Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak Indonesia tidak mampu lagi mencapai swasembada pangan,
berbagai perubahan kebijakan terus dilakukan pemerintah dalam
pengelolaan irigasi. Alasan utama yang muncul perubahan kebijakan
tersebut adalah keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh pemerintah.
Namun jika dikaji lebih dalam, perubahan tersebut juga tidak terlepas
perubahan model kebijakan irigasi pada tingkatan internasional. Dominasi
pemerintah dalam pembangunan irigasi pada masa revolusi hijau dipandang
sebagai penyebab utama kegagalan pembangunan irigasi termasuk di
Indonesia. Salah satu dari kegagalan tersebut adalah ekspansi besar-
besaran daerah irigasi tidak diimbangi dengan ketersediaan dana untuk
melakukan operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi. Dengan demikian
pemindahan tanggung jawab operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi
dari pemerintah kepada petani (P3A) dipandang sebagai solusi atas
permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan sektor irigasi. Konsep
inilah yang sebenarnya diadopsi oleh pemerintah Indonesia di sektor irigasi
atau yang lebih dikenal sebagai Irrigation Management Transfer (IMT),
yang menempatkan P3A sebagai aktor utama dalam operasional dan
pemeliharaan jaringan irigasi.

Salah satu prasyarat yang dibutuhkan untuk menjalankan IMT ini


adalah hak guna air (water use rights). Bank Dunia sendiri mendefinisikan
hak-hak irigasi dalam tiga kategori yaitu management kontrol, fasilitas fisik
dan air. Khusus hak atas air (water rights) irigasi adalah seberapa banyak
air yang dapat diberikan kepada petani untuk menjamin kecukupan air bagi

Tugas Struktur Bangunan 1


lahan petani anggota P3A lainnya. Pada intinya IMT mendorong adanya
transfer otoritas pengambilan keputusan dalam pengelolaan irigasi kepada
P3A.

Beberapa studi terhadap IMT menunjukkan dampak yang positif baik


terhadap petani maupun keberlajutan system irigasi. Hal ini meliputi
perbaikan distribusi air yang adil kepada petani dan meningkatnya
partisipasi petani dalam proses pengambilan keputusan. Namun studi lain
juga menunjukkan bahwa IMT berdampak negatif, antara lain rendahnya
skala ekonomi P3A untuk menyediakan layanan sesuai dengan sistem yang
ada, petani juga diminta untuk membayar jasa air lebih mahal tanpa
adanya perbaikan dan efisiensi layanan. Dan yang terpenting sebenarnya
adalah bahwa IMT memperkenalkan P3A sebagai sebagai langkah awal
untuk merubah sistem pertanian subsisten menjadi tanaman yang bersifat
komersial. Dengan tanaman komersial dan ketersediaan pasar petani kecil
akan mampu membayar iuran kepada P3A untuk operasional dan
pemeliharaan serta perbaikan jaringan irigasi. Dan pada akhirnya
pemerintah dapat menghilangkan subsidi maupun pengeluaran yang terkait
dengan pembangunan irigasi.

Hal lain yang juga perlu dicermati adalah ketidakjelasan status


jaringan irigasi di Indonesia. Jika jaringan irigasi dipandang sebagai barang
publik (public goods), seharusnya petani tidak dibebankan untuk membayar
biaya jasa layanan air irigasi. Tetapi jika jaringan irigasi dipandang sebagai
common property goods , maka petani harus membayar jasa layanan air
tersebut. Persoalannya dengan kebijakan irigasi sekarang adalah ada dua
penyedia layanan jaringan irigasi yaitu pemerintah dan P3A dan keduanya

Tugas Struktur Bangunan 2


berhak untuk menarik jasa layanan air tersebut kepada petani, yang tentu
saja membawa implikasi pada semakin beratnya beban petani.

Dari uraian diatas hal menjadi topik adalah perlunya pengaturan air
untuk tanaman agar dapat maksimal dan efisien dalam pemanfaatannya,
dan salah satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan membangun irigasi.
Namun apakah arti irigasi tersebut sebenarnya? serta apakah manfaat dari
irigasi tersebut apabila ditinjau secara langsung maupun tidak langsung?
untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita akan mempelajarinya satu -
persatu.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah system irigasi di Indonesia ?
2. Apa yang terjadi dengan system irigasi di Indonesia sekarang ini ?
3. Gaya-gaya yang bekerja pada bangunan irigasi
C. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana system irigasi di Indonesia dan apa
yang terjadi dengan system tata air di Indonesia sekarang ini.

Tugas Struktur Bangunan 3


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah dan Konteks Reformasi Irigasi di Indonesia.


Pada tahun 1999, perubahan besar terjadi di sektor sumberdaya air di
Indonesia, dengan munculnya kebijakan untuk melakukan reformasi sektor
sumberdaya air di Indonesia yang didukung oleh Bank Dunia melalui
WATSAL. Seperti sudah diungkapkan di atas, ada dua aspek terkait yaitu
manajemen sumberdaya air dan manajemen layanan. Kedua aspek tersebut
menjadi bagian dari reformasi sumberdaya air di Indonesia. Salah satu
bagian dari dua aspek tersebut adalah reformasi di sektor irigasi.

Jika dilihat lebih dalam, reformasi sektor irigasi sudah dilakukan sudah
dilakukan sejak tahun 1987. Dengan alasan keterbatasan dana, pemerintah
pada tahun 1987 melakukan reformasi kebijakan di sektor irigasi yang
dikenal dengan Irrigation Operation and Maintenance Policy (IOMP).
Kebijakan tersebut merupakan hasil dari dialog kebijakan (policy dialogue)
antara pemerintah Indonesia dan Bank Dunia serta ADB yang tidak lain
adalah prakondisi untuk memperoleh dana pinjaman baru di sektor irigasi.
Reformasi kebijakan sektor irigasi yang dibiayai oleh Bank Dunia melalui
The First Irrigation Subsector Project (ISS I), ISSP II, dan Java Irrigation
and Water Resources Management Project (JIWMP), pada intinya
memperkenalkan kebijakan baru di sektor irigasi yaitu turnover
management, irrigation service fee dan efficient operational dan
pemeliharaan . Sebagai bagian dari reformasi pengelolaan irigasi, petani
dalam hal ini P3A diharapkan dapat berperan aktif untuk ikut dalam
pengelolaan irigasi. P3A merupakan sebuah organisasi pengelola irigasi
yang dibentuk oleh pemerintah (top-down approach) sebagai penggganti

Tugas Struktur Bangunan 4


organisasi pengelola irigasi tradisional seperti Ulu-Ulu, Raksa Bumi, Tudung
Sipulung dan sebagainya.

Dalam perjalanannya IOMP dianggap gagal, salah satu persoalannya


adalah masalah kelemahan manajemen, yang disebabkan fokus
pembangunan irigasi lebih berorientasi pada hal-hal yang bersifat teknis dan
fisik bangunan irigasi, sedangkan faktor-faktor sosial dan institusional yang
bersifat spesifik lokal luput dari perhatian. Kondisi tersebut membawa
implikasi pada marginalisasi kemampuan petani dalam mengelola irigasi dan
menjadikan P3A sebagai perpanjangan tangan birokrasi pada waktu itu.

Pada tahun 1999 Presiden mengeluarkan Inpres No.9 tahun 1999


tentang Pembaruan Kebijakan Pengelolaan Irigasi (PKPI) yang berisi
isntruksi kepada Menteri Pekerjaan Umum untuk (1) melakukan koordinasi
mempersiapkan kerangka peraturan dan perundangan dan langkah-langkah
yang perlu dilakukan untuk memperbaharui kebijakan pengelolaan irigasi,
(2) Pembaruan Kebijakan Pengelolaan Irigasi yang dimaksud meliputi (a)
pengaturan kembali fungsi dan tugas lembaga pengelola irigasi, (b)
pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air (P3A), (c) Penyerahan
Pengelolaan Irigasi kepada P3A, (d) Pengaturan Pembiayaan Pengelolaan
Irigasi, (e) Keberlanjutan Pengelolaan Sistem Irigasi.

