Anda di halaman 1dari 171

No.

Daftar :

STUDI KASUS KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI


DARI ORANG TUA TUNANETRA

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini

oleh

Najiyah Uthpah
NIM 170013

PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS TASIKMALAYA
2021
STUDI KASUS KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI
DARI ORANG TUA TUNANETRA

oleh
Najiyah Uthpah

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini

© Najiyah Uthpah
Universitas Pendidikan Indonesia
Juli 2021

Hak Cipta dilindungi undang-undang.


Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,
dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa izin dari penulis.

i
LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN SIDANG

NAJIYAH UTHPAH

STUDI KASUS KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI


DARI ORANG TUA TUNANETRA

disetujui dan disahkan oleh pembimbing:

Pembimbing I

Drs. Edi Hendri Mulyana, M.Pd.


NIP. 196008251986031002

Pembimbing II

Drs. H. Sumardi, M.Pd.


NIP.195707191984031000

Mengetahui

Ketua Program Studi PGPAUD UPI Kampus Tasikmalaya

Dr.Elan, M.Pd
NIP. 197703072008011017

ii
PERNYATAAN

Nama : Najiyah Uthpah


NIM : 1700131
Kode Program Studi : J0751
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “ Studi kasus
keterampilan sosial anak usia dini dari orang tua tunanetra” ini beserta seluruh
isinya adalah benar-benar karya saya sendiri. Saya tidak melakukan
penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika
ilmu yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas peryataan ini, saya siap
menangung risiko/sanksi apabila dikemudian hari ditemukan adanya
pelanggaran etika keilmuan atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian
karya saya ini.

Ciamis, Juli 2021


Yang menyatakan,

Najiyah Uthpah
NIM 1700131

iii
UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur panjatkan pada Allah SWT yang mana telah memberikan rahmat
dan karunianya kepada penulis, skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan
berbagai pihak. Oleh Karena Itu, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih
yang sebesar – besarnya kepada:
1. Yth. Bapak Dr. Nandang Rusmana, M.Pd., selaku Direktur Universitas
Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya;
2. Yth. Bapak Dr. Heri Yusuf Muslihin, M.Pd., selaku Wakil Direktur
Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya.
3. Yth. Bapak Dr. Elan, M.Pd., selaku Ketua Program Studi S1 Pendidikan
Guru Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Indonesia
Kampus Tasikmalaya;
4. Yth. Bapak Drs. Edi Hendri Mulyadi, M.Pd., selaku pembimbing I yang
telah dengan sabar dan telaten, serta bersedia meluangkan waktunya untuk
memberikan arahan serta bimbingan yang sangat membantu penulisan dari
awal hingga akhir penulisan skripsi ini selain itu juga sebagai dosen
pembimbing akademik yang memberikan arahan serta motivasi selama
menjalani perkuliahan s1 penulis;
5. Yth. Bapak Drs. H. Sumardi,M.Pd., selaku pembimbing II yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan arahan serta bimbingan yang
sangat membantu penulisan dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini;
6. Yth. seluruh Dosen dan Staff Universitas Pendidikan Indonesia Kampus
Tasikmalaya;
7. Kedua orang tua tercinta Ibu Yayah Dan Bapak Yoyo Suryana yang telah
mendukung baik dalam do’a, perhatian dan kasih sayang agar selalu
berusaha dengan maksimal serta senantiasa untuk bersyukur;
8. Untuk rekan Seperjuang, Nafisah Islamiati, Gina Nurul Iman, dan Dinaldha
Ananda, yang senantiasa menemani penulis selama proses perkuliahan,
serta selalu memberikan dukungan dan motivasi hingga penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini;
9. Desi Arianti Santika, S.Pd., dan Teh Resti Widayanti, S.Pd., yang selalu

iv
membimbing, memberi saran serta motivasi hingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
10. Terimakasih kepada rekan–rekan Akselerasi PGPAUD’17, Himpunan
Mahasiswa PGPAUD, dan rekan Satu Angkatan 2017/2018 Universitas
Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya.
11. Terakhir tak lupa terimakasih untuk diri sendiri yang tidak menyerah, yang
tetap kuat, dan mampu berdiri lagi setelah melewati banyak ujian dan
cobaan yang tiada henti, salah satunya tetap mengerjakan skripsi meski
sedang terkena Covid-19.

v
ABSTRAK

Penelitian ini beranjak dari pandangan-pandangan masyarakat sekitar mengenai


anak yang diurus dan dibesarkan oleh kedua orang tua tunanetra. Penelitian ini bertujuan
untuk mendeskripsikan keterampilan sosial anak usia dini dari orang tua tunanetra.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif desain studi kasus dengan subjek
siswa Taman kanak-kanak Rabbani yang tinggal bersama kedua orang tua yang memiliki
ganguan tunanetra. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data yang diperoleh dianalisis dengan teknik
analisis menggunakan langkah-langkah reduksi data, display data, dan penarikan
kesimpulan. Pengujian keabsahan data menggunakan uji kredibilitas dengan melakukan
triangulasi, bahan referensi, serta member check.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilihat dari hubungan teman sebaya, subjek
baru mulai berkembang, hal itu didasari karena subjek lebih memilih teman yang berjenis
kelamin sama. Dalam kelompok bermain, subjek cenderung kurang memiliki ketertarikan
dengan teman yang baru dikenalnya.Subjek merupakan anak yang pendiam. Subjek lebih
banyak menghabiskan waktu sendiri, dan subjek juga lebih senang bermain dengan sebuah
media. Dari aspek empati,Subjek berkembang sesuai harapan, hal itu dikarenakan subjek
selalu menawarkan bantuan kepada temanya yang sedang kesulitan. Subjek bisa
menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang sedang dialami. Subjek juga sering
menemani orang tuanya berjalan, sebagai tuntunannya. Dalam hal kemandirian, subjek
berkembang sangat baik. Hal itu didasari oleh subjek yang berani memutuskan atas
pilihanya sendiri, subjek selalu ingin pulang sendiri kalau kesekolah, subjek juga bisa
melakukan hal sederhana sendiri, serta subjek memiliki kemauan untuk lebih baik lagi.

Kata kunci: Anak Usia Dini, Keterampilan Sosial, Tunanetra

vi
ABSTRACT

This research departs from the views of the surrounding community regarding
children who are cared for and raised by both blind parents. This study aims to describe
the social skills of early childhood from blind parents.
This study uses a qualitative case study design approach with the subject of
Rabbani Kindergarten students living with both parents who have visual impairments. Data
collection techniques in this study used observation, interviews, and documentation
techniques. The data obtained were analyzed by analytical techniques using data reduction
steps, data display, and drawing conclusions. Testing the validity of the data using a
credibility test by doing triangulation, reference materials, and member checks.
The results showed that judging from peer relations, the subject was just starting
to develop, it was based on the fact that the subject preferred friends of the same gender.
In the play group, the subject tends to have less interest in making new friends. The subject
is a quiet child. The subject spend more time alone and subjects also prefer to play with the
things. From the aspect of empathy, the subject develops according to expectations, this is
because the subject always offers help to his friend who is having trouble. Subjects can
adjust to the situation and conditions that are being experienced. The subject also often
accompanies his parents walking, as his guidance. In terms of independence, the subject is
very well developed. This is based on the subject who dares to decide on his own choice,
the subject always wants to go home alone after school, the subject can also do simple
things by himself, and the subject has a willingness to do better.

Keywords: Early Childhood, Social Skills, Blind

vii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN SIDANG ..................................................... ii

PERNYATAAN ................................................................................................. iii

UCAPAN TERIMAKASIH ................................................................................ iv

ABSTRAK ......................................................................................................... vi

ABSTRACT ........................................................................................................ vii

DAFTAR ISI .................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiiii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiiiiii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ...................................................................... 1

1.2 Fokus Masalah ....................................................................................... 6

1.3 Rumusan Masalah .................................................................................. 6

1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................... 6

1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................. 6

1.5.1 Secara Teoritis ................................................................................ 6

1.5.2 Secara Praktis ................................................................................. 7

1.6 Struktur Organisasi Skripsi .................................................................... 7

1.6.1 BAB I Pendahuluan ........................................................................ 7

1.6.2 BAB II Kajian Pustaka.................................................................... 7

1.6.3 BAB III Metode Penelitian ............................................................. 7

1.6.4 BAB IV Temuan dan Pembahasan .................................................. 7

1.6.5 BAB V Simpulan, Implikasi, dan Rekomdasi.................................. 8

viii
1.6.6 Daftar Pustaka ................................................................................ 8

1.6.7 Lampiran-Lampiran ........................................................................ 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................... 9

2.1 Anak Usia Dini ...................................................................................... 9

2.2 Keterampilan Sosial ............................................................................. 10

2.2.1 Pengertian Keterampilan sosial ..................................................... 10

2.2.2 Dimensi – Dimensi Keterampilan Sosial ....................................... 13

2.3 Faktor-Faktor Yang Mendukung Kemampuan Sosial Anak Usia Dini .. 15

2.4 Tahapan perkembangan Keterampilan sosial Anak Usia 5-6 Tahun...... 17

2.5 Pengasuhan Tunanetra ......................................................................... 19

2.5.1 Tunanetra ..................................................................................... 19

2.5.2 Ciri dan Karakteristik Tunanetra ................................................... 19

2.5.3 Pengasuhan Tunanetra .................................................................. 20

2.6 Penelitian yang Relevan ....................................................................... 21

2.7 Kerangka Berpikir ............................................................................... 21

BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 23

3.1 Desain Penelitian ................................................................................. 23

3.2 Lokasi Penelitian dan Partisipan .......................................................... 23

3.2.1 Lokasi Penelitian .......................................................................... 23

3.2.2 Partisipan Penelitian ..................................................................... 23

3.3 Subjek Penelitian ................................................................................. 24

3.4 Variabel dan Definisi Operasional Variabel ......................................... 24

3.4.1 Variabel ........................................................................................ 24

3.4.2 Definisi Operasional Variabel ....................................................... 24

3.5 Data dan Instrument Penelitian ............................................................ 25

ix
3.5.1 Jenis data ...................................................................................... 25

3.5.2 Instrumen Penelitian ..................................................................... 25

3.6 Sumber data ......................................................................................... 31

3.6.1 Sumber Data Primer ..................................................................... 32

3.6.2 Sumber Data Sekunder ................................................................. 32

3.7 Prosedur Penelitian .............................................................................. 32

3.8 Analisis Data ....................................................................................... 34

3.8.1 Teknik Analisis Data .................................................................... 34

3.8.2 Uji Kredibilitas Data ..................................................................... 36

3.9. Isu Etik ................................................................................................ 37

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN ....................................................... 66

4.1 Temuan................................................................................................ 66

4.1.1 Hubungan Subjek Dengan Teman Sebaya ..................................... 66

4.1.2 Empati Subjek terhadap Orang Lain.............................................. 67

4.1.3 Kemandirian Subjek ..................................................................... 68

4.2. Pembahasan ......................................................................................... 69

4.3. Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 73

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI .............................. 74

5.1 Simpulan ............................................................................................. 74

5.2. Implikasi.............................................................................................. 74

5.3. Rekomendasi ....................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 77

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tahapan Perkembangan Keterampilan Sosial Anak Usia 5-6 Tahun...17

Tabel 3.1 Kisi – Kisi instrument Keterampilan Sosial…………...………………26

Tabel 3.2 Hasil Triangulasi...…………………………………………………….38

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir…………………………………………………..24

Gambar 3.1 Komponen analisis data (interactive model) ……………………….35

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.1 Surat Keputusan Direktur UPI Kampus Tasikmalaya ................ 80

Lampiran 1.2 Surat Permohonan Izin Penelitian ............................................. 89

Lampiran 1.3 Surat Permohonan Izin Penelitian ............................................. 90

Lampiran 1.4 Surat Permohonan Izin Penelitian ............................................. 91

Lampiran 1.4 Surat Permohonan Izin Penelitian ............................................. 92

Lampiran 2.1 Reduksi data ............................................................................. 93

Lampiran 3.1 Display Data Dari Setiap Indikator ......................................... 101

Lampiran 3.2 Display Data Keseluruhan ...................................................... 114

Lampiran 4.1 Matrik Hubungan Rumusan Masalah Dengan Sumber Data .... 115

Lampiran 5.1 Pedoman Wawancara .............................................................. 117

Lampiran 6.1 Pedoman Observasi ................................................................ 118

Lampiran 7.1 Pedoman Dokumentasi ........................................................... 119

Lampiran 8.1 Wawancara ............................................................................. 120

Lampiran 8.2 Wawancara ............................................................................ 123

Lampiran 8.3 Wawancara ............................................................................. 125

Lampiran 8.4 Wawancara ............................................................................. 127

Lampiran 8.5 Wawancara ............................................................................. 130

xiii
Lampiran 8.6 Wawancara ............................................................................. 134

Lampiran 9.1 Observasi ................................................................................ 136

Lampiran 9.2 Observasi ................................................................................ 137

Lampiran 9.3 Observasi ................................................................................ 138

Lampiran 9.4 Observasi ............................................................................... 139

Lampiran 10.1 Dokumen ............................................................................. 140

Lampiran 10.2 Dokumen ............................................................................ 142

Lampiran 10.3 Dokumen ............................................................................ 145

Lampiran 10.4 Dokumen ............................................................................ 146

Lampiran 11.1 Hasil Dokumentasi............................................................... 147

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Seperti yang mungkin kita ketahui, masih banyak orang di luar
sana yang menjelaskan bahwa anak-anak lebih kecil dari orang dewasa yang
diharapkan. bahwa penalaran yang sangat terbatas sebenarnya cukup
terkenal. Karena seperti yang mungkin kita ketahui sebagai anak-anak,
orang dewasa yang lebih kecil dari yang diharapkan adalah sumber wali
yang harus dijaga dan benar-benar difokuskan dengan tepat. Ini seperti ini,
ketika kita kehilangan orang tua kita, kita kehilangan masa lalu kita, tetapi
jika kita kehilangan anak-anak kita, kita kehilangan masa depan kita.
Sebagai makhluk organik, anak-anak dapat dirasakan sejauh kehidupan
alami mereka (misalnya, intuisi untuk melindungi diri sendiri, rasa untuk
seks, pertempuran, lari, bermitra dengan orang lain, dll). Pemahaman
tentang semesta anak-anak, dengan tujuan akhir untuk menumbuhkan
kemampuan anak-anak untuk memahami kapasitas mereka dan mencapai
perkembangan.
Usia prasekolah sebagai rentang waktu penyetelan dari tahap awal
hingga usia 3 hingga 5 tahun. Semangatnya telah berkembang, lebih
tepatnya sejak siap di tes TK atau TPA, dan berbagai jenis pengajaran
prasekolah. Menurut Opyemi, S (2015) Albeit the youngster grows socially
from birth to youth, contribution in free play makes roads to Take part in
compromise since kids likewise differ when they participate in play.
Camaraderie is energized and Youngsters are educated to co-work with
each other particularly when playing a game in which the rival is to
Crushed. Language is likewise evolved. Kids from different ethnic
foundations meet up to play and Simultaneously, they pick a couple of
articulations from themselves. Dapat diartikan bahwa meskipun anak
berkembang secara sosial sejak lahir hingga masa kanak-kanak awal,
keterlibatan dalam permainan bebas menciptakan jalan untuk terlibat dalam
resolusi konflik karena anak-anak juga tidak setuju ketika mereka terlibat
dalam permainan. semangat tim didorong dan anak-anak diajarkan untuk

1
2

bekerja sama satu sama lain terutama ketika memainkan permainan yang
akan menjadi lawan dikalahkan. bahasa juga berkembang. anak-anak dari
berbagai latar belakang etnis berkumpul untuk bermain dan di proses,
mereka memilih satu atau dua ekspresi dari diri mereka sendiri. Pada saat
anak berusia 3 tahun, anak mulai menjalin hubungan dengan keluarganya
dan terlebih lagi dengan orang lain yang bukan individu dari keluarganya.
Mereka juga mencoba memikirkan sistem untuk menempatkan diri mereka
di luar sana dan beberapa pemikiran tentang menyelidiki seks.
Kemampuan sosial sebagai kapasitas untuk mengevaluasi apa
yang terjadi dalam situasi sosial; keahlian untuk melihat dan secara efektif
menguraikan kegiatan dan kebutuhan anak-anak dalam kelompok bermain:
kemampuan untuk membayangkan berbagai kegiatan potensial dan memilih
salah satu yang paling cocok. Menurut Sumardi, dkk. (2020) kemampuan
sosial adalah kemampuan berbicara, bekerja sama, berbagi, menaruh minat,
dan menyesuaikan diri (kasih sayang, simpati dan memiliki pilihan untuk
mengurus masalah dan disiplin sesuai prinsip dan standar yang relevan).
Anak-anak yang efektif dan arus utama secara sosial secara teratur
menunjukkan kapasitas ini, sementara anak-anak yang memiliki
kemampuan ramah rendah membutuhkan bimbingan langsung dengan
memperagakan, berpura-pura, atau menggunakan boneka untuk membantu
mereka mengembangkan kapasitas ini. Keluarga dan sekolah memiliki
tugas vital dalam peningkatan kemampuan sosial. Jika keluarga
mengabaikan kemampuan sosial anak, atau sering kurang memikirkan
kemampuan sosial anak, itu akan sangat mempengaruhi anak itu sendiri. on
the off chance that this issue is minimized and the preschool youngsters
don't get the assistance that they need to alter their social conduct issues in
preschool (e.g., families joke that this is exactly how he is a lot not he
adorable when he carries on, he is simply bossy and likes to be a pioneer,
she is simply excessively brilliant. (Tonya. H, 2020) Diartikan bahwa Jika
masalah ini diremehkan dan anak-anak prasekolah tidak menerima bantuan
yang mereka butuhkan untuk mengubah masalah perilaku sosial mereka di
prasekolah (misalnya, keluarga bercanda bahwa ini adalah bagaimana dia
3

dan tidak lucu ketika dia bertindak, dia hanya suka memerintah dan suka
menjadi pemimpin, dia terlalu pintar) hal tersebut akan membuat
keterampilan sosial anak menjadi renah. Efek yang terjadi anak akan sulit
berteman dan menjadi anak yang pendiam.
Definisi dari tujuan pembelajaran, kondisi dengan perkembangan
karakter titik, namun sayangnya baru-baru ini drama TV tanpa naskah hal-
hal yang sangat jauh berdasarkan apa yang umumnya diharapkan.
Menyikapi keadaan negara Indonesia dengan bahaya usia lanjut di
kemudian hari, maka sekolah kemampuan ramah tamah dipandang sangat
perlu ditanamkan pada anak-anak, khususnya remaja karena usia tersebut
merupakan usia yang cemerlang bagi anak-anak. Masa-masa ini merupakan
masa-masa yang sensitif dalam perkembangan bagian-bagian penalaran
yang sah yang mulai peka untuk mengakui berbagai upaya untuk
mengembangkan semua kapasitas terpendamnya. Sebenarnya kemampuan
sosial yang diterapkan di sekolah kurang memadai dan dapat dikonsumsi
oleh anak-anak, khususnya anak usia prasekolah. Dominquez Escalón and
Greenfield, 2009; Eccles, Wigfield, and Schiefele, 1998; mcwayne and
Cheung, 2009 (dalam A.H.David et al, 2012) Youngsters' sentiments about
school directed a few of the connections between friendly working and
scholastic advancement as anticipated, to such an extent that social and
scholarly improvement were less unequivocally related in kids with more
good sentiments about school. It is normal that good sentiments about
school assist with keeping up with commitment notwithstanding
dissatisfactions, steady with research on the significance of scholarly
interest, inspiration, and commitment overall. Diartikan bahwa Perasaan
anak-anak tentang sekolah memoderasi beberapa hubungan antara fungsi
sosial dan perkembangan akademik seperti yang diperkirakan, seperti
perkembangan sosial dan akademik kurang kuat terkait pada anak-anak
dengan perasaan yang lebih positif tentang sekolah. Diharapkan perasaan
positif tentang sekolah membantu mempertahankan keterlibatan dalam
menghadapi frustrasi, konsisten dengan penelitian tentang pentingnya minat
akademik, motivasi, dan keterlibatan secara umum. Oleh sebab itu keluarga
4

mempunyai bagian yang begitu berarti dalam upaya perkembangan anak.


Pengalaman di dalam rumah dengan keluarga, lebih berarti pada masa ini,
jalinan pada keluarga tidak mencakup jalinan dengan orang tua saja, tetapi
dengan saudara, kakek, maupun nenek, yang membagikan pengaruh
terhadap perkembangan anak tersebut. Pola asuh dari orang tua serta
pendidikan nilai-nilai kehidupan, seperti agama, sosial dan budaya.
Hendaknya memberikan aspek yang sangat kondusif untuk perkembangan
anak. Seseorang tercipta pastinya diperolehnya dari pembiasaan-
pembiasaan yang terjalin di area rumah. Menurut Mulyana, dkk (2017) tidak
seluruh anak bisa hadapi tugas pertumbuhan dengan baik, terdapat yang
kilat tetapi terdapat pula yang lambat, apalagi sebagian anak tidak alami
tugas pertumbuhan dengan baik apalagi terlampaui. Perihal ini pastinya
dibutuhkan pengawasan serta tutorial secara pas untuk menanggulangi
kesusahan anak dalam penuhi tugas. Sebab pada masa kanak- kanak ataupun
diucap dengan masa pembentukan dini hendak memastikan karakter pribadi
sesudah jadi dewasa nantinya semacam yang terjalin pada salah satu anak
di suatu taman kanak-kanak swasta.
Berdasarkan hasil studi lapangan yang dilakukan pada tanggal 14
desember 2020 di kelas A taman kanak-kanak Rabbani. Ada seseorang anak
yang hadapi hambatan keterampilan sosial.
Bersumber pada penjelasan dari wali kelas anak terasebut, sesudah
dilakukan wawancara, nyatanya anak tersebut diurus oleh kedua orangtua
yang mengalami tunanetra dan satu orang kakak perempuan yang sekarang
sedang duduk di bangku Sekolah Dasar. Ayahnya mengalami tunanetra
sejak berumur 2 tahun. Dan ibunya sendiri mengalami kebutaan saat duduk
dibangku SMP (Sekolah Menengah Pertama). Ibunya bekerja sebagai guru
di Sekolah Luar Biasa di Kecamatan Cijengjing, Kabupaten Ciamis, Jawa
Barat. Sedangkan ayahnya menjadi ayah rumah tangga yang mengurus
keperluan kedua anaknya, sambil membuat telur asin dirumah. Orang tua
yang menyandang tunanetra tentunya memiliki cara tersendiri, dalam
mendidik, berkomunikasi dan juga memberikan perhatian kepada anak-anak
mereka. Komunikasi dengan orang tua seharusnya menjadi tolak ukur untuk
5

menyampaikan informasi tentang potensi dan karakter putranya. ( Rakhmat


dkk,2009, hlm.105). Jelas hal ini akan berpengaruh pada keterampilan sosial
dari anak tersebut. Anak usia dini terkadang menyampaikan pesan atau
mengungkapkan perasaanya kepada orang lain secara polos dan mengemukakan
apapun yang diterima oleh panca indranya. (Natalina.D, dan Gandana. G., 2019,
hlm.107). Ankinson dan Siffrin (dalam Porter, 2020, hlm. 57) memori terbuat dari
penyimpanan sensoris yang dapat menampung informasi langsung dari panca
indra. Oleh sebab itu orang tua yang kurang maksimal dalam mendidik pada
anak akan berpotensi terhadap kurang optimalnya keterampilan pada anak,
karena tidak sama seperti orang normal pada umumnya.
Mengingat pentingnya keterampilan sosial yang harus dimiliki oleh
anak.karena pada masa ini akan menentukan ketika anak menjadi dewasa.
Guru sebagai penganti orang tua dirumah pun ikut menjadi bagian
didalamnya, sehingga guru harus propesional dan memiliki wawasan yang
luas dalam menyikapi keterampilan sosial yang dialami anak. Seperti yang
disampaikan oleh Fleet & Patterson (dalam Sheridan, et al, 2009) : The cycle
of expert advancement alludes to how experts move from mindfulness
(information) to activity (practice) and to the reception of specific dispo
sitions in their expert collections. This interaction isn't accepted to be direct,
nor is it accepted to be restricted to a bunch of specific sources of info and
yields. Maybe, the cycle is viewed as a unique endeavor made out of
transactive encounters and connections among people in complex
frameworks. Yang berarti bahwa Proses pengembangan profesional
mengacu pada bagaimana profesional bergerak dari kesadaran
(pengetahuan) ke tindakan (praktik) dan adopsi disposisi tertentu dalam
repertoar profesional mereka. Proses ini tidak diyakini linier, juga tidak
diyakini terbatas pada satu set input dan output tertentu. Sebaliknya, proses
dianggap sebagai perusahaan dinamis yang terdiri dari pengalaman
transaktif dan interaksi antar individu dalam sistem yang kompleks. Hasil
eksplorasi oleh Osbom, White, and Blossom (dalam Mutiah, 2010, hlm. 3)
menjelaskan bahwa "sekitar setengah dari pengetahuan orang dewasa
diklaim oleh anak-anak berusia empat tahun. Peningkatan 30% berikut
6

terjadi pada usia 8 tahun. tahun dan sisa 20% terjadi di tengah atau akhir
dekade berikutnya." Oleh karena itu, orang dewasa harus memberikan
dorongan kepada anak-anak setiap kali mereka akan berlalu. (Mutiah, 2010,
hal.7).
Dari uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat kasus
tersebut sebagai penelitian dengan judul “ Studi kasus keterampilan sosial
anak usia dini dari orang tua tunanetra”
1.2 Fokus Masalah

