Anda di halaman 1dari 101

HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN TINGKAT

PARTISIPASI ANGGOTA KOPERASI


(Kasus Koperasi Pemberdayaan Ekonomi Kelurahan Rahayu, Kelurahan
Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor)

UTARI KUSUMANINGRUM

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Modal


Sosial dengan Tingkat Partisipasi Anggota Koperasi (Kasus Koperasi
Pemberdayaan Ekonomi Kelurahan Rahayu, Kelurahan Kertamaya, Kecamatan
Bogor Selatan, Kabupaten Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2017

Utari Kusumaningrum
NIM I34130022
ABSTRAK
UTARI KUSUMANINGRUM. Hubungan Modal Sosial dengan Tingkat
Partisipasi Anggota Koperasi (Kasus Koperasi Pemberdayaan Ekonomi Kelurahan
Rahayu, Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor).
Dibimbing oleh MURDIANTO.

Koperasi merupakan organisasi sosial yang didasari oleh kerjasama antar


anggotanya. Kerjasama tersebut dapat dipandang sebagai modal sosial anggota
koperasi dan akan menentukan keterlibatan aktif anggota dalam mencapai tujuan
koperasi yakni untuk memperbaiki kualitas hidup bersama. Modal sosial
merupakan energi kolektif dalam masyarakat dengan dimensi utama rasa percaya,
jaringan sosial, serta norma. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan
modal sosial dengan tingkat partisipasi anggota koperasi. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung pendekatan kualitatif dan
dilakukan di KPEK Rahayu, Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan,
Kabupaten Bogor. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan metode survei dengan
34 anggota KPEK Rahayu sebagai responden. Hasil penelitian menunjukkan
kepercayaan dan jaringan sosial sebagai dimensi dari modal sosial memiliki
hubungan signifikan dengan tingkat partisipasi anggota koperasi.

Kata kunci: koperasi, modal sosial, partisipasi

ABSTRACT

UTARI KUSUMANINGRUM. Relationships between Social Capital with the


Level Participation of Cooperative Member (Case KPEK Rahayu, Kertamaya
Village, South Bogor subdistrict, Bogor District). Supervised by MURDIANTO.

Cooperative is a social organization based on the cooperation among its


members. The cooperation can be seen as a social capital of cooperative members
which will determine the active involvement of members in achieving
cooperative’s goals to improving the quality of life. Social capital is a collective
energy in a society and the major dimension of social capital are trust, social
networks, and norms. The purpose of this study is to analyze the relationship
between social capital with participation level of cooperative members. This
study use quantitative approach and supported by qualitative data in KPEK
Rahayu, Kertamaya Village, South Bogor Subdistrict, Bogor District. Quantitative
approach use survey method with 34 participants of KPEK Rahayu as
respondents. The results showed that trust and social networks have a significant
correlation with participation level of cooperative members.

Keywords: cooperative, participation, social capital


iii

HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN TINGKAT


PARTISIPASI ANGGOTA KOPERASI
(Kasus Koperasi Pemberdayaan Ekonomi Kelurahan Rahayu, Kelurahan
Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor)

UTARI KUSUMANINGRUM

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Judul Skripsi Hubungan Modal Sosial dengan Tingkat Partisipasi Anggota
Koperasi (Kasus Koperasi Pemberdayaan Ekonomi
Kelurahan Rahayu, Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor
Selatan, Kabupaten Bogor)
Nama Utari Kusumaningrum
NIM !34130022

Disetujui oleh


Ir Murdianto. Msi
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Sc

Tanggal Lulus:
1 0 FEB 2017
v

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul Hubungan Modal Sosial dengan
Tingkat Partisipasi Anggota Koperasi (Kasus Koperasi Pemberdayaan Ekonomi
Kelurahan Rahayu, Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten
Bogor) ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa
terima kasih kepada:
1. Bapak Ir Murdianto, Msi selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan saran dan masukan selama proses penulisan skripsi ini,
2. Orang tua tercinta, Ibunda Suwarti dan Alm. Ayahanda Radyo Maryono,
serta kakak tercinta Yuli Herlina, Irfan Dadi, Dedi Herawan dan Ayu yang
selalu menyemangati penulis,
3. Ketua KPEK Rahayu, pihak Kelurahan Kertamaya, serta anggota KPEK
Rahayu yang telah bersedia membantu penulis dalam pengumpulan data
untuk skripsi ini,
4. Sahabat-sahabat tercinta dari group Kemenper yaitu Aldina Hapsari, Tiya
Vatriani Kurnia, Khairun Nisa Azzahra, Reisha Widia, Ayuningtyas Putri,
Dhinda Mahyu Prastiwi, Nur Azizah Rizki serta Yemima Kristina
Panggabean dan Maesarotunisya.
5. Keluarga SKPM 50 dan Himasiera 2016 khususnya divisi Research and
Development yang telah memberikan semangat kepada penulis,
6. Semua pihak yang telah memberikan kontribusi, dukungan, dan doa
kepada penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2017

Utari Kusumaningrum
vi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii


DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Masalah Penelitian 2
Tujuan Penelitian 4
Manfaat Penelitian 4
PENDEKATAN TEORITIS 5
Tinjauan Pustaka 5
Modal Sosial 5
Dimensi dan Tipologi Modal Sosial 6
Unsur-unsur Modal Sosial 8
Partisipasi 9
Koperasi 11
Modal Sosial dan Tingkat Partisipasi 12
Kerangka Pemikiran 13
Hipotesis 14
METODOLOGI PENELITIAN 15
Pendekatan dan Metode Penelitian 15
Lokasi dan Waktu Penelitian 15
Teknik Pemilihan Responden dan Informan 16
Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 16
Teknik Pengolahan dan Analisis Data 18
Definisi Operasional 18
Modal Sosial 18
Tingkat Partisipasi 20
GAMBARAN UMUM 23
Gambaran Umum Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten
Bogor 23
Kondisi Geografis Kelurahan Kertamaya 23
Kondisi Demografi Kelurahan Kertamaya 23
Gambaran Umum KPEK Rahayu 25
Profil KPEK Rahayu 25
Sistem Simpan-Pinjam 27
Perkembangan KPEK Rahayu 28
Keaktifan Anggota 31
Keadaan Anggota 32
Status Keanggotaan 32
Jumlah Peminjam 33
Penggunaan Dana Pinjaman Terakhir 33
Jumlah Simpanan Terakhir 34
ANALISIS MODAL SOSIAL RESPONDEN ANGGOTA KPEK RAHAYU 35
Tingkat Kepercayaan 35
Tingkat Jaringan Sosial 38
Tingkat Norma 41
vii

Tingkat Modal Sosial Responden Anggota KPEK Rahayu 43


ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI RESPONDEN ANGGOTA KPEK
RAHAYU 47
Tingkat Partisipasi Tahap Perencanaan 47
Tingkat Partisipasi Tahap Pelaksanaan 49
Tingkat Partisipasi Tahap Menikmati Hasil 51
Tingkat Partisipasi Tahap Monitoring-Evaluasi 53
Tingkat Partisipasi Responden Anggota KPEK Rahayu 54
HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI
RESPONDEN ANGGOTA KPEK RAHAYU 57
Hubungan Tingkat Kepercayaan dengan Tingkat Partisipasi 58
Hubungan Tingkat Jaringan Sosial dengan Tingkat Partisipasi 60
Hubungan Tingkat Norma dengan Tingkat Partisipasi 62
PENUTUP 63
Simpulan 63
Saran 63
DAFTAR PUSTAKA 65
RIWAYAT HIDUP 78
DAFTAR TABEL
1 Perbedaan modal sosial bonding dan bridging 7
2 Kebutuhan data dan metode pengumpulan data dalam penelitian 17
3 Definisi operasional modal sosial 19
4 Definisi operasional tingkat partisipasi 20
5 Jumlah penduduk Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan,
Kabupaten Bogor menurut kategori usia tahun 2015 24
6 Jumlah penduduk Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan,
Kabupaten Bogor menurut tingkat pendidikan tahun 2015 24
7 Jumlah penduduk Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan,
Kabupaten Bogor menurut jenis pekerjaan tahun 2015 25
8 Status keanggotaan responden anggota KPEK Rahayu 32
9 Jumlah peminjam per tahun responden anggota KPEK Rahayu 33
10 Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu menurut
frekuensi pinjaman tahun 2013-2015 33
11 Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu berdasarkan
penggunaan dana terakhir 34
12 Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu menurut
jumlah simpanan terakhir 34
13 Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu, Kelurahan
Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor menurut
modal sosial tahun 2016 35
14 Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu, Kelurahan
Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor menurut
tingkat kepercayaan tahun 2016 36
15 Jumlah dan persentase tingkat kepercayaan responden anggota KPEK
Rahayu terhadap Ketua KPEK Rahayu dan responden lain tahun
2016 36
16 Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu, Kelurahan
Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor menurut
tingkat jaringan sosial tahun 2016 39
17 Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu, Kelurahan
Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor menurut
tingkat norma tahun 2016 41
18 Aturan AD/ART dan penerapannya dalam KPEK Rahayu Kelurahan
Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor 41
19 Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu, Kelurahan
Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor menurut
tingkat modal sosial tahun 2016 43
20 Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu, Kelurahan
Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor menurut
tingkat partisipasi tahun 2016 47
21 Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu Kelurahan
Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor menurut
tingkat partisipasi tahap perencanaan tahun 2016 48
ix

22 Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu Kelurahan


Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor menurut
tingkat partisipasi tahap pelaksanaan tahun 2016 49
23 Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu Kelurahan
Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor menurut
tingkat partisipasi tahap menikmati hasil tahun 2016 51
24 Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu Kelurahan
Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor menurut
tingkat partisipasi tahap monitoring-evaluasi tahun 2016 53
25 Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu Kelurahan
Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor menurut
tingkat partisipasi tahun 2016 54
26 Hasil analisis uji statistik Rank Spearman antara modal sosial dengan
tingkat partisipasi responden anggota KPEK Rahayu Kelurahan
Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor tahun 2016 57
27 Hasil analisis uji statistik Rank Spearman antara indikator modal
sosial dengan tingkat partisipasi responden anggota KPEK Rahayu
Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor
tahun 2016 58
28 Jumlah dan presentase tingkat partisipasi menurut tingkat kepercayaan
responden anggota KPEK Rahayu Kelurahan Kertamaya, Kecamatan
Bogor Selatan, Kabupaten Bogor tahun 2016 58
29 Jumlah dan presentase tingkat partisipasi menurut tingkat jaringan
sosial responden anggota KPEK Rahayu Kelurahan Kertamaya,
Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor tahun 2016 60
30 Jumlah dan presentase tingkat partisipasi menurut tingkat norma
responden anggota KPEK Rahayu Kelurahan Kertamaya, Kecamatan
Bogor Selatan, Kabupaten Bogor tahun 2016 62
x

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 14
2 Sekretariat KPEK Rahayu 77
3 Proses pengambilan data 77
4 Proses pengambilan data 77
5 Sertifikat keikutsertaan pelatihan 77
6 Piagam penghargaan KPEK Rahayu 77
7 Laporan pertanggungjawaban KPEK Rahayu 77

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sketsa Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten


Bogor 69
2 Jadwal penelitian 70
3 Panduan pertanyaan wawancara mendalam 71
4 Tulisan tematik 73
5 Hasil olah data 76
6 Dokumentasi 77
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kesenjangan ekonomi merupakan salah satu potret nyata kegagalan


pembangunan di Indonesia. BPS (2014) menyatakan bahwa kesenjangan ekonomi
di Indonesia masih tinggi yakni berada pada kisaran 0,42. Kesenjangan ekonomi
yang terjadi di Indonesia salah satunya disebabkan karena perbedaan limpahan
berbagai sumber daya. Sumber daya dalam pembangunan tidak hanya sebatas
sumber daya fisik dan finansial namun juga harus memperhatikan sumber daya
sosial pada masyarakat (Vipriyanti 2011). Ironinya dalam mayoritas
pembangunan di Indonesia, sumber daya sosial relatif terabaikan yang
mengakibatkan lemahnya modal sosial. Modal sosial diyakini sebagai salah satu
komponen utama dalam menggerakkan kebersamaan untuk mencapai kemajuan
bersama (Hasbullah 2006). Modal sosial dapat menjadi energi pembangunan yang
sangat dahsyat karena memegang peranan dalam memfungsikan dan memperkuat
kehidupan masyarakat.
Hasbullah (2006) menyatakan bahwa modal sosial merupakan segala hal
yang berkaitan dengan kerjasama dalam suatu kelompok masyarakat untuk
mencapai kualitas hidup yang lebih baik, ditopang oleh unsur-unsur utamanya
yakni rasa saling mempercayai, ketimbal-balikan, dan aturan-aturan kolektif.
Sementara Uphoff (2000) menyatakan bahwa modal sosial adalah akumulasi dari
beragam tipe sosial, psikologis, budaya, kognitif, kelembagaan, dan aset-aset yang
terkait dan dapat meningkatkan kemungkinan manfaat bersama dari perilaku
kerjasama. Modal sosial yang kuat akan meningkatkan efektivitas dari suatu
upaya peningkatan kesejahteraan, sebaliknya modal sosial yang lemah akan
meredupkan semangat kebersamaan, memperparah kemiskinan, serta
menghalangi setiap upaya untuk meningkatkan kesejahteraan (Hasbullah 2006).
Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang dilakukan
pemerintah atau pihak lainnya akan lebih efektif jika memperhatikan modal sosial
masyarakatnya. Hal tersebut menurut Vipriyanti (2011) karena modal sosial
dengan dimensi utama berupa rasa percaya, jaringan kerjasama serta norma
berhubungan dengan interaksi masyarakat yang akan menentukan bagaimana
partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan bersama.
Partisipasi bukan hal yang asing lagi dalam pembangunan. Partisipasi merupakan
pelibatan masyarakat dalam setiap proses pembangunan agar tumbuh kesadaran
masyarakat akan permasalahan yang dihadapi serta dapat memecahkan masalah
tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan (Anwas 2013). Partisipasi merupakan
kunci utama dalam menciptakan kemandirian serta menciptakan keberlanjutan
dari suatu upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Melalui partisipasi akan
tercipta upaya peningkatan kesejahteraan yang sesuai dengan masyarakat, karena
masyarakat sendirilah yang paling mengetahui kebutuhan serta permasalahan
mereka.
Koperasi merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan sebagai
upaya peningkatan kesejahteraan. Koperasi mengedepankan azaz kekeluargaan
serta dilaksanakan dari, oleh dan untuk rakyat diharapkan mampu menciptakan
gerakan ekonomi rakyat berbasis kesukarelaan, kemandirian, serta demokrasi.
2

Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian menyatakan bahwa


koperasi merupakan badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan
hukum koperasi berdasarkan azaz kekeluargaan dan bertujuan memajukan
kesejahteraan anggotanya dan masyarakat pada umumnya serta membangun
tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju,
adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Menurut Mohammad Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia 1, koperasi
merupakan usaha bersama untuk memperbaiki nasib kehidupan berlandaskan
semangat tolong-menolong.
Koperasi Pemberdayaan Ekonomi Kelurahan Rahayu (KPEK Rahayu)
merupakan salah satu contoh koperasi yang berada di RW 08 Kelurahan
Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor. Koperasi ini telah
terbentuk semenjak tahun 2001 namun sempat tidak aktif. Adanya Posdaya
Gunung Jati di Kelurahan Kertamaya, menjadikan koperasi ini diaktifkan kembali
pada tahun 2010 sebagai kegiatan bidang ekonomi Posdaya Gunung Jati
Kelurahan Kertamaya. Setelah diaktifkan kembali, pada tahun 2012 KPEK
Rahayu mendapat penghargaan sebagai Koperasi Berprestasi Tingkat Kota Bogor.
Rasa kebersamaan dan kekeluargaan menjadi dasar pelaksanaan KPEK
Rahayu dan diharapkan dengan rasa kebersamaan dan kekeluargaan tersebut
masing-masing anggota dalam KPEK Rahayu dapat berpartisipasi aktif untuk
bersama-sama menyelesaikan masalah yang dihadapi. Sitio dan Tamba (2001)
menyatakan bahwa koperasi didasari atas kerjasama antar anggota untuk bersama-
sama memperbaiki kehidupannya. Kerjasama anggota koperasi dapat dipandang
sebagai modal sosial dalam koperasi sesuai dengan pendapat Hasbullah (2006)
yang menyatakan bahwa modal sosial merupakan hal yang berkaitan dengan
kerjasama dalam suatu kelompok masyarakat. Vipriyanti (2011) menyatakan
terdapat hubungan antara modal sosial yang merupakan rasa kebersamaan dalam
masyarakat dengan partisipasi. Menurut Vipriyanti (2011) modal sosial dengan
dimensi utama kepercayaan, jaringan serta norma berhubungan dengan interaksi
masyarakat yang akan menentukan bagaimana partisipasi individu dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan bersama. Berdasarkan hal tersebut, penting dilakukan
penelitian mengenai bagaimana hubungan modal sosial dengan tingkat partisipasi
anggota KPEK Rahayu.

Masalah Penelitian

Koperasi Pemberdayaan Ekonomi Kelurahan Rahayu (KPEK Rahayu)


merupakan salah satu contoh koperasi simpan-pinjam yang berada di RW 08
Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor. Koperasi ini
telah terbentuk semenjak tahun 2001 namun sempat tidak aktif. Pembentukan
Posdaya pada wilayah ini menjadikan KPEK Rahayu diaktifkan kembali. Setelah
diaktifan kembali pada Maret 2010, pada tahun 2012 KPEK Rahayu berhasil
menjadi koperasi berprestasi tingkat Kota Bogor. Prestasi tersebut diraih karena
adanya kebersamaan serta kerjasama yang baik dalam KPEK Rahayu. Sebagai

1
Sitio dan Tamba. 2001. Koperasi: Teori dan Praktik. Jakarta (ID): Erlangga.
3

bentuk koperasi simpan-pinjam KPEK Rahayu tidak akan berjalan jika tidak ada
kerjasama di dalamnya. Kerjasama dalam KPEK Rahayu merupakan suatu bentuk
modal sosial dalam KPEK Rahayu. Modal sosial merupakan segala hal yang
berkaitan dengan kerjasama dalam suatu kelompok masyarakat untuk mencapai
kualitas hidup yang lebih baik, ditopang oleh unsur-unsur utamanya yakni rasa
saling mempercayai, keimbal-balikan, dan aturan-aturan kolektif (Hasbullah
2006). Berdasarkan hal tersebut, penting dilakukan penelitian mengenai
bagaimana modal sosial dari anggota KPEK Rahayu, Kelurahan Kertamaya,
Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor?
Sebagai suatu bentuk koperasi simpan-pinjam, KPEK Rahayu
mengedepankan prinsip sebagai gerakan ekonomi rakyat yang dilakukan dari,
oleh, dan untuk rakyat. Artinya dalam KPEK Rahayu, anggota merupakan pemilik
KPEK Rahayu sekaligus yang akan menerima manfaat dari KPEK Rahayu.
Keterlibatan aktif anggota menjadi penentu keberlangsungan dari KPEK Rahayu
serta manfaat yang akan diperoleh oleh anggota itu sendiri. Keterlibatan tersebut
menurut Cohen dan Uphoff adalah suatu bentuk partisipasi dalam keseluruhan
tahap perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil, serta monitoring-evaluasi.
Melalui partisipasi anggota KPEK Rahayu akan mampu mengenal masalah
mereka bersama, membuat keputusan, dan dapat menetukan langkah apa yang
akan ditempuh untuk memecahkan masalah tersebut, sehingga penting dilakukan
penelitian mengenai bagaimana tingkat partisipasi anggota dalam kegiatan
KPEK Rahayu, Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan,
Kabupaten Bogor?
Modal sosial merupakan hal yang berkaitan dengan kerjasama dan
mencakup rasa percaya, jaringan sosial serta norma. Artinya, sekelompok orang
tidak dapat membangun kerjasama jika tidak ada organisasi yang mewadahi, serta
prasyarat untuk terbentuknya organisasi adalah rasa percaya dan norma sebagai
aturan berperilaku dalam organisasi (Vipriyanti 2011). KPEK Rahayu merupakan
organisasi yang mewadahi anggotanya untuk bersama-sama memperbaiki
kehidupannya dengan norma yang telah disepakati bersama dan KPEK Rahayu
dapat aktif karena adanya rasa percaya sesama anggotanya. Modal sosial dalam
KPEK Rahayu memiliki peran penting berkaitan dengan pelaksanaan aktivitas
bersama. Kuat lemahnya modal sosial juga dapat tergambarkan dari partisipasi
masing-masing anggota dalam pelaksanaan aktivitas bersama. Jika masing-masing
anggota memiliki rasa percaya yang tinggi, keeratan hubungan sesama anggota
maupun dengan koperasi lain, serta saling berusaha menjalankan aturan yang
berlaku maka akan timbul rasa memiliki dan kesedian untuk bekerja sama yang
tergambarkan melalui partisipasi masing-masing anggota dalam aktivitas KPEK
Rahayu baik dari tahap perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil, serta
monitoring-evaluasi. Berdasarkan hal tersebut penting dilakukan penelitian
mengenai bagaimana hubungan antara modal sosial dengan tingkat
partisipasi anggota dalam kegiatan KPEK Rahayu, Kelurahan Kertamaya,
Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor?
4

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :


1. Menganalisis modal sosial anggota KPEK Rahayu, Kelurahan Kertamaya,
Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor.
2. Menganalisis tingkat partisipasi anggota dalam kegiatan KPEK Rahayu,
Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor.
3. Menganalisis hubungan modal sosial dan tingkat partisipasi anggota dalam
kegiatan KPEK Rahayu, Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan,
Kabupaten Bogor.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak


seperti:
1. Akademisi, sebagai salah satu sumber informasi mengenai analisis modal
sosial, tingkat partisipasi serta hubungan antar modal sosial dan partisipasi
pada KPEK Rahayu di Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan,
Kabupaten Bogor. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi referensi untuk
penelitian selanjutnya.
2. Non akademisi, sebagai bahan rujukan bagi pemerintah dan swasta untuk
memperhatikan potensi modal sosial dalam masyarakat agar dapat
mengimplementasikan program pengembangan masyarakat secara lebih
optimal salah satunya melalui koperasi.
3. Masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan masyarakat mengenai pentingnya partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan program pengembangan masyarakat.
PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Modal Sosial

Konsep modal sosial muncul sebagai respon dari kondisi semakin


meregangnya hubungan antar manusia dan semakin munculnya ketidakpedulian
terhadap sesama manusia (Sasongko 2012). Konsep dan definisi modal sosial
bersifat multidisiplin dan perkembangan modern mengenai konsep dan definisi
modal sosial oleh para ahli secara umum dibedakan menjadi tiga disiplin yakni
definisi dan konseptualisasi ahli ekonomi, sosial, dan politik (Winarni 2011). Hal
tersebut menjadikan konsep dan definisi modal sosial yang dinyatakan oleh para
ahli berbeda-beda.
Coleman (1989) mendefinisikan modal sosial dari sudut pandang sosiologi
ekonomi. Coleman (1989) menyatakan konsep modal sosial sebagai varian entitas,
terdiri dari beberapa struktur sosial yang memfasilitasi tindakan tertentu dari
orang-orang dalam struktur tersebut. Sementara itu, Putman (1993)
mendefinisikan modal sosial dengan disiplin politik melalui studi pada
masyarakat Italia. Putman menekankan pada aktivitas masyarakat sipil dan
mengacu pada ciri asosiasi sosial berupa jaringan, norma, serta kepercayaan
sebagai basis untuk memfasilitasi koordinasi agar tercipta kebersamaan dan
keuntungan bersama. Putman (2000) selanjutnya meneliti mengenai hubungan
modal sosial dengan partisipasi masyarakat di Amerika khususnya pada aktivitas
olahraga. Hasil penelitian Putman ini menunjukkan bahwa lunturnya kebersamaan
dalam masyarakat Amerika menjadikan partisipasi masyarakat dalam aktivitas
olahraga semakin rendah. Grootaert dan Bastelaer (2001) menyatakan bahwa
modal sosial merujuk pada dimensi institusional, hubungan-hubungan yang
dihasilkan, serta norma yang membentuk hubungan sosial dalam masyarakat.
Konsep modal sosial selanjutnya dilihat pada tiga dimensi yaitu ruang lingkup
(unit observasi), bentuk (manifestasi), dan saluran yang dapat mempengaruhi
perkembangannya.
Uphoff (2000) menyatakan bahwa modal sosial adalah akumulasi dari
beragam tipe sosial, psikologis, budaya, kognitif, kelembagaan, dan aset-aset yang
terkait dan dapat meningkatkan kemungkinan manfaat bersama dari perilaku
kerjasama. Aset diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat mengalirkan manfaat
bagi diri sendiri dan pihak lain untuk membuat proses produktif di masa
mendatang lebih efisien, efektif, inovatif dan dapat diperluas atau disebarkan
dengan mudah. Uphoff (2000) selanjutnya juga menjelaskan bahwa unsur-unsur
modal sosial dirinci menjadi dua kategori yang saling berhubungan, yaitu aset
struktural dan kognitif. Aset modal sosial struktural bersifat ekstrinsik dan dapat
diamati, sementara kognitif tidak dapat diamati, namun keduanya saling terkait
dimana aset struktural datang dari hasil proses kognitif. Hasbullah (2006) juga
mendefinisikan modal sosial sebagai sumber daya yang dapat digunakan sebagai
investasi untuk mendapatkan sumber daya lainnya. Sumber daya diartikan sebagai
segala sesuatu yang dapat digunakan, disimpan, dan diinvestasikan. Modal sosial
6

menekankan pada potensi kelompok dan pola-pola hubungan antar individu dalam
kelompok dan antar kelompok dengan ruang perhatian pada jaringan sosial,
norma, nilai serta kepercayaan antar sesama yang lahir dari anggota kelompok dan
menjadi anggota kelompok.
Pandangan modal sosial sebagai sumber daya juga diungkapkan oleh
Vipriyanti (2011). Modal sosial adalah rasa percaya dan kemampuan seseorang
dalam membangun jaringan kerja serta kepatuhannya terhadap norma yang
berlaku di dalam kelompok maupun masyarakat dimana modal tersebut akan
memberi keuntungan untuk mengakses modal lainnya serta memfasilitasi
kerjasama inter dan antar kelompok (Vipriyanti 2011). Vipriyanti juga
menyatakan bahwa modal sosial dapat digambarkan sebagai suatu keadaan
dimana individu dapat menggunakan keanggotaan dalam kelompok untuk
memperoleh manfaat, sehingga keberadaan individu dalam suatu kelompok
penting untuk diketahui. Keberadaan individu dalam suatu kelompok dapat
digunakan untuk mengevaluasi modal sosial dengan melihat interaksi sosial dari
struktur jaringan kerja dan struktur kelompok tersebut. Mustofa (2013)
menyatakan bahwa modal sosial merupakan salah satu sumberdaya sosial yang
dapat dijadikan investasi untuk mendapatkan sumberdaya baru di dalam
masyarakat. Hal ini dikarenakan modal sosial dapat dikaitkan dengan komunitas,
masyarakat sipil, maupun identitas-identitas lainnya yang kokoh.

