Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan sayuran semakin meningkat dengan semakin tingginya


kesadaran masyarakat terhadap gizi makanan yang bersumber dari sayuran.
Masyarakat semakin sadar bahwa kandungan gizi dan vitamin dari sayuran
merupakan unsur esensial di dalam tumbuhan. Bahkan beberapa jenis vitamin
tertentu hanya dapat ditemukan pada sayuran dan tidak dapat ditemukan pada
sumber makanan lainnya. Salah satu sayuran yang diminati oleh konsumen adalah
selada.
Selada (Lactuca sativa L. var. New Grand Rapids) merupakan salah satu
jenis sayuran yang mengandung gizi yang cukup tinggi. Menurut USDA National
Nutrient Data Base (2018), dalam 100 g selada terkandung energi 15 kalori,
karbohidrat 2,87 g, protein 1,36 g, dan lemak 0,15 g. Tanaman selada awalnya
digunakan sebagai bahan obat-obatan dan kemudian dikenal sebagai bahan
sayuran. Dalam kehidupan sehari-hari daun selada dimanfaatkan sebagai lalap
mentah, sayuran penyegar hidangan di pesta-pesta untuk membuat salad dan juga
berfungsi sebagai obat penyakit panas dalam juga untuk memperlancar
pencernaan (Surnarjono, 2004).
Bertambahnya jumlah penduduk Indonesia serta meningkatnya kesadaran
penduduk akan kebutuhan gizi menyebabkan bertambahnya permintaan akan
sayuran salah satunya komoditas selada. Kandungan gizi pada sayuran terutama
vitamin dan mineral tidak dapat disubtitusi melalui makanan pokok (Nazaruddin,
2003). Tanaman selada mengandung mineral, vitamin, antioksidan, potassium, zat
besi, folat, karoten, vitamin C dan vitamin E. Berbagai kandungan seperti vitamin
dan mineral pada sayuran selada sangat bermanfaat bagi tubuh seperti membantu
pembentukan sel darah putih dan sel darah merah dalam susunan sum-sum tulang,
mengurangi resiko terjadinya kanker, tumor dan penyakit katarak, membantu
kerja pencernaan dan kesehatan organ-organ di sekitar hati serta menghilangkan
gangguan anemia.
2

Secara umum produksi nasional tanaman selada masih rendah bila


dibandingkan dengan besarnya kebutuhan dalam negeri. Selain itu, permintaan
ekspor selada juga terus mengalami kenaikan. Upaya peningkatan produksi masih
menemui beberapa hambatan diantaranya adalah masih sedikitnya petani yang
menanam selada. Penanaman selada pada umumnya dilakukan petani pada daerah
dataran tinggi, padahal luas lahan kering dataran rendah masih cukup potensial
untuk peningkatan produktivitas sayuran. Sayuran dataran tinggi peka terhadap
suhu yang tinggi karena dapat mempengaruhi laju pertumbuhan tanaman. Sifat
khas sayuran dataran tinggi adalah akan berproduksi lebih baik apabila ditanam di
dataran tinggi. Faktor yang kedua yaitu tidak efisiennya penggunaan pupuk pada
pertanaman selada selama ini, sehingga produksi tanaman selada relatif rendah.
Oleh sebab itu, diperlukan suatu sistem budidaya yang mampu meningkatkan
produksi sayuran selada dengan menggunakan sistem budidaya hidroponik.
Hidroponik merupakan salah satu alternatif cara bercocok tanam tanpa
menggunakan tanah sebagai media tanamnya. Hidroponik berasal dari kata Hydro
(air) dan ponics (pengerjaan), sehingga hidroponik bisa diartikan bercocok tanam
2 dengan menggunakan media tanam air. Selain media tanam air juga dipakai
media pasir dan bahan porous seperti kerikil, pecahan genteng, pecahan batu bata,
serbuk kayu, arang sekam dan lain-lain (Aminuddin, 2003). Suhardiyanto (2002)
menyatakan beberapa kelebihan hidroponik adalah kebersihannya lebih mudah
terjaga, tidak ada masalah berat seperti pengolahan tanah serta gulma, penggunaan
pupuk dan air efisien, tanaman diusahakan tanpa tergantung musim, tanaman
berproduksi dengan kualitas dan produktivitas tinggi serta tanaman mudah
diseleksi dan dikontrol.
Hidroponik berasal dari bahasa Yunani hydroponic yaitu hidro yang
berarti air dan ponus yang berarti kerja. Hidropnik merupakan teknologi bercocok
tanam yang menggunakan media air, nutrisi, dan oksigen. Sistem hidroponik yaitu
penamaan tanaman tanpa menggunakan media tanah melainkan menggunakan air
yang diberi nutrisi sebagai unsur hara atau sumber makanan bagi tanaman
(Anjeliza, 2014). Bertanam dengan sistem hidroponik memiliki berbagai
keuntungan diantaranya tidak memerlukan lahan yang luas, mudah dalam
perawatannya karena tempat budidaya relatif bersih dan media tanamnya steril,
3

