Anda di halaman 1dari 17

Mata Kuliah :

Dosen : Hj. Waode Aliah, SKM., M.Kes

METODE PRA (PARTICIPATORY RURAL APPRAISAL)


DALAM PERLIBATAN DAN PERKEMBANGAN MASYARAKAT

OLEH :

KELOMPOK 1

SRI DARMAYANINGSIH A1B119001


NURAISYAH MARSUKI A1B119003
AMALIA ANGGRAENI A. ASRUL A1B119004
MAHYA UL FAHRI A1B119006
NOER INDAH LESTARI KADIR A1B119007
AGNES AORIEL NATALIA A1B119008
ADE PUTRI RAHMAH A1B119009

PROGRAM STUDI D4 KEBIDANAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT., karena atas berkat-Nya-lah sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang “Metode Pra (Participatory Rural
Appraisal) Dalam Perlibatan Dan Perkembangan Masyarakat”.
Maka dari itu kami berharap agar makalah ini dapat diterima dengan baik dan
memiliki manfaat yang besar baik untuk mahasiswa maupun dosen di kampus untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.Tidak lupa juga
kami ucapkan terima kasih kepada dosen yang telah membimbing dan memberi saran kepada
kami sehingga makalah ini dapat selesai sesuai dengan yang kami inginkan.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, Mei 2020

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 1

BAB II PEMBAHASAN 2
2.1 Definisi Metode PRA (participatory rural appraisal) 2
2.1.1 Konsep Partisipatif dalam Pemgembangan Masyarakat 2
2.1.2 Tujuan Penerapan PRA 3
2.1.3 Prinsip Dasar PRA 3
2.1.4 Siklus dan Tahapan Pendekatan PRA 5
2.1.5 Faktor-Faktor Partisipatif Dalam Masyarakat 6
2.2 Metode Metode PRA (Participatory Rural Appraisal) Dalam Pengembangan
Masyarakat 8

BAB III PENUTUP 13


3.1 Kesimpulan 13
3.2 Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 14

1
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengembangan masyarakat perlu adanya partisipasi masyarakat untuk mendukung
kegiatan-kegiatan masyarakat baik partisipasi material maupun tenaga. Partisipasi masyarakat
sangat dibutuhkan untuk kesejahteraan masyarakat yang selama ini masih kurang. Partisipasi
juga dituntut agar masyarakat bisa bertanggung jawab dengan kondisi lingkungannya.
Bahkan mengubah pola pikir atau kesadaran dari dalam diri masyarakat.
Pada sisi lain cepatnya laju pembangunan global yang tidak seimbang dengan
kesigapan para aktor pembangunan di negeri ini menyebabkan tertinggalnya Indonesia dalam
berbagai aspek, meskipun sumber daya yang ada jumlahnya cukup melimpah. Disamping itu,
masyarakat yang semakin kritis dan semakin kompleks permasalahannya membutuhkan
pelayanan yang semakin baik, terarah, terpadu dan yang terpenting adalah bagaimana
memberdayakan masyarakat dengan segala potensi dan permasalahan yang dihadapinya.
Meningkatnya sumber daya manusia dilihat dari partisipasi keaktifan masyarakat
dalam berpendapat, memberikan tenaga serta kemampuan untuk berfikir.Namun perlu
diperhatikan bahwa metode-metode partisipatif dalam pengembangan masyarakat menuntun
masyarakat supaya mandiri tanpa perlu diarahakan pemerintah ataupun agen perubahan.
Dengan adanya metode ini diharapkan masyarakat mengaplikasikan metode ini sesuai
terencana dan berurutan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Menjelaskan definisi metode PRA (participatory rural appraisal)?
2. Menjelaskan metode metode PRA (participatory rural appraisal) dalam
pengembangan masyarakat?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi metode PRA (participatory rural appraisal)
2. Untuk mengetahui metode metode PRA (participatory rural appraisal) dalam
pengembangan masyarakat