Penelitian ini difokuskan pada permasalah keterampilan sosial anak


usia dini dari orang tua tunanetra.
1.3 Rumusan Masalah
Bersumber pada latar belakang penelitian serta fokus permasalahan
diatas, hingga rumusan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini
secara universal ialah bagaimana keahlian sosial anak usia dini dari kedua
orang tua yang mengalami tunanetra. Adapun secara khusus, rumusan
masalah yang sekaligus menjadi pertanyaan dijabarkan sebagai berikut :
1.3.1. Bagaimana pergaulan teman sebaya subjek disekolah ?
1.3.2. Bagaimana subjek dapat menyelesaikan suatu konflik ?
Setelah melakukan studi lapangan, rumusan masalahnya dirubah menjadi
1.3.3. Bagaimana hubungan subjek dengan teman sebaya ?
1.3.4. Bagaimana dengan empati subjek ?
1.3.5. Bagaimana dengan kemandirian subjek ?
1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini merupakan untuk mendeskripsikan keterampilan


sosial pada anak usia dini dari orang tua tunanetra.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Secara Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat
menambahkan pengetahuan mengenai keterampilan sosial anak dan
bisa dijadikan arahan ketika menemukan anak usia dini yang berasal
dari keluarga tunanetra.
7

1.5.2 Secara Praktis


Secara Praktis, Penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan
rujukan untuk praktisi pembelajaran, utamanya dalam pembelajaran
anak usia dini. Bagi guru penelitian ini bisa dijadikan bahan
masukan untuk tidak membiarkan layanan belajar keterampilan
sosial siswanya yang memiliki orang tua tunanetra.
1.6 Struktur Organisasi Skripsi
Untuk lebih jelasnya mengenai penulisan skripsi, sistematika penulisan
skripsi sesuai dengan keputusan Rektor Universitas Pendidikan Indonesia
Nomor 7867/UN40/HK/2019 dikemas dalam sebuah buku berjudul “Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah Tahun 2019” sebagai berikut :
1.6.1 BAB I Pendahuluan
Pada bagian ini terdapat landasan pemeriksaan, definisi masalah
penelitian, tujuan penelitian, manfaat/kepentingan penelitian, dan
struktur organisasi skripsi.
1.6.2 BAB II Kajian Pustaka
Bagian ini berbicara dan memeriksa spekulasi dan ide yang digunakan
oleh analis untuk membentuk landasan teori yang menjadi dasar
penelitian, seperti: anak usia dini, keterampilan sosial, faktor-faktor
yang mendukung kemampuan anak usia dini, tahapan perkembangan
keterampilan sosial anak usia 5 tahun. 6 tahun, perawatan buta. Bab
ini juga membahas penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir.
1.6.3 BAB III Metode Penelitian
Bagian ini berisi tentang strategi penelitian, konfigurasi penelitian,
wilayah dan anggota penelitian, subjek penelitian, faktor fungsional
dan makna faktor, informasi dan instrumen penelitian, sumber
informasi, metode penelitian, pemeriksaan informasi, dan masalah
moral. Selanjutnya, konsekuensi dari triangulasi.
1.6.4 BAB IV Temuan dan Pembahasan
Bagian ini menyajikan akibat-akibat dari pemeriksaan informasi dan
penemuan-penemuan apakah penemuan-penemuan pokok terjadi
karena penyelidikan informasi menjawab pertanyaan-pertanyaan
eksplorasi yang disajikan.
8

1.6.5 BAB V Simpulan, Implikasi, dan Rekomdasi


Bagian ini menyajikan dan menguraikan akibat-akibat dari
pemeriksaan penemuan-penemuan eksplorasi serta mengusulkan hal-
hal penting yang dapat digunakan dari akibat-akibat pemeriksaan
tersebut.
1.6.6 Daftar Pustaka
Bermacam-macam catatan referensi dan aset yang diperlukan selama
interaksi pemeriksaan.
1.6.7 Lampiran-Lampiran
Arsip tambahan yang diselesaikan dalam siklus eksplorasi, misalnya,
Surat, bicara dengan pemandu, panduan persepsi, panduan
dokumentasi, penurunan informasi, tampilan informasi, perubahan
kisi, hasil persepsi, pembicaraan dengan hasil, hasil dokumentasi, foto
kegiatan, dan laporan lain.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Anak Usia Dini
Anak adalah kesempatan ideal untuk belajar. Saat ini, anak-anak
menghadapi siklus perkembangan dan kemajuan yang sangat langka,
anak-anak juga tidak memiliki dampak yang datang dari luar atau iklim
negatif mereka. Oleh karena itu, wali dan guru dapat lebih terbuka
memberikan bimbingan kepada anak agar menjadi lebih baik.
Sebagaimana ditunjukkan oleh Fadillah (2014, hlm.21) masa muda adalah
masa yang sangat brilian untuk dilakukan dan diberi pengajaran. Banyak
ahli menyebut periode ini sebagai usia cemerlang, yaitu saat anak-anak
dapat berkreasi. Pada usia ini 90% dari otak besar yang sebenarnya sangat
banyak berbentuk. Penilaian lain menyatakan bahwa sekitar setengah
batas, pengetahuan manusia terjadi ketika ia berusia 4 tahun, 80% telah
terjadi ketika anak berusia 8 tahun, dan mencapai puncaknya pada periode
sekitar 18 tahun.. without appropriate interventions in early childhood
education, young children will be at risk of undergoing negative
experiences within peer groups, which in turn will result in unhealthier
adults. (Paschalio. L. et al, 2019) dapat diartikan bahwa tanpa intervensi
yang tepat dalam pendidikan anak usia dini, anak-anak akan berisiko
mengalami pengalaman negatif dalam kelompok sebaya, yang pada
gilirannya akan menghasilkan orang dewasa yang tidak sehat
Usia dini mulai dari lahir sampai enam tahun merupakan usia yang
sangat menentukan dalam penataan pribadi dan karakter anak. Usia itu
sebagai usia yang signifikan untuk kemajuan wawasan abadi itu sendiri,
mereka juga siap untuk menyerap data yang sangat tinggi. (Sujiono, 2016,
hlm.7) demikian pentingnya pelatihan pada anak.
Berdasarkan undang undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional berkaitan dengan Pendidikan anak usia dini tertulis
pada pasal 28 ayat 1 yang berbunyi “ Pendidikan anak usia dini
diselengarakan bagi anak sejak lahir sampai dengan enam tahun dan bukan
merupakan prasyarat untuk mengikuti Pendidikan dasar.”

9
10

2.2 Keterampilan Sosial


2.2.1 Pengertian Keterampilan sosial
Menurut Devins David, Steve Jhonson, John Sutherland (2004)
Kemampuan sosial adalah informasi tentang perilaku manusia dan
siklus di antara orang-orang, kapasitas untuk mendominasi sentimen,
praktik, inspirasi orang lain tentang apa yang dikatakan dan dilakukan,
sama seperti kapasitas untuk berbicara dengan jelas dan efektif dan
kapasitas untuk membangun ikatan yang cakap dan bermanfaat.
Kemudian lagi, Walker (dalam Roseinberg, 1992, hal. 41) melaporkan
bahwa kemampuan sosial menggabungkan kemampuan dan kualitas
yang berbagi sesuatu yang berharga secara sosial di sekitar disinggung
sebagai reaksi dan kemampuan yang melengkapi individu dengan dan
mengikuti efek positif dengan orang lain. . Endah (dalam Herdina, 2016,
h.103) menyatakan bahwa kemajuan sosial adalah pencapaian
perkembangan dalam hubungan persahabatan, juga dapat diartikan
sebagai interaksi pembelajaran untuk menyesuaikan diri dengan standar,
etika, dan perubahan kelompok. Lobna. E., at al (2017) dalam jurnalnya
mengatakan bahwa : Children with impulsive cognitive style Showed
lessefficiency of social Cooperation, social independence, Social
interaction, and consequently Their total social skills than children With
reflective cognitive style. Dapat diartikan bahwa anak-anak dengan gaya
kognitif impulsive menunjukkan kurang efisiensi sosial kerjasama,
kemandirian sosial, interaksi sosial, dan akibatnya keterampilan sosial
total mereka dari pada anak-anak dengan gaya kognitif reflektif.
Lawrance dan Hurlock (dalam Nugraha Rachmawati, 2008, hlm. 9.3-
9.6) mengatakan bahwa keterampilan sosial, antara lain :

1) Kemampuan berdiskusi. Korespondensi adalah perdagangan renungan


dan sentimen. Perdagangan ini harus dimungkinkan dalam berbagai jenis
bahasa, menjadi sinyal tertentu, terlihat secara lisan atau melalui bahasa
yang tersusun. Di antara semua jenis bahasa, komunikasi dalam bahasa
adalah yang terbaik.
11

2) Membutuhkan "kesadaran tentang apa yang sebenarnya


lucu" peningkatan kecenderungan lucu untuk anak-anak
harus dipikirkan. Anak muda yang memiliki tulang lucu
biasanya lebih disayang oleh teman-temannya.
Kecenderungan komikal akan membantu anak dalam
menciptakan daya cipta, penalaran unik, inovatif. Bangun
kepercayaan diri, tumbuhkan persahabatan, dan jauhkan
dari stres.
3) Persahabatan. Kami menyadari bahwa manusia adalah
makhluk sosial dan partisipasi dalam melakukan latihan
sangat penting untuk afiliasi. Saling membantu akan
menyebabkan individu merasa baik.
4) Ambil bagian dalam pertemuan. Transformasi seorang
anak tidak sesederhana variasi orang dewasa. Biasanya
seorang anak akan melihat keadaan kemajuan latihan. Jika
aksi itu menghampirinya, tanpa malu-malu si anak akan
segera bubar dalam aksinya entah dia tahu atau tidak,
yang menarik, dia bisa mengomunikasikan hasratnya.
5) Pilih karma. anak-anak akan melihat dan meniru
kecenderungan orang dewasa atau bahkan mungkin
mengikuti kelompok orang dewasa. Di sini kita harus
memiliki opsi untuk mengeksploitasi properti ini. Wali,
iklim keluarga, dan iklim umum sangat mempengaruhi
sosialisasi anak dalam berperilaku. Sifat-sifat positif yang
digerakkan oleh orang dewasa, terutama dalam kebiasaan
karma, benar-benar membantu anak-anak untuk bertindak
dengan baik, ramah, dan sadar kepada orang lain.
Secara khusus, Hurlock (dalam Susanto, 2011, hlm.139)
mengelompokkan contoh perilaku sosial pada anak-anak ke dalam
standar perilaku pribadi yang menyertainya, khususnya, peniruan
identitas, kontes, partisipasi, kasih sayang, simpati, bantuan sosial,
berbagi dan perilaku alami.
12

1) kolaborasi, kumpulan anak-anak mencari cara untuk bermain atau


bekerja sama dengan anak-anak yang berbeda.
2) Kontes, rivalitas adalah dukungan bagi anak-anak untuk
melakukan usaha yang jujur. Ini akan memperluas sosialisasi
mereka.
3) Kemurahan hati. kedermawanan dilihat dari kemampuan untuk
memberikan sesuatu kepada anak muda yang berbeda.
4) Kerinduan akan pengakuan sosial. Jika keinginan anak untuk
mengakui menyesuaikan dengan permintaan sosial.
5) Kasih sayang. Anak-anak kecil tidak diperlengkapi untuk bertindak
bijaksana sampai mereka menghadapi keadaan seperti berkabung.
6) Simpati. Belas kasih hanyalah kapasitas untuk menempatkan dari
sudut pandang orang lain dan menghayati pengalaman individu itu.
7) Kepercayaan. Ketergantungan pada orang lain untuk bantuan,
pertimbangan, dan kehangatan mendorong anak-anak untuk
bertindak dengan cara yang memuaskan secara sosial.
8) Sikap bersahabat. Anak-anak kecil menunjukkan sikap yang baik
dengan bersedia mengerjakan sesuatu untuk orang lain atau anak-
anak lain dan dengan mengomunikasikan kehangatan untuk
mereka.
9) Kebajikan. Anak-anak muda membutuhkan keterbukaan dan
dukungan untuk membagikan apa yang mereka miliki. Cari tahu
bagaimana mempertimbangkan orang lain dan mewakili orang
lain.
10) Duplikat. Dengan meniru orang-orang yang dikenal di sekitar
perkumpulan orang, anak-anak memiliki kesempatan untuk
mengembangkan kualitas dan meningkatkan pengakuan
perkumpulan itu sendiri.
11) Perilaku koneksi didasarkan pada permulaan: ketika bayi
menumbuhkan hubungan yang hangat dan penuh kasih dengan ibu
atau wakilnya, anak-anak kecil memindahkan contoh perilaku ini
kepada anak-anak atau individu yang berbeda dan mencari cara
13

untuk membina persekutuan dengan mereka.


2.2.2 Dimensi – Dimensi Keterampilan Sosial
Menurut Goleman (1999, hlm. 288) untuk bisa meraih
puncak prestasi, keterampilan sosial atau social skills mempunyai
makna inti. Makna pada dasarnya merupakan adanya kemampuan
atau kepintaran individu berupa seni untuk menangani emosi orang
lain & menggugah respon orang lain, sehingaga terjadi interaksi
sosial yang lancar. Hubungan sosial yang lancar terjadi bisa dilihat
berdasarkan dimensi-dimensi berdasarkan keterampilan sosial
yang sebagai indikatornya yaitu :
1) Dimensi Pengaruh, yaitu ukuran yang menggambarkan kapasitas
seseorang untuk mengusulkan atau melaksanakan metodologi
pengaruh secara memadai sehingga orang lain terpengaruh
olehnya. Kualitas individu yang dapat mengusulkan orang lain
mencakup a) mahir mempengaruhi b) menyesuaikan perkenalan
untuk menarik penonton c) menggunakan strategi yang kompleks,
misalnya, memberikan pukulan backhand untuk mengumpulkan
persetujuan dan dukungan d) mencampur dan menyesuaikan
episode sensasional sehingga membuat hal-hal yang berhasil.
2) Dimensi Komunikasi, merupakan ukuran untuk mengukur
kemampuan seseorang untuk menyampaikan dengan
memanfaatkan penyetelan terbuka dan mengirimkan pesan
persuasif kepada orang lain. Kualitas individu yang memiliki
kemampuan relasional meliputi: a) mampu memberi dan
menerima, mengingat tanda-tanda antusias untuk pesan mereka b)
menangani kasus-kasus yang merepotkan dengan segera c)
mendengarkan dengan mengagumkan, berusaha untuk melihat satu
sama lain, dan bersedia untuk mengembangkan data total d)
memajukan korespondensi terbuka dan langgeng bersedia untuk
mendapatkan inklusi yang mengerikan yang inklusi yang dapat
diterima.
3) Dimensi Manajemen Konflik, yaitu pengukuran yang
menggambarkan kapasitas seseorang untuk mengawasi masalah
14

dengan mengelola dan mengenali kemungkinan masalah untuk


ditangani secara transparan menggunakan pedoman peraturan
'saling menguntungkan'. Pertanyaan yang menimbulkan masalah
sangat bermasalah jika tidak segera diatasi. Seseorang yang dapat
memecahkan masalah dengan menggunakan banyak kerugian,
maka pada saat itu, orang tersebut menyiratkan bahwa dia memiliki
masalah besar di papan tulis. Untuk situasi ini, individu yang dapat
memantau masalah memiliki kemampuan, antara lain, khususnya:
a) menghadapi individu bermasalah dan situasi tegang
menggunakan kebijaksanaan dan metodologi, b) membedakan
masalah yang mungkin menjadi masalah, menyelesaikan penilaian
ketidaksesuaian langsung dan membantu menenangkan diri. mati.
keadaan, c) mendorong diskusi dan percakapan terbuka, d)
mengarah pada pengaturan yang saling menguntungkan.
4) Dimensi Kepemimpinan, yaitu ukuran yang menggambarkan
kapasitas seseorang untuk memimpin dengan membangkitkan,
mendorong dan mengarahkan orang ke arah tujuan yang tepat.
Salah satu cara para perintis membuat ketergantungan adalah
dengan memanfaatkan menangkap perasaan agregat implisit itu
dan kemudian mengkomunikasikannya kepada mereka, atau
bertindak sehingga tanpa syarat menjelaskan bahwa perasaan itu
dirasakan. Jika perintis bisa mengoordinasikan kebaikan dan
prestasi, orang-orang di bawahnya juga terkenal prestasinya. Lagi
pula, jika perintis membuat keributan, melakukan hal-hal buruk,
dan posnya tidak bermanfaat, maka, 10 orang di bawahnya juga
dianggap jahat. Kualitas individu yang memiliki kemampuan
dalam keterampilan mengemudi meliputi: a) mengartikulasikan
dan berbagi semangat untuk mencapai visi dan misi dan b) berani
maju untuk memimpin ketika diperlukan di mana pun c)
membimbing presentasi orang lain namun pada saat yang sama
waktu bertanggung jawab atas mereka d) menunjukkan kepada
orang lain bagaimana hal itu dilakukan.
15

5) Dimensi Katalisator Perubahan, merupakan ukuran yang


menggambarkan kapasitas seseorang untuk bertindak sebagai
dorongan untuk perubahan dengan menggunakan metode memulai
dan mengawasi perubahan untuk membuat orang lain sadar akan
kebutuhan untuk berubah dan menghilangkan penghalang.
Memulai tujuan kemajuan tidak sulit untuk dilibatkan dan efektif
dalam mencapai tujuan. Perubahan membutuhkan motivasi yang
luar biasa, kemantapan, dan kerja cepat. Dengan 3 elemen ini,
asosiasi atau organisasi tidak diragukan lagi dapat mengawal
perubahan. Mengenai individu yang memiliki minat untuk
mengkatalisasi perubahan, mereka memiliki atribut yang
menyertai: a) merasakan perubahan dan membuang hambatan b)
menggerakkan berbagai hal untuk mengekspresikan persyaratan
untuk perubahan c) menjadi pelopor kemajuan dan menyambut
orang lain ke dalam bisnis d) membuat contoh perubahan,
misalnya, yang diperlukan oleh individu lain.lain.
Kelima ukuran yang menjadi petunjuk kemampuan sosial di
atas saling terkait dan menyusun suatu kesatuan yang dapat
memberikan gambaran tentang kemampuan seseorang untuk
mengkomunikasikan perasaannya, baik secara ekspresif maupun
nonekspresif, selanjutnya orang lain dapat bereaksi ketika terjadi
hubungan sosial.
2.3 Faktor-Faktor Yang Mendukung Kemampuan Sosial Anak Usia Dini
Lingkungan merupakan kekuatan yang kompleks dalam kehidupan
ini, dari lingkunganlah semua berawal, bagaimana seseorang tumbuh dan
berkembang. Serta faktor kepribadian seseorang bisa datang dari
lingkungan. Benny & Middle (2013) mengemukakan bahwa faktor faktor
sosial yang mendukung kemampuan sosial anak misalnya :
2.3.1. Lingkungan Keluarga merupakan “ lingkungan pertama yang dikenal
anak, dan dilingkungan inilah anak akan mendapat imbasnya “ dari
anggota- anggota keluarga, seperti bapak, ibu dan saudara. Anak
menerima semua keahlian dasar, baik intelektual ataupun sosial. Pada
16

ilmu pendidikan, keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang


pertama & utama. Orang tua mereka adalah pendidik bagi mereka.
Pola asuh orang tua, sikap, dan situasi & syarat yg sedang melingkupi
orang tua bisa menaruh imbas yang sangat besar terhadap
perkembangan sosial & emosi anak.
2.3.2. Lingkungan Sekolah. Sekolah merupakan tempat ke dua bagi anak,
disekolah anak berhubungan dengan guru serta teman-teman
sebayanya. Guru adalah wakil dari orang tua mereka waktu berada
disekolah. Pola asuh & prilaku yang ditrampilkan sang guru
dihadapan anak pula bisa memengaruhi perkembangan sosial.
2.3.3. Lingkungan teman sebaya, teman sebaya merupakan interaksi pribadi
dalam anak-anak ataupun remaja menggunakan taraf usia yang sama,
dan melibatkan kedekatan yang relatif besar pada kelompok
tersebut.Jadi lingkungan teman sebaya ini yang mempunyai kiprah
krusial buat anak sanggup membedakan baik tidak baik prilaku serta
mengasah taraf kematangan pada dirinya menggunakan, cara
membandingkan antara teman satu dengan yang lainya.
17

2.4 Tahapan perkembangan Keterampilan sosial Anak Usia 5-6 Tahun

Tahapan perkembangan keterampilan sosial anak usia 5-6 tahun,


menurut Peraturan Menteri Pedidikan dan Kebudayaan No 137 tahun
2014 adalah sebagai berikut.
Tabel 2.1
Tahapan Perkembangan Keterampilan Sosial Anak Usia 5-6 Tahun
Tingkat Pencapaian Indikator
Perkembangan

Bemain dengan teman sebaya a. Bersedia bermain dengan teman sebaya


tanpa membedakan (warna kulit,
keturunan,rambut,agman,dll)
b. Mau memuji

teman/oranglain

c. Mengajak teman untuk


bermain / belajar
d. Bermain Bersama

e. Berkomunikasi dengan
orang dewasa ketika melakukan sesuatu
f. Berkomunikasi dengan
teman ketika mengalami
Musibah

Mengetahui perasaan a. Merespon apa yang dirasakan temanya


temanya dan merespon secara b. Mengenal perasaan yang
wajar
dirasakan temanya

Berbagi dengan orang lain a. Mau memberi kepada orang lain


18

Menghargai hak/pendapat/ a. Menghargai teman yang sedang


karya orang lain berbicara
b. Memberi komentar dari suatu

pembicaraan
c. Memberi respon terhadap karya orang

lain
Menggunakan cara yang a. Mampu menyelesaikan masalah
diterima secara sosial dalam secara logika
menyelesaikan masalah ( b. Dapat mendengarkan masukan teman
mengunakan fikiran untuk atau orang dewasa
menyelesaikan masalah)
Bersikap kooperatif dengan a. Dapat melaksanakan tugas kelompok
teman
b. Dapat bekerjasama dengan teman

c. Mau bermain dengan teman


Menunjukan sikap toleran a. Mau meminjamkan miliknya

b. Mau berbagi dengan teman

c. Saling membantu sesama teman


Mengekspresikan emosi yang a. Sabar menunggu giliran
sesuai dengan kondisi yang
b. Mengendalikan emosi dengan cara
ada (senang-sendih- antusias
yang wajar
dsb)
c. Senang ketika mendapat sesuatu
d. Antusias ketika melakukan kegiatan
yang diinginkan
Mengenal tata krama dan a. Memberi dan membalas salam
sopan santun sesuai dengan
b. Berbicara dengan tidak berteriak
nilai sosial budaya setempat
19