Dimensi dan Tipologi Modal Sosial

Grootaert dan Bastelaer (2001) menyatakan bahwa konsep modal sosial


dilihat pada tiga dimensi yaitu ruang lingkup (unit observasi), bentuk
(manifestasi), dan saluran yang dapat mempengaruhi perkembangannya.
Berkaitan dengan hal tersebut, Hasbullah (2006) menyatakan bahwa kajian
mengenai modal sosial tidak terlepas dari kajian mengenai kerekatan hubungan
sosial dimana masyarakat terlibat di dalamnya, terutama kaitannya dengan pola
interaksi antar anggota masyarakat atau kelompok dalam suatu kegiatan sosial.
Kajian mengenai perbedaan pola-pola interaksi dan konsekuensinya dalam modal
sosial merupakan dimensi lain yang juga menarik perhatian. Perbedaan pola
interaksi dan konsekuensinya dalam modal sosial merupakan tipologi modal
sosial.
Hasbullah (2006) membedakan tipologi modal sosial menjadi
bridging/inclusive dan bonding/eksklusif. Keduanya memiliki implikasi yang
berbeda pada hasil yang dapat dicapai serta pengaruh yang dapat muncul dalam
kehidupan masyarakat. Tipologi modal sosial bonding/eksklusif menurut Winarni
(2011) mengacu pada struktur hubungan antar pelaku dalam kolektivitas serta
jenis hubungannya. Karakteristik dasar yang melekat pada tipologi ini yakni
kelompok maupun anggota kelompok dalam konteks ide, relasi dan perhatian
lebih berorientasi ke dalam (inward looking) dan lebih eksklusif. Ragam
masyarakat atau individu yang menjadi anggota kelompok lebih homogen
(Hasbullah 2006). Masyarakat cenderung lebih konservatif dan lebih
mengutamakan solidaritas dari pada hal untuk membangun diri dan kelompok
sesuai dengan tuntutan nilai dan norma pada masyarakat yang lebih terbuka.
Ide dan nilai pada masyarakat dengan modal sosial bonding/eksklusif
digolongkan sebagai sacred society yang dibentuk oleh pengalaman kultural.
7

Sacred society merupakan kondisi dimana pola interaksi sehari-hari selalu


dituntun oleh nilai-nilai dan norma yang menguntungkan level hirarki tertentu dan
feodal, sehingga jaringan kohesifitas belum tentu merefleksikan modal sosial.
Pada masyarakat dengan ciri seperti ini, meskipun hubungan sosial yang tercipta
memiliki tingkat kohesifitas yang kuat, tetapi tidak merefleksikan kemampuan
dan kekuatan masyarakat untuk menciptakan dan memiliki modal sosial yang kuat
karena kekuatan tumbuh hanya sekedar pada batas kelompok (Hasbullah 2006).
Sementara itu, modal sosial bridging biasa disebut modal sosial modern dari
suatu pengelompokan, group, asosiasi atau masyarakat. Tipologi modal sosial
bridging memberikan konsekuensi pada keanggotaan yang heterogen dari
berbagai unsur latar belakang budaya dan suku dan bersifat inclusive serta
outward looking (Hasbullah 2006). Dengan sifat outward looking memungkinkan
kelompok untuk menjalin koneksi dengan asosiasi atau jaringan kerja yang saling
menguntungkan dengan asosiasi atau kelompok di luar kelompoknya. Ide yang
terus berkembang akan menstimulasi perkembangan kelompok dan tentu individu
dalam kelompok tersebut sehingga kemajuan akan mudah dicapai (Hasbullah
2006).
Tipologi modal sosial bridging mengarah kepada bagaimana menjaga
hubungan antar pelaku dengan prinsip-prinsip universal tentang persamaan,
kebebasan, nilai-nilai kemajemukan dan kemanusiaan, terbuka dan mandiri.
Prinsip universal tentang persamaan mengandung makna bahwa setiap anggota
dalam suatu kelompok memiliki hak-hak dan kewajiban yang sama. Selain itu
anggota kelompok bebas berbicara serta menyampaikan pendapat mengenai ide
yang dapat mengembangkan kelompok. Pengembangan kelompok dilakukan
dengan nilai-nilai kemanusian serta penghormatan terhadap hak asasi setiap
anggota yang merupakan prinsip keterbukaan dan mandiri. Tipologi modal sosial
bonding dan bridging keduanya memiliki ciri dan implikasi yang berbeda pada
hasil yang dapat dicapai serta pengaruh yang dapat muncul dalam kehidupan
masyarakat. Perbedaan tipologi ini disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Perbedaan modal sosial bonding dan bridging


Tipologi Modal Sosial
Bonding Bridging
Terikat/ketat, jaringan yang eksklusif Terbuka
Pembedaan yang kuat antara “orang kami” Memiliki jaringan yang lebih fleksibel
dan “orang luar” Toleran
Hanya ada satu alternatif jawaban Memungkinkan untuk memiliki banyak
Sulit menerima arus perubahan alternatif jawaban dan penyelesaian
Kurang akomodatif terhadap pihak luar masalah
Mengutamakan kepentingan kelompok Akomodatif untuk menerima perubahan
Mengutamakan solidaritas kelompok Cenderung memiliki sikap yang
altruistik, humanitarianistik dan
universal
Sumber : Hasbullah (2006)
8

Unsur-unsur Modal Sosial

Konseptualisasi yang telah dijelaskan oleh para ahli mengenai modal sosial
memiliki pengertian beragam. Konseptualisasi yang beragam tersebut dapat
digunakan dalam penelitian dengan memperhatikan kesesuaian dengan penelitian
yang akan dilakukan (Naufal dan Kusumastuti 2010). Hasbullah (2006)
menyatakan bahwa terdapat perbedaan pada penekanan unsur-unsur yang
membentuk modal sosial menurut berbagai ahli, namun terlepas dari perbedaan
tersebut pengertian yang diberikan sebenarnya memiliki inti yang sama yakni
menekankan pada kebersamaan masyarakat untuk mencapai tujuan, memperbaiki
kualitas kehidupan dan melakukan penyesuaian secara terus-menerus.
Inti telaah modal sosial terletak pada bagaimana kemampuan masyarakat
dalam suatu kelompok untuk bekerjasama membangun suatu jaringan dalam
mencapai tujuan bersama. Kerjasama tersebut diwarnai oleh tindakan dengan
pola imbal balik dan saling menguntungkan, dan dibangun di atas kepercayaan
yang ditopang oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial yang positif dan kuat
(Hasbullah 2006). Putman (1993) menjelaskan bahwa modal sosial merupakan
bagian dari organisasi sosial seperti kepercayaan, norma serta jaringan yang dapat
meningkatkan efisiensi masyarakat untuk memfasilitasi tindakan-tindakan yang
terkoordinasi, sehingga dimensi dari modal sosial menurut Putman (1993) yang
utama adalah kepercayaan, norma serta jaringan sosial. Vipriyanti (2011)
menyebutkan bahwa pengukuran modal sosial secara garis besar dibedakan atas
tiga unsur utama yakni rasa percaya, jaringan serta norma.

1. Kepercayaan
Trust atau rasa saling percaya diartikan sebagai suatu bentuk keinginan
untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosial yang didasari oleh
perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan
dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung,
tidak akan merugikan diri dan kelompoknya (Hasbullah 2006). Vipriyanti (2011)
menyatakan bahwa rasa percaya adalah dasar dari perilaku moral yang
menyediakan arahan bagi kerjasama dan koordinasi sosial dari semua aktivitas
sehingga manusia dapat hidup bersama dan berinteraksi satu dengan lainnya.
Kepercayaan merupakan salah satu kekuatan sintetik yang paling penting dalam
masyarakat, kepercayaan juga menjadi basis bagi tindakan individu dan basis
kerjasama yang baik. Tanpa adanya saling percaya yang merata antara satu orang
dengan yang lainnya masyarakat akan disintegrative, sebaliknya semakin tinggi
kepercayaan maka akan semakin rendah resiko dan biaya yang dikeluarkan dalam
suatu interaksi sosial. Suharto (2007) menyatakan kepercayaan adalah harapan
yang tumbuh di dalam masyarakat, yang ditunjukkan oleh adanya perilaku yang
jujur, teratur dan kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama.

2. Jaringan
Jaringan merupakan infrastruktur yang dinamis yang berwujud jaringan-
jaringan kerjasama antar manusia. Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya
komunikasi dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan
memperkuat kerjasama (Suharto 2007). Jaringan sosial terbentuk karena adanya
rasa saling tahu, saling menginformasikan, dan saling membantu dalam
9

melaksanakan ataupun mengatasi sesuatu. Jaringan dapat terjadi antara individu


maupun institusi dan jaringan selalu bersifat personal. Artinya meskipun jaringan
dilakukan dengan suatu institusi tetapi tetap orang yang mewakilinya dan orang
tersebut lebih menonjol dari pada institusinya (Lawang 2004). Berdasarkan hal
tersebut, berlaku hipotesis semakin tinggi aktivitas maka semakin mudah
pembentukan jaringan, jaringan lebih tinggi terjalin pada orang yang aktif
daripada yang pasif.

3. Norma
Norma memiliki pengertian sebagai sekumpulan aturan yang diharapkan
dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu
(Hasbullah 2006). Vipriyanti (2011) menyatakan bahwa norma merupakan nilai
bersama yang mengatur perilaku individu dalam suatu masyarakat atau kelompok
dimana norma tidak dapat dipisahkan dari jaringan dan kepercayaan. Norma
terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapan-harapan dan tujuan-
tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang (Suharto
2007). Lawang (2004) menyatakan jika struktur jaringan terbentuk karena
pertukaran sosial yang terjadi antara dua orang, sifat norma kurang lebih sebagai
berikut:
a. Norma muncul dari pertukaran yang saling mengutungkan,
b. Norma menyangkut hak dan kewajiban kedua belah pihak yang dapat
menjamin keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan tertentu,
c. Jaringan yang terbina lama dan menjamin keuntungan kedua belah pihak
secara merata, akan memunculkan norma keadilan, dan yang melanggar
prinsip keadilan akan diberi sanksi yang keras.

Partisipasi

Permasalahan mendasar yang biasanya terjadi dalam suatu upaya


peningkatan kualitas hidup masyarakat adalah tidak adanya kesadaran serta
keterlibatan aktif masyarakat dalam upaya tersebut sehingga masyarakat tidak
memiliki kemauan untuk berubah serta memperbaiki kemampuannya untuk
meningkatkan kualitas hidup mereka (Widjajanti 2011). Kesadaran serta
keterlibatan aktif masyarakat dalam suatu upaya peningkatan kualitas hidup
diartikan sebagai partisipasi. Partisipasi mengandung makna sebagai keterlibatan
masyarakat yang menumbuhkan kesadaran untuk berubah, terjadinya proses
belajar menuju ke arah perbaikan dan peningkatan kualitas kehidupan yang lebih
baik (Anwas 2013). Partisipasi mendukung masyarakat untuk mulai sadar akan
situasi dan masalah yang dihadapi serta berupaya mencari jalan keluar yang dapat
dipakai untuk mengatasi masalah mereka sendiri serta membantu masyarakat
untuk melihat realitas sosial ekonomi yang mengelilingi mereka (Nasdian 2014).
Arnstein (1969) menyatakan partisipasi sebagai kekuatan yang dimiliki oleh
masyarakat untuk mengatasi persoalannya pada masa kini guna mencapai
kehidupan yang lebih baik pada masa mendatang. Partisipasi merupakan proses
aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir
mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses dimana mereka dapat
menegaskan kontrol secara efektif (Nasdian 2014). Definisi tersebut mengandung
arti bahwa partisipasi dapat dikategorikan menjadi dua hal; pertama, masyarakat
10

dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang oleh pihak lain;
kedua, partisipasi merupakan proses pembentukan kekuatan untuk keluar dari
permasalahan masyarakat sendiri. Partisipasi memiliki titik tolak yaitu
memutuskan, bertindak, kemudian merefleksikan tindakan tersebut sebagai subjek
yang sadar (Nasdian 2014).
Rahmawati dan Sumarti (2011) mengungkapkan partisipasi sebagai wujud
dari keinginan untuk mengembangkan demokrasi melalui proses desentralisasi
dengan perencanaan dari bawah (bottom-up) yang mengikutsertakan masyarakat
dalam proses perencanaan dan pembangunan sehingga akan menciptakan
kemandirian masyarakat. Pendapat tersebut sesuai dengan pandangan Nasdian
(2014) yang menyatakan bahwa dengan partisipasi diharapkan dapat
menumbuhkan kemandirian masyarakat yang dikategorikan menjadi kemandirian
material, kemandirian intelektual dan kemandirian manajemen. Kemandirian
material adalah kemampuan produktif untuk memenuhi kebutuhan materi dasar
serta cadangan mekanisme untuk dapat bertahan dalam waktu krisis. Kemandirian
intelektual diartikan sebagai pembentukan dasar pengetahuan otonom yang
memungkinkan masyarakat dapat menanggulangi bentuk-bentuk dominasi yang
muncul dari luar, sedangkan kemandirian manajemen adalah kemampuan otonom
untuk membina diri, menjalani serta mengelola kegiatan kolektif agar terjadi
perubahan (Nasdian 2014).
Cohen dan Uphoff (1979), mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan
aktif masyarakat dalam suatu program atau kegiatan pembangunan komunitas
tentang apa yang harus dilakukan serta bagaimana cara kerjanya yang dimulai dari
keterlibatan dalam tahap pembuatan keputusan, penerapan keputusan, penikmatan
hasil dan evaluasi. Partisipasi menurut Cohen dan Uphoff (1979) sangat berkaitan
dengan siapa pihak yang berpartisipasi (who participates) dan bagaimana
partisipasi dapat terjadi (how participation occurs) dalam suatu upaya
pembangunan komunitas.
Cohen dan Uphoff (1979) menyatakan bahwa pihak yang paling ditekankan
untuk berpartisipasi adalah masyarakat miskin dalam suatu komunitas. Melalui
masyarakat miskin tersebut, akan diperoleh informasi yang sebenar-benarnya
mengenai keadaan yang terjadi dalam suatu komunitas sehingga suatu program
yang akan dilaksanakan sesuai dengan keadaan nyata dari komunitas itu. Selain
masyarakat miskin, pihak-pihak lain yang harus dilibatkan adalah warga
komunitas itu, tokoh masyarakat komunitas, pemerintahan, serta pihak luar yang
berkaitan dengan program yang dilaksanakan. Di dalam suatu partisipasi, Cohen
dan Uphoff (1979) menyatakan bahwa sangat penting untuk menekankan umur,
jenis kelamin, status keluarga, pendidikan, pekerjaan, pendapatan serta tempat
tinggal. Karakter-karakter tersebut mungkin tidak relevan diterapkan untuk
semua program, namun beberapa kombinasi karakter-karakter tersebut akan
berguna untuk memastikan siapa yang berpartisipasi dalam berbagai tahapan
kegiatan pembangunan komunitas.
Sementara berkaitan dengan bagaimana partisipasi dapat terjadi, Cohen dan
Uphoff (1979) menyatakan bahwa hal tersebut merupakan evaluasi yang
dilakukan secara kualitatif. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah dari mana
inisiatif partisipasi berasal, apakah partisipasi terjadi secara sukarela atau karena
paksaaan, struktur sosial masyarakat, jaringan yang terjadi baik individu maupun
antar kelompok secara formal maupun tidak formal, serta lingkup partisipasi.
11

Akhirnya hal tersebut dapat berguna untuk melihat apakah terjadi pemberdayaan
secara efektif dalam pembuatan keputusan atau implementasi suatu program.
Perbedaan karakteristik “how” dapat membantu memahami dinamika dan
konsekuensi dari partisipasi jika diterapkan secara tepat kepada pihak yang
berpartisipasi dalam suatu upaya pembangunan komunitas.
Cohen dan Uphoff (1979) selanjutnya membagi partisipasi menjadi empat
tahapan yakni:
1. Tahap perencanaan diwujudkan dengan keikutsertaan masyarakat dalam
rapat-rapat yang dimaksudkan untuk turut serta pada perencanaan dan
pelaksanaan suatu program,
2. Tahap pelaksanaan dimana wujud nyata partisipasi pada tahap ini
digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan
pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk sumbangan tindakan
sebagai anggota program,
3. Tahap menikmati hasil, dalam tahap ini keberhasilan partisipasi masyarakat
dapat dilihat dengan semakin besar manfaat program yang dirasakan, berarti
semakin berhasil program tersebut,
4. Tahap monitoring-evaluasi, dimana partisipasi masyarakat pada tahap ini
merupakan umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan
pelaksanaan program selanjutnya.

Koperasi

Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian menyatakan


bahwa koperasi merupakan badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau
badan hukum koperasi berdasarkan azaz kekeluargaan dan bertujuan memajukan
kesejahteraan anggotanya dan masyarakat pada umumnya serta membangun
tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju,
adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Berdasarkan hal tersebut, yang dapat menjadi anggota koperasi adalah perorangan
yaitu individu yang secara sukarela menjadi anggota koperasi dan badan hukum
koperasi yaitu suatu koperasi yang menjadi anggota koperasi yang memiliki
lingkup yang lebih luas. Sitio dan Tamba (2001) menyatakan bahwa koperasi
merupakan suatu upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat yang didasari atas
kerjasama antar anggota untuk bersama-sama memperbaiki kehidupannya.
Prinsip koperasi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
dalam kehidupan berkoperasi. Sugiyono (2009) menyatakan terdapat lima prinsip
pokok dan dua prinsip pengembangan dalam koperasi mengacu Undang-undang
Nomor 25 Tahun 1992. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
1. Keanggotaan yang bersifat terbuka dan sukarela
Prinsip keterbukaan adalah dimana setiap anggota yang diterima menjadi
anggota koperasi mempunyai hak-hak yang sama. Sementara sifat
kesukarelaan dalam koperasi berarti bahwa untuk menjadi anggota koperasi
tidak boleh ada paksaan dari siapapun dan anggota dapat mengundurkan diri
sesuai dengan syarat yang ditentukan.
2. Pengelolaan dilakukan secara demokratis
Prinsip ini mengandung makna bahwa pengelolaan koperasi harus
didasarkan atas kehendak anggota, kemudian dilakukan oleh anggota dan
12

ditujukan untuk kepentingan (kesejahteraan) anggota. Hal ini ditandai


dengan adanya penentuan kebijakan umum oleh anggota melalui Rapat
Anggota.
3. Anggota berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi
Prinsip ini artinya bahwa anggota memberikan modal secara adil dan
melakukan pengawasan demokratis terhadap modal dan sebagian modal
menjadi milik bersama untuk koperasi.
4. Adanya otonomi dan kemandirian
Arti dari prinsip ini adalah bahwa koperasi adalah organisasi otonom,
menolong diri sendiri serta diawasi oleh para anggota tanpa mengadakan
perjanjian dengan organisasi lain.
5. Pendidikan, pelatihan dan penerangan
Koperasi memberikan pendidikan, pelatihan dan penerangan bagi anggota
maupun masyarakat secara luas tentang hakekat koperasi dan manfaat
koperasi.
6. Kerjasama antar koperasi
Prinsip ini dimaksudkan untuk memperkokoh kedudukan koperasi dalam
menghadapi persaingan dunia usaha. Di samping dengan koperasi,
kerjasama juga bisa dilaksanakan dengan pihak-pihak non koperasi.
Hubungan kerjasama yang dijalin harus merupakan hubungan mitra kerja
yang sejajar atau setara dan saling menguntungkan.
7. Memiliki kepedulian terhadap masyarakat.

Jenis-jenis koperasi berdasarkan sektor usaha menurut Undang-undang


Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dibedakan menjadi:
1. Koperasi simpan-pinjam yang bergerak di simpanan dan pinjaman,
2. Koperasi konsumen merupakan koperasi yang beranggotakan para
konsumen dengan menjalankan kegiatan jual beli barang konsumsi,
3. Koperasi produsen, merupakan koperasi yang beranggotakan para
pengusaha kecil dengan menjalankan kegiatan pengadaan bahan baku,
4. Koperasi pemasaran merupakan koperasi yang menjalankan kegiatan
penjualan produk/jasa bagi anggotanya,
5. Koperasi jasa yakni koperasi yang bergerak di bidang usaha jasa lainnya.

Modal Sosial dan Tingkat Partisipasi

Hubungan antara modal sosial dengan tingkat partisipasi masyarakat telah


diungkapkan oleh Putman (2000). Penelitian Putman pada masyarakat Amerika
menunjukkan bahwa modal sosial yang ada pada masyarakat Amerika
berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat Amerika pada aktivitas
khususnya aktivitas olahraga. Semakin lunturnya modal sosial masyarakat
Amerika menjadikan partisipasi masyarakat Amerika semakin rendah dalam
aktivitas olahraga. Inayah (2012) menyatakan bahwa modal sosial yang
diterapkan dalam pola kehidupan masyarakat menjadikan modal sosial yang ada
pada masyarakat semakin tinggi dan hal tersebut membawa dampak pada
tingginya partisipasi masyarakat sipil. Inayah (2012) juga menyatakan bahwa
kesaling-percayaan antara masyarakat dan pemerintah daerah disebabkan adanya
13

keterbukaan dan komitmen pemerintah daerah sehingga mampu mendorong


partisipasi aktif masyarakat dalam program pembangunan maupun dalam
menjalankan sistem pemerintahan daerah yang lebih baik.
Modal sosial berhubungan dengan rasa percaya sesama individu, norma
serta jaringan kerjasama yang akan berhubungan dengan interaksi masyarakat dan
akan menentukan bagaimana partisipasi masing-masing individu dalam suatu
upaya peningkatan kesejahteraan (Vipriyanti 2011). Ibrahim (2006) menyatakan
bahwa modal sosial adalah hubungan sosial yang terjalin dalam kehidupan sehari-
hari masyarakat. Hubungan sosial tersebut mencerminkan hasil interaksi sosial
dalam waktu yang relatif lama sehingga menghasilkan jaringan pola kerjasama,
pertukaran sosial, saling percaya, termasuk nilai dan norma yang mendasari
hubungan itu. Sebagai mahluk sosial tidak ada individu yang hidup sendiri tanpa
berinteraksi dengan orang lain. Oleh sebab itu tidak ada satu masyarakat atau
komunitas yang tidak memiliki modal sosial. Pola hubungan sosial inilah yang
mendasari kegiatan bersama atau kegiatan kolektif antar warga masyarakat yang
selanjutnya dikenal dengan partisipasi.

