Anda di halaman 1dari 131

PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TINGKAT

PARTISIPASI ANGGOTA KOPERASI


(Kasus: Koperasi Paguyuban Tenun Troso, Desa Troso, Kecamatan
Pecangaan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah)

NOVI ARIANI HERBAWANTI


I34150025

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN


MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2019
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “PENGARUH MODAL
SOSIAL TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI ANGGOTA KOPERASI
(KASUS: KOPERASI PAGUYUBAN TENUN TROSO, DESA TROSO,
KECAMATAN PECANGAAN, KABUPATEN JEPARA, JAWA
TENGAH)” adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing
yang belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari pustaka yang diterbitkan
atau tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam naskah dan
dicantumkan dalam daftar pustaka. Demikian pernyataan ini saya tulis dengan
sesungguhnya dan saya bersedia bertanggung jawab atas pernyataan ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis ini kepada Institut Pertanian
Bogor.

Bogor, Februari 2019

Novi Ariani Herbawanti


NIM. I34150025
ABSTRAK
NOVI ARIANI HERBAWANTI. Pengaruh Modal Sosial terhadap Tingkat
Partisipasi Anggota Koperasi (Kasus: Koperasi Paguyuban Tenun Troso, Desa
Troso, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah). Dibimbing oleh
MURDIANTO.
Keberhasilan suatu koperasi salah satunya sangat ditentukan oleh tingkat
partisipasi anggota koperasi. Namun, partisipasi baru dapat berkembang apabila
ditunjang dengan adanya modal sosial yang dimiliki oleh anggota koperasi. Modal
sosial menjadi faktor penting dalam mendorong partisipasi anggota koperasi. Oleh
karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis modal sosial anggota
koperasi; menganalisis tingkat partisipasi anggota koperasi; dan menganalisis
pengaruh modal sosial terhadap tingkat partisipasi anggota koperasi. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa modal sosial dan tingkat partisipasi anggota
koperasi berada pada kategori tinggi, dan modal sosial berpengaruh terhadap
tingkat partisipasi. Tingginya modal sosial anggota koperasi menjadikan tingkat
partisipasi anggota juga tinggi sehingga koperasi dapat berjalan secara
berkelanjutan.
Kata kunci: koperasi, modal sosial, partisipasi

ABSTRACT
NOVI ARIANI HERBAWANTI. The Influence of Social Capital towards the
Participation Level of Cooperative Member (Case: Koperasi Paguyuban Tenun
Troso, Troso Village, Pecangaan Sub-district, Jepara District, Central Java).
Supervised by MURDIANTO.
Cooperative is a social organization that has its own characteristic that is
operated based on the cooperation among its members. The success of
Cooperative one of them is determined by the participation level of cooperative
member. But, participation can develop if supported by the existence of social
capital owned by cooperative member. Social capital becomes an important
factor in encouraging the participation of cooperative member. Therefore, this
research aims to analyse the social capital of cooperative members; analyse the
participation level of cooperative members; and analyze the influence of social
capital towards the participation level of cooperative members. This research
uses quantitative approach supported by qualitative data. The result of this study
indicate that social capital and participation level rates are in the high category,
and the social capital and level participation has an effect on the level of
participation. The high social capital of cooperative members makes the level of
participation members also high so that cooperative can run sustainably.

Keywords: cooperative, social capital, participation


PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI
ANGGOTA KOPERASI
(Kasus: Koperasi Paguyuban Tenun Troso, Desa Troso, Kecamatan
Pecangaan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah)

Oleh

NOVI ARIANI HERBAWANTI


I34150025

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2019
Judul : Pengaruh Modal Sosial terhadap Tingkat Partisipasi
Anggota Koperasi (Kasus: Koperasi Paguyuban Tenun
Troso, Desa Troso, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten
Jepara, Jawa Tengah)
Nama Mahasiswa : Novi Ariani Herbawanti
NIM : I34150025

Disetujui oleh,
Dosen Pembimbing

Ir Murdianto, M.Si
NIP. 196307291992031001

Diketahui oleh,
Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

Dr Ir Arya Hadi Dharmawan, M.Sc. Agr.


NIP. 196309141990031002

Tanggal Pengesahan:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pengaruh Modal Sosial terhadap Tingkat Partisipasi
Anggota Koperasi Paguyuban Tenun Troso”. Penulis menyadari bahwa penyusunan
skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat
digunakan dalam penyusunan laporan atau makalah-makalah selanjutnya. Penulis
juga memohon maaf apabila dalam penulisan masih terdapat kesalahan pengetikan
maupun kekeliruan pengutipan sehingga membingungkan pembaca. Pada kesempatan
ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Ir Murdianto, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
saran dan masukan selama proses penulisan skripsi ini;
2. Bapak Hery Purwanto dan Ibu Ambar Sri Hastuti selaku orang tua dan
kakak tercinta Kemal Eko Prasetyo Hardiansyah yang selalu mendoakan,
memberikan dukungan, kepercayaan, dan kasih sayang kepada penulis;
3. M. Ni’amil Faiz yang selalu memberikan bantuan, semangat, dan dukungan
kepada penulis;
4. Bapak Sunarto selaku Ketua Koperasi Paguyuban Tenun Troso, Bapak
Abdul Basir selaku Kepala Desa Troso, serta anggota-anggota Koperasi
Paguyuban Tenun Troso yang telah bersedia membantu penulis dalam
pengumpulan data;
5. Mas Asrofi yang bersedia mendampingi penulis untuk bertemu dengan
seluruh anggota Koperasi Paguyuban Tenun Troso;
6. Tika alias mbak bro (teman SMA) yang selalu setia menemani penulis saat
pengambilan data lapang;
7. Teman seperbimbingan (Husnul, Hendiri, Riana) yang selalu membantu
dan memberikan semangat kepada penulis
8. Keluarga Kos Nurjannah (Mak Epoy, Mak Atun, Emeng, Mbak Siris, Mak
Kos Inta, Huning, dan yang lainnya) yang selalu membantu,
menyemangati, memberikan asupan makanan dan minuman, serta keluarga
Omda Imagora yang memberikan dukungan kepada penulis;
9. Sahabat Solihah Lemes (Tri Rakhmawati, Nisrina Khoirunnisa, Nova
Nurmala, Salsabila, dan Rona Aulia) yang selalu membantu, menghibur,
memberikan semangat, dukungan, serta cinta kepada penulis;
10. Mbak Meli yang selalu membantu penulis jika penulis bertanya terkait
dengan penelitian dan penulisan skripsi;
11. Teman-teman seperjuangan SKPM 52 yang telah mengisi dunia
perkuliahan penulis dan selalu memberikan dukungan kepada penulis.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Februari 2019

Novi Ariani Herbawanti


NIM. I3450025
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vii


DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 4
PENDEKATAN TEORITIS 5
Tinjauan Pustaka 5
Koperasi 5
Partisipasi 7
Modal Sosial 8
Tipologi Modal Sosial 9
Dimensi Modal Sosial 10
Pengaruh Modal Sosial terhadap Tingkat Partisipasi 12
Kerangka Penelitian 13
Hipotesis Penelitian 15
METODOLOGI PENELITIAN 17
Metode Penelitian 17
Lokasi dan Waktu Penelitian 17
Teknik Penentuan Informan dan Responden 17
Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data 18
Teknik Pengolahan dan Analisis Data 19
Definisi Operasional 20
Modal Sosial 20
Tingkat Partisipasi 21
GAMBARAN UMUM 23
Gambaran Umum Desa Troso 23
Kondisi Geografis Desa Troso 23
Kondisi Demografis Desa Troso 23
Kondisi Sosial Ekonomi 24
Sarana dan Prasarana 25
Ikhtisar 27
Gambaran Umum Koperasi Paguyuban Tenun Troso 27
Sejarah Koperasi Paguyuban Tenun Troso 27
Profil Koperasi Paguyuban Tenun Troso 28
Sistem Simpan Pinjam 29
Keaktifan Anggota 30
Status Keanggotaan 31
Ikhtisar 31
KARAKTERISTIK RESPONDEN 33
Usia 33
Jenis Kelamin 33
Pendidikan Terakhir 34
Pengalaman sebagai Pengrajin Tenun Troso 34
Omzet Pengrajin Tenun Troso 35
Ikhtisar 36
MODAL SOSIAL RESPONDEN PENELITIAN DALAM KOPERASI
PAGUYUBAN TENUN TROSO 37
Tingkat Kepercayaan 39
Tingkat Norma 42
Tingkat Jaringan Sosial 45
Ikhtisar 47
TINGKAT PARTISIPASI RESPONDEN PENELITIAN DALAM KOPERASI
PAGUYUBAN TENUN TROSO 49
Tahap Pembuatan Keputusan 50
Tahap Penerapan Keputusan 52
Tahap Penikmatan Hasil 53
Tahap Evaluasi 54
Ikhtisar 55
PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI
RESPONDEN PENELITIAN DALAM KOPERASI PAGUYUBAN TENUN
TROSO 57
Pengaruh Tingkat Kepercayaan terhadap Tingkat Partisipasi Responden 61
Pengaruh Tingkat Norma terhadap Tingkat Partisipasi Responden 62
Pengaruh Tingkat Jaringan Sosial terhadap Tingkat Partisipasi Responden 64
Ikhtisar 66
PENUTUP 67
Simpulan 67
Saran 67
DAFTAR PUSTAKA 67
LAMPIRAN 73
RIWAYAT HIDUP 109
DAFTAR TABEL

1 Definisi operasional modal sosial 20


2 Definisi operasional modal sosial (Lanjutan) 21
3 Definisi operasional tingkat partisipasi 22
4 Jumlah penduduk Desa Troso menurut tingkat pendidikan tahun 2016 23
5 Jumlah penduduk Desa Troso menurut agama tahun 2016 24
6 Jumlah penduduk Desa Troso menurut sektor mata pencaharian tahun 2016 25
7 Jumlah sarana dan prasarana pendidikan di Desa Troso tahun 2016 26
8 Jumlah sarana dan prasana keagamaan di Desa Troso tahun 2016 26
9 Struktur organisasi Koperasi Paguyuban Tenun Troso tahun 2018 28
10 Jumlah dan presentase responden menurut usia tahun 2018 33
11 Jumlah dan presentase responden menurut jenis kelamin tahun 2018 33
12 Jumlah dan presentase responden menurut pendidikan terakhir tahun 2018 34
13 Jumlah dan presentase responden menurut lama menjadi pengrajin tenun
troso tahun 2018 35
14 Jumlah dan presentase responden menurut omzet sebagai pengrajin tenun
troso tahun 2018 35
15 Jumlah dan presentase responden menurut tingkat modal sosial tahun 2018 37
16 Jumlah dan presentase responden menurut masing-masing dimensi modal
tahun 2018 38
17 Jumlah dan presentase responden menurut tingkat kepercayaan tahun 2018 39
18 Jumlah dan presentase responden menurut tingkat norma tahun 2018 42
19 Peraturan AD/ART Koperasi Paguyuban Tenun Troso 42
20 Peraturan AD/ART Koperasi Paguyuban Tenun Troso (Lanjutan) 43
21 Jumlah dan presentase responden menurut tingkat jaringan sosial tahun
2018 45
22 Jumlah dan presentase responden menurut tingkat partisipasi tahun 2018 49
23 Jumlah dan presentase responden menurut empat tahapan partisipasi tahun
2018 50
24 Jumlah dan presentase responden tahap perencanaan tahun 2018 51
25 Jumlah dan presentase responden tahap pelaksanaan tahun 2018 52
26 Jumlah dan presentase responden tahap menikmati hasil tahun 2018 53
27 Jumlah dan presentase responden tahap evaluasi tahun 2018 55
28 Model regresi pengaruh modal sosial terhadap tingkat partisipasi tahun 2018 57
29 Jumlah dan presentase responden menurut pengaruh tingkat modal sosial
terhadap tingkat partisipasi tahun 2018 58
30 Model regresi pengaruh tiga dimensi modal sosial terhadap tingkat
partisipasi tahun 2018 60
31 Jumlah dan presentase responden menurut pengaruh tingkat kepercayaan
terhadap tingkat partisipasi tahun 2018 61
32 Jumlah dan presentase responden menurut pengaruh tingkat norma terhadap
tingkat partisipasi tahun 2018 63
33 Jumlah dan presentase responden menurut pengaruh tingkat jaringan sosial
terhadap tingkat partisipasi responden tahun 2018 65

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran pengaruh modal sosial terhadap tingkat partisipasi 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta Desa Troso, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah 75


2 Kerangka sampling 76
3 Jadwal penelitian 77
4 Panduan pertanyaan wawancara mendalam 78
5 Hasil uji validitas dan reliabilitas 80
6 Hasil uji regresi linear sederhana 96
7 Tulisan tematik 98
8 Dokumentasi penelitian 105
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kondisi ekonomi di Indonesia belum dapat dikatakan telah mencapai suatu
keberhasilan, hal tersebut dikarenakan masih adanya kesenjangan ekonomi yang
tinggi. Berdasarkan survei lembaga keuangan Swiss, ketimpangan ekonomi
Indonesia berada di peringkat 4 (Widyanita, 2017). Hal tersebut diperkuat dengan
data dari BPS (2017), bahwa Gini Rasio Indonesia pada tahun 2017 masih cukup
tinggi, sebesar 0,391. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi
permasalahan ekonomi yang terjadi adalah dengan memperkuat sistem
perekonomian yang ada di Indonesia. Menurut Sugiastini dan Yuliarmi (2015),
kekuatan sistem perekonomian di Indonesia terletak pada tiga pelaku utama, yaitu
perusahaan negara (BUMN), perusahaan swasta (BUMS), dan koperasi. Koperasi
merupakan salah satu kekuatan sistem perekonomian Indonesia yang
berlandaskan prinsip kekeluargaan. Perkoperasian Indonesia telah diamanatkan di
dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 1 yang menempatkan koperasi
sebagai sokoguru perekonomian nasional.
Peran koperasi dalam perekonomian Indonesia dapat dilihat dari
kedudukannya sebagai salah satu pemain utama dalam kegiatan ekonomi yang
memberikan pengaruh terhadap berbagai sektor seperti, penyedia lapangan kerja,
pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan
masyarakat, pencipta pasar baru, dan berperan dalam menjaga neraca pembayaran
melalui kegiatan ekspor (Munigar, 2009). Walaupun keberadaan koperasi diakui
sebagai sokoguru perekonomian Indonesia, namun dalam praktiknya keadaan
koperasi tidak lebih maju dibandingkan dengan badan usaha lainnya.
Permasalahan utama koperasi di Indonesia yaitu rendahnya tingkat partisipasi
anggota dalam proses pengembangan kegiatan, minimnya kualitas dan kuantitas
SDM, akses pasar, akses kelembagaan, akses pembiayaan dan informasi, serta
penggunaan teknologi tepat guna (Setiawaty, 2011). Secara umum, kegagalan
pembangunan yang terjadi di Indonesia tidak hanya dilihat dari adanya
kesenjangan ekonomi yang terjadi, melainkan karena pembangunan tersebut
hanya berorientasi pada ekonomi. Menurut Faedlulloh (2015), pembangunan
yang hanya berorientasi pada ekonomi akan lumpuh dengan sendirinya. Apabila
pemerintah menyertakan modal ekonomi sebagai senjata utama, tanpa
memperhatikan hal lain di luar itu, maka dapat mendistorsi kepercayaan
masyarakat tentang kekuatan kolektivitas sosial.
Keberhasilan pembangunan di Indonesia juga dapat dilihat dari
berkembangnya potensi yang dimiliki oleh berbagai daerah di Indonesia. Salah
satu daerah di Indonesia yang memiliki banyak potensi yang dapat dikembangkan
adalah Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Kabupaten Jepara memiliki potensi yang
dapat dikembangkan, salah satunya yaitu potensi industri. Industri yang
2

berkembang di Kabupaten Jepara, selain meubel adalah industri tenun ikat troso.
Berdasarkan data BPS Kabupaten Jepara (2017), jumlah unit usaha tenun ikat
troso meningkat dari tahun 2010 sampai 2016 dengan peningkatan jumlah unit
usaha sebesar 411 unit usaha. Sentra industri tenun ikat troso berada di Desa
Troso dengan mayoritas penduduknya yang menjadi pengrajin kain tenun ikat
troso. Perkembangan industri tenun ikat troso meningkat setiap tahun dilihat dari
peningkatan tenaga kerja, jumlah unit usaha, volume produksi, dan nilai
produksinya (Faiz, 2017). Perkembangan industri tenun ikat troso juga disertai
dengan peningkatan permintaan kain tenun ikat troso. Semakin berkembangnya
unit usaha tenun ikat troso sehingga diperlukan lembaga, seperti koperasi yang
dapat meningkatkan nilai tenun ikat troso dan taraf ekonomi pengrajin.
Berdasarkan hal tersebut kemudian pada tahun 2008 didirikan Koperasi
Paguyuban Tenun Troso. Koperasi Paguyuban Tenun Troso merupakan satu-
satunya koperasi yang menaungi para pengrajin tenun troso di Jepara. Selain itu
koperasi ini juga sering mengikuti kegiatan-kegiatan pameran, kegiatan fashion
show, dan dipercayakan oleh pemerintah Desa Troso untuk terlibat dalam
program desa wisata troso. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan koperasi tidak lepas
dari peran dan kerjasama anggota sehingga dalam hal ini peneliti ingin
menganalisis modal sosial dan partisipasi dari anggota koperasi, serta pengaruh
modal sosial terhadap partisipasi anggota. Oleh karena itu, berdasarkan hal
tersebut, penting untuk dilakukan penelitian mengenai bagaimana pengaruh
modal sosial terhadap tingkat partisipasi anggota Koperasi Paguyuban
Tenun Troso, Desa Troso, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara, Jawa
Tengah?
Rumusan Masalah
Koperasi Paguyuban Tenun Troso adalah koperasi yang menaungi pengrajin
tenun troso. Koperasi Paguyuban Tenun Troso sudah berjalan sekitar 10 tahun
yang memiliki tujuan memajukan kesejahteraan anggota dengan menyatukan dan
mewadahi anggota (pengrajin tenun troso) agar mudah dalam mengakses
informasi-informasi dan permodalan usaha kain tenun troso. Berdasarkan hal
tersebut untuk menjaga eksistensi dan mencapai tujuan koperasi, maka harus ada
kerjasama dari setiap anggota dalam menjalankan kegiatan koperasi. Kerjasama
yang ada dalam Koperasi Paguyuban Tenun Troso merupakan suatu bentuk modal
sosial anggota Koperasi Paguyuban Tenun Troso. Hasbullah (2006)
mendefinisikan modal sosial sebagai segala hal yang berkaitan dengan kerjasama
dalam suatu kelompok masyarakat untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik,
ditopang oleh unsur-unsur utamanya yakni kepercayaan, ketimbal-balikan, dan
aturan-aturan kolektif. Oleh karena itu penting untuk menganalisi bagaimana
modal sosial dari anggota Koperasi Paguyuban Tenun Troso, Desa Troso,
Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah?
3

Sebagai suatu bentuk koperasi yang membantu anggota dalam hal


penyebaran informasi dan penyediaan modal, tentu dalam hal ini anggota koperasi
merupakan pihak yang akan menerima manfaat dari Koperasi Paguyuban Tenun
Troso. Keterlibatan aktif dari para anggota menjadi penentu keberlangsungan
koperasi, serta manfaat yang akan diperoleh oleh anggota itu sendiri. Keterlibatan
aktif yang dimaksud menurut Cohen dan Uphoff (1980) merupakan partisipasi
masyarakat dalam suatu program atau kegiatan pembangunan komunitas tentang
apa yang harus dilakukan serta bagaimana cara kerjanya yang dimulai dari
keterlibatan dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil, dan
evaluasi. Selain itu menurut Sugiastini dan Yuliarmi (2005), keberhasilan
koperasi ditentukan oleh tingkat partisipasi dari para anggota. Semakin tinggi
partisipasi anggota dalam memanfaatkan pelayanan yang ada di koperasi, maka
semakin besar peluang koperasi untuk mencapai keberhasilannya. Oleh karena itu,
penting untuk menganalisis bagaimana tingkat partisipasi anggota Koperasi
Paguyuban Tenun Troso, Desa Troso, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten
Jepara, Jawa Tengah?
Partisipasi anggota Koperasi Paguyuban Tenun Troso sangat diperlukan
dalam membangun keberhasilan koperasi. Namun, partisipasi baru dapat
berkembang apabila ditunjang dengan adanya modal sosial yang dimiliki oleh
anggota koperasi. Menurut Ontorael et al (2015), partisipasi dan kapasitas
masyarakat merupakan hal yang penting agar dapat berperan dalam model
pembangunan manusia. Namun, partisipasi dan kapasitas masyarakat baru dapat
berkembang apabila ditunjang dengan adanya modal sosial yang dimiliki oleh
masyarakat. Selain itu, Nagoro (2015) juga menyatakan bahwa, apabila modal
sosial responden tinggi, maka tingkat partisipasi responden juga akan tinggi.
Modal sosial yang tinggi akan membawa dampak pada tingginya partisipasi
masyarakat dalam berbagai bentuk kegiatan pembangunan (Putnam dalam
Hasbullah, 2006). Oleh karena itu, berdasarkan hal tersebut, penting untuk
menganalisis bagaimana pengaruh modal sosial terhadap tingkat partisipasi
anggota Koperasi Paguyuban Tenun Troso, Desa Troso, Kecamatan
Pecangaan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, dapat dirumuskan tujuan
penelitian umum pada penelitian ini yaitu untuk menganalisis pengaruh modal
sosial terhadap tingkat partisipasi anggota Koperasi Paguyuban Tenun Troso,
Desa Pecangaan, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Adapun tujuan yang lebih spesifik lainnya adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis modal sosial anggota Koperasi Paguyuban Tenun Troso, Desa
Troso, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
2. Menganalisis tingkat partisipasi anggota Koperasi Paguyuban Tenun Troso,
Desa Troso, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
4

3. Menganalisis pengaruh modal sosial terhadap tingkat partisipasi anggota


Koperasi Payuban Tenun Troso, Desa Troso, Kecamatan Pecangaan,
Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak
seperti:
1. Pihak koperasi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dalam
meningkatkan kinerja anggota koperasi sehingga Koperasi Paguyuban Tenun
Troso dapat berjalan secara berkelanjutan.
2. Akademisi, sebagai salah satu sumber informasi mengenai analisis modal
sosial, tingkat partisipasi, serta pengaruh modal sosial terhadap tingkat
partisipasi anggota koperasi pada Koperasi Paguyuban Tenun Troso, Desa
Troso, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Selain itu,
penelitian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.
3. Non akademisi, sebagai bahan rujukan bagi pemerintah dan swasta untuk
memperhatikan potensi modal sosial dalam masyarakat agar dapat
mengimplementasikan program pengembangan masyarakat secara lebih
optimal, salah satunya melalui koperasi.
4. Masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan masyarakat mengenai pentingnya modal sosial terhadap partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan program pengembangan masyarakat.
5

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka
Koperasi
Koperasi merupakan salah satu kekuatan sistem perekonomian Indonesia
yang berlandaskan prinsip kekeluargaan. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012
tentang Perkoperasian pada pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa, koperasi adalah
badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi,
dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan
usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial,
dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi. Perkoperasian Indonesia
telah diamanatkan di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 1 yang
menempatkan koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional. Terdapat tiga
faktor yang saling terkait dalam mempengaruhi koperasi sebagai sokoguru
perekonomian (daerah). Tiga faktor tersebut di antaranya: (1) Co-operative
growth, (2) Co-operative share dan (3) Co-operative effect (Wahyu Sukoco, 1985
dalam Kadir dan Yusuf, 2012). Menurut Sugiastini dan Yuliarmi (2015), kekuatan
sistem perekonomian di Indonesia terletak pada tiga pelaku utama, yaitu
perusahaan negara (BUMN), perusahaan swasta (BUMS), dan koperasi. Berbeda
dengan badan usaha lainnya, koperasi bukan kumpulan modal namun kumpulan
orang. Menurut Kadir dan Yusuf (2012), Sebagai wahana usaha untuk mengatasi
berbagai permasalahan ekonomi secara bersama-sama, koperasi merupakan suatu
badan yang mempunyai ciri sendiri. Koperasi adalah sebuah organisasi yang
merupakan gerakan bersama untuk menolong diri sendiri dan bertumpuh pada
kekuatan bersama. Meskipun demikian, koperasi tidak hanya terbatas pada
kepentingan ekonomi semata.
Menurut Soedjono (2000), koperasi sebagai generasi ekonomi hanya dapat
dikenal dari jati dirinya. Jati diri koperasi tidak muncul dengan tiba-tiba, tetapi
melalui proses panjang secara berkesinambungan selama satu setengah abad.
Bapak Koperasi Indonesia, Bung Hatta menyatakan bahwa, koperasi kuat karena
cita-citanya dan cita-cita koperasi menjadi semakin kuat karena praktik-
praktiknya. Semakin kaya dan utuhnya jati diri koperasi juga karena praktik-
praktik yang selama ini dilakukan dan semakin kokohnya suatu koperasi karena
jati diri dari koperasi itu sendiri. Jati diri koperasi tersebut yang menjadikan
koperasi berbeda dengan badan usaha yang lain. Soedjono (2000) menyatakan
bahwa, jati diri koperasi adalah ciri-ciri, watak, dan tingkah laku koperasi yang
terbentuk sejak kelahiran koperasi. Selain itu, definisi koperasi, nilai-nilai, dan
prinsip-prinsip sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan juga menurut
Soedjono (2000) disebut sebagai jati diri koperasi.
Dalam jati diri koperasi, nilai-nilai koperasi menjadi unsur yang penting.
Pada koperasi, nilai-nilai tidak hanya melekat pada orang-orang (anggota-
6

anggota) koperasi, tetapi juga pada sistem koperasi itu sendiri. Hal tersebut yang
membedakan koperasi dengan perkumpulan modal, di mana pada perkumpulan
modal, nilai-nilai melekat pada orang-orang (pemegang saham), tetapi tidak
melekat pada sistemnya (Soedjono, 2000).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012, terdapat beberapa
nilai dan prinsip yang menjadi dasar dalam pendirian koperasi. Pada pasal 5 ayat
1, nilai yang mendasari kegiatan koperasi, yaitu kekeluargaan, menolong diri
sendiri, bertanggung jawab, demokrasi, persamaan, berkeadilan, dan kemandirian.
Pada pasal 2 ayat 2 terdapat nilai yang diyakini anggota koperasi, di antaranya:
kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab, kepedulian terhadap orang
lain.
Prinsi-prinsip yang menjadi dasar pendirian koperasi tercantum di dalam
pasal 6 ayat 1, di antaranya:
a. keanggotaan Koperasi bersifat sukarela dan terbuka;
b. pengawasan oleh Anggota diselenggarakan secara demokratis;
c. Anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi;
d. Koperasi merupakan badan usaha swadaya yang otonom, dan independen;
e. Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Anggota,
Pengawas, Pengurus, dan Karyawannya, serta memberikan informasi kepada
masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan Koperasi;
f. Koperasi melayani anggotanya secara prima dan memperkuat Gerakan
Koperasi, dengan bekerja sama melalui jaringan kegiatan pada tingkat lokal,
nasional, regional, dan internasional; dan
g. Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan
masyarakatnya melalui kebijakan yang disepakati oleh Anggota.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012, terdapat beberapa
jenis koperasi yang dijelaskan pada pasal 84, antara lain:
1. Koperasi konsumen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang
penyediaan barang kebutuhan Anggota dan non-Anggota.
2. Koperasi produsen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang
pengadaan sarana produksi dan pemasaran produksi yang dihasilkan Anggota
kepada Anggota dan non-Anggota.
3. Koperasi jasa menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan jasa non-simpan
pinjam yang diperlukan oleh Anggota dan non-Anggota.
4. Koperasi Simpan Pinjam menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-
satunya yang melayani Anggota.
Menurut Partomo dan Soejoedono (2002) dalam Safitri (2015), jenis
koperasi berdasarkan keanggotaannya terbagi menjadi koperasi primer, sekunder,
dan tersier. Koperasi primer adalah koperasi yang beranggotakan orang
perorangan paling sedikit 20 orang. Koperasi sekunder adalah koperasi yang
beranggotakan badan hukum koperasi atau paling sedikit beranggotakan tiga
7

koperasi primer. Koperasi tersier adalah koperasi yang beranggotakan koperasi-


koperasi sekunder.
Partisipasi
Koperasi memiliki peran untuk meningkatkan kesejahteraan anggota.
Kesejahteraan anggota koperasi mutlak untuk didahulukan karena anggota
koperasi adalah elemen terpenting yang menjadi roda penggerak koperasi. Dapat
bekerja atau tidaknya koperasi sangat tergantung dari partisipasi anggota.
Koperasi itu baru bisa berjalan jika anggota-anggota di dalamnya ikut
berpartisipasi dalam setiap kegiatan koperasi. Keberhasilan koperasi salah satunya
ditentukan oleh adanya partisipasi dari anggota dalam menjalankan kegiatan
koperasi. Rendahnya tingkat partisipasi dari para anggota koperasi akan
menyebabkan sulitnya perkembangan koperasi.
Istilah partisipasi secara harfiah berasal dari bahasa asing, yaitu,
“participation” yang artinya mengikutsertakan pihak lain, dapat juga diartikan
sebagai keikutsertaan seseorang atau sekelompok orang terhadap suatu kegiatan
(Herdhiana, 2006). Menurut Hasim dan Remiswal (2009), istilah partisipasi pada
umumnya bermakna mengajak masyarakat untuk turut bekerja atau melaksanakan
suatu kegiatan yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat itu sendiri.
Mardikanto dan Soebiato (2013) menjelaskan partisipasi adalah keikutsertaan
seseorang atau sekelompok anggota masyarakat dalam suatu kegiatan. Secara
keseluruhan, Menurut Mardikanto dan Soebiato (2013), partisipasi merupakan
suatu bentuk keterlibatan dan keikutsertaan secara aktif dan sukarela, baik karena
alasan-alasan dari dalam (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik) dalam
keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan, yang mencakup: pengambilan
keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian (pemantauan, evaluasi,
pengawasan), serta pemanfaatan hasil-hasil kegiatan yang dicapai.
Cohen dan Uphoff (1980) mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan
aktif masyarakat dalam suatu program atau kegiatan pembangunan komunitas
tentang apa yang harus dilakukan serta bagaimana cara kerjanya yang dimulai dari
keterlibatan dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil, dan
evaluasi. Partisipasi menurut Cohen dan Uphoff (1980) sangat berkaitan dengan
siapa pihak yang berpartisipasi (who participates) dan bagaimana partisipasi dapat
terjadi (how participation occurs) dalam suatu upaya pembangunan komunitas.
Kegiatan pembangunan memberikan tempat bagi keterlibatan semua tingkatan,
yaitu tingkat mikro (individu), meso (organisasi), dan makro (masyarakat).
Cohen dan Uphoff (1980) menyatakan bahwa masyarakat miskin dalam
suatu komunitas merupakan pihak yang paling ditekankan untuk berpartisipasi.
Melalui masyarakat miskin tersebut, akan diperoleh informasi yang sebenar-
benarnya mengenai keadaan yang terjadi dalam suatu komunitas sehingga suatu
program yang akan dilaksanakan sesuai dengan keadaan nyata dari komunitas
tersebut. Selain masyarakat miskin, ada juga pihak-pihak lain yang harus ada
dalam partisipasi, di antaranya: warga komunitas itu sendiri, tokoh masyarakat
8

komunitas, pemerintahan, serta pihak luar yang berkaitan dengan program yang
dilaksanakan.
Cohen dan Uphoff (1980) selanjutnya membagi partisipasi menjadi empat
tahapan yakni:
1. Tahap perencanaan, partisipasi semacam ini berpusat pada pembentukan
gagasan, perumusan dan penilaian opsi, dan membuat penilaian terkait dengan
hal tersebut, termasuk penyusunan rencana untuk menempatkan opsi yang
dipilih.
2. Tahap pelaksanaan, masyarakat pedesaan dapat berpartisipasi dalam
implementasi proyek dengan tiga cara utama, yaitu kontribusi sumber daya,
administrasi dan upaya koordinasi, serta program kegiatan pendaftaran.
3. Tahap menikmati hasil, dalam implementasi sebuah proyek, dapat
menghasilkan setidaknya tiga macam manfaat, yaitu material, sosial, dan
pribadi.
4. Tahap evaluasi, partisipasi langsung atau tidak langsung dapat terjadi dalam
kaitannya dengan evaluasi yang berpusat pada proyek aktual. Jika ada proses
peninjauan formal, orang akan ingin tahu siapa yang berpartisipasi di
dalamnya, seberapa berkesinambungan, dan dengan kekuatan apa untuk
mencapai tindakan atas saran dan sebagainya