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Metode PRA (participatory rural appraisal)
PRA adalah suatu metode pendekatan untuk mempelajari kondisi dan kehidupan
pedesaan dari,dengan dan oleh masyarakat dese. Atau dengan kata lain dapat disebut sebagai
kelompok metode pendekatan yang memungkinkan masyarakat desa untuk saling berbagi,
maningkatkan dan menganalisis pengetahuan mereka tentang kondisi dan kehidupan desa,
membuat rencana dan bertindak (Chambers 1995).
Istilah PRA sebenarnya sudah cukup lama diterapkan di Indonesia, namun bagi
beberapa kalangan tampaknya masih belum familiar. Mungkin karena banyaknya model
pendekatan pengkajian perencanaan yang digunakan. Kalimat Participatory Rural Appraisal
sama saja artinya dengan “Pemahaman Kondisi Pedesaan Secara Partisipatif”, yakni
merupakan pendekatan dalam merumuskan perencanaan dan kebijakan di wilayah pedesaan
dengan cara melibatkan masyarakat seefektif mungkin, (Chambers dalam Moeliono dan
Rianingsih, 1996).
Faktor penentu (impact point) keberhasilan dalam proses pembangunan tergantung
pada unsur manusianya, dalam arti manusia terlibat aktif dalam proses perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan hingga menikmati hasil pembangunan tersebut. Dengan pendekatan
PRA ini, diharapkan sebagian besar penduduk Indonesia yang sebagian besar berada di
wilayah pedesaan, mampui menjadikan pendekatan ini sebagai peluang untuk melibatkan
masyarakat, serta dapat dicapainya kesesuaian dan ketepatgunaan program bagi masyarakat
sehingga keberlanjutan program lebih terjamin. Pada intinya PRA adalah merupakan
pendekatan yang memungkinkan masyarakat desa untuk saling berbagi, meningkatkan, dan
menganalisis pengetahuan mereka tentang kondisi dan kehidupan desa, serta membuat
rencana dan tindakan secara partisipatif (Chambers dalam Djohani, Rianingsih, 1996).
2.1.1 Konsep Partisipatif dalam Pemgembangan Masyarakat
Partisipasi sebagai suatu konsep dalam pengembangan masyarakat yang digunakan
secara umum dan luas. Pengembangan masyarakat lebih memaksimalkan partisipasi dengan
tujuan masyarakat terlibat aktif dalam proses kegiatan masyarakat. Partisipasi masyarakat
aktif akan lebih melibatkan kesadaran mereka karena sesuai dengan pendapat dari masyarakat
itu sendiri. Untuk memperoleh partisipasi masyarakat perlu upaya penyadaran yang terus-
menerus.
Menurut Janssen dalam Rasyad & Suparna (2003:39) bahwa “Penyadaran dapat
dilaksanakan dengan baik dalam fase motivasi, analisis situasi, penggambaran situasi, studi

