BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Bali secara historis sudah memiliki tradisi, budaya dan komitmen religius
Gubernur
No.11/Perbang/61/II/C/1972
tentang
panitian
mekanisme
di Bali.
koordinasi
pengelolaan
sumber
daya
air
di
tingkat
kabupaten
untuk
mengantisipasi terjadinya konflik antar pengguna air dan konflik antar wilayah.
Didalam Peraturan Daerah Bali No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi,
wadah koordinasi pengelola irigasi yang sekaligus pembina lembaga subak
disebut Sedahan Agung. Sedahan Agung adalah petugas Pemerintah Kabupaten
yang mengatur/mengawasi tertib pengairan didalam kabupaten, menyelesaikan
perselisihan irigasi, dan merupakan penasehat serta pelaksana dari Pemerintah
Daerah Kabupaten didalam bidang irigasi. Didalam fungsinya, Sedahan Agung
merupakan mediator antara subak dengan pemerintah sehingga segala keluhan
ataupun permasalahan yang dihadapi subak dapat segera diketahui oleh
pemerintah dan sesegera mungkin dicarikan solusinya. Namun, semenjak
terjadinya penggabungan antara lembaga Sedahan Agung dengan Dispenda
menjadi satu lembaga sejak tahun 1976 (Sutawan, 2008), fungsi dan peran
Sedahan Agung terkait dengan masalah irigasi dan pembinaan subak semakin
lama semakin berkurang, sedangkan peran yang lebih ditonjolkan adalah sebagai
pemungut pajak. Hal ini mengindikasikan bahwa peran dan fungsi lembaga
Sedahan Agung sebagaimana yang diamanatkan dalam Perda Irigasi Bali sudah
tidak efektif dilaksanakan.
Sejalan dengan perkembangan kebijakan Pemerintah Daerah dengan
diterbitkannya UU. No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, keberadaan
Sedahan Agung semakin tidak jelas bahkan dihapuskan sama sekali dalam
struktur organisasinya. Hilangnya eksistensi lembaga Sedahan Agung di
kabupaten menimbulkan berbagai permasalahan yang sangat pelik bagi subak
secara berkelanjutan terhadap sistem irigasi yang meliputi prasarana irigasi, air
irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumberdaya
manusia harus dituangkan secara komprehensif dalam peraturan daerah yang
mengacu kepada PP No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi, agar dapat dijadikan dasar
kebijakan pengembangan dan pengelolaan irigasi kedepan yang relevan dengan
kondisi dan situasi yang terus berkembang di daerah Bali.
Peraturan Daerah Bali No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi memegang
peranan sangan penting didalam mengatur tertibnya pelaksanaan pengelolaan
sumber daya air di Bali khususnya dalam bidang irigasi. Namun secara substansi,
Perda Bali tentang Irigasi hanya mengatur kelembagaan pengelola irigasi dan
memposisikan sumber daya air hanya sebagai fungsi sosial. Berbeda halnya
dengan kebijakan pemerintah yang memposisikan irigasi tersebut secara
komprehensif. Berbagai kebijakan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah, belum
sepenuhnya bisa terakomodasi dengan baik didalam Perda. Sehingga hal ini
kedepannya bisa menjadi ancaman bagi pengelolaan sumber daya air di Bali yang
berbasis pada sistem Subak. Perda Irigasi Bali saat ini keberadaannya sudah tidak
jelas lagi, hal ini didasarkan secara substansi Perda sudah tidak relevan lagi
dengan kondisi yang berkembang saat ini. Disisi lain, sejauh pemerintah belum
mencabut Perda tersebut maka keberadaannya masih diberlakukan hingga saat ini
walaupun sudah tidak sejalan dengan situasi yang berkembang di Bali.
Sejalan dengan kebijakan nasional yang terus berkembang, maka Bali
sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menetapkan
kebijakan dan/atau Peraturan Daerah, seyogyanya harus sejalan dengan peraturan
perundangan
yang
berlaku.
Peraturan
dan
perundang-undangan
tentang
pengelolaan sumber daya air dan irigasi terus mengalami penyesuaian dengan
memperhatikan perubahan-perubahan kondisi sumberdaya air dan tuntutan akan
penyediaan air yang terus meningkat. Peraturan Daerah No.02/PD/DPRD/1972
tentang Irigasi Daerah Propinsi Bali sudah seharusnya dikaji kembali agar sejalan
dengan peraturan dan perundang-undangan yang mempunyai kekuatan hukum
yang lebih tinggi serta bersinergi dengan nilai-nilai budaya yang berjalan dan
berkembang di daerah provinsi Bali. Pengkajian terhadap isi Perda diharapkan
mampu memposisikan wacana yang diusung pemerintah sedemikian rupa
sehingga terakomodasi dengan baik dalam Peraturan Daerah.
1.2
Rumusan Masalah
Dari uraian tersebut diatas, maka dirumuskan pokok permasalahan dalam
Efektivitas
Implementasi
Peraturan
Daerah
Bali
Tujuan Penelitian
Dengan melihat detail rumusan permasalahan penelitian seperti dituangkan
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat bagi
Irigasi
dan
Peraturan
Menteri
Pekerjaan
Umum No.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Irigasi
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.20 Tahun 2006
11
2.2
Jaringan Irigasi
12
ITEM
KLASIFIKASI
TEKNIS
SEMI TEKNIS
Bangunan Utama
Permanen
Keandalan bangunan
ukur dan pengatur
debit
baik
Jaringan Saluran
Saluran irigasi
dan pembuang
jadi satu
Petak Tersier
Dikembangkan
sepenuhnya
Belum
dikembangkan atau
densitas bangunan
tersier jarang
Belum ada
jaringan terpisah
yang
dikembangkan
Efisiensi secara
keseluruhan
Luasan sawah
50 60 %
40 50 %
< 40 %
Tidak terbatas
2000 ha
500 ha
Permanen atau
Semi Permanen
Sedang
SEDERHANA
Sementara
Jelek
13
14
15
Tukad (Sungai)
Pura Bedugul
Tembuku Aya (B.Bagi Utama)
Tembuku Pemaron (B.Bagi)
Telabah Pemaron (Saluran Kedua)
Tembuku Daanan (B. Sadap)
Telabah Daanan
(Saluran Ketiga)
Telabah Pengutangan
(Saluran Pembuang)
16
17
Tukad (Sungai)
Empelan (Bendung)
Aungan (Trowongan)
Telabah (Saluran)
Tembuku (B. Bagi)
Desa Adat - B
Desa Adat - A
Subak - X
Desa Adat - C
18
2.3
kabupaten/kota
menetapkan
strategi
dan
program
19
kewenangannya
penyebarluasan
teknologi
yaitu
bidang
melakukan
irigasi
hasil
penyuluhan
penelitian
dan
dan
20
21
22
23
2.
Anggota subak disebut krama subak dipimpin oleh Kelian Subak atau
Pekaseh
3.
