Anda di halaman 1dari 22

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBUATAN KEPUTUSAN

KEBIJAKAN PENIDIDKAN

MAKALAH
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Studi Kebijakan Pendidikan

Dosen pengampu :
Prof. Dr. H. Uus Ruswandi, M.Pd
Dr. Wahyu Hidayat, MA

Disusun Oleh :
Zulfatus Suroyyah ( 2200060033)

PASCASARJANA MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat ilahi rabbi, sang penggemgam
alam, sang pemberi inspirasi, yang dengan-Nya bumi dihamparkan, yang dengan-Nya
langit ditinggikan, lantaran qudrah, iradah dan ilmu dari-Nya penulis menyelesaikan
tulisan sederhana, berupa makalah yang berjudul “Partisipasi Masyarakat Dalam
Pembuatan Keputusan Kebijakan Penididkan ”.

Shalawat serta salam tercurah limpahkan kepada junjunan alam yakni Nabi
Muhammad SAW, yang telah mengajarkan risalah-risalah Tuhan kepada kita semua.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan
baik dalam susunan kata atau dalam pembahasan materi ini. Maka, penulis sangat
mengharapkan pembaca yang budiman bisa memberikan kritikan ataupun saran yang
bersifat membangun, sehingga menjadi wawasan baru bagi kita semua.

Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
sebesar-besarnya kepada yang terhormat Prof. Dr. H. Uus Ruswandi, M.Pd dan Dr.
Wahyu Hidayat, MA selaku dosen mata kuliah Studi Kebijakan Pendidikan.

Semoga makalah ini bisa bermanfa’at bagi penulis khususnya dan bagi para
pembaca sekalian dan bisa menjadi bahan acuan bagi generasi-generasi selanjutnya.
Jazaakumullah Khairon Katsiira. Amin.

Bandung, 18 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................i


DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................1
C. Tujuan Masalah ..........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................3
A. Konsep Partisipasi Masyarakat Dalam Pembuatan Keputusan Kebijakan
Pendidikan…………………………………………..………………………………3
B. Urgensi Partisipasi Masyarakat Dalam Kebijakan Pendidikan ………………..…...7
C. Pengelolaan Partisipasi Masyarakat Dalam Pendidikan…………………………….8
D. Problematika Partisipasi Masyarakat Dalam Kebijakan Pendidikan ……………..10
E. Faktor-Faktor Pendukung Dan Penghambat Partisipasi Masyarakat Dalam
Pendidikan ………………………………………………...………………………11
F. Upaya Meningkatkan Masyarakat Dalam Kebijakan Pendidikan…………………13
BAB III PENUTUP .......................................................................................................16
A. Kesimpulan .............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuntutan pengembangan sumber daya manusia dari waktu kewaktu semakin
meningkat. Oleh karena itu layanan pendidikan harus mampu mengikuti perkembangan
tersebut. Selain keluarga dan sekolah, masyarakat memiliki peran tersendiri terhadap
pendidikan. Peran dominan orang tua pada saat anak-anak dalam masa pertumbuhan
hingga menjadi orang tua. Dan pada masa tersebut orang tua harus mampu memenuhi
kebutuhan pokok seorang anak. Sedangkan peran pada pendewasaan dan pematangan
individu merupakan peran dari kelompok masayarakat. Masyarakat adalah sejumlah
manusia yang jadi satu kesatuan golongan yang berhubungan tetap dan mempunyai
kepentingan yang sama. Selain itu, Masyarakat bisa diartikan sebagai salah satu satuan
social dalam system social, atau kesatuan hidup manusia.1 Kumpulan individu dan
kelompok yang diikat dalam kesatuan negara, kebudayaan, dan agama yang memiliki
cita-cita, peraturan-peraturan dan sistem kekuasaan tertentu. Sedangkan partisipasi
masyarakat merupakan ikut sertaan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan,
pemanfaatan hasil dan evaluasi program pembangunan.
Salah satu keunikan dan keunggulan sebuah sekolah adalah memiliki budaya
sekolah (school culture) yang kokoh, dan tetap eksis. Perpaduan semua unsur (three in
one) baik siswa, guru, dan orang tua yang bekerjasama dalam menciptakan komunitas
yang lebih baik melalui pendidikan yang berkualitas, serta bertanggung jawab dalam
meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah, menjadikan sebuah sekolah unggul dan
favorit di masyarakat. Sekolah melaksanakan pendidikan secara akuntabilitas kinerja
atau dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat dan pemerintah. Kredibilitas
sekolah di mata masyarakat, akuntabilitas kinerja sekolah, dan sigma kepuasan orang
tua siswa harus sudah terbentuk, sehingga membawa sekolah memiliki budaya sekolah
yang tetap eksis. Guru, orang tua, dan siswa harus dapat bekerja sama menciptakan
budaya sekolah yang tetap eksis di tengah era derasnya globalisasi dan pesatnya
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.2 Dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan, sekolah perlu memberdayakan masyarakat dan lingkungan secara optimal.
Hal ini penting, karena sekolah sebagai elemen pendidikan yang lebih sempit

1
Nurmansyah, Gunsu, dkk. 2019. Pengantar Antropologi: Sebuah Ikhtisar Mengenal Antropologi.
Bandar Lampung: CV. Anugrah Utama Raharja. Hlm : 46
2
Haryono, Hardjono. 2014. Peningkatan Partisipasi Masyarakat Untuk Mewujudkan Pendidikan
Berkualitas. Abdimas Vol. 18 No. 1, Juni. Hlm: 29

