PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sungai Poso, sungai dengan keragaman hayati luar biasa. Sungai salah satu terpanjang di
Sulawesi. Dikutip dari wikipedia, Sungai Poso adalah sebuah sungai di Sulawesi Tengah, Indonesia,
sekitar 1600 km di timur laut ibu kota Jakarta. Sungai Poso memiliki panjang 100 km dan mengalir dari
Sungai Poso, sekitar 2 km sebelah barat dari kota Tentena, mengalir menuju Kota Poso dan bermuara
di Teluk Tomini
Sungai ini mengalir di wilayah tengah pulau Sulawesi yang beriklim hutan hujan tropis (kode: Af
menurut klasifikasi iklim Köppen-Geiger) Suhu rata-rata setahun sekitar 22 °C. Bulan terpanas adalah
Oktober, dengan suhu rata-rata 23 °C, and terdingin Januari, sekitar 20 °C Curah hujan rata-rata tahunan
adalah 2715 mm. Bulan dengan curah hujan tertinggi adalah Mei, dengan rata-rata 368 mm, dan yang
terendah September, rata-rata 66 mm
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik DAS Sungai Poso?
2. Bagaimana penampang memanjang dan melintang sungai Poso?
3. Bagaimana morfologi pada sungai Poso?
4. Bagaimana debit dari sungai Poso?
5. Apa saja bangunan air disepanjang sungai Poso dan pemanfataan apa yang
dilakukan dari sungai Poso?
6. Apa saja permasalahan yang ada disungai Poso dan bagaimana pemecahan
masalahnya?
7. Bagaimana kelembagaan pengelolaan pada sungai Poso?
8. Bagaimana kesehatan sungai Poso?
1
5. Mengetahui bangunan air apa saja yang ada disungai Poso dan apa saja
pemanfataannya sebagai sungai.
6. Memikirkan bentuk penyelesaian pada permasalahan yang terjadi disungai Poso.
7. Mengetahui kelembagaan yang mengelola sungai Poso.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Karakteristik DAS POSO
Daerah aliran sungai (DAS) Poso secara geografis terletak di Kabupaten Poso Provinsi
Sulawesi Tengah yang memiliki luas DAS ± 1101,87 km2 dan panjang ± 68,70 km (Ishak,
2010). Pada alur sungai Poso terdapat jeram di Sulewana sepanjang 1 km dengan ketinggian
jatuh ± 470 m (Krismono, et al. 2011). Daerah aliran sungai Poso membentang dari wilayah
Tentena/sungai Poso (hulu) hingga wilayah Kayamana (hilir) yang merupakan daerah muara
yang berbatasan langsung dengan Teluk Tomini. Kondisi lingkungan sekitar DAS Poso berupa
permukiman yang banyak terkonsentrasi di daerah outlet sungai Poso (hulu), desa Sulewana,
desa Pandiri, dan daerah muara, disisi kanan dan kiri sungai sebagian besar ditumbuhi oleh
pepohonan dan ilalang dengan kontur tanah berupa tanah liat (lempung) hingga pasir. .
Secara geografis batas WS Parigi Poso membentang dari DAS Tompis di sebelah barat sampai
dengan DAS Kayunyole di sebelah timur dan dari Teluk Tomini disebelah utara sampai
perbatasan Provinsi Sulawesi Selatan di bagian selatan. WS Parigi Poso secara
geografis terletak pada posisi antara 119°54' - 121°31' Bujur Timur dan 0°05' -2°14' Lintang
Selatan dengan luas wilayah 862.982,95 ha atau 8.629,82 km2 .
Secara administrasi keseluruhan WS Parigi Poso ini terletak di 2 Provinsi yaitu Provinsi
Sulawesi Tengah (4 Kabupaten yaitu Kabupaten Poso, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten
Tojo Una Una, dan Kabupaten Morowali) dan Sulawesi Selatan (1 Kabupaten yaitu Kabupaten
Luwu)
.
B. Letak dan Bentuk DAS Poso
Berikut ini adalah gambar atau foto yang memperlihatkan DAS POSO yang terletak di
Sulawesi.
3
Gambar 2.1 letak sungai Poso Sulawesi
4
Gambar 2.3 Sisi Melintang dari DAS POSO
Selain proses geomorfologi, kondisi permukaan DAS Poso juga dipengaruhi oleh
kondisi relief, topografi, dan kemiringan lahan. Wilayah Kabupaten Poso atau daerah
sungai Poso mempunyai topografi yang bervariasi antara 1.000 meter sampai dengan
2.000 meter diatas permukaan laut (dpl), dimana sebagian besar wilayahnya terdiri dari
pengunungan (dataran tiinggi) yang dilalui beberapa aliran sungai dan anak sungai yang
berasal dari bukit dan gunung yang ada disekitarnya.
