Anda di halaman 1dari 54

Similarity Report ID: oid:3618:51944702

PAPER NAME AUTHOR

POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK TUNA G YETIHERLINA


RAHITA DI PANTI SOSIAL BINA NETRA A
MAL MULIA BENGKULU

WORD COUNT CHARACTER COUNT

9919 Words 63947 Characters

PAGE COUNT FILE SIZE

49 Pages 379.3KB

SUBMISSION DATE REPORT DATE

Feb 15, 2024 8:11 AM GMT+7 Feb 15, 2024 8:12 AM GMT+7

93% Overall Similarity


The combined total of all matches, including overlapping sources, for each database.
92% Internet database 17% Publications database
Crossref database Crossref Posted Content database
35% Submitted Works database

Summary
I

3
POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK TUNA GRAHITA DI PANTI SOSIAL BINA
NETRA AMAL MULIA BENGKULU

Skripsi
Disusun Oleh:

YETIHERLINA
19070016

8
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS
PROF.DR. HAZAIRIN,SH

2022/2023
I
II

ABSTRAK

3
Yeti Herlina, NIM 19070016 Studi Deskriptif Tentang Pola Interaksi Sosial Anak
Tunagrahita Di Panti Sosial Binanetra Amal Mulia Kota Bengkulu.
III

1
Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya anak tunagrahita merupakan anak
yang memiliki IQ dibawah rata-rata, yang mana anak tersebut dalam
kesehariannya memerlukan bantuan orang lain untuk sekedar mengurus atau memiliki
kesulitan dalam berinteraksi sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bimbingan guru dalam interaksi sosial pada anak tunagrahita. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis peneliti ini adalah studi kasus.
Kemudian pengumpulan data dengan menggunakan metode observasi,
wawancara dan dokumentasi. Hasil dari penelitian yang dilakukan peneliti adalah
sebagai berikut: 1) Proses Interaksi Sosial Anak Tunagrahita di Sekolah Luar Biasa Amal
1
Mulia dan Panti Kota Bengkulu interaksi sosial sangat kurang dan lambat merespon. 2)
Bimbingan Guru Pada Interaksi Sosial Anak Tunagrahita di Sekolah Luar Biasa Amal
1
Mulia dan Panti Amal Mulia Kota Bengkulu dengan cara memahami karakter anak,
melakukan pendekatan khusus secara individu dengan penuh kelembutan dan kasih
sayang, sabar, melakukan teknik secara langsung maupun tidak langsung dan
melibatkan kerja sama dengan orangtua. 3) kendala yang dihadapi yaitu dari guru,
siswa, media dan sarana prasarana. 4) upaya untuk mengatasi kendala yaitu guru
berusaha merekrut guru sesuai bidangnya dan mengikuti pelatihan, dari pihak sekolah
berupaya memberikan kesadaran kepada orang tua tentang pendidikan pada anak
berkebutuhan khusus tunagrahita, guru harus kreatif memanfaatkan media yang
dan ada pihak sekolah akan berusaha memenuhi fasilitas-fasilitas yang menunjang
proses pembelajaran dan interaksi sosial.

Kata kunci : Bimbingan guru, Interaksi Sosial, Tunagrahita

ABSTRACT

3
Yeti Herlina, NIM 19070016 Studi Deskriptif Tentang Pola Interaksi Sosial Anak
Tunagrahita Di Panti Sosial Binanetra Amal Mulia Kota Bengkulu.

1
This research is motivated by the existence of mentally retarded children, namely
children who have an IQ below the average, where these children in their daily lives need
1
help from other people to just take care of them or have difficulty in social interaction.
This research aims to determine teacher guidance in social interaction for mentally
IV

1
retarded children. This research uses a qualitative approach and the type of research is a
case study. Then collect data using observation, interviews and documentation methods.
The results of the research conducted by researchers are as follows: 1) The process of
social interaction for mentally retarded children at the Amal Mulia Special School and the
1
Bengkulu City Home, social interaction is very lacking and slow to respond. 2) Teacher
Guidance on the Social Interaction of Children with Mental Disabilities at the Amal
1
Mulia Special School and the Amal Mulia Home in Bengkulu City by understanding the
child's character, taking a special individual approach with full gentleness and affection,
being patient, using techniques directly and indirectly and involving cooperation with
parents. 3) the obstacles faced are from teachers, students, media and infrastructure. 4)
efforts to overcome obstacles, namely teachers trying to recruit teachers according to
their fields and taking part in training, the school trying to provide awareness to parents
about education for children with special needs for mental retardation, teachers must be
creative in using media and the school will try to provide facilities which supports the
learning process and social interaction.

Keywords: Teacher guidance, Social Interaction, Mental retardation

KATA PENGANTAR
V

23
Allhamdulillah penulis panjatkan kehadiran Allah SWT dan hidaya-nya sehingga Skripsi
ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul “Pola Interaksi Sosial Anak Tuna Grahita Di
21
Panti Amal Mulia Kota Bengkulu“ penulisan ini disusun untuk melengkapi salah satu
syarat untuk mencapai sarjana program studi Bimbingan dan Konseling.
14
Dalam penulisan Skripsi ini penulis mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak baik langsung maupun tidak langsung terutama penulis ucapakan terimakasih
kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Yulfiperius, M.Si selaku Rektor Universitas Prof. Dr. Hazairin SH

Bengkulu.
8
2. Dedi Guntar, S.Pd.,M.Si selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Prof. Dr. Hazairin SH Bengkulu.


8
3. Ibu Heni Sulusyawati,M.Pd selaku Ketua Jurusan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Bimbingan dan Konseling Universitas Prof. Dr. Hazairin SH

Bengkulu.
8
4. Ibu Dian Mustika Maya, S.Psi. MA selaku Dosen Pembimbing Utama

5. Ibu Nurul Jannah, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Pendamping


25
Akhirnya penulis mengharapkan kritik dan saran segala kesalahan dalam penulisan
Skripsi ini dari berbagi pihak demi kesempurnaan Skripsi ini. Akhirnya atas segala
3
kekurangan kepada semua pihak penulis mohon maaf, semoga Proposal skripsi ini
bermanfaat bagi semua pihak amin.

Bengkulu, 18 Juli 2023

Penulis

Yeti Herlina

PERSEMBAHAN
VI

 Kepada kedua orang tuaku tercinta yang sudah membesarkan, merawat,


24
dan menyayangi aku sampai ada dititik ini, yang senantiasa memberikan
do’a, semangat, dan dukungan serta motivasi yang tidak pernah henti
demi mencapai kesuksesanku.
 Ibu Ketua Yayasan Hj, Hetty Hartaty, M.Pd yang memberikan dukungan,
menjadi motivasi dan pelindung bagiku.
 Terima kasih untuk Ibu Feby Rahmayani, S.Hut, M. Ling yang tercantik
30
yang telah membantu dan selalu mengingatkanku agar segera
menyelesaikan skripsi ini,
 Terima kasih kepada sahabatku di Panti Amal Mulia yang telah
menyemangatiku selama proses mengerjakan skripsi.
 Terima kasih untuk sahabat seperjuangan perkuliahanku yang telah
menemani semasa kuliah.
 Almamaterku tercinta.
32 16
 Serta semua pihak yang sudah membantu selama penyelesaian skripsi
ini.

MOTTO

 Kamu tidak harus menjadi hebat untuk memulai, tetapi kamu harus mulai untuk
menjadi hebat.
18
 Jangan bandingkan prosesmu dengan orang lain karena tidak semua bunga
tumbuh mekar secara bersamaan.
VII

 Teruslah bergerak mengerjakan yang seharusnya dikerjakan walaupun proses


yang dijalani sangat panjang, percayalah yang bisa menyelesaikannya hanyalah
dirimu sendiri.
13
 Mungkin saja ujian hidup yang tak kamu sukai akan mengantarkan dirimu kepada
takdir indah yang tak pernah kamu bayangkan sebelumnya.

20
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Yeti Herlina

NPM : 19070016
31
Program Studi : Bimbingan dan Konseling

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan


VIII

28
Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Pola Interaksi Sosial Anak Tuna
17
Grahita di Panti Sosial Bina Netra Amal Mulia “ dengan sesungguhnya disusun
5
seluruhnya merupakan hasil karya saya sendiri. Adapun bagian tertentu dalam
penulisan Skripsi yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan
sumbernya secara jelas sesuai dengan norma kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian skripsi ini bukan hasil
karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya bersedia
menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi
lainyya dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Bengkulu, Juli 2023

Yeti Herlina

19070016

15
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN
............................................................................................................................................. ii
i

ABSTRAK
............................................................................................................................................. i
v

ABSTRACT ....................................................................................................................... v

KATA PENGANTAR
............................................................................................................................................. v
i
IX

HALAMAN PERSEMBAHAN
............................................................................................................................................. v
ii

MOTO
............................................................................................................................................. v
iii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN


............................................................................................................................................. i
x
12
DAFTAR ISI...................................................................................................................... x

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 4
C. Batasan Penelitian ................................................................................................... 5
D. Tujuan Penelitian .................................................................................................... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
26
A. Pengertian Anak Tuna Grahita................................................................................ 6
B. Interaksi Sosial Anak Tuna Grahita
................................................................................................................................. 1
2
22
BAB III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan JenisPenelitian


................................................................................................................................. 1
4
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
29
................................................................................................................................. 1
4
C. Teknik Pengumpulan Data
................................................................................................................................. 1
4
D. Angket
................................................................................................................................. 1
5
E. Teknik Analisa Data
................................................................................................................................. 1
5
3
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Wilayah Panti Sosial Bina Netra Amal Mulia


................................................................................................................................. 1
7
X

B. Profil Informan
................................................................................................................................. 1
9
17
C. Pola Interaksi Sosial Anak Tuna Grahita di Panti Sosial Bina Netra Amal Mulia
Kota Bengkul.........................................................................................20
3
D. Kendala yang dihadapi Guru Pada Bimbingan Anak Tuna Grahita di Panti Sosial
Bina Netra Amal Mulia Kota Bengkulu
................................................................................................................................. 2
7
3
BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan
................................................................................................................................. 3
4
B. Saran
................................................................................................................................. 3
5
DAFTAR PUSTAKA
............................................................................................................................................. 3
6

LAMPIRAN
1

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) biasa di kenal dengan istilah


anak berkelainan, anak cacat, atau anak luar biasa. Dan anak luar biasa yang
mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang berbeda. Kelainan ini
biasanya terjadi pada aspek didik, psikis, emosi dan sosial. Anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang membutuhkan penanganan khusus di
karenakan mempunyai kelainan yang berbeda dengan kriteria normal (Fadhli,
2010). Perlakukan khusus itu berupa layanan pendidikan dan pendidikan
inklusi yang di dalamnya bisa mengembangkan potensi yang dimiliki Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK).