2.5 Pengasuhan Tunanetra


2.5.1 Tunanetra
Kata “Tunanetra” dalam (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
2008) berasal dari kata “ tuna” yang artinya rusak atau cacat dan kata
“netra” yang artinya adalah mata atau penglihatan, jadi kata tunanetra
adalah mengalami gangguan penglihatan. Hallan, dkk. (dalam jurnal
Alabanyo dan Ratih, 2016) mengemukakan bahwa seseorang
dinyatakan tunanetra jika setelah dilakukan berbagai upaya perbaikan
terhadap kemampuan visualnya, ternyata ketajaman visualnya tidak
melebihi 20/200 atau setelah dilakukan segala upaya perbaikan
terhadap kemampuan visualnya ternyata luas pandanganya tidak
melebihi 20 derajat.
2.5.2 Ciri dan Karakteristik Tunanetra
Sebagaimana ditunjukkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah
Luar Biasa, Buku Asrori (2020, hlm. 83) memerintahkan yang lahiriah
melemah, termasuk:
1) Sebuah. Mengingat jam kejadian gangguan penglihatan.
a) Tunanetra sebelumnya dan sejak lahir, misalnya individu
yang secara positif tidak memiliki pengalaman visual.
b) Tunanetra setelah lahir atau di usia muda; mereka telah
memiliki kesan dan pertemuan visual namun belum solid
dan mudah lepas dari pikiran.
c) Tunanetra di panggung muda atau di masa muda; mereka
memiliki efek visual dan memiliki dampak besar pada
siklus perbaikan diri.
d) Tunanetra individu pada fase usia dewasa, biasanya
individu yang dengan segenap kesadarannya mampu
melakukan perubahan diri berhasil.
e) Mempesona di usia lanjut. Sebagian besar perjuangan
setelah perubahan berhasil.
2) Mengingat kapasitas kekuatan penglihatan.
a) impedansi visual yang lembut (penglihatan tidak
sempurna/penglihatan rendah); khususnya mereka yang
20

memiliki gangguan penglihatan, namun mereka belum siap


untuk mengambil bagian dalam proyek-proyek
pembelajaran dan dapat menangani pekerjaan/latihan yang
memanfaatkan kapasitas visual.
b) Tunanetra setengah serius (setengah berada); Misalnya
orang yang kehilangan sebagian persepsi visualnya, hanya
dengan menggunakan kaca penguat dapat mengikuti
pelatihan biasa atau dapat membaca cetakan mencolok.
c) Tunanetra serius (tunanetra menyeluruh); yaitu, individu-
individu yang tidak melihat dengan cara apapun.
2.5.3 Pengasuhan Tunanetra
Seperti yang ditunjukkan oleh Rani (2018), hasil penelitiannya
mengatakan bahwa ada dua jenis pengasuhan yang digunakan oleh
wali linglung, yaitu pemerintahan kerakyatan dan kediktatoran.
Pengasuhan berbasis popularitas digunakan oleh pengasuh linglung
secara konsisten ketika melakukan percakapan ringan dengan anak-
anak, memperhatikan omelan yang terlihat oleh anak-anak, dan
memperhatikan keinginan atau harapan dan tujuan anak-anak.
Baumrind, dalam buku harian Rani (2018) mengatakan bahwa
pengasuhan definitif atau berbasis popularitas adalah gaya
pengasuhan yang mendorong anak-anak untuk mandiri, sekaligus
membatasi aktivitas mereka. Sedangkan pola pengasuhan kedua yang
digunakan oleh tunanetra dalam ujian Rani (2018) adalah pengasuhan
tiran sejauh pengawasan terhadap anak-anak mereka seperti sekolah,
afiliasi dan ketika anak-anak menyampaikan penyimpangan atau
pelanggaran yang nyata. Rani (2018) juga menambahkan bahwa
dalam mengatasi hambatan pengasuhan, lebih spesifik. Yang pertama
adalah melakukan tindakan preventif (memberi peringatan kepada
anak muda) dan yang kedua adalah mengambil tindakan kasar dengan
memberikan sedikit disiplin. Seperti mengikat anak di toilet dan tidak
memberikan uang saku saat melakukan kesalahan.
21

2.6 Penelitian yang Relevan

2.4.1. Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Avianingsih pada Tahun 2015
yang berjudul “Studi Kasus Perkembangan Sosial Anak Yang Tinggal
Dengan Orang Tua Yang Mengalami Hambatan Kejiwaan.”.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perkembangan sosial
pada anak yang tinggal dengan orang tua yang mengalami hambatan
kejiwaan.

2.4.2. Penelitian yang dilakukan Rani Kartika pada Tahun 2018 dengan
judul “Pola Pengasuhan Anak Pada Orang Tua Tuna Netra (Studi
Kasus Klinik Pijat Tuna Netra Barokah)”. Penelitian ini bertujuan
untuk menjelaskan upaya yang dilakukan orang tua tunanetra dalam
mengatasi kendala dan keterbatasannya mengasuh anak yang normal.
2.7 Kerangka Berpikir
Penelitian ini mengacu pada permasalahan yang terjadi dilapangan.
Penelitian ini difokuskan pada keterampilan sosial anak usia dini dari orang
tua tunanetra. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilaksanakan di TK
Rabbani Kecamatan Baregbeg, Kabupaten Ciamis yang telah dilakukan
peneliti, diperoleh bahwa ada anak yang tinggal dan dibesarkan oleh kedua
orang tua yang memiliki keterbatasan tunanetra. Hal tersebut membuat
peneliti tertarik untuk melangsungkan penelitian pada anak tersebut.
Kerangka berfikir ini beranjak dari pandangan-pandangan masyarakat
sekitar mengenai anak yang diurus dan dibesarkan oleh orang tua tunanetra.
22

Anak Usia Dini Yang Tinggal Bersama Kedua Orang Tua Tunanetra

Studi Pendahuluan

Keterampilan Sosial Anak Usia Dini

Observasi Wawancara Dokumentasi

Triangulasi data

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam pemeriksaan ini bersifat
kualitatif. bagi Sugiyono (2012, hlm1) Eksplorasi subjektif adalah teknik
pemeriksaan yang digunakan untuk mempertimbangkan keadaan item
secara eksperimental. Eksplorasi subjektif ini digunakan untuk
mendapatkan informasi dari atas ke bawah. Konsekuensi dari eksplorasi
subjektif ini lebih menonjolkan kepentingan daripada spekulasi.
Strategi atau pendekatan yang digunakan adalah investigasi
kontekstual. Investigasi kontekstual bagi Nana Syaodih (2005, hlm. 99)
adalah pemeriksaan yang berfokus pada satu peristiwa yang dipilih untuk
dirasakan luar dan dalam. Eksplorasi ini berencana untuk menjelaskan
kebenaran efek samping dan kondisi. Jenis penelitian analisis kontekstual
ini adalah grafis. Bagi Nazir (1988, hlm. 63) strategi ekspresif adalah
metodologi dalam merenungkan situasi dengan kumpulan individu, artikel,
situasi, susunan pemikiran, atau kelas peristiwa saat ini. Alasan eksplorasi
ekspresif ini adalah untuk membuat penggambaran, refleksi, atau proses
dengan cara yang teratur, otentik, dan tepat menggantikan realitas, properti,
dan hubungan saat ini antara keajaiban yang diteliti.
3.2 Lokasi Penelitian dan Partisipan
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di TK Rabbani Kecamatan
Baregbeg Kabupaten Ciamis, di kelas A. sekolah tersebut terletak di
Perumahan Kertasari, jalan Kertasari nomor 92 Ciamis. Alasan
memilih lokasi ini yaitu dilihat dari hasil observasi dan subjek yang
dijadikan penelitian. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan
desember 2020 sampai dengan bulan Mei 2021.
3.2.2 Partisipan Penelitian
Partisipan pada penelitian ini yaitu, orang tua dari subjek,
kakak kandung subjek, guru (wali kelas) subjek, kepala sekolah

23
24

subjek, tetangga subjek, dan tokoh masyarakat dilingkungan tempat


tinggal subjek.

3.3 Subjek Penelitian


Subjek penelitian ini merupakan seseorang yang dapat memberikan
gambaran mengenai subjek serta siapa yang diteliti. (Satori dan Komariah,
2011, hlm. 45). Dalam riset kualitatif subjek riset diucap dengan informan.
subjek dalam riset ini ialah anak yang tinggal dengan keluarga tunanetra
yang duduk di taman kanak-kanak di TK Rabbani kelas A.
3.4 Variabel dan Definisi Operasional Variabel
3.4.1 Variabel
Bagi Handari Manawi serta H. Meter, Martini Hadari( 1992,
hlm. 45) variabel tunggal merupakan variabel yang senantiasa
mengatakan variabel dalam mendeskripsikan faktor ataupun aspek-
faktor didalam tiap indikasi yang tercantum variabel tersebut, riset
semacam ini diucap variabel tunggal. Dalam riset ini yang jadi
variabel adalah sebagai keterampilan sosial anak usia dini dari orang
tua tunanetra.
3.4.2 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel dalam penelitian ini, dijelaskan
sebagai berikut :
1) Keterampilan sosial
Kemampuan sosial di sini adalah kemampuan subjek untuk
berkomunikasi secara sosial dengan praktik-praktik positif yang dapat
diakui oleh iklim sosial. Secara fungsional, apa yang tersirat dari
kemampuan ramah dalam penelitian ini adalah hasil akhir dari
perspektif dan petunjuk berikut :
a. Pergaulan teman sebaya
Pada masa anak-anak, pergaulan teman sebaya sangat
berperan penting. Dampak yang yang diberikan oleh pengaruh
lingkungan teman sebaya pun cukup luas. Yaitu terkait akan
nilai-nilai sosial, pola perilaku sosial, interaksi sosial dan
sebagainya. Hal tersebut juga dianggap sangat penting karena
25

dari pergaulan dengan teman sebaya anak juga dapat


mendapatkan informasi lain yang belum mereka tau dari
keluarga.
b. Empati
Memposisikan diri dengan apa yang dirasakan oleh orang lain,
serta mengerti apa yang sedang dibutuhkan oleh orang lain.
Empati melatih sikap mampu memahami perasaan orang lain,
memhami perbedaan, dan mengambil sudut pandang orang lain
dalam menyelesaikan masalah.
c. Kemandirian
Kemampuan untuk mengerjakan sesuatu dengan inisiatif sendiri
tanpa dibantu oleh orang lain, bisa bertanggung jawab dengan
apa yang dilakukan. Serta ada keinginan untuk menjadi lebih
baik lagi.
2) Anak usia dini
Anak tersebut bersekolah di TK Rabbani Kecamatan Ciamis,
yang ada dikelas A, yang berusia 5 tahun, disini peneliti mengunakan
nama samaran yaitu “ Ilham”.
3) Orang Tua Tunanetra
Orang tua disini yaitu orang tua Ilham, ibu ilham mengalami
tunanetra dari saat memasuki jenjang SMP, sedangkan ayahnya
mengalami tunanetra dari sejak beliau berusia 2 tahun.
3.5 Data dan Instrument Penelitian
3.5.1 Jenis data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya ;
aktivitas subjek dalam pembelajaran disekolah, dan dilingkungan
tempat tinggal subjek, serta dokumen catatan subjek, dan peristiwa
yang dialami subjek.
3.5.2 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, instrumen eksplorasi hanyalah
peneliti itu sendiri. Sugiyono (2012, hlm.61) mengatakan bahwa pada
penelitian kualitatif, instrument difokuskan pada peneliti sendiri,
namun selanjutnya setelah inti penelitain menjadi jelas, maka prospek
26

akan dikembangkan menjadi instrument penelitian sederhana. Harapanya


dapat menyempurnakan data dan juga diharapkan dapat
membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi,
dan wawancara. Peneliti akan terjun ke lapangan sendiri, baik pada
grand tour question, tahap focused and selection, melakukan
pengumpulan data, analisis dan membuat kesimpulan.
Tabel 3.1
Kisi – Kisi instrument Keterampilan Sosial

Variabel Sub Variabel Indikator Deskripsi

Keterampilan Pergaulan 1) Bermain dengan


Sosial Teman Sebaya Teman sebaya

2) Mengetahui perasaan
temannya dan
merespon secara wajar

3) Berbagi dengan orang


lain

Manajemen 1) Menghargai hak dan


Konflik pendapat orang lain

2) Menggunakan cara
yang diterima secara
sosial dalam
menyelesaikan
masalah(menggunakan
fikiran untuk
menyelesaikan
masalah)

Pengaruh 1) Terampil dalam


persuasi
27

2) Menyesuaikan
presentasi untuk

Pengaruh 3) Menarik hati


pendengar

4) Memberi pengaruh
tidak langsung
untuk membangun
consensus dan
dukungan

5) Memadukan dan
menyelaraskan
peristiwa-peristiwa
dramatis agar
menghasilkan
sesuatu secara
efektif.

Komunikasi 1) Efektif dalam


memberi dan
menerima,
menyertakan
isyarat emosi dalam
pesanpesan mereka.
28

2) Menghadapi
masalah-masalah
sulit tanpa ditunda

3) Mendengarkan
dengan baik,
berusaha saling
memahami, dan
bersedia berbagi
informasi secara
utuh.
4) Menggalakkan
komunikasi terbuka
dan tetap bersedia
menerima kabar
buruk sebagai mana
kabar baik.

Kepemimpinan 1) Mengartikulasikan
dan
mengembangkan
semangat untuk
meraih visi serta
misi bersama.
29

2) Melangkah di
depan untuk
memimpin bila
diperlukan tidak
peduli sedang
dimana

3) Memandu kinerja
orang lain namun
tetap memberikan
tanggung jawab
kepada mereka.

4) Memimpin lewat
teladan

Katalisasor 1) menyadari
Perubahan perubahan dan
dihilangkannya
hambatan.

2) ) menantang status
untuk menyatakan
perlunya perubahan

3) menjadi pelopor
perubahan dan
mengajak orang
lain ke dalam
perjuangan itu

4) membuat model
perubahan seperti
yang diharapkan
oleh orang lain.
30

Empati 1) Membantu yang


sedang kesulitan
2) Menghibur teman
yang sedang sedih
3) Meminta maaf
apabila melakukan
salah
4) Memaafkan
kesalahan
5) Mampu
menghargai hasil
karya orang lain

Mandiri 1) Kemampuan
menentukan pilihan
2) Berani memutuskan
atas pilihannya sendiri
3) Bertanggung jawab
atas pilihanya

4) Percaya diri
5) Mengarahkan diri
6) Mengembangkan diri

7) Menyesuaikan diri
dengan lingkungan

3.5.1. Teknik Pengumpualan data


Pada tahap ini peneliti melakukan proses pengumpulan data
dengan menggunakan teknik :
1) Observasi
Observasi dibuat, dengan memperhatikan secara langsung,
31

lingkungan tempat tinggal, iklim sekolah, dan keluarga, serta


berbagai anggota yang menjunjung tinggi siklus ujian. Marshall
(dalam Sugiyono, 2011, hlm. 226) menjelaskan bahwa melalui
persepsi, saksi mata mengetahui tentang mentalitas, dan
pentingnya sudut pandang titik. Dalam pemeriksaan ini, para ahli
menggunakan jenis persepsi partisipatif. Bagi Susan Stainback
(dalam Sugiyono, 2011, hlm. 227) persepsi partisipatif penonton
melihat apa yang dilakukan individu, fokus pada apa yang mereka
katakan dan ambil bagian dalam latihan mereka.
Instrumen/perangkat keras untuk mengumpulkan data sebagai
aturan persepsi.
2) Wawancara
Dalam eksplorasi kualitatif, teknik persepsi partisipatif
sering digabungkan dengan pertemuan dari atas ke bawah.
(Sugiyono. 2011, hal. 232). Pertemuan itu berusaha untuk
membawa analis lebih dekat ke sumbernya. terlebih lagi,
menyiratkan bahwa sumber perlu menggambarkan kehidupan
mereka dan hal-hal yang mereka anggap penting. akibatnya strategi
pertemuan sangat penting dan berdampak pada eksplorasi
subjektif. Dalam pemeriksaan ini, analis memimpin wawancara
dengan orang tua subjek, instruktur wali kelas, kepala, dan tetangga
yang dekat dengan rumah subjek.
3) Dokumentasi
Menurut Sugiyono (2012, hlm. 329) Arsip adalah catatan
peristiwa yang telah berlalu, yang tandanya dapat berupa lisan,
gambar, atau karya besar seseorang. Studi rekaman adalah alat
pemanfaatan persepsi dan strategi pertemuan dalam pemeriksaan
subjektif. Jenis-jenis arsip yang merupakan sumber bermacam-
macam informasi adalah foto, profil, dan pendirian.
3.6 Sumber data
Penegasan tes dalam eksplorasi subjektif dilakukan pada saat
peneliti mulai memasuki lapangan dan selama hubungan penilaian.
Penilaian dalam penilaian ini diandalkan untuk mengumpulkan informasi
32

sebanyak-banyaknya yang dapat diantisipasi dari berbagai sumber.


Teknik pengujian yang digunakan dalam penilaian ini adalah penilaian
snow ball, yaitu strategi untuk menganalisis sumber data yang pada
awalnya sangat sedikit dan dalam jangka panjang menjadi besar. Hal ini
dilakukan mengingat beberapa sumber data tidak dapat memberikan
informasi yang baik, sehingga berbagai sumber data dicari sampai data
tersebut basah (walaupun menambahkan lebih banyak model tidak
menghasilkan informasi baru). Dengan begitu, informasi yang didapat
lebih lengkap. Sumber data adalah subjek dari mana data itu diperoleh.
Sumber data dalam pemeriksaan ini terdiri dari:
3.6.1 Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang berasal dari
sumber pertama, untuk sumber data primer terdiri dari Orang tua,
kakak kandung, kepala sekolah, guru (wali kelas), tetangga dekat
rumah. Sumber data tersebut di pilih berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan tertentu, teknik seperti ini dinamakan pengembilan
sumber data secara Purposive sampling, yaitu teknik pengambilan
data dengan pertimbangan tertentu.
3.6.2 Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak
langsung memberikan data kepengumpul data, akan tetapi bisa
lewat orang lain atau lewat dokumen. Sumber data yang berupa
dokumen dalam penelitian ini adalah dokumen-dokumen seperti
catatan penilaian harian, raport, serta buku-buku yang relevan
dalam penelitian ini.
3.7 Prosedur Penelitian
Ada pula prosedur yang ditempuh dalam riset ini lewat 3 sesi, serupa
yang dikemukakan oleh Nasution (2003, hlm. 33) ialah:
3.7.1. Sesi Orientasi, pada sesi ini diawali dengan rasa tertarik hendak
keterampilan sosial anak usia dini yang tinggal dengan kedua orang
tunanetra. Rasa tertarik terhadap permasalahan ini tidak cuma sebatas
mau tahu namun berupaya menguasai serta mendalami supaya
mendapatkan cerminan yang jelas tentang macam mana keahlian
33

sosial anak usia dini yang tinggal bersama kedua orang tua tunanetra..
Persiapan dilakukan dengan berdiskusi dengan sahabat sejawat serta
mahasiswa S1 Program riset PGPAUD dan kedua orang tua peneliti,
mengumpulkan data, mencari literatur yang relevan serta membaca
studi- studi yang terdahulu yang berkaitan dengan riset ini. pada sesi
ini pula, periset menghasilkan ikatan yang harmonis dengan responden
penelitian. Berikutnya, penulis menetapkan subjek penelitian, mencari
serta membuat instrument penelitian, dan tata cara analisis
informasi.Untuk mewujudkan rasa ingin tahu yang mendalam tentang
isu- isu serta masalah- masalah riset yang diformulasikan sebagimana
ada bab I, hingga persiapan berikutnya merupakan menyusun proposal
penelitian yang diajukan untuk diseminarkan.
3.9.2. Tahap Eksplorasi, khususnya tahap pengumpulan informasi.
Kegiatan-kegiatan yang telah dicoba telah mendorong hal-hal yang
diyakini dapat diidentifikasi dengan titik fokus kasus. Data yang
dikumpulkan tidak bersifat umum, namun lebih terkoordinasi dan
terorganisir yang masih terbuka. Penekanannya adalah pada klarifikasi
yang muncul dari pemahaman tentang kolaborasi, praktik, dan
kesempatan. Dalam rangkaian ini, wawancara dengan responden dan
persepsi dilakukan secara teratur/terlibat, luar biasa, dan eskalasi.
Dengan demikian, pertanyaan yang diajukan kepada responden
ditampilkan untuk membidik pada penyelidikan, yang diandalkan
untuk memberikan jawaban dengan cara yang unik, luas dan
menyeluruh (kedalaman). Selain memperhatikan perilaku zona
responden, pencipta membuat catatan lapangan tentang konsekuensi
pertemuan dan persepsi yang diusahakan secara hati-hati, mendalam,
spesifik, dan metodis. Kegiatan investigasi diusahakan untuk
menggambarkan dan menunjukkan data-data yang didapat dalam
pertemuan arah sehingga pada pertemuan berikutnya lebih banyak
poin demi poin dan isu-isu yang diantisipasi diperlukan untuk
memecah isu-isu penelitian.
3.9.3. Member check, pada tahap ini peneliti berusaha untuk mengecek
34

kebenaran informasi yang diberikan, sehingga informasi yang didapat


dapat dipercaya. Bagi Nasution (2003:112) informasi harus diakui dan
diakui sebagai bukti oleh sumber data, dan setelah itu informasi
tersebut juga harus dilegitimasi oleh sumber informasi dan saksi yang
berbeda. Memeriksa informasi ini dicoba dengan 3 teknik yang
menyertainya;
1) Mengembalikan hasil (informasi) ke semua sumber informasi.
Data yang saat ini dikunci dan diselidiki terlebih dahulu untuk
memperoleh gambaran yang jelas dan nyata, semua informasi
yang dikumpulkan dikonfirmasikan terlebih dahulu ke
pengumpulan yang memberikan data.
2) Menyebutkan hasil revisi yang telah dicatat dari persepsi ke
sumber informasi. Data yang telah ditegaskan kemudian
diperbaiki, dan semua hasil revisi disusun berdasarkan
informasi yang dibutuhkan dalam kebenaranya.
3) Cari dengan pertemuan penting. Pada tahap ini, informasi yang
dikumpulkan diringkas dan dibicarakan kembali dengan sumber
informasi terkait untuk memeriksa kebenarannya.
Tahapan ini menyusun aliran eksplorasi. Alur penelitian yang
dijadikan sebagai strategi yang mendasari penelitian dan akan tercipta
sesuai dengan kondisi yang dialami di lapangan.
3.8 Analisis Data
3.8.1 Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk mengetahui data yang
sesungguhnya, yang didapat dari beberapa sumber yang dipercaya.
Dalam penelitian kualitatif analisis data dilakukan hingga data
tersebut jenuh. Sugiyono (2012, hlm.89) mengatakan ika analisis
informasi kualitatif merupakan bersifat induktif, ialah suatu analisis
bersumber pada informasi yag diperoleh, berikutnya dibesarkan jadi
hipotesis. Bersumber pada hipotesis yang diformulasikan bersumber
pada informasi tersebut, berikutnya dicarikan informasi lagi secara
berulang- ulang sehingga selanjutnya bisa disimpulkan apakah
35

hipotesis tersebut diterima ataupun ditolak bersumber pada informasi


yang terkumpul. Apabila bersumber pada informasi yang
dikumpulkan secara kesekian- ulang dengan Metode triangulasi,
nyatanya hipotesis diterima, hingga hipotesis tersebut tumbuh jadi
teori. Analisis data ini mengunakan model interaktif :

Data collection Data Display

Data Condesation

Conclusion Drawing /
Verifying

Gambar 3.1 Komponen analisis data ( interactive model)


(Miles,M.B.,&Huberman,A.M., 2014, hlm.14)

1) Data collection ( Pengumpulan data)


Di tahapan ini peneliti mengumpulkan data terkait
subjek dan objek peneliti melalui observasi,wawancara, dan
dokumentasi . sampai data tersebut menjadi jenuh.
2) Data Condesation (Reduksi Data)
Pada tahap ini data yang didapat akan direduksi yaitu
dengan memilih hal-hal pokok, serta mencari pola untuk
memudahkan menganalisis data. Rangkuman tersebut disusun
secara sistematis guna mempermudah peneliti dalam
menganalisis data yang masuk.
Pada tahap informasi, peneliti melakukan sebanyak
yang diharapkan oleh strategi saat ini, yang pertama adalah
spesialis mengumpulkan informasi, melalui pertemuan,
36

persepsi dan dokumentasi di lapangan seperti penyelidikan


mendasar. Efek samping dari studi lapangan diubah sesuai
dengan studi penulisan yang diidentifikasi dengan pusat
eksplorasi.
Sejak saat itu, peneliti memilih dan menjelaskan
informasi atau data yang muncul karena berbagai informasi
sebagai renungan lapangan, kajian tulisan, pertemuan,
persepsi, dan arsip sesuai kebutuhan penelitian.. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada lampiran 2.1.
3) Data Display (Penyajian Data)
Pada tahap ini penelitian akan menguraikan secara
singkat matrik kesesuaian dan hubungan antar kategori. Serta
pada tahap ini peneliti merencanakan kerja selanjutnya
berdasarkan yang telah dipahami. Data ini peneliti tulis pada
lampiran 3.1 – 3.2.
4) Conclusion Drawing Verifying ( Penarikan Kesimpulan
Verifikasi)
Kesimpulan dalam pemeriksaan kualitatif adalah
penemuan-penemuan baru yang belum pernah ada.
Discoveries dapat berupa penggambaran suatu artikel yang
sudah redup atau redup sehingga setelah diteliti ternyata
menjadi jelas, cenderung bersifat hubungan sebab-akibat atau
intuitif, spekulasi atau hipotesis. (Sugiyono, 2012, hlm. 99).

