kan memang ono aturane mbak ono SOP ne, tapi
yo pelaksanaanya luweh dipaske karo kondisi mbak. Aku wong rak
patek isonan, jadi kulo niku nek waktu kegiatan yo kadang teges,
tapi ketika menyangkut bayar pinjaman agak lumayan luntur, gak
tegel, jadi nek orang itu wis rak iso bayar iku yowis rapopo diwei
kelonggaran padahal itu aturan main juga ada, tp atiku iku kurang
galak kurang mentolo, sehingga kurang tertib, pembayarannya njuk
mundar mundur. Piye yo mbak ngono iku yo emang roto2 do rak iso
bayar yo pancen lagek rak duwe duwet, yo kadang nek aku iso
ngewangi yo tak ewangi mbak…” (NT, 65 tahun).
Artinya
“…Ya koperasi ini kan memang ada aturannya mbak ada SOPnya,
tapi ya pelaksanaanya lebih disesuaikan dengan kondisi mbak. Saya
orangnya itu nggak terlalu bisaan, jadi saya itu kalau waktu
kegiatan kadang tegas, tapi ketika menyangkut bayar pinjaman agak
lumayan luntur, gak tega, jadi kalau orang itu udah nggak bisa
bayar itu yaudah nggakpapa dikasih kelonggaran waktu, padahal itu
101
aturan main juga ada, tapi hatiku kurang bisa tegas, sehigga kurang
tertib, pembayaran jadi mundur. Gimana ya mbak kayak gitu, ya
emang rata2 pada nggak bisa bayar memang lagi nggak punya
uang, ya kadang kalau saya bisa bantuk ya tak bantu mbak…” (NT,
65 tahun).
Selain itu, setiap anggota memiliki mitra kerja sendiri. Apabila anggota
mendapatkan informasi dari pihak mitra kerjanya dan mungkin bermanfaat bagi
anggota lain di koperasi, maka informasi tersebut akan dibagikan dengan pihak
koperasi.
“…Nah tiap orang ki mesti punya mitra kerja mbak, wong jenenge
usaha ya relasi itu penting. Nah nek misal entuk info-info soko mitra
ne dan nek misal iku bermanfaat gawe anggota-anggota liyo
biasanya dibagi mbak ngono iku ning koperasi…” (SP, 49 tahun).
Artinya
“…Nah tiap orang pasti punya mitra kerja mbak, orang namanya
usaha ya relasi itu penting. Nah kalau misal dapet info-info dari
102
Koperasi Paguyuban Tenun Troso mengadakan dua jenis rapat, yaitu rapat
rutinan dan rapat akhir tahun. Rapat rutinan dilaksanakan setiap satu bulan sekali,
biasanya di akhir bulan dan dilaksanakan setelah sholat isyak. Rapat akhir tahun
tentu dilaksanakan di akhir tahun dan seluruh anggota koperasi diwajibkan hadir
rapat tersebut. Menurut ketua koperasi, anggota koperasi termasuk aktif ketika
rapat. Ketua dan pengurus koperasi selalu melibatkan anggota dalam setiap
kegiatatan koperasi termasuk rapat. Ketua dan pengurus memberikan kebebasan
bagi anggota untuk memberikan pendapat, kritik, dan saran.
“…Koperasi iku ngadakke rapat rutinan mbak tiap bulan sekali
biasane ning akhir bulan terus dilaksanakke ba’da isyak. Soale nek
esuk utowo awan yo pesti kan do kerjo mbak. Iki diadakke bengi tah
kadang ono sing do ijek sibuk mbak. Rapat akhir tahun juga mbak,
nek rapat akhir tahun diwajibkan anggota hadir semua, kan
ngevaluasi selama setahun iki koperasi kepiye karo pembagian
SHU. Nek ono rapat wong2 ki do kumpul teko mbak, aktif, nanging
yo iku mau, yo kadang iseh ono urusan karo dodolane dadi yo rak
iso teko. Selama rapat, wah malah ketuane kalah, do aktif-aktif
mbak. Jadi sebagai pengurus mempersilakan opo sih karepmu,
membebaskan mbak, terbuka…” (NT, 65 tahun).
Artinya
“…Koperasi itu mengadakan rapat rutinan mbak tiap bulan sekali
biasanya di akhir bulan terus dilaksanakan setelah isyak. Soalnya
kalau pagi atau siang ya pasti pada kerja mbak. Ini diadakan malam
saja kadang masih ada yang sibuk mbak. Rapat akhir tahun juga
mbak, kalau rapat akhir tahun diwajibkan anggota hadir semua, kan
103
untuk mengelola, misal ngko nek disauri utang do rak bayar ngono
iku rodok angel mbak. Sempat ditawarin lembaga penjamin (LPDB)
gitu dan itu diperuntukan untuk lembaga terutama koperasi, pada
saat itu ditawarin kalau mungkin itu diteliti dan kalau mungkin itu
diberi bantuan itu sampai satu setengah milyar, tp dari kami2
sendiri sebagai pengelola ada keragu2an sehingga wis opo anane
ngene iki, tidak ada keberanian…” (NT, 65 tahun)
Harapan seluruh anggota koperasi, koperasi ini bisa lebih maju dan
memberikan banyak manfaat bagi seluruh anggota koperasi. Selain itu juga,
seluruh anggota koperasi berharap semoga Koperasi Paguyuban Tenun Troso
dapat terus berjalan. Regenerasi anggota diperlukan untuk bisa melanjutkan
koperasi, namun kendala yang dihadapi adalah sulitnya mengajak anak muda
untuk bergabung dalam koperasi.
105
Gambar 5. Plang Koperasi Paguyuban Tenun Troso Gambar 6. Usaha Tenun Troso
Responden
Gambar 11. Wawancara dengan Responden Gambar 12. Usaha Tenun Troso Responden
109
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Novi Ariani Herbawanti yang akrab dipanggil Vivi, lahir
pada tanggal 12 November 1997 di Jepara, Jawa Tengah. Penulis adalah anak ke
dua dari dua bersaudara, pasangan suami istri Hery Purwanto dan Ambar Sri
Hastuti. Penulis memiliki satu kakak laki-laki bernama Kemal Eko Prasetyo
Hardiansyah. Penulis menamatkan pendidikan di Sekolah Dasar Al-Islam Jepara
pada tahun 2009, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Jepara pada tahun 2012,
dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Jepara pada tahun 2015. Saat ini penulis
mengambil studi S1 di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama di
bangku perkuliahan penulis pernah mengikuti kepanitiaan MPKMB di Divisi PJK
pada tahun 2016, kepanitiaan ESPENT di Divisi Perlombaan Seni pada tahun
2017, anggota SAMISAENA di Divisi Pengembangan Masyarakat pada tahun
2017, dan menjadi anggota HIMASIERA di Divisi Jurnalistik pada tahun 2018.
Selain di lingkungan kampus, di luar kampus penulis juga tergabung dalam
jurnalis muda di GenSINDO Koran SINDO.