Embung
Dampak kekeringan dan banjir kini dirasakan semakin besar dan resiko pertanian
semakin meningkat dan sulit diprediksi. Sementara itu, tekanan penduduk yang
luar biasa menyebabkan kerusakan hutan dan daur hidrologi tidak terelakkan lagi.
Indikatornya, debit sungai merosot tajam di musim kemarau, sementara di musim
penghujan debit air meningkat tajam. Rendahnya daya serap dan kapasitas simpan
air di DAS ini menyebabkan pasokan air untuk pertanian semakin tidak menentu.
Kondisi ini diperburuk dengan terjadinya kekeringan agronomis akibat pemilihan
komoditas yang tidak sesuai dengan kemampuan pasokan airnya. Gadu nekad
adalah teladannya.
Untuk mengatasi kekeringan, maka salah satu strategi yang paling murah, cepat
dan efektif serta hasilnya langsung terlihat adalah dengan memanen aliran
permukaan dan air hujan di musim penghujan melalui water harvesting. Teknologi
ini sudah berkembang sangat pesat dan luas tidak saja di negara maju seperti
Eropa, Amerika dan Australia, melainkan juga di negara seperti China yang padat
penduduk dan luas pemilikan lahannya sangat terbatas. Upaya water harvesting
yang dibarengi dengan memperbesar daya simpan air tanah di sungai, waduk dan
danau yang akan dapat menjaga pasokan sumber-sumber air untuk keperluan
pertanian, domestik, municipal dan industri. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
untuk memanfaatkan limpahan air hujan adalah dengan membangun embung (
onfarm reservoir).
Buku Pedoman Teknis Konservasi Air Melalui Pengembangan Embung ini disusun
untuk memberikan informasi praktis bagi para petugas terkait dalam melakukan
upaya melestarikan keberadaaan air. Pedoman ini supaya ditindaklanjuti dengan
penyusunan juklak di propinsi dan juknis di kabupaten agar petugas dapat
memahami dan melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya
sehingga tujuan dan sasaran kegiatan ini dapat terwujud sesuai harapan yang ingin
dicapai.
Semoga buku ini dapat bermanfaat dan membuka wawasan lebih luas bagi petugas
dalam menerapkan kaidah-kaidah konservasi air.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air merupakan sumber daya dan faktor determinan yang menentukan kinerja
sektor pertanian, karena tidak ada satu pun tanaman pertanian dan ternak yang
tidak memerlukan air. Meskipun perannya sangat strategis, namun pengelolaan air
masih jauh dari yang diharapkan, sehingga air yang semestinya merupakan sehabat
petani berubah menjadi penyebab bencana bagi petani. Indikatornya, di musim
kemarau, ladang dan sawah sering kali kekeringan dan sebaliknya di musim
penghujan, ladang dan sawah banyak yang terendam air.
Secara kuantitas, permasalahan air bagi pertanian terutama di lahan kering adalah
persoalan ketidaksesuaian distribusi air antara kebutuhan dan pasokan menurut
waktu ( temporal) dan tempat ( spatial). Persoalan menjadi semakin kompleks,
rumit dan sulit diprediksi karena pasokan air tergantung dari sebaran curah hujan
di sepanjang tahun, yang sebarannya tidak merata walau di musim hujan sekalipun.
Oleh karena itu, diperlukan teknologi tepat guna, murah dan aplicable untuk
mengatur ketersediaan air agar dapat memenuhi kebutuhan air ( water demand)
yang semakin sulit dilakukan dengan cara-cara alamiah ( natural manner).
Teknologi embung atau tandon air merupakan salah satu pilihan yang menjanjikan
karena teknologinya sederhana, biayanya relatif murah dan dapat dijangkau
kemampuan petani.
Embung atau tandon air merupakan waduk berukuran mikro di lahan pertanian (
small farm reservoir) yang dibangun untuk menampung kelebihan air hujan di
musim hujan. Air yang ditampung tersebut selanjutnya digunakan sebagai sumber
irigasi suplementer untuk budidaya komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi (
high added value crops) di musim kemarau atau di saat curah hujan makin jarang.
Embung merupakan salah satu teknik pemanenan air ( water harvesting) yang
sangat sesuai di segala jenis agroekosistem. Di lahan rawa namanya pond yang
berfungsi sebagai tempat penampungan air drainase saat kelebihan air di musim
hujan dan sebagai sumber air irigasi pada musim kemarau.
Sementara pada ekosistem tadah hujan atau lahan kering dengan intensitas dan
distribusi hujan yang tidak merata, embung dapat digunakan untuk menahan
kelebihan air dan menjadi sumber air irigasi pada musim kemarau. Secara
operasional sebenarnya embung berfungsi untuk mendistribusikan dan menjamin
kontinuitas ketersediaan pasokan air untuk keperluan tanaman ataupun ternak di
musim kemarau dan penghujan.
B. Tujuan
1. Menampung air hujan dan aliran permukaan ( run off) pada wilayah
sekitarnya serta sumber air lainnya yang memungkinkan seperti mata air,
parit, sungai-sungai kecil dan sebagainya.
2. Menyediakan sumber air sebagai suplesi irigasi di musim kemarau untuk
tanaman palawija, hortikultura semusim, tanaman perkebunan semusim dan
peternakan.
C. Sasaran
1. Tertampungnya air hujan dan aliran permukaan ( run off) pada wilayah
sekitarnya serta sumber air lainnya yang memungkinkan.