1
memerlukan masukan dari masyarakat dalam menyusun program yang relevan,
sekaligus memerlukan dukungan masyarakat dalam melaksanakan program tersebut.3
Selama ini penyelenggaraan partisipasi masyarakat di Indonesia terbatas pada
keikut sertaan anggota masyarakat dalam implementasi atau penerapan program-
program pembangunan. Hal ini dipahami sebagai upaya mobilisasi untuk kepentingan
pemerintah dan negara. Dalam implementasi partisipasi masyarakat, seharusnya anggota
masyarakat merasa bahwa tidak hanya menjadi objek dari kebijakan pemerintah namun
harus dapat mewakili masyarakat itu sendiri dengan kepentingan mereka. Perwujudan
partisipasi masyarakat dapat dilakukan secara individu atau kelompok, spontan atau
terorganisir, secara berkelanjutan atau sesaat.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan-rumusan masalah yang dapat diangkat dari latar belakang
masalah diatas adalah sebagai berikut:
1. Apa konsep partisipasi masyarakat dalam pembuatan keputusan kebijakan
pendidikan?
2. Apa urgensi partisipasi masyarakat dalam kebijakan pendidikan?
3. Bagaimana pengelolaan partisipasi masyarakat dalam pendidikan?
4. Apa problematika partisipasi masyarakat dalam kebijakan pendidikan?
5. Apa faktor-faktor pendukung dan penghambat partisipasi masyarakat dalam
pendidikan?
6. Bagaimana upaya meningkatkan masyarakat dalam kebijakan pendidikan?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui konsep partisipasi masyarakat dalam pembuatan keputusan
kebijakan pendidikan
2. Untuk mengetahui urgensi partisipasi masyarakat dalam kebijakan pendidikan
3. Untuk mengetahui pengelolaan partisipasi masyarakat dalam pendidikan
4. Untuk mengetahui problematika partisipasi masyarakat dalam kebijakan
pendidikan
5. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat partisipasi
masyarakat dalam pendidikan
6. Untuk mengetahui upaya meningkatkan masyarakat dalam kebijakan pendidikan

3
Samsiah dkk. 2018. Partisipasi Masyarakat dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di Madrasah
Ibtidaiyah Maroanging Kabupaten Bulukumba. Journal of Islamic Education Management. , Vol. 4 No.
2 ISSN: 2461-0674. Desember. Hlm:174

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Partisipasi Masyarakat Dalam Pembuatan Keputusan Kebijakan


Pendidikan
1. Pengertian Partisipasi Masyarakat
Partisipasi dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah ikut serta dalam suatu kegiatan.
Sedangkan masyarakat menurut Koentjaraningrat adalah sekumpulan manusia yang
saling “bergaul”, atau dengan istilah ilmiah, saling “berinteraksi”. 4 Menurut Mubyarto
partisipasi merupakan kesediaan untuk membantu keberhasilan setiap program sesuai
dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri.5
Partisipasi lebih bersifat aktif dalam mempengaruhi keputusan dari semua pihak dalam
segala hal yang berkaitan dengan sekolah baik kebijakan sekolah, formasi kepegawaian,
pengembangan profesional staf, anggaran, tanah dan bangunan, pengelolaan sumber
daya serta kurikulum sekolah.6
Partisipasi masyarakat menurut Isbandi adalah keikutsertaan masyarakat dalam
proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan
pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan
upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi
perubahan yang terjadi. 7
Partisipasi merupakan feed-forward information and feedback information. Dengan
definisi ini, partisipasi masyarakat sebagai proses komunikasi dua arah yang terus
menerus dapat diartikan bahwa partisipasi masyarakat merupakan komunikasi antara
pihak pemerintah sebagai pemegang kebijakan dan masyarakat di pihak lain sebagai
pihak yang merasakan langsung dampak dari kebijakan tersebut.8 Dari pendapat Canter
juga tersirat bahwa masyarakat dapat memberikan respon positif dalam artian
mendukung atau memberikan masukan terhadap program atau kebijakan yang diambil
oleh pemerintah, namun dapat juga menolak kebijakan.
Partisipasi masyarakat dalam kebijakan pendidikan adalah keikutsertaan
masyarakat dalam memberikan gagasan, kritik membangun, dukungan, dan pelaksanaan
kebijaksanaan pendidikan. Kebijakan pendidikan dibuat dan diimplementasikan untuk
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh rakyat. Oleh karena masalah-

4
Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : PT Rineka Cipta. Hlm:150.
5
Mubyarto Et, Al, 1997. Gerakan Nasional Penanggulangan Kemiskinan, Kajian Bersama Pengembangan
Kebijaksanaan, Yogyakarta: Aditya Media. Hlm:35.
6
Munadi, Muhammad. 2008. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengambilan Kebijakan Publik Bidang
Pendidikan Di Kota Surakarta. Jurnal Penelitian Dan Evaluasi Pendidikan, No 2, Tahun Xii. Hlm: 275
7
Isbandi Rukminto Adi. 2007. Perencanaan Partisipator Berbasis Aset Komunitas: Dari Pemikiran
Menuju Penerapan. Depok: Fisif Ui Press. Hlm; 27.
8
Arimbi, Mas, Achmad. 1993. Peran Serta Masyarakat Dalam Pengelolaan Lingkungan, Jakarta: Walhi.
Hlm:1.