Informasi yang didapat di bagian ini kemudian


diperiksa dan ditampilkan sebagai tabel dan konten yang jelas.
Hasil akhir dari pemeriksaan informasi ini dapat diselesaikan.
3.8.2 Uji Kredibilitas Data
Menurut Sugiyono (2012, hlm.121), uji legitimasi informasi
dalam pemeriksaan subjektif meliputi tes, believability (legitimasi
interior), adaptabilitas (legitimasi luar), trustworthiness
(ketergantungan), dan konfirmabilitas (objektivitas). Dalam
penelitian ini keabsahan suatu informasi diuji dengan
menggunakan uji kepercayaan. Sugiyono (2012, hlm.121)
37

menyatakan bahwa pengujian keabsahan informasi atau keyakinan


informasi dari hasil eksplorasi subjektif antara lain dilakukan
dengan memperluas persepsi, memperluas ketekunan dalam
penelitian, tringulasi, percakapan dengan rekanan, pemeriksaan
kasus negatif, dan pemeriksaan bagian.
Dalam pengujian validitas ahli menggunakan triangulasi,
bahan referensi, dan selanjutnya pemeriksaan bagian. Triangulasi
yang digunakan adalah triangulasi teknik dan sumber. Triangulasi
adalah suatu teknik untuk menguji keabsahan suatu informasi,
dengan cara mengecek informasi dari sumber yang sama,
menggunakan berbagai strategi, khususnya persepsi, pertemuan,
dan dokumentasi. Jika ketiga teknik pengujian keabsahan
informasi tersebut menghasilkan berbagai informasi, hingga
spesialis mengarahkan percakapan lebih lanjut dengan sumber
informasi yang berlaku atau orang lain, untuk membahas informasi
mana yang diyakini benar. Triangulasi sumber untuk menguji
keabsahan informasi dilakukan dengan cara mengecek informasi
yang didapat melalui beberapa sumber.
Analis mencoba informasi tersebut dengan mengumpulkan
informasi dari beberapa sumber, khususnya wali kelas, kepala
sekolah TK, orang terdekat, hingga orang tua subjek.
3.9. Isu Etik
Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan, baik fisik
maupun non fisik, terhadap subjek yang diperiksa. Klasifikasi subjek yang
diperiksa akan menjaga segala sesuatu di bawah kendali untuk mengikuti
kode moral dari subjek yang diselidiki.
38

Tabel 3.2
Hasil Triangulasi

Aspek Wawancara
Keterampilan Observasi Dokumentasi Kesimpulan
No Sosial Wali Kepala Ibu Ayah
Ibu Y Bapak YS
Kelas TK Subjek Subjek
“Dia tidak Apakah “Seperti “Apakah Saat itu
keadaan
bergaul pernah kelakuan subjek
jalan
dengan subjek subjek beda bisa didepan
rumah
temanya, menghadapi dengan yang berteman
subjek
terus diam. konflik lain. Karena dengan sanagat Gambar 5, & 6
Subjek Subjek
sepi, tidak
Saya kasih dengan berbeda dari teman bermain lebih
ada
Hubungan sendiri banyak
mainanpun teman- teman-teman sebayanya kendaraan
1 teman dengan menyendi
berlalu
sebaya dia hanya temanya ? - yang sebaya. “ ?” lalang sebuah ri, dan
bermain
main Belum, “ Bisa disekitaran ranting
pohon sendiri.
rumah.
sendiri. karena kita sekarang .
Peneliti
Nah terus tatap sudah melakukan
observasi
pas mulaimukanya lumayan
pada subjek
belajar hanya dua aktif. Gak yang
sedang
dirumah bulan hampir tau dengan
bermain
39

saya. tiga bulan, cara apa dengan


sebuah
Uhh…. jadi belum. Bunda
ranting
Udah lari- Epon. pohon.
Sesekali
lari Soalnya
subjek
kemana sama saya berbicara
sendiri,
mana di
seolah ada
sepertinya perhatikan lawan
bicaranya.
kalo tidak .
Subjek
ada Ternayata memainkan
ranting
pandemi dia itu bisa
tersebut
dia bisa gitu. digoyang-
goyang dan
berinteraks Saking
sesekali
i dengan senengnya berbicara
sendiri, lalu
temanya.ih saya
ranting itu
sekarangm langsung dia patah
kan satu
ah lari – bilang ke
demi satu.
lari Ya gurunya. “ Setelah
dipatahkan
Allah,
diapun
puter sini, membuang
40

masuk sini, nya dan


masuk
puter sana.
kembali
Tapi kedalam
rumah.
menurut
saya .
motorik
halusnya
kurang.”

“Bu
apakah
subjek
pernah
dijaili
temanya ?”
“Selama
satu
semester
ini ya
41

sepertinya
tidak”
Apakah
subjek
suka
menjaili
temanya ?”
“Tid
ak
pern
ah “
“Subjek
berarti
tidak suka
berkelomp
ok bu ?”
“Iya sering
sendiri,
tapi kalau
misal sama
42

saya suka
diomongin
gini “ nih
ya ilham
ajak main
teman –
temannya.
”saya suka
gabungkan
dengan
teman-
temanya”.
43

Apakah Bagaiman
subjek a
memiliki lingkunga
teman n
dekat ?” pertemana
“Tidak nya ?”
ada, paling “Karena
dia kalau kakanya Subjek
ada yang perempua bermain
dengan
lari-lari, n, jadi teman
ikut lari- seringnya yang jenis
kelaminya
larian “ sama sama.
“Dia juga perempua
lebih dekat n, tapi
dengan katanya
anak laki- kalo
laki dari disekolah
pada sama laki-
perempuan laki.”
44

. Jadi
subjek mah
perlu
mendapatk
an ekstra
perhatian
lebih.
Cuma
memang
gitu tidak
pernah
bertanya,
dan
kebanyaka
n
bengong.”
45

“Berarti
dalam
pertemana
npun tidak
bisa
langsung
berteman
ya pak ?”
“Engga, Subjek
tidak bisa. memilih
teman
Diliat dulu bermainya
anak itu
keras atau
engga.
Kalau
keras dia
gak akan
mau. Gitu
jadi harus
46

sama-
sama baik.
Pengenny
a sama-
sama
baik.”

Diketahui
Apakah subjek dan
ayahnya
subjek
sering
memiliki melakukan
jalan pada
rasa Subjek
pagi hari,
Gambar 3, memiliki
2 Empati empati ? “ perjalanan
&4 rasa
itu dimulali
Iya, tinggi Empati
dari rumah
empatinya subjek, rute
yang
.
dilakukanp
un selalu
sama yaitu
47

pergi
kearah
timur dari
rumahnya.
jarak
tempuh
diperkiraka
n sekitar
300 meter
dengan satu
tanjakan
dan satu
turunan.
Aya
h subjek
tidak
mengunaka
n alas kaki
saat
berjalan,
sedangkan
subjek
mengunaka
n alas kaki.
Tampak
subjek
memegang
tangan
48

ayahnya
dengan
erat, subjek
menuntuny
a saat
berjalan.
Sambil
sesekali
meliahat
kearah
kanan dan
kiri
memperhat
ikan rumah
yang
berjejeran.
Keti
ka sedang
berjalan,
subjek
berjalan
mendekati
sebuah
selokan.
Dan
memperhat
ikan
mahluk
49

hidup yang
ada
diselokan
itu. Namun
tidak ada
obrolan
yang terjadi
dengan
keduanya.
Subjekpun
jongkok,
dan
memperhat
ikan sekitar
satu menit
lalu dia
kembali
berdiri dan
melajutkan
perjalanany
a. Selama
melakukan
jalan pagi
itu tangan
subjek
selalu
berpegang
erat pada
50

tangan
ayahnya.
pada
akhirnya
subjek
berhasil
menuntun
ayahnya
yang
seorang
tunanetra
sampai
rumahnya
kembali
dengan
selamat.
51

“Menurut ibu
dilingkungan
sekolahnya
apakah
subjek
memiliki
rasa empati
Subjek
pada suka
temanya ?” menawark
an bantuan
“Ada ada” pada
“Seperti teman
yang
bagaimana sedang
bu ?” kesulitan

“Misalkan
kalau
temanya
tidak bawa
pensil atau
patah. “
52

pakai aja
yang aku “.
Terus siapa
tu temenya,
dia suka lupa
engga
bawa,aduhhh
saya lupa lagi
namanya
siapa. Nah
dia itu gak
bawa pensil.
“ bunda
akumah lupa
gak dibawa
gitu. Nah
terus subjek
menawarkan.
“ pakai aja
53

yang aku.”

“Subjek, Apakah
subjek subjek
mandiri, menurut
maksudnya anda
begini sudah
3 Mandiri
sayakan tatap mandiri ?
muka hanya Alhamduli
beberapa lah, sejak
bulan, biasa dari TK
bergaul, Rabbani
54

cuman justru
mungkinkare perkemba
na belum nganya
pada kenal bagus
jadi kurang, pesat gitu,
kurang contonya
beradaptasi, gini,
terus sebelum
kemandirian TK kan
nya bagus, dia PAUD
percaya diri, dulu
gak mau disana ya
dibantu.terus di
gini ya, Cijengjing
misalkan . Kan kalo
kalo misalnya
menyelesaik bimbingan
an tugas, ibu iqra gitu,
akumah udah dia gak
55

lelah, udah mau, gak


we gitu. Kan mau
kalo yang bersuara.
lainmah, Bahkan
harus suka di
misalkan, salah-
harus ini salahin,
harus selesai padahal
sekrarang. udah bisa
Engga subjek dari alif –
mah.” Bun ja. “ lupa
boleh engga lagi
ini dedemah”
diselesaikan tapi
nya dirumah, alhamdulil
aku sampai ah selama
sini aja di pegang
mengerjakan sama
ya aku bunda
56

selesaikan Epon. Pas


dirumah.” hari
Oh iyah pertama
boleh. Nah juga
gitu.jadi kaget.
tidak full Kalau
gitu, kalo baca iqra
yang lain suranya
suka pengen keras,
sekrang langsung
sampai bagus
ditungguin melejit
sama gitu.
temennya.na Perkemba
h kalo bilal nganya
mah engga.” hebat.
Coba ini
the,
karena
57

emang
situasi
baru, atau
sentuhan
khusus
dari bunda
Epon gitu.
Memang
saya
curhat
sama
kepala
sekolahny
a. Saya
bilang
gini. “ bu,
saya nitip
anak saya,
soalnya
58

anak saya
beda dari
anak-anak
lain.
Diamah
kalo
belum
akrab
susah
komunika
sinya. “
jadi ibu
harus
sabar saat
menhadap
i dia,
karena
kalau
ditanya
59

susah
membuka
mulut,
kadang
hanya
membuka
satu kali.
Waktu di
TPA dia
tidak
merespon
60

“Ada
alhamdulilah
, terus
mandirinya
itu pas
pulang
dianterin,
terkadang
Ingin
suka pengen pulang
sendiri. Tapi sendiri
jika
“ jangan – pulang
jangan sekolah

sendiri.
Kasian ayah
“ dianterin,
padahal
dianyamah
pengen
sendiri.
61

Cuma kan
takut
ayahnya
nunggu
dimana. “

“Apakah
subjek
termasuk
anak yang
Bisa
mandiri ?” melakuka
n hal
“Mandiri
sederhana
itukan sendiri
kalau
untuk usia
seperti ini
62

belum
sepenuhny
a mandiri,
tapi kalau
anggapan
saya, hal-
hal
tertentu itu
dia
mandiri.
Misalnya
kaya
buang air
besar itu
mandiri,
ceboknya
udah bisa
sendiri,
Cuma
63

kadang
airnya
dibawain,
tapi
kadang
kadang
sendiri
juga. Kan
saya
krannya
aga jauh.
Dia mau
narik
sendiri
gak perlu
bantuan
orang tua.
Kecuali
hal-hal,
64

kadang –
kadang
bukan gak
ini, gak
mau
mungkin
ya,
sebenarny
a dia bisa
memakai
celana
,gak mau
dia, pingin
dipakekan
, padahal
itu hal
yang
sedikit
tapi dia
65

gak mau.
Kecuali
kalau dia
sibuk ,
pingin
buru-buru
nah baru
dia mau
pake
sendiri.
Tapi kalau
dia mau
santai, dia
engga
pinginya
sama kita.

BAB IV
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
Temuan dan pembahasan merujuk pada rumusan penelitian, yang meliputi
hubungan subjek dengan teman sebaya, empati subjek terhadap orang lain, dan
kemandirian subjek. Hubungan subjek dengan teman sebaya berkaitan dengan
deskripsi subjek Penelitian dan Deskripsi hubungan teman subjek dengan teman
sebaya. Empati subjek berkaitan dengan deskripsi empati subjek terhadap orang
lain. Dan kemandirian subjek berkaitan dengan deskripsi kemandirian subjek.
Tentunya Peneliti juga memiliki keterbatasan dalam penelitian ini, sehingga pada
bab ini peneliti memaparkan keterbatasan penelitian.
4.1 Temuan
4.1.1 Hubungan Subjek Dengan Teman Sebaya

4.1.1.1. Deskripsi Subjek Penelitian


Ilham (bukan nama sebenarnya) adalah seorang anak laki-laki yang
berusia 6,5 tahun. Saat ini Ilham bersekolah di TK Rabbani.Ilham lahir pada
Desember 2014 . Ilham adalah anak ke 2, dari 2 bersaudara, Ilham
mempunyai 1 kakak kandung. Ilham masih memiliki orang tua yang
lengkap. Ibu Ilham bekerja sebagai guru di SLB Cijengjing Kecamatan
Ciamis dan ayahnya seorang penjual telur asin. Kakak Ilham seorang
perempuan yang sekarang duduk dibangku sekolah dasar.
Selama ini Ilham diasuh oleh kedua orang tua yang mengalami
tunanetra. Sebelum bersekolah di TK Rabbani, Ilham pernah bersekolah di
PAUD yang berada dekat dengan SLB Cijenjing ( tempat ibunya bekerja)
namun disana tidak berlangsung lama. Hingga akhirnya Ilham dipindahkan
ke TK Rabbani. Setiap berangkat kesekolah, Ilham selalu diantar oleh
Ayahnya, dan dijemput kembali oleh Ayahnya, terkadang juga dibersamai
oleh kakaknya.
4.1.1.2. Deskripsi hubungan subjek dengan teman sebaya
Ilham merupakan anak yang pendiam. Namun Ilham bisa menjadi
aktif pada teman yang dia anggap dekat atau dalam kata lain memiliki
hubungan yang sudah lama dan baik denganya. Apabila dengan teman
yang baru dia kenal, biasanya dia hanya akan terdiam dan sama sekali

66
67

tidak bicara, begitupun dengan orang yang menurutnya tidak memiliki


hubungan baik dengannya dia juga akan terdiam dan tidak bicara atau
melakukan kontak fisik. Namun berbeda apabila dia berada atau sedang
bermain pada teman yang memiliki hubungan baik denganya. Maka dia
akan sangat aktif. Ilham lebih banyak bermain dengan teman yang
berjenis kelamin sama. Tapi tidak dipungkiri, sesekali Ilham juga suka
bermain dengan teman dari kakak perempuanya, yang juga seorang
perempuan.
Di lingkungan kelas, dari hasil wawancara dengan wali kelas dan
kepala TK, dia enggan berbaur dengan temanya, dia juga tidak memiliki
teman dekat yang ada disekolah maupun dikelas. Apabila ada
pembelajaran yang mengharuskan berkelompok, biasanya gurunya
akan memasukan Ilham dengan teman-teman yang lain, karena kalau
tidak begitu Ilham enggan bergabung. Meski demikian Ilham tidak
pernah di bully. Dia juga tidak pernah mengalami konflik dengan
temanya selama disekolah. Ilham juga sering mengalah pada temanya.
Dari hasil temuan ilham lebih banyak bermain sendiri dengan sebuah
media, misalnya pada gambar 5. Disitu diperlihatkan Ilham bermain
dengan sebuah ranting. Ilham juga bisa berbagi dengan orang lain hal
tersebut didapat pada wawancara dengan Kepala TK Rabbani ditempat
subjek bersekolah, untuk lebih lengkapnya bisa dilihat pada lampiran
8.4.
4.1.2 Empati Subjek terhadap Orang Lain

4.1.2.1. Deskripsi Empati Subjek Terhadap Orang Lain


Setiap pagi Ilham sering melakukan olah raga sederhana bersama
ayahnya yang mengalami tunanetra, perjalanan itu dimulai dari rumah
subjek, rute yang dilalui selalu sama yaitu pergi kearah timur dari
rumahnya. jarak tempuh diperkirakan sekitar 300 meter dengan satu
tanjakan dan satu turunan. Ayah Ilham tidak mengunakan alas kaki saat
berjalan, sedangkan Ilham mengunakan alas kaki. Tampak Ilham
memegang tangan ayahnya dengan erat, Ilham menuntunya saat
berjalan. Sambil sesekali melihat kearah kanan dan kiri memperhatikan
68

rumah yang berjejeran. Ketika sedang berjalan, subjek berjalan


mendekati sebuah selokan dan memperhatikan mahluk hidup yang ada
diselokan itu. Namun tidak ada obrolan yang terjadi dengan keduanya.
Ilham jongkok, dan memperhatikan sekitar satu menit lalu dia kembali
berdiri dan melajutkan perjalananya. Selama melakukan jalan pagi itu
tangan Ilham selalu berpegang erat pada tangan ayahnya. pada akhirnya
subjek berhasil menuntun ayahnya yang seorang tunanetra sampai
rumahnya kembali dengan selamat.
Disekolah Ilham sering membantu temanya yang sedang
kesusahan. Dari hasil wawancara dengan Kepala Sekolah TK Rabbani,
Ilham pernah memberi pinjam pensilnya kepada temanya yang tidak
membawa pensil. Hal tersebut diketahui oleh Kepala Sekolah TK
Rabbani. Ketika berada dirumah Ilham sering membantu kedua orang
tuanya, dia juga sudah memahami apa yang dialami kedua orang tuanya.
Ilham bahkan sering membantu kedua orang tuanya dalam hal
sederhana, seperti mengambil air, mengambil makanan, berbelanja hal
sederhana ke warung, serta membantu membereskan rumah.
4.1.3 Kemandirian Subjek

4.1.3.1. Deskripsi Kemandirian Subjek


Dalam kemandirian, Ilham masih belum percaya diri apabila
bertemu dengan orang baru, dia tidak menatap mata lawan bicaranya atau
orang yang sedang dihadapinya, tetapi berbeda halnya apabila Ilham sudah
mengenalnya lama dan cukup baik dengan lawan bicaranya, ilham bisa
cenderung lebih agresif. Ilham juga sudah mampu melakukan hal-hal
sederhana sendiri, Kebiasaan sehari-hari yang dilakukan sendiri oleh
subjek tanpa meminta bantuan apapun juga merupakan kemandirian. Dari
wawancara dengan sang ayah, pada lampiran 8.5, Ilham sudah bisa buang
air sendiri, lalu dia bisa membersihkannya sendiri, selain itu dalam
mengunakan pakain Ilham sudah bisa menggunakanyanya sendiri tanpa
diberi bantuan oleh orang tuanya atau kakanya. Ayah subjek memahami
bahwa karakteristik anak usia dini adalah meniru, oleh sebab itu apa yang
dilakukan dan dikerjakan orang tua sangat erat kaitannya dengan apa yang
69

akan dilakukan anak.