Modal Sosial
Anggota koperasi menjadi elemen terpenting sebagai roda penggerak
koperasi. Dapat bekerja atau tidaknya koperasi memang sangat tergantung dari
partisipasi anggota, namun partisipasi saja tidak cukup untuk menjalankan
koperasi agar dapat berjalan secara berkelanjutan. Diperlukan suatu upaya agar
partisipasi anggota tetap terjaga. Partisipasi baru dapat berkembang apabila
ditunjang dengan adanya modal sosial yang dimiliki oleh anggota koperasi.
Coleman (1988) menyatakan bahwa, konsep modal sosial sebagai varian
entitas, terdiri dari beberapa struktur sosial yang memfasilitasi tindakan tertentu
dari orang-orang dalam struktur tersebut. Sementara menurut Rogahang et al
(2013), modal sosial merupakan suatu rangkaian proses hubungan antar manusia
yang ditopang oleh jaringan, norma-norma, dan kepercayaaan sosial yang
memungkinkan efisiensi dan efektifitas koordinasi dan kerjasama untuk
keuntungan bersama. Lebih menekankan pada dimensi yang lebih luas, yaitu
segala sesuatu yang membuat masyarakat bersekutu untuk mencapai tujuan
bersama atas dasar kebersamaan, dan di dalamnya diikat nilai-nilai dan norma-
norma yang tumbuh dan dipatuhi.
Modal sosial dapat dikatakan sebagai suatu energi kolektif masyarakat
dalam upaya untuk mengatasi permasalahan bersama dan sebagai sumber
motivasi guna mencapai kemajuan ekonomi, mengingat modal sosial adalah
hubungan-hubungan yang tercipta dan norma-norma yang membentuk kualitas
dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat. Modal sosial berkenaan pada
9

kekuatan-kekuatan yang meningkatkan potensi untuk perkembangan ekonomi


dalam suatu masyarakat dengan menciptakan dan mempertahankan hubungan
sosial dan pola organisasi sosial (Sedana, 2011). Hasbullah (2006) mendefinisikan
modal sosial sebagai segala hal yang berkaitan dengan kerjasama dalam suatu
kelompok masyarakat untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik, ditopang
oleh unsur-unsur utamanya yakni kepercayaan, ketimbal-balikan, dan aturan-
aturan kolektif.
Colleta dan Cullen (2000) dalam Nasdian (2014) mendefinisikan modal
sosial sebagai suatu sistem yang mengacu kepada atau hasil dari organisasi sosial
dan ekonomi, seperti pandangan umum (world-view), kepercayaan (trust),
pertukaran timbal-balik (reciprocity), pertukaran ekonomi dan informasi
(informational and economic exchange), kelompok-kelompok formal dan
informal (formal and informal groups), serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi
modal-modal lainnya (fisik, manusiawi, budaya), sehingga memudahkan
terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan. Hasbullah
(2006) mendefinisikan modal sosial sebagai segala hal yang berkaitan dengan
kerjasama dalam suatu kelompok masyarakat untuk mencapai kualitas hidup yang
lebih baik, ditopang oleh unsur-unsur utamanya yakni kepercayaan, ketimbal-
balikan, dan aturan-aturan kolektif.
Pengertian modal sosial menurut Vipriyanti (2011) adalah rasa percaya dan
kemampuan seseorang dalam membangun jaringan kerja serta kepatuhannya
terhadap norma yang berlaku dalam kelompok maupun masyarakat di sekitarnya,
yang mana modal tersebut memberi keuntungan untuk mengakses modal lainnya
serta memfasilitasi kerjasama inter dan antar kelompok masyarakat. Menurut
Putnam (1995), modal sosial merupakan bagian dari organisasi sosial seperti
kepercayaan, norma, serta jaringan yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat
untuk memfasilitasi tindakan-tindakan yang terkoordinasi.
Vipriyanti (2011) menjelaskan bahwa, modal sosial merupakan komplemen
penting dari konsep modal alamiah, fisik, dan manusia. Berbeda dengan modal
fisik, modal sosial memiliki sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh modal lainnya,
yakni: (1) Tidak habis karena digunakan, sebaliknya akan habis karena tidak
digunakan. (2) Tidak mudah untuk diamati dan diukur. (3) Sulit dibangun melalui
intervensi luar. (4) Level dan tipe modal sosial yang tersedia untuk individu
sangat dipengaruhi oleh pemerintahan nasional maupun pemerintahan daerah.

Tipologi Modal Sosial


Modal sosial tidak hanya membahas terkait pengertian, melainkan juga
terdapat tipologi-tipologi modal sosial yang mengkaji keeratan hubungan sosial
yang melibatkan masyarakat, terutama kaitannya dengan hubungan pola-pola
interaksi antar anggota masyarakat ataupun antar anggota kelompok dalam suatu
kegiatan.
10

Abdullah (2013) menjelaskan bahwa, modal sosial memiliki tiga tipologi,


yang sekaligus merupakan wujud dari energi atau kekuatan yang dapat
mengoptimalkan potensi modal lainnya. Tipologi modal sosial tersebut meliputi:
modal sosial sebagai perekat/pengikat (bonding social), modal sosial sebagai
penyambung/menjembatani (bridging social), dan modal sosial sebagai koneksi
atau akses (lingking social).
Vipriyanti (2011) juga menjelaskan, bahwa terdapat tiga tipologi modal
sosial: bonding social capital, bridging social capital, dan linking social capital.
Bonding social capital, dicirikan oleh kuatnya ikatan (pertalian) seperti antar
anggota keluarga atau antar anggota dalam kelompok etnis tertentu. Bridging
social capital, dicirikan oleh semakin banyaknya ikatan antar kelompok, misalnya
asosiasi bisnis, kerabat, teman dari berbagai kelompok etnis yang berbeda.
Sedangkan, linking social capital dicirikan oleh hubungan antara berbagai tingkat
kekuatan dan status sosial yang berbeda, seperti keterikatan antar elit politik atau
antar individu dari berbagai kelas yang berbeda.

Dimensi Modal Sosial


Modal sosial selain memiliki tipologi-tipologi yang mengkaji hubungan
pola interaksi antar anggota masyarakat atau antara anggota kelompok, juga
memiliki dimensi yang digunakan sebagai pengukuran modal sosial. Penelitian ini
menggunakan tiga dimensi modal sosial untuk mengukur kekuatan modal sosial,
yaitu kepercayaan, norma, dan jaringan sosial.
Putnam (1995) menjelaskan bahwa, modal sosial merupakan bagian dari
organisasi sosial seperti kepercayaan, norma, serta jaringan yang dapat
meningkatkan efisiensi masyarakat untuk memfasilitasi tindakan-tindakan yang
terkoordinasi, sehingga dimensi dari modal sosial menurut Putnam (1995) yang
utama adalah kepercayaan, norma, serta jaringan sosial.
Terkait dengan pengukuran modal sosial, Vipriyanti (2011) menyebutkan
bahwa, pengukuran modal sosial secara garis besar dibedakan atas tiga dimensi
utama yakni rasa percaya (trust), norma (norms), serta jaringan (networks).
1. Kepercayaan (trust)
Vipriyanti (2011) menyatakan bahwa rasa percaya adalah dasar dari
perilaku moral yang menyediakan arahan bagi kerjasama dan koordinasi sosial
dari semua aktivitas sehingga manusia dapat hidup bersama dan berinteraksi satu
dengan lainnya. Kepercayaan merupakan salah satu kekuatan sintetik yang paling
penting dalam masyarakat, kepercayaan juga menjadi basis bagi tindakan individu
dan basis kerjasama yang baik. Rasa percaya adalah keyakinan bahwa orang lain
tidak akan berlaku ataupun berniat buruk pada diri kita. Tanpa adanya rasa saling
percaya yang merata antara satu orang dengan yang lainnya, masyarakat akan
disintegrative, sebaliknya semakin tinggi kepercayaan maka akan semakin rendah
risiko dan biaya yang dikeluarkan dalam suatu interaksi sosial. Kepercayaan
mampu memfasilitasi masyarakat untuk saling bekerjasama dan tolong menolong.
11

Menurut Sedana (2011), di antara ke tiga dimensi modal sosial, kepercayaan


(trust) merupakan unsur terpenting dan dapat dipandang sebagai syarat keharusan
(necessary condition) dari terbentuk dan terbangunnya modal sosial yang kuat
atau lemah dari suatu masyarakat. Faedlulloh (2015) juga mengatakan bahwa,
trust merupakan unsur terpenting dalam suatu modal sosial. Apabila
pembangunan dalam segala aspek ingin berhasil, maka pembangunan tersebut
harus didasari oleh adanya trust, dan selanjutnya pembangunan tersebut harus
mampu mengkreasi sedemikian rupa sehingga trust terus terakumulasi.
2. Norma (norms)
Vipriyanti (2011) menyatakan bahwa, norma merupakan nilai bersama
yang mengatur perilaku individu dalam suatu masyarakat atau kelompok yang
bertujuan untuk membangun kegiatan bersama dan menguntungkan bagi semua
pihak, di mana norma tidak dapat dipisahkan dari jaringan dan kepercayaan.
Menurut Hasbullah (2006), norma merupakan sekumpulan aturan yang
diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial
tertentu. Norma biasanya terinstusionalisasi dan mengandung sanksi sosial yang
dapat mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang dari kebiasaan yang
berlaku di masyarakat. konfigurasi norma yang tumbuh di masyarakat juga akan
menentukan apakah norma tersebut akan memperkuat keeratan hubungan antar
individu dan memberikan dampak positif bagi perkembangan masyarakat
tersebut.
3. Jaringan (networks)
Menurut Vipriyanti (2011), jaringan merupakan ikatan formal dan
informal yang dimiliki seseorang diproksi dari jumlah keanggotaannya dalam
organisasi serta jumlah teman yang berkeluh kesah padanya. Jaringan merupakan
infrastruktur dinamis yang berwujud jaringan-jaringan kerjasama antar manusia.
Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya komunikasi dan interaksi,
memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan memperkuat kerjasama (Suharto,
2007 dalam Kusumaningrum, 2017). Jaringan sosial terbentuk karena adanya rasa
saling tahu, saling menginformasikan, dan saling membantu dalam melaksanakan
ataupun mengatasi sesuatu (Lawang, 2004).
Menurut Abdullah (2013), untuk pengembangan suatu komunitas
diperlukan berbagai potensi dan sumber daya, baik secara internal maupun
eksternal. Modal sosial khususnya jaringan dan relasi-relasi merupakan potensi
yang dapat mensinergikan dan mengungkap potensi dan modal lainnya. Potensi
modal jaringan dan relasi menjadi inti dalam dinamika pembangunan suatu
komunitas. Menurut Kusumaningrum (2017), semakin tinggi aktivitas, maka
semakin mudah pembentukan jaringan, jaringan yang tinggi terjalin pada orang
yang aktif daripada yang pasif.
12

Pengaruh Modal Sosial terhadap Tingkat Partisipasi


Dapat bekerja atau tidaknya koperasi sangat tergantung dari partisipasi
anggota koperasi. Partisipasi anggota itu penting bagi keberlangsungan koperasi.
Oleh karena itu diperlukan suatu upaya agar partisipasi itu tetap terjaga, selain itu
partisipasi baru akan berkembang apabila ditunjang dengan adanya modal sosial.
Modal sosial yang meliputi kepercayaan, norma, dan jaringan sosial memiliki
pengaruh terdapat tingkat partisipasi anggota koperasi.
Berkaitan dengan modal sosial dan tingkat partisipasi pada anggota
koperasi, pada penelitian sebelumnya, Kusumaningrum (2017) meneliti hubungan
modal sosial dengan tingkat partisipasi anggota Koperasi Pemberdayaan Ekonomi
(KPEK) Rahayu. Hasil pada penelitian tersebut yaitu modal sosial berhubungan
dengan tingkat partisipasi anggota koperasi dan hubungan yang terjadi adalah
hubungan kuat. Hubungan kuat ini dibuktikan dengan adanya keterhubungan antar
indikator modal sosial yakni tingkat kepercayaan dan tingkat jaringan sosial
antara sesama responden dan Ketua KPEK Rahayu yang mampu mendorong
kesadaran dan kemauan untuk berpartisipasi melalui keikutsertaan dalam
perencanaan hingga monitoring-evaluasi simpan-pinjam KPEK Rahayu.
Penelitian sebelumnya, yakni menurut Nagoro (2015) terdapat pengaruh
antara modal sosial dengan partisipasi responden. Apabila modal sosial responden
tinggi, maka tingkat partisipasi responden juga akan tinggi. Berdasarkan hasil
penelitian dari Nagoro (2015), apabila dukungan dari kelompok dan fasilitas yang
mencukupi maka partisipasi dari responden lainnya juga akan tinggi. Partisipasi
responden yang tinggi ini dapat memunculkan semangat bersama untuk dapat
meningkatkan penghasilan yang diperoleh dari sebelumnya. Dalam hal ini Nagoro
(2015) meneliti pengaruh modal sosial terhadap tingkat keberhasilan program
CSR PT Pertamina Indramayu, di mana salah satu indikator dari tingkat
keberhasilan tersebut adalah tingkat partisipasi responden penerima program
CSR.
Menurut Saragih (2004) dalam Hadi (2006), modal sosial yang berkembang
di tengah masyarakat tertentu merupakan faktor yang signifikan dalam penguatan
atau pelemahan partisipasi masyarakat. Putnam dalam Hasbullah (2006)
menyatakan bahwa modal sosial yang tinggi akan membawa dampak pada
tingginya partisipasi masyarakat dalam berbagai bentuk kegiatan pembangunan.
Masyarakat yang memiliki modal sosial yang tinggi akan banyak membantu
pemerintah dalam menjalankan berbagai program pembangunan. Berbagai
program pembangunan yang dilaksanakan akan jauh lebih efektif jika dilakukan
pada masyarakat yang memiliki modal sosial yang kuat.
Hasbullah (2006) menyatakan bahwa modal sosial memperkuat perubahan
di tengah masyarakat dan memperluas kesadaran bahwa banyak cara yang bisa
dilakukan oleh setiap anggota kelompok untuk memperbaiki kualitas hidup secara
bersama-sama. Masyarakat yang memiliki modal sosial yang kuat akan cenderung
lebih efektif dan efisien dalam melaksanakan berbagai program pembangunan.
13

Heryanto (2012) dalam Hadi (2006) juga menyatakan bahwa interaksi yang
terjadi antara orang-orang dalam suatu komunitas yang berlangsung relatif lama
akan melahirkan modal sosial, yaitu ikatan-ikatan emosional yang menyatukan
orang untuk mencapai tujuan bersama. Masyarakat yang memiliki modal sosial
tinggi cenderung bekerjasama secara gotong royong, merasa aman untuk
berbicara, serta mampu mengatasi perbedaan-perbedaan.
Sejalan dengan pernyataan Ontorael et al (2015), bahwa meningkat dan
menurunnya keberhasilan pembangunan desa, turut ditentukan oleh modal sosial
yang dimiliki oleh masyarakat desa, khususnya Kecamatan Pineleng, Kabupaten
Minahasa. Semakin sering penerapan nilai-nilai modal sosial masyarakat, akan
semakin baik dan meningkat pula keberhasilan pembangunan desa, khususnya
desa-desa di wilayah Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa.
Putra (2009) dalam Hadi (2006) juga menyatakan bahwa peran modal sosial
dalam pembangunan masyarakat adalah membangun dan memperkuat partisipasi
masyarakat serta membentuk solidaritas sosial dengan pilar kesukarelaan.
Menurut Haridison (2013), dalam konteks pembangunan manusia, modal
sosial mempunyai pengaruh yang besar karena beberapa dimensi pembangunan
manusia sangat dipengaruhi oleh modal sosial, antara lain, kemampuan untuk
menyelesaikan kompleksitas berbagai permasalahan bersama, mendorong
perubahan yang cepat di dalam masyarakat, menumbuhkan kesadaran kolektif
untuk memperbaiki kualitas hidup dan mencari peluang yang dapat dimanfaatkan
untuk kesejahteraan. Selain itu, berkembangnya modal sosial di tengah
masyarakat akan menciptakan suatu situasi masyarakat yang toleran, serta
merangsang tumbuhnya empati dan simpati terhadap kelompok masyarakat di luar
kelompoknya.

Kerangka Penelitian
Dalam membangun keberhasilan koperasi, partisipasi anggota koperasi
menjadi suatu hal yang penting. Cohen dan Uphoff (1980) mendefinisikan
partisipasi sebagai keterlibatan aktif masyarakat dalam suatu program atau
kegiatan pembangunan komunitas tentang apa yang harus dilakukan serta
bagaimana cara kerjanya yang dimulai dari keterlibatan dalam tahap perencanaan,
pelaksanaan, menikmati hasil, dan evaluasi. Namun, partisipasi baru dapat
berkembang apabila ditunjang dengan adanya modal sosial yang dimiliki oleh
anggota koperasi. Keterlibatan atau partisipasi anggota tersebut muncul jika ada
rasa saling percaya di antara para anggota, sehingga apabila rasa saling percaya
dari para anggota tersebut kuat, maka diduga tingkat partisipasi anggota juga kuat,
hal tersebut juga berlaku bagi norma dan jaringan sosial. Berdasarkan penelitian
sebelumnya, yakni Nagoro (2015), bahwa modal sosial memiliki pengaruh
terhadap tingkat partisipasi. Apabila modal sosial responden tinggi, maka tingkat
partisipasi responden juga tinggi.
14

Berdasarkan hal tersebut, penulis menduga bahwa, modal sosial dengan


dimensi utama, yaitu kepercayaan, norma, serta jaringan sosial berpengaruh
terhadap tingkat partisipasi masyarakat, khususnya dalam hal ini adalah anggota
koperasi. Dalam penelitian ini, terdapat beberapa indikator untuk setiap dimensi
modal sosial. Indikator dari dimensi kepercayaan di antaranya: Keyakinan bahwa
orang lain tidak akan berlaku ataupun berniat buruk pada diri kita (Vipriyanti,
2011); tolong menolong (Vipriyanti, 2011); saling bekerjasama (Vipriyanti,
2011). Indikator dari dimensi norma di antaranya: Sekumpulan aturan (Hasbullah,
2006); aturan yang dipatuhi oleh anggota (Hasbullah, 2006); mengandung sanksi
(Hasbullah, 2006). Terakhir, indikator dari dimensi jaringan sosial di antaranya:
Saling menginformasikan (Lawang, 2004); terjadinya komunikasi dan interaksi
(Suharto, 2007 dalam Kusumaningrum, 2017); jumlah teman yang berkeluh kesah
padanya (Vipriyanti, 2011); jaringan-jaringan kerjasama antar manusia
(Vipriyanti, 2011).
Anggota tidak akan mau mengikuti setiap tahapan partisipasi jika tidak ada
kepercayaan antar anggota. Pada saat tahap pembuatan keputusan, anggota itu
mau hadir karena percaya bahwa anggota lain juga akan menghadiri rapat dan
bersama-sama ikut berdiskusi membahas kegiatan koperasi. Begitu juga dengan
tahap penerapan keputusan, anggota mau melaksanakan setiap kegiatan koperasi
karena adanya rasa saling percaya antar anggota, sehingga anggota merasa
nyaman dalam melakukan setiap kegiatan koperasi. Pada tahap penikmatan hasil,
dalam hal ini manfaat yang diperoleh anggota. Jika tidak ada rasa saling percaya
antar anggota, maka akan terjadi kendala dalam hal kegiatan simpan pinjam,
sehingga hal tersebut akan menyebabkan sedikitnya manfaat yang diperoleh
anggota. Pada tahap evaluasi juga demikian, anggota percaya bahwa anggota lain
akan ikut hadir dalam rapat evaluasi dan bersama-sama memberikan pendapat.
dan saran untuk koperasi kedepannya. Dimensi norma juga diduga berpengaruh
terhadap setiap tahapan partisipasi. Apabila seluruh anggota koperasi mematuhi
peraturan yang ada di koperasi, maka anggota akan menjalankan setiap tahapan
partisipasi tanpa merasa terbebani dengan adanya peraturan tersebut. Begitu juga
dengan jaringan sosial, apabila terjalin komunikasi dan interaksi antar anggota
koperasi, maka anggota koperasi mau menjalankan setiap tahapan partisipasi.
Usulan kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
15

Modal Sosial

Tingkat Kepercayaan
1. Keyakinan bahwa
orang lain tidak akan
berlaku ataupun
berniat buruk pada diri
kita
2. Tolong menolong Tingkat Partisipasi
3. Saling bekerjasama 1.Tingkat Partisipasi
Tingkat Norma: Tahap Perencanaan
1. Sekumpulan aturan 2.Tingkat Partisipasi
2. Aturan yang dipatuhi Tahap Pelaksanaan
oleh anggota
3. Mengandung sanksi 3.Tingkat Partisipasi
Tahap Menikmati Hasil
4.Tingkat Partisipasi
Tingkat Jaringan Sosial: Tahap Evaluasi
1. Saling
menginformasikan
2. Terjadinya komunikasi
dan interaksi
3. Jumlah teman yang
berkeluh kesah
padanya
4. Jaringan-jaringan
kerjasama antar
manusia

Keterangan: : Pengaruh

Gambar 1 Kerangka pemikiran pengaruh modal sosial terhadap tingkat partisipasi

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat ditarik hipotesis
penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Diduga terdapat pengaruh modal sosial terhadap tingkat partisipasi.
2. Diduga terdapat pengaruh tingkat kepercayaan terhadap tingkat partisipasi.
3. Diduga terdapat pengaruh tingkat norma terhadap tingkat partisipasi.
4. Diduga terdapat pengaruh tingkat jaringan sosial terhadap tingkat
partisipasi.
17

METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan
data kualitatif dalam pengumpulan datanya. Data kualitatif diperoleh melalui
wawancara mendalam kepada informan menggunakan panduan pertanyaan. Data
kualitatif digunakan untuk menjelaskan atau menggambarkan mengenai
bagaimana hubungan antar anggota dalam Koperasi Paguyuban Tenun Troso,
awal mula pelaksanaan koperasi, serta keterlibatan fasilitator dan pihak-pihak lain
dalam pelaksanaan kegiatan koperasi. Data kualitatif ini bersifat deskriptif yang
digunakan untuk memperkuat data yang didapatkan secara kuantitatif dengan
kuesioner. Selain itu, data kualitatif berguna untuk membuat penjelasan secara
sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta yang diperoleh selama
penelitian.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Desa Troso, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten
Jepara, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara purposive dengan
pertimbangan bahwa Koperasi Paguyuban Tenun Troso merupakan satu-satunya
koperasi yang menaungi para pengrajin tenun troso di Jepara. Selain itu koperasi
ini juga sering mengikuti kegiatan-kegiatan pameran, kegiatan fashion show, dan
dipercayakan oleh pemerintah Desa Troso untuk terlibat dalam program desa
wisata troso. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan koperasi tidak lepas dari peran
dan kerjasama anggota sehingga dalam hal ini peneliti ingin menganalisis modal
sosial dan partisipasi dari anggota koperasi, serta pengaruh modal sosial terhadap
partisipasi anggota. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan dalam kurun waktu
8 bulan, yaitu pada bulan Mei 2018, Juni 2018, September 2018 hingga Februari
2019. Penelitian ini dimulai dari penyusuan proposal penelitian, kolokium
penyampaian proposal penelitian, perbaikan proposal penelitian, pengambilan
data di lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik,
sidang skripsi, dan perbaikan laporan skripsi.

Teknik Penentuan Informan dan Responden


Sumber data dalam penelitian ini adalah responden dan informan. Unit
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah individu. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh anggota Koperasi Paguyuban Tenun Troso. Jumlah
anggota yang terdaftar di Koperasi Paguyuban Tenun Troso yaitu 32 orang.
Berdasarkan jumlah anggota tersebut, maka pengambilan sampel dilakukan
dengan metode sensus yaitu teknik penentuan sampel apabila semua anggota
populasi digunakan sebagai sampel penelitian sehingga sampel dalam penelitian
ini berjumlah 32 responden.
18

Informan merupakan orang yang dapat memberikan tambahan informasi


sebagai pendukung data penelitian. Pemilihan informan dilakukan dengan
sengaja. Informan dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang mengetahui
informasi mendalam mengenai Koperasi Paguyuban Tenun Troso, yaitu ketua
koperasi, pengurus koperasi, beberapa anggota dari koperasi, serta tokoh
masyarakat di wilayah Koperasi Paguyuban Tenun Troso.

Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang pengumpulannya dilakukan oleh peneliti. Artinya, data
tersebut diperoleh dari penelitian langsung oleh peneliti, yakni hasil wawancara
dengan responden dan informan serta hasil pengukuran peneliti. Data primer yang
diperoleh dari responden dilakukan melalui teknik wawancara dengan instrumen
kuesioner, sedangkan pengumpulan data dari informan dilakukan dengan
wawancara mendalam. Pada penelitian ini, responden difokuskan untuk
melengkapi data pada pendekatan kuantitatif dan informan difokuskan untuk
melengkapi data kualitatif.
Pada pendekatan kuantitatif, kuesioner yang akan digunakan dalam
pengumpulan data, sebelumnya akan diuji validitas dan reliabilitasnya terlebih
dahulu. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan kepada 10 responden sebelum
dilakukan penelitian. Uji validitas ini dilakukan untuk melihat sejauh mana alat
pengukur yang digunakan sesuai dengan apa yang ingin diukur, sedangkan uji
reliabilitas digunakan untuk melihat sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya
atau dapat diandalkan apabila digunakan dua kali untuk mengukur gejala yang
sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten (Efendi dan Tukiran,
2017). Lokasi pelaksanaan uji validitas dan reliabilitas dilakukan di Koperasi
Industri Mebel dan Kerajinan Jepara Raya (KIDJAR) karena koperasi tersebut
mempunyai karakteristik yang sama dengan lokasi yang akan menjadi tempat
penelitian. Analisis uji validitas menggunakan Correlations dan analisis uji
reliabilitas menggunakan Cronbach’s Alpha. Cara mengukur validitas dan
reliabilitas yaitu: 1) mendefinisikan secara operasional konsep yang akan diukur,
2) melakukan uji coba skala pengukur tersebut pada sejumlah responden, 3)
mempersiapkan tabel tabulasi jawaban, 4) menghitung korelasi antara setiap
pertanyaan dengan skor total untuk uji validitas, 5) menguku reliabilitas
menggunakan analisis reliabilitas Cronbach’s Alpha. Hasil uji validitas dan
reliabilitas dapat dilihat pada lampiran 5 halaman 80.
Selain data primer, pengumpulan data dalam penelitian ini juga
menggunakan data sekunder. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh
pihak lain dan sudah diolah oleh pihak lain. Sumber data sekunder diperoleh dari
dokumen-dokumen tertulis atau arsip di Kantor Desa Troso, buku, internet, data
dari Badan Pusat Statistik (BPS), laporan Koperasi Paguyuban Tenun Troso, dan
jurnal-jurnal penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini.
19

Teknik Pengolahan dan Analisis Data


Data kuantitatif dari pengisian kuisioner diolah menggunakan Microsoft
Excel 2016 dan menggunakan software SPSS 18 for Windows. Data yang
diperoleh melalui kuesioner kemudian diolah dan dimasukkan ke perangkat lunak
Microsoft Excel 2016 sebelum dimasukkan ke SPSS 18 for Windows untuk
mempermudah pengolahan data. Data yang didapatkan selanjutnya dianalisis
menggunakan tabel frekuensi, tabulasi silang, dan uji regresi linear sederhana
menggunakan SPSS 18 for Windows. Uji regresi linear sederhana digunakan
untuk melihat pengaruh yang signifikan antar variabel. Adapun persamaan liniear
sebagai berikut:

Y= a + bX
Keterangan:

Y = Tingkat Partisipasi Anggota Koperasi


X = Modal Sosial Anggota Koperasi
a = Konstanta

b = Koefisien regresi (kemiringan); besaran respon yang ditimbulkan oleh


predictor

Pada penelitian ini, variabel X adalah variabel modal sosial dan variabel Y
adalah variabel tingkat partisipasi. Persamaan di atas menunjukkan bahwa tanda +
berarti variabel modal sosial berpengaruh positif terhadap variabel tingkat
partisipasi anggota koperasi, untuk kenaikan satu satuan dari variabel modal sosial
akan menaikkan nilai tingkat partisipasi anggota koperasi sebesar b atau dapat
dikatakan semakin tinggi modal sosial, maka akan semakin tinggi juga tingkat
partisipasi anggota koperasi. Apabila menggunakan tanda negatif berarti variabel
modal sosial berpengaruh secara berlawanan/ negatif terhadap variabel tingkat
partisipasi, untuk kenaikan satu satuan pada variabel modal sosial, maka nilai
variabel tingkat partisipasi anggota koperasi akan turun sebesar b. Dapat dikatakan
juga, semakin tinggi modal sosial, tingkat partisipasi anggota koperasi akan
semakin rendah.
Data kualitatif digunakan sebagai data pendukung dan pengolahan data
kualitatif dianalisis melalui tiga tahap, yaitu reduksi data, penyajian data, dan
verifikasi data. Proses reduksi data dimulai dari proses pemilihan,
penyederhanaan, abstraksi, hingga transformasi data hasil wawancara mendalam
dan observasi. Tujuan dari reduksi data adalah untuk mempertajam,
menggolongkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak perlu. Tahap
kedua adalah penyajian data, yaitu menyusun segala informasi dan data yang
diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca ke dalam sebuah
laporan. Penyajian data berupa narasi, diagram, dan matriks. Tahap terakhir, yaitu
20

verifikasi, yaitu penarikan kesimpulan dari hasil yang telah diolah pada tahap
reduksi.
Definisi Operasional
Modal Sosial
Modal Sosial merupakan salah satu pendorong responden agar memiliki
kepedulian terhadap kegiatan Koperasi Paguyuban Tenun Troso sehingga timbul
partisipasi aktif dari para responden. Dalam penelitian modal sosial ini, peneliti
mengacu pada pendapat Putnam (1995), di mana menurut Putnam (1995), dimensi
utama dari modal sosial, yaitu kepercayaan, norma, dan jaringan sosial. Dalam
Koperasi Paguyuban Tenun Troso, peneliti akan meneliti tingkat modal sosial dari
masing-masing dimensi pada anggota koperasi dan pengaruh modal sosial serta
tiga dimensi dari modal sosial terhadap tingkat partisipasi responden koperasi
yang kemudian diukur menggunakan skala ordinal. Setiap pertanyaan memiliki 4
variasi jawaban, “sangat tidak setuju” diberi skor 1, “tidak setuju” diberi skor 2,
“setuju” diberi skor 3, dan “sangat setuju” diberi skor 4. Pengukuran skoring
tingkat modal sosial menggunakan total dari seluruh pertanyaan pada setiap
variabel, nilai skor tertinggi pada tingkat modal sosial adalah 140 dan nilai skor
terendah adalah 35. Batas minimum untuk pengkategorian rendah, sedang, tinggi
diperoleh dari rataan skor dikurangi setengah standar deviasi. Selanjutnya
penilaian dikategorikan menjadi rendah jika skor <126, sedang jika skor 126-130,
dan tinggi jika skor >130. Definisi operasional modal sosial yang dianalisis
dengan dimensi kepercayaan, norma, dan jaringan sosial dijabarkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Definisi operasional modal sosial


Definisi
No. Variabel Indikator Kategori Skala
Operasional
1. Tingkat Derajat tinggi 1. Keyakinan bahwa Rendah: <45 Ordinal
Keperca rendahnya rasa orang lain tidak Sedang: 45
yaan percaya akan berlaku Tinggi: >45
responden ataupun berniat
dengan ketua, buruk pada diri
pengurus, kita
maupun dengan 2. Tolong menolong
responden yang 3. Saling bekerja
lain. sama.
(Vipriyanti, 2011)
2. Tingkat Derajat tinggi 1. Sekumpulan Rendah: <31 Ordinal
Norma rendah aturan Sedang: 31-
kepatuhan 2. Aturan yang 33
responden dipatuhi oleh Tinggi: >33
terhadap anggota
peraturan yang 3. Mengandung
diterapkan di sanksi.
koperasi. (Hasbullah, 2006)
21

Tabel 2 Definisi operasional modal sosial (Lanjutan)


Definisi
No. Variabel Indikator Kategori Skala
Operasional
3. Tingkat Derajat tinggi 1. Saling Rendah: <49 Ordinal
Jaringan rendah menginformasi- Sedang: 49-
Sosial hubungan yang kan (Lawang, 51
terjalin, baik 2004) Tinggi: >51
dengan ketua, 2. Terjadinya
pengurus, komunikasi dan
responden lain, interaksi (Suharto,
maupun dengan 2007 dalam
pihak mitra. Kusumaningrum,
2017)
3. Jumlah teman yang
berkeluh kesah
padanya
(Vipriyanti, 2011)
4. Jaringan-jaringan
kerjasama antar
manusia
(Vipriyanti, 2011)

Tingkat Partisipasi
Cohen dan Uphoff (1980) mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan
aktif masyarakat dalam suatu program atau kegiatan pembangunan komunitas
tentang apa yang harus dilakukan serta bagaimana cara kerjanya yang dimulai dari
keterlibatan dalam tahap pembuatan keputusan, penerapan keputusan, penikmatan
hasil, dan evaluasi. Kegiatan pembangunan memberikan tempat bagi keterlibatan
semua tingkatan, yaitu tingkat mikro (individu), meso (organisasi), dan makro
(masyarakat). Dalam penelitian ini akan dilihat tingkat partisipasi responden
dalam setiap pelaksanaan kegiatan Koperasi Paguyuban Tenun Troso yang
dikukur menggunakan skala ordinal. Peneliti menggunakan teori partisipasi dari
Cohen dan Uphoff (1980) karena peneliti meneliti tingkat partisipasi responden
melalui empat tahapan partisipasi, selain itu menurut Cohen Uphoff (1980)
partisipasi dalam kegiatan pembangunan tidak hanya pada tingkat makro
(masyarakat), melainkan juga di tingkat mikro (individu), dan meso (organisasi),
di mana hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan yaitu di tingkat
meso (organisasi) berupa koperasi. Setiap pertanyaan memiliki 4 variasi jawaban,
“sangat tidak setuju” diberi skor 1, “tidak setuju” diberi skor 2, “setuju” diberi
skor 3, dan “sangat setuju” diberi skor 4. Pengukuran skoring tingkat partisipasi
menggunakan total dari seluruh pertanyaan pada setiap variabel, nilai skor
tertinggi pada tingkat partisipasi adalah 88 dan nilai skor terendah adalah 22.
Batas minimum untuk pengkategorian rendah, sedang, dan tinggi diperoleh dari
rataan skor dikurangi setengah standar deviasi. Selanjutnya penilaian
22

dikategorikan menjadi rendah jika skor <71, sedang jika skor 71-74, dan tinggi
jika skor >74. Definisi operasional tingkat partisipasi dijabarkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Definisi operasional tingkat partisipasi


No. Variabel Definisi Operasional Kategori Skala
1. Tahap Derajat tinggi rendah Rendah: <19 Ordinal
Perencana- keikutsertaan serta keaktifan Sedang: 19-20
an responden dalam rapat Tinggi: >20
perencanaan
2. Tahap Derajat tinggi rendah Rendah: <17 Ordinal
Pelaksanaan keikutsertaan responden Sedang: 17-18
dalam setiap kegiatan Tinggi: >18
koperasi
3. Tahap Derajat tinggi rendah Rendah: <16 Ordinal
Menikmati manfaat yang dirasakan oleh Sedang: 16-17
Hasil responden dari kegiatan Tinggi: >17
Koperasi Paguyuban Tenun
Troso yang telah
dilaksanakan.
4. Tahap Derajat tinggi rendah Rendah: <19 Ordinal
Evaluasi keikutsertaan serta keaktifan Sedang: 19-20
responden dalam proses Tinggi: >20
evaluasi.
23

GAMBARAN UMUM

Gambaran Umum Desa Troso


Kondisi Geografis Desa Troso
Desa Troso termasuk salah satu desa dari 12 desa yang ada di Kecamatan
Pecangaan, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah. Desa Troso ini terletak
sekitar 15 km arah tenggara dari ibukota Kabupaten Jepara. Batas wilayah Desa
Troso adalah sebelah utara berbatasan langsung dengan Desa Ngabul, sebelah
selatan berbatasan dengan Desa Karangrandu dan Desa Kaliombo, sebelah barat
berbatasan dengan Desa Ngeling, dan sebelah timur berbatasan dengan Desa
Pecangaan Kulon dan Desa Rengging. Desa Troso memiliki 10 Rukun Warga
(RW) dan 83 Rukun Tetangga (RT). Topografi Desa Troso berupa dataran dan
memiliki ketinggian wilayah <500 meter dari permukaan laut. Luas wilayah Desa
Troso yaitu 711.490 Ha atau 7.11 km2. Desa Troso memiliki luas lahan sawah
191.403 Ha dan luas lahan kering 520.087 Ha.

Kondisi Demografis Desa Troso


Data monografi Desa Troso pada bulan Februari 2018 tercatat bahwa Desa
Troso memiliki jumlah penduduk laki-laki 10.745 orang dan perempuan 10.911
orang, total jumlah penduduk Desa Troso yaitu 21.656 orang. Desa Troso
memiliki jumlah kepala keluarga yaitu 7.401 KK dengan jumlah KK laki-laki
5.549 KK dan jumlah KK perempuan 1.852 KK. Kepadatan penduduk Desa Troso
yaitu 3.046 orang per km2. Adapun jumlah penduduk Desa Troso menurut tingkat
pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Jumlah penduduk Desa Troso menurut tingkat pendidikan tahun 2016
No. Tingkat Pendidikan Jumlah (n) Presentase (%)
1. Belum/ tidak pernah sekolah 2.436 11.25
2. Tidak tamat SD/sederajat 493 2.28
3. Tamat SD/sederajat 5.339 24.65
4. Tamat SMP/sederajat 4.616 21.32
5. Tamat SMA/sederajat 6.497 30.00
6. Tamat perguruan tinggi 2.275 10.51
Jumlah 21.656 100.00
Sumber: Kecamatan Pecangaan dalam Angka 2017

Berdasarkan data di Tabel 4, tingkat pendidikan penduduk Desa Troso


terbilang tinggi. Dilihat dari data yang ada di Tabel 4, penduduk Desa Troso
banyak yang telah menamatkan pendidikan dari Sekolah Dasar (SD) hingga ke
jenjang perguruan tinggi. Jumlah tertinggi ada pada penduduk yang tamat SMA,
yaitu 6.497 orang, sedangkan jumlah terendah ada pada penduduk yang tidak
24

tamat SD, yaitu 493 orang. Sisanya yaitu penduduk yang belum atau tidak pernah
sekolah yaitu 2.436 orang, tamat SD 5.339 orang, tamat SMP 4.616 orang, dan
tamat perguruan tinggi 2.275 orang. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar
penduduk Desa Troso sadar pentingnya pendidikan selain itu, sebagian besar
kondisi ekonomi penduduk Desa Troso juga terbilang cukup tinggi sehingga
penduduk Desa Troso mampu menamatkan pendidikan hingga ke jenjang
perguruan tinggi.
Kondisi Sosial Ekonomi
Kondisi sosial penduduk Desa Troso dapat dilihat dari ragam suku budaya,
bahasa yang digunakan sehari-hari, dan agama yang dianut oleh penduduk
setempat. Desa Troso, sebagian besar dihuni oleh penduduk asli, hanya ada
beberapa penduduk yang merupakan pendatang seperti dari Madura, Lamongan,
dan Pati. Tidak ada pendatang yang berasal dari luar Jawa. Bahasa sehari-hari
yang digunakan oleh penduduk Desa Troso yaitu Bahasa Jawa. Sebagian besar
penduduk Desa Troso menganut agam islam dengan jumlah 21.640 orang dan
sisanya 16 orang beragama protestan. Data jumlah penduduk Desa Troso menurut
agama dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Jumlah penduduk Desa Troso menurut agama tahun 2016
No. Agama Jumlah (n) Presentase (%)
1. Islam 21.640 99.93
2. Protestan 16 0.07
Jumlah 21.656 100.00
Sumber: Kecamatan Pecangaan dalam Angka 2017

Pada Tabel 5, dapat dilihat hanya ada dua jenis agama yang dianut oleh
penduduk Desa Troso, yaitu agama islam dan protestan. Mayoritas penduduk
Desa Troso menganut agama islam dengan jumlah 21.640 orang atau 99.93
persen. Penduduk yang menganut agama protestan sebanyak 16 orang atau 0.07
persen. Hal tersebut dapat dilihat dari bangunan tempat ibadah yang ada di Desa
Troso hanya ada untuk umat muslim, selain itu juga dilihat dari sekolah-sekolah
yang dikhususkan untuk umat muslim. Selain kondisi sosial, peneliti juga
mengamati kondisi ekonomi Penduduk Desa Troso.
Kondisi ekonomi dari penduduk Desa Troso dapat dilihat dari sektor mata
pencaharian penduduk. Sebagian besar penduduk Desa Troso bekerja di sektor
industri. Hal tersebut dikarenakan potensi yang banyak ada di Jepara dan terkenal
hingga ke luar Jepara, yaitu potensi di bidang industri. Selain indutri meubel,
Jepara juga memiliki industri kerajinan yang terkenal di luar Jepara bahkan
hingga ke luar negeri, yaitu indutri kain tenun troso. Industri kain tenun troso
hanya ada satu di Jepara, yaitu di Desa Troso. Data jumlah penduduk Desa Troso
menurut sektor mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 6.
25

Tabel 6 Jumlah penduduk Desa Troso menurut sektor mata pencaharian tahun
2016
No Sektor mata pencaharian Jumlah (n) Presentase (%)
1. Pertanian 2.979 16.32
2. Pekerbunan 379 2.08
3. Peternakan 727 3.98
4. Perikanan 527 2.89
5. Kehutanan 419 2.30
6. Pertambangan dan bahan galian 0 0.00
Industri (skala rumah tangga,
7. 11.307 61.94
kecil, menengah, dan besar)
8. Perdagangan 1.542 8.45
9. Jasa 375 2.05
Jumlah 18.255 100.00
Sumber: Kecamatan Pecangaan dalam Angka 2017

Berdasarkan data yang ada di Tabel 6, jumlah penduduk menurut sektor


mata pencaharian berjumlah 18.255 orang, sedangkan total jumlah penduduk
Desa Troso yaitu 21.656 orang. Hal tersebut dikarenakan ada penduduk yang
masih bayi dan balita sehingga belum mendapatkan pekerjaan, ada juga penduduk
yang bekerja sebagai ibu rumah tangga, dan penduduk usia produktif yang belum
bekerja. Jumlah penduduk paling tinggi menurut sektor mata pencaharian, yaitu
penduduk yang bekerja di sektor industri dengan jumlah 11.304 orang. Hal
tersebut dikarenakan di Desa Troso terdapat beberapa industri, seperti industri
meubel, industri anyaman, industri alat rebana, dan industri kain tenun troso,
namun industri yang paling dominan di Desa Troso yaitu industri kain tenun
troso. Menurut penuturan Kepala Desa Troso, Bapak Abdul Basir, mayoritas
penduduk Desa Troso bekerja di bidang industri kain tenun troso. Industri kain
tenun troso masih dibagi-bagi lagi menjadi beberapa bagian, seperti ada industri
yang khusus dalam pemintalan benang, industri pewarnaan benang, industri
penenunan kain, dan ada indutri yang memproduksi kain tenun troso mulai dari
proses awal hingga akhir.
Sarana dan Prasarana
Desa Troso memiliki sarana dan prasarana yang dapat memudahkan
penduduk dalam menjalankan aktivitas, baik itu dari segi sosial maupun ekonomi.
Terkait dengan sarana akses jalan, Desa Troso memiliki kondisi jalan aspal yang
cukup baik, meskipun terdapat beberapa jalan yang sedikit berlubang. Hal tersebut
dikarenakan jalan Desa Troso selain dilalui oleh kendaraan motor dan mobil juga
dilalui oleh kendaraan truk. Angkutan umum sangat jarang ditemui melintas di
jalanan Desa Troso sehingga untuk menuju Desa Troso lebih mudah
menggunakan kendaraan pribadi. Desa Troso memiliki beberapa sarana dan
prasarana untuk menunjang aktivitas pendidikan, di antaranya terdapat 1 TK, 6
SD, 2 MI (Madrasah Ibtidaiyah), 1 MTS (Madrasah Tsanawiyah), dan 1 MA
(Madrasah Alawiyah). Sarana dan prasana pendidikan didominasi oleh pendidikan
26

islam karena sebagian besar penduduk Desa Troso beragama islam. Selain
sekolah umum, di Desa Troso juga terdapat 2 pondok pesantren dengan jumlah
murid 612 orang. Data jumlah sarana dan prasana pendidikan di Desa Troso dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Jumlah sarana dan prasarana pendidikan di Desa Troso tahun 2016
No. Jenis Pendidikan Jumlah (n) Presentase (%)
1. TK 1 7.69
2. SD 6 46.15
3. MI 2 15.38
4. MTS 1 7.69
5. MA 1 7.69
6. Pondok Pesantren 2 15.38
Jumlah 13 100.00
Sumber: Kecamatan Pecangaan dalam Angka 2017

Desa Troso juga memiliki sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan
keagamaan, namun hanya ada sarana dan prasana untuk kegiatan umat islam.
Terdapat 2 masjid dan 71 surau/ musholla di Desa Troso. Hal tersebut
dikarenakan hampir semua penduduk Desa Troso beragama islam, hanya 16
penduduk yang beragama bukan islam (protestan). Penduduk Desa Troso yang
beragama protestan harus beribadah di luar Desa Troso karena di Desa Troso
tidak terdapat gereja. Data jumlah sarana dan prasarana keagamaan dapat dilihat
pada Tabel 8.
Tabel 8 Jumlah sarana dan prasana keagamaan di Desa Troso tahun 2016
No. Jenis saran dan prasarana Jumlah (n) Presentase (%)
1. Masjid 2 2.74
2. Surau/Musholla 71 97.26
Jumlah 73 100.00
Sumber: Kecamatan Pecangaan dalam Angka 2017

Desa Troso juga memiliki sarana dan prasarana yang dapat menunjang
aktivitas ekonomi, salah satunya yaitu koperasi, hanya ada satu unit koperasi di
Desa Troso, yaitu Koperasi Paguyuban Tenun Troso. Koperasi tersebut didirikan
untuk mewadahi para pengrajin tenun troso. Melalui koperasi para anggota bisa
mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan dan mendapatkan pinjaman
modal untuk usaha kain tenun troso. Seperti koperasi pada umumnya, di dalam
koperasi tenun troso juga terdapat aktivitas simpan pinjam, selain itu ketua,
pengurus, serta anggota mengadakan rapat yang dilakukan setiap satu bulan sekali
dan juga Rapat Akhir Tahun (RAT) yang tentu dilaksanakan setiap satu kali
dalam setahun, di akhir tahun. Saat ini Koperasi Paguyuban Tenun Troso diketuai
oleh Sunarto dengan jumlah anggota 32 orang.
27

Ikhtisar
Desa Troso termasuk salah satu dari 12 desa yang ada di Kecamatan
Pecangaan, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah yang memiliki jumlah
penduduk sebanyak 21.656 orang dengan jumlah penduduk laki-laki 10.745 orang
dan penduduk perempuan 10.911 orang. Desa Troso terbagi menjadi 10 RW dan
83 RT. Penduduk Desa Troso memiliki tingkat pendidikan yang terbilang tinggi
karena sebagian besar penduduk mampu menamatkan pendidikan hingga ke
jenjang perguruan tinggi.
Jumlah penduduk Desa Troso paling tinggi menurut sektor mata
pencaharian, yaitu penduduk yang bekerja di sektor industri. Hal tersebut
dikarenakan di Desa Troso terdapat beberapa industri, seperti industri meubel,
industri anyaman, industri alat rebana, dan industri kain tenun troso, namun yang
paling dominan yaitu industri kain tenun troso. Industri kain tenun troso masih
dibagi lagi menjadi beberapa bagian. Sebagian besar penduduk Desa Troso
merupakan penduduk asli dan bahasa sehari-hari yang digunakan yaitu Bahasa
Jawa. Mayoritas penduduk Desa Troso beragama islam karena hanya 16 orang
yang beragama bukan islam (protestan). Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa
bangunan sekolah untuk pendidikan islam, seperti madrasah dan pondok
pesantren, serta bangunan untuk tempat beribadah, yaitu 2 masjid dan 71
surau/musholla di Desa Troso.
Desa Troso memiliki kondisi jalan yang cukup baik, meskipun terdapat
beberapa jalan yang sedikit berlubang. Akses menuju Desa Troso lebih mudah
ditempuh dengan kendaraan pribadi karena sangat jarang ditemui angkutan umum
yang melintas ke Desa Troso. Terkait dengan koperasi, hanya ada satu koperasi di
Desa Troso, yaitu Koperasi Paguyuban Tenun Troso yang mewadahi pengrajin
tenun troso. Jumlah anggota koperasi saat ini, yaitu 32 orang yang diketuai oleh
Sunarto.

Gambaran Umum Koperasi Paguyuban Tenun Troso


Sejarah Koperasi Paguyuban Tenun Troso
Koperasi Paguyuban Tenun Troso awalnya merupakan sebuah paguyuban
dari beberapa pengrajin tenun troso. Para pengrajin membentuk paguyuban
sebagai wadah untuk saling bertukar informasi yang dapat memudahkan dalam
mendapatkan informasi terkait pameran dan pasar penjualan kain tenun troso.
Desa Troso awalnya belum ada lembaga resmi yang menaungi pengrajin tenun
troso sehingga pemerintah tidak dapat memberikan bantuan karena tidak adanya
lembaga resmi yang menaungi. Pemerintah mengharapkan agar paguyuban
tersebut dibuat menjadi lembaga resmi, seperti koperasi sehingga pemerintah
dapat menyalurkan bantuan. Pada hari Selasa, tanggal 1 April 2008 dibentuklah
Koperasi Paguyuban Tenun Troso dengan diterbitkannya Surat Keputusan terkait
Badan Hukum Koperasi Paguyuban Tenun Troso 518/192/BH/XIV.10/IV/2008
sesuai keputusan Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi
Kabupaten Jepara terkait Pengesahan Akta Pendirian.
28

Pada awal didirikannya koperasi, anggota koperasi masih berjumlah 20


orang yang terdiri dari 8 pengurus dan 12 anggota, sampai pada tahun 2010
jumlah anggota bertambah menjadi 45 orang. Pada tahun 2010 juga, koperasi
pernah sempat berhenti beroperasi dikarenakan ketua koperasi meninggal dan
tidak ada yang melanjutkan. Sunarto, salah satu pengurus koperasi kemudian
dipilih untuk menjadi ketua koperasi dan anggota koperasi pada saat itu ada yang
meninggal dan keluar sehingga jumlah anggota berkurang menjadi 32 orang.
Sampai saat ini kegiatan koperasi masih berjalan normal dan jumlah anggota
masih tetap 32 orang.
Tujuan dibentuknya Koperasi Paguyuban Tenun Troso yaitu memajukan
kesejahteraan anggota dengan menyatukan dan mewadahi anggota (pengrajin
tenun troso) agar mudah dalam mengakses informasi-informasi dan permodalan
usaha kain tenun troso.

Profil Koperasi Paguyuban Tenun Troso


Koperasi Paguyuban Tenun Troso berlokasi di Jalan Bugel Km. 01, RT
04 RW 01 Desa Troso, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara. Struktur
organisasi dari Koperasi Paguyuban Tenun Troso dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Struktur organisasi Koperasi Paguyuban Tenun Troso tahun 2018


Jabatan Nama
Penasehat : H. Mansyur Sujak
Pengawas : 1. H. Suwandi
2. H. Abdullah Handiq
3. H. Hadi Suyanto
Ketua : H. Sunarto
Wakil Ketua : H. Sulbi Ahmad
Sekretaris : H. Abdul Jamal, SE
Wakil Sekretaris : Arif Iriyanto
Bendahara : Drs. Sobari
Wakil Bendahara : Buchori Hasbullah
Bagian Umum : Bukhori Baedah Suwarno
Sumber: Data Profil Koperasi Paguyuban Tenun Troso

Kegiatan Koperasi Paguyuban Tenun Troso yang paling utama yaitu


simpan pinjam, selain itu ada juga kegiatan pameran. Koperasi juga mengikuti
kegiatan fashion show yang diadakan di Desa Troso setiap bulan Juli dan juga
koperasi dipercayakan oleh pemerintah Desa Troso untuk berpartisipasi dalam
program Desa Wisata Tenun Troso. Pada tahun 2017, koperasi bersama dengan
pihak Universitas Muria Kudus (UMK) mengikuti pameran ke Malaysia,
Thailand, dan Brunei Darussalam. Tujuannya yaitu memperkenalkan dan
memasarkan produk tenun troso hingga ke luar negeri. Kegiatan tersebut diikuti
sebanyak 20 anggota koperasi.
29

Kegiatan lain seperti pelatihan untuk seluruh anggota koperasi belum ada,
hanya ada pelatihan yang dilakukan dari pihak luar yaitu dari Universitas
Stikubank (UNISBANK) terkait dengan pendampingan pengelolaan simpan
pinjam. Pelatihan tersebut lebih dikhususkan kepada pengurus koperasi. Terkait
dengan bantuan, pemerintah pernah memberikan bantuan kepada koperasi berupa
bantuan mesin tenun, uang sekitar seratus juta, dan bahan baku senilai 180 juta.
Kegiatan utama dari Koperasi Paguyuban Tenun Troso yaitu simpan
pinjam sehingga pelatihan yang diberikan dari pihak UNISBANK lebih terkait
dengan pengelolaan simpan pinjam.

Sistem Simpan Pinjam


Koperasi Paguyuban Tenun Troso memiliki peraturan terkait dengan
sistem simpan pinjam. Peraturan tersebut tertulis dalam Standar Operasional
Manajemen (SOM). Standar Operasional Manajemen bagi Koperasi Paguyuban
Tenun Troso adalah struktur tugas, prosedur kerja, sistem manajemen dan standar
kerja yang dapat dijadikan acuan/ panduan bagi pihak manajemen Koperasi
Paguyuban Tenun Troso dalam memberikan pelayanan bermutu bagi para
anggotanya dan pengguna jasa lainnya. Tujuan SOM Koperasi Paguyuban Tenun
Troso adalah memberikan panduan bagi pengelola Koperasi Paguyuban Tenun
Troso dalam menjalankan kegiatan operasional usaha simpan pinjam.
Koperasi Paguyuban Tenun Troso memiliki persyaratan bagi calon
anggota yang ingin menjadi anggota koperasi. Syarat yang harus dipenuhi oleh
calon anggota sebagai berikut:
1. Calon anggota bertempat tinggal di wilayah Koperasi Paguyuban Tenun
Troso;
2. Mengisi formulir pendaftaran yang telah ditandatangani oleh calon
anggota dan menyerahkan fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) kepada
pihak koperasi;
3. Membayar simpanan pokok sebesar Rp750.000;
4. Mempunyai usaha/ penghasilan tetap;
5. Tidak pernah melakukan tindak pidana;
6. Memiliki moral yang baik;
7. Mengikuti kegiatan yang telah ditetapkan oleh koperasi.
Sementara itu, persyaratan untuk calon peminjam hampir sama dengan
persyaratan untuk pendaftaran calon anggota koperasi. Persyaratan calon
peminjam di antaranya:
1. Calon peminjam bertempat tinggal di wilayah Koperasi Paguyuban Tenun
Troso;
2. Mempunyai usaha/ penghasilan tetap;
3. Mempunyai simpanan aktif;
4. Tidak memiliki tunggakan hutang dengan Koperasi Paguyuban Tenun
Troso maupun pihak lain;
30

5. Tidak pernah melakukan tindak pidana;


6. Memiliki moral yang baik;
7. Anggota wajib membayar simpanan wajib sebesar Rp50.000 setiap
bulannya;
8. Perjanjian pinjaman dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh pihak
koperasi.
Koperasi juga memiliki peraturan terkait pembinaan terhadap peminjam, di
antaranya:
1. Mengirimkan surat teguran apabila terlambat membayar;
2. Membantu peminjam yang mengalami masalah di bidang usaha;
3. Memberitahu secara rutin posisi pinjaman.
Pembagian dan penggunaan Sisa Hasil Usaha (SHU) digunakan untuk
keperluan sebagai berikut:
1. Cadangan;
2. Dibagikan kepada anggota secara adil sebanding dengan jasa usaha dan
jasa terhadap modal yang diberikan kepada koperasi;
3. Biaya pendidikan dan pelatihan bagi pengurus, pengawas, pengelola, dan
anggota koperasi;
4. Insentif pengurus, pengawas, dan pengelola.
Koperasi Paguyuban Tenun Troso mendapatkan modal dari simpanan
pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela, hibah, pinjaman, dan Sisa Hasil
Usaha (SHU) pada periode sebelumnya.