3
masalah rakyat yang bermaksud dipecahkan, maka dalam pelaksanaannya memerlukan
dukungan dan partisipasi rakyat karena tingginya partisipasi masyarakat dalam
implementasi kebijakan, dapat dijadikan sebagai indikasi sukses tidaknya kebijakan.
Jenis partisipasi yang disumbangkan masyarakat sangat beragam, seperti: (a)
partisipasi material bagi masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi; (b) partisipasi
pemikiran bagi masyarakat yang memiliki tingkat pemikiran dan wawasan
kependidikan; (c) partisipasi tenaga/fisikal bagi masyarakat awam yang tidak memiliki
kemampuan ekonomi dan pemikiran tetapi memiliki kepedulian dalam membantu
sekolah; dan (d) partisipasi moral dalam bentuk dukungan penuh oleh berbagai lapisan
masyarakat.9
Peran masyarakat tidak hanya dilakukan dengan dukungan yang bersifat materi
saja, tetapi bisa berupa pemikiran, motivasi, serta kerjasama yang terus berjalan melalui
pihak komite sekolah, pemberian bahan material atau dana untuk membangun
pendidikan yang diberikannya dalam forum rapat sekolah (Lukito, 2012).10
Partisipasi masyarakat sebagai bagian yang penting dalam penyelenggaraan
pendidikan nasional memang sudah cukup jelas sebagaimana digariskan dalam Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) pasal 15 yang menyatakan bahwa
pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan
pemerintah, yang berlaku pula dalam hal biaya, maka hal yang perlu mendapat
perhatian kaitannya dengan pelibatan (partisipasi) masyarakat agar sesuai dengan
harapan demi terwujudnya kualitas pendidikan yang tinggi adalah membangun suatu
strategi yang dapat digunakan untuk menumbuh kembangkan partisipsi masyarakat agar
dapat dimanfaatkan secara optimal dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan.11
Dasar hukum bagi pelaksanaan peran serta masyarakat dalam melaksanakan
pendidikan nasional sangat penting mengingat pemerintah tidak akan sanggup
menyelenggarakan pendidikan dengan baik tanpa dukungan dari masyarakat. Oleh
sebab itu, keterlibatan masyarakat dalam pembangunan sektor pendidikan khususnya
dan pembangunan nasional pada umumnya memegang peranan penting.12
Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
disebutkan beberapa peran yang dapat dilakukan oleh masyarakat, pemerintah, dan
pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan, di antaranya sebagai berikut:

9
Wiratno, Budi. 2016. Partisipasi Masyarakat Dalam Pendidikan. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 26,
No.1, Juni, Issn: 1412-3835. Hlm: 29.
10
Suci, Nova Lestari Pakniany DKK. 2020. Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pendidikan.
Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan Vol: 5 No: 3 Bulan Maret. Hlm: 271.
11
Hafiz, Abdul Dan Jumriadi. 2017. Partisipasi Masyarakat Dalam Pendidikan Studi Pada Sekolah
Menengah Kejuruan Yayasan Pendidikan Kejuruan (SMKYPK) Banjarbaru. Jurnal Pendidikan
Kewarganegaraan. Vol 7, No 1, Mei. Hlm: 9
12
Miarso, Yusuf Hadi, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2004. Hlm: 713

4
a. Pasal 6 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa, "Setiap
warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan
pendidikan”.
b. Pasal 8 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwat
“Masyarakat berhak untuk berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi program pendidikan”.
c. Pasal 9 UU Sisdiknas menyebutkan bahwa "Masyarakat wajib memberi
dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”. (USPN, 2003:7).
d. Kewajiban masyarakat antara lain memberikan dukungan dalam
penyelenggaraan pendidikan di sekolah/madrasah berupa ikut berpartisipasi
memberikan sumber daya yang belum dimiliki oleh sekolah/madrasah, yaitu
dapat berupa tenaga, ide (pemikiran), pemberian bantuan buku, alat pendidikan,
dan dana. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 46 ayat (1) yang berbunyi, "Pendanaan pendidikan menjadi tanggung
jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat (USPN,
2003: 20).
Berdasarkan pasal tersebut, dapat diidentifikasikan bahwa sumber pendanaan
pendidikan tidak hanya ditanggung oleh pemerintah (Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah), tetapi ditanggung oleh masyarakat. Dengan demikian, sumber pendanaan
dibiayai secara bersama antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.
Hal ini sesuai dengan undang-undang.
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 54 ayat (1) dan (2) menyebutkan, "Peran serta
masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga,
organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan
dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. Masyarakat dapat berperan serta se bagai
sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan" (USPN, 2003: 23).
Berdasarkan undang-undang tersebut dapat dianalisis bahwa partisipasi masyarakat
dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah/madrasah dapat meliputi perseorangan
ataupun kelompok masyarakat guna meningkatkan mutu pendidikan di
sekolah/madrasah. Selain itu, masyarakat mempunyai peranan penting dalam
penyelenggaraan pendidikan, yaitu sebagai sumber daya manusia yang merupakan input
pendidikan, dan sebagai pelaksana pendidikan, serta merupakan pengguna dari output
pendidikan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal
56 ayat (1) yang berbunyi, "Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan
pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan
melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah (USPN, 2003- 111).
Pada pasal tersebut, jelas bahwa masyarakat dapat berpartisipasi dalam
meningkatkan mutu pendidikan dan membuat perencanaan sampai melakukan evaluasi
program kegiatan pendidikan di sekolah/madrasah melalui organisasi atau wadah,
seperti komite sekolah/madrasah dan dewan pendidikan.

5
Di samping mempunyai kewajiban membiayai pendidikan, masyarakat juga
mempunyai kewajiban untuk memikirkan, memberikan masukan dan membantu
penyelenggaraan pendidikan di sekolah/madrasah.Kewajiban ini perlu dikomunikasikan
secara luas kepada masyarakat agar dipahami bersama seningga partisipasi masyarakat
dalam penyelenggaraan pendidikan semakin besar.
Tujuan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan ditujukan untuk
a. terbentuknya kesadaran masyarakat tentang adanya tanggung jawab bersama dalam
pendidikan;
b. terselenggaranya kerja sama yang saling menguntungkan antara pihak yang
berkepentingan dengan pendidikan;
c. terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam pemanfaatan sumber daya manusia,
sumber daya alam lingkungan), dan sumber daya buatan, seperti dana, fasilitas, dan
peraturan
d. meningkatkan kinerja sekolah/madrasah, yang berarti pula meningkatnya
produktivitas, kesempatan memperoleh pendidikan, keserasian proses dan hasil
pendidikan sesuai dengan kondisi anak didik dan lingkungan, serta komitmen dari
para pelaksana pendidikan.