Ilham bersekolah di TK Rabbani. Kemajuan kemandirian di TK
Rabbani dijadikan sebuah gerakan standar yang dilakukan dengan
penyesuaian dan diulang setiap hari. Aksi menghargai orang di TK
Rabbani dapat dilihat khususnya pada siklus pembelajaran. Tindakan
penanaman menghargai orang lain ini dilakukan, menjelang dimulainya
latihan belajar/membuka, memusatkan, dan menutup baik selama latihan
fokus maupun latihan tambahan. Hal ini disampaikan dalam pertemuan
dengan Kepala TK Rabbani. Pembiasaan penyesuaian anak-anak, mulai
menjelang awal masuk kelas. Dalam pembelajaran waktu lingkaran
(pembukaan), anak-anak dikoordinasikan untuk duduk dengan sempurna
untuk bertanya bersama di kelas. Kemudian, setelah pembelajaran waktu
lingkaran selesai, anak-anak dikoordinasikan untuk memasuki ruang
belajar. Sedangkan dari hasil wawancara dengan Kepala sekolah TK
Rabbani, Ilham sudah dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik, dan
tidak perlu ditunggu oleh orang lain. Lalu ketika pulang sekolah terkadang
sering minta untuk pulang sendiri tanpa dijemput. Dalam mengaji juga
sudah bisa membaca iqranya sendiri tanpa bantuan orang lain.
4.2. Pembahasan
Ilham merupakan anak yang bersikap memilih-milih dalam
pertemanan dia hanya berteman dengan jenis kelamin sama dan sudah
mengenalnya lama. Dia cenderung anak yang sulit beradaptasi dengan
lingkungan baru, dengan kata lain dia membutuhkan waktu lebih lambat
dalam beradaptasi dibanding anak lain yang seusianya. Menurut D.Choi,
S. Md-Yunus (2011) Kids from various home Foundations may act
distinctively at home than at school. Because of these distinctions, A few
youngsters are just shyer and calmer or more repressed than others.
Numerous Youngsters may require assist with their disparities and in
:discovering approaches to gain from and Partake in the organization of
each othe. Dapat diartikan bahwa Anak-anak latar belakang berbeda
dapat bertindak berbeda antara di rumah dan di sekolah. Karena
perbedaan-perbedaan tersebut, Beberapa anak hanya lebih pemalu dan
70

pendiam atau lebih tertutup dari pada yang lain. Banyak Anak-anak
mungkin membutuhkan bantuan dengan perbedaan mereka dan dalam
:menemukan cara untuk belajar dari dan Menikmati kebersamaan satu
sama lain. Syamsu Yusuf (2007, hlm.125) menerangkan apabila zona
sosial, baik orang tua, sanak kerabat, ataupun orang berusia yang lain,
memfasilitasi serta membagikan kesempatan terhadap pertumbuhan
anak secara positif hingga anak hendak menggapai pekembangan sosial
yang matang. Tetapi apabila zona sosial itu kurang kondusif, (semacam
perlakuan orang tua yang agresif, kerap memarahi, acuh tidak acuh, tidak
membagikan bimbingan ataupun pembiasaan terhadap anak) dalam
mempraktikkan norma, baik agama, ataupun budi perkerti, anak
cenderung hendak menampakan sikap maladjustment. Sikap
maladjustment tersebut semacam (1) bersifat minder; (2) bahagia
mendominasi orang lain; (3) bersifat egois; (4) bahagia menyendiri; (5)
kurang mempunyai perasaan tenggang rasa; serta (6) kurang
memperdulikan norma dalam berperilaku. Begitu pula untuk komentar
Hurlock (2000, hlm. 256) jika anak yang dimanjakan dan anak yang
sangat dikontrol cenderung jadi tidak aktif, pendiam, menyendiri, tidak
suka melawan, serta keingintahuan dan kreativitasnya terhambat.
Menurut Neff, ( dalam Jurnal H.Goh, 2020) They tend to have low self-
esteem and will easily lose interest to socialize after being teased as they
would compare themselves to their more capable peers. Dapat diartikan
bahwa Mereka cenderung memiliki harga diri yang rendah dan akan
mudah kehilangan minat untuk bersosialisasi setelah diejek karena
mereka akan membandingkan diri mereka dengan rekan-rekan mereka
yang lebih mampu. Dari hasil penelitian pada jurnal L.Pier-Marie (2020)
didapatkan bahwa interaksi teman sebaya dan menggunakan permainan
dramatis mengurangi perilaku agresif pada anak laki-laki tetapi tidak
pada anak perempuan . Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki dan
perempuan dapat merespon secara berbeda terhadap program intervensi
perilaku yang mengganggu.
Rasa empati, dari penemuan dilapangan menampilkan kalau
71

dalam aktivitas keseharian subjek lebih kerap bersama ayahnya. Ilham


kerap melaksanakan hal- hal sederhana bersama ayahnya. Menurut
Steven dan Howard (2004, hlm. 140) bahwa empati yaitu kemampuan
untuk menyelaraskan diri dengan keadaan orang lain pada suatu situasi,
meskipun orang tersebut berbeda dengan kita. Rasa empati dirumahnya
bisa nampak pada saat bersama kedua orang tuanya. Seperti aktivitas
solat jumat, serta berjalan pagi hari, Ilham senantiasa menuntun tangan
ayahnya, ketika mereka berjalan. Penelitian yang dilakukan oleh Dadan
Nugraha, dkk, 2017 (dalam jurnal Aulia Nurfazrina, dkk. 2020),
mengungkapkan bahwa sikap empati anak pada usia 5-6 tahun meliputi
sikap peduli, sikap toleransi, dan sikap tenggang rasa. Mendapatkan hasil
penilaian Berkembang Sesuai Harapan (BSH) dengan rata-rata jumlah
item yang muncul pada anak usia 5-6 tahun adalah sebanyak 9,5
item/deskriptor. subjek telah paham akan kondisi ayah serta ibunya yang
mempunyai ganguan tunanetra. subjek juga kerap menolong kedua orang
tuanya kala berada didalam rumah, semacam mengambilkan santapan
serta minuman untuk mereka, serta pula menolong membersihkan rumah
bersama kakanya. dan berbelanja ke warung.
Dari hasil wawancara dengan kepala TK Rabbani serta guru kelas
Ilham didapatkan kalau rasa empati Ilham telah terlatih saat sebelum
Ilham masuk kesekolah, dengan kata lain rasa empati Ilham didapatkan
dari area keluarganya. Ilham telah terbiasa terlatih rasa empatinya sebab
kondisi orang tua yang mengalami tunanetra. Aspek empati mempunyai
3 indikator antara lain yakni penuh pengertian, tenggang rasa serta peduli
terhadap sesama. (Resmasari, 2020). beberapa faktor yang dapat
mengembangkan kemampuan empati anak (Utami, 2014 Selain hal-hal
lain: 1) Usia, perkembangan dari bagian yang cukup tua akan
mempengaruhi kemampuan simpati anak, sehingga kemampuan untuk
mendominasi pandangan orang lain akan meningkat sesuai dengan
bertambahnya usia anak. 2) Pengetahuan, anak-anak yang lebih cerdas
pada umumnya lebih siap untuk menenangkan orang lain karena mereka
dapat mendominasi kebutuhan orang lain dan mencoba menemukan
72

pendekatan untuk membantu menangani masalah mereka. 3) Seks,


seorang individu sebagian besar akan lebih bersimpati kepada teman
yang memiliki orientasi seksual yang sama karena mereka lebih banyak
berbagi untuk semua maksud dan tujuan. 4) Wali yang simpatik, anak-
anak perlu meniru mentalitas wali sehingga wali yang penuh kasih perlu
membuat anak-anak lebih simpatik kepada orang lain. 5) Kasus antusias,
individu yang tanpa hambatan mengomunikasikan perasaan sebagian
besar lebih siap untuk mengendalikan perasaan orang lain dengan tepat.
6) Sikap, seseorang yang senang dan mudah berteman akan sangat ingin
bersimpati dengan anak-anak yang sedang galau. 7) Merasa tulus hebat,
seseorang yang tidak sulit untuk dibiasakan pada umumnya akan lebih
suka membantu orang lain. 8) Hubungan, seorang individu perlu lebih
berbelas kasih kepada individu atau sahabat yang lebih dekat dengannya.
9) Karena kondisi, seseorang akan lebih efektif mengidentifikasi diri
dengan individu yang menghadapi situasi atau pengalaman serupa. Dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh (M. Tersi, O. Matsouka, 2020)
didapatkan bahwa the structured playfulness rest hour constitute an
ideal field for the development of children’s social skills. Yang artinya
bahwa jam istirahat bermain yang terstruktur merupakan bidang yang
ideal untuk pengembangan keterampilan sosial anak-anak. Hal ini bisa
dilakukan untuk memperkuat keterampilan sosial di TK.
Temuan ketiga yaitu Ilham sudah mandiri. Menurut Kartini
(1955) yaitu anak bisa makan serta minum sendiri, anak sanggup
mengenakan baju serta sepatu sendiri, anak sanggup menjaga dirinya
sendiri dalam halmencuci muka, menyisir rambut, gosok gigi, anak
sanggup memakai wc serta anak bisa memilah aktivitas yang disukai
semacam menari, melukis, memberi warna serta disekolah tidak ingin
ditunggui oleh bunda ataupun pengasuhnya. Dari hasil temuan Rizkyani,
dkk (2020) Salah satu wali melihat bahwa hubungan nyaman ayah
dengan anak bisa menjadi faktor pendorong kemandirian anak, itu adalah
efek dari ibu bekerja dari wawancara dengan ibu Desi. Sesuai dengan
hasil eksplorasi yang dipimpin oleh Geovany (2016) bahwa tingkat
73

otonomi anak bekerja lebih tinggi dibandingkan ibu yang tidak bekerja.
Otonomi anak-anak usia prasekolah dapat dikembangkan dengan
membiarkan anak-anak memiliki alternatif dan mengatakan keputusan
mereka sejak awal.

4.3. Keterbatasan Penelitian


Dalam penelitian ini, tentunya terdapat keterbatasan yang dialami,
kala proses pengumpulan data dilakukan. Keterbatasan tersebut yakni
peneliti kurang maksimal dalam melakukan pendekatan terhadap keluarga
maupun orang tua subjek. Pandemi Covid-19 yang saat ini menyerang
Indonesia membuat waktu penelitian tidak optimal, dalam proses
pengumpulan data, terlebih Ketika penelitian sedang berlangsung peneliti
dan keluarga terpapar Covid-19 sehingga peneliti melakukan isolasi
mandiri dirumah selama kurang lebih 2 pekan, hal itu membuat informasi
yang diperoleh kurang mendalam. Informasi yang diperoleh hanya
nampak dilingkungan keluarga. Sedangkan di lingkungan sekolah hanya
didapat dari hasil wawancara Kepala TK dan Wali Kelas, sehingga tidak
terpotret dengan baik oleh peneliti.
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pada penelitian yang telah dilakukan. Dengan
menggunakan pendekatan kualitatif, metode Studi kasus deskriptif
dalam keterampilan sosial anak usia dini dari orang tua tunanetra, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
5.1.1. Dalam hal hubungan dengan teman sebaya, subjek baru mulai
berkembang, hal itu di tunjukan karena subjek lebih memilih teman
berjenis kelamin sama. Dalam kelompok bermain, subjek cenderung
kurang memiliki ketertarikan dengan teman yang baru
dikenalnya.Subjek merupakan anak yang pendiam. Subjek lebih
banyak menghabiskan waktu sendiri, dan subjek juga lebih senang
bermain dengan sebuah media, dari pda teman sebayanya.
5.1.2. Dari aspek empati, subjek berkembang sesuai harapan, hal itu
dikarenakan subjek selalu menawarkan bantuan kepada temanya
yang sedang kesulitan. Subjek bisa menyesuaikan dengan situasi dan
kondisi yang sedang dialami. Subjek juga sering menemani orang
tuanya berjalan, sebagai tuntunannya.
5.1.3. Dalam hal kemandirian, subjek berkembang sangat baik. Hal itu di
tunjukan oleh subjek yang berani memutuskan atas pilihanya sendiri,
subjek selalu ingin pulang sendiri kalau kesekolah, subjek juga bisa
melakukan hal sederhana sendiri, serta subjek memiliki kemauan
untuk lebih baik lagi.
5.2. Implikasi
Penelitian yang peneliti lakukan ini telah membuktikan temuan
lapangan bahwa keterampilan sosial anak usia dini dari keluarga tunanetra
ada tiga aspek yaitu Pergaulan dengan teman sebaya, empati, dan
kemandirian. Keterampilan sosial anak usia dini memiliki fungsi dan peran
yang besar dalam kehidupan anak dimasa depan. Anak usia dini pada
umumnya merupakan masa dimana pembentukan karakter, atau dalam
kata lain masa ini disebut dengan golden age, sehingga anak usia dini

74
75

memerlukan keterampilan sosial yang baik dari guru, orang tua, serta
lingkungan sekitar anak.
Sehubungan dengan kesimpulan hasil penelitian ini, maka implikasi
dalam penelitian ini bahwa orang tua, guru, dan teman-teman itu harus
mendukung bagaimana supaya anak ini memiliki kemampuan bergaulan
yang sangat baik antara lain dengan cara : (1) anak harus diberi kesempatan
untuk bergaul, orang tua jangan terlalu mencegah apabila anak ingin
bergaul dengan anak lainya. (2) beri perlakuan dan motivasi kepada anak,
agar dia mau bergaul dengan anak lainya. (3) berikan pertanyaan-
pertanyaan singkat atau biarkan anak berkomentar mengenai anak lainya.
Kemudian unsur empati yang sangat bagus dari anak ini yang dapat
dijadikan contoh bagi anak-anak yang lainya. Dari segi kemandirian anak
ini memiliki modal untuk dapat dikembangkan dengan dukungan dari
orang-orang terdekat seperti, orang tua, saudara, guru, dan teman.
5.3. Rekomendasi
Dari hasil pengujian dan penggambaran di atas, peneliti memberikan
beberapa saran yang dapat digunakan sebagai pemikiran tambahan untuk
yang akan datang., seperti:

5.3.1. Pihak sekolah hendaknya sanggup melayani anak didik secara pas

sesuai keadaan yang dimiliki siswa. Perihal tersebut diupayakan

supaya siswa dapat lebih diterima oleh teman-temanya, baik di

lingkungan teman sebayanya ataupun lingkungan kelas.

5.3.2. Wali kelas sebaiknya, sanggup menguasai partisipan didik dalam

aktivitas pendidikan dengan sanggup mencermati kegiatan yang

diarahkan, interaksi belajar mengajar, serta pula pemberian motivasi.

5.3.3. Orang tua ada baiknya lebih memahami kebutuhan anak, lebih

memperhatikan anak, sebab hanya dengan cara demikian, orang tua

akan memahami keadaan dan situasi anak. Mau bagaimanapun anak


76

masih membutuhkan pengawasan dari orang tuanya.

5.3.4. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan adanya

penelitian lebih lanjut dan lebih mendalam yang berkenaan mengenai

keterampilan sosial anak usia dini dari keluarga tunanetra. Sehingga

dapat diketahui secara lebih kritis, dan semoga penelitian ini bisa

menjadi bahan rujukan bagi peneliti lain yang ingin meneliti

mengenai keterampilan sosial.


DAFTAR PUSTAKA

Komariah, A. & Santori, D. (2011). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:


Alfabeta.
Nugraha, A. & Rachmawati, Y. (2008). Metode Pengembangan Sosial Emosional,
Jakarta : Universitas Terbuka.
Arnold. H.D., dkk. (2012). The Association between Preschool Children’s Social
Functioning and Their Emergent Academic Skills. Early Child Res Q.
27(3): 376–386. doi: 10.1016/j.ecresq.2011.12.009.
Asrori.(2020). Psikologi Pendidikan Pendekatan Multidisipliner.Banyumas:
CV.Pena Persada.
Aulia Nurfazrina, S., Yusuf Muslihin, H. & Sumardi. (2020). Analisis Kemampuan
Empati Anak Usia 5-6 Tahun (Literature Review). Jurnal PAUD
Agapedia, 4(2), 285-299. t.t.
Benny. & Middle. (2013). Jurnal Pengembangan Kemampuan Sosial Emosional.
[Online] Diakses dari http://Jurnal.Untan.Ac.Id
Brebahama. A. dkk. (2016). Gambaran Tingkat Kesejahteraan Psikologis
Penyandang Tunanetra Dewasa Muda. Jurnal Mediapsi. 2(1). 1-10.
Devins, D., Steve, J. & John, S. (2004). Different Skills and Their Different Effects
on Personal Development. Journal of European Industrial Training.
28(1). t.t.
Dong Hwa, C. & MD. Yunus. (2011) Integration of a social skills training: A case
study of children with low social skills. Education 3-13, 39(3), 249-264.
doi : 10.1080/03004270903501590.
Fadlillah. M. dkk. (2014). Edutainment pendidikan anak usia dini. Jakarta:
Kencana.
Geovany, R. (2016). Perbedaan Kemandirian Anak Usia Dini ditinjau dari Ibu
Bekerja Dan Ibu Tidak Bekerja. Jurnal Psikoborneo, 4(4). doi:
ejournal.psikologi.fisipunmul.ac.id.
Goleman. D. (1999). Kecerdasan Emosional Untuk Mencapai Puncak Prestasi.
Jakarta : PT Gramedia
Hadari, M. & Martini, H.H.M. (1992) Instrument Penelitian Bidang Sosial.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Horng Shen Ellipse, G. dkk. (2020) The effects of children's friendship training
on social skills and quality of play among children with autism spectrum
disorder. International Journal of Learning, Teaching and Educational
Research. 19(7). 225-245. doi : 10.26803/IJLTER.19.7.13.
Hurlock, Elizabeth.B. (2000). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan.
Sepanjang Rentang Kehidupan. Terjemahan. (edisi kelima). Jakarta:
Erlangga.
Indrijati, Herdina. (2016) Psikologi Perkembangan Pendidikan Anak Usia Dini :
Sebuah Bunga Rampai. Jakarta : Prenada Media Group.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2008).
Kartika, R. (2018). Pola Pengasuhan Anak Pada Orang Tua Tuna Netra (Studi
Kasus Klinik Pijat Tuna Netra Barokah). Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial,
27(2), 156. doi : https://doi.org/10.17509/jpis.v27i2.14095
Kartini, K. (1955). Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). CV Mandar Maju.

77
78

Lobna. E. dkk. (2017). Social Skills of Preschool Children with Reflective-


Impulsive Cognitive Styles Attending Nursery School. Zagazig Nursing
Journal. 13(2). 101-112.
Marina, T. & Ourani, M. (2020). Improving social skills through structured
playfulness program in preschool children. International Journal of
Instruction, 13(3), 259-274. doi : 10.29333/iji.2020.13318a.
Miles,B.M.(2014).Qualitative Data Analysis; (Edisi Ke Tiga), Los Angeles: Sage
Publications,Inc.
Mulyana, E. H., Nurzaman, I., & Fauziyah, N. A. (2017). Upaya Meningkatkan
Kemampuan Anak Usia Dini Mengenal Warna. Jurnal Paud Agapedia,
1(1), 76–91. https://doi.org/10.17509/jpa.v1i1.7170
Mutiah, D. (2010). Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Prenada Media Group.
Nasution. (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tarsito
Natalina,D. & Gandana,G. (2019).Komunikasi dalam PAUD, Tasikmalaya : Ksatria
Siliwangi.
Nazir, M. (1988). Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia
Opyemi, S. (2015). Play and Learning: Inseparable Dimensions to Early
Childhood Education. Journal of Educational and Social Research, 5(2),
185-192. doi : 10.5901/jesr.2015.v5n2p185.
Paschalio.P. dkk. (2019). The Effect of a Structured Playfulness Program on
Social Skills in Kindergarten Children. International Journal of
Instruction. 12(3), 237-252. doi : 10.29333/iji.2019.12315a.
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 137 Tahun 2014 Tentang
Tahapan Perkembangan Keterampilan Sosial Anak 5-6 Tahun.
Porter, A. (2020).Segala Sesuatu Yang Perlu Anda Ketahui Tentang Psikologi.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Rakhmat,C., Budiman, Nandang., & Herawati, I.N. (2009) Psikologi Pendidikan.
Bandung : UPI PRESS
Resmasari, Y. (2020). Tingkat keterampilan sosial anak tk kelompok b di gugus II
kecamatan berbah sleman Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Anak, 9(2),
150–157. doi : https://doi.org/10.21831/jpa.v9i2.31403.
Rizkyani, Fatimah., dkk.(2020) Kemandirian Anak Usia Dini Menurut Pandangan
Guru Dan Orang Tua. Edukid, 16(2), 121-129. doi:
https://doi.org/10.17509/edukid.v16i2.19805.
Rosenberg, Michael S., dkk. (1992). Educating Students With Behavior Disorders.
Boston London: Allyn and Bacon.
Steven, S. J. & Howard E. B. (2004). Ledakan EQ 15 Prinsip Dasar Kecerdasan
Emosional Meraih Sukses. (Alih bahasa: Trinanda Rainy Januarsari &
Yudhi Murtanto). Bandung: Kaifa.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Alfabeta.
Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif; Bandung: Alfabeta.
Sujiono,Y.N. (2016). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Edisi Ke
Delapan),Jakarta: PT Indeks.
Nana Syaodih, S. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Rosda.
Sumardi, S., Susanti, S., & Nugraha, A. (2020). Keterampilan Sosial Anak Usia 5-
6 Tahun Di Kelompok B Tk Aisyiyah 2. Jurnal Paud Agapedia, 3(1), 89–
100. doi : https://doi.org/10.17509/jpa.v3i1.26671
Susan. M.S. (2009). Professional development in early childhood programs:
79

Process issues and research needs. Early Education and Development.


20(3), 377-401. doi: 10.1080/10409280802582795.
Susanto. (2011). Perkembangan Anak Usia Dini, Jakarta: Kencana Prenanda Media
Group.
Syamsu, Y. (2007). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. PT Remaja
Rosdakarya.
Tonya, H. (2020). Review of Experimental Social Behavioral Interventions for
Preschool Children: An Evidenced-Based Synthesis. SAGE Open, 10(1),
1-12. doi: 10.1177/2158244019899420.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang System Pendidikan Nasional
Tentang Pendidikan Anak Usia Dini Pasal 28 Ayat 1.
Utami, R. (2014). Kemampuan Empati Anak Kelompok A1 (Studi Kasus Di TK
Aisyiyah Bustanul Athfal Al-Iman Gendeng Yogyakarta). Universitas
Negeri Yogyakarta.
LAMPIRAN

Lampiran 1. 1 Surat Keputusan Direktur UPI Kampus Tasikmalaya

80
81
82
83
84
85
86
87
88
89

Lampiran 1.2 Surat Permohonan Izin Penelitian


90

Lampiran 1.3 Surat Permohonan Izin Penelitian


91

Lampiran 1.4 Surat Permohonan Izin Penelitian


92

Lampiran 1.4 Surat Permohonan Izin Penelitian


93

Lampiran 2.1 Reduksi data


REDUKSI DATA
Aspek Sumber Informasi Kesimpulan
Teman sebaya Wali Kelas “Bagaimana interaksi subjek dengan temannya yang ibu Lebih banyak diam
(wawancara 1) ketahui ? “
“Dia tidak bergaul dengan temanya, terus diam. Saya
kasih mainanpun dia hanya main sendiri. Nah terus pas
mulai belajar dirumah saya. Uhh…. Udah lari-lari kemana
mana sepertinya kalo tidak ada pandemi dia bisa
berinteraksi dengan temanya.ih sekarangmah lari – lari Ya
Allah, puter sini, masuk sini, puter sana. Tapi menurut
saya motorik halusnya kurang.”

Wali Kelas “Bu apakah subjek pernah dijaili temanya ?” Lebih banyak diam
(wawancara 1) “Selama satu semester ini ya sepertinya tidak”
Apakah subjek suka menjaili temanya ?”
“Tidak pernah “
Wali Kelas “Apakah subjek memiliki teman dekat ?” Teman bermain berjenis
(wawancara 1) “Tidak ada, paling dia kalau ada yang lari-lari, ikut lari- kelamin sama
94

larian “
“Dia juga lebih dekat dengan anak laki-laki dari pada
perempuan. Jadi subjek mah perlu mendapatkan ekstra
perhatian lebih. Cuma memang gitu tidak pernah bertanya,
dan kebanyakan bengong.”

Wali Kelas “Subjek berarti tidak suka berkelompok bu ?” Banyak sendiri


(wawancara 1) “Iya sering sendiri, tapi kalau misal sama saya suka
diomongin gini “ nih ya ilham ajak main teman –
temannya.”saya suka gabungkan dengan teman-temanya”.

Ibu Y “Bagaimana lingkungan pertemananya ?” Teman bermain berjenis


(Wawancara 2) “Karena kakanya perempuan, jadi seringnya sama kelamin sama
perempuan, tapi katanya kalo disekolah sama la ki-laki.”
Bapak YS “Seperti kelakuan subjek beda dengan yang lain. Karena Lebih banyak diam
(wawancara 3) berbeda dari teman-teman yang sebaya. “
95

Kepala TK Apakah pernah subjek menghadapi konflik dengan teman- Lebih banyak diam
(Wawancara 4 ) temanya ?
Belum, karena kita tatap mukanya hanya dua bulan hampir
tiga bulan, jadi belum.
Ayah “ I” “Apakah subjek sering mengalah pada temanya ?” Banyak mengalah
(Wawancara 5) “Nah iyah, mengalah, bahkan kalau dengan kakanya, dia
mengalah, misal ada keributan dia langsung menenangkan
. “jangan buat keributan, saya pusing”. Misal ada
makanan, dikasihin dulu kekakanya supaya jadi gak ribut,
kalau misal ada makanan yang besar. “Mau yang mana
kamu “ jadi dia gitu pilih yang kecil aja supaya jangan
ribut.” Pusing aku dengar” jadi dia spontanitas bahasanya
bagus. “

Ayah I “Berarti dalam pertemananpun tidak bisa langsung Memilih dalam pertemanan
(wawancara 5) berteman ya pak ?”
“Engga, tidak bisa. Diliat dulu anak itu keras atau engga.
Kalau keras dia gak akan mau. Gitu jadi harus sama-sama
baik. Pengennya sama-sama baik.”
96

Ibu “ I” “Apakah subjek bisa berteman dengan teman sebayanya Bermain bersama teman
(Wawancara 6) ?” Sebaya
“ Bisa sekarang sudah lumayan aktif. Gak tau dengan cara
apa Bunda Epon. Soalnya sama saya di perhatikan.
Ternayata dia itu bisa gitu. Saking senengnya saya
langsung bilang ke gurunya. “

Observasi 3 Peneliti melakukan observasi pada subjek yang sedang Bermain sendiri
bermain sendiri dengan sebuah ranting pohon.
Dokumentasi Gambar 5, & 6 Bermain sendiri

Empati Observasi 2 Subjek mampu berempati pada ayahnya yang mengalami Memiliki rasa empati
tunanetra.
Kepala TK (wawancara “Menurut ibu dilingkungan sekolahnya apakah subjek Menawarkan bantuan
4) memiliki rasa empati pada temanya ?”
“Ada ada”
“Seperti bagaimana bu ?”
“Misalkan kalau temanya tidak bawa pensil atau patah. “
97

pakai aja yang aku “. Terus siapa tu temenya, dia suka


lupa engga bawa,aduhhh saya lupa lagi namanya siapa.
Nah dia itu gak bawa pensil. “ bunda akumah lupa gak
dibawa gitu. Nah terus subjek menawarkan. “ pakai aja
yang aku.”