Keaktifan Anggota
Keaktifan anggota Koperasi Paguyuban Tenun Troso dapat dilihat dari
keikutsertaan anggota dalam setiap kegiatan koperasi. Terkait dengan kegiatan
simpan pinjam, anggota termasuk aktif dalam kegiatan simpan pinjam, namun
terdapat kendala, yaitu anggota sering terlambat dalam membayar pinjaman. Hal
tersebut yang menjadi masalah bagi keberlangsungan koperasi. Ketua koperasi
mengaku tidak tega jika berurusan dengan menagih uang pinjaman ke anggota,
jika kondisi keuangan atau usaha yang menyebabkan anggota terlambat
membayar, ketua memaklumi dan memberi kelonggaran waktu kepada anggota
tersebut.
Keaktifan anggota juga dapat dilihat pada saat rapat, pihak koperasi
melaksanakan rapat rutinan setiap satu bulan sekali yang dilaksanakan di akhir
bulan dan ada juga Rapat Akhir Tahun (RAT). Jumlah anggota yang mengikuti
rapat rutinan tidak tentu, kadang seluruh anggota hadir, kadang juga yang hadir
hanya beberapa orang. Hal tersebut dikarenakan ada agenda lain yang lebih
diprioritaskan oleh anggota, sehingga anggota tersebut tidak bisa menghadiri rapat
rutinan. Pada saat RAT, anggota diwajibkan untuk hadir rapat, anggota koperasi
juga aktif ketika rapat berlangsung. Pada saat rapat berlangsung, pengurus
31

memberikan kebebasan kepada anggota untuk menyampaikan pendapat, kritik,


dan saran.

Status Keanggotaan
Status keanggotaan merupakan status responden yang berkaitan dengan
peran dalam melaksanakan kegiatan koperasi. Status keanggotaan dalam
penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu anggota dan pengurus. Jumlah anggota
Koperasi Paguyuban Tenun Troso yaitu 21 orang dan jumlah pengurus yaitu 11
orang, total seluruhnya yaitu 32 orang. Pengurus di Koperasi Paguyuban Tenun
Troso juga mengikuti kegiatan simpan pinjam sehingga, hal ini menunjukkan
bahwa pengurus juga mendapatkan manfaat dari kegiatan simpan pinjam sama
seperti anggota koperasi.

Ikhtisar
Koperasi Paguyuban Tenun Troso didirikan pada tanggal 1 April 2008
dengan diterbitkannya surat keputusan terkait Badan Hukum Koperasi Paguyuban
Tenun Troso 518/192/BH/XIV.10/IV/2008 sesuai Keputusan Kepala Dinas
Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Jepara terkait Akta Pendirian.
Tujuan dibentuknya Koperasi Paguyuban Tenun Troso adalah memajukan
kesejahteraan anggota dengan menyatukan dan mewadahi anggota (pengrajin
tenun troso) agar mudah dalam mengakses informasi-informasi dan permodalan
usaha kain tenun troso. Saat ini jumlah total anggota koperasi tenun troso yaitu 32
orang yang terdiri dari 11 orang pengurus dan 21 orang anggota.
Unit usaha Koperasi Paguyuban Tenun Troso yang utama yaitu simpan
pinjam, selain itu ada juga kegiatan lain seperti, kegiatan pameran di dalam dan di
luar negeri, serta kegiatan fashion show tenun troso yang diadakan setiap bulan
Juli di Desa Troso. Koperasi Paguyuban Tenun Troso juga diberikan kepercayaan
oleh pemerintah Desa Troso untuk berpartisipasi dalam program Desa Wisata
Troso. Koperasi Paguyuban Tenun Troso memiliki peraturan yang mengatur
terkait dengan pengelolaan simpan pinjam. Pengrajin tenun troso yang akan
mendaftar menjadi anggota koperasi harus membayar simpanan pokok sebesar
Rp750.000. Koperasi Paguyuban Tenun Troso mendapatkan modal dari simpanan
pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela, hibah, pinjaman, dan Sisa Hasil
Usaha (SHU) pada periode sebelumnya.
Koperasi Paguyuban Tenun Troso mengadakan dua jenis rapat, yaitu rapat
rutinan dan Rapat Akhir Tahun (RAT). Keaktifan anggota salah satunya dapat
dilihat dari keikutsertaan anggota dalam rapat. Jumlah anggota yang ikut rapat
tidak tentu, kadang seluruh anggota hadir, kadang juga hanya beberapa anggota
yang hadir. Hal tersebut dikarenakan ada agenda lain yang lebih diprioritaskan
oleh anggota, sehingga anggota tersebut tidak bisa menghadiri rapat rutinan.
Terkait dengan kegiatan simpan pinjam, beberapa anggota koperasi sering
terlambat dalam membayar pinjaman. Apabila permasalahan keterlambatan
32

tersebut karena menurunnya kondisi keuangan atau usaha anggota, maka pihak
koperasi akan membantu dengan memberikan kelonggaran waktu.
33

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Responden dalam penelitian ini adalah seluruh anggota Koperasi


Paguyuban Tenun Troso yang berada di Desa Troso, Kecamatan Pecangaan,
Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Karakteristik responden dalam penelitian ini
terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pengalaman sebagai pengrajin
tenun troso, dan omzet pengrajin tenun troso per bulan.

Usia
Usia adalah lama hidup responden yang dihitung sejak hari kelahiran
hingga saat penelitian berlangsung. Peneliti mengkategorikan usia dalam 3
kategori, yaitu dewasa awal (18-30 tahun), dewasa menengah (31-50 tahun), dan
tua (>50 tahun) Havighurst dalam Mugniesyah (2009). Data jumlah dan
presentase responden menurut usia tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Jumlah dan presentase responden menurut usia tahun 2018
Usia Jumlah (n) Presentase (%)
18-30 0 0
31-50 15 46.875
>50 17 53.125
Total 32 100

Tabel 10 menunjukkan bahwa dalam penelitian ini sebagian besar


responden berada dalam kategori usia ketiga, yaitu usia lebih dari 50 tahun
dengan jumlah sebanyak 17 orang dari 32 orang atau 53.125 persen dari jumlah
keseluruhan responden. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa
responden dalam penelitian ini sebagian besar berada pada usia tua. Hal tersebut
berdasarkan hasil dari penelitian di lapang bahwa, sebagian besar responden
bergabung dalam koperasi sudah sejak awal berdirinya koperasi, bahkan sebelum
koperasi tersebut diresmikan, sebagian besar responden tersebut sudah
membentuk Paguyuban Tenun Troso. Selain itu juga dikarenakan belum adanya
regenerasi anggota koperasi.

Jenis Kelamin
Responden dalam penelitian ini adalah seluruh anggota Koperasi
Paguyuban Tenun Troso. Jenis kelamin responden pada penelitian ini dibagi
menjadi 2, yaitu laki-laki dan perempuan. Data jumlah dan presentase responden
menurut jenis kelamin tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Jumlah dan presentase responden menurut jenis kelamin tahun 2018
Jenis Kelamin Jumlah (n) Presentase (%)
Laki-laki 30 93.75
Perempuan 2 6.25
Total 32 100
34

Tabel 11 menunjukkan bahwa jumlah responden berjenis kelamin laki-laki


sebanyak 30 orang dari total 32 orang, sedangkan 2 orang lainnya merupakan
responden yang berjenis kelamin perempuan. Jumlah responden laki-laki lebih
banyak daripada responden perempuan karena notabennya laki-laki yang menjadi
tulang punggung keluarga sehingga sebagian besar anggota Koperasi Paguyuban
Tenun dari kalangan laki-laki.

Pendidikan Terakhir
Pendidikan dalam penelitian ini dikelompokkan ke dalam lima tingkatan
yaitu, tidak sekolah, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, dan tamat
diploma/sarjana. Berdasarkan data di lapang, tingkat pendidikan sebagian besar
responden yaitu tamat SMA dengan jumlah sebanyak 17 orang. Jumlah responden
yang tamat SD sebanyak 4 orang, tamat SMP sebanyak 7 orang, dan tamat
diploma/sarjana sebanyak 4 orang, sedangkan tidak ada responden yang tidak
sekolah. Data jumlah dan presentase responden menurut pendidikan terakhir tahun
2018 dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Jumlah dan presentase responden menurut pendidikan terakhir tahun
2018
Pendidikan Terakhir Jumlah (n) Presentase (%)
Tidak sekolah 0 0
Tamat SD 4 12.5
Tamat SMP 7 21.875
Tamat SMA 17 53.125
Tamat diploma/sarjana 4 12.5
Total 32 100

Berdasarkan data pada Tabel 12, tingkat pendidikan responden tergolong


tinggi karena pendidikan responden sebagian besar sudah tamat SMA, bahkan
sebanyak 4 responden tamat diploma/sarjana. Data responden berdasarkan tingkat
pendidikan dapat menjelaskan kesadaran responden terhadap pentingnya
pendidikan. Kesadaran responden termasuk tinggi terhadap pentingnya
pendidikan. Hal tersebut juga berdasarkan penuturan dari Kepala Desa Troso,
Bapak Abdul Basir, bahwa penduduk Desa Troso memiliki kesadaran yang tinggi
akan pentingnya pendidikan. Selain itu, tingkat pendidikan yang tinggi di Desa
Troso juga ditunjang dengan tingkat perekonomian masyarakat Desa Troso yang
juga terbilang cukup tinggi, sehingga masyarakat mampu menempuh pendidikan
hingga tingkat SMA bahkan hingga ke tingkat diploma/sarjana.

Pengalaman sebagai Pengrajin Tenun Troso


Responden dalam penelitian ini merupakan seluruh anggota Koperasi
Paguyuban Tenun Troso yang menjadi pengrajin tenun troso. Pengalaman sebagai
pengrajin tenun troso merupakan lama responden menjadi pengrajin tenun troso.
Data lama responden menjadi pengrajin tenun troso diperoleh dari hasil turun
35

lapang, yaitu wawancara kepada responden melalui kuesioner. Data pada tabel 13
menunjukkan bahwa, jumlah responden yang menjadi pengrajin tenun troso
kurang dari sama dengan 17 tahun sebanyak 7 orang, 18-23 tahun sebanyak 12
orang, dan lebih dari sama dengan 24 tahun sebanyak 13 orang. Data jumlah dan
presentase responden menurut lama menjadi pengrajin tenun troso tahun 2018
dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Jumlah dan presentase responden menurut lama menjadi pengrajin tenun
troso tahun 2018
Lama menjadi pengrajin
Jumlah (n) Presentase (%)
(tahun)
≤17 7 21.875
18-23 12 37.5
≥24 13 40.625
Total 32 100

Berdasarkan data pada Tabel 13, jumlah responden berdasarkan lama


menjadi pengrajin tenun troso paling banyak yaitu lebih dari sama dengan 24
tahun dengan jumlah responden sebanyak 13 orang. Hal tersebut dikarenakan
keterampilan membuat tenun ikat troso sudah diperoleh penduduk desa secara
turun temurun. Mayoritas penduduk Desa Troso bekerja sebagai pengrajin tenun
troso dan sekaligus juga pemilik usaha tenun troso. Sejarahnya yaitu keterampilan
membuat tenun ikat sudah dimiliki oleh penduduk Desa Troso sejak tahun 1935
yang bermula dari Tenun Gendong warisan turun temurun. Tahun 1943 mulai
berkembang Tenun Pancal dan kemudian pada tahun 1946 beralih Alat Tenun
Bukan Mesin (ATBM) hingga sekarang. Nama Troso diambil dari nama desa,
yaitu Desa Troso karena mayoritas penduduk Desa Troso yang memiliki
keterampilan membuat tenun ikat sekaligus bekerja sebagai pengrajin tenun ikat
sehingga kain tenun ikat tersebut dinamakan kain tenun ikat troso.

Omzet Pengrajin Tenun Troso

Omzet adalah keseluruhan jumlah penjualan barang atau jasa dalam kurun
waktu tertentu yang dihitung berdasarkan jumlah uang yang diperoleh (Nurfitria,
2011). Data omzet responden diperoleh dari hasil penelitian di lapang, yaitu
wawancara dengan responden melalui kuesioner. Data jumlah dan presentase
responden menurut omzet sebagai pengrajin tenun troso tahun 2018 dapat dilihat
pada Tabel 14.
Tabel 14 Jumlah dan presentase responden menurut omzet sebagai pengrajin
tenun troso tahun 2018
Omzet per bulan (juta) Jumlah (n) Presentase (%)
≤15 14 50
16-49 13 12.5
≥50 5 37.5
Total 32 100
36

Berdasarkan data pada Tabel 14, sebanyak 14 orang responden memiliki


omzet kurang dari sama dengan 15 juta per bulan, 16-49 juta sebanyak 13 orang,
dan lebih dari sama dengan 50 juta sebanyak 5 orang. Omzet yang berbeda-beda
dikarenakan perbedaan jumlah produksi kain tenun troso yang dihasilkan oleh
pengrajin. Semakin banyak kain tenun troso yang diproduksi, omzet yang
dihasilkan semakin besar. Hasil tersebut bukan merupakan keuntungan karena
seluruh hasil penjualan kain tenun troso belum dikurangi dengan seluruh biaya
yang dikeluarkan.

Ikhtisar
Sebagian besar responden dalam penelitian ini berusia tua yaitu lebih dari
50 tahun dengan jumlah 17 orang karena sebagian besar responden bergabung
dalam koperasi sudah sejak awal berdirinya koperasi bahkan sebelum koperasi
diresmikan. Mayoritas responden yang menjadi anggota koperasi yaitu dari
kalangan laki-laki sebanyak 30 orang dan hanya 2 orang yang merupakan
responden perempuan.
Pendidikan terakhir sebagian besar responden yaitu tamat SMA dengan
jumlah 16 orang. Hal tersebut karena sebagian besar penduduk Desa Troso
memiliki kesadaran yang tinggi terkait pentingnya pendidikan, selain itu juga
ditunjang dengan tingkat perekonomian penduduk Desa Troso yang juga terbilang
tinggi. Responden dalam penelitian ini yaitu anggota koperasi yang bekerja
sebagai pengrajin tenun troso sekaligus juga yang memiliki usaha tenun troso.
Jumlah responden paling banyak berdasarkan lama menjadi pengrajin tenun troso
yaitu lebih dari sama dengan 24 tahun sebanyak 13 orang karena keterampilan
dalam membuat kain tenun troso diperoleh penduduk secara turun temurun.
Sebagian besar responden memperoleh omzet per bulan dari penjualan kain tenun
troso kurang dari sama dengan 15 juta.
37

MODAL SOSIAL RESPONDEN PENELITIAN DALAM


KOPERASI PAGUYUBAN TENUN TROSO
Modal Sosial memiliki pengertian dan dimensi yang beragam. Colleta dan
Cullen (2000) dalam Nasdian (2014) mendefinisikan modal sosial sebagai suatu
sistem yang mengacu kepada atau hasil dari organisasi sosial dan ekonomi, seperti
padangan umum, kepercayaan, pertukaran timbal-balik, pertukaran ekonomi dan
informasi, kelompok-kelompok formal dan informal, serta asosiasi-asosiasi yang
melengkapi modal-modal lainnya (fisik, manusiawi, budaya) sehingga
memudahkan terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan ekonomi, dan
pembangunan. Penelitian ini menggunakan 3 dimensi modal sosial seperti
kepercayaan, norma, dan jaringan sosial untuk dianalisis kemudian diuji
pengaruhnya terhadap tingkat partisipasi responden.
Pengertian modal sosial dengan tiga dimensi kepercayaan, norma, dan
jaringan sosial menurut Putnam (1995) adalah bagian dari organisasi sosial seperti
kepercayaan, norma, serta jaringan yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat
untuk memfasilitasi tindakan-tindakan yang terkoordinasi sehingga dimensi dari
modal sosial menurut Putnam (1995) yang utama adalah kepercayaan, norma,
serta jaringan sosial.
Modal sosial memiliki peran penting bagi keberlangsungan Koperasi
Paguyuban Tenun Troso. Dimensi kepercayaan penting agar dapat terjalin
hubungan timbal balik antar responden, tanpa adanya kepercayaan maka antar
responden tidak akan saling tolong menolong. Dimensi norma penting untuk
mengontrol setiap kegiatan koperasi agar tetap berjalan secara berkelanjutan, dan
dimensi jaringan sosial juga penting, salah satunya untuk mempermudah akses
responden dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Jumlah dan presentase
responden menurut tingkat modal sosial tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Jumlah dan presentase responden menurut tingkat modal sosial tahun
2018
Tingkat Modal Sosial Jumlah (n) Presentase (%)
Rendah 6 18.75
Sedang 12 37.5
Tinggi 14 43.75
Total 32 100

Berdasarkan data pada Tabel 15, tingkat modal sosial responden tergolong
tinggi dengan jumlah responden 14 orang atau 43.75 persen. Sisanya berada pada
tingkat sedang dengan jumlah 12 orang atau 37.5 persen, dan tingkat rendah
dengan jumlah 6 orang atau 18.75 persen. Tingkat modal sosial ini diperoleh dari
tiga dimensi yaitu tingkat kepercayaan, tingkat norma, dan tingkat jaringan sosial.
Modal sosial yang tinggi terlihat dari antar responden yang sudah saling percaya
satu sama lain, saling tolong menolong, saling memahami bahwa setiap responden
38

memiliki kondisi yang berbeda-beda, dan hubungan yang terjalin baik dengan
semua responden.

“…Nek ono anggota sing arep njaluk tulung nyileh duwet, nek aku
ono yo mesti tak tulungi mbak, wong yo wis tak anggep koyo dulur
dewe. Nek peraturan koperasi yo tetep mlaku mbak, nanging yo juga
disesuaikke karo kondisi anggota, dadi luweh kekeluargaan, ora
saklek banget ngono…” (SA, 53 tahun)
Artinya
“…Kalau ada anggota yang mau minta tolong pinjam uang, kalau
aku ada ya pasti aku tolong mbak, orang ya udah tak anggap seperti
saudara sendiri. Kalau peraturan koperasi ya tetap berjalan mbak,
tapi ya juga disesuaikan sama kondisi anggota, jadi lebih
kekeluargaan, nggak saklek banget gitu…” (SA, 53 tahun)

Modal sosial yang tinggi ini juga terlihat dari akses responden dalam
mendapatkan informasi. Sebagian besar responden menyatakan alasan menjadi
anggota koperasi karena bisa mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan.
Modal sosial yang berada pada tingkatan rendah disebabkan karena responden
tersebut kurang akrab dengan responden lain, hanya sekedar mengenal. Selain itu,
responden tersebut juga jarang mengikuti kegiatan seperti pameran sehingga
mungkin jaringan yang diperoleh tidak sebanyak responden yang sering ikut
kegiatan pameran. Untuk jumlah dan presentase responden menurut masing-
masing dimensi modal sosial tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Jumlah dan presentase responden menurut masing-masing dimensi


modal tahun 2018
Modal Sosial Kategori Jumlah (n) Presentase (%)
Tingkat kepercayaan Rendah 7 21.9
Sedang 8 25.0
Tinggi 17 53.1
Tingkat Norma Rendah 10 31.2
Sedang 11 34.4
Tinggi 11 34.4
Tingkat Jaringan Sosial Rendah 4 12.5
Sedang 9 28.1
Tinggi 19 59.4

Berdasarkan Tabel 16, dua dimensi modal sosial, yaitu tingkat


kepercayaan dan tingkat jaringan sosial berada pada kategori tinggi, sedangkan
tingkat norma berada pada kategori sedang menuju tinggi. Hal tersebut karena
responden kurang mematuhi peraturan yang diterapkan di Koperasi Paguyuban
Tenun Troso. Seperti halnya terkait dengan pembayaran simpan pinjam. Peraturan
terkait simpan pinjam yaitu responden harus membayar simpan pinjam tepat
39

waktu, apabila ada yang melanggar maka akan diberikan sanksi. Kegiatan utama
koperasi adalah simpan pinjam sehingga apabila responden terlambat dalam
membayar simpan pinjam akan mengganggu perputaran uang yang ada di
koperasi. Ketua koperasi mengaku kurang bisa tegas dalam mengurusi masalah
responden-responden yang terlambat dalam membayar simpan pinjam sehingga
hal tersebut yang menyebabkan responden terkadang menyepelekan pelanggaran
yang dilakukan.
Tingkat kepercayaan responden yang tinggi dikarenakan antar responden
sudah saling mengenal satu sama lain sehingga menumbuhkan rasa saling percaya
di antara responden. Tingkat jaringan sosial yang tinggi dikarenakan kemudahan
akses informasi yang diperoleh responden, selain itu terjalin hubungan yang baik
antara responden dengan ketua, pengurus, maupun dengan responden lain.

Tingkat Kepercayaan
Vipriyanti (2011) menyatakan bahwa rasa percaya adalah dasar dari
perilaku moral yang menyediakan arahan bagi kerjasama dan koordinasi sosial
dari semua aktivitas sehingga manusia dapat hidup bersama dan berinteraksi satu
dengan lainnya. Kepercayaan dalam penelitian ini dapat dilihat dari rasa percaya
responden dengan pihak-pihak yang terlibat langsung dalam kegiatan koperasi,
seperti dengan ketua koperasi, pengurus, dan responden lain. Jumlah dan
presentase responden menurut tingkat kepercayaan tahun 2018 dapat dilihat pada
Tabel 17.

Tabel 17 Jumlah dan presentase responden menurut tingkat kepercayaan tahun


2018
Tingkat Kepercayaan Jumlah (n) Presentase (%)
Rendah 7 21.9
Sedang 8 25.0
Tinggi 17 53.1
Total 32 100

Berdasarkan Tabel 17, jumlah responden dengan tingkat kepercayaan


rendah sebanyak 7 orang atau sebesar 21.9 persen, jumlah responden dengan
tingkat kepercayaan sedang sebanyak 8 orang atau sebesar 25 persen, dan jumlah
responden dengan tingkat kepercayaan tinggi sebanyak 17 orang atau sebesar 53.1
persen. Dapat dilihat bahwa, tingkat kepercayaan responden tergolong tinggi. Hal
tersebut dikarenakan seluruh responden merupakan warga asli Desa Troso dan
jarak antara satu rumah responden dengan rumah responden yang lain tidak terlalu
jauh sehingga membuat responden lebih sering untuk bertemu dan berinteraksi.
Selain itu, Paguyuban Tenun Troso ini juga sudah ada sebelum diresmikan
menjadi koperasi sehingga antar responden sudah saling mengenal satu sama lain.
40

“…Nek percoyo yo percoyo mbak karo anggota sing liyane. Iki


sedurunge dadi koperasi kan pancen wis ono sedurunge mbak
paguyuban, mung ora resmi ngono, guyub ngono kan, dadi yo wis
saling kenal, wis tak anggep koyo dulur dewe mbak…” (NT, 65
tahun)
Artinya
“…Kalau percaya ya percaya mbak sama anggota yang lain. Ini
sebelum jadi koperasi kan memang sudah ada mbak paguyuban,
cuma nggak resmi gitu, guyub gitu kan, jadi udah saling kenal, udah
saya anggap seperti saudara sendiri mbak…” (NT, 65 tahun)

Antar responden yang sudah saling mengenal satu sama lain sehingga
menumbuhkan rasa saling percaya di antara responden. Rasa saling percaya yang
tumbuh kemudian membuat adanya hubungan timbal balik antar responden,
seperti tolong menolong. Apabila tidak ada rasa saling percaya, maka antar
responden tidak akan saling tolong menolong di antara responden. Misalkan saja
ada responden yang tidak dapat ikut rapat rutinan dan akan membayar uang
simpan pinjam, kemudian responden tersebut menitipkan uang simpan pinjam
tersebut kepada responden lain untuk dibayarkan ke koperasi, responden tersebut
percaya bahwa responden lain yang dimintai bantuan untuk membayarkan uang
simpan pinjam tersebut akan membayarkan ke koperasi sesuai dengan uang yang
diberikan. Responden percaya karena responden yang dimintai bantuan juga
memberi kabar kepada responden tersebut bahwa telah membayarkan uang
simpan pinjam yang dititipkan sesuai dengan jumlahnya dan selain itu juga
responden tersebut memberikan bukti pembayaran bahwa telah membayar simpan
pinjam sesuai dengan tunggakan responden.

“…Percaya contone pas aku rak iso teko rapat rutinan terus aku kan
arep bayar tunggakanku mbak, nanging aku rak iso bayarke amergo
rak teko rapat. Dadi nek ngono iku aku jaluk tulung sing liyo, nitip
duwit bayar ning koperasi pas rapat. Yo ngono iku dibayarke sesuai
duwit sing tak wei mbak, yo soale wonge ngandani ning aku karo
ngei bukti pembayarane juga. Nek koyo ngono kan dadikke percoyo
mbak…” (JL, 55 tahun).
Artinya
“…Percaya contohnya waktu aku nggak bisa datang rapat rutinan
terus aku kan mau bayar tunggakanku mbak, tapi nggak bisa
membayarkan karena aku nggak datang rapat. Jadi kalau kayak gitu
aku minta tolong yang lain, nitip uang bayar ke koperasi waktu
rapat. Ya kayak gitu dibayarkan sesuai uang yang tak berikan mbak,
ya soalnya orangnya ngasih tahu aku dan juga ngasih bukti
41

pembayarannya juga. Kalau kayak gitu kan membuat percaya


mbak…” (JL, 55 tahun).

Kepercayaan yang muncul tidak hanya antar responden, namun juga


dengan pengurus koperasi. Kepercayaan yang muncul antara responden dengan
pengurus karena responden percaya bahwa pengurus melakukan tugasnya dengan
baik. Seperti halnya pada saat pembagian SHU, responden percaya dengan
pengurus karena pada saat SHU dibagikan, pengurus memberi tahu secara rinci
laporan simpan pinjam dari responden tersebut sehingga responden mengetahui
jumlah SHU yang diperoleh itu sesuai dengan kontribusi responden tersebut.
Keterbukaan dari pihak koperasi kepada responden yang membuat adanya rasa
saling percaya antara responden dengan pengurus koperasi. Selain dengan
responden lain dan pengurus, rasa saling percaya juga muncul antara responden
dengan ketua koperasi. Selama ini terkait pembayaran koperasi, ketua koperasi
selalu memberikan kemudahan kepada responden, kemudahan tersebut seperti
halnya kelonggaran waktu yang diberikan ketua kepada responden yang terlambat
membayar. Ketua percaya bahwa responden yang terlambat membayar bukan
berarti responden tersebut sengaja melanggar peraturan yang telah diterapkan,
namun karena kondisi dari responden yang memang belum bisa membayar.
Meskipun ada beberapa responden yang terlambat dalam membayar simpan
pinjam, namun hal tersebut tidak membuat responden lain menjadi tidak percaya
dengan responden tersebut karena responden lain memahami bahwa responden
yang tidak bisa membayar dikarenakan dari kondisi usaha ataupun keuangan
responden yang sedang menurun. Adanya rasa saling percaya juga karena antar
responden saling memahami, baik dengan ketua, pengurus, maupun dengan
responden lain.

“…Kalau sama pengurus percaya mbak, percayanya ya seperti


waktu bagi SHU itu pengurus tidak hanya ngasih uangnya saja, tapi
juga laporan simpan pinjam kita, jadi kita tahu oh SHUnya segitu
emang uang simpan pinjamku segitu. Kalau sama ketua itu baik
mbak orangnya, kalau ada yang telat-telat bayar gitu nggak
langsung dikasih sanksi mbak, tapi dikasih tahu dulu, biasanya juga
ngasih kelonggaran waktu mbak…” (NN, 49 tahun).

Kepercayaan responden juga dilihat dari rasa percaya bahwa responden


lain tidak akan berniat buruk pada sesama responden. Hal tersebut sejalan dengan
pernyataan dari Vipriyanti (2011) bahwa rasa percaya adalah keyakinan bahwa
orang lain tidak akan berlaku ataupun berniat buruk pada diri kita. Responden
percaya bahwa responden lain tidak akan berniat buruk, baik itu dengan
responden tersebut maupun dengan koperasi karena selama ini responden juga
tidak pernah merasakan ada hal-hal yang mencurigakan dari responden lain yang
bisa menimbulkan masalah bagi koperasi karena selama ini yang menjadi kendala
42

bagi koperasi hanya dari masalah responden yang terlambat membayar simpan
pinjam, tidak ada masalah serius yang disebabkan dari perilaku buruk responden.
Selain itu, terkait dengan penyebaran informasi, apabila ketua, pengurus, maupun
responden lain memiliki informasi-informasi yang sekiranya dibutuhkan, pasti
selalu disampaikan. Begitu juga dengan responden, jika memiliki informasi juga
akan disampaikan dengan pihak koperasi. Hal ini dikarenakan adanya rasa
persamaan nasib dan tujuan untuk mengembangkan usaha kain tenun troso
sehingga menumbuhkan kepercayaan bahwa responden lain juga akan
menyampaikan informasi yang dimiliki.