Karakteristik anak berkebutuhan husus berbeda dengan anak normal


pada umumnya. Hal ini sesuai dengan pendapat (Geniofam, 2010)
2

memperkaya pendapat tersebut anak berkebutuhan khusus adalah anak


dengan penanganan khusus yang berbeda dengan anak normal lainnya.
Sebagai pendidik atau calon pendidik baik di sekolah dasar, sekolah
menengah pertama dan sekolah menengah atas/ sekolah menengah kejuruan,
serta orang tua, perlu memahami apa dan siapa itu ABK itu. Hal ini perlu
dilakukan untuk memperkenalkan secara dini, melayani sesuai dengan
kemampuan, dan juga kecacatan yang dimiliki ABK.

Istilah yang lebih humanis dan holistik untuk menyebut anak yang
memiliki kelainan tersebut adalah anak berkebutuhan khusus (ABK).
Pandangan konsep ABK (children with special need) merupakan konsep luas
yang mencangkup anak yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat
permanen, akibat dari anak penyandang cacat atau anak berkebutuhan
khusus yang bersifat te temporer (Santoso, 2012:2). Anak yang mengalami
kesulitan dalam menyesuaikan diri akibat trauma kesusahan, kesulitan
konsesntrasi karena kekeliruan guru mengajar anak sering diperlakukan
dengan kasar pada saat tidak bisa membaca, dikategorikan sebagai anak
berkebutuhan khusus temporer. Dengan demikian layanan pendidikan tidak
lagi di dasarkan atas ketidakmampuan, tidak normal dan atau kecacatan.
Namun, pada hambatan belajar yang dialami setiap kebutuhan individu untuk
dapat mencapai perkembangan optimal. Oleh karena itu layanan pendidikan
ABK tidak harus di sekolah khusus, tetapi bisa dilayani di sekolah reguler
(sekolah inklusi) (UNESCO, 2010). Secara ringkas anak berkebutuhan
khusus adalah anak yang mengalami hambatan pada pertumbuhan dan
perkembangan secara normal pada perilaku, emosi, psikis dan fisik, sehingga
dalam mengembangkan potensinya membutuhkan pendidikan khusus dan
perhatian secara lebih. Menurut World Health Organization (WHO),
berdasarkan pembahasan tersebut di atas, disimpulkan bahwa anak
berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang ada dirinya ditemukan dalam
tiga kategori yaitu impairment (penurunan nilai), handicapped (cacat), dan
disability (disabilitas). Penyebab dari ketiga faktor tersebut bisa dikarenakan
faktor yang berhubungan dengan kemiskinan serta kehidupan ekonomi,
3

tenaga kerja anak dan kekurangan gizi. Gangguan tersebut akan menyebabkan
anak-anak yang mengalami gangguan dalam mobilitas, penglihatan,
pendengaran, bicara, masalah emosi dan bahasa, kemampuan intelektual dan,
serta kombinasi dari berbagai gangguan tersebut.
2
Istilah anak berkebutuhan khusus permanen dan temporer
dikarenakan adanya pertumbuhan dan perkembangan paradigma pendidikan
bagi ABK. Pardigma baru bagi ABK adalah hak memperoleh pendidikan
yang layak disekolah khusus maupun regular (inklusi). Anak yang termasuk
pada klasifikasi ABK temporer adalah mereka yang mengalami hambatan
pada perkembangan dalam kurun waktu tertentu, jadi hambatan tersebut
hanya bersifat tidak tetap atau sementara. Anak berkubutuhan khusus
temporer, anak menjadi berkebutuhan khusus permanen jika tidak diberikan
terapi secara optimal. Penyebab ABK temporer ada empat yaitu, 1) anak
mengalami kesulitan kosentrasi karena sering diperlakukan kasar oleh
keluarga dan lingkungannya, 2) anak korban narkoba, 3) anak korban
kerusuhan, 4) anak yang tidak bisa membaca karena kekeliruan guru
mengajar dan 5) trauma akibat bencana alam (Miriam, 2011)

Sedangkan Anak Berkebutuhan Khusus Permanen adalah anak yang


menyimpang dari perkembangan normal dan pertumbuhan. Anak pada
kategori permanen membutuhkan pelayanan khusus dan perhatian lebih.
Termasuk dalam kategori tersebut anak yang mengalami hambatan
pendengaran, penglihatan, emosional social, kecerdasan serta fisik. Penyebab
terjadinya anak mengalami kecacatan adalah sejak dalam kandungan maupun
kecelakaan setelah lahir. Berdasarkan batasan ABK permanen dan temporer,
terkait dalam aspek kebutuhan pendidikannya, dapat dikemukakan macam-
macam Anak Berkebutuhan Khusus Permanen adalah tunanetra, tunarungu,
tunadaksa, tunalaras, tunagrahita, autisme, slowlearner, hiperaktif
(ADHD/GPPH) (Miriam, 2011).

Setiap individu tentunya memiliki karakteristik tertentu yang tidak


dimiliki oleh individu lainnya tidak terkecuali anak tunagrahita. Karakteristik
4

anak tunagrahita menurut Brown et al (1991), Wolery & Haring (1994) pada
Exceptional Children, fifth edition (1996): p. 485-486 adalah: 1) Lamban
dalam mempelajari hal-hal yang baru, mempunyai kesulitan dalam
mempelajari pengetahuan abstrak, dan selalu cepat lupa; 2) Kemampuan
bicaranya sangat kurang bagi anak tunagrahita berat; 3) Kesulitan dalam
menggenaralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru, 4) Cacat fisik dan
perkembangan gerak, 5) Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri, 6)
Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim, 7) Tingkah laku kurang wajar
yang terus menerus.
3
Berdasarkan observasi awal peneliti bahwa anak Tunagrahita yang
berada di Panti Sosial Binanetra Amal Muliya mereka telah tinggal disana,
ada yang dari awal masuk sekolah hingga sekarang anak-anak Tunagrahita
memang harus sudah ada kemandirian sebelum tinggal di panti, sehingga saat
tinggal di panti pihak panti dan guru pembimbing hanya saja
mengembangkan kemandirian yang telah dimiliki. Adapun kemandirian yang
dimaksud seperti telah bisa membuang air kecil sendiri tanpa bantun orang
lain anak-anak sebelum masuk panti harus ada kemandirian yang sederhana
seperti ke kamar mandi sendiri sehingga tidak merepotkan orang lain, karena
anak-anak Tunagrahita jauh dari orang tua sehingga mereka harus sudah ada
kemandirian sebelum masuk panti. Sebagian dari orang tua anak Tunagrahita
masih sering menyempatkan untuk mengunjungi anaknya dan ada juga orang
tua yang jarang mengunjungi anaknya karena terkendala dengan jarak rumah
yang jauh.

Anak-anak Tunagrahita disana telah banyak mendapatkan ilmu dan


bimbingan dari Panti Sosial Binanetra Amal Mulia adapun jumalah anak yang
tinggal di panti sebanyak 35 orang dan peneliti tertarik untuk meneliti anak
Tunagrahita karena dari observasi awal peneliti melihit bahwa anak
tungarhiata la yang lebih sulit mengurus kemandirian karena keterbatasan
3
intelaktual di bawah rata-rata adapun jumlah anak Tunagrahita sebanyak 7
orang, anak Tunagrahita yang di maksud dalam penelitian ini yaitu anak
Tunagrahita ringan. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik
5

untuk meneliti Tingkat kemandirian anak Tunagrahita yang berada di Panti


Sosial Binanetra Amal Mulia Kota Bengkulu dengan judul penelitian
19
“Analisis Interaksi Sosial Anak Tuna Grahita di Panti Sosial Bina Netra
Amal Mulia”.
2
B. Rumusan Masalah
10
1. Bagaimana kemampuan interaksi sosial siswa tunagrahita di Pant i
6
Sosi al Bina Net r a A mal Mul i a Kota Bengkulu?
2 10
2. Bagaimana kesulitan interaksi sosial siswa tunagrahita di Pant i Sosial
6
Bi na Net ra A mal Mul i a Kota Bengkulu?
2
3. Bagaimana cara mengatasi kesulitan interaksi sosial siswa tunagrahita di
10 6
Pant i Sosial Bi na Net r a Amal Mul i a Kota Bengkulu?

2
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui kemampuan interaksi sosial siswa tunagrahita di


10 6
Pant i Sosial Bi na Net r a Amal Mul i a Kota Bengkulu?
2 10
2. Untuk mengetahui kesulitan interaksi sosial siswa tunagrahita di Pant i
6
Sosi al Bina Net r a A mal Mul i a Kota Bengkulu?
2
3. Untuk mengetahui cara mengatasi kesulitan interaksi sosial siswa
10 6
tunagrahita di Pant i Sosi al Bi na Net r a Amal Mul i a Kota
Bengkulu?

D. Manfaat:
2
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan motivasi
Inklusi khususnya tentang interaksi sosial anak tunagrahita ringan
terutama pada aspek kemampuan dalam interaksi sosial.
6

2
E. Batasan Penilitian

Permasalahan yang di teliti hanya analisis Kemampuan Interaksi


2
Sosial Anak tunagrahita . Batasan penelitian ini untuk mengetahui
kemampuan pada setiap anak dalam melakukan hubungan sosial pada aspek
komunikasi dengan orang lain dan lingkungannya. Batasan penelitian dalam
penelitian ini antara lain:
19
1. Kemampuan interaksi sosial pada Anak tuna grahita Di Panti Sosial Bina
Netra Amal Mulia
3
2. Pelakasanaan penelitian hanya pada anak tunagrahita Di Panti Sosial Bina
Netra Amal Mulia.

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pengertian Anak Tunagrahita
Anak yang memiliki keterbatasan dalam berpikir atau intelektual di bawah
rata-rata disebut anak tunagrahita ringan (Sutjihati Somantri, 20011: 104). Anak
tunagrahita memiliki istilah lain untuk menyebut di antaranya: mentally retarded,
mental retardation, mental defective dan mental deficincy. Pengertian tentang anak
tunagrahita menurut AAMD (American Associations Mental Deficiency) sebagai
berikut: Intelektual manusia di bawah rata-rata menyebabkan keterbelakangan
mental fungsi secara jelas dan tidak mampu dalam menyesuaikan perilaku yang
terjadi di lingkungannya pada masa perkembangan (Kauffman Hallahan dalam
Sutjihati Somantri, 2012: 104). Menurut Mumpuniarti (2013: 20), dalam aspek
sosial, kelaianan dan keterbatasan manusia sangat berpengaruh atau menghambat
berpartisipasi dalam masyarakat secara maximal bahkan di dalam masyarakat
7

menjadi beban terutama dalam keluarga. Yang dimaksud beban adalah segala sesuatu
semua kegiatan masih tergantung kepada orang lain. Seseorang dapat dikatakan
kurang mampu dalam berpikir atau lemah otak, tidak dapat hidup sederhana di
lingkungan masyarakat dengan kemampuan sendiri dan jika mampu perlu
penyesuaian diri dalam keadaan sangat baik adalah definisi pandangan sosial oleh
Herdershe (Mumpuniati, 2013:27) Karakteristik umum pada anak tunagrahita
(Sutjihati Somantri, 2012: 105- 106) antara lain:

 Keterbatasan Intelegensi

Keterbatasan dalam hal belajar yang bersifat abstrak, seperti membaca,


menulis dan berhitung (calistung) yang dimiliki oleh anak tunagrahita. Anak
tunagrahita memiliki kemampuan belajar cenderung tanpa pengertian. Dalam artian
anak tersebut sulit untuk memahami.

