Anda di halaman 1dari 131

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Keuntungan Baja Sebagai Bahan Konstruksi


Bila kita berjalan-jalan kita akan menyaksikan semakin banyak bangunan
dari konstruksi baja. Banyak jembatan terutama jembatan kereta api, jembatan
jalan raya dibuat dari baja. Demikian juga bangunan, terutama bangunan industri,
bangunan bertingkat tinggi, perkantoran, toko, menara transmisi listrik, menara
komunikasi dan lain sebagainya, yang dibuat dari konstruksi baja. Ini karena
keistimewaan bahan baja, cocok untuk berbagai keperluan sebagai bahan
konstruksi disertai sifat-sifat seperti: kekuatan yang tinggi, relatif ringan, mudah
dalam fabrikasi dan lain-lain.

High Strength/Berkekuatan Tinggi


Kekuatan baja yang tinggi untuk satu satuan berat berarti berat sendiri
struktur akan ringan. Hal ini menjadi sangat penting untuk bangunan: jembatan
bentang panjang, bangunan bertingkat tinggi dan bangunan di atas tanah yang
jelek.

Elastis
Anggapan di dalam design pada baja lebih tepat daripada bahan-bahan
lain, karena baja mengikuti hokum Hooke, sampai dengan tegangan cukup tinggi
Modulus Elastis dari konstruksi baja dapat dihitung dengan tepat tidak
sebagaimana pada beton.

Ductility
Bahan yang mempunyai sifat dapat memberikan perubahan bentuk yang
besar (uluran) sebelum mencapai kehancuran (bila menderita tegangan yang
besar) dikatakan ductility. Jika sebuah batang baja lunak di test tarik, maka pada

I-1
penampang kritis akan terjadi pengurangan luas dan uluran yang cukup besar
sebelum putus.
Untuk bahan bangunan yang tidak mempunyai sifat ini biasanya keras dan
getas, sehinga mudah rusak bila bekerja beban shock.. Pada batang struktur yang
mendapat beban, biasanya akan timbul konsentrasi beban (dengan tegangan yang
besar) di beberapa titik. Bila hal ini terjadi pada batang struktur dari bahan yang
ductile maka memungkinkan terjadinya leleh local pada titik tersebut, dengan
demikian berarti terhindar dari premature failure.
Keuntungan lebih lanjut dari kaonstruksi yang ductile ialah bila mendapat
beban yang over akan terjadi difleksi yang besar yang merupakan tanda terhadap
bahaya keruntuhan, sebelum keruntuhan itu sendiri terjadi.

1.2. Kerugian
Biaya Pemeliharaan
Pada umumnya baja akan gampang berkarat, terlebih-lebih dalam udara
terbuka, didalam air dan didalam lingkungan agresif, sehingga memerlukan
pemeliharaan (pengecatan) berkala.
Pemakaian weathering steels (baja yang lebih tahan karat : chromium
0,3 - 1,25%, menganase 0.6 – 1,5%, copper 0,25 – 0,4%) akan lebih mengurangi
biaya ini.

Ketahanan kebakaran
Walaupun baja bahan yag tidak dapat terbakar, tetapi bila terjadi
kebakaran, temperature tinggi yang biasa terjadi pada kebakaran akan mereduksi
kekutan baja secara drastis. Disamping itu baja juga pengantar panas yang baik,
batang baja yang tidak dilengkapi dengan fire proofing dapat mengalirkan panas
yang tinggi dari bagian yang menderita kebakaran ke bagian lain dan dapat
membakar elemen-elemen lain yang bersentuhan dengannya, pada bagian gedung
yang lain.
Dari kenyataan ini maka seyogyanya bangunan baja dilengkapi dengan fire
proofing untuk mendapatkan keamanan terhadap kebakaran yang memadai.

I-2
Bahaya tekuk
Pada batang-batang yang panjang dan langsing, bahaya tekuk sangat besar.
Batang struktur dari baja biasanya lebih langsing daripada bahan struktur yang
lain, sehingga bahaya tekuk sangat mengancam pada struktur baja.

Bahaya lelah / fatigue


Sifat lain yang tidak menguntungkan dari baja ialah lelah pada beban
bolak-balik. Bila terjadi beban bolak-balik maka kekuatannya akan menurun.

Objectifes of the Structural Designer.


Sebagai structural designer kita harus belajar untuk mengatur dan
menselaraskan dari bagian-bagian struktur sehingga mudah didalam pemasangan
dan mempunyai kekuatan yang cukup serta cukup murah.

Keamanan
Suatu kerangka baja tentu saja harus direncanakan cukup kuat untuk
memikul beban yang bekerja padanya, namun juga harus diperhitungkan agar
lendutan dan getaran tidak besar agar didapat rasa aman.

Biaya
Sebagai perencana struktur designer kita harus selalu ingat bahwa
bangunan harus direncanakan dengan biaya semurah-murahnya namun tetap
cukup kuat dan aman. Hal ini dapat dicapai dengan memakai profil-profil yang
tepat, sambungan dan detail yang sederhana, dan penggunaan batang dan bahan
yang tidak memerlukan pemeliharaan yang tidak seyogianya.

Praktis
Adalah kewajiban dari perencana untuk merencanakan bagian-bagian
struktur yang mudah dalam pembuatannya dan pemasangannya. Pada saat
merencana sudah harus dipikirkan kesulitan-kesulitan yang bakal terjadi pada

I-3
pembuatan dan pemasangan dan berusaha untuk mengeliminer kesulitan tersebut
sedapat mungkin dengan menyelesaikan design dan detail yang baik.
Kita harus belajar/mempelajari segala kemungkinan tentang: detailing,
pembuatan, dan pemasangan dilapangan, sehingga dapat dicarikan suatu
penyelesaian yang memudahkan pembuatan, pemasangan yang akhirnya
menghasilkan bangunan yang murah.
Didalam proses mencari penyelesaian ini kita perlu didukung oleh
pengetahuan (infromasi) tentang:
 Tingkat kemampuan pembuatan (fabrikasi)
 Pengenalan ukuran-ukuran standar dari profil-profil baja
 Pengenalan tingkat kemampuan angkutan
 Pengenalan tingkat kemampuan pemasangan (erection).

Faktor Keamanan
Yang diartikan dengan factor keamanan ialah perbandingan antara
kekuatan bahan dengan efek yang terjadi akibat pembebanan.
Kekuatan dari bahan yang dipakai didalam penentuan factor keamanan ialah
kekuatan patah dari bahan, tetapi juga sering digunakan harga yang lebih rendah
dari kekuatan patah, yaitu kekuatan leleh. Kehancuran dianggap sudah terjadi bila
suatu batang memberikan deformasi yang berlebihan, dalam hal ini factor
kemanan diartikan sebagai perbandingan antara tegangan leleh dengan tegangan
yang terjadi akibat pembebanan.
Dengan memperhatikan hal tersebut di atas, maka factor keamanan
biasanya didasarkan pda tegangan leleh untuk bahan yang ductile dan tegangan
patah untuk bahan yang getas.
Faktor keamanan ini sebenarnya disiapkan untuk menampung hal-hal yang
tidak pasti seperti :
1 : Penyimpangan kekuatan bahan dari yang diperhitungkan , dan akan
menjadi lebih besar lagi dengan pengaruh : creep, karat dan leleh.
2 : Penyimpangan pada anggapan-anggapan perhitungan.

I-4
3 : Beban-beban tak terduga dan beban-beban sementara seperti gempa
dan lain sebagainya.
4 : Didalam proses pembuatan dan pemasangan sering timbul tegangan-
tegangan yang cukup besar.
Didalam proses pembuatan dapat mengalami bermacam-macam
perlakuan seperti : dibanting, diluruskan, dipukul, dan lain sebagainya,
demikian juga pada saat pemasangan sering batang-batang dipaksakan
agar dapat terletak pada posisi yang diinginkan terutama didalam
mem-pas-kan lubang-lubang baut dan posisi untuk pengelasan,
perlakuan-perlakuan ini dapat menimbulkan tegangan-tegangan yang
cukup besar.
5 : Perkembangan teknologi yang dapat mempengaruhi beban hidup,
seperti pada jembatan misalnya.
6 : Penentuan besarnya beban hidup dan beban mati.
Penentuan beban mati memang lebih dapat didekati, tetapi didalam
menentukan beban hidup akan jauh lebih sulit.
7 : Hal-hal lain seperti pengaruh residual stress, konsentrasi tegangan,
variasi pada ukuran batang dan lain-lain.
Didalam menentukan factor keamanan disamping menampung hal-hal
tersebut di atas, juga harus memperhatikan hal-hal yang lain seperti :
a. Jenis beban, beban tetap atau beban sementara.
b. Penggunaan bangunan : untuk bangunan umum ataukah untuk pribadi.
c. Fungsi dari bagian struktur yang direncanakan, apakah sebagai
pendukung utama/ataukah pendukung sekundair.

Kegagalan konstruksi
Kegagalan konstruksi bangunan biasanya terjadi karena kurangnya
perhatian pada hal-hal yang kadang-kadang dianggap remeh sperti : detail
sambungan, defleksi, pemasangan dan penurunan pondasi.
Sering dilakukan oleh perencna, setelah menentukan ukuran-ukuran
batang dengan baik, penyelesaian dari sambungan kurang diberi perhatian yang
cukup dan malah penyelesaian detail sambungan ini dibebankan kepada juru

I-5
gambar yang justru tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang beban-
beban yang mungkin bekerja pada sambungan itu. Umumnya kesalahan yan
paling banyak dilakukan didalam mendesign sambungan ialah kelupaan beberapa
gaya yang bekerja pada sambungan seperti momen puntir.
Pada rangka batang misalnya batang-batang direncanakan hanya untuk
beban-beban normal, padahal didalam penyelesaian sambungan beban-beban ini
dapat berupa excentris yang menghasilkan momen dan selanjutnya menambahkan
tegangan. Tidak selalu tegangan sekunder ini kecil, kadang-kadang malah sangat
menentukan, dan dapat menimbulkan kegagalan bila tidak diperhitungkan.
Penurunan pondasi yang tidak sama besarnya banyak juga menimbulkan
kegagalan, terutama pada konstruksi statis tak tentu.
Penyebab-penyebab terjadinya kegagalan yang lain ialah karena
kurangnya perhatian pada : deffleksi, kelelahan dari batang, ikatan-ikatan anti
sway, getaran dan kemungkinan menekuknya batang tekan ataupun flens tekan
balok dan arena gaya-gaya/perbedaan sifat gaya yang timbul pada saat
pemasangn.

1.3. Stres-Strain Relationship


Untuk dapat memahami sifat daripada baja bangunan adalah penting sekali
bagi designer untuk mengenal sifat baja.
Mempelajari stress strain diagram akan memberikan pengertian yang
diperlukan untuk mengenal sifat baja bila mendapat beban.
Bila sepotong baja kita tarik maka akan memberikan hubungan   
sebagai dibawah ini:

I-6
P Elastic yielding
 Plastic yielding
A
Strain hardening
Upper yield

E Lower yield
P

A  L
0 
L

Bentuk    diagram untuk baja bangunan.

Bentuk daripada diagram akan dipengaruhi oleh kecepatan pembebabanan,


tipe baja, temperature.
Sebagai contoh : grafik garis putus diperoleh dari pembebanan cepat,
sedangkan yang garis penuh dari pembebanan lambat.
Sifati-sifat yang penting dari stress-strain diagram ini adalah sebagai
berikut :
1: Modulus elastisitas E : dinyatakan oleh kemiringan garis yang
melalui titik nol :
 
 E
E 
2: Antara titik nol dan titik P, diagram berjalan lurus. Titik P ini
dinamakan proportional limit.
Pembebanan didalam daerah ini, hokum Hooke berlaku.
3: Bila beban diberikan sampai pada titik E (batas elastis), maka bila
kemudian beban ditiadakan batang akan kembali kepada panjang
awal.
Titik E ini dinamakan Elastic limit.
4: Bila pembebanan, tegangan mencapai suatu titik tertentu dan tanpa
adanya penambahan beban (tegangan) dihasilkan pertambahan

I-7
uluran, maka titik tersebut dinamakan titik leleh dan tegangan
disebut tegangan leleh.
5: Regangan () sebelum mencapai tegangan leleh dinamakan elastic
strain.
6: Regangan yang terjadi sesudah tegangan eleh tanpa adanya
penambahan tegangan dinamakan plastic strain.
7: Menyusuli plastic strain ini strain hardening dimana tambahan
regangan hanya dihasilkan bila da tambahan tegangan.
8: Bila pembebanan melapaui tegangan leleh, maka bila beban
ditiadakan panjang batang tidak akan kembali pada panjang.

Sifat-sifat mekanis lainnya :


Sifat-sifat mekanis lainnya baja struktural untuk maksud perencanaan
ditetapkan sebagai berikut :
Modulus elastisitas : E = 200.000 MPa / 29.000 ksi
Modulus geser : G = 77.200 MPa / 11.200 ksi
Nilai poisson rasio :  = 0,3
Koefisien pemuaian :  = 12 x 10-6/oC

Baja Bangunan
Bahan baja bangunan adalah suatu bahan dengan ke serba samaan yang
besar. Baja ini selain terdiri daripada Fe + 98%, mengandung maksimum bahan-
bahan : carbon (C) 1,7% ; Manganese (Mn) 1,65% ; silicon (Si) 0,6% ; tembaga
(Cu) 0,6%.
 Sifat baja bergantung sekali kepada kadar carbon, semakin bertambah
kadar zat carbon semakin naik tegangan patahnya dan semakin
menurun regangan patahnya dan juga bersifat getas (rapuh) serta keras,
sehingga bajanya tidak ulet (ductile).
 Adanya pospor dan belerang juga menyebabkan kurangnya keuletan.
Karena itu untuk menjamin minimum keuletan (ductile) persentase
maksimum dari C, P dan S perlu ditentukan.

I-8
 Tembaga mempuyai pengaruh baik terhadap ketahanan terhadap korosi
dan silicon digunakan terutama untuk mengurangi gas pada molton
metal (leburan logam).
 Disamping carbon, Manganese juga menambah kekuatan baja.
 Baja dibagi ke dalam 4 golongan :
Baja bercarbon rendah (lebih kecil dari 0,15%), mild carbon
(0,15 - 0,29%) berkarbon sedang (0,30 – 0,59%) dan berkarbon tinggi
(0,60 – 1,7%).
Baja bangunan termasuk dalam mild karbon
Pertambahan kadar karbon didalam baja memang akan menambah
tinggi tegangan leleh, tetapi mengurangi keuletan.
Baja yang kurang ulet menambah persoalan dalam pengelasan seperti
perlu : pre heat atau electrode las yang khusus.
Pengelasan yang ekonomis biasanya dapat dikerjakan pada baja yang
kadar karbon tidak lebih 0,3%.

Untuk mutu baja yang ditetapkan pada peraturan


Tabel 5.3 Sifat mekanis baja struktural
Tegangan putus Tegangan leleh Peregangan
Jenis Baja minimum, fu minimum, fu minimum (%)
(MPa) (MPa)
BJ 34 340 210 22
BJ 37 370 240 20
BJ 41 410 250 18
BJ 50 500 290 16
BJ 55 550 410 13

High Strength low alloy steel


Dengan menambahkan beberapa bahan campuran pada besi dapat
dihasilkan high strength low alloy steel. Penambahan karbon dan Manganese
dapat meningkatkan kekuatan baja dan tambahan sifat-sifat yang lain dapat

I-9
diperoleh dengan menambahkan satu atau lebih bahan-bahan campuran lainnya
seperti : columbium, vanadium, silicon, tembaga, nikel dan lain-lain.
Baja high strength low alloy ini bisanya mempunyai ketahanan terhadap
karat yang baik. Pada permukaan baja akan terjadi oksidasi dan membentuk suatu
lapisan film yang melekat erat dan kemudian berfungsi mencegah oksidasi
selanjutnya sehingga dapat mengurangi kebutuhan akan pengecatan.
Tegangan leleh dari baja ini berkisar antara 2800 kg/cm2 s/d 4900 kg/cm2.

Mendimensi batang baja


Untuk memperoleh biaya yang murah didalam pembangunan sebagai
perencana biasanya didalam mendimensi profil akan memilih profil yang paling
ringan.
Namun perlu diingat bahwa biaya pembangunan tidak hanya tergantung
pada ringannya profil yang dipilih, tetapi juga ditentukan oleh factor-faktor yang
antara lain :
1: Hendaknya kita memakai proil baja yang biasa diproduksi dan dapat
diperoleh di pasaran.
2: Didalam mendimensi profil, anggapan profil yang teringan akan
memberikan biaya pembangunan yang termurah tidak selalu benar,
karena bila demikian maka jenis/ukuran profil yang dipakai menjadi
banyak sehingga menyebabkan timbulnya kesulitan didalam
penyelesaian sambungan yang akhirnya menambah biaya.
3: Untuk balok-balok lantai bangunan bisanya dipilih balok yang tinggi,
karena relatif mempunyai W (tekanan momen) yang besar. Akan
tetapi bila gedungnya bertingkat banyak hal itu tidak selalu benar,
karena dengan tingginya balok maka berdasarkan ruang bebas yang
diperlukan gedung menjadi lebih tinggi (n x tinggi balok). Perbedaan
tinggi ini menyebabkan volume dinding, kabel-kabel menjadi lebih
banyak sehingga biayanya bertambah.
4: Didalam memilih profil hendaknya yang mudah didalam
pemasangan dan profil yang tidak menimbulkan kesulitan pada

I - 10
pemeliharaan, seperti profil I, U yang semua permukaannya mudah
di cat.

1.4. Metoda-metoda Perhitungan Perencanaan


1. METODA ELASTIS (ASD – Allowable Stress Design)
(WSD – Working Stress Design)
Akibat beban kerja yang direncanakan tegangan yang terjadi harus
lebih kecil dari tegangan yang diijinkan.
Tegangan ijin < Tegangan leleh/Factor keamanan
y
    y atau  
t
2. METODA PLASTIS (Collapse Design)
 Mengingat sifat kenyal (ductile) dari baja akan ada cadangan
kekuatan diatas kekuatan Elastis. Hal ini yang dipakai dasar
metoda plastis.
 Beban kerja yang direncanakan dikalikan dengan faktor beban dan
struktur direncanakan berdasarkan kekuatan runtuh (collapse
strength).
3. METODA LRFD (Load And Resistance Factor Design)
Metode ini berdasarkan konsep “ Keadaan Batas ” ( Limit State)
 Suatu keadaan diman struktur atau beberapa bagian dari struktur
menunjukkan perilaku “ tidak dapat berfungsi ”.
Ada 2 katagori “ Limit State ”
a. Strengh Limit State - kemampuan struktur memikul beban
b. Serviceability Limit State - kelakuan struktur memikul beban
Pada LRFD beban kerja (Qi) dikalikan faktor beban (Xi) menghasilkan
“beban berfaktor” (U) dipakai sebagai beban pada struktur.
Pemakaian “Faktor Beban” (i) dan “Faktor Reduksi” () pada LRFD
ini didasarkan atas hal-hal sebagai berikut :

I - 11
 Kekuatan bahan dapat bervariasi dari perkiraan teori, apalagi
dengan berjalannya waktu timbul creep, korosi, fatique dan
sebagainya.
 Tegangan yang dihasilkan dalam pabrik maupun pelaksanaan 
Residual Stress.
 Tidak pastinya demensi propil.
 Metoda analisa struktur yang kemungkinan terjadi kesalahan
anggapan.
 Beban yang tidak dapat diperhitungkan secara pasti.