Sedahan/Sedahan
Yeh/Pengelurah
adalah
petugas
pemerintah
Kewajiban Subak.
a. Mengatur rumah tangga sendiri dalam mengusahakan dan mengatur
air untuk persawahan dengan tertib dan efektif dalam wilayahnya.
b. Memelihara dan menjaga prasarana irigasi sebaik-baiknya.
c. Dalam melaksanakan urusan rumah tangga diatur dalam awig-awig
(aturan tertulis) dan sima (kebiasaan) yang berlaku.
24
Kewajiban Sedahan.
a. Mengatur pembagian air untuk masing-masing subak diwilayahnya
menurut waktu, volume dan tata tanam subak.
b. Mengawasi pemakaian dan penyaluran air irigasi dan pemeliharaan
prasarana irigasi di wilayahnya.
c. Menyelesaikan perselisihan dan pelanggaran sesuai dengan aturan
yang berlaku.
d. Sedahan meminta ijin Pemerintah Kabupaten melalui atasannya
untuk perluasan sawah dan pendirian subak baru.
e. Didalam melakukan tugasnya para sedahan dibantu oleh PU,
Pertanian, Badan-Badan dan Petugas yang ditentukan oleh
Pemerintah Kabupaten.
3.
pemakaian/penyaluran/pengaturan
air
irigasi
dan
25
2.
3.
4.
5.
26
6.
27
Bupati Kdh.Tingkat II
Dinas
Daerah Tk.II
Sedahan Agung/Kadispenda
Sedahan Yeh
Sedahan Abian
Camat
Pekaseh/
Kelian Subak
Kepala Desa/
Lurah
Kelian Tempek/
Kelian Munduk
Kelihan Banjar/
Kepala Dusun
2.4
28
dan menutup pintu bangunan irigasi, menyusun rencana tata tanam, sistem
golongan, menyusun rencana pembagian air, kalibrasi, pengumpulan data,
pemantauan dan evaluasi. Pengertian pemeliharaan jaringan irigasi adalah upaya
menjaga dan mengamankan jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan
baik
guna
memperlancar
pelaksanaan
operasi
dan
mempertahankan
jawabnya,
pemerintah,
pemerintah
provinsi
atau
pemerintah
29
Pengertian Efektivitas
Menurut Ravianto (1989:113), pengertian efektivitas adalah seberapa baik
30
31
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan untuk memperoleh efektifitas implementasi dari
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian Kajian Ffektivitas Implementasi Peraturan Daerah Bali
32
3.3
3.3.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006). Menurut
Handari (1995), populasi adalah totalitas dari seluruh nilai yang mungkin, baik
dari menghitung ataupun pengukuran kuantitatif dari karakteristik tertentu pada
sekumpulan objek yang lengkap.
Berdasarkan definisi yang telah diuraikan diatas, maka populasi sasaran
dalam penelitian ini terdiri atas unsur organisasi subak dan subak gde. Dari data
hasil rekapitulasi Dinas Kebudayaan Kabupaten Gianyar tahun 2009 mencatat
bahwa jumlah subak di Kabupaten Gianyar saat ini adalah 488 subak yang
tersebar di tujuh kecamatan yaitu Kecamatan Sukawati 108 subak, Kecamatan
Gianyar 96 subak, Kecamatan Ubud 85 subak, Kecamatan Tegalalang 60 subak,
Kecamatan Blahbatuh 54 subak, Kecamatan Tampaksiring 47 subak, serta
Kecamatan Payangan sebanyak 38 subak. Sedangkan dari unsur Subak Gde
Kecamatan Sukawati 4 subak gde, Kecamatan Gianyar 2 subak gde, Kecamatan
Ubud 3 subak gde, Kecamatan Tegalalang 4 subak gde, Kecamatan Blahbatuh 4
subak gde, Kecamatan Tampaksiring 4 subak gde, serta Kecamatan Payangan
sebanyak 3 subak gde. Masing-masing subak dan subak gde dipimpin oleh
seorang kepala subak atau pekaseh, sehingga jumlah pekaseh subak dan subak gde
di Kabupaten Gianyar adalah sama dengan jumlah subak dan subak gde di
Kabupaten Gianyar.
33
Unsur
Jumlah Orang
108
96
85
60
54
47
38
10
11
12
13
14
512
34
n N /( N .d 2 1) (Rakhmat, 1998).
dimana :
n =
jumlah sampel
N =
d =
35
Unsur Subak
Jumlah Sampel
(108/512) x 225 =
48 orang
(96/512) x 225 =
42 orang
(85/512) x 225
37 orang
(60/512) x 225
26 orang
(54/512) x 225
24 orang
(47/512) x 225
20 orang
(38/512) x 225
17 orang
(4/512) x 225
2 orang
(2/512) x 225
1 orang
10
(3/512) x 225
1 orang
11
(4/512) x 225
2 orang
12
(4/512) x 225
2 orang
13
(4/512) x 225
2 orang
14
(3/512) x 225
1 orang
Jumlah
225
Sampel dari unsur pemerintah dan unsur akademisi, pakar, serta praktisi
dalam penelitian ini ditentukan dengan teknik Purposive Sampling, yaitu teknik
sampling yang digunakan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu dari
peneliti didalam pengambilan sampelnya. Jumlah sampel purposive sampling dari
unsur pemerintah adalah 15 orang, sedangkan untuk unsur akademisi, pakar, dan
praktisi adalah 10 orang. Jumlah keseluruhan sampel dalam penelitian Efektivitas
36
37
3.5
Skala Pengukuran
Skala pengukuran yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah Skala
Likert, yaitu skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
seseorang atau kelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Dengan
menggunakan skala Likert, maka variabel kemudian dijabarkan lagi menjadi
indikator-indikator yang dapat diukur. Akhirnya indikator-indikator yang terukur
ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat item instrumen penelitian yang
berupa pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab oleh responden. Setiap
jawaban dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap dalam
kategori skala pengukuran sebagai berikut:
38
3.7
a.
Sangat Efektif
b.
Efektif
c.
Cukup Efektif
d.
Tidak Efektif
e.
Identifikasi Variabel
Berdasarkan uraian hipotesis dan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka
39
1. Organisasi
a. Kelengkapan unsur keorganisasian subak.
b. Kelengkapan unsur kelembagaan pemerintah.
c. Efektifitas koordinasi antar unsur organisasi subak.
d. Efektivitas koordinasi Sedahan dengan Sedahan Agung.
e. Efektivitas koordinasi sedahan dengan dinas-dinas terkait lainnya.
f. Efektivitas koordinasi Sedahan Agung dengan Pemerintah Daerah
Kabupaten.
g. Efektivitas koordinasi Sedahan Agung dengan dinas terkait lainnya.
h. Efektivitas koordinasi Pemerintah Daerah Kabupaten dengan Pemerintah
Daerah Provinsi.
i. Efektivitas koordinasi Pemerintah Daerah Kabupaten dengan dinas
terkait lainnya.
j. Efektivitas koordinasi Pemerintah Daerah Provinsi dengan dinas terkait
lainnya.