5
Hampir Sebagian besar didominasi oleh kemiringan lahan diatas 30 %, terutama
ditemui didaerah bagian tengah wilayah Kabupaten ke arah barat dan timur .
0 - 15 207,000 14,21
16 - 25 421,200 28,92
D. Curah Hujan
Debit yang berlangsung selama ini di DAS Poso dikarenakan efektivitas hujan yang terjadi.
Berikut ini adalah curah hujan rata-rata pertahunnya;
7
Gambar 2.4 Peta Isoyet WS Poso
Dari data di atas curah Hujan di daerah Sungai Poso lumanyan Tinggi dengan rata-
rata sekitar 200-2500 mm/tahun
E.Permasalahan dan Solusi
8
Penyelamatan ekosistem DTA dan DAS dapat dilakukan dengan cara :
a. Pengumpulan data mengenai degradasi lahan yang terjadi pada kawasan Sungai Poso.
Data yang dikumpulkan dari setiap lokasi DTA dan DAS meliputi letak, luas, status lahan
berdasarkan geografi dan administrasi pemerintahan, kondisi penutupan lahan, tipe
kemiringan lereng, tingkat erosi, manajemen konservasi (jika ada), dan produktivitas
lahan, khususnya pada kawasan budidaya pertanian di sekitar sungai. Kegiatan ini
memerlukan pendanaan untuk pengadaan tenaga-tenaga ahli atau peneliti serta peralatan
untuk menunjang observasi. Berdasarkan data maka dapat disusun laporan mengenai
analisis terhadap nilai-nilai parameter kerusakan lahan, di mana hasil analisis dapat
digunakan untuk penyusunan rencana program kegiatan pencegahan dan pengendalian
degradasi lahan di kawasan Sungai Poso.
b. Melakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) secara komprehensif pada
kawasan Sungai Poso. KLHS dilakukan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) provinsi dan kabupaten yang termasuk pada wilayah pengelolaan Sungai Poso,
serta terhadap kebijakan, rencana dan atau program yang secara potensial berdampak
negatif terhadap kondisi Sungai Poso. Berbeda dengan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (Amdal) yang menangani aspek hilir atau kegiatan, KLHS melakukan
kajian terhadap aspek hulu terkait dengan kebijakan, rencana, dan atau program. Oleh
karena itu KLHS sangat diperlukan karena mengkaji hal-hal yang terkait dengan upaya
penyelamatan sungai pada tataran kebijakan atau pada tataran yang paling dini. Hal-hal
yang berkaitan dengan peraturan dan pemberian izin pada usaha-usaha di DTA dapat
terdeteksi melalui KLHS sehingga dapat dilakukan upaya-upaya pencegahan. Usaha-
usaha di DTA yang sangat berpotensi mengancam kondisi sungai ialah perkebunan skala
besar, eksploitasi hutan, dan pertambangan. Selain itu, pendekatan KLHS yang lebih
bersifat partisipatif akan menumbuhkan rasa tanggung jawab berbagai pihak terhadap
penyelamatan sungai. KLHS memerlukan pendanaan untuk pengalokasian SDM berupa
tenaga ahli atau peneliti, proses pembahasan antar pemangku kepentingan, dan
pengadaan peralatan guna menunjang observasi. KLHS yang disusun selanjutnya
diimplementasikan pada kebijakan, rencana, dan atau program yang terkait dengan
kondisi Sungai Poso sehingga dapat digunakan sebagai instrumen penangkal paling awal
dalam perencanaan pengelolaan sungai. KLHS juga dapat menjadi acuan dalam
penyusunan rencana program kegiatan pencegahan dan pengendalian degradasi
ekosistem di kawasan Sungai Poso. Pembuatan kajian dapat dilakukan oleh
dinas/instansi terkait dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh agama,
lembaga pendidikan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pemerintah kecamatan, dan
desa/kelurahan.
c. Melaksanakan strategi penanganan kawasan DTA yang meliputi penerapan Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) secara tegas dan konsisten pada ke – 9
wilayah Sub DTA, melakukan percepatan dan peningkatan kapasitas rehabilitasi hutan
dan lahan di wilayah-wilayah Sub DTA yang telah mengalami degradasi lahan, dan
menerapkan sistem zonasi pada kawasan hutan lindung, terutama pada kawasan cagar
alam.