“Kekuatan Ultimate” (Ru) adalah kekuatan nominal teoritis dari bahan


(Rn) dikalikan dengan factor reduksi ()
Diharapkan struktur mempunyai “Kekuatan Ultimate” untuk memikul
beban berfaktor yang bekerja atau secara matematis dapat dikatakan, “efek
dari beban berfaktor harus lebih kecil atau sama dengan kekuatan
ultimate struktur”
Ru  Rn
Menurut “SPESIFIKASI UNTUK BANGUNAN GEDUNG BAJA
STRUKTURAL”
 Faktor beban dan kombinasi pembebanan diatur pada Bab B.2.
 Faktor reduksi () diatur pada Bab B.3.

1.5. Persyaratan Umum Perencanaan


1.5.1. Ketentuan umum
Tujuan perencanaan struktur adalah untuk menghasilkan suatu struktur
yang stabil, cukup kuat, mampu-layan, awet, dan memenuhi tujuan-tujuan lainnya
seperti ekonomi dan kemudahan pelaksanaan.
Suatu struktur disebut stabil bila tidak mudah terguling, miring, atau
tergeser, selama umur bangunan yang direncanakan.

I - 12
Suatu struktur disebut cukup kuat dan mampu-layan bila kemungkinan
terjadinya kegagalan struktur dan kehilangan kemampuan layan selama masa
hidup yang direncanakan adalah kecil dan dalam batas yang dapat diterima.
Suatu struktur disebut awet bila struktur tersebut dapat menerima keausan
dan kerusakan yang diharapkan terjadi selama umur bangunan yang direncanakan
tanpa pemeliharaan yang berlebihan.

1.5.2. Beban-beban dan aksi lainnya


1.5.2.1.Beban-beban
Perencanaan suatu struktur untuk keadaan-keadaan stabil batas, kekuatan
batas, dan kemampuan-layan batas harus memperhitungkan pengaruh-pengaruh
dari aksi sebagai akibat dari beban-beban berikut ini:
a. beban hidup dan mati seperti disyaratkan pada SNI 1727-2013 atau
penggantinya;
b. untuk perencanaan keran (alat pengangkat), semua beban yang relevan
yang disyaratkan pada SNI 1727-2013, atau penggantinya;
c. untuk perencanaan pelataran tetap, lorong pejalan kaki, tangga, semua
beban yang relevan yang disyaratkan pada SNI 1727-2013, atau
penggantinya;
d. untuk perencanaan lift, semua beban yang relevan yang disyaratkan SNI
1727-2013, atau penggantinya;
e. pembebanan gempa sesuai SNI 1727-2013, atau penggantinya;
f. beban khusus lainnya, sesuai dengan kebutuhan.

I - 13
BAB II
STRUKTUR TARIK

2.1. Pendahuluan
Struktur tarik adalah bagian dari suatu struktur bangunan yang menerima
beban normal tarik.
Terdapat pada bagian bangunan-bangunan :
Struktur utama :
 Jembatan rangka
 Jembatan gantung
 Rangka kuda-kuda atap
 Rangka menara

Struktur sekundair :
 Iktan angin atap/jembatan
 Ikatan rem pada jembatan
 Ikatan penggantung gording

2.2. Propil Yang Biasa Dipakai

Baja Bulat Baja Pelat Profil Siku Tunggal/Dobel

Profil T Profil WF

II - 1
Bisa juga dari propel buatan (bersusun)

2.3. Perencanaan Batang Tarik


Dalam pemilihan propel untuk batang tarik perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
 Kompak
 Sesuai dengan bagian struktur yang lain
 Dalam penyambungan diharapkan sekecil mungkin terjadi “Shear Lag”

Batasan Kekuatan
P u <  Rn
Pu – gaya tarik akibat beban berfaktor
Rn – kuat rencana tarik
 – faktor reduksi
 Kontrol Leleh : Pu   fy Ag  = 0,90 (DFBK)
(pada tengah batang)
 Kontrol Patah : Pu   fu Ae  = 0,75 (DFBK)
(pada daerah sambungan)
Ag = luasan penampang utuh (gross) fy = tegangan leleh bahan
Ae = luasan penampang efektif fu = tegangan putus bahan

Batasan Kelangsingan
L
 Angka kelangsingan :     300 L = panjang batang
r
r = jari-jari kelembaban

I
r=
A

II - 2
Untuk batang bulat
Batasan kekuatan :
 Leleh : Pu   F y Ag   = 0,90 (DFBK)

 2
Ag = 
4
 Patah : Pu   Fu Ae   = 0,75 (DFBK)
Ae =U. Ag

II - 3
Batas kelangsingan :
L
 500 L = panjang batang tarik
D
D = diameter batang

2.4. Luas Penampang Netto/Bersih (An)


Pada batang-batang tarik yang disambung dengan baut tentu akan timbul
lubang-lubang yang mengakibatkan mengecilnya luasnya penampang pemikul
beban. Inilah yang disebut sebagai luasan netto.

Untuk menghitung luasan netto, ditentukan sebagai berikut :


 Diameter lubang dibuat sedikit lebih besar dari diameter baut yang
 1 
akan dipasang   in  2,0 mm 
 16 
lubang = bautt + 2,0 mm

II - 4
 Untuk pembutan lubang dengan “BOR”, dianggap tidak terjadi
kerusakan material disekitar lubang.
perlemahan = lubang =baut + 2,0 mm
 Untuk pembuatan lubang dengan “POND” (plong) karena pembuatan
ini dengan kekerasan, maka disekitar lubang terjadi kerusakan
sehingga tidak dapat diikutkan memikul beban. Kerusakan ini
1
diperkirakan  in  1,00 mm disekeliling lubang, sehingga :
32
perlemahan = lubang + 1,0 mm = baut + 3,0 mm

Pengaruh Letak Lubang


 Dalam perhitungan luasan netto, dicari luasan yang terkecil dari
kemungkinan-kemungkinan lintasan putus (lintasan kritis).
 Kalau ada lintasan diagonal (letak baut yang zig-zag) dalam perumusan luas
netto ada koreksi akibat adanya lintasan diagonal.

1

2 h
TU

3

t
S S

Ag = luas penuh penampang (bruto)


t = tebal pelat
p = diameter perlemahan
n = julah lubang pada lintasan
s = jarak// beban pada lintasan diagonal

II - 5
 = jarak  beban pada lintasan diagonal

Lintasan (1-3) An = (h - 2p)t = Ag – 2pt


S2 S2
Lintasan (1-2-3) Au = (h – 3p + 2 x )t = Ag – 3pt + 2 t
4 4

S2
Rumus Umum : An = Ag – n1 p t+  t
4
koreksi lintasan diagonal
n1 – jumlah lubang pada lintasan putus

Contoh : 1
Tentukan luas lintasan kritis dari pelat baja berikut dengan tebal 4 mm.
Baut yang di pasang diameter 19 mm. Pembuatan lubang dengan “Pond”

D A
p= 19  3  22mm
50 mm
E B
50 mm = 
F
50 mm
C
G
s s s = 75 mm

S2
Jawaban : An = (h – n . p +  )×t
4
Lintasan ABC = (150 – 1×22) × 4 = 512 mm2
75 2
Lintasan DEFG = (150 – 2 × 22  )  4  (134.1)  4 = 536.4 mm2
4  50
Lintasan KRITIS = Lintasan ABC

II - 6
Contoh : 2
Tentukan luasan netto dari propel C 15 x 33,9 (Ag = 9,96 in2) yang di
sambung dengan baut ¾” seperti tergambar

II - 7
Contoh : 2
Tentukan luasan netto dari propel C 15 x 33,9 (Ag = 9,96 in2) yang di
sambung dengan baut ¾” seperti tergambar

A
1,4 in
B
0,65 in
3 in 1 = (3+2-0,4)=4,60 in
E 3 1 7
p   
4 8 8
0,40 in 9 in 2 = 9 in

C
3 in
1 = 4,60 in
G
1,4 in
1,4 2 D H
S = 3 in

7 7
ABCD Anetto = 9,96 – (1) x 0,65 – (1) x 0,4 = 9,04125 in2
8 8

7 7 32 0,65  0,4 32


ABECGH Anetto = 9,96 - 2   0,65 - 2   0,4 + 2x x  x0,40
8 8 4 x 4,6 2 4 x9
= 8,736 in2

7 7 32 0,65  0,4


ABEGH Anetto = 9,96 - 2  0,65  1 0,4  x  8,729 in 2
8 8 4 x 4,6 2

7 7 32 0,65  0,4 32


ABECD Anetto = 9,96 - x0,65  2 0,4  x  x0,40
8 8 4 x4,6 2 4 x9
= 9,048 in2
Anetto Kritis = 8,729 in2

2.5. Luasan Netto Efektif


Apabila tidak semua element penampang disambung, maka pada daerah
sambungan tegangan yang terjadi tidak merata.
Ae = An.U

2.5.1. Untuk Sambungan Baut

II - 6
A  An
x
U  1  0,9
L
dimana :
x = jarak titik berat penampang terhadap sisi luar element
penampang yang disambung
L = jarak antara baut pertama dan terakhir dalam satu baris

L
x1

x
gn L x2
gn T
gn I
dipilih x1 dan x2
mana yang besar!

Propil disambung Propil disambung


hanya pada sayap hanya pada badan

2.5.2.Untuk Sambungan Las


Batang tarik selain pelat atau batang bulat

II - 7
1. Disambung dengan las memanjang saja atau kombinasi dengan las
melintang.

Ae = µA  A = Ag
x
U=1-
L
I

Pu
w x
Pu
POT I-I
I
e e

2. Disambung hanya dengan las melintang saja


A = luas element yang disambung las saja
µ = 1,0

II

PU A
PU

I I POT I-I POT II-II


II

Untuk Pelat :
3. Disambung dengan las memanjang saja, maka panjang las (l) harus lebih
besar dari jarak las.
l>w w - jarak antara las memanjang
e - panjang las memanjang

l > 2w  µ = 1,0
w 2w > l > 1,5w  µ = 0,87
1,5w > l > w  µ = 0,75

l Al = A A = luas penampang pelat

II - 8
2.6. Elemen Sambungan pada Batang Tarik
Kalau pelat simpul/buhul dipakai pada batang tarik, kekuatan pelat simpul
harus diperhitungkan cukup untuk menyalurkan beban tarik yang bekerja.
Ru <  Rn  – faktor reduksi
Rn – kuat nominal
Kekuatan pelat simpul nominal dihitung sebagai berikut :
Kekuatan leleh : Rn = Ag fy
 = 0,9 (DFBK)
Kekuatan patah : Rn = An.fu
 = 0,75(DFBK)
Luas netto (An) harus diambil lebih kecil dari 0,85 Ag.
An < 0,85 Ag

2.7. “Block Shear” (Daerah Geser)


Kegagalan batang tarik tidak selalu ditentukan oleh :
 Untuk pelelehan geser dari elemen :
Rn =  fy Agv  = 1,00 (DFBK)
Agv = luas bruto yang menahan geser
 Untuk keruntuhan geser dari elemen
Rn =  fu Anv  = 0,75 (DFBK)
Anv = luas netto yang menahan geser
 Tetapi kemungkinan juga bisa terjadi didaerah geser (block shear)

II - 9
Bid. Geser
Kekuatan nominal “Block Shear”
Bid. Tarik didapat dari bidang tarik dan
bidang geser yang terjadi
a). Propil Siku
Bid. Geser

Bid. Tarik
Bid. Geser

Bid. Tarik
Bid. Tarik
Bid. Geser

b). Propil WF c). Pelat dengan sambungan las

Kekuatan Nominal “Block Shear”


Kekuatan nominal “Block Shear” didapat dari “Bidang Tarik” dan
“Bidang Geser” pada daerah geser. Kegagalan “Block Shear” akan terjadi bila
“bidang yang kuat” patah dan diikuti lelehnya bidang lemah” sehingga kekuatan
“Block Shear” sama dengan “kekuatan patah bidang kuat” + “kekuatan leleh
bidang lemah”.

Menurut Peraturan
1. Bila “kekuatan patah bidang tarik” lebih besar/sama dengan “kekuatan
patah bidang geser” :
Kekuatan Nominal “Block Shear” :

R n  0,6 f u  Anv  U bs .Fu . Ant  0,6 f y Agv  U bs .Fu . Ant 

  0,75 (DFBK)
dimana : Ant = luas bidang tarik netto
U bs = 1 (Untuk tegangan tarik merata)

U bs = 0,5 (Untuk tegangan tarik tidak merata)


Agt = luas bidang tarik penuh
Anv = luas netto bidang geser
Agv = luas penuh bidang geser
ingat : kekuatan patah  fu , An (tegang putus, luasan A netto)
kekuatan leleh fy , Ag (tegang leleh, luasan utuh)

II - 10
Untuk susunan baut berseling :
ada 2 kemungkinan kegagalan “Block
Bid. Tarik
Shear”
PU a. seluruh beban (Pu) dipikul oleh
Bid. Geser “Block Shear”
(a) b. Hanya 4/5 PU dipikul oleh “B S”
Adanya lintasan “diagonal” ada koreksi
Bid.
PU  S2 
Tarik
 t (ingat perhitungan A netto)
Bid. Geser  4 
(b) Bid. Geser

II - 11
Contoh : 3
Hitung kekuatan tarik rencana dari profil WF 250×250×9×14 yang
disambung pada masing-masing sayapnya dengan dua baris baut  19 mm.
Setiap baris terdiri dari 3 baut masing-masing berjarak 100 mm.
Mutu Baja BJ 50 (fu = 500 MPa , fy = 290 MPa)

Penyelesaian :
W 250×250×9×14 Ag = 9218 mm2 tf = 14 mm
Profil T 250×1259×14 x  20.8 mm

x
qnT

100 mm 100 mm

Kuat rencana leleh :  Rn   = 0.90 Rn = fy Ag


(a) PU =  fy Ag = 0.9 (290) 9218 = 2405898 N = 2405.9 kN

Kuat rencana putus :  Rn   = 0.75 Rn = fu Ae


 p  19  3  22 mm (Ponds)

(b) An = 9218 – (4) 1914  8154 mm2  An


x 20.8
u  1  1  0.896
L 200
Ae = U×An = 0.896 × 8154 = 7306 mm2
Pu = t fu Ae = 0,75 × 500 × 7306 = 2739750 N = 2739.8 kN
Kekuatan Tarik Rencana Pu = 2405.9 kN (berdasarkan leleh)

II - 11
Contoh : 4
Suatu pelat 1 x 6 in disambung dengan las sudut memanjang ke pelat 1 x 10 in
untuk memikul beban tarik. Berapa kekuatan rencana pelat tersebut bila fy =
50 Ksi dan fu = 65 Ksi
Jawaban : Dilihat pelat terkecil (PL 1 x 6 in)
Kuat Rencana Leleh :
Pu = t fy Ag = 0,9 x 50 x (1 x 6) = 270 Kips
Kuat Rencana Putus :
A = Ag = 1 x 6 = 6 in2 w = 6 in dan l = 8 in
1,5w  1,5 x6  9 in 1,5w  e  w  U  0,75
Ae = AU = 6 x 0,75 = 4,50 in2
Pu = t fu Ae = 0,75 x 65 x 4,50 = 219,4 Kips
Kekuatan Rencana Pu = 219,4 Kips  berdasarkan Putus!

Pu
10 in w 6 in

l = 8 in

Contoh : 5
Hitung kekuatan Rencana (Pu) dari suatu propil siku L 8 x 6 x ¾ yang
disambung pada salah satu kakinya dengan las sudut seperti tergambar; bila
fy = 50 Ksi dan fu = 70 Ksi.

x
L8x6x¾
A = 9,94 in2

PU 8 in x = 1,56 in

6 in

II - 12
Jawaban :
Kuat Rencana Leleh :
Pu   Fy Ag  0,9 x50 x9,94  447,3 Kips
Kuat Rencana Putus :
x 1,56
U  1  1  0,74
L 6
Ae = AU = 9,94 x 0,74 = 7,36 in2
Pu =  fu Ac = (0,75) x 70 x 7,36 = 386,4 Kips (uutus)
Kekuatan Rencana Propil Siku : Pu = 386,4 Kips (berdasarkan putus!)

Contoh : 6
Berapakah beban rencana pelat penyambung (fy = 50 Ksi dan fu = 65 Ksi) yang
dapat diterima, pada sambungan seperti tergambar.

3
Pelat PL x12 Baut 
3
PONDS 
8 4
3”
8
PU/2

3”
8
PU/2
12”


3 1 7
Jawaban : p   
4 8 8
3
Leleh : Pu   Fy Ag  0,90 x50 x 2 x12  405 Kips
8
3 7 3
Putus : An  2  x12  2 x x   7,67 in 2
8 8 8
An  7,56 in
3 
0,85 Ag  0,85  x12  2  7,65 in 2
8 
Pu   fu An  0,75  65  7,65  372,9 Kips  Pu  372,9 Kips

II - 13
1
Contoh : 7 Suatu propil siku L 6 x 4 xdari Baja GRADE 50 A572 (fy = 50 Ksi dan
2
3
fu = 65 Ksi) disambung seperti tergambar. Baut  . (Ponds)
4
3½“ 2½“ Berapakah :
2 in - Kekuatan Geser “Block Shear”
- Kekuatan rencana batang tarik
Bid. Geser
4 in
3 1 7
 lubang    in (PONDS)
4 8 8
4 in
x = 0,987 in
Bid. Tarik
6 in

II - 14
Jawaban :
1  71
Ag v  10    5,0 in 2 Anv  10  2,5 x   3,91in 2
2  82
1  71
Ag t  2,5    1,25 in Ant   2,5  0,5 x   1,03 in
2  82
Kekuatan Rencana “Block Shear” :
R n  0,6 f u  Anv  U bs .Fu . Ant  0,6 f y Agv  U bs .Fu . Ant 

Rn = 0,75 [0,6 (65) (3,91) + 1 (65) (1,03) = 164,58Kips


Rn = 0,75 [0,6 (50) (5) + 1 (65) (1,03) = 162,7125Kips (Rn Pakai)
Kekuatan batang tarik :
- Leleh : Pu = t fy Ag = 0,9 x 50 x 4,75 = 213,7 Kips >  Rn
7 1
- Putus : An = 4,75 – 1 x x  4,31in 2  A
8 2
x 0,987
U  1  1  0,88
e 8
Ae  AU  4,31 x 0,88  3,79 in 2
Pu = t fu Ae = 0,75 x 65 x 3,79 = 184,8 Kips >  Rn
Kekuatan batang tarik berdasarkan Kekuatan Geser Block
Pu = 162,7125 Kips

2.8. Perencana Struktur Tarik


 Dari Kontrol Kekuatan : Pu <  Rn
Pu
Kuat Leleh : Pu <  Ag fy  Ag >  =0,90
 fy
Ag = luas penampang utuh
Kuat Putus : Pu <  Ae fu
Pu
Ae > dimana  = 0,75
 fu

Ae = A
 Dari Kontrol Kelangsingan : max < 240 (struktur utuh)
max < 300 (struktur sekunder)

II - 15
L
max =  240
imin

L
imin > (untuk struktur utuh)
240
L
imin > (untuk struktur sekunder)
300
Untuk batang tarik dan baja bulat :
Ae = 0,75 Ag
Dari Kontrol Kekuatan :
Pu
Kuat Leleh : Ag >  = 0,90
fy
Pu
Kuat Putus : 0,75 Ag >  = 0,75
fu
L
Dari Kontrol Kelangsingan : < 500 L – panjang batang
D
L
D> D – diameter batang
500
Contoh 1 :