2. Kebijakan Partisipasi Masyarakat


Dalam Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 1992 BAB III pasal 4 peran serta
partisipasi maysarakat dapat berbentuk:13
a. Pendirian dan penyelenggaraan satuan pendidikan pada jalur pendidikan sekolah
atau jalur pendidikan luar sekolah, pada semua jenis pendidikan kecuali pendidikan
kedinasan, dan pada semua jenjang pendidikan di jalur pendidikan sekolah;
b. Pengadaan dan pemberian bantuan tenaga kependidikan untuk melaksanakan atau
membantu melaksanakan pengajaran, pembimbingan dan pelatihan peserta didik;
c. Pengadaan dan pemberian bantuan tenaga ahli untuk membantu pelaksanaan
kegiatan belajar-mengajar atau penelitian dan pengembangan;
d. Pengadaan dan penyelenggaraan program pendidikan yang belum diadakan atau
diselenggarakan oleh pemerintah untuk menunjang pendidikan nasional;
e. Pengadaan dana dan pemberian bantuan yang dapat berupa wakaf, hibah,
sumbangan, pinjaman, beasiswa, dan bentuk lain yang sejenis;
f. Pengadaan dan pemberian bantuan ruangan, gedung, dan tanah untuk melaksanakan
kegiatan belajar-mengajar;
g. Pengadaan dan pemberian bantuan buku pelajaran dan peralatan pendidikan untuk
melaksanakan kegiatan belajar-mengajar;
h. Pemberian kesempatan untuk magang atau latihan kerja;
i. Pemberian bantuan manajemen bagi penyelenggaraan satuan pendidikan dan
pengembangan pendidikan nasional;
13
Imron, Ali. 2008. Kebijakan Pendidikan di Indonesia. Jakarta:Bumi Aksara. Hlm: 79

6
j. Pemberian pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan penentuan
kebijaksanaan dan penyelenggaraan pengembangan pendidikan;
k. Pemberian bantuan dan kerjasama dalam kegiatan penelitian dan pengembangan;
dan
l. Keikutsertaan dalam program pendidikan atau penelitian yang diselenggarakan oleh
pemerintah di dalam atau di luar negeri.

3. Subtansi kebijkan partisipasi masyarakat


Peran serta masyarakat itu lebih tegas disebutkan dalam Keputusan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002, tentang Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah.14 Baik Dewan Pendidikan maupun Komite Sekolah, mereka berperan sebagai:

a. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan


kebijakan pendidikan;
b. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun
tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan;
c. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas
penyelenggaraan dan keluaran pendidikan;
d. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(legislatif) dengan masyarakat.

B. Urgensi Partisipasi Masyarakat Dalam Kebijakan Pendidikan


Pentingnya pengambilan keputusan dalam organisasi sekolah dan perencanaan
pendidikan di sekolah tentunya akan menentukan arah tujuan pendidikan disekolah,
yang akan memberikan dampak pada kemajuan dan keberhasilan sekolah dalam
melaksanakan tugas mulianya untuk mencetak generasi penerus bangsa yang sesuai
dengan harapan bangsa dan negara serta sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.15
Urgensi partisipasi masyarakat dalam kebijakan pendidikan, diantaranya :
1. Kebijakan Pendidikan Sebagai Bagian Dari Perangkat Untuk Menjalankan
Pemerintahan16
Di negara yang menjunjung tinggi demokrasi, diyakini bahwa pemerintahan dibuat
dari, oleh dan untuk rakyat. Kebijakan-kebijakan negaranya termasuk kebijakan
pendidikannya, sebagai bagian dari perangkat untuk menjalankan pemerintahan di
negara tersebut, juga berasal dari, oleh dan untuk rakyat. Karena itu, partisipasi
masyarakat dalam kebijakan pendidikan bukanlah jargon baru lagi.

14
Hadiyanto. 2004. Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di Indonesia. Jakarta:Rineka
Cipta. Hlm: 86
15
Raisin, Muchlis DKK. 2016. Pengembangan Partisipasi Masyarakat Dalam Pengambilan Keputusan Dan
Perencanaan Pendidikan Di Madrasah Aliyah Hidayatul Muhsinin Labulia Kecamatan Honggat
Kabupaten Lombik Tengan. Jurnal Ilmiah Profesi Pendidikan. Vol, 1. No 1 Mei. Hlm:79.
16
Rusdiana, Ahmad. 2015. Kebijakan Pendidikan Dari Filosofi Ke Implmentasi. Bandung: Pustaka Setia.
Hlm: 117

7
2. Kebijakan Pendidikan Berfungsi Untuk Memecahkan Masalah
Selain alasan demokrasi, kebijakan pendidikan tersebut secara kongkrit
dimaksudkan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh rakyat di bidang
pendidikan. Rakyat lebih banyak tahu mengenai masalah mereka sendiri, dan bahkan
juga banyak mengetahui bagaimana cara memecahkannya. Maka, keterlibatan dan
partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan tersebut, justru memperkukuh
pelaksanaan kebijakan yang dilakukan oleh pelaksana formal.
3. Partisipasi masyarakat merupakan bagian dari objek pembangunan
Pembangunan yang dilakukan oleh negara termasuk salah satu wujud dari
implementasi kebijaksanaan yang diformulasikan. Yang dibangun tersebut, tidak hanya
masalah fisik dan mental, melainkan juga sekaligus pembangunan partisipasi
masyarakat. Partisipasi masyarakat, dengan demikian termasuk bagian atau objek dari
pembangunan itu sendiri.
4. Masyarakat sebagai modal dasar pembangunan
Masyarakat yang dipandang sebagai modal dasar pembangunan, yang jika
digalakkan akan besar sumbangannya terhadap pembangunan yang digalakkan.
Keterlibatan mereka dalam melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan negara,
termasuk kebijaksanaan pendidikannya, adalah manifestasi dari pemanfaatan dan
pendayagunaan modal dasar pembangunan.
5. Kebijakan dianggap masyarakat sebagai miliknya
Keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan, tidak saja sekedar
dipandang sebagai loyalitas rakyat atas pemerintahannya, melainkan yang juga tak
kalah penting adalah kebijaksanaan tersebut hendaknya dianggap oleh masyarakat
sebagai miliknya. Dengan adanya perasaan memiliki terhadap kebijaksanaan-
kebijaksanaan, masyarakat akan semakin banyak sumbangannya dalam pelaksanaan-
pelaksanaan kebijaksanaan, termasuk kebijaksanaan pendidikannya.