terlindung dari hujan, serangan hama dan penyakit relative kecil, produktivitas
lebih banyak, serta memiliki nilai jual yang tinggi. Sistem hidroponik saat ini
berkembang menjadi beberapa macam yaitu aeroponik, irigasi tetes, rakit apung,
wick, ebb and flow, dan NFT (Nutrient Film Technique) (Wibowo, 2013).
Desain wick (sumbu) merupakan cara bertanam hidroponik yang sangat
sederhana karena pada prinsipnya haya membutuhkan sumbu yang
menghubungkan antara nutrisi dan media tanam. Air dan nutrisi akan sampai ke
akar tanaman dengan memanfaatkan prinsip daya kapilaritas air melalui perantara
sumbu. Media tanam akan terus-menerus basah oleh air dan nutrisi yang diberikan
di sekitar akar tanaman. Desain wick merupakan metode hidroponik yang
menggunakan perantara sumbu sebagai penyalur nutrisi bagi tanaman dalam
media tanam. Desain ini bersifat pasif, karena tidak ada bagian-bagian yang
bergerak (Marlina, 2015). Hidroponik sumbu (wicks) adalah salah satu metode
hidroponik yang sederhana dengan menggunakan sumbu sebagai penghubung
antara nutrisi dan bagian perakaran pada media tanam. Salah satu kelemahan
hidroponik sistem sumbu yaitu larutan nutrisi tidak tersirkulasi sehingga rawan
ditumbuhi lumut, pertumbuhan tanaman sedikit lebih lambat.
Keberhasilan budidaya secara sistem hidroponik, selain ditentukan oleh
media yang digunakan, juga ditentukan oleh larutan nutrisi yang diberikan, karena
tanaman tidak mendapatkan unsur hara dari medium tumbuhnya. Oleh karena itu
budidaya selada secara hidroponik harus mendapatkan hara melalui larutan nutrisi
yang diberikan (Silvina dan Syafrinal, 2008). Tanaman selada memerlukan unsur
hara makro terdiri atas C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, dan S dan unsur hara mikro
yaitu Mn, Cu, Fe, Mo, Zn, dan B sesuai kebutuhan yang telah tersedia di dalam
larutan nutrisi untuk pertumbuhan tanaman yang terkandung di dalam pupuk
majemuk kemasan A dan B.
Upaya lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas suatu tanaman adalah dengan penambahan zat pengatur tumbuh (zpt).
Giberelin (GA3) adalah zpt yang berperan untuk menstimulasi pertumbuhan
batang, mempengaruhi inisiasi pembungaan, memacu perkecambahan biji,
merangsang pembentukan dan pertumbuhan buah (Salisbury dan Ross, 1992).
Pemberian GA3 dengan. konsentrasi berbeda akan mempengaruhi respon yang
4

ditunjukkan oleh tanaman. Hal ini dibuktikan oleh Syafi’i (2005) bahwa
pemberian GA3 dengan konsentrasi 60 ppm memberikan hasil yang terbaik pada
variabel berat segar dan berat kering tanaman, diameter buah, dan tebal daging
buah melon (Cucumis melo L.) pada sistem tanam hidroponik irigasi tetes.
Sunardi, et al., (2013) juga membuktikan bahwa pemberian giberelin 15 ppm
mempengaruhi tinggi tanaman, berat basah batang, dan berat basah akar tanaman
kangkung air (Ipomea aquatica Forsk L.) pada sistem hidroponik Floating Raft
Technique (FRT).
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Pengaruh Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Selada (Lactuca
Sativa L. Var. New Grand Rapids) pada Teknologi Hidroponik System Wick
dengan Berbagai Konsentrasi Giberelin (GA3).”

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :


1. Bagaimana pengaruh pemberian giberelin pada konsentrasi yang berbeda
terhadap pertumbuhan tanaman selada secara hidroponik dengan sistem
wick?

2. Bagaimana pengaruh perbedaan konsentrasi giberelin terhadap produksi


tanaman selada secara hidroponik dengan sistem wick?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian giberelin pada konsentrasi yang


berbeda terhadap pertumbuhan tanaman selada secara hidroponik dengan
sistem wick.
2. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi giberelin terhadap produksi
tanaman selada secara hidroponik dengan sistem wick.

1.4 Hipotesis

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :


5

1. Pemberian berbagai konsentrasi giberelin berpengaruh nyata terhadap


pertumbuhan tanaman selada secara hidroponik dengan sistem wick.