Rencanakan kaki kuda-kuda (batang S1)

 dengan propil dobel siku BJ 37


S1 Baut  = 16 m (plong!) min 3 baut pada 1
3m
R deret jarak a 60 mm.
 = 25 o

RU = 1,4 RD = 7,10t
RD = 5,25 t
RU = 1,2 RD + 1,6 RL = 16,7 ton (menentukan)
RL = 6,50 t

Penyelesaian :
RU 16700
Batang S1  Pu    35813 kg
tan  tan 25o
- Batas kelangsingan :
 300
struktur utama : imin    1,25 cm (struktur utama)
240 240
- Batas leleh : Pu <  fy Ag

II - 16
Pu 35813
Ag    16,58 cm 2
 fy 0,9 x 2400
- Batas putus : Pu   fu Ae Ae  An U
Mis U  0,85

Pu 35813
An    15,183 cm 2
 fuU 0,75 x3700 x0,85
Mis : An  0,85 Ag

Au 15,183
Ag    17,86 cm 2
0,85 0,85

Coba Propil : 55 x 75 x 7

p = 16 + 3 = 19 mm A = 8,66 cm2 (1propil)

x x iy = 1,59 cm
ix = 2,35 cm
40 Pu i = 1,17 cm
35
x = 1,41 cm
40 60 60
Ag = 2 x 8,66 = 17,32 cm2 > 16,58 cm2
(batas leleh memenuhi)

Putus :
An = 2 (8,66 – 1 x 1,9 x 0,7) = 14,66 cm2 Ae = U An = 12,94 cm2
x 1,41
U  1   0,8825  Rn = 0,75 fy Ae
L 12
 Rn = 0,75 x 3700 x 12,94 = 35901 kg > Pu = 35813 kg (ok)

y ix = 2,35 cm > 1,25


untuk propil dobel x iy > 1,54 cm > 1,25 (ok)
y iin = i = 1,17 cm < 1,25 cm
 
untuk propil tunggal x (perlu kopel)

II - 17
L
max   240  L < 240 x in
in
L < 240 x 1,17 = 281 cm

Perlu diberi pelat kopel ditengah panjang S1 (L1 = 150 cm)


(secara praktis selalu diberi plat kopel sejarak 1 – 1,5 m)
Kontrol “Block Shear” :
Agt = 4 x 0,7 = 2,8 cm2
Ant = (4 – ½ x 1,9) 0,7 = 2,135 cm2
Agv = 16 x 0,7 = 11,2 cm2
Anv = (16 – 2,5 x 1,9) 0,7 = 7,875 cm2
R n  0,6 f u  Anv  U bs .Fu . Ant  0,6 f y Agv  U bs .Fu . Ant 

Rn = 0,75 [0,6 (3700) (7.875) + 1 (3700) (2.135) = 19036.5 kg


Rn = 0,75 [0,6 (2400) (11.2) + 1 (3700) (2.135) = 18020.64 kg (Rn
Pakai)
Karena dua profil maka dikalikan 2 menjadi 36041.25 kg> Pu = 35813 kg
Propil  55 x 75 x 7 dapat dipakai ! (ok)

Contoh : 2
Rencanakan ikatan angin dengan batang bulat ()
Mutu baja Bj 37 Pu = 5,75 ton
L = 7,60 m
Penyelesaian :
L L 760
Batas kelangsingan :  500  D    1,52 cm
D 500 500
Batas leleh : Pu   Ag fy  0,9 Ag fy

Pu 5750
Ag    2,66 cm2
0,9 fy 0,9  2400
Batas putus : Pu =  Ae fu  = 0,75
Ae = 0,75 Ag
5750
Ag  0,75 fux0,75   2,76 cm2
0,75  3700  0,75

II - 18
(menentukan)
 2
Ag  D  Ag  2,76 cm 2
4
(menentukan)
4 x 2,76
D  1,87 cm

dipakai  19 mm

Contoh : 3
Suatu batang tarik L = 50 feet
Beban PD = 10 Kips
PL = 20 Kips
Rencanakan batang tarik tersebut dari batang bulat ()
mutu baja A 36 (fy = 36 Ksi ; fu = 58 Kips)

Jawab : Pu = 1,4 PD = 14 Kips


Pu = 1,2 PD + 1,6 PL = 1,2 x 10 + 1,6 x 20 = 44 Kips (menentukan)
Kontrol Leleh : Pu   f y Ag

Pu 44
Ag    1,358 in 2 (menentukan)
 f y 0,9  36
Kontrol Putus : Pu   f u Ae Ae = 0,75 Ag

Pu 44
Ag    1,349 in 2
0,75   f y 0,75  0,75  58

 4 Ag 4  1,358
Ag  D2  D  
4  
D > 1,32 in (menentukan)

Kontrol Kelangsingan :
L L 12  50
 500  D    1,2 in < 1,32 L
D 500 500

3
Dipakai Batang Bulat   1 > 1,32 in
8

II - 19
BAB III
STRUKTUR TEKAN

3.1. Pendahuluan
Struktur tekan adalah bagian struktur yang menerima gaya normal tekan.
Beban yang cenderung membuat batang bertambah pendek akan
menghasilkan tegangan tekan pada batang tersebut.
Struktur tekan terdapat pada bangunan-bangunan
 Jembatan rangka
 Rangka kuda-kuda atap
 Rangka menara/tower
 Kolom pada portal bangunan gedung
 Sayap tertekan pada balok I (portal, jembatan)

Perbedaan terpenting antara struktur tarik dan tekan


 Pada struktur tarik, beban tarik membuat batang tetap lurus pada
sumbunya, sedangkan pada struktur tekan, beban tekan cenderung
membuat batang tertekuk sehinga bahaya tekuk harus diperhatikan.
 Pada struktur tarik, adanya lubang-lubang baut pada sambungan akan
mengurangi luas penampang yang memikul beban tarik tersebut,
sedangkan pada struktur tekan, baut dianggap dapat mengisi lubang,
sehingga penampang penuh (brutto) yang memikul beban tekan.

Pada percobaan tekan, menunjukkan bahwa kehancuran batang tekan akan terjadi
P
pada ketegangan   dibawah tegangan leleh ( f y  pada percobaan tarik).
 A
 Dengan propil yang sama, semakin panjang batang tersebut akan
semakin cepat mencapai kehancuran, atau semakin kecil beban yang
dapat diterima.
 Ini disebabkan semakin langsing batang, semakin besar
kecenderungannya untuk menekuk.
Angka kelangsingan (slenderness ratio) yaitu perbandingan antara
panjang batang dengan jari-jari kelembaman.

I
 - angka kelangsingan i=
A

L
 l – panjang batang I – momen enersia
i
i – jari-jari kelembaman A – luas penampang
 Kecenderungan menukuk suatu batang dipengaruhi hal sebagai
berikut :
 Macam kondisi ujung-ujung batang
 Ketidak sempurnaan batang
 Exsentrisitas beban tekan
 Adanya “residual stress” (tegangan sisa)

3.2. Propil-propil untuk Struktur Tekan


 Secara teoritis semua propel dapat dipakai
 Secara praktis dibatasi beberapa hal :
 Propil yang tersedia dipasaran
 Sambungan yang akan dipakai
 Tipe struktur

SIKU “TE” KANAL WF PIPA BOX

PROPIL-PROPIL BUATAN :

 Karena kelangsingan batang mempengaruhi kekuatan, maka untuk struktur


tekan, batang bulat dan pelat tidak biasa dipakai (terlalu langsing).
3.3. Kekuatan Batang Tekan
Diagram Tegangan-Regangan pada Percobaan Takik Baja

P E – Elastis limit
f 
A ideal P – proportional limit

fy fy – tegangan leleh
E fp – tegangan proportional
fp P
ada residual stress fr – tegangan sisa (residu)
fp = fy - fr

O L

L

 Dari titik 0 sampai P diagram berupa garis lurus (linear).


 Sesudah itu diagram tidak linear lagi, karena terjadi leleh local pada
penampang propil akibat tegangan sisa yang ada.
 Dengan adanya leleh local, kekuatan tekuk (tekan) menjadi berkurang.

Dari percobaan tekan di laboratorium, dengan propel yang sama, tetapi


dengan panjang berbeda-beda (kelangsingan yang bermacam-macam), akan
didapat gambaran yang bisa dinyatakan dalam grafik sebagai berikut :

P
f 
A

fy

L

O i

 Dapat dilihat disini, semakin besar angka kelangisngan, semakin kecil beban
yang bisa diterima, atau semakin kecil angka kelangsingannya semakin besar
beban yang dapat diterima.
Keadaan ideal dari suatu batang tekan :
 Beban bekerja merata, dan garis kerja beban berimpit sumbu batang.
 Sumbu batang betul-betul lurus, dan propil terbuat dari bahan yang homogin.
 Tidak ada tegangan sisa/residual stress pada propel.

3.4. Tegangan Sisa : “Residual Stress”


 Tegangan sisa ialah tegangan yang ada pada propel baja akibat proses
pembuatan dipabrik dan/atau pengerjaan dilapangan.
 Terjadinya tegangan sisa :
Pada proes pembuatan didalam pabrik, karena terjadi pendinginan yang tidak
bersamaan pada penampang propil akan mengakibatkan timbulnya tegangan-
tegangan pada propel. Bagian yang cepat mendingin akan timbul tegangan
tekan, sedangkan bagian yang dinginnya terhambat akan timbul tegangan
tarik.

Sebagai contoh propel WF, pelat sayap,


+
bagian tepi akan cepat mendingin,
sedangkan pelat badan bagian tengah yang
-
pendinginnya cepat.

+ 1
Besarnya tegangan sisa berkisar  fy
- - 3
+ Pada peraturan kita diambil fR = 70 MPa
untuk propel buatan pabrik (Roll)

3.5. Perumusan Euler


Angapan-anggapan :
 Batang betul-betul lurus, dan langsing
 Beban bekerja sentris
 Bahan homogin
 Tahanan ujung-ujung batang sendi
x
P P
x
y

L L
y 2 2

d2y Mx
2
 Mx  P  y
dx EI
P
2
d y P ambil k 2 
 y0 EI
dx 2 EI
y  k 2 y  0  Persamaan Deferensial tingkat 2
Penyelesaian PD  y  A sin kx  B cos kx
Syarat batas : x = 0  y = 0 0 = 0 + B  B = 0
x = L  y = 0 0 = A sin kl
A  0 dan kL  0  kL  n

n P n 2 2
k   2
L EI L
 2 EI
n=1 Pcr  (Beban Tekuk Kritis EULER)
L2
Biasanya perumusan EULER dinyatakan dalam tegangan.
L

PCR  EI 2
i
fCK   2 dengan memasukkan
A LA I
i
A
 2E
 f CR  2 (Tegangan Kritis EULER)

f

 2E
fCR 
2


3.5. Revisi Dari Perumusan EULER

 Kalau dibandingkan dengan grafik yang dihasilkan dari percobaan tekan di


laboratorium, maka perumusan EULER yang diturunkan secara analitis
tersebut terdapat penyimpangan.

 Perumusan EULER masih dianggap berlaku/sama dengan kenyataan hasil test


di laboratorium, sampai batas proportional, dimana hokum Hooke berlaku atau
harga E tetap daerah elastis. Setelah melampaui titik proposional, harga E
tidak tetap lagi, sehingga perumusan EULER tidak sesuai lagi (tidak berlaku)
 daerah inelastis.

 Untuk daerah inelastic ini diadakan revisi rumus rumus-rumus pendekatan.

f  2E f
Lab Euler 
2
fy fy
fx fp P

p  O 

- Percobaan Tekan
Percobaan Tarik
- Rumus EULER

fy
E = tan 
fP

2 x 105 E [MPa]
3.6. Ada 3 Kegagalan Batang Tekan :

1. “ FLEXURAL BUCKLING . ”
Batang akan menjadi tidak stabil karena terjadi tekukan/lenturan 
(EULER BUCKLING).

2. “Local Buckling”
Penampang terlalu tipis (perbandingan lebar pelat dengan tebal pelat ( b/t)
terlalu besar) akan menyebabkan terjadi tekuk local, sebelum batang
menekuk.

3. “Torsional Buckling”
Terjadi pada batang dengan bentuk penampang/kontigurasi tertentu.
Kegagalan akibat terjadinya torsi atau kombinasi torsi dan lentur.

3.6.1. Menekuknya Elemen Penampang tergantung pada :


- Perbandingan lebar dan tebal elemen plat ( b/t ).
- Elemen pelat berpengaku atau tidak.
 Berpengaku ( STIFFENED ) kedua sisinya ditopang.
 Tidak berpengaku ( UNSTIFFENED ) satu sisinya bebas.

b b b b b

b
b b

t – tebal Elemen plat

las b las
Elemen tidak berpengaku

las b las

Elemen Berpengaku
Ada 3 katergori Penampang : (Nilai P dan R  Tabel B4.1 Peraturan).
 Penampang kompak (“Compac Section”) : b/t < P
Penampang dapat mencapai tegangan plastis, sebelum menekuk.
 Penampang tidak kompak (“Non Compact Section”) : P < b/t < R
Penampang dapat mencapai tegangan leleh disebagian tempat
(belum seluruh penampang), sebelum menekuk.
 Penampang langsing (“Slender Compressin Element”) : b/t > R
Sangat tidak ekonomis untuk kolom, sehingga tidak boleh dipakai
sebagai kolom.

“Untuk kolom, penampang harus memenuhi katagori “compact” atau “non


compact”  b/t < R”

3.6.2. Menekuknya struktur tekan :


Ada 3 katagori kolom :
 Kolom panjang
Tegangan tekuk tekan < tegangan proporsional (P)
Kolom menekuk elastis P = y - R
R – tegangan residu (+ 0,3 y)
 Komlom pendek
Tegangan runtuh = tegangan leleh (y)
Karena sangat pendek, tidak terjadi tekuk saat kolom runtuh.
 Kolom menengah (Intermediate)
Pada saat runtuh, sebagian penampang telah mencapai tegangan leleh ( y).
Kegagalan karena leleh dan tekuk. Kolom menekuk INELASTIS. (pada
umumnya kolom masuk katagori ini)

 Batas kolom panjang  batas elastis


 2E Lk
Tegangan elastis : Fe  p kelangsingan :  
2 i
E
e  
p

III - 8
 Batas kolom pendek  tanpa tekuk
Diambil   20
 Daerah antara batas kolom pendek dan kolom panjang merupakan kolom
menengah  daerah Inelastis.

fy

fp

+ 20 e 

inelastis elastis
Tanpa tekuk

3.7. Kekuatan Batang Tekan Secara Elastis


 Gaya tekuk elastis (Ncr) :
Ag fy
N cr  Ag = luas penampang bruto
c 2
Prameter kelangsingan kolom c 

1 LK fy
c  fy = tegangan leleh
 r E
E = Modulus Elastis
1 fy
c   LK = panjang tekuk
 E
LK = kC L
L = panjang batang tekan
kc = faktor panjang tekuk
 = kelangsingan komponen tekan
r = jari-jari kelembaman (=i)

LK I
 r 
r A

III - 9
 Daya dukung Nominal SNI 03-1729-2002:
 Persyaratan kelangsingan :
b
 Kelangsingan elemen penampang (Tabel 7.5.1 Peraturan)  r
t
 Kelangsingan komponen struktur tekan  < 200
fy
N n  Ag f cr  Ag Nn = daya dukung nominal

fy
f cr  Ag = luas penampang utuh

fcr = tegangan kritis penampang
fy = tegangan leleh material
Untuk :
c  0,25   1  kolom pendek

1,43
0,25  c  1,2     kolom menengah (inelastis)
1,6  0,67c

c  1,2    1,25c 2  kolom panjang (elastis)

fy
f cr 
fcr
=1 

fy 1,43

1,60  0,67c
fy
 = 1,25 c2
1,8

0,25 1,20 C
inelastis elastis

 fy
Menurut Tatacara PSBUBG dimana : c 
 E

 Untuk kelangsingan elemen penampang > r analisis kekutan dan


kelakuan dilakukan tersendiri, dengan mengacu pada metoda-metoda yang
rasional.

III - 10
 Kontrol Kekuatan Kolom :
Nu <  Nn Nu = gaya normal tekan akibat beban berfaktor
Nn = kuat nominal tekan
 Nn = kuat rencana tekan
 = factor reduksi 0,9 (DFBK)

3.8. Menurut SNI 1729-2015 :


Kuat Nominal Kolom : Pn = Ag Fer
Kuat Rencana Kolom : Pu = c Ag Fer
dimana Ag = Luas penampang utuh
Fer = Tegangan tekan kritis
Untuk perumusan Fer ada 2 persamaan :
 Perumusan Elastis : untuk kolom panjang (tekuk elastic) c  1,5

 Perumusan Inelastis : untuk kolom pendek dan kolom intermediate


(tekuk inelastic) c < 1,5

 Rumus Inelastis untuk c  1,5:

Fcr  0,658 Fy / Fe  fy

 Rumus Elastis, untuk c  1,5:

Fcr = 0.877Fe

kolom pendek
(Perumusan-perumusan ini
Fcr kolom kolom panjang
intermidiate memasukkan pengaruh
Fy tegangan sisa FR dan
rumus inelastis
ketidak lurusan batang
0,39 Fy
c=1,5 tekan seperti anggapan
rumus elastis
ideal)
kL
e 
i

III - 11
KL
Dimana : 
i
 2E
Fe  2

Fy  Fy
c   c 
Fe  E
Untuk Batas Elastis : Fc = Fp Fp = Fy - FR
Fc = 0,444 Fy FR = 0,556 Fy

Fy Fy
c    1,5
Fe 0,444 Fy

 2E E
Fe   0,444 Fy  e  
 2
0,444 Fy

3.9. Angka Kelangsingan


LK
  - angka kelangsingan
i
LK - panjang tekuk
i - jari-jari girasi

 Panjang tekuk adalah jarak antara 2 “inflection point” (titik dengan M = 0)


pada sebuah batang tekan.
LK = kCL kC – factor tekuk
L - panjang batang

 Faktor panjang tekuk (kc) nilainya tergantung pada tahanan rotasi dan tahanan
translasi ujung-ujung batang tekan.
 Nilai factor panjang tekuk untuk tahanan ujung-ujung batang “ideal”,
ditunjukkan pada gambar 7.6.1. (Peraturan)
 Untuk batang tekan yang merupakan bagian dari suatu rangka yang
bersambungan kaku (portal) nilai factor tekuknya ditentukan dengan
nomogram dari :
- Gambar 7.6.2 (a) (Peraturan) untuk portal tak bergoyang
- Gambar 7.6.2 (b) (Peraturan) untuk portal dapat bergoyang

III - 12
 Tak bergoyang  tahanan traslasi dianggap 
 Bergoyang tahanan  tahanan translasi dianggap 0

GA dan GB  perbandingan antara kekakuan kolom terhadap


kekakuan penahan ujung-ujungnya (kekakuan baloknya)

I I c  momen inersia kolom


 
 L c Lc  panjang kolom
G
I I b  momen inersia balok
 
 L b Lb  panjang balok
Menurut Peraturan :
 Kolom dengan perletakan sendi (tidak kaku)  G  10,00
 Kolo dengan perletakan jepit (kaku)  G  1,0
 Untuk batang tekan dalam struktur segitiga, LK tidak boleh diambil kurang
dari panjang teoritis batang.
 Angka kelangsingan untuk batang tekan dibatasi sebesar 200.
max  200

Nilai kc untuk kolom dengan ujung-ujung yang ideal

III - 13
(a) Nilai kc untuk komponen struktur tak bergoyang, dan
(b) untuk komponen struktur bergoyang

Contoh : 1
Suatu kolom dari WF 300 x 300 x 11 x 17 dengan tahanan ujung-ujung
jepit-sendi. L = 4000 mm.
Berapakah kekuatan rencana kolom tersebut, bila mutu Baja BJ 41 
fy = 250 Mpa

Jawab : WF 300 x 300 x 11 x 17 A = 13,48 cm2 ix = 13,2 cm


iy = 7,57 cm d = 304 mm
bf = 301 mm r = 18 mm
NU L NU
tb = 11 mm tf = 17 mm
h = d – 2 (tf + r) = 234 mm

 Kontrol Penampang :
(Kelangsingan elemen penampang Tbl. 7.5-1)

III - 14
bf 301 
  8,85 
2t f 2 x17  bf
sayap :   r Penampang tidak
2 t
 15,83 
E 200000
 R  0.56  0.56
f
langsing
Fy 250 

(ok)
h 234 
  21,27 
t 11  h
 badan :   r
E 200000 t
 R  1.49  1.49  42,14 
Fy 250 

Kelangsingan komponen struktur :


lk
  lk  k c l  jepit-sendi kc = 0,80 (Gb. 7.6-1 Peraturan)
i
lkx 0,8 x 400
thd. sb x  x    24,24
ix 13,2
lky 0,8 x 400
thd. sb y   y    42,27  menentukan!
iy 7,57

 fy 42,27 250
c    0,476  0,25  c  1,2
 E  2 x105
1,43
  1,115
1,6  0,67 c

Kuat Nominal :
fy 2500
N n  Ag  134,8   302242 kg
 1,115

Kuat Rencana Kolom :  Nu = 0,85 x 302242 kg


= 256906 kg
“AISC LRFD”
c = 0,476 < 1,5

Fcr  0,658 Fy  0,658


c 2 0 , 4762
 2500

= 2273,81 kg/cm2
Pu = fc Ag Fcr = 0,85 x 134,8 x 2273,81
= 260533 kg

III - 15
Contoh : 2
Suatu kolom dari BJ 37, WF 250 x 175 x 7 x 11
Menerima beban : PD = 30 t
PL = 30 t
Panjang kolom L = 800 cm
Tahanan ujung-ujung kolom jepit-sendi
Pada arah sumbu lemah diberi pengekang sejarak 2,50 m dari ujung sendi dan
3,00 m dari ujung jepit.
Kontrollah kekuatan kolom tersebut.