Kepala TK (wawancara “Apakah menurut ibu rasa empati dan kemandirian yang Keadaan yang memaksa
4) dimiliki subjek dilatar belakangi oleh keterbatasan yang
dimiliki oleh orang tuanya ?”
“Iyah sepertinya, karena keadaan yang menuntut subjek
yang mengharuskan dia seperti itu. Kan kalau anak yang
lainmah manja gitu, nah kalau subjek kan dituntut mandiri
jadi suka gak mau dibantu.
Dokumentasi Gambar 3, & 4 Memiliki rasa empati

Ibu “ I” (wawancara 6) Apakah subjek memiliki rasa empati ? Memiliki rasa empati
Iya, tinggi empatinya.
98

Mandiri Ibu Y “Apakah subjek merupakan anak yang mandiri ?” Belum mandiri
( Wawancara 2) “Belum mandiri, masih harus diantar kalau kekerumunan” dikerumunan asing

Kepala TK “Subjek, subjek mandiri, maksudnya begini sayakan tatap Mandiri


(Wawancara 4) muka hanya beberapa bulan, biasa bergaul, cuman
mungkinkarena belum pada kenal jadi kurang, kurang
beradaptasi, terus kemandirian nya bagus, percaya diri,
gak mau dibantu.terus gini ya, misalkan kalo
menyelesaikan tugas, ibu akumah udah lelah, udah we
gitu. Kan kalo yang lainmah, harus misalkan, harus ini
harus selesai sekrarang. Engga subjek mah.” Bun boleh
engga ini diselesaikannya dirumah, aku sampai sini aja
mengerjakanya aku selesaikan dirumah.” Oh iyah boleh.
Nah gitu.jadi tidak full gitu, kalo yang lain suka pengen
sekrang sampai ditungguin sama temennya.nah kalo dia
mah engga.”
99

Kepala TK “Ada alhamdulilah, terus mandirinya itu pas pulang Ingin Pulang Sendiri
(Wawancara 4) dianterin, terkadang suka pengen sendiri. Tapi “ jangan –
jangan sendiri. Kasian ayah “ dianterin, padahal
dianyamah pengen sendiri. Cuma kan takut ayahnya
nunggu dimana. “

Ayah “I” “Apakah subjek termasuk anak yang mandiri ?” Bisa melakukan hal
(Wawancara 5) “Mandiri itukan kalau untuk usia seperti ini belum senderhana sendiri
sepenuhnya mandiri, tapi kalau anggapan saya, hal-hal
tertentu itu dia mandiri. Misalnya kaya buang air besar itu
mandiri, ceboknya udah bisa sendiri, Cuma kadang airnya
dibawain, tapi kadang kadang sendiri juga. Kan saya
krannya aga jauh. Dia mau narik sendiri gak perlu bantuan
orang tua. Kecuali hal-hal, kadang – kadang bukan gak
ini, gak mau mungkin ya, sebenarnya dia bisa memakai
celana ,gak mau dia, pingin dipakekan, padahal itu hal
yang sedikit tapi dia gak mau. Kecuali kalau dia sibuk ,
pingin buru-buru nah baru dia mau pake sendiri. Tapi
kalau dia mau santai, dia engga pinginya sama kita. “
100

Ibu “ I” Apakah subjek menurut anda sudah mandiri ? Mandiri


(Wawancara 6) Alhamdulilah, sejak dari TK Rabbani justru
perkembanganya bagus pesat gitu, contonya gini, sebelum
TK kan dia PAUD dulu disana ya di Cijengjing. Kan kalo
misalnya bimbingan iqra gitu, dia gak mau, gak mau
bersuara. Bahkan suka di salah-salahin, padahal udah bisa
dari alif – ja. “ lupa lagi dedemah” tapi alhamdulilah
selama di pegang sama bunda Epon. Pas hari pertama juga
kaget. Kalau baca iqra suranya keras, langsung bagus
melejit gitu. Perkembanganya hebat. Coba ini the, karena
emang situasi baru, atau sentuhan khusus dari bunda Epon
gitu. Memang saya curhat sama kepala sekolahnya. Saya
bilang gini. “ bu, saya nitip anak saya, soalnya anak saya
beda dari anak-anak lain. Diamah kalo belum akrab susah
komunikasinya. “ jadi ibu harus sabar saat menhadapi dia,
karena kalau ditanya susah membuka mulut, kadang hanya
membuka satu kali. Waktu di TPA dia tidak merespon
paling “ungek” tapi pas di TK Rabbani ada
perkembangan.
101

Lampiran 3.1 Display Data Dari Setiap Indikator

DISPLAY DATA DARI SETIAP INDIKATOR


DISPLAY DATA

A. Teman Sebaya
a) Wawancara
NO INDIKATOR SUMBER INFORMASI Kesimpulan Keterangan
1 Bermain dengan Wali kelas “Dia tidak bergaul dengan - Tidak bermain -
Teman Sebaya temanya, terus diam. Saya dengan teman
kasih mainanpun dia hanya sebaya.
main sendiri. Nah terus pas - Lebih banyak
mulai belajar dirumah saya. diam
Uhh…. Udah lari-lari kemana
mana sepertinya kalo tidak ada
pandemi dia bisa berinteraksi
dengan temanya.ih
sekarangmah lari – lari Ya
Allah, puter sini, masuk sini,
puter sana. Tapi menurut saya
motorik halusnya kurang.”
102

2 Bermain dengan Wali Kelas “Bu apakah subjek pernah - Tidak bermain -
Teman Sebaya dijaili temanya ?” dengan teman
“Selama satu semester ini ya sebaya.
sepertinya tidak” - Lebih banyak
Apakah subjek suka menjaili diam
temanya ?”
“Tidak pernah “
3 Teman Bermain Wali kelas “Apakah subjek memiliki Teman Bermain
berjenis kelamin teman dekat ?” berjenis kelamin sama
sama “Tidak ada, paling dia kalau
ada yang lari-lari, ikut lari-
larian “
“Dia juga lebih dekat dengan
anak laki-laki dari pada
perempuan. Jadi subjek mah
perlu mendapatkan ekstra
perhatian lebih. Cuma memang
gitu tidak pernah bertanya, dan
kebanyakan bengong.”
103

4 Bermain dengan Wali Kelas “Subjek berarti tidak suka - Lebih banyak -
Teman Sebaya berkelompok bu ?” diam
“Iya sering sendiri, tapi kalau
misal sama saya suka
diomongin gini “ nih ya ilham
ajak main teman –
temannya.”saya suka
gabungkan dengan teman-
temanya”.

5 Teman Bermain Ibu Y ( Tetangga “Bagaimana lingkungan Teman Bermain


berjenis kelamin Subyek) pertemananya ?” berjenis kelamin sama
sama “Karena kakanya perempuan,
jadi seringnya sama
perempuan, tapi katanya kalo
disekolah sama la ki-laki.”

6 Bermain dengan Bapak YS (Tetangga “Seperti kelakuan subjek beda Lebih banyak diam
Teman Sebaya Subyek) dengan yang lain. Karena
berbeda dari teman-teman yang
sebaya. “
7 Mengetahui perasaan Kepala TK Apakah pernah subjek - Tidak ada hasil -
temanya dan menghadapi konflik dengan - Belum terlaksana
merespon secara teman- temanya ?
wajar Belum, karena kita tatap
mukanya hanya dua bulan
hampir tiga bulan, jadi belum.
104

8 Berbagi dengan orang Ayah Subjek “Apakah subjek sering - Banyak mengalah -
lain mengalah pada temanya ?” - Sering
“Nah iyah, mengalah, bahkan mendahulukan
kalau dengan kakanya, dia orang lain
mengalah, misal ada keributan
dia langsung menenangkan .
“jangan buat keributan, saya
pusing”. Misal ada makanan,
dikasihin dulu kekakanya
supaya jadi gak ribut, kalau
misal ada makanan yang besar.
“Mau yang mana kamu “ jadi
dia gitu pilih yang kecil aja
supaya jangan ribut.” Pusing
aku dengar” jadi dia
spontanitas bahasanya bagus. “

9. Bermain dengan Ayah Subjek “Berarti dalam pertemananpun Memilih dalam


teman sebaya tidak bisa langsung berteman pertemanan
ya pak ?”
“Engga, tidak bisa. Diliat dulu
anak itu keras atau engga.
Kalau keras dia gak akan mau.
Gitu jadi harus sama-sama
baik. Pengennya sama-sama
105

baik.”

`10 Bermain dengan Ibu Subjek “Apakah subjek bisa berteman Memilih dalam
teman sebaya dengan teman sebayanya ?” pertemanan
“ Bisa sekarang sudah lumayan
aktif. Gak tau dengan cara apa
Bunda Epon. Soalnya sama
saya di perhatikan. Ternayata
dia itu bisa gitu. Saking
senengnya saya langsung
bilang ke gurunya. “

b) Observasi :
Saat itu keadaan jalan didepan rumah subjek sangat sepi, tidak ada kendaraan berlalu lalang disekitaran rumah. Peneliti
melakukan observasi pada subjek yang sedang bermain dengan sebuah ranting pohon. Sesekali subjek berbicara sendiri,
seolah ada lawan bicaranya. Subjek memainkan ranting tersebut digoyang-goyang dan sesekali berbicara sendiri, lalu
ranting itu dia patah kan satu demi satu. Setelah dipatahkan diapun membuangnya dan masuk kembali kedalam rumah.
Interpretasi:
Subjek bermain sendiri dijalan depan rumahnya.
106

c) Dokumen
107

B. Empati
a) Wawanacara
NO INDIKATOR SUMBER INFORMASI Kesimpulan
1 Membantu yang sedang Kepala TK “Menurut ibu dilingkungan Menawarkan bantuan
kesulitan sekolahnya apakah subjek memiliki pada temanya yang
rasa empati pada temanya ?” kesulitan
“Ada ada”
“Seperti bagaimana bu ?”
“Misalkan kalau temanya tidak bawa
pensil atau patah. “ pakai aja yang
aku “. Terus siapa tu temenya, dia
suka lupa engga bawa,aduhhh saya
lupa lagi namanya siapa. Nah dia itu
gak bawa pensil. “ bunda akumah
lupa gak dibawa gitu. Nah terus
subjek menawarkan. “ pakai aja yang
aku.”
108

2 Membantu yang sedang Kepala TK “Apakah menurut ibu rasa empati Bisa menyesuaikan
kesulitan dan kemandirian yang dimiliki subjek dengan situasi dan
dilatar belakangi oleh keterbatasan kondisi yang sedang
yang dimiliki oleh orang tuanya ?” terjadi
“Iyah sepertinya, karena keadaan
yang menuntut subjek yang
mengharuskan dia seperti itu. Kan
kalau anak yang lainmah manja gitu,
nah kalau subjek kan dituntut mandiri
jadi suka gak mau dibantu.
3 Menghargai hasil karya Ibu Subjek Apakah subjek memiliki rasa empati Memiliki rasa empati
orang lain ?
Iya, tinggi empatinya.

b) Observasi
Di pagi yang cerah pada hari kamis ketika peneliti keluar rumah, peneliti melihat subjek sedang jalan pagi dengan ayahnya.
penelitipun melakukan melakukan observasi dipagi hari itu.
Diketahui subjek dan ayahnya sering melakukan jalan pada pagi hari, perjalanan itu dimulali dari rumah subjek, rute yang
dilakukanpun selalu sama yaitu pergi kearah timur dari rumahnya. jarak tempuh diperkirakan sekitar 300 meter dengan satu
tanjakan dan satu turunan.
Ayah subjek tidak mengunakan alas kaki saat berjalan, sedangkan subjek mengunakan alas kaki. Tampak subjek memegang
tangan ayahnya dengan erat, subjek menuntunya saat berjalan. Sambil sesekali meliahat kearah kanan dan kiri
memperhatikan rumah yang berjejeran.
Ketika sedang berjalan, subjek berjalan mendekati sebuah selokan. Dan memperhatikan mahluk hidup yang ada diselokan
itu. Namun tidak ada obrolan yang terjadi dengan keduanya. Subjekpun jongkok, dan memperhatikan sekitar satu menit lalu
dia kembali berdiri dan melajutkan perjalananya. Selama melakukan jalan pagi itu tangan subjek selalu berpegang erat pada
tangan ayahnya. pada akhirnya subjek berhasil menuntun ayahnya yang seorang tunanetra sampai rumahnya kembali
dengan selamat.
109

Interpretasi:
Subjek mampu berempati pada ayahnya yang mengalami tunanetra. Hal tersebut diperkuat dengan gengaman tangan subjek
kepada ayahnya saat melakukan jalan dipagi hari tidak pernah dilepaskan, dia juga dengan sabar menuntun perjalanan
tersebut

c) Dokumentasi
110

C. Mandiri
a) Wawancara
NO INDIKATOR SUMBER INFORMASI Kesimpulan
1 Percaya diri Tetangga Subjek ““Apakah subjek merupakan Belum percaya
anak yang mandiri ?” diri jika bertemu
“Belum mandiri, masih harus orang baru, tapi
diantar kalau kekerumunan” jika dengan orang
lain percaya
dirinya ada.
2 Berani memutuskan Kepala TK “Subjek, subjek mandiri, Berani
atas pilihanya sendiri maksudnya begini sayakan tatap memutuskan atas
muka hanya beberapa bulan, pilihanya sendiri
biasa bergaul, cuman
mungkinkarena belum pada
kenal jadi kurang, kurang
beradaptasi, terus kemandirian
nya bagus, percaya diri, gak mau
dibantu.terus gini ya, misalkan
kalo menyelesaikan tugas, ibu
akumah udah lelah, udah we
gitu. Kan kalo yang lainmah,
harus misalkan, harus ini harus
selesai sekrarang. Engga subjek
mah.” Bun boleh engga ini
diselesaikannya dirumah, aku
sampai sini aja mengerjakanya
aku selesaikan dirumah.” Oh
iyah boleh. Nah gitu.jadi tidak
111

full gitu, kalo yang lain suka


pengen sekrang sampai
ditungguin sama temennya.nah
kalo dia mah engga.”
3 Mengarahkan diri Kepala TK “Ada alhamdulilah, terus Ingin pulang
mandirinya itu pas pulang sekolah sendiri
dianterin, terkadang suka pengen
sendiri. Tapi “ jangan – jangan
sendiri. Kasian ayah “ dianterin,
padahal dianyamah pengen
sendiri. Cuma kan takut ayahnya
nunggu dimana. “
4 Menyesuaikan diri Ayah Subjek “Apakah subjek termasuk anak Bisa melakukan
dengan lingkungan yang mandiri ?” hal sederhana
“Mandiri itukan kalau untuk usia sendiri
seperti ini belum sepenuhnya
mandiri, tapi kalau anggapan
saya, hal-hal tertentu itu dia
mandiri. Misalnya kaya buang
air besar itu mandiri, ceboknya
udah bisa sendiri, Cuma kadang
airnya dibawain, tapi kadang
kadang sendiri juga. Kan saya
krannya aga jauh. Dia mau narik
sendiri gak perlu bantuan orang
tua. Kecuali hal-hal, kadang –
kadang bukan gak ini, gak mau
mungkin ya, sebenarnya dia bisa
112

memakai celana ,gak mau dia,


pingin dipakekan, padahal itu hal
yang sedikit tapi dia gak mau.
Kecuali kalau dia sibuk , pingin
buru-buru nah baru dia mau pake
sendiri. Tapi kalau dia mau
santai, dia engga pinginya sama
kita. “
5 Mengembangkan diri Ibu Subjek Apakah subjek menurut anda Ada kemauan dari
sudah mandiri ? dirinya untuk
Alhamdulilah, sejak dari TK lebih baik lagi
Rabbani justru perkembanganya
bagus pesat gitu, contonya gini,
sebelum TK kan dia PAUD dulu
disana ya di Cijengjing. Kan kalo
misalnya bimbingan iqra gitu,
dia gak mau, gak mau bersuara.
Bahkan suka di salah-salahin,
padahal udah bisa dari alif – ja. “
lupa lagi dedemah” tapi
alhamdulilah selama di pegang
sama bunda Epon. Pas hari
pertama juga kaget. Kalau baca
iqra suranya keras, langsung
bagus melejit gitu.
Perkembanganya hebat. Coba ini
the, karena emang situasi baru,
atau sentuhan khusus dari bunda
113

Epon gitu. Memang saya curhat


sama kepala sekolahnya. Saya
bilang gini. “ bu, saya nitip anak
saya, soalnya anak saya beda
dari anak-anak lain. Diamah kalo
belum akrab susah
komunikasinya. “ jadi ibu harus
sabar saat menhadapi dia, karena
kalau ditanya susah membuka
mulut, kadang hanya membuka
satu kali. Waktu di TPA dia
tidak merespon paling “ungek”
tapi pas di TK Rabbani ada
perkembangan.
114

Lampiran 3.2 Display Data Keseluruhan


DISPLAY DATA KESELURUHAN

1. Ilham bermain dengan teman yang jenis kelaminya sama


2. Ilham memilih teman bermainya
Teman Sebaya
3. Ilham lebih banyak main sendiri

1. Ilham menawarkan bantuan pada temanya yang kesulitan


2. Bisa menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang sedang terjadi
Keterampilan 3. Ilham memiliki rasa empati.
Empati
Sosial

1. Belum percaya diri jika bertemu orang baru, tapi jika dengan
orang lain percaya dirinya ada.
2. Berani memutuskan atas pilihanya sendiri
Mandiri 3. Ingin pulang sendiri jika pulang sekolah
4. Bisa melakukan hal sederhana sendiri
5. Ada kemauan dari dirinya untuk lebih baik lagi
115

Lampiran 4.1 Matrik Hubungan Rumusan Masalah Dengan Sumber Data

Matrik Hubungan Rumusan Masalah Dengan Sumber Data


RUMUSAN METODE
JUDUL VARIABEL INDIKATOR INFORMASI SUMBER DATA
MASALAH PENELITIAN
Studi Kasus Bagaimana Hubungan Bermain dengan 1. Tidak bermain 1. Subjek 1. Jenis
Keterampilan hubungan subjek dengan teman Teman sebaya dengan teman penelitian Penelitian :
Sosial Anak Usia dengan teman sebaya sebaya sebaya. Studi Kasus
Dini dari ? 2. Lebih banyak diam 2. Informan Deskriptif
keluarga 3. Teman Bermain Penelitian :
Tunanetra berjenis kelamin Ibu kandung 2. Metode
sama subjek, ayah Pengumpulan
4. Memilih-milih kandung data :
dalam pertemanan subjek, wali a. Observasi
Berbagi dengan 1. Banyak mengalah kelas A TK b. Wawancara
orang lain 2. Sering Rabanni, c. Dokumentasi
mendahulukan kepala sekolah
orang lain TK Rabbani,
Apakah subyek Empati Membantu yang 1. Menawarkan Tetangga
memiliki rasa empati sedang kesulitan bantuan pada subjek,
? temanya yang tetangga dekat
kesulitan subjek.
2. Bisa
menyesuaikan
dengan situasi dan 3. Kepustakaan
kondisi yang
sedang terjadi
116

Menghargai 1. Memiliki rasa


hasil karya orang empati
lain
Apakah subyek Mandiri Percaya diri Belum percaya diri
merupakan anak jika bertemu orang
yang mandiri ? baru, tapi jika dengan
orang yang sudah
lama dia kenal
percaya dirinya ada.
Berani Berani memutuskan
memutuskan atas atas pilihanya sendiri
pilihanya sendiri
Mengarahkan Ingin pulang sekolah
diri sendiri
Menyesuaikan Bisa melakukan hal
diri dengan sederhana sendiri
lingkungan
Mengembangkan Ada kemauan dari
diri dirinya untuk lebih
baik lagi
117

Lampiran 5.1 Pedoman Wawancara

PEDOMAN WAWANCARA

STUDI KASUS KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DARI ORANG TUA
TUNANETRA

1. Bagaimana bentuk perilaku subjek ?


2. Apakah subjek dapat berprilaku sesuai dengan etika yang ada ?
3. Apakah subjek sering bertanya pada guru di sekolah ?
4. Apakah subjek dapat menyelesaikan tugas – tugas yang telah diberikan ?
5. Apakah subjek ikut berperan dalam kegiatan kelompok ?
6. Apakah subjek mampu merespon komunikasi dengan orang lain ?
7. Apakah subjek mampu mengekspresikan perasaan yang dirasakan kepada orang lain ?
8. Apakah subjek peduli terhadap lingkungan sekitarnya ?
9. Apakah subjek mampu mencari jalan keluar dalam mengatasi konflik ?
10. Apakah subjek suka diantar kesekolah ?
11. Apakah subjek mampu memulai percakapan ?
12. Upaya apa yang guru lakukan saat subjek tidak mau mengerjakan tugas – tugasnya ?
13. Upaya apa yang guru lakukan saat subjek tidak merespon komunikasi ? meraba alat
vital atau bagian sensitif orang lain?
14. Adakah pendidikan karakter disekolah ?
15. Metode apa yang digunakan disekolah dalam menangani prilaku sosial ?
118

Lampiran 6.1 Pedoman Observasi

PEDOMAN OBSERVASI

STUDI KASUS KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DARI ORANG TUA
TUNANETRA

Pengamatan Variabel Indikator


Subjek Interaksi Sosial/Pergaulan
1. Dengan teman sebaya

2. Dengan keluarga

3. Dengan guru

4. Dengan lingkungan tempat


tinggal

5. Dengan lawan jenis


119

Lampiran 7.1 Pedoman Dokumentasi

PEDOMAN DOKUMENTASI

STUDI KASUS KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DARI ORANG TUA
TUNANETRA

Dokumen Arsip

1. Data Kelembagaan
a. Sejarah
b. Pengelola Pembelajaran
2. Data Tentang Anak
3. Data Tentang Orang tua
120

Lampiran 8.1 Wawancara

Hari/Tanggal : Rabu , 9 Desember 2020

Lokasi : Rumah wali kelas subjek “I”

Waktu : 13:30 – 15 :31

Topik : Wawancara
Peneliti : Apakah ibu tau nama lengkap Subjek ?
Ibu EF : Siapa ya saya lupa lagi, padahal saya wali
kelasnya.karena sejak adanya pandemik jadi saya tidak
bertemu lagi dengan subjek.
Peneliti
Ibu EF : Apakah ibu tau berapa umur subjek ?
Peneliti : Sekarang dia berusia 5 tahun
Ibu EF : Disaat pandemi ini sudah berapa kali ibu bertemu subjek
?
Peneliti Sudah sekitar 10 kali, saat ada system yang
Ibu EF : mengharuskan guru keliling, tapi sepertinya hanya 7 kali
Peneliti : bertemu subjek.
: Kenapa subjek tidak masuk sekolah ?
Ibu EF Orang tunya mengira hari itu tidak ada jam kelas.
: Selama pandemi ini pembelajaran kan tidak disekolah ya
Peneliti bu ?
: Iyah benar tidak disekolah, kadang dirumah bu Ani, tapi
kadang juga dirumah saya.
Ibu EF Ibukan berarti sudah bertemu subjek 7 kali atau
: pertemuan dari hasil pertemuan itu adakah hal yang
merasa bahwa subjek berbeda dari anak normal pada
umumnya ?
Ibunya cerita ke saya kalau subjek ini, susah ditanya,
jarang bicara,beda dari yang lain, “ nitip ya bun” kata
orang ibunya. Lalu pas pertama kalinya saya beretemu
subjek saya tanya “ dek, namanya siapa ?” tapi dia tidak
respon hanya diam. Lalu saya ulang lagi pertanyaan
yang sama. “ dek, namanya siapa ?” dia hanya
menjawab dengan senyum tipis. Lalu saya memberikan
Peneliti sebuah boneka pada subjek. “ nih lihat ibu punya
: boneka”. Lalu saya bertanya lagi “ namanya siapa ?
Ibu EF ilham ya ?. dan diapun menjawab “ iya”. Jadi dia tertarik
sepertinya dari boneka itu. Lalu saya coba pertanyaan
121

: lain lagi, dan diapun menjawab.