Berdasarkan komponen-komponen tersebut kemudian pemerintah


menerbitkan PP No.77 tahun 2001 tentang Irigasi. Terbitnya PP tentang
irigasi ini kemudian menjadi polemik ketika pada tahun 2003 pemerintah
(Departemen Kimpraswil) mengumumkan “moratorium” pemberlakuan PP
ini, dengan alasan pada waktu itu masih ada pembahasan soal RUU
Sumberdaya Air, pemindahan kewenangan pengelolaan irigasi akan

Tugas Struktur Bangunan 5


membebani petani terutama petani miskin . Hal ini menimbulkan
“kekecewaan” bagi kelompok pendukung PKPI , dengan alasan bahwa
pengumuman “moratorium” tersebut tidak dilakukan secara tertulis akan
tetapi hanya perintah lisan yang disampaikan dalam rapat kerja Kimpraswil
atau rapat-rapat internal lainnya dan tidak pernah dalam bentuk bahan
tertulis dan menunjukkan bahwa pemerintah ragu-ragu dalam upaya
memberdayakan petani. Dan dengan berlakunya UU No.7 tahun 2004
tentang Sumberdaya Air, kebijakan irigasi di Indonesia kembali seperti
semula, dimana tanggung jawab pengelolaan dan pemeliharaan jaringan
irigasi primer dan sekunder berada di tangan pemerintah, sedangkan
jaringan tersier menjadi tanggung jawab petani.

B. Irigasi
Irigasi adalah semua atau segala kegiatan yang mempunyai
hubungan dengan usaha untuk mendapatkan air guna keperluan pertanian.
Usaha yang dilakukan tersebut dapat meliputi : perencanaan, pembuatan,
pengelolaan, serta pemeliharaan sarana untuk mengambil air dari sumber
air dan membagi air tersebut secara teratur dan apabila terjadi kelebihan air
dengan membuangnya melalui saluran drainasi.

Secara garis besar, tujuan irigasi dapat digolongkan menjadi 2 (dua)


golongan, yaitu : Tujuan Langsung, yaitu irigasi mempunyai tujuan untuk
membasahi tanah berkaitan dengan kapasitas kandungan air dan udara
dalam tanah sehingga dapat dicapai suatu kondisi yang sesuai dengan
kebutuhan untuk pertumbuhan tanaman yang ada di tanah tersebut.Tujuan
Tidak Langsung, yaitu irigasi mempunyai tujuan yang meliputi : mengatur
suhu dari tanah, mencuci tanah yang mengandung racun, mengangkut
bahan pupuk dengan melalui aliran air yang ada, menaikkan muka air

Tugas Struktur Bangunan 6


tanah, meningkatkan elevasi suatu daerah dengan cara mengalirkan air dan
mengendapkan lumpur yang terbawa air, dan lain sebagainya.

Irigasi didefinisikan sebagai suatu cara pemberian air, baik secara


alamiah ataupun buatan kepada tanah dengan tujuan untuk memberi
kelembapan yang berguna bagi pertumbuhan tanaman. Secara alamiah air
disuplai kepada tanaman melalui air hujan. Seara alamiah lainnya, adalah
melalui genangan air akibat banjir dari sungai, yang akan menggenangi
suatu daerah selama musim hujan, sehingga tanah yang ada dapat siap
ditanami pada musim kemarau.secara buatan : Ketika penggunaan air ini
mengikutkan pekerjaan rekayasa teknik dalam skala yang cukup besar,
maka hal tersebut disebut irigasi buatan ( Artificial Irrigation ). Irigasi
buatan secara umum dapat dibagi dalam 2 ( dua ) bagian : Irigasi Pompa
(Lift Irrigation ), dimana air diangkat dari sumber air yang rendah ke tempat
yang lebih tinggi, baik secara mekanis maupun manual.

Irigasi Aliran ( Flow Irrigation ), dimana air dialirkan ke lahan


pertanian secara gravitasi dari sumber pengambilan air.
Sesuai dengan definisi irigasinya, maka tujuan irigasi pada suatu
daerah adalah upaya rekayasa teknis untuk penyediaaan dan pengaturan air
dalam menunjang proses produksi pertanian, dari sumber air ke daerah
yang memerlukan serta mendistribusikan secara teknis dan sistematis.

Adapun manfaat dari suatu sistem irigasi, adalah :


1. Untuk membasahi tanah, yaitu pembasahan tanah pada daerah yang
curah hujannya kurang atau tidak menentu.

Tugas Struktur Bangunan 7


2. Untuk mengatur pembasahan tanah, agar daerah pertanian dapat diairi
sepanjang waktu pada saat dibutuhkan, baik pada musim kemarau
maupun musim penghujan.

3. Untuk menyuburkan tanah, dengan mengalirkan air yang mengandung


lumpur & zat – zat hara penyubur tanaman pada daerah pertanian
tersebut, sehingga tanah menjadi subur.

4. Untuk kolmatase, yaitu meninggikan tanah yang rendah / rawa dengan


pengendapan lumpur yang dikandung oleh air irigasi.

C. Irigasi di Indonesia
Keseimbangan air di alam semakin hari semakin bergeser. Hal ini
disebabkan karena sumber air tawar yang tersedia di alam jumlahnya
terbatas. Padahal kebutuhan air cenderung meningkat sejalan dengan
pertumbuhan dan perkembangan kehidupan manusia. Untuk menjaga
keseimbangan air maka perlu kebijaksanaan dalam pemanfaatan sumber
daya air.

Salah satu jenis pemanfaatan sumber air adalah untuk irigasi.


Mengingat Indonesia adalah Negara agraris dengan tanaman dan makanan
utama penduduknya adalah beras, maka peran irigasi sebagai penghasil
utama beras menduduki posisi penting. Irigasi memerlukan investasi yang
besar untuk pembangunan sarana dan prasarana, pengoperasian dan
pemeliharaan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan yang baik,
benar, dan tepat sehingga pemakaian air untuk irigasi dapat seoptimal
mungkin.

Jumlah air yang diperlukan untuk irigasi sangat dipengaruhi oleh


berbagai faktor alam, juga tergantung pada macam tanaman serta masa
pertumbuhannya. Untuk itu diperlukan sistem pengaturan yang baik agar
Tugas Struktur Bangunan 8
kebutuhan air bagi tanaman sapat terpenuhi dan efisien dalam pemanfaatan
air.

Mengingat air yang tersedia di alam sering tidak sesuai dengan


kebutuhan baik lokasi maupun waktunya, maka diperlukan saluran (saluran
irigasi dan saluran drainase) dan bangunan pelengkap (misal : bendungan,
bendung, pompa air, siphon, gorong-gorong / culvert, talang air dan
sebagainya) untuk membawa air dari sumbernya ke lokasi yang akan dialiri
dan sekaligus untuk mengatur besar kecilnya air yang diambil maupun yang
diperlukan.

Irigasi di Indonesia ini mulai dikembangkan semenjak indonesia tidak


mampu lagi mencapai swasembada beras. Awalnya irigasi itu sendiri
diangap penting oleh pemerintah umumnya dan petani sendiri khususnya.
Semuanya hanya berpikiran bahwa Indonesia ini adalah Negara yang kaya,
makmur, subur serta segalanya mudah sehingga pemikiran untuk jangka
panjag tentang ketersediaan pangan pun tak lagi dihiraukan. Pikiran awal
petani Indonesia dulu hanyalah keberhasilan panen, dan pemerintah hanya
bangga karena saat itu mampu mencapai swasembada beras tanpa harus
repot mengupayakan ketersediaan air di lahan.