2. Sarana dan Prasarana
a. Keandalan fungsi jaringan irigasi subak.
b. Efektivitas Pemerintah Daerah dalam mengusahakan adanya air irigasi.
c. Efektivitas Subak didalam menjaga dan memelihara prasarana irigasi.
d. Efektivitas Pemerintah Daerah Kabupaten didalam pemeliharaan
prasarana irigasi.
e. Efektivitas Pemerintah Daerah Provinsi didalam pemeliharaan prasarana
irigasi.
40
Pemerintah
Daerah
Provinsi
Bali
dalam
mengatasi
permasalahan irigasi.
5. Pendanaan
a. Komitmen Pemerintah Daerah Kabupaten didalam menyediakan
anggaran rutin tahunan.
41
3.8
2.
Suatu hal dapat dikatakan efektif apabila hal tersebut sesuai dengan dengan
yang dikehendaki. Artinya, pencapaian hal yang dimaksud merupakan
pencapaian tujuan dilakukannya tindak-tindakan untuk mencapai hal
tersebut. Efektivitas dapat diartikan sebagai suatu proses pencapaian suatu
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pengkajian terhadap Perda Bali No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi
42
produksi pangan; (4) ekosistem lahan sawah beririgasi dan (5) ritual keagamaan
yang terkait dengan budidaya padi. Namun, Sutawan juga mengungkapkan bahwa
kelestarian subak juga sangat dipengaruhi oleh kondisi DAS (Daerah Aliran
Sungai) dan kualitas air sungai/saluran di bagian hulu. Lingkungan alam ini
merupakan lingkungan eksternal terhadap sistem subak, tetapi sangat berpengaruh
terhadap kinerja subak yang bersangkutan. Lingkungan eksternal lainnya juga
diidentifikasi oleh Sutawan dalam artikel yang sama antara lain (1) minat bertani
(2) alih fungsi lahan (3) persediaan air (4) pencemaran air.
Sedana (2005) juga mengidentifikasi beberapa permasalahan subak dalam
faktor
lingkungan
internal
diantaranya
(1)
struktur
permodalan;
(2)
43
internal subak yaitu (1) Organisasi; (2) Sumber Daya Manusia; (3) Manajemen;
(4) Pendanaan; (5) Sarana dan Prasarana. Selain itu Mudhina juga
mengidentifikasikan variable lingkungan external yaitu (1) Pemerintah; (2)
Lingkungan; (3) Ekonomi; (4) Sosial Budaya; (5) Teknologi.
Nunuk (2010) dalam penelitiannya Partisipasi Subak Dalam Operasi dan
Pemeliharaan Jaringan Irigasi Pada Daerah Irigasi Mambal juga mengidentifikasi
variable lingkungan internal subak yaitu (1) Sumber Daya Manusia; (2)
Organisasi; (3) Pendanaan; (4) Sarana dan Prasarana; (5) Teknologi.
Mengacu pada definisi operasional variabel dan mencermati hasil kajian
dari beberapa penelitian sebelumnya di atas, maka variabel penelitian dapat
didifinisikan sebagai berikut:
1. Organisasi
Peraturan daerah bali tentang irigasi, secara substansi mengatur tentang
mekanisme koordinasi kelembagaan atau organisasi pengelola irigasi di
Bali. Kelembagaan tersebut meliputi Subak, Sedahan, Sedahan Agung dan
Pemerintah Daerah khususnya dalam hal pengaturan air untuk irigasi.
Efektifitas dan koordinasi kelembagaan tersebut sangat diperlukan untuk
menjamin terselenggaranya pengelolaan irigasi yang baik di daerah Provinsi
Bali.
2. Sarana dan Prasarana
Didalam menunjang pelaksanaa pengelolaan irigasi, maka salah satu faktor
yang sangat penting untuk diperhatikan adalah keandalan fungsi jaringan
irigasi subak dan tersedianya sarana dan prasarana yang memadai. Subak
44
sebagai pengelola irigasi di Bali, tidak dapat berdiri sendiri dan sangat
membutuhakan peran aktif pemerintah didalam menunjang pelaksanaan
irigasi seperti penyediaan air irigasi, pengaturan air irigasi dan pemeliharaan
prasarana irigasi.
3. Sumber Daya Manusia
Didalam menunjang pelaksanaan kegiatan pengelolaan irigasi, keandalan
fungsi sarana dan prasarana irigasi merupakan faktor yang sangat penting
untuk diperhatikan. Komitmen subak didalam operasi dan pemeliharaan
sarana
dan
prasarana
irigasi
sangat
diperlukan
demi
menunjang
Daerah
Kabupaten
serta
Pemerintah
Daerah
Provinsi.
45
5. Pendanaan
Didalam mendukung keberlangsungan operasional organisasi subak,
pendanaan merupakan merupakan salah satu faktor yang memegang peranan
sangat penting. Pemerintah daerah selaku pembina subak, diharapkan
mampu mengalokasikan sumber-sumber dana didalam pembangunan dan
pemeliharaan bangunan prasarana dan sarana pengairan di Bali. Sehingga
kedepannya pelaksanaan irigasi yang berbasis pada sistem subak di Bali
terjamin pelaksanaannya.
Mengacu pada definisi operasional variabel dan mencermati hasil kajian
dari beberapa penelitian sebelumnya, maka variabel dan indikator didalam
penelitian ini secara lebih jelas akan disajikan dalam tabel 3.2 berikut.
46
1. Organisasi
4. Manajemen
INDIKATOR
a. Kelengkapan unsur keorganisasian subak.
b. Kelengkapan unsur kelembagaan pemerintah.
c. Efektifitas koordinasi antar unsur organisasi
subak.
d. Efektivitas koordinasi Sedahan dengan Sedahan
Agung
e. Efektivitas koordinasi sedahan dengan dinasdinas terkait lainnya.
f. Efektivitas koordinasi Sedahan Agung dengan
Pemerintah Daerah Kabupaten.
g. Efektivitas koordinasi Sedahan Agung dengan
dinas terkait lainnya.
h. Efektivitas koordinasi Pemerintah Daerah
Kabupaten dengan Pemerintah Daerah Provinsi.
i. Efektivitas koordinasi Pemerintah Daerah
Kabupaten dengan dinas terkait lainnya.
j. Efektivitas koordinasi Pemerintah Daerah
Provinsi dengan dinas terkait lainnya.
a. Keandalan fungsi jaringan irigasi subak.
b. Efektivitas
Pemerintah
Daerah
dalam
mengusahakan adanya air irigasi.
c. Efektivitas Subak didalam menjaga dan
memelihara prasarana irigasi.
d. Efektivitas Pemerintah Daerah Kabupaten
didalam pemeliharaan prasarana irigasi.
e. Efektivitas Pemerintah Daerah Provinsi
didalam pemeliharaan prasarana irigasi.
a. Komitmen Subak didalam operasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi.
b. Komitmen Pemerintah Daerah didalam
penyediaan prasarana irigasi.
a. Komitmen subak didalam pengelolaan sumbersumber air irigasi.
b. Efektivitas subak didalam mengatur air dengan
tertib.
c. Komitmen subak didalam menyelesaikan
perselisihan irigasi.
d. Komitmen Sedahan didalam pengaturan air
irigasi daerah persubakan.