2
3
kelayakan, penyusunan program, acara latihan, proyek teladan, hubungan kemasyarakatan,
pelaksanaan dan pemeliharaan, serta penilaian program yang dilaksanakan”.
Partisipasi harus sesuai dengan kemampuan masyarakat dalam melaksanakan suatu
kegiatan pengembangan untuk mencapai tujuan serta meningkatkan kesejahteraan
masyarakat (Paul dalam Ife & Tesoriero, 2014:297). Partisipasi bukanlah sekedar hasil
melainkan suatu proses dalam potensi untuk berkontribusi pada perubahan penting di setiap
aspek. Partisipasi merupakan keikutsertaan seseorang atau kelompok pada kegiatan
persiapan, pelaksanaan, maupun tindak lanjut pengembangan masyarakat setempat.
Keikutsertaan terjadi akibat terjadinya interaksi sosial antara individu, kelompok
maupun masyarakat dengan masyarakat yang memiliki keterlibatan terhadap usaha
pengembangan (Raharjo dalam Theresia, dkk, 2014:196). Hal ini dapat dijelaskan secara rinci
dalam buku Rasyad & Suparan (2003:36) bahwa “Partisipasi warga dalam pengembangan
masyarakat dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu partisipasi perorangan, partisipasi kelompok,
dan partisipasi seluruh masyarakat”.
Partisipasi warga dalam pengembangan masyarakat dibedakan dalam tiga bentuk,
yaitu partisipasi perorangan, partisipasi kelompok, dan partisipasi seluruh
masyarakat.Partisipasi perorangan merupakan keikutsertaan seseorang aktif membantu
kegiatan yang dilaksanakan.Partisipasi kelompok merupakan keikutsertaan kelompok-
kelompok sosial dalam pengembangan masyarakat baik kelompok keluarga, kelompok
wanita dan sejenisnya.Kelompok masyarakat merupakan keikutsertaan masyarakat desa
dalam dalam kegiatan pengembangan masyarakat.
Menurut pendapat saya partisipasi merupakan keikutsertaan perorangan, kelompok
maupun masyarakat dalam proses pelaksanaan usaha pengembangan masyarakat baik dalam
bentuk partisipasi material, berupa uang, pendapat, pikiran dan partisipasi tenaga, berupa
memberikan perbaikan untuk pengembangan desa secara langsung.
2.1.2 Tujuan Penerapan PRA
Tujuan penerapan metode/pendekatan PRA adalah untuk memberikan dukungan yang
efektif dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemberdayaan
masyarakat secara berkelanjutan dengan berwawasan lingkungan serta berbasis konteks lokal.
2.1.3 Prinsip Dasar PRA
Rochdyanto (2000) menjelaskan bahwa beberapa prinsip dasar yang harus dipenuhi
dalam metode PRA antara lain adalah:
1. Saling belajar dan berbagi pengalaman,
4
Prinsip dasar PRA bahwa PRA adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. Ini berarti
bahwa PRA dibangun dari pengakuan serta kepercayaan masyarakat yang meliputi
pengetahuan tradisional dan kemampuan masyarakat untuk memecahkan persoalannya
sendiri. Prinsip ini merupakan pembalikan dari metode pembelajaran konvensional yang
bersifat mengajari masyarakat. Kenyataan membuktikan bahwa dalam perkembangannya
pengalaman dan pengetahuan tradisional masyarakat tidak sempat mengejar perubahan yang
terjadi, sementara itu pengetahuan modern yang diperkenalkan orang luar tidak juga selalu
memecahkan masalah. Oleh karenanya diperlukan ajang dialog di antara ke duanya untuk
melahirkan sesuatu program yang lebih baik. PRA bukanlah suatu perangkat teknik tunggal
yang telah selesai, sempurna,dan pasti benar. Oleh karenanya metode ini selalu harus
dikembangkan yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Kesalahan yang dianggap tidak
wajar, bisa saja menjadi wajar dalam proses pengembangan PRA. Bukannya kesempurnaan
penerapan yang ingin dicapai, namun penerapan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan
yang ada dan mempelajari kekurangan yang terjadi agar berikutnya menjadi lebih baik.
Namun PRA bukan kegiatan coba-coba (trial and error ) yang tanpa perhitungan kritis untuk
meninimalkan kesalahan.
2. Keterlibatan semua anggota kelompok,
Masyarakat bukan kumpulan orang yang homogen, namun terdiri dari berbagai
individu yang mempunyai masalah dan kepentingan sendiri. Oleh karenanya keterlibatan
semua golongan masyarakatadalah sangat penting. Golongan yang paling diperhatikan justru
yang paling sedikit memiliki akses dalam kehidupan sosial komunitasnya (miskin,
perempuan,anak-anak, dll). Masyarakat heterogen memiliki pandangan pribadi dan golongan
yang berbeda. Oleh karenanya semangat untuk saling menghargai perbedaan tersebut adalah
penting artinya. Yang terpenting adalah pengorganisasian masalah dan penyusunan prioritas
masalah yang akan diputuskan sendiri oleh masyarakat sebagai pemiliknya. Kegiatan PRA
dilaksanakan dalam suasana yang luwes, terbuka, tidak memaksa, dan informal. Situasi santai
tersebut akan mendorong tumbuhnya hubungan akrab, karena orang luar akan berproses
masuk sebagai anggota bukan sebagai tamu asing yang harus disambut secara protokoler.
Dengan demikian suasana kekeluargaan akan dapat mendorong kegiatan PRA berjalan
dengan baik.
3. Orang luar sebagai fasilitator, masyarakat sebagai pelaku
Konsekuensi dari prinsip pertama, peran orang luar hanya sebagai fasilitator, bukan
sebagai pelaku, guru, penyuluh, instruktur, dll. Perlu bersikap rendah hati untuk belajar dari
masyarakat dan menempatkannya sebagai nara sumber utama. Bahkan dalam penerapannya,
5
masyarakat dibiarkan mendominasi kegiatan. Secara ideal sebaiknya penentuan dan
penggunaan teknik dan materi hendaknya dikaji bersama, dan seharusnya banyak ditentukan
oleh masyarakat.
4. Penerapan konsep triangulasi (multidisipliner tim PRA, variasi teknik dan keragaman
narasumber)
Untuk bisa mendapatkan informasi yang kedalamannya dapat diandalkan, bisa
digunakan konsep triangulasi yang merupakan bentuk pemeriksaan dan pemeriksaan ulang
(check and recheck). Triangulasi dilakukan melalui penganekaragaman keanggotaan tim
(disiplin ilmu), sumber informasi (latar belakang golongan masyarakat, tempat), dan variasi
teknik.