Memasuki keadaan seperti sekarang ini, petani mulai mengeluh


tentang minimnya ketersediaan air di lahan sawahnya khususnya petani-
petani daerah jawa. Atas keluhan tersebut berimbas pada kurangnya minat
petani untuk menanam padi lagi. Masalah besar pun jelas terjadi,
ketersediaan beras sebagai makanan utama bangsa Indonesia ini pun jadi
mulai dikhawatirkan tidak tersedia. Mencapai swasembada beras pun kini

Tugas Struktur Bangunan 9


dirasa hanyalah mimpi, keberhasilan era orde baru dianggap hanyalah masa
lalu yang tak mungkin terulang lagi.

Jenis-jenis irigasi di Indonesia adalah :


1. Irigasi permukaan : Mengambil air dari sumber-sumber yang ada, lalu
membuat bangunan penangkapnya, kemudian mengalirkannya melalui
saluran primer dan sekunder ke petak-petak sawah.
2. Irigasi tambak : Mengatur tata air dari sumber irigasi yang sudah ada
melalui system drainase (menahan dan mengairi padi)
3. Irigasi air tanah : Mengambil air tanah kemudian memompa dan
mendistribusikannya ke petak-petak sawah.
4. Irigasi pompa : Diutamakan untuk areal persawahan di dataran tinggi.

Berikut ini fungsi irigasi :


1. Memasok kebutuhan air pada tanaman.
2. Menjamin ketersediaan air di musim kemarau.
3. Menurunkan suhu tanah.
4. Mengurangi kerusakan tanah.

Pemerintah sekarang ini mulai menumbuhkan minat petani untuk


kemali berlomba-lomba menanam padi lagi. Salah satu usaha pemerintah
saat ini adalah dengan program Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Infrastruktur Sumber Daya Air Irigasi Kecil (P4-ISDA-IK). Maksud dan
Tujuan dari P4-ISDA-IK adalah menumbuhkan partisipasi masyarakat tani
dalam kegiatan rehabilitasi irigasi kecil sesuai dengan kebutuhan dan
berdasarkan prinsip kemandirian agar terlaksananya pemberdayaan dan
partisipasi masyarakat tani dalam kegiatan rehabilitasi irigasi kecil dan
rehabilitasi terhadap kondisi dan fungsi prasarana irigasi kecil. Program ini

Tugas Struktur Bangunan 10


merupakan salah satu bentuk harapan pemerintah kepada petani agar mau
menjalankan misi Negara dengan mau bersama-sama membangun dan
memperbaiki system penyediaan air untuk lahan sawah mereka.

Dalam program ini sifatnya adalah “dari petani, untuk petani dan oleh
petani” yang berarti bahwa pemerintah memberikan kewenangan kepada
petani untuk berusaha membangun dan mengusahakan agar air bias
sampai dan tersedia di lahan mereka. Hal ini mulai diwujudkan pemerintah
karena kesadaran akan pentingnya ketersediaan air itu sangat penting dan
memang harus diutamakan. Tiga sasaran dari program ini adalah ;
1. Penyediaan air baku.
2. Pengamanan pantai.
3. Perbaikan irigasi kecil.

Inti dari program ini adalah pemerintah memberikan bantuan berupa


dana dan pengawasan langsung kepada desa untuk membangun dan
mengerjakan sendiri proyek pembangunan dan perbaikan irigasinya agar air
bisa tersedia dengan baik di lahan. pembangunan infrastruktur pertanian
yang dilakukan oleh pemerintah biasanya diserahkan kepada pihak ketiga.
Namun, dalam P4 ISDA IK, para petanilah yang diberi kepercayaan untuk
menentukan titik-titik saluran irigasi yang menjadi sasaran pembangunan
dan melaksanakan pembangunan saluran irigasi. Dengan adanya program
ini memang dirasa oleh petani sangat menguntungkan, karena ada banayk
manfaat yang ditimbulkan dengan adanya program ini, diantaranya yaitu :
1. Air tersedia di lahan.
2. Produksi jauh meningkat.
3. Terjalinnya hubungan yang baik antar petani dalam satu kawasan
desa.

Tugas Struktur Bangunan 11


4. Mengurangi tingkat kemungkinan korupsi oleh pihak pemerintah.
5. Mengurangi dana yang seharusnya dikeluarkan pemerintah.

Kelemahan dari program ini adalah masih memiliki batasan-batasan


tertentu yang menjadi syarat bagi desa yang akan mendapatkan bantuan
dana untuk pembuatan dan perbaikan system irigasi bagi desa mereka.
Diantara syarat tersebut tentunya membuat beberapa desa atau daerah
yang sebenarnya sangat membutuhkan bantuan dana tersebut harus
terpaksa rela menghilangkan harapannya akan ketersediaan air di
sawahnya. Pemerintah mensyaratakan bagi dresa yag akan menerima
bantuannya adalah : Desa yang memiliki irigasi kecil yang luasnya kurang
dari 1.000 hektare. Namun menanggapai masalah tersebut memang
pemerintah sudah merevisi aturannya yaitu menjadi : cakupan kriteria desa
yang bisa mengakses program tersebut berkembang. Payung hukum
program percepatan itu ialah Keputusan Menteri PU No 328/2013 tentang
Pelaksanaan P4 ISDA IK. Aturan itu juga diperbarui dengan Keputusan
Menteri PU 396/2013, yang juga menetapkan jumlah desa penerima P4
ISDA IK bertambah, dari 4.000 desa menjadi 5.010 desa. Sejumlah kriteria
pun ditetapkan, salah satunya desa yang bersangkutan harus memiliki
irigasi dengan luas di atas 1.000 hektare dan 3.000 hektare pada saluran
irigasi sekunder. Program juga bisa digelar di daerah rawa yang potensial
untuk pengembangan tanaman padi, serta daerah tadah hujan yang ke
depannya bisa dijadikan lahan irigasi.

Dengan adanya program Percepatan dan Perluasan Pembangunan


Infrastruktur Sumber Daya Air Irigasi Kecil (P4-ISDA-IK) ini diharapkan
mampu memperbaiki sistem di indonesia ini. System ini sudah membawa
setidaknya sedikit perbaikan terhadap system irigasi di Indonesia ini. Yang

Tugas Struktur Bangunan 12


terpenting adalah melalui program ini maka pikiran ataupun paradigma
tentang pentingnya air dan irigasi di lahan itu sangat penting telah
meningkat.

1. JENIS - JENIS BANGUNAN IRIGASI


Keberadaan bangunan irigasi diperlukan untuk menunjang pengambilandan
pengaturan air irigasi. Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering
dijumpaidalam praktek irigasi antara lain
 Bangunan utama
 Bangunan pembawa
 Bangunan bagi
 Bangunan sadap
 Bangunan pengatur muka air
 Bangunan pernbuang dan penguras
 Bangunan pelengkap

1.1 Bangunan Utama


Bangunan utama dimaksudkan sebagai penyadap dari suatu sumber
air untuk dialirkan ke seluruh daerah irigasi yang dilayani. Berdasarkan
sumber airnya, bangunan utama dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
kategori
 Bendung
 Pengambilan bebas
 Pengambilan dari waduk
 Stasiun pompa

a. Bendung

Tugas Struktur Bangunan 13


Bendung adalah adalah bangunan air dengan kelengkapannya
yangdibangun melintang sungai atau sudetan yang sengaja dibuat dengan
maksuduntuk meninggikan elevasi muka air sungai. Apabila muka air di
bendungmencapai elevasi tertentu yang dibutuhkan, maka air sungai dapat
disadap dandialirkan secara gravitasi ke tempat-ternpat yang
mernerlukannya. Terdapat beberapa jenis bendung, diantaranya adalah
(1) bendung tetap (weir),
(2) bendunggerak (barrage) dan
(3) bendung karet (inflambleweir).
Pada bangunan bendung biasnya dilengkapi dengan bangunan
pengelak, peredam energi, bangunan pengambilan, bangunan pembilas,
kantong lumpur dan tanggul banjir.

b. Pengambilan bebas
Pengambilan bebas adalah bangunan yang dibuat ditepi sungai
menyadapair sungai untuk dialirkan ke daerah irigasi yang dilayani.
Perbedaan dengan bendung adalah
pada bangunan pengambilan bebas tidak dilakukan pengaturan tinggi muka
air di sungai. Untuk dapat mengalirkan air secara gravitasi, muka air di
sungai harus lebih tinggi dari daerah irigasi yang dilayani.

c. Pengambilan dari waduk


Salah satu fungsi waduk adalah menampung air pada saat terjadi
kelebihanair dan mengalirkannya pada saat diperlukan. Dilihat dari
kegunaannya, waduk dapat bersifat eka guna dan multi guna. Pada
umumnya waduk dibangun memiliki banyak kegunaan
seperti untuk irigasi, pembangkit listrik, peredam banjir, pariwisata, dan
perikanan.