 Keterbatasan Sosial dalam

Anak tunagrahita tidak bisa tanggung jawab dalam lingkungan sosial, mengalami
kesulitan mengurus dirinnya sendiri, hidupnya tergantung pada orang tua atau orang
di sekitarnya, mudah terpengaruh oleh orangdisekitarnya, dan tanpa memikirkan
akibat dalam melakukan sesuatu.

1) Keterbatasan Fungsi-fungsi Mental Lainnya

Memiliki keterbatasan dalam berbahasa pada anak tunagrahita, karenaberpusat


dalam pengolahan kata yang kurang berfungsi dengan baik.

Ada empat klasifikasi pada anak tunagrahita, yaitu ringan, sedang, berat dan sangat
berat. Berdasarkan pengklasifikasian ini pada tes Standford Binet dan Skala Wesch
(WISC)

Tabel 2.1 Klasifikasi Anak Tunagrahita Berdasarkan Tingkat Intelegensinya

Level IQ

Keterbelakangan Stanford Binet Skala Weschler


8

Ringan 68-52 69-55

Sedang 51-36 54-40

Berat 32-20 39-25

Sangat Berat >19 >24

Sumber : Blake (Sutjihati Somantri, 2012: 109)

a. Tunagrahita Ringan

Tunagrahita ringan disebut juga maron atau debil. Anak tunagrahhita tingkat
ringan masih bisa membaca, menulis dan berhitung (calistung) secara sederhana
tingkat mudah. Mumpuniarti (2013: 41-42) mengungkapkan bahwa anak tunagrahita
ringan mampu bergaul dengan lingkungan sekitarnya, mampu melakukan pekerjaan
sederhana, dan melakukannya secara penuh tanggung jawab. Senada dengan terori di
atas, Moh. Amin (2010: 22) menjelaskan bahwa anak tunagrahita ringan mempunyai
kemampuan untuk berkembang atau berfikir dalam bidang akademik, penyesuaian
sosial di lingkungan sekitar, dan mampu dalam melakukan pekerjaan. Dalam
penyesuaian sosial, anak tunagrahita ringan dapat bergaul atau membaur dengan
lingkungannya, menyesuaikan diri dalam lingkungan sosial yang lebih luas dan
mandiri dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Menurut Scheneider (Yettie
Wandansari, 2011: 87), penyesuaian sosial di sekolah diartikan sebagai kemampuan
siswa dalam adaptasi dengan lingkungan sekolah sehingga siswa mampu
berinteraksi secara wajar, baik daninteraksi yang terjalin dapat memberikan kepuasan
bagi diri danlingkungannya.

b. Tunagrahita Sedang

Tunagrahita sedang disebut juga imbesil. Anak tunagrahita sedang memiliki


tujuan fungsional yaitu dapat belajar keterampilan di sekolah. Dapat berbicara,
berkomunikasi, berinteraksi dan berpatisipasi aktif dalam kegiatan kelas Tulkit
(2009:60). Adapun karakteristik sosial anak tunagrahita sedang yaitu memiliki sikap
sosial yang kurang baik, rasa etisnya kurang, dan tidak mempunyai rasa terima kasih
9

ketika sudah di beri bantuan, rasa belas kasihan dan rasa keadilan Mumpuniarti,
(2013: 28).

c. Tunagrahita Berat dan Sangat Berat

Tunagrahita tingkat berat disebut juga idiot. Kelompok ini di bedakan lagi
menjadi tunagrahita berat (severe) dan sangat berat (profound). anak tunagrahita
tingkat berat dan sangat berat membutuhkan perawatan, perhatian lebih atau khusus
dan bimbingan secara terus menerus dalam hal berpakaian, mandi, makan dan lain-
lain Sutjihati (2011:106-108). Mumpuniarti (2013:29) menjelaskan bahwa anak
tunagrahita tingkat berat dan sangat berat memiliki keterbatasan untuk berhubungan
dengan orang lain, tidak mempunyai rasa kasih sayang dan bersikap apatis atau tidak
peduli pada sekitarnya.

1. Karakteristik Anak Tuanagrahita Ringan

Anak tunagrahita ringan pada aspek fisik tidak memiliki perbedaan dengan
anak normal pada umumnya, tetapi psikis anak tunagrahita memiliki perbedaan
dengan anak normal pada umumnya. Menurut Mumpuniarti (2013: 41), ada 3
karakteristik pada anak tunagrahita yaitu secara sosial, psikis dan fisik yang dapat
dijabarkan sebagai berikut :

 Karakteristik sosial mampu menyesuaikan diri, dapat bergaul, dengan


lingkungan yang tidak sebatas pada keluarga, ada yang mampu mandiri
dalam lingkungan masyarakat, mampu melakukan pekerjaan yang ringan dan
memiliki rasa tanggung jawab.
 Karakteristik psikis, yaitu susah berpikir abstrak dan logis. Kurang memiliki
kemampuan analisa, asosiasi yang lemah, suka mengendalikan perasaan atau
gampang emosi, mudah dipengaruhi dan memiliki kepribadian yang kurang
harmonis karena tidak dapat menilai mana yang baik dan mana yang buruk.
 Karakteritik fisik tidak ada perbedaan seperti anak normal lainnya, hanya
memiliki sedikit keterlambatan pada kemampuan sensorik.

Ada beberapa karakteristik anak tunagrahita ringan menurut Munzayanah


(2014: 24) yaitu: Dilatih dengan mengerjakan perkerjaan maupun keterampilan
10

setiap harinya di lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat. Memiliki kemampuan


yang terbatas dalam bidang intelektual, sehingga dapat dilatih untuk membaca,
menulis dan menghitung (calistung) secara sederhana. Mengalami kelainan bicara
speech direct, sehingga sulit diajak berkomunikasi. Dapat dilatih dengan
kegiatan yang ringan.Sensitif terhadap penyakit atau disebut terlalu sering sakit.
Dapat disimpulkan bahwa secara umum anak tunagrahita dari berbagai pendapat
yang sudah dikemukakan mempunyai karakteristik sebagai berikut:

 Kondisi fisik anak tunagrahita ringan tidak ada perbedaan dengan anak
normal, akan tetapi dalam keterampilan motorik lebih rendah dibandingkan
dengan anak normal lainnya.
 Kondisi psikis anak tunagrahita ringan kemampuan dalam berpikir kurang,
mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas yang melibatkan fungsi
mental dan intelektual yang secara bersamaan. Anak tunagrahita masih dapat
diberikan pelajaran akademis seperti membaca, menulis dan berhitung
(calistung) yang sederhana.
 Kondisi sosial dan kepribadian anak tunagrahita ringan acuh tak acuh (tidak
peduli), cenderung menarik diri, mudah frustasi atau stres dan bergaul dengan
anak yang berusia lebih muda dan kurang percaya diri. Pekerjaan yang
dilakukan pada anak tunagrahita ringan bersifat semi-skilled berarti
sederhana ringan dilakukan.
b. Interaksi Sosial

Interaksi sosial berasal dari dua kata, yaitu interaksi dan sosial. Menurut
2
Departemen Pendidikan Nasional (2009:438 Memiliki kemampuan yang terbatas
2
dalam bidang intelektual, sehingga dapat dilatih untuk membaca, menulis), interaksi
sosial berati hubungan sosial yang dinamis anatar individu dengan individu,
kelompok dengan individu, maupun kelompok dengan kelompok. Soerjono Soekanto
(2012:56) mengungkapkan bahwa interaksi sosial hanya berlagsung antara pihak-
pihak apabila terjadi reaksi dari kedua belah pihak. Apabila seorang siswa memukul
kursi atau meja, tidak akan terjadi interaksi sosial karena kursi atau meja tersebut
tidak akan memberikan reaksi dan mempengaruhi siswa yang telah memukulnya.
Menurut Wedjajati (2010), manusia mampu beradaptasi atau menyesuaikan diri
11

terhadap lingkungan sosial di rumah, sekolah dan masyarakat agar hubungan


interaksi berjalan dengan lancar. Dapat disimpulkan berdasarkan definisi di atas
bahwa interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik antara dua belah pihak atau
lebih. Di dalam hubungan tersebut individu di mana perilaku setiap individu
mengubah, memperbaiki dan mempengaruhi perilaku individu lainnya.

Ada dua syarat agar terjadinya interaksi sosial yaitu adanya komunikasi dan
kontak sosial (Soerjono Soekanto, 2012: 59). Terjadinya interaksi sosial merupakan
hubungan individu dengan individu lainnya maka disebut kontak sosial. Sebagai
gejala sosial, di dalam kontak tidak memerlukam hubungan badaniah, karena
seseorang melakukan hubungan dengan pihak lain tanpa menyentuhnya. Sebagai
contoh, seseorang berkomunikasi dengan orang lain, berhubungan satu dengan yang
lainnya melalui perantara atau alat secara tidak langsung seperti surat, radio, televisi,
telepon dan sebagainya. Menurut (Soerjono Soekanto, 2012: 59) ada 3 bentuk di
dalam kontak sosial antara lain:

Antara individu dengan individu Burhan Bungin (2006: 56) menjelaskan bahwa
seseorang mempelajari norma- norma yang terjadi di lingkungan masyarakat. Antara
individu dengan suatu kelompok atau sebaliknya Kontak sosial terjadi apabila
seseorang merasakan bahwa tindakannya berlawanan dengan norma-norma di
lingkungan masyarakat.
Antara kelompok dengan kelompok.

Kontak ini terjadi pada kelompok manusia dengan kelompok lainnya untuk
mengerjakan sesuatu secara bersamaan. Komunikasi mengakibatkan kerja sama
antara individu individu antara kelompok-kelompok manusia. Akan tetapi, tidak
selalu komunikasi menghasilkan kerja sama bahkan suatu perdebatan mungkin akan
terjadi akibat kesalah pahaman atau karena masing-masing sama sama egois. Ada 3
faktor terjadinya interaksi sosial menurut Morgan et.al. (Tin Suharmini, 2009: 142-
143) yaitu: Adanya usaha untuk mengembangkan interaksi sosial. Kelly (Tin
Suharmini, 2009: 143) mengungkapkan bahwa tingkat interaksi antara dua orang
atau lebih akan meningkat atau menurun tergantung pada tingkat kontak yang
dilakukan pada saat berinteraksi, apakah menarik atau tidak. Memiliki daya tarik
12

fisik dengan individu lainnya, seperti reward, keterdekatan, dan memiliki


sikap yang sama. Penerimaan dalam suatu kelompok di dalam lingkungannya
ditentukan oleh kepantasan sosial atau derajat manusia. Seperti orang kaya
cenderung menghindari orang miskin.