2. Tersedianya air untuk suplesi irigasi di musim kemarau untuk tanaman
palawija, hortikultura semusim, tanaman perkebunan semusim dan
peternakan.
D. Istilah
Dalam Pedoman Teknis ini akan dijumpai istilah-istilah yang memiliki pengertian
sebagai berikut :
1. Embung.
Embung adalah bangunan konservasi air berbentuk kolam untuk
menampung air hujan dan air limpasan ( run off) serta sumber air lainnya
untuk mendukung usaha pertanian, perkebunan dan peternakan.
2. Dinas Pertanian
Dinas Pertanian adalah dinas yang di dalam tugas pokok dan fungsinya
mendapat mandat di bidang pertanian tanaman pangan dan hortikultura,
perkebunan dan peternakan.
II. PELAKSANAAN
A. Persyaratan Lokasi
1. Bersedia menyediakan lahan untuk embung tanpa ganti rugi dan dinyatakan
dalam surat pernyataan.
2. Kelompok tani yang terpilih adalah kelompok tani yang telah ada
sebelumnya, bukan kelompok tani yang baru dibentuk karena ada kegiatan
ini.
3. Bersedia mengoperasikan, memelihara bangunan secara berkelompok dan
bersedia menanggung biaya operasional dan pemeliharaan dan dinyatakan
dalam surat pernyataan.
C. Survey CP/CL
D. Pencatatan Koordinat
Lokasi embung yang akan dibuat supaya dicatat koordinat geografisnya yang
meliputi :
– Lintang dan bujur
– Ketinggian lokasi (dpl)
dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) atau dengan ekstrapolasi
peta topografi yang tersedia. Data koordinat sumur resapan ini selanjutnya
diperlukan untuk menyusun sistem basis data pengelolaan lahan dan air sekaligus
memantau kinerja pelaksanaan kegiatan yang telah berjalan.
E. Desain Sederhana
G. Konstruksi
b. Volume galian merupakan volume air yang akan ditampung. Besaran volume
yang dibuat minimal 170 m3. Besaran volume embung ini akan tergantung kepada
konstruksi embung yang akan digunakan atau ada partisipasi dari masyarakat.
Embung dengan kontruksi sederhana (tanpa memperkuat dinding) dimungkinkan
akan lebih luas dari volume minimal tersebut.
Gambar 2. Sketsa Bentuk Embung Tampak Atas Dan Samping
2. Menggali Tanah
a. Prinsip tahapan ini adalah agar embung tidak mudah retakdan air yang telah
berada embung tidak bocor. Jika struktur tanah yang ada kuat dan memungkinkan
air di embung tidak bocor, maka kegiatan ini tidak diperlukan. Penguatan dinding
embung ini juga dapat dilakukan pada bagian-bagian tertentu yang rawan bocor,
seperti pada Gambar 3.
b. Untuk memperkokoh dinding embung, ada beberapa bahan yang bisa digunakan
tergantung dari bahan/material yang mudah diperoleh di lokasi dan biaya yang
tersedia. Adapun bahan/material yang dapat dipakai untuk dinding embung antara
lain pasangan batu bata, pasangan batu kali, pasangan beton. Proses pembuatan
dinding embung seperti membangun kolam, kemudian permukaan dinding embung
dapat dilapisi dengan adukan pasir dan semen.
c. Jika diperlukan dasar embung dapat dipasangi batu bata/batu kali yang dilapisi
semen agar tidak bocor.
d. Untuk mengurangi longsor pada dinding embung, dapat dibuat tangga atau
undakan di sekeliling dinding selain dapat juga berfungsi untuk mempermudah
pengambilan air.
Pelimpas air sangat diperlukan bagi embung yang dibuat pada alur alami atau
saluran drainase. Hal ini untuk melindungi bendung sekaligus mengalirkan air
berlebih. Demikian pula pembuatan saluran pembuangan bagi embung. Secara
skematis embung dapat direpresentasikan pada gambar berikut:
Gambar 5. Desain Sederhana Embung
H. Pengawasan
I. Pembiayaan
Biaya disediakan melalui dana Tugas Pembantuan, yang terdiri dari Belanja Uang
Honor Tidak Tetap yang digunakan untuk upah tenaga (Padat Karya) sebesar 50%
(Rp. 25 juta/unit), dan Belanja Lembaga Sosial lainnya, digunakan untuk
pembelian bahan bangunan sebesar 50% (Rp. 25 juta/unit). Biaya Belanja
Lembaga Sosial Lainnya semua akan ditransfer ke rekening kelompok tani setelah
mereka membuat proposal rencana kebutuhan biaya pembangunan embung.
Proposal harus disetujui oleh Kepala Desa dan Kepala Dinas Pertanian
Kabupaten/Kota.
Rangkaian kegiatan pelaksanaan pembangunan dam parit agar dibuat jadwal
palang untuk alat kontrol pengawasan dan pembinaan. Contoh jadwal palang yang
dimaksud adalah seperti Lampiran 1.
A. Keluaran ( Output)
B. Hasil ( Outcome)
Tersedianya air untuk usaha pertanian pada saat diperlukan (sebagai suplesi).
C. Manfaat ( Benefit)
D. Dampak ( Impact)
1. Apabila lahan bertopografi miring (Iereng), maka air dapat dialirkan dari
petak ke petak lahan usahatani secara gravitasi.
2. Apabila lahan agak datar, maka dapat digunakan teknik irigasi pompa
(bertekanan seperti tetes, sprinkler, atau disalurkan langsung ke lahan), atau
dengan alat manual lainnya.