Tugas Struktur Bangunan 14


Apabila salah satu kegunaan waduk untuk irigasi, maka pada
bangunan outlet
dilengkapi dengan bangunan sadap untuk irigasi. Alokasi pemberian air seba
gai fungsi luas daerah irigasi yang dilayani serta karakteristik waduk.

d. Stasiun Pompa
Bangunan pengambilan air dengan pompa menjadi pilihan apabila upaya-
upaya penyadapan air secara gravitasi tidak memungkinkan untuk
dilakukan, baik dari segi teknis maupun ekonomis. Salah satu karakteristik
pengambilan irigasidengan pompa adalah investasi awal yang tidak begitu
besar namun biaya operasidan eksploitasi yang sangat besar.

1.2 Bangunan Pembawa


Bangunan pembawa mempunyai fungsi mernbawa / mengalirkan air
darisurnbemya menuju petak irigasi. Bangunan pembawa meliputi saluran
primer,saluran sekunder, saluran tersier dan saluran kwarter. Termasuk
dalam bangunan pembawa adalah talang, gorong-gorong, siphon, tedunan
dan got miring.
Saluran primer biasanya dinamakan sesuai dengan daerah irigasi yang
dilayaninya. Sedangkan saluran sekunder sering dinamakan sesuai dengan
nama desa yang terletak pada petak sekunder tersebut. Berikut ini
penjelasan berbagai saluranyang ada dalam suatu sistem irigasi.
 Saluran primer membawa air dari bangunan sadap menuju
saluransekunder dan ke petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung
saluran primer adalah pada bangunan bagi yang terakhir.
 Saluran sekunder membawa air dari bangunan yang menyadap dari
saluran primer menuju petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran se

Tugas Struktur Bangunan 15


kunder tersebut. Batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan
sadap terakhir
 Saluran tersier membawa air dari bangunan yang menyadap dari
saluransekunder menuju petak-petak kuarter yang dilayani oleh saluran
sekunder tersebut. Batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan
boks tersier terakhir
 Saluran kuarter mernbawa air dari bangunan yang menyadap dari
bokstersier menuju petak-petak sawah yang dilayani oleh saluran
sekunder tersebut. Batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan
boks kuarter terakhir.

1.3 Bangunan Bagi dan Sadap


Bangunan bagi merupakan bangunan yang terletak pada
saluran primer, sekunder dan tersier yang berfungsi untuk membagi air
yang dibawa oleh saluranyang bersangkutan. Khusus untuk saluran tersier
dan kuarter bangunan bagi inimasing-masing disebut boks tersier dan boks
kuarter. Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau
sekunder menuju saluran tersier penerima. Dalam rangka penghematan
bangunan bagi dan sadap dapat digabungmenjadi satu rangkaian
bangunan.Bangunan bagi pada saluran-saluran besar pada umumnya
mempunyai 3 bagian utama, yaitu.
 Alat pembendung, bermaksud untuk mengatur elevasi muka air sesuai
dengan tinggi pelayanan yang direncanakan.
 Perlengkapan jalan air melintasi tanggul, jalan atau bangunan lain
menujusaluran cabang. Konstruksinya dapat berupa saluran terbuka
ataupungorong-gorong. Bangunan ini dilengkapi dengan pintu pengatur
agar debityang masuk saluran dapat diatur.

Tugas Struktur Bangunan 16


 Bangunan ukur debit, yaitu suatu bangunan yang dimaksudkan
untuk mengukur besarnya debit yang mengalir.

1.4 Bangunan Pengatur dan Pengukur


Agar pemberian air irigasi sesuai dengan yang direncanakan,
perludilakukan pengaturan dan pengukuran aliran di bangunan sadap (awal
saluran primer), cabang saluran jaringan primer serta bangunan sadap prim
er dan sekunder. Bangunan pengatur muka air dimaksudkan untuk dapat
mengatur mukaair sampai batas-batas yang diperlukan untuk dapat
memberikan debit yangkonstan dan sesuai dengan yang dibutuhkan.
Sedangkan bangunan pengukur dimaksudkan untuk dapat memberi
informasi mengenai besar aliran yangdialirkan. Kadangkala, bangunan
pengukur dapat juga berfungsi sebagai bangunan pangatur.

1.5 Bangunan Drainase


Bangunan drainase dimaksudkan untuk membuang kelebihan air di
petak sawah maupun saluran. Kelebihan air di petak sawah dibuang melalui
saluran pembuang, sedangkan kelebihan air disaluran dibuang melalui bang
unan pelimpah. Terdapat beberapa jenis saluran pembuang, yaitu saluran p
embuang kuarter, saluran pembuang tersier, saluran pembuang sekunder
dan saluran pembuang primer. Jaringan pembuang tersier dimaksudkan
untuk :
 Mengeringkan sawah
 Membuang kelebihan air hujan
 Membuang kelebihan air irigasi

Saluran pembuang kuarter menampung air langsung dari sawah di


daerahatasnya atau dari saluran pernbuang di daerah bawah. Saluran

Tugas Struktur Bangunan 17


pembuang tersier menampung air buangan dari saluran pembuang kuarter.
Saluran pembuang primer menampung dari saluran pembuang tersier dan
membawanya untuk dialirkan kembali ke sungai.

1.6 Bangunan Pelengkap


Sebagaimana namanya, bangunan pelengkap berfungsi sebagai
pelengkap bangunan-bangunan irigasi yang telah disebutkan sebelumnya.
Bangunan pelengkap berfungsi untuk memperlancar para petugas dalam
eksploitasi dan pemeliharaan. Bangunan pelengkap dapat juga
dimanfaatkan untuk pelayanan umum. Jenis-jenis bangunan pelengkap
antara lain jalan inspeksi, tanggul, jembatan penyebrangan, tangga mandi
manusia, sarana mandi hewan, serta bangunan lainnya.
2.PERANCANGAN BANGUNAN PELENGKAP
Bangunan pelengkap adalah bangunan yang dibuat sebagai
sarana pendukung saluran irigasi. Ada beberapa bangunan pelengkap salah
satunya adalah bangunan silang. Bangunan silang terdiri dari beberapa tipe
bangunan antara lain :

2.1 Gorong – Gorong


Gorong-gorong berupa saluran tertutup, dengan peralihan pada bagian
masuk dan keluar. Gorong-gorong akan sebanyak mungkin mengikuti
kemiringansaluran. Gorong-gorong berfungsi sebagai saluran terbuka
selama bangunan tidak tenggelam. Gorong-gorong mengalir penuh bila
lubang keluar tenggelam atau jikaair di hulu tinggi dan gorong-gorong
panjang. Kehilangan tinggi energi total untuk gorong-gorong tenggelam
adalah jumlah kehilangan pada bagian masuk,kehilangan
akibat gesekan ditambah lagi kehilangan pada tikungan gorong-gorong.

Tugas Struktur Bangunan 18


Pintu ini digunakan dengan cara mengangkat dan menurunkan pintu dari
atas saluran dengan menggunakan kabel pengerek/pengangkat. Jenis
pintu ini ideal dipakai jika saluran tidak terlampau lebar.