Adapun bentuk-bentuk interaksi sosial adalah kerja sama (cooperation),


persaingan (competion), akomodasi (accomodion), dan pertikaian (conflict)
(Soerjono Soekanto, 2012; 65). Sedangkan menurut Gillin (Soerjono Soekanto,
2012; 65), ada dua golongan proses sosial sebagai akibat dari interaksi sosial,
yaitu proses assosiatif dan proses disasosiatif. Dalam penelitian ini, akan membahas
proses asosiatif dan proses disasosiatif.

Proses Asosiatif

Proses asosiatif adalah sebuah proses terjadinya yang saling pengertian kerja
sama timbal balik antara orang dengan perorang atau kelompok satu dengan
kelompok lainnya (Burhan Bungin, 2011: 58). Proses asosiatif menghasilkan
pencapaian dalam tujuan bersama. Adapun bentuk-bentuk proses asosiatif adalah
sebagai berikut:

Kerja sama (Cooperation)

Menurut Burhan Bungin (2011: 59), kerja sama adalah usaha bersama antar
individu atau kelompok untuk mencapai satu atau lebih untuk tujuan bersama. Kerja
sama dapat terjadi apabila di antara individu atau kelompok tertentu menyadari
adanya kepentingan dan ancaman yang sama. Soerjono Soekanto (2012: 66)
menjelaskan bahwa kerja sama mungkin akan bertambah kuatapabila ada bahaya dari
luar yang mengancam suatu kelompok tertentu.

Akomodasi (Accomodation)

Istilah akomodasi menunjuk pada keadaan dan menunjuk pada proses.


Menurut Burhan Bungin (20011: 68), akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan
berarti adanya suatu keadaan seimbang dalam interaksi sosial antara individu dan
antar kelompok di dalam masyarakat. Sedangkan akomodasi
13

2
Interaksi Sosial Anak Tunagrahita

Interaksi sosial dapat terjadi antara individu dengan individu, individu dengan
kelompok, maupun kelompok satu dengan kelompok lainnya. Interaksi sosial sangat
penting dalam kehidupan sosial karena tanpa adanya interaksi sosial, kehidupan
bersama tidak mungkin terjadi atau tidak akan pernah terjadi. Ada dua syarat
terjadinya interaksi sosial adalah adanya komunikasi dan kontak sosial. Soejono
Soekanto (2012: 62) menjelaskan bahwa pentingnya komunikasi dan kontak
terwujudnya interaksi sosial dapat diterapkan pada kehidupan yang terasing
(isolation). Kehidupan terasing ditandai dengan ketidakmampuan seseorang
melakukan interaksi sosial dengan pihak lainnya. Anak tunagrahita dapat terasing
disebabkan oleh berbagai akibat, salah satunya cacat pada mental anak tunagrahita
(hambatan mental). Orang yang megalami hambatan mental akan mengalami kurang
percaya diri, karena kemungkinan untuk mengungkapkan kepribadiannya tertutup
sekali. Melalui sekolah inklusif adalah upaya meminimalisir adanya kehidupan anak
tunagrahiyta yang terasing. Anak tunagrahita akan bertemu, bermain bersama,
belajar dan berinteraksi dengan anak kebutuhanan khusus lainnya dan anak normal di
sekolah inklusif. Suatu hubungan sosial yang dinamis antara individu dengan
individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok disebut
interaksi sosial (Soerjono Soekanto 2014:61). Menjalin kontak sosial dan komunikasi
dengan orang lain adalah sebagai pembuktian pada kemampuan anak tunagrahita. Di
sekolah, interaksi sosial dilakukan dengan sesama anak tunagrahita, anak normal,
anak berkebutuhan khusus lainnya, guru dan warga di sekolah lainnya. Selain itu
anak tunagrahita mengalami masalah dalam hal penyesiuaian diri mengalami
kesulitan yaitu kesulitan dalam berhubungan dengan kelompok maupun individu di
sekitarnya dan hal ini dipengaruhi akibat kecerdasan yang dibawah rata-rata
(soerjono Soekanto 2014:62). Dilihat dari berberapa pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa anak tunagrahita mengalami gangguan pada intelegensi (IQ) dan
keterampilan interaksi sosial. Terhadap sesama sehingga pendidikan dan pengajaran
yang diberikan memerlukan perhatian lebih dan program khusus.
14

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis dan Pendekatan Penelitian


4
Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif melalui pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif yaitu penelitian yang
memungkinkan dilakukannya pencacatan hasil penelitian dalam bentuk angka-angka
sehingga memudahkan dalam proses analisis dan penafsiran dengan menggunakan
perhitungan statistik.

Lokasi Penelitian
3
Adapun lokasi penelitian ini berada di Panti Sosial Bina Netra Amal Mulia Kota
Bengkulu.
4
Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan gejala/satuan yang ingin di teliti, sebagai


3
populasinya di dalam penelitian ini adalah anak Tunagrahita yang ada di Panti Sosial
Bina Netra Amal Mulia Kota Bengkulu. Populasi penelitian sebanyak 7 orang.
4
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Adapun yang menjadi populasi dalam
3
penelitian ini adalah anak Tunagrahita yang ada di Panti Sosial Bina Netra Amal
4
Mulia Kota Bengkulu. Sampel adalah bagian kecil dari anggota populasi yang
diambil menurut prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasinya secara
representatif. Adapun dalam penelitian ini menggunakan teknik total sampling yaitu
seluruh anggota populasi dijadikan anggota sampel. Adapun yang akan diambil
3
menjadi sampel yaitu anak Tunagrahita yang ada di Panti Sosial Bina Netra Amal
Mulia Kota Bengkulu sebanyak 7 orang.
4
Teknik Pengumpulan Data

Untuk data yang diperlukan dalam data ini, penulis menggunakan beberapa
teknik pengumpulan data yaitu:
15

Observasi

Observasi atau pengamatan memungkinkan peneliti melihat dan mengamati


sendiri, kemudian mencatat prilaku dan kejadian yang terjadi pada keadaan
sebenarnya. Melalui metode ini peneliti menggunakannya untuk mendapatkan data
mengenai tingkat perbedaan penerimaan antara ayah dan ibu yang memiliki anak
4
Tunagrahita. Adapun jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
observasi nonpartisipan yaitu peneliti tidak terlibat secara aktif dalam kegiatan dan
hanya sebagai pengamat selama kegiatan penelitian.

Angket (kuesioner)

Angket yaitu berisikan tentang atas beberapa item pertanyaan yang diberikan
kepada para responden untuk diisi sesuai dengan apa yang dialami dan dirasakan.
Dimana penulis menyebarkan daftar pertanyaan tertulis kepada seluruh responden
3
adalah anak Tunagrahita yang ada di Panti Sosial Bina Netra Amal Mulia Kota
4
Bengkulu yang menjadi sampel dalam penelitian ini.

Dokumentasi

Metode ini merupakan alat pengumpulan data sekunder untuk mencari data
yang berasal dari dokumen yang berguna untuk melengkapi data yang diperoleh dari
metode sebelumnya.
11
Teknik Analisis Data

Sugiyono menyebutkan bahwa teknik analisis data pada penelitian kuantitatif


menggunakan statistic. Dalam penelitian ini analisis data akan menggunakan teknik
statistik deskriptif. Menurut Sugiyono, statistik deskriptif adalah statistik yang
digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau
7
menggambarkan data yang telah terkumpul. Teknik pengolahan dan analisis data
adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data berupa kata-kata yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan cara
mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan akan
16

dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga muda dipahami oleh dirinya sendiri
atau orang lain.
Analisis data dalam kasus ini menggunakan analisis statistik deskriptif yang mana
9
analisis ini merupakan statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan
cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telahterkumpul sebagaimana
adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau
generalisasi. Analisis ini hanya berupa akumulasi data dasar dalam bentuk deskripsi
semata dalam arti tidak mencari atau menerangan saling berhubungan, menguji
hipotesis, membuat ramalan, atau melakukan penarikan kesimpulan.
17

3
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Wilayah Panti Sosial Binanetra Amal Mulia Kota Bengkulu

Sejarah Panti Sosial Binanetra Amal Mulia Kota Bengkulu

Panti Sosial Binanetra Amal Mulia Kota Bengkulu ini terletak di jalan Letkol
Santoso No. 57 Pasar Melintang Kota Bengkulu yang menaungi oleh Yayasan Dharma
Bhakti Kesejahteraan Sosial (YDBKS) awal mulanya yayasannya di dirikan pada tahun
1986 dan peletakan batu pertamanya pada tahun 1989, diberi bantuan oleh bapak
Bambang Triadnorjo awal mulanya panti hanya terbagi menjadi 2 ruangan yaitu
ruangan putri dan putra dan peresmian pantinya pada tahun 1991, Yayasan Dharma
Bhakti Kesejahteraan Sosial (YDBKS) menaungi panti untuk anak-anak yang sekolah di
slb dan ada lansia juga tetapi lansianya tidak tinggal di panti mereka hanya mengikuti
kegiatan-kegiatan di panti saja. Panti Sosial Binanetra Amal Mulia Kota Bengkulu
sekarang sudah lebih bagus perkembangannya dari bangunan dan fasilitas, sekarang di
Panti Sosial Binanetra Amal Mulia Kota Bengkulu ruangannya lebih banyak dan ada
mushola, ruangan terapi, kantor dll. Panti Sosial Binanetra Amal Mulia Kota Bengkulu
terdapat 36 orang anak berkebutuhan khusus yang berbeda-beda ada anak Tunagrahita,
Tunanetra, Tunarungu yang paling banyak yaitu anak Tunarungu.
18

3
B. Visi, Misi dan Tujuan Panti Sosial Binanetra Amal Mulia Kota Bengkulu

Visi

Terwujudnya kesejahteraan bagi penyandang disabilitas, anak terlantar, yatim/piatu,

fakir miskin, remaja putus sekolah dan lanjut usia melalui pendidikan formal dan non

formal serta mensejahterakan lanjut usia terlantar.

Misi

1.) Menyelenggarakan pendidikan formal bagi penyandang disabilitas, yatim/piatu, dan

remaja putus sekolah.

2.) Menyelenggarakan penampungan formal dan non formal bagi penyandang disabilitas

dan remaja putus sekolah.

3.) Melaksanakan penyaluran terhadap anak terlantar dan fakir miskin. 4.)

Menyelenggarakan kegiatan harian bagi lansia terlantar yang masih

potensial.

Tujuan

1.) Menyelenggarakan penampungan anak-anak disabilitas anak yatim/piatu, fakir

miskin, remaja putus sekolah sehingga mampu melaksanakan fungsionalnya dalam

kehidupan bemasyarakat.