a. Penggunaan variasi dan kombinasi berbagai teknik PRA, yaitu bersama masyarakat
bisa diputuskan variasi dan kombinasi teknik PRA yang paling tepat sesuai dengan
proses belajar yang diinginkan dan cakupan informasi yang dibutuhkan dalam
pengembangan program.

b. Menggali berbagai jenis dan sumber informasi, dengan mengusahakan kebenaran data
dan informasi (terutama data sekunder) harus dikaji ulang dan sumbernya dengan
menggunakan teknik lain.

5. Orientasi praktis dan keberlanjutan program


Pelaksanaan PRA memerlukan waktu, tenaga narasumber, pelaksana yang trampil,
partisipasi masyarakat yang semuanya terkait dengan dana. Untuk itu optimalisasi hasil
dengan pilihan yang menguntungkan mutlak harus dipertimbangkan. Oleh karenanya
kuantitas dan akurasi informasi sangat diperlukan agar jangan sampai kegiatan yang berskala
besar namun biaya yang tersedia tidak cukup. Orientasi PRA adalah pemecahan masalah dan
pengembangan program. Dengan demikian dibutuhkan penggalian informasi yang tepat dan
benar agar perkiraan yang tepat akan lebih baik daripada kesimpulan yang pasti tetapi salah,
atau lebih baik mencapai perkiraan yang hampir salah daripada kesimpulan yang hampir
benar. Masalah dan kepentingan masyarakat selalu berkembang sesuai dengan perkembangan
masyarakat itu sendiri. Karenanya, pengenalan masyarakat bukan usaha yang sekali
kemudian selesai, namun merupakan usaha yang berlanjut. Bagaimanapun juga program yang
mereka kembangkan dapat dipenuhi dari prinsip dasar PRA yang digerakkan dari potensi
masyarakat.

2.1.4 Siklus dan Tahapan Pendekatan PRA


Dari berbagai sumber disimpulkan bahwa siklus pendekatan PRA adalah sebagai
berikut :
1. Pengenalan masalah/kebutuhan dan potensi wilayah pedesaan secara umum;
6
2. Perumusan masalah dan penetapan prioritas masalah;
3. Identifikasi alternatif pemecahan masalah;
4. Pemilihan alternatif pemecahan masalah sesuai dengan kemampuan masyarakat dan
sumberdaya yang tersedia;
5. Perencanaan penerapan gagasan;
6. Penyajian rencana kegiatan guna mendapatkan masukan dan penyempurnaan di
tingkat yang lebih besar;
7. Pelaksanaan dan pengorganisasian masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan tingkat
perkembangan masyarakat;
8. Pemantauan dan pengarahan;
9. Evaluasi dan rencana tindak lanjut
Adapun tahapan-tahapan pelaksanaan PRA yang disarikan dari berbagai sumber
adalah sebagai berikut :
1. Penelusuran kondisi wilayah desa dari masa ke masa,
2. Pencatatan kalender musiman berdasarkan kebiasaan warga,
3. Gambaran pemetaan wilayah desa,
4. Penelusuran lokasi (Transect),
5. Pembuatan Diagram Venn (bagan hubungan kelembagaan)
6. Kajian mata pencaharian warga desa,
7. Pembuatan Matriks Ranking (bagan peringkat),
8. Penyusunan Rencana Kegiatan Spesifik Lokasi
2.1.5 Faktor-Faktor Partisipatif Dalam Masyarakat
Dalam jurnal penelitian Suroso (2014) bahwa “Faktor internal (terdiri dari usia,
tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat penghasilan penduduk, lamanya tinggal) dan
faktor eksternal (terdiri dari komunikasi dan kepemimpinan)”.
1. Faktor Internal
a. Faktor Usia
Faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap kegiatan-kegiatan
kemasyarakatan yang ada. Mereka dari usia 41-50 lebih aktif berpartisipasi dalam kelompok
sosial di masyarakat dari pada anak masih remaja. Rendahnya partisipasi anak usia remaja
dikarenakan sungkan pada usia 41-50 memiliki keterikatan moral kepada nilai dan norma
masyarakat yang lebih mantap, cenderung lebih banyak yang berpartisipasi daripada mereka
yang dari kelompok usia lainnya.
b. Pendidikan
7
Dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi.Pendidikan dapat
mempengaruhi sikap hidup seseorang terhadap lingkungannya, suatu sikap yang diperlukan
bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat.Tingkat pengetahuan sangat berpengaruh
terhadap partisipasi dalam pembangunan masyarakat.Semakin tinggi tingkat sekolah yang
mereka tempuh maka semakin tinggi tingkat partisipasi.
a. Pekerjaan