47
5. Pendanaan
3.9
kesesuaian kajian teori yang dijadikan dasar analisis, juga sangat tergantung
kepada tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur yang digunakan. Oleh
karena itu, sebelum hasil pengukuran dipergunakan sebagai data, maka alat ukur
atau instrumen penelitian perlu diuji tingkat validitas maupun reliabilitasnya.
3.8.1 Pengujian Validitas Instrumen Penelitian
Berkaitan dengan pengujian validitas instrumen, Arikunto (1995:63-69)
menjelaskan bahwa validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat
keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Alat ukur yang kurang valid berarti
memiliki validitas rendah. Untuk menguji validitas alat ukur, terlebih dahulu
dicari harga korelasi antara bagian-bagian dari alat ukur secara keseluruhan
48
dengan cara mengkorelasikan setiap butir alat ukur dengan skor total yang
merupakan jumlah tiap skor butir dengan rumus Pearson Product Moment sebagai
berikut:
rhitung
n( XY ) ( X ).( Y )
{n. X 2 ( X ) 2 }.{n Y 2 ( Y ) 2 }
Dimana :
rhitung koefisien korelasi
= jumlah responden
Untuk menghitung tingkat validitasnya, dilakukan dengan menggunakan
alat bantu program Statistical Package for Social Science (SPSS) for windows,
sehingga dapat diketahui nilai dari kuisioner pada setiap variabel. Suatu
instrument dikatakan valid apabila memiliki korelasi antara butir dengan skor total
dalam instrumen tersebut lebih besar dari 0.300 dengan tingkat kesalahan 5%.
3.8.2 Pengujian Reliabilitas Instrumen Penelitian
Selanjutnya terhadap skor jawaban setiap item dilakukan uji reliabilitas
dengan tujuan menunjukan sejauhmana pengukuran tersebut memberikan hasil
yang relatif tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subjek
yang sama mengenai kemantapan, keandalan, stabilitas dan keadaan tidak berubah
dalam waktu pengamatan pertama dan selanjutnya. Menurut Sugiyono (2006),
49
instrument reliable adalah instrument yang bila digunakan beberapa kali untuk
mengukur objek yang sama akan memberikan atau menghasilkan data yang sama.
Uji reliable dilakukan secara internal consistensi dengan menggunakan
persamaa nilai alfa cronbach. Pengukuran reliabilitas instrument dalam penelitian
ini menggunakan SPSS for windows dilihat dari koefisien Alfa Cronbach. Nilai
batas yang digunakan untuk menilai sebuah tingkat reliabilitas yang dapat
diterima adalah 0.600, hal ini dapat dikatakan reliable.
3.10 Teknik Analisis Data
3.10.1 Analisis Deskriptif
Analisis
deskriptif
digunakan
untuk
mengidentifikasi
karakteristik
50
= Sangat efektif
2.
= Efektif
3.
= Cukup efektif
4.
= Tidak efektif
5.
Dimana :
Mi
= Mean ideal
Sdi
= Standar deviasi ideal = (1/6 x (skor max ideal skor min ideal)
51
Ide
Prmasalahan
Latar Belakang dan
Kajian Pustaka
Penyusunan Kuisioner
Penyebaran Kuisioner
Pengumpulan Data
Data Primer
- Hasil Kuisioner Tertutup
- Hasil Kuisioner Terbuka
Data Sekunder
- Jumlah Pekaseh Subak
- Jumlah Pekaseh Gde
Tabulasi Data
Analisis Deskriptif Kualitatif
Analisis Efektivitas
Implementasi
Perda No.02/PD/DPRD/1972
Rekomendasi
Pengelolaan Irigasi Berbasis Subak
Simpulan dan Saran
52
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
yang ada di Provinsi Bali. Secara astronomis, Kabupaten Gianyar terletak diantara
81848 dan 83858 Lintang Selatan (LS) dan 1152223 Bujur Timur (BT).
Wilayah Kabupaten Gianyar bagian utara dibatasi oleh Kabupaten Bangli, sebelah
Timur Kabupaten Klungkung, sedangkan bagian selatan dibatasi oleh Kota
Denpasar dan bagian baratnya berbatasan dengan Kabupaten Badung.
Berdasarkan data Gianyar Dalam Angka Tahun 2008, luas wilayah
Kabupaten Gianyar adalah 36.800 ha atau 6.62% dari luas Bali secara keseluruhan
yang tersebar pada 7 tujuh kecamatan yaitu Sukawati, Gianyar, Ubud, Tegalalang,
Blahbatuh, Tampaksiring dan Payangan. Pada dasarnya, luas wilayah Kabupaten
Gianyar tidak mengalami perubahan, akan tetapi kenyataan yang terjadi adalah
peralihan
fungsi
penggunaan lahan
sebagai
konsekwensi
dari pesatnya
pembangunanan saat ini. Peralihan fungsi lahan terjadi dari lahan sawah menjadi
lahan kering seperti bangunan tempat tinggal, art shop, toko, jalan maupun
pembangunan
sarana
dan
prasarana
fisik lainnya.
Luas
lahan
menurut penggunaannya terdiri dari 14.856 Ha atau 40,37 % tanah sawah dan
sisanya (59,63 %) bukan tanah sawah. Luas keseluruhan bukan tanah sawah
21.944 Ha sebagian besar merupakan lahan pertanian kering. Kecamatan yang
53
terluas lahan sawahnya adalah Kecamatan Sukawati (2.844 Ha), sedangkan yang
terkecil adalah Kecamatan Tampaksiring (1.478Ha).
Dari 247 buah sungai yang terdapat di Provinsi Bali, tiga belas diantaranya
mengalir di Kabupaten Gianyar. Masyarakat memanfaatkan aliran sungai untuk
berbagai kepentingan, utamanya adalah untuk kepentingan irigasi subak. Dalam
eksistensinya sebagai pengelola irigasi, Subak telah memberikan peran yang
sangat efektif dan sangat strategis untuk menjamin ketersediaan air bagi para
petani melalui asas pemerataan dan keadilan, sehingga pemanfaatan air dapat
dijamin pelaksanaannya di Kabupaten Gianyar pada khususnya. Sungai-sungai
yang penting di Gianyar adalah Sungai Wos dengan panjang 45,5km, Sungai
Petanu (37 km), Sungai Sangsang (36 km), Sungai Yeh Hoo (22 km) Sungai
Ayung, Sungai Yeh Embang, Sungai Yeh Mumbul dan Sungai Balian.