2.) Panti sebagai lembaga pelayanan dapat melaksanakan tugasnya secara berdayaguna

dan berhasil sesuai dengan target yang sudah ditetapkan


19

3.) Mendirikan, mengelola dan membina serta mengembangkan tempat-


tempat pendidikan yang di utamakan sekolah luar biasa(SLB).
4.) Terwujudnya kesejahteraan lanjut usia yang diliputi rasa tenang,
tentram dan bahagia dengan diberikannya pelajaran, bimbingan untuk
terpenuhinya kebutuhan sosial, psikologis dan spiritual.
Tabel Informan Penelitian
Adapun data table informan dalam penelitian ini sebagai berikut:
Tabel I
Tabel Informan Penelitian
No Nama L/P Tempat Tanggal Lahir Pendidikan
1. Yuni Rusita P Desa Aro, 24-06-1997 S1 (PLB)
2. Anggi Kurniawan L Argamakmur,25-09- S1 (PLB)
1997
3. Ida P S1
3
4. Jesi Mareta P Bengkulu, 17-05-2007 SDLB AM
5. Agus Sepna Sari P Bengkulu Selatan, SDLB AM
33
31-08-2002
6. Suci Ramadhani P PondokSerai,10- SDLB AM
062013
3
7. Tri Yani P Landur, 10-11-2003 SMPLB AM
8. Harmen Saputra L Padang, 03-12-2000 SMPLB AM
9. Wahyu Perdana P P Sungai Penuh, 09-12- SMPLB AM
2003

10. Zona L Bengkulu, 15-03-2000 SMPLB

A. Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian di SLB dan Panti Amal Mulia , menunjukkan interaksi sosial
27
anak Tuna Grahita dengan sesama penyandang siswa disabilitas, guru, dan
1
hambatan yang dialami dalam melaksanakan interaksi sosial Pada saat proses
interaksi sosial anak tunagrahita guru tentunya harus melakukan pendekatan khusus
terlebih dahulu kepada anak, agar dapat menciptakan suasana menyenangkan.
20

Terlebih anak ini tidak suka berbaur langsung dan berinteraksi dengan orang
yang baru dikenalnya. Menurut hasil wawancara yang telah diteliti peneliti
dengan wali kelas Tunagrahita yang menjadi sumber data penelitian mengenai
proses interaksi sosial pada anak tunagrahita. “Pada saat proses sebelum
pembelajaran dimulai siswa disuruh berdoa dan merapikan tempat duduk terlebih
dahulu, untuk melihat rasa toleransi atau sikap kebersamaan antar sesama untuk
mellihat perkembangan anak setelah dibimbing. Karena anak ini memang harus di
beri perhatian lebih dengan kelembutan dan penuh kasih sayang. Dikelas ini
siswa tidak hanya dituntut untuk harus menguasai atau memahami pelajaran
saja, melainkan mereka juga dibimbing atau diajarkan untuk bersikap santun
terhadap orang yang lebih tua, mengajak jadi anak gemar menabung, saling
menghargai antar sesama maupun berinteraksi sosial dengan lingkungan sekitar.
Untuk pola ajar anak tunagrahita ini tentu tidak sama dengan anak normal lain,
materi ajarnya lebih rendah dengan anak normal, misalnya pembelajaran
matematika tentang perkalian untuk anak normal sudah mencapai ribuan, sedangkan
untuk anak tunagrahita itu baru puluhan.” (Wawancara dengan ibu Yuni S.Pd wali
kelas Tunagrahita,).
1
Berkaitan dengan kesiapan guru atau siswa dalam menerima lingkungan
maupun orang baru. Sekolah ini sudah mempersiapkan secara matang tentang apa
yang dibutuhkan guru maupun siswa tunagrahita, disamping kemampuan yang
berbeda ditambah lagi dengan keterbatasan mereka dalam berinteraksi.
“Pada saat proses pembelajaran guru sangat berperan sangat penting dalam
mengajarkan, membimbing, mengarahkan anak dalam belajar dan kompetensi
dasar salah satuya, seorang guru lebih berperan aktif dan menyesuaikan terhadap
kemampuan dari peserta didik dan ketunaannya. Untuk anak tunagrahita ini terdapat
beberapa macam bagian yaitu moron atau debil (tunagrahita ringan), imbecil
(tunagrahita sedang) dan idiot (tunagrahita berat). Dalam kelas ini termasuk jenis
tunagrahita moron atau debil (tunagrahita ringan). Tunagrahita ringan
dikategorikan siswa mampu didik. Dampak dari ketunagrahitaan ini adalah anak
cepat lupa, lambat merespon dan minat sangat kurang sekali” (Wawancara dengan
Ibu Yuni S.Pd wali kelas Tunagrahita,).
21

1
Dalam proses bimbingan guru tidak terlepas dari namanya komponen yang
mendukung suatu prosses dalam berinteraksi sosial yaitu adanya peran guru, orang
tua, metode pembelajaran dan media pembelajaran sebagai berikut:
a. Peran Guru
Guru sangat berperan penting dalam proses pembelajaran terutama
dalam berinteraksi sosial khususnya pada anak tunagrahita.
Anak tunagrahita sangat membutuhkan pendekatan khusus dari seorang guru, guru
disini memiliki tugas yang sangat berat dalam membimbing maupun mengarahkan
anak-anak tunagrahita. Seperti halnya yang disampaikan oleh bapak Agung sebagai
kepala Sekolah Luar Biasa Amal Mulia.
1
“Peran guru disini sangat penting dalam mendorong pembelajaran siswa dan sikap
berinteraksi sosial dengan lingkungan sekitar untuk meningkatkan keinginan
siswa atau motivasi dalam belajar dan membangkitkan semangat siswa. Disini guru
memiliki tugas yang berat karena disini karakter anak-anaknya berbeda dengan
anak normal pada umumnya, disebabkan karena keterbatasan dalam tingkat
kecerdasannya. Ada juga siswa yang cepat menangkap ada juga anak yang
lambat memahami suatu pembelajaran terutama dalam berinteraksi sosial, jadi
butuh kesabaran guru luar biasa dalam menghadapinya.”(Wawancara dengan bapak
Agung)

1
b. Peran Orang Tua
Peran orangtua tidak kalah pentingnya dari peran guru, sebagaimana kita
ketahui bahwa penyelenggaraan pendidikan itu tidak dapat dilaksanakan
dilingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu tanggung jawab
pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antar orangtua, pemerintah dan
tokoh-tokoh masyarakat. Seperti halnya yang disampaikan oleh ibu Zuhliana salah
satu orangtua anak tunagrahita.
“Peran kami sebagai orangtua disini tidak kalah pentingnya, kami selaku
orangtua terus membimbing dan mendidik anak ditambah lagi anak kami
mengalami tunagrahita. Pasti tidak sangat mudah dalam membimbing anak seperti
ini, butuh kesabaran yang luar biasa dalam mendidik, setiap anak memiliki
22

kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dalam membimbing anak saya harus


dengan cara kelembutan dan penuh kasih sayang, karena karakter dari anak saya
ini sangat lembut, jadi membimbingnya memang harus dengan hati-hati dalam
berbicara. Pernah sekali saya marah dan tidak sengaja membentaknya, ia langsung
pergi dan menangis, disini sangat mempengaruhi mood dan niat belajar anak,
dengan begitu anak tidak mau dibimbing dan dididik. Jadi, cara terbaik dalam
membimbingnya kita mengikuti bagaimana maunya anak.” (Wawancara dengan
Ibu Zuhliana orang tua dari Eta salah satu anak tunagrahita)
1
Berhubungan dengan hal ini peran orangtua tidak hanya mendidik
dilingkungan saja, baik disekolah maupun di keluarga. Orangtua harus ekstra dalam
mendidik anak yang memiliki kekurangan baik secara fisik maupun secara
intelektual seperti salah satunya yang menjadi perhatian peneliti dalam penelitian
ini yaitu anak tunagrahita. Anak-anak tunagrahita yang pada dasarnya memiliki
kekurangan baik secara fisik, mental maupun secara intelektual, sehingga memiliki
keterbatasan dalam berkomunikasi yaitu dalam hal berbicara maupun dalam
kemampuan menyerap pelajaran yang diberikan di sekolah. Berdasarkan diatas
peran orangtua wajib mengajarkan anak mengenai sikap, nilai dan tingkah laku
mereka dalam keseharian sehingga anak bisa bertanggung jawab dalam beraktifitas,
inilah yang patut diajarkan orangtua dan guru pada anak meskipun anak
memiliki kekurangan pada pemikiran dan wawasannya yang kurang juga daya
tangkap yang lemah membuat anak tunagrahita terlihat beda pada anak normal
lainnya. Disinilah bisa kita lihat fungsi keluarga berjalan dengan baik atau malah
sebaliknya, berjalannya fungsi tersebut tentunya harus melakukan interaksi pada
anak.
c. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran merupakan cara atau teknik yang digunakan
untuk mempermudah dalam penyampaian materi pelajaran kepada siswa sehingga
mempermudah siswa tunagrahita untuk menguasai materi. Metode pembelajaran
terdiri dari metode ceramah, metode bermain, metode teman sebaya, dan metode
tanya jawab. Metode utama dalam pembelajaran peserta didik tunagrahita adalah
ceramah salah satunya. Proses belajar dengan peserta didik tunagrahita dapat juga
23

menggunakan metode audio visual, menggambar atau mewarnai.


Ibu Yuni i selaku wali kelas tunagrahita mengatakan bahwa metode pembelajaran
untuk siswa tunagrahita sebagai berikut:
“Metode pembelajaran untuk anak tunagrahita khususnya siswa - siswa ibu
memang membutuhkan kesabaran dan pendekatan secara individu untuk
mengajarkan mereka. Untuk mengajarkan tentang interaksi sosial membutuhkan
metode khusus dan waktu yang tidak sebentar, tergantung kemampuan anak ada
yang cepat memahami dan ada juga yang lambat merespon khusunya belajar
berinteraksi sosial. Metode yang sering digunakan adalah metode ceramah namun
juga harus diselingkan dengan metode bermain, sebab anak akan bosan dan jenuh
apabila pembelajaran hanya menggunakan metode ceramah saja. Untuk metode
teman sebaya disini maksudnya kita mengambil anak yang terlebih dulu
memahami materi, untuk menjelaskan atau membacakan materi yang telah
dipahaminya agar anak yang lain mengikuti dan memahami. Metode ini juga
sangat berguna dalam mood belajar anak.” (Wawancara dengan ibu Yuni S.Pd wali
kelas tunagrahita)
1
Pernyataan ini dipertegas lagi oleh salah satu siswa tunagrahita kelasI V yang
bernama Harmen.
“Dalam setiap pelajaran, kami selalu dibimbing guru untuk berinteraksi
sosial yang baik, namun kami cukup kesulitan menerima penjelasan dari guru,
disini kami sangat membutuhkan bimbingan bu Murniati untuk mengajarkan
kami.” (Wawancara dengan Harmen siswa Tunagrahita)
1
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti
yang dapat disimpulkan bahwa memang semua siswa ketika dalam proses
pembelajaran berlangsung sangat membutuhkan bimbingan guru kelas. Dan disini
guru pun butuh metode yang menarik dan bervariasi karena tidak semua anak
mudah dan cepat dalam memahami penjelasan dari guru. Terutama dalam
berinteraksi sosial, sehingga membutuhkan guru yang memiliki kesabaran yang
luar biasa.
d. Media Pembelajaran
Media pembelajaran merupakan alat bantu pembelajaran yang digunakan
24