Jawab :
2,5 m
ky=1 WF 250 x 175 x 7 x 11
Pu = 1,4 PD = 42 ton

ky=1 2,5 m Pu = 1,2 PD + 1,6 PL = 84 ton 


(menentukan)
kx=0,8 r = 16 Ag = 56,24 cm2
ky=0,8
3m d = 244 bf = 175
ix = 10,4 cm iy = 4,18 m
h = 244 – 2 (11 + 16) = 190
BJ 37  fy = 240 MPa
x y

Kontrol Penampang : (kelangsingan element penampang)


bf 175 
  5,47 
2t f 2  16  bf
sayap :   r Penampang tidak
E 200000  2t f
 R  0.56  0.56  16.16 langsing
Fy 240 

(ok)
h 190 
  27,14 
t 7  h
badan :   r
E 200000 t
 R  1.49  1.49  43,01
Fy 240 

III - 15
Kelangsingan komponen struktur :
0,8  800
thd, sb. x : x   61,54 (menentukan)
10,4
1  250
thd. Sb. y : y   59,81
1
4,18
0,8  300
y   57,42
2
4,18

 Fy 61,54 2400
c    0,679
 E  2  10 6
 0,25 < c < 1,2
1,43 1,43
   1,249
1,6  0,67 c 1,6  0,67  0,679

fy 2400
Pn  Ag  56,24   108067 kg
 1,249
 Pn = 0,85 x 108067 = 91857 > Pu = 84 ton (ok)

“AISC LRFD”

c  0,679  1,5  Fcr  0,658 Fy 0,6580,679  2400


2 2
c

= 1978,82 kg/cm2
Pu = c Ag Fcr = 0,85 x 56,24 x 1978,82 = 94595 kg
84 ton < 94,595 ton (ok)

3.10. Perencanaan Batang Tekan


Pada perencanaan batang tekan tidak bisa langsung mendapat kebutuhan
Ag dan imin seperti pada perencana batang tarik, karena pada batang tekan
kelangsingan batang () mempengaruhi kekuatan batang.
Untuk itu perlu pendekatan awal dengan memisalkan besarnya .
Permisalan besarnya angka kelangsingan  diambil pada daerah inelastis yaitu
antara 80 – 100.
Dengan mengambil peermisalan nilai , kita dapat menghitung c
(parameter kelangsingan) dan harga w.

III - 16
fy
dari kontrol kekuatan : Pu <  Ag
w
wPu
maka didapat : ag >
fy
lk
dari permisalan besar , dimana  =
i
lk
maka didapat i =

Sehingga kebutuhan Ad dan I untuk perencana dapat diketahui.
Dengan harga Ag dan I tersebut pemilihan propil bisa dilakukan, sampai didapat
propil yang tepat/ekonomis.

Contoh : 3
Suatu kolom panjang L = 7,00 m dengan tahanan ujung-ujungnya jepit-jepit
Beban dipikul PD = 40 t
PL = 20 t
Rencanakan kolom tersebut dengan propel WF (BJ 37)

Pu Jawab : Pu = 1,2 PD + 1,6 PL


= 1,2 x 40 + 1,6 x 20 = 80 t
Lk = kc L = 0,65 x 700 = 455 cm
Menaksir Propil :
L=700 cm Perkiraan :  = 100

 fy 100 2400
c    1,1032
 E  2  10 8
1,43
0,25 < c < 1,2     1,661
1,6  0,67 c
Pu

fy  Pu 1,661  80000
Pu   c Ag  Ag  
 c f y 0,85  2400

Ag > 65,14 cm2

III - 17
Lk L 455
max   imin  k   4,55 cm
imin max 100
Coba propil, 200 x 200 x 8 x 12 A = 63,53 cm2 ~ 65,14
h = 200 – 2 (12 + 13) = 150 iy = 5,02 cm > 4,55
ix = 8,62 cm

Kontrol Kekuatan : (Kelangisngan Komponen Struktur)


Lkx 455 Lky 455
x    52,78 y    90,63 (menentukan)
ix 8,62 iy 5,02

 fy 90,63 2400
c    100  0,25  c  1,2
 E  2  10 6
1,43
  1,538
1,6  0,67 c

fy 2400
Kekuatan Nominal : Pn  Ag  6353   99160 kg
 A 1,538
Kekuatan Rencana : c Pn = 0,85 x 99160 = 84286 kg > 80 t (ok)

Kontrol Penampang : (Kelangsingan Element penampang)


bf 200 
  8,33 
2tf 2  12  bf
sayap :   r
E 200000  2t f
 R  0.56  0.56  16.16
Fy 240 

(ok)
h 150 
  18,75 
t 8  h
badan :   r
E 200000 t
 R  1.49  1.49  43,01
Fy 240 

Propil 200 x 200 x 8 x 12 dapat dipakai !

III - 18
Contoh : 4

Suatu portal 3 dimensi (ruang) dengan ukuran sebagai berikut :

5000

5000
DENAH
6000 6000 6000 6000
Bl1 Bl1 Bl1 Bl1 Bl2 Bl2
I
Kl2 Kl2 A Kl2 Kl2 4000 A Kl2 Kl2 Kl2
Bl1 Bl1 Bl1 Bl1 Bl2 Bl2
Ix
Kl1 Kl1 Kl1 Kl1 5000 Kl1 Kl1 Kl1

6000 6000 y 6000 6000 x 5000 5000

POT. MEMANJANG POT. MELINTANG

Kolom 1 : WF 250 x 250 x 11 x 11


Ix = 8798 cm4 Iy = 2940 cm4 A = 82,060
ix = 10,3 cm iy = 5,98 cm
Kolom 2 : WF 200 x 200 x 12 x 12
Ix = 4480 cm4 Iy = 1700 cm4 A = 71,5302
ix = 8,35 cm iy = 4,88 cm
Balok 1 : WF 350 x 175 x 6 x 9 Ix = 11100 cm4
Balok 2 : WF 300 x 200 x 8 x 12 Ix = 11300 cm4
Mutu Baja BJ 37  f y = 2400 kg/cm2

Kolom A :
 Berapakah angkan kelangsingannya () ?
 Berapakah Kekuatan Rencana ?
Jawab :
Kolom A :
Tekuk terhadap sumbu x : Ic = Ix Kolom

III - 19
GA 
4980 400  0,550 

11300 500 

k Cx  1,29
   (bergoyang)
4980  3790
 400 500  1,328
GB
11300 500 


(Nomogram gb. 7.6.2b Perauran)


LKx = KCx L = 1,29 x 400 = 516 cm
Lkx 516
x    61,80
ix 8,35
Tekuk terhadap sumbu y : Ic = Iy Kolom



1700
400
  0,115


2 
GA
11100 
600 
k Cy  0,59
   (tak bergoyang)
1700  2940
 400 500  0,274
2 11100 
GB 
600 

(Nomogram gb. 7.6.2a Peraturan)


LKy = KCy L = 0,59 x 400 = 236 cm
Lky 236
y    48,36   x
iy 4,88

 = x = 61,80 (menentukan !)

 fy 61,80 240
c    0,681  0,25  c  1,2
 E  2  10 5
1,43
  1,25
1,6  0,67 c
Kuat Nominal Kolom :
Fy 2400
Pn  Ag  71,53   137337,6 kg
 1,25
Kuat Rencana Kolom :
c Pn = 0,85 x 137337,6 = 116736,96 kg

III - 20
BAB IV
STRUKTUR LENTUR (BALOK)

4.1. Pengertian Balok


Balok adalah bagian dari struktur bangunan yang menerima beban tegak
lurus  sumbu memanjang batang (beban lateral,  beban lentur).

Beberapa jenis balok pada bangunan :


- Joist : Balok-balok // dengan jarak kecil untuk memikul lantai/atap
suatu bangunan gedung.
- Lintel : Balok pada dinding terbuka.
- Sprindel : Balok yang memikul dinding luar suatu bangunan
- Stringer : Balok // arah jembatan pada lantai kendaraan jembatan
jembatan.
- Floor Beam : Balok tegak lurus  arah jembatan yang berfungsi
meneruskan beban dari “STRINGER” ke pemikul utama
(Rangka batang, Balok Girder).
- Girder : Balok besar, biasanya dipakai untuk istilah balok utama pada
struktur jembatan.
- Gording : Balok untuk memikul atap pada struktur rangka batang (kuda-
kuda) atap  purlin.

4.2. Perumusan Lentur

f
y
fy

z

L
Gambar 4.1a Balok diatas dua tumpuan Gambar 4.1b Diagram Tegangan - Regangan

IV - 1
 Kalau balok dibebani dengan beban lentur, akan terjadi momen lentur yang
akan menimbulkan tegangan lentur pada penampang propil.
 Kalau beban ditambahkan terus, maka tegangan yang terjadi akan berubah
seperti yang digambarkan dibawah ini.

y f < fy fy fy fy

f < fy fy fy fy
a b c d

Gambar 4.2 Diagram tegangan lentur

a. Tegangan max yang terjadi masih lebih kecil tegangan leleh bahan
(fmax < Fy)
b. Tegangan max yang terjadi = tegangan leleh (fmax = Fy)  Batas Elastis.
c. Tegangan leleh tidak hanya terjadi dititik ekstrem.
d. Seluruh penampang telah terjadi tegangan leleh  Batas Plastis.

Pada “BATAS ELASTIS” (kondisi b.), momen yang terjadi disebut “MOMEN
LELEH” (My), sedangkan pada “BATAS PLASTIS” (kondisi d.) momen yang
terjadi disebut “MOMEN PLASTIS” (Mp).

MOMEN LELEH
y
My   f dA y y fy
A f   fy
d /2
d f
fy 2 2
2  d
y dA d /2 dA y
O
2 Ix  2  y 2 dA d
O
fy
 Ix Ix
d
2 Sx 
d
My  fy  Sx 2 b fy

Sx – Elastis Modulus

IV - 2
MOMEN PLASTIS
y
Mp   fy d A  y fy
A
d /2 d /2
dA f
 fy  2  yd
O
A Zx  2  y d A y
O
d
Mp  fy  Zx
Zx – Plastis Modulus

fy
b

Faktor bentuk dari suatu penampang adalah perbandingan antara “MOMEN


PLASTIS” (Mp) yang dapat dicapai dibandingkan dengan “MOMEN
LELEH”nya
Mp fy Zx
Factor bentuk penampang :  
My fy Sx

Zx

Sx

- Untuk penampang persegi panjang :


1 
Sx  b d 2 
6  Ex
 factor bentuk :    1,50
1 2 Sx
Zx  b d 
4 
- Untuk penampang I propil WF  factor bentuk   1,10 ~ 1,20

4.3. Pemilihan Propil untuk Struktur Balok


 Propil-propil INP, WF, S, C sering dipakai sebagai struktur lentur
(balok).
 Karena propil WF luasan propil dikonsentrasikan pada sayap sehingga
besaran Sx / Zx akan besar (My / Mp  besar). Maka propil WF
sangat efektif dipakai sebagai struktur balok.
 Kalau propil-propil buatan pabrik tidak mencukupi untuk memikul
beban, maka diperlukan propil buatan  balok “DINDING PENUH”.

IV - 3
4.4. Perilaku Balok Dibebani beban Gravitasi

Pu y fy fy
- -
x
+ +

Kapusat kelengkungan fy fy

Busur atas  memendek

Busur bawah memanjang

+ + TAMPAK SAMPING
+ + + +
+ +

Gambar 4.3 Balok diatas 2 tumpuan dibeban dengan beban lentur

 Sisi atas balok (diatas garis netral) terjadi tegangan tekan, dan akan
berperilaku seperti “KOLOM”.
 Balok untuk mendapatkan kemampuan yang besar (maximal), maka Ix >> Iy,
sehingga akan lemah terhadap sumbu y.
 Pada sisi atas (daerah tekan) akan menekuk kesamping (tekuk lateral), bila
tidak ada penahan/pengekangnya.

Lb = L

TAMPAK ATAS SAYAP ATAS

 Kegagalan balok akibat “TEKUK LATERAL” ini pada umumnya akan terjadi
pda beban yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan beban yang
mengakibatkan kegagalan lentur vertical.

PENHAN LATERAL

Lb Lb

Lb - Panjang bagian sayap tertekan yang tidak ditahan/dikekang.


(jarak penahan lateral)

IV - 4
Lb Lb Lb

 Bila Lb semakin kecil maka beban yang mengakibatkan kegagalan

“tekuk lateral” semakin besar.

Lb Lb Lb Lb Lb Lb

 Pada Lb mencapai nilai tertentu, tidak terjadi kegagalan

“tekuk lateral”

 Balok dibedakan menjadi 3 katagori menurut jarak lateral bracingnya


(penahan lateral) :

1. Dikekang terhadap tekuk lateral menerus  LB = 0 dan jarak penahan


lateral dekat/kecil  Lb < LP (zone I ~ plastic buckling Mn = Mp).

2. Jarak penahan lateral menengah  Lp < Lb < Lr (zone II ~ inelastic


buckling MR < Mn < Mp).

3. Jarak penahan lateral besar  Lb > Lr (zone III ~ elastic buckling


Mn < MR)

IV - 5
Mn Zone I Zone II Zone III
plastc buckling inelistic buckling elastic buckling
MP
Nilai Lp dan Lr
MR
di Tabel 8.3.2 Peraturan

Lp Lr Lb
Gambar 4.4 Diagram Mn – Lb

fy fy fy f < fy

fy fy fy f < fy

 ZONE I (PLASTIC BUCKLING – Lb Kecil/Pendek)


Kalau sayap tertekan balok, ditahan menerus  Lb = 0
Atau jarak penahan lateral kecil  Lb < LP
Balok dapat dibebani sampai seluruh balok penampangnya mencapai tegangan
leleh (Fy), tanpa tekuk lateral.
Nilai LP tergantung : - ukuran penampang propil
(Tabel : 8.3.2) - Mutu baja  Fy
Kuat nominal momen balok : Mn = Mp = Fy . Zx < 1,5 My
(terhadap sumbu x) My = Sy . Fy
Kuat rencana momen : Mu = b Mn  b = 0,90 (DFBK)
Mu = Mn/Ωb  Ωb = 1,67 (DFBK)

 ZONE II (INELASTIC BUCKLING – Lb Menengah)


Jarak penahan lateral  Lp < Lb < Lr
- Kegagalan balok terjadi karena tekuk lateral, penampang balok tidak
seluruhnya mencapai tegangan leleh (Fy)  INELASTIC

IV - 6
- Semakin besar Lb, semakin kecil/sedikit penampang yang mencapai
tegangan leleh
- Pada jarak Lb tertentu, hanya titik extreme yang mencapai Fy, jarak ini
disebut  Lr
Besarnya Lr tergantung : - Ukuran penampang balok
(Tabel : 8.3.2) - Mutu Baja (Fy)
- Tegangan sisa (fR)
fR = 70 MPa  balok buatan pabrik
fR = 115 MPa  balok buatan dengan las

 ZONE III (ELASTIC BUCKLING – Lb Panjang/Besar)


Jarak penahan lateral (Lb) mencapai lebih besar Lr  Lb > Lr
- Kegagalan balok terjadi karena tekuk lateral dan puntir, penampang balok
tidak ada yang mencapai tegangan leleh (Fy)  tekuk elastis.
- Bila LB semakin besar, momen yang dapat diterima semakin kecil.
- Bila momen yang bekerja pada balok bertambah, maka lendutan kearah
lateral juga semakin besar, dan akhirnya mencapai Mcr.
- Pada saat ini balok akan mengalami “TORSIONAL LATERAL
BUCKLING”  penampang balok akan terputir dan sayap tertekan akan
tertekuk kearah lateral.
- Mcr ini didapat dari : - Tahanan Puntir (Torsional Resistance)
- Tahanan Warping (Warping Resistance)

CONTOH PENAHAN LATERAL :

IV - 7
pelat pengaku

Gambar 4.5 Penahan lateral pada balok

Gambar 4.6 Denah pembalokan

4.4. Perencanaan Balok Akibat Momen Lentur


 Momen lentur terhadap sumbu utama kuat (sumbu x)
Analisa struktur metoda elastis
Mux < b Mnx  Mux – momen lentur berfaktor terhadap sumbu x
Mnx – kuat nominal penampang terhadap sumbu x
b – factor reduksi (0,90) (DFBK)
 Momen lentur terhadap sumbu utama lemah (sumbu y)
Muy < b Mny  Muy – momen lentur berfaktor terhadap sumbu y
Mny – kuat nominal penampang terhadap sumbu y
b – factor reduksi (0,90) (DFBK)

IV - 8
4.4.1. Kuat Nominal Lentur Penampang, Pengaruh “Tekuk Lokal”
 BATASAN :
Momen Leleh : My = Sxc Fy  S – modulus penampang elastis
Fy – tegangan leleh baja
Momen Batas : MR = Sxc (Fy – fR) fR – tegangan residu (sisa)
Momen Plastis : Mp = Zx Fy  Z – modulus penampang plastis
1. Penampang Kompak :
  < p  - perbandingan lebar dan tebal elemen plat (b/t)
 p , r - harga batas (Tabel 7.5.1 Peraturan)
Mn = Mp Mn - kuat nominal lentur penampang
2. Penampang Tidak Kompak :
p < < r
   