Kerangka Pemikiran

Koperasi merupakan salah satu instrumen dalam pembangunan ekonomi di


Indonesia yang berlandaskan prinsip kekeluargaan. Koperasi merupakan suatu
bentuk kerjasama yang dilakukan oleh para anggotanya untuk memperbaiki nasib
kehidupan mereka dengan semangat tolong-menolong. Hasbullah (2006)
menyatakan bahwa modal sosial merupakan segala hal yang berkaitan dengan
kerjasama dalam suatu kelompok masyarakat untuk mencapai kualitas hidup yang
lebih baik, ditopang oleh unsur-unsur utamanya yakni rasa saling mempercayai,
keimbal-balikan dan aturan-aturan kolektif.
Modal sosial merupakan hal yang berkaitan dengan kerjasama dalam suatu
masyarakat atau kelompok masyarakat yang mencakup rasa percaya, jaringan
serta norma. Kerjasama tersebut dapat terbangun apabila dalam suatu masyarakat
atau kelompok masyarakat terdapat wadah dalam bentuk organisasi baik formal
dan non-formal, didasari atas rasa percaya satu sama lain serta diikat oleh aturan-
aturan yang telah disepakati bersama. Putman (1993) menjelaskan bahwa modal
sosial merupakan bagian dari organisasi sosial seperti kepercayaan, norma serta
jaringan yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat untuk memfasilitasi
tindakan-tindakan yang terkoordinasi, sehingga dimensi dari modal sosial
menurut Putman (1993) yang utama adalah kepercayaan, norma serta jaringan
sosial.
Jaringan pada modal sosial merujuk pada hubungan antar individu maupun
kelompok yang terbentuk karena adanya rasa saling tahu, saling
menginformasikan, saling membantu. Jaringan sosial memungkinkan suatu
akivitas berjalan lebih efisien dan efektif karena hubungan tersebut mengacu pada
penyelesaian permasalahan guna mencapai tujuan bersama. Pencapaian tujuan
tersebut dilandasi oleh norma sebagai aturan yang telah disepakati bersama serta
rasa percaya satu sama lain. Rasa percaya menjadikan hubungan sosial yang
terjalin didasari oleh perasaan yakin bahwa dalam hubungan tersebut orang lain
akan melakukan tindakan seperti yang diharapkan dan akan saling mendukung.
14

Rasa percaya akan menumbuhkan suatu hubungan dimana kepentingan bersama


menjadi tujuan utama sehingga akan menimbulkan adanya tindakan kolektif
dalam masyarakat. Tindakan kolektif tersebut tergambarkan melalui keterlibatan
masing-masing individu secara sukarela dalam melakukan aktivitas untuk
mencapai tujuan bersama.
Berdasarkan hal tersebut, penulis menduga bahwa modal sosial dengan
dimensi utama kepercayaan, jaringan sosial serta norma berhubungan dengan
bagaimana keterlibatan individu dalam suatu tindakan kolektif untuk mencapai
tujuan bersama yang menurut Cohen dan Uphoff (1979) keterlibatan tersebut
diartikan sebagai partisipasi. Partisipasi menurut Cohen dan Uphoff (1979) adalah
keterlibatan aktif masyarakat dalam suatu program atau kegiatan tentang apa yang
harus dilakukan serta bagaimana cara kerjanya yang terdiri dari keterlibatan dalam
tahap perencanaan, pelaksanaan, penikmatan hasil serta monitoring-evaluasi.
Kerangka pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 1 berikut:

Tingkat Partisipasi
1. Tingkat partisipasi tahap
Modal Sosial
perencanaan
1. Tingkat Kepercayaan
2. Tingkat partisipasi tahap
2. Tingkat Jaringan Sosial
pelaksanaan
3. Tingkat Norma
3. Tingkat partisipasi tahap
menikmati hasil
4. Tingkat partisipasi tahap
monitoring-evaluasi

Gambar 1 Kerangka pemikiran


Keterangan : : berhubungan

Hipotesis

1. Diduga terdapat hubungan antara modal sosial dengan tingkat


partisipasi.
a. Diduga terdapat hubungan antara tingkat kepercayaan dengan
tingkat partisipasi.
b. Diduga terdapat hubungan antara tingkat jaringan sosial dengan
tingkat partisipasi.
c. Diduga terdapat hubungan antara tingkat norma dengan tingkat
partisipasi.
METODOLOGI PENELITIAN

Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan


kuantitatif dengan didukung data kualitatif untuk memperkaya data dan informasi
yang diperoleh. Pendekatan kuantitatif yang digunakan adalah metode survei.
Menurut Effendi dan Tukiran (2012) penelitian survei adalah penelitian yang
mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpulan data pokok. Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatori yang
bertujuan untuk menjelaskan hubungan kausal antar variabel melalui pengujian
hipotesis. Dalam penelitian dengan metode ini, ditetapkan terlebih dahulu konsep
sebagai variabel-variabel yang berhubungan berdasarkan teori yang sudah ada,
kemudian variabel-variabel tersebut dicari dan ditetapkan indikator-indikatornya.
Variabel yang digunakan adalah modal sosial dengan indikator kepercayaan,
jaringan sosial dan norma dan tingkat partisipasi menurut Cohen dan Uphoff
(1979). Selanjutnya, hasil dari indikator yang telah ditetapkan tersebut dibuat
dalam bentuk kuesioner yang terdiri dari pilihan jawaban dan skor-skor yang telah
ditentukan peneliti sehingga dapat menguji hipotesis.
Data kualitatif diperoleh melalui wawancara mendalam kepada informan
menggunakan panduan pertanyaan. Data kualitatif digunakan untuk menjelaskan
atau menggambarkan mengenai bagaimana hubungan antar anggota dalam KPEK
Rahayu, awal mula pelaksanaan KPEK Rahayu serta keterlibatan fasilitator dan
pihak-pihak lain dalam pelaksanaan KPEK Rahayu. Data kualitatif ini bersifat
deskriptif yang digunakan untuk memperkuat data yang didapatkan secara
kuantitatif dengan kuesioner. Selain itu data deskriptif berguna untuk membuat
penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta yang
diperoleh selama penelitian (Effendi dan Tukiran 2012). Data kualitatif melalui
wawancara mendalam dipaparkan dalam dalam bentuk kutipan.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi pengumpulan data penelitian ini adalah di KPEK Rahayu RW 08


Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor (Lampiran
1). Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja atau purposive, yaitu berdasarkan
pertimbangan:
1. Koperasi Pemberdayaan Ekonomi Kelurahan (KPEK) Rahayu menjadi
koperasi berprestasi Tingkat Kota Bogor pada tahun 2012.
2. Prestasi tersebut didapatkan dalam kurun waktu dua tahun setelah koperasi
itu diaktifkan kembali.
Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu empat bulan terhitung mulai
bulan Juni 2016 sampai Desember 2016. Pada bulan Juli dan Agustus, penelitian
dihentikan sementara karena peneliti harus melakukan tugas Kuliah Kerja Nyata
Tematik selama kurang lebih dua bulan di Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Penelitian ini dimulai dengan penyusunan proposal penelitian, survei penjajagan,
16

uji kelayakan proposal, kolokium proposal penelitian, perbaikan proposal


penelitian, pengambilan data lapangan, draft skripsi, uji petik, sidang skripsi dan
perbaikan laporan skripsi (Lampiran 2).

Teknik Pemilihan Responden dan Informan

Sumber data dalam penelitian ini adalah responden dan informan. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh anggota KPEK Rahayu dari awal terbentuk
hingga penelitian ini dilakukan. Responden dalam penelitian ini ditentukan
dengan mengambil sampel secara purposif yaitu anggota KPEK Rahayu yang
tercatat pada Laporan Akhir Tahun KPEK Rahayu tahun 2013 tahun 2015. Hal
tersebut dikarenakan dalam penelitian melihat bagaimana tingkat partisipasi
anggota KPEK Rahayu setelah KPEK Rahayu menjadi koperasi berprestasi pada
tahun 2012 dan pada saat penelitian ini dilakukan Laporan Akhir Tahun KPEK
Rahayu tahun 2016 belum disusun. Namun, tidak seluruh anggota yang tercatat
dalam Laporan Akhiran Tahun tersebut masih aktif, beberapa anggota ada yang
sudah pindah dari Kelurahan Kertamaya dan bahkan pindah ke luar Bogor,
sehingga responden dalam penelitian juga ditentukan berdasarkan informasi dari
Ketua KPEK Rahayu. Berdasarkan hal tersebut, responden dalam penelitian ini
berjumlah 34 orang. Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
individu.
Informan adalah pihak yang memberikan keterangan dan informasi yang
dibutuhkan dan digunakan sebagai pendukung data penelitian (Effendi dan
Tukiran 2012). Informan dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang
mengetahui informasi mendalam mengenai KPEK Rahayu, yaitu ketua KPEK
Rahayu dan tokoh masyarakat yaitu ketua RT 01 dan 02 dan ketua RW 08, serta
beberapa anggota yang merupakan responden dalam penelitian ini.

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari responden
dan informan melalui survei, observasi serta wawancara. Data sekunder diperoleh
dari dokumen-dokumen tertulis atau arsip di Kantor Kelurahan Kertamaya, buku,
internet, data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Laporan KPEK Rahayu dan
jurnal-jurnal penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini. Analisis
data sekunder perlu dilakukan untuk interpretasi serta penarikan kesimpulan yang
menambah pengetahuan tambahan dari analisis data sebelumnya.
Data primer kuantitatif dikumpulkan melalui wawancara terstruktur kepada
34 responden dengan menggunakan kuesioner, sedangkan data primer kualitatif
dikumpulkan melalui wawancara mendalam (indepth interview) kepada sejumlah
informan yang diarahkan dengan panduan wawancara (Lampiran 3).
Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan data
sekunder. Berikut teknik pengumpulan data disajikan dalam Tabel 2.
17

Tabel 2 Kebutuhan data dan metode pengumpulan data dalam penelitian


No. Kebutuhan Data Sumber Data Metode
Primer Sekunder Pengumpulan
Data
1. Gambaran umum - Data monografi Studi dokumen
lokasi penelitian desa
2. Gambaran umum Ketua KPEK Laporan Wawancara
KPEK Rahayu Rahayu pertanggung mendalam dan
jawaban KPEK studi dokumen
Rahayu dari
tahun 2010-
2015
3. Keadaan Elit desa, Monografi Desa Studi dokumen,
masyarakat masyarakat survei
Kelurahan setempat (kuesioner),
Kertamaya, wawancara
Kecamatan mendalam
Bogor Selatan,
Kabupaten Bogor
4. Keadaan Ketua RW 08, Monografi Desa Studi dokumen,
masyarakat RW Ketua RT 01 dan survei
08 Kelurahan 02, dan (kuesioner),
Kertamaya, masyarakat RW wawancara
Kecamatan 08 Kelurahan mendalam
Bogor Selatan, Kertamaya,
Kabupaten Bogor Kecamatan Bogor
Selatan,
Kabupaten Bogor
5. Pelaksanaan Ketua KPEK Laporan Studi dokumen,
kegiatan KPEK Rahayu, tokoh pertanggung survei
Rahayu masyarakat RW jawaban KPEK (kuesioner),
08 Kelurahan Rahayu dari wawancara
Kertamaya, tahun 2010- mendalam
anggota KPEK 2015
Rahayu
5. Tingkat modal - Hasil penelitian Studi dokumen,
sosial responden akademis survei
anggota KPEK (kuesioner),
Rahayu wawancara
mendalam
18

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini memiliki dua jenis data yang akan diolah dan dianalisis, yaitu
data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diolah menggunakan aplikasi
Microsoft Excell 2010 dan SPSS for windows 21. Pembuatan tabel frekuensi serta
tabel tabulasi silang menggunakan Microsoft Excell 2010. Selanjutnya SPSS for
windows 21 digunakan untuk membantu dalam uji statistik menggunakan uji
korelasi Rank Spearman. Rank Spearman digunakan untuk menguji hipotesis
yakni melihat hubungan modal sosial dan tingkat partisipasi. Ketentuan hipotesis
diterima apabila nilai signifikansi (sig-2 tailed) lebih kecil dari 0.05 dan 0.01.
Apabila nilai signifikasi (sig-2 tailed) yang didapatkan lebih kecil dari ρ (0.05)
dan ρ (0.01), maka dilanjutkan dengan melihat aturan nilai correlation coefficient
menurut Sugiyono (2008) sebagai berikut:
a) 0.00-0.199 (hubungan sangat rendah)
b) 0.20-0.399 (hubungan rendah)
c) 0.4-0.599 (hubungan sedang)
d) 0.6-0.799 (hubungan kuat)
e) 0.80-1.00 (hubungan sangat kuat).
Data kualitatif digunakan sebagai data pendukung, dan pengolahan data
kualitatif dilakukan dengan mereduksi atau meringkas data dengan
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan
mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga sesuai dengan keperluan untuk
menjawab pertanyaan analisis di dalam penelitian (Effendi dan Tukiran 2012).
Selanjutnya ialah penyajian data yang berupa menyusun segala informasi dan data
yang diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca ke dalam
sebuah laporan. Verifikasi adalah langkah terakhir yang merupakan penarikan
kesimpulan dari hasil yang telah diolah pada tahap reduksi (Effendi dan Tukiran
2012).

Definisi Operasional

Modal Sosial

Modal sosial merupakan salah satu pendorong responden agar memiliki


kepedulian terhadap berjalannya KPEK Rahayu sehingga menimbulkan
keterlibatan aktif dalam KPEK Rahayu. Penelitian ini menganalisis modal sosial
responden anggota KPEK Rahayu dengan rujukan yang digunakan adalah definisi
modal sosial yang disusun oleh Putnam et al. (1993) dengan kepercayaan (trust),
jaringan sosial (networks) serta norma (norms) sebagai indikator yang dianalisis.
Ketiga indikator tersebut akan dilihat hubungannya dalam mendukung tingkat
partisipasi responden pada KPEK Rahayu dan diukur menggunakan data ordinal.
Pengukuran dilakukan dengan memberi nilai pada setiap pertanyaan lalu
dijumlahkan dan hasilnya dikategorikan menjadi tinggi, sedang, dan rendah.
Definisi operasional modal sosial yang dianalisis dengan indikator kepercayaan,
jaringan sosial dan norma selanjutnya dijabarkan pada Tabel 3.
19

Tabel 3 Definisi operasional modal sosial


Variabel Definisi Operasional Indikator Skala
Pengukuran
Tingkat Derajat tinggi rendahnya rasa Kepercayaan Ordinal
Kepercayaan percaya kepada Ketua KPEK sesama responden
Rahayu dan juga kepada terdapat lima
responden lain. Diukur pertanyaan, dan
dengan kesesuaian kepercayaan
pengelolaan administrasi kepada ketua
simpan-pinjam yang terdapat empat
dilakukan Ketua. Kesesuaian pertanyaan dengan
dilihat dari simpan-pinjam jawaban:
yang dilaksanakan responden Sangat setuju = 4
dengan data yang tertulis Setuju = 3
dalam laporan yang dibagikan Kurang setuju = 2
kepada responden setiap Tidak setuju = 1,
Rapat Akhir Tahun. lalu dikategorikan:
Kepercayaan sesama anggota 1. Rendah = 9-18
diukur dengan kesediaan 2. Sedang = 19-27
tolong-menolong serta 3. Tinggi = 28-36
menepati janji dengan
membayar simpanan dan
pinjaman sesuai aturan.
Tingkat Ikatan yang terjalin baik Terdapat tiga Ordinal
Jaringan ikatan dengan ketua , pertanyaan untuk
Sosial responden lain maupun masing-masing
dengan mitra koperasi lain. jaringan sosial
Ikatan antar responden dan dengan jawaban:
ikatan dengan ketua diukur Sangat setuju = 4
dengan kekuatan ikatan yang Setuju = 3
terjalin dari seberapa kenal Kurang setuju = 2
atau akrab, intensitas Tidak setuju = 1,
pertemuan, pertukaran lalu dikategorikan:
informasi, sementara dengan 1. Rendah = 9-18
mitra dari koperasi lain 2. Sedang = 19-27
diukur berdasarkan jumlah 3. Tinggi = 28-36
serta kualitas yang terjalin.
Tingkat Tingkat kepatuhan terhadap Terdapat sembilan Ordinal
Norma aturan yang diterapkan baik pertanyaan dengan
oleh responden maupun jawaban:
ketua. Diukur dengan Sangat setuju = 4
penerimaan terhadap aturan Setuju = 3
(AD/ART), kepatuhan Kurang setuju = 2
terhadap aturan yang ada Tidak setuju = 1,
serta bersedia menerima dan dikategorikan:
sanksi yang diterapkan. 1. Rendah = 9-18
2. Sedang = 19-27
3. Tinggi = 28-36
20

Tingkat Partisipasi

Tingkat partisipasi dalam penelitian ini diukur dengan merujuk pada


pendapat Cohen dan Uphoff (1979) yang membagi tingkat partisipasi menjadi
tingkat partisipasi tahap perencanaan, pelaksanaan, tahap menikmati hasil serta
tahap monitoring-evaluasi. Penelitian ini memfokuskan tingkat partisipasi
responden anggota KPEK Rahayu dalam simpan-pinjam dari tahun 2013.
Pengukuran dilakukan dengan memberi nilai pada setiap pertanyaan lalu
dijumlahkan dan hasilnya dikategorikan menjadi tinggi, sedang, dan rendah.
Definisi operasional tingkat partisipasi selanjutnya dijabarkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Definisi operasional tingkat partisipasi


Variabel Definisi Operasional Indikator Skala
Pengukuran
Tingkat Keikutsertaan responden Terdapat enam Ordinal
Partisipasi dalam perencanaan pertanyaan dengan
Tahap program/aktivitas terencana jawaban:
Perencanaan KPEK Rahayu. Diukur Selalu = 4
berdasarkan kehadiran serta Sering = 3
keaktifan dalam memberikan Jarang = 2
pendapat, mempersiapkan Tidak pernah = 1,
keperluan, memberikan lalu dikategorikan
sumbangan materi dan tenaga 1. Rendah = 6-12
untuk rapat triwulan yang 2. Sedang = 13-18
diadakan KPEK Rahayu. 3. Tinggi = 19-24
Tingkat Keterlibatan responden dalam Terdapat enam Ordinal
Partisipasi pelaksanaan kegiatan KPEK pertanyaan dengan
Tahap Rahayu. Diukur dengan jawaban:
Pelaksanaan keikutsertaan dalam simpan- Selalu = 4
pinjam yaitu membayar Sering = 3
simpanan wajib, simpanan
Jarang = 2
sukarela dan pinjaman,
menyebarkan informasi terkait Tidak pernah = 1,
simpan-pinjam serta keaktifan lalu dikategorikan:
dalam membantu kegiatan 1. Rendah = 6-12
simpan-pinjam. 2. Sedang = 13-18
3. Tinggi = 19-24
Tingkat Manfaat yang dirasakan Terdapat enam Ordinal
Partisipasi responden. Diukur dengan pertanyaan dengan
Tahap kemudahan akses responden jawaban:
Menikmati anggota koperasi dalam Sangat setuju = 4
Hasil simpan-pinjam, pengetahuan, Setuju = 3
informasi serta relasi yang Kurang setuju = 2
diperoleh dengan Tidak setuju = 1,
keikutsertaan sebagai anggota lalu dikategorikan:
KPEK Rahayu. 1. Rendah = 6-12
2. Sedang = 13-18
3. Tinggi = 19-24
21

Tingkat Keikutsertaan responden Terdapat enam Ordinal


Partisipasi anggota koperasi dalam pertanyaan dengan
Tahap melakukan pengontrolan dan jawaban:
Monitoring- mengevaluasi kegiatan KPEK Selalu = 4
Evaluasi Rahayu. Diukur dengan Sering = 3
kehadiran serta keaktifan Jarang = 2
dalam memberikan pendapat, Tidak pernah = 1,
mempersiapkan keperluan, lalu dikategorikan:
memberikan sumbangan 1. Rendah = 6-12
materi dan tenaga untuk rapat 2. Sedang = 13-18
akhir tahun KPEK Rahayu. 3. Tinggi = 19-24
23

GAMBARAN UMUM

Gambaran Umum Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan,


Kabupaten Bogor2

Kondisi Geografis Kelurahan Kertamaya

Kelurahan Kertamaya pada mulanya termasuk dalam wilayah Desa


Rancamaya, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Semenjak tahun 1995
berdasarkan PP No.2 Tahun 1995 dan Instruksi Menteri Dalam Negeri tanggal 24
Agustus 1995 tentang Perubahan Batas-batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat
II Bogor, Kelurahan Kertamaya secara resmi masuk ke dalam wilayah Kecamatan
Bogor Selatan, Kabupaten Bogor. Kelurahan Kertamaya memiliki luas wilayah
±360 Ha (3.600 km2 dan terdiri dari 9 rukun wilayah/RW dan 25 rukun
tetangga/RT. Kelurahan Kertamaya terletak pada ketinggian ±350 m – 450 m di
atas permukaan laut.
Kelurahan Kertamaya memiliki batas-batas wilayah dimana batas sebelah
utara adalah Kelurahan Genteng, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan
Muarasari dan Harjasari, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan
Rancamaya, serta sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk Kabupaten
Bogor. Kelurahan Kertamaya berjarak 5,4 km dari Kantor Kecamatan Bogor
Selatan dan 29,3 km dari Kantor Bupati Kabupaten Bogor. Akses menuju
Kelurahan Kertamaya dapat ditempuh dengan mudah menggunakan kendaraan
roda dua ataupun roda empat ukuran kecil, sedang maupun besar. Kondisi jalan
menuju Kelurahan Kertamaya baik berupa aspal serta terdapat akses untuk
transportasi umum yaitu angkutan kota. Wilayah Kelurahan Kertamaya dengan
luas ±360 Ha (3.600 km2) digunakan sebagai perumahan seluas 98 Ha, toko dan
kantor seluas 25 Ha, taman dan sarana olahraga seluas 6 Ha, makam seluas 35 Ha
serta sawah/kebun/tegalan seluas 71 Ha.

Kondisi Demografi Kelurahan Kertamaya

Jumlah penduduk Kelurahan Kertamaya tercatat pada November 2015


sebanyak 5.549 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 2.844 jiwa dan
penduduk perempuan sebanyak 2.705 jiwa. Jumlah kepala keluarga yang ada di
Kelurahan Kertamaya sebanyak 1.355 kepala keluarga. Penduduk Kelurahan
Kertamaya didominasi oleh penduduk usia 21-50 tahun yang merupakan
penduduk usai produktif. Selengkapnya mengenai jumlah penduduk Kelurahan
Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor menurut kategori usia
disajikan dalam Tabel 5.

2
Kelurahan Kertamaya. 2015. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan Kertamaya
Tahun 2015.
24

Tabel 5 Jumlah penduduk Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan,


Kabupaten Bogor menurut kategori usia tahun 2015
No Kategori Usia Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Jumlah (jiwa)
(jiwa) (jiwa)
1. 00-05 tahun 306 304 610
2. 06-20 tahun 937 898 1.835
3. 21-50 tahun 1.165 1.162 2.327
4. ˃50 tahun 436 341 777
Jumlah 2.844 2.705 5.549
Sumber: Monografi Kelurahan Kertamaya (2015)

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa jumlah penduduk Kelurahan


Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor terbanyak berada pada
rentang umur dewasa akhir sebanyak 2.327 jiwa dan untuk kelompok dewasa
awal juga menunjukkan jumlah yang tinggi yakni 1.835 jiwa. Untuk kelompok
usia produktif pada rentang usia 15-60 tahun sebanyak 2.479 jiwa. Jumlah
penduduk usia tua dengan angka yang masih tinggi menandakan bahwa kematian
di Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor relatif
kecil dan kelahiran bayi relatif tinggi dengan jumlah balita sebanyak 610 jiwa.
Keadaan tersebut jika digambarkan dengan bentuk piramida menurut BPS (2014)
maka Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor
tergolong ke dalam piramida berbentuk limas dengan angka kelahiran tinggi,
kematian rendah, serta jumlah penduduk usia muda yang banyak.
Selanjutnya, jumlah penduduk Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor
Selatan, Kabupaten Bogor menurut tingkat pendidikan disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6 Jumlah penduduk Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan,


Kabupaten Bogor menurut tingkat pendidikan tahun 2015
No Tingkat pendidikan Jenis Kelamin
Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Jumlah (jiwa)
1. Tidak sekolah 292 317 609
2. Tamat SD 1.515 1.425 2.940
3. Tamat SLTP 276 245 521
4. Tamat SMA 195 168 363
5. Tamat Diploma 43 29 72
6. Tamat S1 8 6 14
7. Tamat S2 2 - 2
8. Tamat S3 - - -
9. Lainnya 1023
Jumlah 2.336 2.190 5.549
Sumber: Monografi Kelurahan Kertamaya tahun 2015

Berdasarkan Tabel 6, diketahui bahwa tingkat pendidikan penduduk


Kelurahan Kertamaya masih sangat rendah. Hal tersebut karena banyaknya
jumlah penduduk yang tidak sekolah dan hanya tamat SD. Sementara untuk
keterangan lainnya dalam Tabel 6 adalah penduduk balita, anak-anak ataupun
remaja yang belum memasuki jenjang pendidikan formal dan juga penduduk yang
25

belum terdata. Sementara, untuk ketenagakerjaan yang merupakan pekerjaan yang


dilakukan oleh penduduk Kelurahan Kertamaya sebagai sumber mata pencaharian
utama bagi keluarganya cukup beragam. Jumlah penduduk Kelurahan Kertamaya,
Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor menurut jenis pekerjaan disajikan
dalam Tabel 7.

Tabel 7 Jumlah penduduk Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan,


Kabupaten Bogor menurut jenis pekerjaan tahun 2015
No. Jenis Pekerjaan Jumlah (jiwa) Keterangan
1. PNS/TNI dan POLRI 43 Jumlah termasuk dengan
punawirawan
2. Pegawai Swasta 354 Jumlah termasuk dengan
pensiunan
3. Wiraswasta 197 Terdiri dari industri
rumahan dan kerajinan
4. Pemilik Warung dan Toko 25 Terdiri dari warung
sembako dan makanan
Sumber: Monografi Kelurahan Kertamaya (2015)

Berdasarkan Tabel 7, terlihat bahwa jumlah penduduk yang tercatat


memiliki mata pencaharian tidak sebanding dengan jumlah penduduk keseluruhan
Kelurahan Kertamaya. Hal ini disebabkan karena banyaknya penduduk Kelurahan
Kertamaya yang tidak bekerja dimana mayoritas adalah penduduk perempuan
yang hanya sebagai ibu rumah tangga dan penduduk Kelurahan Kertamaya yang
masih balita ataupun masih di bawah umur sehingga mereka belum memiliki
pekerjaan. Selain itu, terdapat pula penduduk usia produktif yang masih belum
memiliki pekerjaan. Tabel 7 juga menunjukkan bahwa penduduk Kelurahan
Kertamaya banyak yang bekerja sebagai pegawai swasta dan wiraswasta serta
tidak ada penduduk yang tercatat sebagai petani. Hal ini dikarenakan dalam
Kelurahan Kertamaya lahan pertanian sudah sangat kecil dan berganti menjadi
pemukiman. Sementara untuk pegawai swasta, banyak penduduk Kelurahan
Kertamaya yang bekerja di luar Kelurahan Kertamaya bahkan di luar Bogor.
Mereka bekerja dengan waktu yang berpola selama beberapa minggu atau
beberapa bulan setelah itu kembali ke Kelurahan Kertamaya.