Pekerjaan berpengaruh kelonggaran masyarakat dalam berpartisipasi, karena


sebagian pekerjaan masyarakat terjadwal sehingga tak dapat berpartisipasi lebih.Berbeda
dengan pekerjaan masyarakat yang fleksibel, misalnya tani, mereka lebih luwes dan
partisipasinya relatif tinggi.
b. Tingkat Penghasilan
Penghasilan yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat mendorong
seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat.Pengertiannya bahwa
untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh suasana yang mapan
perekonomian.masyarakat yang memiliki penghasilan cukup akanlebih memiliki waktu luang
dan tidak disibukkan lagi mencari tambahan penghasilan, sehingga mereka lebih aktif.

c. Lamanya tingga

Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya


berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada partisipasi seseorang.
Semakin lama ia tinggal dalam lingkungan maka rasa memiliki terhadap lingkungan lebih
meningkatkan partisipasinya dan mengetahui kondisi linglungan tersebut.

2. Faktor Eksternal
a. Komunikasi
Sebagian besar masyarakat yang memiliki keaktifan berpartisipasi rendah ternyata
hanya sebagian kecil saja yang memiliki tingkat komunikasi tinggi, sedangkan mereka
tergolong memiliki keaktifan berpartisipasi tinggi sebagian besar juga memiliki tingkat
komunikasi yang tinggi pula.Komunikasi sangat berperan dalam keaktifan partisipasi karena
tidak semua masyarakat bisa menggunakan komunikasi dengan baik.
b. Kepemimpinan
Keaktifan partisipasi masyarakat dilihat dari kepemimpinannya dalam memimpin
musyawarah serta kemampuan dalam memahami kondisi lingkungan tersebut.Bisa mengatur
jalannya acaranya dan mengarahkan dan menyalurkan aspirasi kepada masyarakat.
8
2.2 Metode Metode PRA (Participatory Rural Appraisal) Dalam Pengembangan
Masyarakat
1. Evironmental Scanning (ES)
Pendampingan merupakan bagian integral dari proses membangun dan
memberdayakan masyarakat. Oleh karena itu, seorang pendamping tidak sekedar dituntut
untuk menguasai teknik tertentu untuk menfasilitasi, tetapi juga harus mampu membangun
kemampuan stakeholder lainnya mengenali konteks program secara keseluruhan.
Menurut Horton dalam Nasdian (2014:109) bahwa “Evironmental Scanning (ES)
merupakan bagian dari strategic planning merupakan suatu proses yang dilakukan suatu
organisasi untuk membangun visi ke depan dan membangun hubungan yang diperlukan,
sumber daya, produk, prosedur dan kegiatan operasional untuk mencapai visi bersama”.
Komponen ini sangat esensial dalam proses pendampingan, oleh karena itu strategic planning
difokuskan khusus pada penelaan situasi lingkungan. Dilakukan untuk membangun sumber
daya baik alam maupun manusia dalam mengidentifikasi potensi kebutuhan yang terdapat di
lingkungan.
Stace dan Dunphy dalam Nasdian (2014:110) mengatakan bahwa “Menyajikan tiga
pendekatan untuk melakukan penilaian terhadap lingkungan, yaitu Strategic Scenarios
Analysis,Customer Analysis, dan Critical Isu Strategies”. Dibawah ini merupakan penjelasan
masing-masing metode: Strategic Scenarios Analysis (SSA) mencakup penilaian terhadap
kemungkinan-kemungkinan masa datang pada aspek-aspek berikut:
a. pelanggan (pasar), teknologi, hasil/pelayanan, tenaga kerja, stakeholder/shareholder,
sumber daya, dan pesaing. Hasil akhirnya untuk mengambil keputusan saat ini
berkenaan dengan masa depan.