Gambar 7. Pintu angkat

Tugas Struktur Bangunan 19


 Pintu Sorong / Geser ( Rolling Gate )
Jenis pintu ini digunakan pada saluran yang tidak terlampau lebar.
Bahan pintu ini bisa memakai baja atau kayu, sesuai dengan kebutuhan
dan perencanaan.Untuk membuka atau menutup pintu dengan cara
menggeser pintu ke arah samping.

 Pintu Rebah ( Falling Gate)


Untuk membuka saluran, pintu ini ditarik/direbahkan kebawah
sampaisejajar plat lantai, sedangkan untuk menutupnya kembali dengan
caramenegakkannya.Gambar 9. Pintu rebah

Tugas Struktur Bangunan 20


Gambar Contoh pintu air
2.4 Sipon
Sipon dipakai untuk mengalirkan air lewat bawah jalan, melalui sungaiatau
saluran pembuang yang dalam. Aliran dalam sipon mengikuti prinsip
alirandalam saluran tertutup. Antara saluran dan sipon pada pemasukandan
pengeluaran diperlukan peralihan yang cocok. Kehilangan tinggi energi
padasipon meliputi kehilangan akibat gesekan, dan
kehilanganpada tikungan siponserta kehilangan air pada peralihan masuk
dan keluar. Agar sipon dapat berfungsidengan baik, bangunan ini tidak
boleh dimasuki udara. Mulut sipon sebaiknya di bawah permukaan air hulu
dan mulut sipon di hulu dan hilir agar dibuat streamlines. Kedalaman air
diatas sisi atas sipon (air perapat) dan permukaan
air bergantung kepada kemiringan dan ukuran sipon. Sipon
dapat dibuat dari bajaatau beton bertulang. Sipon harus dipakai hanya
untuk membawa aliran saluranyang memotong jalan atau saluran
pembuang di mana tidak bisa dipakai gorong-gorong, jembatan atau talang.

Tugas Struktur Bangunan 21


BAB III
GAYA GAYA YANG BEKERJA

3.1 Analisis Stabilitas


3.1.1 Gaya-gaya yang bekerja pada bangunan
Gaya-gaya yang bekerja pada bangunan bendung dan mempunyai
arti penting dalam perencanaan adalah:
(a) tekanan air, dalam dan luar
(b) tekanan lumpur (sediment
pressure) (c) gaya gempa
(d) berat bangunan
(e) reaksi pondasi.

3.1.2 Tekanan air


Gaya tekan air dapat dibagi menjadi gaya hidrostatik dan gaya
hidrodinamik. Tekanan hidrostatik adalah fungsi kedalaman di bawah
permukaan air. Tekanan air akan selalu bekerja tegak lurus terhadap
muka bangunan. Oleh sebab itu agar perhitungannya lebih mudah, gaya
horisontal dan vertikal dikerjakan secara terpisah.
Tekanan air dinamik jarang diperhitungkan untuk stabilitas bangunan
bendung dengan tinggi energi rendah.
Gaya tekan ke atas. Bangunan bendung mendapat tekanan air bukan
hanya pada permukaan luarnya, tetapi juga pada dasarnya dan dalam
tubuh bangunan itu. Gaya tekan ke atas, yakni istilah umum untuk
tekanan air dalam, menyebabkan berkurangnya berat efektif bangunan
diatasnya.
Rumus gaya tekan ke atas untuk bangunan yang didirikan pada pondasi
batuan adalah (lihat Gambar 3.1):
Wu = cτw [h2 + ½ ξ (h1 – h2)] A
di mana:
c = proposi luas di mana tekanan hidrostatik bekerja (c = 1,
untuk semua tipe pondasi)

Tugas Struktur Bangunan 22


3
τw = berat jenis air, kN/m
h2 = kedalaman air hilir, m
ξ = proposi tekanan (proportion of net head) diberikan pada
Tabel 6.3
h1 = kedalaman air hulu, m
2
A = luas dasar, m
Wu = gaya tekan ke atas resultante, kN

h1

h2

batuan
batuan
Wu Y
½ ξ (h1 – h2) Yw
.

Gambar 3.1 Gaya angkat untuk bangunan yang dibangun pada pondasi
buatan

Tabel 6.3 Harga-harga ξ

Tipe pondasi batuan

berlapis horisontal
sedang, pejal (massive)
baik, pejal

Gaya tekan ke atas untuk bangunan pada permukaan tanah dasar


(subgrade) lebih rumit. Gaya angkat pada pondasi itu dapat ditemukan
dengan membuat jaringan aliran (flownet), atau dengan asumsi-asumsi
yang digunakan oleh Lane untuk teori angka rembesan (weighted creep
theory).

Tugas Struktur Bangunan 23


Gaya tekan ke atas untuk bangunan pada permukaan tanah dasar
(subgrade) lebih rumit. Gaya angkat pada pondasi itu dapat ditemukan
dengan membuat jaringan aliran (flownet). Dalam hal ditemui kesulitan
berupa keterbatasan waktu pengerjaan dan tidak tersedianya perangkat

Tugas Struktur Bangunan 24


lunak untuk menganalisa jaringan aliran, maka perhitungan dengan
asumsi-asumsi yang digunakan oleh Lane untuk teori angka rembesan
(weighted creep theory) bisa diterapkan.
Jaringan aliran dapat dibuat dengan:
(1) plot dengan tangan
(2) analog listrik atau
(3) menggunakan metode numeris (numerical method) pada komputer.
Dalam metode analog listrik, aliran air melalui pondasi dibandingkan
dengan aliran listrik melalui medan listrik daya-antar konstan. Besarnya
voltase sesuai dengan tinggi piezometrik, daya-antar dengan kelulusan
tanah dan aliran listrik dengan kecepatan air (lihat Gambar 3.2)
Untuk pembuatan jaringan aliran bagi bangunan utama yang dijelaskan
disini, biasanya cukup diplot dengan tangan saja.
Contoh jaringan aliran di bawah bendung pelimpah diberikan pada
Gambar 6.6.

+ -

pengukuran volt

garis-garis
ekuipotensial

medan listrik

Gambar 3.2 Konstruksi jaringan aliran menggunakan analog listrik


H
garis-garis
ekuipotensial garis-garis aliran

batas kedap air

Gambar 6.6 Contoh jaringan aliran di bawah dam pasangan batu pada
pasir

Dalam teori angka rembesan Lane, diandaikan bahwa bidang horisontal


memiliki daya tahan terhadap aliran (rembesan) 3 kali lebih lemah
dibandingkan dengan bidang vertikal.
Ini dapat dipakai untuk menghitung gaya tekan ke atas di bawah
bendung dengan cara membagi beda tinggi energi pada bendung sesuai
dengan panjang relatif di sepanjang pondasi.
1 H
Hx

H 4 5
14
2 3 6 7

8 9 hx
x h
10 11

12 13

Lx

1 2 3 4 5 67 89 10 11 12 13 14

Qx
h
(10-11)/3
( -5)/3
H 4
(2-3)/3 (6-7)/3 (8-9)/3 (12-13)/3

Lx
Px=Hx - . H
L

Gambar 6.7 Gaya angkat pada pondasi bendung

Dalam bentuk rumus, ini berarti bahwa gaya angkat pada titik x di
sepanjang dasar bendung dapat dirumuskan sebagai berikut:
Lx
Px = Hx - ∆H
L
di mana:
2
Px = gaya angkat pada x, kg/m
L = pnjang total bidang kontak bendung dan tanah
bawah, m
Lx = jarak sepanjang bidang kontak dari hulu sampai x, m
∆H = beda tinggi energi, m
Hx = tinggi energi di hulu bendung, m
Dan di mana L dan Lx adalah jarak relatif yang dihitung menurut cara
Lane, bergantung kepada arah bidang tersebut. Bidang yang membentuk
0
sudut 45 atau lebih terhadap bidang horisontal, dianggap vertikal.