4.2
54
data-data dan informasi yang diperlukan untuk mengetahui dan menjawab pokok
permasalahan yang menjadi fokus penelitian, yaitu untuk mengetahui Efektivitas
Implementasi Peraturan Daerah No.02/PD/DPRD/1972 Tentang Irigasi di Daerah
Provinsi Bali dengan studi kasus di Kabupaten Gianyar. Suatu instrumen dalam
penelitian dikatakan valid apabila memiliki koefisien korelasi antara butir dengan
skor total dalam instrument tersebut lebih besar dari 0.300 dengan tingkat
kesalahan alfa 0.05. Sedangkan instrument reliable apabila memberikan hasil yang
relatif tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subjek yang
sama mengenai kemantapan, keandalan, stabilitas dan keadaan tidak berubah
dalam waktu pengamatan pertama dan selanjutnya. Suatu instrument dikatakan
reliable apabila memiliki koefisien alfa cronbach minimal 0.600.
55
Keterangan
A. Organisasi
Butir ke 1
Butir ke 2
Butir ke 3
Butir ke 4
Butir ke 5
Butir ke 6
Butir ke 7
Butir ke 8
Butir ke 9
Butir ke 10
0,409
0,557
0,423
0,669
0,754
0,459
0,523
0,325
0,356
0,500
0,003
0,000
0,002
0,000
0,000
0,001
0,000
0,021
0,011
0,000
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
Butir ke 1
Butir ke 2
Butir ke 3
Butir ke 4
Butir ke 5
0,519
0,658
0,520
0,393
0,338
0,000
0,000
0,000
0,004
0,015
valid
valid
valid
valid
valid
C. SDM
Butir ke 1
Butir ke 2
0,891
0,881
0,000
0,000
valid
valid
D. Manajemen
Butir ke 1
Butir ke 2
Butir ke 3
Butir ke 4
Butir ke 5
Butir ke 6
Butir ke 7
Butir ke 8
Butir ke 9
Butir ke 10
0,672
0,398
0,506
0,318
0,706
0,647
0,698
0,409
0,400
0,348
0,000
0,004
0,000
0,024
0,000
0,000
0,000
0,000
0,004
0,013
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
valid
Butir ke 1
Butir ke 2
0,849
0,828
0,000
0,000
valid
valid
Variabel
E. Pendanaan
Sumber : Hasil Perhitungan
56
Banyaknya
Butir
10
5
2
10
2
Cronbachs
Alpha
0,825
0,803
0,726
0,851
0,763
Keterangan
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
secara
umum
dapat
tergambarkan
mengenai
Efektivitas
57
4.4
Nilai Skor
Kategori
Mi + 2 Sdi x Mi + 3 Sdi
10833.3 x 12500
Sangat Efektif
Mi + 1 Sdi x Mi + 2 Sdi
9166 x 10833.3
Efektif
Mi 1 Sdi x Mi + 1 Sdi
5833.3 x 9166.7
Cukup Efektif
Mi 2 Sdi x Mi -1 Sdi
4166.7 x 5833.3
Tidak Efektif
Mi 3 Sdi x Mi - 2 Sdi
2500 x 4166.7
Dari hasil skor kuesioner pada variabel organisasi dengan jumlah sampel
250 adalah sebesar 5764 sebagaimana terlihat pada Lampiran IIa. Jika dilihat pada
Tabel 4.3 diatas, maka variabel organisasi dengan jumlah skor 5764 tersebut
termasuk dalam kategori tidak efektif. Hasil tersebut didasarkan pada kurang
58
efektifnya kordinasi yang dilakukan oleh lembaga pengelola irigasi sesuai yang
tercantum dalam Peraturan daerah No.02/PD/DPRD/1972 seperti Subak, Sedahan,
Sedahan Agung, Pemerintah Daerah Kabupaten dan Pemerintah Daerah Provinsi
di Kabupaten Gianyar.
Semenjak pemberlakuan Undang-Undang Otonomi Daerah, eksistensi
lembaga Sedahan dan Sedahan Agung di Kabupaten Gianyar mulai hilang.
Lembaga Sedahan Agung yang awalnya berfungsi sebagai mediator dalam
penyampaian informasi lapangan sudah tidak lagi difungsikan oleh Pemerintah
Daerah, sedangkan alternatif solusi yang menjembatani komunikasi belum
ditetapkan secara efektif sehingga berbagai kordinasi kelembagaan pengelola
irigasi menjadi terputus. Sedahan Agung seperti disebutkan dalam Perda
No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi adalah lembaga yang dibentuk oleh
Pemerintah Kabupaten yang bertugas untuk mengawasi pemakaian dan
pemeliharaan prasarana irigasi, mengatur pembagian air, menyelesaikan
perselisihan, mengajukan usulan kepada Pemerintah Daerah dalam hal pembukaan
sawah dan pendirian subak baru, perluasan areal sawah, perubahan jaringan irigasi
dan pembuatan prasarana irigasi baru.
Dilihat dari tugas dan kedudukannya, lembaga Sedahan Agung mempunyai
peranan yang sangat penting dalam upaya pemberdayaan lembaga subak, karena
lewat lembaga Sedahan Agung pemerintah dalam hal ini Pemerintah Daerah
Kabupaten dan Pemerintah Daerah Provinsi akan secara mudah dapat memetakan
dan mengkoordinasikan berbagai permasalahan subak dilapangan untuk kemudian
merumuskan program secara komprehensif bagi pemberdayaan subak. Hilangnya
59
perselisihan
irigasi
antar
kabupaten.
Namun
semenjak
60
Nilai Skor
Kategori
Mi + 2 Sdi x Mi + 3 Sdi
5416 x 6250
Sangat Efektif
Mi + 1 Sdi x Mi + 2 Sdi
4583 x 5416.7
Efektif
Mi 1 Sdi x Mi + 1 Sdi
2916 x 4583.3
Cukup Efektif
Mi 2 Sdi x Mi -1 Sdi
2083.3 x 2916.7
Tidak Efektif
Mi 3 Sdi x Mi - 2 Sdi
1250 x 2083.3
Dari hasil skor kuesioner pada variabel sarana dan prasarana dengan jumlah
sampel 250 adalah sebesar 2894 sebagaimana terlihat pada Lampiran IIa. Jika di
lihat pada Tabel 4.4, maka variabel sarana dan prasarana dengan jumlah skor 2894
tersebut termasuk dalam kategori tidak efektif. Hasil tersebut didasarkan pada
tidak efektifnya pemeliharaan sarana dan prasarana irigasi yang dilakukan oleh
pemerintah, dalam hal ini sedahan dan sedahan agung. Menurut Peraturan Menteri
PU No.33/PRT/M2007 yang dimaksud dengan sarana dan prasarana irigasi pada
jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkap yang
merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian,
pemberian, penggunaan dan pembuangan air irigasi. Didalam substansi Peraturan
Daerah No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi disebutkan bahwa Sedahan dan
Sedahan Agung berkewajiban memelihara prasarana irigasi di daerah persubakan
61
62
Saat ini di Kabupaten Gianyar, disaat sumber-sumber air mulai terbatas dan
semakin banyaknya stakeholders yang memanfaatkan air permukaan seperti
misalnya PDAM, industri dan sektor pariwisata, maka peluang konflik sangat
berpotensi untuk terjadi. Seperti misalnya konflik petani pada Subak KumpulBone dengan pengusaha tambak karena air irigasi subak dialihkan seluruhnya
untuk kagiatan tambak tanpa melalui koordinasi sehingga petani menjadi sangat
kekurangan air dan terancam gagal panen. Kasus lain yaitu kekeringan areal
sawah yang terjadi pada Subak Lodtunduh dan Subak Bija di Daerah Ubud.