Mn = M p  M p  0.7 Fy S x 
p

   
r p

3. Penampang Langsing
0.9 Ek c S x
 <r  Mn =
2

h
Untuk elemen badan   r termasuk balok “dinding penuh”
t

Mn
kompak tidak kompak langsing
Mp
MR

p R 

4.4.2. Kuat Nominal Lentur Penampang Pengaruh “Tekuk Lateral”

IV - 9
 BATASAN :
Momen Plastis : Mp = Zx Fy
Momen Batas Tekuk : MR = Sxc . (Fy – fR)
fR – tegangan residu (tegangan sisa)
fR = 70 MPa  penampang buatan pabrik
fR = 115 MPa  penampang buatan dilas

 Kekuatan balok menerima momen lentur tergantung jarak penahan/pengekang


lateral (Lb) – Unbraced Length (panjang tidak terkekang dari sayap tertekan).
1. Bentang Pendek : (Plastic Buckling)
Lb < Lp LB – Unbraced Length
Lp, LR – harga batas (Tabel 8.3.2 Peraturan)
Mn = Mp < 1,5 My

2. Bentang Menengah : (Inelastic Buckling)


Lp < Lb < Lr
 Lb  L p 
M n  C b  M p  M p  0.7 Fy S x 
 Lr  L p   M p

3. Bentang Panjang : (Elstic Buckling)


Lb > Lr
Mn = Fcr Sx < Mp
Cb = koefisien momen lentur  untuk memasukkan pengaruh tahanan
ujung batang dan kondisi pembebanan. Cb dipakai pada daerah inelastic
dan elastis buckling.
12,5 M maks
Cb   2,30
2,5M maks  3M A  4M B  3M C
Dimana :
Mmax  harga absolute momen max pada segmen tanpa pengaku lateral pada
sebuah balok (Lb).
MA , MB, MC – harga absolute dari momen-momen pada ¼ Lb ½ Lb dan ¾ Lb

IV - 10
Mmax

MA
MC
MB
Lb Lb Lb Lb
4 4 4 4

IV - 11
4.5. Kuat Nominal Geser : (Vn)
Kuat geser balok tergantung perbandingan antara tinggi bersih pelat badan
(h) dengan tebal pelat badan (tw).
Vn = 0,6 Fy . Aw . Cv

(-) Pelat badan leleh  Plastis

h k E
bila :  1,10 v  Cv =1
tw Fy

(-) Pelat badan menekuk inelastic  “Inelastic Buckling”


kv E h kv E
bila : 1,10 < < 1,37
Fy tw Fy

kv E
1,10
Fy
Cv 
h
tw
(-) Pelat badan menekuk Elastis  “Elastic Buckling”

h k E 1.51k v E
bila :  1,37 v  Cv  2
tw Fy h
  Fy
 tw 
dimana :
h – tinggi bersih pelat badan
tw – tebal pelat badan
a – jarak pengaku transversal plat badan
kv – jarak pengaku transversal plat badan

pengaku transversal: k v  5  5 2
a
 
h
tanpa pengaku transversal: kv=5
E – modulus Elastis (MPa)
Fy – Tegangan Leleh (MPa)
Aw – luas penampang pelat badan penuh (Aw = d tw)

IV - 11
Dngan memakai nilai E = 200000 MPa, maka perumusan diatas menjadi lebih
sederhana :
h 1100
(-) Plastis :   Vn  0,6 f y Aw
tw fy

1100 h 1370 1100  t w


(-) Inelastis :   Vn  0,6 Fy Aw 
f y tw fy h fy

h 1370 900000 Aw
(-) Elastis :   Vn  2
tw fy h 
 t 
 w
 Kuat rencana geser : Vu =  Vn   = 0,90
Gaya geser akibat beban berfaktor tidak boleh melebihi kuat rencana geser :
Vu <  Vn
Kalau persyaratan ini dilampaui, pelat badan diberi tambahan dikiri dan
kananya (dubler plates).

4.6. Defleksi Struktur Balok


 Defleksi/lendutan pada balok baja, biasanya dibatasi sampai batasan tertentu.
Hal ini ditentukan oleh beberapa keadaan, misalnya :
- Lendutan yang besar akan dapat mengakibatkan rusaknya barang-
barang/alat-alat yang didukung oleh balok tersebut.
- Penampilan dari suatu bentuk struktur akan menjadi
rusak/berkurang dari segi ESTETIKA dengan adanya lendutan
yang terlalu besar.
- Lendutan yang besar akan menimbulkan rasa tidak aman bagi
pemakai jasa bangunan tersebut.
- Kadang-kadang untuk beberapa balok yang memikul beban sama,
diperlukan lendutan yang sama.

 Mengingat hal-hal diatas, peraturan perencanaan bangunan selalu


mengatur/menentukan besarnya lendutan max. suatu struktur yang
dipersyaratkan.

IV - 12
Untuk “TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK
BANGUNAN GEDUNG” diatur pada Tabel 6.4-1.

 Untuk hal-hal yang lain perlu diatur lagi sesuai fungsi dari balok tersebut dan
persyaratannya sesuai dengan peraturan yang ada. (spesifikasi teknis).
Perumusan Defleksi
 Untuk menghitung defleksi balok, beban kerja yang dipakai dalam
perhitungan  bukan beban berfaktor.

 Untuk balok diatas dua perletakan sederhana, untuk menghitung defleksi max
dapat dipakai perumusan :
5  L4
- Ymax   untuk beban terbagi rata q penuh pada balok
384 EI
diatas dua tumpuan sederhana.
3
PL
- Ymax   untuk beban terpusat P ditengah bentang.
48 EI

 Untuk balok diatas beberapa tumpuan/balok statis tak tentu, rumus pendekatan
ini dapat dipakai :
5L2
Ymax  M s  0,1M a  M b  Ma, Mb - momen tumpuan
48EI
Ms - momen ditengah lapangan
Contoh : 1
Balok diatas dua tumpuan.
P P q P P q
D = 150 kg/m’ (belum termasuk berat sendiri balok)

PD = 2000 kg
L = 12 m q
L = 550 kg/m’ PL = 5500 kg

WF 600 x 300 x 12 x 17 BJ 37
Buat q = 137 kg/m’ Ix = 103000 cm4 Sx = 3530 cm3 Zx = 3782 cm3
A = 174,5 cm2 Iy = 7670 cm4 iy = 6,63 cm
d = 582 b = 300 r = 28

IV - 13
L 1200
- Kontrol Lendutan : y   3,333 cm
360 360

5 1,5  1,37  5,51200 23 2000  5500 1200


4 3
ymax  
384 2  10  10300
6
648 2  106  103000
= 1,097 + 2,233 = 3,33 cm < y = 3,333 cm (OK)
Beban berfaktor :
qu = 1,2 (150 + 137) + 1,6 (550) = 1224,4 kg/m
Pu = 1,2 (2000) + 1,6 (550) = 11200 kg
Du max = ½ qu L + 2 Pu = 29746,4 kg
Mu max = R4 x 6 – Pu x 6 – Pu x 2 – ½ qu (6)2 = 66839,2 kgm’

- Kontrol Kuat Geser :


h = d – 2 (tf + r) = 582 – 2 (17 + 28) = 492
h 492 
  41 
tw 12  kv E
 1,1  plastis! Cv=1
kv E 5  200000  Fy
1,1  1,1  71
Fy 240 

Vu < ϕbVn (DFBK) Vn = 0,6 Fy Aw Cv
= 0,6 x 2400 x 12 x 58,2 x 1
= 100569,6 kg
29746 < 0,9 x 100569,6 = 90512,64 kg (OK)

- Kontrol Kuat Momen Lentur


 Lokal Buckling
b 300 
  8,82  b
t 2  17
Sayap :   p
t
 10,97
200000
 p  0.38
240 

Penampang Kompak
h 492 
  41 
tw 12 h
Badan :   p
tw
 108,54
200000
 p  3,76 
240

IV - 14
Mn = Mp = Zx fy = 3782 x 2400 = 9076800 kg cm
 Lateral Buckling
a) LB = 1200 cm

E 2  10 5
L p  1,76 ry  1,76  6,63  337 cm
Fy 240
c = 1 (Profil I simetris ganda)
h0 = 582-17=565 mm
G = 77200 Mpa
1
J =  bt 3  plat badan b = d – 2 tf = 582 – 2 x 17 = 548
3
1 1
= (54,8) 1,23 + 2 x (30) 1,73 = 129,825 cm4
3 3
bf 30
rts    7,93
 1 ht w   1 49,2  1,2 
121   121  
 6b t   6 30  1,7 
 f f 
Jc 129,825 1
  6.5 10  4
S x h0 3530  56,5

E 2000000
  1190.5
0.7 Fy 0.7  2400

0.7 Fy 0.7  2400


  8,4  10  4
E 2000000
2 2
E Jc  Jc   0,7 F y 
Lr  1,95rts     6,76 
 E 
0,7 F y S x h0  S x h0   

Lr  1,95  7,93 1190,5 6,5 10  4  6,5 10 


4 2
 6,768,4 10  4 
2

Lr  1,95  7,93 1190,5  0,054


Lr = 994.1 cm
LB > LR  Bentang Panjang !  Mn = Mcr
2
  E 
M cr  C b EI y G J    I y C w
Lb  Lb 
2
I y h0
Cw   6121139.375cm 4
4

IV - 15
12,5 M max
Cb   2,30
2,5M max  3M A  4M B  3M C

Pu = 11200 kg
Pu Pu Pu Pu
q4 q4 = 1224,4 kg/m
RA = 2746,4 kg
A B C
Mmax = 66839,2 kg m
L = LB = 12
m
MA = MC = RA . 3 – Pu x 3 – ½ q4 (3)2 = 50219,4
MB = Mmax = 66839,2 kg m
12,5 66839,2
Cb   1,136
2,566839,2  350219,4  466839,2  350219,2
2
  E 
M cr  C b EI y G J    I y C w
Lb  Lb 
2
    2 10 7 
M cr  1,136 2 10  7670  772000 129,825  
7
  7670  6121139,375
1200  1200 
Mcr = 4994636 kg cm < Mp = 907 6800 kg cm
Mn = Mcr = 49946,4 kg m
Mu max <  Mn = 0,9 x 49946,4 kg m
66839,2 kg m > 44951,76 kg m
Balok Tidak Kuat!

b) Lb = 400 cm Lp = 337 cm
Lr = 994,1 cm
Lp < Lb < Lr  Bentang Menengah!
Mp = Zx fy = 3782 x 2400 = 9076800 kg cm
Pu = 11200 kg
Pu Pu Pu Pu
qu qu = 1224,4 kg m

A B C
RA = 29746,4 kg = RB
A B
Mmax = 66339,2 kg m
4m 4m 4m

MA = RA x 5 – Pu x 5 – Pu x 1 – ½ qu (5)2 = 66227 kg m = Mc

IV - 16
MB = Mmax = 66839,2 kg m
12,5  66839,2
Cb   1,004
2,5  66839,2  466227  366839,2  4  66227

 Lb  L p 
M n  C b  M p  M p  0.7 Fy S x 
 Lr  L p   M p
 994.1  400 
M n  1,00490768  90768  59304  62569,9 kg m  M p
 994.1  337 

 Mn = 0,9 x 62569,9 kg m = 56312,9 kg m < Mu max = 66839,2 kg


Balok Tidak Kuat!

c) LB = 300 cm < Lp = 337 cm  Bentang Pendek!


Mn = Mp = Zx fy = 90768 kg m
 Mn = 0,9 x 90768 = 81691 kg m > Mu max = 66839,2 kg (OK)
Dengan LB = 300 cm, balok kuat !

4.7. Kuat Nominal Tumpu Pada Balok


(Kuat Nominal Bearing – Rb)
 Bila balok dibebani dengan beban terpusat
 pada salah satu sayap dan simetris terhadap Pu Pu
pelat badan, maka perlu dikontrol :
- Lentur local pelat sayap
- Leleh local pelat badan
- Tekuk dukung (lipat) pelat badan
- Tekuk lateral pelat badan
Pu Pu
 Bila balok dibebani dengan beban terpusat pada
kedua sayapnya, perlu dikontrol :
- Leleh local pelat badan
- Lipat pelat badan (tekuk dukung)
Pu Pu
- Tekuk kolom pelat badan

IV - 17 terlentur
1. Lentur Lokal Pelat Sayap
Kuat nominal terhadap lentur local pelat sayap :
Rb = 6,25 Fyf tf2  tf = tebal pelat sayap
 = 0,90 (DFBK)
Tidak perlu dikontrol bila :
- Lebar beban kurang dari 0,15 lebar sayap
- Sepasang pengaku vertical pelat badan dipasang dengan tinggi > 0,5 h.

2. Leleh Lokal Pelat Badan


Kuat nominal terhadap leleh local pelat badan :
 = 1,00
a). Rn = Fyw tw (5k + lb)  jika jarak beban terpusat keujung balok lebih besar
dari tinggi balok (d) (x > d)
b). Rn = Fyw tw (2,5k + lb)  jika jarak beban terpusat keujung balok lebih kecil
dari tinggi balok (x ≤ d)
dimana : k - jarak dari muka terluar sayap ke kaki badan dari sudut  k
= tf + r
lb - panjang tumpuan, min selebar k
x - jarak beban terpusat tetapi balok
Fyw –Tegangan leleh minimum badan
tw –Tebal badan

Pu
x>d
k
leleh lipat
2,5k N 2,5k
d
lb 2,5k
leleh
k

Ru
x<d

IV - 18
3. Tekuk Dukung (Lipat) Pelat Badan : (WEB CRIPPLING)
Kuat nominal terhadap lipat pelat badan :
 = 0,75
  t w 
1, 5
 E F t
1  3 b
 d
a). Rn = 0,80 tw2    yw f
 jika x 

  d  t f 
 

tw 2

  t w 
1, 5
 E F t
1  3 b
 d 
b). Rn = 0,40 tw2    yw f
 jika x  dan b < 0,20

  d  t f 
 

tw 2 d

    t 
1, 5
 E F t
c). Rn = 0,40 tw2 1  4 b   0,20 w   yw f
 jika x 
d
   d    
  t f  
tw 2

b
dan  0,20
d

4. Tekuk Lateral Pelat Badan (Sideway Web Buckling)


Kuat nominal terhadap tekuk lateral pelat badan :
 = 0,85 (DFBK)

  h 
2

Cr t w t f 
3  t  
a). Rn  1  0, 4 w    untuk pelat sayap dikekang terhadap rotasi dengan :
h2   b
L  
  b  
  f  

h 
 t 
 w   2,3
 Lb 
 b 
 f 

h
tw
Bila  2,3  Tidak perlu dikontrol!
Lb
bf

  
3

h
Cr t w t f   t w  
3

b). Rn  0,4    untuk pelat sayap tidak dikekang tidak melawan rotasi dengan
h 2   Lb  
  b f 
 
 
:

IV - 19
h 
 t 
 w   1,7
 Lb 
 b 
 f 

h 
 t 
Bila  w   1,7  Tidak perlu dikontrol!
 Lb 
 b 
 f 

Dimana :
Pu
tw - tebal pelat badan
tf - tebal pelat sayap
h - tinggi bersih pelat badan
(h = d – 2k)
bf - lebar pelat sayap
Lb - jarak pengekang lateral (Lb)
Cr = 6,62 x 106  Mu < My (DFBK) atau 1,5 Ma < My
Cr = 3,31 x 106  Mu > My (DFBK) atau 1,5 Ma ≥ My
Mu – Kekuatan lentur yang diperlukan (DFBK)
Ma – Kekuatan lentur yang diperlukan (DKI)

5. Tekuk Lentur Pelat Badan


Apabila beban terpusat tekan bekerja pada kedua sayap balok, maka
kelangsingan dari pelat badan harus dibatasi supaya tidak terjadi tekuk pada
pelat badan.

Kuat nominal terhadap tekuk lentur pelat badan :


3
t
Rn  24 w E  Fyw
h
 = 0,90 (DFBK

 Akibat beban terpusat berfaktor pada balok tidak boleh terjadi kegagalan-
kegagalan seperti yang dijelaskan diatas.

IV - 20
 Beban terpusat berfaktor harus lebih kecil dari kuat nominal dikalikan
factor reduksi ().
Ru <  Rn Ru – gaya tumpu (bearing)
Rn – kuat nominal bearing
 Kalau persyaratan tersebut tidak dipenuhi, maka perlu diadakan tindakan-
tindakan sebagai berikut :
- Pelat badan diberi pengaku vertical.
- Pelat badan diberi tambahan pelat disampingnya (doubler plates).
- Pelat badan diberi pengaku diagonal.

IV - 21
4.8. Perencanaan Balok

Untuk merencanakan balok, bisa didekati dengan kontrol lendutan, untuk

mendapatkan kebutuhan momen enersia propil (Ix) dan kontrol kekuatan momen

lentur untuk mendapatkan kebutuhan plastis modulus (Zx).

Kontrol lendutan : ymax < yijin

5 qL4 PL3
ymax    yijin
384 EI x 48EI x

didapat : Ix > ……..

Kontrol Kekuatan Momen Lentur :

Mu max <  Mn  = 0,90

Momen Nominal : Mn dimisalkan  0,80 Mp ~ Mp

didapat Zx > ………….

Dari kebutuhan Ix dan Zx yang dihitung, dipilih propil, dan dikontrol

secara menyeluruh. Kalau terlalu kuat propil bisa dikecilkan, kalau tidak kuat

propil perlu dibesarkan sampai didapat propil yang sesuai.

Contoh Soal

1. Suatu balok lantai berjarak 2,50 m satu dengan yang lain, dengan bentang
L = 6,50 m. (anggap tumpuan sederhana)
Tebal pelat beton t = 12 cm
Beban lantai (tegel + spesi) = 100 kg/m2
Beban hidup (lantai) = 250 kg/m2
Rencanakan balok tersebut dengan Propil WF BJ 37, bila pelat beton dianggap
sebagai pengaku lateral secara menerus (LB = 0).
L
Lendutan yang diijinkan ymax =
360

VI - 1
L = 6,50 m 2,5 m 2,5 m

Beban Mati :
Berat sendiri (ditaksir)  qd = 60 kg/m’  digeser
Berat pelat beton : (0,12 x 2,5 x 2400 = 720 kg/m’
Berat lantai : 2,5 x 100 = 250 kg/m’
qd = 1030 kg/m’ = 10,30 kg/cm2
Beban Hidup :
qL = 2,5 x 250 = 625 kg/m’ = 6,25 kg/cm’
Kontrol Lendutan :
5 qL4 L 650
ymax  y   1,81cm
384 Ex Ix 360 360

5 10,30  6,25  650


4
  1,81
384 2  106  Ix
Ix perlu > 10626 cm4
qu = 1,2 x qD + 1,6 x qL = 2236 kg/m’
1 1
Mu max = (qu) L2 = (2236) 6,52 = 11809 kg m
8 8
1
Pu max = (qu) L = 7267 kg
2
Kontrol kekuatan lentur :
Mu =  Mn   = 0,90
Mn = Fy x Zx  (LB = 0) (kontrol tekuk lateral)
(anggap penampang kompak)
1180900 < 0,9 x 2400 x Zx
Zx > 547 cm3

Coba WF 350 x 175 x 6 x 9 g = 41,4 kg/m’ < 60 kg/m’ ok


(346 x 174 x 6 x 9) Ix = 11100 cm4 > 10626 cm4 ok
r = 14 Zx = 778 cm3 > 547 cm3 ok

VI - 2
Kontrol Penampang Kompak : (Tekuk Lokal)
h = 346 – 2 (9 + 14)
= 300 mm

h E b E
 3,76  0,38
tw Fy t Fy

300 200000 174 200000


 3,76  0,38
6 240 29 240
50 < 108,54 ok 9,67 < 10,97 ok
Penampang Kompak  anggapan benar ! Mn = Zx Fy
Kontrol Kekuatan Geser.

h k E 300 5  200000
 1,1 v   1,1
tw Fy 6 240

50 < 71  ok  Plastis! Cv=1


Vn = 0,6 x fy x Aw x Cv
= 0,6 x 2400 x 0,6 x 34,6 x 1 = 29894 kg
Pu <  Vn
7267 kg < 0,9 x 29894 = 26905 kg  ok
Propil WF 350 x 177 x 6 x 9 dapat dipakai

VI - 3
BAB V
STRUKTUR KOMBINASI NORMAL DAN LENTUR
(Balok Kolom)

5.1. Kombinasi Momen dengan Gaya Normal


Bagian struktur dari suatu bangunan banyak yang menerima beban
kombinasi momen dan beban normal. Yang paling mudah dikenali yaitu kolom
dari suatu portal. Kolom tersebut disamping menerima gaya normal tekan, juga
menerima moment letur akibat sambungan kaku pada balok kolom. Itu salah satu
contoh yang ada pada stuktur portal.
Demikian juga pada struktur rangka, ada kalanya batang-batang pada
rangka tersebut tidak hanya menerima gaya normal, tetapi juga menerima
moment. Sebagai contoh batang atas rangka struktur atap, disamping menerima
gaya tekan dia juga akan menerima momen bila letak gording tidak hanya pada
titik-titik buhul. Sedangkan batang bawah disamping menerima gaya tarik bisa
juga menerima beban momen kalau letak penggantung plafond/ducting AC tidak
hanya pada titik-titik buhul.
Akibat tidak sentrisnya gaya normal dengan titik berat susunan sambungan
juga akan menimbulkan tambahan beban moment pada batang yang disambung.
Kombinasi momen dengan gaya tarik tidak terlalu menimbulkan masalah,
karena gaya tarik akan mengurangi besarnya lendutan akibat beban momen.
Sedangkan pada kombinasi gaya tekan dengan momen, gaya tekan akan
menambah besarnya lendutan yang akan menambah besarnya momen. Ini akan
menambah besarnya lendutan dan seterusnya. Diharapkan batang cukup kaku
sehingga tidak terjadi defleksi yang berlebihan.