Kebutuhan air tanaman harus menjadi acuan utama dalam pemberian air irigasi
suplementer.
Untuk menjaga keberlanjutan embung, maka beberapa komponen pemeliharaan
embung yang perlu mendapatkan perhatian antara lain :
b. Pelaporan
1) Laporan Perkembangan.
Laporan ini berisi antara lain data dan informasi tentang perkembangan
pelaksanaan fisik dan keuangan.
Perkembangan realisasi pelaksanaan fisik kegiatan agar dilakukan pembobotan.
Penilaian pembobotan pekerjaan hanya dilakukan terhadap kegiatan yang didanai
dari dana Tugas Pembantuan.
Laporan pelaksanaan ini agar dibuat sebagai laporan bulanan (format laporan lihat
Lampiran 2). Laporan
tersebut ditujukan ke Dinas Pertanian/Perkebunan/Peternakan Propinsi dengan
tembusan Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air Cq. Dit. Pengelolaan Air dengan
alamat Jl. Taman Margasatwa No. 3 Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
2) Laporan akhir
V. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Syafruddin Karama, Kekeringan dan Banjir, Bom Besar Bagi Pertanian Indonesia,
Harian Suara Pembaharuan, 16 September 2004, Jakarta
Sumber: pla.deptan.go.id/pedum2007/
Embung Air
1. Pembuatan Rancangan Embung Air
a. Persiapan
Sesuai norma yang berlaku rancangan teknis prosedural pembuatan embung air
sama dengan pembuatan dam pengendali/dam penahan.
c. Hasil Kegiatan
Sebagai hasil kegiatan dari penyusunan rancangan berupa buku rancangan yang
dilengkapi dengan lampiran data, gambar dan peta serta telah disahkan oleh
instansi terkait yang berwenang. Gambar skematis tentang bangunan embung air
dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.
Gambar 1. Sketsa Embung Air
a. Persiapan
b. Pembuatan
1. Penggalian tanah (kemiringan galian 100%, kedalaman 2,5 – 3 m).
2. Pembuatan saluran pelimpah dan saluran pembagi air
3. Pemadatan/pelapisan badan embung air dengan tanah liat, batu kapur,
plastik atau dengan pasangan batu
4. Pemasangan gebalan rumput
c. Pemeliharaan
d. Organisasi Pelaksana
e. Jadwal Kegiatan
f. Hasil Kegiatan
Bangunan embung yang telah dibuat sesuai rancangan, dan untuk pemeliharaan
diserahkan kepada aparat desa/kelompok tani.
Embung
Pengertian
Bangunan konservasi air berbentuk kolam untuk menampung air hujan dan air
limpahan atau air rembesan di lahan sawah tadah hujan yang berdrainase baik.
Sketsa Embung
Tujuan
Persyaratan Teknis
Gambar Teknis
Gambar 1. Tata Letak Embung yang ideal dalam Siklus Air. Sumber: Tim
Peneliti BP2TPDAS IBB 2002.
Ketika banjir melanda Bandar Lampung, ramai didengungkan oleh beberapa pihak
termasuk Pemkot Bandar Lampung tentang urgensi pembangunan embung.
Menurut catatan penulis, telah lebih dari setahun ini tema tersebut serius diusung.
Tahun lalu, Pemkot Bandar Lampung dalam urusan embung mulai memasuki
tahap DED (detail engineering design), kemudian mulai tahun 2007 ini akan segera
dibangun di beberapa tempat dan akan terus berlanjut di tahun-tahun mendatang.
Karena, membangun embung atau penyebutan embung tersebut jika tanpa merujuk
ketentuan atau konsep yang ada akan berpotensi menimbulkan misunderstanding
pada beberapa kalangan. Yang hal itu jelas akan dapat mengarah ke
misinterpretation dalam penerapan di lapangan.
Konservasi Air
Berdasar peristilahan di atas maka embung dapat digolongkan sebagai salah satu
upaya atau teknik pemanenan air (water harvesting) yang sangat sesuai di segala
jenis agroekosistem. Di lahan rawa namanya pond, yang berfungsi sebagai tempat
penampungan air drainase saat kelebihan air di musim hujan dan sebagai sumber
air irigasi pada musim kemarau.
Sementara, pada ekosistem tadah hujan atau lahan kering dengan intensitas dan
distribusi hujan yang tidak merata, embung dapat digunakan untuk menahan
kelebihan air dan menjadi sumber air irigasi pada musim kemarau.
Secara historis dan teoritis, konsep dasar konservasi air adalah jangan membuang-
buang sumber daya air. Pada awalnya konservasi air diartikan sebagai penyimpan
air dan menggunakannya untuk keperluan yang produktif di kemudian hari.
Konsep ini disebut konservasi segi suplai. Perkembangan selanjutnya mengarah
pada pengurangan atau pengefisienan penggunaan air, dikenal sebagai konservasi
sisi kebutuhan.
Konservasi air yang baik merupakan gabungan dari kedua konsep tersebut, yaitu
menyimpan air di kala berlebihan dan menggunakannya sesedikit mungkin untuk
keperluan tertentu yang produktif. Sehingga, konservasi air domestik berarti
menggunakan air sesedikit mungkin untuk mandi, mencuci, menggelontor toilet,
dan penggunaan rumah tangga lain.
Beberapa teknik konservasi air antara lain dengan pembuatan embung, sumur
resapan, rorak, dam aprit dan cara lain untuk mengurangi penguapan (evaporasi)
dengan memanfaatkan mulsa.
