Anda di halaman 1dari 13

PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI DI INDONESIA

MAKALAH IRIGASI I

Disusun Oleh:

AGUS ALFAN

TSP 191003

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS CORDOVA

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb. Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia-
Nya sehingga makalah dengan berjudul ‘Memaksimalkan Pengelolaan Sistem Irigasi Di
Indonesia Dapat Selesai.

Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas UTS Matkul Irigasi I . Selain ,
penyusunan makalah ini bertujuan menambah wawasan kepada pembaca Memaksimalkan

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak
kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan ketaksempurnaan yang
pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis juga mengharap adanya kritik serta saran dari
pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini.

Taliwang, April 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak Indonesia tidak mampu lagi mencapai swasembada pangan, berbagai perubahan
kebijakan terus dilakukan pemerintah dalam pengelolaan irigasi. Alasan utama yang muncul
perubahan kebijakan tersebut adalah keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh pemerintah.
Namun jika dikaji lebih dalam, perubahan tersebut juga tidak terlepas perubahan model kebijakan
irigasi pada tingkatan internasional. Dominasi pemerintah dalam pembangunan irigasi pada masa
revolusi hijau dipandang sebagai penyebab utama kegagalan pembangunan irigasi termasuk di
Indonesia. Salah satu dari kegagalan tersebut adalah ekspansi besar-besaran daerah irigasi tidak
diimbangi dengan ketersediaan dana untuk melakukan operasional dan pemeliharaan jaringan
irigasi. Dengan demikian pemindahan tanggung jawab operasional dan pemeliharaan jaringan
irigasi dari pemerintah kepada petani (P3A) dipandang sebagai solusi atas permasalahan yang
dihadapi dalam pembangunan sektor irigasi. Konsep inilah yang sebenarnya diadopsi oleh
pemerintah Indonesia di sektor irigasi atau yang lebih dikenal sebagai Irrigation Management
Transfer (IMT), yang menempatkan P3A sebagai aktor utama dalam operasional dan
pemeliharaan jaringan irigasi.

Salah satu prasyarat yang dibutuhkan untuk menjalankan IMT ini adalah hak guna air (water
use rights). Bank Dunia sendiri mendefinisikan hak-hak irigasi dalam tiga kategori yaitu
management kontrol, fasilitas fisik dan air. Khusus hak atas air (water rights) irigasi adalah
seberapa banyak air yang dapat diberikan kepada petani untuk menjamin kecukupan air bagi
lahan petani anggota P3A lainnya. Pada intinya IMT mendorong adanya transfer otoritas
pengambilan keputusan dalam pengelolaan irigasi kepada P3A.

Beberapa studi terhadap IMT menunjukkan dampak yang positif baik terhadap petani maupun
keberlajutan system irigasi. Hal ini meliputi perbaikan distribusi air yang adil kepada petani dan
meningkatnya partisipasi petani dalam proses pengambilan keputusan. Namun studi lain juga
menunjukkan bahwa IMT berdampak negatif, antara lain rendahnya skala ekonomi P3A untuk
menyediakan layanan sesuai dengan sistem yang ada, petani juga diminta untuk membayar jasa
air lebih mahal tanpa adanya perbaikan dan efisiensi layanan. Dan yang terpenting sebenarnya
adalah bahwa IMT memperkenalkan P3A sebagai sebagai langkah awal untuk merubah sistem
pertanian subsisten menjadi tanaman yang bersifat komersial. Dengan tanaman komersial dan
ketersediaan pasar petani kecil akan mampu membayar iuran kepada P3A untuk operasional dan
pemeliharaan serta perbaikan jaringan irigasi. Dan pada akhirnya pemerintah dapat
menghilangkan subsidi maupun pengeluaran yang terkait dengan pembangunan irigasi.
Hal lain yang juga perlu dicermati adalah ketidakjelasan status jaringan irigasi di Indonesia.
Jika jaringan irigasi dipandang sebagai barang publik (public goods), seharusnya petani tidak
dibebankan untuk membayar biaya jasa layanan air irigasi. Tetapi jika jaringan irigasi dipandang
sebagai common property goods , maka petani harus membayar jasa layanan air tersebut.
Persoalannya dengan kebijakan irigasi sekarang adalah ada dua penyedia layanan jaringan irigasi
yaitu pemerintah dan P3A dan keduanya berhak untuk menarik jasa layanan air tersebut kepada
petani, yang tentu saja membawa implikasi pada semakin beratnya beban petani.