sesuai dengan tujuan dan isi materi pembelajaran sebagai usaha untuk
mempermudah menyampaikan informasi dari sumber belajar kepada penerima
iformasi, dengan tujuan untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik dalam
kegiatan belajar-mengajar. Dengan demikian maka seorang pendidik dalam
melakukan proses belajar mengajar harus dapat memilih antara media yang
cocok dengan materi yang akan diberikan kepada anak tunagrahita. Media yang
biasa digunakan anak tunagrahita yaitu buku siswa, miniatur hewan, jam dinding
dari bahan daur ulang, puzzle buah-buahan dan komputer atau laptop.
1
E. Bimbingan Guru Pada Interaksi Sosial Anak Tunagrahita di Sekolah Luar
Biasa Amal Mulia.
1
Bimbingan adalah proses interaksi antara pendidik dengan peserta didik
baik secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka untuk membantu peserta
didik agar dapat mengembangkan potensi dirinya ataupun memecahkan
permasalahan yang dialaminya. Dapat juga upaya memfasilitasi individu agar
memperoleh pemahaman tentang penyesuaian dirinya terhadap lingkungan.
Lingkungan yang dimaksud ialah lingkungan dimana individu itu tumbuh dan
berkembang, baik di sekolah, keluarga maupun masyarakat. bimbingan bertujuan
untuk mengatur kehidupan sendiri, mengembangkan atau memperluas pandangan,
menetapkan pilihan, menyesuaikan diri dan mengembangkan kemampuan.
Dalam proses bimbingan guru pada anak tunagrahita ini terkadang juga memiliki
tantangan tersendiri dalam mengenal karakter dari setiap anak karena pada dasarnya
karakter dan perilaku anak berbeda beda. Jadi dalam memberikan proses
pembelajaran terhadap anak itu berbeda, kita harus sesuaikan dengan kemauan
dari sifat anak itu sendiri. Contoh apabila seorang anak menginginkan pelajaran
mewarnai maka guru harus mengikuti anak dan tentunya ada kaitannya
dengan materi yang diberikan.

Menurut hasil wawancara dengan guru wali kelas tunagrahita sebagai


berikut :
“Bimbingan ibu memberikan layanan khusus, guru memberikan layanan orientasi,
informasi, konten, penempatan, penyaluran, dan memberikan bimbingan
25

perorangan atau kelompok. Pada awal proses pembelajaran guru selalu mengajak
anak untuk salam dan menyapa guru terlebih dahulu, dilanjutkan membaca doa
secara bersama. Untuk membimbing ini saja bukan perkara mudah, karena anak
tunagrahita ini jauh berbeda dengan anak normal pada umumnya. Kalau anak
normal dibimbing seperti ini secara rutin selama seminggu ia akan melakukan
setiap harinya. Berbeda dengan anak tunagrahita tidak cukup waktu selama
seminggu saja, melainkan beberapa minggu, sebab anak ini mudah lupa.
Apabila jika tidak kita bimbing dan latih maka anak ini tidak akan mau. Maka
dari itu bimbingan guru disini sangat diperlukan. Karena mengajarkan sikap anak
seperti ini termasuk dalam berinteraksi sosial.” (Wawancara dengan ibu Yuni)
1
Berkaitan dengan kesiapan guru sebelum mengajarkan materi, guru
melakukan bimbingan terlebih dahulu, terutama pada awal anak bertemu dengan
orang baru dan lingkungan barunya. Karena tidak semua anak mau merespon
orang baru.
“Pada saat proses pembelajaran, tidak semua anak langsung mau mengikuti
dan mendengarkan penjelasan kita. Disinilah peran guru sangat penting, saya
lakukan pendekatan terlebih dahulu kepada anak, saya mencari tahu dan
menanyakan faktor apa yang membuat anak tidak mau belajar, diam, gelisah tidak
nyaman. lalu kita menanyakanya dengan lembut ketika kita sudah mengetahui
faktor nya baru kita berikan pengertian terhadap sang anak agar anak ini mau
belajar dan mengikuti pelajaran kembali. Terkadang faktor yang mempengaruhi
atau menjadi tantangan bagi kita disaat mengajar anak-anak ini.” (Wawancara
1
dengan ibu Yuni wali kelas tunagrahita) Demi mencapai tujuan yang jelas dan
terarah maka bimbingan memerlukan metode atau cara dalam bimbingan anak
tunagrahita.
Seperti halnya yang dikatakan ibu Murniati selaku wali kelas tunagrahita sebagai
berikut:
“Proses bimbingan ini guru juga harus kreatif dan menyenangkan, karena dalam
membimbing anak ini tentu saja ada metode atau tekniknya, tidak langsung
dibimbing langsung begitu saja, karena anak tentu tidak mau. Metode yang
digunakan adalah metode karyawisata, metode ini akan memberikan banyak
pengetahuan dengan cara anak diminta untuk mengamati objek tertentu secara
26

langsung, baik berupa benda maupun kegiatan. Namun metode dan cara ini dapat
dijadikan acuan untuk interaksi sosial anak tunagrahita. Tekniknya yaitu
teknik secara langsung baik secara individu maupun kelompok, teknik tidak
1
langsung maksudnya teknik. Layanan bimbingan pada anak tunagrahita mengenai
bimbingan guru dalam interaksi sosial anak adalah bantuan yang diberikan
kepada individu dan kelompok dalam memecahkan berbagai masalah kesulitan
berinteraksi sosial, baik di sekolah maupun diluar seekolah. Agar individu dapat
menyesuaikan diri dalam situasi apapun dengan baik. Selalin teknik diatas cara yang
dilakukan guru dalam membimbing anak adalah dengan sering melakukan
komunikasi antar orangtua anak, dengan begitu guru akan lebih mudah dalam
proses bimbingan nanti.
“selain metode atau teknik tadi, tentunya sebagai guru kita juga libatkan
orangtuanya, saling bekerja sama dengan orangtua, terkadang ada anak
mempunyai masalah tetapi orangtua tidak tau dan tidak peka apa yang dialami
anaknya, seperti dulu saya punya siswa tunagrahita, tetapi tunagrahitanya bukan
hanya di intelegensinya saja akan tetapi disini mengalami tunagrahita secara fisik
juga, siswa ini ketika pagi hari baunya sangat wangi bahkan aroma mulutnya saja
wangi, akan tetapi ketika siang baunya berubah bahkan sangat menyengat.
Akhirnya selalu seperti ini langsung saya komunikasikan pada orangtuanya,
penyebabnya apa? Salahnya dimana? Langsunglah orangtuanya memeriksakan
ke dokter, ternyata sumber dari baunya itu terletak didalam hidungnya ada
kapas tersumbat sudah lama. Setelah diobati anak ini mengalami perubahan,
tentunya perubahannya positif, anak ini membaik dan sangat mempengaruhi proses
belajarnya. Maka dari itu penting sekali kerja sama antar orangtua. Karena ini
sangat mempengaruhi anak, disinilah kita dapat melihat perkembangan anak.”
(Wawancara dngan ibu Yuni).
1
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti
yang dapat disimpulkan bahwa tidak mudah dalam membimbing anak tunagrahita
khususnya dalam proses interaksi sosial anak, untuk membimbing anak
tunagrahita tentu tidak sembarangan, yaitu dengan memberikan layanan khusus
seperti layanan orientasi, informasi, konten, penempatan, penyaluran, dan
bimbingan perorangan atau kelompok. meggunakan metode atau teknik.
27

Penanganan anak tunagrahita secara psikologi yaitu a) melakukan terapi, b)


menggunakan instruksi yang tepat, c) memberikan kesempatan untuk pengulangan
dan latihan, c) membuat aktivitas yang disukai anak, d) jangan memaksa anak.
Metode yang digunakan adalah metode karyawisata, metode ini akan memberikan
banyak pengetahuan dengan cara anak diminta untuk mengamati objek tertentu
secara langsung, baik berupa benda maupun kegiatan. Cara nya yaitu: a) tahap
encoding, gagasan yang akan dikomunikasikan diwujudkan dalam kalimat atau
gambar, komunikator harus memilih atau menggunting kata dan gambar yang
mudah dipahami oleh komunikan. b) tahap penyampaian, gagasan yang sudah
diwujudkan dalam bentuk kalimat berupa kata, angka lisan, tulisan digabungkan.
c) tahap decoding,proses menempel, menerima dan memahami kalimatatau kata
serta gambar yang diterima menurut pengalaman atau jawaban masing- masing.
Dan paling utama dengan melibatkan orangtuanya, dimana kerja sama antar
orangtua sangat perlu dilakukan karena sangat berpengaruh terhadap intelegensi
anak. Penting sekali mencari tahu kekurangan anak dan mencari solusi yang baik
dengan cara kerja sama antar orangtua ataupun orang terdekat anak.
B. Kendala yang dihadapi Guru Pada Bimbingan Interaksi Sosial Anak
Tunagrahita
1
Dalam suatu proses bimbingan tentu ada kendala yang di alami baik itu kendala
guru, siswa ataupun yang lain. Untuk itu peneliti juga menemukan beberapa kendala
berdasarkan observasi dan wawancara dengan pihak-pihak terkait. Pada awal
pembelajaran untuk kelas tunagrahita membutuhkan yang namanya sosok
seorang guru, karena disini mereka bermasalah secara mental maupun fisik, siswa
memang membutuhkan bimbingan dan pedekatan khusus dalam proses
pembelajaran, pembelajaran ini tidak luput dari proses interaksi sosial anak
dimana interaksi sosial ini sangat diperlukan dalam pembelajaran, baik di sekolah
maupun di luar sekolah. Dalam proses awal bimbingan tidak semua guru bisa
memahami karakter dan kemampuan siswa tunagarahita disini memang tugas guru
tidak mudah. Saat proses bimbingan siswa diarahkan bagaimana cara bersosialisasi
atau berkomunikasi yang baik terlebih dahulu.
Ketika peneliti turun ke lapangan peneliti menemukan beberapa kendala. Adapun
kendala tersebut adalah :
28