3.1.3 Tekanan lumpur


Tekanan lumpur yang bekerja terhadap muka hulu bendung atau
terhadap pintu dapat dihitung sebagai berikut:

2
τ h s 1 − sin ϑ
Ps = )
( 1 + sin ϑ
2
di mana:
Ps : gaya yang terletak pada 2/3 kedalaman adri atas lumpur yang
bekerja secara horisontal
τs : berat lumpur, kN
h : dalamnya lumpur, m
Φ : sudut gesekan dalam, derajat.
Beberapa andaian/asumsi dapat dibuat seperti berikut:

τs = τs’
G −1
G
3 3
di mana: τs’ = berat volume kering tanah ≈ 16 kN/m (≈ 1.600 kgf/m )
λ = berat volume butir = 2,65
3 3
menghasilkan τs = 10 kN/m (≈ 1.000 kgf/m )
0
Sudut gesekan dalam, yang bisa diandaikan 30 untuk kebanyakan hal,
menghasilkan:
2
Ps = 1,67 h
3.1.4 Gaya gempa
Harga-harga gaya gempa diberikan dalam bagian Parameter Bangunan.
Harga-harga tersebut didasarkan pada peta Indonesia yang menujukkan
berbagai daerah dan risiko. Faktor minimum yang akan dipertimbangkan
adalah 0,1 g perapatan gravitasi sebagai harga percepatan. Faktor ini
hendaknya dipertimbangkan dengan cara mengalikannya dengan massa
bangunan sebagai gaya horisontal menuju ke arah yang paling tidak
aman, yakni arah hilir.

3.1.5Berat bangunan
Berat bangunan bergantung kepada bahan yang dipakai untuk membuat
bangunan itu.
Untuk tujuan-tujuan perencanaan pendahuluan, boleh dipakai harga-
harga berat volume di bawah ini.
pasangan batu
beton tumbuk
3 3
beton bertulang 24 kN/m (≈ 2.400 kgf/m )

Berat volume beton tumbuk bergantung kepada berat volume agregat


serta ukuran maksimum kerikil yang digunakan.
Untuk ukuran maksimum agregat 150 mm dengan berat volume 2,65,
3 3
berat volumenya lebih dari 24 kN/m (≈ 2.400 kgf/m ).

3.1.6Reaksi Pondasi
Reaksi pondasi boleh diandaikan berbentuk trapesium dan tersebar
secara linier.
W1

W2

W3

R
(W)
P1
(P)

U' U
P2
Pusat Grafitasi
9 1 2
p'' 3
e
7
p'
4 5
6
z
y m'' m' 8

Gambar 6.8 Unsur-unsur persamaan distribusi tekanan pada pondasi

Gambar 6.8, rumus-rumus berikut dapat diturunkan dengan mekanika


sederhana.
Tekanan vertikal pondasi adalah:
Σ (W Σ (W )
) e
p= + m
dimana: A I
p = tekanan vertikal pondasi
∑ (W) = keseluruhan gaya vertikal, termasuk tekanan ke atas, tetapi
tidak termasuk reaksi pondasi.
2
A = luas dasar, m
e = eksentrisitas pembebanan, atau jarak dari pusat gravitasi
dasar (base) sampai titik potong resultante dengan dasar
I = momen kelembaban (moment of inertia) dasar di sekitar
pusat gravitasi
m = jarak dari titik pusat luas dasar sampai ke titik di mana
tekanan dikehendaki
3
Untuk dasar segi empat dengan panjang ℓ dan lebar 1,0 m, I = ℓ /12 dan
A = 1, rumus tadi menjadi:
Σ (W ) 12
p= {1+ e
A m}
l2
sedangkan tekanan vertikal pondasi pada ujung bangunan ditentukan
dengan rumus:
Σ (W 6e
p’ = {1+ }
) l
l
dengan m’ = m” = ½ ℓ
Σ (W ) 6e
P” = {1+ }
l l
Bila harga e dari Gambar 6.8 dan persamaan (6.12) lebih besar dari 1/6
(lihat pula Gambar 6.8), maka akan dihasilkan tekanan negatif pada
ujung bangunan. Biasanya tarikan tidak diizinkan, yang memerlukan
irisan yang mempunyai dasar segi empat sehingga resultante untuk
semua kondisi pembebanan jatuh pada daerah inti.

3.1.7Analisa Stabilitas Bendung Karet


(a) Fondasi
Fondasi bendung karet dapat dibedakan yaitu fondasi langsung yang
dibangun diatas lapisan tanah yang kuat dan fondasi tidak langsung
(dengan tiang pancang) yang dibangun pada lapisan lunak.
Pada fondasi langsung menahan bangunan atas dan relatif ringan
membutuhkan massa yang lebih besar untuk menjaga stabilitas
terhadap penggulingan dan penggeseran. Untuk menghemat biaya
konstruksi, fondasi dibuat dari beton bertulang sebagai selimut dan
diisi dengan pasangan beton komposit.
Tugas Struktur Bangunan 32

(b) Gaya-gaya yang bekerja pada bangunan


(1) Gaya-gaya yang bekerja pada bangunan pelimpah adalah:
• Tekanan air, dari dalam dan luar
• Gaya gempa
• Berat bangunan
• Reaksi pondasi
Lantai pondasi pada bendung karet mendapat tekanan air bukan hanya
pada permukaan luarnya, tetapi juga pada dasarnya dan dalam tubuh
bangunan itu. Gaya tekan ke atas, yakni istilah umum untuk tekanan air
didalam menyebabkan berkurangnya berat efektif bangunan di atasnya.
Rumus gaya ini dapat dilihat pada sub bab 3.1.2.

3.2 Kebutuhan Stabilitas


Ada tiga penyebab runtuhnya bangunan gravitasi, yaitu:
(1) gelincir (sliding)
(a) sepanjang sendi horisontal atau hampir horisontal di atas
pondasi
(b) sepanjang pondasi, atau
(c) sepanjang kampuh horisontal atau hampir horisontal dalam
pondasi.
(2) guling (overturning)
(a) di dalam bendung
(b) pada dasar (base), atau
(c) pada bidang di bawah dasar.
(3) erosi bawah tanah (piping).

3.2.1 Ketahanan terhadap gelincir

Tangen θ, sudut antara garis vertikal dan resultante semua gaya,


termasuk gaya angkat, yang bekerja pada bendung di atas semua
bidang horisontal, harus kurang dari koefisien gesekan yang diizinkan
pada bidang tersebut.
Tugas Struktur Bangunan 33

Σ (H )
f
Σ (V − U ) = tan θ <
S
di mana:
∑ (H) keseluruhan gaya horizontal yang bekerja pada bangunan,
kN
∑ (V-U) keseluruhan gaya vertikal (V), dikurangi gaya tekan ke
atas yang bekerja pada bangunan, kN
θ sudut resultante semua gaya, terhadap garis vertikal,
derajat f koefisien gesekan
S faktor keamanan
Harga-harga perkiraan untuk koefisien gesekan f diberikan pada Tabel
3.1

Tabel 3.1 Harga-harga perkiraan untuk koefisien gesekan


Bahan

Pasangan batu pada pasangan batu


Batu keras berkualitas baik
Kerikil
Pasir
Lempung

Untuk bangunan-bangunan kecil, seperti bangunan-bangunan yang


dibicarakan di sini, di mana berkurangnya umur bangunan, kerusakan
besar dan terjadinya bencana besar belum dipertimbangkan, harga-
harga faktor keamanan (S) yang dapat diterima adalah: 2,0 untuk
kondisi pembebanan normal dan 1,25 untuk kondisi pembebanan
ekstrem.
Kondisi pembebanan ekstrem dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Tak ada aliran di atas mercu selama gempa, atau
(2) Banjir rencana maksimum.
Apabila, untuk bangunan-bangunan yang terbuat dari beton, harga yang
aman untuk faktor gelincir yang hanya didasarkan pada gesekan saja
(persamaan 6.14) ternyata terlampaui, maka bangunan bisa dianggap
aman jika faktor keamanan dari rumus itu yang mencakup geser
(persamaan 6.15), sama dengan atau lebih besar dari harga-harga faktor
keamanan yang sudah ditentukan.
f Σ (V − U ) + c
A
Σ (H) ≤
S
2
di mana: c = satuan kekuatan geser bahan, kN/m
2
A = luas dasar yang dipertimbangkan, m
arti simbol-simbol lain seperti pada persamaan 6.14.
Harga-harga faktor keamanan jika geser juga dicakup, sama dengan
harga-harga yang hanya mencakup gesekan saja, yakni 2,0 untuk
kondisi normal dan 1,25 untuk kondisi ekstrem.
2
Untuk beton, c (satuan kekuatan geser) boleh diambil 1.100 kN/m ( =
2
110 Tf/m )
Persamaan 6.15 mungkin hanya digunakan untuk bangunan itu sendiri.
Kalau rumus untuk pondasi tersebut akan digunakan, perencana harus
yakin bahwa itu kuat dan berkualitas baik berdasarkan hasil pengujian.
Untuk bahan pondasi nonkohesi, harus digunakan rumus yang hanya
mencakup gesekan saja (persamaan 6.14).