Dari uraian diatas hal menjadi topik adalah perlunya pengaturan air untuk tanaman agar dapat
maksimal dan efifien dalam pemanfaatannya, dan salah satu hal yang bisa dilakukan adalah
dengan membangun irigasi. Namun apakah arti irigasi tersebut sebenarnya? serta apakah
manfaat dari irigasi tersebut apabila ditinjau secara langsung maupun tidak langsung? untuk
menjawab pertanyaan tersebut, kita akan mempelajarinya satu - persatu.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah system irigasi di Indonesia ?
2. Apa yang terjadi dengan system irigasi di Indonesia sekarang ini ?
C. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana system irigasi di Indonesia dan apa yang terjadi dengan system
tata air di Indonesia sekarang ini.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah dan Konteks Reformasi Irigasi di Indonesia.

Pada tahun 1999, perubahan besar terjadi di sektor sumberdaya air di Indonesia, dengan
munculnya kebijakan untuk melakukan reformasi sektor sumberdaya air di Indonesia yang
didukung oleh Bank Dunia melalui WATSAL. Seperti sudah diungkapkan di atas, ada dua aspek
terkait yaitu manajemen sumberdaya air dan manajemen layanan. Kedua aspek tersebut menjadi
bagian dari reformasi sumberdaya air di Indonesia. Salah satu bagian dari dua aspek tersebut
adalah reformasi di sektor irigasi.

Jika dilihat lebih dalam, reformasi sektor irigasi sudah dilakukan sudah dilakukan sejak tahun
1987. Dengan alasan keterbatasan dana, pemerintah pada tahun 1987 melakukan reformasi
kebijakan di sektor irigasi yang dikenal dengan Irrigation Operation and Maintenance Policy
(IOMP). Kebijakan tersebut merupakan hasil dari dialog kebijakan (policy dialogue) antara
pemerintah Indonesia dan Bank Dunia serta ADB yang tidak lain adalah prakondisi untuk
memperoleh dana pinjaman baru di sektor irigasi. Reformasi kebijakan sektor irigasi yang dibiayai
oleh Bank Dunia melalui The First Irrigation Subsector Project (ISS I), ISSP II, dan Java Irrigation
and Water Resources Management Project (JIWMP), pada intinya memperkenalkan kebijakan
baru di sektor irigasi yaitu turnover management, irrigation service fee dan efficient operational
dan pemeliharaan . Sebagai bagian dari reformasi pengelolaan irigasi, petani dalam hal ini P3A
diharapkan dapat berperan aktif untuk ikut dalam pengelolaan irigasi. P3A merupakan sebuah
organisasi pengelola irigasi yang dibentuk oleh pemerintah (top-down approach) sebagai
penggganti organisasi pengelola irigasi tradisional seperti Ulu-Ulu, Raksa Bumi, Tudung Sipulung
dan sebagainya.

Dalam perjalanannya IOMP dianggap gagal, salah satu persoalannya adalah masalah
kelemahan manajemen, yang disebabkan fokus pembangunan irigasi lebih berorientasi pada hal-
hal yang bersifat teknis dan fisik bangunan irigasi, sedangkan faktor-faktor sosial dan institusional
yang bersifat spesifik lokal luput dari perhatian. Kondisi tersebut membawa implikasi pada
marginalisasi kemampuan petani dalam mengelola irigasi dan menjadikan P3A sebagai
perpanjangan tangan birokrasi pada waktu itu.