C. Pengelolaan Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan


Pengelolaan partisipasi masyarakat diawali dengan kegiatan perencanaan,
implementasi, monitoring dan evaluasi.
Tahap perencanaan dilakukan terhadap kebutuhan baik lembaga pendidikan
maupun masyarakat, selanjutnya membuat perencanaan berdasarkan atas kebutuhan
yang diperlukan untuk mengetahui potensi-potensi yang dimiliki menyusun alternatif
program kegiatan. Kegiatan yang bermanfaat yang menunjang pendidikan, misalnya
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, nilai-nilai spiritualitas keagamaan, identifikasi
kebutuhan masyarakat dapat dilihat mereka memilih lembaga pendidikan, yang pada
dasarnya oleh alasan teologis, akademik, sosiologi, filosofi dan ekonomi. Berdasarkan
kebutuhan masyarakat tersebut kedua lembaga ini berusaha meresponnya dengan
memberikan pelayanan maksimal dan bersama-sama dengan masyarakat melalui wadah
komite sekolah melakukan inovasi sesuai dengan tuntutan masyarakat.

8
Pada tahap implementasi disusunlah cara/kiat yang dilakukan dengan kecermatan,
kejelian khusus keseriusan dari semua pihak para pengelola. Di antara implementasi
pelaksanaan partisipasi masyarakat adalah tercerminnya kerja sama yang baik antara
kepala sekolah, guru dan majelis madrasah/ komite dan masyarakat umum. Kepala
sekolah bersama dewan guru dan karyawan melaksa- nakan program pendidikan,
sementara masyarakat mem-back up kegiatan tersebut. Majelis sekolah sebagai mitra
kerja ikut berpartisipasi dalam menyusun dan melaksanakan program, partisipasi dalam
menghimpun sumber-sumber daya dan dana, melakukan hubungan kerja sama dengan
masyarakat, LSM dan instansi pemerintah dan non pemerintah serta perguruan tinggi
dan akademisi.
Pada tahap pemantauan (monitoring) dan evaluasi dilakukan pada saat
berlangsungnya dan setelah kegiatan yang bertujuan untuk melihat dan mengkaji
progress keberhasilan program dan memberikan feedback terhadap pelaksana kegiatan.
Pada tahap ini dilakukan pengawasan dan akuntabilitas pelaksanaan kegiatan. Pada saat
ini pertanggungjawaban bisa dilakukan dengan melalui berbagai pertemuan dan rapat
dengan BP3 atau masyarakat dan membeberkan secara terbuka semua persoalan
sekolah. Persoalan yang diaudit dan dipertanggungjawabkan sekolah kepada masyarakat
adalah: kinerja guru, perilaku guru, pelaksanaan rencana sekolah, kesejahteraan guru,
pelaksanaan pembelajaran, kekurangan tenaga pengajar, keadaan fisik gedung,
keuangan sekolah, keuangan BP3/majelis sekolah.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan sekolah atau lembaga pendidikan agar
partisipasi masyarakat dalam dunia pendidikan semakin baik, antara lain:
a. Menjalin Komunikasi yang Efektif dengan Orang Tua dan Masyarakat.
Partisipasi orang tua dan masyarakat akan tumbuh jika orang tua dan masyarakat
juga merasakan manfaat dari keikutsertaannya dalam program sekolah. Manfaat
dapat diartikan luas, termasuk rasa diperhatikan dan rasa puas karena dapat
menyumbangkan kemampuannya bagi kepentingan sekolah. Jadi prinsip
menumbuhkan hubungan dengan masyarakat adalah saling memberikan kepuasan.
Salah satu jalan penting untuk membina hubungan dengan masyarakat adalah
menetapkan komunikasi yang efektif.
b. Melibatkan Masyarakat dan Orang Tua dalam Program Sekolah
Di sini sekolah harus memperkenalkan program dan kegiatan sekolah kepada
masyarakat. Agar masyarakat lebih mengenal dan dapat membantu program
tersebut. Selain itu, hal ini dilakukan agar hubungan masyarakat dan sekolah
menjadi erat. Diharapkan juga masyarakat dan sekolah mengadakan kerjasama
dalam hari-hari besar agama. Selain itu juga, sekolah perlu memberi tahu
masyarakat tentang program unggulan sekolah agar menarik minat masyarakat.
c. Mengundang masyarakat dalam rapat tahunan sekolah
Masyarakat perlu terus melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap
penyelenggaraan pendidikan. Dalam hal ini tentu sekolah harus transparan dalam

9
hal kurikulum pembelajaran sekolah dan juga tentang biaya penyelenggaraan
sekolah. Hal ini dimaksudkan agar orang tua tidak hanya menerima informasi dari
sekolah. Tetapi masyarakat juga bisa memberikan informasi yang berkaitan dengan
peserta didik agar pendidikan dapat berjalan dengan lancar. Selain itu, sekolah juga
dapat melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan yang berkenaan
dengan kebutuhan operasional maupun non operasional sekolah. Di forum ini
masyarakat dan sekolah saling bertukar pikiran, mengeluarkan ide atau gagasan dan
juga menyampaikan permasalahan yang dihadapi baik oleh orang tua murid
ataupun sekolah. Jadi sekolah dan masyarakat dapat saling bahu-membahu dalam
mengembangkan pendidikan. 17