a. Kendala dari Guru


Guru berperan sebagai fasilitator dalam proses bimbingan interaksi sosial
yaitu bertugas memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan
proses pembelajaran maupun berinteraksi sosial guru juga dituntut agar mempunyai
kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa di kelas.
Seperti halnya kendala yang disampaikan oleh bapak Agung selaku kepala
sekolah mengatakan kepada peneliti sebagai berikut:
“Masih kurangnya guru yang lulusan PLB (Pendidikan Luar Biasa), meskipun
hanya beberapa saja yang lulusan PLB. seharusnya yang mengajar anak
berkebutuhan khusus (ABK) itu memang harus lulus PLB di sekolah luar biasa
ini, khususnya pada saat proses membimbing siswa dalam komunikasi anak dan
guru seharusnya juga harus kreatif, jangan hanya mengandalkan alat peraga yang
disediakan saja, ada pelatihan untuk guru juga dalam membimbing dan mengajar.”
(Wawancara dengan kepala sekolah)
1
Hal itu juga diungkapkan oleh guru kelas tunagrahita ibu Yuni kepada peneliti
mengungkapkan sebagai berikut:
“Kendala disini memang masih kekurangan guru, seharusnya didalam aturan anak
berkebutuhan khusus seharusnya 1 orang guru memegang 2 orang siswa.
Dengan kurangnya guru maka sulit dalam mengatur jam belajar anak-anak.
Terutama siswa tunagrahita, guru mengikuti mood si anak, kita tidak bisa
memaksakan anak, disinilah kendala dari guru.” (Wawancara dengan ibu Yuni).
1
Pernyataan ini senada dengan yang disampaikan oleh siswa
Tunagrahita kelas IV seabagai berikut:
“Kami merasakan saat pembelajaran masih kurang memahami penjelasan guru,
karena saat pembelajaran berlangsung ibu guru membagikan waktu dengan kelas
lain, bahkan ibu menitipkan kami di kelas lain, ini di sebabkan masih butuh guru
kelas ditunagrhita terutama kami sangat butuh bimbingan.” (Wawancara
denganm Harmen)
1
b. Kendala dari Siswa
Siswa adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi
penting dalam proses pembelajaran maupun berinteraksi sosial karena siswa sebagai
pihak yang ingin meraih cita-cita. Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan
29

dalam proses interaksi sosial yang diperhatikan pertama kali adalah siswa,
bagaimana keadaan dan kemampuannya, baru setelah itu menentukan komponen-
komponen yang lainnya.
Seperti halnya yang disampaikan oleh bapak kepala sekolah Agung mengenai
siswa tunagrahita sebagai berikut:
“Kendala disini yang paling utama adalah siswa, mereka keterbatasan dalam segi
intelektual maupun secara fisik, anak ini lambat sekali menyerap penjelasan dari
guru, dan jarang sekali mau dibimbing dalam berinteraksi sosoial, ditambah lagi
belajar harus mengikuti dahulu bagaimana maunya mereka, terkadang mood nya
kurang, jarang bangun dan berangkat pagi. Ini yang menjadi kendala sebenarnya
memang butuh kesabaran guru dalam mendidik dan membimbing proses interaksi
sosial anak ini.” (Wawancara dengan kepala sekolah)
1
Pernyataan ini dipertegas oleh wali kelas Tunagrahita ibu Yuni sebagai berikut:
“Memang betul adanya kendala yang paling utama adalah dari siswa, karena
mereka terganggu oleh proses intelektual dan fisiknya dalam proses
bimbingannya, disini saya sebagai guru wali kelas memang butuh kesabaran dan
keihklasan, dalam memahami karakter dan kemampuan setiap siswa dikelas, karena
untuk mengajar dan membimbing dalam berinteraksi tidak mudah,
terkadang anak cepat mudah lupanya ketimbang ingat.” (Wawancara dengan wali
kelas tunagrahita ibu Yuni)
1
Peryataan ini senada yang disampaikan oleh siswa Tunagrahita kelas IV sebagai
berikut:
“Saya masuk ke sekolah luar biasa ini langsung kelas 3, sebelumnya sekolah di
sekolah umum, bisa jadi dari faktor orang tua saya yang belum memahami
kendala saya, setelah diperhatikan oleh ibu saya kenapa saya tidak ada perubahan
sama sekali, disitulah orangtua saya berfikir memindahkan saya ke SLB ini.”
1
c. Kendala dari Media Pembelajaran
Media adalah salah satu alat untuk memudahkan guru dalam menyampaikan materi
dan membimbing proses interaksi soial siswa, pada anak tunagrahita memang
membutuhkan media yang konkret agar materi yang disampaikan bisa dimengerti
siswa.
Seperti halnya yang disampaikan oleh kepala sekolah bapak Agung sebagai
30

berikut:
“Pada saat pembelajaran dan bimbingan guru menggunakan media yang berupa
audio visual, miniatur-miniatur dan gambar. Dikarenakan kemampuan akademik
anak kurang, maka sangat diperlukan alat bantuan, terutama anak tunagrahita ini
bisa juga benda konkret. Kendala dana masih kurang, belum bisa
memenuhi alat media yang lengkap, maka dari itu pentingnya guru harus
kreatif dalam menggunakan media yang ada.” (Wawancara dengan kepala sekolah )
1
Pernyataan ini dipertegas oleh wali kelas tunagrahita ibu Murniati sebagai
berikut:
“Ketika pembelajaran dan bimbingan berlangsung memang ada materi yang
membutuhkan media pembelajaran seperti materi IPA yang membutuhkan media
miniatur hewan atau tumbuhan, sambil menjelaskan kepada siswa agar mereka
paham dan dapat mudah memahami dan menghafal bentuk dan ciri dari hewan
maupun tumbuhan tersebut. Benda konkret juga dapat dilakukan dengan mengajak
siswa keluar kelas melihat tumbuhan dan serangga yang ada di sekitar. Namun,
media khusus juga harus ada seperti audio visual, komputer atau laptop, radio dan
sebagainya, untuk menayangkan video ataupun film animasi tentang lingkungan
sekolah dan keluarga, dengan begitu dapat memudahkan anak dalam berinteraksi
sosial juga.” (Wawancara dengan wali kelas tunagrahita ibu Yuni)
1
Pernyataan ini senada yang disampaikan oleh siswa Tunagrahita kelas IV sebagai
berikut:
“Saat ibu menyampaikan materi dengan menggunakan miniatur atau menayangkan
video, kami disuruh memperhatikan, mendengar dan memahami, serta kami
disuruh memegang miniatur hewan, dan ibu menyebutkan ciri-cirinya, dengan
begitu kami sedikit mudah memahami perbedaan dan persamaan dari hewan atau
tumbuhan tersebut.
31

1
C. Kendala dari Sarana dan Prasarana

Untuk mencapai suatu pendidikan yang baik tentunya ini salah satu komponen
menunjang dalam proses pembelajaran dengan fasilitas-fasilitas yang lengkap,
media-media pembelajaran yang bisa memudahkan proses bimbingan atau
pembelajaran.
Seperti halnya yang disampaikan oleh kepala sekolah bapak Triyono sebagai
berikut:
“ini juga salah satu kendala dalam menunjang berjalannya suatu proses bimbingan,
disini terdapat masih kurangnya sarana prasarana seperti proyektor (infokus) sudah
rusak, dan kurangnya ruangan khusus setiap tuna.” (Wawancara dengan kepala
sekolah )

1
Pernyataan ini dipertegas oleh wali kelas Tunagrahita ibu Yuni sebagai berikut:
“Kalau untuk sarana dan prasarana memang menjadi kendala untuk proses
bimbingan dan pembelajaran. Khususnya untuk ruangan dalam melakukan
bimbingan, dimana ruangan khusus ini hanya kita dan siswa, dengan begitu siswa
akan bisa lebih mudah dibimbing dan di arahkan. Selama ini melakukan
bimbingannya hanya dikelas. Untuk kendala proyektor juga sudah tidak bisa
digunakan lagi, proyektor ini sangat berguna dalam proses interaksi sosial anak,
dengan ini kita bisa manayangkan video ataupun film pendek tetang bagaimana
dalam berinteraksi sosial.” (Wawancara dengan wali kelas tungrahita ibu Yuni)
1
Berdasarkan hasil Observasi, Wawancara dan Dokumentasi dapat diperoleh
kesimpulan bahwa kendala dalam proses pembelajaran maupun bimbingan dalam
interaksi sosial adalah yang pertama guru masih kekurangan guru khususnya yang
berlatar belakang pendidikan luar biasa (PLB). Yang kedua dari siswa yang
memiliki keterbatasan dalam intelektual maupun secara fisik, siswa sangat lambat
menyerap,
memahami penjelasan dan jarang menerima bimbingan dari guru, sehingga
membuat proses bimbingan dan pembelajaran membutuhkan waktu yang cukup
lama. Yang ketiga kendala dari media pembelajaran yang digunakan masih minim
32

saat proses pembelajaran dan bimbingan. Yang kelima dari minimnya sarana
dan prasarana yang menunjang proses bimbingan interaksi sosial pada anak.
6. Upaya Guru Dalam Mengatasi Kendala Pada Bimbingan Interaksi
Sosial Anak Tunagrhita di Sekolah Luar Biasa Amal Mulia
1
Dari kendala diatas terdapat beberapa solusi yang dilakukan oleh guru kelas
maupun pihak sekolah. Pada dasarnya pemecahan masalah bersasaran pada
perbaikan kualitas upaya tersebuut dapat meningkatkan kualitas proses bimbingan
dan arahan dalam interaksi sosial peserta didik khususnya siswa tunagrahita, agar
proses bimbingan dapat berjalan optimal. Ada beberapa solusi yang harus
dilakukan untuk mengatasi kendala atau upaya yang di lakukan antara lain yaitu:
a. Upaya untuk mengatasi kendala dari guru
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah dan guru kelas bahwa
upaya dari guru sebagai yaitu:
1) bekerja sama dengan orang tua siswa
Kerja sama untuk pengembagan diri anak dan ini sangat berpengaruh besar dalam
proses belajar dan interaksi sosial anak.
2) Mencerminkan perilaku baik
Sebagai guru tentu harus mencerminkan dan membiasakan anak untuk berperilaku
baik dan bersikap disiplindengan begitu siswa akan mengikuti.
Sama halnya dengan hasil wawancara dengan kepala sekolah tentang mencari
solusi ataupun kendala yang di hadapi guru dalam membimbing interaksi sosial
anak.
Seperti yang diungkapkan oleh bapak Triyono sebagai kepala sekolah kepada
peneliti sebagai berikut:
“Dengan masih minimnya guru yang lulusan jurusan Pendidikan Luar Biasa (PLB)
maka sekolah berupaya untuk berusaha melaporkan kedinas setempat agar
merekruk guru-guru sesuai bidangnya, sembari melakukan pelatihan-pelatihan
untuk guru sesuai bidangnya, sembari menunggu upaya dari guru yaitu bekerja sama
dnegan orang tua murid dan guru mencermikan perilaku yang baik pula.”
(Wawancara dengan kepala sekolah)
1
Peneliti juga melakukan wawancara dengan wali kelas tunagrahita untuk
33

memperkuat argument yang disampaikan kepala sekolah sebelumnya.