Berdasarkan penjelasan di atas maka kembali kita dapat melihat dan menilai
apakah benar Pemkot Bandar Lampung sedang berupaya membangun bangunan
yang berfungsi untuk konservasi air. Kalau itu yang dilakukan tentunya apresiasi
dan dukungan patut diberikan kepada pemerintah. Salah besar jika ada yang berani
menentang atau menolaknya.
Akan tetapi, perlulah ditelisik lebih dalam upaya pembangunan embung ini. Dari
wacana yang ada tampaknya Pemkot Bandar Lampung akan membangun embung
di beberapa tempat yang jauh dari sumber air yang bersih, bahkan nyaris tidak ada
alias minim.
Air yang bakal mengisi embung berasal dari saluran drainase yang ada di sekitar
embung yang akan dibangun tersebut. Karena, tujuannya adalah untuk mengurangi
kelebihan debit air saja dari saluran drainase yang berpotensi menimbulkan banjir.
Namun, seperti diketahui bersama, saluran drainase di kota ini, baik itu yang alami
seperti sungai ataupun buatan seperti selokan sangat diragukan kualitasnya.
Penelitian dari Haris Kadarusman, dkk (2006) dari Politeknik Kesehatan
Tanjungkarang mempertegas realita di atas.
Akibatnya, produksi limbah cair juga meningkat, yang selanjutnya diikuti dengan
meningkatnya pencemaran/polusi air.
Parahnya, sistem drainase Bandar Lampung saat ini adalah sistem drainase
campuran, yakni sistem drainase yang selain berfungsi mengalirkan air hujan yang
bersih juga bercampur dengan air kotor atau limbah yang berasal dari domestik
penduduk maupun industri.
Jika demikian, kondisi air yang ada di dalam embung nantinya, maka manalah
mungkin secara optimal dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan seperti
sumber air bersih untuk warga, petani, peternak maupun petambak seperti definisi
yang diungkap di atas.
Lebih-lebih jika akan digunakan untuk wisata atau taman rekreasi masyarakat,
sungguh tidak tepat. Di samping itu pula sangat diragukan kontinuitas ketersediaan
air yang akan mengisinya. Ada dua kemungkinan jika embung tetap dibangun.
Pertama, air yang terus ditahan tidak diganti-ganti karena minimnya pasokan air
tersebut akan menebar aroma yang tidak sedap dan jelas akan merusak
pemandangan karena proses pembusukan di dalamnya.
Kalau itu yang diambil maka Pemkot Bandar Lampung sangat perlu melakukan
upaya terpadu, yakni juga membangun IPAL (instalasi pengolahan air limbah)
buatan atau yang alami, misalnya, dengan “taman tanaman air” untuk
menjernihkan air buangan tersebut (self purification, eco-sanitary atau eco-san).
Pilihan kedua adalah nantinya akan dikuras habis manakala hujan berhenti,
sehingga tinggalah embung tersebut yang kosong. Jelas itu bukan embung, lebih
tepat disebut dengan bangunan kolam retensi (detention pond atau retarding basin).
Karena, bangunan jenis ini hanya berfungsi manakala kapasitas saluran drainase
sudah diduga akan limpas dan menimbulkan banjir. Daripada air menggenangi
permukiman penduduk atau fasilitas vital lainnya, lebih baik ditahan dulu di suatu
tempat untuk nantinya dilepas kembali jika hujan telah reda.
Pasti akan ada sanggahan yang menyatakan bahwa itukan hanya perbedaan istilah
saja antara embung dengan kolam retensi. Namun, penulis justru memandang
bahwa dari perbedaan itulah akan berimbas dan merembet ke banyak hal.
Mulai dari perbedaan jenis survei yang akan dilakukan, lalu metode kajian atau
studi yang harus dipikirkan, selanjutnya analisis dampak lingkungan yang harus
diperhitungkan masak-masak, kemudian perencanaan apa yang harus dibuat akibat
perbedaan bangunan pelengkap yang sedikit berbeda sampai nantinya berujung
pada upaya operasional dan perawatannya.
Di Jepang, kolam retensi merangkap sebagai lahan parkir dalam basement. Jika
hujan deras difungsikan untuk menampung air, tapi jika telah dibuang airnya maka
akan menjadi lahan untuk parkir. Hal ini dilakukan untuk menyiasati daerah-daerah
yang tidak bisa tidak pasti akan mengalami banjir alias langganan banjir.
Karena, bangunan atau gedung tersebut berada di daerah rendah yang dalam hal ini
amat sangat sulit untuk direlokasi mengingat pentingnya bangunan atau gedung
tersebut. Atau, biaya yang diperlukan untuk merelokasi dengan pembuatan kolam
retensi ternyata lebih realistis pilihan kedua dibanding pilihan pertama.
Sedangkan untuk lokasi yang masih luas dan lapang maka penggunaan kolam
retensi dapat dioptimlakan dengan menambah fungsi lain yang memiliki nilai
manfaat yang cukup tinggi pula dilihat dari sisi ekonomisnya. Seperti, kolam
retensi terbuka yang berfungsi juga untuk lahan olahraga bagi masyarakat sekitar.
Contoh itu dapat dilihat secara nyata di banyak tempat, seperti di Kirigauka
Regulating Pond yang berada dekat Sungai Tsurumi. Pada kolam ini tersedia
lapangan tenis yang banyak. Manakala hujan deras melanda dan diprediksi akan
banjir, maka tempat tersebut dikosongkan dan segera akan berubah menjadi danau.
Namun, dalam kondisi normal alias tidak hujan maka kolam tersebut akan menjadi
tempat berolahraga tenis, yang akan dimanfaatkan dengan maksimal oleh
masyarakat.