Pada tahun 1999 Presiden mengeluarkan Inpres No.9 tahun 1999 tentang Pembaruan
Kebijakan Pengelolaan Irigasi (PKPI) yang berisi isntruksi kepada Menteri Pekerjaan Umum untuk
(1) melakukan koordinasi mempersiapkan kerangka peraturan dan perundangan dan langkah-
langkah yang perlu dilakukan untuk memperbaharui kebijakan pengelolaan irigasi, (2) Pembaruan
Kebijakan Pengelolaan Irigasi yang dimaksud meliputi (a) pengaturan kembali fungsi dan tugas
lembaga pengelola irigasi, (b) pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air (P3A), (c)
Penyerahan Pengelolaan Irigasi kepada P3A, (d) Pengaturan Pembiayaan Pengelolaan Irigasi, (e)
Keberlanjutan Pengelolaan Sistem Irigasi.

Berdasarkan komponen-komponen tersebut kemudian pemerintah menerbitkan PP No.77


tahun 2001 tentang Irigasi. Terbitnya PP tentang irigasi ini kemudian menjadi polemik ketika pada
tahun 2003 pemerintah (Departemen Kimpraswil) mengumumkan “moratorium” pemberlakuan PP
ini, dengan alasan pada waktu itu masih ada pembahasan soal RUU Sumberdaya Air,
pemindahan kewenangan pengelolaan irigasi akan membebani petani terutama petani miskin . Hal
ini menimbulkan “kekecewaan” bagi kelompok pendukung PKPI , dengan alasan bahwa
pengumuman “moratorium” tersebut tidak dilakukan secara tertulis akan tetapi hanya perintah lisan
yang disampaikan dalam rapat kerja Kimpraswil atau rapat-rapat internal lainnya dan tidak pernah
dalam bentuk bahan tertulis dan menunjukkan bahwa pemerintah ragu-ragu dalam upaya
memberdayakan petani. Dan dengan berlakunya UU No.7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air,
kebijakan irigasi di Indonesia kembali seperti semula, dimana tanggung jawab pengelolaan dan
pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder berada di tangan pemerintah, sedangkan
jaringan tersier menjadi tanggung jawab petani

B. Irigasi

Irigasi adalah semua atau segala kegiatan yang mempunyai hubungan dengan usaha untuk
mendapatkan air guna keperluan pertanian. Usaha yang dilakukan tersebut dapat meliputi :
perencanaan, pembuatan, pengelolaan, serta pemeliharaan sarana untuk mengambil air dari
sumber air dan membagi air tersebut secara teratur dan apabila terjadi kelebihan air dengan
membuangnya melalui saluran drainasi.

Secara garis besar, tujuan irigasi dapat digolongkan menjadi 2 (dua) golongan, yaitu : Tujuan
Langsung, yaitu irigasi mempunyai tujuan untuk membasahi tanah berkaitan dengan kapasitas
kandungan air dan udara dalam tanah sehingga dapat dicapai suatu kondisi yang sesuai dengan
kebutuhan untuk pertumbuhan tanaman yang ada di tanah tersebut. Tujuan Tidak Langsung, yaitu
irigasi mempunyai tujuan yang meliputi : mengatur suhu dari tanah, mencuci tanah yang
mengandung racun, mengangkut bahan pupuk dengan melalui aliran air yang ada, menaikkan
muka air tanah, meningkatkan elevasi suatu daerah dengan cara mengalirkan air dan
mengendapkan lumpur yang terbawa air, dan lain sebagainya.

Irigasi didefinisikan sebagai suatu cara pemberian air, baik secara alamiah ataupun buatan
kepada tanah dengan tujuan untuk memberi kelembapan yang berguna bagi pertumbuhan
tanaman. Secara alamiah air disuplai kepada tanaman melalui air hujan. Seara alamiah lainnya,
adalah melalui genangan air akibat banjir dari sungai, yang akan menggenangi suatu daerah
selama musim hujan, sehingga tanah yang ada dapat siap ditanami pada musim kemarau.secara
buatan : Ketika penggunaan air ini mengikutkan pekerjaan rekayasa teknik dalam skala yang
cukup besar, maka hal tersebut disebut irigasi buatan ( Artificial Irrigation ). Irigasi buatan secara
umum dapat dibagi dalam 2 ( dua ) bagian : Irigasi Pompa ( Lift Irrigation ), dimana air diangkat
dari sumber air yang rendah ke tempat yang lebih tinggi, baik secara mekanis maupun manual.
Irigasi Aliran ( Flow Irrigation ), dimana air dialirkan ke lahan pertanian secara gravitasi dari
sumber pengambilan air.