2. Pemberian berbagai konsentrasi giberelin berpengaruh nyata terhadap produksi


tanaman selada secara hidroponik dengan sistem wick.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi kepada masyarakat


dan peneliti selanjutnya tentang penggunaan giberelin dalam budidaya tanaman
secara hidroponik dengan menggunakan sistem wick.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani Tanaman Selada Keriting

Selada keriting (Lactuca sativa L.) adalah tanaman asli lembah


Mediterania Timur. Terdapat bukti berupa lukisan pada kuburan Mesir kuno yang
menunjukkan bahwa Lactuca sativa L. telah ditanam sejak tahun 4500 SM.
Tanaman ini awalnya digunakan sebagai obat dan pembuatan minyak, selain itu
biji selada juga dapat dimakan (Cahyono, 2005).
2.1.1 Klasifikasi sayuran selada menurut (Cahyono, 2005) sebagai berikut :
Phylum : Spermatophyta
Ordo : Dicotyledoneae
Subclass : Angiospermae
Super famili : Asterales
7

Genus : Lactuca
Species : Lactuca sativa L.
2. 2.1 Morfologi Tanaman
1. Daun
Selada daun adalah tanaman semusim (annual) dan polimorf khususnya
pada bagian daun selada. Kultivar selada daun sangat beragam ukuran, warna dan
tekstur daunnya. Daun tanaman selada keriting mengandung vitamin A, B dan C
yang bermanfaat bagi kesehatan. Daun selada keriting memiliki bentuk tangkai
daun lebar dan tulang daun menyirip. Tekstur daun lunak, renyah dan terasa agak
manis. Daun selada keriting memiliki ukuran panjang 20 hingga 25 cm dan lebar
sekitar 15 cm (Cahyono, 2005).
2. Batang
Batang tanaman selada keriting termasuk batang sejati, bersifat kekar,
kokoh dan berbuku - buku, ukuran diameter batang berkisar antara 2 - 3 cm
(Cahyono, 2005).
3. Akar
Tanaman ini menghasilkan akar tunggang dengan cepat dengan dibarengi
dengan berkembang dan menebalnya akar lateral secara horizontal. Akar lateral
tumbuh didekat permukaan tanah berfungsi untuk menyerap sebagian air dan hara
(Cahyono, 2005).
4. Bunga dan Biji
Perbungaan selada keriting memiliki tipe mulai rata padat yang tersusun
dari banyak bongkol bunga yang terdiri dari 10 - 25 kuncup bunga dengan
melakukan penyerbukan sendiri meskipun terkadang penyerbukan dibantu dengan
serangga. Seluruh bunga dalam bongkol yang sama akan membuka secara
bersamaan dan singkat pada pagi hari. Biji di dalam bongkol yang sama juga
berkembang secara bersamaan, setiap satu bunga menghasilkan satu biji yang
disebut achene. Biji cenderung tersebar, berukuran kecil, bertulang dan
diselubungi rambut kaku (Cahyono, 2005).

2.2. Syarat Tumbuh Tanaman Selada

1. Iklim
8

Selada dapat tumbuh di dataran tinggi maupun dataran rendah. Namun,


hampir semua tanaman selada lebih baik diusahakan di dataran tinggi. Pada
penanaman di dataran tinggi, selada cepat berbunga. Suhu optimum bagi
pertumbuhannya adalah 15-20 ºC (Anonim, 2011). Daerah- daerah yang
dapatditanami selada terletak pada ketinggian 5-2.200 meter di atas permukaan
laut. Selada krop biasanya membentuk krop bila ditanam di dataran tinggi, tapi
ada beberapa varietas selada krop yang dapat membentuk krop di dataran rendah
seperti varietas great lakes dan Brando (Haryanto et al., 2002).
2. Tanah
Tanaman selada dapat ditanam pada berbagai macam tanah,. Namun
pertumbuhan yang baik akan diperoleh bila ditanam pada tanah liat berpasir yang
cukup mengandung bahan organik, gembur, remah, dan tidak mudah tergenang
oleh air. Selada tumbuh baik dengan pH 5,0 - 6,5. Bila pH terlalu rendah perlu
dilakukan pengapuran (Sunarjono, H. 2008).

2.3. Budidaya Tanaman Selada

1. Benih
Penanaman selada dapat dilakukan dengan biji. Biji selada yang kecil
diperoleh dari tanaman yang dibiarkan berbunga. Setelah tua, tanaman selada
dipetik kemudian diambil bijinya. Benih selada yang diperlukan untuk 1 ha lahan
adalah sebanyak 800 gram (Supriati dan Herliana, 2011).
2. Persemaian
Biji selada disemai dan dijaga kelembaban tempat persemaiannya,
sehingga selada tumbuh cepat dan baik. Bibit selada dapat dipindahkan kelahan
apabila telah berumur 3 minggu atau sudah memiliki 45 helai daun. Bibit dapat
dipindahkan ke lahan dengan jarak 25 x 25 cm (Yelianti, 2011).
3. Penanaman
Penanaman selada di anjurkan pada akhir musim hujan, akan tetapi selada
dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan cukup pemberian airnya. Selada
dapat ditanam secara langsung, akan tetapi untuk mendapatkan hasil yang baik
disarankan benih disemaikan terlebih dahulu (Djamaan, 2006).
4. Pemeliharaan
9

Pemeliharaan tanaman selada yang perlu dilakukan adalah :


1. Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari sampai selada tumbuh normal dari awal
persemaian hingga dipindahkan kelahan. Alat yang digunakan pada penyiraman
harus memiliki siraman yang halus dengan tujuan tidak merusak tanaman.
Penyulaman dilakukan apabila tanaman ada yang mati, dilakukan satu minggu
setelah tanam. Selanjutnya pengendalian gulma, pengedalian ini bertujuan agar
tidak ada persaingan dalam penyerapan unsur hara pada tanaman selada.
Pengendalian dilakukan dengan cara mencabut gulma dengan menggunakan
tangan (Zulkarnain, 2005).
2. Pemupukan
Tanaman selada tumbuh dengan baik pada tanah yang subur dan banyak
mengandung humus. Pada umur 2 minggu setelah tanam, pupuk urea diberikan di
dalam larikan sejauh + 5 cm dari tanaman. Kemudian pupuk ditutup dengan tanah.
Dosis pupuk N + 60 kg N/ha atau 300 kg urea/ha Pupuk tersebut dapat diberikan
dua kali dengan selang waktu 2 minggu (Yelianti, 2011).
3. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman (HPT)
Hama dan penyakit yang menyerang tanaman selada antara lain kutu daun
(Myzus persicae) dan penyakit busuk akar karena Rhizoctonia sp. Pengendalian
HPT dilakukan tergantung pada HPT yang menyerang. Apabila diperlukan
pestisida, gunakan pestisida yang aman sesuai kebutuhan dengan memperhatikan
ketepatan pemilihan jenis, dosis, volume, waktu, interval dan cara aplikasi
(Supriati dan Herliana, 2011).
5. Panen
Pemanenan tanaman selada dilakukan pada umur 35 hari setelah
dipindahkan kelapangan. Tanaman selada dapat dipanen dengan dicirikan daun
berwarna hijau segar dan diameter batang lebih kurang 1 cm. Selada dipanen
dengan cara membongkar tanah di seluruh bagian tanaman (Zulkarnain, 2005).

2.4. Manfaat Selada

Selada keriting memiliki banyak kandungan gizi dan mineral. Menurut


Lingga (2010), selada memiliki nilai kalori yang sangat rendah. Selada keriting
10

kaya akan vitamin A dan C yang baik untuk menjaga fungsi penglihatan dan
pertumbuhan tulang normal. Selada memiliki manfaat lain dapat memperbaiki
organ dalam, mencegah panas dalam, melancarkan metabolisme, membantu
menjaga kesehatan rambut, mencegah kulit menjadi kering, dan dapat mengobati
insomia. Kandungan gizi yang terdapat pada selada adalah serat, provitamin A
(karotenoid), kalium dan kalsium (Supriati dan Herliana, 2014).

2.5. Kandungan Gizi Selada

Selada keriting merupakan sumber yang vitamin. Kaya garam mineral dan
unsur - unsur alkali sangat mendominasi. Hal ini yang membantu menjaga darah
tetap bersih, pikiran dan tubuh dalam keadaan sehat. Selada berdaun kaya akan
lutein dan beta-karaten. Juga memasok vitamin C dan K, kalsium, serat, folat, dan
zat besi. Vitamin K berfungsi membantu pembekuan darah. Nutrisi lainnya adalah
vitamin A dan B6, asam folat likopen, kalium, dan zeaxanthin. Selada keriting
mengandung alkaloid yang bertangung jawab untuk efek terapeutik (Lingga,
2010)

2.6. Hidroponik

Istilah hidroponik berasal dari bahasa latin “hydro” (air) dan “ponous”
(kerja), disatukan menjadi “ hydroponic” yang berarti bekerja dengan air. Jadi
istilah hidroponik dapat diartikan secara ilmiah yaitu suatu budidaya tanaman
tanpa menggunakan tanah tetapi dapat menggunakan media seperti pasir, krikil,
pecahan genteng yang diberi larutan nutrisi mengandung semua elemen esensial
yang diperlukan untuk pertumbuhan dan hasil tanaman (Lingga, 2005).
Budidaya dengan sistem hidroponik memiliki kelebihan tersendiri maka
dapat berkembang lebih cepat. Kelebihan yang utama adalah keberhasilan
tanaman untuk tumbuh dan berproduksi lebih terjamin. Selain itu, perawatan lebih
praktis, pemakaian pupuk lebih efisien, tanaman yang mati lebih mudah diganti
dengan tanaman yang baru, tidak diperlukan tenaga yang kasar karena metode
kerja lebih hemat, tanaman lebih higienis, hasil produksi lebih kontinu dan
memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan secara konvensional, dapat
11