5.2. Batang dengan Momen Lentur dan Gaya Normal Tarik


Beberapa contoh batang yang menerima beban aksial tarik dan momen
lentur secara bersama.
a. penggantung dengan beban tarik eksentris

V-1
b. penggantung dengan beban tarik sentries dengan beban lateral
c. balok dengan beban gravitari dan beban tarik

wu
wu Pu Pu
(c)

e
Pu Pu
(a) (b)

Persamaan Interaksi antara gaya normal dengan momen lentur untuk


propil dengan penampang simetris :

Pr P 8 M M 
Bila  0,20  r   rx  ry   1,0
Pc Pc 9  M cx M cy 

Pr P M M 
Bila  0,20  r   rx  ry   1,0
Pc 2 Pc  M cx M cy 

Pr - kekuatan aksial perlu


Pc - kekuatan aksial desain
(Pc = ϕtPn) (DFBK)
(Pc = Pn/Ωt) (DKI)
Mr - kekuatan lentur perlu
Mc - kekuatan lentur desain
(Mc = ϕbMn) (DFBK)
(Mc = Mn/Ωb) (DKI)
x - indeks sehubungan dengan sumbu kuat lentur
y - indeks sehubungan dengan sumbu lemah lentur
t - faktor ketahanan untuk tarik = 0,9 (DFBK)
b - faktor ketahanan untuk lentur = 0,9 (DFBK)
Ωt - faktor ketahanan untuk tarik = 1,67 (DKI)
Ωb - faktor ketahanan untuk lentur = 1,67 (DKI)

V-2
Perumusan interaksi ini juga berlaku untuk kombinasi momen lentur
dengan gaya normal tekan.
5.3. Batang dengan Momen Lentur dan gaya Normal Tekan
(Balok Kolom/beam Column)
Persamaan Interaksi antara gaya normal tekan dengan momen lentur sama
seperti pada kombinasi gaya tarik dan momen lentur.

Pr P 8 M M 
Bila  0,20  r   rx  ry   1,0
Pc Pc 9  M cx M cy 

Pr P M M 
Bila  0,20  r   rx  ry   1,0
Pc 2 Pc  M cx M cy 

Pr - kekuatan tekan aksial perlu


Pc - kekuatan aksial tersedia
(Pc = ϕcPn) (DFBK)
(Pc = Pn/Ωc) (DKI)
Mr - kekuatan lentur perlu
Mc - kekuatan lentur tersedia
(Mc = ϕbMn) (DFBK)
(Mc = Mn/Ωb) (DKI)
x - indeks sehubungan dengan sumbu kuat lentur
y - indeks sehubungan dengan sumbu lemah lentur
c - faktor ketahanan untuk tekan = 0,9 (DFBK)
b - faktor ketahanan untuk lentur = 0,9 (DFBK)
Ωc - faktor ketahanan untuk tekan = 1,67 (DKI)
Ωb - faktor ketahanan untuk lentur = 1,67 (DKI)

5.4. Amplifikasi Momen


 Bila balok kolom memikul momen lentur sepanjang bagian tanpa
pengekang lateral, akan melendut pada bidang momen lenturnya. Ini
akan menghasilkan momen sekunder (menambah besarnya momen)
sebesar gaya tekan dikalikan lendutnya (eksentrisitasnya). (Pada

V-3
gambar a, tambahan momen ini sebesar Pu.). Tambahan momen ini
akan menambah lendutan, seterusnya akan menambah momen begitu
seterusnya sampai mencapai keseimbangan.
 Bila portal mengalami pergoyangan, dimana ujung-ujung kolom akan
mengalami perpindahan lateral relative satu dengan yang lain. Hal ini
akan menimbulkan juga tambahan momen (Pada gambar b, tambahan
momen ini sebesar Pu.)

Pu Pu


M1 = Mnt + Pu  M2 = Mlt + Pu 
 (momen bertambah (momen bertambah
akibat ) akibat )

Pu Pu

Gambar 5.1a. Kolom Tidak Bergoyang Gambar 5.1b. Kolom Bergoyang

Untuk menghitung momen-momen tambahan akibat  dan  ini menurut


peraturan LRFD dapat dihitung memakai analisa order pertama, dan mengalikan
momen yang diperoleh dengan factor pembesaran momen (amplification factor),
b dan s.

 Untuk elemen tidak bergoyang


Mr = 1 Mnt
Mr - kekuatan lentur orde kedua
Mnt - momen order pertama, dengan struktur dikekang melawan
translasi lateral
1 - factor ampifikasi, untuk memasukkan pengaruh P-

V-4
Cm
B1  1
 Pr 
1    
 Pe1 
 2 EI *
Pe1 
K 1 L 
dengan
α = 1.00 (DFBK) atau 1.6 (DKI)
Cm = koefisien dengan asumsi tanpa translasi lateral
1. Untuk elemen tanpa beban transversal.
M1
Cm  0,6  0,4  1,0
M2
M1, M2 - momen di ujung element
 nilai positif bila M1 dan M2 membuat lengkungan yang
berbeda
M1 M2

2. Untuk elemen dengan beban transversal.


Cm = 1
Pe1 = Kekuatan tekuk kritis elastis dalam bidang lentur, dihitung
dengan berdasarkan asumsi tanpa translasi lateral pada
ujung-ujung komponen struktur
Pr = Kekuatan aksial orde kedua, boleh menggunakan rumus:
Pr = Pnt + Plt
Pnt = Gaya aksial orde pertama, dengan struktur dikekang melawan
translasi lateral
Plt = Gaya aksial orde pertama, hanya akibat translasi lateral
struktur
EI* = Kekakuan lentur yang diperlukan,
0.8τbEI, bila digunakan dalam metode analisis langsung
EI, untuk panjang efektif dan metode analisis orde pertama
E = Modulus elastis baja (200.000 MPa)
I = Momen inersia dalam bidang lentur

V-5
L = Panjang komponen struktur
K1 = faktor panjang efektif dalam bidang lentur

 Untuk elemen bergoyang


Mr = 1 Mnt + 2 Mlt
Pr = Pnt + 2 Plt

Mr - kekuatan lentur orde kedua


Mlt - momen order pertama, dengan struktur hanya mengalami
translasi lateral
1 - factor ampifikasi, untuk memasukkan pengaruh P-Δ
1
B2  1
 Pstory 
1 
 Pe 
 story 
HL
Pe story  Rm
H
Pmf
Rm  1  0.15
Pstory

α = 1.00 (DFBK) atau 1.6 (DKI)


P story = Beban vertical total didukung oleh tingkat, termasuk beban
dalam kolom yang bukan bagian dari system penahan gaya
lateral
Pe story = Kekuatan tekuk kritis elastis untuk tingkat pada arah
translasi yang diperhitungkan
L = tinggi tingkat
Pmf = beban vertical total kolom yang merupakan bagian portal
Momen
ΔH = simpangan tingkat-dalam order pertama
H = geser tingkat, dalam arah translasi harus diperhitungkan,
dihasilkan oleh gaya lateral yang digunakan untuk
menghitung ΔH

V-6
BAB VI
SAMBUNGAN BAUT

6.1. Pendahuluan
Dasar perhitungan untuk sambungan baut dan sambungan paku keling
adalah sama. Hanya saja, cara pelaksanaannya maupun bahan yang dipakai
berbeda. Pada baut, pelaksanaannya lebih sederhana dibanding dengan paku
keling. Karena pada paku keling pemasangannya perlu pemanasan dan
pemukulan, lebih banyak diperlukan waktu dan keahlian teknisinya.

Baut Paku Keling

Dipanasi dan dipukul,


sehingga menutup seluruh
Ring lubang dan membentuk kepala
Mur

a). Baut b). Paku Keling

Rata
Keluar

VI - 1
6.2. Tipe Sambungan
Fungsi sambungan, disamping menyatukan element-element pada suatu
konstruksi menjadi satu kesatuan, juga berfungsi sebagai penyalur beban dari satu
bagian kebagian yang lain.
Pada dasarnya tipe sambungan ada 2 macam :
a. Sambungan “Lap” (Gambar a)
Pada sambungan ini terjadi kelemahan akibat tidak segarisnya garis kerja
gaya pada pelat satu terhadap yang lain. Sehingga akan terjadi momen
sebagai beban tambahan. Untuk sambungan tipe ini biasanya hanya
dipakai pada batang-batang kecil.
b. Sambungan “Butt” (Gambar b)
Pada sambungan ini, garis kerja gaya akan terletak pada “satu garis”.
Sambungan ini juga sering disebut “bertampang dua”.

P P

P/2
P/2 P

(a) (b)

6.3. Kerusakan Sambungan


Kerusakan sambungan bisa digambarkan seperti hal-hal sebagai berikut :
a. Kerusakan pada baut akibat geser (single shear).
b. Kerusakan pada pelat lewat lubang sambungan.
c. Kerusakan pada baut ataupun pelat (mana yang lebih lemah) akibat
tumpu (bearing).
d. Kerusakan pada tepi pelat akibat geser.
e. Kerusakan pada baut akibat geser pada sambungan “butt”
(double shear).

VI - 2
(a) (b)

(c) (d)

(e)

6.4. Jarak Pemasangan Baut


Ketentuan jarak baut, disamping ditentukan oleh kekuatan dan
penyampaian beban pada sambungan juga ditentukan dari segi pelaksanaannya.
Jarak baut dari as ke as, dan jarak baut ketepi pelat ditentukan pada peraturan
bab 13.4.

S2

S2

S1 S S S1

S- jarak antara baut


S1 - jarak baut terluar ketepi plat yang terbebani
S2 - jarak baut terluar ketepi plat yang tidak terbebani

VI - 3
2 2/3 d < S < 15 tp atau 3 d d – diameter baut nominal
1,5 d < S1 < (4 tp + 100) atau 200 mm tp – tebal plat tertipis
* < S2 < 12 tp atau 150 mm
Tabel J3.4M. Jarak Tepi Minimum, [a] dari pusat Lubang Standar [b] ke
Tepi dari Bagian yang Disambung (*)

Sumber : (SNI 1729:2015)


Tabel J3.2. Kekuatan Nominal Sarana Penyambung dan Bagian yang
Berulir, ksi (MPa)

Sumber : (SNI 1729:2015)

VI - 4
6.5. Kekuatan Baut Memikul Beban Geser
Kuat Geser Nominal baut yaitu:
Rn = Fnv Ab Fnv = Tegangan Geser Nominal (Tabel J3.2)
Rn = kuat geser nominal
Ab = Luas Tubuh baut tak-berulir nominal
atau bagian berulir (mm2)
Kuat perlu Geser baut yaitu:
Ru ≤Rn (DFBK), atau Ra ≤Rn/Ω (DKI)
Dimana: dan Ω =2.00

6.6. Kekuatan Baut Memikul Beban Tarik


Kuat tarik nominal baut yaitu:
Rn = Fnt Ab Fnv = Tegangan Geser Nominal (Tabel J3.2)
Rn = kuat geser nominal
Ab = Luas Tubuh baut tak-berulir nominal
atau bagian berulir (mm2)
Kuat perlu tarik baut yaitu:
Ru ≤Rn (DFBK), atau Ra ≤Rn/Ω (DKI)
Dimana: dan Ω =2.00

6.7. Pada baut Tipe Tumpu Menerima Beban Kombinasi Geser Dan Tarik
Baut yang memikul beban kombinasi gesar dan tarik, secara bersamaan
harus memenuhi pernyataan sebagai berikut :
Rn  Fnt' Ab
Fnt
Fnt'  1.3Fnt  f rv  Fnt
Fnv
Fnt
Fnt'  1.3Fnt  f rv  Fnt
Fnv

Keterangan : dan Ω =2.00


Fnv = Tegangan Geser yang diperlukan menggunakan
kombinasi DFBK atau DKI, ksi (MPa)

VI - 5
6.8. Baut Kekuatan Tinggi dalam Sambungan Kritis-Slip
Sambungan kritis-slip harus dirancang untuk mencegah slip dan untuk
keadaan batas dari sambungan tipe-tumpuan. Ketahanan slip yang tersedia untuk
keadaan batas dari slip harus ditentukan sebagai berikut:
Rn = µDu hf Tb ns
Keterangan:
µ = Koefisien slip rata-rata:
a. Kelas A, µ = 0.3
b. Kelas B, µ = 0.5
Du = 1.13
Tb = Gaya tarik minimum pada Tabel J3.1M, kN
hf = Faktor pengisi,
a. Bila tidak ada pengisi atau dimana baut telah
ditambahkan untuk mendistribusikan beban pada
pengisi, hf = 1.00
b. Bila baut tidak ditambahkan untuk mendistribusikan
beban pada pengisi antara bagian tersambung, hf = 1.00
(untuk satu pengisi) dan hf = 0.85 (untuk dua atau lebih
pengisi)
ns = jumlah bidang slip yang diperlukan
Tabel J3.1M. Pratarik Baut Minimum, kN*

Adapun kuat perlu atau kuat izin adalah sebagai berikut:


Ru ≤Rn (DFBK), atau
Ra ≤Rn/Ω (DKI)
Dimana : dan Ω =1.50, untuk lubang ukuran standar dan lubang slot-
pendek yang tegak lurus terhadap arah beban

VI - 6
  dan Ω =1.76, untuk lubang ukuran-berlebih dan lubang slot-
pendek yang parallel terhadap arah beban
  dan Ω =2.14, untuk lubang slot-panjang
Bila suatu sambungan kritis-slip menahan suatu gaya tarik yang diterapkan
(kombinasi tarik dan geser) maka reduksi gaya penjepit neto, ketahanan slip yang
tersedia per baut (Rn), harus dikalikan dengan faktor, ksc, sebagai berikut:
Tu
K sc  1  (DFBK)
Du Tb nb
1.5Ta
K sc  1  (DKI)
Du Tb nb
Dengan
Ta = Gaya tarik perlu, dengan kombinasi beban DKI
Tu = Gaya tarik perlu, dengan kombinasi beban DFBK
nb = jumlah baut yang menahan gaya tarik
6.9. Kekuatan tumpuan pada lubang baut
Kekuatan tumpu nominal dari material yang disambung, Rn, ditentukan
sebagai berikut:
1. Untuk baut dalam sambungan dengan standar, ukuran-berlebih dan
lubang slot-pendek, tidak tergantung arah dari beban, atau suatu
lubang slot-panjang dengan slot tersebut paralel terhadap arah dari
gaya tumpuan:
a. Bila deformasi di lubang baut pada beban layan termasuk
perhitungan desain:
Rn  1.2 c tFu  2.4dtFu
b. Bila deformasi di lubang baut pada beban layan tidak
termasuk perhitungan desain:
Rn  1.5 c tFu  3.0dtFu
2. Untuk baut dalam sambungan dengan lubang-lubang slot-panjang
dengan slot tersebut tegak lurus terhadap arah dari gaya:
Rn  1.0 c tFu  2.0dtFu

VI - 7
3. Untuk sambungan yang dibuat dengan menggunakan baut yang
melewati sampai suatu komponen struktur kotak atau PSB tak-
diperkaku:
Rn  1.8 Fu A pb

dengan

Apb = luas penumpu terproyeksi (mm2)


Fy = tegangan leleh minimum (MPa)
Fu = kuat tarik minimum (MPa)
d = diameter baut nominal (mm)
c = jarak bersih, dalam arah dari gaya, antara tepi lubang dan tepi lubang
yang berdekatan atau tepi dari material (mm)
t = tebal dari material yang disambung (mm)

6.10. Sambungan Geser Sentris


Pada sambungan ini, beban bekerja pada bidang sambungan dan melalui
titik berat susunan sambungan, sehingga beban diterima secara merata pada tiap-
tiap baut :

Titik berat susunan sambungan

Pu Pu

n n
Pu Pu

Tiap baut menerima beban geser :


Pu
Vu   Ru   Rn ( DFBK ), atau
n

VI - 8
Pu R
Vu   Ra  n (DKI )
n 
 = 0.75 dan Ω=2.00
Pu - beban befaktor
n – jumlah baut
Ru – kuat rencana baut
Rn – kuat nominal baut
Contoh :
1. Suatu sambungan pelat ukuran 250 x 12 dengan baut tipe tumpu  24, dengan
susunan seperti tergambar. Bila pelat dari baja BJ 37 dan baut dari baja A325,
pembuatan lubang dengan bor dan ulir tidak pada bidang geser baut, serta
deformasi di lubang baut pada beban layan termasuk perhitungan desain,
berapakah beban berfaktor Pu maximum yang dapat dipikul?

50
Pu 70 Pu

70

50
50 70 50
Pu
Pu

Pengerjaan menggunakan system DFBK


Kekuatan pelat :
Ag = 24 x 1,2 = 28.8 cm2
Kuat leleh : Pu = t . Ag Fy
= 0,90 x 28.8 x 2400 = 62208 kg
 perlemahan =  baut + 1,5 = 24 + 1,5 = 25,5 mm
An = 28,8 – 3 x 2,55 x 1,2 = 19.62 cm2 ≤ 0.85 Ag=24,48 cm2
Ae =  An = 1 x 19,62 cm2
Kuat Putus : Pu = t . Ae Fu
= 0,75x 19,62 x 3700 = 54445,5 kg

VI - 9
Kekuatan Baut

Kuat geser : Ru = ϕ Fnv Ab Ab = 2,42 =4,53 cm2
4
= 0,75 x 4570 x 4,53
Ru = 15527 kg menentukan !