Tingkat Norma
Pengertian norma menurut Vipriyanti (2011) adalah nilai bersama yang
mengatur perilaku individu dalam suatu masyarakat atau kelompok yang
bertujuan untuk membangun kegiatan bersama dan menguntungkan bagi semua
pihak, di mana norma tidak dapat dipisahkan dari jaringan dan kepercayaan.
Tingkat norma dalam penelitian ini diukur dari tingkat kepatuhan responden
dalam menjalankan setiap peraturan yang diterapkan koperasi dan kesediaan
responden dalam menerima sanksi bagi yang melanggar peraturan. Jumlah dan
presentase responden menurut tingkat norma tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel
18.
Tabel 18 Jumlah dan presentase responden menurut tingkat norma tahun 2018
Tingkat Norma Jumlah (n) Presentase (%)
Rendah 10 31.2
Sedang 11 34.4
Tinggi 11 34.4
Total 32 100

Berdasarkan data pada Tabel 18, dapat dilihat bahwa tingkat norma
responden tergolong pada kategori sedang menuju tinggi dengan jumlah
responden tingkat norma sedang dan tinggi sebanyak 11 orang atau 34.3 persen
sedangkan, jumlah responden dengan tingkat norma rendah yaitu 10 orang atau
31.2 persen. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar responden mengetahui,
menerima, dan mematuhi peraturan yang diterapkan di Koperasi Paguyuban
Tenun Troso. Beberapa peraturan AD/ART Koperasi Paguyuban Tenun Troso
dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19 Peraturan AD/ART Koperasi Paguyuban Tenun Troso


No. Peraturan AD/ART
1. Calon anggota koperasi membayar simpanan pokok sebesar Rp750.000
2. Anggota koperasi membayar simpanan wajib sebesar Rp50.000/bulan
3. Maksimal pinjaman anggota sebesar Rp10.000.000
43

Tabel 20 Peraturan AD/ART Koperasi Paguyuban Tenun Troso (Lanjutan)


No. Peraturan AD/ART
4. Simpan pinjam dibayarkan tepat waktu dan bagi yang terlambat membayar
akan dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku
5. Peminjam yang belum melunasi pinjamannya tidak diperbolehkan untuk
meminjam lagi sebelum tunggakan dilunasi
6. Besar SHU yang dibagikan kepada anggota disesuaikan dengan kontribusi
anggota koperasi
Sumber: Standar Operasional Manajemen Koperasi Paguyuban Tenun Troso

Sebagian besar responden mengetahui, menerima, dan mematuhi peraturan


yang telah dibuat, namun memang ada beberapa responden yang melanggar
peraturan, khususnya peraturan terkait pembayaran simpan pinjam. Kegiatan
utama Koperasi Paguyuban Tenun Troso adalah simpan pinjam, jadi
keterlambatan terkait pembayaran simpan pinjam dapat mengganggu perputaran
uang di koperasi. Apabila ada responden yang akan melakukan pinjaman,
sedangkan ada beberapa responden yang belum melunasi tunggakannya maka
koperasi hanya mampu memberikan pinjaman dengan uang yang mungkin lebih
sedikit dari yang akan dipinjam. Selain itu keterlambatan pembayaran simpan
pinjam juga mempengaruhi jumlah SHU yang akan diterima oleh responden
karena responden yang terlambat dalam membayar simpan pinjam tentu uang
simpanan yang ada di koperasi akan lebih sedikit, sehingga SHU yang akan
diterima responden juga sedikit jumlahnya. Peraturan terkait simpan pinjam, yaitu
responden membayar simpan pinjam tepat waktu, apabila melanggar maka akan
dikenakan sanksi.

“…Peraturan di koperasi yang tentang simpan pinjam itu kan


anggota harus membayar simpan pinjam tepat waktu, jika ada yang
melanggar maka akan dikenakan sanksi. Memang ada beberapa
anggota yang melanggar peraturan tersebut. Iya itu yang selama ini
menjadi kendala yang sering dihadapi koperasi. Masalah serius
yang dihadapi koperasi selama ini itu nggak ada ya mbak, cuma ya
itu kendalanya anggota-anggota yang terlambat bayar. Itu kan bisa
berpengaruh pada perputaran uang di koperasi mbak. Kalau pada
patuh bayar kan nek ada yang pinjam uang, koperasi bisa
menyediakan gitu, anggota juga dapat SHU nya tidak akan kecil…”
(AI, 42 tahun)

Bagi responden yang terlambat membayar, bukan berarti responden


tersebut sengaja melanggar peraturan koperasi, namun dikarenakan kondisi dari
responden yang belum mampu untuk membayar.
44

“…Peraturan kan memang dibuat tujuannya untuk kebaikan


bersama kan mbak, biar koperasi ini jalan terus. Kalau buat
aturannya ya tak terima mbak. Saya kalau misal telat bayar
pinjaman ya bukan saya ngulur-ngulur waktu, emang kondisi lagi
nggak ada duit mbak…” (NM, 51 tahun)

Ketua koperasi mengaku kurang bisa tegas apabila berurusan dengan


responden yang terlambat membayar. Responden yang terlambat membayar
biasanya mendatangi ketua untuk meminta kelonggaran waktu. Ketua koperasi
sebenarnya memahami responden yang terlambat membayar simpan pinjam
karena memang kondisi responden yang sedang tidak ada uang. Ketua koperasi
memang sering memberikan kelonggaran waktu kepada responden yang terlambat
membayar karena ketua koperasi merasa tidak tega jika menghadapi responden-
responden yang terlambat membayar, namun ketua juga mengingatkan terlebih
dahulu kepada responden-responden tersebut. Sikap kurang tegas dari ketua
koperasi yang membuat responden juga terkadang menyepelekan pelanggaran
yang dilakukan.

“…Aku wong rak patek isonan, jadi kulo niku nek waktu kegiatan yo
kadang teges, tapi ketika menyangkut bayar pinjaman agak lumayan
luntur, gak tegel, jadi nek orang itu wis rak iso bayar iku yowis
rapopo diwei kelonggaran padahal itu aturan main juga ada, tapi
atiku iku kurang galak kurang mentolo, sehingga kurang tertib,
pembayarannya njuk mundar mundur…” (NT, 65 tahun).
Artinya
“…Aku orangnya itu nggak terlalu bisaan, jadi aku itu kalau waktu
kegiatan kadang tegas, tapi ketika menyangkut bayar pinjaman agak
lumayan luntur, gak tega, jadi kalau orang itu udah nggak bisa
bayar itu yaudah nggakpapa dikasih kelonggaran waktu, padahal itu
aturan main juga ada, tapi hatiku kurang bisa tegas, sehigga kurang
tertib, pembayaran jadi mundur…” (NT, 65 tahun).

Terkait dengan pembayaran simpanan wajib, responden tergolong tidak


susah untuk diminta membayar simpanan wajib. Beberapa responden ada juga
yang menunda pembayaran simpanan wajib, namun itu hanya sampai sekitar 3
bulan. Ketua dan pengurus bukan berarti sengaja melanggar peraturan dengan
membiarkan responden yang terlambat membayar simpan pinjam, namun lebih
menyesuaikan dengan kondisi dari responden tersebut. Sanksi tetap diberlakukan,
pengurus juga tetap mengingatkan dan juga mengeluarkan surat teguran kepada
responden yang terlambat membayar. Apabila kondisi usaha responden tersebut
sedang menurun, baik ketua, pengurus, maupun responden lain akan membantu
responden tersebut. Koperasi Paguyuban Tenun Troso memiliki peraturan untuk
45

mengontrol setiap kegiatan, namun dalam pelaksanaannya memang lebih


disesuaikan dengan kondisi responden.

Tingkat Jaringan Sosial


Menurut Vipriyanti (2011), jaringan merupakan ikatan formal dan
informal yang dimiliki seseorang diproksi dari jumlah keanggotaannya dalam
organisasi serta jumlah teman yang berkeluh kesah padanya. Penelitian ini melihat
jaringan yang terbangun baik di lingkungan internal koperasi maupun eksternal.
Jumlah dan presentase responden menurut tingkat jaringan sosial tahun 2018
dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21 Jumlah dan presentase responden menurut tingkat jaringan sosial tahun
2018
Tingkat Jaringan Sosial Jumlah (n) Presentase (%)
Rendah 4 12.5
Sedang 9 28.1
Tinggi 19 59.4
Total 32 100

Berdasarkan data pada Tabel 21, jumlah responden dengan tingkat


jaringan sosial rendah sebanyak 4 orang atau 12.5 persen, responden dengan
tingkat jaringan sosial sedang sebanyak 9 orang atau 28.1 persen, dan jumlah
responden dengan tingkat jaringan sosial tinggi sebanyak 19 orang atau 59.4
persen. Dapat dilihat bahwa, tingkat jaringan sosial pada responden tergolong
tinggi. Hal tersebut dikarenakan responden mengenal seluruh anggota Koperasi
Paguyuban Tenun Troso. Tingginya tingkat jaringan sosial juga terlihat dari
kerjasama yang terjalin antara koperasi dengan pihak luar. Koperasi Paguyuban
Tenun Troso bekerjasama dengan pihak luar dalam menjalankan kegiatan
koperasi, di antaranya Universitas Muria Kudus (UMK), UNISBANK, Telkomsel,
dan pihak instansi pemerintah. Selain koperasi, setiap responden juga memiliki
mitra kerja masing-masing.

“…Ya sama semua anggota ya kenal mbak, dari mulai ketua saya
kenal baik, anggota yang jadi pengurus juga saya kenal, anggota
yang nggak jadi pengurus juga saya kenal. Rumahnya aja saya tahu
mbak, kan masih satu desa. Koperasi juga kerjasama sama yang
lain, kayak kemarin tahun 2017 itu koperasi pergi ke Malaysia,
Thailand, sama Brunei Darussalam buat keperluan pameran, itu
dari kerjasama sama Universitas Muria Kudus (UMK) mbak. Di
Koperasi juga mbak liat toh ada wifi, nah itu kerjasama sama
telkomsel mbak, dia mau kerjasama sama orang-orang umkm gitu,
jadi diarahinnya ke koperasi mbak. Dari dinas juga kadang ngasih
info pameran juga mbak dan biasanya setiap orang itu namanya
46

berwirausaha ya mbak, pasti punya mitra masing-masing…” (HS,


51 tahun)

Tingkat jaringan sosial juga dilihat dari responden dalam mendapatkan


informasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kusumaningrum (2017), bahwa
jaringan sosial memungkinan individu dalam suatu kelompok memiliki akses
terhadap informasi yang berpotensi untuk membantu kehidupan menjadi lebih
baik. Sebagian besar responden menyatakan alasan menjadi anggota koperasi
karena bisa memperoleh informasi terkait pelaksanaan pameran ataupun informasi
pasar untuk penjualan kain tenun troso. Informasi yang didapat tentunya sangat
bermanfaat bagi responden untuk bisa memperoleh pendapatan dari penjualan
kain tenun troso karena pekerjaan responden sebagai pengusaha kain tenun troso.

“…Alasan gabung koperasi ya salah satunya bisa japat informasi


mbak, akses dapet infonya itu bisa lebih banyak daripada kalau
sendirian gitu. Koperasi kalau dapat info pameran itu langsung
dibagi ke anggotanya mbak, anggota lain juga gitu kalau dapat info
pameran ya dibagi ke koperasi mbak, kayak kemarin dapat info
pameran ke luar negeri itu kan dibagi ke anggota mbak, siapa yang
mau ikut pameran ini, gitu mbak. Kalau dapet info gitu lumayan
mbak, biasanya ditanyai siapa yang mau ikut ini, dan kalau ada
pihak luar yang ngasih info ke koperasi itu kita berangkatnya
bareng-bareng mbak. Lumayan kalau ikut pameran, bisa dapet hasil
juga kan mbak, dapet relasi juga…” (HQ, 59 tahun)

Tingkat jaringan sosial juga dilihat dari kualitas jaringan responden


dengan responden lain, pengurus, maupun dengan ketua koperasi. Kerjasama
tidak hanya terjalin antara koperasi dengan pihak luar, namun juga terjalin di
lingkungan internal koperasi. Baik ketua maupun pengurus mengkomunikasikan
setiap perkembangan koperasi kepada responden. Jika ada pihak yang mau
bekerjasama dengan koperasi, responden pasti diberi tahu, terkait kondisi
keuangan koperasi juga demikian. Pihak koperasi selalu terbuka dengan
responden karena ada rasa memiliki sehingga apapun yang terjadi dengan
koperasi responden harus diberi tahu. Hubungan baik yang terjalin antar
responden terlihat dari interaksi keseharian antar responden di luar koperasi. Jika
bertemu, biasanya saling menyapa, ada juga responden yang memiliki teman
dekat untuk tempat berbagi cerita. Selain itu juga biasanya antar responden
“njagong” atau kumpul-kumpul santai di luar agenda rapat.

“…Kalau ketemu ya nyapa mbak, orang sedesa masak ya diem-


dieman kan ya nggak, biasanya juga ini kalau ada kumpul apa
pengajian misalnya ini anggota-anggota biasanya ngobrol-ngobrol
bentar ya bahas apapun. Sebenernya sama semua dekat mbak, cuma
47

memang ada yang biasanya sering dan lebih enaknya cerita sama si
responden itu gitu. Kalau di koperasi sendiri kalau ada apa-apa
pasti anggota dikasih tahu mbak, ya gimana orang koperasi kan kita
bareng-bareng mbak, ya kalau ada masalah apa-apa ya
diselesaiinnya bareng-bareng dengan cara terbuka, ngabari ke
anggota…” (BB, 46 tahun)

Ikhtisar
Modal sosial dalam penelitian ini diukur dari 3 dimensi yaitu dimensi
kepercayaan, norma, dan jaringan sosial. Modal sosial responden tergolong pada
kategori tinggi dengan presentase sebesar 43.75 persen. Modal sosial yang tinggi
tersebut dilihat dari tingkat kepercayaan dan tingkat jaringan sosial yang tinggi,
sementara tingkat norma berada pada kategori sedang menuju tinggi. Tingginya
modal sosial responden dikarenakan interaksi dengan sesama responden yang
sudah terjalin sejak lama, yaitu sebelum diresmikannya koperasi sehingga
menumbuhkan adanya rasa saling percaya di antara responden. Rasa saling
percaya yang tumbuh kemudian membuat adanya hubungan timbal balik antar
responden, seperti tolong menolong. Selain itu adanya rasa saling memahami
antar responden juga yang membuat modal sosial tinggi. Responden yang
terlambat membayar simpan pinjam tidak membuat kepercayaan responden lain
menurun karena responden lain memahami bahwa alasan responden yang
terlambat membayar bukan sengaja ingin melanggar peraturan, namun karena
kondisi responden yang memang belum mampu untuk membayar simpan pinjam.
Selain itu tingginya modal sosial responden juga terlihat dari mudahnya akses
informasi yang diperoleh responden melalui koperasi, hubungan yang terjalin baik
antara responden dengan responden lain, dengan pengurus, maupun dengan ketua
koperasi.
Presentase tingkat kepercayaan responden pada kategori tinggi yaitu
sebesar 53.1 persen. Presentase tingkat norma responden pada kategori sedang
menuju tinggi yaitu sebesar 34.4 persen, dan presentase tingkat jaringan sosial
responden pada kategori tinggi yaitu sebesar 59.4 persen. Tingkat norma
responden yang berada pada kategori sedang menuju tinggi dikarenakan ketua
koperasi kurang bisa tegas dalam menghadapi responden-responden yang
terlambat membayar simpan pinjam sehingga hal tersebut yang membuat
responden terkadang menyepelekan pelanggaran yang dilakukan.
49

TINGKAT PARTISIPASI RESPONDEN PENELITIAN DALAM


KOPERASI PAGUYUBAN TENUN TROSO
Setelah menganalisis tingkat modal sosial responden, selanjutnya peneliti
juga menganalisis tingkat partisipasi responden untuk kemudian dapat diuji
pengaruh modal sosial terhadap tingkat partisipasi responden. Cohen dan Uphoff
(1980) mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan aktif masyarakat dalam
suatu program atau kegiatan pembangunan komunitas tentang apa yang harus
dilakukan serta bagaimana cara kerjanya yang dimulai dari keterlibatan dalam
tahap perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil, dan evaluasi. Tingkat
partisipasi responden dilihat dari keterlibatan responden dalam empat tahapan
sesuai dengan pernyataan dari Cohen dan Uphoff (1980), yaitu tahap perencanaan,
pelaksanaan, menikmati hasil, dan evaluasi.
Pengukuran tingkat partisipasi pada penelitian ini dilakukan dengan
mengakumulasi keterlibatan responden dalam empat tahapan partisipasi, di
antaranya tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap menikmati hasil, dan tahap
evaluasi. Pengukuran tingkat partisipasi ini bertujuan menganalisis seberapa besar
keterlibatan responden dalam setiap empat tahapan partisipasi tersebut yang
kemudian digolongkan menjadi rendah, sedang, tinggi. Jumlah dan presentase
responden menurut tingkat partisipasi tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22 Jumlah dan presentase responden menurut tingkat partisipasi tahun 2018
Tingkat Partisipasi Jumlah (n) Presentase (%)
Rendah 9 28.1
Sedang 9 28.1
Tinggi 14 43.8
Total 32 100

Berdasarkan Tabel 22, dapat dilihat bahwa tingkat partisipasi responden


tergolong tinggi dengan presentase sebesar 43.8 persen atau 14 orang dan sisanya
berada pada tingkat sedang dan rendah dengan presentase sebesar 28.1 persen atau
9 orang. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar responden termasuk aktif dalam
setiap tahapan partisipasi, mulai dari rapat rutinan, kegiatan simpan pinjam,
penyebaran informasi, kegiatan pameran, hingga rapat akhir tahun. Responden
merasa bahwa koperasi ini milik bersama sehingga menjadi tanggung jawab
semua anggota agar koperasi ini tetap bisa berjalan.
Responden yang berada pada tingkat rendah bukan berarti sama sekali
tidak pernah mengikuti kegiatan-kegiatan di koperasi, namun lebih kepada kurang
aktif dalam mengikuti setiap kegiatan, misal pada saat rapat jarang hadir dan
kurang aktif juga dalam menyampaikan pendapat, saran, dan kritik. Selain itu juga
jarang ikut serta dalam kegiatan simpan pinjam dan pameran. Jumlah dan
presentase responden menurut empat tahapan partisipasi tahun 2018 dapat dilihat
pada Tabel 23.
50

Tabel 23 Jumlah dan presentase responden menurut empat tahapan partisipasi


tahun 2018
Partisipasi Kategori Jumlah (n) Presentase (%)
Tahap Perencanaan Rendah 9 28.1
Sedang 14 43.8
Tinggi 9 28.1
Tahap Pelaksanaan Rendah 8 25
Sedang 9 28.1
Tinggi 15 46.9
Tahap Menikmati Hasil Rendah 8 25
Sedang 16 50
Tinggi 8 25
Tahap Evaluasi Rendah 6 18.8
Sedang 11 34.4
Tinggi 15 46.9

Berdasarkan Tabel 23, dapat dilihat bahwa tingginya tingkat partisipasi


responden dikarenakan tingginya tingkat partisipasi responden pada tahap
pelaksanaan dan evaluasi, sedangkan tingkat partisipasi responden pada tahap
perencanaan dan menikmati hasil tergolong pada kategori sedang. Pada tahap
perencanaan, tingkat partisipasi responden berada pada kategori sedang dengan
presentase sebesar 43.8 persen. Hal tersebut dikarenakan pada saat rapat rutinan
tidak selalu seluruh responden bisa menghadiri rapat. Pada tahap pelaksanaan
tingkat partisipasi responden tergolong tinggi dengan presentase sebesar 46.9
persen. Hal tersebut karena responden aktif dalam mengikuti kegiatan simpan
pinjam, ikut aktif juga dalam penyebaran informasi, dan kegiatan pameran.
Tingkat partisipasi responden pada tahap menikmati hasil berada pada kategori
sedang dengan presentase sebesar 50 persen. Responden merasakan manfaat
dengan bergabung menjadi anggota koperasi, hanya saja menurut beberapa
responden, koperasi perlu mengadakan pelatihan untuk semua responden
khususnya terkait dengan usaha kain tenun troso. Terakhir, pada tahap evaluasi,
tingkat partisipasi responden tergolong tinggi dengan presentase sebesar 46.9
persen. Pada saat rapat akhir tahun, koperasi mewajibkan seluruh responden untuk
hadir karena akan ada pembagian SHU dan penilaian terkait koperasi selama satu
tahun ke belakang. Responden juga aktif dalam memberikan pendapat, kritik,
serta saran selama berlangsungnya rapat.

Tahap Perencanaan
Menurut Cohen dan Uphoff (1980), tahap perencanaan merupakan tahap
dalam pembentukan gagasan, perumusan dan penilaian opsi, dan membuat
penilaian terkait dengan hal tersebut, termasuk penyusunan rencana untuk
menempatkan opsi yang dipilih. Tahap perencanaan ini dilihat dari keterlibatan
responden dalam mengikuti rapat rutinan yang dilaksanakan setiap satu bulan satu
51

kali dan keaktifan responden selama mengikuti rapat. Jumlah dan presentase
responden tahap pembuatan keputusan tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24 Jumlah dan presentase responden tahap perencanaan tahun 2018
Tahap Perencanaan Jumlah (n) Presentase (%)
Rendah 9 28.1
Sedang 14 43.8
Tinggi 9 28.1
Total 32 100

Berdasarkan data pada Tabel 24, tingkat partisipasi responden pada tahap
perencanaan tergolong pada kategori sedang dengan jumlah responden 14 orang
atau 43.8 persen, sedangkan sisanya pada tingkat rendah dan tinggi berjumlah 9
orang atau 28.1 persen. Hal tersebut dikarenakan responden termasuk aktif dalam
menghadiri rapat rutinan, namun tidak selalu rapat rutinan tersebut dihadiri oleh
seluruh responden dikarenakan ada agenda lain yang lebih diprioritaskan oleh
responden, sehingga responden tersebut tidak bisa menghadiri rapat rutinan. Rapat
rutinan tersebut dilaksanakan setiap satu bulan sekali, biasanya di akhir bulan dan
dilaksanakan setelah sholat isyak.

“…Yo nek aku lagi lowong yo aku pesti teko kumpul mbak, yo sing
teko kumpul emang jumlahe gak tentu kadang mung 5 wong tok yo
tahu, kabeh teko kumpul yo tahu, setengah tok sing teko yo tahu. Sak
kobere anggota ngono iku mbak...” (ZQ, 55 tahun)
Artinya
“…Ya kalau saya lagi kosong ya saya pasti datang kumpul (rapat)
mbak, ya yang datang kumpul (rapat) emang jumlahnya nggak tentu
kadang 5 orang ya pernah, kadang datang semua ya pernah,
setengah yang datang ya pernah. Sebisanya anggota mbak kalau
kayak gitu…” (ZQ, 55 tahun)

Tahap perencanaan juga dilihat dari keaktifan responden selama rapat


rutinan berlangsung. Rapat rutinan memang dijadikan responden sebagai sarana
untuk berkumpul dan bersilaturahmi. Responden juga aktif dalam memberikan
pendapat, kritik, dan saran selama berlangsungnya rapat.

“…wah ora usah ditakokke mbak, rak sah dikon ngomong ngono iku
wis langsung do ngomong dewe mbak, aktif anggota-anggota ki,
meskipun umure wis do tuo tapi yo jeh do aktif…” (NT, 63 tahun)
Artinya
“…wah nggak usah ditanya mbak, nggak disuruh ngomong aja udah
langsung pada ngomong sendiri mbak, aktif anggota-anggota ini,
52

meskipun umurnya sudah tua tapi ya masih pada aktif…” (NT, 63


tahun)

Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan menurut Cohen dan Uphoff (1980) yaitu tahap di mana
masyarakat pedesaan dapat berpartisipasi dalam implementasi proyek. Tahap
pelaksanaan dapat dilihat dari keterlibatan responden dalam setiap kegiatan
koperasi, seperti kegiatan simpan pinjam, kegiatan pameran, kegiatan fashion
show di Desa Troso, dan keaktifan responden dalam penyebaran informasi yang
diperoleh. Selain itu, responden juga ikut serta membantu dalam program Desa
Wisata Troso. Jumlah dan presentase responden tahap pelaksanaan tahun 2018
dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25 Jumlah dan presentase responden tahap pelaksanaan tahun 2018
Tahap Pelaksanaan Jumlah (n) Presentase (%)
Rendah 8 25
Sedang 9 28.1
Tinggi 15 46.9
Total 32 100

Berdasarkan data pada Tabel 25, tingkat partisipasi responden pada tahap
pelaksanaan tergolong tinggi dengan presentase sebesar 46.9 persen atau 15
orang. Sisanya 28.1 persen atau 9 orang berada pada tingkat sedang, dan 25
persen atau 8 orang berada pada tingkat rendah. Tingginya tingkat partisipasi pada
tahap pelaksanaan dikarenakan responden aktif dalam melaksanakan setiap
kegiatan koperasi. Pada kegiatan simpan pinjam, responden aktif dalam
membayar simpanan wajib dan untuk simpanan sukarela responden juga
tergolong aktif meskipun tidak rutin dalam membayar simpanan sukarela.
Keterlambatan dalam membayar simpanan wajib hanya sekitar 3 bulan.
Responden juga cukup aktif dalam melakukan pinjaman, meskipun selama ini
yang menjadi permasalahan koperasi adalah keterlambatan responden dalam
membayar pinjaman. Keterlambatan tersebut juga bukan karena disengaja
melainkan karena kondisi dari responden yang belum mampu membayar
pinjaman. Responden juga aktif dalam membagikan informasi terkait pameran
kepada koperasi. Tingkat partisipasi responden pada tahap pelaksanaan juga
dilihat pada kegiatan pameran, responden termasuk aktif dalam mengikuti
kegiatan pameran karena kegiatan pameran tersebut juga akan memberikan
keuntungan bagi responden. Melalui kegiatan pameran, responden dapat
memperkenalkan sekaligus menjual kain tenun troso khas Jepara. Seperti pada
saat tahun 2017, koperasi mengikuti kegiatan pameran ke Malaysia, Thailand, dan
Brunei Darussalam, kegiatan tersebut merupakan bentuk kerjasama dengan pihak
Universitas Muria Kudus (UMK), pihak koperasi juga didampingi oleh pihak
UMK selama kegiatan pameran tersebut. Sebanyak 20 responden mengikuti
53

kegiatan pameran tersebut. Selain itu, di Desa Troso juga setiap bulan Juli
mengadakan kegiatan fashion show troso dan anggota koperasi ikut serta dalam
kegiatan tersebut.

“…Ya kalau simpanan wajib ya saya bayar mbak tiap bulannya,


paling ya kalau bulan ini lagi ndak bisa bayar ya tak bayar bulan
depannya mbak. Kalau simpanan sukarela kan itungannya kita
nabung gitu kan mbak, saya juga biasanya bayar simpanan sukarela
kan jumlahnya juga terserah kita kan mbak. Kalau pameran itu saya
suka ikut mbak lumayan mbak bisa dapet apa relasi baru juga.
Kayak tahun kemarin ada pameran yang ke luar negeri aku ikut
mbak, itu ndak semua ikut si, tapi lumayan mbak ada 20 orang yang
ikut. Nah kalau bulan Juli, mbak coba ke troso, itu ada fashion show
troso mbak, itu anggota-anggota koperasi juga ikut…” (HR, 58
tahun)

Tahap Menikmati Hasil


Menurut Cohen dan Uphoff (1980), tahap Menikmati hasil dalam
implementasi sebuah proyek dapat menghasilkan setidaknya tiga macam manfaat,
yaitu material, sosial, dan pribadi. Tingkat partisipasi responden pada tahap
menikmati hasil dilihat dari manfaat yang diperoleh responden dalam setiap
kegiatan koperasi seperti memperoleh pinjaman modal, jaringan, informasi,
pendapatan dari kegiatan pameran, dan SHU. Jumlah dan presentase responden
tahap penikmatan hasil tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26 Jumlah dan presentase responden tahap menikmati hasil tahun 2018
Tahap Menikmati Hasil Jumlah (n) Presentase (%)
Rendah 8 25
Sedang 16 50
Tinggi 8 25
Total 32 100

Berdasarkan Tabel 26 yaitu pada tahap menikmati hasil, sebanyak 16


orang atau 50 persen berada pada tingkat sedang, sedangkan sisanya 8 orang atau
25 persen berada pada tingkat rendah dan tinggi. Dapat dilihat bahwa tingkat
partisipasi responden pada tahap menikmati hasil tergolong sedang, hal ini
menunjukkan responden merasakan manfaat yang diperoleh dari Koperasi
Paguyuban Tenun Troso. Manfaat yang dirasakan oleh responden di antaranya
memperoleh pinjaman modal untuk usaha tenun troso, memperoleh jaringan,
informasi, pendapatan dari kegiatan pameran, dan SHU. Responden bisa
mendapatkan relasi baru melalui kegiatan pameran yang diikuti, selain itu
responden juga memperoleh pendapatan dari hasil penjualan kain tenun troso.
Responden juga bisa memperoleh informasi dari pihak koperasi karena apabila
54

koperasi memperoleh informasi dari pihak luar pasti akan dibagikan kepada
responden. Terkait dengan kegiatan simpan pinjam, responden yang aktif dalam
mengikuti simpan pinjam, maka akan memperoleh SHU yang lebih banyak
dibandingkan dengan responden yang kurang aktif. Responden yang jarang sekali
melakukan simpanan sukarela dan masih ada hutang pinjaman tentu SHU yang
didapatkan akan lebih kecil.

“…Informasi yang dibagikan koperasi itu sangat bermanfaat bagi


anggota mbak, kan lumayan mbak buat pasar kita juga, selain dapet
uang juga bisa dapet relasi baru mbak. Kalau simpan pinjam ya,
ibarat kita nabung kalau kita rajin nabung kan ya hasil yang didapat
banyak juga mbak, ya sama kalau aktif bayar simpanan sukarela,
SHU yang didapat juga banyak mbak…” (BL, 37 tahun)

Responden merasakan manfaat yang diperoleh dari Koperasi Paguyuban


Tenun Troso, namun responden merasa bahwa manfaat yang dihasilkan belum
bisa maksimal. Seperti halnya SHU, tidak selalu SHU itu dibagikan kepada
responden, jika SHU yang dihasilkan sedikit dengan kesepekatan bersama
responden lebih memilih untuk menyimpan SHU tersebut. Pelatihan baru ada
terkait pendampingan pengelolaan simpan pinjam, sedangkan, responden juga
menginginkan ada pelatihan yang mungkin bisa meningkatkan softskill responden
dan kegiatan lain yang juga bermanfaat bagi responden yang merupakan
pengusaha kain tenun troso.

“…Kalau kegiatan koperasi memang ada pameran, tapi yang utama


itu kegiatan simpan pinjam mbak. Waktu itu memang ada pelatihan,
sebenarnya semua bisa ikut si, tapi itu lebih dikhususkan buat
pengurus soalnya pelatihannya tentang pengelolaan simpan pinjam
gitu mbak. Ya pengennya anggota si ada pelatihan2 lain mbak,
misal ngajarin anggota pemasaran online. Ya manfaat yang tak
rasain ya ada mbak, tapi memang belum maksimal gitu…” (HQ, 59
tahun).

Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi yaitu tahap di mana dilakukannya proses peninjauan, orang
ingin tahu siapa yang berpartisipasi di dalamnya, seberapa berkesinambungan,
dan dengan kekuatan apa untuk mencapai tindakan atas saran dan sebagainya
(Cohen dan Uphoff, 1980). Tahap evaluasi pada responden dilihat dari
keterlibatan dan keaktifan responden dalam Rapat Akhir Tahun (RAT). Pada tabel
25 dapat dilihat bahwa tingkat partisipasi responden pada tahap evaluasi tergolong
pada kategori tinggi. Jumlah dan presentase responden tahap evaluasi tahun 2018
dapat dilihat pada Tabel 27.
55

Tabel 27 Jumlah dan presentase responden tahap evaluasi tahun 2018


Tahap Evaluasi Jumlah (n) Presentase (%)
Rendah 6 18.8
Sedang 11 34.4
Tinggi 15 46.9
Total 32 100

Berdasarkan data pada Tabel 27, tingkat partisipasi responden yang berada
di tingkat rendah pada tahap evaluasi sebanyak 6 orang atau 18.8 persen, tingkat
sedang sebanyak 11 orang atau 34.4 persen, dan tingkat tinggi sebanyak 15 orang
atau 46.9 persen. Dapat dilihat bahwa tingkat partisipasi responden pada tahap
evaluasi tergolong tinggi. Hal tersebut dikarenakan pada saat RAT seluruh
responden diwajibkan hadir rapat. Rapat Akhir Tahun (RAT) tersebut membahas
seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan selama satu tahun ke belakang,
pendapatan yang diperoleh koperasi, pembagian SHU, dan evaluasi untuk
kegiatan di tahun yang akan datang. Responden yang memiliki tingkat partisipasi
tinggi pada tahap evaluasi yaitu responden yang aktif dalam memberikan
pendapat, kritik, dan saran untuk koperasi. Menurut penuturan ketua koperasi,
responden termasuk aktif selama rapat berlangsung, hanya saja mungkin masih
ada beberapa responden yang malu dalam menyampaikan pendapat.

“…Nek rapat akhir tahun yo melu mbak kan wajib, yo kan penting
juga yo selain entuk SHU yo bahas kiro-kiro koperasi selama iki
piye ngono. Nek pas rapat yo melu ngomong aku mbak, sekirane
kurange opo tak omongke, anggota-anggota liyo ki do aktif mbak
nek pas rapat…” (SP, 49 tahun)
Artinya
“…Kalau rapat akhir tahun ya ikut mbak kan wajib, ya kan penting
juga ya selain dapat SHU ya bahas kira-kira koperasi selama ini
gimana gitu. Kalau waktu rapat ya ikut ngomong aku mbak,
sekiranya kurangnya apa aku ngomong, anggota-anggota lain juga
pada aktif kalau waktu rapat…” (SP, 49 tahun)

Ikhtisar
Tingkat partisipasi responden dilihat dari keikutsertaan responden di setiap
empat tahapan partisipasi, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil,
dan evaluasi. Tingkat partisipasi responden berada pada kategori tinggi dengan
presentase sebesar 43.8 persen. Tingginya partisipasi dikarenakan pengurus
koperasi melibatkan seluruh responden dalam setiap kegiatan koperasi, selain itu
pengurus juga memberikan kebebasan bagi responden untuk memberikan
pendapat, kritik, serta saran. Koperasi Paguyuban Tenun Troso mengadakan dua
jenis rapat, yaitu rapat rutinan dan Rapat Akhir Tahun (RAT). Rapat rutinan
56

dilaksanakan setiap satu bulan sekali biasanya di akhir bulan dan setelah sholat
isyak. Rapat Akhir Tahun (RAT) dilaksanakan setiap satu tahun sekali di akhir
tahun dan seluruh anggota wajib menghadiri RAT.
Responden yang tidak hadir dalam rapat bukan karena kesengajaan, tetapi
jadwal rapat yang bentrok dengan urusan responden sehingga responden tidak
dapat hadir rapat. Bagi responden rapat merupakan sarana untuk berkumpul dan
bersilaturahmi dengan responden yang lain. Selain itu, responden juga merasakan
manfaat dengan bergabung menjadi anggota koperasi, manfaat yang didapatkan
seperti, memperoleh pinjaman modal, memperoleh informasi-informasi, bisa ikut
kegiatan pameran, memperoleh relasi juga. Namun, responden merasa koperasi
perlu mengadakan pelatihan untuk semua responden dan perlu ada kegiatan lain
yang juga bermanfaat bagi responden yang latar belakangnya sebagai pengrajin
sekaligus pengusaha kain tenun troso.
57

PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TINGKAT


PARTISIPASI RESPONDEN PENELITIAN DALAM
KOPERASI PAGUYUBAN TENUN TROSO
Nagoro (2015) meneliti pengaruh modal sosial terhadap tingkat
keberhasilan CSR PT Pertamina Indramayu, di mana salah satu indikator dalam
variabel tingkat keberhasilan, yaitu tingkat partisipasi. Berdasarkan hasil
penelitian Nagoro (2015), modal sosial berpengaruh terhadap indikator tingkat
partisipasi. Kemudahan yang dibangun dari adanya modal sosial menjadikan
tingkat partisipasi responden tinggi.
Setelah menganalisis tingkat modal sosial dan tingkat partisipasi
responden, peneliti kemudian menguji pengaruh modal sosial terhadap tingkat
partisipasi responden menggunakan uji regresi linear sederhana. Uji regresi linear
sederhana digunakan untuk membuktikan hipotesis adanya pengaruh modal sosial
terhadap tingkat partisipasi. Model regresi pengaruh modal sosial terhadap tingkat
partisipasi tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel 28.

Tabel 28 Model regresi pengaruh modal sosial terhadap tingkat partisipasi tahun
2018
Tingkat Partisipasi
Modal Sosial B R R2 t P
38.138 .420 .177 2.538 .017
.273

Pada Tabel 28, konstanta pada nilai B sebesar 38,138 dan koefisien b
sebesar 0.273. Angka pada koefisien b adalah angka koefisien regresi yang
menunjukkan arah regresi dan menyatakan perubahan rata-rata variabel tingkat
partisipasi untuk setiap perubahan variabel modal sosial sebesar satu-satuan.
Perubahan ini merupakan penambahan jika koefisien b bertanda positif dan
penurunan jika koefisien b bertanda negatif. Persamaan regresi linear sederhana
sebagai berikut:
Y = 38.138 + 0.273X

Variabel Y merupakan variabel tingkat partisipasi dan variabel X


merupakan variabel modal sosial. Nilai pada koefisien b bertanda + yang
mengandung arti bahwa setiap penambahan satu nilai modal sosial, maka tingkat
partisipasi akan meningkat sebesar 0.273. Hal tersebut menjelaskan bahwa modal
sosial berpengaruh positif terhadap tingkat partisipasi atau dapat dikatakan
peningkatan modal sosial akan diikuti dengan peningkatan tingkat partisipasi.
Selanjutnya besarnya nilai hubungan antara dua variabel yaitu sebesar 0.420 yang
ditunjukkan pada nilai R dan nilai R2 merupakan pengkuadratan dari nilai R yaitu
sebesar 0.177 atau sama dengan 17.7% yang artinya modal sosial berpengaruh
terhadap tingkat partisipasi sebesar 17.7%, sedangkan sisanya 82.3% dipengaruhi
58

oleh variabel lain yang tidak diteliti. Nilai t hitung pada tabel sebesar 2.538,
apabila nilai t hitung lebih besar daripada nilai t tabel, maka modal sosial
berpengaruh terhadap tingkat partisipasi. Nilai t tabel sebesar 2.042 sehingga nilai
t hitung lebih besar dari nilai t tabel. Hal tersebut mengandung arti bahwa modal
sosial berpengaruh terhadap tingkat partisipasi. Hasil tersebut juga didukung
dengan nilai signifikansi kurang dari 0.05 yaitu 0.017 dengan taraf kepercayaan
sebesar 95 persen yang menunjukkan bahwa secara statistik kekuatan modal sosial
berpengaruh terhadap tingkat partisipasi secara signifikan. Jumlah dan presentase
responden berdasarkan pengaruh tingkat modal sosial terhadap tingkat partisipasi
tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel 29.

Tabel 29 Jumlah dan presentase responden menurut pengaruh tingkat modal sosial
terhadap tingkat partisipasi tahun 2018
Tingkat Partisipasi
Tingkat Total
Rendah Sedang Tinggi
Modal
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Sosial
(n) (n) (n) (n)
Rendah 3 50 3 50 0 0 6 100.0
Sedang 6 50 4 33.3 2 16.7 12 100.0
Tinggi 0 0 2 14.3 12 85.7 14 100.0

Berdasarkan Tabel 29, diperoleh hasil bahwa tingkat partisipasi yang


tinggi tidak dimiliki oleh responden dengan tingkat modal sosial rendah,
sebaliknya responden yang memiliki tingkat modal sosial tinggi juga memiliki
tingkat partisipasi yang tinggi yaitu sebesar 85.7 persen. Modal sosial responden
didapatkan dari tingkat kepercayaan, tingkat norma, dan tingkat jaringan sosial.
Tingginya modal sosial responden dikarenakan antar responden sudah saling
mengenal satu sama lain sehingga menumbuhkan rasa saling percaya antar
responden yang kemudian membuat responden mau untuk saling tolong
menolong. Rasa saling percaya antar responden yang kemudian membuat
responden merasa nyaman untuk melakukan setiap kegiatan koperasi karena
responden tidak perlu merasa khawatir responden lain akan berniat buruk.

“…Kita ngejalaninnya enak kan karena kita udah saling kenal udah
saling percaya jadi ya lebih gampang aja mbak, maksudnya ndak
perlu ada rasa ketar-ketir (was-was)…” (YN, 47 tahun).

Kemudahan akses informasi yang diperoleh responden juga menjadikan


tingginya partisipasi responden dalam setiap kegiatan koperasi. Sesuai dengan
penelitian Nagoro (2015), apabila dukungan dari kelompok dan fasilitas yang
mencukupi, maka partisipasi dari responden lainnya juga akan tinggi. Hal tersebut
dikarenakan responden mengatakan bahwa alasan ikut koperasi selain bisa
mendapat pinjaman modal juga agar bisa mendapatkan informasi-informasi yang
dibutuhkan dan selama ini pihak koperasi juga selalu memberitahu responden
59

apabila memperoleh informasi-informasi dari pihak luar. Selain itu baik dengan
ketua, pengurus, maupun responden lain terjalin hubungan baik, di mana hal
tersebut terlihat dari antar responden yang saling menyapa apabila bertemu,
terkadang juga antar responden berkumpul santai di luar rapat rutinan, dan juga
terlihat dari responden yang memiliki teman dekat untuk tempat berkeluh kesah.
Hal tersebut membuat responden merasa lebih santai dalam mengikuti setiap
kegiatan koperasi karena sifatnya yang kekeluargaan sehingga berpengaruh pada
aktifnya partisipasi responden.

…”Wah kalau sama anggota lain wis plek mbak, nek ketemu nyopo,
mesti iku, kadang yo kumpul2 jagong. Apik mbak hubungane karo
sing liyo yo nyatane selama iki rak ono sing selek, nek hubungane
apik kan enak mbak, dadi nglakoni kegiatan koperasi luweh santai
karena kekeluargaan ngono…” (RN, 51 tahun).
Artinya
…”Wah kalau sama anggota lain udah akrab mbak, kalau ketemu
menyapa, pasti itu, kadang ya kumpul-kumpul santai. Baik mbak
hubungannya sama yang lain ya nyatanya selama ini nggak ada
yang musuhan, kalau hubungannya baik kan enak mbak, jadi
ngejalani kegiatan koperasi lebih santai karena kekeluargaan
gitu…” (RN, 51 tahun).

Modal sosial pada responden mempengaruhi tingkat partisipasi responden.


Tingginya modal sosial pada responden menjadikan tingkat partisipasi responden
juga tinggi. Partisipasi responden yang tinggi dapat memunculkan semangat
bersama responden untuk menjalankan kegiatan koperasi sehingga Koperasi
Paguyuban Tenun Troso dapat berjalan secara berkelanjutan.
Menurut Saragih (2004) dalam Hadi (2006), modal sosial yang
berkembang di tengah masyarakat tertentu merupakan faktor yang signifikan
dalam penguatan (pelemahan) partisipasi masyarakat. Putnam dalam Hasbullah
(2006) menyatakan bahwa modal sosial yang tinggi akan membawa dampak pada
tingginya partisipasi masyarakat dalam berbagai bentuk kegiatan pembangunan.
Berbagai program pembangunan yang dilaksanakan akan jauh lebih efektif jika
dilakukan pada masyarakat yang memiliki modal sosial yang kuat. Modal sosial
diukur juga dari tiga dimensi modal sosial di antaranya tingkat kepercayaan,
tingkat norma, dan tingkat jaringan sosial, di mana masing-masing dimensi
tersebut kemudian diuji pengaruh terhadap tingkat partisipasi menggunakan uji
regresi linear sederhana. Hasil dugaan pengaruh tiga dimensi modal sosial
terhadap tingkat partisipasi tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel 30.
60

Tabel 30 Model regresi pengaruh tiga dimensi modal sosial terhadap tingkat
partisipasi tahun 2018
Tingkat Partisipasi
Dimensi Modal Sosial
B R R2 t P
44.960
Kepercayaan .361 .130 2.117 .043
.627
58.126 .318 .101 1.835 .076
Norma
.464
43.868
Jaringan Sosial .358 .128 2.100 .044
.575

Berdasarkan Tabel 30, nilai koefisien regresi pada dimensi kepercayaan


sebesar 0.627 dan bertanda positif yang artinya setiap penambahan satu nilai
tingkat kepercayaan, maka tingkat partisipasi akan meningkat sebesar 0.627 atau
dapat dikatakan tingkat kepercayaan berpengaruh positif terhadap tingkat
partisipasi. Nilai hubungan tingkat kepercayaan dengan tingkat partisipasi sebesar
0.361 yang ditunjukkan pada nilai R dan tingkat kepercayaan berpengaruh
terhadap tingkat partisipasi sebesar 13 persen, sedangkan sisanya 87 persen
dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti. Nilai t hitung pada tingkat
kepercayaan sebesar 2.117 yang mana nilai t hitung tersebut lebih besar dari nilai t
tabel sebesar 2.042 yang artinya tingkat kepercayaan berpengaruh terhadap
tingkat partisipasi. Hal tersebut juga ditunjukkan pada nilai signifikansi kurang
dari 0.05 yaitu sebesar 0.043 dengan taraf nyata 95 persen yang menjelaskan
bahwa secara statistik tingkat kepercayaan berpengaruh terhadap tingkat
partisipasi secara signifikan.
Nilai koefisien regresi pada tingkat norma sebesar 0.464 dan bertanda
positif yang artinya setiap penambahan satu nilai tingkat norma, maka tingkat
partisipasi akan meningkat sebesar 0.464. Nilai hubungan tingkat norma dengan
tingkat partisipasi sebesar 0.318 yang ditunjukkan pada nilai R. Tingkat norma
memiliki pengaruh terhadap tingkat partisipasi sebesar 10.1 persen yang
ditunjukkan pada nilai R2, sedangkan sisanya 89.9 persen dipengaruhi oleh faktor
lain yang tidak diteliti. Nilai t hitung pada tingkat norma sebesar 1.835 di mana
nilai t hitung tersebut lebih kecil dari nilai t tabel yaitu 2.042 sehingga
mengandung arti bahwa tingkat norma tidak berpengaruh terhadap tingkat
partisipasi. Hal tersebut juga ditunjukkan pada nilai signifikansi yang lebih besar
dari 0.05 yaitu 0.076 dengan taraf kepercayaan sebesar 95 persen yang berarti
secara statistik tingkat norma tidak berpengaruh terhadap tingkat partisipasi secara
signifikan.
Dimensi terakhir yaitu jaringan sosial, nilai koefisien regresi sebesar 0.575
dan bertanda positif yang mengandung arti bahwa tingkat jaringan sosial
berpengaruh positif terhadap tingkat partisipasi sebesar 0.575 atau dapat dikatakan
bahwa peningkatan tingkat jaringan sosial juga akan diikuti dengan peningkatan
tingkat partisipasi. Nilai hubungan antara tingkat jaringan sosial dengan tingkat
61

partisipasi yaitu sebesar 0.358 yang ditunjukkan pada nilai R. Tingkat jaringan
sosial memiliki pengaruh terhadap tingkat partisipasi sebesar 12.8 persen yang
ditunjukkan pada nilai R2, sedangkan sisanya 87.2 persen dipengaruhi oleh faktor
lain yang tidak diteliti. Nilai t hitung pada tingkat jaringan sosial yaitu sebesar
2.100 yang mana nilai tersebut lebih besar daripada nilai t tabel yaitu 2.042
sehingga mengandung arti bahwa tingkat jaringan sosial berpengaruh terhadap
tingkat partisipasi. Hasil tersebut juga dijelaskan pada nilai signifikansi yang
kurang dari 0.05 yaitu sebesar 0.44 dengan taraf kepercayaan 95 persen yang
berarti secara statistik tingkat jaringan sosial berpengaruh terhadap tingkat
partisipasi secara signifikan.
Berdasarkan tiga dimensi modal sosial tersebut, dapat dilihat bahwa
tingkat norma memiliki nilai koefisien regresi, nilai R, nilai R2, dan nilai t yang
lebih kecil daripada dimensi tingkat kepercayaan dan tingkat jaringan sosial.
Selain itu juga nilai signifikansi pada tingkat norma lebih besar dari 0.05,
sedangkan nilai signifikansi pada tingkat kepercayaan dan tingkat jaringan sosial
lebih kecil dari 0.05. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat norma tidak
berpengaruh terhadap tingkat partisipasi.

Pengaruh Tingkat Kepercayaan terhadap Tingkat Partisipasi Responden


Kepercayaan merupakan salah satu kekuatan sintetik yang paling penting
dalam masyarakat, kepercayaan juga menjadi basis bagi tindakan individu dan
basis kerjasama yang baik. Rasa percaya adalah keyakinan bahwa orang lain tidak
akan berlaku ataupun berniat buruk pada diri kita (Vipriayanti, 2011). Setelah
menganalisis tingkat kepercayaan responden, selanjutnya peneliti menguji
pengaruh tingkat kepercayaan terhadap tingkat partisipasi responden. Dalam
penelitian ini, peneliti menduga bahwa terdapat pengaruh tingkat kepercayaan
terhadap tingkat partisipasi responden. Jumlah dan presentase responden menurut
pengaruh tingkat kepercayaan terhadap tingkat partisipasi tahun 2018 dapat dilihat
pada Tabel 31.

Tabel 31 Jumlah dan presentase responden menurut pengaruh tingkat kepercayaan


terhadap tingkat partisipasi tahun 2018
Tingkat Partisipasi
Total
Tingkat Rendah Sedang Tinggi
Kepercayaan Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
(n) (n) (n) (n)
Rendah 4 57.1 2 28.6 1 14.3 7 100.0
Sedang 2 25.0 4 50.0 2 25.0 8 100.0
Tinggi 3 17.6 3 17.6 11 64.7 17 100.0

Berdasarkan Tabel 31, tingkat partisipasi yang tinggi tidak dimiliki oleh
responden dengan tingkat kepercayaan yang rendah. Sebaliknya responden yang
memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi memiliki tingkat partisipasi yang tinggi
juga. Tingkat partisipasi responden pada kategori tinggi dengan tingkat
62

kepercayaan rendah, sedang, tinggi mengalami peningkatan yaitu, 14.3 persen,


25.0 persen, dan 64.7 persen. Responden yang memiliki tingkat kepercayaan
tinggi merasa lebih nyaman ketika melaksanakan kegiatan koperasi, sehingga
partisipasi responden tinggi. Responden yang sudah saling mengenal satu sama
lain membuat antar responden sudah saling percaya. Responden yang memiliki
kepercayaan dengan responden lain tidak akan merasa ragu ketika akan meminta
bantuan responden lain.
“…Ya kalau sudah percaya ya enak mbak, misal nih kalau kumpul
aku nggak bisa ikut dan mau nitip uang simpan pinjam ya aku
percaya kalau yang dititipin bakal bayarin. Ya nyatanya sampai
sekarang nggak ada yang nipu-nipu gitu mbak. Nek wis percoyo kui
ayem mbak dadi rak usah khawatir lek wong iku bakal ngapusi
(Kalau udah percaya itu tenang mbak jadi nggak perlu khawatir
kalau orang iku bakal bohong)…” (SS, 46 tahun).

Berdasarkan dari hasil uji regresi yang telah dilakukan, diperoleh hasil
bahwa nilai sig pengaruh tingkat kepercayaan terhadap tingkat partisipasi kurang
dari 0.05, yaitu 0.043 dengan taraf kepercayaan 95 persen. Hal tersebut
menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan berpengaruh terhadap tingkat partisipasi
secara signifikan. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan dari Faedlulloh (2015)
bahwa, trust merupakan unsur terpenting dalam suatu modal sosial. Apabila
pembangunan dalam segala aspek ingin berhasil, maka pembangunan tersebut
harus didasari oleh adanya trust.

“…Ya kalau udah percaya satu sama lain enak mbak, mau
ngejalanin kegiatan koperasi jadi lebih gampang…” (NN, 49 tahun)

Tingginya tingkat kepercayaan responden menjadikan tingkat partisipasi


responden juga tinggi. Kepercayaan menjadi hal yang penting bagi responden.
Tanpa adanya rasa saling percaya, maka responden akan sulit dalam menjalankan
kegiatan koperasi. Misalnya dalam kegiatan simpan pinjam, apabila responden
sering menaruh rasa curiga dengan pengurus koperasi, maka akan sedikit
responden yang melakukan kegiatan simpan pinjam. Kegiatan yang ada di dalam
koperasi sampai sekarang masih berjalan karena adanya partisipasi dari responden
yang dipengaruhi oleh rasa saling percaya antar responden. Hal tersebut sejalan
dengan penelitian Wardidin (2015), bahwa terdapat pengaruh tingkat kepercayaan
masyarakat kepada kepala desa terhadap tingkat partisipasi politik. Tingginya
tingkat kepercayaan masyarakat kepada kepala desa menjadikan tingkat
partisipasi politik juga tinggi sehingga kegiatan demokrasi berjalan aktif.

Pengaruh Tingkat Norma terhadap Tingkat Partisipasi Responden


Setelah menganalisis tingkat norma responden, selanjutnya peneliti
menguji pengaruh tingkat norma terhadap tingkat partisipasi responden. Peneliti
63

menduga bahwa terdapat pengaruh tingkat norma terhadap tingkat partisipasi


responden. Jumlah dan presentase responden menurut pengaruh tingkat norma
terhadap tingkat partisipasi tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel 32.

Tabel 32 Jumlah dan presentase responden menurut pengaruh tingkat norma


terhadap tingkat partisipasi tahun 2018
Tingkat Partisipasi
Total
Tingkat Rendah Sedang Tinggi
Norma Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
(n) (n) (n) (n)
Rendah 3 30.0 5 50.0 2 20.0 10 100.0
Sedang 6 54.5 3 27.3 2 18.2 11 100.0
Tinggi 0 0 1 9.1 10 90.9 11 100.0

Berdasarkan Tabel 32, diperoleh hasil, pada tingkat norma rendah


responden dengan tingkat partisipasi tinggi sebanyak 2 orang atau 20.0 persen.
Pada tingkat norma sedang responden dengan tingkat partisipasi tinggi sebanyak 2
orang atau 20 persen, dan pada tingkat norma tinggi responden dengan tingkat
partisipasi tinggi sebanyak 10 orang atau 90.9 persen. Koperasi Paguyuban Tenun
Troso memiliki peraturan, namun ketua dan pengurus lebih menyesuaikan dengan
kondisi responden. Koperasi memiliki peraturan yang apabila dilanggar maka
akan ada sanksi yang berlaku. Namun ketua koperasi mengaku kurang tegas
dalam menerapkan peraturan, ketua koperasi merasa tidak tega jika ada responden
yang belum mampu membayar simpan pinjam sehingga dalam hal ini
mengakibatkan beberapa responden sering menunda dalam membayar simpan
pinjam.
Berdasarkan dari uji regresi yang telah dilakukan diperoleh nilai
signifikansi lebih dari 0.05, yaitu 0.076 persen dengan taraf kepercayaan 95
persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat norma tidak berpengaruh
terhadap tingkat partisipasi. Koperasi Paguyuban Tenun Troso memiliki
peraturan, namun dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi responden.
Beberapa responden ada yang melanggar peraturan terkait pembayaran simpan
pinjam. Beberapa responden sering menunda dalam pembayaran simpan pinjam,
meskipun sudah diberikan kelonggaran waktu, namun responden juga ada yang
meminta kelonggaran waktu lagi. Apabila kondisinya seperti itu, ketua koperasi
tidak dapat bertindak tegas.
Responden dengan tingkat kepatuhan yang rendah tidak membuat
responden menjadi tidak melakukan kegiatan koperasi. Meskipun beberapa
responden ada yang melanggar peraturan terkait pembayaran simpan pinjam,
namun responden tetap ikut serta dalam kegiatan rapat, tetap aktif dalam
penyebaran informasi yang diperoleh, selain itu ikut serta dalam kegiatan
pameran.
64

“…Piye ya mbak, nek ngelanggar pernah si, yo urusan bayar


simpan pinjam, telat ngono mbak, tapi pengurus karo ketua koperasi
apian mbak. Ngerteni nek misal emang lagi rak iso bayar. Sering
ngewenehi kelonggaran waktu juga si mbak. Tapi nek aku iso bayar
yo langsung tak lunasi mbak. Peraturan koperasi pancen ono mbak,
tapi nek pelaksanaane menurutku luweh kekeluargaan si mbak. Yo
aku sadar si nek ngelanggar, tapi aku tetep melu kegiatan koperasi
mbak, ora ndung ngilang ngono. Misal ono pameran sing nek
sekitar Jeporo ngono aku tetep melu mbak, rapat ya tetep melu
kumpul…” (SS, 46 tahun).
Artinya
“…Gimana ya mbak, kalau ngelanggar pernah si, ya urusan bayar
simpan pinjam, telat gitu mbak, tapi pengurus sama ketua koperasi
baik mbak. Mengerti kalau misal memang lagi nggak bisa
membayar. Sering memberi kelonggaran waktu juga si mbak. Tapi
kalau aku bisa bayar ya langsung aku lunasi mbak. Peraturan
koperasi memang ada mbak, tapi kalau pelaksanaannya menurutku
lebih kekeluargaan si mbak. Ya aku sadar kalau ngelanggar, tapi
aku tetep ikut kegiatan koperasi mbak, nggak jadi malah ngilang
gitu. Misal ada pameran di sekitar Jepara gitu aku tetep ikut mbak,
rapat ya tetep ikut kumpul…” (SS, 46 tahun)

Responden juga mempertimbangkan nilai-nilai budaya masyarakat


setempat, seperti saling percaya, saling menghargai, dan saling tolong menolong.
Tanpa adanya rasa saling percaya, saling menghargai, dan saling tolong menolong
maka peraturan yang diterapkan tidak memberikan pengaruh bagi
keberlangsungan koperasi. Pranadji (2006) menjelaskan bahwa, penguatan modal
sosial tidak hanya pada kepercayaan, norma, dan jaringan, tetapi harus menyentuh
dari inti modal sosial tersebut, seperti perlu diawali dengan penguatan nilai-nilai
budaya sosial responden setempat.

Pengaruh Tingkat Jaringan Sosial terhadap Tingkat Partisipasi Responden


Menurut Kusumaningrum (2017), jaringan sosial memungkinkan individu
dalam suatu kelompok memiliki akses terhadap informasi yang berpotensi untuk
membantu kehidupan menjadi lebih baik. Potensi modal jaringan dan relasi
menjadi inti dalam dinamika pembangunan suatu komunitas. Kompleksitas
jaringan dan relasi yang tercipta dalam suatu komunitas merupakan salah satu
indikator kekuatan yang dimiliki komunitas (Abdullah, 2013). Setelah
menganalisis tingkat jaringan sosial, selanjutnya peneliti menguji pengaruh
tingkat jaringan sosial terhadap tingkat partisipasi responden. Peneliti menduga
terdapat pengaruh tingkat jaringan sosial terhadap tingkat partisipasi responden.
65

Jumlah dan presentase responden menurut pengaruh tingkat jaringan sosial


terhadap tingkat partisipasi tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel 33.

Tabel 33 Jumlah dan presentase responden menurut pengaruh tingkat jaringan


sosial terhadap tingkat partisipasi responden tahun 2018
Tingkat Tingkat Partisipasi
Total
Jaringan Rendah Sedang Tinggi
Sosial Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
(n) (n) (n) (n)
Rendah 3 75.0 1 25.0 0 0 4 100.0
Sedang 3 33.3 4 44.4 2 22.2 9 100.0
Tinggi 3 15.8 4 21.1 12 63.2 19 100.0

Berdasarkan Tabel 33, responden dengan tingkat jaringan sosial rendah


memiliki tingkat partisipasi rendah sebesar 75 persen dan responden dengan
tingkat jaringan sosial tinggi memiliki tingkat partisipasi tinggi sebesar 63.2
persen. Tingkat partisipasi responden dengan tingkat jaringan sosial rendah,
sedang, dan tinggi mengalami peningkatan yaitu, 0 persen, 22.2 persen, dan 63.2
persen. Responden yang memiliki tingkat jaringan sosial tinggi juga memiliki
tingkat partisipasi yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan antara responden dengan
ketua, pengurus, maupun dengan responden lain sering bertemu dan berdiskusi
terkait dengan koperasi. Lokasi rumah responden yang berada dalam satu desa
membuat antar responden lebih mudah untuk berkumpul dan lebih sering
bertemu. Selain itu responden juga aktif dalam menghadiri rapat karena lokasi
rapat yang tidak jauh dari rumah dan responden juga merasa bahwa rapat
merupakan kesempatan untuk saling bersilaturahmi.