Gambaran Umum KPEK Rahayu3

Profil KPEK Rahayu

Koperasi Pemberdayaan Ekonomi Kelurahan (KPEK) Rahayu merupakan


salah satu kegiatan lama yang diaktifkan kembali melalui Posdaya Gunung Jati.
Koperasi ini sudah terbentuk sejak tahun 2001 dan sempat tidak aktif. Melalui

3
Laporan Akhir Tahun KPEK Rahayu Tahun 2010-tahun 2015.
26

Posdaya Gunung Jati, koperasi ini kembali digerakkan pada tahun 2010. Koperasi
ini awalnya disebut sebagai Koperasi Pembiayaan Ekonomi Kelurahan namun
berganti nama menjadi Koperasi Pemberdayaan Ekonomi Kelurahan. KPEK
Rahayu berlokasi di Jalan Marga Bhakti Gang Pala No. 07 RT 01/08 Kelurahan
Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor. KPEK Rahayu
ditujukan untuk seluruh masyarakat Kelurahan Kertamaya, namun dalam
pelaksanaannya anggota dari KPEK Rahayu sebagian besar berasal dari RW 08
Kelurahan Kertamaya dikarenakan KPEK Rahayu berada di RW 08 Kelurahan
Kertamaya. Tujuan dari KPEK Rahayu secara umum sama dengan koperasi kredit
yaitu:
1. Membantu keperluan kredit para anggota yang membutuhkan pinjaman dengan
syarat yang ringan,
2. Mendidik para anggota untuk melakukan simpanan secara teratur sehingga
anggota dapat belajar menyisikan sebagian pendapatannya,
3. Menambah pengetahuan tentang perkoperasian.

Dalam struktur kepengurusan KPEK Rahayu terdapat ketua, bendahara,


sekretaris serta pengawas. Adapun struktur kepengurusan KPEK Rahayu tahun
2016 adalah sebagai berikut:
Ketua : Bapak Mamat
Bendahara : Bapak Dadan
Sekretaris : Bapak Makmur S.T
Pengawas : Bapak Sadi, Bapak Juhara
Bidang kegiatan KPEK Rahayu yang disepakati berdasarkan AD/ART
adalah simpan-pinjam serta bidang usaha yaitu Waserda (Warung Serba Ada).
Kegiatan Waserda tidak berjalan dikarenakan tidak ada modal, sehingga kegiatan
yang utama dari KPEK Rahayu adalah simpan-pinjam. Selain simpan-pinjam,
kegiatan yang ada di KPEK Rahayu berupa kunjungan dengan pihak-pihak lain
yang berkepentingan dengan KPEK Rahayu. Sebagai koperasi simpan-pinjam
anggota KPEK Rahayu merupakan orang-orang yang memiliki kepentingan
langsung dalam bidang perkreditan. KPEK Rahayu melaksanakan layanan
tabungan sekaligus memberikan kredit bagi anggotanya. Layanan ini bertujuan
agar anggota KPEK Rahayu memiliki akses terhadap simpan-pinjam sehingga
dapat menjadikan anggota lebih maju. Dalam KPEK Rahayu, kedudukan anggota
yaitu sebagai pemilik dan juga nasabah. Kedudukan sebagai pemilik artinya
keberlangsungan KPEK Rahayu bergantung pada keputusan anggota yang ada di
KPEK Rahayu. Kedudukan sebagai nasabah artinya anggota KPEK Rahayu
melaksanakan kegiatan menabung dan meminjam dalam bentuk kredit kepada
koperasi dan tabungan dalam bentuk simpanan wajib dan simpanan sukarela.
Simpanan tersebut selanjutnya menjadi modal koperasi yang disalurkan sebagai
pinjaman atau kredit kepada anggota. Simpanan pokok merupakan syarat awal
bagi anggota yang dibayarkan sekali seumur hidup ketika mendaftarkan menjadi
anggota KPEK Rahayu yaitu sebesar Rp 20.000,00. Simpanan wajib merupakan
bentuk dari tabungan yang harus dibayarkan anggota setiap bulannya sebesar Rp
10.000,00. Sementara simpanan sukarela merupakan bentuk tabungan anggota
yang dapat dilakukan kapan saja dengan jumlah simpanan yang tidak ditentukan.
Sebagai suatu bentuk koperasi simpan-pinjam, KPEK Rahayu sebenarnya
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan anggota khususnya sebagai modal untuk
27

memulai usaha. Sayangnya, berdasarkan data pinjaman yang ada rata-rata hanya
10,0 persen pinjaman yang digunakan sebagai modal usaha. Minimnya pinjaman
yang digunakan sebagai modal usaha dikarenakan anggota KPEK Rahayu yang
memiliki usaha hanya sebanyak tujuh orang, sementara anggota yang lainnya
bekerja sebagai supir, karyawan, buruh dan beberapa anggota ada yang tidak
bekerja. Anggota yang tidak memiliki usaha, secara umum melakukan pinjaman
guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk beberapa anggota koperasi yang
bekerja sebagai supir, pinjaman digunakan untuk memperbaiki angkutan umum
yang mereka miliki, sementara untuk anggota lain mayoritas pinjaman digunakan
untuk membeli keperluan rumah tangga.
Penggunaan pinjaman yang beragam tersebut, memberikan dampak yang
berbeda pada masing-masing anggota. Anggota yang menggunakan dana
pinjaman sebagai modal usaha, menjadikan usaha yang mereka miliki dapat
berkembang atau setidaknya tidak mengalami gulung tikar. Pinjaman tersebut
dapat digunakan untuk memperbanyak jenis barang yang dijual sehingga
memungkinkan anggota memperoleh keuntungan yang lebih dari usaha yang
mereka jalankan. Hal tersebut selanjutnya berdampak pada bagaimana anggota
dapat menabung dari hasil usaha yang mereka dapatkan. Semakin banyak
keuntungan yang didapatkan, memungkinkan mereka dapat semakin banyak
menabung. Sementara anggota yang melakukan pinjaman untuk memenuhi
kebutuhan atau untuk membeli barang rumah tangga, manfaat yang diperoleh
hanya pada sebatas perolehan barang serta kepuasan individu.

Sistem Simpan-Pinjam

AD/ART merupakan dasar aturan yang ada di KPEK Rahayu yang


mengatur mengenai bagaimana sistem dalam simpan-pinjam dan juga sistem
menjadi anggota. Syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menjadi anggota KPEK
Rahayu adalah sebagai berikut:
1. Mengisi formulir pendaftaran disertai dengan foto copy Kartu Tanda
Penduduk dan membayar simpanan pokok sebasar Rp 20.000,00,
2. Formulir ditandatangani oleh calon anggota dan diserahkan langsung
kepada Ketua KPEK Rahayu,
3. Bersedia mengikuti aturan yang ditetapkan oleh KPEK Rahayu.

Sementara, untuk aturan dalam melakukan simpan-pinjam dalam KPEK


Rahayu adalah sebagai berikut:
1. Anggota wajib membayar simpanan wajib sebesar Rp 10.000,00 setiap
bulannya selama masih tercatat sebagai anggota aktif KPEK Rahayu,
2. Sistem pinjaman yang berlaku dalam KPEK Rahayu mengacu pada
AD/ART yang telah disepakati bersama,
3. Anggota yang dapat melakukan pinjaman adalah anggota aktif yang telah
bergabung minimal empat bulan dan membayar simpanan wajib pada saat
pendaftaran sebesar Rp 20.000,00,
4. Sebelum melakukan pinjaman wajib mengisi formulir pinjaman disertakan
dengan foto copy Kartu Tanda Penduduk,
5. Anggota yang melakukan pinjaman wajib membayar uang jasa sebesar
15% selama 12 bulan dari jumlah pinjaman dan akan dikembalikan 12%
28

kepada anggota sebagai Sisa Hasil Usaha setiap tutup buku dalam satu
tahun. Rincian pembagian dari Sisa Hasil Usaha KPEK Rahayu adalah
sebagai berikut:
a. 40% sebagai uang cadangan
b. 40% bagian anggota yang dibagi menjadi 20% menurut jasa simpan-
pinjam dan 20% menurut jasa transaksi
c. 7,5% dana pengurus
d. 2,5% dana pengawas
e. 2,5% dana kesejahteraan karyawan
f. 2,5% dana pendidikan
g. 2,5% dana sosial
h. 2,5% dana pembangunan wilayah kerja,
6. Wajib melunasi pinjaman dalam kurun waktu maksimal 24 bulan,
7. Besar pinjaman yang dapat diajukan:
a. Pinjaman I : Rp 500.000,00 - Rp 1.000.000,00 dengan syarat aktif
membayar cicilan
b. Pinjaman II : Rp 2.000.000,00 - Rp 4.000.000,00 dengan syarat aktif
membayar cicilan
c. Pinjaman III : Rp 4.000.000,00 - Rp 7.000.000,00 dengan syarat aktif
membayar cicilan,
8. Pinjaman tersebut dapat dilakukan selama modal koperasi masih tersedia,
9. Modal koperasi didapatkan dari simpanan wajib, simpanan pokok,
simpanan sukarela serta sisa hasil usaha pada periode sebelumnya.
10. Bersedia mengikuti berbagai kegiatan yang dilaksanakan KPEK Rahayu,
11. Bersedia ditegur apabila tidak taat pada AD/ART yang sudah ditetapkan.

Perkembangan KPEK Rahayu

KPEK Rahayu merupakan koperasi yang dihidupkan kembali atas dasar


kesadaran untuk mengatasi permasalahan bersama yakni menghindarkan warga
dari praktek simpan-pinjam yang merugikan. Koperasi ini dihidupkan kembali
pada tahun 2010 bersamaan dengan pembentukan Posdaya di RW 08 Kelurahan
Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor. KPEK Rahayu
sebelumnya mati suri dikarenakan ketidakaktifan anggota. Setelah itu, Bapak
Misjaya yang merupakan anggota BKM Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor
Selatan, Kabupaten Bogor mengajak Bapak Mamat yang merupakan Ketua RW
08 untuk menghidupkan kembali koperasi ini. Hal tersebut dilatarbelakangi
karena terinspirasi oleh koperasi lain dan ingin memanfaatkan potensi koperasi
karena sudah berbadan hukum. Kemudian, mereka melakukan kunjungan-
kunjungan ke koperasi lain serta mengikuti sosialisasi yang dilakukan pihak-pihak
seperti IPB untuk mengetahui bagaimana sistem dan cara kerja koperasi.
Koperasi Rahayu terletak di RW 08 Kelurahan Kertamya, namun
sebenarnya koperasi ini ditujukan untuk seluruh warga Kelurahan Kertamaya.
Langkah awal yang dilakukan untuk menghidupkan kembali koperasi dimulai
dengan mengajak warga agar mau menjadi anggota koperasi. Cara yang dilakukan
adalah dengan melakukan sosialisasi langsung mengenai apa dan bagaimana itu
koperasi pada acara-acara seperti saat ada gotong-royong atau pengajian di RW 08
29

Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor serta


menginformasikan kepada Ketua RW lain bahwa KPEK Rahayu akan dihidupkan
kembali. Pada awal penghidupan kembali, warga yang menjadi anggota KPEK
Rahayu sebanyak 17 orang dan semuanya berasal dari RW 08 Kelurahan
Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor. Pada awal penghidupan
kembali, Ketua KPEK Rahayu adalah Bapak Misjaya, dan selanjutnya diganti
oleh Bapak Mamat karena Bapak Misjaya menyerahkan langsung kepada Bapak
Mamat dengan alasan kesibukan Bapak Misjaya sehingga tidak dapat menjadi
ketua. Secara umum, warga mau menjadi anggota koperasi karena adanya rasa
percaya kepada Bapak Mamat selaku Ketua RW 08 Kelurahan Kertamaya,
Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor meskipun mereka tidak mengerti
mengenai apa itu koperasi dan apa manfaat yang akan diperoleh dengan menjadi
anggota koperasi.
Setelah ada warga yang bersedia menjadi anggota KPEK Rahayu,
selanjutnya Bapak Misjaya dan Bapak Mamat melakukan koordinasi dengan
koperasi di wilayah Rancamaya agar penghidupan kembali KPEK Rahayu dapat
disahkan oleh Dinas UMKM Kabupaten Bogor. Melalui kerjasama dengan
koperasi di Rancamaya, KPEK Rahayu mengajukan proposal terkait usaha yang
dilakukan untuk menghidupkan kembali KPEK Rahayu. Adanya pengajuan
proposal tersebut, perwakilan dari Dinas UMKM Kabupaten Bogor mengunjungi
KPEK Rahayu untuk melakukan sosialisasi tentang bagaimana sistem kerja
koperasi dan memberikan pelatihan kepada Bapak Mamat. Selama pelatihan
tersebut diajarkan mengenai sistem akutansi untuk di koperasi, cara kerja serta
pembentukan AD/ART. AD/ART merupakan dasar bagi pelaksanaan KPEK
Rahayu dan dibentuk dengan arahan dari Dinas UMKM Kota Bogor dan dievalusi
di setiap akhir tahun.
KPEK Rahayu selanjutnya sudah aktif melaksanakan kegiatan yang utama
yakni simpan-pinjam dengan 17 anggota pada bulan Maret 2010. Modal awal
yang digunakan untuk menjalankan KPEK Rahayu sepenuhnya berasal dari
anggota yakni dari simpanan pokok sebesar Rp 20.000,00 dan simpanan wajib
sebesar Rp 5.000,00 sehingga modal awal KPEK Rahayu sebesar Rp 425.000,00.
Adanya permohonan yang dilakukan ke Dinas UMKM Kabupaten Bogor,
menjadikan KPEK Rahayu mendapat tambahan modal sebesar Rp 10.000.000,00
dari Dinas UMKM pada Desember 2010. Rincian dana tersebut 70% digunakan
untuk modal simpan-pinjam dan sebagian dana tersebut digunakan untuk membeli
keperluan administrasi koperasi. Anggota yang seluruhnya berasal dari RW 08
Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor dan sudah
mengenal baik Bapak Mamat selaku Ketua KPEK Rahayu, mempercayai
pengelolaan uang tersebut kepada Bapak Mamat.
Sosialisasi terus dilakukan oleh Bapak Mamat untuk menambah anggota
KPEK Rahayu. Sosialisasi tersebut hanya dilakukan di RW 08 Kelurahan
Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor., dan sosialisasi
dilakukan melalui acara-acara yang ada di wilayah tersebut. Kondisi warga RW
08 Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor yang
masih sangat erat kekerabatannya menjadikan aktivitas bersama masyarakat di
RW ini pada saat itu masih sangat tinggi. Aktivitas-aktivitas tersebut
tergambarkan dengan masih banyaknya upacara-upacara baik itu keagamaan atau
yang lainnya, gotong-royong setiap hari Jumat dan Minggu, hajatan yang dihadiri
30

oleh seluruh warga dan kegiatan-kegiatan lain, dimana pada saat penelitian ini
dilakukan kegiatan-kegiatan tersebut juga masih berjalan. Melalui sosialisasi yang
dilakukan Bapak Mamat, warga yang tergabung menjadi anggota koperasi terus
bertambah hingga pada Desember 2010 jumlah anggota KPEK Rahayu sebanyak
27 orang. Dari 27 anggota tersebut, 22 anggota mengikuti simpan-pinjam dan 5
anggota lainnya hanya mengikuti simpanan saja dikarenakan modal koperasi yang
tidak dapat memenuhi keseluruhan permohonan pinjaman sehingga diprioritaskan
untuk 22 orang yang dirasa lebih penting. Adanya kesadaran bersama mengenai
siapa yang lebih membutuhkan, menjadikan masing-masing anggota saling
mengerti dan menerima mengenai besar pinjaman yang didapatkan.
Partisipasi anggota KPEK Rahayu pada awal pembentukan lebih kepada
partisipasi simpan-pinjam. Anggota aktif melakukan simpan-pinjam dilihat dari
berkembangnya modal koperasi serta SHU yang diperoleh pada akhir tahun 2010.
Tercatat pada 31 Desember 2010 modal koperasi yang ada sebesar Rp
14.014.750,00 yang menunjukkan adanya peningkatan modal koperasi.
Peningkatan tersebut karena anggota aktif membayar simpanan wajib sebesar Rp
5.000,00 serta membayar cicilan pinjaman. Beberapa anggota juga ada yang
melakukan simpanan sukarela. SHU yang diperoleh anggota Rp 818.750,00
dibagi keseluruhan anggota. SHU tersebut sudah dibagi berdasarkan rincian
pembagian SHU. Tidak adanya permasalahan dalam pembagian SHU
menunjukkan bahwa anggota menerima aturan pembagian SHU.
Pada tahun 2011 anggota KPEK Rahayu yang aktif tercatat sebanyak 35
orang yang menunjukkan pada tahun ini terdapat tambahan anggota delapan
orang. Keikutsertaan anggota baru tersebut dikarenakan mereka ingin mengikuti
simpan-pinjam pada koperasi karena tertarik dengan cerita yang disampaikan
anggota yang sudah bergabung terlebih dahulu. Selain itu, Ketua KPEK Rahayu
juga terus melakukan sosialisasi-sosialisasi. Pada tahun ini, selain kegiatan
simpan-pinjam ada juga kegiatan berupa kunjungan-kunjungan baik dari Pihak
UMKM Kota Bogor maupun dari pihak-pihak lainnya. KPEK Rahayu aktif
mengadakan rapat triwulan bersama anggota untuk menyampaikan mengenai
perkembangan permodalan KPEK Rahayu. Manfaat yang dirasakan oleh anggota
KPEK Rahayu dari simpan-pinjam pada awal pembentukan KPEK Rahayu
menjadikan anggota aktif untuk membayar simpanan pokok, wajib dan melakukan
pinjaman. Terlebih dengan adanya kunjungan-kunjungan dari pihak lain serta
pelatihan-pelatihan yang diikuti oleh Ketua KPEK Rahayu, menjadikan
bergulirnya dana semakin terencana. Hal ini diketahui dari pembayaran simpanan
wajib sebesar Rp 5000,00 pada tahun 2011, hanya pada bulan Oktober saja
mengalami kemacetan dan untuk pembayaran pinjaman hanya terjadi kemacetan
sebesar 2% sementara pinjaman yang bergulir pada tiap bulannya mencapai Rp
5.567.000,00. Modal yang dimiliki KPEK Rahayu pada tahun 2011 meningkat
menjadi Rp 21.968.250,00. SHU yang didapatkan juga mengalami kenaikan
cukup tinggi dari tahun 2010 yakni sebesar Rp 1.776.400,00. Pembagian SHU
dilakukan di akhir tahun dengan dihadiri oleh seluruh anggota.
Pada tahun 2012, jumlah anggota KPEK Rahayu bertambah tiga orang
sehingga jumlah anggota menjadi 38 anggota. Pada tahun ini terjadi peningkatan
modal KPEK Rahayu dari tahun 2011 menjadi Rp 27.408.270,00 yang
menunjukkan bahwa aliran simpan-pinjam yang terjadi lancar. Besar pinjaman
yang terjadi rata-rata per bulan pada tahun 2012 adalah Rp 4.253.105,00. Pada
31

tahun ini terjadi peningkatan simpanan wajib dari Rp 5.000,00 menjadi Rp.
10.000,00. Penerimaan anggota atas keputusan ini menunjukkan bahwa mereka
memiliki kepercayaan bahwa keputusan tersebut adalah keputusan terbaik bagi
KPEK Rahayu. Partisipasi anggota pada simpan-pinjam tergolong tinggi dilihat
dari angka kemacetan pembayaran yang terjadi pada tahun ini hanya sebesar dua
persen SHU yang dihasilkan juga mengalami peningkatan hampir dua kali lipat
dari tahun 2011 dan besarnya SHU pada tahun 2012 menjadi Rp 3.066.000,00.
Pada tahun ini KPEK Rahayu juga berhasil menjadi Koperasi Berprestasi Tingkat
Kota Bogor (Lampiran Dokumentasi Kegiatan). Prestasi ini didapat karena KPEK
Rahayu yang baru dihidupkan kembali setelah mati suri menunjukkan
perkembangan yang baik dilihat dari modal koperasi yang terus berkembang.
Prestasi tersebut tidak bisa diraih apabila anggota KPEK Rahayu tidak bekerja
sama dengan baik untuk melakukan simpan-pinjam.
Sementara itu, pada tahun 2013 tidak terdapat tambahan anggota. Sosialisasi
mengenai KPEK Rahayu tidak terlalu sering dilakukan. Pada tahun ini KPEK
Rahayu juga sudah tidak sering mendapat kunjungan atau sebaliknya tidak
melakukan kunjungan ke koperasi lain. Hanya sesekali Ketua KPEK Rahayu
mengikuti pelatihan di Dinas UMKM Kota Bogor. Pada tahun ini kemacetan
pembayaran yang terjadi sebanyak tiga persen dan SHU yang diperoleh
mengalami penurunan menjadi Rp 2.980.000,00. Hal tersebut menunjukkan
bahwa aktivitas simpan-pinjam tidak seaktif pada tahun 2012. Hal tersebut
ditunjukkan dengan menurunnya jumlah anggota yang melakukan simpanan
sukarela dan ada beberapa anggota yang tidak membayarkan simpanan wajib.
Pada tahun 2013, modal yang dimiliki oleh KPEK Rahayu sebesar Rp
36.327.270,00.
Seiring dengan berjalannya waktu, KPEK Rahayu terus berusaha untuk
menjadi koperasi yang lebih baik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya rencana
kegiatan yang disusun seperti melakukan peternakan ayam atau kambing yang
dikelola koperasi, namun rencana tersebut belum dapat terlaksana karena tidak
adanya modal. Rencana KPEK Rahayu yang sedang berusaha direalisasikan
adalah mendirikan Waserda yang sebenarnya memang bidang kegiatan KPEK
Rahayu menurut AD/ART yang telah disusun. Dalam perkembangannya, KPEK
Rahayu juga mengalami hambatan khususnya dalam hal kemacetan pembayaran
dari anggota.

Keaktifan Anggota

Bentuk keaktifan anggota KPEK Rahayu dilihat dari keikutsertaan dalam


simpan-pinjam dan juga keterlibatan aktif anggota dalam kegiatan KPEK Rahayu.
Keaktifan simpan-pinjam dilihat dengan bagaimana anggota aktif dalam
membayar simpanan wajib, simpanan sukarela, serta melakukan pinjaman. Selain
itu, keaktifan anggota juga dilihat dengan kehadiran anggota dalam rapat-rapat
untuk mendiskusikan permasalahan yang ada. KPEK Rahayu pada saat diaktifkan
kembali menerapkan aturan untuk mengadakan rapat bersama setiap tiga bulan
sekali atau yang disebut dengan rapat triwulan. Rapat tersebut bertujuan untuk
meninjau bagaimana keberlangsungan dari aktivitas simpan-pinjam KPEK
Rahayu. Sayangnya, rapat triwulan ini hanya terlaksana pada awal-awal KPEK
Rahayu diaktifkan kembali. Kehadiran anggota yang sangat sedikit dalam rapat
32

triwulan menjadikan rapat triwulan tidak terealisasi sesuai rencana. Menurut


Ketua KPEK Rahayu, kehadiran anggota yang tidak mencapai setengah dari
anggota secara keseluruhan menjadikan rapat triwulan tidak rutin diadakan.
Sebagai alternatif untuk melakukan diskusi bersama anggota, selanjutnya Ketua
KPEK Rahayu memanfaatkan kegiatan-kegiatan yang diadakan di RW 08
Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor dan kegiatan
tersebut dihadiri oleh sebagian besar anggota karena anggota KPEK Rahayu
mayoritas adalah warga RW 08 Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan,
Kabupaten Bogor.
Selain rapat triwulan, setiap akhir tahun KPEK Rahayu melaksanakan Rapat
Akhir Tahun. Rapat Akhir Tahun bertujuan untuk mengevaluasi berjalannya
KPEK Rahayu. Selain itu dalam Rapat Akhir Tahun juga dilakukan pembagian
SHU kepada anggota. Rapat Akhir Tahun wajib dihadiri oleh seluruh anggota dan
anggota juga diberi undangan tertulis untuk menghadiri Rapat Akhir Tahun. Hal
tersebut menjadikan Rapat Akhir Tahun secara umum dihadiri oleh seluruh
anggota. Hanya beberapa anggota yang menyatakan pernah tidak mengikuti Rapat
Akhir Tahun dan itu dikarenakan ada keperluan yang sangat mendesak.

Keadaan Anggota

Keadaan anggota dalam penelitian ini difokuskan pada 34 anggota yang


dijadikan responden. Informasi mengenai bagaimana keadaan responden yang
meliputi status keanggotaan, jumlah peminjam setiap tahun, frekuensi pinjaman,
jumlah penggunaan dana terakhir serta jumlah simpanan terakhir yang dimiliki
responden masing-masing dijelaskan pada sub-bab berikut ini.

Status Keanggotaan
Status keanggotaan merupakan status responden yang berkaitan dengan
peran dalam menjalankan KPEK Rahayu. Status keanggotaan responden dalam
penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu pengurus dan anggota. Status
keanggotaan responden dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8 Status keanggotaan responden anggota KPEK Rahayu


Status Keanggotaan Jumlah (n) Presentase (%)
Anggota 29 85,3
Pengurus 5 14,7
Total 34 100,0

Berdasarkan Tabel 8, diketahui bahwa responden mayoritas adalah


anggota dengan presentase 85,3 persen atau 29 orang dan pengurus hanya 14,7
persen atau lima orang. Pengurus yang bertugas sebagai sekretaris dan bendahara
bertugas membantu Ketua KPEK Rahayu khususnya dalam mempersiapkan
Laporan Akhir Tahun, sementara untuk pengawas bertugas memantau bagaimana
pelaksanaan kegiatan KPEK Rahayu dan menyampaikan jika ada keluhan-keluhan
terhadap pelaksanaan KPEK Rahayu. Pengurus juga mengikuti simpan-pinjam
dan hal tersebut menunjukkan bahwa pengurus juga memanfaatkan pelaksanaan
simpan-pinjam KPEK Rahayu.
33

Jumlah Peminjam
Jumlah peminjam merupakan banyaknya responden yang melakukan
pinjaman kepada KPEK Rahayu pada tiap tahunnya. Responden dapat melakukan
pinjaman kembali setiap tahunnya jika pinjaman pada periode sebelumnya telah
lunas atau jika belum lunas, sisa pinjaman tidak terlalu besar. Jumlah responden
yang melakukan pinjaman dari tahun 2013 hingga tahun 2015 disajikan dalam
Tabel 9.