D. Problematika Partisipasi Masyarakat Dalam Kebijakan Pendidikan


Ada beberapa penyebab mengapa masyarakat enggan atau tidak mau berpartisipasi
dalam kebijakan yang digulirkan. Penyebab-penyebab tersebut adalah:
1. Jika kebijaksanaan tersebut bertentangan dengan tata nilai dan tata norma yang
dijunjung tinggi oleh masyarakat.
2. Kurang mengikatnya kebijaksanaan tersebut kepada masyarakat. Ada
kebijaksanaan yang sangat mengikat dan kebijaksanaan yang begitu mengikat.
Kebijaksanaan yang sangat mengikat umumnya memberlakukan sanksi yang jelas
bahkan bisa menjadi penyebab yang menerima sanksi dianggap mempunyai cacat
sosial; sedangkan kebijaksanaan yang tidak demikian mengikat umumnya tidak
demikian dipatuhi dan tidak menjadikan penyebab cacat sosial bagi pelanggarnya.
3. Adanya ketidakpastian hukum baik bagi mereka yang berpartisipasi aktif maupun
bagi mereka yang tidak berpartisipasi.
4. Jika kebijaksanaan tersebut terlalu ambisius dan ideal, sehingga oleh masyarakat
dianggap tidak realitis. Hal demikian bisa menjadikan penyebab masyarakat enggan
berpartisipasi, karena mereka tidak yakin bahwa partisipasi mereka membawa hasil.
5. Adanya anggota masyarakat yang memang sengaja tidak berpartisipasi disebabkan
alasan-alasan untuk mencari untung secara tepat. Padahal, keuntungan tersebut baru
didapat, jika ia melanggar ketentuan yang berlaku dalam kebijaksanaan. Anggota
masyarakat tersebut cenderung tidak mau berpartisipasi dalam kebijaksanaan yang
digulirkan.
6. Rumusan kebijaksanaan tidak jelas dan mungkin antara rumusan satunya dengan
yang lain kelihatan bertentangan, lebih-lebih partisipasi aktif yang dilandasi oleh
kesadaran yang dalam.

17
Normina. 2016. Jurnal Partisipasi Masyarakat Dalam Pendidikan. Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah Xi
Kalimantan Vol 14 No 26 Oktober. Hlm 74

10
Sedangkan menurut sitti hal yang menyebabkan partisipasi masyarakat Indonesia
terhadap pendidikan masih rendah antara lain : 18
1. Kondisi sosial, kultural, geografis masyarakat Indonesia,
2. Ketidak berdayaan financial masyarakat dalam hal pembiayaan, dan
3. Pembuatan kebijakan yang kurang memperhatikan kondisi lapangan.

E. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Partisipasi Masyarakat dalam


Pendidikan
Masyarakat pada dasarnya cenderung berpartisipasi dalam pembangunan
pendidikan, tetapi di sisi lain tidak mudah untuk mengajak masyarakat berpartisipasi.
Hambatan yang dialami oleh sekolah untuk mengajak partisipasi masyarakat dalam
perbaikan mutu pendidikan membuktikan, belum sepenuhnya disadari sebagai tanggung
jawab bersama. Realitas tersebut menguatkan asumsi sepenuhnya bahwa partisipasi
tidak mudah diwujudkan, karena ada hambatan yang bersumber dari pemerintah dan
masyarakat.
1. Faktor-faktor Penghambat Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan
a. Dari pihak pemerintah
faktor yang menghambat partisipasi masyarakat dalam pendidikan, diantaranya
adalah :
a) Lemahnya komitmen politik para pengambil keputusan di daerah untuk
secara sungguh-sungguh melibatkan masyarakat dalam pengambilan
keputusan yang menyangkut pelayanan publik.
b) Lemahnya dukungan SDM yang dapat diandalkan untuk
mengimplementasikan strategi peningkatan partisipasi masyarakat dalam
pelayanan publik.
c) Rendahnya kemampuan lembaga legislative dalam mengaktualisasikan
kepentingan masyarakat.
d) Lemahnya dukungan anggaran, karena kegiatan partisipasi public sering kali
hanya dilihat sebagai proyek, maka pemerintah tidak menjalankan dana
secara berkelanjutan.
b. Dari pihak masyarakat
faktor penghambat partisipasi dalam pendidikan muncul karena beberapa hal,
antara lain:
a) Budaya paternalism yang dianut oleh masyarakat menyulitkan untuk
melakukan diskusi secara terbuka.
b) Apatisme karena selama ini masyarakat jarang dilibatkan dalam pembuatan
keputusan oleh pemerintah daerah.
c) Tidak adanya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

18
Roskina,Sitti Mas. Partisipasi Masyarakat Dan Orang Tua Dalam Penyelengaraan Pendidikan. Jurnal
El-Hikmah Fakultas Tarbiyah Uin Malang. Hlm: 185

11
d) Hambatan kultural, yaitu masih adanya sebagian masyarakat yang
menganggap bahwa pendidikan formal bertentangan dengan adat mereka,
misalnya saja pada masyarakat Samin yang menganggap bahwa orang yang
pintar hanya akan membuat orang membodohi orang lain.
e) Hambatan geografis, misalnya jauhnya lokasi sekolah yang diikuti oleh
tidak adanya fasilitas transportasi dan akses jalan yang mendukung untuk
mencapai sekolah.
f) Mahalnya biaya pendidikan, terutama pada pendidikan tingkat atas dan
perguruan tinggi.

2. Faktor yang mendorong partisipasi masyarakat dalam pendidikan, antara lain:

a) Pola pikir masyarakat yang semakin maju yang menganggap pendidikan sangat
penting dan menganggap pendidikan sebagai salah satu jalan untuk
memudahkan mereka dalam mencari pekerjaan.
b) Adanya stratifikasi sosial yang menempat- kan tingkat pendidikan tertentu
sebagai sebuah prestise dan salah satu penentu status sosial pada suatu
masyarakat.
c) Pandangan masyarakat bahwa pendidikan sebagai salah satu cara untuk
merubah nasib menjadi lebih baik.
d) Fasilitas dan akses menuju sarana pendidik- an yang memadai, misalnya saja
sudah banyak sekolah yang berada di pelosok desa yang mudah dijangkau oleh
masyarakat yang tinggal di daerah terpencil.
e) Sosialisasi tentang pentingnya pendidikan yang terus dilakukan untuk
meningkatkan derajat kehidupan masyarakat.
f) Adanya program wajib belajar 9 tahun dari pemerintah.
g) Adanya sekolah kejuruan yang membentuk siswa siap kerja setelah lulus, dan
siswa juga bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
h) Program Biaya Operasional Sekolah (BOS), yang membantu meringankan
biaya pendi- dikan pada tingkat pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga
sekolah menengah pertama.
i) Pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan sehingga semua lapisan
masyarakat sekarang ini sudah bisa mengakses pendidikan, bukan hanya dari
golongan masyarakat saja yang bisa mengakses pendidikan. Pemerataan
pendidikan diharapkan dapat memberikan kesempatan yang sama dalam
memperoleh pendidikan bagi semua usia sekolah. Strategi ini perlu mendapat
prioritas karena ternyata banyak anak-anak di Indonesia, terutama di pedesaan
masih banyak yang belum mengenyam pendidikan, terutama di tingkat SLTP.
Pemerataan kesempatan berarti setiap warga negara memiliki kesempatan yang
sama untuk memperoleh pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam UUD
1945 pasal 31 yang berbunyi” Tiap-tiap warga negara berhak mendapat