Sesuai dengan definisi irigasinya, maka tujuan irigasi pada suatu daerah adalah upaya
rekayasa teknis untuk penyediaaan dan pengaturan air dalam menunjang proses produksi
pertanian, dari sumber air ke daerah yang memerlukan serta mendistribusikan secara teknis dan
sistematis.

Adapun manfaat dari suatu sistem irigasi, adalah :

1. Untuk membasahi tanah, yaitu pembasahan tanah pada daerah yang curah hujannya
kurang atau tidak menentu.
2. Untuk mengatur pembasahan tanah, agar daerah pertanian dapat diairi sepanjang waktu
pada saat dibutuhkan, baik pada musim kemarau maupun musim penghujan.
3. Untuk menyuburkan tanah, dengan mengalirkan air yang mengandung lumpur & zat – zat
hara penyubur tanaman pada daerah pertanian tersebut, sehingga tanah menjadi subur.
4. Untuk kolmatase, yaitu meninggikan tanah yang rendah / rawa dengan pengendapan
lumpur yang dikandung oleh air irigasi.
BAB III

PEMBAHASAN

Keseimbangan air di alam semakin hari semakin bergeser. Hal ini disebabkan karena
sumber air tawar yang tersedia di alam jumlahnya terbatas. Padahal kebutuhan air cenderung
meningkat sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan manusia. Untuk menjaga
keseimbangan air maka perlu kebijaksanaan dalam pemanfaatan sumber daya air.

Salah satu jenis pemanfaatan sumber air adalah untuk irigasi. Mengingat Indonesia adalah
Negara agraris dengan tanaman dan makanan utama penduduknya adalah beras, maka peran
irigasi sebagai penghasil utama beras menduduki posisi penting. Irigasi memerlukan investasi
yang besar untuk pembangunan sarana dan prasarana, pengoperasian dan pemeliharaan. Oleh
karena itu perlu dilakukan pengelolaan yang baik, benar, dan tepat sehingga pemakaian air untuk
irigasi dapat seoptimal mungkin.

Jumlah air yang diperlukan untuk irigasi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor alam, juga
tergantung pada macam tanaman serta masa pertumbuhannya. Untuk itu diperlukan sistem
pengaturan yang baik agar kebutuhan air bagi tanaman sapat terpenuhi dan efisien dalam
pemanfaatan air.

Mengingat air yang tersedia di alam sering tidak sesuai dengan kebutuhan baik lokasi maupun
waktunya, maka diperlukan saluran (saluran irigasi dan saluran drainasi) dan bangunan pelengkap
(misal : bendungan, bendung, pompa air, siphon, gorong-gorong / culvert, talang air dan
sebagainya) untuk membawa air dari sumbernya ke lokasi yang akan dialiri dan sekaligus untuk
mengatur besar kecilnya air yang diambil maupun yang diperlukan.

Irigasi di Indonesia ini mulai dikembangkan semenjak indonesia tidak mampu lagi
mencapai swasembada beras. Awalnya irigasi itu sendiri diangap penting oleh pemerintah
umumnya dan petani sendiri khususnya. Semuanya hanya berpikiran bahwa Indonesia ini adalah
Negara yang kaya, makmur, subur serta segalanya mudah sehingga pemikiran untuk jangka
panjag tentang ketersediaan pangan pun tak lagi dihiraukan. Pikiran awal petani Indonesia dulu
hanyalah keberhasilan panen, dan pemerintah hanya bangga karena saat itu mampu mencapai
swasembada beras tanpa harus repot mengupayakan ketersediaan air dilahan.