Tabel 9 Jumlah peminjam per tahun responden anggota KPEK Rahayu


Jumlah Peminjam per Jumlah (n) Belum Lunas
Tahun
2013 32 23
2014 25 22
2015 28 21
Berdasarkan Tabel 9 jumlah peminjam terbanyak adalah pada tahun 2013
dan mengalami penurunan pada tahun 2014 namun penurunan tersebut tidak
terlalu besar. Tabel 9 juga menunjukkan bahwa responden yang melakukan
pinjaman banyak yang tidak melunasi pinjaman dalam satu tahun dikarenakan
batas maksimal pelunasan pinjaman adalah dua tahun. Hal tersebut menunjukkan
bahwa responden tidak selalu melakukan pinjaman setiap tahunnya, namun karena
responden belum melunasi pinjaman maka masih terhitung menjadi peminjam.
Selanjutnya, untuk mengetahui seberapa sering responden melakukan pinjaman
disajikan dalam Tabel 10.

Tabel 10 Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu menurut


frekuensi pinjaman tahun 2013-2015
Frekuensi Pinjaman Jumlah Presentase
Tidak Pernah 2 5,9
Satu Kali 10 29,4
Dua Kali 6 17,6
Tiga Kali 16 47,1
>Tiga Kali 0 0,0
Total 34 100,0

Berdasarkan Tabel 10, diketahui bahwa responden yang melakukan


pinjaman sebanyak dua kali sebanyak 17,6 persen atau 6 responden dan tiga kali
sebesar 47,1 persen atau 16 responden. Hal ini menunjukkan bahwa responden
bersedia melanjutkan pinjaman mereka. Terdapat responden yang tidak pernah
melakukan pinjaman atau hanya melakukan pinjaman sebanyak satu kali. Hal
tersebut dikarenakan responden tidak membutuhkan pinjaman, dan pada beberapa
responden tidak melakukan pinjaman kembali karena responden takut tidak bisa
membayar cicilan pinjaman.

Penggunaan Dana Pinjaman Terakhir


Penggunaan dana terakhir merupakan status penggunaan pinjaman yang
sedang dijalani responden selama masa penelitian sedang berlangsung. Status
34

penggunaan ini diambil dari masa pinjaman terakhir responden baik yang masih
dalam tahap pelunasan ataupun yang sudah lunas.
Tabel 11 Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu berdasarkan
penggunaan dana terakhir
Penggunaan Dana Jumlah (n) Presentase (%)
Terakhir
Modal Usaha 8 23,5
Lainnya 26 76,5
Total 34 100,0

Berdasarkan Tabel 11, diketahui bahwa pinjaman yang dilakukan


responden lebih besar bukan untuk keperluan modal usaha, hanya sebesar 23,5
persen atau delapan responden yang menggunakan dana pinjaman untuk modal
usaha. Responden yang meminjam tidak untuk keperluan modal usaha, digunakan
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau untuk memperbaiki sarana dan
prasarana yang dimiliki oleh responden.

Jumlah Simpanan Terakhir


Jumlah simpanan terakhir merupakan jumlah nominal simpanan terakhir
responden yang terdiri dari simpanan sukarela dan simpanan wajib. Tabel 12,
menunjukkan bahwa responden yang memiliki simpanan <Rp. 1.000.000,00
sebanyak 85,3 persen atau 29 responden. Simpanan tersebut merupakan simpanan
wajib, sehingga responden yang memiliki simpanan sukarela berdasarkan jumlah
simpanan terakhir hanya lima responden. Rendahnya responden yang melakukan
simpanan sukarela dikarenakan responden belum mampu menyisahkan uang
untuk melakukan simpanan sukarela.

Tabel 12 Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu menurut


jumlah simpanan terakhir
Jumlah Simpanan Jumlah (n) Presentase (%)
Terakhir (Rp)
<1.000.000 29 85,3
1.000.001-3.000.000 3 8,8
>3.000.000 2 5,9
Total 34 100,0
ANALISIS MODAL SOSIAL RESPONDEN ANGGOTA KPEK
RAHAYU

Konseptualisasi yang telah dijelaskan oleh para ahli mengenai modal sosial
memiliki pengertian beragam. Konseptualisasi yang beragam tersebut dapat
digunakan dalam penelitian dengan memperhatikan kesesuaian dengan penelitian
yang akan dilakukan (Naufal dan Kusumastuti 2010). Penelitian ini menggunakan
kepercayaan, jaringan sosial serta norma sebagai dimensi untuk menganalisis
modal sosial responden anggota KPEK Rahayu. Selanjutnya, kepercayaan,
jaringan dan realisasi norma dilihat hubungnnya dengan tingkat partisipasi
responden dalam kegiatan simpan-pinjam KPEK Rahayu. Jumlah dan presentase
masing-masing indikator modal sosial yaitu tingkat kepercayaan, tingkat jaringan
sosial serta tingkat norma pada anggota KPEK Rahayu disajikan dalam Tabel 13.

Tabel 13 Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu, Kelurahan


Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor menurut
modal sosial tahun 2016
Modal Sosial Kategori Jumlah (n) Presentase (%)
Tingkat Rendah 0 0,0
Kepercayaan Sedang 14 41,1
Tinggi 20 58,9
Tingkat Jaringan Rendah 13 38,2
Sosial Sedang 18 52,9
Tinggi 3 8,9
Tingkat Norma Rendah 0 0,0
Sedang 15 44,1
Tinggi 19 55,9

Tingkat Kepercayaan

Kepercayaan merupakan hubungan sosial yang didasari perasaan yakin


bahwa orang lain akan melakukan sesuatu sesuai yang diharapkan dalam pola
tindakan saling mendukung. Tindakan saling mendukung tersebut dapat
diwujudkan melalui pemahaman akan hak dan kewajiban diantara individu
sehingga mengembangkan bentuk-bentuk hubungan yang saling menguntungkan
(Hasbullah 2006). Kepercayaan pada penelitian ini dilihat dari kepercayaan
responden anggota terhadap KPEK Rahayu maupun orang-orang yang mengurusi
dan terlibat di dalamnya. KPEK Rahayu merupakan suatu bentuk koperasi
swadaya sehingga kepercayaan dilihat dari kepercayaan responden anggota
terhadap ketua serta sesama responden anggota lainnya karena hanya pihak-pihak
tersebut yang terlibat sepenuhnya dalam KPEK Rahayu. Kepercayaan responden
anggota dalam penelitian disajikan dalam Tabel 14.
36

Tabel 14 Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu, Kelurahan


Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor menurut
tingkat kepercayaan tahun 2016
Tingkat Kepercayaan Jumlah (n) Presentase (%)
Rendah 0 0,0
Sedang 14 41,1
Tinggi 20 58,9
Total 34 100

Berdasarkan Tabel 14, tingkat kepercayaan responden anggota KPEK


Rahayu tergolong tinggi karena sebesar 58,9 persen atau 20 responden tergolong
dengan tingkat kepercayaan tinggi dan sisanya sebesar 41,1 persen atau 14
responden tergolong tingkat kepercayaan sedang dan tidak ada responden dengan
tingkat kepercayaan rendah. Tingkat kepercayaan tergolong tinggi dikarenakan
sifat dari responden yang saling mempercayai, menghargai, tolong-menolong
karena sebagian besar responden merupakan warga asli RW 08 Kelurahan
Kertamaya. Selain itu juga didukung oleh kinerja dari ketua yang baik menurut
responden. Jika diidentifikasi lebih mendalam, kepercayaan pada responden
menunjukkan nilai yang berbeda pada responden lainnya dan juga pada Ketua
KPEK Rahayu. Hal ini sesuai dengan informasi dari salah satu informan berikut
ini:

“...Ya kalau percaya gitu mah dilihat orangnya neng. Tapi


kalau Bapak sama Bang Er mau nggak percaya ya gimana
neng, apa-apa Bapak ceritanya sama Bang Er dari dulu, bagus
kerjanya juga tegas orangnya. Kalau sama anggota lain juga
percaya aja si neng kayanya belum pernah ada yang sampe
bawa kabur pinjaman gitu, paling pada telat-telat bayar si yang
kadang suka buat kesel juga. (Nr, 49 tahun)

Informasi tersebut menunjukkan kepercayaan terhadap Ketua KPEK Rahayu dan


juga terhadap sesama responden. Kepercayaan pada Ketua KPEK Rahayu tinggi
dan kepada sesama responden juga cenderung tinggi karena meskipun tidak selalu
responden tepat waktu dalam melakukan simpan-pinjam namun tetap percaya
bahwa responden lain tetap akan membayar kewajiban dan tidak akan kabur.
Secara lebih jelas bentuk kepercayaan responden terhadap Ketua KPEK Rahayu
dan responden lain, disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15 Jumlah dan persentase tingkat kepercayaan responden anggota KPEK


Rahayu terhadap Ketua KPEK Rahayu dan responden lain tahun 2016
Tingkat Ketua KPEK Rahayu Responden lain
Kepercayaan Jumlah (n) Presentase (%) Jumlah (n) Presentase (%)
Rendah 0 0,0 0 0,0
Sedang 9 26,5 12 35,3
Tinggi 25 73,5 22 64,7
Total 34 100,0 34 100,0
37

Berdasarkan Tabel 15, kepercayaan terhadap Ketua KPEK Rahayu


tergolong tinggi dikarenakan sebanyak 73,5 persen atau 25 responden memiliki
tingkat kepercayaan tinggi dan sisanya 26,5 persen atau sembilan responden
memiliki tingkat kepercayaan sedang dan tidak ada tingkat kepercayaan rendah
terhadap Ketua KPEK Rahayu. Kepercayaan responden terhadap Ketua KPEK
Rahayu mayoritas tinggi dikarenakan beberapa faktor. Ketua KPEK Rahayu
merupakan salah satu warga yang aktif dalam berbagai kegiatan di RW 08,
Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor salah satunya
dengan sempat menjadi ketua RW dan menunjukkan kinerja yang baik dalam
kegiatan-kegiatan tersebut. Kinerja baik itu contohnya adalah peran Ketua KPEK
Rahayu dalam mengembangkan bank sampah di RW 08 Kelurahan Kertamaya,
Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor yang memberikan manfaat bagi
warga.
Ketua KPEK Rahayu juga memiliki kemampuan komunikasi yang baik
serta toleransi dalam memimpin KPEK Rahayu. Hal tersebut misalnya
ditunjukkan dengan pertimbangan Ketua KPEK Rahayu dalam menerapkan denda
pada responden yang telat membayar. Ketua KPEK Rahayu mengetahui bahwa
sebagian besar responden tidak membayar simpan-pinjam tepat waktu bukan
karena keinginan mereka namun karena memang belum memiliki uang atau
terkendala jarak bagi beberapa responden yang tidak tinggal di RW 08 Kelurahan
Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor sehingga dari pada
menerapkan denda Ketua KPEK Rahayu akan mengingatkan terlebih dahulu pada
responden yang telat membayar. Selain itu, responden jug percaya keterbukaan
dan kejujuran dari Ketua KPEK Rahayu menurut responden dikarenakan setiap
Rapat Akhir Tahun masing-masing responden selalu diberikan salinan laporan
dari kegiatan simpan-pinjam dan pembagian SHU. Kepercayaan responden
terhadap Ketua KPEK Rahayu terbukti dengan tidak adanya pergantian ketua
semenjak tahun 2010 dan responden menuruti arahan dari Ketua KPEK Rahayu
terlepas dari bagaimana tingkat pengetahuan ketua. Pernyataan ini sesuai dengan
keterangan dari salah satu informan sebagai berikut:

“...Bang Er orangnya itu aktif di kegiatan-kegiatan RW ini,


dia juga mantan RW. Bagus kerjanya dia, di koperasi juga.
Bisa ngerangkul istilahnya neng. Kalau ada yang telat-telat
nggak langsung dimarahin malah dia suka langsung
ngingetin neng, kadang langsung datang ke rumah.” (Nh, 54
tahun)

Kepercayaan responden dengan responden lain juga tergolong tinggi dimana


64,7 persen atau 22 responden memiliki tingkat kepercayaan tinggi dan sisanya
35,3 persen atau 12 responden memiliki tingkat kepercayaan sedang dan tidak ada
responden dengan tingkat kepercayaan rendah. Kepercayaan yang tinggi terhadap
sesama responden dikarenakan mayoritas responden berasal dari RW 08
Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor sehingga
saling mempercayai, menghargai, tolong-menolong secara umum telah dimiliki
oleh responden. Meskipun terdapat beberapa responden yang tidak tinggal di RW
08 Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor namun
mayoritas responden awalnya adalah warga asli namun pindah ke RW lain atau ke
38

Kelurahan lain. Pernyataan ini sesuai dengan informasi yang diperoleh dari salah
satu informan sebagai berikut:

“...Kalau kita di RW sini itu masih saudara neng jadi yang ikut
koperasi juga masih saudara soalnya yang ikut hampir dari RW
sini semua kalau nggak ya pasti kita kenal neng. Kalau ada
yang kena musibah pasti bantu pake uang dari SHU kan neng.
Misalnya ada yang sakit nanti pada jenguk ke rumah sakit
bareng-bareng.” (Ap, 56 tahun)

Sementara, untuk masalah pembayaran simpan-pinjam meskipun terkadang


beberapa responden tidak tepat waktu namun tidak menjadikan kepercayaan
sesama responden menjadi rendah. Hal ini karena responden percaya bahwa
keterlambatan tersebut sebenarnya tidak disengaja namun memang karena
masalah mendesak seperti belum ada uang ataupun karena tidak ada waktu untuk
membayarkan. Menurut mayoritas responden, mereka masih bisa memaklumi hal
tersebut asalkan keterlambatan itu tidak berlarut-larut dan lunas pada waktu yang
telah ditetapkan, sehingga tidak mengganggu pada saat pembagian SHU. Hal ini
sesuai keterangan dari salah satu informan berikut ini:

“...Ya neng kalau disini urusan tolong-menolong mah udah


pasti. Cuma kalau buat urusan di koperasi kadang ya ada satu
dua gitu yang telat-telat bayar. Nggak tau deh kenapa telatnya,
tapi nanti asalkan bayar aja si gapapa neng, mungkin emang
lagi mepet banget uangnya.” (As, 34 tahun)

Tingkat Jaringan Sosial

Jaringan sosial merupakan hubungan yang terbentuk antara satu pihak


dengan pihak lainnya dalam suatu kelompok masyarakat dan jaringan sosial
memegang peranan penting dalam aktivitas manusia sebagai makhluk sosial yang
tidak dapat hidup tanpa berhubungan dengan yang lainnya (Hasbullah 2006).
Jaringan sosial memungkinkan individu dalam suatu kelompok memiliki akses
terhadap informasi yang berpotensi untuk membantu kehidupan menjadi lebih
baik. Tingginya jaringan sosial dapat digambarkan dengan seberapa dekat
seseorang dengan jaringan-jaringan yang membantu aktivitas sehari-harinya.
Jaringan sosial dapat terbentuk antar anggota suatu kelompok maupun dengan
pihak di luar kelompok. Penelitian ini melihat bagaimana jaringan sosial yang
terbentuk antar responden anggota KPEK Rahayu dan antara responden dengan
Ketua KPEK Rahayu serta jaringan sosial yang terbentuk antara responden
anggota KPEK Rahayu dengan pihak luar yang berhubungan dengan koperasi
yang dilihat dari seberapa banyak mengenal anggota koperasi lain serta kualitas
hubungan yang terjadi. Jumlah dan presentase tingkat jaringan sosial responden
anggota KPEK Rahayu disajikan pada Tabel 16.
39

Tabel 16 Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu, Kelurahan


Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor menurut
tingkat jaringan sosial tahun 2016
Tingkan Jaringan Sosial Jumlah (n) Presentase (%)
Rendah 13 38,2
Sedang 18 52,9
Tinggi 3 8,9
Total 34 100

Berdasarkan Tabel 16, jaringan sosial anggota KPEK Rahayu tergolong


sedang dikarenakan presentase golongan sedang sebesar 52,9 persen atau 18
responden, jaringan sosial rendah sebesar 38,2 persen atau 13 responden dan
jaringan sosial tinggi hanya sebesar 8,9 persen atau tiga responden. Tingkat
jaringan sosial sedang terjadi karena rendahnya jaringan sosial responden dengan
pihak dari koperasi lain meskipun tingkat jaringan sosial antar responden dan
tingkat jaringan sosial dengan ketua tinggi yang dicirikan dengan adanya
hubungan baik yang tercipta.
Responden dengan tingkat jaringan sosial rendah dikarenakan mereka tidak
menjalin hubungan dengan anggota koperasi lain dan juga tidak terlibat dalam
kegiatan koperasi lain di luar KPEK Rahayu. Responden dengan tingkat jaringan
sosial rendah mayoritas merupakan reponden yang tinggal di luar RW 08
Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor sehingga
meskipun responden menjalin hubungan baik namun tidak sering bertemu,
bertegur sapa, dan berdiskusi satu sama lain yang dapat menambah kedekatan
jaringan responden. Hal tersebut juga berlaku untuk jaringan antara responden
dengan Ketua KPEK Rahayu, dimana meskipun responden menjalin hubungan
baik namun karena intensitas pertemuan lebih sedikit sehingga responden lebih
jarang berdiskusi ataupun menerima informasi terkait KPEK Rahayu. Hal ini
sesuai dengan informasi dari salah satu informan berikut:

“...Kenal si kenal neng, cuma jarang ketemu paling ketemu


kalau Bapak mau bayar aja jadi jarang ngobrol-ngobrol atau
cerita-cerita ya neng. Apalagi sekarang, Bapak udah sibuk di
warung kan neng jadi jarang main-main kaya dulu. Sama
anggota koperasi lain apalagi Bapak nggak ada kenal sama
sekali neng sama anggota koperasi lain gitu.” (Ac, 52 tahun)

Responden dengan jaringan sosial sedang merupakan responden yang


memiliki hubungan lebih dekat dengan responden lain dan Ketua KPEK Rahayu
karena lebih sering bertemu, bertegur sapa, dan berdiskusi satu sama lain sehingga
dapat menambah kedekatan jaringan responden. Hal tersebut dikarenakan letak
tempat tinggal yang berdekatan sehingga responden lebih sering berkumpul
dengan responden lain ataupun Ketua KPEK Rahayu dan lebih sering membantu
kegiatan satu sama lain. Responden dengan tingkat jaringan sosial sedang tinggal
di RW 08 Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor
dan pertemuan atau diskusi biasanya terjadi pada acara-acara yang terjadi di RW
08 di luar acara yang diadakan KPEK Rahayu seperti saat ada acara keagamaan,
40

pengajian, atau acara-acara lainnya. Hal ini sesuai dengan informasi yang
disampaikan oleh informan sebagai berikut:

“...Rapat-rapat nggak selalu resmi gitu neng, Bapak suka cari-


cari waktu si misal pas ada acara maulidan atau acara
syukuran gitu nanti Bapak sempetin buat ngobrol-ngobrol
tentang koperasi. Ngingetin yang belum bayar, ngajak-ngajak
warga yang lain juga. Tapi jadinya yang tau gitu anggota yang
tinggal di RW sini aja si neng.” (Mt, 55 tahun)

Responden dengan tingkat jaringan sosial sedang memiliki rentang


hubungan dengan pihak luar dari koperasi lain sangat sempit. Artinya, responden
tidak mengenal dan tidak menjalin hubungan dengan pihak luar dari koperasi lain.
Keikutsertaan responden dalam KPEK Rahayu tidak menjadikan mereka
mengenal atau berinteraksi dengan anggota koperasi di luar KPEK Rahayu. Hal
tersebut menunjukkan adanya kohesifitas hubungan yang terjalin antara responden
dengan responden lain tinggi dan dengan ketua, namun rentang jaringan sosial
dengan pihak luar yang terbangun sangat sempit sehingga menjadikan jaringan
sosial yang terbentuk berada pada kategori sedang. Hal ini sesuai dengan
informasi dari informan sebagai berikut:

“...Kalau Bapak si neng kenal semua sama anggota yang lain,


sama Bang Er apalagi. Ketemu juga hampir tiap hari kan
rumahnya juga deketan kan neng. Tapi kalau kenal sama orang
yang ikut koperasi lain di kelurahan lain tidak ada neng.” (Ap,
56 tahun)

Responden dengan tingkat jaringan sosial tinggi merupakan responden yang


juga memiliki hubungan dekat dengan responden lain dan Ketua KPEK Rahayu.
Responden dengan jaringan sosial tinggi juga tinggal di RW 08 sehingga
responden juga sering bertemu, bertegur sapa, dan berdiskusi dengan responden
lain dan juga dengan Ketua KPEK Rahayu melalui pertemuan yang dilakukan
seperti saat ada acara keagamaan, pengajian, atau acara-acara lainnya. Responden
dengan jaringan sosial tinggi juga merupakan responden yang menjalin hubungan
baik dengan angga koperasi lain. Hal tersebut dikarenakan responden bekerja di
bidang perkoperasian, sehingga responden lebih banyak mengenal dan lebih
sering bertukar informasi tentang perkoperasian. Informasi yang lebih banyak
dimiliki responden dengan tingkat jaringan sosial tinggi juga menjadikan
responden terlibat pada diskusi-diskusi KPEK Rahayu baik diskusi yang
diselenggarakan pada acara-acara RW 08 ataupun diskusi yang memang diadakan
KPEK Rahayu, sehingga ikatan responden dengan ketua juga menjadi semakin
dekat. Hal ini sesuai dengan informasi dari salah satu responden sebagai berikut:

“...Saya kebetulan kerja di koperasi dek, kalau lagi libur dan


ada kegiatan koperasi gitu ya ikut. Bukan mau menggurui cuma
berbagi informasi biar warga-warga tau gitu pentingnya
koperasi, manfaatnya kan besar ya dek kalau koperasi.” (Jh, 46
tahun)
41

Tingkat Norma

Norma berkaitan dengan peraturan-peraturan yang ada di dalam KPEK


Rahayu dan dijalankan bersama. Norma dalam penelitian ini diukur dengan
realisasi ketaatan dalam melaksanakan aturan baik dari responden lain dan juga
Ketua KPEK Rahayu serta penerimaan pada sanksi yang diterapkan.

Tabel 17 Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu, Kelurahan


Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor menurut
tingkat norma tahun 2016
Tingkat Norma Jumlah (n) Presentase (%)
Rendah 0 0,0
Sedang 15 44,1
Tinggi 19 55,9
Total 34 100

Berdasarkan Tabel 17, presentase dan jumlah realisasi norma responden


anggota KPEK Rahayu berada pada golongan tinggi dimana tingkat presentase
tinggi sebesar 55,9 persen atau 19 responden dan sisanya 44,1 persen atau 15
responden berada pada kategori sedang dan tidak ada presentase norma rendah.
Hal tersebut dikarenakan responden sebagian besar telah menerima dan
mematuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan begitu pula dengan Ketua KPEK
Rahayu. Sebagaimana fungsinya, aturan yang ada dalam KPEK Rahayu
digunakan untuk mengontrol proses berjalannya KPEK Rahayu. Aturan-aturan
yang ada disesuaikan dengan hasil evaluasi maupun keadaan dari responden.
AD/ART merupakan salah satu aturan yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan
KPEK Rahayu. Untuk penerapan dari AD/ART, disajikan dalam Tabel 18.