3.2.2 Guling
Agar bangunan aman terhadap guling, maka resultante semua gaya
yang bekerja pada bagian bangunan di atas bidang horisontal, termasuk
gaya angkat, harus memotong bidang ini pada teras. Tidak boleh ada
tarikan pada bidang irisan mana pun.
Besarnya tegangan dalam bangunan dan pondasi harus tetap
dipertahankan pada harga-harga maksimal yang dianjurkan.
Untuk pondasi, harga-harga daya dukung yang disebutkan dalam Tabel
2
6.1 bisa digunakan. Harga-harga untuk beton adalah sekitar 4,0 N/mm
2
atau 40 kgf/cm , pasangan batu sebaiknya mempunyai kekuatan
2 2
manimum 1,5 sampai 3,0 N/mm atau 15 sampai 30 kgf/cm .
Tiap bagian bangunan diandaikan berdiri sendiri dan tidak mungkin ada
distribusi gaya-gaya melalui momen lentur (bending moment). Oleh
sebab itu, tebal lantai kolam olak dihitung sebagai berikut (lihat Gambar
6.9):
Px − Wx
dx ≥ S τ
di mana: dx = tebal lantai pada titikx, m
2
Px = gaya angkat pada titik x, kg/m
Wx = kedalaman air pada titik x, m
3
τ = berat jenis bahan, kg/m
S = faktor keamanan (= 1,5 untuk kondisi normal, 1,25
untuk kondisi ekstrem)
Wx

dx

x px

Gambar 6.9 Tebal lantai kolam olak

3.2.3 Stabilitas terhadap erosi bawah tanah (piping)


Bangunan-bangunan utama seperti bendung dan bendung gerak harus
dicek stabilitasnya terhadap erosi bawah tanah dan bahaya runtuh akibat
naiknya dasar galian (heave) atau rekahnya pangkal hilir bangunan.
Bahaya terjadinya erosi bawah tanah dapat dianjurkan dicek dengan
jalan membuat jaringan aliran/flownet (lihat pasal 3.1.2). Dalam hal
ditemui kesulitan berupa keterbatasan waktu pengerjaan dan tidak
tersedianya perangkat lunak untuk menganalisa jaringan aliran, maka
perhitungan dengan beberapa metode empiris dapat diterapkan, seperti:
- Metode Bligh
- Metode Lane
- Metode Koshia.
Metode Lane, disebut metode angka rembesan Lane (weighted creep
ratio method), adalah yang dianjurkan untuk mencek bangunan-
bangunan utama untuk mengetahui adanya erosi bawah tanah. Metode
ini memberikan hasil yang aman dan mudah dipakai. Untuk bangunan-
bangunan yang relatif kecil, metode-metode lain mungkin dapat
memberikan hasil-hasil yang lebih baik, tetapi penggunaannya lebih sulit.
Metode Lane diilustrasikan pada Gambar 6.10 dan memanfaatkan Tabel
3.2. Metode ini membandingkan panjang jalur rembesan di bawah
bangunan di sepanjang bidang kontak bangunan/pondasi dengan beda
tinggi muka air antara kedua sisi bangunan.
0
Di sepanjang jalur perkolasi ini, kemiringan yang lebih curam dari 45
0
dianggap vertikal dan yang kurang dari 45 dianggap horisontal. Jalur
vertikal dianggap memiliki daya tahan terhadap aliran 3 kali lebih kuat
daripada jalur horisontal.
Oleh karena itu, rumusnya adalah:
Σ Lv +1/ 3 Σ LH
CL = H
di mana: CL : Angka rembesan Lane (lihat Tabel 3.2)
Σ Lv : jumlah panjang vertikal, m
Σ LH : jumlah panjang horisontal, m
H : beda tinggi muka air, m

B C E F

G H

BC EF GH
3 CD DE 3 FG 3
AB

Gambar 6.10 Metode angka rembesan Lane

Table 3.2 Harga-harga minimum angka rembesan Lane (CL)


Pasir sangat halus atau lanau
Pasir halus
Pasir sedang
Pasir kasar
Kerikil halus
Kerikil sedang
Kerikil kasar termasuk berangkal
Bongkah dengan sedikit berangkal dan kerikil
Lempung lunak
Lempung sedang
Lempung keras
Lempung sangat keras

Angka-angka rembesan pada Tabel 3.2 di atas sebaiknya dipakai:


a. 100% jika tidak dipakai pembuang, tidak dibuat jaringan aliran dan
tidak dilakukan penyelidikan dengan model;
b. 80% kalau ada pembuangan air, tapi tidak ada penyelidikan maupun
jaringan aliran;
c. 70% bila semua bagian tercakup.
Menurut Creagen, Justin dan Hinds, hal ini menunjukkan diperlukannya
keamanan yang lebih besar jika telah dilakukan penyelidikan detail.
Untuk mengatasi erosi bawah tanah elevasi dasar hilir harus diasumsikan
pada pangkal koperan hilir. Untuk menghitung gaya tekan ke atas, dasar
hilir diasumsikan di bagian atas ambang ujung.
Keamanan terhadap rekah bagian hilir bangunan bisa dicek dengan
rumus berikut:
s (1+ a /
s)
S =
hs
di mana:S = faktor keamanan
s = kedalaman tanah, m
a = tebal lapisan pelindung, m
2
hs = tekanan air pada kedalaman s, kg/m
Gambar 6.11 memberikan penjelasan simbol-simbol yang digunakan.
Tekanan air pada titik C dapat ditemukan dari jaringan aliran atau garis
angka rembesan Lane.
Rumus di atas mengandaikan bahwa volume tanah di bawah air dapat
diambil 1 (τw =τs = 1). Berat volume bahan lindung di bawah air adalah
1. Harga keamanan S sekurang-kurangnya 2.

hy

bendung
K a
M

y
S

hs

Gambar 6.11 Ujung hilir bangunan; sketsa parameter-parameter stabilitas

3.2.4 Perencanaan kekuatan tubuh bendung dari tabung karet

(1) Bahan karet


Lembaran karet terbuat dari bahan karet asli atau sintetik yang
elastik, kuat, keras dan tahan lama.
Pada umumnya bahan karet yang digunakan memiliki spesifikasi
sebagai berikut:
(i) Kekerasan Tes abrasi dengan beban 1 kg pada putaran 1000
kali tidak melampui 0,8 mm.
(ii) Kuat tarik
2
Kuat tarik pada suhu normal ≥ 150 kg/cm .
o 2
Kuat tarik pada suhu 100 ≥ 120 kg/cm
Bahan karet di perkuat dengan susunan benang nilon yang
memberikan kekuatan tarik sesuai dengan kebutuhan, dengan
bahan karet berupa karet sintetis.
(2) Kekuatan
Kekuatan lembaran karet harus mampu menahan gaya tekanan air
dikombinasikan dengan gaya tekanan udara dari dalam tubuh
bendung.