dibudidayakan di luar musim, dan dapat dilakukan pada ruangan yang sempit
(Lingga, 2005).
Hidroponik berasal dari bahasa Yunani hydroponic yaitu hidro yang
berarti air dan ponus yang berarti kerja. Hidropnik merupakan teknologi bercocok
tanam yang menggunakan media air, nutrisi, dan oksigen. Sistem hidroponik yaitu
penamaan tanaman tanpa menggunakan media tanah melainkan menggunakan air
yang diberi nutrisi sebagai unsur hara atau sumber makanan bagi tanaman
(Anjeliza, 2014). Bertanam dengan sistem hidroponik memiliki berbagai
keuntungan diantaranya tidak memerlukan lahan yang luas, mudah dalam
perawatannya karena tempat budidaya relatif bersih dan media tanamnya steril,
terlindung dari hujan, serangn hama dan penyakit relative kecil, produktivitas
lebih banyak, serta memiliki nilai jual yang tinggi. Sistem hidroponik saat ini
berkembang menjadi beberapa macam yaitu aeroponik, irigasi tetes, rakit apung,
wick, ebb and flow, dan NFT (Nutrient Film Technique) (Wibowo, 2013).
Desain wick (sumbu) merupakan cara bertanam hidroponik yang sangat
sederhana karena pada prinsipnya haya membutuhkan sumbu yang
menghubungkan antara nutrisi dan media tanam. Air dan nutrisi akan sampai ke
akar tanaman dengan memanfaatkan prinsip daya kapilaritas air melalui perantara
sumbu. Media tanam akan terus-menerus basah oleh air dan nutrisi yang diberikan
di sekitar akar tanaman. Desain wick merupakan metode hidroponik yang
menggunakan perantara sumbu sebagai penyalur nutrisi bagi tanaman dalam
media tanam. Desain ini bersifat pasif, karena tidak ada bagian-bagian yang
bergerak (Marlina, 2015). Hidroponik sumbu (wicks) adalah salah satu metode
hidroponik yang sederhana dengan menggunakan sumbu sebagai penghubung
antara nutrisi dan bagian perakaran pada media tanam. Salah satu kelemahan
hidroponik sistem sumbu yaitu larutan nutrisi tidak tersirkulasi sehingga rawan
ditumbuhi lumut, pertumbuhan tanaman sedikit lebih lambat.

2.7. Nutrisi A & B Mix

Pada budidaya tanaman dengan sistem hidroponik pemberian air dan


pupuk memungkinkan dilaksanakan secara bersamaan. Dalam sistem hidroponik,
pengelolaan air dan hara difokuskan terhadap cara pemberian yang optimal sesuai
12

dengan umur tanaman dan kondisi lingkungan sehingga tercapai hasil yang
maximum (Susila, 2006). Tanaman membutuhkan 13 unsur penting untuk
pertumbuhanya. Disamping ke 13 nutrisi ini adapula pemanfaatan karbon,
hidrogen dan oksigen yang berasal dari air dan atmosfer. Ke 13 unsur penting ini
dikelompokkan menjadi dua bagian (1) yang dibutuhkan dalam jumlah yang
relatif besar, dikenal dengan unsur makro; dan (2) yang dibutuhkan dalam jumlah
yang relatif kecil, yang dikenal dengan unsur mikro. Unsur makro yaitu Nitrogen
(N), Fosfor (P), Kalium (K), Magnesium (Mg) dan Sulfur (S). Unsur mikro yaitu
Besi (Fe) Mangan (Mn), Tembaga (Cu), Boron (B), Zinc (Zn), Molybdenum (Mo)
dan Klor (Cl). Tanaman tidak dapat tumbuh baik tanapa salah satu dari unsur
penting tersebut, karenanya disebut penting. Sebagai penanam, ke 13 unsur
penting tersebut harus disediakan. Dalam hidroponik dikenal sebagai larutan
nutrisi (Otazu, 2010).
Menurut Lingga (2001), nutrisi yang diberikan dapat digolongkan
menjadi dua kelompok yaitu, nutrisi yang mengandung unsur hara makro dan
yang mengandung unsur hara mikro. Unsur hara makro yaitu nutrisi yang
diperlukan tanaman dalam jumlah yang cukup banyak seperti N, P, K, S, Ca, dan
Mg. Unsur hara mikro merupakan nutrisi yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah
yang sedikit, seperti Mn, Cu, Mo, Zn, dan Fe. Walaupun dalam jumlah sedikit,
unsur mikro ini harus tetap ada. Pemberian larutan hara yang teratur sangat
penting aeroponik dan hidroponik, karena media hanya berfungsi sebagai
penopang tanaman dan sarana meneruskan larutan atau air ke akar tanaman
tersebut. Hara tersedia bagi tanaman pada pH 5,5 - 7,5 tetapi yang terbaik adalah
6,5 karena pada kondisi ini unsur hara dalam keadaan mempunyai ikatan kimia
yang lemah. Kebutuhan tanaman akan unsur hara berbeda – beda menurut tingkat
pertumbuhannya dan jenis tanaman (Jones, 2005).

2.8 Giberelin

Giberelin (GA3) adalah zpt yang berperan untuk menstimulasi


pertumbuhan batang, mempengaruhi inisiasi pembungaan, memacu
perkecambahan biji, merangsang pembentukan dan pertumbuhan buah (Salisbury
dan Ross, 1992). Giberelin merupakan salah satu ZPT yang berperan secara
13

fisiologis pada tanaman. Menurut Yasmin, Wardiyati & Koesriharti (2014)