Memasuki keadaan seperti sekarang ini, petani mulai mengeluh tentang minimnya
ketersediaan air di lahan sawahnya khususnya petani-petani daerah jawa. Atas keluhan tersebut
berimbas pada kurangnya minat petani untuk menanam padi lagi. Masalah besar pun jelas terjadi,
ketersediaan beras sebagai makanan utama bangsa Indonesia ini pun jadi mulai dikhawatirkan
tidak tersedia. Mencapai swasembada beras pun kini dirasa hanyalah mimpi, keberhasilan era
orde baru dianggap hanyalah masa lalu yang tak mungkin terulang lagi.
Jenis-jenis irigasi di Indonesia adalah :

1. Irigasi permukaan : Mengambil air dari sumber-sumber yang ada, lalu membuat bangunan
penangkapnya, kemudian mengalirkannya melalui saluran primer dan sekunder ke petak-
petak sawah.
2. Irigasi tambak : Mengatur tata air dari sumber irigasi yang sudah ada melalui system
drainase (menahan dan mengairi padi)
3. Irigasi air tanah : Mengambil air tanah kemudian memompa dan mendistribusikannya ke
petak-petak sawah.
4. Irigasi pompa : Diutamakan untuk areal persawahan di dataran tinggi.

Berikut ini fungsi irigasi :

1. Memasok kebutuhan air pada tanaman.


2. Menjamin ketersediaan air di musim kemarau.
3. Menurunkan suhu tanah.
4. Mengurangi kerusakan tanah.

Pemerintah sekarang ini mulai menumbuhkan minat petani untuk kemali berlomba-lomba
menanam padi lagi. Salah satu usaha pemerintah saat ini adalah dengan program Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air Irigasi Kecil (P4-ISDA-IK). Maksud dan
Tujuan dari P4-ISDA-IK adalah menumbuhkan partisipasi masyarakat tani dalam kegiatan
rehabilitasi irigasi kecil sesuai dengan kebutuhan dan berdasarkan prinsip kemandirian agar
terlaksananya pemberdayaan dan partisipasi masyarakat tani dalam kegiatan rehabilitasi irigasi
kecil dan rehabilitasi terhadap kondisi dan fungsi prasarana irigasi kecil. Program ini merupakan
salah satu bentuk harapan pemerintah kepada petani agar mau menjalankan misi Negara dengan
mau bersama-sama membangun dan memperbaiki system penyediaan air untuk lahan sawah
mereka.

Dalam program ini sifatnya adalah “dari petani, untuk petani dan oleh petani” yang berarti
bahwa pemerintah memberikan kewenangan kepada petani untuk berusaha membangun dan
mengusahakan agar air bias sampai dan tersedia di lahan mereka.
Hal ini mulai diwujudkan pemerintah karena kesadaran akan pentingnya ketersediaan air itu
sangat penting dan memang harus diutamakan. Tiga sasaran dari program ini adalah ;

1. Penyediaan air baku.

2. Pengamanan pantai.

3. Perbaikan irigasi kecil.

Inti dari program ini adalah pemerintah memberikan bantuan berupa dana dan pengawasan
langsung kepada desa untuk membangun dan mengerjakan sendiri proyek pembangunan dan
perbaikan irigasinya agar air bisa tersedia dengan baik di lahan. pembangunan infrastruktur
pertanian yang dilakukan oleh pemerintah biasanya diserahkan kepada pihak ketiga. Namun,
dalam P4 ISDA IK, para petanilah yang diberi kepercayaan untuk menentukan titik-titik saluran
irigasi yang menjadi sasaran pembangunan dan melaksanakan pembangunan saluran irigasi.
Dengan adanya program ini memang dirasa oleh petani sangat menguntungkan, karena ada
banayk manfaat yang ditimbulkan dengan adanya program ini, diantaranya yaitu :