Sekali lagi, memang keduanya, baik embung atau kolam retensi dapat mengurangi
potensi banjir. Namun, kriteria dan konsep dasar pembangunan dari kedua
bangunan air ini berbeda. Sehingga, jangan dibolak-balik, misalnya, penyebutan
embung itu serupa dengan kolam retensi, dan kolam retensi itu adalah embung.
Atau yang berkembang saat ini asumsi beberapa pihak menyebut embung itu
adalah kolam ikan. (Lampung Post, edisi 8 Mei). Jelas ini tidak tepat, walaupun
seperti penjelasan semula bahwa embung dapat juga digunakan sebagai budi daya
ikan, tapi fungsi embung yang utama bukanlah sebagai kolam ikan.
Kolam retensi, kolam ikan bisa dibangun di mana saja alias tak perlu harus melulu
disuplai air bersih, air kurang bersihpun bisa, sedangkan embung tidak, yakni harus
air bersih yang dapat dimanfaatkan secara maksimal. Nah, sekarang terserah
Pemkot Bandar Lampung hendak membangun apa. Mau membangun embung
silakan, mau membangun kolam retensi juga monggo, atau mau membangun
kolam ikan pun boleh, asal sesuai dengan kriteria, kajian, dan peruntukannya.
Bukan begitu? n
Sumber: Lampung Post, Rabu, 30 Mei 2007
PERSYARATAN LOKASI
Tekstur tanah:
Agar fungsinya sebagai penampung air dapat terpenuhi, embung sebaiknya dibuat
pada lahan dengan tanah liat berlempung.
Pada tanah berpasir yang porous (mudah meresapkan air) tidak dianjurkan
pembuatan embung karena air cepat hilang. Kalau terpaksa, dianjurkan memakai
alas plastik atau ditembok sekeliling embung.
KEMIRINGAN LAHAN
Pada lahan yang datar akan sulit untuk mengisi air limpasan ke dalam embung.
Pada lahan yang terlalu miring (> 30%), embung akan cepat penuh dengan
endapan tanah karena erosi.
LOKASI
Penempatan embung sebaiknya dekat dengan saluran air yang ada disekitarnya,
supaya pada saat hujan, air di permukaan tanah mudah dialirkan kedalam embung.
Lebih baik lagi kalau dibuat di dekat areal tanaman yang akan diairi.
Lokasinya memiliki daerah tangkapan hujan.
UKURAN EMBUNG
Apabila air embung akan digunakan untuk mengairi padi dianjurkan untuk
mengairi hanya pada saat-saat tertentu, seperti pada stadia primordia, pembungaan
dan pengisian bulir padi. Sedangkan setiap kali mengairi tanah, cukup sampai pada
kondisi jenuh air.
PEMBUATAN EMBUNG
Bentuk
Bentuk embung sebaiknya dibuat bujur sangkar atau mendekati bujur sangkar, hal
tersebut dimaksudkan agar diperoleh Wiling yang paling pendek, sehingga resapan
air melalui tanggul lebih sedikit.
Penggalian tanah
Setelah diketahui letak, ukuran dan bentuk embung yang diinginkan tahapan
selanjutnya adalah penggalian tanah yang dapat dikerjakan secara gotong royong.
Cara penggaliannya adalah sebagai berikut :
Untuk memudahkan pemindahan tanah, maka tanah digali mulai dari batas pinggir
dari permukaan tanah.
Untuk menghindari masuknya kotoran kedalam embung terbawa air limpasan,
maka keliling tanggul dibuat lebih tinggi dari permukaan tanah.
Saluran pemasukan air limpasan dan pembuangan dibuat sedemikian rupa,
sehingga air embung tidak penuh/meluap. Jarak saluran pembuangan dari
permukaan tanggul berkisar 25 – 50 cm.
Pada tanah berpasir resapan air kebawah (perkolasi) maupun melalui tanggul agak
cepat. Oleh karena itu dinding embung perlu dilapisi, bisa dari plastik, tembok atau
campuran kapur dengan tanah liat.
Campuran kapur tembok dan tanah liat untuk memperkeras dinding embung dibuat
dengan perbandingan 1 : 1 dengan cara kapur dibasahi dan dicampur dengan tanah
liat sampai berbentuk pasta. Pasta tersebut ditempelkan pada dinding dan dasar
embung hingga mencapai ketebalan 25 cm.
1. LATAR BELAKANG
2. LOKASI PEKERJAAN
Embung Kulak Secang berada di Anak Sungai Kulak Secang Desa Jatigreges
Kecamatan Pace Kabupaten Nganjuk, Propinsi Jawa Timur.
4. KONSULTAN PERENCANA
5. SUMBER DANA
Biaya Pembangunan diperoleh melalui Dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara
tahun 2005 sebesar Rp. 1.945.786.000,-.
6. DATA TEKNIK
Sumber: http://sumberdayaair.wordpress.com/2008/04/15/embung-kulak-secang/
Sukai ini:
Suka Memuat...
30 Komentar »
1.
Mau minta modul perencanaan kolam olak tipe USBR II, sebelumnya
terimakasih…
keuntungan dari keempat tipe USBR dari segi ekonomis pelaksanaan dan
biaya..
sebelumnya terimakasih lagi…
Komentar oleh Peter — Januari 1, 2009 @ 2:30 am
2.
Apakah embung bisa dibuat pada tanah berkapur dan batuan karang?
Dan bisakah embung dibuat di wilayah perbukitan dengan kemiringan 45%.