b. Customer Analysis (CA) berorientasi kepada upaya memenuhi prefensi dan
kebutuhan pelanggan. Mencakup kebutuhan dan keinginan pelanggan pada masa yang
akan datang.
c. Critical Strategic Issue (CSI) digunakan untuk menilai isu-isu jangka pendek (12-24
bulan). Metode analisi yang digunakan CSI terstruktur. Isu bisa bersifat positif atau
negatif di dalam dan luar bisnis. Namun keseluruhan isu tersebut memiliki potensi
mempengaruhi organisasi untuk mencapai tujuan salama jangka yang telah
ditentukan. CSI dipandang memiliki daya lebih tajam dibanding dengan analisis
SWOT yang digunakan oleh banyak organisasi. Maksimu dihasilkan sebanyak 8
sampai 10 isu sedangkan dalam SWOT siperoleh 20 hingga 40 isu.
9
Ketiga faktor sebagai dampak (rendah, signifikan dan besar) ditunjukkan dengan
suatu matrik.Tiga pendekatan ini merupakan metodelogi yang sangat kuat karena mencakup
penilaian terhadap tingkatan pengaruh dan tingkatan kepentingannya.
2. Logical Framework Approach (LFA)
Logical Framework Approach (LFA) dilaksanakan dalam suatu lokakarya atau bisa
disebut dengan sosialisasi terhadap program yang telah direncanakan sebelumnya secara
berkesinambungan yang diterapkan dalam suatu kelompok untuk mewakili stakeholder
merupakan penjelasan dalam artian bahasa indonesia dari (Consultants of ANUTECH
Development Internasional dalam Nasdian, 2014:112).
Berdasarkan sejumlah pengalaman dalam berpartisipasi dan menerapkan LFA, dapat
diidentifikasi beberapa ciri spesifik dari LFA yaitu;
a. Menggunakan teknik visualisasi
b. Merumuskan tujuan-tujuan yang ingin dicapai
c. Menyusun informasi secara sistematik
d. Menghasilkan sebuah Rancangan Program yang konsisten dan realistis
e. Menyajikan ringkasan rencana-rencana program
f. Seperangkat alat-alat perencanaan, yang terdiri dari:
Alat-alat perencanaan di atas sudah disusun dengan urut yang diawali dengan analisis
kebutuhan, maka dalam mengaplikasikan diharapkan mengetahui urutan-urutan
tersebut.tahap pelaksanaan LFA: 
a. Pendahuluan : penentuan bidang, nama, tempat dan jangka waktu pelaksanaan
program serta mengidentifikasi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap program.
b. Tahap Pertama : melaksanakan Analisis Permasalahan
c. Tahap Kedua : melaksakan Analisis Tujuan
d. Tahap Ketiga : melaksanakan Analisi Alternatif
e. Tahap Keempat: Menyusun Analisis Pihak Terkait
f. Tahap Kelima : menyusun Matriks Perencanaan Program
g. Tahap Lanjutan: menyusun Rencana Kegiatan dan Kerangka Pemantauan
3. Participatory Impact Monitoring (PIM)
Participatory Impact Monitoring (PIM) merupakan alat analisis baru untuk mengelola
suatu program.Alat ini relatif jauh lebih mudah dibanding dengan alat analisis yang pernah
ada.Prinsip PIM adalah adanya suatu timbal balik terhadap proyek PIM serta menerima
perubahan.PIM di desain untuk proyek-proyek yang ditangani sendiri (selft-help project),
dalam bentuk kelompok atau organisasi yang mandiri, termasuk organisasi akar rumput.
10
PIM hanya dapat bekerja jika terpenuhi kondisi-kondisi berikut:
a. Ada pertemuan kelompok secara regular
b. Anggota memiliki perhatian tertentu dan terdapat kegiatan pengambilan keputusan
secaar bersama
c. Kepemimpinan yang selalu berkonsultasi dengan sesame anggota sebelum mengambil
keputusan
d. Anggota kelompok mau meluangkan waktu mungkin lebih dari sebelumnya dalam
mengelola proyek
Cakupan dan langkah-langkah kegiatan PIM dalam mengelola suatu proyek, adalah