12
pengajaran”. Begitu pula dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang tidak membedakan warga negara menurut jenis
kelamin, status sosial ekonomi, agama, dan lokasi geografis.
j) Aksebilitas artinya setiap orang tanpa membedakan asal usulnya memiliki
akses (kesempatan masuk) yang sama ke dalam pendidikan pada semua jenis,
jenjang, maupun jalur pendidikan. Adapun yang dimaksud dengan keadilan di
sini adalah perbedaan perlakuan pada peserta didik sesuai dengan kondisi
internal dan eksternal. Secara moral-etis adalah adil dan wajar apabila peserta
didik diperlakukan menurut kemampuan, bakat dan minatnya.
k) Persepsi orangtua tentang pendidikan, Persepsi orangtua terhadap pendidikan
akan mempengaruhi aspirasi. Artinya, kemam- puan orangtua dalam melihat
pentingnya pendidikan akan berpengaruh pada harapan dan tujuan untuk
keberhasilan pada masa yang akan datang. Yang dimaksud aspirasi di sini
adalah keinginan, harapan, atau cita- cita orangtua terhadap tingkat pencapaian
pendidikan anak-anaknya.
Faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu program juga dapat
berasal dari unsur luar/lingkungan. Menurut Holil ada 4 poin yang dapat mempengaruhi
partisipasi masyarakat yang berasal dari luar/lingkungan, yaitu: 19
a) Komunikasi yang intensif antara sesama warga masyarakat, antara warga
masyarakat dengan pimpinannya serta antara sistem sosial di dalam masyarakat
dengan sistem di luarnya;
b) Iklim sosial, ekonomi, politik dan budaya, baik dalam kehidupan keluarga,
pergaulan, permainan, sekolah maupun masyarakat dan bangsa yang
menguntungkan bagi serta mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi
masyarakat;
c) Kesempatan untuk berpartisipasi. Keadaan lingkungan serta proses dan struktur
sosial, sistem nilai dan norma-norma yang memungkinkan dan mendorong
terjadinya partisipasi sosial;
d) Kebebasan untuk berprakarsa dan berkreasi. Lingkungan di dalam keluarga
masyarakat atau lingkungan politik, sosial, budaya yang memungkinkan dan
mendorong timbul dan berkembangnya prakarsa, gagasan, perseorangan atau
kelompok.

F. Upaya Meningkatkan Masyarakat Dalam Kebijakan Pendidikan.


Partisipasi orang tua merupakan keterlibatan secara nyata dalam suatu kegiatan,
partisipasi ini biasa berupa gagasan, kritik membangun, dukungan dan pelaksanaan
pendidikan. Dalam konteks MBS, partisipasi orang tua dan masyarakat sangat penting
dalam pendidikan dan kemajuan sekolah/madrasah, karena sekolah/madrasah
merupakan patner orang tua dalam mengantarkan cita-cita dan membentuk pribadi
19
Holil, Soelaimam. 1980. Partisipasi Sosial dalam Usaha Kesejahteraan Sosial. Bandung. Hlm:10.

13
peserta didik. Oleh karena itu ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk
menggalang partisipasi orang tua dan masyarakat, yaitu:
1. Melibatkan orang tua dan masyarakat secara proposional dan professional dalam
mengembangkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program
sekolah/madrasah.
2. Menjalin komunikasi secara intensif. Secara proaktif sekolah/madrasah
menghubungi orang tua peserta didik dengan cara sebagai berikut:
a. Mengucapkan selamat datang dan bergabung dengan sekolah/madrasah, dewan
pendidikan, serta komite sekolah/madrasah bagi orang tua peserta didik baru.
b. Mengadakan rapat secara rutin dengan orang tua dan masyarakat, sehingga rapat
dapat efektif.
c. Mengirim berita tentang semua kegiatan yang berhubungan dengan
sekolah/madrasah secara periodik, sehingga sekolah/madrasah mengetahui
program dan perkembangan sekolah/madrasah.
d. Mengundang orang tua dalam rangka mengembangkan kreatifitas dan prestasi
peserta didik.
e. Mengadakan kunjungan rumah untuk memecahkan masalah dan
mengembangkan pribadi peserta didik.
f. Mengadakan pembagian tugas dan tanggung jawab antara sekolah/madrasah
dengan orang tua dalam pembinaan pribadi peserta didik:
a) Melibatkan orang tua dalam berbagai program kegiatan di sekolah/madrasah
yang bersifat sosial kemasyarakatan, seperti bakti sosial, perpisahan,
peringatan hari besar nasional, keagamaan, dan pentas seni.
b) Melibatkan orang tua dalam mengambil berbagai keputusan, agar mereka
merasa bertanggung jawab untuk melaksanakannya.
c) Mendorong guru untuk mendayagunakan orang tua sebagai sumber belajar
dan menunjang keberhasilan belajar peserta didik.20
Ada beberapa juga upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:21
1. Menawarkan sanksi atas masyarakat yang tidak mau berpartisipasi. Sanksi
demikian dapat berupa hukuman, denda, dan karugian-kerugian yang harus diderita
oleh si pelanggar.
2. Menawarkan hadiah kepada mereka yang mau berpartisipasi. Hadiah yang
demikian berdasarkan kuantitas dan tingkatan atau derajat partisipasinya.
3. Melakukan persuasi kepada masyarakat dalam kebijaksanaan yang dilalaksanakan,
justru akan menguntungkan masyarakat sendiri, baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang.