Kuat tumpu : Rn = 1,2 lc t Fu ≤2,4 dtFu


= 1,2 x (7,5-2,4) x 1,2 x 3700 ≤2,4 x 2,4 x 1,2 x 3700
= 24508,8 ≤25574,4 (OK)
Ru = ϕ Rn=0,75 x 24508,8 = 18381,6 kg > Ru (geser)

Kekuatan sambungan : Pu = n Ru (geser)= 6 x 15527= 93162 kg


Beban maximum : Pu = 93162 kg (kekuatan sambungan menentukan)

6.11. Kelompok Baut Yang Memikul Beban Sebidang, Beban Eksentris


Pada sambungan ini, beban bekerja pada bidang sambungan, tetapi tidak
melalui titik berat sambungan. Akibat eksentris tersebut akan menimbulkan beban
momen puntir pada sambungan. Sehingga disamping sambungan menerima geser
sentries, juga ditambah menerima beban geser puntir.

Ada 3 cara pendekatan analisis untuksambungan e Pu


baut geser puntir yang telah dikenal yaitu :

a). Cara elastis


Penyelesaian cara elastis ini memberikan
hasil sangat konservatif. titik berat
susunan baut

VI - 10
Sebagaimana kita ketahui, saat pemasangan baut dikencangkan kuat-kuat,
sehingga antara plat yang disambung akan terjepit oleh gaya tarik baut,
yang selanjutnya akan memberikan kekuatan gesek pada sambungan
tersebut. Pada cara elastis ini andil gesekan ini tidak diperhatikan.

Pu Pu
e Pu M = Pu x e Pu x e

= = +

A B

Untuk pembebanan (A) karena ini geser sentries sehingga beban Pu


diterima secara merata pada tiap baut : Ku = Pu/n
Untuk pembebanan (B), momen putir M, seolah-olah disebarkan ke
masing-masing baut, sedemikian rupa sehingga arah dari beban setiap baut
akan membuat momen kopel terhadap titik berat susunan baut dan besar
beban masing-masing baut sebanding dengan jarak baut tersebut ke titik
berat susunan baut (cg).
Kalau digambarkan sebagai berikut :

Mu

Kui = beban pada tiap paku


K1
K2 ri = jarak antara paku ke titik berat
K3
(c.g) susunan paku
K4 R1 K5 K6
dimana arah Ki  ri
R4 R6

K7
K8
K9
cg
K11
K10
K12

VI - 11
n
M u   K ui  ri  K1  r1  K 2 r2  ........  K12 r12  (1)
i 1

K ui K u 2 K u 3 K
dan   dan seterusnya = u12 (2)
r1 r2 r3 r12
Kalau masing-masing beban paku dinyatakan dalam K1
K1r1 Kr Kr Kr
K1  ; K 2  1 2 ; K 3  1 3 ; K12  1 12 (3)
r1 r1 r1 r1
Kalau persmaan (3), dimasukkan persamaan (1)
 K u1r12 K u1r2 2 K u1r12 
2

Mu     ............  

 1 r r1 r1 

K
r
1
2
 r2 2  .......... ...  r122  K1 n 2
M u  u1
r1
  ri
r1 i  n
(4)

Dengan demikian, beban masing-masing paku/baut dapat dinyatakan


sebagai berikut :
M u r1 Mr Mr12
K u1  ; K u 2  22 ; .............K u12 
r 2
r r 2
Kalau kita perhatikan, maka paku/baut yang menerima beban terberat
adalah yang jaraknya terhadap c.g. paling jauh (dengan rmax).

Kalau beban K tadi kita uraikan kearah vertikal dan horizontal, maka
perumusannya adalah sebagai berikut :

y
KUi
yi
 Sin i =
ri
ri Ki
yi Kvi xi
Cos i =
ri
i
x
xi

VI - 12
KHi = Ki sin i Kvi = Ki cos i
M u ri yi M u ri xi
=  = 
r 2 ri r 2 ri

M u  yi M u  xi
K Hi  K Hi 
r 2 r 2
dimana : r 2  x 2  y 2
Kalau kita kembali pada contoh, maka
Akibat (A) dan (B), paku memikul beban :
P
Akibat (A) KVA =
n
M y
Akibat (B) K Hi 
B r 2
M x
K Vi 
B r 2
Total beban yang diterima :

KU  K VA  KViB 
2
 K HiB
2
<  Rn

b). Reduced Eccentricity Method


Cara elastis seperti yang telah diuraikan dapat dikatakan over estimate
terhadap besarnya momen yang bekerja pada sambungan, sehingga
dikembangkanlah suatu cara yang memakai efektif eksentrisitas, dengan
memperhitungkan pengaruh tahanan slip (gesekan) pada bidang gesek.
b1). Baut satu baris, dan n adalah jumlah baut satu baris :
1 2n
eefektif = eaktual -
4
b2). Baut dua baris atau lebih, simetris, dan n jumlah baut satu baris
1n
eefektif = eaktual -
2
contoh :

Pu Pu

+ eaktual = 6 in eaktual = 5 in
baut 1 baris baut 2 baris

VI - 13
1 2 4 1 3
eefektif = 6 - eefektif = 5 -
4 2
= 3,75 m =3m
Penyelesaian selanjutnya dikerjakan dengan cara elastis, dengan didalam
perhitungan momen torsi memakai eefektif.

c). Ultimate strength method


Kedua penyelesaian diatas dengan cara sifat sambungan elastis.
Cara yang lebih realistis adalah ultimate strength method.

e
e’ ?n

d1 d2
R1
R2
d3
O
d6 R4 o : pusat sesat perputaran

R5 cq
R6

Jika pada baut yang terjauh mulai terjadi slip atau leleh, sambungan belum
gagal.
Bila momen bertambah, baut yang lebih dekat akan menahan beban
bertambah besar, dan kegagalan tidak terjadi sebelum semua baut slip atau
leleh.
Pada beban eksentris ini cenderung terjadi baik rotasi maupun translasi
pada bahan sambungan, dan pengaruhnya sama dengan perputaran
sambungan terhadap suatu titik yang disebut pusat sesaat perputaran, pada
gambar terhadap O. Pusat sesaat perputaran ini berjarak e’ dari titik berat
sambungan.
Deformasi dari baut-baut ini dianggap bervariasi tergantung pada jarak
baut dari pusat sesaat perputaran. Beban geser ultimate yang dapat
diterima oleh baut tidak sama dengan Ru baut, tapi tergantung pada
deformasi dari baut.

VI - 14
Crawford dan Kulak mendapatkan hubungan sebagai berikut :
R = Rult (1 - e-10 )0,55
 = total deformasi dari baut
Rult = beban ultimate rencana baut : Ru
Baut terjauh deformasinya diambil  = 0,34 in dan deformasi baut lainnya
dapat dihitung sebanding dengan jarak d.
Gaya yang diterima oleh masing-masing baut dinyatakan dengan R dengan
arah tegak lurus garis hubung (d).
Titik O ini dicari dengan coba-coba, sehingga didapat keseimbangan :
a). V  0 Pu -  Rv  0 (Total gaya vertical = 0)
b).  M terhadap O  0 (Total momen thd titik O = 0)
c). H=0 (Total gaya horizontal = 0)
Proses coba mencoba ini dapat dirasakan sangat susah, sehingga perlu
dibantu dengan tabel.

Contoh :
1. Suatu sambungan terdiri dari 4 baut seperti gambar. Ru baut = 27 kip.
Diminta menentukan Pu dengan :
a). cara elastis
b). cara reduksi eksentrisitas
c). cara ultimate

a). Cara elastis :


Mu = Pu . 5 = 5 Pu 5 in

 
y 2  x 2  4 32  1,52  45in 2
3 in Pu
Pu
akibat Pu Pv  b cg
4
3 in
5 Pu  1,5 Pu
Pv   D
45 6
akibat Mu 3 in
5 Pu  3 Pu
PH   1,5 in
45 3

VI - 15
1 1
Pv     Pu  0,4166666 Pu
4 6
1
Ptotal  0,4166666 Pu  Pu 2  0.5335936 Pu  27 Kips
2

3
Pu = 50,6 k

b). Cara reduksi eksentrisitas


1 2
eef = 5 - = 3,5 in (Baut 2 baris)
2
Mu = 3,5 Pu
Pu
Akibat Pu : Pv1 = =0,25 Pn
4
3,5 Pn 1,5
Pv2 = =0,1166666 Pn
45
Akibat Mu :
3,5 Pn 3
PH = =0,2333333 Pn
45
Pv = 0,3666666 Pu

Ptotal = 0,3666666 Pu 2  0,2333333 Pu 2 < Ru

Ptotal = 0,4346134 Pu < 27 Kips


Pu = 62,124 k

c). Cara ultimate :


Dengan memakai tabel AISC
n = 2 ; jumlah baut arah vertikal
b = 6 in ; jarak baut arah vertikal
D = 3 in ; jarak baut arah horizontal
xo = 5 in ; eksentrisitas ke pusat sambungan
 = 0 ; sudut gaya dengan sumbu vertikal
Didapat : C = 2,1
Pu = C x Rn
= 2,1 x 27
= 56,7 k

VI - 16
Dari hasil diatas terlihat cara reduksi eksentrisitas memberikan hasil Pu
yang terlalu besar, dibandingkan dengan dua cara lain, ini dapat
dimengerti karena rumus pendekatannya agak kasar, terutama pada
eksentrisitas yang relative kecil.
Spesifikasi LRFD (AISC) hanya menentukan cara menghitung kekuatan
sebuah baut (Ru), tidak menentukan bagaimana cara menghitung beban
baut pada sambungan geser eksentris.
SKSNI mengharuskan beban baut dihitung dengan cara ultimate.

Cara Ultimate : (dengan cara coba-coba)


Kuat rencana baut Ru = 27 Kips Pu
d  x2  y 2 Rv1 5 in = e
R1 R2
 max  0,34 in
Rh1 2
d d1 d2
   max
d max
cg 6 in
R = Ru (1 – e-(10))0,55 O d4
Dicoba titik putar sesaat (O) d3 R4
sejarak e’ = 3 in dari titik pusat R3
3 4
susunan baut (cg)
3 in
e’ = 3 in

No
x y d  R Rv R.d
in in in in Kips Kips Kips cm
1 1,5 3 3,3541 0,211 25,15 11,25 84,36
2 4,5 3 5,4083 0,34 26,50 22,05 143,32
3 1,5 3 3,3541 0,211 25,15 11,25 84,36
4 4,5 3 5,4083 0,34 26,50 22,05 143,32
 66,60 455,36

M  0 Pu e  e   R  d

R  d 455,36
Pu    56,92 Kips
e  e 5  3
V = 0 Pu = RV 56,92  66,60 SALAH

VI - 17
Dari beberapa kali mencoba didapat e’ = 2,40 in

No x y d  R Rv R.d
in in in in Kips Kips Kips cm
1 0,9 3 3,1321 0,216 25,24 7,23 79,06
2 3,9 3 4,9204 0,34 26,50 21,00 130,39
3 0,9 3 3,1321 0,216 25,24 7,23 79,06
4 3,9 3 4,9204 0,34 26,50 21,00 130,39
 56,46 418,90

Rd 418,90
M  0 Pu    56,61 Kips
e  e 5  2,4
V = 0 P u =  RV 56,61  56,460 OK
Pu = 56,60 Kips

2. Suatu sambungan konsol seperti tergambar.


Baut mutu tinggi tipe gesek  20, permukaan bersih, lubang standar.
Diminta : Pu
Jawab : Ru = 1 1,13 . 0,35 . 1 . 14,5 = 5,735 t
Ru =  1,13 m Tb

16 in Pu

1,5 in
3 in
tp = 16 mm
3 in

3 in

3 in
cg
1,5 in

D tf = 18 mm
1,5 in 5,5 in 1,5 in

VI - 18
a). Cara elastis
Mu = 16 Pu
 y2 = 4 (32 + 62) = 180 in2
2
 5,5 
 x2 = 5 x 2 x   = 75,625 in
2

 2 
 x2 + y2 = 255,625 in2
Pu
akibat Pu : Pv1 = = 0,1 Pu
10
16 Pu  2,75
Pv2 = = 0,1721271 Pu
255,625
Akibat Mu :
16 Pu  6
PH = = 0,3755501 Pu
255,625
Pv = 0,2721271 Pu

Ptotal = (0,2721271 Pu )2  (0,3755501 Pu )2 < Ru

= 0,463779 Pu < 5,735 ton


Pu = 12,366 ton

b). Cara reduksi eksentrisitas


1 5
eefektif = 16 = 13 in (baut 2 baris)
2
Mn = 13 . Pu
Pu
Pv1 = = 0,1 Pu
10
13  Pu  2,75
Pv2 = = 0,1398532 Pu
255,625
13  Pu  6
PH = = 0,3051344 Pu
255,625

Ptotal = (0,2398532 Pu )2  (0,3051344 Pu )2 < Ru

= 0,3881193 Pu < 5,735 ton


Pu = 14,776 ton

VI - 19
c). Cara ultimate : b = 3 ; D = 5,5 ; xo = 16 ;  = 0
C = 2,64
Pu = 2,64 . 5,735 = 15,14 ton

d). Bila pada contoh diatas propel baja yang dipakai BJ 37 dan baut yang
dipakai baut tipe tumpu dari BJ 50 ulir tidak pada bidang geser, berapa Pu ?


Ab  22  3,14
Kekuatan Baut : 4
r1  0,50 m 1

Kuat geser : Vd = f . r1 fub Ab m


= 0,75 x 0,5 x 5000 x 3,14 x 1
Vd = 5887,50 kg menentukan !
Kuat tumpu : Rd = f . 2,4 db . tp . fu s > 3d , s1 > 1,5 d
= 0,75 x 2,4 x 2 x 1,6 x 3700
= 21,312 kg tp = 16 mm

Dari perhitungan sebelumnya :


*) Cara elastis : 0,463779 Pu < Vd = 5887,50 kg
Pu < 12695 kg
*) Cara reduksi eksentrisitas :
0,3881193 Pu < Vd = 5887,50 kg
Pu < 15169 kg
*) Cara ultimate :
Pu = 2,64 Vd
= 2,64 x 5887,50 = 15543 kg

6.11. Pendekatan Menentukan Jumlah Baut :


 Untuk sambungan geser sentries jumlah baut paku bisa langsung dicari :
Pu
n n – jumlah baut
Ru

Ru =  Rn Kekuatan rencana baut

VI - 20
 Untuk sambungan geser eksentris, jumlah baut paku harus direncanakan
dulu, baru dikontrol kekuatannya. Sebagai penafsiran jumlah paku awal,
bisa dipakai rumus pendekatan :

6 Mu
n
 Ru
n - jumlah baut
Mu - momen berfaktor yang diterima
- jarak vertikal antar paku
Ru - kekuatan rencana baut

Rumus ini berlaku untuk beban Mu saja dan baut hanya 1 (satu) deret.
 Untuk beban Mu dan Pu, nilai Ru direduksi
 Untuk baut lebih dari 1 deret, nilai Ru dinaikkan.

6.12.Kelompok Baut Yang Memikul Pembebanan tidak Sebidang (Eksentris)


Pada tipe sambungan ini, beban bekerja tidak lagi pada bidang sambungan,
maka akan timbul gaya lintang dan momen lentur pada bidang sambungan itu.

e Pu P
M=Pu.e
Pu
M=Pu.e

= = +

A + B

Untuk sambungan dengan beban (A), maka beban menjadi geser sentries,
Pu
sehingga beban Pu dibagi secara merata pada tiap baut K u  .
n

VI - 21
Untuk sambungan pembebanan (B), momen M merupakan momen yang
menyebabkan sambungan melentur, dimana bagian atas akan mendapat tarikan
dan bagian bawah tekanan.
Bila alat penyambung digunakan baut mutu tinggi tipe gesek, maka akibat
dari pengencang baut akan memberikan gaya tekan pada bidang sambungan, tapi
bila digunakan baut biasa (tipe tumpu) maka gaya tekan ini dapat diabaikan.
Untuk sambungan baut tipe tumpu ini, dapat diselesaikan dengan cara
elastis atau ultimate sedangkan sambungan baut tipe geser diselesaikan dengan
memperhitungkan gaya tekan.

6.11.1. Baut tipe tumpu (Bearing type)


a). Cara Elastis
a1). Cara pendekatan
Methode ini, mengambil anggapan bahwa sambungan yang kena beban
lentur tersebut akan berputar, dengan titik putar pada paku yang terbawah,
sehingga paku-paku akan menerima beban tarik sedemikian rupa sehingga
besarnya sebanding dengan jarak paku terhadap titik putarnya.
Mu = Tu1 . d1 + Tu2 . d2 + Tu3 . d3 + Tu4 . d4 (1)
Tu1 Tu 2 Tu 3 Tu 4 T d T d
   atau Tu1  u1 1 ; Tu 3  u1 3
d1 d2 d3 d4 d1 d1
T1 d 2 T1 d 4
Tu 2  ; Tu 4  (2)
d1 d1

Mu=Puxo

Tu1

Tu2

Tu3 d1
d2
Tu4 d3
d4

VI - 22
Kalau persamaan (2) di substitusikan ke persamaan (1) maka didapat :
2 2 2 2
Tu1 d1 Tu1 d 2 T d T d
Mu    u1 3  u1 4
d1 d1 d1 d1

Tu1 n 2
Mu     di (3)
d1 i 1
Maka beban tarik pada masing-masing paku/baut :
M u d1 M u d2 M u d3 M u d4
Tu1  n
; Tu 2  n
; Tu 3  n
; Tu 4  n
 di2  di2  di2  di2
i 1 i 1 i 1 i 1

Kalau diamati, maka beban tarik max akan diterima oleh paku/baut yang
terjauh dari titik putar.
Baut menerima beban geser sebesar :
Pu Vu
Vu  f uv   r1 f f b  m
b

n Ab

M u d max
Beban tarik max : Tumax   Td   f Tn
d 2
Td = f ft Ab f = 0,75
ft = f1 – r2 fuv < f2 Peraturan 13.2.2.3

a2). Cara “Luasan Transpose”


Pada methode ini, momen lentur yang terjadi, tegangan tarik diterima oleh
paku/baut, sedangkan tekan dipikulkan pada pelat penyambung.