“…Karo kabeh anggota yo aku kenal mbak, wong omahe yo orak


sek do adoh, wong kadang ngono nek ketemu yo ngomongke soal
koperasi mbak. Nek rapat yo teko mbak wong rapate kan yo orak
adoh si, yo gawe kumpul2 karo sing liyane juga mbak. Yok nek wis
do kenal luweh gampang lek ape diskusi mbak, lek omah yo orak
adoh, dadi nek misal ape ono sing diomongke biasane karek moro
ning omahe ngono…” (MS, 57 tahun)
Artinya
“…Sama semua anggota ya aku kenal mbak, orang rumah ya nggak
terlalu jauh semua, orang kadang kalau ketemu ya ngomongin soal
koperasi mbak. Kalau rapat ya dateng mbak orang rapatnya kan ya
nggak jauh si, ya buat kumpul2 sama yang lainnya juga mbak. Ya
kalau udah pada saling kenal lebih gampang kalau mau diskusi
mbak, rumah ya nggak jauh, jadi misal ada yang mau diomongin
tinggal dateng ke rumahnya gitu mbak…” (MS, 57 tahun)
66

Berdasarkan dari uji regresi yang telah dilakukan, diperoleh nilai


signifikansi kurang dari 0.05, yaitu sebesar 0.044 dengan taraf kepercayaan 95
persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat jaringan sosial berpengaruh
terhadap tingkat partisipasi. Kerjasama yang terjalin baik di lingkungan internal
maupun antara koperasi dan pihak mitra memberikan keuntungan juga bagi
responden. Semakin banyak informasi yang diperoleh responden melalui koperasi,
maka responden akan semakin aktif dalam melaksanakan kegiatan, seperti halnya
pameran. Jaringan sosial yang terjalin di lingkungan internal koperasi membuat
responden aktif dalam melaksanakan kegiatan simpan pinjam. Antar responden
yang sudah saling mengenal, kemudahan dalam bertemu dengan responden lain
membuat responden lebih mudah dalam membayar simpan pinjam. Selain itu,
responden yang memiliki relasi dengan pihak luar akan memiliki informasi yang
lebih banyak terkait dengan usaha tenun troso, sehingga pada saat rapat biasanya
akan lebih aktif dalam menyampaikan informasi dengan pihak koperasi.
Kuatnya tingkat jaringan sosial responden menjadikan semakin kuat juga
tingkat partisipasi responden. Koperasi biasanya memperoleh informasi terkait
pameran dari pihak luar, kemudian pihak koperasi akan memberi tahu responden
terkait informasi yang didapatkan. Melalui informasi yang diperoleh, responden
dapat mengikuti kegiatan pameran sehingga hal tersebut berpengaruh pada
meningkatnya pendapatan responden.

“…Yo gabung koperasi juga ben iso entuk informasi-informasi


mbak. Yo nek entuk informasi kan iso melu kegiatan pameran mbak.
Lumayan iso nambah penghasilan juga...” (MN, 49 tahun)
Artinya
“…Ya gabung koperasi juga biar bisa dapat informasi-informasi
mbak. Ya kalau dapat informasi kan bisa ikut kegiatan pameran
mbak. Lumayan bisa nambah penghasilan juga…” (MN, 49 tahun)

Ikhtisar
Modal sosial responden memiliki pengaruh terhadap tingkat partisipasi
responden. Hal tersebut dibuktikan dari nilai signifikansi uji regresi linear modal
sosial terhadap tingkat partisipasi yang kurang dari 0.05, yaitu sebesar 0.017. Rasa
saling percaya di antara responden, saling tolong menolong, saling menghargai,
kemudahan responden memperoleh informasi, rasa kekeluargaan di antara
responden menjadikan responden nyaman dalam menjalankan kegiatan koperasi.
Modal sosial memiliki peran penting bagi keberlangsungan Koperasi
Paguyuban Tenun Troso karena tanpa adanya modal sosial maka partisipasi tidak
akan bisa berkembang. Tingginya modal sosial responden menjadikan tingkat
partisipasi responden juga tinggi. Partisipasi responden yang tinggi dapat
memunculkan semangat bersama responden untuk menjalankan kegiatan koperasi
sehingga Koperasi Paguyuban Tenun Troso dapat berjalan secara berkelanjutan.
67

PENUTUP

Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Koperasi Paguyuban Tenun
Troso, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Modal sosial tergolong pada kategori tinggi. Modal Sosial yang tinggi
tersebut dilihat dari tingginya tingkat kepercayaan dan tingkat jaringan
sosial, sementara tingkat norma anggota koperasi berada pada kategori
sedang menuju tinggi. Tingginya modal sosial anggota dikarenakan antar
anggota saling percaya, saling tolong menolong, saling memahami bahwa
setiap anggota memiliki kondisi yang berbeda-beda, hubungan yang
terjalin baik dengan semua anggota, serta kemudahan anggota dalam
memperoleh informasi.
2. Tingkat partisipasi tergolong tinggi. Tingkat partisipasi diperoleh dari 4
tahapan partisipasi, di antaranya tahap perencanaan, tahap pelaksanaan,
tahap menikmati hasil, dan tahap evaluasi. Tingkat partisipasi yang tinggi
dikarenakan tingginya tingkat partisipasi anggota koperasi pada tahap
perencanaan dan tahap evaluasi, sementara pada tahap pelaksanaan dan
tahap menikmati hasil berada pada kategori sedang.
3. Modal sosial anggota koperasi berpengaruh terhadap tingkat partisipasi.
Tingginya modal sosial anggota menjadikan tingkat partisipasi anggota
juga tinggi. Partisipasi anggota yang tinggi dapat memunculkan semangat
bersama anggota dalam menjalankan kegiatan koperasi sehingga Koperasi
Paguyuban Tenun Troso dapat berjalan secara berkelanjutan.
Saran
Adapun saran yang dapat diberikan merujuk pada hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut:

1. Ketua Koperasi Paguyuban Tenun Troso perlu lebih tegas dalam


menghadapi anggota koperasi yang sering terlambat dalam membayar
simpan pinjam, sehingga anggota tidak lagi menyepelakan pelanggaran
yang dilakukan.
2. Koperasi Paguyuban Tenun Troso perlu mengadakan pelatihan dan
pendampingan manajemen pemasaran untuk seluruh anggota koperasi.
Pelatihan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan anggota
dalam memasarkan produk kain tenun troso.
3. Perlu dilakukan regenerasi anggota agar ada yang melanjutkan kegiatan
koperasi sehingga Koperasi Paguyuban Tenun Troso dapat berjalan secara
berkelanjutan.
69

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. [Kemiskinan dan ketimpangan]-gini ratio


provinsi 2002-2017 [Internet]. [diunduh 2018 April 17]. Dapat diunduh
melalui: www.go.id
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Jepara. 2017. Jepara dalam Angka. Jepara
(ID): BPS
[RI] Republik Indonesia. 1945. Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 [Internet]. [diunduh 2018 April 17]. Dapat diunduh
melalui: jdih.pom.go.id
[RI] Republik Indonesia 2012. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang
Perkoperasian [Internet]. [diunduh 2018 April 17]. Dapat diunduh melalui:
www.hukumonline.com
Abdullah S. 2013. Potensi dan kekuatan modal sosial dalam suatu komunitas
[Internet]. [diunduh 2018 April 24]. Jurnal Socius. Volume XII.1-8. Dapat
diunduh melalui:
https://www.google.co.id/url?url=http://journal.unhas.ac.id/index.php/soci
us/article/
Cohen J, Uphoff N. 1980. Participation's place in rural development: seeking
clarity through specificity [Internet]. [diunduh 2018 April 12]. World
www.researchgate.net/profile/Norman_Uphoff/publication/4897194_Parti
cipation%27s_Place_in_Rural_Development_Seeking_Clarity_Through_S
pecificity/links/54e5f44d0cf2cd2e028b535d?ev=pub_ext_doc_dl&origin=
publication_detail&inViewer=true
Coleman JS. 1988. Social Capital in the Creation of Human Capita [Internet].
[diunduh 2018 Maret 2]. The American Journal of Sociology. 94,
(Supplement) S95-S120. Dapat diunduh melalui:
http://courseweb.ischool.illinois.edu/~katewill/forchina/readings/coleman
%201988%20social%20capital.pdf
Effendi S, Tukiran. 2017. Metode Penelitian Survei. Jakarta [ID]: Penerbit LP3ES
Faedlulloh D. 2015. Modal sosial dalam gerakan koperasi [Internet]. [diunduh
2018 Maret 2]. IJPA- The Indonesian Journal of Public Administration.
2(1):1-13. Dapat diunduh melalui:
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:2kBR9cYi1FEJ:
www.academia.edu/17650765/Modal_Sosial_dalam_Gerakan_Koperasi+
&cd=1&hl=en&ct=clnk&gl=id
Faiz MN. 2017. Analisis kinerja Koperasi Paguyuban Tenun Troso di Desa Troso
Kecamatan Pecangaan Kabupaten Jepara [Skripsi] [Internet]. [diunduh
2019 Januari 29]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Dapat diunduh
melalui:
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://reposit
ory.ipb.ac.id/jspui/
70

Hadi S. 2006. Profil modal sosial dan tingkat partisipasi peternakan


pengembangan sapi potong di Kabupaten Tebo Propinsi Jambi [Internet].
[diunduh 2019 Januari 15]. 2(2):107-206. Dapat diunduh melalui:
https://www.researchgate.net/publication/311689448_PROFIL_MODAL_
SOSIAL_DAN_TINGKAT_PARTISIPASI_PETERNAKPADA_PENGE
MBANGAN_SAPI_POTONG_DI_KABUPATEN_TEBO_PROPINSI_J
AMBI
Haridison A. 2013. Modal sosial dalam pembangunan [Internet]. [diunduh 2019
Januari 15]. JISPAR, FISIP Universitas Palangka Raya. 4. Dapat diunduh
melalui: https://www.researchgate.net
Hasbullah J. 2006. Social Capital: Menuju Keunggulan Budaya Manusia
Indonesia. Jakarta (ID): MR-United Press
Hasim, Remiswal. 2009. Community Development Berbasis Ekosistem. Jakarta
(ID): Diadit Media
Herdhiana R. 2006. Partisipasi anggota sebagai upaya pencapaian kemandirian
koperasi [Internet]. [diunduh 2018 Maret 2]. Jurnal Pendidikan dan
Budaya. 4(1):1-14. Dapat diunduh melalui:
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:LNq5HD3zzVwJ:
jurnal.fkip.unla.ac.id/index.php/educare/article/view/38+&cd=1&hl=en&c
t=clnk&gl=id
Kadir H, Yusuf Y. 2012. Optimalisasi pengaruh dan eksistensi koperasi sebagai
soko guru perekonomian daerah [Internet]. [diunduh 2018 Maret 2].
Jurnal Ekonomi. 20(3):1-9. Dapat diunduh melalui:
http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https//www.ne
liti.com/id/publications/8664
Kusumaningrum U. 2017. Hubungan modal sosial dengan tingkat partisipasi
anggota koperasi (kasus Koperasi Pemberdayaan Ekonomi Kelurahan
Rahayu, Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten
Bogor) [Skripsi] [Internet]. [diunduh 2018 Februari 15]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor. Dapat diunduh melalui:
https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/84473
Lawang R. 2004. Capital Social: Dalam Perspektif Sosiologis Suatu Pengantar.
Jakarta (ID): Fisip UI Press
Mardikanto, Soebiato. 2013. Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif
Kebijakan Publik. Bandung (ID): Alfabeta
Mugniesyah SS. 2009. Materi Bahan Ajar Pendidikan Orang Dewasa. Bogor [ID]:
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat IPB
Munigar ES. 2009. Peran Koperasi dalam Pengembangan Sistem Agribisnis
Belimbing Desa (Studi Kasus Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa
Depok, Jawa Barat) [Skripsi] [Internet]. [diunduh 2019 Januari 29]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor. Dapat diunduh melalui:
71

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://reposit
ory.ipb.ac.id/jspui/
Nagoro HSP. 2015. Pengaruh modal sosial terhadap tingkat keberhasilan program
CSR PT PERTAMINA INDRAMAYU [Skripsi] [Internet]. [diunduh 2018
Juli 4]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Dapat diunduh melalui:
https://repository.ipb.ac.id
Nasdian FT. 2014. Pengembangan Masyarakat. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka
Obor Indonesia.
Nurfitria N. 2011. Analisis perbedaan omzet penjualan berdasarkan jenis hajatan
dan waktu (studi pada Catering Sonokembang Semarang [Skripsi]
[Internet]. [diunduh 2018 Juli 3]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Dapat diunduh melalui: eprints.undip.ac.id
Ontorael, Sondakh, Lalolama. 2015. Pengaruh modal sosial masyarakat pedesaan
terhadap keberhasilan pembangunan desa di Kecamatan Pineleng
Kabupaten Minahasa [Internet]. [diunduh 2018 Juli 4]. Jurnal
Administrasi Publik. 2(029). Dapat diunduh melalui:
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/JAP/article/view/7755
Pranadji T. 2006. Penguatan modal sosial untuk pemberdayaan responden
pedesaan dalam pengelolaan agroekosistem lahan kering. Jurnal Agro
Ekonomi
Putnam RD. 1995. Bowling Alone: America’s declining social capital [Internet].
[diunduh 2018 April 4]. Journal of Demografi 6.1:65-78. Dapat diunduh
melalui:
https://www.google.co.id/url?url=http://cddrl.fsi.stanford.edu/sites/default/
files/robert_putnam_-_bowling_
Rogahang JJ, Thobias E, Tungka AK. 2013. Pengaruh modal sosial terhadap
perilaku kewirausahaan (suatu studi pada pelaku usaha mikro kecil
menengah di Kecamatan Kabaruan Kabupaten Kepulauan Talaud)
[Internet]. [diunduh 2018 Februari 15]. Jurnal ACTA DIURNA. Dapat
diunduh melalui:
https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://media.
neliti.com/media/
Safitri K. 2015. Struktur biaya dan pendapatan usaha tempe anggota dan non
anggota primer Koperasi Primer Tahu Tempe Indonesia Kota Bogor (studi
kasus Kelurahan Kedung Badak, Kecamatan Tanah Sereal, Kota Bogor)
[Skripsi] [Internet]. [diunduh 2018 Juli 3]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor. Dapat diunduh melalui: https://repository.ipb.ac.id
Sedana G. 2011. Modal sosial dalam agribisnis subak, kasus pada Koperasi Usaha
Agribisnis Terpadu Subak Guama, Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan
[Internet]. [diunduh 2018 Februari 15]. Jurnal dwijenAGRO. 2(1):1-10.
Dapat diunduh melalui:
https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://103.19.
229.34/index.php/dwijenagro/
Setiawaty S. 2011. Mengapa koperasi tidak berkembang dan maju secara
signifikan [Skripsi] [Internet]. [diunduh 2019 Januari 29]. Depok (ID):
72

Universitas Gunadarma. Dapat diunduh melalui:


https://anzdoc.com/download/mengapa-koprasi-tidak-berkembang-dan-
maju-secara-signifikan-.html
Soedjono I. 2000. Membangun Koperasi Pertanian Berbasis Anggota. Jakarta
(ID): Laksmi Studio.
Sugiastini IAF, Yuliarmi NY. 2015. Pengaruh partisipasi anggota terhadap
keberhasilan Koperasi Serba Usaha di Kota Denpasar [Internet]. [diunduh
2018 Maret 2]. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan. 4(3):210-219. Dapat
diunduh melalui:
https://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:eoTjrV9DtNwJ:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eep/article/view/11428+&cd=1&hl=en&ct
=clnk&gl=id
Vipriyanti. 2011. Modal Sosial dan Pembangunan Wilayah. Malang (ID): UB
Press.
Wardidin A. 2015. Pengaruh tingkat kepercayaan masyarakat kepada kepala desa
terhadap tingkat partisipasi politik (studi pada masyarakat Desa Sukajaya
Lempasing Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran) [Skripsi]
[Internet]. [diunduh 2019 Januari 15]. Lampung (ID): Universitas
Lampung. Dapat diunduh melalui: digilib.unila.ac.id
Widyanita. 2017. Ketimpangan ekonomi Indonesia berada di peringkat 4
[Internet]. [diunduh 2018 April 17]. Dapat diunduh melalui:
https://katadata.co.id/infografik/2017/01/15/ketimpangan ekonomi-
indonesia-peringkat-4
LAMPIRAN
75

Lampiran 1 Peta Desa Troso, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara, Jawa


Tengah
76

Lampiran 2 Kerangka sampling

No. Nama Alamat


1. H. Narto Desa Troso RT 04/01
2. Bukhori Baedah Desa Troso RT 04/01
3. H. Jamal Desa Troso RT 03/03
4. Susy Desa Troso RT 07/01
5. M Latif Jauhari Desa Troso RT 01/05
6. Hamdi Rustaman Desa Troso RT 01/02
7. Sulbi Ahmad Desa Troso RT 05/05
8. Sunarwan Desa Troso RT 06/02
9. Rukani Desa Troso RT 05/01
10. Ab. Shomad Desa Troso RT 02/02
11. Hendi Siswanto Desa Troso RT 04/02
12. Saichu Desa Troso RT 01/02
13. Khamzawi Desa Troso RT 03/03
14. Zarqoni Desa Troso RT 01/02
15. Richwan Desa Troso RT 01/05
16. Sobari Desa Troso RT 01/02
17. Suwarno Desa Troso RT 06/02
18. Bukhori Hasbullah Desa Troso RT 03/06
19. H. Suwandi Desa Troso RT 05/01
20. H. Muhlisin Desa Troso RT 01/03
21. Sujak Desa Troso RT 01/02
22. H. Muchlisin Desa Troso RT 01/03
23. Nano Desa Troso RT 06/06
24. Ari Iriyanto Desa Troso RT 05/03
25. Siti Khotijah Desa Troso RT 02/02
26. Supriyanto Desa Troso RT 01/02
27. Nur Musyafak Desa Troso RT 03/02
28. Muchlisin Desa Troso RT 01/03
29. H. Handiq Desa Troso RT 05/01
30. Yusron Desa Troso RT 04/01
31. H. Jaelani Desa Troso RT 05/02
32. Hadi Suyanto Desa Troso RT 01/02
Lampiran 3 Jadwal penelitian

Mei Juni September Oktober November Desember Januari Februari


Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan
Proposal
Penelitian
Kolokium
Revisi
Proposal
Pengumpulan
Data
Pengolahan
dan Analisis
Data
Penulisan
Draft Skripsi
Uji Petik
Sidang
Skripsi
Perbaikan
Skripsi

77
78

Lampiran 4 Panduan pertanyaan wawancara mendalam


Hari/Tanggal :
Nama :
Alamat :
Umur :
No Telp/Hp :
A. Informan Ketua atau Pengurus Koperasi Paguyuban Tenun Troso
1. Bagaimana sejarah Koperasi Paguyuban Tenun Troso?
2. Sudah berapa banyak anggota Koperasi Paguyuban Tenun Troso hingga saat
ini? Bagaimana cara bergabung menjadi anggota Koperasi Paguyuban Tenun
Troso?
3. Apa saja kegiatan yang dilakukan oleh Koperasi Paguyuban Tenun Troso?
4. Bagaimana jadwal pertemuan, lokasi pertemuan, dan mekanisme jika akan
dilaksanakan rapat?
5. Bagaimana mekanisme pinjaman yang berlangsung di Koperasi Paguyuban
Tenun Troso?
6. Apa saja kendala yang dihadapi oleh Koperasi Paguyuban Tenun Troso?
7. Berapa jumlah mitra kerja yang bekerjasama dengan Koperasi Paguyuban
Tenun Troso?
8. Bagaimana bentuk dukungan pihak luar yang diberikan kepada Koperasi
Paguyuban Tenun Troso?
9. Apakah ada persyaratan khusus untuk masyarakat (pengrajin tenun troso)
yang akan menjadi anggota Koperasi Paguyuban Tenun Troso?
10. Bagaimana cara mendorong masyarakat (pengrajin tenun troso) agar mau
menjadi anggota Koperasi Paguyuban Tenun Troso?
11. Bagaimana bentuk kerjasama yang ada dalam Koperasi Paguyuban Tenun
Troso?
12. Apakah setiap anggota terlibat aktif dalam kegiatan Koperasi Paguyuban
Tenun Troso?
13. Bagaimana rencana ke depan yang akan dilaksanakan oleh Koperasi
Paguyuban Tenun Troso?
B. Informan Anggota Koperasi Paguyuban Tenun Troso
1. Sejak kapan menjadi anggota Koperasi Paguyuban Tenun Troso?
2. Mengapa mau menjadi anggota Koperasi Paguyuban Tenun Troso?
3. Bagaimana keterlibatan dalam kegiatan Koperasi Paguyuban Tenun Troso?
4. Sampai sejauh ini apakah merasakan manfaat dengan menjadi anggota
Koperasi Paguyuban Tenun Troso?
5. Apakah seluruh kegiatan Koperasi Paguyuban Tenun Troso telah
dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan anggota?
79

6. Apakah dalam Koperasi Paguyuban Tenun Troso sering terjadi masalah? Jika
ya, bagaimana cara menyelesaikannya?

C. Informan Tokoh Masyarakat


1. Apa yang mendorong masyarakat (pengrajin tenun troso) mau menjadi
anggota Koperasi Paguyuban Tenun Troso?
2. Apa dan bagaimana pengaruh yang dirasakan dengan adanya Koperasi
Paguyuban Tenun Troso kepada masyarakat sekitar Koperasi Paguyuban
Tenun Troso?
3. Bagaimana manfaat yang dihasilkan dengan adanya Koperasi Paguyuban
Tenun Troso?
4. Adakah keluhan masyarakat terhadap pelaksanaan Koperasi Paguyuban
Tenun Troso?
5. Apakah dalam Koperasi Paguyuban Tenun Troso sering terjadi masalah
hingga berdampak ke masyarakat? Jika ya, bagaimana cara
menyelesaikannya?
Sumber: (Kusumaningrum, 2017)
80
Lampiran 5 Hasil uji validitas dan reliabilitas

Correlations

K6 K7 K8 K9 K10 K11 K12 K13 K14 K15 K16 K17 Tk.Kepercayaan

K6 Pearson
1 1.000** .802** 1.000** .583 -.816** .816** 1.000** 1.000** 1.000** 1.000** 1.000** .991**
Correlation

Sig. (2-tailed) .000 .005 .000 .077 .004 .004 .000 .000 .000 .000 .000 .000

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

K7 Pearson
1.000** 1 .802** 1.000** .583 -.816** .816** 1.000** 1.000** 1.000** 1.000** 1.000** .991**
Correlation

Sig. (2-tailed) .000 .005 .000 .077 .004 .004 .000 .000 .000 .000 .000 .000

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

K8 Pearson
.802** .802** 1 .802** .356 -.655* .655* .802** .802** .802** .802** .802** .818**
Correlation

Sig. (2-tailed) .005 .005 .005 .312 .040 .040 .005 .005 .005 .005 .005 .004

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

K9 Pearson
1.000** 1.000** .802** 1 .583 -.816** .816** 1.000** 1.000** 1.000** 1.000** 1.000** .991**
Correlation

Sig. (2-tailed) .000 .000 .005 .077 .004 .004 .000 .000 .000 .000 .000 .000

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
K10 Pearson
.583 .583 .356 .583 1 -.408 .408 .583 .583 .583 .583 .583 .637*
Correlation

Sig. (2-tailed) .077 .077 .312 .077 .242 .242 .077 .077 .077 .077 .077 .048

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

K11 Pearson
-.816** -.816** -.655* -.816** -.408 1 -.600 -.816** -.816** -.816** -.816** -.816** -.759*
Correlation

Sig. (2-tailed) .004 .004 .040 .004 .242 .067 .004 .004 .004 .004 .004 .011

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

K12 Pearson
.816** .816** .655* .816** .408 -.600 1 .816** .816** .816** .816** .816** .845**
Correlation

Sig. (2-tailed) .004 .004 .040 .004 .242 .067 .004 .004 .004 .004 .004 .002

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

K13 Pearson
1.000** 1.000** .802** 1.000** .583 -.816** .816** 1 1.000** 1.000** 1.000** 1.000** .991**
Correlation

Sig. (2-tailed) .000 .000 .005 .000 .077 .004 .004 .000 .000 .000 .000 .000

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

K14 Pearson
1.000** 1.000** .802** 1.000** .583 -.816** .816** 1.000** 1 1.000** 1.000** 1.000** .991**
Correlation

Sig. (2-tailed) .000 .000 .005 .000 .077 .004 .004 .000 .000 .000 .000 .000

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

81
82
K15 Pearson
1.000** 1.000** .802** 1.000** .583 -.816** .816** 1.000** 1.000** 1 1.000** 1.000** .991**
Correlation

Sig. (2-tailed) .000 .000 .005 .000 .077 .004 .004 .000 .000 .000 .000 .000

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

K16 Pearson
1.000** 1.000** .802** 1.000** .583 -.816** .816** 1.000** 1.000** 1.000** 1 1.000** .991**
Correlation

Sig. (2-tailed) .000 .000 .005 .000 .077 .004 .004 .000 .000 .000 .000 .000

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

K17 Pearson
1.000** 1.000** .802** 1.000** .583 -.816** .816** 1.000** 1.000** 1.000** 1.000** 1 .991**
Correlation

Sig. (2-tailed) .000 .000 .005 .000 .077 .004 .004 .000 .000 .000 .000 .000

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

Tk. Pearson
.991** .991** .818** .991** .637* -.759* .845** .991** .991** .991** .991** .991** 1
Kep Correlation
erca Sig. (2-tailed)
.000 .000 .004 .000 .048 .011 .002 .000 .000 .000 .000 .000
yaa
N
n 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

**. Correlation is significant at the 0.01


level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05


level (2-tailed).
Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

.944 12

Correlations

N18 N19 N20 N21 N22 N23 N24 N25 N26 N27 Tk.Norma

N18 Pearson
1 1.000** 1.000** .535 .764* .429 .535 .429 1.000** .535 .861**
Correlation

Sig. (2-tailed) .000 .000 .111 .010 .217 .111 .217 .000 .111 .001

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

N19 Pearson
1.000** 1 1.000** .535 .764* .429 .535 .429 1.000** .535 .861**
Correlation

Sig. (2-tailed) .000 .000 .111 .010 .217 .111 .217 .000 .111 .001

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

N20 Pearson
1.000** 1.000** 1 .535 .764* .429 .535 .429 1.000** .535 .861**
Correlation

Sig. (2-tailed) .000 .000 .111 .010 .217 .111 .217 .000 .111 .001

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

83
84
N21 Pearson
.535 .535 .535 1 .408 .802** 1.000** .802** .535 1.000** .869**
Correlation

Sig. (2-tailed) .111 .111 .111 .242 .005 .000 .005 .111 .000 .001

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

N22 Pearson
.764* .764* .764* .408 1 .327 .408 .327 .764* .408 .701*
Correlation

Sig. (2-tailed) .010 .010 .010 .242 .356 .242 .356 .010 .242 .024

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

N23 Pearson
.429 .429 .429 .802** .327 1 .802** 1.000** .429 .802** .782**
Correlation

Sig. (2-tailed) .217 .217 .217 .005 .356 .005 .000 .217 .005 .008

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

N24 Pearson
.535 .535 .535 1.000** .408 .802** 1 .802** .535 1.000** .869**
Correlation

Sig. (2-tailed) .111 .111 .111 .000 .242 .005 .005 .111 .000 .001

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

N25 Pearson
.429 .429 .429 .802** .327 1.000** .802** 1 .429 .802** .782**
Correlation

Sig. (2-tailed) .217 .217 .217 .005 .356 .000 .005 .217 .005 .008

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
N26 Pearson
1.000** 1.000** 1.000** .535 .764* .429 .535 .429 1 .535 .861**
Correlation

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .111 .010 .217 .111 .217 .111 .001

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

N27 Pearson
.535 .535 .535 1.000** .408 .802** 1.000** .802** .535 1 .869**
Correlation

Sig. (2-tailed) .111 .111 .111 .000 .242 .005 .000 .005 .111 .001

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

Tk.Norma Pearson
.861** .861** .861** .869** .701* .782** .869** .782** .861** .869** 1
Correlation

Sig. (2-tailed) .001 .001 .001 .001 .024 .008 .001 .008 .001 .001

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-


tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05


level (2-tailed).

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

.951 10

85
86
Correlations

J28 J29 J30 J31 J32 J33 J34 J35 J36 J37 J38 J39 J40 Tk.Jaringan_Sosial

J28 Pearson
1 1.000** .667* 1.000** 1.000** .667* .667* 1.000** .667* .509 1.000** 1.000** .667* .922**
Correlation

Sig. (2-tailed) .000 .035 .000 .000 .035 .035 .000 .035 .133 .000 .000 .035 .000

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

J29 Pearson
1.000** 1 .667* 1.000** 1.000** .667* .667* 1.000** .667* .509 1.000** 1.000** .667* .922**
Correlation

Sig. (2-tailed) .000 .035 .000 .000 .035 .035 .000 .035 .133 .000 .000 .035 .000

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

J30 Pearson
.667* .667* 1 .667* .667* .375 .375 .667* .375 .764* .667* .667* .375 .692*
Correlation

Sig. (2-tailed) .035 .035 .035 .035 .286 .286 .035 .286 .010 .035 .035 .286 .027

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

J31 Pearson
1.000** 1.000** .667* 1 1.000** .667* .667* 1.000** .667* .509 1.000** 1.000** .667* .922**
Correlation

Sig. (2-tailed) .000 .000 .035 .000 .035 .035 .000 .035 .133 .000 .000 .035 .000

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
J32 Pearson
1.000** 1.000** .667* 1.000** 1 .667* .667* 1.000** .667* .509 1.000** 1.000** .667* .922**
Correlation

Sig. (2-tailed) .000 .000 .035 .000 .035 .035 .000 .035 .133 .000 .000 .035 .000

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

J33 Pearson
.667* .667* .375 .667* .667* 1 1.000** .667* 1.000** .764* .667* .667* 1.000** .881**
Correlation

Sig. (2-tailed) .035 .035 .286 .035 .035 .000 .035 .000 .010 .035 .035 .000 .001

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

J34 Pearson
.667* .667* .375 .667* .667* 1.000** 1 .667* 1.000** .764* .667* .667* 1.000** .881**
Correlation

Sig. (2-tailed) .035 .035 .286 .035 .035 .000 .035 .000 .010 .035 .035 .000 .001

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

J35 Pearson
1.000** 1.000** .667* 1.000** 1.000** .667* .667* 1 .667* .509 1.000** 1.000** .667* .922**
Correlation

Sig. (2-tailed) .000 .000 .035 .000 .000 .035 .035 .035 .133 .000 .000 .035 .000

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

J36 Pearson
.667* .667* .375 .667* .667* 1.000** 1.000** .667* 1 .764* .667* .667* 1.000** .881**
Correlation

Sig. (2-tailed) .035 .035 .286 .035 .035 .000 .000 .035 .010 .035 .035 .000 .001

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

87
88
J37 Pearson
.509 .509 .764* .509 .509 .764* .764* .509 .764* 1 .509 .509 .764* .769**
Correlation

Sig. (2-tailed) .133 .133 .010 .133 .133 .010 .010 .133 .010 .133 .133 .010 .009

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

J38 Pearson
1.000** 1.000** .667* 1.000** 1.000** .667* .667* 1.000** .667* .509 1 1.000** .667* .922**
Correlation

Sig. (2-tailed) .000 .000 .035 .000 .000 .035 .035 .000 .035 .133 .000 .035 .000

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

J39 Pearson
1.000** 1.000** .667* 1.000** 1.000** .667* .667* 1.000** .667* .509 1.000** 1 .667* .922**
Correlation

Sig. (2-tailed) .000 .000 .035 .000 .000 .035 .035 .000 .035 .133 .000 .035 .000

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

J40 Pearson
.667* .667* .375 .667* .667* 1.000** 1.000** .667* 1.000** .764* .667* .667* 1 .881**
Correlation

Sig. (2-tailed) .035 .035 .286 .035 .035 .000 .000 .035 .000 .010 .035 .035 .001

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

Tk.Jaring Pearson
.922** .922** .692* .922** .922** .881** .881** .922** .881** .769** .922** .922** .881** 1
an_Sosial Correlation

Sig. (2-tailed) .000 .000 .027 .000 .000 .001 .001 .000 .001 .009 .000 .000 .001

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
**. Correlation is significant at the 0.01 level
(2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level


(2-tailed).