Tabel 18 Aturan AD/ART dan penerapannya dalam KPEK Rahayu Kelurahan


Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor
Aturan AD/ART Penerapan
Setiap bulan membayar simpanan wajib Tidak selalu responden membayar
sebesar Rp. 10.000,00. simpanan wajib.
Jika anggota tidak membayar simpanan Tidak ada surat peringatan yang
wajib >6 bulan diberikan surat diberikan pada anggota.
peringatan, dan jika >1 tahun dianggap
sebagai anggota tidak aktif.
Pinjaman digunakan untuk keperluan Tidak selalu pinjaman dilakukan untuk
modal usaha. modal usaha.
Pinjaman harus dilunasi maksimal 24 Terkadang ada responden yang
bulan dan jika melebihi batas waktu melebihi batas waktu dan denda
dikenakan denda. diberlakukan.
Besar SHU ditentukan berdasarkan Sesuai aturan.
simpanan sukarela dan besar pinjaman
serta pembagian SHU telah diatur
berdasarkan kesepakatan.
Syarat menjadi anggota Sesuai aturan
Besar pinjaman sesuai dengan tahapan. Besar pinjaman tidak selalu sesuai .
42

Dalam pelaksanaannya, AD/ART disusun oleh Ketua dan anggota untuk


kepentingan KPEK Rahayu agar kegiatan yang ada berjalan dengan baik dan
memberikan manfat bagi anggota. AD/ART disesuaikan dan diperbaharui dengan
hasil evaluasi pada rapat akhir tahun. Berdasarkan Tabel 18, menunjukan terdapat
perbedaan sebagian AD/ART dalam penerapannya. Hal ini disebabkan bukan
sepenuhnya karena Ketua KPEK Rahayu sebagai pihak yang menjalankan
AD/ART untuk simpan-pinjam responden kurang menaati peraturan, namun
Ketua KPEK Rahayu lebih menyesuaikan dengan keadaan dan norma-norma tidak
tertulis yang diyakini bersama dalam KPEK Rahayu. Selain AD/ART terdapat
beberapa aturan-aturan yang lahir secara mandiri dan bukan merupakan suatu
aturan yang disusun oleh pihak manapun. Aturan ini lahir secara alami seperti
menghormati pendapat, kesediaan menerima aturan baru, menghormati orang
yang lebih tua dan lainnya. Misalnya saja responden yang membayar pinjaman
melebihi batas waktu dan telah memberitahu kepada Ketua KPEK Rahayu dengan
alasan yang jelas seperti tidak memiliki uang maka tidak akan dikenakan denda.
Hanya jika dianggap terlalu lama maka akan diingatkan oleh Ketua KPEK
Rahayu.
Responden yang tidak selalu menepati AD/ART seperti membayar
pinjaman tidak tepat waktu bukan berarti mereka tidak menerima AD/ART.
Mereka menyatakan bahwa AD/ART yang ada tidak memberatkan dan sesuai,
namun mereka tidak bisa memastikan dapat menjalankan AD/ART, disebabkan
ketidakpastian pendapatan mereka sehingga terkadang saat waktu membayar
mereka tidak memiliki uang. Pernyataan ini sesuai dengan informasi dari salah
satu informan sebagai berikut:

“...Menurutu saya neng ya aturannya sesuai si dan Bapak juga


nerima sebenernya. Tapi, namanya juga Bapak cuma jualan kecil di
pinggir jalan gitu, untung-rugi nya nggak nentu. Kalau pas untung
dan balik modal pasti Bapak langsung bayar, cuma kalau pas lagi
nggak balik modal ya terpaksa nunggak dulu. Nanti bilang Bang Er
untungnya dimaklumi si neng.”(Ay, 64 tahun)

Informasi tersebut menunjukkan meskipun terdapat beberapa aturan


AD/ART yang tidak selalu dipatuhi namun sebenarnya aturan tersebut sesuai dan
berusaha selalu diterapkan. Hal tersebut yang menjadikan tingkat norma tergolong
tinggi. Tingkat norma tergolong tinggi juga disebabkan karena karakter dari
responden yang sebagian besar berasal dari RW 08 dan juga dari Kelurahan
Kertamaya dan terbiasa menaati peraturan pemerintah desa dan aturan tidak
tertulis dalam kehidupan sehari-hari. Norma-norma yang melekat dalam diri
responden berasal dari adat-istiadat Suku Sunda ditambah dengan adat-adat Islam
sebagai panutan agama mayoritas responden. Saling menghargai pendapat,
berbicara dengan sopan, membantu satu sama lain jika mengadakan acara atau
jika mengalami kesulitan merupakan contoh cerminan dari adat-istiadat tersebut.
Hal tersebut selanjutnya diterapkan dalam KPEK Rahayu. Seperti yang sudah
dijelaskan pada penerapan AD/ART sebelumnya bahwa responden tidak akan
dikenakan denda meskipun membayar lebih dari waktu yang ditentukan asal
dengan alasan yang jelas. Berkaitan dengan sanksi yang diterapkan dalam KPEK
Rahayu, secara umum tidak ada sanksi yang secara khusus diberlakukan. Namun,
43

mayoritas responden menyatakan bahwa mereka selalu berusaha untuk mentaati


aturan karena mereka sadar jika aturan-aturan itu ditaati akan menghindari
permasalahan-permasalahan yang dapat merusak hubungan kekerabatan.
Sebaliknya, jika tidak ditaati akan menimbulkan perasaan tidak enak bagi
responden, sehingga meskipun tidak ada sanksi khusus namun responden
berusaha untuk melaksanakan aturan yang ada. Hal ini sesuai dengan keterangan
salah satu informan sebagai berikut:

“...Saling menghargai, sopan-santun, saling bantu mah pasti itu


neng. Kita kan hidup nggak bisa sendiri, kalau mau egois dan
semaunya sendiri mah nggak bisa neng. Ya neng udah tau sendiri
kalau disini itu hampir saudara semua kan. Kalau kita mau
seenaknya sendiri nanti kalau kita kenapa-kenapa nggak ada yang
bantu, kalau kita sakit nggak ada yang jenguk lagi. (Ad, 54 tahun)

Tingkat Modal Sosial Responden Anggota KPEK Rahayu

Modal sosial menekankan pada potensi kelompok dan pola-pola hubungan


antar individu dalam kelompok dan antar kelompok dengan ruang perhatian pada
jaringan sosial, norma, nilai serta kepercayaan antar sesama yang lahir dari
anggota kelompok dan menjadi anggota kelompok (Hasbullah 2006). Modal
sosial berkaitan dengan kerjasama dalam suatu masyarakat atau kelompok
masyarakat mencakup rasa percaya, jaringan sosial serta norma yang dapat
meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam suatu upaya peningkatan kualitas
hidup masyarakat. Modal sosial memiliki peran tinggi dalam keberlangsungan
KPEK Rahayu yang merupakan suatu bentuk koperasi simpan-pinjam dengan
dasar kerjasama antar individu yang terlibat di dalamnya. Penelitian ini melihat
sejauh mana hubungan modal sosial dengan tingkat partisipasi responden anggota
KPEK Rahayu, dan tingkat modal sosial responden anggota KPEK Rahayu
disajikan dalam Tabel 19.

Tabel 19 Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu, Kelurahan


Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor menurut
tingkat modal sosial tahun 2016
Tingkat Modal Sosial Jumlah (n) Presentase (%)
Rendah 0 0,0
Sedang 16 47,1
Tinggi 18 52,9
Total 34 100,0

Berdasarkan Tabel 19, tingkat modal sosial responden KPEK Rahayu


tergolong tinggi, hal ini dikarenakan presentase tingkat modal sosial tinggi
sebesar 52,9 persen atau 18 responden, presentase modal sosial sedang sebesar
47,1 persen atau 16 responden dan tidak ada responden dengan modal sosial
rendah. Modal sosial yang tinggi pada responden anggota KPEK Rahayu dapat
menjadi potensi yang dapat digunakan untuk menjaga keberlangsungan dan
meningkatkan kinerja KPEK Rahayu.
44

Responden anggota KPEK Rahayu memiliki modal sosial yang tinggi


terlihat dari pola perilaku yang saling menghargai, toleransi, saling tolong-
menolong, serta adanya keterbukaan dalam aktivitas simpan pinjam KPEK
Rahayu. Pola perilaku tersebut terjadi dengan Ketua KPEK Rahayu maupun
dengan sesama responden. Pola perilaku tersebut terlihat dengan bagaimana
sesama responden ataupun Ketua KPEK Rahayu saling mengingatkan agar sama-
sama dapat melakukan simpan-pinjam sesuai dengan kesepakatan yang telah
disetujui bersama. Responden dan juga Ketua KPEK Rahayu yang sudah
mengenal dengan baik dan mengetahui kondisi satu sama lain, saling memahami
bahwa tidak semua responden memiliki kemampuan untuk melakukan simpan-
pinjam tepat waktu. Untuk toleransi pada sesama responden terlihat dengan sikap
responden meskipun mengetahui ada beberapa responden lain yang tidak tepat
waktu dalam melakukan simpan-pinjam, namun tidak lantas menjauhi atau
memaksa untuk langsung membayar. Kesamaan wilayah satu sama lain sudah
saling mengenal menumbuhkan rasa saling percaya bahwa ada alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan jika salah satu responden tidak tepat waktu dalam
simpan-pinjam. Responden menerapkapkan sikap toleransi dan saling menghargai
dengan menyerahkan permasalahan terkait ketidaktepatan kepada Ketua KPEK
Rahayu selama permasalahan tersebut masih sekedar keterlambatan yang dapat
ditoleransi. Hal ini sesuai dengan keterangan dari salah satu informan sebagai
berikut:
“...Percaya aja saya mah neng. Kalau utang ya pasti dibayar
nggak mungkin kabur juga. Kalau lagi nggak punya uang juga
wajar telat-telat, saya kadang-kadang juga. Asal nggak sampe
bertahun-tahun aja, terus kalau misal udah lama kan nanti
diingetin sama ketua. Kalau misal udah diingetin dan nggak
bayar juga, baru nanti dikasih sanksi dan sampai harus
lunas.” (Iw, 39 tahun)

Sementara, Ketua KPEK Rahayu dapat menerapkan sikap toleransi dengan


tidak selalu menerapkan denda pada responden yang tidak tepat waktu dalam
simpan-pinjam. Ketua KPEK Rahayu justru memberikan tenggang waktu asalkan
ketidaktepatan responden disertai dengan alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Hal tersebut karena Ketua KPEK Rahayu sudah
mengenal dan mengetahui kondisi dari responden, sehingga membuat Ketua tidak
tega untuk menerapkan sanksi seperti denda. Hal ini sesuai dengan keterangan
informan sebagai berikut:

“...Saya kan tau kondisi anggota, kebanyakan kan penghasilan


nggak tetap jadi ya nggak apa-apa lah kalau telat bayar yang
penting nggak lama-lama. Misalnya buat simpanan wajib
harusnya kalau udah lebih enam bulan kan dikasih surat
peringatan, saya mah dikasih tau aja kecuali kalau misal sampe
bertahun-tahun baru nanti dirapatkan lagi sama anggota yang
lain.” (Mt, 55 tahun)

Pada modal sosial responden anggota KPEK Rahayu, terdapat jaringan


sosial yang terjalin dalam KPEK Rahayu dan juga dengan pihak di luar KPEK
45

Rahayu. Jaringan yang terjalin dalam KPEK Rahayu baik sesama responden
ataupun dengan Ketua KPEK Rahayu, lebih erat terjalin pada responden yang
letak tempat tinggalnya berdekatan di RW 08 Kelurahan Kertamaya, Kecamatan
Bogor Selatan, Kabupaten Bogor. Hal tersebut dikarenakan responden lebih sering
berkumpul dengan responden lain ataupun Ketua KPEK Rahayu dan lebih sering
membantu kegiatan satu sama lain. Namun, jaringan sosial dengan pihak luar dari
koperasi lain sangat sempit. Mayoritas responden tidak mengenal dan tidak
menjalin hubungan dengan pihak luar dari koperasi lain. Hal tersebut
menunjukkan adanya kohesifitas hubungan yang terjalin dalam KPEK Rahayu
tinggi, namun rentang jaringan sosial dengan pihak luar yang terbangun sangat
sempit sehingga diperlukan kerja sama yang lebih antara KPEK Rahayu dengan
pihak atau koperasi lainnya.
46
47

ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI RESPONDEN ANGGOTA


KPEK RAHAYU

Partisipasi adalah proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas


sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana
dan proses dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif (Nasdian
2014). Cohen dan Uphoff (1979), mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan
aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tentang apa yang harus
dilakukan serta bagaimana cara kerjanya yang dimulai dari keterlibatan dalam
tahap perencanaan, pelaksanaan, penikmatan hasil serta monitoring-evaluasi.
Pembahasan ini fokus pada bagaimana tingkat partisipasi responden anggota
KPEK Rahayu dalam keseluruhan kegiatan yang dilaksanakan KPEK Rahayu
pada tahap perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil, serta monitong-evaluasi
dan difokuskan pada kegiatan simpan-pinjam KPEK Rahayu sejak tahun 2013.
Jumlah dan presentase tingkat partisipasi responden pada masing-masing tahapan
disajikan dalam Tabel 20.

Tabel 20 Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu, Kelurahan


Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor menurut
tingkat partisipasi tahun 2016
Tingkat Partisipasi Kategori Jumlah (n) Presentase (%)
Tahap perencanaan Rendah 16 47,1
Sedang 13 38,2
Tinggi 5 14,7
Tahap pelaksanaan Rendah 11 32,4
Sedang 11 32,4
Tinggi 12 35,2
Tahap menikmati hasil Rendah 9 26,5
Sedang 14 41,1
Tinggi 11 32,4
Tahap monitoring dan evaluasi Rendah 16 47,1
Sedang 11 32,3
Tinggi 7 20,6

Tingkat Partisipasi Tahap Perencanaan

Tingkat partisipasi tahap perencanaan ini diukur dengan keikutsertaan dan


keaktifan responden anggota KPEK Rahayu dalam rapat perencanaan KPEK
Rahayu. Menurut informasi dari Ketua KPEK Rahayu, rapat perencanaan
sebenarnya telah disepakati untuk dilakukan dalam kurun waktu tiga bulan sekali.
Namun, rapat ini tidak selalu berjalan sesuai waktu yang ditentukan, dikarenakan
waktu serta biaya yang tidak memadai untuk selalu melakukan rapat bersama
anggota setiap tiga bulan sekali. Hal tersebut juga menjadikan rapat perencanaan
tidak selalu dilakukan dalam Sekretariat KPEK Rahayu, namun rapat perencanaan
48

juga dilakukan dalam forum-forum seperti pengajian atau saat ada acara-acara
warga di RW 08 Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten
Bogor. Menurut infomasi dari Ketua KPEK Rahayu kegiatan-kegiatan di RW 08
Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor terkadang
digunakan sebagai rapat koperasi jika ada hal penting yang harus
dimusyawarahkan. Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu pada
tahap perencanaan disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21 Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu Kelurahan


Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor menurut
tingkat partisipasi tahap perencanaan tahun 2016
Tingkat Partisipasi Tahap Jumlah (n) Presentase (%)
Perencanaan
Rendah 16 47,1
Sedang 13 38,2
Tinggi 5 14,7
Total 34 100

Berdasarkan Tabel 21, tingkat partisipasi rendah dalam tahap perencanaan


sebesar 47,1 persen atau 16 responden, tingkat partisipasi sedang sebesar 38,2
persen atau 13 responden dan untuk tingkat partisipasi tinggi hanya sebesar 14,7
persen atau lima responden. Hal itu menunjukkan bahwa tingkat partisipasi
responden dalam tahap perencanaan tergolong rendah. Tingkat partisipasi pada
tahap perencanaan ditentukan oleh keikutsertaan responden mengikuti rapat
perencanaan dan keaktifan dalam rapat.
Tingkat partisipasi rendah responden pada tahap perencanaan dikarenakan
mereka tidak mengikuti rapat perencanaan yang dilakukan di KPEK Rahayu. Hal
tersebut dikarenakan rapat yang diadakan hanya mengundang responden tertentu
saja. Menurut Ketua KPEK Rahayu, hal tersebut karena mayoritas responden
kurang mengerti mengenai simpan pinjam dan kurang informasi terkait simpan-
pinjam, sehingga dalam rapat perencanaan hanya diundang beberapa responden
yang lebih mengetahui perihal simpan-pinjam. Tidak adanya undangan kepada
keseluruhan responden juga dikarenakan meskipun undangan diberikan, namun
responden yang menghadiri rapat juga tetap sedikit karena responden lebih
memilih untuk bekerja ataupun ada kegiatan lainnya. Hal ini sesuai dengan
keterangan informan sebagai berikut:

“...Dulu awal-awal masih rajin rapat triwulan tapi lama-lama


makin sedikit yang dateng. Diundang juga pada nggak dateng,
ya maklum si neng pada kerja cari nafkah. Katanya dateng
rapat juga nggak ngerti, jadi ya udah kalau rapat-rapat
triwulan bahas agenda paling Bapak undang beberapa aja si
yang lebih ngerti buat diskusi.” (Mt, 55 tahun)

Selain itu, pada rapat-rapat yang dilakukan disela-sela kegiatan RW 08


Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor tidak semua
responden dapat mengikutinya khusunya responden yang tinggal di luar RW 08.
Untuk responden yang tinggal di RW 08 pun, meskipun mereka mengikuti
49

kegiatan-kegiatan tersebut mereka tidak aktif dalam rapat itu. Alasannya karena
responden setuju dengan pendapat yang ada, atau pendapat responden sudah
diwakili oleh anggota lainnya yang memberikan pendapat. Kurangnya ilmu dan
informasi mengenai simpan pinjam menjadikan hanya beberapa responden yang
menyampaikan sedikit komentar atau pendapat dan lebih banyak mengikuti
jalannya rapat saja. Hal ini sesuai dengan informasi dari salah satu informan
sebagai berikut:

“...Kadang misal pas lagi pengajian gitu, suka diselingi buat


bahas koperasi si neng kalau misal ada yang penting, ya karena
anggotanya rata-rata orang sini semua. Yang bukan anggota
juga kadang ikut dengerin gitu, atau kalau nggak pada pulang
dulu kalau acara intinya udah selesai. Cuma dateng aja dengerin,
nggak ngerti juga mau saran atau pendapat apa.” (Nh, 54 tahun)

Sementara, responden yang sering diundang dalam rapat perencanaan di


KPEK Rahayu adalah responden yang dirasa memiliki ilmu dan informasi lebih
mengenai koperasi sehingga mereka diundang dalam rapat yang sengaja diadakan
oleh Ketua KPEK Rahayu. Selain itu, responden ini juga lebih aktif dalam
memberikan pendapat-pendapat dalam rapat perencanaan baik itu rapat
perencanaan yang dilakukan di KPEK Rahayu ataupun rapat yang dilaksanakan
dalam acara-acara RW 08 Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan,
Kabupaten Bogor, dan responden ini adalah responden yang memiliki tingkat
partisipasi tinggi pada tahap perencanaan.

Tingkat Partisipasi Tahap Pelaksanaan

Tingkat partisipasi tahap pelaksanaan merupakan tahap keterlibatan


responden dalam kegiatan simpan-pinjam KPEK Rahayu. Tingkat partisipasi pada
tahap pelaksanaan melihat sejauh mana keterlibatan responden dalam
keberlangsungan KPEK Rahayu dengan mengikuti simpan-pinjam. Kegiatan
simpan-pinjam difokuskan pada pembayaran simpanan wajib, mengikuti
simpanan sukarela serta membayar pinjaman. Selain itu, keterlibatan responden
dalam penyebaran informasi dan sumbangan tenaga untuk kegiatan simpan-
pinjam juga dilihat untuk menilai tingkat partisipasi responden pada tahap
pelaksanaan. Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu menurut
tingkat partisipasi tahap pelaksanaan disajikan dalam Tabel 22.

Tabel 22 Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu Kelurahan


Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor menurut
tingkat partisipasi tahap pelaksanaan tahun 2016
Tingkat Partisipasi Tahap Jumlah (n) Presentase (%)
Pelaksanaan
Rendah 11 32,4
Sedang 11 32,4
Tinggi 12 35,2
Total 34 100
50

Berdasarkan Tabel 22, diketahui bahwa tingkat partisipasi dalam tahap


pelaksanaan terbagi hampir merata pada kategori rendah, sedang, dan tinggi.
Tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan tinggi dengan presentase 34,3 persen
atau 12 responden, tingkat partisipasi sedang sebesar 31,4 persen atau 11
responden dan tingkat partisipasi rendah sebesar 34,3 persen atau 12 responden.
Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat pasrtisipasi responden dalam simpan-
pinjam cukup tinggi. Ini didukung dengan data pada sub-bab keadaan simpan-
pinjam anggota.
Sub-bab jumlah simpanan terakhir menunjukkan bahwa besarnya simpanan
sukarela kecil. Hal tersebut berpengaruh terhadap besarnya pinjaman yang dapat
diperoleh responden. Beberapa responden dengan jumlah simpanan sukarela
tinggi juga melakukan pinjaman dalam jumlah yang tinggi, sehingga tingkat
partisipasi responden pada tahap pelaksanaan tinggi. Responden juga aktif terlibat
dalam menyebarkan informasi kepada responden lain terkait simpan-pinjam.
Sementara, mayoritas responden tidak dapat melakukan simpanan sukarela karena
pekerjaan mayoritas responden dengan pendapatan yang tidak pasti, sehingga
responden tidak dapat menlakukan simpanan sukarela dan mendapatkan pinjaman
dalam jumlah lebih kecil serta beberapa responden juga kurang aktif dalam
membayar simpanan wajib sehingga tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan
cenderung rendah.

“...Kalau mau pinjaman dilihat dulu neng sama keadaanya,


misalnya semakin gede simpanan sukarelanya bisa minjem lebih
gede juga si. Sama dilihat sama gimana pas minjem yang tahun
sebelumnya, lancar apa tidak terus gimana modal koperasi masih
ada apa tidak, dan sebenarnya juga harus diutamakan buat yang
modal usaha. Tapi anggota disini kan tidak semua pedagang, kalau
misal alasannya harus buat modal usaha dan tidak dibolehin
minjam nggak jalan nanti koperasinya, anggotanya pada keluar.”
(Mt, 55 tahun)

Informasi tersebut menunjukkan bahwa tidak semua pinjaman yang


dilakukan digunakan untuk modal usaha. Selain itu, informasi tersebut
menunjukkan bahwa tidak selalu responden dapat melakukan pinjaman sesuai
dengan yang diharapkan. Hal ini juga menjadikan tingkat partisipasi pada
pelaksanaan cenderung rendah. Beberapa responden hanya dapat melakukan
pinjaman dalam jumlah kecil atau bahkan tidak meminjam. Tidak adanya
penghasilan tetap menjadi alasan beberapa responden takut meminjam dalam
jumlah besar karena takut tidak mampu membayar. Hal ini sesuai dengan
keterangan dari salah satu informan berikut ini:

“...Minjem saya paling 500.000 neng, atuh takut kalau banyak-


banyak nanti nggak bisa bayar. Minjem paling kalau pas lagi
mepet banget, kalau nggak mah nggak berani. Simpanan wajib
mah bayar kalau lagi longgar, kalau sukarela mah belum pernah
neng.” (On, 42 tahun)
51

Sementara, jumlah simpanan wajib dari masing-masing responden juga


beragam. Beberapa responden mengalami kenaikan simpanan wajib yang tinggi
yang menandakan responden rajin membayar simpanan wajib namun terdapat
responden dimana simpanan wajib yang dimiliki tidak mengalami kenaikan atau
hanya mengalami kenaikan yang kecil. Hal tersebut terjadi pada beberapa
responden yang bekerja merantau sehingga tidak bisa membayarkan simpanan
wajib, ataupun pada beberapa responden yang tidak memiliki pinjaman dan
tinggal di luar RW 08 Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan,
Kabupaten Bogor. Besar simpanan wajib yang hanya Rp.10.000,00 menjadikan
mayoritas responden terkadang lupa dan berkeinginan untuk membayar secara
sekaligus. Hal ini sesuai dengan keterangan dari informan berikut ini:

“...Bapak udah nggak terlalu aktif si neng buat bayar, sekarang


juga nggak ada pinjaman jadi kayanya simpanannya tetep.
Biasanya pinjam nggak pinjam ditagih itu simpanan wajib tapi
nggak tau ini udah lama nggak ditagih. Bapak juga di warung
mulu nggak sempet buat bayar langsung.” (Ac, 52 tahun)

Tingkat Partisipasi Tahap Menikmati Hasil

Tingkat partisipasi tahap menikmati hasil merupakan manfaat yang


dirasakan anggota karena keikutsertaannya dalam KPEK Rahayu. Manfaat yang
diukur adalah kemudahan dalam memperoleh simpan-pinjam, pengetahuan,
informasi, serta relasi yang didapatkan dengan responden mengikuti kegiatan
KPEK Rahayu. Jumlah dan presentase anggota KPEK Rahayu menurut tingkat
partisipasi tahap menikmati hasil disajikan dalam Tabel 23.

Tabel 23 Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu Kelurahan


Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor menurut
tingkat partisipasi tahap menikmati hasil tahun 2016
Tingkat Partisipasi Tahap Jumlah (n) Presentase (%)
Menikmati Hasil
Rendah 9 26,5
Sedang 14 41,1
Tinggi 11 32,4
Total 34 100

Berdasarkan Tabel 23, tingkat partisipasi tahap menikmati hasil pada KPEK
Rahayu dominan pada golongan sedang dengan presentase 41,1 persen atau
sebanyak 14 responden, sementara tingkat partisipasi rendah dengan presentase
26,5 persen atau 9 responden dan tingkat partisipasi tinggi sebesar 31,4 persen
atau 11 responden. Hal ini menunjukkan bahwa KPEK Rahayu memberikan
manfaat bagi responden, dan tingkat manfaat yang dirasakan beragam. Pada
sebagian besar responden, manfaat yang dirasakan tidak terlalu besar karena
responden hanya dapat menerima pinjaman berkisar Rp 500-000,00 hingga Rp
52

1.000.000,00 dan jumlah tersebut untuk beberapa responden dirasa kurang. Hal ini
sesuai dengan informasi dari salah satu informan berikut:

“...Bapak kan jual bakso neng, jadi perlu modal gede tapi
Bapak paling bisa minjem ke koperasi 1jutaan soalnya kan di
bagi-bagi sama yang lain jadi kurang cukup si neng.” (Ac, 52
tahun)

Bentuk manfaat yang dirasakan lebih dalam bentuk manfaat materi.