Terimakasih atas bantuannya..
Paju Agusty
3.
terima kasihhhhhhhhhh bwt infonya ini sangat bermanfaat sekali bagi saya
karena saya adalah orang teknik
4.
sangat berarti bagi saya karen thesis mengenai itu,makasih
5.
Mau minta modul perencanaan kolam olak tipe USBR II, sebelumnya
terimakasih…
keuntungan dari keempat tipe USBR dari segi ekonomis pelaksanaan dan
biaya..
sebelumnya terimakasih lagi
dan kirimin donk teori tentang drainase campuran makasih
6.
Trims.telah membantu kami untuk perencanaan bendung embung di desa
kami.
8.
kalau bisa, ulas sedikit ttg operasi dan pemeliharaan embung
9.
saya sangat kecewa dengan pemerintah kabupaten kami,yaitu propinsi nusa
tengara timut,kabupaten kupang(NTT).kami sudah buat ajukan untuk
mendapat dana pembuatan embun,agar air di desa kami tidak kering,tapi
tidak ada jawaban………..!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!hp 085294076332
10.
kami minta agar pemerintah bisa memperhatikan daerah kami..desa oesu,u
kab kupang,NTT
11.
KALAU Korupsi dana besar ,tapi bantu masyarakat tidak ada dana sama
sekali,,
hp 085294076332
propinsi NTT,kab kupang kecamatan kupang timur.kelurahan
tuatuka,,lingkungan oesu,u
12.
Wah lengkap banget penjelasannya. Jadi nambah-nambah ilmu, terutama
tentang konservasi air. Trims dan salam kenal!!
13.
ini solusinya bangun embung, buat tangkap air dari langit (hujan) dari pada
kasih keluar air dari perut bumi alias bor. kami di NTT khususnya di
kabupaten ende masih banyak butuh embung kecil ataupun embung irigasi,
trims ya, salam kenal
14.
penjelasan teory sangat gamblang sehingga bisa menjadi acuan bagi intansi
terkait .trima kasih
15.
tks, atas infonya semoga bermanfaat bagi kita semua dg pentingnya
konservasi air…
16.
tks, atas infonya, materi ini sangat bermanfaat bagi kita semua terutama
untuk mengendalikan kekurangan air dimusim kemarau,
17.
embung dan sungai berkelok adalah jawaban mengatasi banjir dan menjaga
air. kalau cuma konservasi tanaman tidak akan cukup, semilyar pohon
sekalipun, tapi pohon semilyar plus semilyar embung menurut saya paduan
yang membanggakan pulau jawa dan daerah nusantara lainnya. semoga
penjelasan ini menciptakan satu embung mini di tempat saya di lembang .
salam pencinta air , tanaman dan bumi.
18.
bagguus………..
19.
terimakasih . situs ini telah membantu kami dan memberikan kami inspirasi
.
20.
[…] https://bebasbanjir2025.wordpress.com/teknologi-pengendalian-
banjir/embung/ […]
Ping balik oleh Sabo Dam dibuat, sabodo dirawat dan dipelihara | Maya
Chitchatting's Blog — Maret 7, 2013 @ 1:13 pm
21.
terimah kasih atas informasinya, klu bisa kedepannya lebih banyak kearah
konstruksinya (pas.batu kali, beton bertulang dll)
22.
ini yang harus di kembang kan ditanair kita tnks ats petunjuk
24.
terimakasih atas situs ini
25.
bagaimana cara mengitung pembuatan embung dengan rincian pembiayaan
dengan anggaran 2,6m dan 200jt hingga 300jy saja?bgmn mengitungnya
mohon jwbnnya
26.
Dji tempat saya tinggal di bangun embung distas bukit di ketinggian 1000
dpl embung di desain hanya yg boleh masuk air hujan saja sedangkan di
dakam perencanaan tidak boleh ada i let yg masuk pada hal didaerah
tersebut hujan sangat rendah yg mengakibatkan emvung kurang optimal
fungsinya bagaimana minta sarab dan petunjuk
27.
Bagaimana dengan embung tadah hujan menggunakan geomembran di
pegunungan dengan kemiringan 45 derajad
28.
mohon penjelasan apa definisi : Waduk,embung,telaga,danau. dan bla ada
UU dan peraturan pemerintah atau lainnya sebagai dasar tentang definisi
tersebut. TERIMA KASIH KAMI SANGAT MEBUTUHKAN ADANYA
PENJELASAN TERSEBUT.
29.
Buku Lahan Baah Buatan di Indonesia ini mudah-mudahan bisa
membantu. http://www.wetlands.org/Portals/0/Buku%20LBasah%20Buatan
%20Indonesia.pdf. Disamping itu Pemerintah saat ini sedang membahas
RPP tentang Danau http://birohukum.pu.go.id/pustaka/arsip_makalah/46.pdf
30.
Tersedia Geomembrane EPDM, berbahan dasar Karet Sintetik. Dengan
aplikasi geomembrane, pembuatan embung lebih cepat, debit air tidak
mudah hilang oleh resapan.
Karakteristik Geomembrane EPDM adalah elastis, tahan terhadap longsoran
dan gempa, tahan terjemur matahari, disaat debit air sedikit, pemasangan
tidak membutuhkan mesin khusus ( Welding ), bisa mengikuti lekukan
alami tanah, ramah terhadap biota air.
Untuk informasi seutar Geomembran EPDM, silahkan hubungi kami di
08118602622, atau 021-3908648.
dengan senang hati kami akan memberikan konsultasi seputar penggunaan
Geomembran EPDM.