aplikasi konsentrasi GA3 yang diberikan mampu memacu pertumbuhan tanaman
melalui peningkatan tinggi tanaman dan luas daun. GA3 dapat memengaruhi
proses biologi yang terdapat dalam tumbuhan, seperti pembungaan, partenokarpi,
dan mobilisasi karbohidrat selama masa perkecambahan berlangsung (Fraklin,
Pearce & Mitchel 2008).
Respon tanaman terhadap pemberian GA3 dapat dipengaruhi oleh
konsentrasi. Penelitian Maharani, Suwirmen & Noli (2018) menyatakan bahwa
pengaruh konsentrasi GA3 terhadap pertumbuhan kailan (Brassica oleracea L.
Var. alboglabra) pada konsentrasi GA3 tertinggi (60 ppm) mampu memberikan
hasil terbaik terhadap pertumbuhan kailan. Syamsiah & Marlina (2016)
menyatakan perlakuan GA3 (giberelein 100 ppm) merupakan perlakuan yang
memberikan pengaruh pertumbuhan tanaman selada paling baik. Pemberian GA3
dengan konsentrasi berbeda akan mempengaruhi respon yang ditunjukkan oleh
tanaman. Hal ini dibuktikan oleh Syafi’i (2005) bahwa pemberian GA3 dengan
konsentrasi 60 ppm memberikan hasil yang terbaik pada variabel berat segar dan
berat kering tanaman, diameter buah, dan tebal daging buah melon (Cucumis melo
L.) pada sistem tanam hidroponik irigasi tetes. Sunardi, et al., (2013) juga
membuktikan bahwa pemberian giberelin 15 ppm mempengaruhi tinggi tanaman,
berat basah batang, dan berat basah akar tanaman kangkung air (Ipomea aquatica
Forsk L.) pada sistem hidroponik Floating Raft Technique (FRT).
14

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan di Unram Farming Desa Nyurlembang


Kecamatan Narmada Kabupaten Lombok Barat pada bulan Oktober sampai
November 2020.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat
Alat – alat yang digunakan adalah Styrofoam buah ukuran sedang, netpot,
TDS, pH meter, penggaris, kawat, plastic hitam, gunting/cutter, selotip ukuran
besar, steples, nampan untuk menyemai, korek api dan alat tulis menulis.

3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih selada hijau
keriting grand rapids , nutrisi AB Mix sayur daun, Giberelin, rock woll, air,
sumbu(kain flannel).
15

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen


Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang digunakan adalah konsentrasi
giberelin yang terdiri atas enam taraf, yaitu: G0= kontrol, G1= 5 ppm, ppm, G2=
10 ppm, G3= 15 ppm, dan G4= 20 . Perlakuan diulang sebanyak empat kali
sehingga diperoleh 20 unit percobaan. Setiap unit percobaan terdiri atas 6 tanaman
sehinggal total tanaman keseluruhan 120 tanaman. Data yang diperoleh dianalisis
dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada
taraf 5%.

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Pembuatan Hidroponik Sistem Wick Sederhana


Pembuatan system ini dengan menggunakan box styrofoam buah ukuran
37 cm x 24 cm x 16 cm yang bagian dalamnya di lapisi plastik hitam. Jarak
tanaman antar lubang pada Styrofoam adalah 12 x 8 cm dengan diameter lubang
4 cm. Bagian penutup Styrofoam buah di lubangi dengan menggunakan kawat
yang sudah dibulatkan dengan diameter 4 cm dan dipanaskan. Netpot diameter 5
cm dipasangkan sumbu dari kain flannel yang sudah dipotong memanjang dengan
ukuran 5 cm x 2 cm.
3.4.2 Persemaian Benih Selada
Persemaian dilakukan dengan menggunakan media rockwoll yang sudah
dipotong dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm diletakkan ke dalam bak semai /
nampan. Selanjutnya rockwoll dibasahi dengan cara menambahkan air
secukupnya ke dalam wadah semai. Benih yang digunakan adalah selada selada
var. New Grand Rapids. Sebelum disemai benih tersebut direndam terlebih dahulu
agar benih dapat tumbuh serempak dan tumbuh lebih cepat. Bagian tengah
rockwool dilubangi menggunakan tusuk gigi sedalam ±0,5 cm. Biji selada
dimasukkan ke dalam lubang pada rockwool dan dibiarkan selama 24 jam di
daerah yang tidak terkena sinar matahari. Setelah biji selada berkecambah, wadah
penyemaian dipindahkan ke daerah yang terkena sinar matahari untuk
menghindari etiolasi. Setelah itu benih ditanam pada masing-masing rockwoll
16