Bagaimana interaksi subjek dengan temannya yang ibu
ketahui ?
Dia tidak bergaul dengan temanya, terus diam. Saya
kasih mainanpun dia hanya main sendiri. Nah terus pas
mulai belajar dirumah saya. Uhh…. Udah lari-lari
Peneliti kemana mana sepertinya kalo tidak ada pandemi dia bisa
Ibu EF : berinteraksi dengan temanya.ih sekarangmah lari – lari
: Ya Allah, pter sini, masuk sini, puter sana. Tapi menurut
saya motorik halusnya kurang.
Kurangnya dimana bu menurut ibu ?
Peneliti Kalau suruh mewarnai emang mau, tapi Cuma seret-
Ibu EF : seret segaris segaris gitu, saya perhatikan terus naha
: Cuma sedikit. Kasian tapi ga bilang ga mau, diem we
terus. Terus saya tanya udah. Dia jawab udah.
Nah menurut ibu hal tersebut wajar atau tidak ?
Kayanya dia bisa berkembang lagi. Tapi pas BDR
(belajar dari rumah). Ih asa penuh, gak tau banyak
perubahan, gak tau dibantuin tetehnya. jadi menurut
saya subjek harus diperhatikan terus gitu. Kalau kita
tinggalin aja udah gak maju, tapi kalau ditinggalin diem
Peneliti we gak ada pergerakan. Dia itu sering banget bengong.
Ibu EF : Terus saya kasih mainan aja dan dia bisa fokus
Peneliti : kemainan itu. Dan dia tu gak pernah minta, jadi kitanya
Ibu EF : yang harus nanya.dia bisa menyusun lego, langsung lari
Peneliti : -larian , langsung loncat loncatan.
Ibu EF : Bu apakah subjek pernah dijaili temanya ?
: Selama satu semester ini ya sepertinya tidak
Apakah subjek suka menjaili temanya ?
Tidak pernah
Apakah subjek memiliki teman dekat ?
Peneliti Tidak ada, paling dia kalau ada yang lari-lari, ikut lari-
Ibu EF : larian
: Dia juga lebih dekat dengan anak laki-laki dari pada
perempuan. Jadi subjek mah perlu mendapatkan ekstra
Peneliti perhatian lebih. Cuma memang gitu tidak pernah
Ibu EF : bertanya, dan kebanyakan bengong.
: Subjek berarti tidak suka berkelompok bu ?
Peneliti Iya sering sendiri, tapi kalau misal sama saya suka
Ibu EF : diomongin gini “ nih ya ilham ajak main teman –
: temannya.”saya suka gabungkan dengan teman-
temanya.
122

Apakah subjek suka mengerjakan tugas ?


Kalau dimasa pandemi ini, mungkin karena BDR jadi
ada bimbingan dari tetehnya.
Lalu secara akademisnya bagaimana bu ?
Iqranya belum lancar, pengang pensilnya udah bener
tapi nulisnya masih papageran keneh,nah tapi jarang
keluar suaranya, kalau misalkan lafalkan hadist, kalau
solat, solat ikutan tapi jarang keluar suaranya.

Peneliti

Najiyah Uthpah
123

Lampiran 8.2 Wawancara

Hari/Tanggal : Sabtu , 17 April 2021

Lokasi : Rumah partisipan “Y”

Waktu : 09:24 – 10:00

Topik : Wawancara
Peneliti : Bagaimana bentuk prilaku subjek menururt anda ?
Ibu Y : Anaknya pemalu, kadang tidak menjawab pertanyaan,
kalau disuruh jawab, baru jawab.

Peneliti : Apakah ada waktu-waktu tertentu dia akan menjawab


pertanyaan ?
Ibu Y : Bisa tapi lama, misal kalau ditanya, mau sekolah, paling
Cuma “ ungek” gitu gak bicara.
Peneliti : Apakah subjek pernah bertanya pada anda ?
Ibu EF : Tidak pernah.
Lalu bagaimana tanggapan anda ketika subjek tidak
Peneliti : menjawab pertanyaan anda ?
Ibu Y : Ya itu, mungkin dia malu jadi udah biasa kalau ditanya,
tapi kalau misalnya kerumah, kadang suka biasa.
Peneliti : Apakah subjek sering melakukan kontak mata dengan
lawan bicaranya ?
Ibu Y : Sering
Peneliti : Seperti apa ?
Ibu EF : Kadang sering dia “molohok “ melihat orang ketika
berbicara sampai berlebihan, atau engga kalau dari jauh
pulang dari mana suka diliatin.
Peneliti : Apakah subjek bisa mengekspresikan perasaan yang dia
rasakan pada orang lain ?
Ibu Y : Bisa
Peneliti : Bisakah anda memberi contohnya ?
Ibu Y : Seperti, mengambil sesuatu, suka keliatan membantu.
Menurut tanggapan anda sebagai tetangga subjek,
bagaimana perilaku subjek ke kedua orang tuanya ?
Biasa saja, seperti kan kita tau kalau orang tuanya tidak
melihat. Suatu ketika minta dibikinin pistol- pistolan,
jadi seolah-olah tidak ada bedanya denganyang melihat
Peneliti : Menururt anda apakah subjek tau kalau orang tuanya
124

mengalami tunanetra ?
Ibu Y : Mengetahui, da suka dituntun kalau jalan jalan, kemesjid
Peneliti : .
Ibu Y : Bagaimana lingkungan pertemananya ?
Karena kakanya perempuan, jadi seringnya sama
Peneliti : perempuan, tapi katanya kalo disekolah sama laki-laki.
Apakah kakanya memiliki peran penting pada hidup
Ibu Y : subjek ?
Iyah , karena orang tua tidak melihat, jadi segalanya di
lakukan oleh kakanya.kakanya punya rasa tanggung
Peneliti : jawab pada adenya.
Ibu Y : Apakah subjek merupakan anak yang mandiri ?
Peneliti : Belum mandiri, masih harus diantar kalau kekerumunan
Apakah ada hubungan perilaku yang diterima dari orang
Ibu Y : tuanya dan perilaku subjek ?
Kemungkinan ada

Peneliti,

Najiyah Uthpah
125

Lampiran 8.3 Wawancara

Hari/Tanggal : Senin , 3 Mei 2021

Lokasi : Rumah partisipan “YS”

Waktu : 09:24 – 10:00

Topik : Wawancara
Peneliti : Sejak kapan Anda mengenal subjek?
Pak YS : Dari tahun 2019
Peneliti : Sedekat apa anda dengan subjek ?
Pak YS : Seperti Anak
Peneliti : Apakah subjek memiliki pola perilaku yang kurang
Pak YS : baik?
Peneliti : Tidak
Pak YS : Mengapa anda sangat dekat dengan subjek ?
Peneliti : Karena anaknya perhatian.
Pak YS Contohnya seperti apa?
Seperti kelakuan subjek beda dengan yang lain. Karena
Peneliti : berbeda dari teman-teman yang sebaya.
Apakah subjek itu termasuk kategori anak yang sopan
Pak YS : atau tidak sopan ?
Peneliti : Sopan
Subjek itu tinggal bersama kedua orangtua yang
tunanetra ya Nah itu bagaimana Menurut tanggapan
Pak YS : Anda?
Peneliti : Ya itu komunikasi dengan orang tuanya dan anaknya
jadi tidak ada perbedaan lah itu.
Pak YS : Pernah tidak anda melihat sikap subjek terhadap orang
tuanya seperti apa ?
Peneliti : Iya begitulah kalau pendidikan dari nol kecil sampai
Pak YS anak -anak begitu mendidiknya.
Peneliti : Apakah ada prilaku menyimpang yang dimiliki subjek?
Pak YS : Tidak ada.
Peneliti : Kategori anak yang seperti apa yang lincah atau
Pak YS : pendiam?
Peneliti : Lincah, perilakunya lincah
Subjek ini merupakan anak yang cerdas?
Iya cerdas.
Pak YS : Apakah ada satu moment yang memperlihatkan kalau
subjek ini merupakan anak yang cerdas ? bisa anda
126

ceritakan?
kedengarannya dan kelihatannya kalau anak kecil itu
udah kelihatan dari kecil juga ini anaknya ini mau pinter
bisa menanggapi apa-apa dari orang tuanya. hafalan
Quran itu ini.

Peneliti,

Najiyah Uthpah
127

Lampiran 8.4 Wawancara

Hari/Tanggal : Rabu , 5 Mei 2021

Lokasi : TK Rabbani Ciamis

Waktu : 10:20 – 11:10

Topik : Wawancara
Peneliti : Bagaimana perilaku subjek disekolah ?
Kepala TK : Subjek, subjek mandiri, maksudnya begini sayakan tatap
muka hanya beberapa bulan, biasa bergaul, cuman
mungkinkarena belum pada kenal jadi kurang, kurang
beradaptasi, terus kemandirian nya bagus, percaya diri, gak
mau dibantu.terus gini ya, misalkan kalo menyelesaikan
tugas, ibu akumah udah lelah, udah we gitu. Kan kalo yang
lainmah, harus misalkan, harus ini harus selesai sekrarang.
Engga subjek mah.” Bun boleh engga ini diselesaikannya
dirumah, aku sampai sini aja mengerjakanya aku
selesaikan dirumah.” Oh iyah boleh. Nah gitu.jadi tidak
full gitu, kalo yang lain suka pengen sekrang sampai
ditungguin sama temennya.nah kalo bilal mah engga.
Peneliti : Tapi udah bisa berkomunikasi ke guru ?
Kepala TK : Bisa. Seperti Anak
Peneliti : Kalau pas pertama kata wali kelasnya kurang. Mungkin
sekarang sudah mulai terbiasa. Sudah mulai ada kemajuan.
Kepala TK : Iyah begitu sepertinya.
Peneliti : Sayakan sudah melakukan beberapa kali observasi
: terhadap subjek, dan subjek ternyata memiliki rasa empati
terhadap kedua orang tuanya. Empatinya itu terlihat ketika
subjek jalan pagi dengan ayahnya, dia suka menuntun jalan
ayahnya. Berartikan subjek sudah memahi keadaan orang
tuanya ya bu.
Kepala TK : Iya
Peneliti : Menurut ibu dilingkungan sekolahnya apakah subjek
memiliki rasa empati pada temanya ?
Kepala TK : Ada ada
Peneliti : Seperti bagaimana bu ?
Kepala TK : Misalkan kalau temanya tidak bawa pensil atau patah. “
pakai aja yang aku “. Terus siapa tu temenya, dia suka lupa
engga bawa,aduhhh saya lupa lagi namanya siapa. Nah dia
itu gak bawa pensil. “ bunda akumah lupa gak dibawa gitu.
128

Nah terus subjek menawarkan. “ pakai aja yang aku.


Peneliti : Oh begitu, berarti sudah ada rasa empati juga pada
Kepala TK : temanya. Iyah begitu, terus kalau jumatan juga suka
dijemput ya sama ayahnya. Iya temanya suka lupa kalau
bawa pembelajaran teh, kan pembelajaran suka
dibawakerumah selama pandemi, gak disimpen disekolah.
Jadi subjekmah gak pernah lupa selalu dibawa.kalau
Peneliti : temenya suka lupa.
Kalau berkomunikasi sering ada kontak mata engga bu ?
Kepala TK : maksudnya kaya tatap-tatapan, matanya gak kemana mana.
Pas awal-awal emang suka gak fokus, sekarangmah kalau
ketemu, ditanya terkadang kan suka ke ibu, fokus
sekarangmah. Kalau dulu belum pas awal-awal. Mungkin
karena masih cangung atau gimana mungkin yah.
Apakah tugas-tugas sekolahnya terselesaikan dengan baik
kalau awal-awal kalau dia cape udah selesai.
Diselesaikanya mau dirumah, nahkan dulumah sekolah the
gak tiap hari ya, jarang-jarang. Jadi waktu minggu depanya
lagi teh yang ibu lihat paling ada sedikit-sedikitlah. Nah
pas daring, bagus mengerjakanya karena mungkin ada
Peneliti : ibunya ada kakanya dirumah. Seperti kelakuan subjek beda
: dengan yang lain. Apakah pernah subjek menghadapi
Kepala TK : konflik dengan teman- temanya ?
Belum, karena kita tatap mukanya hanya dua bulan hampir
Peneliti : tiga bulan, jadi belum.
Tapi subjek sudah ada kemajuan ya bu ? dari pertama
Kepala TK : masuk ke TK ini sampai sekarang ?
Ada alhamdulilah, terus mandirinya itu pas pulang
dianterin, terkadang suka pengen sendiri. Tapi “ jangan –
jangan sendiri. Kasian ayah “ dianterin, padahal dianyamah
Peneliti : pengen sendiri. Cuma kan takut ayahnya nunggu dimana.
Subjek memang sudah memahami situasi yang orang tua
Kepala TK : alami ya bu ?
Peneliti : Iyah begitu.
Apakah di TK Rabbani ada pembelajaran mengenai
Kepala TK : pendidikan karakter ?
Peneliti : Ada.
Kepala TK : Bisa ibu jelaskan seperti apa pendidikan karakternya ?
Pembiasaan, kan kalau kita belajar normal, biasa ada
pembiasaan, solat bareng, terus makan bareng, karena
sekarang musim pandemi, itu solat bareng itu hanya berapa
kali ya, kisaraan 2 bulan setengahan, jadi sekarang itu
129

Peneliti : memang, istilahnya terpotong program-program TKnya.


Kepala TK : Tapi memang sudah dibiasakan ya bu sebelumnya ?
Nah terus, subhanallah, ada anak yang sampai sekarang
solat duha dirumah, sama orang tua suka difotokan dan
fotonya dikirim ke saya atau ke wali kelasnya. “ bu ini
Peneliti : solat duha nih” di fotoan.
Kepala TK : Jadi masih tetap berjalan meski pandemi ya bu ?
Peneliti : Iya masih meski pandemi.
Apakah ada upaya dari pihak TK untuk anak yang
Kepala TK : cenderung komunikasinnya kurang ?
Ada, dengan cara ibu guru mendongeng. Bercerita, ada ini
– ini, biasanya anak seneng tuh kalau bercerita. Kan kalau
untuk naka kecil tidak bisa langsung. “ ade tu jangan ini -
Peneliti : ini “. Kan gak mungkin kalau anak kecil.
Kepala TK : Iyah, tidak boleh langsung.
Peneliti : Iyah jadi lewat bercerita
Apakah subjek bisa mengekspresikan apa yang subjek
Kepala TK : rasakan ?
Kalau menurut saya dia suka menutup-nutupi. Jadi diem
Peneliti : aja terus. Tapi kalau temenya perlumah dia ngasih gitu.
Apakah menurut ibu rasa empati dan kemandirian yang
dimiliki subjek dilatar belakangi oleh keterbatasan yang
Kepala TK : dimiliki oleh orang tuanya ?
Iyah sepertinya, karena keadaan yang menuntut subjek
yang mengharuskan dia seperti itu. Kan kalau anak yang
lainmah manja gitu, nah kalau subjek kan dituntut mandiri
Peneliti : jadi suka gak mau dibantu.
Tapi mungkin tidak sepenuhnya didasari oleh faktor
Kepala TK : tersebut ya bu ?
Iyah benar faktor sosial juga berpengaruh.

Peneliti,

Najiyah Uthpah
130

Lampiran 8.5 Wawancara

Hari/Tanggal : Kamis , 6 Mei 2021

Lokasi : Rumah Subjek

Waktu : 16:10 – 16:56

Topik : Wawancara
Peneliti : Apakah subjek sering ngobrol intensiv dengan anda ?
Ayah “ I” : Kalau intensiv tergantung suasana ya.
Peneliti : Biasanya bagaimana ?
Ayah “ I” : Kalau dia lagi gak bermain sendiri, tapi kalau dia lagi
bermain sendiri itu biasanya dia tidak konsen sendirinya,
dia tidak mau diganggu. Tapi kalau dia tidak, misalnya
lagi dengan saya berdua. Dia maulah gitu bercerita.
Intensive tuh terus menerus ya. Berkelanjutan jadi rame
Peneliti : kan gitu.
Ayah “I” : Apakah subjek termasuk anak yang mandiri ?
Mandiri itukan kalau untuk usia seperti ini belum
sepenuhnya mandiri, tapi kalau anggapan saya, hal-hal
tertentu itu dia mandiri. Misalnya kaya buang air besar
itu mandiri, ceboknya udah bisa sendiri, Cuma kadang
airnya dibawain, tapi kadang kadang sendiri juga. Kan
saya krannya aga jauh. Dia mau narik sendiri gak perlu
bantuan orang tua. Kecuali hal-hal, kadang – kadang
bukan gak ini, gak mau mungkin ya, sebenarnya dia bisa
memakai celana ,gak mau dia, pingin dipakekan,
padahal itu hal yang sedikit tapi dia gak mau. Kecuali
kalau dia sibuk , pingin buru-buru nah baru dia mau
Peneliti : pake sendiri. Tapi kalau dia mau santai, dia engga
Ayah “I” : pinginya sama kita.
Apakah subjek suka mengeluh kepada anda ?
Peneliti : Tidak, dia jarang kalau murung-murung gitu. Dia
Ayah “ I” : orangnya ceria, tergantung suasana lah. Kalau melamun
gitu engga.
Apakah subjek sering mengawali percakapan duluan ?
Oh iyah, kalau dia bertanya, pohon itu dari mana, terbuat
dari apa, siapa yang membuat, Allah tuh darimana ko
gak bisa ngomong.ko gak ada sama kita gitu,katanya
Peneliti : Allah tu bisa ini bisa itu, gimana. Ko gak ada gitu.
131

Ayah “I” : Berarti sudah mulai realitis ya pikirannya ?


Iyah
Lalu anda sebagai ayah, bagaimana menjawabnya ?
Ya ngejawabnya kalo misalkan, kalo pertanyaan yang
gak bisa dijawab, yak gak bisa dijawab seteerusnya.
Misalnya pertanyaanya, “ manusia itu siapa yang buat ?’
gitu. “ Allah”. “ Allah tu gimana. “ nah Allah tuh gak
bisa kita bilang ada dimana – mana, kalau kita bilang
ada dimana-mana. Allah tuh punya kekuasaan, gitu bisa
melihat kita dimana mana ada kita. Tidak bisa kita
Peneliti : bilang “ dilangit” kan tidak bisa. Nanti kalau dilangit
Ayah “I” : merambat lagi kemana, dari langitnya itukan panjang
itu. Yang jelas dia punya kuasa melihat kita.
Apakah subjek sering mengalah pada temanya ?
Nah iyah, mengalah, bahkan kalau dengan kakanya, dia
mengalah, misal ada keributan dia langsung
menenangkan . “jangan buat keributan, saya pusing”.
Misal ada makanan, dikasihin dulu kekakanya supaya
Peneliti : jadi gak ribut, kalau misal ada makanan yang besar.
Ayah “ I” : “Mau yang mana kamu “ jadi dia gitu pilih yang kecil
aja supaya jangan ribut.” Pusing aku dengar” jadi dia
spontanitas bahasanya bagus.
Peneliti : Berarti subjek sudah bisa memenejemen konflik ya ?
Iya seperti itu.kalau misal bertengkar, berarti “ oh udah
Ayah “I” : gak bisa dilanjutkan.” Kalau misal ada yang bertengkar
atau apa “ udah jangan ribut “.
Apakah subjek dapat mengerjakan tugas-tugas dari
sekolah dengan baik ?
Kalau pertama sih malas dia, dia harus dibawa ceria
dulu,
istilahnya jangan dipaksa. Jangan harus dipaksa harus
begitu. Jadi harus santai jangan dimarah- marahi, kalau
Peneliti : sekarang dia udah semangat, apalagi bisa membaca
Ayah “ I” : huruf, apa yang ia lihat suka dibaca.jadi kita tau nanti,
Peneliti : oh ini hasilnya ini. Misalnya cici dibaca ci,
Ayah “ I” : menyimpulkan sendiri hurufnya. Kalau tugas dari
sekolah dikerjakan, Cuma harus didampingi tetap gitu.
Peneliti : Kalau berkomunikasi dengan orang baru bagaimana ?
Ayah “I” : Dia tidak akan bunyi, tidak akan bersuara.
Tapi kalau keorang yang sudah dekat segala diomongin
?
Iyah contohnya dengan bapak, tapi kalau tidak dekat
132

Peneliti : tidak, gak akan bunyi dia.


Kenapa ya, menurut anda ?
Ayah “I” : Mungkin dia dari segi bahasa orangnya gak ceplas
ceplos bahasa kasar, mungkin dia mempertimbangkan,
orang itu segan, jadi belum tau, orangnya bisa diajak
becanda atau engga, bisi nanti dianya dimarahin.
Peneliti : Mungkin subjek takut mengeluarkan bahasa yang
pembicaranya tidak nyaman.
Ayah “ I” : Nah iya iyah begitu, nantinya dia takut dimarahin.kalau
menurut saya bukan malu gimana jadinya.biasanya
kalau anak yang bahasanya diluar keterbatasan itu,
orangnya langsung aja berani kan, diakan engga.
Jadi subjek mungkin lebih menjaga cara berkomunikasi
dengan orang baru.
Nah iyah gitu, kalau menurut pendapat saya gitu.
Sehingga dia tidak mengeluarkan bahasa kasar
sembarangan. Biasa orang tu kan bahasa apa bahasa
Peneliti : binatang. Gitukan. Inikan engga, dia sangat engga.kalau
Ayah “ I ” : saya perhatikan dengan anak-anak orang lain
Peneliti : gitu.kenapa berani anak orang lain, emang ada, yang
Ayah “ I “ : salah satu bahasa jelek tapi bahasa bagus, memang dia
itu lebih. Itu ada tapi itu sangat jarang saya temukan.
Setiap berkomunikasi dengan orang baru tapi bahsanya
bagus. Tapi jarang, jarang ditemukanlah.
Kalau sikap keorang tuanya bagaimana ?
Dalam hal apa dulu ?
Misalnya suka bantu-bantu dirumah
Peneliti : Oh suka, jadi dia misalnya lagi tidak konsen main,
Ayah “ I” : soalnya senang main dengan mainan. Kalau sedang main
dengan mainan, walah… itu aga susah, tapi sekarang
engga, misalnya tolong ambil air, langsung mau dia.
Warna juga sudah. Asal jangan sedang bermain karena
Peneliti : kalau sedang bermain dia agak gak mau. Nolak, mau sih
Ayah “I” : tapi sambil menggerutu.
Apakah semua hal yang subjek temui bisa jadi mainan ?
Peneliti : Semua hal bisa jadi mainan menurut saya. Misalnya apa
Ayah “ I “ : ya. Kotak susulah, bisa dibuat apa pinginya dia. Jadi
mobillah atau apapun. Kayu misalnya jadi pestol, kalau
belum bosan belum dilepaskan. Kalau sudah bosan baru.
Subjek ini termasuk orang yang kreatif kah menurut
anda ?
Peneliti : Untuk sementara, menurut saya dalam hal buat ya, buat-
133

buat itu kreatif.


Ayah “ I” : Misalnya seperti apa ?
Misalnya pemasangan lego. Dia itu, yang kita tidak tau,
tiba – tiba bisa gitu.misal ada kerusakan atau apa, dia
Peneliti : pasang dia tau. Kan beli ada mainan bongkar pasang itu
Ayah “ I” : yang kecil-kecil. Tau dia. Liat gambarnya dulu. “ oh
begini”. Nah tau dia.asal jangan diganggu. Kalau
diganggu dia pusing. Gitu.
Peneliti : Berarti dalam pertemananpun tidak bisa langsung
berteman ya pak ?
Ayah “ I” : Engga, tidak bisa. Diliat dulu anak itu keras atau engga.
Kalau keras dia gak akan mau. Gitu jadi harus sama-
sama baik. Pengennya sama-sama baik.
Kalau sama kakanya bagaimana hubunganya ?
Akrab, walaupun terkadang berantem-berantem gitu,
biaslah anak kecilmah, itu gak bisa dijadikan suatu
masalah. Bukan, akrab dengan kakanya.
Kalau komunikasi dengan gurunya bagaimana ? apakah
anda tahu ?
Kalau yang saya simpulkan sekarang, kalau dengan
guru, dia itu karena em hati – hati, jadi kalau ada guru.
Dia gak nyaut juga kalau disini. Tapi saya gak tau kalau
dikelasnya. Kalau disini kalau disamperin kadang-
kadang begitu.