h 2/2g
h1 T T

Y
D=H
Fw

Tu
Ti

Gambar 6.12Sketsa gaya tarik pada tabung karet


T = 0,5 Hpb
2 1 2/2 2
Fw = 0,5 πw [ Y – (h + ν g) ]
Ti = T + 0,5 Fw
Tu = T – 0,5 Fw

dimana:
T adalah gaya tarik pada selubung tabung karet (N/m)
H adalah tinggi bendung (m)
ρb adalah tekanan udara dalam tabung karet (Pa)
Fw adalah gaya tekanan air dari hulu pada tubuh bendung
(N/m)
3
πw adalah berat jenis air, diambil 9810 N/m
Y adalah tinggi air dihulu bendung (m)
h1 adalah air dihulu bendung, diatas mercu maksimum (m)
v adalah kecepatan rata-rata aliran air dihulu bendung (m/s)
2
g adalah gravitasi, diambil 9,81 m/s
Ti adalah gaya pada angker hilir (N/m)
Tu adalah gaya pada angker hulu (N/m)
Kekuatan tarik lumbaran karet pada arah aliran air ditetapkan dengan
rumus :
KT = n Ti
dimana:
KT adalah kekuatan tarik karet searah aliran air (N/m)
n adalah angka keamanan, diambil 8
0
Kekuatan tarik searah as bendung ditentukan sebesar 60 /KT
Tebal lembaran karet ditentukan oleh tebal susunan benang nilon
ditambah lapisan penutup di kedua sisinya untuk menjamin kedap udara.
Lapisan penutup sisi luar dibuat lebih tebal untuk pengamanan terhadap
43

goresan ataupun abrasi oleh benda keras. Tebal lapisan penutup diambil
minimal 3 mm dipermukaan dalam dan 7 mm dipermukaan luar.
(3) Sistim penjepitan
Pencetakan tabung karet pada fondasi berupa penjepitan dengan
menggunakan baja yang diangker. Untuk bendung rendah dengan
H ≤ 1,00 m dapat digunakan angker tunggal, sedangkan untuk H ≥
1,00 m digunakan angker ganda, untuk daerah pasang surut harus
digunakan angker ganda.
(4) Kebutuhan luasan karet
Untuk membentuk tabung karet dengan tinggi H yang
direncanakan, diperlukan lembaran karet dengan lebar tertentu (W) (lihat tabel..…
Penjepitan pada ujung tabung karet yang berada pada tembok tepi
atau pilar dibuat hingga ketinggian H + 10% H.
Bentuk dan panjang lembaran karet ditentukan dengan perhitungan
sebagai berikut:
1
L = Lo+ 2 Ls + 2a
W = 2Bo + 2a
Ls = 1,10 H 1+ m 2

2a 2
( Bo / 2 + Ls
1 2
a =
Bo
)
dimana:
L adalah panjang total lembaran karet (m)
W adalah lebar lembaran karet (m)
Lo adalah lebar dasar panel bendung (m)
Ls adalah panjang tambahan bahan karet untuk lekukan
samping bendung (m)
m adalah faktor horisontal kemiringan tembok tepi atau pilar
Bo adalah setengah keliling tabung karet (m)
Tugas Struktur Bangunan 44

BAB IV
PERKEMBANGAN KONSTRUKSI IRIGASI KEDEPAN

Pada masa yang akan datang, faktor kelangkaan sumber daya alam berupa
material yang dibutuhkan untuk konstruksi bangunan irigasi akan menggiring
penggunaan material-material lain.
Selain itu, faktor waktu pengerjaan konstruksi juga akan berpengaruhi
terhadap pemilihan bahan konstruksi. Disinilah penggunaan beton pracetak
mengambil peran penting dalam perkembangan konstruksi bangunan irigasi ke
depan.
Beton pra cetak seperti box culvert mempunyai keunggulan dari segi kualitas
bahan yang digunakan, keseragaman mutu konstruksi bangunan, dan juga dari segi
pemasangan memakan waktu yang relatif singkat serta lebih mudah. Hanya saja,
konstruksi menggunakan beton pra cetak masih membutuhkan biaya yang tinggi.
Serta, lokasi bangunan terkadang tidak mendukung untuk penggunaan material jenis
ini, misalnya lokasi yang dibangun berada di tengah pemukiman padat penduduk,
ataupun di tengah areal persawahan dikarenakan sulitnya akses peralatan untuk
memasang menuju lokasi pekerjaan.
Selain faktor-faktor di atas, pemasangan beton pra cetak juga turut andil
mengurangi lapangan pekerjaan bagi para tukang dan kuli bangunan

Tugas Struktur Bangunan 44


Tugas Struktur Bangunan 45

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dari pembahasan makalah tentang system
irigasi di Indonesia ini adalah :
1. Irigasi memang sangat penting bagi lahan yang kurang ketersediaan
airnya.
2. Sistem irigasi di Indonesia ini pernah diabaikan, selama periode sebelum
era orde baru.
3. Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur Sumber
Daya Air Irigasi Kecil (P4-ISDA-IK) adalah solusi atas jawaban
permasalahan kurangnya minat petani menanam padi karena ketersediaan air
sawah.
4. System irigasi di Indonesia masih sangat minim jika dibandingkan dengan
system irigasi di Negara-negara maju.
5. Pertanian di Indonesia masih kurang mendapatkan perhatian pemerintah.
6. Perhitungan gaya-gaya yang bekerja pada bangunan irigasi berperan
penting untuk efisiensi dimensi saluran yang berujung pada efisiensi
anggaran.
7. Beton pra cetak akan mengambil peran penting dalam konstruksi
bangunan air di masa mendatang.

B. Kendala-Kendala Yang Dihadapi


1. Semakin tingginya jumlah penduduk di Indonesia menjadi penyebab
terjadinya alih fungsi lahan yang menyebabkan pergeseran fungsi bangunan-
bangunan irigasi menjadi daerah pemukiman.
2. Semakin langkanya bahan-bahan berkualitas yang digunakan sebagai
material konstruksi bangunan air.

Tugas Struktur Bangunan 45


Tugas Struktur Bangunan 46

3. Penggunaan beton pra cetak yang berkualitas, namu dari segi pembiayaan
masih dinilai sangat mahal dan belum bisa menjangkau daerah-daerah
tertentu.
C. Saran
System irigasi di Indonesia ini memang sudah mulai diusahakan, namun masih
sangat jarang dan minim sekali aplikasinya baik dari pemerintah maupun petani itu
sendiri padahal Indonesia adalah Negara agraris dengan makanan pokok adalah
beras. Situasi dan fakta seperti itulah yang seharusnya menumbuhkan dan
menyadarkan betapa pentingnya system irigasi yang baik di sawah ataupun lahan
pertanian. Kemajuan dengan program-program untuk mewujudkan pertanian yang
berkelanjutan dari pemerintahlah yang menjadi harapan terbesar para petani di
negeri yang kaya ini.

Tugas Struktur Bangunan 46


Tugas Struktur Bangunan 47

DAFTAR PUSTAKA

Ardi. 2013. Hasil Besar Dari Irgasi Kecil. Koran harian media Indonesia : Jakarta.
Acmadi, M. 2013. Irigasi di Indonesia. Media press : Yogyakarta.

Eko, Rusdianto. 2013. Perlu Sistem Irigasi yang Layak. Majalah GATRA :
Bandung.

Kholid, M. 2009. Krisis Air sawah Indonesia. Grafindo Media Utama. Yogyakarta.
Racmad, nur. 2009. Irigasi Dan Tata Guna Lahan. Pt Gramedia : Jakarta.

Teristi, ardi, 2013. Mengatur Air Terus Mengalir. Koran harian media Indonesia :
Jakarta.

https://alamsyahpalenga.files.wordpress.com/2012/12/kp-02-2010-bangunan-
utama.pdf

http://aghoezdw.blogspot.co.id/2012/04/sejarah-perkembangan-irigasi-dan-
jenis.html

http://google.com

Tugas Struktur Bangunan 47

Anda mungkin juga menyukai