tersebut dengan menjaga kelembaban rockwoll. Persemaian benih berlangsung 14


hari ditandai dengan tumbuhnya 3–4 helai daun.
3.4.3.Pembuatan Larutan ZPT (GA3 )
Pembuatan larutan GA3 konsentrasi 100 ppm yaitu GA3 sebanyak 100 mg
dilarutkan dalam 1000 ml akuades. Larutan GA3 yang diperoleh merupakan
larutan stok awal. Pembuatan GA3 konsentrasi 20 ppm dipipet sebanyak 20 ml
dari larutan stok awal, kemudian dilarutkan dalam akuades sampai volume 100
ml. Larutan stok awal GA3 yang diambil dapat dihitung dengan rumus
pengenceran (Indrianto, 1990):
V1 × M1 = V2 × M2
Keterangan :
V1 = volume larutan stok awal (ml)
V2 = volume larutan pengenceran (ml)
M1 = konsentrasi larutan stok awal (ppm)
M2 = konsentrasi larutan pengenceran (ppm)
3.4.4.Pembuatan Nutrisi
(AB mix) Nutrisi yang digunakan yaitu Pupuk AB Mix (pupuk anorganik)
yang dilarutkan dengan kandungan hara makro dan mikro yang lengkap. Sebelum
pembutan larutan AB Mix, dibuat larutan induk/ larutan stok terlebih dahulu.
Pembuatan larutan stok dilakukan dengan cara melarutkan pupuk A (hara makro=
N, P, K, Ca, Mg, dan S) menjadi 5 L air (sesuai anjuran) kemudian stok disimpan
pada jerigen ukuran 5 L. Begitu juga dengan pembuatan stok pupuk B (hara
mikro= Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan Na). Pembuatan larutan AB Mix untuk
membuat 1 L larutan terlebih dahulu disiapkan 1 L air dan tambahkan 5 ml larutan
stok A dan 5 ml larutan stok B aduk hingga rata. Besar nilai ppm AB Mix yang
digunakan dalam penelitian ini, yaitu 800–1.000 ppm. Kemudian ditambahkan
GA3 sesuai perlakukan kedalam larutan nutrisi. Konsentrasi larutan nutrisi diukur
dengan menggunakan TDS meter.
3.4.5 Pindah Tanam
Pindah tanaman dilakukan dengan meletakkan 1 benih per lubang tanam
pada styrofoam dengan menggunakan netpot yang sudah terdapat kain flanel.
17

Bibit semai yang digunakan, yaitu bibit yang telah berumur 14 hari setelah semai
atau tumbuh 3–4 helai daun pada bibit.
3.4.6 Pemeliharaan Tanaman
Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi pengontrolan nutrisi (ppm), pH,
penyulaman, dan menjaga tanaman dari organisme pengganggu tanaman (OPT).
Konsentrasi larutan nutrisi pada minggu pertama pindah tanam sebesar 500 ppm,
sedangkan untuk minggu kedua pindah tanam tanaman konsentrasi larutan nutrisi
yang diberikan sebesar 700 ppm, dan pada minggu ketiga dan keempat pindah
tanam hingga panen konsentrasi larutan nutrisi yang diberikan sebesar 1000 ppm.
Sedangkan untuk pengendalian terhadap OPT dilakukan secara manual tanpa
menggunakan pestisida agar tanaman tidak terkontaminasi dengan bahan kimia
lainnya. Pengontrolan nutrisi menggunakan TDS dengan mengontrol kadar nutrisi
yang terkandung dalam air masih tersedia dengan cukup atau berkurang, apabila
nutrisi berkurang maka dilakukan dengan penambahan nutrisi dan diukur
kepekatanya menggunakan TDS. Suhu dan pH juga di ukur untuk memastikan
kondisi lingkungan yang baik untuk tanaman. pH yang dibutuhkan tanaman yaitu
berkisar anatara 5,5-6,5.
3.4.7 Pemanenan
Panen dilakukan setelah pertumbuhan tanaman terhenti, ketika tanaman
berumur 35 HST. Dalam pemanenan perlu diperhatikan cara pengambilan hasil
panen agar diproleh mutu yang baik. Pemanenan dilakukan mengangkat netpot
tanaman dan mencabut tanaman dari netpot. Menurut Susila dan Koerniawati
(2004) pemanenan tanaman selada dilakukan pada umur empat minggu setelah
tanam dengan cara mencabut tanaman selada beserta akarnya.

3.5. Parameter Penelitian

3.5.1 Tinggi Tanaman


Pengukuran tinggi tanaman dilakukan mulai tanaman berumur 1 MST.
Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang sampai ke ujung titik tumbuh
tanaman sampel. Interval pengukuran satu minggu sekali, sebanyak 5 kali
pengamatan.
3.5.2 Jumlah Daun
18

Jumlah daun dihitung mulai dari daun muda yang telah terbuka sempurna
sampai daun yang paling tua. Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur 1
MST dengan interval waktu pengamatan 1 minggu sekali sebanyak 5 kali
pengamatan.
3.5.3.Luas Daun
Pengukuran luas daun dapat dihitung dengan rumus berikut (Sitompul dan
Guritno, 1995):
LD = BR BK × LK
Keterangan:
LD = Luas daun (cm2 )
BR = Berat replika daun (g)
BK = Berat kertas (g)
LK = Luas kertas (cm2 )
3.5.4 Panjang akar
Pengukuran panjang akar tanaman dilakukan setelah tanaman dipanen.
Panjang akar diukur mulai dari pangkal akar sampai ke ujung titik akar.
3.5.5 Bobot basah pertanaman sampel (g)
Pengamatan bobot basah dilakukan dengan cara menimbang tanaman
yang telah dibersihkan dan dipotong dari akarnya. Penimbangan dilakukan pada
saat panen persampel tanaman menggunakan timbangan kiloan.
3.5.6 Bobot tanaman perplot (g)
Pengamatan bobot tanaman perplot dilakukan dengan cara menimbang
tanaman yang telah dibersihkan. Penimbangan dilakukan setelah panen perplot
tanaman menggunakan timbangan kiloan.
19