Sungai Ayung yang menjadi sumber utama sebagai air irigasi, airnya dialihkan
untuk menunjang kegiatan pariwisata seperti arung jeram oleh Mega Raffting. Hal
ini tentu saja sangat merugikan subak yang dari dulu melakukan pengelolaan
irigasi pada aliran Sungai Ayung. Apabila hal tersebut tidak segera diatasi, maka
konflik air yang lebih besar akan berpotensi untuk terjadi di Kabupaten Gianyar.
Tidak adanya wadah koordinasi antara pemerintah dengan stakeholder
khususnya dalam hal skala prioritas pemanfaatan air, tentu saja akan menambah
panjang daftar konflik pemanfaatan air. Pengguna air yang tidak mampu
berargumentasi seperti subak misalnya, lebih banyak mengalah atas desakan
kepentingan pengguna air lainnya. Tekanan seperti ini sangat melemahkan dan
bahkan akan menghilangkan sama sekali keberadaan organisasi subak yang sejak
awal memanfaatkan air irigasi sebagai hak ulayat, sehingga keberadaannya
dimasa yang akan datang dikhawatirkan akan punah sama sekali.
63
Nilai Skor
Kategori
Mi + 2 Sdi x Mi + 3 Sdi
2166.7 x 2500
Sangat Efektif
Mi + 1 Sdi x Mi + 2 Sdi
1833.3 x 2166.7
Efektif
Mi 1 Sdi x Mi + 1 Sdi
1166.7 x 1833.3
Cukup Efektif
Mi 2 Sdi x Mi -1 Sdi
833.3 x 1166.7
Tidak Efektif
Mi 3 Sdi x Mi - 2 Sdi
500 x 833.3
Dari hasil skor kuesioner pada variabel sumber daya manusia dengan jumlah
sampel 250 adalah sebesar 1102 sebagaimana terlihat pada Lampiran IIa. Jika
dilihat pada Tabel 4.5, maka variabel organisasi dengan jumlah skor 1102 tersebut
termasuk dalam kategori tidak efektif. Hasil tidak efektif tersebut didasarkan pada
kurang efektifnya peran serta fungsi Pemerintah Daerah dalam didalam
penyediaan prasarana irigasi subak di Kabupaten Gianyar saat ini.
Di Kabupaten Gianyar yang merupakan daerah studi, minimnya anggaran
yang dialokasikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten untuk bidang pengairan
khususnya irigasi, menjadi faktor utama kurang efektifnya penyediaan prasarana
irigasi yang dilakukan pemerintah. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan
didaerah studi, pemerintah lebih cenderung mengalokasikan dana untuk sektor
lain diluar irigasi, seperti sektor pendidikan dan transportasi. Berbagai
64
permasalahan yang dihadapi oleh subak khususnya dalam bidang irigasi seperti
rusaknya saluran irigasi, belum sepenuhnya dapat terselesaikan dengan baik.
Seperti misalnya kasus yang terjadi di Subak Palak Sukawati, dalam hal ini subak
sudah melaporkan kepada Dinas Pekerjaan Umum dalam hal ini sub bidang
pengairan tentang usulan perbaikan saluran irigasi, namun tidak mendapatkan
respon dan tanggapan dari pemerintah. Pemerintah dalam hal ini terkesan tebang
pilih didalam usaha penyediaan prasarana irigasi yang cenderung lebih
memprioritaskan terhadap saluran irigasi utama yang memiliki nilai lebih besar.
Komitmen subak didalam usaha pemeliharaan jaringan irigasi di Kabupaten
Gianyar saat ini dirasa kurang efektif. Tingginya rasa ketergantungan terhadap
bantuan pemerintah membuat subak seolah-olah hanya menunggu bantuan datang
dari pemerintah. Kurang diikutsertakannya subak didalam tahap perencanaan dan
pelaksanaan proyek irigasi, berdampak tidak tersalurkannya pendapat dan aspirasi
subak yang berkaitan dengan desain serta lokasi dari prasarana irigasi yang akan
dibangun dan diperbaiki (Sutawan, 2008). Pemeliharaan jaringan irigasi yang baru
dibangun oleh pemerintah banyak yang ditinggalkan oleh subak. Hal ini
dikarenakan kurangnya pengetahuan petani didalam OP jaringan irigasi yang
dibangun pemerintah, disamping itu kurang jelasnya status kepemilikan jaringan
irigasi yang telah dibangun pemerintah tentang tugas dan tanggung jawab
pemeliharaan, juga menjadi faktor pemicu kurangnya komitmen subak didalam
pemeliharaan prasarana irigasi (Sutawan, dkk. 1989).
65
Nilai Skor
Kategori
Mi + 2 Sdi x Mi + 3 Sdi
10833.3 x 12500
Sangat Efektif
Mi + 1 Sdi x Mi + 2 Sdi
9166.7 x 10833.3
Efektif
Mi 1 Sdi x Mi + 1 Sdi
5833.3 x 9166.7
Cukup Efektif
Mi 2 Sdi x Mi -1 Sdi
4166.7 x 5833.3
Tidak Efektif
Mi 3 Sdi x Mi - 2 Sdi
2500 x 4166.7
Dari hasil skor kuesioner pada variabel manajemen dengan jumlah sampel
250 adalah sebesar 5710 sebagaimana terlihat pada Lampiran IIa. Jika dilihat pada
Tabel 4.6 maka variabel manajemen dengan jumlah skor 5710 tersebut termasuk
dalam kategori tidak efektif. Hasil tersebut didasarkan pada kurang efektifnya
peran serta fungsi lembaga pemerintah seperti Sedahan, Sedahan Agung,
Pemerintah Daerah Kabupaten dan Pemerintah Daerah Provinsi didalam
melaksanakan tugas dan kewajibanya sebagaimana yang tertuang dalam substansi
Peraturan Daerah No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi. Hilangnya eksistensi
lembaga Sedahan Agung dan pemberlakuan Undang-Undang Otonomi Daerah,
berdampak luas terhadap tidak efektifnya berbagai peran dan fungsi dari lembagalembaga tersebut seperti misalnya fungsi pengawasan dan pengaturan air irigasi
subak serta mengatasi perselisihan pengairan yang terjadi.