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

.971 13
Tahap Perencanaan

Correlations

PM41 PM42 PM43 PM44 PM45 PM46 Perencanaan

PM41 Pearson Correlation 1 .272 1.000** .681* .408 .218 .722*

Sig. (2-tailed) .447 .000 .030 .242 .545 .018

N 10 10 10 10 10 10 10

PM42 Pearson Correlation .272 1 .272 .606 .667* .356 .758*

Sig. (2-tailed) .447 .447 .063 .035 .312 .011

N 10 10 10 10 10 10 10

PM43 Pearson Correlation 1.000** .272 1 .681* .408 .218 .722*

89
90
Sig. (2-tailed) .000 .447 .030 .242 .545 .018

N 10 10 10 10 10 10 10

PM44 Pearson Correlation .681* .606 .681* 1 .531 .284 .843**

Sig. (2-tailed) .030 .063 .030 .115 .427 .002

N 10 10 10 10 10 10 10

PM45 Pearson Correlation .408 .667* .408 .531 1 .535 .821**

Sig. (2-tailed) .242 .035 .242 .115 .111 .004

N 10 10 10 10 10 10 10

PM46 Pearson Correlation .218 .356 .218 .284 .535 1 .608

Sig. (2-tailed) .545 .312 .545 .427 .111 .062

N 10 10 10 10 10 10 10

Perencanaan Pearson Correlation .722* .758* .722* .843** .821** .608 1

Sig. (2-tailed) .018 .011 .018 .002 .004 .062

N 10 10 10 10 10 10 10

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items
Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

.830 6
Tahap Pelaksanaan
Correlations

PN47 PN48 PN49 PN50 PN51 Pelaksanaan

PN47 Pearson Correlation 1 .816** .492 .304 .408 .742*

Sig. (2-tailed) .004 .148 .393 .242 .014

N 10 10 10 10 10 10

PN48 Pearson Correlation .816** 1 .603 .447 .600 .863**

Sig. (2-tailed) .004 .065 .195 .067 .001

N 10 10 10 10 10 10

PN49 Pearson Correlation .492 .603 1 .899** .302 .890**

Sig. (2-tailed) .148 .065 .000 .397 .001

N 10 10 10 10 10 10

PN50 Pearson Correlation .304 .447 .899** 1 .149 .778**

Sig. (2-tailed) .393 .195 .000 .681 .008

N 10 10 10 10 10 10

91
PN51 Pearson Correlation .408 .600 .302 .149 1 .590
92
Sig. (2-tailed) .242 .067 .397 .681 .072

N 10 10 10 10 10 10

Penerapan.Kep Pearson Correlation .742* .863** .890** .778** .590 1

Sig. (2-tailed) .014 .001 .001 .008 .072

N 10 10 10 10 10 10

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

.830 5
Tahap Menikmati Hasil
Correlations

VAR00065 VAR00066 VAR00067 VAR00068 VAR00069 VAR00070

VAR00065 Pearson Correlation 1 .327 1.000** .500 .375 .813**

Sig. (2-tailed) .356 .000 .141 .286 .004

N 10 10 10 10 10 10

VAR00066 Pearson Correlation .327 1 .327 .655* .327 .709*

Sig. (2-tailed) .356 .356 .040 .356 .022


N 10 10 10 10 10 10

VAR00067 Pearson Correlation 1.000** .327 1 .500 .375 .813**

Sig. (2-tailed) .000 .356 .141 .286 .004

N 10 10 10 10 10 10

VAR00068 Pearson Correlation .500 .655* .500 1 .500 .843**

Sig. (2-tailed) .141 .040 .141 .141 .002

N 10 10 10 10 10 10

VAR00069 Pearson Correlation .375 .327 .375 .500 1 .662*

Sig. (2-tailed) .286 .356 .286 .141 .037

N 10 10 10 10 10 10

VAR00070 Pearson Correlation .813** .709* .813** .843** .662* 1

Sig. (2-tailed) .004 .022 .004 .002 .037

N 10 10 10 10 10 10

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

.824 5

93
94
Tahap Evaluasi
Correlations

VAR00071 VAR00072 VAR00073 VAR00074 VAR00075 VAR00076 VAR00077

VAR00071 Pearson Correlation 1 .535 .524 .535 .802** .524 .879**

Sig. (2-tailed) .111 .120 .111 .005 .120 .001

N 10 10 10 10 10 10 10

VAR00072 Pearson Correlation .535 1 .089 1.000** .667* .089 .774**

Sig. (2-tailed) .111 .807 .000 .035 .807 .009

N 10 10 10 10 10 10 10

VAR00073 Pearson Correlation .524 .089 1 .089 .356 .524 .569

Sig. (2-tailed) .120 .807 .807 .312 .120 .086

N 10 10 10 10 10 10 10

VAR00074 Pearson Correlation .535 1.000** .089 1 .667* .089 .774**

Sig. (2-tailed) .111 .000 .807 .035 .807 .009

N 10 10 10 10 10 10 10

VAR00075 Pearson Correlation .802** .667* .356 .667* 1 .356 .871**

Sig. (2-tailed) .005 .035 .312 .035 .312 .001

N 10 10 10 10 10 10 10

VAR00076 Pearson Correlation .524 .089 .524 .089 .356 1 .569


Sig. (2-tailed) .120 .807 .120 .807 .312 .086

N 10 10 10 10 10 10 10

VAR00077 Pearson Correlation .879** .774** .569 .774** .871** .569 1

Sig. (2-tailed) .001 .009 .086 .009 .001 .086

N 10 10 10 10 10 10 10

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

.746 7

95
96

Lampiran 6 Hasil uji regresi linear sederhana


Uji Regresi Linear Tingkat Kepercayaan terhadap Tingkat Partisipasi Responden
Anggota Koperasi Paguyuban Tenun Troso

Model Summary

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate

1 .361a .130 .101 3.10694

a. Predictors: (Constant), Kepercayaan

Coefficientsa

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 44.960 13.342 3.370 .002

Kepercayaan .627 .296 .361 2.117 .043

a. Dependent Variable: Partisipasi

Uji Regresi Linear Tingkat Norma terhadap Tingkat Partisipasi Responden


Anggota Koperasi Paguyuban Tenun Troso

Model Summary

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate

1 .318a .101 .071 3.15843

a. Predictors: (Constant), Norma

Coefficientsa

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 58.126 8.225 7.067 .000

Norma .464 .253 .318 1.835 .076

a. Dependent Variable: Partisipasi


97

Uji Regresi Linear Tingkat Jaringan Sosial terhadap Tingkat Pasrtisipasi


Responden Anggota Koperasi Paguyuban Tenun Troso

Model Summary

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate

1 .358a .128 .099 3.11020

a. Predictors: (Constant), Jaringan_Sosial

Coefficientsa

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 43.868 13.970 3.140 .004

Jaringan_Sosial .575 .274 .358 2.100 .044

a. Dependent Variable: Partisipasi

Uji Regresi Linear Modal Sosial terhadap Tingkat Partisipasi Responden Anggota
Koperasi Paguyuban Tenun Troso

Model Summary

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate

1 .420a .177 .149 3.02233

a. Predictors: (Constant), Modal_Sosial

Coefficientsa

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 38.138 13.820 2.760 .010

Modal_Sosial .273 .108 .420 2.538 .017

a. Dependent Variable: Partisipasi


98

Lampiran 7 Tulisan tematik


Seluruh anggota Koperasi Paguyuban Tenun Troso berasal dari Desa
Troso hanya beda RT atau RW. Pada saat turun ke lapang dan ketika peneliti
diantar ke beberapa rumah anggota, jaraknya ternyata tidak terlalu jauh, beberapa
juga rumahnya hanya berselisih dengan beberapa rumah saja. Paguyuban Tenun
Troso ini memang sudah ada sebelum diresmikan menjadi koperasi. Paguyuban
ini dibentuk oleh beberapa pengrajin tenun troso dengan tujuan untuk mewadahi
pengrajin dalam memperoleh informasi terkait harga, pasar, ataupun pameran
tenun troso. Selain itu, Paguyuban Tenun Troso juga dijadikan sebagai wadah
bagi para anggota untuk saling berkumpul dan bersilaturahmi. Namun, karena
paguyuban ini bukan merupakan lembaga resmi sehingga pemerintah tidak bisa
memberikan bantuan untuk para pengrajin. Berdasarkan alasan tersebut, akhirnya
Paguyuban Tenun Troso diresmikan menjadi koperasi.

“…Dadi sejarahe ngene mbak, Desa Troso iki awale durung ono
koperasi, onone mung perkumpulan, yo kui Paguyuban Tenun Troso.
Jenenge wae paguyuban yo guyub, kumpul bareng karo pengrajin-
pengrajin troso mbak. Yo paguyuban kui gawe wadah silaturahmi,
jagong-jagong biasane yo ngomongke troso, kiro-kiro ono sing duwe
info harga, pasar, utowo pameran opo ora. Yo saling berbagi
informasi ngono mbak. Nah amergo paguyuban iki yo ora lembaga
resmi, pemerintah ndung ora iso ngewenehi bantuan, lha pemerintah
dewe ki yo mengharapkan supoyo paguyuban iki digawe lembaga
resmi, semisal koperasi. Dadi nek ono bantuan iso disalurke ning
koperasi ngono mbak. Nah terus tahun 2008 didirikanlah koperasi.
Pada saat itu anggotanya baru 20 mbak. Terus pada tahun 2010
naik menjadi 45 orang. Nah, pas tahun 2010 iku, koperasi sempet
mandek amergo ketuane meninggal. Tapi di tahun 2010 itu juga
akhire dilanjutke maneh koperasine yo pergantian ketua kan berarti.
Nah suwe2 anggotane berkurang mbak, yo ono sing meninggal, ono
sing wis rak iso nglanjutke maneh ngurusi koperasi, akhire
berkurang dadi 32 nganti saiki. Yo anggotane emang sebagian besar
wis do tuo2 mbak...” (NT, 65 tahun)
Artinya
“…Jadi sejarahnya gini mbak, Desa Troso itu awalnya belum punya
koperasi, adanya Cuma perkumpulan, ya itu Paguyuban Tenun
Troso. Namanya aja paguyuban ya guyub, kumpul bersama dengan
pengrajin-pengrajin troso mbak. Ya paguyuban itu buat wadah
silaturahmu, ngobrol-ngobrol biasanya ngomongin troso, kira-kira
ada yang punya info harga, pasar, atau pameran apa nggak. Ya
saling berbagi informasi gitu mbak. Nah karena paguyuban ini
bukan lembaga resmi, pemerintah jadi nggak bisa ngasih bantuan,
99

pemerintah sendiri ya mengharapkan supaya paguyuban ini dibuat


lembaga resmi, semisal koperasi. Jadi kalau ada bantuan bisa
disalurkan ke koperasi gitu mbak. Nah terus tahun 2008 didirikanlah
koperasi. Pada saat itu anggotanya baru 20 mbak. Terus pada tahun
2010 naik menjadi 45 orang. Nah, waktu tahun 2010 itu, koperasi
sempet berhenti karena ketuanya meninggal. Tapi di tahun 2010 itu
juga akhirnya dilanjutkan lagi koperasinya, ya pergantian ketua kan
berarti. Nah lama2 anggotanya berkurang mbak, ya ada yang
meninggal, ada yang udah nggak bisa lagi melanjutkan mengurusi
koperasi, akhirnya berkurang menjadi 32 sampai sekarang. Ya
anggotanya memang sebagian besar sudah pada tua2 mbak…” (NT,
65 tahun).

Antar anggota koperasi sudah saling mengenal satu sama lain, lokasi
rumah anggota yang berada satu desa dan jarak antar rumah yang berdekatan
membuat anggota cukup sering bertemu dan bertatap muka. Interaksi yang sudah
terjalin sejak lama menumbuhkan rasa saling percaya di antara anggota. Tanpa
adanya rasa saling percaya, antar anggota tidak akan saling tolong menolong.
Selain itu, anggota lain yang tidak pernah merugikan sesama anggota atau pun
koperasi juga membuat anggota merasa percaya. Rasa saling percaya juga
membuat responden mau bekerja sama dalam menjalankan kegiatan koperasi. Hal
tersebut yang menjadikan tingkat kepercayaan responden anggota Koperasi
Paguyuban Tenun Troso tinggi.

“…Yo wis kenal wis suwi yo dadi percoyo mbak. Yo nyatane sampe
saiki gak ono sing aneh2, kasarane ora ono sing nganti gowo lungo
duwit koperasi. Tonggonan e mbak piye rak do kenal. Nek misal
ngono iku ono sing lagi kesusahan yo dibantu, ngono iku nek ono
sing nyileh duwit sekirane aku iso nulungi yo tak tulungi mbak.
Jenenge wong usaha kan yo kadang ning duwur kadang ning ngisor
si mbak, ora tentu. Nek urusan koperasi yo aku si selama iki percoyo
wae mbak lek anggota do jujur misale entuk info pameran tah opo
yo ora ndung munine rak duwe padahal duwe. Karo pengurus podo
wae yo percoyo nek misal bagi SHU ki adil. Kan ngene si mbak, iki
kan paguyuban biyen yo bareng2, saiki dadi koperasi ya nek sing
ngelakoni wong siji tok yo rak mlaku mbak. Yo nek ono peraturane
yo ayo do bareng2 dilakoni ngono…” (MH, 57 tahun)
Artinya
“…Ya udah kenal udah lama ya jadi percaya mbak. Ya nyatanya
sampai sekarang nggak ada yang aneh2, kasarannya nggak ada
yang sampe bawa pergi uang koperasi. Tetanggaan gimana nggak
saling kenal. Kalau misal ada yang lagi kesusahan ya dibantu, kalau
100

ada yang minjem uang sekiranya aku bisa bantu ya tak bantu mbak.
Namanya orang usaha kan ya kadang di atas kadang di bawah si
mbak, nggak tentu. Kalau urusan koperasi ya aku si selama ini
percaya aja mbak kalau anggota itu pada jujur, misalnya dapet infor
pameran atau apa ya nggak jadi bilangnya nggak punya padahal
punya. Sama pengurusnya juga percaya kalau misal bagi SHU itu
adil. Kan gini si mbak, ini kan paguyuban dulu ya bareng2,
sekarang jadi koperasi ya kalau yang ngejalanin satu orang saja ya
nggak jalan mbak. Ya kalau ada peraturannya ayo bareng2
dilakukan gitu…” (MH, 57 tahun)

Koperasi Paguyuban Tenun Troso tentu memiliki peraturan yang bertujuan


untuk mengatur setiap perilaku anggota koperasi. Apabila anggota telat membayar
simpan pinjam akan ada sanksi yang berlaku. Menurut penuturan ketua koperasi,
dalam pelaksaannya lebih disesuaikan dengan kondisi anggota. Ketua dan
pengurus bukan berarti melanggar peraturan yang telah dibuat, namun karena rasa
kemanusiaan, rasa peduli, sehingga memberi kelonggaran bagi anggota yang
belum bisa membayar. Selain itu, anggota yang dirasa sedang kesulitan membayar
simpan pinjam karena kondisi usaha yang sedang menurun akan dibantu oleh
pihak koperasi. Selama ini yang sering menjadi kendala koperasi adalah
keterlambatan anggota dalam membayar simpan pinjam. Ketua mengakui bahwa
belum bisa bersikap tegas dengan anggota-anggota yang telat membayar, ketua
selalu merasa tidak tega jika berurusan dengan menagih uang kepada anggota.
Tingkat norma pada responden anggota Koperasi Tenun Troso tergolong pada
kategori sedang menuju tinggi.

“…Yo koperasi iki kan memang ono aturane mbak ono SOP ne, tapi
yo pelaksanaanya luweh dipaske karo kondisi mbak. Aku wong rak
patek isonan, jadi kulo niku nek waktu kegiatan yo kadang teges,
tapi ketika menyangkut bayar pinjaman agak lumayan luntur, gak
tegel, jadi nek orang itu wis rak iso bayar iku yowis rapopo diwei
kelonggaran padahal itu aturan main juga ada, tp atiku iku kurang
galak kurang mentolo, sehingga kurang tertib, pembayarannya njuk
mundar mundur. Piye yo mbak ngono iku yo emang roto2 do rak iso
bayar yo pancen lagek rak duwe duwet, yo kadang nek aku iso
ngewangi yo tak ewangi mbak…” (NT, 65 tahun).
Artinya
“…Ya koperasi ini kan memang ada aturannya mbak ada SOPnya,
tapi ya pelaksanaanya lebih disesuaikan dengan kondisi mbak. Saya
orangnya itu nggak terlalu bisaan, jadi saya itu kalau waktu
kegiatan kadang tegas, tapi ketika menyangkut bayar pinjaman agak
lumayan luntur, gak tega, jadi kalau orang itu udah nggak bisa
bayar itu yaudah nggakpapa dikasih kelonggaran waktu, padahal itu
101

aturan main juga ada, tapi hatiku kurang bisa tegas, sehigga kurang
tertib, pembayaran jadi mundur. Gimana ya mbak kayak gitu, ya
emang rata2 pada nggak bisa bayar memang lagi nggak punya
uang, ya kadang kalau saya bisa bantuk ya tak bantu mbak…” (NT,
65 tahun).

Sebagian besar anggota menyatakan alasan bergabung dalam koperasi


karena ingin memperoleh informasi khususnya terkait dengan pameran ataupun
pemasaran kain tenun troso. Pihak koperasi memiliki relasi dengan pihak luar
seperti dengan pemerintah, Universitas Muria Kudus (UMK), Telkomsel, dan
UNISBANK. Melalui kerjasama tersebut koperasi bisa memperoleh informasi
terkait pameran dan bahkan pihak UMK mendampingi koperasi selama kegiatan
pameran tersebut. Kegiatan pameran yang dilaksanakan dengan pihak UMK yaitu
kunjungan ke Malaysia, Thailand, dan Brunei Darussalam. Ada 20 anggota yang
mengikuti kegiatan tersebut. Selain itu, jaringan sosial dapat dilihat dari hubungan
antar anggota koperasi.

“…Ya dengan gabung koperasi jadi bisa dapet info-info mbak.


Kemarin itu tahun 2017 ada tuh kegiatan kunjungan ke Malaysia,
Thailand, dan Brunei Darussalam. Itu kegiatan kerjasama sama
Universitas Muria Kudus (UMK) mbak. Jadi emang UMK itu
bekerjasama dengan Koperasi Paguyuban Tenun Troso mungkin
untuk keperluan akademik mereka juga. Nah UMK ini kemudian
dapet info ada pameran di negara-negara itu, terus disampaikan ke
koperasi. Nah selain ngasih info, pihak UMK juga mendampingi kita
selama kegiatan mbak. Kalau yang UNISBANK itu ngasih pelatihan
pembuatan SOP mbak, kalau yang Telkomsel itu ngasih ini apa wifi
ke koperasi biar anggota-anggotanya bisa pakai buat keperluan
usaha…” (SP, 49 tahun).

Selain itu, setiap anggota memiliki mitra kerja sendiri. Apabila anggota
mendapatkan informasi dari pihak mitra kerjanya dan mungkin bermanfaat bagi
anggota lain di koperasi, maka informasi tersebut akan dibagikan dengan pihak
koperasi.

“…Nah tiap orang ki mesti punya mitra kerja mbak, wong jenenge
usaha ya relasi itu penting. Nah nek misal entuk info-info soko mitra
ne dan nek misal iku bermanfaat gawe anggota-anggota liyo
biasanya dibagi mbak ngono iku ning koperasi…” (SP, 49 tahun).
Artinya
“…Nah tiap orang pasti punya mitra kerja mbak, orang namanya
usaha ya relasi itu penting. Nah kalau misal dapet info-info dari
102

mitranya dan kalau misal itu bermanfaat bagi anggota-anggota lain


biasanya dibagi mbak kayak gitu ke koperasi…” (SP, 49 tahun).

Anggota Koperasi memang sudah saling mengenal satu sama lain.


Kedekatan hubungan yang terjalin antar anggota serta jarak rumah yang tidak
terlalu jauh memudahkan anggota untuk berdiskusi mengenai koperasi.

“…Nek kenal yo do kenal mbak, wong tonggonan kabeh, sedeso,


mung bedo RT bedo RW. Yo wis koyok karo dulur dewe mbak, wis
cedak lah mbak. Ngono iku nek misal ape ono sing didiskusikke yo
moro omah, wong ora adoh…” (SA, 53 tahun).
Artinya
“…Kalau kenal ya pada kenal mbak, orang tetanggaan semua, satu
desa, cuma beda RT beda RW. Ya udah seperti saudara sendiri
mbak, udah deket lah mbak. Kayak gitu kalau misal mau ada yang
didiskusikan ya dateng ke rumah, orang nggak jauh…” (SA, 53
tahun)

Koperasi Paguyuban Tenun Troso mengadakan dua jenis rapat, yaitu rapat
rutinan dan rapat akhir tahun. Rapat rutinan dilaksanakan setiap satu bulan sekali,
biasanya di akhir bulan dan dilaksanakan setelah sholat isyak. Rapat akhir tahun
tentu dilaksanakan di akhir tahun dan seluruh anggota koperasi diwajibkan hadir
rapat tersebut. Menurut ketua koperasi, anggota koperasi termasuk aktif ketika
rapat. Ketua dan pengurus koperasi selalu melibatkan anggota dalam setiap
kegiatatan koperasi termasuk rapat. Ketua dan pengurus memberikan kebebasan
bagi anggota untuk memberikan pendapat, kritik, dan saran.
“…Koperasi iku ngadakke rapat rutinan mbak tiap bulan sekali
biasane ning akhir bulan terus dilaksanakke ba’da isyak. Soale nek
esuk utowo awan yo pesti kan do kerjo mbak. Iki diadakke bengi tah
kadang ono sing do ijek sibuk mbak. Rapat akhir tahun juga mbak,
nek rapat akhir tahun diwajibkan anggota hadir semua, kan
ngevaluasi selama setahun iki koperasi kepiye karo pembagian
SHU. Nek ono rapat wong2 ki do kumpul teko mbak, aktif, nanging
yo iku mau, yo kadang iseh ono urusan karo dodolane dadi yo rak
iso teko. Selama rapat, wah malah ketuane kalah, do aktif-aktif
mbak. Jadi sebagai pengurus mempersilakan opo sih karepmu,
membebaskan mbak, terbuka…” (NT, 65 tahun).
Artinya
“…Koperasi itu mengadakan rapat rutinan mbak tiap bulan sekali
biasanya di akhir bulan terus dilaksanakan setelah isyak. Soalnya
kalau pagi atau siang ya pasti pada kerja mbak. Ini diadakan malam
saja kadang masih ada yang sibuk mbak. Rapat akhir tahun juga
mbak, kalau rapat akhir tahun diwajibkan anggota hadir semua, kan
103

ngevaluasi selama setahun ini koperasi gimana sama pembagian


SHU. Kalau ada rapat orang-orang itu pada kumpul dateng mbak
aktif, tapi ya itu tadi, ya kadang masih ada urusan sama jualannya
jadi ya nggak bisa datang. Selama rapat, wah justru ketuanya kalah,
pada aktif-katif mbak. Jadi sebagai pengurus mempersilakan apa sih
kepengenmu, membebaskan mbak, terbuka…” (NT, 65 tahun).

Anggota koperasi merasakan manfaat dengan adanya koperasi, manfaat


yang diperoleh berupa pinjaman modal, informasi-informasi pameran, kegiatan
kunjungan-kunjungan, relasi. Namun, menurut anggota manfaat yang dihasilkan
koperasi belum bisa maksimal. Koperasi memang masih memiliki beberapa
kendala.

“…Ya bermanfaat mbak dengan adanya koperasi, soalnya biasanya


kalau ada bantuan itu disalurkannya langsung ke koperasi mbak,
bukan melalui kepala desa. Manfaat yang dihasilkan dengan adanya
koperasi ya perluasan pasar, informasi, keuangan, modal kerja,
informasi desain2 baru yang dibutuhkan oleh pasar, anggota bisa
mendapatkan pelatihan, dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas
ukm. Kalau keluhan dari anggota ya belum maksimalnya
pemanfaatan bagi anggota, dadi anggota iku kan sebagai penerima
manfaat dari lembaga tsb, itu manfaat yang didapat belum maksimal
sepenuhnya. Dari kendala yang ada mulai dari bahan baku, standar
harga, standar kualitas, motif, warna itu termasuk keluhan dari para
ukm. Bagaimana koperasi ini nanti bisa menyatukan semua anggota
ini jadi satu kesatuan yang kuat dari segi aspek harga, kualitas,
mutu, desain, dan sebagainya. Kalau masalah yang dihadapi itu
tidak adanya keseragaman harga dan kuantitas itu jadi masalah dan
itu jadi tugas koperasi, bagaimana bisa menyatukan visi dan misi
dari ukm ini, kita harus bisa bersama2 menjual dan bersaing di
pasar global…” (JM, 46 tahun).

Ketua koperasi juga mengatakan bahwa koperasi memang sampai


sekarang belum mampu untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan lainnya seperti
yang diharapkan oleh para anggota koperasi. Hal tersebut dikarenakan pihak
koperasi merasa belum mampu untuk mengelolanya.

“…Kegiatan koperasi yo simpan pinjam buat modal anggota,


pameran-pemaran, penyebaran informasi-informasi kepada
anggota. Untuk yg lainnya belum mampu artinya selama ini yg
diharapkan pemerintah itu bagaimana peran koperasi ini lebih
maksimal, contoh: ini menampung produk dari anggota kemudian
menjual dari produk anggota, kemudian menyediakan bahan baku,
bahan pembantu, dan macem2, tapi sampai sekarang belum karena
apakah itu gendenge awake dewe karena tidak ada kemampuan
104

untuk mengelola, misal ngko nek disauri utang do rak bayar ngono
iku rodok angel mbak. Sempat ditawarin lembaga penjamin (LPDB)
gitu dan itu diperuntukan untuk lembaga terutama koperasi, pada
saat itu ditawarin kalau mungkin itu diteliti dan kalau mungkin itu
diberi bantuan itu sampai satu setengah milyar, tp dari kami2
sendiri sebagai pengelola ada keragu2an sehingga wis opo anane
ngene iki, tidak ada keberanian…” (NT, 65 tahun)

Harapan seluruh anggota koperasi, koperasi ini bisa lebih maju dan
memberikan banyak manfaat bagi seluruh anggota koperasi. Selain itu juga,
seluruh anggota koperasi berharap semoga Koperasi Paguyuban Tenun Troso
dapat terus berjalan. Regenerasi anggota diperlukan untuk bisa melanjutkan
koperasi, namun kendala yang dihadapi adalah sulitnya mengajak anak muda
untuk bergabung dalam koperasi.
105

Lampiran 8 Dokumentasi penelitian

Gambar 1. Wawancara dengan ketua koperasi Gambar 2. Wawancara dengan responden

Gambar 3. Wawancara dengan responden Gambar 4. Wawancara dengan responden


106

Gambar 5. Plang Koperasi Paguyuban Tenun Troso Gambar 6. Usaha Tenun Troso
Responden

Gambar 7. Proses Pembuatan Kain Tenun Troso Gambar 8. Struktur Organisasi


Koperasi

Gambar 9. Proses Tenun Gambar 10. Wawancara dengan


Responden
107

Gambar 11. Wawancara dengan Responden Gambar 12. Usaha Tenun Troso Responden
109

RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Novi Ariani Herbawanti yang akrab dipanggil Vivi, lahir
pada tanggal 12 November 1997 di Jepara, Jawa Tengah. Penulis adalah anak ke
dua dari dua bersaudara, pasangan suami istri Hery Purwanto dan Ambar Sri
Hastuti. Penulis memiliki satu kakak laki-laki bernama Kemal Eko Prasetyo
Hardiansyah. Penulis menamatkan pendidikan di Sekolah Dasar Al-Islam Jepara
pada tahun 2009, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Jepara pada tahun 2012,
dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Jepara pada tahun 2015. Saat ini penulis
mengambil studi S1 di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama di
bangku perkuliahan penulis pernah mengikuti kepanitiaan MPKMB di Divisi PJK
pada tahun 2016, kepanitiaan ESPENT di Divisi Perlombaan Seni pada tahun
2017, anggota SAMISAENA di Divisi Pengembangan Masyarakat pada tahun
2017, dan menjadi anggota HIMASIERA di Divisi Jurnalistik pada tahun 2018.
Selain di lingkungan kampus, di luar kampus penulis juga tergabung dalam
jurnalis muda di GenSINDO Koran SINDO.

Anda mungkin juga menyukai