3.6 Analisis data


20

DAFTAR PUSTAKA

Anjeliza,R.Y., Masniawati, Andi., Baharuddin.2014. Pertumbuhan Dan Produksi


Tanaman Sawi Hijau (Brassica juncea L) Pada Berbagai Desain
Hidroponik. 3 (2): 2-5.
Cahyono. 2005. Budidaya Tanaman Sayuran. Penebar Swadaya. Jakarta.
Djamaan, Djanifah. 2006. “Pengaruh Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan
dan Hasil Selada (Lactuca sativa. L)”. Balai Pengkajian Tenkologi
Pertanian. Sumatra Barat.
Fraklin, PG, Pearce, RB & Mitchel, R 2008, ‘Fisiologi tanaman budidaya’, in UI
Press, Jakarta.
Haryanto, E.,T. Suhartini dan E. Rahayu, 2002. Sawi dan Selada. Penebar
Swadaya, Jakarta
Jr. J.Benton, Jones. 2005. Hydroponics Apractical Guide For The Soilless Grower
Second Edition. Florida : CRC Press
Maharani, A, 2016, Pengaruh Konsentrasi Giberelin (GA3) terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Kailan (Brassica oleracea L. var Alboglabra)
pada berbagai Media Tanam dengan Hidroponik Wick System, Skripsi,
Universitas Andalas, Padang.
Marlina, Iis., Triyono, Sugeng., Tusi, Ahmad., 2015. Pengaruh Media Tanam
Granula Dari Tanah Liat Terhadap Pertumbuhan Sayuran Hidroponik
Sistem Sumbu. 4 ( 2): 143-144.
Nazaruddin. 2003. Sayuran Dataran Rendah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Otazu, V.2010 Manual 0n quality seed potato production using aeroponics.
International Potato Center (CIP). Lima. Peru.
Lingga, Lanny. 2010. Cerdas Memilih Sayuran. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.
Lingga, P, dan Marsono, 2004. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Lingga, Pinus. 2005. Hidroponik, Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar
Swadaya. Jakarta
Salisbury, FB & Ross, CW, 1992, Fisiologi Tumbuhan, Jilid 3, Edisi 5,
diterjemahkan oleh Lukman, DR, dan Sumaryono, penerbit ITB, Bandung
Sunardi, O, Adimihardja, SA & Mulyaningsih, Y, 2013, ‘Pengaruh Tingkat
Pemberian ZPT Gibberellin (GA3) terhadap Pertumbuhan Vegetatif
Tanaman Kangkung Air (Ipomea aquatica Forsk L.) pada Sistem
21

Hidroponik Floating Raft Technique (FRT)’, Jurnal Pertanian, vol. 4, no.


1, hal. 33-47, diakses 24 November 2016,
Sunarjono, H. 2004. Bertanam Sawi dan Selada. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sunarjono, H. 2004. Bertanam Sawi dan Selada. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sunarjono. 2008. Bertanam 30 Jenis Sayuran . Penebar Swadaya. Jakarta.
Supriati Y, Herliana E. 2011. Bertanam 15 Sayuran Organik dalam Pot. Jakarta:
Penebar Swadaya
Supriati, Y dan E. Herlina. 2014. 15 Sayuran Organik dalam Pot. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Susila, A. D. 2006. Fertigasi pada Budidaya Tanaman Sayuran di dalam
Greenhouse. Bagian Produksi Tanaman, Departemen Agronomi dan
Hortikultutra. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Syafi’i, M, 2005, Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Pemberian Gibberellin (GA3)
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Melon (Cucumis melo L.)
dengan Sistem Tanam Hidroponik Irigasi Tetes, Skripsi, Universitas
Sebelas Maret, Surakarta
Syamsiah, M & Marlina, G 2016, ‘Respon pertumbuhan tanaman selada (Lactuca
sativa L .) varietas Kriebo terhadap konsentrasi asam giberelin’, Journal
of Agroscience, vol. 6, no. 2, pp. 55–60.
USDA National Nutrient Database for Standart Reference (2018), Lettuce Green
Leaf, Basic Report, The National Agricultural Library
Wibowo, Sapto., Asriyanti, Arum., 2013. Aplikasi Hidroponik Pada Budidaya
Pakcoy (Brassica rapa chiensis). 13 (3): 1-3
Wibowo. 2013. Manajemen Kinerja . Jakarta: Rajawali Pers
Yasmin, S, Wardiyati, T & Koesriharti 2014.Pengaruh perbedaan waktu aplikasi
dan konsentrasi giberelin (GA3 ) terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman cabai besar (Capsicum annuum L.). Jurnal Produksi Tanaman.
vol. 2, no. 5, pp. 395–403.
Yelianti, U. 2011. Respon tanaman selada (Lactuca sativa L.) terhadap
pemberian pupuk hayati dengan berbagai agen hayati. Jurnal Biospecies.
Zulkarnain. 2005. Pertumbuhan dan hasil selada pada berbagai kerapatan
jagung ( Zea mays) dalam pola tumpang sari. Jurnal Penelitian Ilmu
Pertanian,
22

Anda mungkin juga menyukai