Berikan Balasan
Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:
Situs web
Batal
Connecting to %s
Kirim Komentar
Blog Stats
o 1,668,581 hits
Halaman
o 01 Tentang Kami
o 02 Mimpi Kami tentang DAS
o 03 Bebas Banjir, Mungkinkah?
2010
2011
2012
2013
2016
2017
2025
Angan-Angan
Baru Sebatas Janji
Belum
Bisa
Bukan Mustahil, bukan mimpi
Bukan Utopi
Butuh 2 Juta Sumur Resapan
Impian Seumur Hidup
Itu Bohong
Jangan Mimpi
Janji
Lima PR
Mimpi
Mitos
Mustahil
Optimistis
Perlu Langkah Spektakuler
Ragu
Sulit
Tak Akan
Tak Akan Pernah
Tak Bisa 100%
Tak Bisa Jamin
Terbukti Bisa
Tergantung warga
Tidak Ada
Tidak Akan Mutlak
Tidak Bisa
Tidak Jamin
Tidak Mungkin
Tidak Pernah
Tidak Yakin
Tiga Tahun
Tunggu 20 Tahun
o 04 Konsep-Konsep Dasar
Adaptive Collaborative Management (ACM)
Aksi Kolektif Lokal
Appreciative Inquiry
Asset-Based Community Development
Civic Entrepreneur
DAS dan Pengelolaannya (1)
DAS dan Pengelolaannya (2)
DAS dan Pengelolaannya (3)
Das dan Pengelolaannya (4)
DAS dan Pengelolaannya (5)
DAS dan Pengelolaannya (6)
DAS dan Pengelolaannya (8)
DAS dan Pengelolannya (7)
Ekodrainase
Ekohidrologi
Ekowisata
Eksternalitas
Fiqih Lingkungan (1)
Fiqih Lingkungan (2)
Imbal Jasa lingkungan
Infiltrasi
Institusi (Kelembagaan)
Institusi (Kelembagaan) (2)
Integrated Flood Management
Klasifikasi Kemampuan Lahan
Koefisien Aliran Permukaan (C)
Konsep Relawan
Konservasi Tanah dan Air
Konservasi Tanah dan Air (2)
Low Impact Development
Modal Sosial (1)
Natural Flood Management
Partisipasi Masyarakat
Penanganan Sungai
Pendekatan Persil Lahan
Perencanaan Banjir
Perencanaan Mitigasi Banjir
Perilaku Warga DAS
Periode Ulang
Permakultur
Property Right
Riset Aksi
Ruang Terbuka Hijau (1)
Ruang Terbuka Hijau (2)
Siklus Hidrologi
Sistem Pendukung Negosiasi
Stakeholder Analysis
Stakeholder Analysis
Sustainable Flood Management
Teknik Perundingan dan Mediasi
Zero Delta Q Policy
o 05 Pengorganisasian Aksi Kolektif Lokal
Forum DAS
Kampung Ramah Air
Pokja DAS Desa / Kelurahan
RW Hijau
o 06 Teknologi Pengendalian Banjir
Agroforestry
Areal Peresapan Air Hujan
Artificial Recharge
Bendungan Bawah Tanah
Bioretensi
Budidaya Lorong (Alley Cropping)
Daerah Konservasi Air Tanah
Dam Parit
Dam Pengendali (Check Dam)
Deep Tunnel Reservoir System
Embung
Guludan
Kolam / Balong
Kolam Konservasi Air Hujan.
Kolam Retensi
Lubang Galian Tanah
Lubang Resapan Biopori
Modifikasi Lansekap
Mulsa
Mulsa Vertikal (Slot Mulch)
Pemanfaatan Air Hujan
Penampungan Air Hujan (1)
Penampungan Air Hujan (2)
Penanaman Dalam Strip
Pengolahan Tanah Minimum
Pengolahan Tanah/Penanaman Menurut Kontur
Polder
Rain Gardens
Retarding Basin
Revitalisasi Danau, Telaga, atau Situ
Rorak / Parit Buntu
Rumah Panen Hujan
Sabuk Resapan
Saluran / Parit Resapan
Sawah
Stormwater Detention Pond
Strip Penyangga Riparian
Strip Rumput
Sumur Injeksi
Sumur Resapan
Taman Hujan
Tanaman Penutup Tanah
Tanggul / Pagar Pekarangan
Teknologi Modifikasi Cuaca
Teras
Tirta Sangga Jaya (TSJ)
Waduk Pengendali Banjir
Waduk Resapan
o 07 Perlu Contoh dari Istana
o 08 Bagaimana Memulai?
o 09 Riset Aksi menuju Bebas Banjir
DAS Ciliwung
DAS Limboto
o 10 Makalah tentang Banjir
A. Syarifuddin Karama
Abdul Hamid
Adeline Narwastu dan Eri Prasetyo W
Ahmad Tusi
Anik Sarminingsih
Anthony Raymond Kemur
B.J. Pratondo
Benjamin J.B. Nanlohy, dkk
Budi I. Setiawan et al
Corri E., Istiarto, Joko Sujono
Dirjen Penataan Ruang – Dept Kimpraswil
Djoko Luknanto
Dyah Indriana Kusumastuti
Edi Purwanto
ET Paripurno
Fadly Fauzie
Firdaus Ali
Gindo Maraganti Hasibuan
Hidayat Pawitan
Hunggul Yudono Setio Hadinugroho
Ismail Saud
Isnugroho
Kuntjoro
Ligal Sebastian
M. Arief Ilyas dan Dedih Setiadi
M. Fakhrudin
Maman Djumantri
Mark Caljouw et.al.