sebagai berikut:
Mengetahui konteks proyek sehingga dapat melakukan monitoring dengan baik, yang
mencakup pengetahuan mengenai:
a. Kesulitan melakukan monitoring
b. Apa yang harus dimonitor
c. Bagaimana melakukannya
d. Langkah-langkah pengenalan dan pengelolaan berbasis kelompok dan pertanyaan-
pertanyaan kunci yang diperlukan adalah sebagai berikut:
e. Apa yang harus diamati?
f. Bagaimana mengamatinya?
g. Siapa yang mengamati?
h. Bagaimana mendokumentasikan hasil?
i. Apa yang diamati?
j. Mengapa hasilnya demikian?
k. apa kegiatan selanjutnya?
4. Focus Group Discussion (FGD)
Focus Group Discussion (FGD) adalah wawancara kelompok dari sejumlah individu
atau sebuah diskusi yang menfokuskan interaksi dalam kelompok berdasarkan pertanyaan-
pertanyaan yang dikemukakan oleh pendamping berperan sebagai moderator dalam
kelompok diskusi tersebut (Stewart, dkk dalam Nasdian, 2014: 119). FGD merupakan suatu
pengumpulan data dari responden atau informan berdasarkan hasil diskusi kelompok yang
berfokus pada menyelesaikan sutau permasalahan.
Peserta diskusi tidak boleh lebih dari 10 orang dengan itu ada pemilihan selektif yang
mampu dalam mendiskusikan topik.Keberhasilan tergantung pada peranan pendamping
sebagai moderator FGD untuk mengarahkan dan memberikan komunikasi yang baik terhadap
11
peserta diskusi. Secara keseluruhan FGD akan dilaksanakan mulai dari tingkat kelompok,
komunitas, dan lokalitas.
Langkah-langkah Focus Group Discussion (FGD):
a. Pendamping melakukan pendekatan kepada partisipan untuk menjelaskan latar
belakang dan tujuan dilaksanakan FGD
b. Mengundang peserta atau partisipan FGD
c. Sebelum FGD dimulai, pendamping perlu menguasai gambaran struktur sosial
ekonomi masyarakat dan dinamika komunitas di daerah tersebut. Diharapkan untuk
memperoleh visi dan pandangan “daerah” terhadap pengembangan komunitas di
kawasannya.
d. Ketika FGD berlangsung, ada dua hal yang perlu dilakukan, yaitu: merekam seluruh
jalannya dan pembicaraan dalam diskusi dan mensuplai butir-butir pertanyaan yang
dikembangkan selama diskusi berlangsung kepada moderator agar pembahasan
semakin “tajam” dan jelas arahnya.
e. Ketika FGD berlangsung, moderator harus mampu memberikan kesempatan yang
seimbang kepada seluruh partisipan. Sangat penting dalam FGD tersebut adalah
moderator harus mampu memunculkan perdebatan.
f. Hasil tertulis yang direkam dari FGD digunakan sebagai dasar untuk
menggembangkan butir-butir pertanyaan yang lebih tajam dari pertanyaan umum
yang telah dirumuskan sebelumnya.
5. Zielobjectiev Orientierte Project Planning (ZOPP)
Sebagai suatu metode perencanaan, ZOPP secara resmi diperkenalkan oleh GTZ
(Gesellschaft Fur Technische Zusammenarbiet) pada tahun 1983.Selanjutnya ZOPP selalu
diaplikasikan dalam merencanakan proyek dalam fase persiapan maupun implementasinya.
Kelebihan ZOPP terletak pada kemampuannya menjamin adanya konsistensi berpikir dan
prosedur serta adanya pemahaman yang sama akan istilah-istilah yang digunakan ZOPP,
selain meningkatkan kualitas perencanaan, sekaligus dapat memfasilitasi komunikasi dan
kerja sama antara berbagai pihak yang terlibat dalam suatu proyek.
Metode ZOPP sangat mengandalkan pengetahuan, gagasan dan pengalaman yang
dikontribusikan oleh peserta. Melalui penggunaan alat kajian itu maka metode ZOPP
bertujuan untuk mengembangkan rancangan proyek yang taat azas dalam suatu kerangka