Menurut sebagian responden, dengan pinjaman yang dilakukan dapat digunakan
untuk menambah modal usaha bagi responden yang memiliki usaha sehingga jika
modal yang mereka miliki semakin besar akan dapat meningkatkan penghasilan.
Contoh manfaat lain yang dirasakan adalah dengan pinjaman yang dilakukan
dapat digunakan untuk memperbaiki angkutan bagi responden yang bekerja
sebagai supir. Manfaat untuk peningkatan pengetahuan dirasakan oleh responden
yang menyatakan bahwa awal mulanya mereka tidak mengerti mengenai koperasi
menjadi mendapat pengetahuan baru tentang perkoperasian dan keterampilan baru
untuk mengikuti koperasi. Namun, untuk manfaat meningkatkan relasi secara
umum responden kurang merasakannya. Hal ini sesuai dengan keterangan dari
salah satu informan sebagai berikut:

“...Kalau buat simpan-pinjam si alhamdulilah neng. Gampang


syaratnya, terus juga bunganya nggak gede dan nantinya juga
buat kita juga kan, jadi Bapak suka kalau nabung gitu. Kalau
minjem juga dari pada jauh-jauh mending di koperasi ini
kalau seumpama nya lagi nggak punya uang banget kan bisa
di bayar lain waktu. Tapi kalau buat ke kenalan nggak neng,
kenal ya sama anggota yang itu-itu aja.” (In, 55 tahun)

Berdasarkan informasi tersebut, diketahui bahwa responden yang aktif


mengikuti simpan-pinjam akan menerima manfaat lebih besar. Misalnya semakin
responden aktif maka SHU yang diperoleh juga akan semakin tinggi. Contoh lain
adalah pada beberapa responden yang memiliki simpanan sukarela tinggi, mereka
juga dapat meminjam dalam jumlah yang tinggi pula. Sementara, responden
dengan tingkat partisipasi rendah pada tahap ini dikarenakan mereka kurang aktif
dalam mengikuti simpan-pinjam. Beberapa responden menyatakan bahwa tidak
selalu melakukan pinjaman karena takut jika tidak dapat membayar ataupun
responden tidak memerlukan pinjaman tersebut. Untuk simpanan sukarela
responden juga tidak melakukannya karena responden tidak memiliki uang yang
cukup sehingga SHU yang didapatkan responden juga lebih rendah. Sementara
beberapa responden menyatakan bahwa mereka terkadang terlambat dan tidak
lancar dalam membayar cicilan pinjaman sehingga jika mereka ingin melakukan
pinjaman kembali harus menunggu anggota lain yang diprioritaskan terlebih
dahulu. Hal ini sesuai dengan keterangan dari salah satu informan berikut ini:

“...Saya ikut sebatas simpan-pinjam aja si neng, tapi juga itu


nggak banyak nabung. Minjem juga jarang paling kalau udah
mepet banget neng.” (Nh, 54 tahun)
53

Tingkat Partisipasi Tahap Monitoring-Evaluasi

Tingkat partisipasi pada tahap monitoring-evaluasi dilihat dengan


keterlibatan responden dalam menghadiri Rapat Akhir Tahun serta keaktifan
responden dalam rapat. Pada tahap ini juga dinilai mengenai keterlibatan
responden dalam pelaporan serta dalam memberikan saran yang dapat digunakan
sebagai umpan balik dalam memberi masukan demi perbaikan dan perkembangan
KPEK Rahayu. Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu menurut
tingkat partisipasi tahap monitong-evaluasi disajikan dalam Tabel 24.

Tabel 24 Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu Kelurahan


Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor menurut
tingkat partisipasi tahap monitoring-evaluasi tahun 2016
Tingkat Partisipasi Tahap Jumlah Presentase (%)
Monitoring-Evaluasi
Rendah 16 47,1
Sedang 11 32,3
Tinggi 7 20,6
Total 34 100

Berdasarkan Tabel 24, tingkat partisipasi rendah pada tahap monitoring dan
evaluasi sebesar 47,1 persen atau 16 responden, tingkat partisipasi sedang sebesar
32,3 persen atau sebesar 11 responden dan tingkat partisipasi tinggi sebesar 20,6
persen atau sebesar tujuh responden. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat
partisipasi responden tahap monitoring-evaluasi cenderung rendah.
Rapat Akhir Tahun KPEK Rahayu merupakan rapat dimana anggota
diwajibkan hadir jika tidak ada alasan yang mendesak dan dalam rapat evaluasi ini
juga dilakukan pembagian SHU. Hal tersebut menjadikan seluruh responden
mengikuti Rapat Akhir Tahun sehingga keaktifan responden dalam rapat yang
membedakan tingkat partisipasi responden tahap monitoring-evaluasi menjadi
rendah, sedang, dan tinggi.
Responden yang memiliki tingkat partisipasi tinggi adalah responden yang
aktif dalam memberikan pendapat, mengevaluasi serta memberikan saran untuk
perkembangan KPEK Rahayu. Beberapa responden juga terlibat dalam pembuatan
laporan KPEK Rahayu karena beberapa responden merupakan pihak yang
ditunjuk oleh ketua KPEK Rahayu. Responden dengan tingkat partisipasi tinggi
mayoritas adalah tokoh masyarakat di RW 08 Kelurahan Kertamaya, Kecamatan
Bogor Selatan, Kabupaten Bogor dan beberapa adalah anggota yang ditunjuk
langsung oleh Ketua KPEK Rahayu untuk membantu dalam pelaporan karena
informasi dan pengetahuan responden tentang koperasi. Responden dengan
tingkat partisipasi sedang adalah responden yang tidak terlalu terlibat aktif dalam
rapat. Responden sesekali memberikan pendapat atau menanyakan jika ada yang
tidak jelas, dan sesekali membantu persiapan untuk rapat. Responden tidak terlibat
dalam pembukuan yang dilaksanakan. Hal ini sesuai dengan keterangan dari salah
satu informan dengan tingkat partisipasi sedang sebagai berikut:
54

“...Rapat akhir tahun kan wajib neng mau bagi SHU juga. Ya
pas rapat kalau ada yang kurang jelas saya nanya si neng.
Terutama tentang pembagian SHU nya neng. Cuma nanya
nya sesekali aja nggak selalu nanya neng.” (In, 54 tahun)

Sementara, responden dengan partisipasi rendah menyatakan hanya mengikuti


rapat evaluasi saja. Responden juga tidak terlibat dalam pembukuan dan tidak
memberikan saran atau pendapat untuk KPEK Rahayu. Hal tersebut karena
responden kurang mengerti apa yang akan ditanyakan atau karena mereka merasa
bahwa pendapat atau saran mereka telah terwakili oleh anggota lainnya. Hal ini
sesuai dengan keterangan dari salah satu informan sebagai berikut:

“...Ya ibu ikut aja neng rapat. Terima uang udah. Nggak
ngerti juga mau nanya. Dengerin aja neng, yang penting
dateng. Kalau misal masih ada tunggakan sekalian buat
ngelunasin si neng biasanya.” (Nh, 54 tahun)

Tingkat Partisipasi Responden Anggota KPEK Rahayu

Penelitian ini meneliti tingkat partisipasi dari responden anggota KPEK


Rahayu dalam simpan-pinjam KPEK Rahayu. Tingkat partisipasi merupakan
akumulasi dari tingkat partisipasi pada tahap perencanaan, tahap pelaksanaan,
tahap menikmati hasil, dan tahap monitoring-evaluasi. Pengukuran tingkat
partisipasi berguna untuk mengetahui seberapa besar keterlibatan dan
keikutsertaan responden dalam simpan-pinjam KPEK Rahayu. Hasil dari
pengukuran tersebut digolongkan kedalam tiga kategori yakni rendah, sedang dan
tinggi. Tingkat partisipasi responden anggota KPEK Rahayu disajikan dalam
Tabel 25.

Tabel 25 Jumlah dan presentase responden anggota KPEK Rahayu Kelurahan


Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor menurut
tingkat partisipasi tahun 2016
Tingkat Partisipasi Jumlah (n) Presentase (%)
Rendah 17 50,0
Sedang 11 32,4
Tinggi 6 17,6
Total 34 100,0

Berdasarkan Tabel 25, diketahui bahwa tingkat partisipasi responden


anggota KPEK Rahayu cenderung rendah dimana tingkat partisipasi responden
rendah sebesar 50,0 persen atau sebanyak 17 responden, tingkat partisipasi sedang
sebesar 32,4 persen atau 11 responden dan tingkat partisipasi tinggi sebesar 17,6
persen atau enam responden. Tingkat partisipasi responden merupakan akumulasi
dari keempat tahapan dan hasilnya menunjukan pada tingkat rendah dikarenakan
tingkat partisipasi di beberapa tahap juga rendah khususnya pada tahap
perencanaan dan monitoring-evaluasi. Hal tersebut menurut hasil penelitian
55

lapang dikarenakan hanya sebagian kecil responden yang menghadiri dan aktif
terlibat dalam rapat. Sementara, pada tahap pelaksanaan bentuk partisipasi hanya
pada sebatas keikutsertaan dalam simpan-pinjam karena untuk sistemnya
ditangani langsung oleh Ketua KPEK Rahayu. Tingkat partisipasi tahap
pelaksanaan tinggi terjadi pada responden yang aktif melakukan simpan-pinjam
dimana responden tersebut adalah responden yang secara umum memiliki
simpanan sukarela yang besar, sehingga semakin aktif responden akan semakin
memperoleh manfaat dari simpan-pinjam tersebut.
Sementara, responden yang memiliki tingkat partisipasi tinggi didominasi
oleh tokoh masyarakat yaitu Ketua RW dan Ketua RT yang juga menjadi
responden serta responden yang ditunjuk Ketua KPEK Rahayu karena informasi
serta pengetahuan yang dirasa lebih banyak sehingga responden tersebut biasanya
selalu menyempatkan hadir dalam setiap kegiatan KPEK Rahayu. Responden
lebih banyak aktif dalam rapat perencanaan serta Rapat Akhir Tahun dengan
memberikan pendapat-pendapat atau saran-saran untuk perkembangan KPEK
Rahayu. Responden juga terlibat aktif dalam membantu pelaporan dalam Rapat
Akhir Tahun.
56
57

HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN TINGKAT


PARTISIPASI RESPONDEN ANGGOTA KPEK RAHAYU

Modal sosial dan partisipasi sebenarnya merupakan dua konsep yang


saling berhubungan dalam setiap kegiatan masyarakat. Modal sosial berhubungan
dengan rasa percaya sesama individu, norma serta jaringan kerjasama yang akan
berhubungan dengan interaksi masyarakat dan akan menentukan bagaimana
partisipasi masing-masing individu dalam suatu upaya peningkatan kesejahteraan
(Vipriyanti 2011). Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan
hipotesis (dugaan) mengenai adanya hubungan antara besar modal sosial dengan
tingkat partisipasi responden anggota KPEK Rahayu. Bagian ini membahas
mengenai pengujian hubungan besar modal sosial dan tingkat partisipasi
responden anggota KPEK Rahayu. Hubungan tersebut diuji dengan korelasi
statistik dengan menggunakan pengujian Rank Spearman. Aturan nilai dalam
menentukan nilai uji korelasi Rank Spearman adalah jika nilai ρ <0,01 atau nilai
p<0,05 maka hasil uji menunjukkan hubungan yang signifikan, dan selanjutnya
aturannya adalah sebagai berikut: 0.00 (tidak ada hubungan), 0.01-0.09 (hubungan
kurang berarti), 0.10-0.29 (hubungan lemah), 0.30-0.49 (hubungan sedang), 0.50-
0.69 (hubungan kuat), 0.70-0.89 (hubungan sangat kuat), >0.9 (hubungan
mendekati sempurna). Hasil korelasi hubungan modal sosial dengan tingkat
partisipasi disajikan dalam Tabel 26.

Tabel 26 Hasil analisis uji statistik Rank Spearman antara modal sosial dengan
tingkat partisipasi responden anggota KPEK Rahayu Kelurahan
Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor tahun 2016
Tingkat Partisipasi
Koefisien p-value
Modal Sosial 0,511 0,002**

Tabel 26 menunjukkan hasil uji korelasi dengan menggunakan Rank


Spearman, hubungan besar modal sosial dengan keberhasilan program memiliki
nilai signifikansi 0,002 dengan taraf 0.01 dan nilai inil dari <0,01. Dari output
tersebut dapat disimpulkan bahwa, karena signifikansi <0,01, terdapat hubungan
antara besar modal sosial dengan tingkat partisipasi responden anggota KPEK
Rahayu . Sementara nilai koefisien dari hasil uji korelasi tersebut yaitu 0,511. Jika
dilihat dari aturan nilai koefisien uji korelasi, maka nilai tersebut masuk ke dalam
kategori hubungan kuat. Modal sosial dalam penelitian ini merupakan akumulasi
dari kepercayaan, jaringan sosial serta norma dan penelitian ini juga bertujuan
untuk membuktikan hipotesis (dugaan) mengenai adanya hubungan antara
indikator dari modal sosial dengan tingkat partisipasi responden anggota KPEK
Rahayu. Hasil korelasi pengujian dengan menggunakan Rank Spearman untuk
masing-masing indikator disajikan dalam Tabel 27.
58

Tabel 27 Hasil analisis uji statistik Rank Spearman antara indikator modal sosial
dengan tingkat partisipasi responden anggota KPEK Rahayu Kelurahan
Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor tahun 2016
Indikator Modal Sosial Tingkat Partisipasi
Koefisien p-value
Tingkat Kepercayaan 0,513 0,002**
Tingkat Jaringan Sosial 0,644 0,000**
Tingkat Norma 0,324 0,062

Berdarkan Tabel 27, hasil uji korelasi tingkat kepercayaan dengan tingkat
partisipasi memiliki nilai signifikansi 0,002 dengan taraf 0.01, sehingga tingkat
kepercayaan dengan tingkat partisipasi memiliki hubungan karena nilai
signifikansi <0,01. Nilai koefisien yang dihasilkan sebesar 0,513 yang
menunjukkan hubungan yang dihasilkan adalah kuat. Hal tersebut juga berlaku
pada hubungan tingkat jaringan sosial dengan tingkat partisipasi. Hasil uji korelasi
jaringan sosial dengan tingkat partisipasi memiliki nilai signifikansi 0,000 dengan
taraf 0.01, sehingga tingkat jaringan sosial memiliki hubungan dengan tingkat
partisipasi. Nilai koefisien yang dihasilkan sebesar 0,644 yang menunjukkan
hubungan yang dihasilkan adalah kuat. Sementara, hasil uji korelasi tingkat norma
dengan tingkat partisipasi memiliki nilai signifikansi 0,062 yang mana nilai ini
>0,05 sehingga tingkat norma tidak berhubungan dengan tingkat partisipasi.

Hubungan Tingkat Kepercayaan dengan Tingkat Partisipasi

Kepercayaan diartikan sebagai bentuk keinginan untuk mengambil resiko


dalam hubungan sosial yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan
melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam
suatu pola tindakan yang saling mendukung (Hasbullah 2006). Berdasarkan hasil
uji statistik pada Tabel 27, diketahui bahwa tingkat kepercayaan memiliki
hubungan kuat dengan tingkat partisipasi responden anggota KPEK Rahayu.
Pengukuran hubungan kepercayaan dengan tingkat partisipasi responden anggota
KPEK Rahayu secara kuantitatif dijelaskan dalam tabulasi silang Tabel 28.

Tabel 28 Jumlah dan presentase tingkat partisipasi menurut tingkat kepercayaan


responden anggota KPEK Rahayu Kelurahan Kertamaya, Kecamatan
Bogor Selatan, Kabupaten Bogor tahun 2016
Tingkat Kepercayaan Tingkat Partisipasi
Rendah Sedang Tinggi Total
Rendah Jumlah (n) 0 0 0 0
Persen (%) 0,0 0,0 0,0 0,0
Sedang Jumlah (n) 11 3 0 14
Persen (%) 78,6 21,4 0,0 100,0
Tinggi Jumlah (n) 6 8 6 20
Persen (%) 30,0 40,0 30,0 100,0
Total Jumlah (n) 17 11 6 34
Persen (%) 50,0 32,4 17,6 100,0
59

Berdasarkan Tabel 28, tingkat kepercayaan dominan pada tingkat tinggi dan
tingkat partisipasi yang dihasilkan dominan pada tingkat sedang, serta partisipasi
yang tinggi dihasilkan pada responden dengan kepercayaan yang tinggi. Pada
responden dengan kepercayaan sedang dominan memiliki tingkat partisipasi yang
rendah. Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan tingkat kepercayaan dan
tingkat partisipasi, yang juga ditunjukkan dengan hasil uji statistik dengan Rank
Spearman.
Tingkat kepercayaan dalam penelitian ini dilihat dari kepercayaan
terhadap Ketua KPEK Rahayu serta terhadap sesama responden. Kepercayaan
terhadap Ketua KPEK Rahayu dikarenakan adanya rasa toleransi, keterbukaan
serta kejujuran Ketua dalam menangani simpan-pinjam. Kepercayaan responden
terhadap ketua KPEK Rahayu ditunjukkan dengan kesedian responden menjadi
anggota KPEK Rahayu tanpa memandang pengetahuan yang dimiliki oleh ketua.
Selain itu, kepercayaan responden dengan Ketua KPEK Rahayu ditunjukkan
dengan kesediaan responden mengikuti simpan-pinjam dimana pencatatan serta
sistem simpan-pinjam secara umum ditangani seluruhnya oleh Ketua KPEK
Rahayu. Jika tidak ada rasa percaya maka responden tidak akan melakukan
simpan-pinjam karena pasti ada rasa takut ditipu oleh ketua. Responden yang
memiliki kepercayaan tinggi namun tingkat partisipasinya rendah sebesar 30,0
persen atau enam responden dikarenakan kemampuan responden dalam segi
materi misal waktu dan uang tidak mendukung responden untuk berpartisipasi
aktif.
Adanya rasa percaya dari responden menjadikan responden juga memiliki
rasa simpati dan peduli terhadap KPEK Rahayu dan juga Ketua yang menjalankan
KPEK Rahayu. Bentuk rasa percaya dan simpati menjadikan sebagian responden
tergugah untuk berkontribusi dan ikut membantu keberlangsungan simpan-pinjam
di KPEK Rahayu salah satunya dengan turut menyebarkan informasi atau
mengingatkan responden lain untuk melakukan simpan-pinjam. Hal ini sesuai
dengan informasi dari salah satu informan berikut:

“...Kalau Bapak nggak percaya sama Bang Er ya Bapak nggak


akan ikut neng simpan-pinjamnya ya, karena percaya makanya
ikut. Suka kasian juga udah capek kan neng, kadang Bapak ikut
bantu buat ingetin anggota yang lain.” (Nd, 49 tahun)

Kepercayaan responden dengan responden lain cenderung tinggi dan hal


tersebut ditunjukkan dengan bagaimana responden mempercayai responden lain
jika ada yang telat dalam melakukan simpan-pinjam. Mayoritas responden
percaya bahwa meskipun terkadang ada yang telat dalam simpan-pinjam namun
hal itu dikarenakan ada alasan yang dapat dipertanggung jawabkan. Adanya
kepercayaan responden dengan responden lain, menjadikan masing-masing
responden tidak ragu untuk melakukan simpanan atau pinjaman yang merupakan
bentuk partisipasi responden dalam KPEK Rahayu. Sementara responden dengan
kepercayaan tinggi namun tingkat partisipasi rendah dikarenakan kemampuan
responden dalam segi materi misal waktu dan uang tidak mendukung responden
untuk berpartisipasi aktif dalam KPEK Rahayu.
Sebagian responden yang dipercaya memiliki pengetahuan dan informasi
lebih mengenai koperasi juga semakin terlibat aktif dalam KPEK Rahayu
60

misalnya aktif dalam simpan-pinjam dan juga dalam rapat aktif memberikan
pendapat atau saran untuk perkembangan KPEK Rahayu. Hal ini sesuai dengan
informasi dari salah satu informan sebagai berikut:

“...Kaya Pak Sadi sama Makmur, kan tokoh masyarakat disini


neng dan Makmur juga kerja di koperasi. Jadi mereka aktif kalau
misal ada rapat gitu aktif ngasih saran, pendapat gitu. Saya mah
percaya-percaya aja si, mereka pasti juga lebih tau kan.” (Am,
54 tahun)

Hubungan Tingkat Jaringan Sosial dengan Tingkat Partisipasi

Jaringan sosial merupakan hubungan yang terbentuk antara satu pihak


dengan pihak lainnya dalam suatu kelompok masyarakat dan jaringan sosial
memegang peranan penting dalam aktivitas manusia sebagai makhluk sosial yang
tidak dapat hidup tanpa berhubungan dengan yang lainnya (Hasbullah 2006).
Jaringan sosial memungkinkan individu dalam suatu kelompok memiliki akses
terhadap informasi yang berpotensi untuk membantu kehidupan menjadi lebih
baik. Berdasarkan hasil uji statistik pada Tabel 27 diketahui bahwa tingkat
jaringan sosial memiliki hubungan kuat dengan tingkat partisipasi responden
anggota KPEK Rahayu. Pengukuran hubungan jaringan sosial dengan tingkat
partisipasi responden anggota KPEK Rahayu secara kuantitatif disajikan dalam
tabulasi silang Tabel 29.

Tabel 29 Jumlah dan presentase tingkat partisipasi menurut tingkat jaringan sosial
responden anggota KPEK Rahayu Kelurahan Kertamaya, Kecamatan
Bogor Selatan, Kabupaten Bogor tahun 2016
Tingkat Jaringan Sosial Tingkat Partisipasi
Rendah Sedang Tinggi Total
Rendah Jumlah (n) 11 2 0 13
Persen (%) 84,6 15,4 0,0 100,0
Sedang Jumlah (n) 6 9 3 18
Persen (%) 33,3 50,0 16,7 100,0
Tinggi Jumlah (n) 0 0 3 3
Persen (%) 0,0 0,0 100,0 100,0
Total Jumlah (n) 17 11 6 34
Persen (%) 50,0 32,4 17,6 100,0

Berdasarkan Tabel 29, sebesar 84,6 persen atau 11 responden dengan


tingkat partisipasi rendah adalah responden dengan jaringan sosial yang rendah,
sementara sebesar 100,0 persen responden dengan tingkat partisipasi tinggi
merupakan responden dengan tingkat partisipasi tinggi, dan 50,0 persen atau
sembilan responden dengan tingkat partisipasi sedang merupakan responden
dengan jaringan sedang. Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan dari tingkat
jaringan sosial dengan tingkat partisipasi, yang juga ditunjukkan dengan hasil uji
statistik dengan Rank Spearman pada Tabel 27.
61

Responden dengan jaringan sosial rendah mayoritas adalah responden yang


tinggal di luar RW 08 Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan,
Kabupaten Bogor karena intensitas pertemuan dengan ketua maupun dengan
responden lain rendah. Pada beberapa responden dengan jaringan sosial rendah
dikarenakan pekerjaan responden yang merantau dan atau dalam wktu yang tidak
ditentukan pulang ke RW 08 Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan,
Kabupaten Bogor. Responden dengan jaringan sosial rendah juga tidak menjalin
hubungan dengan pihak luar yang terkait koperasi. Hal tersebut menjadikan
responden dengan jaringan sosial rendah memiliki tingkat partisipasi yang rendah
pula dengan presentase 84,6 persen atau 11 responden. Responden yang tidak
tinggal di RW 08 Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten
Bogor menjadikan responden jarang bertemu, berdiskusi ataupun bertukar
informasi mengenai koperasi dengan Ketua KPEK Rahayu ataupun dengan
responden lain. Hal tersebut menjadikan responden kurang terlibat aktif dalam
simpan-pinjam, misalnya dalam pembayaran simpanan wajib. Mayoritas
responden cenderung akan membayar sekaligus pada Rapat Akhir Tahun dan
bahkan beberapa responden juga tidak membayar simpanan wajib, terlebih pada
responden yang juga tidak memiliki pinjaman. Selain itu, responden dengan
jaringan sosial rendah juga jarang mengahadiri rapat baik rapat yang diundang
ataupun rapat-rapat yang dilakukan di sela-sela kegiatan di RW 08 Kelurahan
Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor. Mayoritas responden
cenderung hanya menghadiri Rapat Akhir Tahun saja dan tidak aktif dalam rapat.
Hal ini sesuai dengan keterangan dari salah satu informan sebagai berikut:

“...Jarang ketemu neng, paling kalau pas lagi main nah pas ada
uang bayar simpanan wajib. Kalau buat cicilan pinjaman juga
paling Bapak bayar sekaligus aja. Bapak harus jaga warung,
jadi jarang ikut rapat paling pas RAT aja.” (Ac, 52 tahun)

Responden dengan tingkat partisipasi tinggi adalah responden dengan


jaringan sosial sedang dan tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa jaringan
sosial responden yang terjalin dengan Ketua KPEK Rahayu dan responden lain
dekat dan responden lebih sering bertemu dan juga berdiskusi terkait dengan
koperasi. Mayoritas responden menjadi aktif dalam simpan-pinjam karena
intensitas pertemuan dengan Ketua KPEK Rahayu lebih sering. Hanya beberapa
responden yang memang tidak memiliki kemampuan untuk simpan-pinjam
meskipun sering bertemu namun tetap tidak aktif melakukan simpan-pinjam.
Sebagian responden juga cenderung aktif dalam rapat khususnya rapat yang
dilakukan di sela-sela kegiatan yang ada di RW 08 Kelurahan Kertamaya,
Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor. Terlebih, pada responden dengan
jaringan sosial tinggi juga menjalin hubungan baik dengan pihak luar yang terkait
dengan koperasi sehingga informasi serta pengetahuan yang dianggap lebih
banyak. Hal itu menjadikan responden sering diajak berdiskusi oleh Ketua KPEK
Rahayu untuk membicarakan perkembangan KPEK Rahayu. Reponden juga
diundang untuk rapat, baik rapat yang dilakukan di KPEK Rahayu maupun rapat
disela-sela kegiatan RW 08 Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan,
Kabupaten Bogor dan responden juga aktif dalam memberikan pendapat atau
saran-saran untuk perkembangan KPEK Rahayu.
62

Hubungan Tingkat Norma dengan Tingkat Partisipasi

Norma memiliki pengertian sebagai sekumpulan aturan yang diharapakan


dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu
(Hasbullah 2006). Norma berkaitan dengan peraturan-peraturan yang ada di dalam
KPEK Rahayu dan dijalankan bersama. Tingkat norma dalam penelitian ini diukur
dengan realisasi ketaatan dalam melaksanakan aturan baik dari responden lain dan
juga Ketua KPEK Rahayu serta sanksi yang diterapkan. Pengukuran hubungan
tingkat norma dengan tingkat partisipasi responden anggota KPEK Rahayu secara
kuantitatif dijelaskan dalam tabulasi silang Tabel 30.