66
Undang-Undang
Otonomi
Daerah
yang
memberikan
67
Nilai Skor
Kategori
Mi + 2 Sdi x Mi + 3 Sdi
2166.7 x 2500
Sangat Efektif
Mi + 1 Sdi x Mi + 2 Sdi
1833.3 x 2166.7
Efektif
Mi 1 Sdi x Mi + 1 Sdi
1166.7 x 1833.3
Cukup Efektif
Mi 2 Sdi x Mi -1 Sdi
833.3 x 1166.7
Tidak Efektif
Mi 3 Sdi x Mi - 2 Sdi
500 x 833.3
Dari hasil skor kuesioner pada variabel pendanaan dengan jumlah sampel
250 adalah sebesar 1158 sebagaimana terlihat pada Lampiran IIa. Jika di lihat
pada Tabel 4.7 maka variabel pendanaan dengan jumlah skor 1158 tersebut
termasuk dalam kategori tidak efektif. Ketidakefektifan ini didasarkan pada
komitmen pemerintah didalam menggalang dana untuk pembangunan dan
pemeliharaan sarana dan prasarana irigasi. Didalam substansi Peraturan Daerah
No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi disebutkan bahwa Pemerintah Daerah
68
69
4.4.6 Variabel Organisasi, Sarana & Prasarana, SDM, Manajemen dan Pendanaan
Hasil analisis efektifitas pada gabungan dari semua variabel (variabel
Organisasi, Sarana dan prasarana, SDM, Manajemen, dan Pendanaan)
berdasarkan rumus Dantes (2001), diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.8 Efektivitas Variabel Keseluruhan
Rumusan
Nilai Skor
Kategori
Mi + 2 Sdi x Mi + 3 Sdi
31416.7 x 36250
Sangat Efektif
Mi + 1 Sdi x Mi + 2 Sdi
26583 x 31416.7
Efektif
Mi 1 Sdi x Mi + 1 Sdi
16916 x 26583.3
Cukup Efektif
Mi 2 Sdi x Mi -1 Sdi
12083 x 16916.7
Tidak Efektif
Mi 3 Sdi x Mi - 2 Sdi
7250 x 12083.3
Dari hasil skor kuesioner pada semua variabel (variabel Organisasi, Sarana
dan prasarana, SDM, Manajemen, dan Pendanaan) dengan jumlah sampel 250
adalah sebesar 16628 sebagaimana terlihat pada Lampiran IIa. Jika dilihat pada
Tabel 4.8, maka variabel penelitian secara keseluruhan dengan jumlah skor 16628
tersebut termasuk dalam kategori tidak efektif. Hal tersebut didasarkan pada tidak
terimplementasikanya
secara
efektif
substansi
Perda
Irigasi
No.
02/PD/DPRD/1972 di Kabupaten Gianyar saat ini. Hasil ini juga didukung oleh
tidak efektifnya Perda Irigasi bila ditinjau dari hasil analisis masing-masing
variabel dalam penelitian ini.
Secara substansi, Peraturan Daerah No. 02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi
sudah tidak relevan dengan kondisi yang berkembang saat ini. Seperti misalnya
peran dan fungsi lembaga pemerintah seperti lembaga Sedahan dan Sedahan
Agung yang mana sudak tidak difungsikan lagi oleh Pemerintah Daerah akibat
70
adanya otonomi daerah. Efektivitas koordinasi vertikal antara subak dengan unsur
pemerintah juga tidak berjalan secara efektif pasca hilangnya eksistensi lembaga
Sedahan dan Sedahan Agung. Komitmen pemerintah didalam menyediakan air
irigasi juga dipandang tidak efektif, dari hasil observasi menunjukan banyaknya
petani yang mengeluhkan kekurangan air dan terancam gagal panen. Ditinjau dari
segi pendanaan, minimnya dana dan anggaran yang ditujukan untuk perbaikan
sarana dan sarana irigasi berdampak pada tidak efektifnya peran Pemerintah
Daerah didalam menggalang dana untuk irigasi. Berdasarkan hasil tersebut, dari
hasil analisis keseluruhan variabel, mandapatkan hasil bahwa Peraturan Daerah
Bali No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi tidak diimplementasikan secara efektif
saat ini khususnya di Kabupaten Gianyar.
4.5
71
karena telah melebur menjadi satu dengan Dinas Pendapatan Daerah. Efektivitas
kordinasi yang dilakukan oleh kelembagaan pengelola irigasi seperti Sedahan,
Sedahan Agung, Pemerintah Daerah Kabupaten dan Pemerintah Daerah Provinsi,
sebagaimana yang tercantum dalam Perda Irigasi juga sepenuhnya tidak berjalan
secara efektif. Hal ini dikarenakan hilangnya eksistensi lembaga Sedahan dan
Sedahan Agung berdampak pada terputusnya kordinasi vertikal antar lembagalembaga tersebut. Hal ini memberikan gambaran bahwa secara substansi
Peraturan Daerah No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi sudah tidak relevan
dengan kondisi yang ada saat ini.
Efektifitas penyediaan air irigasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah
untuk kegiatan irigasi subak di Kabupaten Gianyar juga tidak berjalan secara
efektif saat ini. Hal ini terlihat dari banyaknya petani yang mengeluhkan
kekurangan air pada saat musim tanam. Munculnya stakeholder baru dalam hal
pemanfaatan air seperti sektor industri, pariwisata dan PDAM mengakibatkan
peluang terjadinya konflik pemanfaatan air semakin meluas. Air yang dulunya
dimanfaatkan oleh petani untuk kegiatan irigasi, kini dialihkan untuk berbagai
sektor diluar irigasi. Tidak efektifnya peran dan fungsi lembaga pemerintah baik
Pemerintah Daerah Kabupaten maupun Pemerintah Daerah Provinsi didalam
mengatur pemanfaatan air, menjadi pemicu meluasnya konflik yang terjadi saat
ini. Konflik antar pengguna sudah sangat dirasakan di kabupaten/kota karena
koordinasi penggunaan air tidak diatur dengan baik. Pengguna air yang tidak
mampu berargumentasi seperti subak misalnya lebih banyak mengalah atas
desakan kepentingan pengguna air lainnya. Demikian juga konflik sumber air
72
lintas wilayah daerah administratif sudah terjadi dan sulit diselesaikan karena
masing-masing merasa memiliki hak atas air, sementara koordinasi penggunaan
sumberdaya air lintas wilayah belum diatur dengan baik.
Peraturan Daerah No. 02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi di Daerah Provinsi
Bali yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Bali yang mulai berlaku sejak
tanggal 13 Desember 1972, secara substansi hanya mengatur tentang mekanisme
koordinasi
kelembagaan
pengelola
irigasi
di
Bali.
Namun
didalam
73
terbina sangat erat sejak jaman pemerintahan Kerajaan Majapahit pada abad ke
XIV (Norken, 2007). Setiap ada permasalahan yang dihadapi, sering kali subak
merasa perlu berkonsultasi dan melaporkan permasalahannya kepada Sedahan
Agung untuk memohon nasehat dan petunjuk, seperti misalnya dalam hal
pemeliharaan jaringan irigasi maupun dalam hal konflik pemanfaatan air irigasi.