Mu






VI - 23
A
be  n

ya
y1 h
Luasan
Transpose

yb g.n

Tarik yang diterima luasan paku/baut, dapat di transposekan ke luasan


pelat, dengan lebar be.
A
dimana : be  n A = luas penampang baut/paku

 = jarak paku vertical
n = jumlah deret
Mencari letak garis netral
½ b yb2 = ½ be ya2

yb b
b yb2 = be ya2  e
ya b
ya + yb = h
Dari persamaan (1) dan (2), ya dan yb dapat dihitung.
Momen inertia dari luasan Transpose :
1 1
I  be ya  b yb
3 3

3 3
M  ya
Tegangan tarik max : f max 
I
Pada paku/baut yang terjauh dari garis netral (g.n) menerima tegangan :
M u  ymax
fu  ymax = jarak baut terjauh dari garis netral
I
Baut terjauh memikul beban max tarik :
Tu = Ab . fu < f ft Ab

VI - 24
Pu
Beban geser : Vu 
n
Vu
f uv   r1 f f b m
b

Ab
ft = f1 – r2 fuv < f2 Peraturan 13.2.2.3

b). Cara ultimate

Vu
Nu

4 T
3 T d4
2 T d3
d2 gn
1 a

fy (pelat)
b

- Akibat momen terjadi tegang tekan yang dipikul pelat dan tegangan
tarik yang dipikul oleh baut.
- Garis netral didapat dari keseimbangan gaya tekan = gaya tarik.
fyp . a . b =  T T gaya tarik pada 1 baut fyp – tegangan leleh pelat
Baut selain memikul tarik, juga memikul beban geser
V
f uv  u   f  r1 f u
b
kontrol geser
Ab
Kontrol tariknya :
Tu < Td = f ft Ab dimana ft = (1,3 fb – r2 fu < fu
Anggap beban tarik baut = Td (diambil dari Td tarik murni dan
kombinasi geser tarik mana yang
terkecil)
T
Cari garis netral a 
f yp  b

Momen rencana yang dapat dipikul sambungan :


0,90 f yp  a 2b n
MR   Mn    Td  d i
2 i 1

Kontrol Momen berfaktor : Mu <  Mn

VI - 25
6.11.2. Baut mutu tinggi : tipe gesek (Friction type)

e Pu

100
ymax
yn 100
100
100

Akibat momenn lentur Mu = Pu x e


Menimbulkan : bagian atas : geser + tarik
Bagian bawah : geser + tekan
Akibat : Tb sambungan dalam keadaan tekan
Garis netral : pada tengah-tengah
M u  yi M y
I =  Ab . yi2 fbaut =  n u i
I  Ab  yi
2
i 1

Ab  M u  yi M u  yi
Tbaut = Ab . f = 
Ab  yi yi
2 2

M u  ymak
Tmak = Tu =
y 2

 Tu  Pu
Vsisa =  Vn 1    dimana : Vn = 1,13  m Tb
 1,13 Tb  n
Contoh : Pu = 20 t e = 50 cm baut  20
Mu = 20000 . 50 = 1000000 kg cm
y2 = 4 (102 + 202) = 2000 cm2
1000000  20
Tu =  10000 kg
2000
 20  Tb = 14,5 t
Vn = 1,13 . 0,35 . 1 . 14,5 = 5,73 ton  = 0,35 (permukaan bersih)

VI - 26
 Tu 
Vsisa =  Vn 1    = 1 (lubang standard)
 1,13  Tb 

 10 
= 1 . 5,73 1  
 1,13  14,5 
Vs = 2,23 ton
20
Vu = = 2 ton
10
Vs > Vu ok

Contoh :
1. Suatu sambungan konsol seperti tergambar
Propil WF 500 x 200 x 10 x 16 dari BJ 37
Baut tipe tumpu (baut biasa) 30 (ulir tidak pada bidang geser), mutu
A325
Kontrollah kehandalan sambungan tersebut dengan :

a). Cara pendekatan titik putar

b). Cara luasan transformasi

c). Cara ultimate

250 Pu = 75 t

80 Tmax
85
85

85
85
80
35 35
POT. WF
titik putar
WF 500 x 200 x 10 x 16 200

VI - 27
 2
Kuat rencana baut : Ab = (3) = 7,065 cm2
4
Geser : Ru = ϕ Fnv Ab
= 0,75 x 4570 x 7,065= 24215,3 kg
Tumpu : Rn = 1,2 lc t Fu ≤2,4 dtFu
= 1,2 x (8,5-3) x 1,6 x 3700 ≤2,4 x 3 x 1,6 x 3700
= 39072 ≤42624 (OK)
Ru = ϕ Rn= 0,75 x 39072 = 29304 kg
Tarik (ulir) : Ru = ϕ Fnt Ab
= 0,75 x 6200 x 7,065= 32852.25 kg
a). Cara Pendekatan Titik Putar :

- Akibat beban sentries Pu = 75 t

1 baut menerima beban Vu=


Pu 75000
  7500kg  Ru ( geser )  24215,3kg
n 10

- Akibat momen lentur Mu = Pu x e = 75 x 25 = 1875 t cm

Beban tarik max :


M d 1875000  75 1.41  10 8
Tu max = u 2max  
d 
2 8.5 2  17 2  25.5 2  34 2 
4335

= 32526 kg < Ru(tarik) = 32852.25kg

VI - 28
Kontrol interaksi geser dan tarik :
Vu 7500
Frv =  = 1061,6 kg/cm2 < 0,75 x 4750 = 3562,5 kg/cm2
Ab 7.065

Fnt
Fnt'  1,3Fnt  f rv  Fnt
Fnv
6200
Fnt'  1,3  6200  1061,6  6200
0,75  4570
Fnt'  6139  6200

Ru = t f’nt Ab = 0,75 x 6139 x 7.065 = 32529,03 kg


Tu max = 32526 kg < Ru(tarik) = 32529,03 kg

SAMBUNGAN CUKUP KUAT!

B. Cara lusan Transformasi (beban geser sama dengan (A))


Akibat momen lentur :

be

80
85
85 ya
85

85 g.n
80 yb
b=200

200

Baut 30 Ab = 7,065 cm2


Ab  n
be =

7.065  2
=  1,662 cm
8.5

VI - 36
ya b 20
 
yb be 1,662
= 3.47
ya = 3.47 yb
ya + yb = 50
yb = 11,2 cm
ya = 38,8 cm

Ib = 1 b yb3 + 1 be ya3 = 1 (20) (11,2)3 + 1 (1,662) (38,8)3


3 3 3 3
Ib = 41725 cm4

Baut teratas menerima tegangan akibat Mu = 1875000 kg cm


M u  y max 1875000  38,8  8
fmax =  = 1384,1 kg/cm2
Ib 41725
Beban tarik pada baut teratas :
Tu max = fmax x Ab = 1384.1 x 7.065 =9778,7 kg
Tu max = 9778,7 kg < Ru(tarik) = 32852,25 kg
Kontrol interaksi geser dan tarik : (dari perhitungan (A))
Tu max = 9778,7 kg < Ru(tarik+geser) = 32529,03 kg

C. Cara Ultimate :
- Beban geser : sama dengan (A)
- Kuat rencana tarik : dari (A)
Pada ulir : Ru(tarik)= 32852,25 kg (menentukan!)
Pada batang baut (interaksi geser dan tarik) :
Ru(tarik+geser) = 32529,03kg < Ru(tarik)
dipakai T = 32529,03kg
akibat momen lentur : Mu = 1875000 kg cm
mencari garis netral : anggap dibawah baut terbawah
T 10  32529,03
a b fy =  T a= 
bf y 20  2400

VI - 37
a = 6,8 cm < 8 cm (anggapan benar)
 Mn = 0,9 ½ ba fy + 2 x T (y)
2

0,9  20  6,82  2400


  + 2 x 32529.03 (1.2+ 9.7 + 18.2 + 26.7 + 35.2)
2
= 998784+ 5920283.46
 Mn = 6919067.46 kg cm
Mu =1875000 kg cm <  Mn ok.

80
2T
85
2T
85
2T
85
2T
85
a 2T c
80 gn
fy

200

VI - 38
6.12. Sambungan Balok
Karena panjang propi dipasaran itu terbatas, kadang-kadang utnuk sebuah
balok perlu disambung. Misalnya pada potongan I sejarak x dari perletakan A.

x q

A I B

Bid. D
DI

Bid. M

MI

Pada potongan I akan terjadi gaya lintang sebesar DI dan momen lentur
sebesar MI.

I
DI

MI

Pembagian beban pada sambungan


 Gaya lintang (DI) seluruhnya dipikul pelat badan propi
 Momen lentur (MI), disalurkan ke pelat sayap dan pelat badan dengan
pembagian sebagai berikut :
I badan
o Badan menerima : M bd  MI
I propil

o Sayap menerima : M sayap  M I  M bd

Sambungan Sayap :

VI - 40
Momen yang dipikul sayap, dijadikan sepasang gaya kopel, sehinga
sambungan pada sayap menerima beban geser sentries sebesar gaya
kopel tersebut :

M sayap
T T
h

h
h - tinggi propil
T
Msayap

Sambungan Badan :
Momen pada pelat badan dan gaya lintang, akan bekerja sebagai beban
geser eksentris dan momen puntir pada sambungan pelat badan.

DI Mbadan

Contoh :
Balok dari propil WF 500 x 200 x 9 x 14 BJ 37

Pu Pu
Pu = 14440 kg
A B qu = 120 kg/m’
1,50 m RA = ½`qu l + Pu = ½ (120) 7,5 + 144

2,50 m 2,50 m 2,50 m = 14890 kg


 Rencanakan sambungan
balok pada jarak 1,50 m dari dengan sambungan baut tpe tumpu,BJ 41.

Sabungan memikul beban :


Du = RA – qu . 1,5 = 14890 – 120 x 1,5 = 14710 kg
Mu = RA . 1,5 – ½ qu (1,5)2

VI - 41
= 14890 x 1,5 – ½ (120) 1,52 = 22200 kgm

Pembagian beban momen :

I bd
1
0,949,63
M u badan  Mu  12  22200  4848,92
I prop 41900

Mu sayap = Mu – Mu bd = 22200 – 4848,92 = 17351,08 kgm

Sambungan sayap :
 Direncanakan dengan baut biasa 24 (A325) (ulir tidak dibidang geser)
 2
Ab = (3) = 4,52 cm2
4
 S1 > 1,5 d ; S > 2 2/3 d
 Pelat buhul t = 14 mm sama dengan tf
Kuat nominal baut :
 Geser Rn = Fnv Ab
= 4570 x 4.52= 20656,4 (menentukan)
 Tumpu Rn = 1,2 lc t Fu ≤2,4 dtFu
= 1,2 x (7-2,4) x 1,4 x 3700 ≤2,4 x 2,4 x 1,4 x 3700
= 28593,6≤29836.8 (OK)
Rn (tumpu) > Rn (geser)
Momen sayap Mu = 17351,08 kgm
M u 1735108
Gaya kopel sayap Tu    34982 kg
d 49,6
Tu
Jumlah baut yang diperlukan : n
 Rn
34982
n  2.26 dipasang 4 baut
0,75  20656.4

Sambungan pelat badan :


Beban yang bekerja : Du = 14710 kg
Mu bd = 4848,92 kgm
 Direncanakan baut 27 (A325), 2 deret,  = 100 m

VI - 42
 Ulir tidak pada bidang geser
 S1 > 1,5 d ; S > 2 2/3 d
 Pelat simpul 2 x 6 mm

 Ab = (2,7)2 =5,72 cm2
4
Kuat rencana baut :
Geser Ru = ϕ Fnv Ab
= 0,75 x 4570 x 5,72 x 2 = 39210,6 kg >Ru (Tumpu)
Tumpu Rn = 1,2 lc t Fu ≤2,4 dtFu
= 1,2 x (8-2,7) x 0.9 x 3700 ≤2,4 x 2,4 x 0.9 x 3700
= 21178.8≤21578 (OK)
Ru = ϕ Rn= 0,75 x 21178 = 15883.5 kg (menentukan)
Dengan cara elastis :
Momen yang bekerja pada titik berat sambungan badan :
Mu total = Mu bd + Du x e e ~ 100 mm
= 4848,92 + 14710 x 0,09
Mu T = 6172,82 kgm

6 Mu
Perkiraan jumlah baut : n
 Ru
 Disamping beban momen, sambungan memikul beban
Ru direduksi 0,70
 Susunan baut lebih dari 1 deret Ru dinaikkan 1,2

6  617282
n  5.27 dicoba 8 baut
100,70  1.2  15883.5

50 80 50 50 80 50

80
80
80
80 cg
80

VI - 43
Du 14710
Akibat Du : K uv1    1838,75 kg
n 8
Akibat MUT : (x2 + y2) = 8(42) + 4(42 + 122) = 768
M UT  x 617282  4
K uv2    3215,01 kg

x y
2 2
 768

M UT  y 617282  12
K UH    9645,03kg

x y
2 2
 768

KU TOTAL = Kur 2  Kuh 2 = 10888,83 kg >  Vn = 39210,6 kg (ok)


Sambungan cukup kuat !

VI - 44
BAB VII
SAMBUNGAN LAS

7.1. Pengertian Sambungan Las


Las : Penyatuan dari dua macam logam
Cara : Pengikatan metalurgi dengan melelehkan logamnya.

electrode
coating

Faedah Coating : Melindungi logam yang meleleh dari pengaruh udara


dengan terak dan gas pelindung.
Untuk memungkinkan penambahan alloy dan bahan
peleleh.
Agar penggunaan, energie/busur listrik efektif.

Mutu Las tergantung :

Teknik Melas : - detail cara melas


- keahlian tukang las

Metalurgi : - makin besar kadar C, makin sulit pengelasan.


- makin lamban pendinginan makin ulet dan sebaliknya kalau
pendinginan berlaku cepat makin getas.
- pada temperature yang terlalu tinggi pada pelelehan baja
dapat mengandung gas mengakibatkan las kropos.

VII - 1
7.2. Macam-macam Sambungan Las

Las Tumpul - seluruh ketebalan pelat tersambung dengan bahan las

Las Sudut - tidak seluruh ketebalan las tersambung dengan las

7.3. Cacat Las Tidak terisi penuh


Under cutting :
tidak seluruh pelat yang leleh terisi las

Lack of fusien
tidak seluruh pelat leleh Tidak leleh

Incomplete
penetration
Tidak terisi
las tidak mengisi seluruh ketebalan pelat

7.4. Keuntungan Sambungan Las


 Hemat Bahan Baja
 Pengerjaan Yang Cepat
 Bentuk Lebih Bagus
 Konstruksi Akan Lebih Kuntinus

7.5. Kekuatan Sambungan Las


Pada umumnya dipakai mutu kawat las > mutu baja

VII - 2
7.5.1. Las Tumpul
Las tumpul penetrasi penuh kekuatan rencana sama dengan kapasitas
nominal bagian yang lebih lemah dikalikan faktor reduksi (
Kalau bahan las mutunya > baja dasar
Kekuatannya ditentukan oleh bahan dasar yang disambung.

Bahan Las : FEXX


FE60XX , FE70XX , FE80XX , FE90XX , FE100XX , FE110XX
E – Elektrode
60, 70, 80, 90, 100, 110  menunjukkan kekuatan tarik minimum dalam
KSI. (1 ksi = 70,3 kg/cm2)
Digit dibelakangnya xx, menunjukkan tipe coatingnya.

7.5.2. Las Sudut


 Biasa dibuat dengan kaki yang sama
 Lintasan kritis keruntuhan las selalu mencari jarak yang minimal (te) tebal
las efektif.

a b
te 
te = 0,707.a a 2  b2
a,b – tebal kaki las sudut
a
a te – tebal efektif las sudut
l – panjang las sudut
kaki las
a b

a : te = 0,707 a

w
a

syarat sambungan
l>4a
l>w
> 40 mm tp – tebal pelat terkecil
w > 32 tp

VII - 3
Masih ingat
l > 2w U=1
2w > l > 1,5w U = 0,87
1,5w > l > w U = 0,75
Bila l < 4a l efektif = 0,25l
Mengapa, karena ujung las pembentukannya tidak sempurna

Luas Las = le. Awe


Kekuatan nominal las sudut persatuan panjang :
Kuat Nominal Las : Rn = Fnw Awe
Fnw = 0.6 FEXX (1+0.5sin1.5ϴ)
Kuat Nominal Logam Dasar : Rn = FnBM ABM
Kuat Sambungan : Ru ≤Rn (DFBK), atau Ra ≤Rn/Ω (DKI)
Dimana: dan Ω =2.00

Ukuran Maksimum/Minimum Las sudut


Ukuran minimum las sudut yaitu sesuai tabel J2.4 berikut:

Ukuran Maksimum Las Sudut dari bagian-bagian yang tersambung yaitu:


1. Sepanjang tepi material dengan ketebalan kurang dari 6 mm; tidak
lebih besar dari ketebalan material
2. Sepanjang tepi material dengan ketebalan 6 mm atau lebih; tidak
lebih besar dari ketebalan material dikurangi 2 mm, kecuali las
yang secara khusus diperlihatkan pada gambar pelaksanaan untuk
memperoleh ketebalan throat-penuh. Untuk kondisi las yang sudah
jadi, jarak antara tepi logam dasar dan ujung kaki las boleh kurang
dari 2 mm bila ukuran las secara jelas dapat diverifikasi.

VII - 4
Tebal Las Maksimum Untuk Kekuatan Berimbang
POT : a – a 2 kekuatan las = 1 kekuatan pelat (t1)
Rn (las) =  Rn (logam dasar)
 . 2 . Fnw Awe=  . fnBM ABM
V
 . 2 . 0.6 FEXX (1+0.5sin1.5ϴ) a . 0,707 . l=  . 0.6Fu
t1.l
0,6 fu t1
aef max =
b b 2  0,707  0,6  FEXX (1 + 0.5sin 1.5 )
a t1 Fu
twef = 0,707 . . t1
a FEXX (1 + 0.5sin 1.5 )
t2 POT : b – b  1 kekuatan las = 1 kekuatan pelat (t2)
 . a . 0,707 . 0,6 . FEXX (1+0.5sin1.5ϴ) =  : 0,6 Fu . t2
fu
aef mak =1,41 . t2 fu – tegangan putus pelat
FEXX (1 + 0.5sin 1.5 )
FEXX – tegangan putus las

7.6. Penyebaran Beban pada Sambungan Las


Type Pembebanan Seperti Pada Sambungan Baut
Jenis Pembebanan Ada 3 Type

7.6.1. Geser Sentris  beban disebar secara merata pada luas las.

P
Pu
f  ............. A = (2b +d) te
A

d f <  . 0,6 . fu  = 0,75


fu : tegangan patah las

7.6.2. Geser Puntir  sambungan memikul beban geser sentris (a)


dan momen puntir (b)

VII - 5
e P P
P.e

= +
b

akibat geser sentris P


M fvP 
A
h
Ip = Ix + Iy Ip – momen inersia polar
v 
y r akibat momen puntir f m  M  r
Ip

M x
fvm 
Ip
x My
fHm 
Ip

Tegangan maksimum diterima oleh titik dengan r yang maksimum.

Tegangan Total : ftotal   fv 2   f H 2


ftotal    0,6  fu  = 0,75
7.6.3. Geser Lentur  sambungan memikul beban geser sentris (a) dan momen lentur (b)

Pu
e Pu Mu = Pue

= +

a b

VII - 6
a akibat beban geser sentris Pu
f vp    A  Luas Las
A

M uY M u
b akibat momen lentur x fHM  
Ix S

y fMH

ftotal   fv 2   f H 2
ftotal    0,6  fu  = 0,75
Untuk Perencanaan :
dimisalkan : te = 1 cm  Hit : A, S, Ip
: Fnw=.0,6 . FEXX(1+0.5sin1.5ϴ)
f total
tebal efektif : t e   1cm
 Fnw
te
tebal kaki las : a 
0,707

Contoh : 1

PL : 16 x 200
PL : 16 x 100 Baja : BJ : 37
Fu Las : FE70.xx (KSI)
W 100
Fu = kapasitas batang
a=?
100
L
Plat Simpul Dianggap Kuat
Jawab
Kekuatan Batang
Leleh :
Ru =  Ag .Fy = 0,9(DFBK) . 1,6 . 10 . 2400 = 34560 kg

VII - 7
10
Putus : L/W = =1  U = 0,75
10
Ae = 0,75 . 10 . 1,6 = 12 cm2
Ru =  Fu . Ae = 0,75(DFBK) . 3700 . 12 = 33300 kg < 34560 kg
Kekutan batang : Fu = 33300 kg (putus menentukan)
Sambungan :  Misal : te = 1 cm
A = 2 .1.10 = 20 cm2
fh = 33300/20 = 1665 kg/cm2 . <  Fnw
<  Fnw =  . 0,6 . FE70xx = 0,75 . 0,6 . 70 . 70,3
< 2214 kg/cm2
fh
te   te > 1665/2214 = 0,7518 cm
Fnw
te 0,7518
a  a  1,06 cm
0,707 0,707
syarat : a maks/min
a min > 6 mm
tebal plat : 16 mm
a max < (16 - 2) = 14 mm
3700
a ef mak = 1,41 . 1,6 = 1,55 cm
70  70,3
> a min
a = 1,06 cm < a maks  dipakai a = 11 mm
< a ef mak

VII - 8

Anda mungkin juga menyukai