Tabel 30 Jumlah dan presentase tingkat partisipasi menurut tingkat norma


responden anggota KPEK Rahayu Kelurahan Kertamaya, Kecamatan
Bogor Selatan, Kabupaten Bogor tahun 2016
Tingkat Norma Tingkat Partisipasi
Rendah Sedang Tinggi Total
Rendah Jumlah (n) 0 0 0 0
Persen (%) 0,0 0,0 0,0 0,0
Sedang Jumlah (n) 10 4 1 15
Persen (%) 66,7 26,7 6,6 100,0
Tinggi Jumlah (n) 7 7 5 19
Persen (%) 36,8 36,8 26,4 100,0
Total Jumlah (n) 17 11 6 34
Persen (%) 50,0 32,4 17,6 100,0

Berdasarkan Tabel 30 dan hasil uji statistik pada Tabel 27, diketahui bahwa
tingkat norma tidak memiliki hubungan yang berarti dengan tingkat partisipasi
responden anggota KPEK Rahayu. Tidak adanya hubungan antara norma dengan
tingkat partisipasi anggota KPEK Rahayu dikarenakan hampir seluruh responden
memiliki pola perilaku yang patuh terhadap aturan khususnya aturan-aturan dalam
interaksi sehari-hari terlepas responden berpartisipasi atau tidak. Perilaku tersebut
telah berpola dalam masyarakat melalui sosialisasi sejak kecil sehingga dijalankan
oleh responden ketika menjadi anggota KPEK Rahayu. Terlebih mayoritas
responden anggota KPEK Rahayu merupakan warga asli RW 08 Kelurahan
Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten Bogor. Sementara untuk
penerapan AD/ART seperti yang telah dijelaskan pada sub-bab tingkat norma,
AD/ART seperti tata cara menjadi anggota dan tata cara pembagian SHU
diberlakukan bagi setiap anggota terlepas dari anggota tersebut aktif dalam
simpan-pinjam atau tidak. AD/ART tersebut digunakan sebagai pedoman,
meskipun terdapat beberapa AD/ART yang penerapannya tidak sesuai
dikarenakan melihat kondisi dari responden.
63

PENUTUP

Simpulan

Modal sosial dalam penelitian ini difokuskan pada kepercayaan, jaringan


sosial, serta norma yang ada pada responden anggota KPEK Rahayu. Tingkat
kepercayaan yang ada pada responden anggota KPEK Rahayu cenderung tinggi
baik kepercayaan pada sesama responden maupun kepercayaan kepada Ketua
KPEK Rahayu. Hal tersebut dikarenakan adanya rasa tolong-menolong, toleransi,
kejujuran serta keterbukaan dalam menjalankan simpan-pinjam di KPEK Rahayu.
Mayoritas responden yang berasal dari wilayah yang sama menjadikan
kepercayaan yang tercipta tinggi. Jaringan sosial yang terbentuk sesama
responden anggota KPEK Rahayu menunjukkan kohesifitas tinggi namun luas
jaringan yang tercipta dengan anggota koperasi lain sangat sempit karena
mayoritas responden tidak berhubungan dengananggota koperasi lain. Sementara
norma yang ada dalam KPEK Rahayu cenderung tinggi dikarenakan masing-
masing responden berusaha menjalankan aturan yang ada sebagai bentuk untuk
menjaga rasa percaya serta hubungan baik antar responden.
Anggota KPEK Rahayu yang menjadi responden dalam penelitian ini,
cenderung lebih berpartisipasi aktif pada tahap pelaksanaan serta menikmati hasil,
sedangkan partisipasi cenderung masih rendah pada tahap pengambilan keputusan
dan monitoring-evaluasi. Tidak adanya hubungan dengan koperasi lain,
menjadikan mayoritas responden memiliki informasi serta pengetahuan yang
sangat minim tentang perkoperasian. Hal tersebut menjadikan mayoritas
responden berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan dan menikmati hasil, sementara
pada tahap pengambilan keputusan serta monitoring-evaluasi mayoritas
responden kurang memberikan kontribusi karena adanya perasaan takut salah
yang disebabkan oleh minimnya pengetahuan dan informasi tentang koperasi yang
dimiliki.
Berdasarkan hasil penelitian, modal sosial berhubungan dengan tingkat
partisipasi anggota KPEK Rahayu dan hubungan yang terjadi adalah hubungan
kuat. Hubungan kuat ini dibuktikan dengan adanya keterhubungan antar indikator
modal sosial yakni tingkat kepercayaan dan tingkat jaringan sosial antara sesama
responden dan Ketua KPEK Rahayu yang mampu mendorong kesadaran dan
kemauan untuk berpartisipasi melalui keikutsertaan dalam perencanaan hingga
monitoring-evaluasi simpan-pinjam KPEK Rahayu.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa hal yang dapat
dijadikan saran yaitu :
1. Penting untuk membangun jaringan kerjasama antara KPEK Rahayu dengan
koperasi lain. Jaringan kerjasama dengan koperasi lain akan menjadikan
anggota dan pengurus lebih memahami tentang koperasi sehingga dapat
memperbaiki pelaksanaan kegiatan-kegiatan KPEK Rahayu agar lebih baik
lagi.
64

2. Perlu diadakan sosialisasi kepada anggota KPEK Rahayu agar mereka


memahami pentingnya koperasi sehingga kesadaran anggota untuk
berpartisipasi lebih aktif lambat laun akan meningkat.
3. Perlu diadakan sosialisasi kepada warga yang belum tergabung menjadi
anggota KPEK Rahayu agar mereka memahami pentingnya koperasi
sehingga warga secara perlahan akan bergabung menjadi anggota koperasi.
65

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Kemiskinan Indonesia. [Internet]. [Diakses


pada 27 Mei Maret 2016 pukul 18.35 WIB]. Dapat diakses melalui :
http://bps.go.id
[RI] Republik Indonesia. 1992. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian.
Anwas M. 2013. Pemberdayaan Masyarakat di Era Global. Jakarta (ID):
Alfabeta.
Arnstein SR. 1969. A Ladder of Citizen Participation. JAIP, Vol. 35, No. 4, July
1969. [Diakses 20 Maret 2016]. Dapat diakses melalui: http://lithgow-
schmidt.dk/sherry-arnstein/ladder-of-citizen-participation.html
Cohen JM dan Uphoff NT. 1979. Participation's place in rural development:
seeking clarity through specificity. [Internet]. [Diakses 20 Maret 2016].
Dapat diakses melalui :
www.researchgate.net/profile/Norman_Uphoff/publication/4897194_Partici
pation%27s_Place_in_Rural_Development_Seeking_Clarity_Through_Spec
ificity/links/54e5f44d0cf2cd2e028b535d?ev=pub_ext_doc_dl&origin=publi
cation_detail&inViewer=true
Coleman J. 1989. Social capital in creation of human capital. American Jurnal of
Socilogy. 94 (Supplement) S95-S120. [Internet]. [Diakses 20 November
2016]. Dapat diakses melalui :
http://courseweb.ischool.illinois.edu/~katewill/for-
china/readings/coleman%201988%20social%20capital.pdf
Effendi S, Tukiran. 2012. Metode Penelitian Survai. Jakarta (ID): PT Pustaka
LP3ES Indonesia
Grootaert and Bastelaer. 2001. Understanding and measuring social capital: A
synthesis of findings and recommendations from social capital initiative.
World Bank; Diakses 20 November 2016. Dapat diakses melalui:
http://siteresources.worldbank.org/INTSOCIALCAPITAL/Resources/Social
-Capital-Initiative-Working-Paper-Series/SCI-WPS-24.pdf
Hasbullah J. 2006. Social Capital: Menuju Keunggulan Budaya Manusia
Indonesia. MR-United Press Jakarta. Jakarta.
Ibrahim, Linda D. 2006. Kehidupan berorganisiasi sebagai modal sosial
komunitas Jakarta. Jurnal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. [Internet].
[Diakses pada 23 Desember 2016]. Vol 2 (11) hal 1-26. Dapat diakses
mealui: http://onesearch.id/ Record/ IOS1- INLISM00000000167494
Inayah. 2012. Peranan Modal sosial dalam pembangunan. Jurnal Pengembangan
Humaniora. [Internet]. [Diakses pada 23 Desember 2016]. Vol. 12 (1): hal
1-7. Dapat diakses melalui: http://www.polines.ac.id/ragam
/index_files/jurnalragam/ paper_6% 20 apr%202012.pdf
Lawang R. 2004. Capital Sosial: Dalam Perspektif Sosiologis Suatu Pengantar.
Jakarta: Fisip UI Press.
Mustofa MF. 2013. Peran modal sosial pada proses pengembangan usaha (Studi
kasus : Komunitas PKL SMAN 8 Jalan Veteran Malang). Jurnal Ekonomi
dan Bisnis. [Internet]. [Diakses pada 4 Oktober 2016]. Dapat diakses
melalui: http://jimfeb.ub.ac.id /index.php/jimfeb/article/view/530
66

Nasdian FT. 2014. Pengembangan Masyarakat. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka


Obor Indonesia.
Naufal A dan Kusumastuti YI. 2010. Evaluasi program pos pemberdayaan
keluarga (Posdaya) (Studi kasus Posdaya Bina Sejahtera di Kelurahan Pasir
Mulya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat. Jurnal
Penyuluhan. [Internet]. [Diakses pada 02 Juni 2016]. Vol 06 (02): hal 1-16.
Dapat diakses melalui: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/11377
Nirmaya GC, Muflikhati I, Simanjuntak M. 2014. Pengaruh program CSR
terhadap kesejahteraan keluarga di sekitar tambang. Jurnal Ilmu Keluarga
dan Konsumen. [Internet]. [Diakses pada 20 Mei 2016]. Vol. 7(1): hal. 19-
29. Dapat diakses melalui:
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jikk/article/view/9993
Putman R. 1993. Bowling Alone: America declining social capital. Journal of
Demografi. [Internet]. No. 6(1) page 65-78. [Diakses 20 November 2016].
Dapat diakses melalui:
http://xroads.virginia.edu/~hyper/DETOC/assoc/bowling
Putman RD. 2000. Bowling Alone: the collapse and revival of American
community. New York: Simon and Schuster. [Internet]. [Diakses pada 20
November 2016. Dapat diakses melalui:
https://pdfs.semanticscholar.org/6139/2a755fae0f3c370b2da4b7c61f596431
5158.pdf
Rahmawati dan Sumarti T. 2011. Analisis tingkat partisipasi peserta program CSR
pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia. Sodality: Jurnal
Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. [Internet].
[Diakses pada 3 Juni 2016]. Vol. 5(3): hal 325-338. Dapat diakses melalui:
http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/view/9696/7589
Rosyida I dan Nasdian FT. 2011. Partisipasi masyarakat dan stakeholder dalam
penyelenggaraan program Corporate Social Responsibility (CSR) dan
dampaknya terhadap komunitas perdesaan. Sodality: Jurnal Transdisiplin
Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. [Internet]. [Diakses pada 21
Mei 2016]. Vol. 05 (01): hal. 51-70. Dapat diakses melalui:
http://ejournal.skpm.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/view/214/209
Sasongko YAT. 2012. Diaspora Madura : Analisis modal sosial dalam usaha
sektor informal oleh migran Madura di Kecamatan Tanah Sereal, Kota
Bogor, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sitio dan Tamba. 2001. Koperasi: Teori dan Praktik. Jakarta (ID): Erlangga.
Slamet M. 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Bogor: IPB
Press.
Sugiharsono. 2009. Sistem ekonomi koperasi sebagai solusi permasalahan
ekonomi Indonesia: mungkinkah?. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan.
[Internet]. [Diakses pada 20 Januari 2017]. Vol. 6 (01): hal. 21-32. Dapat
diakses melalui journal.uny.ac.id/index.php/jep/article/download/587/444
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung
(ID): Alfabeta.
Suharto E. 2007. Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik. Bandung (ID):
Alfabeta.
67

Uphoff N. 2000. Social capital; A multifaced prespectiv. Parta Dagusta dan Ismail
Serageldin [editor]. Washington DC; World Bank.
Vipriyanti NU. 2011. Modal Sosial dan Pembangunan Wilayah. Denpasar (ID):
Universitas Brawijaya Press.
Widjajanti K. 2011. Model pemberdayaan masyarakat. Dalam: Jurnal Ekonomi
Pembangunan. [Internet]. [Diunduh 21 Juni 2016]; 12 (1): 15-27. Tersedia
pada: http://journals.ums.ac.id/index.php/JEP/article/viewFile/202/189
Winarni I. 2011. Keterkaitan antara modal sosial dengan produktivitas pada sentra
bawang merah di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung [thesis]. [Di
akses pada 20 November 2016]. Fakultas Ekonomi: Universitas Indonesia.
Dapat diakses melalui: http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20297588-
T29781%20-%20Keterkaitan%20antara.pdf
68

LAMPIRAN
69

Lampiran 1 Sketsa Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kabupaten


Bogor
70

Lampiran 2 Jadwal penelitian


Kegiatan Bulan
Juni Juli Oktober November Desember Januari Februari
1 2 3 4 1 2 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan
proposal
skripsi
Kolokium
Perbaikan
proposal
skripsi
Uji validitas
dan
reliabilitas
Pengambilan
data lapang
Pengolahan
dan analisis
data
Penulisan
draft skripsi
Uji petik
Sidang skripsi
Perbaikan
Laporan
skripsi
71

Lampiran 3 Panduan pertanyaan wawancara mendalam


Hari/Tanggal :
Nama :
Alamat :
Umur :
No Telp/Hp :

Informan Ketua KPEK Rahayu


1. Bagaimana sejarah penghidupan kembali KPEK Rahayu?
2. Sudah berapa banyak anggota KPEK Rahayu hingga saat ini? Bagaimana
cara bergabung menjadi anggota KPEK Rahayu?
3. Apa saja kegiatan yang dilakukan oleh KPEK Rahayu?
4. Bagaimana jadwal pertemuan, lokasi pertemuan, pengurus, mekanisme
pinjaman ditentukan?
5. Bagaimana mekanisme pinjaman yang berlangsung di KPEK Rahayu?
6. Apa saja kendala yang dihadapi oleh KPEK Rahayu?
7. Bagaimana bentuk dukungan pihak luar yang diberikan kepada KPEK
Rahayu?
8. Apakah ada persyaratan khusus untuk masyarakat yang akan menjadi anggota
KPEK Rahayu?
9. Bagaimana cara mendorong masyarakat agar mau menjadi anggota KPEK
Rahayu?
10. Bagaimana bentuk kerjasama yang ada dalam KPEK Rahayu?
11. Apakah setiap anggota terlibat aktif dalam kegiatan KPEK Rahayu?
12. Bagaimana rencana ke depan yang akan dilaksanakan oleh KPEK Rahayu?

B. Informan Anggota KPEK Rahayu


1. Sejak kapan menjadi anggota KPEK Rahayu?
2. Mengapa mau menjadi anggota KPEK Rahayu?
3. Bagaimana keterlibatan dalam kegiatan KPEK Rahayu?
4. Sampai sejauh ini apakah merasakan manfaat dengan menjadi anggota KPEK
Rahayu?
5. Bagaimana kepercayaan yang dimiliki sesama anggota KPEK Rahayu?
6. Bagaimana kepercayaan terhadap Ketua KPEK Rahayu?
7. Apakah KPEK Rahayu telah dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan anggota?
8. Bagaimana kedekatan dengan sesama anggota KPEK Rahayu?
9. Bagaimana kedekatan dengan Ketua KPEK Rahayu?
10. Apakah dalam KPEK Rahayu sering terjadi masalah? Jika ya, bagaimana cara
menyelesaikannya?
72

C. Informan Tokoh Masyarakat


1. Apa yang mendorong masyarakat mau menjadi anggota KPEK Rahayu?
2. Bagaimana manfaat yang dihasilkan dengan adanya KPEK Rahayu?
3. Adakah keluhan masyarakat terhadap pelaksanaan KPEK Rahayu?
4. Apakah dalam KPEK Rahayu sering terjadi masalah? Jika ya, bagaimana cara
menyelesaikannya?
73

Lampiran 4 Tulisan tematik

Modal Sosial Anggota KPEK Rahayu

Anggota KPEK Rahayu mayoritas berasal dari RW 08 Kelurahan


Kertamaya dan di RW 08 Kelurahan Kertamaya modal sosial masyarakatnya kuat.
Hal ini terlihat saat penelitian dilakukan, dimana pada sore hari jalan di RW 08
selalu ramai oleh Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang sedang mengobrol dan setiap
hari Jumat dan Minggu terdapat kegiatan kerja bakti di RW 08 dan selalu banyak
warga yang mengikuti kerja bakti. Selain itu, pada saat penelitian ini dilakukan
banyak kegiatan “slametan” yang sedang dilaksanakan oleh masyarakat di RW
08. Alasan utama dari kuatnya modal sosial di RW 08 karena adanya kesamaan
wilayah serta kesamanaan keturunan. Kegiatan-kegiatan lain di masyarakat
misalnya tahlilan di masjid juga setiap hari dilaksanakan. Aktivitas-aktivitas
seperti tahlilan, kerja bakti atau tasyakuran digunakan oleh ketua KPEK Rahayu
untuk menyebarkan informasi terbaru mengenai KPEK Rahayu apabila dalam
waktu enam bulan tidak ada kegiatan kumpul bersama khususnya untuk
menginformasikan mengenai pembayaran simpanan pokok kepada anggota KPEK
Rahayu.
“...Kalau pada belum bayar dan Bapak tidak sempat
mendatangi ke rumah, pas lagi ketemu di masjid atau pas lagi
kerja bakti Bapak ingetin aja neng. Kalau kegiatan-kegiatan di
RW yang ikut kan juga anggota-anggota koperasi juga, Bapak
sekalian juga kadang-kadang rapat colongan gitu istilahnya.
Pas sela-sela pengajian atau pas sela-sela kerja bakti nanti
Bapak ngobrol-ngobrol kalau ada informasi atau rencana
Bapak gitu. Sekalian juga neng Bapak sekarang mulai aktif lagi
ajak-ajak yang belum ikut harapannya nanti pas pembukaan
buku baru RW 08 bisa ikut semua, manfaat buat anggota
manfaat buat koperasi juga biar makin berkembang.” (Mt, 55
tahun)

“...Kalau di RW ini alhamdulilah neng Bapak kalau ada apa-


apa gampang buat koordinirnya. Jarang sampe ada masalah
besar juga. Hampir saudara semua di sini neng, ada pendatang
itu juga cuma satu dua yang ngontrak di depan itu. Kalau ada
yang sakit nanti pada jenguk bareng, kalau ada yang hajatan
pada di kerjain bareng-bareng. Di sini juga ada uang sosial
neng ditarikin per bulan Rp.10.000 buat kalau ada yang sakit
buat jenguk, waktu itu pernah buat bayarin sekolah satu anak
yang ibu nya udah tidak sanggup bayar lagi.” (Sd, 44 tahun)

“...Bisa neng lihat sendiri neng. Di sini mah baik-baik aja neng,
toling-menolong, musyawarah mah udah pasti neng. Ini aja satu
deret adik Bapak semua. Tiap minggu pasti ada ngaliweut
(kegiatan makan bersama dengan nasi liwet yang merupakan
74

nasi khas Sunda). Cuma kalau pendatang Bapak Belum terlalu


hafal neng mukanya, maklum udah tua ya neng.” (Ks, 73 tahun)

“...Ibu dari pertama diajak buat ikut koperasi langsung mau


neng, buat jaga-jaga. Yang ngajak juga kakak sendiri neng,
masa mau di tolak. Ibu mau lanjut aja ikut koperasinya neng,
tidak susah aturannya dan bunganya kalau mau pinjam tidak
sebesar bank keliling juga, terus yang ikut juga saudara semua
jadi enak kalau telat-telat gitu.” (Mm, 49 tahun)

Tingkat Partisipasi Anggota KPEK Rahayu

Kegiatan KPEK Rahayu yang utama adalah kegiatan simpan-pinjam. Dalam


KPEK Rahayu juga terdapat jadwal untuk rapat perencanaan setiap tiga bulan
sekali dan rapat evaluasi setiap satu tahun sekali, namun dalam pelaksanaannya
rapat tersebut tidak selalu dilakukan. Rapat yang pasti dilakukan adalah Rapat
Akhir Tahun. Untuk kegiatan-kegiatan seperti kunjungan jarang melibatkan
anggota KPEK Rahayu.

“...Anggota bisa ikut tergantung kapasitas yang diatur sama


bank nya neng. Waktu pelatihan sama Bank Danamon Cuma
disuruh tiga orang saja, jadi Bapak tunjuk Bapak Makmur dan
Bapak Acep selaku bendahara dan sekretaris buat ikut sama
Bapak. Terus kalau misal kunjungan ke koperasi lain baru
Bapak ajak semua anggota, tapi tidak semua ikut neng. Pada
kerja tidak pas waktunya si katanya kebanyakan anggota yang
tidak ikut.” (Mt, 55 tahun)

“...Saya mah ikutnya cuma minjem sama nabung aja neng,


belum pernah neng ikut pelatihan dari koperasi, ikut kunjungan
baru sekali. Lebih sering narik angkot neng, ikut juga kurang
ngerti juga, kalau udah ada yang ikut kan nanti dikasih tau
hasilnya.” (Bapak Iw, 39 tahun)

“...Biasanya saya terima apapun hasil dari rapat, yang penting


tidak merugikan anggota tidak masalah. Ikut rapat juga jarang,
soalnya kan harusjaga warung, jadi gak ada waktu buat ikut
rapat-rapat kayak itu.” (Ah, 63 tahun)

“...Sebenarnya saya juga ingin ikut pelatihan atau kunjungan


gitu, hanya jadwal pelatihan tidak sesuai dengan jadwal kerja
saya karena saya tidak dapat izin cuti juga apalagi cuma buat
ikut pelatihan gaja.” (Ar, 27 tahun)

“...Kalau sumbangan materi jarang, yang wajib simpanan


pokok aja sama uang sosial neng. Tidak ditarik sumbangan buat
pelatihan atau kunjungan gitu.” (Nh, 54 tahun)
75

“...Kalau manfaat ikut koperasi banyak manfaat yang bisa


diperoleh anggota, ya terutama buat simpan-pinjam si dek.”
(En, 57 tahun)

“...Kalau rapat evaluasi hampir semua anggota koperasi hadir,


tapi kalau monitoring sama pembuatan laporan akhir kegiatan
itu biasanya dari pengurus sama dibantu oleh pengawas
koperasinya.” (Mt, 55 tahun)
76

Lampiran 5 Hasil olah data


Correlations

Tingkat
Modal Sosial Partisipasi
Spearman's rho Modal Sosial Correlation Coefficient 1,000 ,511(**)
Sig. (2-tailed) . ,002
N 34 34
Tingkat Partisipasi Correlation Coefficient ,511(**) 1,000
Sig. (2-tailed) ,002 .
N 34 34
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations

Tingkat
Kepercayaan Partisipasi
Spearman's rho Kepercayaan Correlation Coefficient 1,000 ,513(**)
Sig. (2-tailed) . ,000
N 34 34
Tingkat Partisipasi Correlation Coefficient ,513(**) 1,000
Sig. (2-tailed) ,000 .
N 34 34
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations

Tingkat
Kepercayaan Partisipasi
Spearman's rho Jaringan sosial Correlation Coefficient 1,000 ,644(**)
Sig. (2-tailed) . ,000
N 34 34
Tingkat Partisipasi Correlation Coefficient ,644(**) 1,000
Sig. (2-tailed) ,000 .
N 34 34
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations

Tingkat
Norma Partisipasi
Spearman's rho Norma Correlation Coefficient 1,000 ,324
Sig. (2-tailed) . ,062
N 34 34
Tingkat Partisipasi Correlation Coefficient ,324 1,000
Sig. (2-tailed) ,062 .
N 34 34
77

Lampiran 6 Dokumentasi

Gambar 2 Sekretariat KPEK Rahayu Gambar 5 Sertifikat keikutsertaan


pelatihan

Gambar 6 Piagam penghargaan


Gambar 3 Proses pengambilan Data KPEK Rahayu

Gambar 4 Proses pengambilan data Gambar 7 Laporan


pertanggungjawaban
KPEK Rahayu
78

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Purworejo pada 26 Juni 1995. Penulis merupakan anak


ketiga dari pasangan Radyo Maryono dan Suwarti. Penulis menamatkan
pendidikan sekolah dasar pada tahun 2007 di SD N Kedunglo, Sekolah Menengah
Pertama pada tahun 2010 di SMP N 18 Purworejo, dan Sekolah Menengah Atas
pada tahun 2013 di SMA N 2 Purworejo. Penulis melanjutkan studi di
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor tahun 2013. Selama perkuliahan, penulis aktif
mengikuti organisasi, kepanitian, serta lomba-lomba. Pada tahun 2014, penulis
tergabung dalam Majalah Komunitas yang merupakan majalah di Fakultas
Ekologi Manusia divisi Redaksi Online. Penulis juga aktif dalam organisasi
himpunan mahasiswa Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yaitu
Himasiera pada tahun 2016 di divisi Research and Development. Dalam
kepanitian, penulis pernah menjadi Ketua Divisi EGAF yang merupakan kegiatan
cinta lingkungan di bawah BEM FEMA 2015. Penulis juga pernah menjadi ketua
divisi Dana Usaha pada acara The 3rd Connection yang merupakan acara terbesar
bagi Himasiera. Selain itu, penulis juga menjadi ketua pelaksana untuk kegiatan
Revolution 2016 (Research Volunteer in Action) yang merupakan kegiatan
research oleh Himasiera bertempat di Pusat Konservasi Alam Bodogol, Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango. IPB Art Contest, Familiarity Night, Espent,
Masa Perkenalan Fakulltas dan masih banyak lagi kepanitian yang diikuti oleh
penulis. Selama masa kuliah penulis juga menjadi asisten praktikum pada mata
kuliah Sosiologi Umum periode 2015-2016. Penulis juga sempat mengikuti lomba
karya tulis ilmiah tingkat nasional di Universitas Gadjah Mada.

Anda mungkin juga menyukai