Peneliti,

Najiyah Uthpah
134

Lampiran 8.6 Wawancara

Hari/Tanggal : Jumat , 67 Mei 2021

Lokasi : Rumah Subjek

Waktu : 11:40 – 12:05

Topik : Wawancara
Peneliti : Berapa usia subjek saat ini ?
Ibu “ I” : Sekarang 6,5 tahun sepertinya karena desember itu dia 7
tahun.
Peneliti : Di TK berarti baru 1 tahun ya bu ?
Ibu “ I” : Iyah baru satu tahun. Tahun kemarin pas sedang
Peneliti : pandemi. Jadi disekolahpun kurang intensive karena
daring terus ya bu ?
Ibu “I” : Iyah betul, tapi sempet beberapa bulan, sempat luring
tatap muka, begitu.
Peneliti : Apakah subjek dapat mengerjakan tugas-tugas dari
Ibu “I” : sekolah? Pas awal-awal semnagat tapi kesananya jadi
bosenan , kalau laki-laki begitu, beda, tidak seperti
perempuan. Jadi awalnya semnagat kesananya gitu.
Apalagi kalau misalnya menirukan huruf paling sulit.
Tapi setelah itu dengan sendirinya dia mau, jadi punya
dunia sendiri diamah. Apakah subjek dirumah sering
membantu orang tua ?
Kalau disuruh bisa. “ ade ambilkan ini”. Iyah dia bisa.
Sekali, duakali, tiga kali. Sebenarnya itu sengajakan
untuk membantu orang tua. Tapi kalau keseringan, “ ah
cape dedemah, bundamah ah te mandiri “. “ cepetan de “
kalau udah males mungkin dia. “ sabar atuh bunda teh,
Peneliti : banyak mengandung bahsa saya.
Ibu “ I” : Apakah subjek menurut anda sudah mandiri ?
Alhamdulilah, sejak dari TK Rabbani justru
perkembanganya bagus pesat gitu, contonya gini,
sebelum TK kan dia PAUD dulu disana ya di Cijengjing.
Kan kalo misalnya bimbingan iqra gitu, dia gak mau,
gak mau bersuara. Bahkan suka di salah-salahin, padahal
udah bisa dari alif – ja. “ lupa lagi dedemah” tapi
alhamdulilah selama di pegang sama bunda Epon. Pas
hari pertama juga kaget. Kalau baca iqra suranya keras,
langsung bagus melejit gitu. Perkembanganya hebat.
135

Coba ini the, karena emang situasi baru, atau sentuhan


khusus dari bunda Epon gitu. Memang saya curhat sama
kepala sekolahnya. Saya bilang gini. “ bu, saya nitip
anak saya, soalnya anak saya beda dari anak-anak lain.
Diamah kalo belum akrab susah komunikasinya. “ jadi
ibu harus sabar saat menhadapi dia, karena kalau ditanya
susah membuka mulut, kadang hanya membuka satu
Peneliti : kali. Waktu di TPA dia tidak merespon paling “ungek”
Ibu “I” : tapi pas di TK Rabbani ada perkembangan.
Apakah subjek bisa berteman dengan teman sebayanya ?
Bisa sekarang sudah lumayan aktif. Gak tau dengan cara
apa Bunda Epon. Soalnya sama saya di perhatikan.
Peneliti : Ternayata dia itu bisa gitu. Saking senengnya saya
langsung bilang ke gurunya.
Ibu “I” : Bagaimana komunikasi subjek dengan orang yang lebih
tua ?
Peneliti : Sopan, karena dia itu cenderung pendiam, kecuali pada
Ibu “ I” orang baru, gak akan ngejawab. Atau sembunyi ke saya.
Apakah subjek menurut anda suka mengalah ?
Iyah, jadi misalkan dalam pembagian makanan. “ ah
Peneliti : dedemah yang kecil aja, kaka takutnya marah.” Jadi
Ibu “I” : sudah memahi karakter orangkan.
Peneliti : Apakah subjek memiliki rasa empati ?
Iya, tinggi empatinya.
Ibu “ I” : Jadi subjek ini sudah bisa mengetahui karakter orang
yang dekat denganya.
Alhamdulilah iya, kadang dia suka gini. “ bunda itu
cantik, tapi pemarah, banyak ngomong, kalau ayah suka
mukul”, jadi sudah bisa mengklasifikasikan. “ si kaka
mah sok mukul kalau marah, gak suka bicara”.
Subhanallah kalau idenyamah mengejutkan. Tapi itu
satu, susah komunikasi dengan orang baru aja.

Peneliti,

Najiyah Uthpah
136

Lampiran 9.1 Observasi

Hari/Tanggal : Sabtu, 6 Febuari 2021

Lokasi : Halaman depan rumah partisipan YS

Waktu : 07:05- 08:00

Topik : Observasi

Subjek I sedang melakukan interaksi dengan salah satu partisipan yaitu


bapak YS, diketahui partisipan ini merupakan orang yang cukup dekat dengan
subjek, subjek sering mendatangi rumah partisipan, posisi rumah yang berdekatan
disinyalir menjadi faktor kedekatan mereka.
subjek membawa sebuah mainan berbentuk kodok. Maninan tersebut
terbuat dari karet atau bahan sejenisnya. Subjek memperlihatkannya pada
partisipan YS, setelah itu subjek menjelaskan mainan apa yang subjek dan
bagaimana cara memainkanya, setelah itu subjek menyuruh partisipan mencoba
memainkanya, seperti apa yang subjek contohkan tadi, dan partisipan YS pun
mencoba memainkanya. Setelah memainkan terlihat partisipan YS masih
kebingungan, dan subjek pun mencontohkannya Kembali bagaimana mainan
kodok tersebut bekerja. Pada momen ini partisipan YS dan subjek terlihat sangat
akrab dan subjek terlihat begitu dekat dengan partisipan YS. Setelah subjek telah
mencontohkan lagi, partisipan YS pun mencobanya Kembali, dan ternyata
berhasil. Subjek pun menjelaskan bahwa kodok itu sering meloncat-loncat. Dan
Subjekpun meloncat layaknya binatang kodok.
Interpretasi:

1. Subjek berperilaku sabar ketika partisipan YS tidak bisa memainkan mainan


itu, subjek mengulang kembali cara mainan kodok itu dimainkan dengan
tenang.
2. Subjek dapat menjelaskan dengan baik mainan tersebut.
3. Subjek merasa tenang dan nyaman berada didekat partisipan YS.
4. Subjek dapat memperagakan dengan benar bagaimana kodok meloncat.

Peneliti,

Najiyah Uthpah
137

Lampiran 9.2 Observasi

Hari/Tanggal : Kamis, 7 April 2021

Lokasi : Perumahan Kertasari Blok 5 Ciamis

Waktu : 05:30- 06:00

Topik : Observasi

Di pagi yang cerah pada hari kamis ketika peneliti keluar rumah, peneliti
melihat subjek sedang jalan pagi dengan ayahnya. penelitipun melakukan
melakukan observasi dipagi hari itu.
Diketahui subjek dan ayahnya sering melakukan jalan pada pagi hari,
perjalanan itu dimulali dari rumah subjek, rute yang dilakukanpun selalu sama
yaitu pergi kearah timur dari rumahnya. jarak tempuh diperkirakan sekitar 300
meter dengan satu tanjakan dan satu turunan.
Ayah subjek tidak mengunakan alas kaki saat berjalan, sedangkan subjek
mengunakan alas kaki. Tampak subjek memegang tangan ayahnya dengan erat,
subjek menuntunya saat berjalan. Sambil sesekali meliahat kearah kanan dan kiri
memperhatikan rumah yang berjejeran.
Ketika sedang berjalan, subjek berjalan mendekati sebuah selokan. Dan
memperhatikan mahluk hidup yang ada diselokan itu. Namun tidak ada obrolan
yang terjadi dengan keduanya. Subjekpun jongkok, dan memperhatikan sekitar
satu menit lalu dia kembali berdiri dan melajutkan perjalananya. Selama
melakukan jalan pagi itu tangan subjek selalu berpegang erat pada tangan
ayahnya. pada akhirnya subjek berhasil menuntun ayahnya yang seorang
tunanetra sampai rumahnya kembali dengan selamat.

Interpretasi:

Subjek mampu berempati pada ayahnya yang mengalami tunanetra. Hal tersebut
diperkuat dengan gengaman tangan subjek kepada ayahnya saat melakukan jalan
dipagi hari tidak pernah dilepaskan, dia juga dengan sabar menuntun perjalanan
tersebut

Peneliti,

Najiyah Uthpah
138

Lampiran 9.3 Observasi


Lampiran 8 : Catatan Lapangan 5

Hari/Tanggal : Senin, 19 April 2021

Lokasi : Depan Rumah Subjek

Waktu : 14:17- 14:58

Topik : Observasi

Saat itu keadaan jalan didepan rumah subjek sanagat sepi, tidak ada
kendaraan berlalu lalang disekitaran rumah. Peneliti melakukan observasi pada
subjek yang sedang bermain dengan sebuah ranting pohon. Sesekali subjek
berbicara sendiri, seolah ada lawan bicaranya. Subjek memainkan ranting tersebut
digoyang-goyang dan sesekali berbicara sendiri, lalu ranting itu dia patah kan satu
demi satu. Setelah dipatahkan diapun membuangnya dan masuk kembali kedalam
rumah.
Interpretasi:

Subjek bermain sendiri dijalan depan rumahnya.

Peneliti,

Najiyah Uthpah
139

Lampiran 9.4 Observasi

Hari/Tanggal : Minggu, 25 April 2021

Lokasi : Depan Rumah Subjek

Waktu : 06:59- 07:48

Topik : Observasi

Subjek sedang bermain dengan ayah subjek didepan rumahnya, subjek dan
ayahnya saling behadapan. Subjek dan ayahnya duduk, ayahanya duduk didepan
pintu rumah, dan subjek duduk diserang ayahnya. Lalu subjek meleparkan
bolanya ke ayahnya, nampak subjek sangat bersemangat saat melempar bola,
namun ayahnya terlihat kurang bersemangat dia terlihat sangat lesu, namun meski
demikian ayahnya tetap menemani dan bermain melempar bola dengan subjek.
Tidak ada percakapan selama permainan berlangsung.

Interpretasi:

Subjek memiliki motorik kasar yang bagus karena bisa melempar dan
menangkap bola dengan baik.

Peneliti,

Najiyah Uthpah
140

Lampiran 10.1 Dokumen


SEJARAH LEMBAGA
Berawal dari rasa tanggung jawab akan pentingnya arti sebuah keluarga
dalam perkembangan potensi yang dimiliki anak-anak sebagai tunas bangsa
yang diharapkan mampu menjadi penerus generasi bangsa ini, dan juga lahir
dari wujud adanya kecintaan terhadap dunia pendidikan anak-anak, yang makin
hari semakin menurun saja kualitasnya. Disamping itu pula, penyelenggaraan
PAUD adalah salah satu bentuk dari realisasi Undang-Undang Nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang telah Mengamanatkan
dilaksanakannya pendidikan kepada seluruh rakyat Indonesia sejak usia dini
yaitu sejak anak dilahirkan, oleh sebab itu penyelenggaraan PAUD merupakan
sebuah upaya kesejahteraan anak yang ditujukan untuk menumbuhkan potensi
anak secara optimal sehingga anak siap untuk menghadapi perkembangan
selanjutnya.
Atas dasar itu dan atas nama Alloh serta harapan mampu melahirkan
generasi harapan bangsa. Maka, didirikanlah wadah pendidikan anak-anak yang
terpadu & terintegrasi dalam satuan PAUD TK Rabbani.
Secara Geografis letak TK Rabbani yang berlokasi Jl. Sukamaju I
Perum Kertasari Blok V No.92 RT 03 RW 013 Desa Sukamaju Kecamatan
Baregbeg Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat. TK Rabbani berdiri pada
tanggal 01 Juni 2002 dibawah naungan Yayasan PENA Kecamatan Ciamis.
Yayasan PENA adalah sebuah organisasi yang beranggotakan para pendidik
yang berada di sekitar kecamatan ciamis, yang diketuai oleh Bpk. Rusyani,
S.Pd. , sebagian besar kegiatannya bergerak di bidang pendidikan sehingga
Yayasan PENA menaungi beberapa lembaga Taman Kanak-kanak di sekitar
Kabupaten Ciamis. Yayasan PENA berada di Jalan K.H Ahmad Dahlan Ciamis.
Setelah 10 tahun dibawah naungan Yayasan PENA perkembangan TK Rabbani
alhamdulillah mengalami kemajuan dan memiliki kegiatan kemasyarakatan
yang menuntut memiliki yayasan sendiri, maka pada tahun 2015 TK Rabbani
atas usulan dan bantuan ketua Yayasan PENA, TK Rabbani dapat mendirikan
yayasan sendiri yang bernama Yayasan Insan Rabbani yang ketuanya Ani
Rahdiyani, S.Pd.
141

Pada tahun 2005 TK Rabbani terdaftar di Dinas Pendidikan Kabupaten


Ciamis ditandatangani oleh Drs. H. WAWAN AS ARIEFIEN, MM. Adapun
Kepala Sekolah yang menjabat di TK Rabbani adalah : Lilis Nurhaeti, S.Pd.
dari tahun 2002 s.d sekarang.
142

Lampiran 10.2 Dokumen

PENGELOLA PEMBELAJARAN

Kurikulum TK Rabbani merupakan seperangkat rencana dan pengaturan


tentang kompetensi yang dibakukan dan cara pencapaiannya disesuaikan
dengan keadaan dan kemampuan didaerah Taman Kanak-Kanak TK Rabbani.
Kompetensi perlu dicapai secara tuntas (belajar tuntas). Kurikulum Taman
Kanak-Kanak TK Rabbani dilaksanakan dalam rangka membantu anak didik
mengembangkan berbagai potensi baik psikis dan fisik yang meliputi :
1) Mengembangkan sikap dan perilaku yang baik sesuai akidah agama dan
norma yang dianut
Fungsi ini harus diimplementasikan dalam proses pembelajaran sehingga
anak mampu mengembangkan sikap dan perilaku yang sesuai dengan
akidah dan norma agama yang dianutnya, mampu melaksanakan ibadah
sesuai dengan agama yang dianutnya. Dan mempunyai rasa toleransi dan
saling hormat menghormati antara pemeluk agama.
2) Mengembangkan kemampuan sosialisasi dan mengendalikan emosi.
Dalam mengembangkan KTSP PAUD TK Rabbani , maka peserta didik
harus mengembangkan kemampuan sosialisasi dan mengendalikan emosi.
Kemampuan bersosialisasi dan mengendalikan emosi sangat penting
dimiliki anak agar mereka mampu menjalankan kehidupan sosialnya
dengan baik dan selaras.
3) Menumbuhkan kemandirian anak.
Kemandirian merupakan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap anak
PAUD TK Rabbani dalam mempersiapkan hidupnya di masa depan. Di
dunia yang semakin kompleks dan penuh tantangan ini, maka kemampuan
Anak TK Rabbani untuk mandiri merupakan salah satu syarat agar anak
mampu mempertahankan hidupnya dan berhasil mencapai cita-citanya.
Tanpa kemandirian, maka anak PAUD TK Rabbani hanya akan tergantung
kepada orang lain.
143

4) Mengembangkan kemampuan berbahasa.


Bahasa di TK Rabbani adalah cermin seseorang. Kemampuan berbahasa
merupakan perwujudan dari sikap, perilaku dan harga diri seseorang. Oleh
karena itu, Kurikulum PAUD TK Rabbani harus berfungsi
mengembangkan kemampuan berbahasa anak, sehingga anak mempunyai
ragam bahasa yang kaya dan baik.
5) Mengembangkan kemampuan kognitif
Kemampuan kognitif atau intelektual merupakan salah satu kemampuan
yang penting dalam kehidupan seseorang, baik sebagai modal bagi
pendidikan di jenjang selanjutnya, maupun dalam memecahkan masalah-
masalah kesehariannya. Pengembangan kemampuan kognitif anak di usia
dini merupakan dasar bagi perkembangan intelektualnya di masa-masa
selanjutnya. Oleh karena itu, maka sangat penting untuk memberikan
membimbing perkembangan intelektual di usia dini.
6) Mengembangkan kemampuan fisik/ motorik PAUD TK Rabbani
Mengembangkan kemampuan fisik/motorik di TK Rabbani merupakan
salah satu fungsi disusunnya Kurikulum PAUD TK Rabbani. Fisik dan
motorik anak yang sedang berkembang pesat memerlukan bimbingan agar
perkembangannya maksimal dan baik. Dengan kemampuan fisik dan
motorik yang baik, maka anak akan mampu menjalani kehidupannya
dengan baik.
7) Mengembangkan daya cipta dan kreativitas anak TK Rabbani
Aspek-aspek kreativitas dan daya cipta anak harus dikembangkan dalam
impelementasi kurikulum PAUD TK Rabbani. Anak yang memiliki daya
cipta dan kreativitas tinggi akan mampu memecahkan berbagai masalah-
masalah kehidupan, mampu menghasilkan berbagai hal yang positif dan
berguna bagi orang lain. Mengembangkan daya cipta dan kretaivitas anak
dapat dimulai dengan mengidentifikasi bakat dan minat anak sejak dini,
agar dapat dibimbing perkembangannya.
Dalam mengelola kegiatan pembelajaran yang menyenangkan, kreatif, dan
partisipatif, Taman Kanak-Kanak Rabbani menerapkan model
pembelajaran sentra, dimana kelompok anak dalam satu hari bermain
144

dalam satu sentra yang didalamnya berisi berbagai aktivitas sebagai


pemenuhan densitas main. Sentra yang disiapkan adalah:
1) Sentra balok, Sentra balok memfasilitasi anak bermain tentang konsep
bentuk, ukuran, keterkaitan bentuk, kerapihan, ketelitian, bahasa, dan
kreativitas. Bermain balok selalu dikaitkan dengan main peran mikro,
dimana bangunan yang dibangun anak digunakan untuk bermain peran.
2) Sentra bermain peran, terbagi menjadi 2 yaitu Main peran kecil dan main
peran besar. Main peran kecil mengembangkan kemampuan berpikir
abstrak, kemampuan berbahasa, sosial-emosional, menyambung-kan
pengetahuan yang sudah dimiliki dengan pengetahuan baru sedangkan
Sentra main peran besar mengembangkan kemampuan mengenal
lingkungan sosial, mengembangkan kemampuan bahasa, kematangan
emosi.
3) Sentra seni dan ketrampilan, Sentra seni dapat dibagi dalam seni musik,
seni tari, dan seni kriya. Penentuan sentra seni yang dikembangkan
tergantung pada kemampuan satuan PAUD. Disarankan minimal ada dua
kegiatan yang dikembangkan di sentra seni yakni seni munik dan seni
kriya. Sentra seni mengembangkan kemampuan motorik halus, keselarasan
gerak, nada, aspek sosial-emosional dan lainnya..
4) Sentra persiapan, Sentra persiapan lebih menekankan pengenalan
keaksaraan awal pada anak. penggunaan buku, alat tulis dapat dilakukan di
semua sentra, tetapi di sentra persiapan lebih diperkaya jenis kegiatan
bermainnya. Pada kelompok anak paling besar yang segera masuk sekolah
dasar, frekuensi main di sentra persiapan lebih banyak..
5) Sentra bahan alam kental dengan pengetahuan sain, matematika, dan seni.
Sentra bahan alam diisi dengan berbagai bahan main yang berasal dari
alam, seperti air, pasir, bebatuan, daun. Di sentra bahan alam anak memiliki
kesempatan menggunakan bahan main dengan berbagai cara sesuai pikiran
dan gagasan masing-masing dengan hasil yang berbeda.
6) Sentra Imtaq mengenalkan kehidupan beragama dengan keterampilan yang
terkait dengan agama yang dianut anak. sentra Imtaq untuk satuan PAUD
umum mengenalkan atribut berbagai agama, sikap menghormati agama.
145

Lampiran 10.3 Dokumen

Data Tentang Subjek

Nama :Ilham (bukan nama sebenarnya)


Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, Tanggal Lahir : 19 Desember 2014
Alamat : Kertasari, Ciamis
Usia :6,5 tahun
Sekolah : TK Rabbani Ciamis .
Jumlah Saudara Kandung : 1 kakak kandung yang sekarang bersekolah di SD.
Memiliki Ayah / Ibu : Lengkap
146

Lampiran 10.4 Dokumen

DATA ORANG TUA SUBJEK

Ayah Kandung
Nama : Nurzaman
Asal : Aceh
Alamat saat ini : Kertasari Ciamis
Status : Seorang Ayah dari 2 anak
Pekerjaan : Wiraswasta ( membuat telur asin )

Ibu Kandung
Nama : Eneng Indar Dewi
Asal : Tasikmalaya
Alamat saat ini : Kertasari Ciamis
Status : Seorang Ayah dari 2 anak
Pekerjaan : Guru Sekolah Luar Biasa
147

Lampiran 11.1 Hasil Dokumentasi

Gambar 1. Ilham memperagakan cara katak meloncat


148

Gambar 2. Ilham menjelaskan mainan kodok yang dibawanya


149

Gambar 3. Ilham jalan pagi bersama Ayahnya


150

Gambar 4. Ilham menuntun Ayahnya pulang kerumah


151

Gambar 5. Ilham mematahkan ranting-ranting


152

Gambar 6. Ilham bermain dengan sebuah ranting pohon


153

Gambar 7. Ilham bermain bersama Ayahnya.


154

Gambar 8. Ilham Melemparkan bola.


155

Gambar 9. Peneliti mengambil data di TK Rabbani


RIWAYAT HIDUP

Penulis Skripsi ini bernama Najiyah Uthpah biasa


dipanggil Jiyah. lahir di Kabupaten Ciamis pada
tanggal 08 Juli 1999 dari pasangan Yoyo Suryana dan
Yayah. Penulis memiliki tiga kakak yang semuanya
sudah wafat. Saat ini penulis tinggal bersama kedua
orang tua yang beralamat di Perumahan Kertasari Blok
5 no 71 Rt / Rw 01/13 Kec. Baregbeg Kabupaten
Ciamis. Penulis pertama kali masuk sekolah di tahun
2004 – 2005 di TK Rabbani. Dilanjutkan ke SDN 4
Kertasari di tahun 2005-2011.Kemudian setelah lulus melanjutkannya ke SMPT
Ar-Risallah 2011-2013, kemudian dilanjutkan lagi ke MTs PUI ditahun 2013-2014.
dan kemudian melanjutkan sekolah lagi ke MAN 2 Ciamis di tahun 2014-2017.
Penulis menjadi Mahasiswa UPI Kampus Tasikmalaya di tahun 2017-2021. Selama
menjadi mahasiswa Penulis telah mengikuti Organisasi Himpunan Mahasiswa
PGPAUD Periode 2017-2018 dan 2018-2019. Pada periode 2017-2018 penulis
menjadi anggota kepengurusan, sedangkan pada periode 2018-2019 penulis
menjabat sebagai ketua departemen luar negeri. Penulis juga menjadi ketua Studi
Banding HIMA PGPAUD UPI Kampus Tasikmalaya ke Universitas Negeri
Yogyakarta pada Tahun 2019. Penulis juga aktif mengkuti event-event yang
diselengarakan oleh Himpunan atau Kampus. Selama menjadi Mahasiswa penulis
juga berhasil mendapatkan Beasiswa Dikti pada tahun 2018. Penulis juga pernah
menjadi pemateri pada acara semangat kaum muda yang diselenggarakan oleh
Karang taruna jagabaya pada tahun 2020. Selama menjadi mahasiswa penulis
meraih Mahasiwa Berprestasi juara 2 tingkat Prodi PGPAUD pada tahun 2019,
harapan tiga Mahasiswa Berprestasi tingkat UPI Kamda Tasikmalaya Tahun 2019,
dan Mahasiswa Berprestasi tingkat Prodi PGPAUD juara 3 tahun 2020.
Penulis memiliki cita-cita untuk melanjutkan Pendidikan yang lebih tinggi,
mengambil program Pascasarjana Pendidikan Psikologi. Selain itu Penulis juga
ingin ilmu selama kuliah ini dapat digunakan sebaik mungkin serta bisa bermanfaat
untuk semua orang terutama pada dunia Pendidikan anak usia dini.

Anda mungkin juga menyukai