logis.
Dari kelima setiap metode-metode partisipatif dalam pengembangan masyarakat
memiliki kelemahan dan keuntungan masing-masing.Oleh sabab itu, sebelum melaksanakan
12
suatu metode partispatif dilakukan identifikasi kebutuhan masyarakat untuk mengetahui
kecocokan dalam metode dan memperhatikan keterlibatan pihak masyarakat.Menurut
pendapat saya, metode Focus Group Discussion (FGD) suatu metode yang dapat memberikan
keaktifan partisipasi lebih disbanding dengan metode lainnya.Melalui FGD masyarakat dapat
mencurahkan pendapatnya masing-masing meski hanya sebagian masyarakat tertentu untuk
mengikutinya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
PRA adalah suatu metode pendekatan untuk mempelajari kondisi dan kehidupan
pedesaan dari,dengan dan oleh masyarakat dese. Atau dengan kata lain dapat disebut sebagai
kelompok metode pendekatan yang memungkinkan masyarakat desa untuk saling berbagi,
maningkatkan dan menganalisis pengetahuan mereka tentang kondisi dan kehidupan desa,
membuat rencana dan bertindak (Chambers 1995).
Tujuan penerapan metode/pendekatan PRA adalah untuk memberikan dukungan yang
efektif dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemberdayaan
masyarakat secara berkelanjutan dengan berwawasan lingkungan serta berbasis konteks lokal.
Metode RRA digunakan untuk pengumpulan informasi secara akurat dalam waktu
yang terbatas ketika keputusan tentang pembangunan perdesaan harus diambil segera.
Dewasa ini banyak program pembangunan yang dilaksanakan sebelum adanya kegiatan
pengumpulan semua informasi di daerah sasaran. Konsekuensinya, banyak program
pembangunan yang gagal atau tidak dapat diterima oleh kelompok sasaran meskipun
program-program tersebut sudah direncanakan dan dipersiapkan secara matang, karena
masyarakat tidak diikutsertakan dalam penyusunan prioritas dan pemecahan masalahnya.
Metode Metode PRA (Participatory Rural Appraisal) Dalam Pengembangan
Masyarakat terdiri dari Evironmental Scanning (ES), Logical Framework Approach (LFA),
Participatory Impact Monitoring (PIM), Focus Group Discussion (FGD), Zielobjectiev
Orientierte Project Planning (ZOPP).
3.2 Saran
Sebaiknya dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat harus dilakukan
berdasarkan tahapan-tahapan yang benar agar pada saat melaksanakanya lebih mudah dan
keberhasilanya dapat terjamin. Selain itu pemilihan metode yang tepat juga dapat
mempengaruhi keberhasilan pemberdayaan masyarakat,maka dari itu pilihlah metode yang
tepat dengan mempertimabangkan keadaan masyarakatnya.
Kami sebagai penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari dosen mata kuliah
maupun teman-teman pembaca lainnya agar pada pembuatan makalah selanjutnya lebih baik
lagi.Terima kasih.

13
DAFTAR PUSTAKA

Arifin,. R. 20012. Pengenalan Metode Pemberdayaan Masyarakat.

Elwamendri, (2017). Pendekatan, Strategi dan Metode Pemberdayaan Masyarakat.

Rijal Muhammad, (2019). Metode Perencanaan Partisipatif dalam Pembangunan Masyarakat.

Supriatna Asep, (2014). Relevansi Metode Participatory Rural Appraisal Dalam Mendukung

Implementasi Undang-Undang Pemerintahan Desa. Karang Tanjung, Pandeglang,

Banten.

Vania Sophie, (2018). Metode Pembangunan Partisipatif dan Upaya Penanggulangan

Kemiskinan dan Ketimpangan Pembangunan. Universitas Krisnadwipaya Jakarta

14

Anda mungkin juga menyukai