9
dengan cara pembuatan teras pada lahan-lahan pertanian yang terletak pada bagian
lereng, pembuatan penampungan air hujan, dan pembuatan saluran drainase untuk
membuang kelebihan air dari lahan pertanian. Penerapan usahatani konservasi
membutuhkan kajian-kajian penelitian secara mendalam guna menghasilkan teknik
yang bersifat spesifik lokasi.
10
b. Menyediakan “eel ladder” atau “fish way” yang akan berfungsi
sebagai lokasi ruaya ikan sidat, baik ruaya induk yang menuju laut maupun
anakan yang akan berruaya ke hulu menuju Sungai Poso. Rancangan “eel
ladder” atau “fish way” ini bersifat khusus, disesuaikan dengan sifat biologi
dan kemampuan renang ikan sidat.
c. Penebaran kembali (restocking) benih sidat di Sungai Poso.
Benih sidat dapat dihasilkan dari pembesaran di usaha pendederan, sedangkan
glass eel dapat diperoleh dari penangkapan di muara Sungai Poso. Upaya
restocking ditujukan untuk meningkatkan stok ikan sidat di Sungai Poso yang
ruayanya terganggu akibat pembendungan PLTA.
d. Pengaturan penangkapan, baik induk sidat yang ditangkap di
outlet Sungai Poso dengan waya masapi maupun penangkapan glass eel di
muara Sungai Poso. Alat tangkap waya masapi diusahakan tidak menutupi
seluruh badan air outlet Sungai Poso, sedangkan penangkapan glass eel di muara
Sungai Poso perlu dibatasi.
e. Pembentukan dan peningkatan kapasitas kelembagaan pengelola
yang melibatkan peran serta masyarakat untuk menjamin terlaksananya
konservasi sumberdaya ikan sidat.
4) Pengaturan pengelolaan terhadap pemanfaatan sumberdaya air Sungai Poso
Secara ekosistem, perairan sungai memiliki fungsi sebagai berikut :
a. Sebagai sumber plasma nutfah yang berpotensi menyumbang bahan genetik,
b. Sebagai tempat berlangsungnya siklus hidup berbagai jenis flora dan fauna yang
penting,
c. Sebagai sumber air yang dapat digunakan secara langsung oleh masyarakat
sekitarnya untuk aktivitas rumah tangga, industri, dan pertanian,
d. Sebagai tempat penyimpanan kelebihan air yang berasal dari air hujan, aliran
permukaan, sungai-sungai, atau dari sumber-sumber air bawah tanah,
e. Sebagai pemelihara iklim mikro, di mana keberadaan ekosistem sungai dapat
mempengaruhi kelembaban udara dan curah hujan daerah setempat,
f. Sebagai sarana transportasi untuk memindahkan hasil-hasil pertanian dari satu
tempat ke tempat lainnya,
g. Sebagai penghasil energi listrik melalui PLTA, dan
h. Sebagai sarana rekreasi dan obyek pariwisata.
Pengelolaan sungai harus dilaksanakan secara terencana, agar potensi sungai
dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. Kegiatan-kegiatan pengelolaan sungai
diprioritaskan pada kawasan sungai yang memiliki potensi pemanfaatan tinggi,
juga pada kawasan yang telah mengalami degradasi secara serius. Di samping itu,
kegiatan pengelolaan sungai harus ditujukan bagi terciptanya kesejahteraan
masyarakat dengan memperhatikan pula aspek keseimbangan ekologinya.
Karenanya dibutuhkan penyusunan master plan tata guna air sungai bagi aktivitas
pemanfaatan air sungai untuk keperluan irigasi, air bersih, perikanan, PLTA, dan
keperluan-keperluan lainnya. Adanya master plan memungkinkan tertatanya
pemanfaatan sumberdaya air sungai sesuai kebutuhan sektoral.
11
5) Peningkatan peran dan partisipasi masyarakat dalam penyelamatan ekosistem Sungai
Poso
F. Bangunan Air
Banguna air yang ada di Sungai Poso yaitu PLTA(Pembangkit Listrik Tenaga Air).
PLTA Sulewana atau PLTA Poso adalah sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Air yang terletak
di Sulewana, Poso, Sulawesi Tengah, Indonesia. PLTA ini mulai dibangun pada tahun 2003
dan memiliki tiga pembangkit listrik utama. PLTA Poso I memiliki kapasitas daya 60 mw,
PLTA Poso II memiliki kapasitas daya 180 mw, dan PLTA Poso III memiliki kapasitas daya
300 mw. Tiga pembangkit listrik PLTA ini menggunakan air dari Sungai Poso sebagai sumber
daya. Sungai Poso yang dijadikan sumber air PLTA Poso memiliki debit 125 m3/s. PLTA ini
dikelola oleh PT. Poso Energy, yang dipimpin oleh Achmad Kalla.