Menteri Kimpraswil
Moehansyah
Mohammad Imamuddin dan Trihono Kadri
Naik Sinukaban
Nana Mulyana
Nani Heryani
Pitoyo Subandriyo, dkk.
Ryke Nandini
Sigit Setiyo Pramono
Siswoko
Sri Legowo Wignyo Darsono
Suntoro Wongso Atmojo.
Supriyanto
Suroso dan Hery A Susanto
Sutopo Purwo Nugroho
Tarsoen Waryono
Trihono Kadri
William M. Putuhena dkk
o 11 Artikel Tentang Banjir
A Syarifuddin Karama
Adi Yusuf Muttaqin
Agus Maryono
Ahmad Heryawan
Amos Neolaka
Aprizal
AR Soehoed
Ardy Purnawan Sani
Arif Satria
Chay Asdak
Christie Damayanti
Darrundono
Deddy Supriadi
Dwiatmo Siswomartono
Eko Priyo Utomo
Emil Salim
Fahmi Amhar
Fatchy Muhammad
Gatot Irianto
Hadi S Alikodra
Hariadi Kartodihardjo
Hartarto Sastrosoenarto
Kasdi Subagyono
Khudori
Lutfi Andrian
Marco Kusumawijaya
Marwan Ja’far
Muh. Nur Sangadji
Munawir
Naik Sinukaban
Nyoto Santoso
Otto Soemarwoto
Peter Karl Bart Assa
Purwanti Sri Pudyastuti
Ris Sukarma
Robert J Kodoatie
Rokhmin Dahuri
Sahid Susanto
Sahroel Polontalo
Siswoko
Sobirin
Subandono Diposaptono
Sudariyono
Suparmono
Suripin AR
Surjono H. Sutjahjo
Sutiyoso
Sutopo Purwo Nugroho
Tarsoen Waryono
Transtoto Handadhari
Tri Jaka Kartana
Urban Poor Consortium
Veronica Kumurur
Wartawan Kompas
Wicak Sarosa
Yayat Supriatna
Yoyon Indrayana
zPenulis lain
Zunan Farid dan Moch. Satori
o 12 Aspek-Aspek tentang Banjir
Aspek Biaya
Aspek Birokrasi
Aspek Ekologi
Aspek Ekonomi
Aspek Filsafat
Aspek GIS / Perpetaan
Aspek Hukum
Aspek Kerugian
Aspek Kesehatan
Aspek Komunikasi
Aspek Mitigasi
Aspek Moral
Aspek Politik
Aspek Psikologis
Aspek Sejarah
Aspek Sosial
Aspek Teknologi
Aspek Teologi
o 13 Aturan Terkait Banjir
Perda DAS NTT
PP 43 / 2008
Undang-Undang
o 14 Presiden / Wapres dan Banjir
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Wapres Jusuf Kalla
o 15 Konsep / Kebijakan Pemerintah
Bappeda DKI Jakarta
Bappenas
BBWS Ciliwung Cisadane
BPDAS Citarum Ciliwung (1)
BPDAS Citarum Ciliwung (2)
BTP DAS Surakarta
Departemen Kehutanan
Departemen Pekerjaan Umum
Departemen Pertanian
Dinas PU DKI Jakarta (1)
Dinas PU DKI Jakarta (2)
Dinas PU DKI Jakarta (3)
Ditjen Penataan Ruang Dept. PU
Ditjen Penataan Ruang, Dep. Kimpraswil
Ditjen RLPS Dephut
Kementerian Lingkungan Hidup
Kesepakatan Tiga Menteri
Pem Prov DKI Jakarta
Sekretariat TKPSDA
o 16 Wawancara tentang Banjir
o 17 Pengendalian Banjir di Mancanegara
Bangladesh
Jepang
Thailand
o 18 Profil
Kamir R Brata
o 19 Konsep / Gagasan Ornop tentang Banjir
FAO dan CIFOR
UNESCO
Yayasan IDEP
o 20 Banjir dan Kampus
ITB
Unas
Unmul
o 21 Peta DAS / Bagian DAS
DAS Cisadane
Kelurahan Kalimulya
o 22 Pengendalian Banjir
Donggala
Gorontalo
Makassar
Surabaya
o 23 Presentasi tentang Banjir
Agus Maryono
Dinas Kimpraswil Kota Malang
Istiarto
o 24 Anggaran Banjir
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
Kalimantan Timur
Kementerian PU
Sumatera Utara
o Rekomendasi tentang Banjir
Cari
Cari:
Blogroll
o Mountain Forum
o Pengembangan Diri
o waterehds's online training
o Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.
o Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.
Desember 2014
S S R K J S M
« Sep
1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14
15 16 17 18 19 20 21
22 23 24 25 26 27 28
29 30 31
Pos-pos Terakhir
o Bebas Banjir, Mungkinkah?
Top Posts
o Sumur Resapan
o Sumur Injeksi
o Tanaman Penutup Tanah
o Klasifikasi Kemampuan Lahan
o Teknologi Modifikasi Cuaca
o 11 Artikel Tentang Banjir
o DAS dan Pengelolaannya (1)
o Eksternalitas
o Siklus Hidrologi
o Penampungan Air Hujan (1)
Komentar Terakhir
There are no public comments available to display.
The Shocking Blue Green Theme. Buat situs web atau blog gratis di
WordPress.com.
Ikuti
Follow “BebasBanjir2015”
Sign me up