1. Air tersedia di lahan.

2. Produksi jauh meningkat.

3. Terjalinnya hubungan yang baik antar petani dalam satu kawasan desa.

4. Mengurangi tingkat kemungkinan korupsi oleh pihak pemerintah.

5. Mengurangi dana yang seharusnya dikeluarkan pemerintah.

Kelemahan dari program ini adalah masih memiliki batasan-batasan tertentu yang menjadi
syarat bagi desa yang akan mendapatkan bantuan dana untuk pembuatan dan perbaikan system
irigasi bagi desa mereka. Diantara syarat tersebut tentunya membuat beberapa desa atau daerah
yang sebenarnya sangat membutuhkan bantuan dana tersebut harus terpaksa rela menghilangkan
harapannya akan ketersediaan air di sawahnya. Pemerintah mensyaratakan bagi dresa yag akan
menerima bantuannya adalah : Desa yang memiliki irigasi kecil yang luasnya kurang dari 1.000
hektare. Namun menanggapai masalah tersebut memang pemerintah sudah merevisi aturannya
yaitu menjadi : cakupan kriteria desa yang bisa mengakses program tersebut berkembang.
Payung hukum program percepatan itu ialah Keputusan Menteri PU No 328/2013 tentang
Pelaksanaan P4 ISDA IK. Aturan itu juga diperbarui dengan Keputusan Menteri PU 396/2013,
yang juga menetapkan jumlah desa penerima P4 ISDA IK bertambah, dari 4.000 desa menjadi
5.010 desa. Sejumlah kriteria pun ditetapkan, salah satunya desa yang bersangkutan harus
memiliki irigasi dengan luas di atas 1.000 hektare dan 3.000 hektare pada saluran irigasi sekunder.
Program juga bisa digelar di daerah rawa yang potensial untuk pengembangan tanaman padi,
serta daerah tadah hujan yang ke depannya bisa dijadikan lahan irigasi.
Dengan adanya program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya
Air Irigasi Kecil (P4-ISDA-IK) ini diharapkan mampu memperbaiki sistem di indonesia ini. System
ini sudah membawa setidaknya sedikit perbaikan terhadap system irigasi di Indonesia ini. Yang
terpenting adalah melalui program ini maka pikiran ataupun paradigma tentang pentingnya air dan
irigasi di lahan itu sangat penting telah meningkat.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapat dari pembahasan makalah tentang system irigasi di
Indonesia ini adalah :

1. Irigasi memang sangat penting bagi lahan yang kurang ketersediaan airnya.
2. Sistem irigasi di Indonesia ini pernah diabaikan, selama periode sebelum era orde baru.
3. Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air Irigasi
Kecil (P4-ISDA-IK) adalah solusi atas jawaban permasalahan kurangnya minat petani
menanam padi karena ketersediaan air sawah.
4. System irigasi di Indonesia masih sangat minim jika dibandingkan dengan system irigasi
di Negara-negara maju.
5. Pertanian di Indonesia masih kurang mendapatkan perhatian pemerintah.

B. Saran

System irigasi di Indonesia ini memang sudah mulai diusahakan, namun masih sangat
jarang dan minim sekali aplikasinya baik dari pemerintah maupun petani itu sendiri padahal
Indonesia adalah Negara agraris dengan makanan pokok adalah beras. Situasi dan fakta
seperti itulah yang seharusnya menumbuhkan dan menyadarkan betapa pentingnya system
irigasi yang baik di sawah ataupun lahan pertanian. Kemajuan dengan program-program
untuk mewujudkan pertanian yang berkelanjutan dari pemerintahlah yang menjadi harapan
terbesar para petani di negeri yang kaya ini.
DAFTAR PUSTAKA

Ardi. 2013. Hasil Besar Dari Irgasi Kecil. Koran harian media Indonesia : Jakarta.

Acmadi, M. 2013. Irigasi di Indonesia. Media press : Yogyakarta.

Eko, Rusdianto. 2013. Perlu Sistem Irigasi yang Layak. Majalah GATRA : Bandung.

Kholid, M. 2009. Krisis Air sawah Indonesia. Grafindo Media Utama. Yogyakarta.

Racmad, nur. 2009. Irigasi Dan Tata Guna Lahan. Pt Gramedia : Jakarta.

Teristi, ardi, 2013. Mengatur Air Terus Mengalir. Koran harian media Indonesia : Jakarta.

Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to Facebook

Anda mungkin juga menyukai