Adanya lembaga Sedahan Agung membuat subak merasa nyaman didalam
kegiatan pengelolaan irigasi karena ada lembaga yang mengayomi. Dengan
dikeluarkannya Peraturan Daerah Bali No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi,
peran dan fungsi dari lembaga Sedahan Agung telah dicantumkan dalam pasal 16
yaitu sebagai berikut:
74
75
data
dilapangan,
mendapatkan
hampir
seluruh
responden
76
4.7
mengantisipasi konflik internal sesama pengguna air irigasi, maka perlu dibentuk
suatu kelembagaan pengelolaan irigasi yang meliputi instansi pemerintah yang
membidangi irigasi, perkumpulan petani pemakai air dan komisi irigasi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.20 tahun 2006 tentang Irigasi, yang
dimaksud dengan perkumpulan petani pemakai air adalah kelembagaan
pengelolaan air irigasi yang menjadi wadah petani pemakai air dalam satu daerah
layanan/petak tersier atau desa yang dibentuk secara demokratis oleh petani
pemakai air termasuk lembaga lokal pengelola irigasi. Sehingga dengan demikian,
keberadaan subak di Bali diakui eksistensinya dan seyogyanya harus dilestarikan
keberadaannya.
Persmasalahan yang dihadapi oleh subak di daerah studi adalah
tersumbatnya saluran koordinasi dengan pemerintah, karena tidak jelasnya wadah
yang mengkoordinasikan unsur-unsur pemerintah yang bertanggung jawab dalam
mengayomi lembaga subak. Oleh karena itu, wadah koordinasi untuk pengelolaan
irigasi di tingkat kabupaten yang menurut PP. No 20 tahun 2006 yang tertuang
dalam pasal 11 dan 12 disebut dengan Komisi Irigasi (Komir) Kabupaten/Kota
dipandang
sangat
perlu
segera
dibentuk.
Permen
Pekerjaan
Umum
77
78
diminimalisir, dan yang terpenting adalah subak sebagai pengelola irigasi di Bali
semakin dapat diberdayakan dan dilestarikan keberadaannya.
4.8
pada sistem subak di Kabupaten Gianyar, berdasarkan pada hasil kajian analisis
dan observasi yang dilakukan pada saat pengumpulan data lapangan serta merujuk
kepada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.20 tahun 2006 tentang
Irigasi dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.31/PRT/M/2007 tentang
Pedoman Mengenai Komisi Irigasi, maka dapat direkomendasikan pengelolaan
irigasi berbasis pada sistem subak di Kabupaten Gianyar adalah sebagai berikut:
1.
79
80
rencana tahunan pembagian dan pemberian air irigasi bagi pertanian dan
keperluan lainnya, merekomendasikan prioritas alokasi dana pengelolaan irigasi
dan memberikan pertimbangan mengenai izin alih fungsi lahan beririgasi.
Komisi Irigasi Provinsi dibentuk oleh gubernur yang terdiri dari ketua yang
dijabat oleh kepala Bappeda provinsi. Keanggotaan Komisi Irigasi Provinsi
beranggotakan wakil Komisi Irigasi Kabupaten/kota yang terkait, wakil
perkumpulan petani pemakai air, wakil pemerintah provinsi, dan wakil kelompok
pengguna jaringan irigasi dengan prinsip keanggotaan proporsional dan
keterwakilan. Komisi Irigasi Provinsi membantu gubernur dengan tugas
merumuskan kebijakan untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi dan
fungsi irigasi, merumuskan rencana tahunan penyediaan air irigasi, merumuskan
rencana tahunan pembagian dan pemberian air irigasi bagi pertanian dan
keperluan lainnya dan merekomendasikan prioritas alokasi dana pengelolaan
irigasi.
Didalam keanggotaan Komisi Irigasi baik Komisi Irigasi Provinsi maupun
Komisi Irigasi Kabupaten/kota, dengan diposisikannya wakil subak dalam wadah
koordinasi Komisi Irigasi diharapkan terjadi koordinasi yang lebih efektif baik
secara horisontal antar subak, subak gede dan koordinasi vertikal dengan
pemerintah. Dengan demikian, permasalahan yang berhubungan dengan sistem
irigasi yang dihadapi oleh subak saat ini di Kabupaten Gianyar seperti terbatasnya
pasokan air irigasi, kerusakan jaringan irigasi, terbatasnya pendanaan pengelolaan
irigasi, meningkatnya alih fungsi lahan dan masalah lain yang berhubungan
dengan irigasi, lebih cepat dapat diatasi.
81
82
83
84
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1
Simpulan
Berdasarkan
hasil
penelitian
dan
pembahasan
tentang
Efektivitas
85
5.2
Saran
Berdasarkan
hasil
penelitian
dan
pembahasan
tentang
efektivitas
86
2.
3.
87
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Buku Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Tesis dan Desertasi.
Denpasar: Universitas Udayana.
Anonim. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004
Tentang Sumber Daya Air.
Anonim. 2008. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2006
Tentang Irigasi.
Anonim. 2007. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 31/PRT/M/2007
Tentang Pedoman Mengenai Komisi Irigasi.
Dinas Pekerjaan Umum, 1986. Standar Perencanaan Irigasi, Bandung: Galang
Persada
Anonim. 1972. Peraturan Daerah No. 02/PD/DPRD/1972 Tentang Irigasi Di
Daerah Propinsi Bali.
Norken. 2003. Pengembangan dan Pengelolaan Sumber Daya Air Secara
Terpadu dan Berkelanjutan Seminar Pengembangan Sumber Daya Air
Secara Terpadu dan Berkelanjutan. Denpasar
Jelantik Susila. 2006. Subak Dimasa Lalu Kini dan Nanti (makalah seminar
subak). Kabupaten Badung
Suputra. 2007. Efektifitas Pengelolaan Sumber Air Untuk Kebutuhan Air Irigasi
Subak Di Kota Denpasar (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
Mudhina. 2009. Strategi Pemberdayaan Subak Di Daerah Pengaliran Sungai
(DPS) Tukad Unda (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
Nunuk. 2010. Partisipasi Subak Dalam Operasi dan Pemeliharaan Jaringan
Irigasi Pada Daerah Irigasi Mambal Di kabupaten Badung(tesis).
Denpasar: Universitas Udayana.
Suyasa. 2010. Efektivitas Pengelolaan Jaringan Irigasi Pada Daerah Aliran
Tukad Yeh Ho di Gadungan Lambuk(tesis). Denpasar: Universitas
Udayana.
Anonim. 1986. Standar Perencanaan Irigasi. Jakarta: Departemen Pekerjaan
Umum.
88
Priyanto. 2010. Teknik Mudah dan Cepat Melakukan Analisis Data Penelitian.
Jakarta: Gava Media.
Windia. 2006. Transformasi Sistem Irigasi Subak Yang berlandaskan Konsep Tri
Hita Karana. Denpasar: Pustaka Bali Post
Windia. 2008. Teknik Menuju Sistem Irigasi Subak Yang Berkelanjutan di
Bali(orasi ilmiah). Denpasar : Universitas Udayana
Sutawan. 2008. Organisasi dan manajemen Subak di Bali. Denpasar: Offset BP
Denpasar