Pernyataan ini dipertegas oleh wali kelas tunagrahita ibu Murniati sebagai berikut:
“Saya berharap pihak sekolah merekrut guru-guru yang sesuai dengan bidangnya,
dengan begitu jam belajar anak sudah ditetapkan dan lebih memfokuskan
proses belajar anak. Di tingkat SDLB khususnya sangat membutuhkan guru supaya
jam belajarnya tidak terganggu dengan kelas yang lain. Cara lain selain diatas tadi
yaitu bekerja sama dengan orangtua serta sebagai guru mengajarkan dan
membiasakan perilaku baik dan disiplin” (Wawancara dengan guru kelas
Tunagrahita ibu Yuni).
1
Berdasarkan Observasi, Wawancara dan Dokumentasi peneliti daat diperoleh
kesimpulan pertama upaya atau solusi dari kurangnya guru yang memiliki latar
belakang Pendidikan Luar Biasa (PLB) yaitu meminta kepada pihak dinas untuk
berusaha merekrut guru sesuai dengan bidangnya untuk mengajar di Sekolah Luar
Biasa (SLB). Yang kedua perlunya mood dari si anak agar mau belajar dan di
bimbing yaitu dari pihak sekolah berupaya memberikan kesadaran kepada orang tua
tentang pendidikan pada anak berkebutuhan khusus tunagrahita, kebanyakan orang
tua dari sang anak pegawai dan jarang memerhatikan anak di rumah sehingga jarang
sekali anak mau belajar dan dibimbing. Yang ketiga tentang media yang sangat
minim, yaitu guru harus kreatif dan bervariasi dalam menggunakan dan
memanfaatkan media seadanya. Yang ke empat sarana dan prasarana pihak sekolah
akan berusaha memenuhi fasilitas-fasilitas yang menunjang proses pembelajaran
dalam interaksi sosial

\
34

BAB V
Kesimpulan Dam Saran

5.1 Kesimpulan
1
Berdasarkan hasil pebelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Proses Interaksi Sosial Anak Tunagrahita di Sekolah Luar Biasa dan Pamti
1
Amal Mulia adalah guru memberikan bimbingan Sesuai dengan kemampuan atau
tingkatan tingkatan masing masing anak tunagrahita pembelajaran yang dilakukan
dengan menggunakan media Audio Visual dan menggunakan metode belajar sambil
bermain. Pada saat proses interaksi sosial anak tunagrahita guru tentunya harus
melakukan pendekatan khusus terlebih dahulu kepada anak, agar dapat
menciptakan suasana menyenangkan. Dalam proses bimbingan tercapainya suatu
tujuan guru tidak terlepas dari namanya komponen yang mendukung saat proses
dalam berinteraksi sosial yaitu adanya peran guru, orang tua, metode
pembelajaran dan media pembelajaran. Dalam membimbing interaksi sosial anak
Tunagrahita guru yang sangat berperan penting dan mengarahkan siswa dalam
berinteraksi sehingga peran guru sangat dibutuhkan dikelas tunagrahita.
2. Bimbingan Guru Pada Interaksi Sosial Anak Tunagrahita di Sekolah Luar Biasa
1
adalah memberikan layanan khusus seperti layanan orientasi, informasi, konten,
penempatan, penyaluran, dan bimbingan perorangan atau kelompok. Penting sekali
mencari tahu kekurangan anak dan mencari solusi yang baik dengan cara kerja
sama antar orangtua ataupun orang terdekat anak.. Memberikan bimbingan pada
anak Tunagrahita harus dengan kelembutan dan penuh kasih sayang, kesabaran
kunci yang paling utama. Dalam bimbingan ada teknik khusus yaitu teknik
bimbingan secara langsung maupun secara tidak langsung. Terakhir melibatkan
orangtua anak, kerja sama dengan orangtua anak dengan melihat perkembangan
dilingkungan keluarganya. Kunci pokok dari perkembangan interaksi sosial anak
tidak jauh dari lingkungan terdekat atau keluarga.

3. Kendala yang dihadapi Guru Pada Bimbingan Interaksi Sosial Anak Tunagrahita
1
di Sekolah Luar Biasa adalah yang menjadi kendala dalam bimbingan interaksi
35

sosial kendala dari guru, siswa, media pembelajaran dan sarana prasarana yang
menunjang proses interaksi sosial maupun proses pembelajaran.
1
5.2 Saran
Dari uraian diatas, maka peneliti mencoba memberikan saran-saran kepada
pihak sekolah antara lain :
1. Bagi Kepala Sekolah
Kepala sekolah diharapkan untuk mengadakan pelatihan-pelatihan kepada semua
guru dalam membimbing setiap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Terutama
pada guru yang bukan tamatan PLB.
2. Bagi Guru
Guru diharapkan mengikuti pelatihan-pelatihan tentang bimbingan setiap Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK). Guru perlu memahami hambatan yang dialami oleh
setiap anak dalam melakukan interaksi sosial di sekolah. Dengan demikian,
guru dapat melakukan upaya yang terencana untuk mengurangi hambatan yang
dialami oleh anak.
3. Bagi Siswa
Siswa diharapkan mau dibimbing dalam berinteraksi sosial dan mampu untuk terus-
menerus dalam meningkatkan bakat dan prestasi baik dalam akademik maupun non
akademik.
4. Bagi Sekolah
Sekolah diharapkan sebaiknya melengkapi sarana daan prasarana yang berkaitan
dengan penunjang keberhasilan belajar mengajar siswa
5. Bagi Orangtua / wali murid
Orang tua diharapkan memperhatikan lebih dan mendukung siswa dalam proses
pembelajaran dengan memberikan motivasi dan dukungan kepada anaknya,
meskipun mereka memiliki keterbatasan.
36

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz. (2006). Kesehatan Jiwa Kajian Korelatif Pemikiran Ibnu Qayyim
Dan Psikologi Modern. Jakarta: Pustaka Azzam
Abu Ahmadi. (2002). Psikologi Sosial. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi. (2001).Pengelolaan Pengajaran. Jakarta:
Renika Cipta.
Ahmad Susanto. (2018). Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta:
Prenadamedia Group.
Aswita Effi. (2012). Metode Penelitian Pendidikan. Medan: Unimed Press
Bimo Walgito. (2003). Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta:
PenerbitAndi.
Bungin Burhan. (2013). Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi. Jakarta:
Prenada Media Group
Burhan Bungin. (2006). Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan
DiskursusTeknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada
MediaGroup. . (2011). Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi,
Kebijakan Publik,danIlmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.

Daryanto dan Mohammad Farid. (2015). Bimbingan Konseling. Yogyakarta:


Penerbit Gava Media.
Dyah S. (2008). Pengkajian Pendidikan Inklusif bagi Anak Berkebutuhan Khusus
pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Bandung: RemajaRosdakarya.
Dzakiyah Darajat. (2005). Kepribadian Guru. Jakarta: Bulan Bintang.
Fita Nur Arifah. (2016).Menjadi Guru Teladan, Kreatif, Motivatif & Profesional.
Yogyakarta: Araska.
Gerungan. (2004). Psikologi Sosial. Bandung: PT Refika Aditama.
Hargio
1
Santoso. (2012). Cara Memahami & Mendidik Anak
Hurlock, Elizabeth B. (1978). Perkembangan Anak Jilid 1. (Alih bahasa: dr.
Med.Meitasari Tjandrasa dan Dra. Muslichah Zarkasih).
Jakarta: PenerbitErlangga.
37

John W. Santrock. (2015). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Prenadamedia


Group.Joppy
Liando dan Aldjo Dapa. (2007). Pendidikan Anak Bekebutuhan Khusus
dalam Perspektif Sistem Sosial. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikti Direktorat
Ketenagaan.
Kemis dan Ati Rosnawati. (2013). Pendidikan Anak Berkebutuhan
KhususTunagrahita. Bandung: Luxima.
Lahmuddin. (2011). Landasan Formal Bimbingan Konseling di Indonesia.Medan:
Citapustaka Media Perintis.
Mohammad Efendi, (2008). Pengantar PsikopedagogikBerkelainan. Jakarta: PTN
Bumi Aksara.
Moh. Amin. (1995). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Bandung: DepdikbudDirjen
Dikti.
Muhammad Dalyono. (2005). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Muhammad Uzer Usman. (2002). Menjadi Guru Professional. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mumpuniarti. (2000). Penanganan Anak Tunagrahita (Kajian dari Segi
Pendidikan, Sosial-Psikologis, dan Tindak Lanjut Usia
Dewasa).Yogyakarta: Jurusan PLB FIP UNY.
Muri Yusuf. (2002). Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Balai Aksara. Nana
Sudjana dkk. (2005). Pedoman Praktis Mengajar. Bandung: Dermaga. Prayitno,
dkk, (2009). Dasar-DasarBimbingan dan Konseling.Jakarta: PT Rineka Cipta.

Rasimin, dan Muhammad Hamdi, (2018). Bimbingan danKonseling Kelompok.


Jakarta: PT Bumi Aksara.
Roestiyah. (2001).Masalah-Masalah Ilmu Keguruan. Jakarta: Bina Aksara.
Sardiman. (2005).Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar Pedoman Bagi Guru
38
Similarity Report ID: oid:3618:51944702

93% Overall Similarity


Top sources found in the following databases:
92% Internet database 17% Publications database
Crossref database Crossref Posted Content database
35% Submitted Works database

TOP SOURCES
The sources with the highest number of matches within the submission. Overlapping sources will not be
displayed.

repository.uinjambi.ac.id
1 49%
Internet

eprints.umm.ac.id
2 27%
Internet

repository.iainbengkulu.ac.id
3 8%
Internet

repository.uin-suska.ac.id
4 3%
Internet

Perguruan Tinggi Pelita Bangsa on 2023-08-20


5 <1%
Submitted works

docplayer.info
6 <1%
Internet

budimansmpempatpml.wordpress.com
7 <1%
Internet

pt.scribd.com
8 <1%
Internet

Sources overview
Similarity Report ID: oid:3618:51944702

Universitas Negeri Jakarta on 2022-06-09


9 <1%
Submitted works

Hermawan Purwo Sasmito, Muhammad Hanif. "Kehidupan Sosial Ekon...


10 <1%
Crossref

hpkd14.blogspot.com
11 <1%
Internet

eprints.uns.ac.id
12 <1%
Internet

repository.ummat.ac.id
13 <1%
Internet

Mughni, Muhamad Syaefudin. "Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam E...


14 <1%
Publication

repository.ub.ac.id
15 <1%
Internet

repository.itskesicme.ac.id
16 <1%
Internet

repository.uinfasbengkulu.ac.id
17 <1%
Internet

Safii, Muhammad Amin. "Kedudukan Hukum Asas Praduga tak Bersala...


18 <1%
Publication

eprints.walisongo.ac.id
19 <1%
Internet

repository.unib.ac.id
20 <1%
Internet

Sources overview
Similarity Report ID: oid:3618:51944702

repository.ar-raniry.ac.id
21 <1%
Internet

etheses.uin-malang.ac.id
22 <1%
Internet

digilibadmin.unismuh.ac.id
23 <1%
Internet

repository.ump.ac.id
24 <1%
Internet

Universitas Putera Batam on 2020-12-01


25 <1%
Submitted works

123dok.com
26 <1%
Internet

eprints.uny.ac.id
27 <1%
Internet

idr.iain-antasari.ac.id
28 <1%
Internet

qdoc.tips
29 <1%
Internet

repository.uinjkt.ac.id
30 <1%
Internet

repository.umsu.ac.id
31 <1%
Internet

repository.unmuhjember.ac.id
32 <1%
Internet

Sources overview
Similarity Report ID: oid:3618:51944702

IAIN Bengkulu on 2021-06-23


33 <1%
Submitted works

Sources overview

Anda mungkin juga menyukai