Daya listrik yang dihasilkan PLTA Sulewana baru terserap 48 mw dari 195 mw daya yang
terpasang. Dari jumlah tersebut baru sekitar 28 mw yang masuk ke Palu, sisanya menuju ke
Tentena, Poso dan Parigi.
12
Transmisi listrik dibangun sendiri oleh perusahaan Grup Kalla lainnya, PT Bukaka Teknik.
Listrik dialirkan ke jaringan transmisi Sulawesi Selatan lewat gardu induk di Kota Palopo,
sepanjang 208 km dengan tegangan 275 kV. Sementara untuk transmisi yang mengarah ke Kota
Palu dengan tegangan 115 kV sepanjang 32 km, dibangun oleh PLN.
a. PLTA Poso I
PLTA Poso I direncanakan akan mulai beroperasi pada tahun 2018. Sebelumnya, pembangunan
PLTA Poso I telah dilakukan secara bertahap. Tahap pertama adalah pembangunan mesin
pembangkit berkapasitas 2 X 30 mw bersama dengan sebuah bendungan di hulu sungai.
Bendungan tersebut dibangun sebagai sarana penyimpanan air, jika sewaktu-waktu terjadi
penurunan debit air di Sungai Poso.[5]
b. PLTA Poso II
PLTA Poso II telah beroperasi sejak tanggal 22 Desember 2012. PLTA Poso II menghasilkan
daya berkapasitas 3 X 65 mw. Daya listrik yang dihasilkan oleh PLTA Poso II dibatasi oleh
Excecutive Commited Energy (ECE) sesuai yang tercantum dalam perjanjian PPA (Power
Purchase Agreement) dengan PLN sebesar 845.2 GWH, meskipun sebenarnya PLTA Poso II
mampu menghasilkan daya yang lebih besar daripada angka itu.
PLTA Poso III yang berkapasitas 4 X 100 mw direncanakan akan selesai pada tahun 2022.
13
peran serta masyarakat. Pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan sumber daya air di
Sungai Poso antara lain adalah sebagai berikut :
I. Kesehatan Sungai
Kesehatan sungai dapat ditinjau dari kualitas air dengan berkembangnya kota-kota
besar yang dilalui aliran sungai Brantas, mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan
air bersih dan air baku. Di samping itu, semakin tingginya konsentrasi penduduk
menimbulkan masalah antara lain timbulnya daerah kumuh di tepi sungai, menurunnya
kualitas air sungai dan bencana banjir akibat terganggunya aliran air, baik karena
banyaknya sampah, pendangkalan maupun berkurangnya lebar sungai. Sumber
pencemar dominan yang mencemari sungai Poso adalah sebagai berikut :
2. Limbah ternak warga yang berasal dari kotoran yang mengalir ke sungai bersama
dengan sisa air irigasi. Pencemaran ini umumnya terjadi pada saat musim hujan.
14
Permasalahan Dalam Pengendalian Pencemaran Permasalahan yang dihadapi dalam upaya
pengendalian pencemaran di sungai Poso, antara lain :
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sungai Poso degan luas dan segala aspek yang terkandung di dalamnya memiliki
peranan yang sangat besar bagi lingkungan dan manusia di sekitarnya. Dampak tersebut
ada yang memiliki peranan positif dan negative tersendiri. Untuk peranan positif
tentunya memerlukan dukungan dari berbagai pihak dalam hal pelestarian dan
pemeliharaan daerah aliran sungai brantas guna menunjang kehidupan di sekitarnya.
Adapun pemecahan masalah terhadap berbagai dampak negative yang ditimbulkan dari
adanya daerah aliran sungai Poso perlu di berikan solusi yang konkrit. Dari segi
kelembagaan, pemerintah juga diharapkan dapat memberikan kontribusi yang besar
dalam peanganan permasalahan yang terjadi. Dengan terciptanya lingkungan sungai
Poso yang baik, tentunya akan memberikan manfaat yang baik pula bagi kelangsungan
hidup baik dari segi sosial, ekonomi, kesehatan dan budaya masyarakat serta
lingkungan yang tercakup di dalamnya.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa laporan diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. faktor keterbatasan sumber informasi yang membuat penulis sulit
mencari informasi lebih dalam lagi, tetapi Penulis akan memperbaiki makalah tersebut
dan berpedoman pada banyak sumber lain yang dapat dipertanggung jawabkan. Maka
dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam
kesimpulan di atas.
16