20
Rusdiana, A. 2010. Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah . Laporan
Penelitian. Bandung. Hlm: 27
21
Sam M. Chan Dan Tuti. 2005. Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: Raja Grafindo
Persada. Hlm:118.

14
4. Menghimbau masyarakat untun turut berpartisipasi melalui serangkaian kegiatan.
5. Mengaitkan partisipasi masyarakat dengan layanan birokrasi yang lebih baik.
6. Menggunakan tokoh-tokoh kunci masyarakat yang mempunyai khalayak banyak
untuk ikut serta dalam kebijaksanaan, agar masyarakat kebanyakan yang menjadi
pengikutnya juga sekaligus ikut serta dalam kebijaksanaan yangdiimplementasika.
7. Mengaitkan keikutsertaan masyarakat dalam implementasi kebijaksanaan dengan
kepentingan mereka. Masyarakat memang perlu diyakini, bahwa ada banyak
kepentingan mereka yang terlayani dengan baik, jika mereka berpartisipasi dalam
kebijaksanaan.
8. Menyadari masyarakat untuk ikut berpartisipasi terhadap kebijaksanaan yangtelah
ditetapkan secara sah tersebut, adalah salah satu dari wujud pelaksanaan dan
perwujudan aspirasi masyarakat.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Partisipasi masyarakat sebagai proses komunikasi dua arah yang terus menerus
dapat diartikan bahwa partisipasi masyarakat merupakan komunikasi antara pihak
pemerintah sebagai pemegang kebijakan dan masyarakat di pihak lain sebagai pihak
yang merasakan langsung dampak dari kebijakan tersebut.
Akhirnya dapatlah disadari bahwa partisipasi masyarakat bagi keberhasilan
kebijakan pendidikan menduduki posisi yang strategis, karena masyarakat pada
dasarnya merupakan stakeholders pendidikan yang paling utama. Dengan demikian
sangatlah tepat, jika masyarakat mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya dalam
pengambilan keputusan untuk berbagai persoalan yang penting dalam proses
pendidikan. Atas dasar pengertian ini, maka otonomi pendidikan pada dasarnya
memungkinkan terciptanya keyakinan bahwa pendidikan itu dari, oleh, dan untuk
masyarakat.

16
DAFTAR PUSTAKA

Arimbi, Mas, Achmad. 1993. Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan,
Jakarta: Walhi.

Hadiyanto. 2004. Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di Indonesia.


Jakarta:Rineka Cipta.

Hafiz, Abdul Dan Jumriadi. 2017. Partisipasi Masyarakat Dalam Pendidikan Studi
Pada Sekolah Menengah Kejuruan Yayasan Pendidikan Kejuruan (SMKYPK)
Banjarbaru. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan. Vol 7. No 1 Mei.

Haryono & Hardjono. 2014. Peningkatan Partisipasi Masyarakat Untuk Mewujudkan


Pendidikan Berkualitas. Jurnal Abdimas Vol. 18 No. 1, Juni.

Holil, Soelaimam. 1980. Partisipasi Sosial dalam Usaha Kesejahteraan Sosial.


Bandung.

Imron, Ali. 2008. Kebijakan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Isbandi, Rukminto Adi. 2007. Perencanaan Partisipator Berbasis Aset Komunitas:


Dari Pemikiran Menuju Penerapan. Depok: Fisif Ui Press.

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Miarso, Yusuf hadi. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.

Mubyarto et, al, 1997. Gerakan Nasional Penanggulangan Kemiskinan, Kajian


Bersama Pengembangan Kebijaksanaan, Yogyakarta: Aditya Media.

Munadi, Muhammad. 2008. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengambilan Kebijakan


Publik Bidang Pendidikan Di Kota Surakarta. Jurnal Penelitian Dan Evaluasi
Pendidikan, No 2, Tahun XII.

Normina. 2016. Partisipasi Masyarakat Dalam Pendidikan. Ittihad Jurnal Kopertais


Wilayah Xi Kalimantan Vol 14 No 26 Oktober.

Nurmansyah, Gunsu, dkk. 2019. Pengantar antropologi: sebuah khtisar mengenal


antropologi. Bandar lampung: CV. Anugrah Utama Raharja.

Raisin, Muchlis DKK. 2016. Pengembangan Partisipasi Masyarakat Dalam


Pengambilan Keputusan Dan Perencanaan Pendidikan Di Madrasah Aliyah
Hidayatul Muhsinin Labulia Kecamatan Honggat Kabupaten Lombik Tengan.
Jurnal Ilmiah Profesi Pendidikan. Vol, 1. No 1 Mei.
Roskina,Sitti Mas. Partisipasi Masyarakat Dan Orang Tua Dalam Penyelengaraan
Pendidikan. Jurnal El-Hikmah Fakultas Tarbiyah Uin Malang.

Rusdiana, Ahmad. 2015. Kebijakan Pendidikan Dari Filosofi Ke Implmentasi.


Bandung: Pustaka Setia.

Rusdiana, A. 2010. Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Manajemen Berbasis


Sekolah . Laporan Penelitian. Bandung

Sam M. Chan Dan Tuti. 2005. Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.

Samsiah dkk. 2018. Partisipasi Masyarakat dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di


Madrasah Ibtidaiyah Maroanging Kabupaten Bulukumba. Journal of Islamic
Education Management, Vol. 4 No. 2 ISSN: 2461-0674. Desember.

Suci, Nova Lestari Pakniany DKK. 2020. Peran Serta Masyarakat Dalam
Penyelenggaraan Pendidikan. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan
Pengembangan Vol: 5 No: 3 Maret.

Wiratno, Budi. 2016. Partisipasi Masyarakat Dalam Pendidikan. Jurnal Pendidikan Ilmu
Sosial, Vol 26, No.1, Juni, Issn: 1412-3835.

Anda mungkin juga menyukai